hubungan antara senam kesegaran jasmani lansia dengan fungsi ...
Transcript of hubungan antara senam kesegaran jasmani lansia dengan fungsi ...
i
i
TESIS
HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN
JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF
DAN KESEIMBANGAN TUBUH
DI POSYANDU LANSIA
DESA DAUH PURI KAUH
DENPASAR
LANAWATI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
i
TESIS
HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN
JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF
DAN KESEIMBANGAN TUBUH
DI POSYANDU LANSIA
DESA DAUH PURI KAUH
DENPASAR
LANAWATI
NIM 1392161010
PROGRAM MAGISTER
STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER
HUBUNGAN ANTARA SENAM KESEGARAN
JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI KOGNITIF
DAN KESEIMBANGAN TUBUH
DI POSYANDU LANSIA
DESA DAUH PURI KAUH
DENPASAR
Tesis untuk Meperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LANAWATI
NIM 1392161010
PROGRAM MAGISTER
STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 11 Juni 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.dr.RA Tuty Kuswardhani SpPD,K-Ger Rina Listyowati SSiT,MKes
Finasim, MARS
NIP 195911041989032003 NIP 197105292008122001
Mengetahui
Ketua Program Direktur
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pasca Sarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof. Dr . D.N Wirawan MPH Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP. 194810101977071001 NIP. 195902151985102001
iv
iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Pada Tanggal 11 Juni 2015
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No:
Tanggal :
Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah :
Ketua : Dr.dr. RA Tuty Kuswardani SpPD, K-Ger, Finasim, MARS
Anggota :
1. Rina Listyowati SSiT, MKes.
2. Prof. Dr.dr. Alex Pangkahila, MSc, Sp.AND
3. Prof.Dr.dr. Mangku Karmaya M REPRO, PA (K)
4. Dr. I Putu Ganda Wijaya, SSos, MM
v
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA : dr. Lanawati
NIM : 1392161010
PROGRAM STUDY : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat ( MIKM)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis saya yang berjudul
Hubungan Antara Senam Kesegaran Jasmani Lansia dengan Fungsi Kognitif dan
Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh Denpasar ini
benar benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tesis ini adalah hasil jiplakan ,
maka saya bersedia menerima sangsi sesuai Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun
2010.
Denpasar, Maret 2015
Yang Membuat Pernyataan
vi
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian
tesis yang berjudul Hubungan Senam Kesegaran Jasmani Lansia dengan Fungsi
Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh
Denpasar.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. RA Tuty Kuswardhani SpPD, K-Ger,
Finasim, MARS selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah
memberikan semangat, dorongan, bimbingan dan saran dalam penulisan hasil
penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Rina
Listyowati SSiT, MKes. Selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis
sehingga penulisan Hasil Penelitian ini dapat diselesaikan.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A.Raka
Sudewi, Sp.S (K) dan Ketua Program Studi Megister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. dr. Dewa
Nyoman Wirawan, MPH atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
vii
vii
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Megister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.
2. Tim Penguji pada ujian tesis atas koreksi dan saran perbaikan tesis ini.
3. Lansia di Desa Dauh Puri Kauh sebagai Responden dalam penelitian ini.
4. Kepala Desa dan Kader Lansia di lingkungan Desa Dauh Puri Kauh yang
telah banyak meluangkan waktu dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
5. Teman-teman angkatan V MIKM UNUD yang telah banyak memberikan
dorongan dan semangat.
Penulis menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan yang
nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya.
Demikian hasil penelitian tesis ini penulis susun dengan harapan semoga
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatNya kepada semua pihak yang telah
membantu pelaksanaan dan menyelesaikan hasil penelitian tesis ini.
Denpasar, Maret 2015
Penulis
viii
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN SENAM KESEGARAN JASMANI LANSIA DENGAN FUNGSI
KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN TUBUH DI POSYANDU LANSIA
DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan
penurunan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan. Proses menua adalah
suatu proses degenerasi yang terjadi pada setiap orang dan tidak bisa dihindari
namun bisa diperlambat. Berbagai penelitian ditemukan bahwa aktivitas fisik
dapat memperlambat penurunan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan pada
lansia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran analisis hubungan
antara senam kesegaran jasmani terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh
lansia.
Metode penelitian ini menggunakan desain analitik kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional, dengan jumlah sampel 60 lansia di desa Dauh Puri
Kauh. Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang berkunjung pada posyandu
lansia yang dipilih dengan cara proportio stratified random sampling berdasarkan
kelompok posyandu yang berada di desa Dauh Puri Kauh baik yang melakukan
senam dan yang tidak melakukan senam. Penilaian fungsi kognitif menggunakan
kuesioner MoCA-Ina dan penilaian gangguan keseimbangan dengan pemeriksaan
Romberg Test. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner ini disajikan dalam
bentuk tabel selanjutnya diuji dengan uji statistik Chi-Square dan uji regresi
logistic.
Hasil Analisis bivariat (chi square) menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara senam kesegaran jasmani dengan fungsi kognitif (OR 16, CI
95% : 4,515-56,698 ) dan ada hubungan yang signifikan antara senam kesegaran
jasmani dengan keseimbangan tubuh lansia (OR 26, CI 95%: 6,532-103,498).
Pada analisis multivariate regresi logistic hubungan senam kesegaran jasmani
terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh dengan variabel perancu ( umur,
pendidikan, jenis kelamin, hobi, riwayat pekerjaan dan penyakit) menunjukkan
bahwa lansia yang tidak memiliki hobi dan tidak melakukan senam secara teratur
berpeluang sebesar 14% memiliki fungsi kognitif yang normal dan lansia yang
tidak bekerja, memiliki riwayat penyakit serta tidak melakukan senam kesegaran
jasmani berpeluang sebesar 14% memiliki keseimbangan yang baik.
Senam Kesegaran Jasmani perlu menjadi program yang dikembangkan di
Posyandu Lansia untuk memperlambat terjadinya gangguan fungsi kognitif dan
gangguan keseimbangan tubuh pada lansia.
Kata Kunci : Senam Kesegaran Jasmani, Fungsi Kognitif, Keseimbangan
Tubuh
ix
ix
ABSTRACT
Correlation Between Gymnastic Elderly And Cognitive Function And
Balance Of The Body Among The Elderly Visiting Health Post Clinic For
The Elderly At Dauh Puri Kauh Village Denpasar
Changes that occured among elderly people can cause cognitive
impairment and body imbalance, Aging process is a degenerative process that
happened to every human being,which can not be avoided, but can be slowed
down. Some studies found that physical exercise can postpone cognitive
impairment and body imbalance among the elderly. The aim of this study is
analysing the correlation between gymnastic elderly and cogntive function and
balance of the body in the elderly,
Quantitative analytical design with cross sectional approach. Sample size :
60 elderly people from Dauh Puri Kauh village, who visited the health post for the
elderly. The sampling method that is used is proportional stratified random
sampling, The sample is divided into those who did gymnastic elderly and those
who did not. Cognitive function is measured using Mo-Ca INA questionairre ,
while body imbalance was examined using Romberg Test. The data is presented
in tables and is tested using statistical test, Chi Square and logistic regression test.
Using bivariate analysis (Chi Square) it was shown that there is a
significan correlation between gymnastic elderly and cognitive function (OR 16,
CI 95% : 4,515-56,698 ) and there is also a significan correlation between
gymnastic elderly and balance of the body. (OR 26, CI 95%: 6,532-103,498).
Using multivariate analysis (logistic regression test), it is shown that there is a
correlation between gymnastic elderly and cognitive function and balance of the
body towards confounding variables ( age, education, gender, hobby,occupational
history and health history). It is shown that the elderly who did not have hobby or
did irregular gymnastic elderly has the probability of 14 percent to have normal
cognitive function. Elderly who did not work, have history of disease and did not
do gymnastic elderly has the probability of 14% to have a good body balance.
Gymnastic elderly is one of the progremme that need to be developed in
health clinics for the elderly to slow down cognitive impairment and balance of
the body.
Keyword : Gymnastic Elderly, cognitve function, balance of the eldery body.
x
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ………………………………………………………... i
SAMPUL DALAM ……………………………………………………….. ii
LEMBAR PERSYARATAN GELAR …………………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………… v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIATISME …………………….. vi
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………… vii
ABSTRAK ………………………………………………………………... viii
ABSTRACT ………………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG …………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..
1.1 Latar Belakang……………………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………...
1.3.1 Tujuan Umum ………………………………………………..
1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………….
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………….
1
1
8
9
9
9
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………..
2.1 Pengertian dan Batasan Usia Lansia……………………………….
2.2 Teori Proses Penuaan dan Perubahan pada Lansia………………...
2.2.1 Teori Biologis ………………………………………………..
2.2.2 Teori Psikologis ……………………………………………...
2.2.3 Teori Sosial ………………………………………………….
2.2.4 Teori Spiritual………………………………………………..
2.3 Kognitif Lansia ……………………………………………………
2.3.1 Definisi Kognitif …………………………………………….
2.3.2 Fungsi Kognitif pada Usia Lanjut …………………………..
2.3.3 Gangguan Fungsi Kognitif ………………………………….
2.3.4 Manifestasi Gangguan Kognitif …………………………….
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lansia
2.3.6 Pemeriksaan Fungsi Kognitif……………………………….
2.4 Keseimbangan Tubuh …………………………………………….
2.4.1 Pengertian ……………………………………………………
2.4.2 Penyebab Gangguan Keseimbangan ………………………...
2.4.3 Dampak Gangguan Keseimbangan ………………………….
2.4.4 Pengukuran Keseimbangan …………………………………
11
11
13
14
15
15
17
17
17
18
20
21
22
23
25
25
26
27
27
xi
xi
2.5 Program Senam Lansia …………………………………………..
2.5.1 Senam Kesegaran Jasmani Lansia………………………….
2.5.2 Manfaat Senam Kesegaran Jasmani Lansia…………………
2.5.3 Gerakan Senam Kesgaran Jasmani Lansia …………………
29
29
30
33
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN …………………………………………………
3.1 Kerangka Berpikir……………………………………………….
3.2 Kerangka Konsep ……………………………………………….
3.3. Hipotesis Penelitian ……………………………………………..
35
35
36
37
BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………….
4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………..
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………..
4.3 Penentuan Sumber Data …………………………………………..
4.3.1 Data Primer ………………………………………………….
4.3.2 Data Sekunder ………………………………………………
4.4 Variabel Penelitian ………………………………………………..
4.4.1 Variabel Bebas………………………………………………
4.4.2 Variabel Terikat ……………………………………………..
4.4.3 Varibel Kontrol ……………………………………………..
4.4.4 Definisi Operasional Variabel ……………………………...
4.5 Instrumen Penelitian ………………………………………………
4.6 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………..
4.6.1 Populasi …………………………………………………….
4.6.2 Sampel Penelitian …………………………………………...
4.6.3 Besaran Sampling……………………………………………
4.6.4 Cara Sampling ………………………………………………
4.7 Prosedur Penelitian ……………………………………………….
4.7.1 Tahap Penyelesaian Administrasi…………………………..
4.7.2 Tahap Persiapan…………………………………………….
4.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ……………………………
4.8.1 Teknik Pengolahan ………………………………………..
4.8.2 Analisa Data ……………………………………………….
38
38
39
39
40
40
40
40
40
40
40
43
45
45
45
46
47
48
48
48
51
51
52
BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………
5.1 Analisis Univariat …………………………………………………
5.2 Analisis Bivariat ………………………………………………….
5.3 Analisis Multivariat ……………………………………………….
57
58
60
62
xii
xii
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………….
6.1 Interpretasi Hasil Penelitian …………………………………….
6.2 Keterbatasan Penelitian …………………………………………
6.3 Implikasi Penelitian……………………………………………..
66
67
73
73
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………………….
7.1 Simpulan ………………………………………………………..
7.2 Saran ……………………………………………………………
76
76
77
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 79
LAMPIRAN LAMPIRAN ………………………………………………. 83
xiii
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1. Penggolongan Batasan Usia Lansia menurut WHO ………………
12
4.1. Definisi Operasional Variabel …….………………………………
41
4.2. Besar Sampel Tiap Posyandu …………………………………….. 48
5.1. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Hobi dan Riwayat Penyakit
Lansia pada kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh ….
58
5.2. Distribusi Responden Menurut Senam Kesegaran Jasmani, Fungsi
Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Desa Dauh Puri Kauh……..
59
5.3. Hasil Analisis Bivariat Senam Kesegaran Jasmani dengan Fungsi
Kognitif ……………………………………………………………
60
5.4. Hasil Analisis Bivariat Senam Kesegaran Jasmani dengan
Keseimbangan Tubuh ……………………………………………..
61
5.5. Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan Fungsi
Kognitif di Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh…...
63
5.6. Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan
Keseimbangan Tubuh di Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh
Puri Kauh ………………………………………………………….
64
xiv
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Model Memori Manusia …………………………………
19
Gambar 3.1. Konsep Penelitian …….………………………………..
36
Gambar 4.1. Struktur studi cross sectional …………………………… 38
xv
xv
DAFTAR SINGKATAN
AD
AKS
:
:
Alzheimer Dementia
Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
ATK : Alat Tulis Kantor
BDNF
BOS
:
:
Brain Derived Neurotropic Factor
Base Of Suport
BPS
COM
:
:
Badan Pusat Statistik
Center of Mass
Depkes : Departemen Kesehatan
DNA
IB
:
:
Deoxyribose Nucleic Acid
Index Barthel
Lansia : Lanjut Usia
MCI : Mild Cognitive Impairment
MENPORA : Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga
MoCA : Montreal Cognitif Assesment
MoCA-Ina : Montreal Cognitif Assemen versi Indonesia
PKK : Program Kesejahteraan Keluarga
SKJ : Senam Kesegaran Jasmani
WHO : World Health Organization
xvi
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Instrumen Barthel Index
Lampiran 4 : Kuesioner Karakteristik Lansia
Lampiran 5 : Instrumen Pemeriksaan Skreening MoCA-Ina
Lampiran 6 : Instrumen Romberg Test
Lampiran 7 : Waktu Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 8 : Hubungan Karakteristik Responden dengan Fungsi Kognitif dan
Keseimbangan Tubuh.
Lampiran 9 : Hasil Analisis Multivariat
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk lansia (lanjut usia) Indonesia pada tahun 2025
dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 akan mengalami kenaikan sebesar
414% dan hal ini merupakan persentase kenaikan paling tinggi diseluruh dunia.
Sebagai perbandingan pada periode waktu yang sama kenaikan di beberapa
Negara sebagai berikut : Kenya 34%, Brazil 255%, India 242%, China 220%,
Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003).
Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk
lansianya cepat. Sejak tahun 2000, Indonesia sudah memiliki lansia sebesar 14,4
juta penduduk (7,18% dari jumlah penduduk) dan pada tahun 2020 diperkirakan
akan berjumlah 28,8 juta (11,34%). Hasil pendataan yang dilakukan pada tahun
2007 ditemukan penduduk Lansia berjumlah 18,96 juta (8,42% dari total
penduduk) dengan komposisi perempuan 9,04% dan 7,80% laki laki (Badan
Pusat Statistik, 2013).
Peningkatan jumlah penduduk lansia ini menimbulkan berbagai masalah
sosial, ekonomi dan kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi
pada usia lanjut antara lain gangguan fungsi kognitif dan keseimbangan (Hesti
dkk. 2008). Berdasarkan studi literatur Wilson et all.,(2001) angka lansia yang
mengalami penurunan fungsi kognitif meningkat seiring dengan angka
peningkatan orang usia lanjut. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun
2
2
2012 melaporkan bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif lansia diperkirakan
121 juta manusia, dengan komposisi 5,8% laki laki dan 9,5% perempuan.
National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika melakukan
test keseimbangan pada lebih dari 5000 orang berusia 40 tahun atau lebih. Survei
tersebut menghasilkan 19% usia kurang dari 49 tahun, 69% responden berusia 70-
79 tahun, dan 85% usia 80 tahun atau lebih mengalami ketidak seimbangan.
Sepertiga dari responden berusia 65 – 75 tahun mengatakan memiliki gangguan
keseimbangan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Phillips, 2011).
Proses menua adalah suatu proses degenerasi yang terjadi pada setiap
orang dan tidak bisa dihindari, namun proses tersebut bisa diperlambat.. Dalam
konsep AntiAging Medicine banyak menemukan fakta tentang penyebab proses
penuaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rudman (1990) telah
memberikan hormon pertumbuhan HGH (Human Growth Hormone) yang
disuntikkan selama 2 bulan pada 21 pria dan wanita usia antara 61-81 tahun.
Hasilnya adalah kondisi tubuh, nilai laboratorium, massa lemak, massa otot,
kekebalan kulit dan densitas tulang sangat membaik seperti kondisi pada anak
usia 10 tahun.
Otak merupakan pusat pengaturan sistem tubuh dan juga sebagai pusat
kognitif. Otak merupakan organ tubuh yang rentan terhadap proses degeneratif.
Saat otak mulai menua akan terjadi penurunan fungsi otak yang beresiko terjadi
penurunan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh, akibatnya lansia akan
mengalami gangguan dalam melaksanakan kegiatan rutin sehari harinya dan
3
3
akhirnya lansia menjadi tergantung pada orang disekitarnya , serta menjadi
beban bagi keluarga dan masyarakat (Meidiary, 2012).
Perubahan sistem neurologis pada lansia mengakibatkan perubahan
kognitif, penurunan waktu reaksi, masalah keseimbangan dan kinetik serta
gangguan tidur (Mauk, 2010). Suatu penelitian yang dilakukan di Negara Inggris
dengan jumlah responden 10.255 orang lansia diatas 75 tahun, menunjukkan
bahwa (55%) lansia mengalami gangguan fisik berupa arthritis atau gangguan
sendi 50% dari responden mengalami keseimbangan berdiri, 45% dari responden
mengalami gangguan fungsi kognitif pada susunan saraf pusat, 35 % pada
penglihatan , 35% pada pendengaran , 20 % mengalami kelainan jantung, 20 %
ditemukan sesak napas , serta gangguan miksi/ngompol sebesar 10%, dari
beberapa gangguan yang terjadi pada lansia dapat mengakibatkan terganggunya
atau menurunnya kualitas hidup pada lansia . Kemunduran yang paling banyak
ditemukan adalah menurunnya kemampuan memori daya ingat (Foster, 2011).
Dengan bertambahnya umur nampaknya faktor resiko menderita
demensia juga akan meningkat. Orang berumur 65 tahun ke atas mempunyai
resiko 11 % dan umur 85 tahun keatas resiko semakin besar yaitu 25%-47%.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 menyatakan bahwa Alzheimer
menyerang mereka yang berusia diatas 50 tahun, sementara di Indonesia usia
termuda yang mengalami penyakit ini berusia 56 tahun. Diperkirakan sebesar 5 %
lansia yang berumur 65–70 tahun menderita dimensia dan meningkat dua kali
lipat setiap 5 tahunnya hingga mencapai lebih 45% pada lansia usia diatas 85
tahun (Wibowo, 2007). Prevalensi gangguan kognitif meningkat sejalan dengan
4
4
bertambahnya usia, kurang dari 3% terjadi pada kelompok usioa 65-70 tahun dan
lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas ( WHO, 1998).
Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi
keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan berkurang seiring penambahan
usia karena perubahan pada sistem saraf pusat atau neorologis, sistem sensori
seperti sistem visual, vestibuler dan propiosepsi serta sistem muskuloskeletal
(Miller, 2004). Keseimbangan merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan posisi dan stabilitas baik saat kondisi statis maupun dinamis atau
ketika bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain seperti saat berdiri, duduk,
transit dan berjalan (Delitto, 2003).
Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab
terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas normal sehari-
hari, dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya
ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence)
pada lansia (Reuser et all., 2011). Tanpa adanya upaya pencegahan yang efektif,
peningkatan jumlah populasi lansia akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
jumlah penduduk dengan demensia (Ferri et al., 2005).
Salah satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi fungsi kognitif adalah
aktifitas fisik termasuk mobilitas . Beberapa studi melaporkan bahwa usia lanjut
yang mengalami kesulitan pergerakan fisik atau gangguan gerak, akan terjadi
perbedaan dalam skor fungsi kognitif (Yaffe et al., 2001). Larson dkk. (2006)
melakukan studi prospektif untuk mengetahui hubungan antara latihan fisik yang
berkesinambungan dan penurunan resiko demensia dan Alhzeimer Dementia..
5
5
Mereka menyimpulkan bahwa latihan yang berkesinambungan berhubungan
dengan resiko terjadinya demensia dan penyakit Alzheimer pada penyakit paruh
baya dimana orang orang yang melakukan tiga kali atau lebih per minggu resiko
menderita demensia menurun dibandingkan dengan orang yang melakukan latihan
fisik kurang tiga kali perminggu.
Beberapa tipe latihan diduga dapat menurunkan terjadinya gangguan yang
berhubungan dengan lansia seperti Alzheimer Disease dan Demensia Vasculer.
Kenyataannya banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat
mencegah fungsi kognitif yang lambat (Foster dkk. 2011). Aktivitas fisik
bermanfaat mempengaruhi fungsi kognitif usia paruh baya. Dan juga merupakan
sebagai pencegahan terhadap gangguan fungsi kognitif dan demensia (Sarah dkk.
2014).
