HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK …
Transcript of HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK …
1
HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK
BERDASARKAN PANDUAN ATS/IDSA 2019 DENGAN PERBAIKAN
KLINIS PADA PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS RAWAT INAP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Mensiana Ayu Maju
NIM : 168114174
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
HUBUNGAN ANTARA KETEPATAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK
BERDASARKAN PANDUAN ATS/IDSA 2019 DENGAN PERBAIKAN
KLINIS PADA PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS RAWAT INAP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Mensiana Ayu Maju
NIM : 168114174
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persemabahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Bapa-Mama, saudari-saudariku, kakak-kakak iparku, dan ponakan-
ponakanku
Keluarga besar, sahabat-sahabat dan teman-teman
Almamaterku Universitas Sanata Dharma
“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang
perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada
mereka.”
Mat 7:12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat menyebabkan peradangan
paru-paru, jika tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan kematian.
Ketepatan pemberian antibiotik empiris dapat meningkatkan keberhasilan terapi
pada pneumonia dan mencegah timbulnya resistensi bakteri terhadap berbagai
macam antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai ketepatan pemilihan
antibiotik empiris pada pneumonia komunitas dengan menggunakan panduan
antibiotik ATS/IDSA 2019, serta hubungannya dengan respon klinis pasien.
Penelitian ini merupakan jenis rancangan kohort retrospektif, data diambil dari
rekam medis pasien pneumonia komunitas yang di rawat inap dan jumlah sampel
yang diambil minimal sebanyak 30. Data rekam medis yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan uji statistik independent sampel t-test atau uji Mann-Whitney
sebagai alternatifnya. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata
perbaikan klinis yang meliputi suhu tubuh, detak jantung dan laju pernapasan
antara penderita CAP yang menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan
ATS/IDSA 2019 dan yang menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai panduan
ATS/IDSA 2019 (p-value <0,05) serta, tidak terdapat perbedaan rata-rata
perbaikan klinis yaitu tekanan darah sistolik antara penderita CAP yang
menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 dan yang
menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai panduan ATS/IDSA 2019 (p-value
>0,05) di RSUP Dr. Sardjito.
Kata Kunci : Antibiotik, Community Acquired Pneumonia(CAP), Panduan
ATS/IDSA 2019, Perbaikan Klinis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Pneumonia caused by bacteria can cause inflammation of the lungs, if not
treated properly it can lead to death. The accuracy of giving empiric antibiotiks
can increase the success of therapy in pneumonia and prevent the emergence of
bacterial resistance to various kinds of antibiotiks. The aim of this study was to
assess the appropriateness of empiric antibiotik selection in community
pneumonia using the 2019 ATS/IDSA antibiotik guide, as well as its relationship
with patient clinical response. This research is a type of retrospective cohort
design, the data were taken from the medical records of community pneumonia
patients who were hospitalized and the number of samples taken was at least
30.The medical record data obtained were then analyzed by statistical
independent sample t-test or the Mann-Whitney test as a the alternative. The
results of the analysis show that there is a difference in the mean clinical
improvement including body temperature, heart rate and respiratory rate between
CAP patients who use empirical antibiotiks according to the 2019 ATS/IDSA
guidelines and those using empirical antibiotiks that are not according to the
2019 ATS / IDSA guidelines (p-value <0.05) and, there was no difference in the
mean clinical improvement, namely systolic blood pressure between CAP patients
who used empirical antibiotiks according to the 2019 ATS / IDSA guidelines and
those using empirical antibiotiks not according to the 2019 ATS / IDSA guidelines
(p-value >0.05 ) at Dr. Sardjito.
Keywords: Antibiotiks, Clinical Improvement, Community Acquired Pneumonia
(CAP), 2019 ATS/IDSA Guidelines
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................................v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
ABSTARK ...............................................................................................................x
ABSTRACT ........................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
METODE PENELITIAN .........................................................................................3
Desain dan Subjek Penelitian ............................................................................... 3
Pengambilan Data ................................................................................................. 5
Analisis Data ......................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................7
KESIMPULAN ......................................................................................................17
SARAN ..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18
LAMPIRAN ...........................................................................................................21
BIOGRAFI PENULIS ...........................................................................................31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Karakteristik Pasien CAP di RSUP Dr. Sardjit……………...…………...8
Tabel II. Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien CAP di RSUP
Dr. Sardjit……………………………………………………...……….12
Tabel III. Rata-Rata Perbaikan KlinisPada Penderita CAP Yang
Menggunakan Antibiotik Empiris Sesuai Panduan ATS/IDSA
2019 dan Tidak Sesuai Panduan ATS/IDSA 2019…………………13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema pengambilan data……….…….………….…………………….4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ........................................................................... 22
Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RSUP Dr. Sardjito ................................ 23
Lampiran 3. Sertifikat CE&BU ........................................................................... 24
Lampiran 4. Pengumpulan Data .......................................................................... 25
Lampiran 5. Definisi Operasional ....................................................................... 28
Lampiran 5. Analisis Statistik ............................................................................. 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUHAN
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit). Pneumonia
merupakan infeksi saluran napas bawah, yang masih tetap menjadi masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang
sudah maju (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Pneumonia merupakan
salah satu infeksi yang sering ditemukan pada usia lanjut. Terdapat lebih dari
sejuta kasus pneumonia yang memerlukan perawatan di Amerika Serikat, 600.000
kasus di antaranya pada pasien di atas 65 tahun (Mulyana, 2019). Data South East
Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health Statistik 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Pneumonia selalu masuk dalam 10 besar penyakit di Indonesia. Pada tahun
2013, pneumonia ditemukan dengan prevalensi 3,1% di Sumatera Barat. Di Kota
Padang jumlah kunjungan pengobatan pneumonia mengalami kenaikan dari tahun
2008 hingga 2013, dengan 5.878 kasus pada 2008 dan 8.970 kasus pada 2013 (M.
A. Sari et al., 2018). Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2016 (Data Tahun 2015) di DIY secara keseluruhan, angka
penemuan kasus pneumonia adalah 18,06%, sedangkan Profil Kesehatan Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 secara keseluruhan, angka penemuan kasus
pneumonia adalah 23,13% (Dinkes DIY, 2016). Dari data ini dapat dilihat adanya
kenaikan pada kasus pneumonia dari tahun 2015 sampai tahun 2016.
