HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS …/Hubungan... · Orang Tua dengan Prestasi Belajar...

112
i HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Skripsi Oleh : MUHAMMAD HASSAN NIM K 8404101 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS …/Hubungan... · Orang Tua dengan Prestasi Belajar...

i

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS

SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI

SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN

PELAJARAN 2009/2010

Skripsi

Oleh :

MUHAMMAD HASSAN

NIM K 8404101

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS

SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI

SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN

PELAJARAN 2009/2010

OLEH :

MUHAMMAD HASSAN

NIM K 8404101

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd Dr. Zaini Rohmad, M.Pd

NIP. 195111215 1983011 001 NIP. 19581117 1986011 001

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari :_____________

Tanggal :_____________

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. M.H. Sukarno, M.Pd ___________

NIP. 1951 0601 197903 1 001

Sekretaris : Drs. Soeparno, M.Si ___________

NIP. 1948 1210 147903 1 002

Anggota I : Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd. ___________

NIP. 1951 1215 198301 1 001

Anggota II : Dr. Zaini Rohmad, M.Pd. ___________

NIP. 19581117 1986011 001

Disyahkan Oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd.

NIP. 1960 0727 198702 1 001

v

ABSTRAK

Muhammad Hassan. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa, (2) Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa, (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa. Penelitian ini mengambil lokasi di kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif korelasional. Populasi penelitian ialah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010, sejumlah 298 siswa. Sampel diambil dengan teknik cluster proporsional random sampling sejumlah 60 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik angket. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan analisis statistik dengan teknik analisis korelasi dan teknik regresi ganda.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) hipotesis 1 “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx1y = 0,397 dan ρ = 0,002. (2) hipotesis 2 “Ada hubungan yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan rx2y = 0,226 dan ρ = 0,080. (3) hipotesis 3 “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan Ry(x1,2) = 0,452 dan ρ = 0,002.

Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti pentingnya menciptakan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak. Perkembangan psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuhan orang tua setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan keteladanan, perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah.

Orang tua hendaknya selalu berusaha mendukung dalam proses belajar anak dengan segala perhatian, kasih sayang dan juga memfasilitasi segala kebutuhan belajar anak dengan maksimal sesuai dengan status sosial ekonomi yang dimilikinya. Karena segala jenis proses belajar itu membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai guna memaksimalkan proses belajar anak dan dapat meningkatkan prestasi belajar anak khususnya dalam bidang studi sosiologi.

vi

ABSTRACK Muhammad Hassan. THE CORRELATION OF PARENTS NURTURE

PATTERN AND THE SOCIAL ECONOMIC STATUS WITH THE SOCIOLOGY LEARNING ACHIEVEMENT GRADE AMONG CLASS X STUDENTS OF SENIOR HIGH SCHOOL SMAN 1 MOJOLABAN, YEAR OF 2009/2010. Essay, Surakarta: Education Technology Study Program. Sebelas Maret University of Surakarta, March 2010.

The research aims to find out: (1) the relationship between the upbringing systems of parents with the learning achievement of the students, (2) the relationship between economic social status with the learning achievement of the students, (3) the relationship between the upbringing systems of parents and economic social status with the sociology learning achievement of the students. This research was done in the students of X class SMAN 1 Mojolaban.

This research belongs to a descriptive correlation method. The population of this research is the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010 that amounting to 298 students. The research sampling takes 60 students by cluster proporsional random sampling technique. The technique of data collecting was done by questionnaire technique. In this research, the technique of data analysis is statistic analysis with the correlation analysis technique and technique of double regression.

From the results of analysis, the result of the data test yields that: (1) first hypothesis “there is significant relationship between the upbringing systems of parents with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows rx1y = 0,397 and ρ = 0,002. (2) Second hypothesis “there is significant relationship between economic social status with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows rx2y = 0,226 and ρ = 0,080. (3) Third hypothesis “there is significant relationship between the upbringing systems of parents and economic social status with the learning achievement of the students of X class SMAN 1 Mojolaban, in the school year of 2009/2010” is received. It can be seen from the result of data analysis which shows Ry(x1,2) = 0,425 and ρ = 0,002.

The parents have to really understand correctly about in importance to create a good relationship of upbringing with the children. The developments of children psychology has a relationship with the daily upbringing of the parents, such as how to educate, guide, give the good attitude examples, and protect them at home.

The parents should always try to support in the process of children learning by their attentions, and affections. They can also give the facilities of the study of their children maximally according to their economic social status. Because all kinds of learning processes need supporting facilities to get the maximum of children learning processes and can increase the learning achievement of the children, especially in the study of sociology field.

vii

MOTTO

”Sesungguhnya Sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka

apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan)

kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya

kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

(Q.S Alam Asyroh : 5-8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk :

1. Bapak (Alm) yang selalu mendoakanku dari

atas.

2. Ibu tercinta, terima kasih atas segala

pengertian, kasih sayang, bimbingan,

kesabaran dan do’amu yang selalu

menyertaiku.

3. Kakak-kakakku dan keponakanku yang

selalu memberikan semangat dan keceriaan.

4. AdexQ (Ernawatik) yang selalu ada dalam

perjalanan hidupku.

5. Semua sahabat-sahabat terbaikku.

6. Almamater

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, atas berkat bantuan dari berbagai pihak

peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof.Dr.H.M. Furqon Hidayatulloh, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Drs.MH. Sukarno, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

4. Drs. Noor Muhsin Iskandar, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd, selaku pembimbing II dan penasehat akademik

yang penuh kasih dan kesabaran memberikan masukan dan arahan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Tukiman, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Mojolaban yang telah

memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

7. Suyono, S.H. M.H, Kepala Kepala BAPPEDA Kabupaten Sukoharjo yang

telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

8. Ibu tercinta, terima kasih atas perjuangan, bimbingan, do’a dan dukungannya

selama ini.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

x

Peneliti berharap semoga penulisan karya ini dapat berguna bagi semua pihak

yang terkait. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan

kritik dari pembaca yang budiman sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini.

Surakarta, April 2010

Penulis

Muhammad Hassan

xi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era kemajuan informasi dan teknologi, pendidikan memegang peranan

penting utamanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebab kalau tujuan dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa itu sudah tercapai, maka sangat dimungkinkan

pembangunan bangsa akan lancar. Karena pendidikan merupakan bagian terpenting

dari proses Pembangunan Nasional. Dengan pendidikan masyarakat Indonesia akan

dapat mencapai perbaikan-perbaikan disegala bidang pendidikan dan dalam segala

kehidupan.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan

Nasional) Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi :

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara”. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan

Nasional, yang berbunyi :

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sekolah merupakan lembaga pendidikan di mana siswa diberikan

pengetahuan bermacam-macam mata pelajaran yang harus dimilikinya. Siswa akan

memperoleh pengalaman belajar dari pelajaran yang telah diterimanya, dan diberikan

penilaian yang hasil belajarnya dipaparkan dalam buku raport yang biasanya

xii

dinyatakan dalam huruf atau angka. Ngalim Purwanto (1990: 85) menyatakan

“Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat

mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan

mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”.

Keberhasilan pendidikan siswa disekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya

disekolah. Prestasi belajar merupakan pencerminan dari usaha belajar yang dilakukan

siswa. Keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari subjek

belajar, antara lain bakat, minat, dan intelegensi yang dimiliki atau kecerdasan yang

dimiliki, dan juga faktor-faktor dari luar siswa yaitu lingkungan, cara belajar,

kurikulum, program pengajaran dan prasarana belajar yang memadai.

Keluarga yang baik adalah merupakan tempat pendidikan yang baik bagi

anak. Mengingat betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pembentukan

kepribadian anak, maka tingkah laku dan pergaulan serta harmonisasi atau kerukunan

orang tua menjadi perhatian dan teladan bagi anak. Keadaan keluarga yang kurang

harmonis dapat membawa pengaruh psykologis buruk bagi perkembangan mental dan

pendidikan anak. Orang tua yang terlalu sibuk diluar rumah tidak dapat memberikan

cukup waktu kepada anak-anaknya dapat mengakibatkan anak merasa dirinya

diabaikan dan tidak dicintai. Kesempatan tersebut digunakan anak untuk mencari

kepuasan diluar dengan kawan-kawannya yang senasib yang akhirnya membentuk

kelompok yang memiliki sifat-sifat agresif dan dapat mengganggu masyarakat,

sehingga keluarga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai

kebudayaan pada anak dan memegang peranan yang sangat penting dalam

pembentukan kepribadian anak. Karena disini orang tua mempunyai peranan dalam 2

hal pokok yaitu peran memelihara dan mendidik anak. Dalam peran memelihara ini

orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak seperti pangan, sandang, papan

atau kebutuhan material lainnya.

Dalam mendidik anak, orang tua dapat memberikan pendidikan secara formal

maupun non formal seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pengawasan dan

bimbingan. Dan hal ini hanya akan terwujud jika antara anak dan orang tua terjadi

xiii

interaksi yang mendalam. Karena adanya interaksi dengan orang tua dan anak yang

tinggi anak akan menjadi lebih terbuka dengan orang tua sehingga mereka akan

merasa aman dan mempunyai pegangan dalam bertindak. Sedangkan dalam keluarga

yang intensitas interaksinya kurang atau orang tua dan anak maka hal ini akan

menyebabkan munculnya kenakalan anak, karena tidak mempunyai pegangan dan

kontrol dalam bersikap dan bertindak. Intensitas interaksi orang tua dapat terlihat dari

pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak.

Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, keluarga merupakan institusi

terkecil yang secara langsung dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi

dalam perekonomian suatu negara. Padahal jika dikaitkan dengan perkembangan

individu, setiap keluarga memiliki andil yang besar dalam proses kehidupan yang

berkaitan dengan peralihan status ekonomi. Hal ini menjadi ironi disebabkan sebagian

besar masyarakat Indonesia memiliki status ekonomi rendah. Keluarga yang memiliki

status ekonomi tertentu dapat dikatakan memiliki karakteristik tertentu pula.

Dikaitkan dengan status ekonomi keluarga memiliki peran penting. Keluarga dengan

status sosial ekonomi rendah memiliki tingkat pendapatan yang juga rendah,

kehilangan kesempatan kerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta

semakin tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit

kehidupan mereka. Semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua, maka semakin

positif sikap mereka terhadap pendidikan. sedangkan keluarga dengan status ekonomi

rendah cenderung memandang pendidikan secara negatif.

Faktor yang tidak kalah penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

adalah status sosial ekonomi keluarga, yang merupakan kedudukan yang diatur secara

sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu didalam struktur sosial

masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan

kewajiban. Untuk menentukan tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang

dapat diukur dari ukuran kekayaan, kekuasaan, ukuran kehormatan dan ilmu

pengetahuan.

xiv

Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap prestasi

belajar anak disekolahnya. Bahwa dengan perekonomian yang cukup kepemilikan

materi yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan lebih luas, ia mendapat

kesempatan untuk memperkembangkan bermacam-macam kecakapan yang lebih

luas. Selain kepemilikan materi, pendidikan orang tua juga berperan dalam

pendidikan anak, karena tinggi/rendah tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai

orang tua, dimungkinkan akan membawa pengaruh pada anak-anaknya. Keluarga

yang berlatar belakang pendidikan rendah akan cenderung lebih memusatkan

perhatian pada pemenuhan kebutuhan primer sedangkan keluarga yang berlatar

pendidikan tinggi akan lebih memusatkan perhatian pada pendidikan dan

perkembangan anak-anaknya. Orang tua yang hidup dalam status sosial ekonomi

serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti memperoleh

nafkah hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat mencurahkan perhatian lebih

mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara

kebutuhan primer kehidupan manusia, sehingga status sosial keluarga memberi

dampak dalam kemajuan siswa dalam prestasi belajarnya.

Teori tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi

oleh beberapa faktor, salah satunya adalah dari faktor keluarga. Keluarga yang

dimaksud adalah peran orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak, adapun

pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak tidaklah sama sehingga

pola asuh yang diterapkan orang tua dapat terlihat pada prestasi belajar anak. Pola

asuh yang tepat dan status sosial ekonomi yang memadai akan memajukan potensi

prestasi belajar pada anak.

Bertitik dari pemikiran diatas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut

apakah ada hubungan atara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi dengan

prestasi belajar anak. Sehingga penulis mengambil judul: Hubungan Antara Pola

Asuh Orang Tua Dan Status Sosial Ekonomi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi

Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010.

xv

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas identifikasi masalah dapat

dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Suatu prestasi belajar dapat terwujud dengan usaha siswa dalam

memanfaatkan sumber belajar yang ada untuk menunjang kegiatan belajarnya.

2. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan mempunyai tanggung jawab

yang besar dalam melakukan setiap perbuatan.

3. Adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang siswa dalam

berprestasi.

4. Keluarga yang baik adalah merupakan tempat pendidikan yang baik bagi

anak.

5. Pola asuh orang tua merupakan faktor ekstern yang menetukan prestasi belajar

siswa.

6. Ada sebagian orang tua yang kurang memperhatikan cara mengasuh anak

yang baik, sehingga tahap perkembangan anak tidak diselesaikan dengan baik

pula.

7. Orang tua dengan status sosial ekonomi serba cukup akan mencurahkan

perhatian yang lebih mendalam kepada anak-anaknya.

8. Tinggi rendahnya status sosial ekonomi keluarga dapat diukur dari tingkat

pendidikan, pekerjaan, macam kebutuhan, kekayaan dan kekuasaan.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas jelas bahwa permasalahan yang terkait dengan

topik penelitian sangat luas. Karena banyaknya permasalahan yang terkait dengan

xvi

prestasi belajar, maka peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada masalah yang

berkaitan dengan pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan diatas peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar sosiologi

siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010

2. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dan prestasi belajar sosiologi

siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010?

3. Apakah ada hubungan secara bersamaan pola asuh orang tua dan status sosial

ekonomi dengan prestasi belajar sosiologi siswa kelas X SMA Negeri 1

Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk :

1. Mendiskripsikan hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa

kelas X SMA Negeri

2. Mendiskripsikan hubungan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa

kelas X SMA Negeri

3. Mendiskripsikan hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi

dengan prestasi belajar siswa X SMA Negeri

F. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui manfaat penelitian akan lebih terarah dan jelas. Adapun

manfaat penelitian ini adalah :

xvii

1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan khususnya sosiologi

2. Manfaat Praktis

a) Bagi guru

Dapat memberikan perhatian yang lebih terarah bagi perkembangan siswanya.

b) Bagi orang tua

Dapat memberikan perhatian yang lebih terarah bagi perkembangan anak dan

dapat menerapkan pola asuh yang tepat dalam mendidik dan memelihara

anak-anaknya.

c) Bagi penulis

a. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana.

b. Menjadi acuan bagi penulis dalam menerapkan pola asuh yang tepat

nantinya.

c. Sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan serta menambah

wawasan.

xviii

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua

a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana

yaitu sikap dan kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan

membesarkan anak dirumah. Sikap dan kebiasaan yang dimaksud

menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada pola pengelolaan

dan perawatan terhadap anak didik sebagai usaha mencapai kebahagiaan

keluarga. Salah satu unsur pengelolaan kesejahteraan keluarga tampak bahwa

disetiap kampung atau desa diadakan kegiatan Pembinaan Keluarga Sejahtera

(PKK).

Menurut Sears dalam Aliah (1990: 40) dalam buku psikologi

pendidikan mengetengahkan bahwa “Pola asuh orang tua merupakan

cerminan interaksi orang tua dengan anak. Komunikasi ini melibatkan sikap,

nilai dan kepercayaan orang tua untuk memelihara anaknya.” Pendapat

tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh merupakan cara yang digunakan

orang tua dalam mengasuh (merawat dan mendidik) anak-anaknya terutama

pada sikap, proses pengendalian, pemberian dorongan dan interaksi dalam

mengantarkan anaknya menjadi anak yang berguna. Singgih (2000: 55)

menyatakan bahwa “Pola asuh merupakan perlakuan orang tua

xix

memperhatikan keinginan anak.” Kekuasaan atau cara yang digunakan orang

tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan. Lebih lanjut

ditegaskan oleh Sam Vaknin, Ph.D. (2009) mengatakan bahwa “parenting is

interaction between parent’s and children during their care”. Pernyataan

tersebut dapat diterjemahkan secara bebas bahwa pola asuh orang tua adalah

interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan.

Maksud dari pengertian diatas adalah bahwa pola asuh orang tua adalah

perlakuan atau hubungan interaksi yang terjadi antara orang tua dengan

anaknya. Interaksi ini terjadi antara orang tua dengan anak dalam proses

membimbing, mendidik dan mengasuh. Hubungan disini dapat berupa

perlakuan yang diberikan orang tua dalam menunjukkan perhatian kepada

anak-anaknya. Dengan kata lain, bagaimana orang tua memahami keinginan-

keinginan anaknya dapat terlihat dari cara orang tua mengasuh anaknya.

Kegiatan pengasuhan ini dapat berupa cara-cara yang dilakukan oleh orang

tua untuk mengatur anak-anaknya yang dapat diwujudkan dengan cara

memberitahukan nilai atau hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh

anak.

(http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/1102104663935.html)

Kemudian menurut Turmudji : Pola asuh orang tua merupakan

interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan

serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-

norma yang ada dalam masyarakat (Turmudji, 2006).

(http://s10.histats.com/301.swf)

Adapun Eunike R.D.S juga mengemukakan tentang pengertian pola

asuh tua adalah cara yang digunakan orang tua dalam mengasuh anak-

anaknya yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan cita-citanya dalam

xx

mengantar anak-anaknya menjadi manusia yang mandiri dan berguna bagi

keluarga, masyarakat dan Negara (Eunike R.D.S 2008 : 14).

Dalam skripsinya Toma Arfiantoro mendefinisikan pola asuh orang

tua adalah tata cara orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan

dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak

(Toma Arfiantoro 2007 : 22).

Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang

dimaksud adalah : pola asuh pada dasarnya merupakan sikap, cara dan

kebiasaan orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara dan

membesarkan anak dilingkungan keluarga. Sikap dan kebiasaan ini secara

konsisten cenderung mengarah pada pola tertentu selaras dengan wawasan

orang tua sebagai pimpinan dan nakhoda dilingkungan keluarga.

b. Bentuk-Bentuk pola asuh orang tua

Menanamkan nilai-nilai positif kepada anak, masing-masing orang tua

mempunyai metode untuk menetapkan bimbingannya atau menerapkan pola

asuh yang berbeda-beda. Pola asuh orang tua merupakan factor yang paling

banyak memberikan sumbangan dalam menentukan perkembangan

kepribadian anak. Oleh karena itu keberhasilan orang tua dalam mengasuh

dan mendidik anak tergantung dari bagaimana cara yang digunakan oleh

orang tua dalam memberikan perlakuan atau asuhan kepada anaknya. Untuk

itu perlu adanya pengetahuan mengenai bentuk-bentuk pola asuh dari orang

tua.