Berbagai studi ilmiah telah membuktikan bahwa proses penuaan otak
dapat diperlambat dengan berbagai cara yaitu antara lain aktivitas fisik, stimulasi
mental dan aktifitas sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok lansia yang
mendapatkan berbagai program kegiatan stimulasi otak yang menyenangkan,
memiliki fungsi kognitif jauh lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang
tidak mendapatkan stimulasi apapun atau dengan obat-obatan saja (Howe et al.,
2008).
Menurut data Susenas, BPS tahun 2007, Bali merupakan propinsi ke tiga
setelah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah yang memilki persentase lansia terbesar
di Indonesia. Di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat, telah dibentuk kelompok
kelompok posyandu lansia yang dibina oleh pemegang program lansia Puskesmas,
6
6
kader posyandu lansia dan PKK. Jumlah sasaran baik pra lansia dan lansia
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah sasaran lansia (usia > 60
tahun) di Puskesmas II Denpasar Barat berjumlah 3. 545 orang (3,9% dari jumlah
penduduk) , pada tahun 2013 berjumlah 3.898 orang ( 4,0 % dari jumlah
penduduk) dan pada tahun 2014 berjumlah 4.135 orang ( 4,1% dari jumlah
penduduk). Program kesehatan lansia adalah Upaya Kesehatan Wajib yang
dilakukan oleh Puskesmas II Denpasar Barat dengan kegiatan di dalam dan di luar
gedung. Kegiatan didalam gedung berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,
sedangkan kegiatan diluar gedung dilakukan pada posyandu lansia.
Desa Dauh Puri Kauh adalah salah satu dari enam desa yang ada di
wilayah Puskesmas II Denpasar Barat dengan jumlah lansia sebanyak 703 orang
memiliki enam Posyandu Lansia dimana tiga posyandu mengadakan senam lansia
dan tiga posyandu lainnya tidak melakukan senam lansia, dengan jumlah kader
posyandu lansia sebanyak 30 orang. Desa Dauh Puri Kauh dipilih sebagai tempat
penelitian dikarenakan di desa tersebut frekwensi senam lansianya tiga kali dalam
seminggu dibanding desa lainnya.
Kegiatan program lansia yang dilakukan pada posyandu lansia adalah
senam lansia , pemeriksaan kesehatan dan pemberian makanan tambahan. Jenis
senam yang diberikan berupa jenis Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) lansia.
Jumlah kunjungan pra lansia dan lansia di Desa Dauh Puri Kauh per bulan selama
tahun 2014 berkisar 25-30 orang. Rendahnya kunjungan lansia di posyandu
disebabkan lansia belum memahami pentingnya posyandu terutama manfaat
senam lansia dalam mencegah gangguan fungsi kognitif. Hasil wawancara yang
7
7
dilakukan terhadap kader ditemukan beberapa lansia yang sudah mengalami pikun
dan gangguan mengingat, serta beberpa lansia mengalami jatuh. Selama ini
belum pernah dilakukan evaluasi pengaruh SKJ lansia tersebut terhadap
peningkatan stimulasi otak ( fungsi kognitif) dan keseimbangan tubuh lansia.
Walaupun diketahui dari penelitian sebelumnya bahwa kegiatan fisik akan
mempengaruhi kebugaran fisik tetapi apakah senam yang selama ini diberikan
dapat meningkatkan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia? Maka dari
itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana program SKJ lansia yang diajarkan
tersebut berpengaruh terhadap fungsi stimulus fungsi otak lansia yang secara
langsung berpengaruh terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia.
Di Bali sendiri telah dikembangkan SKJ lansia yang diajarkan di
posyandu-posyandu lansia. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan
melakukan SKJ lansia. Gerakan gerakan ringan dengan permainan melalui olah
tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus otak dan kebugaran
lansia (Turana, 2013). Penelitian lain terhadap senam lansia di Panti Werdha
Wana Seraya Denpasar menunjukkan bahwa Senam Tera Indonesia secara
bermakna dapat meningkatkan kebugaran jantung paru lansia, hal tersebut sejalan
dengan penelitian terhadap senam lansia di Bali juga berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi (Parwati, 2013). Akan tetapi
penelitian pengaruh senam lansia terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan
tubuh lansia di Bali, belum penulis dapatkan informasinya, untuk itulah penulis
perlu mengadakan penelitian tersebut. Dan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan di Menado dengan judul gambaran fungsi kognitif dan keseimbangan
8
8
pada lansia dikota Manado ditemukan bahwa lansia yang mengalami gangguan
kognitif sebesar 93,6% (Ramdhani, 2012). Maka dari itu peneliti ingin
mengetahui sejauh mana program senam lansia yang diajarkan tersebut
berpengaruh terhadap peningkatan stimulus fungsi otak lansia yang secara
langsung berpengaruh terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
a. Bagaimana gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri
Kauh?
b. Apakah ada hubungan SKJ lansia dengan fungsi kognitif di posyandu
lansia Desa Dauh Puri Kauh ?
c. Apakah ada hubungan SKJ lansia dengan keseimbangan tubuh lansia di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh ?
d. Apakah ada perbedaan fungsi kognitif pada lansia yang melakukan SKJ
lansia dengan lansia yang tidak melakukan SKJ lansia?
e. Apakah ada perbedaan keseimbangan tubuh lansia pada lansia yang
melakukan SKJ lansia dengan lansia yang tidak melakukan SKJ lansia?
f. Apakah faktor yang berpeluang berhubungan dengan fungsi kognitif lansia
di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh?
g. Apakah faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh
9
9
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara SKJ lansia dengan fungsi kognitif
dan keseimbangan tubuh lansia pada kelompok lansia di desa Dauh Puri Kauh.
1.4.2 Tujuan Khusus
Melalui kegiatan penelitian ini dapat diketahui :
a. Gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa dauh Puri Kauh
b. Hubungan antara SKJ lansia dengan fungsi kognitif lansia di posyandu
lansia Desa Dauh Puri Kauh.
c. Hubungan antara SKJ lansia dengan keseimbangan tubuh di posyandu
lansia Desa Dauh Puri Kauh.
d. Perbedaan fungsi kognitif lansia dari dua kelompok lansia, yaitu kelompok
yang melakukan SKJ lansia dan kelompok yang tidak melakukan SKJ di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
e. Perbedaan keseimbangan tubuh lansia dari dua kelompok lansia, yaitu
kelompok yang melakukan SKJ lansia dan kelompok yang tidak melakukan
senam SKJ di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
f. Faktor-faktor yang berpeluang berhubungan dengan fungsi kognitif di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
g. Faktor-faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh
lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
10
10
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk :
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Memberikan informasi yang berguna untuk menambah ilmu pengetahuan.
b. Hasil penelitian ini dapat mendorong dan membantu penelitian lebih lanjut
dalam hal pengembangan metode penelitian.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Lansia dan Komunitas di Desa Dauh Puri Kauh
Manfaat hasil penelitian ini bagi lansia dan keluarga adalah sebagai
informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan
keseimbangan lansia. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan kepada
komunitas untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh senam
terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh sehingga mampu berperan
sebagai penggerak para lansia untuk rajin melakukan senam lansia.
b. Bagi Puskesmas II Denpasar Barat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pemegang program
lansia, untuk mengajarkan SKJ lansia pada seluruh kelompok posyandu lansia.
c. Bagi Dinas Kesehatan
Mempersiapkan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan,
merumuskan kebijakan dan membuat perencanaan dalam program lansia.
11
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Batasan Lanjut Usia
Sebagai landasan dan rujukan dalam penelitian, akan dikemukakan
beberapa konsep, teori hasil penelitian terdahulu, serta kerangka teori yang terkait
dengan penelitian ini. Lanjut usia atau lansia merupakan kelompok manusia
yang memasuki tahap akhir kehidupannya. Pada kelompok lanjut usia ini terjadi
proses penuaan yaitu suatu proses yang ditandai dengan gagalnya
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan yang
sering didapat berupa menurunnya kemampuan hidup serta meningkatnya
kepekaan individu (Turana dkk, 2013). Lanjut usaia merupakan proses akhir
kehidupan dan ditandai dengan adanya gangguan adaptasi terhadap tekanan
lingkungan sekitarnya dan bukan suatu penyakit. Proses menua dimulai dari
sejak lahir dan terjadi terus menerus secara alamiah dan dialami oleh semua
makhluk hidup (Wahyudi, 2000).
Batasan untuk menentukan lanjut usia berbeda beda, seorang dikatakan
tergolong lanjut usia atau lansia apabila usianya mencapai 65 tahun keatas
(Setianto, 2004).
12
12
WHO menggolongkan batasan usia lansia menjadi empat sesuai tabel
dibawah ini:
Tabel 2.1
Penggolongan Batasan Usia Lansia menurut WHO
No. Golongan lansia Usia/umur
1.
2.
3.
4.
Usia Pertengahan ( Middle age)
Lanjut Usia (Eldery)
Lanjut Usia tua (Old)
Sangat Tua (Very old)
45 – 59 tahun
60 – 74 tahun
75 – 90 tahun
� 90 tahun
Sumber : Setianto, 2004
Semua orang yang berusia 56 tahun ke atas , tidak mampu memenuhi
keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari dan tidak mempunyai
penghasilan, mereka ini yang disebut dengan usia lanjut (Aryo, 2002).
Kelompok manusia yang berumur 55-65 tahun adalah kelompok umur yang
memasuki masa prapensiun dan pasti akan memasuki fase-fase penurunan seperti
menurunnya stamina tubuh/kesehatan dan menurunnya ketahanan menghadapi
tekanan psikologis (Saparinah, 1983) .
Dalam Undang-Undang No 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan
Penghidupan orang jompo, dijelaskan batasan lanjut usia yang mempunyai hak
menerima bantuan adalah mereka yang berumur 56 tahun ke atas. Namun
demikian masih ditemui perbedaan dalam menentukan berapa usia seseorang
yang dapat dimasukan ke dalam penduduk lansia .
Dalam penelitian ini untuk menyatakan orang lanjut usia digunakan
batasan umur 60–80 tahun yaitu golongan lanjut usia (eldery) dan lanjut usia tua
(old) oleh karena pada saat umur tersebut seseorang telah memasuki masa
13
13
pensiun, masih beraktifitas, kemunduran fungsi kognitif masih ringan dan
memungkinkan untuk melakukan kegiatan senam.
2.2. Teori Proses Penuaan dan Perubahan pada Lansia
Setiap individu akan mengalami proses penuaan yaitu peristiwa yang
normal dan alamiah. Proses ini sudah mulai berlangsung sejak seseorang
mencapai dewasa. Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan
struktur dan fisiologis, begitu juga dengan organ otak. Seperti diketahui proses
penuaan sehat dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen yang berarti
dipengaruhi faktor internal dan eksternal proses degeneratif (Darmojo, 2002).
Akibat pengaruh faktor faktor internal antara lain penurunan anatomi, penurunan
fisiologi dan terutama psikososial mengalami perubahan sangat besar, sehingga
mengakibatkan mudahnya timbul penyakit. Sedangkan faktor eksternal yang
mempercepat proses menua adalah budaya gaya hidup , lingkungan dan pekerjaan
(Martono, 2009).
Menurut Kane and Ouslander (2011) permasalahan lansia sering disebut
dengan istilah 14 Impairment (14 I). Keempat belas Impairment tersebut adalah :
Immobility (mengalami hendaya lebih dari tiga hari), Incontinence
(beser/ngompol), Instability (tidak stabil, berdiri dan berjalan mudah jatuh),
Infection (infeksi), Intellectual impairment (gangguan intelektual atau demensia),
Impaction ( sulit buang air besar), Impairment of vision and hearing,
communication ,taste, convalescence, smell, skin integrity (gangguan pancindera,
komunikasi, daya pulih dan kulit), Inanition (kurang gizi), Isolation (depresi) ,
14
14
Impecunity (tidak punya uang), Immune deficiency ( daya tahan tubuh yang
menurun), Iatrogenesis (munculnya penyakit dikarenakan mengkonsumsi obat-
obatan) , Impotence (impotensi) dan Insomnia atau gangguan tidur.
Ada beberapa teori yang menjelaskan proses menua, yaitu : teori biologis,
teori psikologis, teori sosial, dan teori spiritual (Maryam dkk. 2008).
2.2.1 Teori Biologis
Teori biologis meliputi immunology slow theory, teori genetik dan mutasi,
teori stress, teori rantai silang, dan teori radikal bebas. Immunology slow theory,
menjelaskan bahwa system imun akan meningkat dengan bertambahnya umur dan
meningkatnya paparan virus ke dalam tubuh menyebabkan organ–organ tubuh
akan rusak dan menjadi tua.
Menurut teori genetik dan mutasi, menjadi tua terjadi karena adanya sel-
sel yang mengalami mutasi karena adanya perubahan biokimia yang terjadi pada
molekul-molekul DNA. Pada teori rantai silang dijelaskan adanya reaksi kimia
pada sel-sel yang sudah tua mengakibatkan jaringan kolagen memiliki ikatan
yang kuat. Ikatan ini menyebabkan elastisitas dan fungsi jaringan kolagen
berkurang .
Teori radikal bebas, menyatakan bahwa radiakal bebas yang terbentuk di
alam bebas merupakan kelompok atom yang tidak stabil dan menyebabkan
oksidasi bahan bahan organik seperti protein dan karbohidrat. Radikal bebas ini
menyebabkan sel-sel mengalami kematian karena tidak mampu ber- regenerasi.
15
15
2.2.2 Teori Psikologis
Melalui teori ini dijelaskan bahwa lansia sulit untuk dipahami dan sulit
berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini disebabkan adanya penurunan
intelektualitas meliputi penurunan persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan
kemampuan belajar. Perubahan psikologis pada lansia juga dipengaruhi oleh
status mentalnya. Pada lansia akan dijumpai gangguan dalam menerima stimulus,
yang disebabkan adanya penurunan fungsi sistem sensorik sehingga diikuti juga
penurunan kemampuan menerima, memproses dan merespon stimulus.
2.2.3 Teori Sosial
Beberapa teori sosial yang berhubungan dengan proses penuaan adalah :
2.2.3.1 Teori Interaksi Sosial.
Teori ini menerangkan mengapa seorang lanjut usia bertindak berdasar
pada sesuatu yang dihargai masyarakat. Kekuasaan dan prestasi pada orang lanjut
usia berkurang sehingga mengakibatkan berkurangnya juga interaksi sosial.
Lansia masih mempertahankan harga diri dan ketaatan mengikuti perintah.
2.2.3.2 Teori Penarikan Diri
Teori ini menerangkan bahwa menurunnya status ekonomi yang dialami
para lansia dan merosotnya status kesehatan menjadi penyebab penarikan diri
dari pergaulan sehingga mempercepat proses penuaan.
16
16
2.2.3.3 Teori Aktivitas
Teori ini menjelaskan bahwa proses menua yang berhasil tergantung dari
apakah lansia tersebut menyenangi dan menghargai aktifitas yang dilakukannya
tersebut .
2.2.3.4 Teori Kesinambungan
Dalam teori ini dijelaskan bahwa dalam siklus kehidupan lansia terdapat
kesinambungan. Kehidupan menjadi lansia mendatang, sangat ditentukan oleh
pengalaman hidup saat ini. Hal ini terbukti bahwa perilaku, gaya hidup, dan
harapan seseorang saat ini tidak berubah walaupun kelak menjadi tua.
2.2.3.5 Teori Perkembangan
Teori ini menerangkan bahwa menjadi tua merupakan suatu proses yang
penuh tantangan dan bagaimana sikap lansia menghadapi tantangan tersebut
dapat mempengaruhi apakah menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif.
Akan tetapi, ini tidak serta merta menunjukkan cara menjadi tua yang diharapkan
oleh lansia tersebut.
2.2.3.6 Teori Stratifikasi Usia
Teori ini digunakan untuk mempelajari sifat sifat lansia secara
berkelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dilihat dari sisi demografi dan
hubungannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahan teori ini tidak bisa
digunakan untuk mempelajari lansia secara pribadi atau individu, mengingat
adanya stratifikasi yang sangat kompleks serta berhubungan dengan klasifikasi
kelas ataupun etnik.
17
17
2.2.4. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang menunjukkan adanya
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tersebut tentang
kehidupan. Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan dapat disimpulkan
bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan
berbagai aspek yaitu aspek fisik, mental dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi
adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering dan longgar, berkurangnya
penglihatan oleh karena kelainan refraksi atau katarak, daya penciuman menurun,
daya pengecap kurang peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang,
persendian kaku dan sakit, inkontinensia, keseimbangan tubuh menurun, bahkan
kemampuan daya ingat mulai menurun(demensia) .
2.3 Kognitif pada Lansia
2.3.1 Definisi Kognitif
Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan
dari proses berfikir. Proses berfikir dimulai dengan memperoleh pengetahuan dan
mengolah pengetahuan tersebut melalui kegiatan mengingat, menganalisis,
memahami, menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan
kognisi sering disebut juga kecerdasan atau intelegensia (Ramdhani, 2008).
Fungsi Kognitif atau kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir dan
memberi rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan
memperhatikan (Miller, 2004).
18
18
2.3.2 Fungsi Kognitif pada Lansia
Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang meliputi
perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori. Sebanyak 75 % dari
bagian otak besar merupakan area kognitif . Kemampuan kognitif seseorang
berbeda dengan orang lain, dari hasil penelitian diketahui bahwa kemunduran sub
sistem yang membangun proses memori dan belajar, mengalami tingkat
kemunduran yang tidak sama. Memori merupakan proses yang rumit karena
menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang (Lumbantobing, 2006).
Prevalensi gangguan kognitif termasuk dimensia meningkat sejalan
bertambahnya usia, kurang dari 3 % terjadi pada kelompok usia 65–75 tahun dan
lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO, 1998). Proses
penerimaan informasi diawali dengan diterimanya informasi melalui penglihatan
(visual input) atau pendengarannya (auditory input) kemudian diteruskan oleh
sensori register yang dipengaruhi oleh perhatian (attention), ini merupakan bagian
dari proses input. Setelah itu informasi akan diterima dan masuk dalam ingatan
jangka pendek (short term memory), bila menarik perhatian dan minat maka akan
disimpan dalam ingatan jangka panjang (long term memory). Bila sewaktu-waktu
diperlukan memori ini akan dipanggil kembali (Elis, 1993).
Diantara fungsi otak yang menurun secara linier (seiring) dengan
bertambahnya usia adalah fungsi memori (daya ingat) berupa kemunduran dalam
kemampuan penamaan (naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang
telah tersimpan dalam pusat memori (speed of information retrieval from
memory). Penurunan fungsi memori secara linier itu terjadi pada kemampuan
19
19
kognitif dan tidak mempengaruhi rentang hidup yang normal (Strub and Black,
1992). Proses penerimaan dan penyimpanan memori dapat dijelaskan seperti
gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 : Model Memori Manusia
Sumber : The Psychology of Memory (Petersen,2002)
Perubahan atau gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi pada
aspek tertentu, sebagai contoh, memori primer (memori jangka pendek/Short time
memory) relatif tidak mengalami perubahan pada penambahan usia, sedangkan
pada memori sekunder (memori jangka panjang/ long term memory) mengalami
perubahan bermakna. Artinya kemampuan untuk mengirimkan informasi dari
Input dari Lingkungan Sekitar
Sensori register: -visual
-auditori
-Haptik (Sentuhan)
=persepsi
Tempat Penyimpanan jangka pendek:
Memori Kerja Sementara
Tempat penyimpanan jangka Panjang:
Memori Kerja Permanen
Output Responsi Kontrol proses:
- Latihan
- membuat keputusan
- memikirkan strategi berulang-ulang
20
20
memori jangka pendek ke jangka panjang mengalami kemunduran dengan
penambahan usia. Dari sebuah penelitian pada orang dengan kognisi normal
berusia 62-100 tahun, disimpulkan bahwa kemampuan proses belajar (learning)
atau perolehan (acquisition) mengalami penurunan yang sama secara bermakna
pada penambahan usia, tetapi tidak berhubungan dengan pendidikan, sedangkan
kemampuan ingatan tertunda (delayed recall atau forgetting) sedikit menurun
tetapi lazimnya tetap, terutama kalau faktor pembelajaran awal dipertimbangkan
(Petersen et al., 2002).
Petersen (2002) juga telah berhasil melakukan penelitian longitudinal
membandingkan kemampuan kognitif pada usia lanjut normal, gangguan kognitif
ringan (mild cognitive impairment/MCI) dan demensia Alzheimer ringan, telah
disimpulkan bahwa MCI merupakan keadaan transisi antara kognitif normal dan
demensia (terutama Alhzeimer). Latar belakang penelitian Petersen adalah bahwa
subyek MCI mempunyai gangguan memori sesuai usia dan pendidikan tetapi
tidak ada demensia, sehingga diagnose MCI dibuat pada pasien dengan criteria
berikut : (a) ada keluhan memori, (b) aktifitas hidup sehari-hari normal, (c) fungsi
kognisi umum normal, (d) memori abnormal untuk usia, (e) tidak ada dimensia.
2.3.3 Gangguan Fungsi Kognitif
Pengelompokan tingkat gangguan fungsi kognitif dapat dibagi menjadi
beberapa kategori. Menurut Mauk (2010), berdasarkan tingkat keparahan
(severity), gangguan fungsi kognitif dapat dibagi tiga yaitu :
a. Tidak ada gangguan fungsi kognitif
21
21
b. Gangguan kognitif ringan
c. Gangguan kognitif berat
2.3.4 Manifestasi Gangguan Kognitif
Gangguan Kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori,
visuofasial dan kognisi.
