HUBUNGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN ORANG...
Transcript of HUBUNGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN ORANG...
HUBUNGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN
ORANG TUA DAN POLA ASUH IBU DENGAN
KESEJAHTERAAN ANAK USIA SEKOLAH
PADA KELUARGA PETANI
RAHMI MAIDAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Alokasi
Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak
Usia Sekolah pada Keluarga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Rahmi Maidah
NIM I24090046
ABSTRAK
RAHMI MAIDAH. Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola
Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani.
Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan NETI HERNAWATI.
Anak merupakan anggota keluarga yang perlu untuk sejahtera.
Meningkatkan pengasuhan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi anak. Pengasuhan anak mencakup dua aspek, yaitu alokasi
waktu dan pola asuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alokasi waktu
pengasuhan orang tua, pola asuh ibu dan kesejahteraan anak usia sekolah pada
keluarga petani. Contoh pada penelitian ini adalah 89 keluarga petani yang
memiliki anak usia 6-12 tahun dan masih bersekolah di sekolah dasar. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata waktu yang dihabiskan ibu untuk kegiatan
pengasuhan adalah 120.8 menit (2 jam 1 menit) per hari dan ayah rata-rata 90.6
menit (1 jam 31 menit) per hari. Terdapat 25.8 persen ibu yang memiliki pola
asuh baik dan sisanya memiliki pola asuh cukup baik (74.2%). Lebih dari separuh
anak (53.9%) termasuk dalam kategori sejahtera dan sisanya terkategori tidak
sejahtera (46.1%). Berdasarkan hasil uji, terdapat hubungan positif signifikan
antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu. Selain itu,
terdapat hubungan positif signifikan antara pola asuh ibu dengan kesejahteraan
anak. Pada alokasi waktu pengasuhan orang tua tidak terdapat hubungan yang
signifikan dengan kesejahteraan anak.
Kata kunci: alokasi waktu pengasuhan, kesejahteraan anak, pola asuh ibu
ABSTRACT
RAHMI MAIDAH. Relationships between Parent’s Time Allocation of Parenting
and Maternal Parenting Pattern with School-Age Child Well-Being on Farm
Families. Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI and NETI
HERNAWATI.
The child is family member who needs to be prosperous. Improving the
parenting is one of way for achieve of child-well-being. There are two aspects in
parenting of children namely time allocation and parenting pattern. This study
aimed to analyze parent’s time allocation of parenting, maternal parenting pattern,
and school-age child well-being on farm families. The study involved 89 sampels
farm families who has child 6–12 years old and still in primary school. The result
showed that mother spent her time for parenting average 120.8 minutes (2 hours 1
minute) per day while father spent average 90.6 minutes (1 hour 31 minutes).
Only 25.8 percents of mother had a good parenting pattern and 74.2 percents had
a good enough. More than half children (53.9%) categorized prosperous and
46.1% children included unprosperous. Based on the test, there was a significant
positive correlation between parent’s time allocation of parenting with maternal
parenting pattern. Moreover, there was a significant positive correlation between
maternal parenting pattern with child well-being. On parent’s time allocation of
parenting there was not significant correlation with child well-being.
Keywords: child well-being, maternal parenting pattern, time allocation of
parenting
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
HUBUNGAN ALOKASI WAKTU PENGASUHAN
ORANG TUA DAN POLA ASUH IBU DENGAN
KESEJAHTERAAN ANAK USIA SEKOLAH
PADA KELUARGA PETANI
RAHMI MAIDAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan
Pola Asuh Ibu dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada
Keluarga Petani
Nama : Rahmi Maidah
NIM : I24090046
Disetujui oleh
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Pembimbing I
Neti Hernawati, SP., M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Hubungan Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua dan Pola Asuh Ibu
dengan Kesejahteraan Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani. Pada kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Neti Hernawati, SP., M.Si selaku
dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan, masukan dan
bimbingan serta nasehat yang membangun kepada penulis,
2. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan dukungannya selama penulis belajar di Departemen Ilmu
Keluarga dan Konsumen,
3. Orang tua, ayah (Ediyono) dan ibu (Tuti Haryati) serta kedua adik tercinta
Rizki Rahmandani dan Fachrul Ardiansyah atas doa, cinta dan kasih
sayang, serta semangat yang tidak pernah terhenti diberikan untuk penulis,
4. Dr. Tin Herawati, SP., M.Si dan Megawati Simanjuntak SP., M.Si selaku
dosen penguji sidang,
5. Bapak Rukmanta (sekretaris Desa Ciaruteun Ilir) sekeluarga dan Bapak
Bastari sekeluarga yang telah banyak membantu penulis dalam proses
pengambilan data di lapang,
6. Kesbangpol Kabupaten Bogor yang telah memberikan izin tempat
penelitian kepada penulis,
7. Keluarga petani Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung Wangunjaya yang
telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini serta masyarakat
sekitar di Desa Ciaruteun Ilir,
8. Para sahabat dan keluarga kedua bagi penulis Kakak Selvi, Mbak Ruri,
kakak fifi, Rahma, Aida, Damay, Susan, Salsa, Dita, Widya, Eva, dan Tiwi
yang selalu memotivasi dan mengingatkan akan harapan dan cita-cita serta
teman-teman di Griya Pink, kamar 272 dan 273 asrama A3, BEM TPB
IPB Keluarga 46 dan BEM FEMA IPB Kabinet Garda Toska dan Kabinet
Sinekologi atas kebersamaan dan pengalaman yang tak terlupakan,
9. Teman-teman IKK 46, khususnya teman-teman seperjuangan penelitian
Aila Nadiya, Noor Aspasia, Nur Hartanti dan Susanti Kartikasari atas
pengertian dan bantuan yang diberikan serta selalu bersama-sama
memberikan semangat dan motivasi, dan
10. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah
memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Maret 2014
Rahmi Maidah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4
KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODE 6
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8 Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian 9 Pengolahan dan Analisis Data 10 Definisi Operasional 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 12 Karakteristik Keluarga dan Anak 12 Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua 14 Pola Asuh Ibu 15 Kesejahteraan Anak 17 Hubungan Antar Variabel 18
Pembahasan 21 Keterbatasan Penelitian 24
SIMPULAN DAN SARAN 24 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 29 RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
Variabel dan cara pengumpulan data 8 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi 13 Rataan alokasi waktu pengasuhan ayah dan ibu berdasarkan jenis
kegiatan 15 Sebaran dimensi pola asuh ibu berdasarkan kategori pola asuh 17 Sebaran dimensi kesejahteraan anak berdasarkan kategori 18 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak 19 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak 20 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak 20 Koefisien korelasi antara alokasi waktu pengasuhan orang tua 21
DAFTAR GAMBAR
Kerangka berfikir 6 Teknik penarikan contoh 7
DAFTAR LAMPIRAN
Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga 29 Sebaran persentase jawaban kegiatan pengasuhan ibu dan ayah 30
Sebaran kategori pola asuh ibu 31 Sebaran jawaban kesejahteraan anak 34 Dokumentasi penelitian 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang. Secara fluktuatif,
sektor publik di Indonesia masih didominasi oleh kelompok tenaga usaha
pertanian (BPS 2013). Data BPS (2013) menunjukkan bahwa terdapat 39.96
persen dari total penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Namun
demikian, menurut Butar-butar (2008) kepala keluarga yang bekerja di sektor
pertanian tergolong miskin dan lebih dari setengah (63.21%) penduduk miskin di
Indonesia berada di daerah perdesaan (BPS 2013).
Selain itu, menurut BPS (2010) tingkat partisipasi sekolah anak yang tinggal
di perdesaan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan yang tinggal di
perkotaan. Statistik pendidikan BPS (2010) menunjukkan bahwa rata-rata lama
sekolah penduduk di perkotaan sebesar 9.08 tahun dan di perdesaan sebesar 6.40
tahun. Hal ini berarti secara rata-rata jenjang pendidikan penduduk yang berusia
15 tahun ke atas baru mencapai kelas 3 SMP untuk daerah perkotaan dan kelas 6
SD untuk daerah perdesaan. Alasan utama anak tidak melanjutkan sekolah di
daerah perdesaan adalah karena tidak ada biaya (56.13%).
Kehidupan pada masa anak-anak merupakan masa kehidupan yang sangat
penting. Erik erikson membagi rentang kehidupan dalam delapan tahapan
(Hurlock 1980). Pada usia sekolah (6-12 tahun) anak berada pada tahap industry
(rasa mampu) vs inferiority (rasa rendah diri). Pada fase ini anak sedang
membangun kepribadian diri. Tercapai atau tidaknya anak dalam membangun
kepribadian diri tergantung kepada stimulasi yang diberikan oleh lingkungan
sekitarnya (rumah, sekolah, dan lingkungan teman sebaya). Jika anak tidak
mampu mengembangkan dirinya, baik secara akademik maupun non akademik
maka yang akan berkembang adalah perasaan rendah diri (Nurrohmaningtiyas
2008). Pada fase ini kecerdasaan emosional yang baik berperan penting dalam
menumbuhkan rasa mampu dalam diri anak. Kegagalan pada tahap tertentu akan
mempengaruhi tahap-tahap berikutnya dan akan berdampak pada kesejahteraan
anak.
Anak merupakan salah satu anggota keluarga yang perlu sejahtera juga.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 kesejahteraan anak adalah
suatu tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani,
maupun sosial. Fernandes et al. (2010) menyatakan terdapat tiga alasan utama
mengapa kesejahteraan anak memerlukan perhatian khusus, pertama adalah
karena masalah kesejahteraan anak bukan membicarakan untuk saat sekarang saja,
akan tetapi akan memiliki dampak pada masa depan anak-anak. Kedua, karena
anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling menderita karena
kemiskinan, dan yang ketiga yaitu masih kurangnya informasi langsung tentang
kehidupan anak-anak. Kesejahteraan merupakan terminologi lain dari kualitas
hidup manusia, yaitu suatu keadaan ketika terpenuhinya kebutuhan dasar serta
terealisasikannya nilai-nilai hidup (Bubolz & Sontag 1993 dalam Sunarti 2006).
Pentingnya memiliki kesejahteraan mendorong ibu (pengasuh utama) untuk
ikut serta dalam membantu proses pencapaian kesejahteraan pada anaknya.
2
Pengasuhan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan, kebahagiaan, dan kualitas
hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan (Krisnatuti & Putrid 2012).
Penerapan pengasuhan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan cara
melakukan pola asuh yang baik. Pola asuh merupakan cara yang dilakukan ibu
dalam menjalankan praktik pengasuhan. Luarannya adalah anak diharapkan dapat
tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya sehingga nantinya menjadi orang
dewasa yang sehat secara fisik, mental, sosial dan emosional (Khomsan et al.
2013). Menurut Santrock (2003) melakukan pengasuhan merupakan peran penting
bagi keluarga. Pada teori struktural fungsional peran ekspresif atau pemberi cinta
dan kasih sayang diperankan oleh ibu. Fungsi ekspresif keluarga berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan emosi dan perkembangan, termasuk moral, loyalitas, dan
sosialisasi anak (Sunarti 2004).
Selain pola asuh, aspek lain dari pengasuhan adalah alokasi waktu (Engel et
al. dalam Hastuti 2009). Menjalankan praktik pengasuhan memerlukan sumber
daya yang mendukung. Hample (2010) mengungkapkan bahwa orang tua
melakukan persiapan terhadap anak melalui sumber daya yang dimilikinya dengan
harapan anak-anak tersebut akan menjadi sukses di masa depan. Waktu
merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh orang tua. Selain itu, waktu
merupakan salah satu bentuk investasi orang tua untuk membentuk sumber daya
manusia yang berkualitas (Hartoyo 1998). Bryant dan Zick (2006) juga sepakat
bahwa alokasi waktu merupakan salah satu bentuk investasi untuk anak.
Menurut Pollard dan Lee (2003) penting untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan anak, dengan menganalisis kekuatan yang dimiliki anak dapat
ditemukan unsur penting dari kesejahteran anak yang memungkinkan anak untuk
berkembang dan terus berkembang. Di Indonesia, penelitian mengenai
kesejahteraan keluarga sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian dengan
melihat kesejahteraan individu anak sebagai salah satu anggota keluarga masih
belum banyak dilakukan. Penelitian dengan melihat keterkaitan antara kuantitas
(alokasi waktu) dan kualitas (pengasuhan) pengasuhan dengan kesejahteraan anak
pada usia sekolah juga masih jarang dilakukan di Indonesia. Dengan demikian,
penting untuk dilakukan penelitian mengenai hubungan antara alokasi waktu
pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak usia sekolah.