Pola asuh yang pokok atau ekstrem ada tiga yaitu (1) otoriter (2)

demokratis (3) laissez faire. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh

Elizabeth B. Hurlock terjemahan Meitasari Tjandrasa (1999 : 93)

mengemukakan pola asuh orang tua dibedakan atas :

1) Otoriter yaitu pola asuh orang tua yang mendasarkan pada aturan yang

berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai

dengan keinginan orang tua.

xxi

2) Demokratis yaitu pola asuh orang tua yang ditandai sikap orang tua

yang mau menerima, responsif dan sangat memeperhatikan kebutuhan

anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol.

3) Laissez faire yaitu pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan

penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai

dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak

acuh orang tua terhadap anak.

Untuk lebih jelasnya bentuk pola asuh orang tua diatas dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1) Pola Asuh Otoriter

a) Pengertian

Pola asuh otoriter berasal dari kata authoritarium yang artinya

kepatuhan yang mutlak. Pengertian dari pola asuh otoriter adalah :

“Pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang kaku dan memaksa

anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan

orang tua sehingga kebebasan anak untuk bertindak sesuai dengan

keinginan diri sendiri sangat terbatas” (Hurlock, 2004: 125).

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pola asuh otoriter

merupakan pola asuh dimana orang tua memaksakan kehendaknya,

anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya

sehingga orang tua menentukan segala sesuatu. Baumrind (dalam

Hetherington dan Parke 2000: 66) menyatakan bahwa :

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang mendasari pada sikap orang tua yang terlalu mengontrol anak dengan sedikit kasih sayang dan tanpa adanya kehangatan dalam rumah sehingga tidak mendasar pada aspek kedewasaan edukatif dalam membimbing anak.

Pendapat tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa pola

asuh otoriter pada dasarnya merupakan pola asuh dimana orang tua

terlalu mengontrol anak-anaknya namun tidak memberikan perhatian

xxii

dan kasih sayang yang cukup pada anak-anaknya dan tidak

mengandung aspek pendidikan pada anak-anaknya.

Dalam pola asuh ini orang tua memiliki peraturan yang kaku

dalam mengasuh anak-anaknya dan membatasi anak untuk bersikap

dan bertingkah laku sesuai kehendak orang tuanya tidak ada kebebasan

dan tidak ada komunikasi timbal balik. Orang tua tidak mendorong

anak untuk membuat peraturan sendiri tetapi menentukan bagaimana

harus berbuat. Setiap pelanggaran baik besar atau kecil selalu diberi

hukuman.

b) Ciri Pola Asuh Otoriter

(1) Ditandai dengan adanya pandangan orang tua yang selalu

menganggap anak sebagai anak kecil yang harus diatur orang tua

dan anak harus patuh seutuhnya, jika anak ingin menjadi anak

baik.

(2) Lebih sering menggunakan hukuman dari pada penghargaan

terhadap perilaku anak, hukuman yang diterapkan dalam pola asuh

ini lebih menggunakan hukuman badan/fisik dari pada hukuman

psikis.

(3) Adanya peraturan yang kaku dan tidak memberikan kesempatan

anak untuk bebas bertindak, kecuali sesuai dengan standar yang

telah ditentukan oleh orang tua.

(4) Komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang

didominasi para orang tua sehingga jarang terjadi dialog dalam

keluarga, kalau ada lebih berupa larangan, perintah, ataupun

kontrol yang tak dapat dibantah.

c) Dampak Pola Asuh Otoriter terhadap Anak

Pola asuh otoriter akan mengakibatkan anak tumbuh dalam

keluarga yang penuh permusuhan dan pola asuh ini akan lebih

meninggalkan bekas pada perilaku anak dan kepribadian anak. Walau

xxiii

terlihat wajar namun dibalik anak terhadap orang tuanya yang

mendidik terlalu keras akan tersimpan kekesalan yang terus

menumpuk, sehingga akan meledak suatu saat. Selanjutnya anak akan

melakukan hal-hal yang tidak semestinya.

Hal tersebut sama dengan pendapat Hurlock (1999: 61) tentang

dampak dari pola asuh semacam ini ; “Anak yang di asuh dengan pola

asuh otoriter merasa bahwa dunia itu penuh permusuhan dan selalu

berperilaku sesuai dengan perasaan itu”. Karena cara mengasuh orang

tua sangat keras dan tanpa toleransi anak menjadi menganggap dunia

ini penuh dengan permusuhan dan sama sekali tidak ada kasih sayang.

Anak tidak pernah diberi kesempatan berpendapat di rumah sehingga

melampiaskan di luar rumah dan sering bersikap agresif.

Pola asuh otoriter ini tepat diterapkan ketika anak masih kecil

(balita) karena dalam usia itu anak belum mengerti benar dan salah,

belum mengenal lingkungan dan juga belum dapat berpikir. Sehingga

orang tua wajib melarang apapun yang dianggap membahayakan jiwa

anak.

2) Pola Asuh Demokratis

a) Pengertian Pola Asuh Demokratis

Menurut Baumrind dalam Hetherington dan Parke (2000: 38) pola

asuh demokratis adalah : “Pola asuh orang tua yang ditandai dengan sifat

orang tua yang mau menerima, responsif, dan sangat memperhatikan

kebutuhan anak yang disertai tuntutan kontrol dan pembatasan”. Pada pola

asuh ini orang tua memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup

pada anak.

Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan yang

membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu

aturan. Pola ini lebih memusatkan perhatian pendidikan dari pada aspek

xxiv

hukuman, orang tua memberikan aturan luas serta memberikan penjelasan

tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut.

b) Ciri dan Sifat Pola Asuh Demokratis

(1) Orang tua memandang anak sebagai individu yang sedang tumbuh

dan berkembang serta mempunyai inisiatif sendiri.

(2) Orang tua bersikap membimbing dengan memberikan penjelasan,

pengertian dan penalaran untuk membantu anak dalam

menentukan dirinya.

(3) Adanya sikap penerimaan orang tua, responsif dan sangat

memperhatikan kebutuhan anaknya disertai pembatasan yang

wajar sehingga anak diberi kekuasaan untuk menyampaikan

masalahnya.

(4) Komunikasi terjadi dua arah, komunikasi dapat berjalan sangat

akrab, lancar dan banyak sekali proses diskusi antar anak dan

orang tua.

(5) Adanya pandangan orang tua yang menganggap anak sebagai

individu sehingga mereka lebih bersifat terbuka, pengambilan

keputusan dalam pembentukan aturan keluarga berdasarkan pada

konsensus bersama.

c) Dampak Pola Asuh Demokratis

Dengan penerapan pola asuh yang demokratis, anak akan

mengalami penyesuaian diri dan sosial yang baik. Seperti pendapat

Baumrind (dalam Hetherington dan Parke, 2000: 92) “…pola asuh

demokratis dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal dan

mengerti pada lingkungannya serta dapat meningkatkan hubungan

intrapersonal mereka tanpa ada perasaan cemas dan emosi”.

xxv

Selain berdampak pada penyesuaian diri dan sosial, pola asuh ini

juga berdampak pada perkembangan kondisi anak. Anak akan lebih

mandiri berpikir penuh inisiatif dalam tindakannya, memiliki konsep diri

yang sehat, positif dan penuh rasa percaya diri yang direfleksikan pada

perilaku yang aktif, terbuka dan spontan. Kebebasan yang ada dalam

keluarga dapat menjadikan anak mempunyai sifat kerja sama yang baik

dan memiliki pengendalian diri yang lebih baik, kreatifitas lebih besar dan

bersifat ramah kepada orang lain sehingga dalam lingkungan sekolahnya

dapat bersosialisasi dengan baik.

Pola asuh ini sangat tepat diterapkan pada anak ketika anak

menginjak masa remaja karena dalam masa remaja terjadi peralihan dari

masa kanak-kanak ke dewasa sehingga dalam diri anak muncul banyak

sekali goncangan-goncangan akibat belum sempurnanya perkembangan

fisik dan psikis pada anak. Anak cenderung keinginan melawan terhadap

orang tua harus menggunakan pola asuh demokratis sehingga dimata anak

orang tua bukanlah sesuatu yang menakutkan tetapi sebagai seorang

sahabat yang mengerti dirinya.

3) Pola Asuh Laissez-Faire (Liberal)

a) Pengertian Pola Asuh Orang tua Yang Laissez-Faire (Liberal)

Pola asuh ini terlihat pada sikap orang tua yang memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk menentukan tingkah

lakunya sendiri yang dianggap benar oleh anak tanpa adanya kendali dari

orang tua. Anak sedikit sekali dituntut suatu tanggung jawab dan

kewajiban. Dengan kata lain orang tua seakan acuh tak acuh melepas

tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak.

xxvi

Menurut pendapat Singgih (1991: 81) menyatakan bahwa :

“Pimpinan dari orang tua yang Laissez Faire kurang begitu tegas”. Anak

menentukan sendiri apa yang dikehendaki, orang tua tidak menggunakan

fungsinya sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan”.

Menurut Nurbani Yusuf (1998: 76) tipe kepemimipinan laissez

faire adalah “Merupakan sikap dimana orang tua selalu memberikan

kebebasan kepada anak tanpa ada norma tertentu yang harus ditakuti”.

Jadi tipe kepemimipinan laissez faire merupakan pola kepemimpinan

dimana orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya pada anak tanpa

memberikan aturan atau larangan pada anak bertindak atau mengambil

keputusan sesuai keinginannya. Menurut Gerungan (2000: 41)

menjelaskan bahwa “pada kepemimpinan laissez faire pemimpin bertindak

acuh tak acuh dan menyerahkan penentuan segala cara, penentuan tujuan,

kegiatan cara-cara pelaksanaan dan lain-lain kepada anggota kelompok

sendiri”. Dari pendapat Gerungan dapat ditarik suatu pengertian bahwa

pemimpin bersikap acuh dan menyerahkan segala keputusan kepada

anggota kelompok tanpa memberikan pengarahan, pemimpin hampir tidak

memberikan nasehat dan bertindak seperti seorang yang hanya datang

untuk melihat-lihat apa yang dilakukannya dalam kelompoknya.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa pola asuh laissez faire adalah pola asuh yang mendasarkan pada

kebebasan anak dalam mengungkapkan keinginan dan kemauannya

sendiri serta diijinkan membuat keputusan sendiri tanpa ada bimbingan

dari orang tua, sehingga dapat dikatakan pola asuh ini adalah pola asuh

yang acuh tak acuh pada anak. Dapat pula dikatakan pola asuh dimana

orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya dan anak diijinkan

membuat keputusan sendiri tentang langkah apa yang akan dilakukan

orang tua tidak pernah memberikan penjelasan dan pengarahan kepada

anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola asuh laissez

xxvii

faire hampir tidak ada komunikasi antara anak dan orang tua serta tidak

ada disiplin sama sekali.

b) Ciri-ciri Pola Asuh Laissez Faire

(1) Orang tua menuruti kemauan anak baik yang bersifat positif

maupun negatif.

(2) Orang tua juga cenderung sangat memanjakan sehingga dalam

keluarga tidak ada peraturan, hukuman maupun disiplin seperti

yang diterapkan dalam pola asuh otoriter dan demokratis.

(3) Komunikasi terjadi satu arah yang didominasi anak yang berupa

permintaan-permintaan, pengaduan atau rajukan agar

permintaannya dikabulkan orang tuannya.

(4) Dalam pola asuh ini semua kebutuhan anak akan selalu dituruti

atau dengan kata lain orang tua selalu menuruti permintaan anak

walau sebenarnya permintaannya tidak begitu berguna.

(5) Anak dibiarkan bebas berpendapat dan berperilaku berkembang

tanpa bimbingan orang tua.

c) Dampak Pola Asuh Laissez Faire

Anak yang berkembang dalam pola asuh laissez faire akan

mengalami dampak-dampak seperti berikut :

(1) Mengalami ketidak matangan mental dalam tindakannya.

(2) Tidak bisa mandiri, suka memerintah orang lain untuk semua

keinginannya.

(3) Selalu tergantung pada peranan orang tua.

(4) Merasa tidak aman berada pada lingkungannya.

(5) Anak menjadi tertutup

(6) Tidak suka bekerja sama dengan orang lain.

(7) Menganggap remeh orang lain.

Pola asuh ini sangat tepat jika diterapkan ketika anak mulai

meninggalkan masa balita dan memasuki masa kanak-kanak. Karena

xxviii

pada masa kanak-kanak seorang anak tidak begitu memperhatikan

peraturan dan hukuman bagi mereka kanak-kanak adalah masa yang

paling indah karena setiap orang pasti akan memanjakannya. Orang

tua akan selalu menuruti kemauan dan memanjakan anak.

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Orang tua yang menerapkan pola asuh terhadap anak, belum tentu

menggunakan satu pola asuh saja. Ada kemungkinan menggunakan ketiga

sekaligus atau bergantian. Walaupun demikian ada kecenderungan orang tua

untuk lebih menyukai atau sering menggunakan pola asuh tertentu. Menurut

R. Diniarti F. Soe’oed yang dikutip T.O. Ihromi (1999: 52) faktor yang

mempengaruhi pola asuh adalah :

1) Usia dari orang tua

2) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat sekitar

3) Kursus-kursus

4) Jenis kelamin orang tua

5) Status sosial ekonomi

6) Konsep peranan orang tua

7) Jenis kelamin anak

8) Usia anak

9) Kondisi anak

Afifudin (1999: 87) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi perlakuan atau pola asuh orang tua terhadap anak adalah :

1) Faktor sosial ekonomi orang tua

2) Faktor pendidikan orang tua

3) Faktor lingkungan masyarakat

4) Faktor kepercayaan orang tua

Menurut Mussen (1997: 102) faktor-faktor yang mempengaruhi pola

asuh orang tua adalah :

1) Faktor nilai yang dianut orang tua

xxix

2) Faktor kepribadian orang tua

3) Faktor tingkat pendidikan orang tua

4) Faktor sosial ekonomi

Sedangkan menutut AN. Markum (1999: 49) faktor-faktor yang

mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak adalah :

1) Faktor bawaan anak

2) Faktor kebiasaan orang tua mereka

3) Faktor kepribadian orang tua

Elizabeth B Hurlock alih bahasa Meitasari Tjandrasa (1999: 95)

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah

sebagai berikut :

1) Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua 2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok 3) Usia orang tua 4) Pendidikan untuk menjadi orang tua 5) Jenis kelamin orang tua 6) Status sosial ekonomi 7) Konsep mengenai peran orang tua dewasa 8) Jenis kelamin anak 9) Situasi 10) Usia anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pola asuh orang tua

tersebut dapat penulis jelaskan sebagai berikut :

1) Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua

Orang tua akan mendidik anak mereka seperti bagaimana orang tuanya

dulu mendidik mereka. Apa yang didapatnya dari orang tua mereka dulu

akan diberikan kepada anak-anaknya. Kebanyakan orang tua akan

melakukan dan meniru apa dan bagaimana orang tua mereka dulu

memperlakukan mereka.

2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok

xxx

Semua orang tua baik yang muda ataupun yang sudah berpengalaman,

terutama orang tua yang berada di pedesaan akan lebih dipengaruhi

anggota kelompok dari pada pendirian mereka. Hal ini karena mereka

cenderung menerapkan pola asuh yang dianggap baik oleh masyarakat

dari pada keyakinannya sendiri. Walaupun pada dasarnya pola asuh yang

digunakan oleh masyarakat belum tentu cocok dan sesuai apabila

diterapkan kepada anaknya.

3) Usia orang tua

Usia orang tua akan mempengaruhi bagaiman cara mendidik dan

mengasuh anak-anak mereka. Hal ini dipengaruhi oleh kematangan

berfikir dan menentukan keputusan. Orang tua yang masih muda memiliki

kecenderungan untuk memaksakan kehendaknya terhadap anak karena

dimungkinkan mereka belum berpengalaman dalam mendidik anak-anak

mereka. Namun semakin tua atau semakin matang usia seseorang sebagai

orang tua maka cara berfikirnyapun semakin bijaksana, sehingga dapat

memperlakukan dan memahami apa yang dibutuhkan oleh seorang anak.

4) Pendidikan untuk menjadi orang tua

Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung akan lebih luwes dan

pola asuh yang mereka gunakan disesuaikan dengan perkembangan anak.

Sedangkan orang tua yang berpendidikan rendah akan lebih kolot dan

mendominasi anak karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang

tumbuh kembang anak-anak. Selain itu, orang tua yang telah mendapat

kursus mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan lebih

menggunakan gaya demokratis dibandingkan orang tua yang tidak

mendapatkan pelatihan sebelumnya.

5) Jenis kelamin orang tua

Orang tua menurut Soedomo Hadi (2003: 22) adalah ayah dan ibu

yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pada

umumnya seorang ibu akan lebih dekat dengan anak dan lebih mengerti

xxxi

kebutuhan anak sehingga cenderung kurang otoriter dibandingkan seorang

ayah. Peran ibu disini seperti teman bagi anak dibanding peran ayah.

Karena seorang ibu lebih banyak dijadikan sebagai tumpuan kasih sayang

sedangkan ayah adalah seorang pemimpin yang dengan ketegasannya

dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.

6) Status sosial ekonomi

Orang tua yang berada pada status sosial menengah keatas akan

cenderung lebih menyukai gaya demokratis, lain hanya dengan orang tua

yang berasal dari kelas menengah kebawah, mereka akan cenderung lebih

keras tetapi mereka lebih konsisten. Seorang anak yang berasal dari

keluarga ekonomi menengah keatas lebih cenderung dimanja dan apapun

yang dibutuhkan dan apa yang diinginkannya akan terpenuhi. Lain halnya

dengan seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi menengah

kebawah. Mereka cenderung dididik untuk dapat mandiri dan mampu.

Jadi status ekonomi dapat juga menentukan pola pengasuhan, dimana

status sosial ekonomi mengarah pada terwujudnya cita-cita orang tua dan

anak.

7) Konsep mengenai peran orang tua dewasa

Orang tua yang selalu beranggapan bahwa anak-anak harus tunduk dan

patuh terhadap peraturan yang ditentukan oleh orang dewasa akan

memiliki kecenderungan untuk otoriter. Lain halnya dengan orang tua

yang memahami peranannya sebagai orang tua, bukan untuk memaksakan

namun lebih untuk mendidik dan membimbing maka ia akan cenderung

demokratis. Namun ada sebagian orang tua yang keliru dalam memahami

konsep peran orang tua terhadap anak. Apabila kekeliruan konsep

mengenai peran orang dewasa ini terus berlanjut maka anak tidak akan

memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Konsep seperti

ini masih berlaku pada masyarakat tradisional.