Salah satu klasifikasi pneumonia adalah Pneumonia Komunitas (Community
Acquired Pneumonia) atau CAP. Infeksi saluran napas bawah termasuk
pneumonia komunitas menduduki urutan ke-3 dari 30 penyebab kematian di
dunia. Angka kematian pneumonia komunitas pada rawat jalan 2%, rawat inap 5-
20%, lebih meningkat pada pasien di ruang intensif yaitu lebih dari 50%. Sekitar
20-40% pasien pneumonia komunitas memerlukan perawatan rumah sakit dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sekitar 5-10% memerlukan perawatan intensif (PDPI, 2014). Di Indonesia,
pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit. Angka
kematian pada pasien rawat jalan 1% dan pada pasien rawat inap meningkat
menjadi sekitar 25%, sehingga diperlukan tatalaksana yang adekuat dan optimal
untuk mencegah peningkatan angka kematian (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
Meningkatkan perawatan pasien dewasa dengan pneumonia yang didapat dari
komunitas (CAP) telah menjadi fokus banyak organisasi yang berbeda, dan
beberapa telah mengembangkan pedoman untuk manajemen CAP. Dua yang
paling banyak dirujuk adalah dari Infectious Diseases Society of America (IDSA)
dan American Thoracic Society (ATS). Menanggapi tentang perbedaan antara
pedoman masing-masing, IDSA dan ATS membentuk komite bersama untuk
mengembangkan dokumen pedoman CAP terpadu (Mandell et al., 2007).
Rekomendasi antibiotik untuk pengobatan empiris CAP pada panduan ATS/IDSA
didasarkan pada memilih agen yang efektif melawan mayor penyebab bakteri
CAP yang dapat diobati (Metlay et al., 2019). Kriteria keparahan CAP pada
panduan ATS/IDSA 2019 telah divalidasi dan mendefinisikan CAP parah pada
penderita dengan melihat satu kriteria mayor atau tiga atau lebih kriteria minor
(Metlay et al., 2019) yang telah ditetapkan. Kriteria mayor terdiri atas 2 kriteria
yaitu syok septik dengan kebutuhan vasopresor dan kegagalan pernafasan yang
membutuhkan ventilasi mekanis, sedangkan kriteria minor terdiri dari 9 kriteria
yaitu frekuensi pernapasan ≥ 30 napas/menit, rasio PaO2/FIO2 ≤ 250, infiltrat
multilobar, kebingungan/disorientasi, uremia (nitrogen urea darah tingkat ≥ 20
mg/dl), leukopenia (sel darah putih/leukosit, < 4.000 sel/ml), trombositopenia
(trombosit, < 100.000/ml), hipotermia (suhu inti, < 36,8 0C), dan hipotensi yang
membutuhkan resusitasi cairan dengan agresif (Metlay et al., 2019).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Hal tersebut tidak hanya berdampak pada morbiditas
dan mortalitas, tetapi juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial
yang sangat tinggi (PerMenkes, 2011), dengan demikian diperlukan pertimbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang tepat dalam menentukan antibiotik empiris. Pemberian antibiotik yang tepat
sangat dianjurkan agar terjadi perbaikan klinis pada pasien pneumonia, oleh
karena itu akan dilakukan suatu penelitian dengan judul “Hubungan Antara
Ketepatan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Panduan ATS/IDSA 2019 dengan
Perbaikan Klinis pada Pasien Pneumonia Komunitas Rawat Inap”.
METODE PENELITIAN
Desain dan Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Observasional analitik. Metode
observasi adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan
mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Rancangan penelitian ini adalah kohort
retrospektif karena paparannya (dalam penelitian ini berupa pemberian antibiotik)
telah dinilai atau diberikan sebelum dilakukannya penelitian ini dan hasil
outcomenya sudah ada.Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah
ketepatan pemberian antibiotik empiris berdasarkan panduan ATS/IDSA 2019,
sedangkan variabel tergantung/terikat (dependen) adalah rata-rata lama perbaikan
klinis yang meliputi suhu tubuh, detak jantung (nadi), frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah sistolik pada penderita CAP yang menggunakan antibiotik empiris
sesuai panduan ATS/IDSA 2019 dan tidak sesuai panduan ATS/IDSA 2019.
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien usia ≥ 18 tahun dengan
pneumonia yang dirawat inap di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta selama tahun
2019. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
penelitian yaitu: kriteria inklusi yang terdiri dari, pasien usia ≥18 tahun dengan
pneumonia komunitas yang dirawat inap di rumah sakit, mendapat terapi
antibiotik untuk pneumonia, rekam medis lengkap (diagnosa, jenis kelamin, usia,
nitrogen urea darah, laju pernapasan/Respiration Rate, tekanan darah, suhu tubuh,
denyut jantung, leukosit, lama perbaikan klinis, lama tinggal di RS) dan kriteria
eksklusi berupa, ibu hamil atau menyusui, pasien dengan transplantasi organ atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
stem cell yang mengonsumsi obat imunosupresan, pasien dengan sistem imun
yang rendah seperti pada pasien dengan HIV, pasien pneumonia komunitas yang
memutuskan pulang atas permintaan sendiri atau pulang paksa, pasien dengan
komorbid (gagal jantung, gagal ginjal kronik/akut, TBC).
Gambar 1. Skema pengambilan data
Jumlah penderita CAP dengan usia ≥ 18
tahun periode Juli-Desember 2019
sebanyak 95 data rekam medis
Inklusi sebanyak 84 data
rekam medis
Data rekam medis yang
digunakan 40 data
Eksklusi
sebanyak 44 data
rekam medis
18 data Pasien
meninggal, 2 data
pasien pulang paksa,
24 data adanya
komorbid (gagal ginjal
kronis, gagal ginjal
akut, gagal jantung
kongestif, susp. TBC).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Pengambilan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data sekunder berupa rekam medis.
Pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling, jenis purposive
sampling digunakan karena semua sampel yang dipilih berdasarkan kriteria
inklusi yang telah ditetapkan untuk dimasukan ke dalam penelitian hingga jumlah
sampel telah tercapai. Data yang diambil terdiri dari diagnosa, jenis kelamin, usia,
nitrogen urea darah, laju pernapasan/Respiration Rate, tekanan darah, suhu tubuh,
denyut jantung, leukosit, lama perbaikan klinis, lama tinggal di RS dan terapi
antibiotik yang diperoleh. Penelitian ini telah mendapat izin dari Komisi Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dengan nomor surat No. : KE/FK/
0381/EC/2020 dan pihak RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta dengan nomor surat No.
: LB.02.01/XI.2.2/6913/2020.
