Hubungan Antar Pribadi Kelompok 15 Universitas Mercu Buana
description
Transcript of Hubungan Antar Pribadi Kelompok 15 Universitas Mercu Buana
HUBUNGAN ANTAR PRIBADI
Disusun untuk memenuhi tugas Psikologi Sosial
Tahun ajaran 2012
Disusun oleh :
Cindy Yulia 46112010080
Putri Apriliani 46112010081
Vina Cahyati 46112010061
Tiara Rananda Masloman 46112010072
Dosen : Laila Meiliyandrie Indah Wardani, PhD
Fakultas psikologi
Universitas Mercu Buana
Jakarta 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Sosial ini dengan baik.
Makalah ini bertemakan tentang Hubungan Antar Pribadi. Dimana kami akan menjelaskan
bagaimana terjalinnya hubungan antar pribadi. Tidak lupa pula kami mengucapkan
terimakasih kepada semua yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini dimasa
yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makluk Tuhan, manusia tidak dapat hidup sendiri, walaupun secara
fisik dapat hidup tanpa adanya orang lain, tetapi secara psikologis tidaklah mungkin.
Manusia memerlukan orang lain untuk keberadaannya. Hubungan dengan orang lain
akan menjadi semakin nyata apabila orang tersebut semakin berkembang. Bahkan
dapat dikatakan bahwa hubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan pokok. Hal
ini sesuai dengan pendapat para ahli bahwa manusia merupakan makhluk individual
sekaligus sebagai makhluk sosial. Hubungan dengan orang lain tidak terbatas waktu
dan tempat. Dimana saja dapat terjadi hubungan. Hubungan sosial ini sangat penting
perannya. Dalam hubungan sosial akan dapat adanya rasa aman dan rasa tidak aman.
Rasa aman inilah yang memjadi dambaan seseorang dalam hubungan sosial. Mengapa
rasa aman dikatakan disini, karena rasa aman inilah yang dapat membuat seseorang
merasa bahagia. Rasa aman ini akan didapat seseorang bila hubungan sosialnya
memuaskan.
Keberhasilan seseorang didalam hidupnya semata-mata tidak ditentukan oleh
kepandaian otaknya saja. Masih ada faktor yang penting, yaitu pergaulan sosial.
Bagaimana seseorang itu bergaul dalam lingkungannya akan memberikan pengaruh
terhadap keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Kita lihat contoh disekeliling kita,
ada orang yang pandai tapi sulit untuk bergaul, dan ada orang yang kurang pandai
tetapi sangat mudah dalam bergaul, yang berarti hubungan sosialnya baik. Sehingga
dapat dikatakan orang yang mudah bergaul itulah yang dapat merasakan kebahagiaan.
Dengan alasan diatas jelaslah bahwa setiap orang ingin mengusahakan
hubungan sosial yang bai, yang memuaskan untuk dapat sukses dalam usahanya
dalam mencapai ketenangan batin. Didalam hubungan sosial, ada kiat-kiat yang dapat
membantu kita agar hubungan sosial berjalan dengan baik. Yang dimaksud disini
adalah suatu pengertian dari kita terhadap orang lain. Didalam psikologi dikenal
sebagai istilah individual differences, maksudnya adalah adanya perbedaan individual.
Individual tidaklah sama, masing-masing mempunyai cirri-ciri berbeda. Oleh sebab
itu tidak semua orang mempunyai sifat dan sikap hubungan sosial yang sama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hubungan
Hubungan interpersonal (antar pribadi) adalah hubungan yang terdiri atas dua
orang atau lebih, yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola
interaksi yang konsisten.
Hubungan interpersonal adalah keadaan dimana kita berkomunikasi dengan
orang lain, disini kita tidak hanya menyampaikan apa yang ingin disampaikan tetapi
juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Oleh karna itu hubungan
interpersonal sangat erat kaitannya dengan "komunikasi". Selain komunikasi yang
dibutuhkan ada salah satu dasar untuk membangun hubungan interpersonal adalah
ketertarikan dengan orang lain. Dalam buku Weiten (2011) telah dijelaskan bahwa
ketertarikan interpersonal (interpersonal attraction) adalah perasaan positif terhadap
orang lain. Inilah hal yang mendasari kita dalam berhubungan dengan orang lain. Kita
menjalin hubungan pertemanan, hubungan romantis, dan lain-lain berdasarkan pada
perasaan ini.
B. Teori-Teori Hubungan Antar Pribadi
Manusia memiliki keinginan untuk dapat menjelaskan segala sesuatu. Hal ini
merupakan sifat rasa ingin tahu manusia. Siapapun yang mengemukakan penjelasan
tentang mengapa manusia ingin mempunyai teman atau bagaimana terjadinya suatu
hubungan internasional, maka dapat dikatakan Ia sedang ‘berteori‘ tentang hubungan
interpersonal (antar pribadi).
Teori terdiri dari konsep-konsep dan pertanyaan-pertanyaan dasar tentang
bagaimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan membantu mengorganisasikan
informasi yang ada, dan membuat prediksi tentang gejala yang sedang diamati
(Baron, Byrne & Branscombe, 2006).
1. Attaction Theory
Berdasarkan Attaction Theory, dasar bagi seseorang dalam membentuk sebuah
hubungan adalah ketertarikan. Kita dapat tertarik pada seseorang dan tidak
tertarik pada orang lain. Hal yang sama juga dapat terjadi yaitu saat seseorang
dapat tertarik pada orang lain. Ada empat faktor yang memengaruhi ketertarikan
seseorang dengan orang lain,yaitu sebagai berikut :
a. Similarity
Sesuai dengan prinsip Similarity (kesamaan) maka seseorang akan memilih
teman, pacar dan pasangan hidup yang memiliki kesamaan dengan dirinya
baik dalam hal penampilan, perilaku, cara berfikir, dan lain-lain. Pada
umumnya seseorang memang menyukai orang lain yang sama dengan dirinya
dalam beberapa aspek, seperti kebangsaan, ras, kemampuan dalam bidang
tertentu, daya tarik fisik, kecerdasan atau sikap.
b. Proximity
Dalam Proximity (kedekatan) dikatakan bahwa orang lebih mudah tertarik
dengan orang-orang yang memiliki kedekatan secara fisik dengan dirinya.
c. Reinforcement
Melalui Reinforcement (dalam hal ini hadiah) seseorang akan tertarik kepada
orang lain yang memberikan hadiah pada dirinya yaitu berupa hadiah kecil
(pujian) atau hadiah yang cukup mewah (benda tertentu yang mahal).
d. Physical attractiveness and personality
Daya tarik fisik dan kepribadian tidak dapat dipungkiri adalah merupakan hal
yang disukai orang. Hal ini membuat orang lebih tertarik untuk membina
interaksi dengan orang yang memiliki fisik dan kepribadian yang menarik.