Perumusan Masalah
Memiliki minimal satu anggota keluarga yang bekerja bukan berarti
membebaskan keluarga dari kekurangan dalam mencukupi kebutuhan hidup.
Pendapatan buruh tani pada Januari 2012 sebesar Rp28 582 per hari1, apabila
dikonversi ke dalam bulan akan didapat angka Rp857 460 sebagai penghasilan
buruh tani per bulan. Jika terdapat empat anggota keluarga di dalam sebuah
keluarga dengan penghasilan Rp857 460 per bulan, maka pendapatan perkapita
keluarga tersebut sebesar Rp214 365 per bulan. Menurut BPS (2013), garis
kemiskinan daerah pedesaan di Indonesia pada Maret 2013, yaitu sebesar Rp253
273 per kapita per bulan, dengan analogi di atas maka keluarga tersebut bisa
dikatakan masih berada di bawah garis kemiskinan.
1Muspriyanto. 2012. [diunduh pada 20 Maret 2013 14:22]. Tersedia pada:
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/11/179899/Petani-Menipis-di-Negeri-
Agraris.
3
Kemiskinan yang dialami keluarga petani akan berdampak pada
kesejahteraan anggota keluarga. Menurut Puspitawati (2012) tujuan membentuk
keluarga adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarganya.
Anak merupakan salah anggota keluarga, yang secara langsung akan merasakan
dampak dari kesejahteraan atau ketidaksejahteraan yang dialami oleh keluarganya.
Selain menjadi anggota keluarga, anak juga dikenal sebagai fungsi kesejahteraan
keluarga, dengan asumsi bahwa total kesejahteraan keluarga adalah jumlah
kesejahteraan orang tua digabungkan dengan kesejahteraan anak (Wahini 2012).
Strategi yang dilakukan petani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya adalah
dengan cara memiliki pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian. Hasil
penelitian Risda (2010) menunjukkan bahwa waktu yang digunakan oleh petani
untuk melakukan usaha tani berada pada rentang 1-4 jam per hari sedangkan
waktu yang digunakan petani untuk melakukan pekerjaan sampingan (sektor non
pertanian) berada pada rentang 5-8 jam per hari. Hal ini menggambarkan bahwa
dalam sehari petani dapat memaksimalkan 12 jam waktu yang dimilikinya di
sektor publik. Umumnya, istri dari keluarga petani juga turut membantu suami
dalam melakukan pekerjaan pertanian. Pada keluarga petani, ibu melakukan
semua tugas rumah tangga, membantu pekerjaan pertanian seperti membantu
menanam, menyiangi dan memanen tanpa upah serta ada pula buruh tani dan
berdagang yang banyak digeluti ibu untuk memperoleh upah (Puspita 2004).
Dengan keadaan seperti ini, sumber daya waktu menjadi kendala bagi ibu dan
ayah yang bekerja. Banyaknya waktu yang dicurahkan pada sektor publik
mengakibatkan minimnya waktu di rumah untuk menjalankan kegiatan sektor
domestik khususnya kegiatan pengasuhan.
Selain melakukan tugas rumah tangga dan membantu ayah dalam sektor
publik, ibu juga memiliki tugas lain yaitu menjalankan tugas pengasuhan. Ibu
mempunyai fungsi yang penting sebagai pengasuh utama anak dalam keluarga.
Pola pengasuhan yang dilakukan ibu kepada anak akan memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak (Tambingon 1999). Walaupun sedikit
peluang ibu pada keluarga petani untuk berinvestasi dalam bentuk materi guna
mencapai luaran anak yang yang diharapkan, ibu masih dapat berinvestasi dalam
bentuk non materi, yaitu mempraktikkan pola asuh yang baik dalam pengasuhan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka perumusan masalah dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Berapa lama alokasi waktu yang diberikan orang tua untuk pengasuhan
pada keluarga petani?
2. Bagaimana pola asuh ibu pada keluarga petani?
3. Bagaimana kesejahteraan anak pada keluarga petani?
4. Bagaimana hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola
asuh ibu pada keluarga petani?
5. Bagaimana hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh
ibu dengan kesejahteraan anak pada keluarga petani?
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan menganalisis alokasi waktu
pengasuhan orang tua, pola asuh ibu dan kesejahteraan anak usia sekolah pada
4
keluarga petani di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Secara khusus,
penelitian ini bertujuan:
1. Mengidentifikasi alokasi waktu pengasuhan orang tua pada keluarga
petani.
2. Mengidentifikasi pola asuh ibu pada keluarga petani.
3. Mengidentifikasi kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani.
4. Menganalisis hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan
pola asuh ibu pada keluarga petani.
5. Menganalisis hubungan alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola
asuh ibu dengan kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani.
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai hubungan alokasi waktu orang tua dan pola asuh ibu
dengan kesejahteraan anak usia sekolah pada keluarga petani ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi banyak pihak seperti peneliti, institusi pendidikan, dan
pemerintah maupun non pemerintah. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai sarana
untuk melatih kemampuan berfikir logis dan ilmiah serta sebagai sarana peneliti
untuk mengenal kehidupan di keluarga petani. Bagi institusi pendidikan,
penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam memperkaya literatur dalam
bidang keilmuan perkembangan anak dan sumber daya keluarga, terutama yang
berkaitan dengan pembahasan mengenai pola asuh ibu, alokasi waktu orang tua
untuk pengasuhan dan kesejahteraan anak khususnya anak usia sekolah. Lebih
jauh lagi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun non pemerintah mengenai
bagaimana tingkat kesejahteraan anak-anak Indonesia khususnya anak usia
sekolah dari keluarga petani saat ini.
KERANGKA PEMIKIRAN
Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang
yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan
perkawinan, dan adopsi (Puspitawati 2012). Menurut Hardjanto (2002) keluarga
merupakan lingkungan utama untuk menghasilkan mutu modal manusia yang
berkualitas. Tujuan dan fungsi keluarga tertuang dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah (PP) nomor 21 tahun 1994 menyebutkan bahwa terdapat
delapan fungsi keluarga yang harus terpenuhi, yang meliputi fungsi keagamaan,
fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi,
fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan
lingkungan.
Parson dan Bales (Hill 2006) menyatakan bahwa bentuk struktur keluarga
pada teori struktural fungsional adalah kemampuan untuk berfungsi secara efektif.
Selain itu, keluarga yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan anggota
keluarga dan industri ekonomi baru adalah keluarga inti yang terdiri dari seorang
laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan sebagai ibu rumah tangga.
Walaupun demikian, jika pengasuhan dilakukan secara bersama-sama antara ibu
5
dan ayah akan memberikan dampak yang lebih baik terhadap anak. Lamb dan
Lewis (Mammen 2005) mengatakan bahwa waktu ayah adalah penting untuk
perkembangan anak-anak dan apabila ayah bermain dengan anak-anaknya, hal
tersebut dapat lebih merangsang dan memberikan dampak yang tidak terduga
daripada ibu.
Penggunaan waktu untuk perawatan anak merupakan waktu yang digunakan
untuk pendidikan dan pengasuhan anak seperti memakaikan baju, memberi makan
anak, mengantar ke sekolah atau ke dokter, membacakan cerita, menemani anak
usia sekolah mengerjakan pekerjaan rumah, mendidik anak, mengobrol, dan
bermain dengan anak (Bonke & Koch-Weser 2001). Alokasi waktu anggota
keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, hal ini juga berlaku bagi alokasi
waktu ayah dan ibu. Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi waktu tersebut
seperti pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga
(Simister 2005). Hasil penelitian Wahini (2012) juga menunjukan bahwa status
pekerjaan ibu, besar keluarga, dan alokasi waktu pekerjaan rumah tangga ibu
berpengaruh nyata terhadap nilai penggunaan waktu pekerjaan rumah tangga ibu.
Hasil penelitian Risda (2010) pada keluarga petani menunjukkan bahwa selain
dari pekerjaan utama yang dilakukan oleh petani, petani juga memiliki pekerjaan
sampingan diluar sektor pertanian. Hal ini bertujuan untuk menambah pendapatan
keluarga dan dampaknya adalah petani menjadi memiliki waktu sedikit untuk
berada di rumah.
Kuantitas dan kualitas adalah dua hal yang saling melengkapi satu sama
lain. Menurut Sunarti (2004), intensitas (kualitas pengasuhan) pengasuhan tidak
akan tercapai tanpa curahan waktu yang memadai (kuantitas pengasuhan). Hastuti
(2009) membagi pola asuh kedalam lima dimensi, yaitu pola asuh dimensi makan,
hidup sehat, akademik, sosial emosi, dan moral spiritual. Hasil penelitian Afriana
(2012) menunjukan bahwa anak dengan ibu yang memiliki pola pengasuhan
rendah adalah anak yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak.
Nurafifiah (2012) juga menunjukan bahwa praktik pengasuhan memiliki
hubungan positif signifikan dengan pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Semakin
tinggi pendidikan ayah dan pendidikan ibu, maka semakin baik praktik
pengasuhannya.
Kesejahteraan anak merupakan luaran yang diharapkan dari proses
pengasuhan. Moore et al. (2008) membagi kesejahteraan anak sesuai dengan
kelompok usia anak yaitu usia 6-11 tahun dan usia 12-17 tahun. Hasil penelitian
Moore (2008) menunjukkan bahwa rata-rata anak usia 6-11 tahun memiliki
kesejahteraan (dimensi fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan atau intelektual)
yang lebih baik dibandingkan dengan anak usia 12-17 tahun. Selain itu, hasil
penelitian Asih (2012) menyatakan bahwa anak perempuan memiliki
kesejahteraan yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Selanjutnya, Philips
(2002) menyatakan bahwa anak yang berasal dari orang tua yang memiliki
pendidikan lebih tinggi biasanya akan memiliki kualitas dan kesejahteraan yang
lebih tinggi dibandingkan anak yang berasal dari orang tua yang berpendidikan
rendah.
Kesejahteraan yang dicapai oleh anak dapat tercipta dari dalam diri anak
dan faktor luar diri anak. Model ekologi dari Bronfenbrenner (Puspitawati 2012)
menyatakan bahwa anak sebagai pusat dalam model ekologi secara langsung
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Keluarga merupakan lingkungan
6
terdekat bagi anak, sehingga kehadiran keluarga dapat memengaruhi
kesejahteraan anak.
Berdasarkan hasil uraian singkat dari teori dan hasil penelitian, maka
hipotesis penelitian ini adalah 1) adanya berbedaan antara curahan waktu yang
diberikan oleh ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan, 2) ibu yang memiliki
pendidikan yang rendah masih belum optimal dalam menjalankan pola asuh yang
baik, 3) anak yang memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan
memiliki kesejahteraan yang lebih baik, 4) semakin banyak curahan waktu yang
diberikan orang tua untuk kegiatan pengasuhan maka pola asuh ibu akan semakin
baik, dan 5) alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu memiliki
hubungan dengan kesejahteraan anak (gambar 1).
METODE
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study, yaitu penelitian
yang dilakukan dalam satu kali waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah survei dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul
data utama. Lokasi penelitian berada di Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung
Wangunjaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Pemilihan kampung dilakukan secara purposive. Hal ini didukung oleh data desa
2013, bahwa kedua kampung tersebut memiliki jumlah penduduk terbanyak pada
urutan pertama dan kedua di Desa Ciaruteun Ilir. Selain itu, sebagian besar
masyarakat di kedua kampung tersebut bermatapencarian sebagai petani. Kegiatan
penelitian ini terdiri dari penyusunan proposal penelitian, pengambilan data,
pengolahan data, analisis data, dan penulisan hasil penelitian. Pengambilan data
dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2013.