8) Jenis kelamin anak

xxxii

Orang tua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dan

memberi perlindungan yang lebih dari pada anak laki-laki. Hal ini

berkaitan dengan kodrat antara laki-laki dan perempuan. Perempuan

dianggap lebih penting untuk dilindungi karena seorang perempuan

diibaratkan sebagai bola kaca. Apabila bola itu pecah maka tidak akan

dapat dikembalikan seperti semula, artinya bahwa apabila seorang

perempuan sampai ternoda maka ia tidak akan dapat dikembalikan seperti

semula. Oleh karena itu, seorang anak perempuan membutuhkan

perlindungan yang lebih dibandingkan dengan anak laki-laki.

9) Situasi

Dalam menggunakan pola asuh kadangkala orang tua menggunakan

beberapa tipe pola asuh. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi

yang sedang berlangsung. Ada saat-saat tertentu orang tua harus

menggunakan pola asuh otoriter kepada anaknya, misalnya ketika si anak

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Namun ada saatnya

pula orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anaknya untuk

mengemukakan pendapat dan keinginannya. Dengan kata lain,

penggunaan pola asuh orang tua harus melihat dan memperhatikan situasi

yang sedang berlangsung.

10) Usia anak

Penggunaan pola asuh untuk anak harus disesuaikan dengan usia anak,

karena kemampuan berfikir anak dipengaruhi oleh usia atau

perkembangan anak itu sendiri. Untuk anak yang masih kecil, lebih cocok

menggunakan pola asuh otoriter karena orang tua merasa anak kecil belum

dapat berfikir dan belum mengetahui hal-hal yang boleh dan tidak boleh

dilakukannya. Namun apabila anak sudah beranjak dewasa maka orang

tua harus menyesuaikan pola asuh yang digunakan, karena pemikiran dan

kebutuhan anak dipengaruhi oleh perkembangannya.

2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi

xxxiii

Membahas mengenai status sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan dari adanya

stratifikasi sosial yang ada didalam masyarakat selama dalam masyarakat ada sesuatu

yang dihargai oleh masyarakat tersebut, maka hal ini merupakan bibit yang dapat

menumbuhkan adanya status yang berlapis-lapis dalam masyarakat yang

bersangkutan.

Dengan demikian stratifikasi sosial merupakan pembagaian masyarakat secara

hierarkis, yang didasarkan pada pemilikan atau penguasaan terhadap berbagai hal

yang dianggap bernilai didalam masyarakat. Kelompok-kelompok social yang

tersusun secara hierarkis ini biasanya disebut kelas social. Sistem pelapisan sosial ini

menunjukkan tinggi rendahnya kedudukan atau status seseorang dimata masyrakat.

Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga didalam jumlah yang banyak

dianggap oleh masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas, mereka yang memilki

sedikit sekali atau sama sekali tidak memilki sesuatu yang berharga tersebut dalam

pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.

a. Pengertian Status Sosial Ekonomi

1) Status

Lapisan masyarakat dalam teori-teori sosiologi memiliki unsur-unsur

yaitu status (kedudukan) dan peranan (role). Soerjono Soekanto

mendefinisikan status sebagai tempat atau posisi seseorang didalam suatu

kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam

kelompok sosial tersebut atau suatu kelompok dengan kelompok lainnya

di dalam kelompok yang lebih besar (Soerjono Soekanto, 1990: 293). Jadi

status tersebut ada jika dikaitkan dengan hubungan dalam masyarakat

maupun lingkungannya.

Menurut tinjauan kamus besar bahasa Indonesia (2008: 1338) secara

harafiah status memilki difinisi keadaan atau kedudukan (seseorang, atau

badan dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat sekelilingnya.

Ada gambaran bahwa status seseorang adalah kedudukannya atau posisi

seseorang dalam suatu kelompok sehubungan dengan orang-orang lainnya

xxxiv

atau masyarakat sekelilingnya dimana ia berada dan disitulah ia

bergantung dengan orang-orang disekitarnya.

Menurut Phil Astrid S. Susanto (1999: 75) “Status adalah merupakan

kedudukan obyektif yang memberi hak dan kewajiban kepada yang

menempati kedudukan tadi”. Pendapat Astrid pada intinya status

merupakan posisi seseorang yang menuntut adanya hak dan kewajiban

bagi yang menempati kedudukan tersebut.

Pengertian diatas dapat diartikan bahwa status adalah keadaan atau

kedudukan seseorang dalam kelompoknya yang membedakan martabat

dari orang satu terhadap lainnya.

2) Sosial

Sosial dalam bahasa latin berasal dari socius yang berarti kawan atau

teman dan sociates yang berarti masyarakat. Uraian diatas menjelaskan

bahwa manusia tak lepas dari kehidupannya berteman atau bermasyarakat.

Sebagai makhluk sosial maka ia akan berintegrasi dengan lingkungan

yang ada disekelilingnya dan keluarga merupakan bentuk sosial pertama

kehidupan anak dimana didalamnya akan terbentuk adanya situasi sosial.

Oleh Gerungan (2000: 72) dijelaskan bahwa “yang diamaksud sosial

adalah situasi dimana saling hubungan antara manusia satu dengan lain”.

Pendapat Gerungan dapat diartikan bahwa suatu kondisi atau situasi

dimana ada interaksi atau hubungan antara manusia.

Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sosial adalah situasi

dimana saling berhubungan antara manusia yang satu dengan manusia

lain.

3) Status Sosial

Soerjono Soekanto, (2002: 264-265) “mengartikan status sosial

sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan

dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya

dan hak-hak serta kewajibannya”. Ralph Linton mendefinisikan status

xxxv

sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang

dalam masyarakatnya (www.organisasi.org).

Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih

tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status

sosialnya rendah.

Status sosial tidak semata-mata kumpulan kedudukan seseorang dalam

kelompok-kelompok berbeda. Dengan demikian semakin tinggi

kedudukan seseorang dalam masyarakat maka semakin tinggi

penghargaan maupun kewajibannya dalam masyarakat. Peranan dan status

itu saling kait-mengkait, karena status adalah kedudukan yang

memberikan hak dan kewajiban. Sedangkan kedua unsur ini tidak ada

artinya kalau tidak dipergunakan karena status merupakan kedudukan

obyektif yang memberikan hak dan kewajiban pada yang menempati

kedudukan tadi.

4) Ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam

memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah

adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas

dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu

kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (http://info.g-

excess.com/id/info/EkonomiPengertian.info)

Tentang ilmu ekonomi Gerardo P Sicat & H.W Ardnt (1990: 4)

menjelaskan sebagai berikut : “sebagai studi mengenai berbagai hal yang

berkaitan dengan kesejahteraan material manusia.” Pendapat tersebut

dapat diartikan bahwa berbagai hal yang menyangkut semua kebutuhan

materi manusia. Ekonomi adalah pengetahuan mengenai peristiwa dan

persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perseorangan

(pribadi), kelompok (keluarga, suku, bangsa, oragnisasi) dalam memenuhi

xxxvi

kebutuhan yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber yang terbatas

(kelangkaan).

Dari urian diatas dapat disimpulkan menurut Fs, Chapin (1928) status sosial

ekonami sebagai “ posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan

ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang pemilikan cultural, pendapatan efektif,

pemilikan barang-barang dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari

komunitasnya”.

b. Tingkat Status Sosial Ekonomi

Dalam kehidupan di masyarakat kondisi sosial ekonomi masing-

masing keluarga tentu berbeda dengan lainnya. Tidak ada lapisan masyarakat

yang homogen atau serba sama. Dalam masyarakat terdapat lapisan-lapisan

masyarakat yang dapat membedakan satu dengan yang lain. Soerjono

Soekanto (2002: 255) dalam bukunya Sosiologi suatu pengantar membedakan

masyarakat menjadi 3 golongan dalam bentuk segitiga bertingkat sebagai

berikut :

Upper Class (lapisan atas)

Middle Class (Lapisan Menengah) Lower class ( Lapisan bawah)

Dapat diuraikan bahwa status sosial ekonomi adalah tingktan,

kedudukan keluarga yang diberikan oleh kelompok masyarkat atau suatu

kebudayaan tertentu. Tingkat atau kedudukan tersebut ditentukan oleh

kekayaan, pekerjaan, pendidikan dan kelas sosial.

xxxvii

Disini dapat digaris bawahi bahwa status sosial ekonomi dapat

membedakan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Soerjono Soekanto

(2002: 237), status sosial ekonomi seseorang dapat diukur dari :

1) Ukuran kekayaan

adalah harta benda atau materi yang dimiliki seseorang. Barangsiapa

memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas.

Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang

bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian

serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-

barang mahal dan seterusnya.

2) Ukuran kekuasaan

adalah wewenang atau kewenangan seseorang yang dimilikinya karena

kedudukan dalam masyarakat, lembaga atau perusahaan yang

dipimpinnya. Atau dengan kata lain barangsiapa memiliki kekuasaan atau

yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas.

3) Ukuran kehormatan

adalah kewibawaan yang dimiliki oleh seseorang karena pembawaan atau

kedudukan atau hal lain yang dianggap oleh orang lain sesuatu yang

terpandang.

4) Ukuran ilmu pengetahuan

adalah tingkat pendidikan seseorang, baik pendidikan formal maupun

informal.

Telah dikemukakan diatas bahwa berbagai negara mempunyai sistem

pelapisan sosial termasuk Indonesia, meskipun tidak kelihatan secara tegas.

Stratifikasi sosial dalam masyarakat Indonesia tampak sangat jelas pada

zaman feodal dan kolonial terutama berdasarkan keturunan. Setelah

xxxviii

kemerdekaan terbentuk stratifikasi sosial lain dalam masyarakat Indonesia

yang berdasarkan kedudukan, sumber pendapatan, pendidikan dan lain

sebagainya.

Dalam penelitian ini status sosial ekonomi keluarga dibedakan

menjadi tiga tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan kriteria yang

digunakan untuk membedakan yaitu didasarkan atas tingkat pendidikan,

pekerjaan, pendapatan atau penghasilan orang tua, materi kekayaan yang

dimilki serta kehormatan atau kedudukan orang tua dalam masyarakat.

Kriteria ini didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa tingkat pendidikan

seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi bidang

lainnya, misalnya seorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung untuk

menduduki jabatan atau kedudukan yang tinggi pula. Dengan jabatan yang

tinggi, maka seseorang juga akan mendapatkan imbalan yang tinggi sehingga

pendapatan ataupun kekayaannya akan semakin bertambah.

Penggolongan status sosial ekonomi keluarga bersifat relatif, sebab

tidak, merupakan suatu jaminan utama bahwa seseorang yang berpendidikan

tinggi akan menduduki jabatan tinggi, bahkan tidak sedikit orang yang

berpendidikan rendah tetapi mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat.

Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor keturunan atau faktor kekayaan.

Bertitik tolak dari pendapat diatas, bahwa untuk mengukur tinggi

rendahnya status sosial ekonomi keluarga atau orang tua yaitu : pendidikan

orang tua, pekerjaan, dan penghasilan keluarga, pemilikan barang/kekayaan,

jumlah anggota keluarga dan macam kebutuhannya. Aspek-aspek tersebut

tidak dapat berdiri sendiri, artinya bahwa untuk menetapkan tingkat atau

status sosial ekonomi masing-masing keluarga kita tidak hanya melihat satu

aspek saja. Melainkan kita harus menghubungkan satu aspek dengan aspek

yang lain. Pendidikan orang tua, tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang

dimilki atau dicapai oleh orang tua dimungkinkan akan membawa pengaruh

pada anak-anaknya. Pekerjaan orang tua dan penghasilan keluarga

xxxix

menentukan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan keluarga. Sedangkan materi

atau kekayaan merupakan petunjuk tingkat kemakmuran suatu keluarga.

c. Peranan Status Sosial Ekonomi

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senatiasa tak lepas dari

kehidupan dilingkungan dimana ia berada, baik lingkungan fisik, psikis

mapun spiritual, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.

Besarnya pengaruh keluarga terhadap anak tidaklah sukar dimengerti karena

keluarga merupakan institusi sosial pertama dalam kehidupan seseorang.

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan seseorang.

Keluarga memang memberikan pengaruh yang paling besar dalam

pembentukan kepribadian anak. Dalam pembentukan pribadi seseorang

dipengaruhi oleh kehidupan seseorang dimana ia tinggal dan bermasyarakat.

Status sosial ekonomi mempunyai pengaruh cukup besar dalam

perkembangan pendidikan anak-anaknya. Dapat diasumsikan, misalnya yang

status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-

anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar

juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi

rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anak-

anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang memadai. Hal ini

dimungkinkan karena mereka cenderung mempunyai latar belakang

pendidikan rendah, disamping lebih mementingkan untuk pemenuhan

kebutuhan primernya. Padahal fasilitas belajar anak sangat penting bagi

keberhasilan belajarnya. Meskipun asumsi diatas tidak mesti benar karena

perkembangan pendidikan anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Faktor ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan rumah

tangga karena status sosial ekonomi sangat berpangaruh terhadap gaya hidup

yang mereka tampilkan. Keluarga yang ekonominya kekurangan

kemungkinan akan menyebabkan anak-anaknya kekurangan gizi dan

kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya kurang terpenuhi.

xl

Asumsi diatas juga didukung oleh pendapat Gerungan (2000: 181)

yang mengatakan bahwa “Keluarga yang berada dalam status sosial ekonomi

serba kecukupan, maka orang tua mencurahkan perhatiannya lebih mendalam

kepada pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak disulitkan perkara-perkara

kebutuhan primer”. Status sosial ekonomi bukan merupakan faktor mutlak

yang memepengaruhi perkembangan anak-anaknya, namun status sosial

ekonomi tetap dikatakan sebagai suatu faktor penting.

Interaksi sosial atau hubungan antar keluarga erat dengan keadaaan

sosial ekonomi tersebut. Keharmonisan hubungan orang tua dengan anak

kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini, termasuk keberhasilan

seseorang. Kehidupan sosial ekonomi keluarga yang layak akan tercipta

suasana yag baik, nyaman, aman, damai dan boleh dikatakan kehidupan yang

makmur dimungkinkan akan membawa dampak dalam proses belajar bagi

anak-anak dalam suatu keluarga berjalan baik. Pendidikan dan keluarga

keduanya tidak dapat dipisahkan karena kondisi sosial ekonomi keluarga yang

pada akhirnya dimungkinkan karena kebutuhan anak untuk sekolah terpenuhi,

seperti terpenuhinya buku-buku pelajaran yang diperlukan alat trasnportasi

dan kebutuhan anak yang menunjang kegiatan belajar hampir seluruhnya

dapat terpenuhi.

Menurut S. Nasution (1999: 30) mengemukakan, “jabatan orang tua,

jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-

masing tentang golongan sosialnya dan lambang-lambang lain yang berkaitan

dengan status sosial ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak”. Dengan

demikian status sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pendidikan anak-

anaknya. Orang tua yang berstatus sosial ekonominya tinggi mempunyai

kecenderungan lebih memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Orang tua

yang berstatus sosial ekonomi rendah biasanya tingkat perhatian pada anak-

anaknya rendah dan pemahaman terhadap pendidikan anak-anaknya rendah,

tidak menyimpang dari teori-teori diatas, maka dalam penelitian ini indikator

xli

yang dipakai untuk menentukan status sosial ekonomi adalah pendidikan,

pekerjaan, pendapatan orang tua, materi/kekayaan, macam-macam kebutuhan

serta kehormatan atau kedudukan dalam masyarakat.

3. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar

a. Pengertian prestasi belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok berarti berhasil tidaknya pencapaian

tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa

sebagai anak didik. Muray dalam Beck (1990 : 290) mendefinisikan prestasi

sebagai berikut :

“To overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something difficult

as well and as quickly as possible”.

“Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan,

berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin”.

(http://sunartombs.wordpress.com)

Ngalim Purwanto (1990 : 85) menyatakan “Belajar merupakan suatu

perubahan tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada kemungkinan

mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk”. Sedangkan Slameto (1995:

2) mengatakan ‘Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Abu Ahmadi

dan Widodo Supriyono (1991: 121) yang menyatakan “Belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu

itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

xlii

Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi belajar, antara lain

yaitu Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20)

sebagai berikut :

1) Cronbach memberikan definisi :

“Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”.

“Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil

dari pengalaman”.

2) Harold Spears memberikan batasan:

“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves,

to listen, to follow direction”.

Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu

sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.

3) Geoch, mengatakan :

“Learning is a change in performance as a result of practice”.

Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek.

(http://sunartombs.wordpress.com)

Dari pendapat daiatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku secara menyeluruh dan

relatif mantap yang terjadi sebagai akibat dari adanya usaha dari seorang

melalui latihan atau pengalaman serta menyangkut aspek kepribadian baik

fisik maupun psikis.

2. Hasil dari belajar adalah adanya suatu perubahan tingkah laku yang baru.

Perubahan tingkah laku yang baru tersebut berbeda untuk setiap orang

walaupun yang dipelajari sesuatu yang sama. Hal tersebut dikarenakan

seperti : faktor usia, tingkat IQ, minat, waktu, faktor lingkungan dan

sebagainya.

Prestasi menurut Zainal Arifin (1990: 2) “Kata prestasi berasal dari

bahasa Belanda prestatie kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi

yang berarti hasil usaha”. Lebih jelasnya beliau mengemukakan “prestasi

xliii

belajar merupakan suatu masalah yang bersifat parential dalam sejarah

kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan

masing-masing”. Rochmawati mengungkapkan prestasi belajar adalah hasil

usaha belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berupa angka

maupun huruf, disebut dengan nilai yang diberikan oleh guru setelah

menempuh pengalaman belajar (Rochmawati 2006 : 13). Sedangkan WS.

Winkel (1991: 162) mengungkapkan “Prestasi adalah suatu bukti ketrampilan

yang telah dicapai”. Menurut Sutratinah Tirtonegoro (2001: 276) memberikan

penjelasan “Nilai prestasi merupakan pencerminan tingkatan-tingkatan siswa

sejauh mana telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan di dalam setiap

mata pelajaran. Simbol yang digunakan untuk menyatakan nilai baik huruf,

angka, hendaknya merupakan gambaran tentang prestasi yang telah dicapai”.