2.3.4.1 Gangguan Bahasa, memori, emosi, visuofasial dan kognisi :
Gangguan bahasa yang sering terjadi terutama pada perbendaharaan
kosakata. Pasien tidak dapat menyebutkan nama benda atau gambar yang
ditunjukkan kepadanaya (confrontation naming), tetapi akan lebih sulit lagi untuk
menyebutkan nama buah atau hewan dalam satu kategori (categorical naming),
ini disebabkan karena daya abstraksinya mulai menurun.
2.3.4.2 Gangguan Memori
Gejala pertama yang sering timbul pada pasien yang mengalami gangguan
kognitif adalah gangguan mengingat. Pada tahap awal gangguan pada memori
barunya, namun selanjutnya memori lama juga akan terganggu. Gangguan fungsi
memori dibagi menjadi tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara
stimulus dan recall, yaitu :
a. Memori segera (immediate memory), jarak waktu antara stimulus dan recall
hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk
mengingat (attention).
b. Memori baru (recent memori), jarak waktu lebih lama yaitu beberapa menit,
jam bulan dan bahkan tahun.
22
22
c. Memori lama (remote memory) jarak waktunya bertahun tahun bahkan
seumur hidup.
2.3.4.3 Gangguan visuospasial
Sering terjadi pada pasien pasca stroke fase recovery. Pasien lupa dengan
waktu, tidak mengenali hari, wajah teman dan sering tidak tahu tempat dimana dia
berada (disorientasi waktu, tempat dan orang). Gangguan visuospasial ini dapat
ditentukan dengan meminta pasien menyelusuri jejak secara bergantian, mengkopi
gambar atau menyusun balok balok sesuai bentuk tertentu.
2.3.4.4 Gangguan kognisi
Fungsi inilah yang paling sering terganggu, terutama gangguan daya
abstraksi. Lansia selalu berpikir konkrit, sehingga sulit memberi makna
peribahasa, juga terjadi penurunan daya persamaan (Hussain, 2008).
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lansia
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah faktor
sosiodemografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan tinggal sendiri. Aktifitas
fisik termasuk mobilitas diidentifikasi merupakan salah satu faktor yang diduga
ada hubungannya dengan fungsi kognitif. Beberapa studi melaporkan bahwa usia
lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan
terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya (Yaffe et all., 2001).
Seseuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monginsidi (2013)
disebutkan bahwa lebih banyak terdapat penurunan fungsi kognitif pada lansia
dengan umur yang lebih tua. Profil fungsi kognitif berdasarkan riwayat
23
23
pendidikan menunjukkan bahwa sampel dengan pendidikan kurang dari sembilan
tahun sebagian besar mengalami penurunan fungsi kognitif.
Penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan fungsi kognitif pada lansia
yaitu penyakit serebrovaskuler, tumor otak, trauma, dan infeksi pada otak Turana
( 2013). Pada hasil ditemukan sampel yang memiliki riwayat penyakit kronis
memiliki hasil penurunan fungsi kognitif yang dominan dibanding yang tidak
memiliki riwayat penyakit kronis.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Maryati dkk (2013) mengatakan bahwa
kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkasn fungsi kognitif pada lainsia selain
melakukan aktivitas fisik yaitu melakujkan hobbi atau kegemaran.
2.3.6 Pemeriksaan Fungsi Kognitif
Test yang dipakai untuk skreening fungsi kognitif adalah Montreal
Cognitif Assesment (MoCA) yang sudah dimodifikasi yang disebut MoCA-Ina
Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Nasreddin, dkk, test MoCA-Ina dengan cut
of point 26 mendapatkan hasil sensivitas MoCA-Ina 90% lebih tinggi
dibandingkan MMSE yang hanya 18%, sedangkan spesifitas test MoCa-Ina
adalah sebesar 87% untuk mendeteksi Mild Cognitif Impairment (MCI). Test
MoCA-Ina sangat tinggi sensivitas dan spesivitasnya untuk mengukur Mild
Cognitif Impairment dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit (Nasredine,
2012).
Yafe et all.,(2001) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa MoCA-Ina
lebih sensitif dibandingkan MMSE untuk mendeteksi gangguan kognitif setelah
24
24
stroke akut. Test Validasi MoCA-Ina telah dilakukan di Indonesia, dari hasil
penelitian ini didapatkan nilai Kappa total dua orang dokter adalah 0,820.
Didapatkan kesimpulan bahwa tes MoCA versi Indonesia (MoCA Ina) telah valid
menurut kaidah validasi transkultural sehingga dapat digunakan.
MoCA–Ina terdiri dari 30 poin yang diujikan dengan menilai beberapa
domain kognitif :
a Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail making B (satu poin), phonemic
fluency test ( satu poin), dan two item verbal abtraction ( satu poin).
b. Visuospasial : dinilai dengan clock drawing tast (tiga poin) dan
menggambarkan kubus tiga dimensi (satu poin)
c. Bahasa : menyebutkan tiga nama binatang (singa, unta, badak ; tiga poin),
mengulang dua kalimat (dua poin), kelancaran berbahasa (satu poin).
d. Delayed recall : menyebutkan lima kata (5 poin), menyebutkan kembali
setelah lima menit (5 menit)
e. Atensi : menilai kewaspadaan (1 poin), mengurangi berurutan (3 poin), digit
fordward and backward (masing-masing 1 poin)
f. Abstraksi : menilai kesamaan suatu benda ( 2 poin)
g. Orientasi : menyebutkan tanggal, bulan, tahun, hari, tempat dan kota
(masing-masing 1 poin) (Naserddine, 2012).
Pada penelitian ini untuk mengukur fungsi kognitif para lansia digunakan test The
Montreal Cognitif Assesment yang sudah dimodifikasi di Indonesia (MoCA–Ina)
25
25
2.4 Keseimbangan Tubuh
2.4.1 Pengertian
Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan proyeksi pusat tubuh
pada landasan penunjang baik saat duduk, berdiri, berjalan dan transit ( Winter,
1995 dalam Howe et al., 2008). Keseimbangan dibutuhkan untuk
mempertahankan stabilitas dan posisi tubuh ketika sedang bergerak dari satu
posisi ke posisi yang lain. (Lee dan Scudds, 2003) Keseimbangan dapat diartikan
juga sebagai kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi (center of
gravity) atas dasar dukungan bidang tumpu (base of support) (Mauk, 2010).
Keseimbangan dikelompokkan dalam dua tipe yaitu : Keseimbangan
statis yang berperan mempertahankan posisi tubuh pada saat tidak bergerak
atau berubah. Contohnya pada saat berdiri dengan bertumpu pada satu kaki,
berdiri di atas papan keseimbangan dan keseimbangan dinamis yang
menggambarkan kemampuan mempertahankan keseimbangan dimana tubuh
selalu bergererak atau berubah, contohnya keseimbangan pada saat berjalan.
Keseimbangan dinamis melibatkan kemampuan kontrol tubuh karena tubuh
bergerak dalam ruang ( Howe et al., 2008).
Kemampuan mengontrol keseimbangan sangat perlu karena dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), tubuh hampir selalu berubah
pusat massanya (COM = center of mass) dan landasan penunjangnya (BOS =
base of support). Fungsi menegakkan tubuh dari kontrol keseimbangan
26
26
memungkinkan seseorang bergerak dari satu postur ke postur lain sambil menjaga
kestabilan secara statistik maupun dinamik. Dalam penelitian ini responden akan
dinilai kemampuannya untuk melakukan AKS menggunakan Index Barthel (IB).
Index Barthel (IB) mengukur kemandirian dalam melakukan AKS dan
mobilitas yang didasarkan pada pengamatan langsung, dengan menilai AKS yang
benar-benar dikerjakan pasien sehari-harinya dan bukan menilai apa kemampuan
pasien. IB terdiri dari 10 item yang diberi skor 0, 1, 2 dengan nilai total
maksimum 20 poin. Interpretasi skor total IB adalah 20 berarti mandiri, 12-19
ketergantungan ringan, 9-11 ketergantungan sesang, 5-8 ketergantungan berat, 0-4
ketergantungan total.
2.4.2 Penyebab Gangguan Keseimbangan Tubuh
Gangguan keseimbangan yang terjadi pada lansia disebabkan oleh adanya
perubahan perubahan sistem neurologis atau saraf pusat, sistem sensoris terutama
sistem visual, propioseptif dan perubahan pada sistem vestibuler serta sistem
musculoskeletal (Miller, 2004). Keseimbangan lansia dapat dipengaruhi oleh
faktor internal (usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat jayuh, aktivitas fisik, status
nutrisi, hipotensi ortostatik dan takut jatuh ) dan faktor eksternal (lingkungan dan
penggunaan alas kaki ) Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara usia,
pekerjaan, riwayat jatuh, hipotensi ortostatik, status nutrisi, takut jatuh dengan
keseimbangan. Faktor internal lebih berhubungan dengan keseimbangan daripada
faktor eksternal (Achmanagara, 2012).
27
27
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Annafisah dan Rosdiana (2012)
terdapat pengaruh senam lansia terhadap keseimbangan tubuh yang diukur
menggunakan Romberg Test pada lansia sehat dengan keeratan hubungan sedang
(r=0,495). Lansia yang melakukan senam memiliki keseimbangan tubuh yang
baik, sebanyak 97,56 % seimbang dan 2,44% tidak seimbang. Lansia yang tidak
senam memiliki keseimbangan tubuh yang lebih buruk, sebanyak 46,34%
seimbang dan 53,66% tidak seimbang
2.4.3 Dampak Gangguan Keseimbangan Tubuh
Akibat dari gangguan keseimbangan adalah jatuh dan sering menyebabkan
injuri, kehilangan kemandirian, kecacatan dan berkurangnya kualitas hidup
(Salzman, 2010). Jatuh menyebabkan kurangnya kapasitas dalam melakukan
kegiatan sehari hari, mengakibatkan keterbatasan fisik, kegagalan sistem
musculoskeletal dan sistem pernapasan, fraktur pada pinggul, ulna, humerus.
Jatuh juga mengakibatkan luka memar, luka lecet, terkilir subdural hematom dan
bahkan kematian (Johnston, 2000). Resiko terjadinya jatuh pada lansia dapat di
kurangi dengan meningkatkan keseimbangan lansia (Singh, 2000).
2.4.4 Pengukuran Keseimbangan
Ada bermacam macam cara untuk mengukur keseimbangan, antara lain :
a. Platform Stabilometri
28
28
Pasien berdiri tenang/diam di atas sebuah force platform dengan empat
transducer yang mengukur gaya yang menekan platform, dihubungkan untuk
dianalisis oleh komputer dengan perangkat lunak.
b. Test Romberg
Test Romberg menilai keseimbangan statik pada pasien yang berdiri tegak
dengan mata terbuka dan tertutup, diamati peningkatan goyangan, tremor atau
kehilangan keseimbangan. Pada kelainan propioseptif, pasien dapat memelihara
keseimbangan saat mata terbuka, tetapi kehilangan keseimbangan saat menutup ke
dua matanya. Ini disebut tanda dari Romberg. Pada kelainan serebelum, pasien
tidak dapat memelihara keseimbangan dan akan terjatuh baik saat mata terbuka
maupun mata tertutup (Annafisah, 2012).
c. Skala/indeks keseimbangan
Mengukur keseimbangan lebih mudah dengan menggunakan skala/indeks,
sehingga dapat dinilai dengan skor dan dengan demikian dapat mengetahui
derajat/tingkat keseimbangan dengan lebih akurat.
d. Berg Balance Scale (BBS)
Pengukuran terhadap satu seri keseimbangan yang terdiri dari 14 jenis tes
keseimbangan statis dan dinamis dengan skala 0-4 (skala didasarkan pada kualitas
dan waktu yang diperlukan dalam melengkapi test). Alat-alat yang dibutuhkan
dalam melakukan test keseimbangan dengan cara Berg Balance Scale adalah
stopwatch, kursi dengan penyangga lengan, meja, obyek untuk dipungut dari
lantai, blok (step stool) dan penanda. Waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 10-15
29
29
menit. Pada test keseimbangan dengan cara ini pasien dinilai waktu melakukan
hal-hal seperti duduk ke berdiri, berdiri tak tersangga, duduk tak tersangga,
berdiri ke duduk, transfer, berdiri dengan mata tertutup, berdiri dengan kedua kaki
rapat, meraih ke depan dengan lengan terulur maksimal, mengambil obyek dari
lantai, berbalik untuk melihat ke belakang, berbalik 360 derajad, menempatkan
kaki bergantian ke blok (step stool), berdiri dengan satu kaki di depan kaki yang
lain , berdiri satu kaki. Nilai total skor adalah 56.
Reliabilitas rates dan interrater tinggi pada pasien stroke dan usia lanjut.
Validitas mempunyai korelasi yang signifikan dengan perkembangan pasien
stroke. Keunggulan dari tes ini adalah meliputi banyak tes keseimbangan,
khususnya tes fungsional baik statis maupun dinamis. Kelemahan dari tes Berg
Balance Scale ini adalah keterbatasan dalam menilai gangguan keseimbangan
ringan dan sedang.
Pada penelitian ini dipakai Test Romberg untuk menilai keseimbangan
lansia. Tes Romberg ini menilai keseimbangan statik pada pasien yang berdiri
tegak dengan mata terbuka dan tertutup sebagai organ visual, sementara sebagai
organ propioseptif adalah peningkatan goyangan, tremor dan kehilangan
keseimbangan. Test Romberg digunakan untuk menilai propioseptif yang dapat
menggambarkan sehat tidaknya fungsi collumna dorsalis pada medulla spinalis.
(Annafisah, 2012)
30
30
2.5 Program Senam Lansia
2.5.1 Senam Kesegaran Jasmani Lansia
Senam lansia merupakan rangkaian gerakan yang dirancang khusus bagi
para lanjut usia. Gerakan gerakan pada Senam Lansia low impact dan bukan high
impact merupakan rangkaian gerakan ringan kegiatan sehari hari dengan diiringi
musik yang lembut dan tidak menghentak–hentak sehingga menimbulkan suasana
santai. Gerakan otot yang dipilih adalah gerakan otot yang tidak terlalu
menimbulkan beban dan setiap gerakan dibatasi sampai 16 hitungan. Senam
lansia yang dibuat oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA)
merupakan upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia yang
jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah diberdayakan
diberbagai tempat seperti di Panti Wredha, Posyandu, Klinik Kesehatan dan
Puskesmas (Suroto, 2004).
Senam lansia ini dirancang khusus untuk membantu para lansia agar dapat
mencapai usia lanjut yang sehat, bahagia dan sejahtera. Gerak-gerakannya ringan
dan mudah dilakukan, tidak memberatkan lansia. Aktivitas olahraga ini akan
membantu tubuh agar tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat,
mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas
di dalam tubuh. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan
terarah secara terencana diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan
maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga (Tilarso,1988).
31
31
2.5.2 Manfaat Senam Kesegaran Jasmani Lansia
Manfaat utama senam lansia adalah melatih fisik, fokus pada kekuatan
tulang, melibatkan otot otot besar. Efek lain yang didapat dari senam lansia
disebutkan para peserta menyatakan bisa tidur lebih nyenyak. Senam lansia ini
juga dapt menjaga pikiran lebih segar sehingga dapat mempertahankan daya
ingatnya, terlebih dengan terus menghafal gerak-gerakan senam lansia, akan
melatih kemampuan daya ingat lansia ( Tilarso, 1998). Orang yang melakukan
senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiri
dari unsur kekuatan otot, kelenturan persendian, kelincahan gerak, keluwesan,
cardiovascular fitness dan neuromuscular fitness (Buchner et al. 1992). Setiap
orang yang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan jumlah volume
darah juga akan meningkat, 20% darah terdapat di otak, sehingga melalui senam
lansia akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang
dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan
menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek minimal yang di
dapat adalah lansia merasa senantiasa bergembira, berbahagia, bisa tidur lebih
nyenyak dan pikiran pikiran tetap segar ( Tilarso, 1988).
Dari beberapa studi ilmiah pada kelompok lansia telah dibuktikan bahwa
dengan aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi juga memperlambat proses degenerative dan meningkatkan
kebugaran fisik dan otak (Budiharjo, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wijianto (2013) dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh senam
kesegaran jasmani lanjut usia dan senam yoga terhadap peningkatan
32
32
keseimbangan dinamis. Dimana hasilnya senam kesegaran jasmani lanjut usia
lebih baik peningkatan keseimbangan dinamisnya dibandingkan senam yoga.
Penelitian menunjukan saat melakukan aktivitas fisik juga dapat langsung
menstimulasi otak. Olah raga yang teratur dapat meningkatkan protein di otak
yang disebut Brain Derived Neurotropic Factor (BDNF) (Turana, 2013). Protein
BDNF ini berperan penting dalam menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat. Telah
banyak penelitian mengenai peranan BDNF terhadap fungsi memori. Kadar
BDNF yang rendah berhubungan dengan gejala penyakit kepikunan. Dengan
olahraga yang teratur akan dapat meningkatkan kadar BDNF ini. Fakta inilah
yang dapat menjelaskan bahwa lansia yang banyak melakukan aktivitas fisik yang
menyenangkan mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Yaffe dkk. (2002) terhadap 5.925 wanita berusia diatas 65
tahun tentang manfaat berjalan terhadap gangguan kognitif. Kemudian dilakukan
follow up selama delapan tahun, hasilnya kelompok wanita yang berjalan lebih
jauh akan mengalami penurunan kognitif lebih lambat dibandingkan dengan
kelompok wanita yang jarak jalannya lebih dekat.
Senam kesegaran jasmani lansia merupakan latihan fisik yang memberikan
pengaruh pada kebugaran otak manusia. Latihan ini merupakan penyelarasan
fungsi gerak, pernafasan dan pusat berpikir (memori dan imajinasi). Rangkaian
gerakan yang terangkum dalam latihan senam tidak hanya melibatkan pusat-pusat
gerakan otot-otot terentu di otak (homunculus) dengan corpus calosum (gerakan
menyilang), tetapi juga melibatkan beberapa pusat yang lebih tinggi di otak (High
Cortical Functions) (Markam,2005).
33
33
Gerakan-gerakan dalam senam dapat merangsang kerja sama antar belahan
otak dan antar bagian-bagian otak termasuk serebelum serta aktivitas di level
kortikal meningkat. Hal ini dapat meningkatkan kerjasama sel saraf dan
memperbanyak terbentuknya cabang-cabang julur sel yang saling berhubungan
dengan sinapsisnya sehingga dapat meningkatkan fungsi kerja otak. Kemudian
reseptor sensoris (vestibuler, visual, dan propioseptif) akan ikut terstimulasi
kemudian stimulus diubah menjadi impuls saraf yang akan dibawa dan diteruskan
ke otak, kemudian semua informasi sensoris dikumpulkan di thalamus dan
informasi tersebut dikirim dan diolah di otak kecil, pusat gerakan otot di
homunculus, pusat rasa sikap dan rasa gerakan di corpus calosum lalu
dipersepsikan oleh lobus frontalis (area motor dan kognisi) dan amigdala (pusat
emosi) yang mana informasi dari emosi diubah menjadi pola reaksi melalui reflek
vestibule-ocular dimana potensial aksi masuk ke serabut otot melalui sinapsis
antara serabut saraf dan otot (neuromuscular junction). Adanya aktivitas dari otot
yang berkontraksi, dapat memelihara dan meningkatkan otot-otot sehingga
stabilitas dan keseimbangan tubuh juga meningkat (Markam, 2005)
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan
fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh
manusia setelah latihan teratur. Manfaat senam lansia lainnya yaitu terjadi
keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast. Apabila senam terhenti maka
pembentukan osteoblast berkurang sehingga pembentukan tulang berkurang dan
dapat berakibat pada pengeroposan tulang. Senam yang diiring dengan latihan
stretching dapat memberi efek otot yang tetap kenyal karena ditengah-tengah
34
34
serabut otot ad impuls saraf yang dinamakan muscle spindle, bila otot diulur
(recking) maka muscle spindle akan bertahan atau mengatur sehingga terjadi tarik
menarik, akibatnya otot menjadi kenyal.
Orang yang melakukan peregangan akan menambah cairan sinovial
sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera (Suroto, 2004). Olahraga
yang bersifat aerobik seperti senam merupakan usaha-usaha yang akan
memberikan perbaikan pada fisik atau psikologis. Faktor fisiologi dan metabolik
yang dikalkulasi termasuk penambahan sel-sel darah merah dan enzim fosforilase
(proses masuknya gugus fosfat kedalam senyawa organik, bertambahnya aliran
darah sewaktu latihan, bertambahnya sel-sel otot yang mengandung mioglobin
dan mitokondria serta meningkatknya enzim-enzim untuk proses oksigenasi
jaringan (Kusmana, 2006). Sedangkan menurut Depkes (2003) olah raga dapat
memberi beberapa manfaat, yaitu : meningkatkan peredaran darah, menambahkan
kekuatan otot, dan merangsang pernapasan dalam. Selain itu dengan olahraga
dapat membantu pencernaan, menolong ginjal, membantu kelancaran
pembuangan bahan sisa, meningkatkan fungsi jaringan, menjernihkan dan
melenturkan kulit, merangsang kesegran mental, membantu mempertahankan
berat badan, memberikan tidur nyenyak, memberikan kesegaran jasmani.