Gambar 1 Kerangka berfikir
Kesejahteraan anak:
Dimensi fisik
Dimensi psikologis
Dimensi sosial
Dimensi pendidikan
Pola asuh ibu:
Pola asuh makan
Pola asuh hidup sehat
Pola asuh akademik
Pola asuh sosial emosi
Pola asuh moral dan spiritual
Alokasi waktu pengasuhan:
Alokasi waktu
pengasuhan ibu
Alokasi waktu
pengasuhan ayah
Karakteristik anak:
Usia
Jenis kelamin
Karakteristik
keluarga:
Usia
Besar keluarga
Lama pendidikan
Pekerjaan suami
Pekerjaan isteri
Pendapatan
7
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga petani lengkap yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang masih berstatus sebagai siswa sekolah dasar (6-12 tahun)
yang bertempat tinggal di Kampung Ciaruteun Ilir dan Kampung Wangunjaya,
Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Responden
pada penelitian ini adalah ayah, ibu dan anak yang berjumlah 100 contoh. Jumlah
contoh didapat dari penghitungan dengan menggunakan rumus Slovin dengan
tingkat kesalahan lima persen.
Berikut ini adalah ringkasan teknik penarikan contoh yang terlihat pada
Gambar 2.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin
didapatkan jumlah contoh sebanyak 100. Akan tetapi, mempertimbangkan bahwa
terdapat 11 anak yang tidak bersedia memberikan keterangan mengenai
kesejahteraan dirinya maka contoh pada penelitian ini dikurangi 11. Oleh karena
itu, untuk proses pengolahan data selanjutnya akan menggunakan 89 contoh.
Gambar 2 Teknik penarikan contoh
n = =
keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = tingkat kesalahan (5%)
Kabupaten Bogor
Kecamatan Cibungbulang
Desa Ciaruteun Ilir
n = 100
Kampung Wangunjaya
N = 41 keluarga
n = 34
Kampung Ciaruteun Ilir
N = 81 keluarga
n = 66
Purposive berdasarkan
jumlah penduduk miskin
terbanyak
Purposive berdasarkan
produktivitas tertinggi pada
sektor pertanian
Purposive berdasarkan
produktifitas pertanian yang
cukup tinggi dan jumlah
penduduk terbanyak
Purposive berdasarkan
jumlah penduduk terbanyak
Propotional Random sampling
8
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data sekunder didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan daerah
serta desa. Data sekunder merupakan informasi mengenai gambaran umum dan
sosio demografi dari lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang diambil
secara langsung dari lapang dengan melakukan wawancara dan menggunakan alat
bantu kuesioner yang meliputi data karakteristik anak, karakteristik keluarga,
alokasi waktu pengasuhan orang tua, pola asuh ibu, dan kesejahteraan anak.
Rincian variabel, satuan, skala, dan responden disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Variabel dan cara pengumpulan data
Variabel Satuan Skala Responden
Karakteritik anak
1. Usia Tahun Rasio
Ayah, ibu atau
anak
2. Jenis kelamin [1] Laki-laki
[2] Perempuan
Nominal
3. Urutan kelahiran - Nominal
4. Kelas anak - Nominal
Karakteristik keluarga
1. Usia Tahun Rasio
Ayah atau ibu
2. Besar keluarga Orang Rasio
3. Lama sekolah Tahun Rasio
4. Pekerjaan suami [1]Petani pemilik
[2]Petani bukan
pemilik
Nominal
5. Pekerjaan istri [1] Bekerja
[2]Tidak bekerja Nominal
6. Pendapatan Rupiah/bulan Rasio
Alokasi waktu pengasuhan
orang tua Menit Rasio Ayah dan ibu
Pola asuh ibu
Skor Ordinal Ibu
1. Pola asuh makan
2. Pola asuh hidup sehat
3. Pola asuh akademik
4. Pola asuh sosial emosi
5. Pola asuh moral dan
spiritual
Kesejahteraan anak
Skor Ordinal Anak
1. Dimensi fisik
2. Dimensi psikologis
3. Dimens sosial
4. Dimensi pendidikan
Data sosio demografi desa
- -
BPS pusat, BPS
daerah, dan
arsip desa
9
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai cara pengukuran dan penilaian
variabel yang digunakan pada penelitian, yaitu:
a. Karakteristik anak
Karakteristik anak diukur dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada
ibu, ayah, atau anak. Pertanyaan tersebut mengenai usia anak, jenis kelamin
anak, urutan kelahiran anak, dan kelas anak.
b. Karakteristik keluarga
Karakteristik keluarga diukur dengan mengajukan sejumlah pertanyaan
kepada ibu atau ayah. Pertanyaan tersebut meliputi usia, besar keluarga, lama
sekolah, pekerjaan, dan pendapatan.
c. Alokasi waktu pengasuhan orang tua
Pernyataan terkait alokasi waktu pengasuhan orang tua terdiri atas enam
belas butir pernyataan. Pernyataan dimodifikasi oleh peneliti dari Wahini (2012).
Pernyataan merujuk kepada lama waktu yang digunakan ibu dan ayah untuk
melakukan kegiatan pengasuhan. Waktu pengukuran dinyatakan dalam menit.
d. Pola asuh ibu
Kuesioner pola asuh makan, pola asuh hidup sehat dan pola asuh sosial
emosi adalah modifikasi dari Hastuti (2006). Kuesioner pola asuh akademik
adalah modifikasi dari Simanjuntak (2010), dan pola asuh moral dan spiritual
adalah modifikasi dari Mafriana (2003) dan Hastuti (2006). Nilai Cronbach’s
alpha pola asuh sebesar 0.804. Terdapat 42 butir pernyataan dalam pola asuh
yang terbagi menjadi lima dimensi, yaitu pola asuh makan (7 butir pernyataan),
pola asuh hidup sehat (8 butir pernyataan), pola asuh akademik (12 butir
pernyataan), pola asuh sosial emosi (8 butir pernyataan) dan pola asuh moral
dan spiritual (7 butir pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan empat
jawaban, yaitu tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, sering diberi
skor 3, dan selalu diberi skor 4, kecuali pernyataan nomor 6 pada pola asuh
makan dilakukan invers terlebih dahulu. Selanjutnya, total skor masing-masing
dimensi ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, kemudian total skor
masing-masing dimensi yang telah ditransformasikan menjadi indeks
dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah dimensi yang ada yaitu lima dan
didapatkan skor untuk pola asuh ibu. Rumus indeks yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Indeks = x 100
Selanjutnya, untuk menentukan kategori pola asuh ibu menggunakan
interval kelas, dengan rumus:
Interval Kelas (IK) = = 33.33
sehingga diperoleh kategori sebagai berikut:
Kurang baik : 0-33.33
Cukup baik : 33.34-66.67
Baik : 66.68-100.00
10
e. Kesejahteraan anak
Kuesioner kesejahteraan anak yang digunakan adalah modifikasi dari Moore
et al. (2008) yaitu instrumen Microdata Child Well-Being Index. Kuesioner
kesejahteraan anak terdiri atas 32 butir pernyataan. Kesejahteraan anak diukur
berdasarkan empat dimensi yaitu dimensi fisik (9 butir pernyataan), dimensi
psikologis (6 butir pernyataan), dimensi sosial (11 butir pernyataan), dan dimensi
pendidikan (6 butir pernyataan). Setiap butir pernyataan disediakan dua jawaban,
yaitu untuk “tidak” dan untuk “ya”, kecuali pada pernyataan dimensi fisik
nomor 3, 4, dan 5, dimensi sosial nomor 9, 10 dan 11, dan dimensi pendidikan
nomor 1, 2, dan 3 skornya diinvers terlebih dahulu. Selanjutnya total skor masing-
masing dimensi ditransformasikan ke dalam bentuk indeks. Setelah itu, total skor
indeks masing-masing dimensi dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah dimensi
yang ada yaitu empat dan menghasilkan skor untuk kesejahteraan anak. Rumus
indeks yang digunakan adalah sebagai berikut:
Indeks = x 100
Selanjutnya, untuk kategori kesejahteraan anak dibagi menjadi
dua, yaitu:
Tidak sejahtera : 0% - 74 %
Sejahtera : 75% -100%
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, entrying,
scoring, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif dan
inferensia. Berikut adalah analisis yang digunakan:
1. Analisis deskriptif. Analisis ini meliputi rata-rata, standar deviasi, nilai
minimum dan maksimum yang digunakan untuk menggambarkan
karakteristik anak, karakteristik keluarga, alokasi waktu pengasuhan orang
tua, pola asuh ibu, serta kesejahteraan anak.
2. Analisis inferensia, yaitu:
a. Uji beda Independent-sampel t test. Uji ini digunakan untuk
membandingkan rata-rata alokasi waktu pengasuhan ibu dan ayah.
b. Uji korelasi Spearman dan Pearson. Uji korelasi Spearman dan
Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik
keluarga dan anak dengan alokasi waktu pengasuhan orang tua,
karakteristik keluarga dan anak serta alokasi waktu pengasuhan orang
tua dengan pola asuh ibu, karakteristik keluarga dan anak dengan
kesejahteraan anak, dan hubungan antara alokasi waktu pengasuhan
orang tua dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak. Uji korelasi
Spearman digunakan untuk data dengan skala ordinal sedangkan uji
korelasi Pearson digunakan untuk data dengan skala rasio.
11
Definisi Operasional
Keluarga petani adalah keluarga lengkap dengan ayah yang memiliki pekerjaan
utama sebagai petani pemilik atau petani non pemilik (petani
penggarap/petani sewa dan buruh tani).
Anak adalah seseorang yang merupakan bagian dari anggota keluarga petani yang
berada pada usia sekolah (6-12 tahun) dan sedang menempuh pendidikan
di tingkat sekolah dasar pada saat dilakukan wawancara.
Usia adalah tahun hidup saat dilakukan wawancara dan dinyatakan dalam satuan
tahun.
Jenis kelamin anak adalah jenis kelamin yang dikelompokkan menjadi laki-laki
dan perempuan.
Urutan kelahiran anak adalah kondisi dimana anak lahir menjadi anggota
keluarga sebagai anak tunggal, anak sulung, anak tengah, atau anak
bungsu.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah.
Lama sekolah ibu dan ayah adalah lama sekolah formal yang ditamatkan oleh
ayah dan ibu dalam satuan tahun.
Pekerjaan ayah dan ibu adalah aktivitas ayah dan ibu yang menghasilkan uang
sebagai sumber pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.
Pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang dihasilkan oleh anggota
keluarga (ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya) setiap bulan dalam
satuan rupiah.
Alokasi waktu pengasuhan adalah jumlah waktu yang dicurahkan ibu dan ayah
untuk kegiatan pengasuhan kepada anak dan dinyatakan dalam satuan
menit.
Pola asuh adalah cara yang dilakukan ibu dalam menanamkan kebiasaan pada
anak yang terdiri dari pola asuh makan, pola asuh hidup sehat, pola asuh
akademik, pola asuh sosial emosi, dan pola asuh moral dan spiritual.
Pola asuh makan adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu agar anak
dapat memiliki kebiasaan makan yang baik dan bergizi.
Pola asuh hidup sehat adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu kepada
anak untuk mengajarkan dan membiasakan anak agar berperilaku hidup
sehat.
Pola asuh akademik adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu agar anak
dapat mencapai prestasi dalam bidang akademik.
Pola asuh sosial emosi adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu agar
anak memiliki kemampuan berhubungan sosial yang baik dengan orang
lain dan dapat memahami perasaan yang terjadi pada dirinya serta
memahami perasaan orang lain disekitarnya.
Pola asuh moral dan spiritual adalah cara pengasuhan yang dilakukan oleh ibu
terhadap penanaman moral dan spiritual kepada anak.
Kesejahteraan anak adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anak yang dilihat
dari dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi
pendidikan.
12
Dimensi fisik adalah dimensi kesejahteraan anak yang diukur dari aspek fisik dan
kesehatan yang dilihat secara keseluruhan dan dari kebiasaan hidup sehat
anak.
Dimensi psikologis adalah dimensi kesejahteraan anak yang diukur dari aspek
emosional anak dan bagaimana cara anak berfikir mengenai kemampuan
diri yang dimilikinya.
Dimensi sosial adalah dimensi kesejahteraan anak yang dilihat dari aspek sosial
anak yang diukur dari keterlibatan anak dan kemampuan anak dalam
bergaul dan berkelompok di lingkungan rumah dan sekolah serta
kemapuan anak untuk dapat berhubungan secara emosional dengan orang
lain.
Dimensi pendidikan adalah dimensi kesejahteraan anak yang dilihat dari aspek
pencapaian pendidikan dan diukur dari kemampuan anak dalam
menangkap materi pelajaran, prestasi, dan dukungan orang tua.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Secara geografis sebelah utara Desa Ciaruteun
Ilir berbatasan dengan Desa Cidokom, sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Leuwengkolot, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujug, dan sebelah timur
berbatasan dengan Desa Ciampea. Desa Ciaruteun Ilir memiliki luas 360 Ha dan
memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.108 jiwa dengan 3.104 kepala keluarga.