Prestasi belajar memiliki cakupan yang sangat luas seperti prestasi

belajar Sejarah, prestasi belajar Geografi, prestasi belajar ekonomi dan lain

sebagainya, namun dalam penelitian ini dibatasi pada prestasi belajar

Sosiologi. Menurut Depdiknas (2001: 4), “Pengajaran sosiologi mencakup

dua sasaran yang bersifat kognitif dan praktis”. Secara kognitif untuk

memberikan pengetahuan dasar Sosiologi agar siswa mampu memahami dan

menelaah secara rasional komponen-komponen dari individu, kebudayaan,

dan masyarakat. Sasaran yang bersifat praktis untuk mengembangkan

keterampilan sikap dan perilaku siswa dalam menghadapi kemajemukan

masyarakat, kebudayaan, situasi sosial dan berbagai masalah sosial yang

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan prestasi belajar Sosiologi

adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dengan usaha maksimal

berdasarkan kemampuan atau potensi terhadap tes materi sosiologi yang telah

dilakukan yang diwujudkan dalam bentuk simbol angka dan atau huruf yang

dilaksanakan dalam periode tertentu.

b. Fungsi prestasi belajar

xliv

Prestasi belajar memberikan informasi seberapa banyak siswa yang

dapat menguasai pelajaran yang telah diberikan selama proses belajar

mengajar berlangsung. Informasi ini dapat diketahui melalui alat ukur yang

berupa tes maupun non tes. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar,

prestasi belajar dapat dilambangkan dengan nilai. Nilai tersebut merupakan

gambaran keberhasilan belajar yang dicapai siswa dalam jangka waktu

tertentu. Prestasi belajar merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar

mengajar karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama.

Fungsi prestasi menurut Zainal Arifin (1990: 3) adalah :

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. 4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)

anak didik. Fungsi-fungsi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang

telah dikuasai anak didik. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana

pemahaman siswa terhadap materi yang telah diterimanya dan seberapa

banyak pengetahuan yang telah siswa serap terhadap materi yang telah

diterimanya.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Adanya

hasrat ingin tahu mendorong siswa berusaha secara maksimal mencapai

prestasi belajar sehingga apa yang diperoleh sesuai dengan apa yang

diinginkan dan diusahakan.

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

Prestasi dapat dijadikan pendorong bagi siswa untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan berperan dalam meningkatkan mutu

pendidikan.

xlv

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern. Prestasi belajar dapat

dijadikan indikator tingkat produktivitas atau mutu dari suatu institusi

pendidikan. Sedangkan indikator ekstern dapat dijadikan indikator tingkat

kesuksesan anak didik di masyarakat.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)

anak didik. Dalam proses belajar mengajar anak didik merupakan masalah

utama karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh

materi pelajaran., karena dengan prestasi belajar dapat diketahui seberapa

jauh siswa dapat menyerap materi pelajaran yang telah diajarkan.

Sedangkan menurut Waridjan (1991: 4-5) manfaat hasil belajar siswa

adalah sebagai sebagai berikut :

(1) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mendisain program pengajaran yang apabila dilaksanakan akan mengisi selisih antara apa yang telah dicapai oleh siswa dengan apa yang dikehendaki oleh tujuan pengajaran.

(2) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dari waktu ke waktu, proses kemajuan dan kemunduran belajar siswa dapat diikuti untuk maksud-maksud memberikan motivasi belajar.

(3) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dan konselor pengajaran mendiagnosis kesulitan belajar siswa dalam rangka memberikan bimbingan dan konseling pengajaran.

(4) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dapat diramalkan keberhasilan belajar siswa itu melanjutkan sekolahnya atau dapat diramalkan tingkat keberhasilan kerja siswa itu dimasa depan apabila siswa itu memasuki bidang pekerjaan tertentu.

(5) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru menetapkan siswa dalam kualifikasi tertantu (lulus atau tidak lulus), menetapkan peringkat siswa dalam prestasi hasil belajar (rangking hasil ujian), menggolongkan siswa ke dalam kelompok tertentu (kelompok pandai atau kelompok yang kurang pandai) dan menyeleksi siswa untuk maksud-maksud tertentu (memenuhi syarat atau tidak).

(6) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru mempunyai indikator tidak langsung tentang keberhasilan kerjanya, guru mempertimbangkan untuk memperbaiki atau mempertahankan komponen-komponen pengajaran yang selama ini dirakit menjadi sistem pengajaran dan kemungkinan juga

xlvi

mempertimbangkan untuk memperbaiki atau mempertahankan secara total sistem pengajaran itu.

(7) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa termotivasi untuk belajar secara lebih bersemangat, tekun dan teliti.

(8) Dengan mengetahui hasil belajarnya, terutama apabila disertai catatan-catatan dan petunjuk-petunjuk tertentu dari guru yang menilai hasil belajarnya, siswa juga menempuh proses belajar melalui penyelenggaraan penilaian hasil belajar.

(9) Dengan mengetahui hasil belajarnya seketika seperti yang diperoleh melalui modul dan mesin belajar (umpama dalam belajar dengan media komputer atau “video disc”), siswa mendapatkan banyak petunjuk dan kemudahan dalam proses belajar mandiri.

(10) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa merancang program belajarnya sesuai dengan kecepatannya dalam laju belajar apabila kurikulum di sekolahnya menggunakan sistem kredit.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi prestasi

belajar adalah sebagai pendorong atau motivasi bagi anak didik dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan, sebagai umpan balik bagi guru atau tenaga

pengajar dalam mengidentifikasi dan menangani kesulitan-kesulitan siswa

dalam proses belajarnya. Selain itu berfungsi sebagai tolok ukur keberhasilan

dalam bidang studi atau materi pembelajaran, prestasi belajar juga berfungsi

sebagai tolok ukur tingkat keberhasilan lembaga pendidikan dalam

menghantar anak didik menyelesaikan belajar.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu baik dari

dalam diri siswa maupun dari luar siswa. Secara garis besar Ngalim Purwanto

(1990: 106) menyebutkan “Faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

siswa dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal”.

Penjelasan kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor Internal

Faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah

faktor fisik dan psikologis.

a) Faktor fisik

xlvii

Faktor fisik individu yang belajar termasuk panca inderanya sebagai

contoh :

(1) Kelelahan : seseorang tidak akan dapat berkonsentrasi dalam

keadaan lelah, sehingga hasil belajar yang dicapainya juga

tidak optimal.

(2) Kesehatan : jika tubuh sakit, maka konsentrasi belajarnya pun

akan terganggu.

(3) Cacat tubuh : seseorang yang mengalami cacat tubuh tidak

dapat melakukan aktivitas seperti siswa yang normal, sehingga

prestasi belajarnya pun jauh dari siswa yang normal. Untuk itu

siswa yang memilki cacat tubuh hendaknya belajar di

sekolahan khusus.

(4) Kematangan tubuh : pertumbuhan fisik dan fungsi alat tubuh

sangat mempengaruhi seseorang dalam belajar.

(5) Perhatian : guru harus mampu menarik perhatian siswa saat

proses belajar mengajar. Apabila materi pelajaran yang

disampaikan tidak menarik, maka akan timbul rasa bosan dan

akibatnya prestasi belajar menurun.

b) Faktor psikologis

Faktor psikologis dapat berupa :

(1) Bakat : seseorang akan berhasil bila yang dipelajari sesuai

dengan bakat yang ia miliki karena anak akan senang

mempelajarinya.

(2) Minat : semakin besar minat seseorang dalam belajar maka

akan memberikan hasil yang lebih baik.

(3) Kecerdasan : anak yang intelegensinya rendah akan mengalami

kesulitan dalam belajarnya karena lamban dalam menyerap

materi pelajaran yang diberikan, sehingga prestasi belajarnya

tidak bisa optimal.

xlviii

(4) Motivasi : semakin besar dorongan yang dimilki seseorang, ia

akan semakin berusaha untuk lebih giat dalam mencapai tujuan

yang diinginkan.

(5) Intensitas : anak yang mempunyai intensitas/kesungguhan

tinggi, akan rajin belajar. Sedangkan anak yang

kesungguhannya rendah, maka anak itu akan malas belajar.

Sehingga kesungguhan ini mempengaruhi prestasinya.

(6) Sifat kepribadian : setiap orang memilki kepribadian yang

berbeda-beda, ada yang keras kepala, penakut, cemas, dan ada

yang mudah putus asa. Ini sangat mempengaruhi hasil atau

prestasi belajarnya.

(7) Daya ingat : semakin kuat daya ingat seseorang akan semakin

baik dan mudah dalam belajar, sehingga prestasinya pun juga

akan memuaskan.

(8) Konsentrasi/pemusatan perhatian : bila konsentrasi belajarnya

rendah, maka siswa akan mengalami kesulitan belajar sehingga

hasil belajar juga rendah.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah

faktor lingkungan dan faktor pendukung belajar. Penjelasan dari kedua

faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a) Lingkungan

Lingkungan adalah sesuatu di sekitar siswa yang sifatnya alamiah

maupun sosial.

Lingkungan siswa meliputi :

(1) Lingkungan alam yaitu sesuatu di sekitar siswa yang sifatnya

alami, misalnya kelembaban udara, suhu, cuaca, dan lain-lain. Hal

ini sangat berpengaruh pada kondisi siswa saat belajar.

xlix

(2) Lingkungan sosial yaitu hubungan individu dengan individu yang

lain. Yang termasuk faktor ini antara lain :

(a) Keadaan keluarga yaitu hubungan antara anggota keluarga dan

perhatian orang tua merupakan faktor yang mendorong anak

untuk belajar. Dalam belajar anak membutuhkan sarana dan

prasarana sehingga ketersediaannya akan memberikan

dorongan anak dalam belajar, sehingga keadaan ekonomi

keluarga juga mempengaruhi anak dalam belajar.

(b) Motivasi sosial yaitu dorongan yang berasal dari luar individu

yang diberikan orang tua maupun lingkungan tempat

tinggalnya.

b) Instrumental

Instrumental merupakan faktor-faktor yang sengaja dirancang

dan dimanipulasi sesuai dengan tujuan hasil belajar yang diharapkan

antara lain :

(1) Kurikulum/bahan ajar : bahan ajar yang terlalu sulit juga akan

menyebabkan siswa sulit mengatasinya, sehingga akhirnya

siswa kurang faham dengan materi yang disampaikan dan hal

itu menyebabkan prestasinya menjadi turun.

(2) Guru dan cara mengajar : sikap dan cara guru menyampaikan

materi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

(3) Sarana dan fasilitas : semakin lengkap alat belajar siswa,

semakin mudah cara menggunakannya akan semakin

menunjang hasil prestasi belajar siswa.

(4) Administrasi dan manajemen : anak akan semakin giat dalam

belajarnya diadministrasikan dan diatur secara baik.

d. Penilaian prestai belajar

Untuk mengetahui prestasi belajar siswa maka perlu diadakan tes,

seperti yang diungkapakan oleh Saifuddin Azwar (2002: 8) bahwa “tujuan

l

dilakukan tes adalah untuk mengungkap keberhasilan seseorang dalam

belajar”. Begitu juga dengan perubahan tingkah laku akibat proses belajar

dapar diketahui seberapa hasilnya terhadap seseorang dengan alat uji tes.

Menurut Zainal Arifin (1990: 47) alat uji tes ada beberapa macam yaitu :

1) Tes Diagnostik, untuk mengetahui kelemahan siswa, sehingga dapat dilakukan perlakuan yang tepat.

2) Tes Formatif, untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengetahui suatu program atau sub bahan pelajaran tertentu.

3) Tes Sumatif, tes yang dilaksanakan setelah berakhir pembelajaran program. Tes ini dilakukan setiap caturwulan atau semester.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Saifuddin Azwar (2002: 11) yang

mengungkapkan bahwa menurut fungsi tes dapat dibagi dalam beberapa

kelompok, antara lain: 1) Penempatan, 2) Formatif, 3) Diagnostik, 4) Sumatif.

Adapun untuk memperjelas fungsi tes prestasi belajar tersebut akan

dijabarkan sebagai berikut :

1) Penempatan yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk memasuki

individu ke dalam jurusan sesuai dengan kemampuan yang telah

diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu.

2) Formatif yaitu tes harian yang dilakukan setiap setelah habisnya suatu

program pelajaran untuk melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah

dicapai siswa.

3) Diagnostik yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar, untuk mendeteksi

kelemahan-kelemahan pada saat belajar mengajar. Setelah mengetahui

kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar yang

telah dilakukan maka harus segera diperbaiki sehingga siswa dapat

memperoleh prestasi yang optimal.

4) Sumatif yaitu tes yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan belajar

siswa, apakah siswa dapat dinyatakan lulus dan dapat melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi atau tidak.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1996: 205-206), ada 4 cara

menilai prestasi belajar berupa tes yang dibuat sendiri antara lain :

li

1) Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah di susun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut.

2) Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang disusun.

3) Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikuler (content validity). Untuk mengadakan checking validitas kurikuler, harus merumuskan tujuan setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat dijodohkan dengan setiap tujuan khusus.

4) Cara keempat adalah dengan mengadakan checking reliabilitas. Salah satu indikator untuk tes yang mempunyai reliabilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar yang

berwujud prestasi belajar dapat dilihat dari proses belajar mengajar. Prestasi

belajar yang dicapai siswa dapat dilihat dari nilai yang menunjukkan

kemampuan dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan

oleh guru dilakukan melalui tes prestasi belajar pada waktu-waktu tertentu.

B. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran adalah bagan (alur pemikiran yang logis dan

sistematis) untuk menggambarkan keterkaitan antar variabel yang diteliti.

Dalam penelitian ini variabel yang akan dijelaskan adalah variabel

independensi (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat)

Variabel tersebut diantarannya :

1. Pola asuh orang tua (Variabel Bebas)

Keputusan dalam pengelolaan yang diterapkan orang tua terhadap

anaknya menunjukkan dan mencerminkan pola asuh yang dipilih. Setiap

orang tua memiliki wawasan dalam mendidik dan membimbing anaknya.

Wawasan yang menunjuk pada persepsi dilingkungan keluargannya dan

yang menjadi pola asuh dalam mengelola anak-anaknya dapat dibedakan

atas tiga bentuk yaitu: pola asuh orang tua yang otoriter, yang demokratis

dan yang laissez faire.

lii

2. Status sosial ekonomi (Variabel Bebas)

Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap

prestasi belajar anak disekolahnya. Bahwa dengan perekonomian yang

cukup kepemilikan materi yang dihadapi anak di dalam keluarganya akan

lebih luas, ia mendapat kesempatan untuk memperkembangkan bermacam-

macam kecakapan yang lebih luas. Selain kepemilikan materi, pendidikan

orang tua juga berperan dalam pendidikan anak, karena tinggi/rendah

tingkat pendidikan yang dimilki atau dicapai orang tua, dimungkinkan akan

membawa pengaruh pada anak-anaknya.

3. Prestasi belajar siswa (Variabel Terikat)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan di mana siswa diberikan

pengetahuan bermacam-macam mata pelajaran yang harus dimilikinya.

Keberhasilan pendidikan siswa disekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya

disekolah. Prestasi belajar merupakan pencerminan dari usaha belajar yang

dilakukan siswa. Keberhasilan atau prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor

yaitu dari subjek belajar, antara lain bakat, minat, dan intelegensi yang

dimiliki atau kecerdasan yang dimiliki, dan juga faktor-faktor dari luar siswa

yaitu lingkungan, cara belajar, kurikulum, program pengajaran dan prasarana

belajar yang memadai.

Untuk lebih jelasnya dapat penulis gambarkan dalam diagram sebagai

berikut :

Prestasi belajar siswa (Y)

Pola asuh orang tua

(X1)

Status sosial ekonomi (X2)

liii

C. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan

hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa

kelas X SMA Negeri.

2. Ada hubungan antara status sosial dengan prestasi belajar siswa kelas X

SMA Negeri.

3. Ada hubungan bersama antara pola asuh orang tua dan status sosial

ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban

Tahun Ajaran 2009/2010.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas 1 Mojolaban. Adapun

yang melatar belakangi pemilihan lokasi tersebut adalah:

a. Tersedianya data yang diperlukan

b. SMA Negeri 1 Mojolaban sesuai sebagai tempat penelitian bagi permasalahan

yang penulis kemukakan

c. SMA Negeri 1 Mojolaban belum pernah dijadikan objek penelitian dengan topik

yang sama dengan penelitian ini sehingga diharapkan akan berguna bagi sekolah

liv

d. Adanya ijin dari pihak SMA Negeri 1 Mojolaban.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan kurang lebih 7 bulan dari bulan Agustus 2009

sampai dengan bulan Februari 2010. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan adalah

sebagai berikut:

Bulan No Kegiatan

Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb

1. Proposal 2. Konsultasi Bab

I, II, III

3. Penelitian dan Pengumpulan data

4. Analisis data 5. Penyusunan

Laporan

B. Metodelogi Penelitian

Penelitian ilmiah merupakan kegiatan untuk memperoleh kebenaran secara

ilmiah yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran

suatu pengetahuan. Untuk memperoleh suatu kebenaran, suatu penelitian perlu

menggunakan metode ilmiah yang tepat, agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan. Sebagai seorang peneliti, kita dituntut untuk dapat memilih

dan menetapkan metode penelitian yang tepat. Metode penelitian yang kurang tepat

dapat mengakibatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian.

Metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti cara yang tepat untuk

melakukan sesuatu dan “logos” yang berarti ilmu atau pengetahuan. Berikut ini akan

lv

penulis ketengahkan beberapa definisi mengenai metodologi penelitian yang

dikemukakan oleh para ahli, yaitu :

1. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2007: 1) menyebutkan bahwa

“Metodologi penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan

pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Pendapat tersebut mengandung maksud bahwa metodologi merupakan

segala cara dan upaya yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk mencapai tujuan

penelitiannya. Cara dan upaya yang dimaksud bukanlah ditempuh dengan jalan

yang asal-asalan, namun cara-cara tersebut merupakan penggunaan pikiran,

metode atau paradigma yang ilmiah untuk mencapai tujuan suatu penelitian.

2. Hadari Nawawi (1995: 24) mengatakan bahwa ”Ilmu yang memperbincangkan

tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan disebut

metodologi penelitian atau metodologi research”.

Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa semua ilmu yang mengatur

dan membicarakan mengenai cara atau metode-metode ilmiah yang berfungsi

untuk menggali adanya suatu kebenaran sebuah pengetahuan adalah disebut

sebagai metodologi penelitian.

3. Menurut Winarno Surakhmad (1994: 131) “Metode merupakan cara utama yang

dipergunakan untuk mencapai tujuan. Misalnya untuk menguji hipotesis dengan

menggunakan teknik serta alat- alat tertentu”. Sedangkan pengertian penelitian

(research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu

permasalahan”.

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa metode penelitian merupakan

suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dalam rangka

memecahkan suatu permasalahan yang sedang diteliti.

Dari ketiga pendapat tersebut diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa metodologi penelitian merupakan ilmu pengetahuan tentang prosedur atau cara

yang ditempuh untuk mencari sebuah kebenaran yang mencakup teknik-teknik yang

digunakan dalam sebuah penelitian.

lvi

Winarno Surakhmad (1994 : 131) “menggolongkan penelitian menjadi tiga

macam, yaitu :

1. Metode penelitian historis

2. Metode penelitian deskriptif

3. Metode penelitian eksperimental”.

Untuk lebih memperjelas pendapat tersebut, maka penulis dapat

menguraikannya sebagai berikut :

1. Metode penelitian historis

Metode penelitian historis merupakan penelitian yang menerapkan metode

pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah. Metode ini

merupakan sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala,

peristiwa ataupun menemukan gagasan yang timbul dimasa lampau untuk

menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha memahami situasi sekarang

dan meramalkan perkembangan yang akan datang.