Kebugaran Jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan berarti dan memiliki cadangan
tenaga tambahan untuk melakukan pekerjaan tambahan. Komponen-komponen
kebugaran jasmani terdiri dari : Kekuatan (Strenght), Daya Tahan (Endurance),
Daya Otot (Muscular Power), Kecepatan (Speed), Daya lentur (Flexibility),
35
35
Kelincahan (Agility), Koordinasi (Coordination), Keseimbangan (Balance),
Ketepatan (Accuracy), Reaksi (Reaction).
2.5.3 Gerakan Senam Kesegaran Jasmani Lansia
Prinsip senam lansia yaitu gerakannya bersifat dinamis (berubah-ubah),
bersifat progresif (bertahap meningkat), diawali dengan pemanasan, gerakan inti
dan diakhiri dengan pendinginan pada setiap latihan. Lama latihan berlangsung
15–45 menit, dengan frekwensi latihan perminggu minimal tiga kali dan optimal
dilakukan lima kali per minggu (Sumintarsih, 2006).
2.5.3.1 Pemanasan
Latihan pemanasan terdiri atas sembilan gerakan, masing-masing
dilakukan 2 x 8 hitungan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan
menyiapkan fungsi organ tubuh mampu menerima pembebanan yang lebih berat
pada saat latihan sebenarnya. Penanda bahwa tubuh siap menerima pembebanan
antara lain detak jantung telah mencapai 60% detak jantung maksimal, suhu tubuh
naik 10 C–2
0 C dan badan berkeringat. Pemanasan yang dilakukan dengan benar
akan mengurangi cidera atau kelelahan.
2.5.3.2 Gerakan Inti
Setelah pemanasan cukup dilanjutkan tahap gerakan inti atau kondisioning
yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan model latihan yang sesuai
dengan tujuan program latihan.
36
36
2.5.3.3 Pendinginan
Pendinginan merupakan periode yang sangat penting dan esensial. Tahap
ini bertujuan mengembalikan kondisi tubuh seperti sebelum berlatih dengan
melakukan serangkaian gerakan berupa stretching. Tahapan ini ditandai dengan
menurunnya frekuensi detak jantung, menurunnya suhu tubuh dan semakin
berkurangnya keringat. Tahap ini juga bertujuan mengembalikan darah ke jantung
untuk reoksigenasi sehingga mencegah genangan darah di otot kaki dan tangan.
Jadi secara teoritis berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, aktifitas fisik
berupa senam secara teratur sangat bermanfaat untuk kebugaran fisik, otak dan
fungsi keseimbangan lansia.
37
37
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Gangguan yang sering ditemui pada lanjut usia sebagai akibat proses
penuaan adalah gangguan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan tubuh.
Perubahan sistem neurologis pada lansia mengakibatkan perubahan kognitif,
penurunan waktu reaksi dan masalah keseimbangan.
Fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan yang terjadi pada lansia
disebabkan adanya perubahan perubahan sistem neurologis terutama sistem
visual, propioseptif dan perubahan pada sistem vestibuler serta sistem
musculoskeletal. Faktor internal seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan pada
lansia.
Salah satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi fungsi kognitif dan
keseimbangan tubuh lansia adalah aktivitas fisik. Berbagai intervensi eksternal
yang dilaksanakan secara berkesinambungan akan dapat memperlambat proses
degenerasi tersebut, terutama terhadap stimulasi otak termasuk senam kesegaran
jasmani lansia. Proses degeneratif otak juga bisa dihambat dengan berbagai cara
antara lain aktivitas fisik, faktor internal , dan faktor eksternal.
Senam kesegaran jasmani lansia merupakan rangkaian gerak yang
dirancang khusus bagi lansia, selain memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga bermanfaat mempertahankan kekuatan otak.
38
38
Senam kesegaran jasmani yang dilakukan secara berkesinambungan dapat
langsung menstimulasi otak dan mencegah terjadinya ganguan fungsi kognitif.
Berikut ini kerangka konsep berpikir untuk memperlambat proses degeneratif
pada otak.
3.2 Konsep Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat
Variabel Perancu
Gambar 3.1 : Konsep Penelitian
Sumber : Modifikasi : Yafe et al. (2001) ; Ho et al. (2001)
Keterangan :
• : Variabel diteliti
• : Variabel tidak diteliti
Fungsi
Kognitif dan
Keseimbangan
Tubuh
Senam
Kesegaran
Jasmani
(SKJ)
Faktor Internal
• Umur
• Jenis Kelamin
• Pendidikan
• Pekerjaan
Faktor Ekternal
• Penyakit
• Hobi
Proses
Degenerasi Otak
39
39
3.3 Hipotesis Penelitian
a. Ada Gambaran Karaktristik lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri
Kauh.
b. Ada hubungan antara SKJ Lansia dengan Fungsi Kognitif lansia di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
c. Ada hubungan antara SKJ Lansia dengan Keseimbangan tubuh lansia di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
d. Ada perbedaan fungsi kognitif pada kelompok lansia yang melakukan SKJ
lansia secara teratur dengan kelompok lansia yang tidak melakukan SKJ
lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
e. Ada perbedaan keseimbangan tubuh pada kelompok kelompok lansia yang
melakukan SKJ lansia secara teratur dengan kelompok lansia yang tidak
melakukan SKJ lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
f. Ada faktor yang berpeluang berhubungan dengan fungsi kognitif lansia di
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
g. Ada faktor yang berpeluang berhubungan dengan keseimbangan tubuh
lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
40
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik kuantitatif
yaitu suatu metode penelitian yang dilakakukan untuk mencari korelasi antara
variabel terikat dengan variabel bebas. Pada penelitian ini dilakukan analisis
terhadap data (Sastroasmoro dan Ismail, 2011). Jenis pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian yang
pengukuran variabel-variabelnya dilakukan pada suatu saat tertentu dan hanya
satu kali (Sastroasmoro dan Ismail, 2011).
Rancangan studi croos sectional dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah
ini.
Gambar 4.1 Struktur studi cross sectional
Sumber : Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis (Sastroasmoro dan
Ismael) 2011.
Kelompok
Lansia SKJ
Gangguan
Keseimbanga (-) /(+)
Fungsi Kognitif
Normal/Tidak
Fungsi Kognitif
Normal/Tidak
Gangguan
Keseimbanga (-) /(+)
Kelompok
Lansia tidak
SKJ
41
41
Sesuai dengan gambar tersebut diatas, pada penelitian ini dinilai pengaruh
SKJ lansia terhadap fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia, baik pada
kelompok lansia yang melakukan SKJ ataupun kelompok lansia yang tidak
melakukan SKJ, fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia diperiksa pada
saat yang bersamaan (Sastroasmoro, 2011).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dipilih dalam satu desa, yaitu pada tiga posyandu
lansia yang aktif melakukan senam di Desa Dauh Puri Kauh (Posyandu Lansia
Banjar Pengiasan, Posyandu Lansia Banjar Braban dan Posyandu Lansia Banjar
Jematang ) sedangkan sebagai kontrol dipilih tiga posyandu lansia yang tidak
pernah melakukan senam lansia yaitu Posyandu Lansia Banjar Abian Tegal,
Posyandu Lansia Banjar Seblanga dan Posyandu Lansia Banjar Bumi Werdi. Ke
enam posyandu tersebut dipilih pada satu desa dengan pertimbangan faktor
waktu dan biaya serta diharapkan penduduknya mempunyai karakteristik yang
sama, tidak dipengaruhi faktor tempat (geografis).
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – April 2015.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Data Primer
Data Primer terdiri dari karakteristik responden meliputi : Nama, umur,
alamat, jenis kelamin, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan dan hobby/aktivitas
dalam kegiatan sehari hari , riwayat penyakit yang pernah diderita. Data primer
42
42
diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan
bantuan kuesioner checklist.
4.3.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Laporan Tahunan Puskesmas II Denpasar Barat
dan catatan lain yang terdapat di puskesmas.
4.4 Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan
fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia baik pada kelompok lansia yang
melakukan SKJ lansia ataupun kelompok kontrol.
4.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah : Senam Kesegaran Jasmani Lansia
4.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah : Kemampuan fungsi kognitif dan
keseimbangan tubuh lansia.
4.4.3 Variabel Perancu
Variabel kontrol pada penelitian ini adalah : umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hobi dan penyakit.
4.4.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional variabel dalam penelitian ini disajikan dalam
bentuk tabel seperti dibawah ini:
43
43
Tabel 4.1
Tabel Definisi Operasional Variabel
No Variable Definisi
Operasional
Instrumen
/Alat Ukur
Sakala
pengukur
an
Catatan tentang
rencana analisis
Variabel Terikat
1.
2.
Fungsi Kognitif
Keseimbangan
Lansia
Kemampuan
berpikir dan
mengamati, yang
mengakibatkan
orang memperoleh
pengertian atau
dibutuhkan untuk
menggunakan
pengertian, yang
diukur
menggunakan uji
MoCA-Ina
Keadaan stabil
dimana proyeksi
dari pusat masa
tubuh jatuh di dalam
landasan penunjang
dan resultan dari
gaya-gaya yang
bekerja padanya
sama dengan nol.
Kuesioner
MoCA Ina
Romberg
Test
nominal
nominal
1=Nilai ≥ 26
= Normal
0=Nilai < 26
= Tidak Normal
1= positif (ada
gangguan
keseimbangan)
2= negative (tidak
ada gangguan
keseimbangan)
Variabel Bebas
3
.
Senam
Kesegaran
Jasmani Lansia
Senam Kesegaran
Jasmani Lansia
adalah jenis senam
yang diajarkan pada
kelompok posyandu
lansia yang
dilakukan 3 kali
dalam seminggu dan
Daftar
Hadir
nominal 1 = senam
2 = tidak senam
44
44
45 menit setiap kali
senam
Variabel Perancu
- Jenis Kelamin
- Umur
- Pendidikan
- Status
Pekerjaan
- Hobi
- Riwayat
Penyakit
Jenis kelamin
Lansia
Umur Lansia
Pendidikan terakhir
Lansia
Status Pekerjaan
Lansia saat ini
Aktivitas yang
disenangi Lansia
Penyakit Kronis
yang diderita Lansia
Medical
record
Wawancara
Medical
record
Wawancara
Wawancara
Wawancara
nominal
interval
nominal
Nominal
Nominal
nominal
1= Laki-laki
2=Perempuan
1=60-74 tahun
2=74-80 tahun
1= tidak sekolah
2= sekolah
1= Tidak bekerja
2= Masih bekerja
saat ini
1=memiliki paling
sedikit 1 jenis
hobby
2=tidak memiliki
hobby sama sekali
1=bila tidak
memiliki penyakit
kronis
2= bila memiliki
sedikitnya 1 jenis
penyakit kronis
4.5 Instrumen Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
a. Kuesioner untuk menilai karakteristik penduduk
b. Formulir MoCA-Ina untuk mengukur fungsi kognitif lansia.
c. Formulir pemeriksaan keseimbangan dengan cara test Romberg .
45
45
d. Formulir Barthel Index untuk menilai kemandirian responden
e. Uji validitas dan Uji reliabilitas
Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas
kuesioner /checklist melalui uji coba kuesioner /checklist. Azwar (2003)
menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur (tes) dalam
melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dilakukan memiliki validitas yang tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil
ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara
tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.
Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang
sama, diperoleh hasil pengukuran yang relative sama, selama aspek yang diukur
dalam diri subyek memang belum berubah. Reliabiltas merupakan salah satu ciri
atau karakter utama instrument pengukuran yang baik (Azwar, 2003).
Dalam penelitian ini instrument yang dipakai adalah kuesioner /checklist
MoCa-Ina yang sudah baku dan menurut Yan dkk. (2002) dalam penelitiannya
mendapatkan bahwa MoCA-Ina lebih sensitive dibandingkan MMSE untuk
mendeteksi gangguan kognitif setelah stroke akut. Test Validasi MoCA-Ina telah
dilakukan di Indonesia, dari hasil penelitian ini didapatkan nilai Kappa total dua
orang dokter adalah 0,820. Didapatkan kesimpulan bahwa tes MoCA versi
46
46
Indonesia (MoCA Ina) telah valid menurut kaidah validasi transkultural sehingga
dapat digunakan. Namun karena diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka
terdapat pernyataan yang diubah sehingga dilakukan uji coba instrumen.
Uji coba instrumen dilakukan pada 10 orang responden di Posyandu
Lansia Desa Dauh Puri Klod dengan mempertimbangkan karakteristik yang
hampir sama dengan kriteria inklusi yaitu berusia 60-80 tahun, dapat melakukan
aktivitas sehari hari yang dinilai dengan menggunakan Barthel Indeks. Subyek
termasuk kategori mandiri dengan Skor BI: 18 – 20, dapat berkomunikasi secara
verbal .
Hasil uji coba instrument didapatkan dari lima orang lansia yang rutin
melakukan senam kesegaran jasmani, empat orang (80%) memiliki fungsi kognitif
normal dan tiga orang (60%) memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sementara
dari lima orng lansia yang tidak melakukan senam dua orang (40%) memiliki
fungsi kognitif normal, dan dua orang (40%) memiliki keseimbangan tubuh yang
baik.
4.6 Populasi dan Sampel Penelitian
4.6.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di
Desa Dauh Puri Kauh yang berjumlah 703 orang, sedangkan populasi terjangkau
adalah seluruh kelompok lansia yang aktif datang ke posyandu lansia terpilih .
Berdasarkan catatan dari petugas lansia, jumlah seluruh lansia yang aktif datang
di posyandu lansia rata-rata sebanyak 25–30 orang.
47
47
4.6.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang berkunjung pada posyandu
lansia yang dipilih dengan cara proportio stratified random sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata proporsional
yang berdasarkan kelompok posyandu yang berada di desa Dauh Puri Kauh baik
yang melakukan senam dan yang tidak melakukan senam. Sampel dalam
penelitian ini dipilih dengan mempertimbangkan subyek penelitian yang cukup
dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Adapun kriteria inklusi adalah :
a. Berusia lebih dari 60 – 80 tahun, baik laki-laki maupun perempuan.
b. Telah melakukan senam secara rutin tiga kali seminngu, selama 10 minggu.
c. Bersedia diteliti dan menjadi responden yang dinyatakan dengan
menandatangani surat persetujuan (informed consent).
d. Dapat melakukan aktivitas sehari hari yang dinilai dengan menggunakan
Barthel Indeks. Subyek termasuk kategori mandiri bila Skor BI: 18 – 20
e. Dapat berkomunikasi secara verbal .
Sedangkan kriteria eksklusi adalah :
a. Pada pemeriksaan fisik dijumpai kelainan yang tidak memungkinkan
mengikuti senam, atau dengan pemeriksaan menggunakan kriteria Barthel
Indeks skornya kurang dari 18
b. Lansia yang mengalami sakit saat penelitian berlangsung.
48
48
4.6.3 Besaran Sampling
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus perkiraan
(estimasi) untuk penelitian uji hipotesa terhadap rerata dua populasi independen
(Suprianto, 2000).
2
n 1= n2 = 1 2 (Zα + Zβ) SD
1- f (X1 –X2)
n = Besar Sampel
Zα = Harga kurva normal tingkat kesalahan yang ditentukan dalam
penelitian pada CI 95% ( α = 0,05), maka Zα = 1,96
Zβ = Kesalahan tipe II, ditetapkan sebesar 20 %, maka Z = 0,84
S = Simpangan baku dari selisih jilai antar kelompok
(X1-X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna, dari studi
kepustakaan penelitian serupa didapatkan 1,96 (x1=23,44,
x2=21,44)
F = kemungkinan sampel drop out (DO) selama program
berlangsung, dalam hal ini diperkirakan 10% = 0,1
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel didapatkan pada masing-
masing kelompok adalah : 23,73 dibulatkan menjadi 30 orang. Sedangkan untuk
posyandu kontrol total sampel yang diambil 30 orang Jadi total sampel yang
dibutuhkan pada penelitian ini adalah 60 0rang
49
49
4.6.4 Cara Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara proportio
stratified random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari anggota
populasi secara acak dan berstrata proporsional yang berdasarkan kelompok
posyandu yang berada di desa Dauh Puri Kauh baik yang melakukan senam dan
yang tidak melakukan senam. Dari 60 responden tersebut akan diambil secara
acak proporsional tiap lansia dari enam posyandu lansia dengan menggunakan
rumus sebagaiberikut (Suprianto,2000).
ni= ___Ni___ n
N
Keterangan :
ni= jumlah sampel tiap posyandu
n= jumlah sampel seluruhnya
Ni= jumlah populasi tiap posyandu
N= jumlah populasi seluruhnya
Sehingga didapatkan besar sampel tiap posyandu lansia adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Besar Sampel Tiap Posyandu
Pos
yan
du
Melakukan Senam Lansia Tidak Melakukan Senam
Banjar
Jematang
Banjar
Pengiasan
Banjar
Braban
Banjar
Bumi
Werdi
Banjar
Abian
Tegal
Banjar
Seblanga
Ni 140 128 155 64 82 63
ni 10 9 11 9 12 9
50
50
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Tahap Penyelesaian Administrasi Penelitian
4.7.1.1 Menyelesaikan surat administrasi tentang persetujuan etik penelitian
kepada komite etik penelitian Universitas Udayana.
a. Menyerahkan surat ijin penelitian resmi dari lembaga pendidikan kepada
Kepala Puskesmas II Denpasar Barat dan Kepala Desa Dauh Puri Kauh
b. Memberikan penjelasan penelitian kepada Kader Posyandu dan pemegang
program lansia tentang rencana penelitian, jadwal dan jalannya penelitian.
c. Mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penelitian.
4.7.2 Tahap Persiapan
4.7.2.1 Persiapan Sumber Daya Manusia
a. Penulis dibantu tenaga paramedis untuk melakukan pemeriksaan fisik, dan
wawancara karakteristik responden.
b. Penulis sendiri yang melakukan pemeriksaan fungsi kognitif dan
keseimbangan lansia responden.
c. Meminta beberapa kader posyandu setempat untuk ikut membantu mengawasi
pelaksanaan penelitian ini.
4.7.2.2 Persiapan Sarana dan Prasarana
a. Mempersiapkan tempat , administrasi pemeriksaan dan latihan senam.
b. Mempersiapkan alat penunjang kegiatan administrasi (ATK)
c. Mempersipkan alat pemeriksaan : Tensimeter, Alat Timbang Badan, Alat ukur
tinggi badan
51
51
4.7.2.3 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
a. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan di enam Posyandu Lansia Desa
Dauh Puri Kauh, yaitu tiga Posyandu Lansia yang melakukan senam kesegaran
jasmani selama tiga kali seminggu dan tiga Posyandu Lansia yang tidak
melakukan senam kesegaran jasmani. Kegiatan pengumpulan data bagi responden
lansia yang melaksanakan senam kesegaran jasmani dilakukan pada saat kegiatan
senam yaitu Posyandu Banjar Jematang pada tanggal 19 Februari 2015, Posyandu
Lansia Banjar Braban pada tanggal 22 Februari 2015 dan Posyandu Lansia Banjar
23 Februari 2015 sedangkan pengumpulan data pada tiga Posyandu yang belum
melaksanakan senam kesegaran jasmani dilakukan pada saat kegiatan posyandu
yaitu Posyandu Lansia Banjar Abian Tegal pada tanggal 21 Februari, Posyandu
Lansia Banjar Bumi Werdi pada tanggal 9 Maret 2015 dan Posyandu Lansia
Banjar Seblanga pada tanggal 12 Maret 2015.
b. Mencatat identitas lansia meliputi umur, pendidikan, riwayat pekerjaan,
riwayat penyakit dan hobby sesuai dengan kuesioner.
c. Populasi terjangkau lansia menjalani serangkaian anamnesa dan
pemeriksaan fisik untuk menentukan kriteria inklusi dan eksklusi, setelah
dinyatakan lulus maka akan ditetapkan sebagai sampel penelitian dengan
jumlah 60 orang.
d. Mengisi formulir informed consent sebagai tanda bukti bersedia mengikuti
penelitian
52
52
e. Dilakukan pengukuran fungsi kognitif dengan menggunakan kuesioner
Moca-Ina dan pengukuran test keseimbangan dengan test Romberg.bagi
sampel terpilih.
f. Data yang sudah didapat dilakukan tabulasi data dan analisis statistik dengan
menggunakan komputer.
g. Dari analisis data dibuat kesimpulan hasil dan dilanjutkan dengan
penyusunan laporan.