Sebagian besar penduduk di Desa Ciaruteun Ilir bermatapencaharian sebagai
petani. Jenis komoditas pertanian didominasi oleh komoditas hortikultura seperti
bayam, kangkung, cesin, sawi dan daun bawang. Terdapat empat dusun yang
terbagi atas 10 Rukun Warga (RW) dan 35 Rukun Tetangga (RT) di Desa
Ciaruteun Ilir. Selain itu, juga terdapat 10 kampung di Desa Ciaruteun Ilir, yaitu
Kampung Pabuaran, Kampung Tegal Salam, Kampung Ciaruteun Ilir, Kampung
Munjul, Kampung Tutul, Kampung Muarajaya, Kampung Wangunjaya, Kampung
Cikarang, Kampung Padati Mondok, dan Kampung Bubulak.
Karakteristik Keluarga dan Anak
Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh ayah (55.1%) berada pada
kategori usia dewasa madya sedangkan lebih dari separuh ibu (70.8%) berada
pada kategori dewasa awal. Pengkategorian usia ayah dan ibu berdasarkan Papalia
dan Old (1981), dimana terdapat 3 kategori usia dewasa, yaitu dewasa awal (21-
40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan ibu dan ayah adalah 5.60
dan 5.44 tahun (tidak tamat Sekolah Dasar). Tingkatan sekolah yang paling
banyak ditempuh oleh ayah dan ibu adalah SD, yaitu terdapat 42.7 persen ayah
dan 53.9 persen ibu merupakan tamatan SD. Besar keluarga responden rata-rata
empat orang dalam satu keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga per kapita per
13
bulan sebesar Rp626 472.1. Apabila merujuk pada garis kemiskinan daerah
pedesaan di Indonesia pada Bulan Maret 2013, yaitu sebesar Rp253 273 per kapita
per bulan, dari 89 keluarga terdapat 17 keluarga yang terkategori miskin dan 72
keluarga yang terkategori tidak miskin.
Ayah yang berstatus sebagai petani pemilik sebanyak 56.2 persen,
penggarap/sewa sebanyak 38.2 persen, dan sisanya (5.6%) berstatus sebagai buruh
tani. Selain memiliki pekerjaan utama pada sektor pertanian, lebih dari separuh
ayah juga memiliki pekerjaan tambahan diluar sektor pertanian. Terdapat 57.3
persen ayah memiliki pekerjaan tambahan seperti pedagang, buruh bangunan,
ojeg, supir, peternak dan pengontrakkan lahan. Rata-rata penghasilan yang didapat
ayah dari pekerjaan tambahan sebesar Rp1 223 011 per bulan. Hal ini masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan rata-rata penghasilan utama yang dimiliki ayah
yaitu sebesar Rp1 709 202 per bulan. Selain itu, ada pula ibu yang turut bekerja
untuk membantu menambah penghasilan keluarga. Terdapat 69.7 persen ibu yang
bekerja, 77.4 persen ibu bekerja pada sektor pertanian dan 22.6 persen ibu bekerja
di luar sektor pertanian yang terdiri atas karyawan konveksi, pedagang, sales
perabotan rumah tangga, dukun melahirkan, Pembantu Rumah Tangga (PRT),
guru, dan kader Posyandu. Rata-rata pendapatan yang dihasilkan ibu bekerja yaitu
sebesar Rp653 429.6 per bulan. Ibu yang bekerja di sektor pertanian melakukan
kegiatan seperti mengikat sayur dan membantu ayah di kebun.
Tabel 2 Nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi
karakteristik keluarga dan karakteristik anak Variabel Minimum Maksimum Rata-rata ± SD
Karakteristik
keluarga
Usia ayah (tahun) 28 63 42.10 ± 7.64
Usia ibu (tahun) 24 61 37.17 ± 7.34
Lama pendidikan ayah
(tahun)
0 12 5.44 ± 2.48
Lama pendidikan ibu
(tahun)
0 12 5.60 ± 2.12
Besar keluarga (orang) 3 9 4.70 ± 1.23
Pendapatan keluarga
(Rp/bulan/kapita)
112 666.67 2 314 583 626 472.10 ± 453 116.40
Karakteristik anak
Usia anak (tahun) 6 12 9.85 ± 1.61
Kelas anak 1 6 3.53 ± 1.70
Urutan kelahiran anak
(anak ke- )
1 4 3.09 ± 0.92
Karakteristik anak terdiri atas jenis kelamin, usia anak, urutan kelahiran
anak dan tingkatan kelas anak. Usia anak berkisar antara 6-12 tahun dengan rata-
rata usia anak adalah 9 tahun. Jumlah anak laki-laki (50.6%) lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan (49.4%). Pada Tabel 2 rata-rata anak merupakan
anak ketiga dalam keluarga dan rata-rata anak berada pada kelas 3 SD. Persentase
terbesar sebaran tingkatan kelas anak yaitu berada pada kelas 4 SD.
14
Alokasi Waktu Pengasuhan Orang Tua
Alokasi waktu pengasuhan orang tua dilihat dari waktu yang diluangkan
oleh ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara alokasi waktu pengasuhan ibu
dan ayah (Tabel 3). Rata-rata alokasi waktu pengasuhan ayah adalah 90.6 menit
per hari sedangkan ibu 120.8 menit per hari.
Ayah memiliki waktu antara 0 sampai 360 menit per hari untuk kegiatan
pengasuhan. Curahan waktu untuk kegiatan pengasuhan yang paling banyak
dilakukan oleh ayah adalah pada kegiatan mengobrol bersama anak di waktu
senggang. Terdapat 95.5 persen ayah yang melakukan kegiatan mengobrol
bersama anak di waktu senggang dengan rata-rata waktu 42.2 menit per hari
(Tabel 3). Selain itu, ada pula kegiatan pengasuhan yang tidak sama sekali
dilakukan oleh seluruh ayah, yaitu kegiatan menyuapi anak pada saat makan siang
dan menemani anak saat tidur siang. Terdapat satu orang ayah yang tidak
meluangkan waktunya sama sekali untuk kegiatan pengasuhan. Hal ini
dikarenakan bahwa ayah merasa sudah ada ibu yang dapat melakukan kegiatan
pengasuhan sehingga ayah lebih memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk
bekerja, beristirahat dan bergaul dengan tetangga. Kegiatan yang memdapatkan
alokasi waktu paling sedikit dari ayah yaitu kegiatan memandikan anak pada pagi
hari (1.1%), menyuapi anak ketika sarapan (1.1%), memandikan anak pada saat
sore hari (1.1%), dan menyuapi anak makan sore atau makan malam (1.1%).
Ibu memiliki waktu antara 4 sampai 330 menit per hari untuk kegiatan
pengasuhan. Kegiatan pengasuhan yang curahan waktunya paling banyak
diluangkan oleh ibu adalah kegiatan mengobrol bersama anak di waktu senggang
dengan rata-rata waktu 52.60 menit per hari. Terdapat 96.6 persen ibu yang
melakukan kegiatan mengobrol bersama anak di waktu senggang (Tabel 3).
Kegiatan pengasuhan yang tidak pernah dilakukan oleh seluruh ibu adalah
kegiatan menemani anak tidur siang, sedangkan kegiatan pengasuhan yang paling
sedikit mendapatkan curahan waktu dari ibu adalah kegiatan menjemput anak
sekolah (1.1%) dan menyuapi anak pada saat makan siang (1.1%).
Selain itu, kegiatan-kegiatan pengasuhan lain yang alokasi waktunya banyak
dilakukan oleh ayah dan ibu yaitu mengajarkan pengetahuan tentang agama,
mengajarkan anak mengenai keterampilan, dan menemani anak belajar. Terdapat
lebih dari separuh ibu (66.3%) dan ayah (65.2%) yang melakukan kegiatan
mengajarkan pengetahuan tentang agama. Kegiatan mengajarkan anak mengenai
keterampilan dilakukan oleh 60.7 persen ibu dan 56.2 persen ayah. Lebih dari
separuh ibu (65.2%) dan kurang dari separuh ayah (46.1%) melakukan kegiatan
menemani anak belajar.
Kegiatan mengajarkan pengetahuan tentang agama, bermain bersama anak
di rumah, mengantar anak ke sekolah, dan menjemput anak ke sekolah lebih
didominasi oleh ayah. Kegiatan memandikan anak pada pagi hari, menyuapi anak,
menyisirkan atau menguncir rambut anak, menemani anak belajar,
mendongengkan cerita pada anak, menemani anak tidur malam, dan mengajarkan
anak mengenai keterampilan dan membimbing anak dalam mengerjakan PR lebih
banyak dilakukan oleh ibu dibandingkan dengan ayah.
15
Tabel 3 Rataan alokasi waktu pengasuhan ayah dan ibu berdasarkan jenis kegiatan
No. Kegiatan pengasuhan
Ayah Ibu
Melakukan
(%)
Waktu
(menit/hari)
Melakukan
(%)
Waktu
(menit/hari)
1. Memandikan anak pada
pagi hari
1.1 3.0 14.6 11.6
2. Menyuapi anak saat
sarapan
1.1 1.0 21.3 12.9
3. Menyisirkan atau
menguncir rambut anak
5.6 2.5 38.2 2.4
4. Mengantarkan anak ke
sekolah
12.4 8.4 3.4 9.0
5. Menjemput anak ke sekolah 6.7 10.3 1.1 10.0
6. Menyuapi anak makan
siang
0.0 0.0 1.1 10.0
7. Memandikan anak pada
sore hari
1.1 5.0 10.1 8.5
8. Menemani anak belajar 46.1 24.5 65.2 31.9
9. Mendongengkan cerita
kepada anak
12.4 16.6 12.4 21.2
10. Menyuapi anak makan
malam atau sore
1.1 3.0 10.1 10.0
11. Menemani anak tidur
malam
14.6 21.4 27.0 13.6
12. Mengobrol bersama di
waktu senggang
95.5 42.2 96.6 52.6
13. Bermain bersama anak di
rumah.
24.7 30.3 15.7 42.7
14. Mengajarkan pengetahuan
tentang agama kepada anak
sesuai dengan kepercayaan
di dalam keluarga
65.2 25.6 66.3 23.8
15. Mengajarkan anak
mengenai keterampilan
(membaca, menulis dan
berhitung) dan
membimbing dalam
mengerjakan PR.
56.2 13.6 60.7 20.7
Rata-rata alokasi waktu
pengasuhan 89 90.6 89 120.8
p-value 0.007** ket : *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Pola Asuh Ibu
Pola asuh ibu dalam penelitian ini meliputi dimensi pola asuh makan, pola
asuh hidup sehat, pola asuh akademik, pola asuh sosial emosi, dan pola asuh
moral dan spiritual. Hasil penelitian menunjukan bahwa 74.2 persen ibu memiliki
pola asuh yang cukup baik dan 25.8 persen ibu memiliki pola asuh yang baik
(Tabel 4). Pola asuh yang cukup baik adalah ketika hal-hal yang baik dalam
pengasuhan belum dilakukan oleh ibu secara optimal sedangkan pola asuh yang
16
baik yaitu ketika hal-hal yang baik dalam pengasuhan sudah diterapkan oleh ibu
kepada anak secara optimal. Skor rata-rata indeks pola asuh yaitu 60.52 dengan
skor indeks terendah sebesar 35.40 dan skor indeks tertinggi sebesar 87.10.
Tabel 4 menunjukkan skor rata-rata dimensi pola asuh makan sebesar 62.49.
Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat ibu yang memiliki pola asuh yang
kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya ibu yang membiarkan anak
apabila anak sedang tidak nafsu makan (47.2%) dan jarangnya ibu membiasakan
anak untuk konsumsi buah (40.4%). Ibu yang memiliki pola asuh makan yang
kurang baik yaitu ibu yang memiliki lama sekolah kurang dari 6 tahun (tidak
tamat SD) dan termasuk dalam kategori keluarga miskin. Selain itu, terdapat 29.2
persen ibu yang sudah memiliki pola asuh yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan
ibu yang membiasakan anak untuk mengonsumsi makanan yang mengandung
protein hewani (88.8%) dan nabati (41.6%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata dimensi pola asuh hidup
sehat yaitu sebesar 56.18. Pada dimensi pola asuh hidup sehat terdapat 10.1 persen
ibu terkategori memiliki pola asuh yang kurang baik. Hal ini karena 10.1 persen
ibu tersebut tidak membiasakan anak untuk mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan, tidak pernah mengajak anak olahraga seminggu sekali dan tidak
membatasi waktu anak untuk menonton televisi. Ibu yang memiliki pola asuh
yang kurang baik merupakan ibu yang tidak tamat SD (44.4%), 44.4 persen tamat
SD, dan 11.1 persen ibu tamatan SMA sederajat. Selain itu, sebagian besar anak
yang memiliki ibu dengan pola asuh kurang baik merupakan anak dengan usia tua,
88.9 persen anak berusia 9 sampai dengan 12 tahun dan 11.1 persen berusia 8
tahun.
Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa selain dimensi pola asuh hidup
sehat, dimensi pola asuh akademik juga memiliki skor rata-rata yang rendah yaitu
sebesar 56.09. Pada dimensi ini, terdapat 3.4 persen ibu yang terkategori memiliki
pola asuh yang kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan ibu tidak menentukan
waktu belajar anak pada saat di rumah, ibu tidak pernah menanyakan hasil
pelajaran sekolah anak, dan ibu tidak pernah membantu atau mengajari anak
dalam mengulang pelajaran. Tingkat pendidikan yang ditempuh ibu paling tinggi
yaitu tidak tamat SD (66.7%) sisanya adalah tamat SD (33.3%).
Dimensi pola asuh sosial emosi memiliki skor rata-rata indeks terbesar
dibandingkan dimensi yang lainnya, yaitu sebesar 64.23. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pola asuh sosial emosi ibu sudah cukup baik (61.8%). Hal ini
ditunjukkan dengan seringnya ibu mengajarkan kepada anak untuk meminta izin
terlebih dahulu jika ingin meminjam sesuatu atau barang kepada orang lain
(49.4%), meminta maaf bila salah (49.4%), mengungkapkan yang dirasakan
(47.2%), dan bekerja sama (40.4%). Hanya terdapat 1.1 persen ibu yang memiliki
pola asuh yang kurang baik yaitu keluarga yang terkategori keluarga sedang yang
memiliki besar keluarga sebanyak 7 orang. Selain itu, usia ibu termasuk dalam
usia dewasa madya (50 tahun).
Berdasarkan hasil pada Tabel 4 skor rata-rata dimensi pola asuh moral
spiritual sebesar 63.62. Hasil penelitian menunjukan bahwa dimensi pola asuh
moral spiritual yang dilakukan oleh ibu termasuk dalam kategori cukup baik
(61.8%). Akan tetapi, masih terdapat 3.4 persen ibu yang memiliki pola asuh yang
kurang baik. Hal ini karena 3.4 persen ibu belum mengajarkan kepada anak
mengenai konsep ikhlas secara sederhana seperti tidak meminta imbalan atas
17
bantuan yang telah diberikan dan belum mengenalkan sifat-sifat baik yang disuka
oleh Tuhan, seperti sikap saling memaafkan antar sesama.
Tabel 4 Sebaran dimensi pola asuh ibu berdasarkan kategori pola asuh Dimensi
pola asuh
Kategori pola asuh ibu Skor
rata-rata±sd Kurang baik
(0-33.33)
Cukup baik
(33.34-66.67)
Baik
(66.68-100)
n % n % n %
Makan 2 2.3 61 68.5 26 29.2 62.49±15.77
Hidup sehat 9 10.1 57 64.0 23 25.9 56.18±16.60
Akademik 3 3.4 73 82.0 13 14.6 56.09±13.40
Sosial emosi 1 1.1 55 61.8 33 37.1 64.23±13.77
Moral spiritual 3 3.4 55 61.8 31 34.8 63.62±15.96
Pola asuh total 0 0.0 66 74.2 23 25.8 60.52±09.98
Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan anak merupakan luaran yang dimiliki oleh anak dari proses
pengasuhan orang tua. Pada penelitian ini, kesejahteraan anak meliputi empat
dimensi yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi
pendidikan. Tabel 5 menunjukkan bahwa kurang dari separuh anak (46.1%)
terkategori tidak sejahtera dan sisanya terkategori sejahtera (53.9%). Skor rata-
rata kesejahteraan anak sebesar 75.17 dengan skor terendah 50.25 dan skor
tertinggi 90.28.
Terdapat 38.2 persen anak yang terkategori tidak sejahtera pada dimensi
fisik (Tabel 5). Hal ini digambarkan dari seluruh anak tidak ada yang rutin
melakukan kontrol kesehatan gigi setiap 6 bulan sekali dan seluruh anak hanya
melakukan olahraga satu minggu sekali, yaitu pada jam pelajaran Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) di sekolah. Anak yang terkategori tidak
sejahtera pada dimensi fisik memiliki ayah dengan alokasi waktu pengasuhan
yang sedikit. Ayah meluangkan waktu untuk pengasuhan rata-rata 70.51 menit per
hari, sedangkan anak yang terkategori sejahtera rata-rata mendapatkan waktu
pengasuhan dari ayah sebanyak 103.03 menit per hari.
Pada dimensi psikologis hampir seluruh anak (93.3%) termasuk dalam
kategori sejahtera. Hal ini dikarenakan anak dapat menunjukkan emosi yang
dirasakan dengan perbuatan (84.3%) dan anak percaya akan kemampuan dirinya
(82.0%). Hanya terdapat 6.7 persen anak yang termasuk dalam kategori tidak
sejahtera pada dimensi psikologis. Anak yang terkategori tidak sejahtera memiliki
ibu yang sebagian besar (83.33%) memiliki lama pendidikan 6 tahun dan sisanya
memiliki lama pendidikan 4 tahun. Selain itu, lebih dari separuh anak (66.67%)
termasuk dalam keluarga yang memiliki anak lebih dari empat.
Dimensi sosial memiliki lebih dari separuh anak (70.8%) yang termasuk ke
dalam kategori sejahtera dan sisanya terkategori tidak sejahtera (29.2%). Hal yang
menunjukkan bahwa anak memiliki kesejahteraan pada dimensi sosial antara lain
adalah anak memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua (96.6%), anak izin
ketika ingin keluar rumah (83.1%), dan anak dapat bergaul dengan teman
seusianya (98.9%). Sementara itu, hal yang menunjukkan ketidaksejahteraan anak
pada dimensi sosial adalah masih terdapat lebih dari separuh anak (62.9%) yang
18
suka mengejek temannya. Hal ini mengakibatkan anak sering bertengkar dan
dijauhi oleh temannya.
Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak (80.9%) pada dimensi
pendidikan merupakan anak yang terkategori sejahtera dan sisanya terkategori
tidak sejahtera (19.1%). Anak yang terkategori tidak sejahtera adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam belajar seperti pemahaman anak dalam menerima
pelajaran di sekolah. Selanjutnya, hal yang menunjukkan kesejahteraan anak
adalah terdapat lebih dari separuh anak (53.9%) yang memiliki waktu untuk
membaca dalam sehari.
Tabel 5 Sebaran dimensi kesejahteraan anak berdasarkan kategori Dimensi Kategori kesejahteraan anak Rataan±sd
Tidak sejahtera (< 75%) Sejahtera (≥ 75%)
n % n %
Fisik 34 38.2 55 61.8 72.56±07.44
Psikologis 6 6.7 83 93.3 56.44±16.83
Sosial 26 29.2 64 70.8 90.22±12.45
Pendidikan 17 19.1 72 80.9 46.44±12.50
Total 41 46.1 48 53.9 75.17±07.65 Sumber: Modifikasi dari Moore et al. 2008
Hubungan Antar Variabel
Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan alokasi waktu
pengasuhan orang tua
Berdasarkan Tabel 6, lama sekolah ibu berhubungan positif signifikan
dengan alokasi waktu pengasuhan ibu (r=0.231;p=0.029). Artinya, semakin lama
sekolah ibu maka alokasi waktu untuk pengasuhan akan semakin lama pula. Pada
variabel karakteristik anak (jenis kelamin dan usia anak) tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan ibu.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa usia ibu memiliki hubungan negatif
sangat signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan ayah (r=-0.296;p=0.005).
Artinya semakin tua usia ibu maka alokasi waktu yang diluangkan ayah untuk
pengasuhan anak akan semakin sedikit. Selanjutnya, lama sekolah ayah memiliki
hubungan positif signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan ayah
(r=0.253;p=0.017). Artinya, semakin lama sekolah ayah maka alokasi waktu
untuk kegiatan pengasuhan yang dilakukan ayah akan semakin lama pula. Lama
sekolah ibu memiliki hubungan positif sangat signifikan dengan alokasi waktu
pengasuhan ayah (r=0.282;p=0.007). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama
sekolah ibu maka alokasi waktu untuk kegiatan pengasuhan yang dilakukan ayah
akan semakin lama pula. Selain itu, pekerjaan ayah memiliki hubungan negatif
signifikan dengan alokasi waktu pengasuhan ayah (r=-0.240;p=0.023). Artinya,
ayah yang merupakan petani pemilik memiliki waktu yang sedikit untuk kegiatan
pengasuhan. Usia anak juga memiliki hubungan yang negatif sangat signifikan
dengan alokasi waktu pengasuhan ayah (r=-0.277;p=0.009). Hal ini berarti
semakin tua usia anak maka alokasi waktu pengasuhan yang diluangkan oleh ayah
akan semakin sedikit.
19
Tabel 6 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak
dengan alokasi waktu pengasuhan orang tua Variabel Alokasi waktu pengasuhan orang tua
Ibu Ayah
Karakteristik keluarga
Usia ayah (tahun) 0.038 -0.201
Usia ibu (tahun) 0.039 -0.296 **
Lama sekolah ayah (tahun) 0.065 0.253 *
Lama sekolah ibu (tahun) 0.231 * 0.282 **
Pekerjaan ayah (0=bukan pemilik,
1=petani pemilik)
-0.040 -0.240 *
Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja,
1=bekerja)
0.080 -0.094
Pekerjaan tambahan ayah (0=tidak ada,
1=ada)
0.065 0.109
Besar keluarga (orang) 0.054 0.001
Pendapatan perkapita (Rp/bulan) -0.105 -0.056
Karakteristik anak
Jenis kelamin (0=laki-laki, 1=
perempuan)
-0.003 -0.053
Usia anak (tahun) -0.177 -0.277 ** Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak serta alokasi waktu
pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu
Tabel 7 menunjukkan nilai koefisien korelasi antara karakteristik keluarga
dan karakteristik anak serta alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh
ibu. Pada Tabel 7 lama sekolah ibu berhubungan positif signifikan dengan pola
asuh ibu (r=0.217;p=0.042). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama sekolah
ibu maka semakin baik pola asuh yang diterapkan oleh ibu kepada anaknya.
Selanjutnya, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pekerjaan tambahan ayah
memiliki hubungan yang positif sangat signifikan dengan pola asuh ibu
(r=0.273;p=0.01). Hal ini menunjukkan bahwa ayah yang memiliki pekerjaan
tambahan mempunyai istri dengan pola asuh yang lebih baik. tidak terlihat adanya
hubungan yang signifikan antara karakteristik anak (jenis kelamin dan usia anak)
dengan pola asuh ibu.
Selain itu, hasil uji korelasi juga menunjukkan bahwa alokasi waktu
pengasuhan ibu berhubungan positif signifikan dengan pola asuh ibu
(r=0.253;p=0.017). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki waktu
pengasuhan yang banyak memiliki pola asuh yang lebih baik. Hasil uji korelasi
juga menunjukkan bahwa alokasi waktu pengasuhan ayah memiliki hubungan
yang positif sangat signifikan pola asuh ibu (r=0.373;p=0.000). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak ayah mengalokasikan waktunya untuk
pengasuhan maka pola asuh ibu juga akan semakin baik.