2. Metode penelitian deskriptif

Metode penelitian deskriptif merupakan cara yang digunakan untuk

memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang. Penyelidikan dalam metode

ini dengan menggunakan teknik interview, angket, observasi. Bisa juga dengan

menggunakan teknik tes, studi kasus, studi kooperatif atau operasional.

3. Metode penelitian eksperimental

Metode penelitian eksperimental dilakukan dengan mengadakan kegiatan

percobaan untuk memperoleh suatu hasil. Tujuan eksperimental adalah untuk

menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat. Dengan cara membandingkan

peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif karena

penelitian ini bermaksud menggambarkan sifat atau keadaan yang sementara sedang

berjalan dan berusaha meneliti sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan

variabel lainnya. Penelitian ini tidak hanya berusaha menggambarkan suatu fenomena

lvii

yang sesuai dengan fakta yang ada tetapi juga mencari hubungan diantara variabel –

variabel yang diteliti dengan cara menguji hipotesis. Adapun variabel tersebut adalah

variabel bebas yang dalam hal ini adalah pola asuh orang tua yang diberi kode (X1)

dan status sosial ekonomi yang diberi kode (X2) kemudian variabel terikat dalam hal

ini adalah prestasi belajar siswa yang diberi kode (Y).

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai metode deskriptif seperti

berikut ini :

1. Moh. Nazir (1988 : 63) menyatakan “Metode deskriptif adalah suatu metode

dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu

sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.

Maksud dari pendapat tersebut diatas adalah bahwa metode penelitian

deskriptif adalah sebuah metode atau cara yang digunakan oleh seorang peneliti

untuk mengetahui keadaan atau fenomena yang terjadi pada masa sekarang.

Fenomena tersebut dapat berupa manusia, benda ataupun peristiwa yang sedang

terjadi.

2. Nana Syaodih Sukmadinata (2004 : 54) mengemukakan “Metode deskriptif

adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-

fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau”.

Pendapat tersebut mengandung arti bahwa metode deskriptif adalah sebuah

metode penelitian yang bermaksud atau memiliki tujuan untuk menggambarkan

fenomena atau kejadian yang berlangsung pada saat ini atau waktu yang sudah

lampau.

3. Sedangkan Saifuddin Azwar (2002 : 6) berpendapat “Metode deskriptif

melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami

dan disimpulkan”.

Pendapat tersebut berarti bahwa metode deskriptif adalah suatu metode

penelitian yang hanya melakukan deskripsi atau penggambaran sebuah fenomena,

lviii

menganalisis fenomena tersebut dan kemudian menyajikan hasil analisisnya

secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif

merupakan upaya untuk menggambarkan, menganalisis dan menyajikan fakta secara

sistematis dari suatu objek atau sekelompok manusia pada kondisi peristiwa pada

masa sekarang ataupun masa lampau. Peristiwa atau fenomena tersebut dapat berupa

sikap manusia, hewan, benda ataupun sebuah kejadian itu sendiri. Tujuan utama

penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan yang ada

pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu.

Consuelo G Sevilla (1993: 88) menjelaskan bahwa keuntungan metode

deskriptif diantaranya adalah bahwa metode ini banyak memberikan sumbangan pada

ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir, membantu kita

dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan,

dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat

dalam situasi tertentu. Alasan lain digunakannya metode ini adalah karena data yang

dikumpulkan dianggap sangat bermanfaat dalam membantu kita untuk menyesuaikan

diri, atau dapat memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-

hari.

Selain keuntungan metode deskriptif, Consuelo G Sevilla (1993: 89) juga

menyebutkan kerugian metode deskriptif diantaranya adalah :

1. Ada kecenderungan untuk menyalahgunakan dalam pemakaiannya

Kesalahan dalam pemakaian metode deskriptif adalah adanya orang yang

mempersepsikan bahwa dengan menggunakan metode deskriptif dapat

menghindarkan kita pada penggunaan analisis statistik. Apabila hal ini terjadi

maka penelitian kita tidak dapat diklasifikasikan sebagai penelitian, tetapi hanya

merupakan kegiatan pengumpulan informasi saja dan bisa serta prasangka yang

lix

kita buat menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, penelitian kita mengakibatkan

generalisasi yang terlalu luas sehingga dapat dianggap tidak penting.

2. Penelitian tersebut memberikan informasi yang terbatas tentang pengaruh

variabel-variabel yang diteliti. Hal ini terjadi karena kita tidak dapat mengisolasi

atau menekan variabel-variabel lain yang konstan, maka kita tidak bisa

mengharapkan bukti nyata tentang sebab akibat mengapa fenomena tersebut dapat

terjadi.

3. Motivasi subjek yang tidak konsisten. Hal ini berkenaan dengan kerja sama dari

pihak responden. Sebagai peneliti kita perlu memastikan bahwa jawaban yang

diberikan responden adalah dapat dipercaya. Hal ini tergantung pada perhatian,

simpati, minat dan kerjasama para subjek penelitian.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Dalam sebuah penelitian, tidak akan terlepas dari adanya penetapan mengenai

populasi dan sampel. Ini terjadi karena populasi dan sampel merupakan sebjek

penelitian dan keduanya merupakan sumber data dalam sebuah penelitian. Agar

tujuan dari suatu penelitian dapat tercapai dengan baik, maka adanya populasi dan

sampel yang diambil harus tepat. Sampel yang diambil harus representatif atau dapat

mewakili populasi, dalam arti semua ciri-ciri dan karakteristik yang ada pada

populasi yang tercermin pada sampel.

1. Populasi

Dalam suatu penelitian, pengambilan individu sebagai subjek yang diteliti

merupakan masalah yang sangat penting. Populasi dalam suatu penelitian merupakan

suatu kelompok individu yang menjadi objek yang diselidiki tentang aspek-aspek

yang ada dalam kelompok tersebut. Aspek-aspek yang akan diungkapkan dalam

penelitian ini adalah aspek pola asuh orang tua, aspek status sosial ekonomi dan

prestasi belajar siswa. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang

disampaikan oleh para ahli :

lx

a. Menurut Hadari Nawawi (1995: 141) bahwa “Populasi adalah keseluruhan obyek

penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-

tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data

yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”.

Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa populasi merupakan semua

atau keseluruhan dari objek dalam sebuah penelitian. Objek penelitian ini dapat

berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, hasil tes atau peristiwa yang

memiliki karakteristik tertentu yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai batasan

dalam penentuan populasi.

b. Menurut Saifuddin Azwar (2002: 77) “Populasi didefinisikan sebagai kelompok

subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian”.

Pendapat tersebut memiliki arti bahwa populasi adalah sekelompok subjek

yang telah ditentukan oleh peneliti sebagai subjek penelitian yang nantinya akan

dikenai generalisasi hasil penelitian.

c. Sedangkan Y. Slamet (2006: 40) menyebutkan bahwa “Populasi adalah

keseluruhan daripada unit-unit analisis yang memiliki spesifikasi atau ciri-ciri

tertentu”.

Pernyataan diatas memiliki makna bahwa populasi merupakan keseluruhan

dari unit-unit analisis yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu. Dengan

kata lain sebelum melakukan proses penelitian, seorang peneliti harus

menentukan atau membuat spesifikasi mengenai batasan yang digunakan untuk

menentukan populasi terlebih dahulu.

Dari beberapa pendapat tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi dalam

penelitian ini adalah manusia yaitu semua siswa siswi. Adapun yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban

Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 298 yang terbagi dalam 7 kelas yaitu

X.1, X.2, X.3, X.4, X.5, X.6, X.7.

2. Sampel

lxi

a. Pengertian Sampel

Dalam penelitian sosial, tidak selalu seluruh populasi dikenakan dalam

penelitian. Hal tersebut mengingat besarnya jumlah populasi dan keterbatasan

biaya, waktu dan tenaga. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu adanya

pembatasan yaitu dengan menetapkan jumlah sampel yang representatif yang

dapat mewakili populasi. Berikut adalah beberapa pengertian dari populasi yang

disampaikan oleh para ahli :

1) Menurut Hadari Nawawi (1995: 144) bahwa “Sampel secara sederhana

diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya

dalam suatu penelitian”.

Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa sampel merupakan

bagian dari populasi yang akan menjadi sumber data, artinya bahwa populasi

tidak diteliti seluruhnya namun hanya sebagian saja, bagian inilah yang

disebut sampel.

2) Menurut Winarno Surakhmad (1994: 93) bahwa “Sampel adalah sebagian dari

populasi untuk mewakili seluruh populasi”.

Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa sampel adalah bagian

dari populasi yang sebelumnya telah ditentukan dengan cara sampling. Hasil

penelitian dari sampel ini nantinya akan mewakili seluruh populasi penelitian.

Dari beberapa pendapat tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota populasi yang di peroleh

dengan cara – cara tertentu untuk menjadi wakil dari populasi yang diteliti.

Penentuan sampel ini hendaknya disesuaikan dengan jumlah populasi, karena

nantinya hasil penelitian dari sampel ini nantinya akan digeneralisasikan kepada

populasi. Jadi sampel harus representatif atau mewakili populasi penelitian.

Mengenai besar kecilnya pengambilan sampel, pada prinsipnya tidak ada

peraturan yang mutlak untuk menentukan ukuran sampel.

b. Teknik Sampling

lxii

Untuk memperoleh sejumlah sampel dalam penelitian, maka digunakanlah

teknik sampling agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang ada.

Maksudnya adalah agar peneliti mendapatkan sampel yang representatif atau

dapat mewakili populasi yang ada. Banyak para ahli yang mendefinisikan teknik

sampling menurut pandangannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) mengemukakan bahwa “Sampling adalah

cara yang digunakan untuk mengambil sampel”.

Pendapat tersebut mengandung arti bahwa teknik sampling adalah cara-

cara yang digunakan untuk mengambil atau menentukan jumlah sampel yang

akan diteliti. Hal ini karena di dalam sebuah penelitian, jumlah populasi

biasanya tidak dikenai penelitian semua, namun hanya sebagian saja atau yang

disebut sebagai sampel.

2) Hadari Nawawi (1995: 152) menyatakan bahwa teknik sampling adalah cara

untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang

akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan

penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-

benar mewakili populasi”.

Maksud dari pendapat tersebut adalah bahwa teknik sampling

merupakan cara atau upaya pengambilan sampel yang sesuai. Sampel ini

nantinya akan dijadikan data yang sebenarnya, artinya bahwa tidak semua

populasi dikenai penelitian namun hanya sebagian saja yang akan diteliti.

3) Sugiyono (2005 : 56) menyatakan bahwa “Teknik sampling adalah teknik

pengambilan sampel”.

Pendapat tersebut memiliki arti bahwa teknik sampling adalah suatu cara

pengambilan sampel yang representative (mewakili) dari populasi dalam suatu

penelitian.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa teknik sampling adalah teknik atau cara yang digunakan

lxiii

oleh peneliti untuk menentukan jumlah sampel yang akan mewakili jumlah

populasi dalam suatu penelitian. Sampel yang diambil ini diharapkan dapat

mewakili populasi yang ada karena nantinya hasil penelitian yang dikenakan pada

sampel ini akan digunakan sebagai penggeneralisasian terhadap populasi

penelitian.

Menurut Sutrisno Hadi (2000: 75) ada dua macam teknik sampling, yaitu:

1) Teknik Random Sampling Prosedur random sampling meliputi : a) Cara undian, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara undian. b) Cara ordinal, yaitu memilih nomor genap atau ganjil atau kelipatan

tertentu dari suatu daftar yang telah disusun. c) Cara randomisasi dari tabel bilangan random.

2) Teknik Non Random Sampling meliputi : a) Proporsional sampling yaitu cara pengambilan sampel dari tiap- tiap sub

populasi dengan memperhitungkan sub- sub populasi. b) Teknik stratified sampling yaitu pengambilan sampel apabila populasi

terdiri dari susunan kelompok- kelompok yang bertingkat. c) Teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-

ciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

d) Teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan ada quantum.

e) Teknik double sampling yaitu cara pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar.

f) Teknik area probability sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan cara pembagian sampel berdasarkan pada area.

g) Teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok yang ada pada populasi.

Untuk memperjelas kita dalam memahami teknik sampling diatas maka

penulis akan menguraikannya sebagai berikut :

1) Teknik Random Sampling

Teknik random sampling adalah pengambilan sampel secara random

atau tanpa pandang bulu. Dalam random sampling semua individu dalam

populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan

lxiv

yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun cara-cara yang

digunakan dalam random sampling adalah sebagai berikut :

a) Cara Undian

Cara ini dilakukan sebagaimana kita melakukan undian. Jika cara ini

dilakukan terhadap semua individu dalam populasi maka teknik ini

disebut unrestricted random sampling atau random sampling tak bersyarat.

Akan tetapi sangat sulit untuk melakukan cara ini jika jumlah subjek

dalam populasi sangat banyak atau jika kita belum mengatahui secara

pasti semua individu dalam populasi.

b) Cara Ordinal

Cara ini dilakukan dengan mengambil subjek dari atas ke bawah. Ini

dilakukan dengan mengambil mereka-mereka yang bernomor ganjil

genap, nomor kelipatan angka tiga, lima sepuluh dan sebagainya

tergantung ketentuan yang dibuat oleh peneliti yang sebelumnya telah

disusun.

c) Randomisasi dari Tabel Bilangan Random

Tabel bilangan random umumnya terdapat pada buku-buku statistik.

Cara ini paling banyak digunakan oleh para peneliti. Hal ini karena selain

prosedurnya sangat sederhana, kemungkinan penyelewengan juga dapat

dihindari. Randomisasi dapat dikenakan pada semua subjek atau individu

dalam populasi.

2) Teknik Non Random Sampling

Semua sampling yang dilakukan bukan dengan teknik random

sampling disebut nonrandom sampling. Dalam sampling ini tidak semua

individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi

anggota sampel. Generalisasi dalam nonrandom sampling tidak dapat

memberikan taraf keyakinan yang tinggi kecuali apabila peneliti memiliki

keyakinan dan dapat membuktikan bahwa populasi relatif sangat homogen.

Jenis-jenis nonrandom sampling adalah sebagai berikut :

lxv

a) Proporsional sampling

Proporsional sampel adalah sampel yang terdiri dari sub-sub sampel

yang pertimbangannya mengikuti pertimbangan sub-sub populasi, artinya

adalah bahwa besarnya sampel ditentukan atau tergantung besar kecilnya

dari tiap sub populasi. Individu yang ditugaskan untuk menjadi sampel

diambil secara random dari sub populasi. Cara ini disebut dengan

proporsional random sampling.

b) Teknik stratified sampling

Stratified sampling biasa digunakan jika populasi terdiri dari

kelompok-kelompok yang mempunyai susunan bertingkat. Banyaknya

tingkat harus diperhatikan, kemudian setiap tingkatan harus mewakilkan

anggotanya untuk menjadi sampel dalam penelitian. Dalam hal ini

proporsi dari jumlah subjek yang ada dalam tiap-tiap tingkatan dalam

populasi yang harus dicerminkan dalam sampel sehingga mereka dapat

dipandang sebagai wakil terbaik bagi populasi.

c) Teknik purposive sampling

Dalam purposif sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan

atas ciri atau sifat tertentu yang dianggap memiliki kesamaan dengan ciri

yang telah diketahui sebelumnya. Oleh karena itu keadaan dan informasi

mengenai populasi tidak perlu diragukan lagi. Secara intensional peneliti

tidak meneliti semua daerah atau kelompok dalam populasi, namun

peneliti hanya perlu mengambil beberapa kelompok kunci saja.

d) Teknik quota sampling

Dalam quota sampling yang harus dan penting untuk dilakukan

adalah penetapan jumlah subjek yang akan diteliti. Kemudian

permasalahan mengenai siapa yang akan diinterview atau yang menjadi

responden diserahkan kepada sebuah tim. Tim ini bertugas untuk

mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalm penelitian. Ciri

lxvi

utama dari quota sampling adalah jumlah subjek yang sudah ditentukan

akan dipenuhi, permasalahan apakah subjek tersebut mewakili populasi

atau sub populasi tidaklah menjadi persoalan.

e) Teknik double sampling

Teknik ini sangat baik digunakan apabila penelitian menggunakan

angket yang dikirimkan dengan menggunakan jasa pos sebagai usaha

penampungan bagi mereka yang tidak mengembalikan angket. Responden

yang telah mengembalikan daftar angket dimasukkan kedalam sampel

pertama, sedangkan responden yang tidak mengembalikan daftar angket

dimasukkan ke dalam sampel kedua. Pengumpulan data dari sampel kedua

dapat ditempuh dengan jalan interview.

f) Teknik area probability sampling

Area probabiliti sampling membagi daerah-daerah populasi menjadi

sub-sub populasi, dan sub populasi ini dibagi lagi kedalam daerah yang

lebih kecil dan apabila diperlukan maka daerah kecil ini dapat dibagi lagi

kedalam daerah-daerah yang lebih kecil lagi. Adapun besarnya subjek

yang akan diteliti dari masing-masing daerah tersebut tidak dapat

ditetapkan secara umum. Hal ini sangat tergantung pada situasi khusus

yang dihadapi oleh peneliti.

g) Teknik cluster sampling

Dalam cluster sampling satuan-satuan sampel tidak terdiri dari

individu melainkan kelompok-kelompok atau cluster. Sampling ini

dipandang ekonomik karena observasi-observasi yang dilakukan terhadap

cluster dipandang lebih murah dan mudah dari pada observasi terhadap

individu yang terpencar-pencar.

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

teknik cluster proporsional random sampling. Teknik ini merupakan gabungan

antara teknik random sampling dan non random sampling yaitu teknik cluster

sampling.

lxvii

Alasan dipilihnya teknik ini adalah karena jumlah populasi penelitian cukup

banyak dan terbagi ke dalam kelas-kelas atau kelompok. Selain itu, dengan teknik

ini setiap individu dalam populasi akan mendapat kesempatan yang sama untuk

dipilih menjadi anggota sampel dan dari keseluruhan kelas dapat terwakili secara

proporsional. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Mengambil lokasi penelitian, yaitu di SMA Negeri 1 Mojolaban

(2) Menetapkan populasi penelitian, yaitu siswa kelas X

(3) Seluruh populasi terbagi menjadi 7 kelas yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7

(4) Mengambil sampel secara random dari 7 kelas tersebut

(5) Sampel diambil 20% dari jumlah populasi yaitu sejumlah 59 siswa yang

kemudian dibulatkan menjadi 60 siswa.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Tidak ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang jumlah sampel yang

dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Selain itu juga

tidak ada batasan yang jelas mengenai sampel yang besar dan sampel yang kecil.