4.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1 Teknik Pengolahan
Data – data yang sudah terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Cleaning data
Data yang telah diperoleh dikumpulkan untuk dilakukan pembersihan data
yaitu mengecek data yang benar saja yang diambil sehingga tidak terdapat
data yang meragukan/salah.
b. Editing data
Editing data merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian
kuesioner MoCa-Ina, dan hasil test Romberg, apakah jawaban yang ada
sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Kegiatan ini bertujuan untuk
memastikan apakah data yang diperoleh bersih dan lengkap (data terisi
semua) serta konsisten. Data yang terkumpul terkait identitas responden dan
53
53
rekapitulasi fungsi kognitif dan hasil penilaian test keseimbangan tubuh
dilakukan kelengkapan pengisiannya.
c. Coding data
Coding data merupakan kegiatan mengubah bentuk huruf menjadi data
berbentuk angka atau bilangan (memberi kode). Kegiatan ini bertujuan untuk
memudahkan dalam pengolahan data dan analisa data, khususnya pada saat
memasukkan (entry) data. Kode yang digunakan berupa angka yang
disesuikan dengan masing-masing variable. Fungsi kognitif normal diberi
kode “1” dan fungsi kognitiftidak normal dengan kode “2”, Lansia yang tidak
memiliki keseimbangan tubuh diberi kode “1” sedangkan Lansia yang
memiliki keeimbangan tubuh diberi kode “2”.
c. Tabulating data.
Menyusun atau menghitung data hasil pengkodean untuk disajikan dalam
bentuk tabel.
d. Entering
Data yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan
pengolahan selanjutnya.
4.8.2 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah langkah sebagai berikut :
4.8.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran dari masing-masing
variable, yaitu variabel disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi
54
54
frekuensi. Analisis Univariat untuk menggambarkan/mendeskripsikan variabel
bebas yaitu Senam Kesegaran Jasmani serta variabel perancu yaitu umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, penyakit , hobby serta variabel tergantung yaitu
fungsi kognitif lansia dan keseimbangan tubuh lansia dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentasi .
4.8.2.2 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pengaruh antara SKJ dan
Fungsi Kognitif Lansia serta Gangguan Keseimbangan Tubuh Lansia digunakan
metode chi-square test. Chi-square adalah salah satu jenis uji komparatif yang
dilakukan pada dua variabel dimana skala data kedua variabel adalah nominal,
berguna untuk mengukur kuatnya hubungan antara variabel terikat (Fungsi
Kognitif dan Keseimbangan tubuh Lansia) dan variabel bebas Senam Kesegaran
Jasmani), kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui sebaran data dan serta
dapat digunakan untuk menganalisa secara deskriptif. Variabel yang ditabulasi
silangkan adalah (1) hubungan senam kesegaran jasmani lansia dengan fungsi
kognitif (2) Hubungan senam kesegaran jasmani lansia dengan keseimbangan
tubuh.
Perhitungan analisis bivariat menggunakan uji chi-square sesuai dengan
persyaratan penggunaan uji chi-square untuk tabulasi silang 2 x 2, dengan sampel
adalah 60 orang (n>40 orang). Untuk menentukan apakah terjadi hubungan yang
bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat maka menggunakan p
value yang dibandingkan dengan tingkat kesalahan yang digunakan yaitu 5 % atau
55
55
0,05. Apabila p value ≤ 0,05, maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan
significant antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan apabila
p value > 0,05, maka Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Rumus Chi-square
Metode Chi-Square atau x2 untuk uji Goodness of fit Distribusi Normal
menggunakan pendekatan penjumlahan penyimpangan data observasi tiap kelas
dengan nilai yang diharapkan (Sastroasmoro, 2011).
X2 = (Oi - Ei )
Ei
Keterangan :
X2 = Nilai X2
Oi = Nilai Observasi
Ei = Nilai expected/harapan , luasan interval kelas berdasarkan tabel normal
dikalikan N (total frekuensi) (pi x N)
N = Banyaknya angka pada data (total frekuensi)
Pearson’s Chi-Square
( fij – Eij )2
X2
p = ∑ij Eij
Dalam melakukan uji kai kuadrat, harus memenuhi syarat :
1. Sampel dipilih secara acak
2. Semua pengamatan dilakukan dengan independen
3. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1(satu). Sel-sel
dengan frekuensi harapan kurang dari lima tidak melebihi 20% dari total sel.
56
56
4. Besar sampel sebaiknya > 40.
Keterbatasan menggunakan uji Kai Kuadrat adalah teknik uji kuadrad
memakai data yang diskrit dengan pendekatan distribusi kontinu. Dekatnya
pendekatan yang dihasilkan tergantung pada ukuran pada berbagai sel dari tabel
kontingensi. Untuk menjamin pendekatan yang memadai digunakan aturan dasar
“frekuensi harapan tidak boleh terlalu kecil” secara umum dengan ketentuan :
1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 1 (satu).
2. Tidak lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (lima)
Bila hal ini ditemukan dalam suatu tabel kontingensi, cara untuk
menanggulanginya adalah dengan menggabungkan nilai dari sel yang kecil ke sel
lainnya (mengcollaps), artinya kategori dari variabel dikurangi sehingga kategori
yang nilai harapannya kecil dapat digabung ke kategori lain. Khusus untuk tabel
2x2 hal ini tidak dapat dilakukan, maka solusinya adalah melakuakan uji “Fisher
Exact atau Koreksi Yatess”
Kriteria penerimaan dan penolakan Ho berdasarkan probabilitasnya , yaitu:
a. Bila p value < 0,05 maka Ho ditolak
b. Bila p value ≥ 0,05 maka Ho diterima
4.8.2.3 Analisis Multivariat
Apabila terdapat hubungan pengaruh antara variabel terkait dengan
variabel bebas, selanjutnya akan dilakukan uji multivariat atau uji secara bersama-
sama antara variabel-variabel bebas yang secara`bivariat berhubungan
/berpengaruh dengan variabel terikat Analisis multivariat untuk mengetahui
57
57
hubungan beberapa variabel bebas dengan satu variabel terikat, dan variabel
bebas mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel bebas. Analisis
yang digunakan pada penelitian ini dengan tujuan mengestimasi secara valid,
hubungan satu variabel utama dengan variabel variabel bebas dengan mengontrol
beberapa variabel perancu, uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik.
Uji regresi logistik dapat melihat peran masing-masing variabel terhadap
variabel terikat. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan analisis
faktor resiko terhadap variabel perancu ( umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status pekerjaa, hobi dan penyakit)
58
58
BAB V
HASIL PENELITIAN
Desa Dauh Puri Kauh adalah salah satu dari enam desa yang ada di
wilayah Puskesmas II Denpasar Barat dengan jumlah lansia sebanyak 703 orang
memiliki enam Posyandu Lansia dimana tiga posyandu mengadakan senam lansia
dan tiga posyandu lainnya tidak melakukan senam lansia, dengan jumlah kader
posyandu lansia sebanyak 30 orang. Kunjungan lansia ke posyandu rata-rata 25
orang per bulan.
Sebelum dilaksanakan pengumpulan data penulis melaksanakan
wawancara menggunakan kuesioner Barthel Indeks dan pemeriksaan kesehatan
meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah sewaktu duduk dan
tekanan darah sewaktu tidur untuk menganalisa responden yang masuk dalam
kriteria inklusi. Penulis mendapatkan responden yang memenuhi kriteria
diantaranya 10 responden di Posyandu Lansia Banjar Jematang, 9 responden di
Posyandu Lansia Banjar Pengiasan, 11 responden di Posyandu Lansia Banjar
Braban, 9 responden di Posyandu Lansia Banjar Bumi Werdi, 12 responden di
Posyandu Lansia Banjar Abian Tegal dan 9 responden di Posyandu Lansia Banjar
Seblanga dengan total responden 60 Lansia yang terdiri dari 30 Lansia yang
mengikuti senam kesegaran jasmani dan 30 Lansia yang tidak mengikuti senam
kesegaran jasmani.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kepada lansia dengan bentuk
pertanyaan, sedangkan alat ukur untuk menilai kemampuan kognitif lansia
59
59
digunakan kuesioner MoCA-Ina, sedangkan untuk menilai keseimbangan tubuh
lansia dilakukan pemeriksaan Romberg Test. Peneliti melakukan pengumpulan
data sebanyak 60 orang dan setelah data terkumpul peneliti melakukan
pengelompokan dan analisa data. Gambaran hasil penelitian yang dilaksanakan di
Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh adalah sebagai berikut :
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Gambaran Karakteristik Demografi Lansia
Table 5.1
Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan, Pekerjaan, Hobi dan Riwayat Penyakit Lansia pada kelompok
Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh
Karakteristik Jumlah (n=60)
Frekwensi (f) Persentase (%)
Umur
60 - 74 tahun
74 - 80 tahun
55
5
91,7
8,3
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
21
39
35,0
65,0
Pendidikan Sekolah
Tidak Sekolah
53
7
88,3
11,7
Pekerjaan Bekerja
Tidak Bekerja
48
12
80,0
20,0
Hobi Punya Hobi
Tidak Punya Hobi
32
28
53,3
46,7
Riwayat Penykit
Sakit
Tidak Sakit
29
31
48,3
51,7
Berdasarkan Tabel 5. 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar umur
responden adalah kelompok usia 60-74 tahun sebanyak 55 orang (91,7%).
60
60
Dilihat dari jenis kelamin diketahui responden perempuan (65%) lebih
banyak daripada laki-laki, sedangkan dari riwayat pendidikan ditemukan lebih
banyak lansia yang sekolah (88,3%) dibandingkan dengan lansia yang tidak
sekolah . Hasil dari riwayat pekerjaan, lansia yang bekerja lebih banyak (80%)
dibandingkan lansia yang tidak bekerja (20%). Sebagian besar (53,3%) responden
dalam penelitian ini memiliki hobi dan responden yang tidak sakit (51,7%) lebih
banyak dibandingkan dengan responden yang sakit.
5.1.2 Distribusi Responden menurut Senam Kesegaran Jasmani, Fungsi
Kognitif dan Keseimbangan Tubuh
Hasil penelitian terhadap senam kesegeran jasmani, fungsi kognitif dan
keseimbangan tubuh lansia adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Senam Kesegaran Jasmani, Fungsi Kognitif
dan Keseimbangan Tubuh di Desa Dauh Puri Kauh
Variabel Jumlah (n=60)
Frekwensi (f) Persentase (%)
Senam Kesegaran Jasmani 1. Mengikuti
2. Tidak Mengikuti
30
30
50
50
Total 60 100
Fungsi Kognitif 1. Normal
2. Tidak Normal
30
30
50
50
Total 60 100
Keseimbangan 1. Seimbang
2. Tidak Seimbang
32
28
53,3
46,7
Total 60 100
61
61
Berdasarkan Tabel 5.2 tergambarkan bahwa responden berjumlah 60
orang yang terdiri 30 orang lansia yang melakukan senam dan 30 orang lansia
yang tidak melakukan senam kesegaran jasmani, dari tabel tersebut juga dapat
disimpulkan bahwa 50 % responden memiliki fungsi kognitif normal sama
dengan lansia yang memiliki fungsi kognitif yang tidak normal dan sebagian besar
lansia memiliki keseimbangan yaitu 53,3% dan 46,7% tidak memiliki
keseimbangan.
5.2 Analisis Bivariat
Tabel 5.3
Hasil Analisis Bivariat Senam Kesegaran Jasmani dengan Fungsi Kognitif
Variabel Fungsi Kognitif OR (95 % CI) p
valu
e
Normal
n (%)
Tidak Normal
n (%)
Lower Upper
SKJ
Senam
Tidak Senam
24 (80,0)
6 (20,0)
6 (20,0)
24 (80,0)
16,000 4,515 56,698 0,000
Pada hasil analisis bivariat pada Tabel 5.3 tersebut diatas diperoleh bahwa
sebanyak 80% dari lansia yang melakukan senam kesegaran jasmani memiliki
fungsi kognitif normal, 20% memiliki fungsi kognitif yang tidak normal.
Sedangkan dari lansia yang tidak mengikuti senam kesegaran jasmani 80%
memiliki fungsi kognitif tidak normal, dan hanya 20% memiliki fungsi kognitif
yang normal dengan nilai p value 0,000 < α ( 0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesa nol (Ho) ditolak sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang
62
62
signifikan antara lansia yang mengikuti senam kesegaran jasmani dengan fungsi
kognitif lansia, dengan nilai OR sebesar 16,000 (95%CI: 4,515-56,698) yang
berarti bahwa lansia yang mengikuti senam kesegaran jasmani lansia berpeluang
16 kali lebih besar memiliki fungsi kognitif normal dibandingkan dengan lansia
yang tidak mengikuti senam kesegaran jasmani lansia.
Tabel 5.4
Hasil Analisis Bivariat Senam Kesegaran Jasmani dengan Keseimbangan
Tubuh
Variabel Keseimbangan OR (95 % CI) p
valu
e
Seimbang
n (%)
Tidak Seimbang
n (%)
Lower Upper
SKJ Senam
Tidak Senam
26 (86,7)
6 (20,0)
4 (13,3)
24 (80,0)
26,000 6,532 103,49 0,00
Pada hasil analisis bivariat pada tabel 5.4 pada lansia yang rutin
melakukan senam kesegaran jasmani diperoleh bahwa sebanyak 86,7% dari lansia
memiliki keseimbangan tubuh dan 13,3% mengalami gangguan keseimbangan
tubuh. Sedangkan pada kelompok lansia yang tidak mengikuti senam kesegaran
jasmani didapatkan 80% mengalami gangguan keseimbanagan dan hanya 20%
yang memiliki keseimbangan, dengan nilai p value 0,000 < α ( 0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa secara statistik Ho ditolak yang artinya ada hubungan yang
signifikan antara senam kesegaran jasmani dengan keseimbangan tubuh, dengan
nilai OR sebesar 26,000 (95%CI: 6,532-103,498) yang berarti bahwa lansia yang
mengikuti senam kesegaran jasmani lansia berpeluang 26 kali lebih besar
63
63
memiliki keseimbangan tubuh dibandingkan dengan lansia yang tidak melakukan
senam kesegaran jasmani lansia.
5.3 Analisis Multivariat
Teknik analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model regresi logistik, teknik ini dipilih karena variabel terikat adalah nominal
(fungsi kognitif normal atau tidak normal dan keseimbangan tubuh : seimbang
atau tidak seimbang) dan variabel bebasnya adalah nominal (senam atau tidak).
Dengan teknik statistic multivariate dapat dilihat peran serta masing-masing
variabel bebas (Senam Kesegaran Jasmani) , termasuk juga variabel perancu
(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat penyakit dan hobby)
terhadap kejadian efek yaitu fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh lansia
(Sastroasmoro, 2011).
Rumus Regresi Logistik :
Ln (p/ (1-p) = a + b1x1 + b2x2 + ….…. +bixi
Keterangan :
Ln (p/(1-p) = logodd (logit). Logaritme natural dari odds…..
Odds : rasio probabilitas suatu peristiwa untuk terjadi dan probabilitas suatu
peristiwa untuk tidak terjadi.
a = konstanta (intersep)
b1, b2, …. bk = koefisien regresi variabel predictor (slope)
x1, x2, … xk = variabel predictor yang pengaruhnya akan diteliti
64
64
p = probabilitas untuk terjadinya “peristiwa” dari variabel dependen
yang dikotomus (Sastroasmoro, 2011).
Hasil analisis multivariat disajikan dalam tabel seperti dibawah ini :
Tabel 5.5
Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan Fungsi Kognitif di
Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh
Variabel B OR 95%CI Nilai
p
Hosmer
Lemes
how
Overall
precentage
Lower Upper
Hobi
SKJ
Constant
-3,317
-3,520
30,613
0,036
0,030
1,97
0,004
0,003
0,318
0,259
0,003
0,001
0,998
0,903
83,3%
Berdasarkan Tabel 5.5 nilai p 0,903 > α (0,05) Ho diterima artinya model
regresi biner layak digunakan pada analisa selanjutnya karena tidak terdapat
perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang diamati. Berdasarkan tabel
tersebut diatas juga dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpeluang terhadap
fungsi kognitif adalah variabel Hobi dan SKJ dengan nilai sig hobby (0,003) < α,
senam 0,001 <α. Kekuatan hubungan dilihat dari nilai OR (EXP (B)) 0,036 senam
0,03. Persamaan yang terbentuk dilihat dari nilai B dimana Y = 30,613 – 3,317
(hobby) – 3,520 (Senam) . Misal seseorang tidak memiliki hobi dan tidak
mengikuti senam maka probabilitas untuk memiliki fungsi kognitif normal adalah
: Y = 30,613 Dengan demikian probabilitasnya adalah: 0,14 atau 14 %
65
65
Tabel 5.6
Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan Keseimbangan
Tubuh di Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh
Variabel B OR 95%CI Nilai
p
Hosmer
Lemes
how
Overall
precentag
e Lower Upper
Pekerjaan
Penyakit
SKJ
Constant
2,224
-2,100
-2,915
25,943
9,249
0,122
0,054
0,927
0,021
0,009
92,245
0,702
0,337
0,05
0,018
0,002
0,970
88,3%
Berdasarkan Tabel 5.6 nilai p 0,970 > α (0,05) Ho diterima artinya model
regresi biner layak digunakan pada analisis selanjutnya karena tidak terdapat
perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang diamati. Berdasarkan hasil
multivariat tersebut diatas juga menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 atau yang berpengaruh terhadap keseimbangan adalah variabel
Status Pekerjaan, Riwayat Penyakit dan Senam dengan nilai sig kerja (0,05) < α,
penyakit (0,018) < α senam 0,002 < α. Kekuatan hubungan dilihat dari nilai OR
(EXP (B)) kerja 9,249, penyakit 0,122 dan senam 0,054. Persamaan yang
terbentuk dari nilai B adalah Y= 25,943 + 2,224 (kerja) – 2,100 (penyakit) – 2,915
(senam). Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan , memiliki riwayat penyakit dan
tidak mengikuti senam, maka probabilitas untuk memiliki keseimbangan normal
adalah Y = 25,943. Dengan demikian probabilitasnya adalah : 0,14 atau 14%.
66
66
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan interpretasi hasil penelitian, keterbatasan penelitian
serta implikasi penelitian terhadap lansia. Interpretasi dan hasil membahas tentang
kesenjangan maupun kesesuaian anatara hasil penelitian yang dilakukan dengan
hasil penelitian disertai dengan tinjauan pustaka yang mendasarinya. Keterbatasan
penelitian membahas tentang keterbatasan terhadap penggunaan metodologi
penelitian dan implikasi membahas pengaruh atau manfaat hasil penelitian
terhadap pelayanan lansia.
6.1 Interpretasi Hasil Penelitian
6.1.1 Gambaran Karakteristik Lansia di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri
Kauh
a. Umur
Karakteristik demografi menunjukkan bahwa lansia di kelompok
posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh sebagian besar (91,7%) berusia 60-74
tahun. Hal ini disebabkan lansia pada usia 60-74 tahun rata-rata masih mampu
melakukan senam dan hadir pada kegiatan posyandu lansia, dibandingkan
dengan lansia yang berumur diatas 75 tahun. Lansia usia diatas 70 tahun banyak
mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya baik secara fisik
ataupun psikis. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahayu dkk (2010) yang mengatakan bahwa lansia yang berusia 70 tahun ke
67
67
atas tidak aktif mengikuti posyandu dikarenakan adanya penurunan fungsi
tubuhnya.
b.Jenis Kelamin
Hasil penelitian berdasarkan distribusi jenis kelamin lansia menunjukkan
bahwa sebagian besar lansia di Desa Dauh Puri Kauh adalah berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 65%. Motivasi lansia perempuan untuk mengikuti
senam lansia dan posyandu lebih besar dibanding dengan lansia laki-laki, ini
disebabkan bahwa lansia perempuan lebih sensitif terhadap perasaan sakit. Hal
ini sesuai dengan pendapat Henniwati (2008) yang mengatakan bahwa secara
umum angka morbiditas pada perempuan lebih tinggi dan perempuan lebih
cenderung merasakan sakit sehingga perempuan lebih banyak berkonsultasi
dengan pihak kesehatan untuk pemeriksaan fisiknya. Daengsari (2003)
menjelaskan, usia harapan hidup lansia pada perempuan jauh lebih tinggi daripada
laki-laki.
d. Tingkat Pendidikan
Sebagian besar (88,3%) Lansia yang ada di Desa Dauh Puri Kauh berstatus
sekolah atau berpendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses dalam rangkaian
mempengaruhi dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan perilaku pada
dirinya. Lansia yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah
menerima informasi kesehatan, termasuk informasi tentang pentingnya senam
kesegaran jasmani lansia. Hal ini juga menunjukkan semakin tinggi pendidikan
68
68
maka kebutuhan dan tuntutan terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat
pula, semakin rendah pendidikan akan mengakibatkan mereka sulit menerima
penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Hal ini sependapat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Henniwati (2008) yang mengatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang akan meningkatkan pula ilmu pengetahuan
dan informasi yang didapat.
e. Pekerjaan
Lansia di Desa Dauh Puri Kauh sebagian besar (80%) masih bekerja, hal ini
dikarenakan Lansia yang masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari tidak
ingin bergantung pada keluarganya, lansia ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari
keluarganya. Jadi sedapat mungkin mereka ingin mempunyai sumber penghasilan
sendiri. Para lansia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis
daripada pekerjaan yang bersifat dinamis dan menantang. Dampak yang mereka
peroleh adalah pekerjaan yang memberi kepuasan pada dirinya, walaupun
pekerjaan itu jelas berbeda dengan pekerjaan pada masa mudanya. Mereka pada
umumnya mengurangi kegiatannya setelah semakin tua. Bekerja bagi lansia bukan
keharusan lagi, namun untuk lebih bersenang-senang dalam menikmati masa
tuanya (Kuntjoro, 2002).
f. Hobi
Hasil penelitian menunjukkan 53,3% lansia di Desa Dauh Puri Kauh
memiliki hobby. Ketika memasuki usia pensiun dan menjadi warga senior, banyak
69
69
lansia yang menjalani hidup monoton, hal ini yang menyebabkan lansia merasa
perlu untuk mempunyai hobby agar tidak bosan. Hal ini sependapat dengan
Nopembri (2010) yang mengatakan bagi lansia yang kondisi kesehatan
memungkinkan untuk beraktivitas maka sebaiknya dicari kegemaran atau hobby
yang paling disukai , terutama hobby yang sejak mudanya dulu telah ditekuni,
agar lansia memiliki kegiatan yang memikat hatinya.
g. Penyakit
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa derajat kesehatan lanjut
usia di Desa Dauh Puri Kauh sudah baik, dimana sebagian besar lansia sebanyak
51,7% tidak menderita sakit. Hal ini dikarenakan lansia yang rajin mengikuti
posyandu lansia akan selalu mendapatkan pemerikaan kesehatan termasuk
pemeriksaan faktor resiko munculnya penyakit-penyakit kronis, sementara lansia
yang sudah menderita penyakit kronis akan mendapatkan terapi dan terus
dievaluasi oleh tenaga kesehatan. Lansia yang rutin mengikuti senam kesegaran
jasmani akan lebih sehat, hal ini sesuai dengan pendapat dari Darmojo (2004)
yang mengatakan bahwa olahraga dengan teratur seperti senam lansia dapat
mencegah atau memperlambat kehilangan fungsi organ. Bahkan dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa latihan atau olah raga seperti senam lansia dapat
mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit arteri koroner dan kecelakaan.