2. Relationship Rules Approach
Dalam Relationship Rules Approach, kajian tentang relation (hubungan),
khususnya hubungan pertemanan dan pacaran, ditinjau dari sudut pandang aturan-
aturan yang ada dalam hubungan tersebut.
Relationship Rules Approach menjelaskan beberapa aspek dalam sebuah
hubungan, yaitu pertama teori ini menjelaskan tentang beberapa tingkah laku
yang ada pada sebuah hubungan yang berhasil maupun yang gagal. Kedua,
dengan mengetahui beberapa tingkah laku, pada sebuah hubungan yang berhasil
maupun yang gagal tersebut, maka dapat diketahui mengapa sebuah hubungan
dapat putus dan bagaimana memperbaikinya.
3. Social Penetration Theory
Dalam Social Penetration Theory, tidak dibahas mengapa sebuah hubungan
terbentuk, melainkan apa yang terjadi didalam sebuah hubungan. Dalam sebuah
hubungan, baik berupa pertemanan, percintaan, maupun kekeluargaan hal yang
dilihat adalah segi keluasan (breadth) dan kedalamannya (depth).
4. Social Exchange Theory
Teori ini didasarkan pada model ekonomi untung-rugi yang mengatakan bahwa
keuntungan diperoleh dari pendapatan (rewards) dikurangi biaya (cost). Dalam
hubungan sosial rewards dapat berupa uang, status, cinta, informasi, barang dan
jasa. Dengan menggunakan teori ini, Social Exchange Theory mengatakan bahwa
sebuah hubungan akan dibangun baik hubungan pertemanan maupun percintaan
bila hubungan tersebut mendatangkan manfaat yang besarbagi seseorang. Hal ini
mengandung arti bahwa hubungan dengan teman atau pacar (pasangan) akan
terjalin apabila hubungan tersebut memberikan keuntungan bagi kedua belah
pihak dimana rewards yang didapat lebih besar dari cost yang diberikan.
5. Equity Theory
Equity Theory menjelaskan bahwa sebuah hubungan akan dibangun dan
dipertahankan apabila perbandingan antara manfaat dan biaya pada seseorang
sama dengan perbandingan manfaat dan biaya dari orang lain.
C. Hubungan Dengan Orang Yang Belum Dikenal
Ketika akan menjalin hubungan antar pribadi, akan terdapat suatu proses dan
biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
Menurut Baron & Byrne (2006) interpersonal attraction adalah penilaian
seseorang terhadap sikap orang lain, di mana penilaian tersebut dapat diekspresikan
melalui suatu “dimensi,” dari strong liking sampai dengan strong dislike. Jadi, ketika
kita berkenalan dengan orang lain, sebenarnya kita melakukan penilaian terhadap
orang tersebut. Apakah orang tersebut cukup sesuai untuk menjadi teman atau
sebaliknya, hingga mungkin kita memilih untuk tidak melakukan interaksi sama
sekali?
Konteks penilaian ini adalah dalam melakukan hubungan antar pribadi.
Dimensi dimaksud memuat lima tingkat interaksi, yaitu strong liking, mild liking,
neutral, mild dislike, dan strong dislike.
Tingkat Interaksi Kategori Evaluasi Contoh Interaksi
Strong liking Teman (Friend) Menghabiskan waktu
bersama, merencanakan
pertemuan
Mild liking Teman dekat (close Menikmati interaksi ketika
acquaintance) bertemu
Neutral Teman biasa
(superficial
acquaintance)
Saling mengenal satu sama
lain dan saling menyapa
Mild dislike Penganggu (annoying
acquaintance)
Memilih untuk menghindari
interaksi
Strong Dislike Tidak diinginkan
(Unde-sirable)
Menghindari kontak secara
aktif
Ketika kita menilai orang yang baru kita kenal dengan kategori evaluasi
teman kita (friend), tentu kita akan merasa senang untuk menghabiskan waktu dengan
kegiatan bersama, bahkan mungkin merencanakan untuk dapat bertemu di lain waktu.
Namun sebaliknya, ketika kategori evaluasinya adalah peng-ganggu (annoying),
apalagi yang kita kategorikan sebagai tidak diinginkan (undesirable), saat kita dalam
pertemuan, barangkali kita lebih memilih pura-pura tidak melihat, atau menghindar.
Dalam melakukan hubungan antar pribadi, ada tiga faktor yang mempengaruhi
evaluasi, penilaian atau ketertarikan interper-sonal (interpersonal attraction), yakni:
Faktor Internal
Faktor internal (dari dalam diri kita) meliputi dua hal :
a) Kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation)
Pengaruh perasaan
b) Kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation)
Kadang kita ingin berinteraksi dengan orang lain, namun kadang kita
memilih untuk seorang diri.
Menurut McClelland, kebutuhan berinteraksi adalah suatu keadaan di mana
seseorang berusaha untuk mempertahankan suatu hubungan, bergabung dalam
kelompok, berpartisipasi dalam kegiatan, menikmati aktivitas bersama keluarga atau
teman, menunjukkan perilaku saling bekerja sama, saling mendukung, dan
konformitas. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi, berusaha
mencapai kepuasan terhadap kebutuhan ini, agar disukai, diterima oleh orang lain,
serta mereka cenderung untuk memilih bekerja bersama orang yang mementingkan
keharmonisan dan kekompakan kelompok.
Sebuah penemuan (dalam Baron & Byrne, 2008) menunjukkan bahwa orang
asing akan lebih menyukai, jika kita mengucapkan kalimat positif, umpamanya
“Kamu memiliki anjing yang bagus” dibandingkan kalimat negatif “Dimanakah kamu
menemukan anjing yang buruk itu?”.