Jumlah sampel juga banyak tergantung pada faktor-faktor seperti biaya, fasilitas,

waktu yang tersedia, jumlah populasi yang ada atau bersedia untuk dijadikan

sampel serta tujuan penelitian. Namun dalam penelitian ini peneliti berkiblat pada

pendapat para ahli berikut ini :

1) Sutrisno Hadi (2001: 221) menyebutkan bahwa “Sampel adalah bagian objek

yang diteliti untuk menetapkan besarnya sampel, langkah yang dilakukan

adalah apabila subjeknya kurang dari 100 atau lebih dari 100 maka sampel

yang diambil adalah 20% sampai 25%”.

2) Donald Ary terjemahan Arief Furchan (1982: 198) menjelaskan bahwa

besarnya sampel sebaiknya menggunakan sampel yang sebesar mungkin

namun disarankan agar penulis memasukkan sedikitnya tiga puluh subyek ke

dalam sampelnya, karena jumlah ini memungkinkan penggunaan statistik

sampel besar. Penelitian deskriptif biasanya menggunakan sampel yang lebih

lxviii

besar; kadang-kadang dianjurkan untuk mengambil 10 sampai 20 persen dari

populasi yang dapat dijangkau.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 298 yang terbagi dalam

7 kelas yaitu X.1, X.2, X.3, X.4, X.5, X.6, dan X.7. Berdasarkan pendapat-

pendapat tersebut diatas maka peneliti menetapkan jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah sebesar 20% dari jumlah populasi. Jadi jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah sejumlah 59 siswa yang kemudian dibulatkan menjadi 60

siswa.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Bebas

Variabel bebas atau disebut juga variabel eksperimental, atau variabel x

adalah variabel yang diselidiki pengaruhnya. Sebagai variabel bebas dalam

penelitian ini adalah Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2).

b. Variabel Terikat

Variabel terikat atau disebut juga variabel kontrol, variabel ramalan

ataupun variabel Y, adalah variabel yang diramalkan akan timbul dalam

hubungan yang fungsional (atau sebagai pengaruh dari) variabel bebas. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah Prestasi Belajar Siswa.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini data mengenai pola asuh orang tua, status sosial ekonomi

dan prestasi belajar siswa diambil dari siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban

Tahun Pelajaran 2009/2010.

3. Metode Mendapatkan Data

lxix

Sehubungan dengan masalah penelitian yang penulis angkat, maka teknik yang

digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan metode angket. Metode angket

adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirim kepada responden baik secara

langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara).

Sebagai alat untuk mengumpulkan data, angket memiliki beberapa kelebihan

dan kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut :

Menurut Sutrisno Hadi (2000: 157) metode angket banyak digunakan oleh

peneliti berdasarkan anggapan- anggapan sebagai berikut :

a. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. b. Apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat

dipercaya. c. Interpretasi subyek tentang pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepadanya

adalah sama dengan yang dimaksudkan oleh peneliti. Anggapan- anggapan tersebut mempunyai beberapa kelemahan, seperti yang

diungkapkan oleh Sutrisno Hadi (2000: 157) yaitu :

a. Unsur- unsur yang tidak disadari akan dapat terungkap. b. Besar kemungkinan jawaban- jawaban yang diberikan dipengaruhi oleh

keinginan- keinginan pribadi. c. Ada hal- hal yang dirasa tidak perlu ditanyakan, misalnya hal- hal yang

memalukan atau yang dipandang tidak penting untuk dikemukakan. d. Kesukaran merumuskan keadaan diri sendiri ke dalam bahasa. e. Ada kecenderungan untuk berkonstruksi secara logis unsur- unsur yang

dirasa kurang berhubungan secara logis. Angket atau kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang diajukan secara

tertulis kepada subjek penelitian yang memperoleh jawaban atau tanggapan secara

tertulis seperlunya. Angket pada umumnya meminta keterangan tentang fakta yang

diketahui oleh responden atau juga mengenai pendapat atau sikap. Maksud serta

tujuan penelitian akan mempunyai pengaruh terhadap materi serta bentuk pertanyaan

yang ada dalam angket atau kuesioner.

Suharsimi Arikunto (1996: 140) mengemukakan macam-macam angket, antara

lain :

1) Dipandang dari cara menjawabnya, ada:

lxx

a) Angket terbuka, yang memberi kapada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

b) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga responden tinggal memilih.

2) Dipandang dari bentuknya, angket dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : a) Angket pilihan ganda, sebuah pertanyaan disusun dengan berbagai

kemungkinan jawaban, responden diminta memilih salah satu dari beberapa pilihan jawaban.

b) Angket isian, sebuah pertanyaan ditulis dalam kalimat pertanyaan atau perumusan dan ada beberapa kalimat yang dihilangkan.

c) Angket chek list, sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan tanda chek (V) pada kolom yang sesuai.

d) Rating skale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkat, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.

Sedangkan langkah-langkah menyusun angket meliputi :

a. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Jenis

angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung dan tertutup

yaitu berupa angket yang daftar pernyataannya langsung dikirim kepada orang

yang ingin dimintai pendapat, keyakinannya atau diminta menceritakan tentang

keadaan dirinya sendiri.

b. Kisi-kisi Angket

Sebelum menyusun angket, terlebih dahulu dibuat konsep alat ukur yang

sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Konsep alat ukur ini berupa kisi-kisi

angket. Konsep ini dijabarkan ke dalam variabel dan indikator yang dijadikan

pedoman dalam menyusun item-item angket sebagai instrumen pengukuran.

c. Butir Angket

Penyusunan butir-butir sebagai alat ukur didasarkan pula kisi-kisi angket

yang telah dibuat sebelumnya. Setelah indikator ditetapkan, kemudian dituangkan

kedalam butir-butir angket yang terdiri butir positif dan butir negatif.

d. Prosedur Penyusunan Angket

lxxi

Mengenai prosedur yang penulis tempuh dalam penyusunan angket

adalah:

1) Menetapkan tujuan

Dalam penelitian ini tujuan penyusunan angket ini adalah untuk

memperoleh data tentang pola asuh orang tua, status sosial ekonomi dan

prestasi belajar siswa.

2) Menetapkan aspek yang ingin diungkap

Untuk memperjelas aspek yang ingin diungkap maka digunakan kisi-

kisi angket. Kisi- kisi instrument diperlukan untuk memperjelas serta

mempermudah pembuatan item- item instrument. Pembuatan kisi- kisi dalam

instrument ini disesuaikan dengan indikator- indikator yang sudah ditentukan

sebelumnya dan disesuaikan dengan lingkup masalah dan tujuan yang hendak

dicapai

3) Menentukan jenis dan bentuk angket

Dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket langsung

tertutup. Alasan digunakan teknik ini adalah karena angket akan diberikan

langsung kepada responden untuk diisi. Bentuk pertanyaannya adalah

pertanyaan tertutup agar memudahkan responden untuk memilih jawaban

yang telah disediakan dan membatasi jawaban yang akan diberikan oleh

responden sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

4) Menyusun Item Angket

Angket tersusun atas item-item terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

yang dibuat dengan mengacu pada kisi-kisi angket. Instrumen yang dibagikan

dapat disusun dengan langkah sebagai berikut :

a) Membuat item- item pertanyaan.

b) Membuat surat pengantar angket.

c) Menyusun petunjuk dan pedoman pengisian angket.

lxxii

5) Menentukan Skor

Setelah angket disusun maka, kemudian akan disusun skor dari

masing-masing jawaban. Dalam penelitian angket ini, setiap item mcmpunyai

alternatif jawaban dan skor antara 1 sampai 4. Dari alternatif jawaban tersebut

diberikan bobot nilai sebagai berikut:

Bentuk item positif

a) Alternatif jawaban A, mcmpunyai bobot nilai 4

b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 3

c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 2

d) Alternatif jawaban D. mempunyai bobot nilai 1

Bentuk Item Negatif

a) Alternatif jawaban A, mempunyai bobot nilai 1

b) Alternatif jawaban B, mempunyai bobot nilai 2

c) Alternatif jawaban C, mempunyai bobot nilai 3

d) Alternatif jawaban D, mempunyai bobot nilai 4

e. Uji Coba (Try Out) Angket

Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji cobakan terlebih

dahulu mengenai validitas dan reliabilitasnya yaitu melalui try out. Tujuan

diadakannya try out ialah agar mendapatkan angket yang benar-benar valid. Oleh

karena itu instrumen penelitian perlu diuji melalui uji validitas dan reliabilitas

sebelum diterapkan di lapangan.

Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 166) maksud diadakannya try out adalah

sebagai berikut :

1) Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya.

lxxiii

2) Untuk meniadakan penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik, atau kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.

3) Untuk memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilewati atau hanya menimbulkan jawaban-jawaban yang dangkal.

4) Untuk menambah item yang sangat perlu atau meniadakan item yang ternyata tidak relevan dengan tujuan research.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan try-

out angket ini adalah:

1) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bermakna ganda dan tidak jelas.

2) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan

3) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti oleh responden

4) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan penelitian.

Selain beberapa maksud diadakannya try-out seperti yang disebutkan di

atas, tujuan diadakan try-out terhadap angket adalah untuk mengetahui kelemahan

angket yang disebarkan kepada responden dan untuk mengetahui sejauh mana

responden mengalami kesulitan di dalam menjawab pertanyaan tersebut, serta

untuk mengetahui apakah angket tersebut memenuhi syarat validitas dan

reabilitas.

1) Uji validitas angket

Menurut Nasution ( 2003 : 74 ) suatu alat pengukur dikatakan valid,

jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Validitas

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin

diukur. Dengan kata lain, validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan

hal yang akan diukur. Dalam hal ini menggunakan teknik validitas internal

yaitu korelasi antara skor dengan skor total untuk menghitung besarnya

koefisien korelasi menggunakan teknik product momen dengan rumus:

rxy = ( )( )

( ) ( ){ }{ }2222 SU-SUSC-SC

SUSC-SCU

nn

n

(Saifuddin Azwar, 2002: 19)

Keterangan:

lxxiv

rxy = koefisien korelasi antara variable X dan Y

å X = Jumlah skor dalam sebaran X

åY = Jumlah skor dalam sebaran Y

å XY = Jumlah perkalian skor X dan skor Y yang berpasangan

å 2X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X

å 2Y = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y

n = Jumlah subyek

Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,050 maka dapat

disimpulkan bahwa butir instrument adalah valid, sebaliknya jika ρ > 0,050

maka butir tersebut dinyatakan tidak valid.

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh

mana suatu hasil pengukuran sampel konsisten apabila pengukuran diulangi

dua kali atau lebih. Dengan kata lain reliabilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Untuk menghitung korelasi reliabilitas digunakan rumus

alpha cronbach sesuai rumus Saifuddin Azwar (2002: 78) sebagai berikut :

( ) úúû

ù

êêë

é-ú

û

ùêë

é-

= å2

2

11 11 t

b

kk

rss

Keterangan:

r11 : Reliabilitas instrument

k : Banyaknya butir pernyataan/banyaknya soal

2bs : Varians butir

2ts : Varians total

lxxv

Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,050 maka dapat

disimpulkan bahwa butir instrument adalah reliabel, sebaliknya jika ρ > 0,050

maka butir tersebut dinyatakan tidak reliabel.

Berdasarkan hasil uji coba angket, kemudian dilakukan uji validitas

dan reliabilitas. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai

berikut :

1) Uji Validitas

Untuk menghitung uji validitas digunakan rumus koefisien korelasi

product moment.

a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)

Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan

menunjukkan bahwa dari 40 item soal didapat 27 soal yang valid dan 13

butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan

valid adalah soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22,

23, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35, 37, 38, 40 dan item yang dinyatakan

gugur adalah soal nomor 1, 4, 9, 12, 13, 17, 21, 24, 26, 32, 33, 36, dan 39.

Item soal dikatakan valid apabila ρ < 0,050. Perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada (Lampiran 5 hal 112)

b) Variabel Status Sosial Ekonomi (X2)

Dari hasil analisis butir (item) pada angket yang diuji cobakan

menunjukkan bahwa dari 30 item soal didapat 22 soal yang valid dan 8

butir item yang dinyatakan gugur atau tidak valid. Soal yang dinyatakan

valid adalah soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18,

20, 21, 22, 23, 25, 30 dan item yang dinyatakan gugur adalah soal nomor

4, 17, 19, 24, 26, 27, 28, dan 29. Item soal dikatakan valid apabila ρ <

0,050. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 6 hal 117)

2) Uji Reliabilitas

Untuk menghiting reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach dari

Saifuddin Azwar (1997: 78).

lxxvi

a) Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan

diperoleh rtt = 0.918. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0.918 > 0,301 maka item soal

dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

(Lampiran 5 hal 114)

b) Variabel Status Sosial Ekonomi (X2)

Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan

diperoleh rtt = 0. 945. Karena rtt > rtab 5% yaitu 0. 945 > 0,301 maka item

soal dikatakan reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

(Lampiran 6 hal 119)

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis regresi ganda yaitu cara atau teknik khusus untuk mencari hubungan antar

dua variabel (sebagai prediktor) dengan variabel lain (sebagai kriterium). Alasan

digunakannya teknik ini adalah :

1. Karena dalam penelitian ini terdapat dua variabel predikator dan satu variabel

kriterium,

2. Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus dapat

mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut.

Sesuai dengan teknik yang digunakan, peneliti menggunakan dasar dalam

analisis dengan pedoman sebagai berikut :

Kaidah Uji Hipotesis Menggunakan Komputer :

Jika ρ (probabilitas) < 0,01 = sangat signifikan

Jika ρ (probabilitas) < 0,05 = signifikan

Jika ρ (probabilitas) < 0,15 = cukup signifikan

Jika ρ (probabilitas) < 0,30 = kurang signifikan

Jika ρ (probabilitas) > 0,30 = tidak signifikan

Dalam uji butir tes menggunakan signifikansi ρ < 0,05.

lxxvii

Langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk menguji

persyaratan analisis regresi ganda adalah :

1. Uji Prasyarat Analisis

2. Uji Hipotesis

1. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel

acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan edisi Prof. Sutrisno Hadi dan Yani Pamardiningsih, UGM.

Yogyakarta-Indonesia Versi IBM/IN Tahun 2004.

Jika ρ > 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, sebaliknya

jika ρ < 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.

b. Uji Linieritas

Uji linearitas variabel X1 terhadap Y, dan X2 terhadap Y adalah untuk

mengetahui tingkat kelinieran data atau untuk mengetahui bahwa setiap

peningkatan variabel X juga diikuti dengan variabel Y. Uji linieritas dalam

penelitian ini menggunakan edisi Prof. Sutrisno Hadi dan Yani Pamardiningsih,

UGM. Yogyakarta-Indonesia Versi IBM/IN Tahun 2004

Jika ρ > 0,050 maka dapat disimpulkan korelasinya linier, sebaliknya jika

ρ < 0,050 maka korelasinya tidak linier.

2. Uji Hipotesis

Setelah uji prasyarat telah terpenuhi, maka dapat dilakukan pengujian

hipotesis yang telah diajukan. Uji hipotesis ini menggunakan uji regresi ganda.

Adapun langkah-langkah dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah :

a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua :

( )( )( ){ } ( ){ }222

112

111

SU-SUSC-SC

SUSC-USC=UC

nn

nr

lxxviii

(Sutrisno Hadi, 2001: 4)

Keterangan:

n : Menyatakan jumlah data observasi

X : Variabel prediktor

Y : Variabel kriterium

YXr 1 : Koefisien korelasi X1 dan Y

YXr 2 : Koefisien korelasi X2 dan Y

b. Uji Hipotesis Ketiga

Ry(1,2) = å

å å+2

2211

y

yx a y xa

Sutrisno Hadi (2001: 25),

Keterangan:

ry(1,2) = Koefisien korelasi antara X1 dan X2 dengan Y

a1 = koefisien prediktor X1

a2 = koefisien prediktor x2

S xiy = jumlah produk antara xi dan y

S x2y = jumlah produk antara X2 dan y

S y2 = jumlah kuadrat kriterium Y

Jika ρ < 0,050 maka data yang diperoleh korelasinya signifikan, sebaliknya

jika ρ > 0,050 maka data yang dipeoleh korelasinya tidak signifikan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Diskripsi Data

1. Diskripsi Wilayah Penelitian

a. Awal Berdirinya Sekolah SMA Negeri 1 Mojolaban

Pembukaan SMA Negeri 1 Mojolaban Sukoharjo berdasarkan

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

lxxix

0216/O/1992 tentang Pembukaan dan Penegerian Sekolah Tahun Pelajaran

1991/1992, yang berlaku tanggal 1 April 1992. Sebelumnya, mulai awal tahun

Pelajaran 1990/1991 bertempat di SMP Negeri 1 Mojolaban sore hari sudah

menerima 138 orang siswa baru kelas I tiga kelas.

Sekarang SMA Negeri 1 Mojolaban beralamat di Jalan Bathara Surya

nomor 10, Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo,

Propinsi Jawa Tengah. Lokasi ini mudah dijangkau kendaraan umum dari

arah timur atau selatan sekolah pada jarak sekitar 400 m. Sertifikat (B

8267434) tanah dengan Hak Pakai nomor 5 di Desa Wirun, lamanya tak

terbatas (selama digunakan gedung SMA). Luas areal tanah sekitar 16.304 m².

Jalan Bathara Surya adalah jalan masuk ke perkampungan yang

mayoritas penduduknya pengrajin genteng. Lokasi Sekolah terletak di tengah-

tengah mereka, sehingga kebisingan suara mesin pencetak genteng yang

kadang-kadang terdengar dari sekolah bukan hal yang luar biasa. Juga

tumpukan bahan bakar dan jemuran cetakan genteng di kanan-kiri jalan

Bathara Surya merupakan pemandangan sehari-hari.

Diatas areal seluas 16.304 m², telah didirikan bangunan ruang kelas

dan lain-lain seluas sekitar 4.090 m². Sisanya sekitar 12.214 m²berupa

lapangan upacara, kebun/taman, halaman dan areal tanah kosong. Di areal

tanah kosong seluas sekitar 5.016 m² akan dibangun laboratorium IPA, Aula

dan Lapangan Olahraga.

Ditinjau dari standarisasi bangunan dan perabot Sekolah Menengah

Umum (Direktorat Dikmenum, 2003) dan Standar Pelayanan Minimal

(Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 053/U/2001 tentang

Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan

Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah), luas, tata letak dan

desain bangunan/ruang yang ada masih perlu dibenahi.

Untuk menunjang supaya proses belajar mengajar dapat berjalan

dengan baik, maka pihak sekolah berusaha untuk melengkapi sarana dan

lxxx

prasarana belajar. Sampai sekarang sekolah sudah memiliki beberapa ruang,

selebihnya dapat dilihat pada lampiran.