Dari beberapa studi ilmiah pada kelompok lansia telah dibuktikan bahwa
dengan aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada
70
70
penderita hipertensi juga memperlambat proses degeneratif dan meningkatkan
kebugaran fisik dan otak (Budiharjo, 2005)
6.1.2 Hubungan antara Senam Kesgaran Jasmani dengan Fungsi Kognitif
Lansia di Desa Dauh Puri Kauh
Hasil penelitian di dapatkan bahwa pada 30 lansia di Desa Dauh Puri Kauh
yang melakukan senam kesegaran jasmani sebagian besar (80%) memiliki fungsi
kognitif normal, sementara pada kelompok lansia yang tidak melakukan senam
kesegaran jasmani sebagian besar (80%) mempunyai fungsi kognitif yang tidak
normal. Perbedaan fungsi kognitif pada kelompok SKJ dan kontrol tersebut terjadi
karena pada kelompok kontrol tidak terjadi pengoptimalan fungsi otak kembali
secara menyeluruh dan efektif karena pada lansia telah terjadi beberapa
perubahan, diantaranya perubahan fisik dan psikologis, perubahan ini
mempengaruhi penurunan kemampuan kognitif lansia. Senam kesegaran jasmani
lansia dapat menjaga pikiran lebih segar sehingga dapat mempertahankan daya
ingatnya, terlebih dengan terus menghafal gerak-gerakan senam lansia, akan
melatih kemampuan daya ingat lansia
Hal ini sesuai dengan pendapat Pujiastuti (2002) bahwa menurunnya
kemampuan fungsi kognitif lansia dikarenakan susunan saraf pusat pada lansia
mengalami perubahan morfologis dan biokimia, berat otak lansia berkurang
berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga
otak menjadi lebih ringan .
71
71
Sedangkan pada kelompok lansia yang rutin melakukan SKJ ada upaya
pengoptimalan fungsi otak secara menyeluruh ketika melakukan SKJ, sehingga
ada peningkatan fungsi kognitif. Hal ini sependapat dengan Maryam (2008)
manfaat melakukan senam atau olahraga secara teratur dan benar dalam waktu
yang cukup yaitu memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia. Yaffe
(2001) yang menyatakan bahwa efek aktifitas fisik ada hubungannya dengan
menurunnya resiko penyakit kardiovaskuler dan efek secara langsung juga kepada
saraf, sehingga berdampak pada fungsi kognitif.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sdiarto (2003) menemukan bahwa
gerakan senam yang disebut dengan senam gerak dan latih otak pada lansia yang
dilakukan secara berkesinambungan sebanyak 16 kali dengan frekwensi dua kali
seminggu masing-masing selama lebih kurang 30 menit, meningkatkan
kemampuan kognitif.
6.1.3 Hubungan Antara Senam Kesegaran Jasmani dengan Keseimbangan
tubuh Lansia di Desa Dauh Puri Kauh
Hasil penelitian keseimbangan tubuh lansia menunjukkan bahwa dari 30
responden yang mengikuti senam kesegaran jasmani secara rutin 86,7% memiliki
keseimbangan tubuh yang baik sementara dari 30 responden yang tidak
mengikuti senam kesegaran jasmani 80% mengalami gangguan keseimbangan.
Hal ini disebabkan dengan bertambahnya umur akan mempengaruhi
keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan tubuh berkurang seiring dengan
penambahan usia karena adanya perubahan-perubahan system neurologis serta
72
72
sistem muskuloskeletal. Pada kelompok lansia yang mengikuti SKJ secara teratur
sebagian besar memiliki keseimbangan yang baik dikarenakan lansia yang
melaksanakan SKJ secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik
yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelenturan persendian, kelincahan gerak,
keluwesan, serta keseimbangan tubuh yang lebih baik.
Hal ini sesuai dengan pendapat King (2009) bahwa latihan kekuatan
(power training) akan meningkatkan keseimbangan. Hasil penelitian ini didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan Herawati dan Wahyuni (2004) bahwa senam
lansia berpengaruh signifikan terhadap keseimbangan lansia (p=0,014).
Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Maryam, S dan Nasution
(2010), bahwa aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan, disebutkan bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan bermakna
dengan gangguan keseimbangan dimana aktivitas fisik yang rendah salah satunya
tidak teratur berolah raga beresiko untuk terjadinya gangguan keseimbangan.
Aktivitas fisik dapat dilakukan pada waktu luang, lingkup pekerjaan, dan aktivitas
rutin sehari-hari seperti pekerjaan rumah, berkebun, melakukan hobi, rekreasi dan
olahraga (Allender, 2001)
6.1.4 Variabel yang Berpeluang terhadap Fungsi Kognitif pada Lansia di
Desa Dauh Puri Kauh.
Setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, pendidikan, status
pekerjaan, riwayat penyakit, serta hobby, maka dapat disimpulkan bahwa Hobi
dan Senam merupakan variable yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif
73
73
dengan nilai signifikan hobi (0,003) < α , dan nilai signifikan senam (0,001) < α
dengan asumsi jika lansia tidak memiliki hobi dan tidak mengikuti SKJ secara
teratur probabilitas mempunyai fungsi kognitif normal adalah 14% . Hal ini dapat
dijelaskan bahwa lansia yang rutin melakukan SKJ dan memiliki kegiatan
kegemaran maka kemungkinan untuk mempunyai kognitif normal lebih besar, hal
ini disebabkan dengan melakukan kegemaran atau hobi mengurangi depresi
lansia, memperbaiki kondisi kesehatan umum dan menumbuhkan kebiasaan hidup
sehat.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryati dkk (2013)
mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkasn fungsi kognitif
pada lainsia selain melakukan aktivitas fisik yaitu melakukan hobi atau
kegemaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wreksoatmodjo (2015)
Menyimpulkan bahwa lansia yang tidak pernah memasak sendiri, tidak
mengerjakan hobi meningkatkan resiko fungsi kognitif yang buruk, dimana tidak
mengerjakan hobi meningkatkan resiko fungsi kognitif buruk sebesar dua kali,
hal ini disebabkan karena kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan kegiatan berpikir
yang akan merangsang aktivitas kognitif.
6.1.8 Variabel yang Berpeluang terhadap Keseimbangan Tubuh Lansia di
Desa Dauh Puri Kauh.
Setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, didapatkan bahwa
pekerjaan, riwayat penyakit dan senam berpengaruh terhadap keseimbangan
tubuhn lansia. Pekerjaan dapat mempegaruhi ketidak seimbangan tubuh lansia
74
74
terkait dengan kondisi lingkungan seperti pencahayaan, kondisi lantai dan tangga,
temperatur dan kebisingan suara. Selain itu pekerjaan dapat mempengaruhi
keseimbangan tubuh juga dikaitkan dengan aktivitas dalam pekerjaan itu sendiri.
Lansia yang tidak bekerja beresiko berdiam diri tanpa melakukan aktivitas
fisik walaupun lansia dapat saja memiliki aktivitas lain diluar pekerjaan. Lansia
yang tidak bekerja dikaitkan dengan aktivitas yang kurang sehingga
mempengaruhi keseimbangan. Namun lansia yang tidak bekerja juga dapat
memanfaatkan waktunya untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas lain sehingga
mempengaruhi keseimbangan. Hal tersebut seharusnya juga dapat menjadi
peluang karena lansia yang tidak bekerja dapat diisi dengan aktivitas pekerjaan
sehari-hari serta dapat mengikuti kegiatan senam kesegaran jasmani di posyandu
lansia tanpa diganggu oleh jam kerja sehingga aktivitas pada lansia cukup banyak.
Olah raga teratur dan tidak berlebihan dapat membantu mengatasi radikal
bebas dalam tubuh. Latihan fisik yang dapat meningkatkan system pertahanan
antioksidan adalah latihan fisik dengan intensitas rendah dan sedang seperti
senam kesegaran jasmani, karena aktifitas fisik pada tingkat ini mengacu pada
program aktifitas fisik yang dirancang untuk meminimalkan pengeluaran radikal
bebas. Gangguan metabolik seperti obesitas atau berat badan yang berlebih pada
lansia dapat mengurangi keseimbangan postural. Gangguan muskuloskeletal
seperti abnormalitas dan osteoarritis dapat mempengaruhi keseimbangan. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Corderio (2009) bahwa nyeri pada
ekstremitas bawah berkorelasi dengan keseimbangan. Gangguan muskuloskeletal,
neurologis dan sensori dapat menyebabkan gangguan keseimbangan.. Penyakit
75
75
pada system kardiovaskuler dapat mempengaruhi keseimbangan. Hipotensi
ortostatik merupakan salah satu dari gangguan pada system kardiovaskuler dan
berhubungan dengan keseimbangan (Corderio, 2009). Gangguan pada reseptor
sensori mempengaruhi pesan yang akan disampaikan ke otak sehingga lansia sulit
berespon terhadap lingkungan (Mauk, 2010).
Penuaan juga menyebabkan gangguan penglihatan bahkan saat kondisi
pencahayaan yang normal. Berkurangnya penglihatan tersebut juga dihubungkan
dengan kemampuan dalam mengontrol pergerakan mata karena kemampuan
pergerakan mata berkurang pada lansia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lee dn Scudds (2003) kepada 66 lansia di komunitas berusia 69-
94 tahun dihasilkan bahwa kelompok lansia yang tidak memiliki gangguan
penglihatan memiliki keseimbangan yang lebih baik daripada yang memiliki
gangguan penglihatan berat dengan p 0,003.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana Mz (2014) yang menjelaskan
bahwa terapi aktivitas senam ergonomis dapat meningkatkan kekuatan otot pada
lansia . Hasil penelitian Maryam (2008) yang dilakukan pada 36 lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Wilayah Pemda DKI Jakarta juga menyatakan
keseimbangan tubuh lebih baik pada kelompok lansia yang dilakukan latihan
fisik selama enam minggu sebanyak tiga kali dlam seminggu daripada yang tidak.
Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor resiko dari gangguan
keseimbangan. Aktifitas fisik terdiri dari aktivitas yang dilakukan pada waktu
senggang, aktivitas transportasi seperti berjalan, dan bersepeda, aktivitas
pekerjaan, serta latihan fisik seperti olah raga dan senam (WHO, 1998).
76
76
6.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menemukan beberapa keterbatasan
sebagai berikut :
a. Sampel penelitian yang diambil dari kelompok lansia yang tidak melakukan
senam diambil pada saat melakukan posyandu lansia yang dilakukan sekali
dalam sebulan, sehingga membutuhkan waktu yang agak lama.
b. Kuesioner MoCA-Ina adalah kuesioner yang aslinya berasal dari luar negeri
yng di modifikasi di Indonesia, yang berisi pertanyaan dan responden
menjawab tetapi juga responden diharuskan menggambar dan menulis, ada
beberapa poin pertanyaan , lansia rata-rata mengalami kesulitan dalam
menjawab kuesioner item A : Kemampuan mengenal ruang dan betuk yang
terdiri dari beberapa perintah : Menelusuri Jejak Secara bergantian
(Alternating Trial Making), Kemampuan visuokonstruksional ( menggambar
kubus dan jam dinding)
6.3 Implikasi Penelitian terhadap Lansia, Puskesmas dan Dinas Kesehatan
6.3.1 Implikasi terhadap Lansia dan masyarakat di Desa Dauh Puri Kauh
Dampak yang dapat dirasakan bagi lansia dan masyarakat setelah
dilakukan penelitian ini adalah lansia dan masyarakat di Desa Dauh Puri Kauh
mengetahui manfaat yang didapat ketika mereka mengikuti senam kesegaran
jasmani secara rutin dan berkesinambungan. Lansia dan masyarakat lebih
termotivasi untuk rajin mengikuti senam kesegaran jasmani lansia untuk
77
77
mencegah kemunduruan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan tubuh
lansia.
Pencegahan gangguan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan dapat
meningkatkan aktivitas lansia yang berdampak akan menurunkan ketergantungan
sehingga beban pada keluarga dan Negara dapat dikurangi. Lansia di Desa Dauh
Puri Kauh juga mengetahui faktor-faktor yang berpeluang untuk mempertahankan
fungsi kognitif dan keseimbangan tubuhnya.
6.3.2 Implikasi terhadap Program Kesehatan di Puskesmas II Denpasar
Barat
Rata-rata responden dalam penelitian ini adalah usia 65 tahun ke atas.
Semakin meningkat usia, maka fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh akan
terganggu. Hasil penelitian ini menjadi dasar pelaksanaan kegiatan yang
mendukung beberapa kebijakan yang telah ada. Penelitian ini mendukung
kebijakan operasional seperti pelaksanaan Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas), Program Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) serta Program
Kesehatan Lansia itu sendiri , dimana sasarannya adalah lansia.
Hasil penelitian ini juga dapat memberikan dampak bagi Puskesmas II
Denpasar Barat sebagai pelaksana operasional kebijakan program kesehatan
Lansia. Penelitian ini meningkatkan pengetahuan petugas dalam mencegah
gangguan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan pada lansia, dan sesuai
dengan fungsi Puskesmas yang meliputi upaya promotif dan preventif, hasil
78
78
penelitian ini melahirkan upaya upaya promotif dan preventif pada pencegahan
penyakit akibat usia lanjut atau Penyakit Tidak Menular (PTM).
Dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan pada lansia terutama
perubahan pada system saraf sangat mempengaruhi penurunan koordinasi dan
kemampuan lansia dalam beraktifitas. Namun seiring dengan kemajuan Zman
setelah ditemukan metode dan teori baru yang menyatakan bahwa perubahan-
perubahan lansia dapat diantisipasi dan diminimalisir terutama perubahan
fisiologis atau fungsi otak.
6.3.3 Implikasi bagi Dinas Kesehatan Kota Denpasar
Dinas Kesehatan Kota Denpasar merupakan institusi pengambil kebijakan
dan penentu program, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar dalam
membuat kebijakan baru bagi program Lansia. Program senam lansia menjadi
pilihan dalam meningkatkan fungsi kognitif lansia dan mengurangi gangguan
keseimbangan yang dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dan mengurangi
beban ketergantungan terhadap keluarga.
79
79
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 60 responden yang
mengikuti senam kesegaran jasmani lansia maupun yang tidak mengikuti senam
kesegaran jasmani lansia di Desa Dauh Puri Kauh dapat diambil simpulan sebagai
berikut :
a. Gambaran karakteristik lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh
adalah: Sebagian besar adalah kelompok umur 60-74 tahun. Berdasarkan
jenis kelamin diketahui lansia perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Berdasarkan pendidikan lansia yang bersekolah lebih banyak daripada yang
tidak sekolah. Lansia ditemukan lebih banyak yang masih bekerja
dibandingkan dengan yang tidak bekerja. Hasil penelitian didapatkan lansia
sebagian besar tidak memiliki penyakit kronis, serta lebih banyak yang
memiliki hobby.
b. Ada hubungan yang signifikan antara SKJ Lansia dengan fungsi kognitif pada
kelompok Posyandu Lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh
c. Ada hubungan yang signifikan antara SKJ Lansia dengan keseimbangan
tubuh pada kelompok Posyandu Lansia di posyandu lansia Desa Dauh Puri
Kauh
80
80
d. Ada perbedaan fungsi kognitif antara lansia yang mengikuti senam
kesegaran jasmani dengan lansia yang tidak mengikuti senam kesegaran
jasmani di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
e. Ada perbedaan keseimbangan tubuh antara lansia yang mengikuti senam
kesegaran jasmani dengan lansia yang tidak mengikuti senam kesegaran
jasmani di posyandu lansia Desa Dauh Puri Kauh.
f. Faktor yang berpeluang bagi lansia memiliki fungsi kognitif normal adalah
memiliki hobby dan melakukan SKJ lansia.
g. Faktor yang berpeluang bagi lansia memiliki keseimbangan tubuh adalah
status pekerjaan, riwayat penykit dan melakukan SKJ lansia.
7.2 Saran
a. Untuk menghambat penurunan fungsi kognitif dan gangguan keseimbangan
pada lansia disarankan lansia di Desa Dauh Puri Kauh untuk melakukan SKJ
secara rutin seminggu tiga kali.
b. SKJ lansia dapat menjadi salah satu kegiatan pada Posyandu Lansia disamping
pemeriksaan skreening penyakit tidak menular.
c. Selain senam kesegaran jasmani juga disarankan lansia tetap melakukan
aktivitas lain yaitu mempunyai hobby atau kegemaran : membaca, berkebun,
bersosialisai dengan teman.
d. Adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan keseimbangan
menyebabkan lansia yang tidak bekerja tetap harus dimotivasi baik oleh
kader yang dapat disampaikan kepada keluarga untuk tetap beraktivitas baik
81
81
di dalam maupun di luar rumah. Lansia yang bekerja pun diusahakan dapat
mempunyai waktu untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia.
e. Bagi tiga Posyandu Lansia yang belum memiliki program latihan senam
kesegaran jasmani agar segera dapat melaksanakan senam kesegaran jasmani
secara rutin.
f. Mengingat pentingnya SKJ lansia dalam mencegah gangguan fungsi kognitif
dan keseimbangan tubuh lansia maka disarankan pihak Desa memasukkan
SKJ sebagai kegiatan wajib bagi warga lansianya.
g. Puskesmas II Denpasar Barat sebagai Pembina wilayah agar dapat mendorong
segera terbentuknya senam kesegaran jasmani dengan memberikan pelatihan
insturktur senam kesegaran jasmani pada Posyandu Lansia Banjar Seblanga,
Banjar Bumi Werdi dan Banjar Abian Tegal yang belum melakukan senam
kesegaran jasmani.
h. Dinas Kesehatan Kota Denpasar sebagai Institusi pengambil kebijakan
termasuk program Lansia diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang
berkenaan denga terlaksananya Senam Kesegaran Jasmani di setiap Posyandu
Lansia di seluruh wilayah kota Denpasar, dengan merencanakan anggaran
bagi pelatihan instruktur senam kesegaran jasmani.
82
82
DAFTAR PUSTAKA
Achmanagara, A.A. 2012. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan
Keseimbangan Lansia di Desa Pamijen Sokaraja Banyumas.
Annafisah, Z, dan Rosdiana, I.2012. Pengaruh Senam Lansia terhadap
Keseimbangan Tubuh yang Diukur Menggunakan Romberg Test pada Lansia
Sehat Studi di Desa Plamongansari Kecamatan Pedurungan Semarang. 2012
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Sains Medika, volume 4 : 146.
Badan Pusat Statistik, 2013.Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.
Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, Semester I, 1, pp 1-16,
Available at http://www.depkesw.go.id/downloads/Buletin Lansia pdf.
Accessed November, 6, 2014.
Bucher et al. 2002. Effects of Physical Activity on Health Status in Older Adults
II. Intervention studies. Annual review of public health,13,pp 469-488.
Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1599599 Accessed
December 18, 2014.
Darmojo, R.B. 2002. Beberapa Masalah dan Konsep Strategik Dalam
Pengembangan Geriatri
Delitto,A. 2003. The Link Between Balance Confidence and Falling. Physical
Therapy Research That Benefits You, American Physical Therapy
Association: pp 9-11
Depkes. 2003. Kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut. Edisi 2, Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ellis, H.C.1993. Storage and Retieval Proces Long Term Memory
Ferri, C, Prince M, Brayne C, Brodaty H, Fratiqlioni L, Ganguli M, Hall K,
Huang Y.2005. Global Prevalence of Dementia . a Delphi consensus study.
Lancet, 366(9503), 2012 – 2017.
Foster MD, Norman L. 2011. Alzheimer ‘s & Dementiac. The Journal of the
Alzheimer’s Asssociation: volume 10
Hartati, 2010. Clock Drawing : Asesmen Untuk Demensia, Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro, Semarang.