Analisis Data
Analisa data dilakukan di Pusat Kajian CE&BU Universitas Gadjah Mada
dengan menggunakan program IBM SPSS Statistiks 22. Uji statistik yang
digunakan yaitu independent sampel t-test jika data berdistribusi normal, apabilah
data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji alternatifnya yaitu uji Mann-
Whitney. Dalam penelitian ini menggunakan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05).
Data rekam medis yang digunakan dalam penelitian akan dilihat keparahan CAP
untuk melihat ketepatan penggunaan antibiotik berdasarkan panduan ATS/IDSA
2019. Penentuan keparahan CAP berdasarkan panduan ATS/IDSA 2019 dapat
dilihat dari satu kriteria mayor atau dapat dilihat dari tiga kriteri minor atau lebih
kriteria minor. Kriteria mayor terdiri atas 2 kriteria yaitu syok septik dengan
kebutuhan vasopresor dan kegagalan pernafasan yang membutuhkan ventilasi
mekanis, sedangkan kriteria minor terdiri dari 9 kriteria yaitu frekuensi
pernapasan ≥ 30 napas/menit, rasio PaO2/FIO2 ≤ 250, infiltrat multilobar,
kebingungan/disorientasi, uremia (nitrogen urea darah tingkat ≥ 20 mg/dl),
leukopenia (sel darah putih/leukosit, < 4.000 sel/ml), trombositopenia (trombosit,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
< 100.000/ml), hipotermia (suhu inti, < 360C), dan hipotensi yang membutuhkan
resusitasi cairan dengan agresif (Metlay et al., 2019). Data rekam medis yang ada
tidak lengkap, sehingga dalam menentukan keparahan CAP pada kriteria minor
dari 9 hanya bisa melihat 5 kriteria saja yaitu leukosit, trombosit, nitrogen urea
darah (BUN), frekuensi pernapasan, dan hipotermia.
Pada orang dewasa yang di rawat inap dengan tingkat keparahan CAP
tidak parah panduan merekomendasikan antibiotik empiris berupa kombinasi β-
laktam dan makrolida atau monoterapi dengan fluoroquinolone respirasi,
sedangkan pada orang dewasa yang di rawat inap dengan tingkat keparahan CAP
parah panduan merekomendasikan antibiotik empiris kombinasi berupa β-laktam
dan makrolida atau β-laktam dan fluoroquinolone respirasi (Metlay et al., 2019).
Pada penelitian ini pasien akan dikategorikan menjadi, pasien yang menggunakan
antibiotik empiris berdasarkan panduan ATS/IDSA 2019 dan pasien yang
menggunakan antibiotik empiris tidak berdasarkan panduan ATS/IDSA 2019.
Setelah dikelompokkan maka data akan dilihat lama perbaikan klinis dan lama
tinggal di RS untuk masing-masing pasien.
Kriteria untuk menentukan perbaikan klinis berdasarkan panduan
ATS/IDSA 2019 dilihat dari kriteria suhu, detak jantung, laju pernapasan, tekanan
darah, saturasi oksigen, kemampuan makan dan status mental normal. Panduan
ATS/IDSA 2007 menjelaskan nilai dari kriteria pasien stabil secara klinis yaitu
suhu tubuh ≤ 37,8 0C, detak jantung ≤ 100 kali/menit, laju pernapasan ≤ 24
kali/menit, tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg, saturasi oksigen arteri ≥ 90% atau
pO2 ≥60 mmHg dalam ruangan, kemampuan mempertahankan asupan oral, dan
status mental normal. Pada rekam medis di RS tidak semua kriteria pasien stabil
secara klinis berdasarkan panduan ATS/IDSA dicantumkan, sehingga pada
penelitian ini kriteria pasien stabil secara klinis dari 7 kriteria hanya dilihat 4
kriteria saja yaitu tekanan darah sistolik, suhu tubuh, detak jantung, dan laju
pernapasan. Data perbaikkan klinis akan dilihat dari pemeriksaan tanda-tanda vital
pada asuhan keperawatan pada Rekam Medis pasien, dilihat pada hari keberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
pasien mengalami perbaikan klinis, sedangkan lama tinggal di RS akan dilihat
dari hari pertama pasien di rawat inap sampai hari pasien diperbolehkan pulang.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara ketepatan
pemberian Antibiotik empiris berdasarkan panduan ATS/IDSA 2019 terhadap
perbaikan klinis pada pasien pneumonia komunitas rawat inap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,
jumlah penderita pneumonia komunitas dengan usia lebih dari/sama dengan 18
tahun periode Juli-Desember 2019 sebanyak 95 data rekam medis. Rekam medis
yang masuk dalam kriteria inklusi sebanyak 84 data, sebanyak 44 data dieksklusi
dikarenakan terdapat 18 data pasien meninggal, terdapat 2 data pasien pulang
paksa, dan terdapat 24 data adanya komorbid (gagal ginjal kronis, gagal ginjal
akut, gagal jantung kongestif, susp. TBC). Dalam penelitian ini rekam medis pasien
pneumonia komunitas yang digunakan sebanyak 40 data dan yang sesuai panduan
ATS/IDSA 2019 sebanyak 20 data serta tidak sesuai panduan ATS/IDSA 2019
sebanyak 20 data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Tabel I. Karakteristik Pasien CAP di RSUP Dr. Sardjito
Karakteristik n %
Terapi antibiotik empiris
Sesuai panduan
ATS/IDSA
- CAP tidak parah
- CAP parah
Tidak sesuai
panduan ATSIDSA
- CAP tidak parah
- CAP parah
20
0
18
2
100
90
10
Usia (Tahun)
19-40
41-50
51-60
>60
4
5
8
23
10
12,5
20
57,5
Lama rawat inap (hari) pasien CAP
Sesuai panduan
ATS/IDSA
1-5
≥ 6
Tidak sesuai
panduan ATS/IDSA
1-5
≥ 6
11
9
4
16
55
45
20
80
Lama perbaikan suhu tubuh (hari)
1-5
≥ 6
37
3
92,5
7,5
Lama perbaikan tekanan darah sistolik (hari)
1-5
≥ 6
39
1
97,5
2,5
Lama perbaikan detak jantung/nadi (hari)
1-5
≥ 6
34
6
85
15
Lama perbaikan laju pernapasan (hari)
1-5
≥ 6
36
4
90
10
Keterangan: n = jumlah keseluruhan; % = persentase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Berdasarkan Tabel. I, kelompok pasien yang menggunakan antibiotik
empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 tidak ditemukan pasien dengan kondisi
CAP parah ( 0%) dan pasien yang menderita CAP tidak parah sebanyak 20
(100%), sedangkan pada kelompok penderita yang menggunakan antibiotik
empiris tidak sesuai ATS/IDSA 2019 dengan CAP parah terdapat pada 2 (10%)
penderita dan CAP tidak parah terdapat pada 18 (90%) penderita. Usia rata-rata
penderita pneumonia komunitas yang didapat adalah 60,15 tahun dengan usia
terendah adalah 19 tahun dan usia tertinggi adalah 86 tahun. Penderita pneumonia
komunitas terbanyak berada pada rentang usia > 60 tahun sebanyak 23 (57,5%),
kemudian 51-60 tahun sebanyak 8 (20%), lalu dilanjutkan dengan usia 41-50
tahun sebanyak 5 (12,5%) dan terendah pada usia 19-40 tahun sebanyak 4 (10%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munarsih,
Natadidjaja dan Syamsudin (2018), dari hasil penelitian tersebut diperoleh jumlah
subjek usia lanjut yang menderita pneumonia komunitas menduduki posisi
terbanyak yaitu mencapai 56 (57,1%). Hal ini berbeda dari penelitian yang
dilakukan oleh Sari, Raveinal dan Noverial (2018), usia terendah yang menderita
pneumonia komunitas adalah 60 tahun dan usia tertinggi adalah 94 tahun. Hal ini
dikarenakan pada penelitian tersebut kriteria inklusinya adalah penderita
pneumonia komunitas pada geriatrik. Pada penelitian ini pasien berjenis kelamin
wanita lebih banyak menderita pneumonia komunitas dibandingkan dengan pria
yaitu dengan persentase jenis kelamin wanita sebesar 25 (62,5%) dan jenis
kelamin pria sebesar 15 (37,5%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sari, Raveinal dan Noverial (2018) yang di lakukan di RS. Dr. M.