Kepala Sekolah yang pernah menjabat sebagai pimpinan di SMA

Negeri 1 Mojolaban :

1. Drs. H. Soegiono (Periode I tahun 1990─1991)

2. Moedjiarno, B.A (Periode II tahun 1991─1993)

3. Drs. Soeroso (Periode III tahun 1993─1997)

4. Drs. Soekardjo (Periode III tahun 1997─2004)

5. Drs. Soeperman (Periode IV tahun 2004/2005 [Almarhum])

6. Drs. H. Sukirno (PLT. Kepala Sekolah Mei 2006)

7. Drs. Juari (Periode VII tahun 2006─2008)

8. Drs. Tukiman, M.Pd. (Periode VIII tahun 2008 Sampai Sekarang)

lxxxi

Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Mojolaban

Kepala Sekolah

Sarana Kurikulum Kesiswaan

Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas Wali Kelas

Guru

Siswa

KA. TU

Humas

lxxxii

b. Profile SMA Negeri 1 Mojolaban

1) Daerah Asal Siswa

Ditinjau dari daerah asla sekolahnya, siswa SMA Negeri 1

Mojolaban berasal dari dalam dan luar Kabupaten Sukoharjo.

Dari dalam Kabupaten Sukoharjo : ± 89,00% berasal dari

Kecamatan Mojolaban, Polokarto, Bendosari, Sukoharjo, Grogol dan

Baki.

Dari luar daerah Kabupaten Sukoharjo : ± 11,00% berasal dari

Kabupaten/kota Karanganyar, Surakarta dan lain-lain.

2) SMA Transit

Saat ini jumlah rombongan belajar adalah 18 kelas atau 6 kelas

pararel, dengan jumlah siswa per kelas berkisar 34-40 orang. Secara

historis daya tampung siswa per kelas 40 orang tidak pernah terpenuhi

sepanjang tahun pelajaran. Mutasi keluar lebih banyak daripada mutasi

masuk, terutama di kelas I/XI dan di kelas II, sehingga jumlah siswa

berkurang rata-rata ± 6,50% per tahun. Dengan melihat arah dan waktu

mutasi keluar, ada kecenderungan untuk menduga bahwa SMA Negeri 1

Mojolaban adalah “SMA Transit”.

3) Hasil Ujian/Lulusan

Hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 lulus 100% baik

program IPA maupun IPS, dengan kriteria batas kelulusan > 4,01.

Keseluruhan yang lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi rata-

rata hanya sekitar 14%. Namun, lulusan yang berhasil diterima di

Perguruan Tinggi Negeri tanpa tes tidak ketinggalan dari SMA Negeri lain

yang setaraf. Untuk tahun 2003/2004 sebanyak 17 orang. Sedangkan

untuk tahun 2004/2005 sebanyak 31 orang.

4) Jumlah Tenaga Kependidikan

lxxxiii

Jumlah tenaga kependidikan sekarang ini 69 orang, terdiri dari 56

orang guru dan 13 orang non guru.

5) Dukungan Orang Tua/Wali Siswa dan Masyarakat

Dukungan orang tua/wali siswa berupa dan ke sekolah melalui

komite sekolah yang besarnya ditetapkan berdasarkan rapat adalah baik.

Hanya secara ekonomis tingkat penghasilan orang tua/wali rata-rata

tergolong sedang, sehingga tunggukan komite sekolah setiap bulan rata-

rata sekitar 52%.

Bagi orang tua/wali siswa yang kenyataannya kurang mampu,

disediakan beasiswa (selektif) melalui Pengurus Komite maupun Dinas

Pendidikan Kabupaten Sukoharjo.

Dukungan masyarakat sekitar sekolah yang bermata pencaharian

sebagai pengrajin genteng tergolong sedang/kurang, jika dilihat masih

adanya tetangga yang menyalakan mesin pencetak genteng pada saat

pelajaran berlangsung. Demikian juga kebersihan lingkungan di depan

sekolah terganggu dengan adanya bahan bakar dan genteng-genteng yang

dijemur di tepi jalan dekat pagar sekolah.

Pengurus komite yang berasal dari unsur tokoh masyarakat, orang

tua/wali siswa, alumni dan guru/tenaga kependidikan memberi dukungan

penuh kepada usaha-usaha peningkatan mutu sekolah.

c. Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 1 Mojolaban

Ø Visi

Unggul dalam prestasi yang berakar pada keimanan dan ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa

Indikator :

1) Tercapainya target kelulusan 100% dengan penguasaan standar

kompetensi mata pelajaran SMA sesuai dengan standar nasional

2) Meningkatkan jumlah lulusan yang diterima di perguruan tinggi baik

negeri maupan swasta terakreditasi hingga mencapai 25%

lxxxiv

3) Prosentase kenaikan kelas meningkat hingga mencapai 100% tanpa nilai

mata pelajaran yang tidak tuntas.

4) Kualitas penjurusan yang semakin meningkat dengan nilai rata-rata mata

pelajaran ciri khas jurusan 7,5

5) Nilai standar ketentuan belajar minimal semakin meningkat hingga

mencapai nilai 80 tiap mata pelajaran.

6) Dalam kejuaraan lomba antar sekolah.

a. Menjuari siswa teladan tingkat kabupaten hingga mencapai tingkat

provinsi.

b. Menjuarai lomba Mata pelajaran tingkat kabupaten.

c. Menjuarai lomba-lomba pramuka ditingkat kwartir cabang dan kwartir

daerah

d. Menjuarai pertandingan sepak bola antar sekolah pada tingkat

kabupaten maupun provinsi

e. Menjuarai lomba seni tari dan seni suara antar sekolah pada tingkat

kabupaten maupun provinsi.

7) Taat melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang

dianutnya.

8) Jiwa keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tercermin

dalam perilaku sehari-hari, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.

9) Terciptanya hubungan yang harmonis antar pemeluk agama

10) Terlaksananya program pembinaan dan peningkatan keimanan dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Ø Misi

Misi yang dimaksud adalah pola dasar tindakan yang dilakukan oleh SMA

Negeri 1 Mojolaban sehingga Visi yang dimaksud di atas dapat teralisasi.

1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap

peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan potensial yang

dimiliki.

lxxxv

2) Mengoptimalkan peran masing-masing komponen pendidikan khususnya

peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai prestasi

belajar yang tinggi.

3) Mendorong dan memebantu setiap peserta didik untuk mengenali potensi

dirinya, sehingga dikembangkan secara optimal.

4) Mendorong seluruh warga sekolah dalam upaya meningkatkan mutu

pendidikan, baik mutu dibidang akademik maupun mutu dibidang non

akademik.

5) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam bidang pembinaan generasi

muda, olahraga, dan seni budaya.

6) Menumbuhkembangkan penghayatan terhadap ajaran agama yang di anut

dan budi pekerti luhur sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.

7) Membina dan meningkatakan kerukunan dan kebersamaan dalam

kehidupan yang dilandasi budi pekerti luhur, berbudaya dan berwawasan

kebangsaan.

8) Membina dan menggerakan perkembangan peserta didik, baik

perkembangan daya cipta, rasa dan karsa maupun perkembangan

jasmaniah.

Ø Tujuan

Untuk mewujudkan visi dan misi SMA Negeri 1 Mojolaban dapat dirumuskan

tujuan sebagai berikut:

1) Tahun 2008, mampu mengelola pendidikan semakin professional melalui

pendekatan holistik, dengan memberdayakan komponen pendidikan agar

berfungsi optimal, sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal.

2) Pada tahun 2008, mampu menciptakan iklim dan suasana sekolah yang

lebih aman, nyaman dan meyenangkan (safer school) untuk mendukung

berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang baik dan optimal.

lxxxvi

3) Pada tahun 2008, mampu melaksanakan program penjurusan yang

berkualitas, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan

intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

4) Pada tahun 2008, proporsi lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi

terakreditasi minimal 35%

5) Pada tahun 2008, mampu mengikuti lomba KIR, Olimpiade mata

pelajaran, dan pemilihan siswa berprestasi, mencapai finalis tingkat

provinsi

6) Pada tahun 2008, memiliki andalan bidang non akademik yang mampu

menjadi finalis tingkat provinsi.

a. Tim olah raga minimal 4 cabang

b. Tim kesenian

c. Gugus depan pramuka

d. Tim teknologi informasi

7) Pada tahun 2008, seluruh warga sekolah telah menghayati dan

mengamalkan pelajaran agama yang di anut, berbudi pekerti luhur, sopan

santun, jujur, berakhlak mulia, menepati janji dan bertanggung jawab.

8) Pada tahun 2008, tercapainya pola pikIr bagi warga sekolah yang aktif,

kreatif, inovatif, logis terhadap tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Diskripsi Data Penelitian

Penelitian tentang hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status

Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y) siswa kelas X SMA Negeri 1

Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010, meliputi tiga macam data yaitu :

1. Pola Asuh Orang Tua yang berasal dari data skor angket responden

2. Status Sosial Ekonomi yang berasal dari data skor angket responden

3. Prestasi Belajar yang berasal dari nilai akhir siswa di sekolah (nilai raport)

Ketiga data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini :

1. Deskripsi Data Tentang Pola Asuh Orang Tua

lxxxvii

Pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X1). Skor

data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 hal 133). Sedangkan

rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut :

1) Nilai terendah : 83,00

2) Nilai tertinggi : 108,00

3) Modus : 85,50

4) Mean : 94,20

5) Median : 93,30

6) S.B. : 8,03

7) S.R. : 7,15

Adapun distribusi frekuensi data pola asuh orang tua dapat disajikan

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Data Pola Asuh Orang Tua (X1)

Interval

kelas Frekuensi

Fx atau

Frekuensi

Komulatif

fX2 Prosentase

(fX %)

F.K.

Prosenta

se

106,5 – 112,5

100,5 – 106,5

94,5 – 100,5

88,5 – 94,5

82,5 – 88,5

6

9

13

10

22

645,00

930,00

1,227.00

913,00

1,887.00

69,339.00

96,118.00

125,473.00

83,373.00

161,917.00

10.00

15.00

21.67

16.67

36.67

100

90.00

73.33

53.33

13.33

Jumlah 60 5,652.00 536,220.00 100 -

Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Pola Asuh Orang Tua maka

dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-1 pada

interval 82,5-88,5 dengan prosentase 36,67%. Kemudian diikuti kelas ke-3 pada

interval 94,5-100,5 dengan prosentase 21,67%, lalu diikuti oleh kelas ke-2 pada

lxxxviii

interval 88,5-94,5 dengan prosentase 16,67%. Setelah itu diikuti kelas ke-4 pada

interval 100,5-106,5 dengan prosentase 15%. Sedangkan responden paling sedikit

menempati kelas ke-5 pada interval 106,5-112,5 dengan prosentase kelas 10%.

Penyebaran data dapat diperikasa dalam histogram berikut ini :

Deskripsi Data Pola Asuh Orang Tua

Pola Asuh Orang Tua

0

5

10

15

20

25

82,5-88,5 88,5-94,5 94,5-100,5 100,5-106,5 106,5-112,5

Interval

Fre

kuan

si

Gambar 3. Grafik Histogram Pola Asuh Orang Tua (X1)

2. Deskripsi Data Tentang Status Sosial Ekonomi

Status Sosial Ekonomi dalam penelitian ini adalah variabel bebas (X2).

Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 hal 134).

Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut

:

1) Nilai terendah : 59,00

2) Nilai tertinggi : 88,00

3) Modus : 2

4) Mean : 74,13

lxxxix

5) Median : 74,25

6) S.B. : 7,69

7) S.R. : 5,89

Adapun distribusi frekuensi data status sosial ekonomi dapat disajikan

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Sosial Ekonomi (X2)

Interval

kelas Frekuensi

fX atau

Frekuensi

Komulatif

fX2 Prosentase

F.K.

Prosentase

82,5 – 88,5

76,5 – 82,5

70,5 – 76,5

64,5 – 70,5

58,5 – 64,5

8

16

16

13

7

686,00

1,269.00

1,187.00

884,00

422,00

58,836.00

100,669.00

88,095.00

60,154.00

25,446.00

13,33

26,67

26,67

21,67

11,67

100,00

86,67

60,00

33,33

11,67

Jumlah 60 4,448.00 333,230.00 100

Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Status Sosial Ekonomi maka

dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-3 dan ke-4

pada interval 70,5-76,5 dan interval 76,5-82,5 dengan prosentase masing-masing

kelas 26,67%, kemudian diikuti oleh kelas ke-2 pada interval 64,5-70,5 dengan

prosentase kelas 21,67%, kemudian diikuti oleh kelas ke-5 pada interval 82,5-

88,5 dengan prosentase 13,33%. Sedangkan responden paling sedikit berada pada

kelas ke-1 pada interval 58,5-64,5 dengan prosentase kelas 11,67%. Penyebaran

data dapat diperiksa dalam histogram berikut ini :

xc

Deskripsi Data Status Sosial Ekonomi

Status Sosial Ekonomi

02468

1012141618

58,5-64,5 64,5-70,5 70,5-76,5 76,5-87,5 87,5-88,5

Interval

Fre

kuen

si

Gambar 4. Grafik Histogram Status Sosial Ekonomi (X2)

3. Deskripsi Data Tentang Prestasi Belajar Sosiologi Siswa

Prestasi Belajar Sosiologi Siswa dalam penelitian ini adalah variabel

terikat (Y). Skor data yang telah diperoleh dapat dilihat pada (Lampiran 9 135).

Sedangkan rangkuman data statistik dapat disajikan dalam uraian sebagai berikut

:

xci

1) Nilai terendah : 65,00

2) Nilai tertinggi : 96,00

3) Modus : 82,00

4) Mean : 78,65

5) Median : 78,91

6) S.B. : 8,55

7) S.R. : 7,06

Adapun distribusi frekuensi data tentang prestasi belajar sosiologi siswa

dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Sosiologi Siswa (Y)

Interval

kelas Frekuensi

fX atau

Frekuensi

Komulatif

fX2 Prosentase

F.K.

Prosentase

92,5 – 99,5

85,5 – 92,5

78,5 – 85,5

71,5 – 78,5

64,5 – 71,5

3

11

17

13

16

286,00

976,00

1,388.00

984,00

1,085.00

27,266.00

86,636.00

113,364.00

74,548.00

73,653.00

5,00

18,33

28,33

21,67

26,67

100.00

95,00

76,67

48,33

26,67

Jumlah 60 4,719.00 375,467.00 100.00

Berdasarkan tabel sebaran frekuensi variabel Prestasi Belajar Sosiologi

Siswa maka dapat diketahui bahwa responden paling banyak menempati kelas ke-

xcii

3 pada interval 78,5-85,5 dengan prosentase 28,33% ; kemudian diikuti oleh kelas

ke-1 pada interval 64,5 – 71,5 dengan prosentase kelas 26,67%; kemudian diikuti

oleh kelas ke-2 pada interval 71,5-78,5 dengan prosentase 21,67%; kemudian

diikuti lagi oleh kelas ke-4 pada interval 85,5-92,5 dengan prosentase 18,33%.

Sedangkan responden paling sedikit berada pada kelas ke-5 pada interval 92,5-

99,5 dengan prosentase 5,00%. Penyebaran data dapat diperikasa dalam

histogram berikut ini :

Deskripsi Data Prestasi Belajar

Prestasi Belajar

02468

1012141618

64,5-71,5 71,5-78,8 78,5-85,5 85,5-92,5 92,5-99,5

Interval

Fre

kuen

si

Gambar 5. Grafik Histogram Prestasi Belajar (Y)

xciii

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data

Data yang telah tersusun secara sistematis seperti pada (Lampiran 10 hal 137),

selanjutnya dianalisis untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan. Syarat analisis

data yang digunakan analisis regresi linier adalah sebaran populasi data harus

berdistribusi normal dan kedua variabel bebas harus linier dengan variabel terikat.

Hasil uji prasyarat analisis data yang telah dilakukan dapat dijelaskan dalam

uraian sebagai berikut :

1. Uji Normalitas

Jika ρ > 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi normal, dan apabila

ρ < 0,050 maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.

a. Uji Normalitas Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1)

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas variabel pola asuh orang tua ( X1 )

Klas f0 fh f0- fh (f0- fh)2

h

2h0

f

)f -(f

6 0 1,37 -1,37 1,87 1,37

5 13 8,15 4,85 23,48 2,88

4 15 20,48 -5,48 30,01 1,47

3 19 20,48 -1,48 2,18 0,11

2 13 8,15 4,85 23,48 2,88

1 0 1,37 -1,37 1,87 1,37

xciv

Total 60 60,00 0,00 -

Rerata = 94,200 S.B. = 8,027

Kai Kuadrat = 10,068 db = 5 ρ = 0,073

Sesuai program uji normalitas sebaran Edisi : Sutrisno Hadi dan Yuni

Pamardiningsih ( 2004 ) dapat diketahui hasilnya sebagai berikut :

χ2 ( kai kuadrat ) = 10,068

ρ = 0,073.

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa ρ > 0,050 atau 0,073 > 0,050

yang berarti bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang

berdistribusi normal atau kesimpulannya sebaran normal. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 138).

b. Uji Normalitas Variabel Status Sosial Ekonomi (X2)

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Skor Status Sosial Ekonomi

Klas F0 fh f0- fh (f0- fh)2

h

2h0

f

)f -(f

10 0 0,49 -0,49 0,24 0,49

9 1 1,66 -0,66 0,44 0,26

8 7 4,75 2,25 5,05 1,06

xcv

7 9 9,55 -0,55 0,30 0,03

6 15 13,54 1,46 2,13 0,16

5 12 13,54 -1,54 2,38 0,18

4 9 9,55 -0,55 0,30 0,03

3 2 4,75 -2,75 7,57 1,59

2 5 1,66 3,34 11,14 6,70

1 0 0,49 -0,49 0,24 0,49

Total 60 60,00 0,00 - 11,01

Rerata = 74,133 S.B = 7,685

Kai Kuadrat = 11,005 db = 9 ρ = 0,275

Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel X2

diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

χ2 ( kai kuadrat ) = 11,005

ρ = 0,275

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan ρ > 0,050 atau 0,275 > 0,050 maka

dapat dinyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Hal ini sesuai dengan kaidah ρ > 0,050 kesimpulannya

normal. Perhitungannya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 139).

c. Uji Normalitas Variabel Prestasi Belajar Siswa (Y)

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Skor Prestasi Belajar Siswa

Klas F0 fh f0- fh (f0- fh)2

h

2h0

f

)f -(f

xcvi

10 0 0,49 0,49 0,24 0,49

9 3 1,66 1,34 1,79 1,08

8 6 4,75 1,25 1,56 0,33

7 8 9,55 -1,55 2,41 0,25

6 14 13,54 0,46 0,21 0,02

5 10 13,54 -3,54 12,55 0,93

4 11 9,55 1,45 2,10 0,22

3 8 4,75 3,25 10,55 2,22

2 0 1,66 -1,66 2,76 1,66

1 0 0,49 -0,49 0,24 0,49

Total 60,00 60,00 0,00 - 7,68

Rerata = 78,650 S.B = 8,555

Kai Kuadrat = 7,685 db = 9 ρ = 0,566

Berdasarkan perhitungan tabel uji normalitas sebaran variabel Y

diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

χ2 ( kai kuadrat ) = 7,685

ρ = 0,566

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan ρ > 0,050 atau 0,566 > 0,050 maka

dapat dinyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi berdistribusi

normal. Hal ini sesuai dengan kaidah ρ > 0,050 kesimpulannya normal.