Contoh ungkapan kalimat positif dan negatif tersebut, menunjuk-kan bahwa
jika kita membuat orang lain senang ketika kita berjumpa dengannya, maka interaksi
akan lebih mudah terjalin. Sebaliknya, ketika kita berjumpa dengan seseorang namun
kita membuat perasaannya negatif (kesal atau marah), maka orang tersebut juga akan
lebih sulit untuk berinteraksi dengan kita.
Contoh lain, penelitian dari Byrne (1975), dan Fraley & Aron (dalam Baron &
Byrne, 2006) menunjukkan bahwa dalam ber-bagai situasi sosial, humor digunakan
secara umum untuk mencairkan suasana dan memfasilitasi interaksi pertemanan.
Humor yang menghasilkan tawa dapat membuat kita lebih mudah berinteraksi,
sekalipun dengan orang yang belum dikenal.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi dimulainya suatu hubungan interpersonal
adalah:
1. Faktor Kedekatan (proximity)
Orang Jawa bilang, “witing tresno jalaran soko nglibet eh kulino” yang
maknanya (mohon dibetulkan apabila salah), “ketika kita sering bertemu
dengan orang di sekitar kita, maka kita akan terbiasa melihat orang
tersebut dan memungkinkan kita untuk menjadi lebih dekat, dan akhirnya
saling jatuh cinta.”
Menurut Miller & Perlman (2009), kita cenderung menyukai orang yang
wajahnya biasa kita kenali dibandingkan dengan orang yang wajahnya
tidak kita kenal.
2. Daya Tarik Fisik
Penelitian mengenai daya tarik fisik (Dion & Dion, 1991; Hatfield &
Sprecher, 1986; dalam Baron & Byrne, 2008) menunjukkan bahwa
sebagian besar orang percaya bahwa pria dan wanita “yang menarik”
menampilkan; ketenangan, mudah bergaul, mandiri, dominan, gembira,
seksi, mudah beradaptasi, sukses, lebih maskulin (untuk pria) dan lebih
feminin (untuk wanita). Dalam hubungan antar pribadi, orang cenderung
memilih berinteraksi dengan orang yang menarik dibandingkan dengan
orang yang tidak atau kurang menarik, karena orang yang menarik
memiliki karakteristik lebih positif.
Pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua orang yang memiliki daya
tarik fisik memiliki kepribadian seperti yang kita perkirakan. “So, don’t
judge a book by its cover”.
D. Hubungan Dengan Kerabat
Faktor Interaksi
Ada dua hal yang menjadi pertimbangan, yakni:
1. Persamaan-perbedaan (similarity-dissimilarity)
Menyenangkan tentu saja, ketika kita mengetahui bahwa orang yang ada di
hadapan kita ternyata memiliki kegemaran yang sama. Miller & Perlman
(2009) mengemukakan bahwa sangat menyenangkan ketika kita
menemukan orang yang mirip dengan kita dan saling berbagi asal-usul,
minat, dan penga-laman yang sama. Semakin banyak persamaan, semakin
mereka saling menyukai. Penelitian Gaunt (2006) membuktikan bahwa
pasangan suami istri yang memiliki kepribadian yang hampir sama akan
memiliki pernikahan yang lebih bahagia daripada pasangan suami istri yang
memiliki kepribadian yang berbeda.
Lain halnya dengan penelitian Jones (dalam Pines, 1999), bahwa ternyata
perbedaan lebih menyenangkan daripada per-samaan. Jones menjelaskan
bahwa kita merasa senang saat menemukan adanya hal yang mirip dengan
orang yang kita sukai, tetapi ternyata lebih menyenangkan saat kita
mengetahui bahwa pandangannya berbeda dengan yang kita miliki.
Mengapa demikian? Hal ini terjadi, ketika menyukai seseorang yang
memiliki opini berbeda dengan kita, kita mengasumsikan bahwa orang
tersebut menyukai kita apa adanya, dan bukan karena opini kita.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari ber-interaksi dengan orang yang
memiliki sikap berbeda adalah kita lebih dapat belajar hal-hal yang baru
dan bernilai darinya (Kruglanski & Mayseless, 1987, dalam Pines, 1999).
2. Reciprocal Liking
Faktor lain yang juga mempengaruhi ketertarikan kita kepada orang lain
adalah bagaimana orang tersebut menyukai kita. Secara umum, kita
menyukai orang lain yang juga menyukai kita, dan tidak menyukai orang
lain yang juga tidak menyukai kita. Dengan kata lain, kita memberikan
kembali (reciprocate) perasaan yang diberikan orang lain kepada kita
(Dwyer, 2000). Dwyer menambahkan bahwa pada dasarnya, ketika kita
disukai orang lain, hal tersebut dapat meningkatkan self-esteem, mem-buat
kita merasa bernilai, dan akhirnya mendapatkan positive reinforcement.
E. Hubungan Romantis
“If you fall in love make sure that the landing is soft“ (@iRespectFameles).
Cinta akan selalu menjadi hal yang menarik dalam kehidupan manusia. Cinta
tidak hanya diberikan kepada pasangan, namun juga kepada sesama, diri kita sendiri,
Tuhan dan ibu. Namun, hal yang terpenting adalah bagaimana kita menampilkan cinta
kita kepada orang yang kita cintai dan bagaimana menerima cinta dari orang tersebut.
Stenberg mengemukakan bahwa cinta memiliki tiga dimensi, yaitu hasrat
(passion), keintiman (intimacy) dan komitmen/keputusan (commitment/decision).
1. Hasrat
Dimensi ini menekankan pada intensnya perasaan yang muncul dari daya tarik
fisik dan daya tarik seksual. Pada jenis cinta ini, seseorang mengalami
ketertarikan fisik secara nyata, selalu memikirkan orang yang dicintainya
sepanjang waktu, melakukan kontak mata secara intens saat bertemu,
mengalami perasaan indah seperti melambung ke awan, mengagumi dan
terpesona dengan pasangan, detak jantung meningkat, mengalami perasaan
sejahtera, ingin selalu bersama pasangan yang dicintai, memiliki energi yang
besar untuk melakukan sesuatu demi pasangan mereka, merasakan adanya
kesamaan dalam banyak hal, serta tentu saja merasakan sangat bahagia.
2. Keintiman
Dimensi ini tertuju kepada kedekatan perasaan antara dua orang dan kekuatan
yang mengikat mereka untuk bersama. Sebuah hubungan akan mencapai
keintiman emosional jika kedua pihak saling mengerti, terbuka dan saling
mendukung, serta bisa bicara apapun tanpa merasa takut ditolak. Mereka
mampu untuk saling memaafkan dan menerima, khususnya ketika mereka
tidak sependapat atau berbuat kesalahan.