Djamil Padang tahun 2016, dari 365 pasien pneumonia komunitas didapatkan 198
(54,25%) pasien dengan jenis kelamin wanita dan 167 (45,75%) pasien dengan
jenis kelamin pria. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sari,
Rumende dan Harimurti (2017) dengan perbandingan jenis kelamin pria 75
(47,5%) dan jenis kelamin wanita 83 (52,5%), sedangkan dalam penelitian
Rivero-Calle et al. (2016) di Spanyol menemukan bahwa insiden CAP sedikit
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penelitian tersebut juga
mendapatkan hasil dimana insiden CAP dari usia 18 hingga 65 tahun sebanding
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
antara pria dan wanita, sedangkan dari usia 65 tahun insiden CAP lebih tinggi
pada pria dibandingkan pada wanita. Infeksi saluran napas bawah lebih sering
terjadi pada kelompok perokok dan mereka yang perokok pasif (Corwin, 2009).
Penelitian systematic review dan meta-analysis yang dilakukan oleh Baskaran et
al. (2019), menemukan bahwa paparan asap tembakau secara signifikan terkait
dengan perkembangan CAP pada perokok aktif dan mantan perokok serta orang
dewasa berusia ≥ 65 tahun yang merupakan perokok pasif berisiko lebih tinggi
terkena CAP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janah dan Martini
(2017), jenis kelamin wanita (71%) lebih banyak terpapar asap rokok sebagai
perokok pasif dibandingkan pria (29%).
Dalam penelitian ini jumlah penderita yang menggunakan antibiotik
empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 lebih banyak mengalami lama rawat inap
1-5 hari terdapat 11 penderita dibandingkan dengan penderita yang mengalami
lama rawat inap diatas/sama dengan 6 hari terdapat 9 penderita, sedangkan jumlah
penderita yang menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai panduan ATS/IDSA
2019 lebih banyak mengalami lama rawat inap diatas/sama dengan 6 hari terdapat
16 penderita dibandingkan dengan penderita yang mengalami lama rawat inap 1-5
hari terdapat 4 penderita. Lama perbaikan klinis yaitu suhu tubuh, detak jantung,
laju pernapasan, dan tekanan darah sistolik dalam penelitian ini secara
keseluruhan lebih banyak jumlah penderita yang mengalami perbaikan dalam
waktu 1-5 hari dibandingkan jumlah penderita yang mengalami perbaikan dalam
waktu diatas/sama dengan 6 hari. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Munarsih, Natadidjaja dan Syamsudin (2018) tentang
Pengaruh Pemberian Antibiotik Berdasarkan Panduan ATS/IDSA 2007 terhadap
Lama Tinggal pada Pasien Pneumonia Komunitas di Rumah Sakit, jumlah
penderita yang menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan lebih banyak
mengalami lama rawat inap 1-5 hari (38 penderita) dibandingkan dengan
penderita yang mengalami lama rawat inap diatas/sama dengan 6 hari (11
penderita), sedangkan jumlah penderita yang menggunakan antibiotik empiris
tidak sesuai panduan lebih banyak mengalami lama rawat inap diatas/sama
dengan 6 hari (37 penderita) dibandingkan dengan penderita yang mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
lama rawat inap 1-5 hari (12 penderita). Rotter, et al. (2012) dalam penelitiannya
yang berjudul The Effects of Clinical Pathways on Professional Practice, Patient
Outcomes, Length of Stay, and Hospital Costs: Cochrane Systematic Reviewand
Meta-Analysis, menemukan bahwa penerapan panduan di 11 penelitian secara
signifikan mengurangi LOS (Length of Stay)/lama tinggal di rumah sakit. Ellen et
al. (2014), menerangkan bahwa mengurangi lama tinggal di rumah sakit adalah
tujuan umum yang dapat dilakukan dengan beberapa cara salah satunya dengan
menerapkan pedoman praktik klinis, secara teori penerapan pedoman praktik
klinis dapat membantu pasien mempercepat perawatannya di rumah sakit, selain
digunakan untuk perawatan pedoman praktik klinis juga dimaksudkan untuk
mengurangi duplikasi dan komplikasi. Munarsih, Natadidjaja dan Syamsudin
(2018) dari hasil penelitiannya didapat bahwa pasien-pasien yang diterapi dengan
antibiotik tidak sesuai dengan panduan ATS/IDSA 2007 memiliki kecenderungan
untuk lebih lama tinggal di rumah sakit sebanyak 10,25 kali lipat dibandingkan
dengan yang diberikan terapi sesuai dengan panduan ATS/IDSA 2007. Lebih
lanjut dalam penelitian tersebut dijelaskan antibiotik empiris yang diberikan
menurut panduan sebelum hasil kultur keluar akan memberikan hasil klinis yang
baik karena panduan antibiotik dibuat berdasarkan pola kuman dan telah