Penjelasannya dapat dilihat pada (Lampiran 10 hal 140)

2. Uji Linieritas dan Keberartian

Berdasarkan kaidah yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan

memiliki korelasi yang linier apabila ρ > 0,050 maka data dalam penelitian

memiliki korelasi yang linier, dan apabila ρ < 0,050 maka data dalam penelitian

korelasinya tidak linier.

a. Uji Linieritas Variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi

Belajar Siswa (Y)

xcvii

Berdasarkan hasil uji linieritas antara Pola Asuh Orang Tua dengan

Prestasi Belajar Siswa, diperoleh ρ = 0,631 dan F = 0,241. Karena ρ > 0,050

maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua dan prestasi

belajar siswa mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas Pola Asuh

Orang Tua dengan Prestasi Belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X1 dengan Y

Sumber Derajat R2 db Var F ρ Regresi

Residu

ke 1 0,158

0,842

1

58

0,158

0,015

10,864

--

0,002

--

Regresi

Beda

residu

ke 2

ke 2 – ke 1

0,241

0,083

0,759

2

1

57

0,121

0,083

0,013

9,052

6,255

--

0,001

0,015

--

Regresi

Beda

residu

ke 3

ke 3 – ke 2

0,244

0,003

0,756

3

1

56

0,081

0,003

0,013

6,035

0,241

--

0,002

0,631

--

Korelasinya Kuadratik

Sebagai bukti bahwa korelasi antara Pola Asuh Orang Tua dengan

Prestasi Belajar Siswa adalah linier dapat dilihat pada (Lampiran 11 hal 143).

b. Uji Linieritas Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi

Belajar Siswa (Y)

Berdasarkan hasil uji linieritas antara Status Sosial Ekonomi dengan

Prestasi Belajar Siswa, diperoleh ρ = 0,302 dan F = 1,089. Karena ρ > 0,050

maka dapat diambil kesimpulan bahwa status sosila ekonomi dan prestasi

belajar sosiologi siswa mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas

Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X2 dengan Y

xcviii

Sumber Derajat R2 db Var F ρ

Regresi

Residu

ke 1 0,051

0,949

1

58

0,051

0,016

3,108

--

0,080

--

Regresi

Beda

residu

ke 2

ke 2 – ke

1

0,069

0,018

0,931

2

1

57

0,034

0,018

0,016

2,101

1,089

--

0,130

0,302

--

Korelasinya Linier

Sebagai bukti bahwa korelasi antara Status Sosila Ekonomi dengan

Prestasi Belajar adalah linier dapat dilihat pada (Lampiran 11 hal 143) dalam

bentuk grafik hasil uji linieritas Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi

Belajar.

C. Pengujian Hipotesis

Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, selanjutnya dapat dilakukan analisis

data untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya diterima

atau ditolah. Adapun analisis regresi ganda menggunakan komputer seri SPS edisi :

Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi

IBM/IN. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi sederhana antara X1 dan Y ; X2 dan Y

a. Koefisien korelasi sederhana antara Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi

Belajar Siswa.

Ha : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar

Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi

belajar

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat tabel kerja

matriks interkorelasi analisis sebagai berikut :

xcix

Tabel 10.Interkorelasi Analisis Regresi

R X1 X2 Y X1 ρ

1,000 0,000

0,025 0,845

0,397 0,002

X2 ρ

0,025 0,845

1,000 0,000

0,226 0,080

Y ρ

0,397 0,002

0,226 0,080

1,000 0,000

rxy = 0,397

ρ = 0,002

Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis

menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta

tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho

ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini

yang berbunyi “Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua

dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun

Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang galat lebih kecil

dari 5%.

b. Koefisien korelasi sederhana antara Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi

Belajar Siswa

Ha : Ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar

Ho : Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi

belajar

rxy = 0,226

ρ = 0,080

Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis

menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta

tahun 2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho

ditolak. Dengan demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini

yang berbunyi “Ada hubungan yang cukup signifikan antara status sosial

c

ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1

Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” dinyatakan diterima, dengan peluang

galat lebih kecil dari 15%.

2. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Ganda antara X1,X2 dengan Y

Ha : Ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi

dengan prestasi belajar.

Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi

dengan prestasi belajar.

Tabel 11. Koefisien Beta dan Korelasi Parsial

X Beta (B) SB(B) r-parsial t r

0 21,506600 - - - -

1 0,417586 0,125916 0,402 3,316 0,002

2 0,240200 0,131512 0,235 1,826 0,070

Galat baku = 7,764

Korelasi R = 0,452

Korelasi R sesuaian = 0,452

Tabel 12. Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh

Sumber

Variasi

JK db RK F R2 r

Regresi Penuh

Variabel X1

Variabel X2

882,096

681,163

200,933

2

1

1

441,048

681,163

200,933

7,318

11,301

3,334

0,204

0,158

0,047

0,002

0,002

0,070

Residu Penuh 3,435.560 57 60,273 - - -

Total 4,317.657 59 - - - -

Ry(x1,2) = 0,452

ρ = 0,002

F = 7,318

ci

Karena ρ < 0,050, maka berdasarkan pedoman kaidah uji hipotesis

menurut Prof. Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun

2004 versi IBM/IN dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan

demikian pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi “Ada

hubungan yang positif antara pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi

dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun

Pelajaran 2009/2010” diterima.

3. Hasil Perhitungan Sumbangan Masing-masing Variabel X1 dan X2 dengan Y

Tabel 13. Perbandingan Bobot Predikator - Model Penuh

Variabel korelasi Lugas korelasi Parsial koefisien determinasi

X r xy r r par-xy r SD Relatif % SD Efektif %

1 0,397 0,002 0,402 0,002 77,221 15,776

2 0,226 0,080 0,235 0,070 22,779 4,654

Total --- --- --- --- 100.000 20,430

Berdasarkan tabel perbandingan bobot predikator model penuh tersebut di atas,

maka di peroleh sumbangan determinasi yaitu sumbangan relatif dan sumbangan

efektif dari masing-masing prediktor yang bisa dijelaskan sebagai berikut:

1) Sumbangan Relatif (SR) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi

Belajar (Y) sebesar 77,221%. Sedangkan Sumbangan efektif (SE) variabel

Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan variabel Prestasi belajar (Y) sebesar

15,776 %.

2) Sumbangan relatif (SR) variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi

Belajar (Y) sebesar 22,779 %. Sedangkan Sumbangan Efektif (SE) variabel

Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) sebesar

4,654%.

cii

3) Sumbangan Relatif (SR) variabel Pola Asuh Orang Tua (X1) dan variabel

Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi Belajar (Y) sebesar

100%. Sedangkan sumbangan Efektif (SE) variabel Pola Asuh Orang Tua

(X1) dan Variabel Status Sosial Ekonomi (X2) dengan variabel Prestasi

Belajar (Y) Sebesar 20,430%.

D. Pembahasan Hasil Analisis Data

Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan

pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai berikut :

1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y)

2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y)

3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi

(X2) dengan Prestasi Belajar (Y)

Adapun penjelasan dari masing-masing pembahasan hasil analisis data diatas

adalah sebagai berikut :

1. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dengan Prestasi Belajar (Y)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas

X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan

dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada korelasi rx1y

sebesar 0,397 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif

antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA

Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Dikatakan memiliki hubungan

yang positif karena semakin tepat orang tua memberikan pola asuh yang tepat

sesuai dengan situasi dan kondisi anak maka prestasi belajar anak akan semakin

meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua

memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1

Mojolaban. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock

terjemahan Meitasari Tjandrasa (1999 : 93) mengemukakan pola asuh orang tua

ciii

dibedakan atas pola asuh otoriter, laissez faire maupun demokratis sangat

berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar anak. Dengan demikian pola

asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha

memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus

sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat

membantunya untuk meraih prestasi belajar yang maksimal.

2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi (X2) dengan Prestasi Belajar (Y)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa

kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat

dibuktikan dari hasil analisis yang telah dilakukan yaitu menunjukkan ada

korelasi rx2y sebesar 0,226 dan ρ = 0,080. Hal ini menunjukkan adanya hubungan

cukup positif antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa

kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa status sosial

ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA

Negeri 1 Mojolaban. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya

berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan

tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga

yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai

kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan

fasilitas belajar yang memadai. Seperti yang diungkapkan oleh Gerungan (2000:

181) yang mengatakan bahwa “Keluarga yang berada dalam status sosial ekonomi

serba kecukupan, maka orang tua mencurahkan perhatiannya lebih mendalam

kepada pendidikan anak-anaknya. Mereka tidak disulitkan perkara-perkara

kebutuhan primer”. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun

sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk

lebih giat belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang tinggi.

civ

3. Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua (X1) dan Status Sosial Ekonomi (X2)

dengan Prestasi Belajar (Y)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial

ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban

tahun Pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis koefisien

korelasi ganda Ry(x1,2) = 0,452 , ρ = 0,002 dan F = 7,318. Hal ini menunjukkan

bahwa pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi secara bersama-sama

mempunyai hubungan positif dengan prestasi belajar pada siswa kelas X SMA

Negeri 1 Mojolaban tahun pelajaran 2009/2010.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat bahwa pola asuh orang tua

dan status sosial ekonomi memiliki hubungan dengan prestasi belajar pada siswa

kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Hal ini berarti bahwa pola asuh orang tua dan

status sosial ekonomi secara bersama-sama mempunyia korelasi dengan prestasi

belajar. Pola asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan

dalam usaha memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang

diterapkan harus seimbang dengan keadaan status sosial ekonomi orang tua dalam

memenuhi semua kebutuhan sarana dan prasana belajar anak sehingga prestasi

belajar yang diperolehnya pun akan sangat baik.

cv

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari deskripsi data dan pengujian hipotesis yang telah

dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui

bahwa rx1y = 0,397 dan ρ = 0,002. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar pada siswa

kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Siswa yang memiliki pola pengasuhan orang

tua yang baik dalam keluarganya maka akan mampu meningkatkan prestasi

belajar anak.

2. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui

bahwa rx2y = 0,226 dan ρ = 0,080. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada

siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Orang tua yang mempunyai status sosial

ekonominya berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai

keperguruan tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup.

Sebaliknya keluarga yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka

mempunyai kecenderungan kurang memperhatikan anak-anaknya, apalagi

memberikan fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar

yang memadai ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan

cvi

mendorong anak untuk lebih giat belajar sehingga akan tercapai prestasi belajar

yang tinggi.

3. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui

bahwa Ry(x1,2)= 0,452, ρ = 0,002 dan F = 7,318. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan status sosial

ekonomi dengan prestasi belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban. Siswa

yang memiliki pola pengasuhan orang tua yang baik dalam keluarganya dan status

sosial ekonomi orang tua yang berkecukupan maka akan mendorong anak untuk

berprestasi lebih baik dalam belajarnya.

B. IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut :

1. Pola asuh orang tua secara empiris memiliki hubungan yang signifikan dengan

prestasi belajar yang dimiliki seorang anak. Dengan adanya hubungan yang

signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar anak, maka

memberikan gambaran akan pengasuhan orang tua kepada anak agar lebih

memperhatikan kondisi anak dengan menjaga hubungan baik antara orang tua

dengan anak sehingga tercipta suasana yang nyaman akan menumbuhkan

motivasi anak untuk meningkatkan prestasi belajarnya.. Dengan demikian pola

asuh orang tua dalam memperlakukan anaknya yang diterapkan dalam usaha

memelihara, membimbing, melindungi dan mendidik anak yang diterapkan harus

sesuai dengan perkembangan dan kondisi anak sehingga akan dapat

membantunya untuk meraih prestasi belajar yang maksimal.

2. Secara empiris status sosial ekonomi orang tua memiliki hubungan dengan

prestasi belajar anak. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonominya

berkecukupan akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan

tinggi. Disamping itu pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga

yang mempunyai status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai

kecenderungan kurang memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan

cvii

fasilitas belajar yang memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai

ataupun sarana dan prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak

untuk lebih giat belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang tinggi.

3. Bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah

pola asuh orang tua dan status sosial ekonomi orang tua Orang tua yang

berpendidikan tinggi cenderung akan lebih luwes dan pola asuh yang mereka

gunakan disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan orang tua yang

berpendidikan rendah akan lebih kolot dan mendominasi anak karena kurangnya

pengetahuan orang tua tentang tumbuh kembang anak-anak. Selain itu, orang tua

yang telah mendapat kursus mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak akan

lebih menggunakan gaya demokratis dibandingkan orang tua yang tidak

mendapatkan pelatihan sebelumnya. Jadi dengan pola pengasuhan yang tepat

dapat meningkatkan prestasi belajar pada anak. Selain itu prestasi belajar anak

juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dari orang tua. Orang tua yang

mempunyai status sosial ekonominya berkecukupan akan cenderung

menyekolahkan anak-anaknya sampai keperguruan tinggi. Disamping itu

pemberian fasilitas belajar juga cukup. Sebaliknya keluarga yang mempunyai

status sosial ekonomi rendah mereka mempunyai kecenderungan kurang

memeperhatikan anak-anaknya, apalagi memberikan fasilitas belajar yang

memadai. Jadi dengan adanya fasilitas belajar yang memadai ataupun sarana dan

prasarana yang memadai dalam belajar, akan mendorong anak untuk lebih giat

belajar sehingga akan tercapai prestasi belajar yang tinggi.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah penulis uraikan diatas,

maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Orang Tua

a. Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti

pentingnya menciptakan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak.

cviii

Perkembangan psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuhan orang

tua setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan

keteladanan, perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah.

b. Orang tua hendaknya selalu berusaha mendukung dalam proses belajar anak

dengan segala perhatian, kasih sayang dan juga memfasilitasi segala

kebutuhan belajar anak dengan maksimal sesuai dengan status sosial ekonomi

yang dimilikinya. Karena segala jenis proses belajar itu membutuhkan

fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai guna memaksimalkan proses

belajar anak dan dapat meningkatkan prestasi belajar anak khususnya dalam

bidang studi sosiologi.

2. Bagi Siswa

Hendaknya menyadari tingkat status sosial ekonomi orang tuanya, sehingga pada

saat melakukan aktivitas belajar bisa memaksimalkan dengan menggunakan

media ataupun fasilitas belajar yang ada.

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian sejenis yang juga berhubungan dengan prestasi belajar

siswa. Sehingga hasil penelitian dapat lebih lengkap dan akurat dibanding

penelitian ini.

cix

DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Affifudin. 1999. Psikologi Keluarga. Jakarta : Aksara Ary, Donald, 1982, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Terjemahan Arief

Furchan dari judul asli “Introduction to Research in Education”, Surabaya : Usaha Nasional.

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi

Aksara. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :

PT. Gramedia Pustaka Utama Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sosiologi SMU. Jakarta: Pusat

Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan. Gerardo P. Sicat & HW. Arndt. 1990. Ilmu Ekonomi Untuk Konteks Indonesia.

Jakarta: LP3ES.

Gerungan. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama

Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hurlock,Elizabeth B.1999. Terjemahan Meitasari Tjandrasa. Perkembangan Anak.

Jakarta: Erlangga Hurlock,Elizabeth B. 2004. Terjemahan Istiwidayati dan Soejarwo. Psikologi

Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Jakarta : Anngota IKAPI.

Hetherington dan Parke, 2000, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Alih

bahasa : Soemitro, Jakarta: Universitas Indonesia. Yasa Doantara. 2008. Aktivitas dan Prestasi Belajar. Tersedia pada

http://sunartombs.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Desember 2009 Ihromi T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor

cx

Markum. An. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI Moh. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mugito. 2007. Jenis Macam Tipe Pola Asuh Orang tua Pada Anak & Cara Mendidik Mengasuh Anak Yang Baik. Tersedia pada www.organisasi.org. Diakses pada pada tanggal 28 oktober 2009

Mussen. 1997. Perkembangan Anak. Yogyakarta : Eresco. Nana Syaodih Sukmadinata, 2004, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya Nasution S. 1999. Diktatik Azas-azas Mengajar. Bandung : Penerbit Semmars. Nasution, 2003, Metode Research Jakarta : Bumi Aksara. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Nining. 2009. Asuhan Keperawatan. Tersedia pada http://s10.histats.com/301.swf.

Diakses pada tanggal 23 Desember 2009 Nurbani Yusuf. 1998. Bimbingan Konseling Anak Remaja. Yogyakarta: UD.Rama Rohn Aliah. 1990. Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Eresco Saifuddin Azwar. 2002. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi

Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saifuddin Azwar. 2002. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. SamVaknin, Ph.D. 2009. Parenting The Irrational Vocation. Tersedia pada

(http://archive.constantcontact.com/fs056/1101439140372/archive/1102104663935.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2009

Sevilla, Consuelo G,et all. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan

Alimuddin Tuwu dari judul asli “An Introduction to Research Methods”. Jakarta: UI- Press.

Singgih D. Gunarso & Ny Y Singgih D. Gunarso. 2000. Psikologi Perkembangan

Anak dan Remaja. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia

cxi

Singgih D. Gunarso & Ny Y Singgih D. Gunarso. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.

Rineka Cipta. Soedomo Hadi. 2003. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: UNS Press. Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Universitas Indonesia:

Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono, 2005, Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :

Rineka Cipta. Susanto, Phil Astrid. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta :

Anggota IKAPI Sutratinah Tirtonegoro. 2001. Anak Suernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta

: PT. Bumi Aksara Sutrisno Hadi. 1996. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Sutrisno Hadi. 2000. Metode Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. Sutrisno Hadi. 2001. Metode Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset. Svalastoga Kaare. 1989. Diferensiasi Sosial. Jakarta. : Bina Aksara Undang-Undang No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:

Cemerlang. Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung:

Tarsito. Waridjan. 1991. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang : IKIP Press Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo

cxii

Y. Slamet, M.Sc. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : UNS Press. Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Intruksional. Bandung: Remaja Rosda Karya Zakaria. 2009. Pengertian Ekonomi. Tersedia pada http://info.g-

excess.com/id/info/EkonomiPengertian.info. Diakses pada tanggal 23 Januari 2010