3. Komitmen/keputusan
Pada dimensi komitmen/keputusan, seseorang berkeputusan untuk tetap
bersama dengan seorang pasangan dalam hidupnya. Komitmen dapat
bermakna mencurahkan perhatian, melakukan sesuatu untuk menjaga suatu
hubungan tetap langgeng, melindungi hubungan tersebutdari bahaya, serta
memperbaiki bila hubungan dalam keadaan kritis.
Faktor individual yang memengaruhi cinta
Terdapat tiga faktor yang memengaruhi seseorang ketika mencintai orang lain,
yaitu :
a) Attachment Style
Terdapat tiga jenis Attachment Style yang sering dikaikan dengan close
relationships, yaitu secure, avoidant, dan anxious atau ambivalent. Orang
yang secure akan menyatakan bahwa ia merasa nyaman dalam keintiman
emosional dan memiliki ketergantungan tertentu. Orang yang avoidant
tidak menyukai ketergantungan dan kedekatan, sedangkan orang yang
anxious atau ambivalent terlihat terikat dengan posesif.
b) Usia
Usia merupakan faktor yang mengecoh karena biasanya berhubungan
dengan pengalaman dan latar belakang. Semakin bertambah usia
seseorang, mereka umumnya memiliki hubungan yang sudah lama dan
lebih behubungan secara keseluruhan.
c) Jenis Kelamin
Secara keseluruhan, pria dan wanita memiliki kesamaan ketika jatuh cinta.
Pria lebih cenderung dismissing daripada wanita, namun perbedaannya
sangat kecil. Wanita lebih intens dan impulsif dalam merasakan emosi.
Pada Romantic love, terdapat delapan karakteristik. Pertama disebutkan bahwa
status budaya dimana terdapat perbedaan dalam status, kepercayaan, suku bangsa,dan
tradisi bukanlah merupakan faktor yang menentukan terjalinnya hubungan
interpersonal. Kedua, mengungkapkan cinta sebagai suatu emosi yang romantis
dengan mempercayai bahwa ada bentuk cinta yang sejati. Ketiga, cinta dapat
dimaknai sebagai emosi yang “aneh“, sulit untuk dipahami, kemunculan “cinta pada
pandangan pertama“ dan lain-lain. Keempat, cinta yang membuat jantung berdetak
cepat, mengandung semangat dan menarik. Kelima, cinta romantis yang memengaruhi
kehidupan pasangan, namun memiliki kecenderungan tidak terikat. Keenam, cinta
romantis membuat seseorang menjadi senang berkhayal, melamun, dan tentu saja
menjadikan tidak perhatian pada sesuatu yang bersifat nyata. Ketujuh, cemburu yang
menunjukan makna adanya cinta. Kedelapan, ketika seseorang akan menikah, maka
satu-satunya pedoman adalah cinta.
Cinta menurut Erich Fromm
Dalam bukunya The Art of Loving, Fromm mengatakan bahwa cinta adalah
tindakan yang merupakan kekuatan manusia yang diwujudkan dalam kebebasan
yang mengandung arti bahwa cinta hadir tanpa adanya paksaan.
Objek Cinta menurut Erich Fromm :
1. Cinta Persaudaraan
2. Cinta Keibuan
3. Cinta Erotis
4. Cinta Diri
5. Cinta Tuhan
F. Hubungan Pernikahan
1. Memilih Pasangan
Pemilihan pasangan merujuk kepada proses dimana individu mencari teman untuk
dilibatkan dalam sebuah hubungan (Blankinship, 2008). Penegasan dari Bird
(1994) bahwa ketika terjadi pemilihan pasangan, hal ini merupakan sebuah proses
diantara dua individu yang dimulai dengan ketertarikan awal yang menjadi
perkenalan biasa saja, llau beralih kearah kencan serius dan menjadi komitmen
jangka panjang yang berakhir pada pernikahan. Berdasarkan definisi-definisi
tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilihan pasangan adalah proses
mencari dan menemukan teman untuk dilibatkan dalam hubungan yang kemudian
menjadikan hubungan sebagai komitmen jangka panjang dan berakhir pada
pernikahan.
Jenis-jenis teori memilih pasangan Menurut Olson dan DeFrain (2006) dan
DeGenova:
a. The Stimulus-Value-Role Theory
Teori ini menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan proses dimana
inidvidu tertarik pada calon pasangannya berdasarkan stimulus tertentu yang
berupa daya tarik fisik. Stimulus ini bekerja sebagai magnet yang
mendekatkan dua individu tersebut, sehingga mendorong mereka untuk
menjalin hubungan yang dekat. Hal ini pula yang mungkin menjelaskan cinta
pada pandangan pertama, keajaiban cinta, takdir, dan infatuation.
Setelah terjalin hubungan berdasarkan stimulus, berlanjutlah hubungan
tersebut pada proses saing mengevaluasi nilai dan keyakinan satu sama lain.
Dalam mempertahankan sebuah hubungan, perbandingan nilai satu sama lain
sangatlah penting.
Setelah mengenal dan membandingkan nilai satu sama lain, individu dan
pasangan mulai membandingkan bagaimana peran satu sama lain dalam
hubungan. Melalui interaksi saling membandingkan peran ini, mereka dapat
mengetahui perasaan dan tingkah laku satu sama lain agar hubungan dapat
bertahan.
b. Teori Psikodinamika
Teori ini mengatakan bahwa pengalaman dimasa kecil dan latar belakang
keluarga berpengaruh pada pilihan pasangan individu. Terdapat dua subteori
yang mendasari teori psikodinamika yaitu :
Parent image theory
Teori ini berdasarkan pada konsep psikoanalisis Oedipus Complex dan
Electra Complex milik Freud yang mengatakan bahwa pria cenderung
akan menikah dengan orang yang mirip dengan ibunya dan wanita
cenderung akan menikah dengan pria yang mirip dengan ayahnya.
Jadi, jika anda nanti memilih pasangan yang mirip dengan ayah anda,
sangat terpengaruh dengan image ayah anda.
Ideal Mate Theory
Teori ini mengatakan bahwa individu membentuk kriteria mengenai
pasangan yang ideal berdasarkan pengalaman masa awal kanak-kanak
mereka.