mempertimbangkan farmakodinamik dan farmakokinetik antibiotik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Tabel. II Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien
CAP di RSUP Dr. Sardjito
Terapi antibiotik Jumlah
pasien 40
CAP tidak
parah (%)
CAP parah
(%)
Jenis antibiotik
Levofloxacin 5 5 (12,5)
Ciprofloxacin 1 1 (2,5 )
Cefoperazone 4 4 (10)
Moxifloxacin 1 1 (2,5)
Ceftazidime 6 4 (10) 2 (5)
Meropenem+Levofloxacin 1 1 (2,5)
Ceftazidime+Ciprofloxacin 3 3 (7,5)
Cefoperazone+Levofloxacin 2 2 (5)
Cefotaxime+Azithromysin 1 1 (2,5)
Ampi-
Sulbactam+Azithromycin
1 1 (2,5)
Ceftazidime+Levofloxacin 2 2 (5)
Ceftriaxone+Ciprofloxacin 1 1 (2,5)
Ceftriaxone+Azitromysin 10 10 (25)
Ceftazidime+Azithromysin 1 1 (2,5)
Cefotaxime+Ciprofloxacin 1 1 (2,5)
Keterangan: % = persentase
Pada penelitian ini penentuan keparahan CAP menggunakan panduan
ATS/IDSA 2019, dimana secara keseluruhan terdapat 38 penderita dengan CAP
tidak parah dan 2 penderita dengan CAP parah. Panduan ATS/IDSA 2019
merekomendasikan antibiotik empiris dengan tingkat keparahan CAP tidak parah
berupa kombinasi β-laktam dan makrolida atau monoterapi dengan
fluoroquinolone respirasi. Pada Tabel. II, pemberian antibiotik empiris dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
tingkat keparahan CAP tidak parah di RSUP Dr. Sardjito diberikan antibiotik β-
laktam yakni antibiotik cefoperazone dan ceftazidime, dan antibiotik kombinasi β-
laktam dan fluoroquinolone yakni antibiotik meropenem+levofloxacin,
ceftazidime+ciprofloxacin, cefoperazone+levofloxacin, ceftazidime+levofloxacin,
ceftriaxone+ciprofloxacin, dan cefotaxime+ciprofloxacin, penerapan terapi
antibiotik ini tidak sesuai dengan panduan ATS/IDSA 2019 untuk penderita
dengan tingkat keparahan CAP tidak parah. Panduan ATS/IDSA 2019
merekomendasikan antibiotik empiris dengan tingkat keparahan CAP parah
berupa antibiotik kombinasi β-laktam dan makrolida atau β-laktam dan
fluoroquinolone respirasi. Pemberian terapi antibiotik empiris pada pasien CAP di
RSUP Dr. Sardjito dengan tingkat keparahan CAP parah diberikan antibiotik β-
laktam yaitu ceftazidime, penerapan terapi antibiotik ini tidak sesuai dengan
panduan ATS/IDSA 2019 untuk penderita dengan tingkat keparahan CAP parah.
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Alfina (2019) yang menganalisis
perbandingan antara monoterapi dengan dualterapi antibiotik extended empiric
pada pasien CAP di RSUP Fatmawati Jakarta, didapatkan tidak ada perbedaan
bermakna (p-value = 0,643) antara terapi antibiotik extended empiric monoterapi
β-laktam dengan dualterapi β-laktam dan fluoroquinolone, selama 5 hari yang
ditandai dengan perbaikan suhu, laju napas dan leukosit darah menuju nilai
normal.
Tabel III. Rata-Rata Lama Perbaikan Klinis Pada Penderita CAP Yang
Menggunakan Antibiotik Empiris Sesuai Panduan ATS/IDSA
2019 dan Tidak Sesuai Panduan ATS/IDSA 2019
Rata-Rata Perbaikan
Klinis
Antibiotik Empiris
p-value Sesuai
ATS/IDSA
2019
(Hari)
Tidak Sesuai
ATS/IDSA
2019
(Hari)
Suhu Tubuh 1.90 2.75 0.046
Detak Jantung/Nadi 2.80 3.95 0.012
Laju Pernapasan 2.20 3.75 0.019
Tekanan Darah Sistolik 1.40 1.55 0.672
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Demam merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi aktif, di mana suhu
yang tinggi dapat menandakan parahnya infeksi (Pitaloka & Wibisono, 2015).
Pasien dikatakan demam jika suhu > 37,8 0C (E. F. Sari et al., 2017). Frekuensi
napas/Respiratory Rate yang meningkat menunjukkan adanya penurunan
kompliansi atau fungsi paru, yang juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan
oksigen dalam darah (Pitaloka & Wibisono, 2015). Adanya kekurangan oksigen
ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Karmiza et al., 2017).
Hipoksia merupakan kondisi berbahaya karena dapat mengganggu fungsi otak,
hati, dan organ lainnya dengan cepat. Hipoksia dapat dideteksi dengan saturasi
oksigen yang rendah dengan gejala yang lain yaitu sesak napas, napas cenderung
cepat/takipnea dan detak jantung yang cepat/takikardia (Budi et al., 2019).
Demam dan kurangnya pasokan oksigen dapat diperparah dengan tekanan darah
yang turun hingga mean arterial pressure (MAP) <60 mmHg atau tekanan darah
sistolik <90 mmHg, dimana ketiganya termasuk dalam kriteria sepsis dan syok
sepsis. Sepsis cukup banyak terjadi pada pasien pneumonia komunitas (Pitaloka &
Wibisono, 2015).