20
Tabel 7 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak
serta alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu Variabel Pola asuh ibu
Karakteristik keluarga
Usia ayah (tahun) -0.084
Usia ibu (tahun) -0.073
Lama sekolah ayah (tahun) 0.130
Lama sekolah ibu (tahun) 0.217 *
Pekerjaan ayah (0=bukan pemilik, 1=petani
pemilik)
-0.080
Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) -0.027
Pekerjaan tambahan ayah (0=tidak ada, 1=ada) 0.273 **
Besar keluarga (orang) 0.031
Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0.083
Karakteristik anak
Jenis kelamin (0=laki-laki, 1= perempuan) -0.076
Usia anak (tahun) 0.032
Alokasi waktu pengasuhan orang tua
Alokasi waktu pengasuhan ibu 0.253 *
Alokasi waktu pengasuhan ayah 0.373 ** Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan kesejahteraan
anak
Pada Tabel 8, jenis kelamin anak dan usia anak memiliki hubungan tidak
signifikan dengan kesejahteraan anak. Jenis kelamin anak memiliki hubungan
yang positif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak. Selanjutnya, usia anak
berhubungan negatif tidak signifikan dengan kesejahteraan anak.
Tabel 8 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak
dengan kesejahteraan anak Variabel Kesejahteraan anak
Karakteristik keluarga
Usia ayah (tahun) -0.098
Usia ibu (tahun) -0.044
Lama sekolah ayah (tahun) 0.145
Lama sekolah ibu (tahun) 0.156
Pekerjaan ayah (0=bukan pemilik, 1=petani pemilik) -0.012
Pekerjaan ibu (0=tidak bekerja, 1=bekerja) 0.003
Pekerjaan tambahan ayah (0=tidak ada, 1=ada) 0.043
Besar keluarga (orang) 0.050
Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 0.030
Karakteristik anak
Jenis kelamin (0=laki-laki, 1= perempuan) 0.178
Usia anak (tahun) -0.050 Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
21
Hubungan antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dan pola asuh ibu
dengan kesejahteraan anak
Pada Tabel 9 alokasi waktu pengasuhan ibu dan ayah berhubungan tidak
signifikan dengan kesejahteraan anak. Hanya variabel pola asuh ibu yang
memiliki hubungan dengan kesejahteraan anak. Pada pola asuh ibu terdapat
hubungan yang positif signifikan dengan kesejahteraan anak (r=0.257;p=0.015).
Artinya, semakin baik pola asuh yang dilakukan oleh ibu maka akan semakin
tinggi tingkat kesejahteraan anaknya.
Tabel 9 Koefisien korelasi antara alokasi waktu pengasuhan orang tua
dan pola asuh ibu dengan kesejahteraan anak Variabel Kesejahteraan anak
Alokasi waktu pengasuhan orang tua
- Alokasi waktu pengasuhan ibu 0.146
- Alokasi waktu pengasuhan ayah 0.206
Pola asuh ibu 0.257 * Keterangan: *)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Pembahasan
Waktu merupakan salah satu komponen investasi anak (Bryant & Zink
2006). Pada pelaksanaan pengasuhan, waktu menjadi sumber daya yang dimiliki
orang tua. Alokasi waktu pengasuhan adalah waktu yang diluangkan oleh orang
tua untuk melakukan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan yang baik dari orang tua
dapat menjadikan anak berkembang dengan baik pula. Selain ibu, ayah juga
memiliki tanggung jawab yang sama dalam pengasuhan agar anak dapat mencapai
perkembangan fisik, komunikasi, kognisi dan sosial secara optimal (Briawan &
Herawati 2005). Meskipun demikian, tetap terdapat pembagian peran ayah dan
ibu yang spesifik sesuai dengan kodratnya masing-masing.
Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata alokasi
waktu yang disediakan oleh ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan. Alokasi
waktu yang diluangkan ibu (2 jam 1 menit) untuk kegiatan pengasuhan anak lebih
lama dibandingkan dengan alokasi waktu yang diluangkan oleh ayah (1 jam 31
menit). Hal ini karena ibu memiliki waktu di rumah lebih banyak dibandingkan
dengan ayah. Pada penelitian ini semua ayah adalah pencari nafkah utama di
sektor publik sedangkan ibu yang bekerja di sektor publik terdapat 69.7 persen
dan sisanya (30.3%) merupakan ibu yang tidak bekerja.
Temuan dari penelitian ini sesuai dengan teori struktural fungsional yang
menyatakan terdapat fungsi-fungsi yang harus dijalankan dengan baik didalam
keluarga (Megawangi 1999). Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh
keluarga yaitu fungsi suami sebagai pencari nafkah utama dan istri sebagai
pengurus rumah tangga. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Del Boca et al. (2003) yang menyatakan bahwa rata-rata ibu di Negara Eropa
(Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, dan Portugal)
menghabiskan waktu untuk kegiatan pengasuhan lebih lama dibandingkan dengan
ayah. Ibu menghabiskan waktu 4 jam 45 menit per hari sedangkan ayah
menghabiskan 2 jam 30 menit per hari untuk kegiatan pengasuhan.
22
Pemanfaatan waktu untuk kegiatan pengasuhan merupakan tindakan
merealisasikan konsep yang dimiliki orang tua tentang bagaimana cara mengasuh,
mendidik, dan memelihara anak yang mereka miliki. Pengasuhan memiliki
beberapa pola yang menunjukan adanya hubungan dari satu aspek dengan aspek
yang lainnya. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada kehidupan anak di masa
yang akan datang. Pola asuh adalah teknis dari suatu praktik pengasuhan yang
mencakup pengasuhan makan, pola hidup sehat, akademik sosial emosi, dan pola
asuh moral spiritual (Hastuti 2009). Pola asuh merupakan pedoman bagi orang tua
mengenai bagaimana cara mengasuh anak agar anak memiliki luaran yang sesuai
dengan harapan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar.
Pada penelitian ini hanya 25.8 persen anak yang memiliki ibu dengan pola
asuh yang baik dan 74.2 persen ibu memiliki pola asuh yang cukup baik. Dimensi
akademik merupakan dimensi yang memiliki persentase ibu dengan pola asuh
baik paling rendah. Hal ini karena masih terdapat 71.9 persen ibu yang tidak
menentukan waktu belajar anak dan terdapat 38.2 persen ibu yang tidak
membantu dan mengajari anak dalam mengulang pelajaran sekolah. Padahal, pada
usia sekolah anak memerlukan stimulus untuk mengasah potensi akademik yang
dimilikinya agar keterampilan anak juga akan semakin meningkat. Menurut
Havighurst, salah satu tugas perkembangan masa kanak-kanak adalah
mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar (Hurlock 1980). Keterampilan
dasar anak usia sekolah meliputi membaca, menulis, berhitung dan, memahami
pelajaran. Selain itu, Piaget (Santrock 2012) juga menyatakan bahwa anak
memasuki sebuah tahap perkembangan kognitif yang baru di masa kakak-kanak
pertengahan dan akhir (7-11 tahun).
Perawatan merupakan cakupan dari interaksi dalam pengasuhan. Perawatan
tersebut seperti mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan
melindungi, maupun sosialisasi. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan tingkah laku
umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning et al. 2003). Interaksi yang
terjadi antara orang tua dan anak akan membantu meningkatkan kesejahteraan
anak. Anak yang memiliki interaksi yang baik dengan keluarga akan memiliki
kesejahteraan yang baik pula. Menurut Moore et al. (2008) kesejahteraan anak
artinya anak telah memiliki status biologis individu (kesehatan secara keseluruhan
dan fungsinya, serta gaya hidup sehat), kesehatan psikologis (bagaimana individu
berpikir tentang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka menangani dan
mengatasi situasi dan menjadi bebas dari masalah yang ada), kesehatan sosial
(mengacu pada kemampuan bergaul dalam ekologi sosial, termasuk keterampilan
dasar, keterlibatan dalam kegiatan yang konstruktif, kemampuan untuk dapat
berhubungan secara emosional dengan orang dan teman-teman), dan pendidikan
atau intelektual (keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan seorang
anak untuk belajar, mengingat, alasan memadai untuk usia mereka, mampu
menerapkan keterampilan kognitif untuk menjadi produktif dan terlibat di
sekolah) yang baik.
Terdapat 46.1 persen anak yang termasuk dalam kategori tidak sejahtera dan
53.9 persen anak yang terkategori sejahtera. Beberapa indikator yang belum
terpenuhi oleh anak adalah anak mengalami kesulitan belajar (89.9%), anak suka
mengejek temannya (62.9%), dan anak hanya melakukan olahraga satu minggu
sekali (100%). Hasil di lapang menunjukkan bahwa kesulitan belajar yang dialami
anak karena anak merasa sulit untuk menerima pelajaran yang disampaikan oleh
23
guru. Selanjutnya, kebiasaan anak mengejek menjadikan anak dijauhi oleh teman-
temannya dan dianggap sebagai anak yang nakal. Padahal menurut Havighurst
belajar menyesuaikan diri dengan teman seusia merupakan salah satu tugas
perkembangan masa kanak-kanak (Hurlock 1980).
Temuan lain dari penelitian ini adalah bahwa orang tua (ibu dan ayah)
dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki alokasi waktu pengasuhan
yang lebih banyak. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang ditempuh
orang tua dapat menentukkan cara berfikir dan pemahaman orang tua akan sesuatu
hal. Idealnya, semakin tinggi sekolah yang ditempuh maka akan semakin
memperkaya pengetahuan. Selain itu, semakin tinggi tingkatan sekolah ibu maka
akan semakin tinggi pula alokasi waktu pengasuhan ayah kepada anak.
Selanjutnya, ayah yang berstatus sebagai petani pemilik memiliki alokasi
waktu pengasuhan lebih sedikit dibandingkan dengan ayah yang bukan seorang
petani pemilik. Hasil lapang menunjukkan bahwa lebih banyak petani pemilik
yang memiliki anak dengan usia tua dibandingkan dengan petani yang bukan
pemilik. Hasil ini berkorelasi dengan usia anak, artinya semakin tua usia anak
maka alokasi waktu pengasuhan ayah kepada anak akan semakin berkurang. Hasil
ini diperkuat oleh teori ekonomi keluarga (Bryant & Zink 2006) yang
menyebutkan bahwa semakin meningkatnya usia anak maka investasi terhadap
waktu akan semakin menurun sedangkan investasi terhadap uang akan semakin
meningkat. Semakin tua usia ibu maka alokasi waktu pengasuhan ayah akan
semakin berkurang. Bertambahnya usia ibu akan menambah pengalaman
mengenai kegiatan pengasuhan, hal ini dapat menjadikan alasan ayah lebih
mempercayai kegiatan pengasuhan kepada ibu.
Ibu dengan pendidikan yang tinggi memiliki pola asuh yang lebih baik
dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Selanjutnya, ibu yang
mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk pengasuhan akan memiliki pola
asuh yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan yang
lebih tinggi memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai pola asuh sehingga
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya berupa waktu untuk kegiatan
pengasuhan. Sementara itu, ayah yang memiliki pekerjaaan tambahan memiliki
istri dengan pola asuh yang lebih baik. Hal ini dapat terjadi karena minimnya
waktu yang dimiliki ayah untuk turut serta dalam menanamkan kepribadian
kepada anak menyebabkan ibu menjadi lebih dominan dalam melakukan praktik
pengasuhan guna membentuk pribadi anak yang baik. Selain itu, semakin banyak
ayah mencurahkan waktunya untuk kegiatan pengasuhan maka akan semakin baik
pula pola asuh yang diterapkan oleh ibu. Alokasi waktu pengasuhan ayah yang
meningkat memungkinkan mendukung ibu untuk menerapkan pola asuh yang
lebih baik. dalam hal ini adanya kerja sama antara ayah dan ibu akan
mengoptimalkan perkembangan anak.
Hasil penelitian Asih (2012) menyatakan bahwa anak perempuan memiliki
kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki, karena anak
perempuan lebih bisa mengembangkan komponen kesejahteraannya pada usia ini.
Pada penelitian ini hanya menunjukkan hubungan antara jenis kelamin anak
dengan kesejahteraan anak tetapi hubungannya tidak signifikan. Selanjutnya, hasil
penelitan Moore et al. (2008) menyatakan bahwa anak usia muda memiliki
kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan anak usia tua. Lain dengan,
hasil pada penelitian ini yang hanya menunjukkan hubungan yang negatif antara
24
usia anak dengan kesejahteraan anak akan tetapi tidak signifikan. Apabila dilihat
dari tugas perkembangan menurut Havighurst maka semakin tua usia anak maka
tugas perkembangannya akan semakin banyak sehingga semakin sulit untuk
mencapai kesejahteraan.