R.Schwartz dan Schwartz (dalam DeGenova, 2008) mengatakan bahwa
individu membentuk bayangan mengenai hubungan yang ideal
berdasarkan pada bagaimana bentuk kedekatan mereka dengan orang
disekitarnya ketika mereka masih kecil.
c. Teori Kebutuhan (Needs Theories)
Teori ini mengatakan bahwa individu memilih pasangan yang dapat
memenuhi kebutuhan dirinya. Robert Winch (1985) dalam teorinya
Complementary Needs mengatakan bahwa individu memilih pasangan yang
berlawanan karakternya, namun dapat saling melengkapi kebutuhan satu sama
lain.
d. Teori Exchange
Teori ini mengatakan bahwa individu mau menjalin hubungan dengan orang
lain yang memiliki sumber daya (misalnya, pendapatan yang baik dan
kepandaian) yang individu tersebut dihargai. Mereka saling tertarik karena
persetujuan (apa yang dapat diberi dan didapat) yang adil bagi mereka.
e. Filter Theory
Teori ini mengatakan bahwa dalam memilih pasangan hidup, individu
menggunakan pertimbangan tertentu sebagai kriteria untuk mendapatkan calon
pasangan (Kerkchoff & Davis, 1962; Regan 2003).
Tentu saja ketika seseoramg memilih pasangan untuk hidupnya, maka
biasanya seseorang melakukan proses pemilihan pasangan, yaitu :
a.) Menentukan pasangan berdasarkan kedekatan geografis (propinquity)
Kedekatan individu dan pasangannya bisa berupa mavam-macam, yaitu
kedekatan dilingkungan kerja, tempat kuliah, tempat nongkrong, atau
tempat dimana pun mereka terlibat dalam aktivitas yang sama. Semakin
sering bersama, maka seseorang akan semakin dekat satu sama lain.
b.) Daya tarik
Ketertarikan fisik masih merupakan hal yang dipandang penting bagi
seseorang untuk menentukan pasangan hidupnya. Selain daya tarik fisik,
terdapat pula daya tarik kepribadian. Wanita akan lebih tertarik pada pria
mapan, sehingga masa depan pernikahannya akan lebih terjamin.
Sedangkan, seorang pria fisik yang demikian menunjukkan tanda bahwa
wanita tersebut sehat sehingga mampu memberikan keturunan bagi
keluarga dimasa yang akan datang.
c.) Latar belakang sosial budaya, pendidikan, suku, ras kelas sosial ekonomi,
dan agama.
Mempertimbangkan latar belakang satu sama lain, seperti faktor sosial dan
budaya. Seperti usia, ras, suku, pendidikan, kelas sosial ekonomi, dan
agama. Seseorang akan cenderung sering memilih pasangan dengan faktor
ekomomi dan agama yang sama. Namun, tidak selalu sebuah hubungan
selalu diingkari dengan kesamaan, melainkan perbadaan juga dapat saling
melengkapi satu sama lainnya.
d.) Menyesuaikan diri bersama
Pada proses ini seseorang dan pasangannya memiliki hubungan yang
sudah berkembang dengan melibatkan komitmen satu sama lain yaitu
hubungan yang lebih serius, selanjutnya mereka akan saling melakukan
penyesuaian diri satu sama lain, dengan bertujuan untuk menunjukkan
kemampuan individu untuk dapat menjalani hubungan dengan
pasangannya.
e.) Mengembangkan hubungan yang mengarah pada pernikahan
Setelah berhasil saling menyesuaikan diri, tahapan selanjutnya tentu saja
meningkatkan komitmen yang lebih dalam hubungan mereka dengan
proses pertunangan dengan pasangan yang sudah dipilih individu. Jika
individu dan pasangannya berhasil menjalani proses ini dengan baik, maka
mereka dapat menikah.
2. Pernikahan
Definisi Pernikahan
a. Pernikahan adalah suatu komitmen yang serius antar pasangan dan dengan
mengadakan pesta pernikahan, berarti secara sosial diakui bahwa
pasangan telah resmi menjadi suami dan istri.
b. Pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara social,
yang ditunjukkan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi
membesarkan anak, dam membangun pembagian peran diantara sesama
pasangan ( Duvall dan Miller 1985 ).
c. Brehm (1992) mengemukakan bahwa pernikahan merupakan ekspersi
puncak dari sebuah hubungan intim dan janji untuk bersama seumur
hidup.
Manfaat Pernikahan
Menurut, Waite dan Gallagher (2000) mengemukakan :
a. Bahwa orang yang menikah hidup lebih lama dari pada orang yang tidak
menikah atau bercerai.
b. Dengan menikah, seorang laki-laki mengakui bahwa hidupnya lebih
memiliki tujuan setelah menikah dibandingkan sebelum menikah.
Faktor-Faktor Kepuasan Pernikahan
1. Anak
2. Komunikasi yang terbuka
3. Ekspresi perasaan secara terbuka
4. Saling percaya
5. Tidak adanya dominasi pasangan
6. Hubungan seksual yang memuaskan
7. Kehidupan social
8. Tempat tinggal
9. Penghasilan yang cukup
10. Keyakinan beragama
11. Dan hubungan dengan mertua dan ipar.
Tahapan-Tahapan dalam Pernikahan :
a. Newlywed marriage (masa dimana akan berakhir pada saat kelahiran anak
pertama)
Tahap ini merupakan tahapan yang penting karena terjadinya dua hal,
yaitu tawar-menawar identitas dan menegakkan batas-batas keluarga.
Suami dan istri harus mengenali peranan yang dijalankan, artinya suami
dan istri menyadari tentang statusnya sekarang. Kedua belah pihak harus
melakukan negosiasi tentang apa yang akan dilakukan jika salah satu pihak
tidak melaksanakan peran dengan baik.
b. Parental Marriage (berlangsung sampai anak pertama mencapai masa
remaja)
Tugas suami dan istri akan berkembang setelah lahirnya anak mereka.
Mereka bertugas untuk menciptakan keluarga yang utuh, mengatasi
permasalahan yang mungkin saja muncul didalam keluarga, dan
mendukung pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dari anggota keluarga, baik
suami, istri atau anak.
c. Mid Life Marriage
Tahap ini dimulai saat anak mulai beranjak remaja dan tahap ini berakhir
setelah anak meninggalkan rumah untuk bekerja, kuliah ataupun menikah.