Lama pemberian antibiotik (iv/oral) minimal 5 hari dan bebas demam 48-
72 jam, serta tidak lebih dari 1 tanda terkait ketidak stabilan klinis CAP sebelum
penghentian terapi, sedangkan lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada
pasien yang menunjukkan respon (perbaikan klinis) dalam 72 jam pertama. Lama
pemberian antibiotik dapat diperpanjang jika terapi awal tidak aktif terhadap
patogen yang diidentifikasi atau jika diperumit oleh infeksi luar paru, seperti
meningitis atau endokarditis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Dalam
penelitian ini penderita yang menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan
ATS/IDSA 2019 lebih banyak yang mengalami perbaikan klinis dalam waktu ≤ 5
hari dibandingkan penderita yang menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai
panduan ATS/IDSA 2019 dan tetap mengalami perbaikan klinis. Penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Sari, dkk. (2017) yang membandingkan pola terapi
antibiotik pada CAP di RS tipe A dan tipe B, dijelaskan bahwa di RS tipe A
tampak bahwa pasien CAP yang mendapatkan antibiotik empiris yang sesuai akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
menunjukkan hasil terapi yang membaik lebih banyak dibandingkan dengan
pasien yang mendapatkan terapi antibiotik empiris yang tidak sesuai dengan
pedoman ATS/IDSA sementara itu, di RS B walaupun pasien CAP mendapatkan
terapi antibiotik yang sebagian besar tidak sesuai dengan pedoman ATS/IDSA
tetap menunjukkan outcome terapi membaik.
Tabel. III, menunjukkan rata-rata lama perbaikan klinis antara penderita
yang menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 dengan
penderita yang menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai panduan ATS/IDSA
2019. Uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney dikarenakan
data pada penelitian ini tidak terdistribusi normal. Hasil analisis statistik
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p-value < 0,05) pada perbaikan suhu
tubuh, detak jantung, dan laju pernapasan sehingga, dari hasil yang diperoleh
dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata lama perbaikan klinis yaitu suhu
tubuh, detak jantung, dan laju pernapasan antara penderita yang menggunakan
antibiotik empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 dengan penderita yang
menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai panduan ATS/IDSA 2019. Hasil
analisis statistik pada perbaikan klinis yaitu tekanan darah tidak terdapat
perbedaan yang bermakna (p-value > 0,05), antara penderita yang menggunakan
antibiotik empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 dengan penderita yang
menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai panduan ATS/IDSA 2019. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang sudah ada yakni penelitian yang
dilakukan oleh Sari, dkk. (2017), penelitian tersebut membandingkan pola terapi
antibiotik pada CAP di RS tipe A dan tipe B. Adapun penelitian tersebut
menunjukkan hasil yang jelas, penderita CAP di RS tipe A yang menggunakan
antibiotik empiris yang sesuai ATS/IDSA akan memberikan hasil terapi
perbaikkan pasien pada hari ke-5 dibandingkan dengan pemberian antibiotik
empiris yang tidak sesuai (p = 0,007). Lebih lanjut dalam penelitian tersebut
dijelaskan bahwa di RS tipe B tidak ditemukan adanya antibiotik yang sesuai
namun penderita yang menggunakan antibiotik empiris tidak sesuai ATS/IDSA
sebanyak 76,5% mengalami perbaikan setelah 5 hari. Dalam penelitian tersebut
tidak dijelaskan luaran perbaikan klinis apa saja yang dilihat dalam menilai terapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
perbaikan pada penderita CAP. Almazrou Mazrou (2013), menjelaskan bahwa
penerapan pedoman klinis yang efektif dapat meningkatkan hasil klinis,
mengurangi lamanya rawat inap, rujukan, kunjungan gawat darurat (UGD),
frekuensi pemantauan dan mengurang biaya. Fauzia (2015) memaparkan ada
beberapa hal yang penting diperhatikan dalam menyusun pedoman antibiotik
salah satunya yakni antibiotik yang dipilih selaras dengan pola patogen dan
sensistivitas lokal. Lebih lanjut Liapikou dan Tarres (2013) menjelaskan salah
satu alasan untuk menyatakan bahwa pedoman CAP harus lokal adalah karena
etiologinya dapat berbeda antara negara dan wilayah yang berbeda, berkaitan
dengan pola resistensi. Oleh sebab itu dalam menerapkan pedoman antibiotik
harus memperhatikan etiologi yang terjadi.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu dalam rekam medis yang sudah
di ambil tidak dijelaskan faktor resiko untuk MRSA dan P. Aeruginosa, sehingga
dalam penelitian ini untuk penentuan antibiotik empiris faktor resiko untuk
MRSA dan P. Aeruginosa tidak dimasukkan. Data rekam medis yang ada tidak
lengkap sehingga dalam menentukan keparahan CAP dari kriteria minor dari 9
hanya bisa melihat 5 kriteria saja yaitu leukosit, trombosit, nitrogen urea darah
(BUN), frekuensi pernapasan, dan hipotermia serta, dalam menentukan perbaikan
secara klinis berdasarkan panduan ATS/IDSA dari 7 kriteria hanya dilihat 4
kriteria saja yaitu tekanan darah sistolik, suhu tubuh, detak jantung, dan laju
pernapasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Antara Ketepatan Pemberian
Antibiotik Berdasarkan Panduan ATS/IDSA 2019 dengan Perbaikan Klinis pada
Pasien Pneumonia Komunitas Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai rata-rata
antara penderita CAP yang menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan
ATS/IDSA 2019 dan tidak sesuai panduan ATS/IDSA 2019 terhadap lama
perbaikan klinis yang meliputi suhu tubuh, detak jantung dan laju pernapasan,
serta tidak terdapat perbedaan bermakna nilai rata-rata antara penderita CAP yang
menggunakan antibiotik empiris sesuai panduan ATS/IDSA 2019 dan tidak sesuai
panduan ATS/IDSA 2019 terhadap lama perbaikan klinis yaitu tekana darah
sistolik.
SARAN
Saran untuk penelitian selanjutnya agar memasukkan faktor resiko untuk
MRSA atau P. Aeruginosa dalam penentuan antibiotik empris agar dapat
mengetahui secara jelas ketepatan pemberian antibiotik empiris pada data rekam
medis berdasarkan panduan ATS/IDSA 2019 dan diharapkan semua kriteria
perbaikan klinis yakni suhu, detak jantung, laju pernapasan, tekanan darah,
saturasi oksigen, kemampuan makan dan status mental normal dapat dimasukkan
dalam penelitian agar dapat menyesuaikan dengan perbaikan klinis berdasarkan
panduan ATS/IDSA 2019. Diharapkan juga bagi penlitian selanjutnya untuk
melihat hasil kultur untuk masing-masing penderita CAP agar dapat mengetahui
bahwa pemberian antibiotik untuk pasien sudah sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Daftar Pustaka
Alfina, L. N. R. M. R. (2019). Analisis Perbandingan Antara Monoterapi dengan
Dualterapi Antibiotik Extended Empiric pada Pasien Community-Acquired
Pneumonia di RSUP Fatmawati Jakarta. J Sains Farm Klin 6(2),147–157,
6(2), 147–157.