83
83
Henniwati, 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu
Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Hesti, Harris S, Mayza A dan Prihartono J. 2004. Pengaruh Gangguan Kognitif
Terhadap Gangguan Keseimbangan Pada Lanjut Usia.
Howe TE, Rochester L, Jackson A, Banks PMH, Blair VA. 2008. Exercise for
Improving balance in Older People Available at
http://www.researchgate.net/... Accessed December 18, 2014.
Hussain A.2008. Brain inspired Cognitif. Amerycan .Family Physician, 83(1),80-
81
Johnston. 2001. Falls in eldely. UCSF Division of Geriatric cs Primary
CareLecture Series.
King, B.M, 2009. Hazzard’s Geriatric Medicine And Gerontology Sixth Edition.
Kuntjoro, ZS, 2002. Lansia dan Pekerjaan
Lee, Scuuds. 2003. National Throws Coaches Association,2009: Winter,1995
dalam Howe, Rochester, Jackson, Banks and Blair,2008
Lumbantobing, S.M. 2006. Kecerdasan pada Usia Lanjut dan Demensia.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Indonesia.
Markam, S, 2005 Latihan Vitalisasi Otak (Senam untuk Kebugaran Fisik dan
Otak). Jakarta: Grasindo.
Martono, H. dan Pranarka K. 2009. Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi 4
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maryam, S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Maryam,S dan Nasution, Y. 2010. Pengaruh Latihan Keseimbangan Fisik
Terhadap Keseimbangan Tubuh Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Wilayah Pemda DKI Jakarta,
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/2010.917_2085-8930.pdf, diperoleh
tanggal 2 april 2014
Maryati H, dkk, 2013, Gambaran Fungsi Kognitif pada Lansia di UPT Panti
Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto. Journal Metanbolisme Vol.2 No. 2
Mauk, K.L. 2010. Gerontological nursing competencies for care (2 ed). Sudbury:
Janes and Barlett Publisher.
84
84
Meidiary, A. 2012. Masalah Kesehatan Intelegensia pada Usia Lanjut.
Miller, Carol A. 2004. Nursing for wellness in older adults. Theory and practice
(4 ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Monginsidi R, 2013. Profil penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia di Yayasan-
Yayasan Manula di Kecamatan Kawangkaon. E-Clinik Volume 1 No. 1
Morgenthal AP, 2001. The Age-Related Challenges of Posture an Balance.
In:Bougie JD, The Aging Body. New York : Mc Graw-Hill, 2001: 45-64.
Nasreddine,2012. The Montreal Cognitif Assesment (MoCA)
Nopembri, S. 2010. Meningkatkan Gaya Hidup Aktif Para Lansia Melalui
Aktivitas Jasmani dan Olah Raga.
Parwati, N. 2013. Senam Tera Indonesia Meningkatkan Jantung Paru Lansia di
Panti Werdha Wana Seraya Denpasar. Public Health and Preventif medicine
Archive , I (2303-1816): pp 35 – 40
Petersen RC, Smith G, Kokmen E, Ivink RJ, Tangalos EG. 2002. Memory
Function in Normal Aging, Neurology, volume 42(2): 396-401London.
Phillips, J.O.2011. “Find your balance”Hearing Health Magazine, 20 – 24.
Pujiastuti. 2002. Pelatihan Musculoskeletal untuk PembinaanKemampuan Fungsi
Kognitif : Kumpulan Makalah Simposium Pembinaan Kesehatan Pasien dan
Aspek Pelatihan mjuskuloskeletal, Hal.31-35, Semarang
Puskesmas II Denpasara Barat, 2013. Laporan Tahunan Puskesmas II Denpasar
Barat.
Pusksmas II Denpasar Barat, 2013. Laporan Bulanan Program Lansia Puskesmas
II Denpasar Barat.
Rahayu S, Purwanta, Harjanto D. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ketidakaktifan Lanjut Usia ke Posyandu di Puskesmas Cebogan Salatiga.
Jurnal Kebidanan dan Keperawatan , Volume 6/Nomor1/Juni 2010.
Yogyakarta ISSN.
Ramdhani, N. 2012. Gambaran Fungsi Kognitif dan Keseimbanagn pada Lansia
di Kota Manado.
Reuser M, Bonneux L and Wllekens F. 2011. The effect of Risk Factor on the
Duration of Cognitif Impairment.
85
85
Rudman, D. 1909. The Book Of Antiaging Mind-Body –Spirit.
Salzman, B.2010. Gait and Balance Disorders in Older Adults. Amerycan Family
Physician, 82(1), 61 – 68.
Sarah JB, Hammersley R, Veerman JL. 2014. Does physical activity prevent
cognitive decline and dementia? . BMC Public Health. Available at
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/14/510. Accessed December, 6,
2014.
Sastroasmoro dan Ismael, 2011. Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi ke 4. Jakarta:Sagung Seto
Setianto. 2004. Pengaruh Aktivitas Sehari-hari Terhadap Keseimbangan Pada
Lansia.
Shinta Kusuma, 2013. Cara atasi Kebosanan Orang Tua. Majalah Cermin Dunia
Kedokteran No. 48, Jakarta.
Sidiarto. 2003. Tatalaksana dan System Asuhan pada penyakit
Alhzeimer/Demensia. Berkala Neuro Sain, 1(1):31-38
Singh,M.A.F, 2000. Exercise, Nutrition, and the older Woman:wellnessfor woman
over fifty.
Suprianto,J.2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta
Tilarso, H. 1988. Latihan Fisik dan Usia Tua. Majalah Cermin Dunia Kedokteran,
no 48, Jakarta
Turana, Y. 2013. Prinsip Penting Cognitive Stimulation Therapy: Buletin Jendela
Data & Informasi Kesehatan, Semester I, I, pp 19-24.
Turana Y, Mayza A, Pujiastuti H. 2013. Panduan Stimulasi Program Stimulasi
Otak pada Lansia.
Wahyudi, N. 2000. Perawatan Lanjut Usia, Jakarta, EGC.
Wallace,M..2008. Essential of Gerontological nursing. New York: Springer
Publishing Company.
Wardhana,H.2014. Mereka Lansia, Mereka Bekerja. Catatan Harian Kompasiana
86
86
Wibowo,A.S. 2007. Managemen Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler.
http:abgnet.blogspot.com/2007/09/managemen-demensia-alhzheimer-
dan.html, diambil 6 Oktober 2014.
WHO. 1998. Women Ageing and Health Achieving Health Across the Life Span,
Geneva:WHOMPR/AHE/HPD/95. 12rd
ed.
Wijianto, 2013. Perbedaan Pengaruh Senam Kesegaran Jasmani Lanjut Usia
Dan Senam Yoga Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis Ditinjau
Dari Indeks Massa Tubuh (Studi Experimen Pada Anggota Pusat Pelayanan
Terpadu Lanjut Usia Colomadu )
Willson B, Emsile H, Quirk K, Evans J. 2001. Journal of neurology,
neurosurgery, and psychiatry, volume: 70(4),pp.477-82.Available
at:http:www.pubmedcentral.nih.go/articlerender.fcgi?artid=1737370&tool=p
mcentrez&rendertypa. Accessed November, 3, 2014
Wreksoatmodjo, BR. 2015. Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif
Lanjut Usia di Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran-224, vol.42 no.1
Yaffe K, Barnes D, Nevitt M, Lui LY, Covinsky K. 2001. A Prospective Study of
Physical Activityand Cognitive Decline in Eldery Women. Arch Intem Med,
volume 161 (14) : 1703-1708.
87
87
LAMPIRAN
a
a
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Kepada ,
Yth. Bapak/Ibu
Di Desa Dauh Puri Kauh
Denpasar
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana :
Nama : Lanawati
NIM : 1392161010
bersama dengan Dr. dr. RA Tuty Kuswardhani SpPD, K-Ger,Finasim,MARS dan
Rina Listyowati SSiT, MKes sebagai pembimbing akan mengadakan penelitian
dengan judul “Hubungan Senam Kesegaran Jasmani Lansia dengan Fungsi
Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia Desa Dauh Puri
Kauh Denpasar”.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh senam lansia terhadap
fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh di Desa Dauh Puri Kauh. Beberapa
masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia lanjut sebagai akibat proses
penuaan otak antara lain gangguan kognitif dan keseimbangan tubuh. Penurunan
fungsi kognitif merupakan penyebab terjadinya ketidak mampuan dalam
melakukan aktivitas normal sehari, dan juga merupakan penyebab terjadinya
ketergantungan terhadap orang lain. Sementara itu gangguan keseimbangan tubuh
menjadi penyebab utama kasus jatuh atau cedera pada usia lanjut. Proses penuaan
otak dapat diperlambat dengan berbagai cara yaitu aktivitas fisik, stimulasi mental
dan aktifitas sosial.
Prosedur penelitian ini adalah responden akan dinilai fungsi kognitifnya
dan akan diukur keseimbangan tubuhnya, berat badan, tekanan darah pada saat
baring dan duduk, menjawab kuesioner yang meliputi usia, jenis kelamin,
b
b
pekerjaan, riwayat aktivitas sosial, riwayat penyakit. Kuesioner akan dibacakan
dan diisi oleh peneliti. Pada pengukuran keseimbangan tubuh responden akan
dilakukan serangkaian kegiatan dengan mata terbuka dan tertutup. Resiko yang
terjadi dalam proses penelitian ini adalah responden jatuh saat diukur
keseimbangan, namun peneliti akan berdiri disamping responden dan menjaga
responden. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemegang
kebijakan. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
antisipasi dalam mencegah gangguan fungsi kognitif dan keseimbangan tubuh
pada lansia. Bagi pemegang kebijakan, hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi dalam pembuatan program pencegahan gangguan fungsi kognitif dan
keseimbangan tubuh lansia, sehingga kualitas hidup lansia meningkat.
Pemilihan responden dalam penelitian ini adalah lansia berumur minimal
60 tahun sampai dengan 80 tahun dan dilakukan secara adil sesuai dengan kriteria
penelitian dan tidak membedakan golongan sosial dan ekonomi tertentu. Peneliti
juga akan memperlakukan responden secara adil selama proses penelitian.
Bpk/Ibu dapat bertanya lebih lanjut mengenai penelitian ini secara langsung
kepada peneliti atau lewat telepon pada nomor 08123618721. Bpk/Ibu juga
memiliki hak untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi serta mengundurkan diri
dalam penelitian ini. Jika Bpk/Ibu bersedia menjadi responden, Bpk/Ibu dapat
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang terlampir.
Kami sebagai peneliti berterimakasih kepada Bapak/Ibu yang bersedia
meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Jawaban serta
hasil pengukuran Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya dan peneliti akan
berusaha semaksimal mungkin menjaga kenyamanan selama proses penelitian.
Semoga keikutsertaan Bapak/Ibu dapat memberikan kontribusi yang besar dalam
peningkatan kesehatan lansia. Terimakasih.
Denpasar, Januari 2015
Peneliti
(dr. Lanawati)
c
c
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :…………………………………………………………
Umur : …………tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan
Alamat : …………………………………………………………
Setelah mendengarkan dan memahami penjelasan dari peneliti, dengan ini
menyatakan Bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang
akan dilakukan oleh mahasiswa Program Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Udayana dengan judul “Hubungan Senam Kesegaran Jasmani
Lansia dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu
Lansia Desa Dauh Puri Kauh Denpasar”
Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari
pihak manamun dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Denpasar, ………..2014
Hormat saya
( ……………………..)
d
d
BARTHEL INDEX Lampiran 3
NAMA SUBYEK : ……………………….. KODE :
UMUR : TAHUN
POSYANDU LANSIA : ………………………. KODE :
A. ACTIVITIES OF DAILYLIVING (INDEKS ADL BARTHEL) SKOR
1. Mengontrol BAB (Buang Air Besar) : 0 : Inkotinen / Tidak Teratur (Perlu Enema)
1 : Kadang-kdang Inkotinen (1x Seminggu)
2 : Kontinen Teratur
2. Mengontrol BAK (Buang Air Kecil) :
0 : Inkotinen atau pakai Kateter dan tak terkontrol
1 : Kadang-kadang Inkotinen (Maksimum 1 x 24 Jam)
2 : Mandiri
3. Membersihkan Diri (Lap Muka, Sisir Rambut, Sikat Gigi) 0 : Butuh Pertolongan Orang lain
1 : Mandiri
4. Penggunaan Toilet (Melepas, Memakai Celana, Menyeka, Menyiram)
0 : Tergantung Pertolongan orang lain.
1 : Perlu pertolongan pada beberapa aktivitas tetapi dapat
Mengerjakan sendiri beberapa aktivitas lain.
2 : Mandiri
5. Makan 0 : Tidak mampu
1 : Perlu seseorang menolong memotong makanan
2 : Mandiri
6. Berpindah Tempat dari Tidur ke Duduk 0 : Tidak mampu
1 : Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 : Bantuan minim, 1 orang
3 : Mandiri
7. Mobilisasi / Berjalan 0 : Tidak mampu 1 : Bisa Berjalan dengan Kursi Roda
2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang / walker
3 : Mandiri
8. Berpakaian (memakai baju) 0 : Tergantung orang lain
1 : Sebagian dibantu (mis. Mengancing baju)
2 : Mandiri
9. Naik Turun Tangga 0 : Tidak mampu
1 : Butuh pertolongan
2 : Mandiri (naik turun)
10. Mandi
0 : Tergantung orang lain
1 : Mandiri
JUMLAH SKOR :
e
e
Lampiran 4
Judul Penelitian : “Hubungan Antara Senam Kesegaran Jasmani Lansia
dengan Fungsi Kognitif dan Keseimbangan Tubuh di Posyandu Lansia
Desa Dauh Puri Kauh Denpasar”
KUESIONER KARAKTERISTIK LANSIA
Pendahuluan :
1. Ucapkan salam (misalnya selamat pagi, selamat siang)
2. Perkenalkanlah diri terlebih dahulu
3. Jelaskan tujuan dari penelitian
4. Tanyakan kesanggupan menjadi responden dan bersedia menjawab
pertanyaan dengan jujur.
5. Ucapkan terimakasih kepada responden atas kesediaannya menjawab
pertanyaan dan menjadi subyek penelitian.
NOMOR URUT RESPONDEN: ………..
IDENTITAS LANSIA Diisi Jawaban Lansia KODE
1. Nama Lansia:
2. Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Tgl/bln/thn/lahir
4. Umur ……. tahun
5. Alamat
6. Riwayat Pendidikan 0. Tidak Sekolah
1. SD/Sederajat
2. SMP/Sederajat
3. SMA/Sederajat
4. Akademi/Universitas
7. Riwayat Pekerjaan 0. Tidak Bekerja
1. Swasta
2. PNS
f
f
8.
Status Pekerjaan
Sekarang
0. Sudah Pensiun
1. Masih bekerja
9. Hobi/Aktivitas
dalam kegiatan
sehari-hari
• Kesenian
• Membaca buku
• Olah Raga
• Rekreasi/bergaul dengan teman
• Berkebun
1.Ya 2. Tidak
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2. Tidak
1.Ya 2.Tidak
10. Riwayat penyakit
yang pernah diderita
• Tekanan Darah Tinggi
(Hipertensi)
• Tekanan Darah Rendah
(Hipotensi)
• Penyakit Jantung
• Penyakit Stroke
• Kencing Manis (DM)
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2.Tidak
1.Ya 2.Tidak
PEMERIKSAAN
JENIS PEMERIKSAAN HASIL
BB
TB
IMT
TEKANAN DARAH
a. Saat Baring
b. Saat Dudu/Berdiri
BARTHEL INDEKS
TEST FUNGSI KOGNITIF DAN KESEIMBANGAN
PEMERIKSAAN SKOR KODE
TEST MoCA-Ina
TEST ROMBERG
g
g
PEMEIKSA :
Lampiran 5
INSTRUMEN SKREENING
MONTREAL COGNITIVE ASSESMENT VERSI INDONESIA (MoCA-Ina)
NAMA SUBYEK : __________________________ KODE :
UMUR : _________ tahun
POSYANDU LANSIA : __________________________ KODE
A. KEMAMPUAN MENGENAL RUANG DAN BENTUK /
MELAKSANAKAN TUGAS
1. Menelusuri Jejak Secara Bergantian (Alternating Trail Making)
Buatlah garis yang menghubungkan sebuah angka dan sebuah
huruf dengan urutan meningkat. Mulailah di sini (tunjuk angka 1)
dan tariklah sebuah garis dari angka 1 ke huruf A, kemudian
menuju angka 2 danselanjutnya akhiri di sini (tunjuk huruf “E)
SKOR
Nilai 0 : Setiap kesalahan yang tidak diperbaiki sendiri
Nilai 1 : jika responden menggambar dengan sempurna
2. Kemampuan visuokontruksional (kubus)
Contohlah gambar di bawah ini setepat mungkin pada tempat yang
disediakan di bawah ini SKOR
Gambar Di sini
Nilai 0 : bila tidak memenuhi kriteria
Nilai 1 : bila gambar memenuhi kriteria : tiga dimensi, garis
tergambar, tidak ada garis tambahan, garis relative
h
h
sejajar dan panjang sesuai
3. Kemampuan visuokontruksional (jam dinding)
Gambarlah sebuah jam dinding, lengkapi dengan angka angkanya
dan buat waktunya menjadi pukul 11 lewat 10 menit SKOR
• Nilai 1 :Bentuk Jam
• Nilai 1 :Angka
• Nilai 1: Jarum Jam
Gambar di sini :
B. PENAMAAN
4. Penamaan
“Katakan kepada saya nama binatang di bawah ini (mulai dari kiri)
“ SKOR
Masing-masing diberi nilai 1
C. DAYA INGAT
5. Daya Ingat
Akan dibacakan sederet kata, kemudian responden diminta
menyebutkan kembali kata-kata yang diingat, tidak masalah jika
tidak berurutan :
WAJAH – SUTERA – MASJID – ANGGREK – MERAH
Pemeriksaan diulang sebanyak 2 kali
• Pemeriksaan pertama
• Pemeriksaan ke dua
Tidak diberi nilai untuk pemeriksaan ini
i
i
D. PERHATIAN
6.a. Rentang Angka Maju (Forward Digit Span)
Akan dibacakan beberapa angka, setelah itu responden diminta
untuk mengucapkan angka tepat sesuai urutannya :
2 – 1 – 8 – 5 – 4
SKOR
Nilai 1 : urutan angka diulang secara benar
6 b. Rentang Angka Mundur (Backward Digit Span)
Akan dibacakan beberapa angka, setelah itu responden di minta
untuk mengucapkan angka tersebut, namun dalam urutan terbalik:
7 – 4 - 2
SKOR
Nilai 1 : urutan angka diulang secara benar
E. KEWASPADAAN
7a. Kewaspadaan
Akan dibacakan sederet huruf, kemudian responden diminta
bertepuk tangan sekali setiap mendengar huruf “A”, dan tidak
bertepuk tangan untuk huruf yang lainnya:
SKOR
F B A C M N A A J K L B A F A K D E A A A J A M O F A A B
Nilai 1 : jika terdapat nol sampai 1 (satu) kesalahan
(Tepuk tangan pada huruf yang salah atau tidak bertepuk tangan
pada huruf “A” dihitung sebagai satu kesalahan)
j
j
b. Rangkaian 7 (Serial 7s)
SKOR
Responden diminta untuk berhitung dengan cara mengurang,
dimulai angka 100 dikurangi 7 kemudian terus dikurangi dengan
angka tujuh sampai diberitahukan untuk berhenti.
100 – 7 = 93 – 7 = , dan seterusnya
Jawaban di sini :
1.
2.
3.
4.
5.
Nilai 0 = jika tidak jawaban yang benar
Nilai 1 = jika ada satu jawaban yang benar
Nilai 2 = untuk dua sampai tiga jawaban yang benar
Nilai 3 = jika responden dapat memberikan empat atau
lima jawaban yang benar.
F. KEMAMPUAN BERBAHASA
8.a. Pengulangan Kalimat
Akan dibacakan sebuah kalimat, setelah itu responden diminta
untuk mengucapkan kalimat tersebut tepat sesuai dengan yang
sudah dibacakan :
“Wati membantu saya menyapu lantai hari ini “
SKOR
Akan dibacakanj untuk kalimat ke dua :
“Tikus bersembunyi dibawah dipan ketika kucing datang “
Nilai 1 : untuk setiap kalimat yang diulang dengan benar
SKOR
8.b. Kelancaran berbahasa
Sebutkan sebanyak mungkin kata (Kecuali nama orang/nama kota)
yang responden ketahui, yang diawali dengan huruf “S”
Waktu : yang diberikan 60 detik
SKOR
Tulis jawaban di sini:
Nilai 1 : bila responden berhasil memberikan 11 kata atau lebih
dalam waktu 60 detik.
k
k
G. KEMAMPUAN ABSTRAK
9. Kemampuan Abstrak
Responden diminta untuk menyebutkan persamaan antara “jeruk”
dan “pisang”, jika benar jawabannya (buah) maka diberikan
tambahan pertanyaan (tidak ada nilai hanya sebagai latihan)
Pertanyaan 1 : Apakah kesamaan “kereta api” dan “sepeda”
Pertanyaan 2 : Apakah kesamaan “penggaris” dan “jam tangan”
SKOR
Nilai 2 untuk jawaban benar dari dua pertanyaan.