Tugas yang dimiliki orang tua juga berkembang (Duval & Miller, 1985)
yaitu membagi penghasilan untuk membiayai keluarga, membagi tanggung
jawab antara istri dan suami untuk mengatur rumah tangga, dan mengurus
anak-anak yang sudah beranjak remaja dalam menghadapi situasi sosial
remaja, seperti hubungan seksual pranikah, pernikahan remaja, obat-
obatan terlarang, menjebatani jarak komunikasi antara orang tua dan anak,
serta mempertahankan etika dan moral setiap anggota keluarga.
d. Later Life Marriage
Pada tahap ini anak mulai mandiri meninggalkan rumah untuk bekerja,
kuliah dan menikah. Namun ornag tua memiliki tuga untuk menyediakan
fasilitas berupa fisik dan ekonomi pada anak mereka yang telah dewasa
dan mengembangkan pola hubungan dan komunikasi yang baik antara
orang tua dan keluarga yang baru, misalnya istri dari anaknya atau dengan
cucunya. Selanjutnya, pada tahap ini kepuasan pernikahan juga meningkat
karena orang tua memilki banyak waktu utnuk bersama karena mereka
telah pensiun.
Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Menikah
Sebelum memutuskan untuk menikah, kita akan menjalani masa transisi
menuju pernikahan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang
secara signifikan berhubungan dengan kesiapan menikah antara lain :
a. Usia dan tingkat kedewasaan
Menurut Booths dan Edwards (1985) menemukan bahwa tingkat
ketidakstabilan pernikahan pada pria dan wanita yang menikah saat
mereka berada pada usia remaja ternyata lebih tinggi. Remaja biasanya
memiliki ketidakmatangan emosi yang tidak mampu mengatasi
permasalahan atau stres pada masa awal pernikahan. Keterbatasan
kemampuan yang mereka miliki mengarahkan mereka pada ketidakpuasan
terhadap cara pasangan memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangga atau
peraturan pernikahan. Booth dan Edward (1985) menemukan bahwa
sumber yang prinsipil dari ketidakpuasan pernikahan antara pasangan yang
menikah muda adalah adanya sedikit rasa keyakinan, kehadiran, rasa
cemburu, dan sedikitnya rasa saling memahami, kesepakatan, dan
komunikasi. Kecenderungan untuk mendominasi atau menghindari
pembicaraan membuat komunikasi menjadi sulit.
b. Waktu pernikahan
Waktu dimana pasangan memutuskan untuk menikah adalah siapnya lahir
dan batin pada diri sendiri. Jika memutuskan menikah pada saat sedang
terjadi masalah pada keluarga atau diri sendiri, maka salah satu pasangan
berfikir sedang memulai pernikahan pada saat yang salah. Mereka akan
saling memiliki jarak, bukan karna saling tidak mencintai atau tidak ingin
menikah, namun karena mereka tidak siap saat mereka memutuskan untuk
menikah.
c. Motif untuk menikah
Sebagian besar orang menikah untuk alasan yang positif, seperti cinta,
companionship, dan keamanan. Sebagian lainnya menikah karena alasan
yang negatif, seperti lari untuk menghindari situasi atau hubungan yangt
tidak menyenangkan, untuk bergantung pada orang lain, dan untuk
mendapat penerimaan, perasaan berharga, dan menarik.
d. Kesiapan untuk Memiliki Hubungan Seksual yang Eksklusif
Pernikahan monogami yang umumnya berlaku dalam masyarkat kita
mengandung arti bahwa pasangan memiliki keterikatan yang eksklusif.
Kesiapan menikah bagi sebagian besar pasangan membutuhkan sikap dari
eksklusivitas seksual.
e. Emansipasi Emosional dari Orang Tua
Individu yang masih mencari pemenuhan yang kebutuhan emosional yang
utama dari orang tuanya adalah individu yang belum siap untuk
memberikan loyalitas dan afeksi utamanya untuk pasangan. Permasalahan
ini terjadi dalam pernikahan pasangan muda karna mereka tinggal lebih
lama dengan orang tua mereka dibandingkan pasangan-pasangan yang
menikah pada tahun 1960-an,. Alasan terjadinya kondisi ini lebih kepada
permasalahan ekonomi, bukan sosial.
f. Pendidikan dan Kesiapan Pekerjaan
Semakin rendah pendidikan dan pekerjaan seseorang, maka mereka lebih
cenderung untuk menikah lebih cepat. Mereka yang memiliki pendidikan
lebih tinggi akan menunda waktu pernikahan mereka.
Faktor yang Membuat Pernikahan Bahagia
Penelitian telah membuktikan bahwa pasangan yang bahagia, mereka memiliki
kemungkinan untuk berbicara lebih halus satu sama lain dalam berbagai situasi
komunikasi antarpasangan. Olson ( dalam DeGenova, 2008) mengatkan bahwa
pasangan yang bahagia dan tidak bahagia berbeda pada lima area, berikut :
1. Bagaimana berkomunikasi dengan baik
2. Fleksibelitas hubungan mereka sebagai pasangan
3. Kedekatan secara emosional satu sama lain
4. Kesesuaian kepribadian mereka satu sama lain
5. Bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah
Dengan 5 kekuatan diatas, pasangan yang bahagia akan mampu menjaga agar
hubungan mereka tetap bahagia. Pada pasangan yang tidak bahagia, mereka
tidak menganggap kelima hal tersebut sebagai kekuatan untuk menjaga
hubungan mereka. Ternyata, pernikahan yang bahagia mengandung ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Kesamaan latar belakang masing-masing individu
Seperti persamaan ras, latar belakang pendidikan, agama, usia, suku, dan
kelas sosial atau homogami.
2. Persamaan dalam karakteristik dan ketertarikan
Kesamaan emosi, ketertarikan, kuatnya hubungan antara dua keluarga,
dan ketertarikan untuk sama-sama memiliki anak setelah menikah pada
pasangan akan membuat pernikahan sukses.
3. Status ekonomi, pekerjaan dan pasangan yang sama-sama bekerja
Semakin tinggi status ekonominya maka pasangan tersebut bahagia karena
terpenuhinya kebutuhan mereka. Dan jika suami-istri memiliki pekerjaan
mereka memiliki pendapatan yang lebih untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
4. Pekerjaan rumah tangga (keadilan dan keseimbangan antar pasangan)
Keadilan mengandung arti kesamaan proporsi yang diterima oleh
pasangan, sedangkan keseimbangan pasangan memiliki status yang
seimbang dalam tugas rumah tangga. Adanya keseimbangan dan keadilan
dalam pasangan dapat mempertahankan pernikahan yang bahagia.