Pola asuh memiliki hubungan positif signifikan dengan kesejahteraan anak,
semakin baik pola asuh yang dilakukan oleh ibu maka akan semakin tinggi tingkat
kesejahteraan anaknya. Ketika ibu menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam praktik
pengasuhan akan membentuk kepribadian anak yang baik juga sehingga anak
akan merasa percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, secara
tidak langsung pendidikan yang dimiliki oleh ibu memiliki hubungan yang positif
dengan kesejahteraan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki
pola asuh yang baik, dari pola asuh yang baik akan menciptakan anak yang
sejahtera. Sejalan dengan penelitian Philips (2002) yang menyatakan bahwa
pendidikan orang tua berpengaruh terhadap luaran anak. Anak yang berasal dari
orang tua yang memiliki pendidikan lebih tinggi biasanya akan memiliki kualitas
dan kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan anak yang berasal dari orang tua
yang berpendidikan rendah. Sementara itu, alokasi waktu pengasuhan ibu dan
ayah hanya menunjukkan hubungan positif tetapi tidak signifikan dengan
kesejahteraan anak.
Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini pengukuran kesejahteraan anak melibatkan responden
anak berusia 6-12 tahun. Rentang usia tersebut cukup jauh sehingga berpotensi
terjadinya perbedaan pemahaman berkaitan dengan variabel yang diukur kepada
anak. Selain itu, kemampuan berkomunikasi anak dengan situasi rentang usia
yang jauh juga beragam.
SIMPULAN DAN SARAN
Pada keluarga petani, ibu lebih banyak mengalokasikan waktu pengasuhan
dibandingkan dengan ayah. Rata-rata waktu yang dihabiskan ibu untuk kegiatan
pengasuhan anak adalah 120.8 menit (2 jam 1 menit) per hari dan ayah rata-rata
90.6 menit (1 jam 31 menit) per hari. Pada penelitian ini, hanya ada 25.8 persen
ibu yang memiliki pola asuh yang baik dan sisanya memiliki pola asuh yang
cukup baik (74.2%). Lebih dari separuh anak (53.9%) termasuk dalam kategori
sejahtera dan sisanya terkategori tidak sejahtera (46.1%). Terdapat hubungan
antara alokasi waktu pengasuhan orang tua dengan pola asuh ibu. Semakin banyak
waktu yang diluangkan ibu dan ayah untuk kegiatan pengasuhan maka pola asuh
ibu akan semakin baik. Pola asuh ibu memiliki hubungan dengan kesejahteraan
anak. Semakin baik pola asuh yang diterapkan oleh ibu maka akan meningkatkan
kesejahteraan anak. Tidak terdapat hubungan antara alokasi waktu pengasuhan
orang tua dengan kesejahteraan anak.
Pola asuh akademik dan pola asuh hidup sehat yang dilakukan oleh ibu
masih belum cukup baik. Ibu perlu diberikan penyuluhan mengenai praktik pola
asuh yang baik. Kehadiran penyuluh dapat membantu para ibu dalam
meningkatkan pengetahuannya mengenai pola asuh. Pemerintah dapat
25
memberdayakan para kader setempat untuk menjadi penyuluh. Selain itu,
perguruan tinggi juga dapat memanfaatkan lembaga pemberdayaan masyarakat
yang ada guna membantu memberikan sosialisasi akan pentingnya pola asuh yang
baik kepada para ibu. Peningkatan pola asuh ibu diharapkan dapat sejalan dengan
meningkatnya kesejahteraan anak.
Untuk penelitian lanjutan, sebaiknya menggunakan rentang usia yang lebih
dekat apabila melibatkan anak usia sekolah sebagai responden. Selain itu, anak
juga telah mampu berkomunikasi dengan baik. Selanjutnya, penelitian ini belum
sampai pada meneliti hubungan faktor eksternal anak usia sekolah (lingkungan
rumah dan sekolah) dengan kesejahteraan yang dimiliki anak. Dengan
keterbatasan penelitian ini, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat
memasukkan variabel eksternal anak dalam meneliti kesejahteraan anak usia
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Afriana H. 2012. Analisis investasi dan kualitas anak pada keluarga nelayan di
Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asih DSCI. 2012. Pengaruh interaksi orang tua dan anak terhadap kesejahteraan
anak pada keluarga nelayan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bonke J, Koch-Weser E. 2001. The welfare state and time allocation Denmark,
Italy, France, and Sweden. Welfare distribution working paper (9:2001)
[internet]. [diunduh 2013 Oktober 11]. Tersedia pada:
http:///www.sfi.dk/grapihics/SFI/pdf/working_papers/workingpapers.2001_
9.pdf.
BPS. 2010. Statistik Pendidikan 2009 Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta
(ID): BPS
____. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Jakarta (ID): BPS.
Briawan D, Herawati T. 2005. Peran anggota rumah tangga di dalam pengasuhan
pertumbuhan dan perkembangan anak balita [Laporan akhir penelitian studi
kajian wanita]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor.
Bryant WK, Zink CD. 2006. The Economic Organization of the Household,
Second Edition. New York (US): Cambridge Univ Pr.
Butar-Butar D. 2008. Analisis sosial ekonomi rumah tangga kaitannya dengan
kemiskinan di pedesaan (studi kasus di Kabupaten Tapanuli Tengah). Jurnal
Perencanaan & pembangunan Wilayah. 4(1).
Del Boca D, Pasqua S, Pronzato C, Wetzels C. 2003. Labour market participation
and motherhood. [Final report the rationale of motherhood choices:
influence of employment conditions and of public policies]. Belgia (BE):
Université Libre de Bruxelles.
Fernandes L, Mendes A, Teixeira AAC. 2010. A review essay on child well-being
measurement: uncovering the paths for future research. FEP working papers
(396:2010): Porto (PT): Universidade De Porto.
Hample K. 2010. Intergenerational transfer of human capital among immigrant
families. Journal Park Place Economist. 18(1).
26
Hardjanto. 2002. Mutu modal manusia dan pertumbuhan ekonomi human capital
and economic growth. Jurnal Managemen Hutan Tropis. 8(1).
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Istiwidayanti, Soedjarwo,
Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Developmental
Psycology.
Hartoyo. 1998. Investing in children: study of rural families in indonesia
[disertasi]. Blacksburg (AS): Virginia Tech University.
Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip Serta Aplikasinya di Indonesia.
Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hill SA. 2006. Marriage among African American Women: A Gender
Perspective. Journal of Comparative Family studies. 37(3).
Khomsan A, Anwar F, Hernawati N. Suhanda NS, Oktarina. 2013. Tumbuh
Kembang dan Pola Asuh Anak. Bogor (ID): IPB Press.
Krisnatuti D, Putrid HA. 2012. Gaya pengasuhan orang tua, interaksi serta
kelekatan ayah-remaja, dan kepuasan ayah. Jurnal ilmu keluarga dan
konsumen. 5(2)
Mammen K. 2005 Fathers’ time investments in children: do sons get more?.
Columbia (US): Columbia University.
Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda; Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Jakarta (ID): mizan.
Moore KA, Theokas C, Lippman L, Bloch M, Vandivere S,O’hare W 2 A
microdata child well-being index: conceptualization, creation, and findings.
Journal Child Ind Res. (1).
Nurafifah D. 2012. Analisis nilai anak, investasi anak, dan potensi perdagangan
anak (kasus di Kabupaten Subang) [skripsi]. Bogor (IPB): Institut Pertanian
Bogor.
Nurrohmaningtyas S. 2008. Pengaruh gaya pengasuhan dan model sekolah
terhadap kecerdasan emosional dan motivasi belajar siswa sekolah dasar
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Papalia DE, Olds SW. 1981. Human Development. USA (US): McGraw-Hill, Inc.
Philips KR. 2002. Parent work and child well-being in low-income families, urban
institute. Assessing the New Federalism. Occasional paper (56). Washington
DC (AS): The Urban Institute.
Pollard EL, Lee PD. 2002. Child well-being: a systematic review of the literature.
Journal Soc Indicat Resear. 61(1).
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia.
Bogor (ID): IPB Press.
Puspita Y. 2004. Peran ibu dalam pembentukan pola konsumsi pangan keluarga
petani (studi kasus di Desa Sukomulyo Kecamatan Kajoran Kabupaten
Magelang 2004) [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Risda A. 2010. Analisis pendapatan keluarga petani di Desa Binuang Kecamatan
Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar [skripsi]. Padang (ID):
Universitas Andalas.
Santrock JW. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. 1. Shinto BA, Sherly S,
Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence 6th
Edition.
27
____________. 2012. Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup 1.
Benedictine W, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Life-Spain
Development 13th
Edition.
Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga
dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima Program Keluarga
Harapan (PKH) [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Simister J. 2005. Unpaid Work in Indonesia: testing Unitary and Bargaining
Theories. Working paper. [internet]. [diunduh 11 Oktober 2013]. Tersedia
pada: www.development-ideas-and-practices.org.
Sunarti E. 2004. Mengasuh dengan Hati, Tantangan yang Menyenangkan. Jakarta
(ID): PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
______. 2006. Indikator Keluarga sejahtera: Sejarah pengembangan, evaluasi, dan
keberlanjutannya [naskah akademik]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Tambingon HN. 1999. Pola pengasuhan anak berdasarkan gender dalam keluarga
ibu bekerja dan tidak bekerja serta kaitannya dengan status gizi anak balita
(di Kotamadya Manado Propinsi Sulawesi Utara) [thesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Wahini M. 2012. Nilai ekonomi dan non-ekonomi pekerjaan rumah tangga istri
[Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wahyuning W, Jash, Diana MR. 2003. Mengkomunikasikan Moral kepada Anak.
Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo.
28
29
LAMPIRAN
Lampiran 1 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga
Usia
anak
Usia
ayah
Usia
ibu
Urut
lahir
Lama
sekolah
ayah
Lama
sekolah
ibu
Pekerjaan
ayah
Pekerjaan
ibu
Pekerjaan
tambahan
ayah
Besar
keluarga
Pendapatan/
bulan/ kapita
Jenis kelamin
anak
0.047 0.033 0.084 0.019 0.119 0.089 -0.055 -0.083 -0.072 -0.013 0.015
Usia anak 1 0.235* 0.240
* 0.016 -0.108 0.001 0.065 -0.044 -0.135 -0.002 -0.104
Usia ayah 1 0.794**
0.468**
-0.351**
-0.221* 0.285
** 0.169 -0.153 0.174 -0.012
Usia ibu 1 0.441**
-0.314**
-0.106 0.275**
0.159 -0.316**
0.080 0.003
Urut lahir 1 -0.218* -0.192 0.204
* 0.398
** -0.097 -0.074 0.090
Sekolah ayah 1 0.388**
-0.082 -0.186 0.064 -0.149 0.076
Sekolah ibu 1 -0.037 -0.203* -0.136 -0.018 0.034
Pekerjaan ayah 1 0.009 -0.194 0.050 0.277**
Pekerjaan ibu 1 0.048 -0.050 -0.132
Pekerjaan
tambahan ayah
1 -0.003 0.054
Besar keluarga 1 -0.218*
30
Lampiran 2 Sebaran persentase jawaban kegiatan pengasuhan ibu dan ayah
No. Kegiatan pengasuhan
Sebaran persentase jawaban kegiatan pengasuhan
ibu dan ayah (n=89 contoh)
Ibu Ayah
Melakukan Tidak melakukan Melakukan Tidak melakukan
n % n % n % n %
1. Memandikan anak pada pagi hari 13 14.6 76 85.4 1 1.1 88 98.9
2. Menyuapi anak saat sarapan 19 21.3 70 78.7 1 1.1 88 98.9
3. Menyisirkan atau menguncir rambut anak 34 38.2 55 61.8 5 5.6 84 94.4
4. Mengantarkan anak ke sekolah 3 3.4 86 96.6 11 12.4 78 87.6
5. Menjemput anak ke sekolah 1 1.1 88 98.9 6 6.7 83 93.3
6. Menyuapi anak makan siang 1 1.1 88 98.9 0 0 89 100
7. Menemani anak tidur siang 0 0 89 100 0 0 89 100
8. Memandikan anak pada sore hari 9 10.1 80 89.9 1 1.1 88 98.9
9. Menemani anak belajar 58 65.2 31 34.8 41 46.1 48 53.9
10. Mendongengkan cerita kepada anak 11 12.4 78 87.6 11 12.4 78 87.6
11. Menyuapi anak makan malam atau sore 9 10.1 80 89.9 1 1.1 88 98.9
12. Menemani anak tidur malam 24 27.0 65 73.0 13 14.6 76 85.4
13. Mengobrol bersama di waktu senggang 86 96.6 3 3.4 85 95.5 4 4.5
14. Bermain bersama anak di rumah. 14 15.7 75 84.3 22 24.7 67 75.3
15. Mengajarkan pengetahuan tentang agama kepada
anak sesuai dengan kepercayaan di dalam keluarga
59 66.3 30 33.7 58 65.2 31 34.8
16. Mengajarkan anak mengenai keterampilan
(membaca, menulis dan berhitung) dan membimbing
dalam mengerjakan PR.