H. MEMORI TERTUNDA
10. Memori Terunda
Pemeriksa membacakan 5 buah kata. Responden diminta untuk
mengingat, kemudian menyebutkan ke 5 kata tersebut.
WAJAH – SUTERA – MASJID – ANGGREK - MERAH
SKOR
Beritanda setiap jawaban yang benar
• WAJAH
• SUTERA
• MASJID
• ANGGREK
• MERAH
Beri nilai 1 untuk setiap kata yang dapat diingat dengan spontan.
I. KEMAMPUAN ORIENTASI
11. Kemampuan Orientasi
Responden diminta untuk menyebutkan : Tahun, Bulan,
Hari,Tanggal, Tempat dan Kota SKOR
Beritanda setiap jawaban yang benar
• Tahun :
• Bulan :
• Hari :
• Tanggal :
• Tempat :
• Kota :
Beri nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar
Total Nilai :
l
l
Lampiran 6
INSTRUMEN ROMBERG TEST
NAMA SUBYEK : __________________________ KODE :
UMUR : __________ Tahun
POSYANDU LANSIA : ___________________________KODE :
TANGGAL DIPERIKSA :
PEMERIKSA :
POSITIF
(Bergoyang)
NEGATIF
(Seimbang)
KODE
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Lansia berdiri dengan kedua kaki
(Jarak kedua kaki renggang) dengan
mata terbuka
Lansia berdiri dengan kedua kaki
(Jarak kedua kaki renggang) dengan
mata tertutup
Lansia berdiri dengan ke dua kaki
rapat dengan mata terbuka
Lansia berdiri dengan ke dua kaki
rapat dengan mata tertutup
Lansia berdiri dengan kaki yang satu
didepan kaki yang lainnya. Tumit
kaki yang satu berada didepan jari
kaki lainnya dan mata terbuka
Lansia berdiri dengan kaki yang satu
didepan kaki yang lainnya. Tumit
kaki yang satu berada didepan jari
kaki lainnya dan mata tertutup.
Keterangan :
1. Untuk menghindari Lansia jatuh saat dilakukan tes keseimbangan, maka
peneliti akan mendampingi dengan berdiri disamping lansia.
2. Kode 1 : Bergoyang (Romberg Test Positif) bila pada saat dilakukan test
Romberg, lansia bergoyang dan tidak dapat mengembalikan keseimbangan.
m
m
3. Kode 2 : Seimbang (Romberg Test Negatif) bila pada saat dilakukan test
Romberg,lansia sedikit bergoyang, kemudian dapat seimbang lagi.
n
n
Lampiran 8
Hasil Analisis Bivariat Karakteristik Responden
1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Fungsi Kognitif
Tabel 1.1
Hasil Analisis Bivariat Karakteristik Responden dengan Fungsi
Kognitif
Variabel Bebas Fungsi Kognitif OR (95 % CI) p
value Normal
n (%)
Tidak
Normal
n (%)
Lower Upper
Umur 60 - 74 tahun
74 - 80 tahun
28 (50,9)
2 (40,0)
27 (49,1)
3 (60,0)
1,556 0,241 10,049 0,640
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
10 (47,6)
20 (51,3)
11 (52,4)
19 (48.7)
0,864 0,299 2,498 0,787
Pendidikan
Sekolah
Tidak Sekolah
30(56,6)
0(0,00)
23(43,4)
7(100)
0,00
0,319
0,590
0,011
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
24(50,0)
6(50,0)
24 (50,0)
6(50)
1,00
0,282
3,544
1,00
Hobi
Punya Hobi
Tidak Punya
Hobi
24 (75,0)
6 (21,4)
8 (25,0)
22 (78,6)
11,000 3,292 36,751 0,000
Penyakit Tidak ada sakit
Sakit
22 (71,0)
8 (27,6)
9 (29,0)
21 (72,4)
6,417 2,084 19,755 0,001
Hasil analisis bivariat pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa pada Lansia
yang berumur 60-74 tahun 50,9% memiliki fungsi kognitif yang normal dan
49,1% memiliki fungsi kognitif yang tidak normal sedangkan pada kelompok
o
o
lansia yang berumur 74 – 80 tahun 60% memiliki fungsi kognitif yang tidak
normal dan 40% memiliki fungsi kognitif normal. Secara statistik tidak terdapat
hubungan umur dngan fungsi kognitif dengan nilai p =0,640 > α (0,05) artinya
bahwa hipotesa nol sehingga dapat disimpulkan bahwa umur lansia tidak
mempunyai hubungan yang significant dengan fungsi kognitif.
Pada lansia laki-laki 52,4% memiliki fungsi kognitif yang tidak normal
dan 47,6% memiliki fungsi kognitif yang normal, sedangkan pada lansia
perempuan 51,3% memiliki fungsi kognitif yang normal dan 48,7% memiliki
fungsi kognitif yang tidak normal dengan nilai p = 0,787 > α (0,05) sehingga
dapat disimpulkan secara statistik bahwa jenis kelamin tidak mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap fungsi kognitif di kelompok posyandu lansia
Desa Dauh Puri Kauh.
Berdasarkan tabel 5.3 juga dapat dilihat bahwa lansia yang sekolah 56,6%
memiliki fungsi kognitif normal dan 43,4% memiliki fungsi kognitif yang tidak
normal, sementara lansia yang tidak sekolah semuanya tujuh (100%) memiliki
fungsi kognitif tidak normal. Analisis dengan uji statistik chi-square diperoleh
p = 0,01 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan fungsi kognitif.
Lansia yang bekerja 50% memiliki fungsi kognitif normal dan 50%
memiliki fungsi kognitif yang tidak normal. Sedangkan pada Lansia yang tidak
bekerja 50% memiliki fungsi kognitif normal dan 50% memiliki fungsi kognitif
yang tidak normal, dengan nilai p = 1,00 > α (0,005) maka dapat disimpulkan
p
p
bahwa tidak ada hubungan yang significant antara riwayart pekerjaan dengan
fungsi kognitif,
Pada lansia yang mempunyai hobi sebanyak 75% memiliki fungsi kognitif
normal dan 25% memiliki fungsi kognitif yang tidak normal, hasil uji statistik
chi-square diperoleh nilai p value 0,000 < α (0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara hobby dengan fungsi kognitif Lansia.
Nilai OR adalah 11,000 (95%CI : 3,292 – 36,751) artinya lansia yang memiliki
hobby memiliki kemungkinan 11 kali untuk memiliki fungsi kognitif normal
dibandingkan dengan lansia yang tidak memiliki hobby.
Dari riwayat penyakit, terlihat bahwa 31 orang lansia yang tidak
mempunyai riwayat penyakit 71,0% memiliki fungsi kognitif normal dan 29,0%
memiliki fungsi kognitif tidak normal, semntara pada lansia yang mempunyai
riwayat penyakit 72,4% memiliki fungsi kognitif tidak normal dan 27,6%
memiliki fungsi kognitif normal. Hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai
p value 0,001 < α (0,005), dengan nilai OR adalah 6,417 (95%CI 4,515 - 56,698)
hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit
dengan fungsi kognitif, dimana lansia yang tidak memiliki riwayat penakit
memiliki kemungkinan 6,4 kali lebih besar untuk memiliki fungsi kognitif normal
dibandingkan dengan lansia yang memiliki riwayat penyakit.
q
q
2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Keseimbangan Tubuh
Tabel 2.1
Hasil Analisais Bivariat Karakteristik Responden dengan Keseimbangan
Tubuh
Variabel Bebas Keseimbangan OR (95 % CI) P
value Seimbang
n (%)
Tidak
Seimbang
n (%)
Lower Upper
Umur 60 - 74 tahun
74 - 80 tahun
28 (50,9)
4 (80,0)
27 (49,1)
1 (20,0)
0,259 0,027 2,470 0,212
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
10 (47,6)
22 (56,4)
11 (52,4)
17 (43,6)
0,702 0,242 2,038
0,515
Pendidikan
Sekolah
Tidak Sekolah
32(60,4)
0(0,00)
21(24,7)
7(100,00)
∞
0,284
0,552
0,003
Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
24 (50,0)
8 (66,7)
24 (50,0)
4 (33,3)
0,500 0,133 1,885 0,301
Hobby
Punya Hobi
Tidak Punya
Hobi
22 (68,8)
10 (35,7)
10 (31,2)
18 (64,3)
3,960 1,351 11,607 0,010
Riwayat Penykit Tidak sakit
Sakit
26 (83,9)
6 (20,7)
5 (16,1)
23 (79,3)
19,933 5,364 74,080 0.000
Hasil analisis bivariat pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa lansia yang
berumur 60-74 tahun sebagian besar (50,9%) memiliki keseimbangan dan 49,1%
tidak seimbang, sedangkan pada lansia usia 74-80 tahun 80% masih seimbang dan
r
r
20% tidak seimbang, dengan nilai p = 0,212 > α (0,05) sehingga dapat
disimpulkan umur tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
keseimbangan tubuh lansia di kelompok posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh.
Pada tabel tersebut diatas juga dapat diketahui bahwa lansia berjenis
kelamin laki-laki 52,4% tidak seimbang dan 47,6% memiliki keseimbangan. Pada
lansia perempuan 56,4% memiliki keseimbangan dan 43,6% tidak seimbang
dengan nilai p = 0,515 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan secara statistik
bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
keseimbangan tubuh lansia.
Pada variabel pendidikan, dari 53 Lansia yang pernah sekolah sebagian
besar (60,4%) memiliki keseimbangan tubuh dan dari tujuh lansia yang tidak
sekolah semuanya (100%) tidak memilkiki keseimbangan tubuh. Hasil analisis
hubungan status pendidikan dengan keseimbangan tubuh lansia didapatkan hasil
nilai p = 0,003 < α (0,05) artinya secara statistik status pendidikan lansia
berhubungan secara signifikan dengan keseimbangan tubuh lansia.
Pada riwayat pekerjaan dari tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa
Lansia yang bekerja dengan lansia yang tidak bekerja memiliki kejadian
keseimbangan yang sama (50%), sedangkan pada lansia yang tidak bekerja 66,7%
seimbang dan 33,3% tidak seimbang, dengan nilai p value 0,301 > α (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistic pekerjaan tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap keseimbangan tubuh lansia.
Pada variabel hobi bahwa sebanyak 32 orang lansia yang mempunyai hobi
68,8% nya memiliki keseimbangan tubuh dan 31,2% tidak seimbang, sedangkan
s
s
lansia yang tidak mempunyai hobi sebagian besar (64,3%) yang tidak seimbang
dan 35,7% memiliki keseimbangan tubuh . Hasil uji statistik chi-square diperoleh
nilai p value 0,010 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa secara statistic ada
hubungan yang signifikan antara lansia yang memiliki hobi dengan keseimbangan
tubuh lansia. Nilai OR adalah 3,960 (95%CI : 1,351 – 11,607) artinya lansia yang
memiliki hobi berpeluang 3,96 kali lebih besar untuk memiliki keseimbangan
tubuh dibandingkan dengan lansia yang tidak memiliki hobi.
Dari riwayat penyakit, terlihat bahwa 31 orang lansia yang tidak
mempunyai riwayat penyakit 83,9% memiliki keseimbangan tubuh . Hasil uji
statistik chi-square diperoleh nilai p value 0,000 < p (0,005), dengan nilai OR
adalah 19,933 (95%CI 5,364 – 74,080) , hal ini menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara riwayat penyakit dengan keseimbangan tubuh lansia,
dimana lansia yang tidak memiliki riwayat penyakit memiliki kemungkinan
19,933 kali lebih besar untuk memiliki keseimbangan tubuh dibandingkan dengan
lansia yang memiliki riwayat penyakit.
t
t
Lampiran 9
Hasil Analisis Multivariat
1. Hasil Analisis Multivariat Karakteristik Responden, Variabel Bebas
dengan Fungsi Kognitif.
Tabel 1.1
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Hobi, Penyakit dan Senam dengan
Fungsi Kognitif Lansia
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Umur -0,992 0,496 0,371 0,021 6,467
2 Jenis Kelamin -0,301 0,764 0,740 0,104 5,281
3 Pendidikan -20,196 0,999 0.000 0,000
4 Pekerjaan -0,695 0,543 2,003 0,214 18,762
5 Hobi -3,246 0,005 0,039 0,004 0,383
6 Penyakit -0,207 0,851 1,230 0,142 10,656
7 Senam -3,930 0,005 0,020 0,001 0,314
Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 adalah variabel adalah Hobi dan Senam. Variabel penyakit, jenis
kelamin, umur dan status pekerjaan memiliki nilai p > 0,05, untuk analisa
berikutnya variabel yang memiliki nilai p tertinggi akan dikeluarkan, yaitu
variabel penyakit.
u
u
Tabel 1.2
Hasil Analisi Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Status Pekerjaan, Hobi dan Senam dengan Fungsi
Kognitif Lansia
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Umur -1,055 0,458 0,348 0,022 5,638
2 Jenis Kelamin -0,239 0,801 0,787 0,123 5,049
3 Pendidikan -20,149 0,999 0,000 0,000
4 Pekerjaan 0,600 0,558 1,821 0,246 13,506
5 Hobi -3,200 0,005 .0,041 0,004 0,376
6. Senam -3,794 0,002 0,022 0,002 0,238
Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 adalah variabel adalah Hobi dan Senam. Variabel umur, jenis
kelamin dan status pekerja memiliki nilai p > 0,05, untuk analisa berikutnya
variabel yang memiliki nilai p tertinggi akan dikeluarkan, yaitu variabel jenis
kelamin.
v
v
Tabel 1.3
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Umur,
Pendidikan, Status Pekerjaan, Hobi dan Senam dengan Fungsi Kognitif
Lansia
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Umur -0,970 0,484 0,379 0,025 5,749
2 Pendidikan -20,256 0,999 0,000 0,000
3 Kerja 0,528 0,590 1,696 0,248 11,600
4 Hobi -3,220 0,004 0,040 0,004 0,367
5. Senam -3,709 0,001 0,025 0,003 0,230
Berdasarkan tabel 1.3 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai p
value < 0,05 adalah variabel adalah Hobi dan Senam. Variabel umur , pendidikan
dan status pekerjaan memiliki nilai p > 0,05, untuk analisa berikutnya variabel
yang memiliki nilai p tertinggi akan dikeluarkan, yaitu variabel pekerjaan.
Tabel 1.4
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Umur,
Pendidikan, Hobby dan Senam dengan Fungsi Kognitif Lansia
No
Variabel B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Umur -1,158 0,388 0,314 0,023 4,359
2 Pendidikan -20,378 0,999 0,000 0,000
3 Hobi -3,163 0,005 0,042 0,005 0,379
4 Senam -3,715 0,001 0,024 0,003 0,229
w
w
Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 adalah variabel adalah Hobi dan Senam. Variabel umur memiliki
nilai p > 0,05, untuk analisis berikutnya variabel yang memiliki nilai p tertinggi
akan dikeluarkan, yaitu variabel umur.
Tabel 1.5
Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan Fungsi Kognitif di
Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh
Variabel B OR 95%CI Nilai
p
Hosmer
Lemes
how
Overall
precentage
Lower Upper
Hobi
SKJ
Constant
-3,317
-3,520
30,613
0,036
0,030
1,97
0,004
0,003
0,318
0,259
0,003
0,001
0,998
0,903
83,3%
Kelayakan model regresi
Berdasarkan Tabel 1.5 nilai Hosmer Lemeshow 0,903 > α (0,05) Ho
diterima artinya model regresi biner layak digunakan pada analisa selanjutnya
karena tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang
diamati. Tabel tersebut diatas juga dapat disimpulkan bahwa variabel yang
berpeluang terhadap fungsi kognitif adalah variabel Hobi dan SKJ dengan nilai
sig hobby (0,003) < α, senam 0,001 <α. Kekuatan hubungan dilihat dari nilai OR
(EXP (B)) 0,036 senam 0,03. Persamaan yang terbentuk dilihat dari nilai B
dimana :
Y = 30,613 – 3,317 (hobby) – 3,520 (Senam) . Misal seseorang tidak memiliki
hobby dan tidak mengikuti senam maka probabilitas untuk memiliki fungsi
kognitif normal adalah : Y = 30,613 Dengan demikian probabilitasnya adalah:
x
x
P = 1/(1+e-y
)
= 1/(1 + 2,7-30,613
) = 1/(1+6,23)= 1/7,23 = 0,14 = 14%
2. Hasil Analisis Multivariat Karakteristik Responden, Variabel Bebas
dengan Keseimbangan Tubuh
Tabel 2.1
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Hobi, Penyakit dan Senam dengan
Keseimbangan Tubuh
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Umur 1,804 0,408 6,073 0,085 434,957
2 Jenis Kelamin 0,907 0,405 2,477 0,085 20,892
3 Pendidikan -20,302 0,999 0,000 0,000
4 Pekerjaan 2,145 0,094 8,540 0,695 104,882
5 Hobi -1,358 0,156 0,257 0,039 1,676
6 Penyakit -2,146 0,039 0,117 0,015 0,901
7 Senam -2,448 0,016 0,087 0,012 0,633
Berdasarkan tabel 2.1 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 adalah variabel adalah Hobi dan Senam. Variabel umur, jenis
kelamin, status pekerjaan dan penyakit memiliki nilai p > 0,05, untuk analisa
berikutnya variabel yang memiliki nilai p tertinggi akan dikeluarkan yaitu variabel
jenis lelamin dengan nilai p value 0,405
y
y
Tabel 2.2
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Umur, Pendidikan,
Pekerjaan, Hobi, Penyakit dan Senam dengan Variabel Keseimbangan
Tubuh
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Umur 1,364 0,496 3,913 0,077 199,376
2 Pendidikan -20,072 0,999 0,000 0,000
3 Pekerjaan 2,288 0,063 9,860 0,887 109,632
4 Hobi -1,244 0,185 0,288 0,046 1,817
5 Penyakit -1,834 0,050 0,160 0,026 1,000
6 Senam -2,795 0,004 0,061 0,009 0,402
Berdasarkan tabel 2.2 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 adalah variabel Senam dan Penyakit. Variabel umur, hobi,
penyakit dan status pekerjaan memiliki nilai p > 0,05, untuk analisa berikutnya
variabel yang memiliki nilai p tertinggi akan dikeluarkan yaitu variabel umur
dengan nilai p value 0,496
z
z
Tabel 2.3
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Pendidikan,
Pekerjaan, Hobi, Penyakit dan Senam dengan Variabel Keseimbangan
Tubuh
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Pendidikan -20,179 0,999 0,000 0,000
2 Pekerjaan 2,215 0,070 9,164 0,831 101,018
3 Hobi -1,060 0,234 0,346 0,060 1,983
4 Penyakit -1,934 0,035 0,145 0,024 0,880
5 Senam -2,868 0,003 0,057 0,009 0,370
Berdasarkan tabel 2.3 menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
p value < 0,05 adalah variabel Senam dan Penyakit. Variabel Pendidikan, status
pekerjaan dan Hobby memiliki nilai p > 0,05, untuk analisa berikutnya variabel
yang memiliki nilai p tertinggi akan dikeluarkan yaitu variabel Hobi dengan nilai
p value 0,234
Tabel 2.4
Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Pendidikan,
Pekerjaan, Hobi, Penyakit dan Senam dengan Variabel Keseimbangan
Tubuh
No Variabel
B Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
1 Pendidikan -20,559 0,999 0,000 0,000 0,000
2 Pekerjaan 2,224 0,058 9,164 9,249 0,927
3 Penyakit -2,100 0,018 0,145 0,122 0,021
5 Senam -2,915 0,002 0,057 0,054 0,009
aa
aa
Constanta 25,943
Tabel 2.5
Hasil Analisis Multivariat Karakteristik, Senam dengan Keseimbangan
Tubuh di Kelompok Posyandu Lansia Desa Dauh Puri Kauh
Variabel B OR 95%CI Nilai
p
Hosmer
Lemes
how
Overall
precentag
e Lower Upper
Pekerjaan
Penyakit
SKJ
Constant
2,224
-2,100
-2,915
25,943
9,249
0,122
0,054
0,927
0,021
0,009
92,245
0,702
0,337
0,05
0,018
0,002
0,970
88,3%
Kelayakan model regresi
Berdasarkan Tabel 5.6 nilai Hosmer Lemeshow 0,970 > α (0,05) Ho
diterima artinya model regresi biner layak digunakan pada analisa selanjutnya
karena tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang
diamati. Berdasarkan tabel tersebut diatas juga menunjukkan bahwa variabel yang
memiliki nilai p value < 0,05 atau yang berpengaruh terhadap keseimbangan
adalah variabel status pekerjaan, riwayat penyakit dan Senam dengan nilai sig
kerja (0,05) < α, penyakit (0,018) < α senam 0,002 < α. Kekuatan hubungan
dilihat dari nilai OR (EXP (B)) kerja 9,249, penyakit 0,122 dan senam 0,054.
Persamaan yang terbentuk dari nilai B adalah Y= 25,943 + 2,224 (kerja) – 2,100
(penyakit) – 2,915 (senam).
bb
bb
Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan , memiliki riwayat penyakit dan
tidak mengikuti senam, maka probabilitas untuk memiliki keseimbangan normal
adalah Y = 25,943. Dengan demikian probabilitasnya adalah :
P = 1/(1+e-y
) = 1/(1 +2,7-25,943
) = 1/(1+ 6,4)= 0,14 = 14%.