G. Masalah-Masalah Dalam Hubungan Pribadi
1. Cemburu
a. Definisi Cemburu
Cemburu merupakan respon terhadap ketidaksetiaan partner, baik
ketidaksetiaan yang bersifat actual maupun yang dibayangka. Cemburu
muncul ketika seseorang terancam akan kehilangan hubungan yang penting
oleh rival dan berhubungan erat dengan perasaan, seperti takut, curiga, tidak
percaya, cemas, marah, perasaan dikhianati, merasa ditolak, terancam, dan
kesepian ( Berhm, 1992). Cemburu terjadi karena sikap inferior dan rasa tidak
aman yang dimiliki seseorang.
b. Tipe-tipe Cemburu
Menurut Bunk (dalam Miller, Perlman, & Brehm, 2009), terdapat tiga tipe
cemburu yaitu :
Reactive jealousy
Respon langsung terhadap ketidaksetiaan pasangan yang sedang terjadi
Anxious jealousy
Proses kognitif aktif ysng menghasilakan bayangan bahwa partnernya
sedang terlihat secara seksual atau emosional dengan orang lain.
Possessive jealousy
Pencegahan pasangan bertemu dengan orang lain yang mungkin
menjadi pasangan selingkuhnya.
c. Penyebab Cemburu
Menurut Olson dan Defrain, 2006. Ada dua penyebab terjadinya cemburu
yaitu :
1. Penyebab eksternal : disebabkan oleh tingkah laku pasangan yang
terlihat tertarik, baik secara emosianal maupun seksual pada orang
lain dibandingkan terhadap pasangannya sendiri.
2. Faktor internal : biasanya menjadi penyebab seseorang cemburu
terhadap pasangannya adalah harga diri seseorang, yaitu seberapa
bergantung individu terhadap pasangannya.
Menurut Hansen (dalam Bringle & Buunk, 1991) : Menyebutkan bahwa
kecemburuan juga dapat disebabkan oleh hobi, teman-teman pasangan,
pekerjaan, bahkan karena keluarga pasangan.
Menurut penelitian dari Miller et al., 2007 penyebab cemburu disebabkan
oleh :
1. Siapa yang membuat individu cemburu ?
2. Hal apa sajakah yang mungkin membuat individu cemburu?
Individu yang cenderung dapat dengan mudah atau tidak dalam merasa
cemburu terkait dengan hal-hal berikut :
a. Ketergantungan dalam hubungan dengan pasangan
b. Perasaan inadequacy dalam hubungannya dengan pasangan
c. Gaya attachment, misalnya individu yang membutuhkan perhatian
akan lebih mudah cemburu dibandingkan dengan individu yang
mandiri
d. Gaya kepriadian individu
e. Keinginan eksklusivitas dalam hubungan seks
f. Peran gender
d. Proses-proses terjadinya cemburu :
1. Primary Appraissal
Proses pertama ini menjelaskan bahwa individu merasakan atau menilai
adanya ancaman terhadap hubungan yang ia miliki dengan pasangan.
2. Secondary Appraissal
Proses ini individu berusaha memahami situasi yang ia hadapi dengan
lebih baik. Individu juga mulia berfikir mengenai cara untuk mengatasi
situasi dimana ia merasa cemburu. Namun, sering kali proses ini disertai
pula dengan catastrophic thinking yaitu mendorong individu mengambil
kesimpulan ekstrem atau paling buruk dalam menghadapi situasi saat ia
cemburu pada pasangannya.
3. Emotional Reaction
Ketika terjadi rasa cemburu pada pasangannya, individu mengalami reaksi
emosional. Dengan berbagai tipe emosi negative, seperti marah terhadap
pasangannya atau orang ketiga, cemas akan kehilangan hubunganyang
sudah dimiliki, depresi, dan sedih.
4. Coping with the situation
Individu akan mengatasi perasaan cemburu dengan cara yang berbeda-
beda tergantung pada penilaian individu dimasing-masing tahapan
sebelumnya.
e. Cara mengatasi Rasa Cemburu
Individu berusaha untuk mempertahankan hubungannya.
Individu berusaha menjaga self-esteem yang dimilikinya
Tingkah laku yang dilakukan individu dalam mengatasi rasa cemburu dapat
menjadi tingkah laku yang positif dan konstruktif atau negative dan destruktif.
2. Perselingkuhan
a. Definisi Perselingkuhan
a) Vaughan (2003) : perselingkuhan adalah keterlibatan seksual dengan orang
lain yang bukan merupakan pasangan primenya.
b) Retnaningtyas (2008) : keterlibatan emosional atau seksual dimana
tindakan tersebut terjadi diluar dari hubungan utama dan terjadi
pelanggaran oleh salah satu pihak mengenai kepercayaan dan atau norma
yang telah disepakati.
c) Atau dimana teman dekat kita membuat kita merasa jauh lebih nyaman
dibandingkan dengan pasangan, maka kita tidak hanya lagi berteman,
namun menjadi teman dekat yang slaing memahami kondisi emosi
masing-masing, makan lama beranjak menjadi “teman tapi mesra”.
Kesempatan perselingkuhan dapat terjadi dimana sajaan zona yang paling
berbahaya adalah tempat kerja. Dan kesempatan lain terjadinya perselingkuhan
ada ketika bertemu dengan mantan kekasihnya waktu kecil yang terlihat
semakin tampan atau cantik dengan rambut panjang dan hidung yang mancung
(Glass, 2003). Hal ketiga yang terjadi adalah perselingkuhan emosional
dengan teman dilingkungan sosial terdekat anda. Selanjutnya, melakukan
perselingkuhan melalui kegiatan online. Padahal ketika online, tidak terjadi
kontak mata atau langsung melihat satu sama lain secara nyata.
b. Perselingkuhan secara Kontinuitas
Menurut Subotnik dan Harris (2005) :
1. Serial affair : bentuk perselingkuhan yang tidak melibatkan emosi
mendalam, berbentuk one night stand ataupun beberapa kali selingkuh.