54 60.7 35 39.3 50 56.2 39 43.8
31
Lampiran 3 Sebaran kategori pola asuh ibu No. Indikator Jawaban
Tidak
pernah
Jarang Sering Selalu
n % n % n % n %
Pola asuh makan
1. Ibu membiasakan anak untuk
minum susu sekali dalam
sehari
19 21.3 46 51.7 12 13.5 12 13.5
2. Ibu
menyediakan/membiasakan
anak untuk makan buah
2 2.2 36 40.4 28 31.5 23 25.8
3. Ibu
menyediakan/membiasakan
anak untuk makan sumber
protein hewani (ikan, ayam,
telur, daging, susu)
0 0.0 3 3.4 7 7.9 79 88.8
4. Ibu selalu menyediakan tahu
dan tempe setiap hari
0 0.0 33 37.1 19 21.3 37 41.6
5. Ibu menyediakan menu
makanan lengkap setiap hari:
nasi-lauk pauk-sumber protein
nabati dan hewani-sayuran
1 1.1 21 23.6 35 39.3 32 36.0
6. Ibu biasa menyediakan nasi
dan sayur saja atau nasi dan
lauk saja untuk konsumsi anak
dalam sehari
32 36.0 35 39.3 21 23.6 1 1.1
7. Ibu menyuapi anak apabila
anak sedang tidak nafsu makan
42 47.2 19 21.3 12 13.5 16 18.0
Pola asuh hidup sehat
1. Ibu membiasakan anak
mencuci kaki sebelum tidur
8 9.0 20 22.5 19 21.3 42 47.2
2. Ibu membiasakan anak
mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan
40 44.9 12 13.5 10 11.2 27 30.3
3. Ibu
mengguntingkan/mengajarkan
anak untuk menggunting kuku
seminggu sekali
23 25.8 7 7.9 4 4.5 55 61.8
4. Ibu memeriksa kebersihan
telinga anak
27 30.3 19 21.3 11 12.4 32 36.0
5. Ibu membiasakan anak untuk
memakai sandal/ alas kaki
ketika keluar rumah
2 2.2 15 16.9 14 15.7 58 65.2
6. Ibu membiasakan anak untuk
mengganti pakaian sekolahnya
setelah pulang dari sekolah
3 3.4 5 5.6 14 15.7 67 75.3
7. Ibu mengajak anak berolahraga
seminggu sekali
84 94.4 3 3.4 2 2.2 0 0.0
8. Ibu membatasi waktu anak
untuk menonton televisi
37 41.6 3 3.4 22 24.7 27 30.3
32
No. Indikator Jawaban
Tidak
pernah
Jarang Sering Selalu
n % n % n % n %
Pola asuh akademik
1. Ibu menentukan waktu belajar
anak di rumah
64 71.9 9 10.1 10 11.2 6 6.7
2. Ibu menganjurkan anak untuk
mengulang kembali pelajaran
sekolah saat berada di rumah
11 12.4 22 24.7 45 50.6 11 12.4
3. Ibu biasa menanyakan hasil
pelajaran sekolah kepada anak
12 13.5 23 25.8 36 40.4 18 20.2
4. Ibu membantu/mengajari anak
dalam mengulang kembali
pelajaran sekolah
34 38.2 33 37.1 18 20.2 4 4.5
5. Ibu menemani anak saat belajar
hingga selesai
42 47.2 18 20.2 10 11.2 19 21.3
6. Ibu menjelaskan pertanyaan
anak mengenai pelajaran
dengan penuh kesabaran
4 4.5 43 48.3 26 29.2 16 18.0
7. Ibu menanyakan kepada anak
tentang kesulitan anak dalam
belajar
15 16.9 21 23.6 49 55.1 4 4.5
8. Ketika anak akan ada ulangan,
ibu akan menyuruh dan
membantu anak belajar
1 1.1 3 3.4 17 19.1 68 76.4
9. Ibu menanyakan nilai ulangan
anak
9 10.1 11 12.4 28 31.5 41 46.1
10. Ibu memeriksa kertas/buku
hasil ulangan anak
0 0.0 2 2.2 23 25.8 64 71.9
11. Ibu akan menegur anak jika
hasil belajar anak di sekolah
jelek
10 11.2 11 12.4 25 28.1 43 48.3
12. Ibu memberikan ucapan
selamat atau pujian apabila
anak mendapatkan nilai yang
bagus/baik di sekolah
21 23.6 17 19.1 25 28.1 26 29.2
Pola asuh sosial emosi
1. Ibu mengajarkan kepada anak
untuk meminta izin terlebih
dahulu, jika ingin meminjam
sesuatu atau barang kepada
orang lain
8 9.0 21 23.6 44 49.4 16 18.0
2. Ibu mengajarkan anak untuk
menghormati orang yang lebih
tua
2 2.2 9 10.1 50 56.2 28 31.5
3. Anak diajarkan untuk santun
saat bertamu ke rumah orang
lain, misalnya mengucapkan
salam dan berpamitan kepada
pemilik rumah
0 0.0 16 18.0 35 39.3 38 42.7
4. Ibu membiasakan anak untuk 1 1.1 11 12.4 52 58.4 25 28.1
33
No. Indikator Jawaban
Tidak
pernah
Jarang Sering Selalu
n % n % n % n %
mengucapkan terima kasih
apabila diberi sesuatu
5. Ibu mengajarkan anak untuk
meminta maaf kepada yang lain
bila ia salah
9 10.1 21 23.6 44 49.4 15 16.9
6. Ibu membiasakan kepada anak
untuk dapat mengungkapkan apa
yang dirasakan oleh dirinya
3 3.4 15 16.9 42 47.2 29 32.6
7. Ibu mengajarkan kepada anak
untuk bekerja sama
20 22.5 14 15.7 36 40.4 19 21.3
8. Ibu mengajarkan anak untuk
berperilaku bergiliran/mau antri
dalam bermain
12 13.5 18 20.2 46 51.7 13 14.6
Pola asuh moral spiritual
1. Ibu membiasakan anak untuk
berkata jujur
2 2.2 11 12.4 43 48.3 33 37.1
2. Ibu mengajarkan anak agar
dapat menepati janji
12 13.5 27 30.3 36 40.4 14 15.7
3. Ibu mengajari anak bahwa
membantu orang yang sedang
kesusahan akan mendapat
pahala dari Tuhan
5 5.6 20 22.5 52 58.4 12 13.5
4. Ibu mengajarkan anak untuk
menghormati / tidak
mengganggu orang yang sedang
ibadah
3 3.4 9 10.1 58 65.2 19 21.3
5. Ibu mengajarkan anak agar
dapat menyisihkan uang
jajannya untuk bersedekah
5 5.6 15 16.9 28 31.5 41 46.1
6. Ibu mengajarkan anak untuk
tidak meminta imbalan atas
bantuan yang diberikan anak
kepada orang lain.
9 10.1 17 19.1 48 53.9 15 16.9
7. Ibu mengajarkan anaknya bahwa
sikap saling memaafkan dipuji
oleh Tuhan
5 5.6 21 23.6 52 58.4 11 12.4
34
Lampiran 4 Sebaran jawaban kesejahteraan anak
No Indikator
Jawaban
Ya Tidak
n % n %
Kesejahteraan dimensi fisik anak
1. Anak minimal menggosok gigi 2 kali sehari 81 91.0 8 9.0
2. Anak melakukan kontrol kesehatan mulut 6 bulan
sekali
0 0.0 89 100.0
3. Anak memiliki keterbatasan fisik (alat gerak dan
mental)
0 0.0 89 100
4.
Anak memiliki penyakit menahun (contoh asma dan
diabetes)
4 4.5 85 95.5
5.
Anak memiliki keterbatasan panca indra (contoh tuna
rungu, tuna wicara, tuna netra, penglihatan tidak
optimal)
0 0.0 89 100.0
6. Anak mau makan berbagai jenis makanan sehat 72 80.9 17 19.1
7. Anak tidur 8 jam dalam sehari 83 93.3 6 6.7
8. Anak melakukan olahraga minimal 3 kali dalam satu
minggu
0 0.0 89 100.0
9. Anak menonton maksimal 3 jam dalam sehari 82 92.1 7 7.9
Kesejahteraan dimensi psikologis anak
1. Anak tidak merasa depresi 81 91.0 8 9.0
2.
Orang tua mengetahui ketika anak sedang merasa
depresi atau gelisah
70 78.7 19 21.3
3. Anak mampu mengutarakan perasaan yang
dirasakannya
66 74.2 23 25.8
4. Anak menunjukkan emosi yang dirasakan dengan
perbuatan
75 84.3 14 15.7
5. Anak percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya 73 82.0 16 18.0
6.
Orang tua mendukung anak mengembangkan
kemampuannya
Kesejahteraan dimensi sosial anak
1. Anak memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua 86 96.6 3 3.4
2. Anak mudah berkomunikasi dengan orang tua 78 87.6 11 12.4
3. Anak mampu bekerja sama dalam kegiatan
berkelompok
81 91.0 8 9.0
4. Anak meminta izin kepada orang tua ketika pergi atau
pulang
74 83.1 15 16.9
5. Anak mau membantu orang tua 76 85.4 13 14.6
6. Anak bisa bergaul dengan anak yang seusianya 88 98.9 1 1.1
7. Anak mengetahui ketika orang tua atau temannya
sedang sedih
55 61.8 34 38.2
8. Anak mampu menyelesaikan secara mandiri mengenai
masalahnya dengan orang lain
57 64.0 32 36.0
9. Anak suka mengejek temannya 56 62.9 33 37.1
10. Anak suka mengganggu temannya 39 43.8 50 56.2
11. Anak sulit untuk diajak berdiskusi 44 49.4 45 50.6
Kesejahteraan dimensi pendidikan anak
1.
Orang tua pernah dipanggil ke sekolah karena perilaku
bermasalah anak
0 0.0 89 100.0
2. Anak pernah tinggal kelas 12 13.5 77 86.5
3. Anak mengalami kesulitan belajar 80 89.9 9 10.1
35
No Indikator
Jawaban
Ya Tidak
n % n %
4.
Orang tua membantu anak dalam mengatasi kesulitan
belajar
65 73.0 24 27.0
5. Dalam sehari anak meluangkan waktu untuk membaca 48 53.9 41 46.1
6.
Orang tua mendukung anak untuk berprestasi 84 94.4 5 5.6
36
Lampiran 5 Dokumentasi penelitian
Gambar rumah responden
Gambar keadaan jalan di lokasi penelitian
Gambar sekolah dasar di lokasi penelitian
Gambar lahan pertanian di lokasi penelitian
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Ediyono dan Ibu
Tuti Haryati, AMK. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 maret 1991.
Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 4 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis
diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,
Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan. Penulis merupakan anggota Koperasi Mahasiswa pada tahun
2009. Pada tahun 2009-2010 penulis menjadi staf dan bendahara Departemen
Kajian dan Strategi di BEM TPB IPB, tahun 2010-2011 penulis menjadi staf
Departemen Sosial dan Lingkungan di BEM Fakultas Ekologi Manusia dan
penulis menjadi ketua Departemen Sosial dan Lingkungan di BEM Fakultas
Ekologi Manusia pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif dalam mengikuti
berbagai kepanitian di tingkat kampus, fakultas dan departemen. Penulis juga
pernah mengikuti kegiatan riset dan pengabdian masyarakat di tingkat fakultas.
Pada Bulan Juni – Agustus 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi
(KKP) di Desa Kalirejo, Kecamatan Talun, Kabupaten Pekalongan dengan judul
Pemanfaatan Nilai Guna Sampah Plastik Rumah Tangga sebagai Sarana
Peningkatan Ekonomi Keluarga dan Peminimalisiran Sampah Pertanian Guna
Terciptanya Lingkungan yang Bersih Melalui Partisipasi Masyarakat.