Almazrou Mazrou, S. (2013). Expected benefits of clinical practice guidelines:
Factors affecting their adherence and methods of implementation and
dissemination. Journal of Health Specialties, 1(3), 141.
https://doi.org/10.4103/1658-600x.120855
Baskaran, V., Murray, R. L., Hunter, A., Lim, W. S., & McKeever, T. M. (2019).
Effect of tobacco smoking on the risk of developing community acquired
pneumonia: A systematic review and meta-analysis. PLoS ONE, 14(7), 1–18.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0220204
Budi, D. B. S., Maulana, R., & Fitriyah, H. (2019). Sistem Deteksi Gejala
Hipoksia Berdasarkan Saturasi Oksigen Dengan Detak Jantung
Menggunakan Metode Fuzzy Berbasis Arduino. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer., 3(2), 1925–1933. http://j-
ptiik.ub.ac.id
Corwin, J. E., 2009. Buku Saku: Patofisiologi. Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
538,542.
Dinkes DIY. (2016). 1 Profil Kesehatan DIY 2016. Dinas Kesehatan DIY, 180.
Ellen, M., Baker, G. R., & Brown, A. (2014). The impact of acute care clinical
practice guidelines on length of stay: A closer look at some conflicting
findings. Journal of Hospital Administration, 3(4), 25.
https://doi.org/10.5430/jha.v3n4p25
Fauzia, D. (2017). Strategi Optimasi Penggunaan Antibiotik. Jurnal Ilmu
Kedokteran, 9(2), 55. https://doi.org/10.26891/jik.v9i2.2015.55-64
Janah, M., & Martini, S. (2017). Hubungan Antara Paparan Asap Rokok Dengan
Kejadian Prehipertensi Relationship Between Secondhand Smoke And
Prehypertension. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo,
3(2), 131. https://doi.org/10.29241/jmk.v3i1.75
Karmiza, K., Muharriza, M., & Huriani, E. (2017). Left Lateral Positioning With
Head Elevation Increase the Partial Pressure of Oxygen on Patients With
Mechanical Ventilation. Jurnal NERS, 9(1), 59.
https://doi.org/10.20473/jn.v9i1.2979
Liapikou, A., & Torres, A. (2013). Current treatment of community-acquired
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pneumonia. 1–14.
Mandell, L. A., Wunderink, R. G., Anzueto, A., Bartlett, J. G., Campbell, G. D.,
Dean, N. C., Dowell, S. F., File, T. M., Musher, D. M., Niederman, M. S.,
Torres, A., & Whitney, C. G. (2007). Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Society Consensus Guidelines on the
Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults. Clinical
Infectious Diseases, 44(Supplement_2), S27–S72.
https://doi.org/10.1086/511159
Metlay, J. P., Waterer, G. W., Long, A. C., Anzueto, A., Brozek, J., Crothers, K.,
Cooley, L. A., Dean, N. C., Fine, M. J., Flanders, S. A., Grif, M. R.,
Metersky, M. L., & Musher, D. M. (2019). AMERICAN THORACIC
SOCIETY Diagnosis and Treatment of Adults with Community-acquired
Pneumonia An Of fi cial Clinical Practice Guideline of the American
Thoracic Society and Infectious Diseases Society of America. 200.
https://doi.org/10.1164/rccm.201908-1581ST
Mulyana, R. (2019). Terapi Antibiotika pada Pneumonia Usia Lanjut. Jurnal
Kesehatan Andalas, 8(1), 172. https://doi.org/10.25077/jka.v8i1.987
Munarsih, F. C., Natadidjaja, R. I., & Syamsudin, S. (2018). Pengaruh Pemberian
Antibiotik berdasar Panduan terhadap Lama Tinggal pada Pasien Pneumonia
Komunitas di Rumah Sakit. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 5(3), 141.
https://doi.org/10.7454/jpdi.v5i3.195
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2014). Pneumonia komuniti. Pneumonia
Komuniti (Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan),
https://www.scribd.com/document/374953596/Pneumonia-Komunitas-2014
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia komuniti 1973 - 2003.
Pneumonia Komuniti (Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan), 6.
Pitaloka, S., & Wibisono, B. (2015). Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Kematian Pasien Pneumonia Komunitas Di Rsup Dr. Kariadi
Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 4(4), 1495–1502.
Rivero-Calle, I., Pardo-Seco, J., Aldaz, P., Vargas, D. A., Mascarós, E., Redondo,
E., Díaz-Maroto, J. L., Linares-Rufo, M., Fierro-Alacio, M. J., Gil, A.,
Molina, J., Ocaña, D., Martinón-Torres, F., Vargas, D., Mascarós, E.,
Redondo, E., Díaz-Maroto, J. L., Linares-Rufo, M., Gil, A., … Rivero-Calle,
I. (2016). Incidence and risk factor prevalence of community-acquired
pneumonia in adults in primary care in Spain (NEUMO-ES-RISK project).
BMC Infectious Diseases, 16(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12879-016-
1974-4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Rotter, T., Kinsman, L., James, E., Machotta, A., Willis, J., Snow, P., & Kugler, J.
(2012). The Effects of Clinical Pathways on Professional Practice, Patient
Outcomes, Length of Stay, and Hospital Costs: Cochrane Systematic Review
and Meta-Analysis. Evaluation and the Health Professions, 35(1), 3–27.
https://doi.org/10.1177/0163278711407313
Sari, E. F., Rumende, C. M., & Harimurti, K. (2017). Faktor–Faktor yang
Berhubungan dengan Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, 3(4), 183. https://doi.org/10.7454/jpdi.v3i4.51
Sari, I. P., Nuryastuti, T., Asdie, R. H., Pratama, A., & Estriningsih, E. (2017).
Perbandingan Pola Terapi Antibiotik pada Community- Acquired Pneumonia
(CAP) di Rumah Ssakit Tipe A dan B. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan
Farmasi, 7(4), 168–174.