Memiliki beberapa affair dan pasangan mengindikasikan keinginan untuk
menghindari keterlibatan atau intimacy, bukan untuk kedekatan emosional
dan merupakan kesenangan. Daya tarik dari hubungan ini adalah buntuk
seks dan kesenangan.
2. Flings affair : memiliki cirri yang sama dengan serial affair tetapi bedanya
flings affair dapat bertahan untuk beberapa bulan dan biasanya
perselingkuhan tersebut tidak melibatkan komitmen pada pasangan
seksual. Perselingkuhan ini dapat terjadi pada situasi yang kondusif dan
diasumsikan tidak akan membahayakan pernikahan oleh pasangan yang
melakukan.
3. Romantic love affair
Hubungan ini sangat penting dan pasangan akan memikirkan bagaimana
perselingkuhan tersebut akan menyatu dengan kehidupan mereka.
Kebanyakan dari mereka berfikir apakah mereka akan mengakhiri
perselingkuhan atau justru bercerai dari pasangan dan menikahi pasangan
selingkuhannya. Semakin lama perselingkuhan tersebut berlanjut, maka
hubungan tersebut akan semakin serius.
4. Long term affair
Perselingkuhan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, bertahun-
tahun, bahkan kemungkinan berasal dari salah satu pasangan selama masa
pernikahan berlangsung. Hubungan ini memiliki kesamaan dengan
romantic love affair, yaitu pasangan merasa sangat terikat secara
emosional.
c. Faktor-faktor perselingkuhan :
Kurangnya perhatian (tidak memenuhi harapan)
Variasi seksual
Untuk kesenangan
Companionship dengan wanita lain
Kepuasan akan tantangan
Meresa tertarik denga lawan jenis
Memanfaatkan kesempatan yang ada
Keinginan untuk melanggar sesuatu yang dilarang
Kebosanan akan pernikahan
Pasangan tidak lagi menarik secara fisik
Ketidaksiapan dalam menerima perbedaan dan keunikan masing-masing.
d. Tanda-tanda orang melakukan persekingkuhan
Menurut Shirley P. Glass, Ph.D dalam bukunya NOT “JUST FRIEND” pada
tahun 2003 :
1. Privacy : berkomunikasi dengan yang lain dengan cara menghindar atau
pada saat tidak bersama dengan pasangan.
2. Schedules : menambahkan aktivitas untuk menjadi alasan mencari waktu
untuk bersama dengan yang lainnya.
3. Interest : menambahkan kesibukan atau kegiatan tanpa melibatkan
pasangan.
4. Personal Habits : mempertahankan dan memperbagus penampilan agar
terlihat selalu menarik
5. Children : memperhatikan anak hanya pada waktu-waktu tertentu saja.
6. Money : tidak terbuka soal keuangan kepada pasangan.
7. Personal Interaction with Spouse : jarang berkomunikasi secara verbal dan
non verbal seperti sentuhan.
8. Sex and Affection : hasrat untuk berhubungan seksual meningkat pada
pasangan anda. Namun di lain pihak, pasangan menghindar utnuk
melakukan hubungan seksual. Hal tersebut seiring dengan minimnya afek
kasih saying yang spontan dan ciuman romantic.
9. Social life : perilaku menghindari lingkungan sosial dimana teman kerja
atau tetangga berada. Sebaliknya, iam mau berpergian denga teman-teman
asalkan menghindari pasangan primer.
e. Dampak Psikologis Perselingkuhan
1. Identitas diri yang hilang, artinya seseorang yang mengetahui
pasangannya berselingkuh akan merasa dibohongi dan berpikir bahwa apa
yang selama ini dilakukannya tidak ada artinya,
2. Hilangnya perasaan istimewa, kondisi dimana seseorang merasa bahwa
dirinya tidak memiliki kepercayaan diri.
3. Hilangnya harga diri, seseorang akan menjadi nekat mau melakukan apa
saja demi mempertahankan hubungan anda dengan pasangan.
4. Hilangnya kendali pada pikiran dan tubuh, serta dengan tergila-gila ingin
mengetahui detai kejadian yang mendorong terjadinya perselingkuhan.
5. Memiliki pemikiran obsesif dan bersikap posesif terhadap pasangan
dengan terus memantau dan mencurigai pasangan.
6. Keyakinan religious, merasa bahwa hidupnya ditinggalkan oleh tuhan.
7. Kondisi lain yang tragis juga dapat muncul yaitu hilangnya tujuan dan
kemauan untuk hidup. Keinginan untuk mengakhiri hidup sebagai cara
untuk menyelesaikan masalah seringkali terpikirkan, kondisi ini terjadi
karena ia merasa sudah tidak ada lagi orang yang peduli dan saying pada
dirinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan Interpersonal (antar pribadi) adalah hubungan yang terdiri atas dua
orang atau lebih yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan
pola interaksi yang konsisten.
Tujuan hubungan antara manusia adalah agar tercapainya kehidupan yang
harmonis yaitu masing-masing orang saling bekerja sama dengan menyesuaikan
diri dengan orang lain
B. Saran
Untuk menjalin suatu hubungan yang baik dengan sesama manusia kita harus
bisa memahami diri sendiri. Mencoba untuk memahami kebutuhan dan keinginan
masing-masing individu.
DAFTAR PUSTAKA
Wisnuwardhani, Dian, Mashoedi, Sri Fatmawati, 2012, Hubungan Interpersonal, Jakarta:
Salemba Humanika.
Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, 2012, Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika.
Taylor, Shelley E., ET AL, 2009, Psikologi Sosial, Edisi Kedua Belas, Jakarta: Kencana.
Baron A. Robert, Byren, Donn, 2003, Social Psychology, Edisi Kesepuluh, Penerbit
Erlangga.
http://ueu201252036.student.esaunggul.ac.id/2012/11/09/pengertian-komunikasi-
antarpribadi/http://ueu201252036.student.esaunggul.ac.id/2012/11/09/pengertian-
komunikasi-antarpribadi/vv diakses pada tanggal 12 Desember 2013
http://ueu201252036.student.esaunggul.ac.id/2012/11/09/pengertian-komunikasi-
antarpribadi/ diakses pada tanggal 12 Desember 2013
http://natasha-ardelia-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62390-Umum-Hubungan
%20Interpersonal,%20Kuliah%20Psikologi%20Umum.html diakses pada tanggal 12
Desember 2013