Sari, M. A., Raveinal, R., & Noverial, N. (2018). Derajat Keparahan Pneumonia
Komunitas pada Geriatri Berdasarkan Skor CURB-65 di Bangsal Penyakit
Dalam RS. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Andalas,
7(1), 102. https://doi.org/10.25077/jka.v7i1.786
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Lampiran 1. Ethical Clearance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Lampiran 2. Surat Perizinan Penelitian RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Lampiran 3. Sertifikat CE&BU
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Lampiran 4. Pengumpulan Data
No. Rekam Medis :
Usia :
Jenis Kelamin :
Tgl. Masuk :
Tgl. Keluar :
Anamnesis I 21-10-2019
- Riwayat pribadi (terutama riwayat penyakit) :
Pemeriksaan jasmani 1 Tanggal :
- Tanda vital: suhu:; N:; TD:; frekuensi
- Tinggi badan: -; berat badan: -
- Keadaan umum:
- Paru-paru:
Pengkajian awal pasien rawat inap dewasa Tanggal:
- Tiba diruang rawat dengan cara: - Alergi:
- Keadaan umum: kesadaran: ; GCS:; TD:; N:; suhu:; RR
- Informasi tambahan: -
Pengobatan yang sudah diberikan di instalasi rawat darurat
Tanggal:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Asuhan Keperawatan
Tgl Tgl Tgl Tgl
KU
TD
(mmHg)
Suhu 0C
Nadi
(x/menit)
RR
(x/menit)
Pengobatan di rawat inap
Tgl Tgl Tgl Tgl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Ringkasan pasien keluar dari RS (Tanggal: )
Pemeriksaan fisik:
- KU :; TD:; N:; RR:; suhu:
Penatalaksanaan:
- obat:
- Doagnosa akhir:
- Diagnose lain/komplikasi/penyakit penyerta:
- Keadaan pulang dari RS:
- cara keluar:
- Obat/ tindakan yang dilanjutkan:
- Tanggal :
- Prognosis:
Pemeriksaan penunjang :
Patologi klinik Tanggal:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Lampiran 5. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional skala
ketepatan
pemberian
antibiotik
berdasarkan
pedomaan
ATS/IDSA 2019
Pada orang dewasa yang di rawat inap
dengan tingkat keparahan CAP tidak
parah panduan merekomendasikan
antibiotik empiris berupa kombinasi b-
laktam dan makrolida atau monoterapi
dengan fluoroquinolone respirasi
sedangkan pada orang dewasa yang di
rawat inap dengan tingkat keparahan
CAP parah panduan merekomendasikan
antibiotik empiris kombinasi berupa b-
laktam dan makrolida atau b-laktam dan
fluoroquinolone respirasi
CAP parah pada penderita dapat
ditentukan dengan melihat satu kriteria
mayor atau dapat dilihat dari tiga kriteri
minor atau lebih kriteria minor.
Dikategorikan: antibiotik empiris sesuai
pedomaan ATS/IDSA 2019 dan
antibiotik empiris tidak sesuai pedomaan
ATS/IDSA 2019
Nominal
Rata-rata lama
perbaikan klinis
Kriteria pasien stabil secara klinis pada
pasien pneumonia komunitas yaitu Suhu
tubuh ≤ 37.8 0C, Detak jantung ≤100
kali/menit, Laju pernapasan ≤ 24
kali/menit, Tekanan darah sistolik ≥90
mmHg.
Lama perbaikan tekanan darah sistolik,
suhu tubuh, detak jantung, dan laju
pernapasan dilihat dari hari keberapa
penderita mengalami perbaikan sesuai
kriteria dan perbaikan sesuai kriteria
tersebut stabil sampai hari penderita CAP
diperbolehkan pulang.
Nominal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Apabila perbaikan klinis baru ada dihari
penderita CAP diperbolehkan pulang
maka, penderita CAP baru menglami
perbaikan klinis dihari tersebut.
Dikategorikan: lama perbaikan klinis ≤ 5
hari dan lama perbaikan klinis > 5 hari.
Lampiran 6.Analisis Statistik
Tests of Normality
Sesuai
panduan
ATS/IDSA
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hari
perbaikan
TD sistolik
Tepat .527 20 .000 .351 20 .000
Tidak tepat .482 20 .000 .392 20 .000
Hari
perbaikan
suhu tubuh
Tepat .358 20 .000 .408 20 .000
Tidak tepat .229 20 .007 .759 20 .000
Hari
perbaikan
detak
jantung
Tepat .326 20 .000 .569 20 .000
Tidak tepat .192 20 .051 .854 20 .006
Hari
perbaikan
RR
Tepat .207 20 .025 .802 20 .001
Tidak tepat .144 20 .200* .891 20 .028
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Means
Report
Sesuai panduan
ATS/IDSA
Hari
perbaikan
TD sistolik
Hari
perbaikan
suhu tubuh
Hari
perbaikan
detak
jantung
Hari
perbaikan RR
Tepat N 20 20 20 20
Mean 1.40 1.90 2.80 2.20
Std.
Deviation 1.231 2.469 3.270 1.399
Median 1.00 1.00 2.00 2.00
Tidak tepat N 20 20 20 20
Mean 1.55 2.75 3.95 3.75
Std.
Deviation 1.638 2.359 2.544 2.268
Median 1.00 2.00 3.50 4.00
Total N 40 40 40 40
Mean 1.48 2.33 3.38 2.98
Std.
Deviation 1.432 2.422 2.950 2.019
Median 1.00 1.00 2.00 3.00
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Test Statistiksa
Hari
perbaikan
TD
sistolik
Hari
perbaikan
suhu tubuh
Hari
perbaikan
detak
jantung
Hari
perbaikan
RR
Mann-Whitney U 191.000 133.000 109.000 115.500
Wilcoxon W 401.000 343.000 319.000 325.500
Z -.424 -1.993 -2.514 -2.341
Asymp. Sig. (2-tailed) .672 .046 .012 .019
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .820b .072b .013b .021b
a. Grouping Variable: Sesuai panduan ATS/IDSA
b. Not corrected for ties.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Biografi Penulis
Penulis bernama Mensiana Ayu Maju. Lahir di Ruteng
(Leda), Manggarai-NTT pada tanggal 19 Maret 1998.
Penulis merupakan anak dari pasangan Bpk. Maju
Mansuradi Mathias dan Ibu Antonia Djenau serta
merupakan anak bungsu dari lima bersaudari. Penulis
telah menempuh pendidikan di SDI Wae Mata (2004-
2010), SMPK Arnoldus Labuan Bajo (2010-2013),
SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo (2013-2016),
hingga perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta (2016-2020). Penulis pernah terlibat dalam beberapa
kegiatan kepanitiaan, antara lain anggota divisi Humas dalam acarara Aksi
Osteoporosis Day, anggota divisi Dana dan Usaha dalam acara Pelepasan Wisuda
1, Koordinator Dana dan Usaha dalam acara Pelepasan Wisuda II. Penulis juga
terlibat dalam kegiatan Word Health Day (2017) dan mengikuti kegiatan Latihan
Kepemimpinan 1 sebagai peserta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI