HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

78
SKRIPSI 2017 HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI KELURAHAN TOTAKA KECAMATAN UJUNGTANAH KOTA MAKASSAR OLEH : ALIFIAH PUTRI B C111 14 533 Pembimbing: Dr. dr. Susi Aulina Sp.S(K) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN MAKASSAR 2017

Transcript of HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

Page 1: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

SKRIPSI 2017

HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI KELURAHAN TOTAKA

KECAMATAN UJUNGTANAH KOTA MAKASSAR

OLEH :

ALIFIAH PUTRI B

C111 14 533

Pembimbing:

Dr. dr. Susi Aulina Sp.S(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

2017

Page 2: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

i

HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI KELURAHAN TOTAKA

KECAMATAN UJUNGTANAH KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin

Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH :

ALIFIAH PUTRI B

C111 14 533

Pembimbing:

Dr. dr. Susi Aulina Sp.S(K)

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

2017

Page 3: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

ii

Page 4: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

iii

Page 5: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

iv

Page 6: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

v

LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya.

Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa tulisan,

data, gambar atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum dipublikasi, telah

direferensi sesuai deganketentuan akademis.

Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik dan melakukannya

akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik

yang lain.

Alifiah Putri B

Page 7: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

vi

SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN 29 NOVEMBER, 2017

Alifiah Putri B, C111 14 533 Dr. dr. Susi Aulina Sp.S(K) HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI KELURAHAN TOTAKA KECAMATAN UJUNGTANAH KOTA MAKASSAR

ABSTRAK

Latar Belakang: Berkat kemajuan di bidang kesehatan dan kedokteran, umat manusia menikmati peningkatan harapan hidup. Keberhasilan ini membawa konsekuensi peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut. Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut akan memunculkan berbagai masalah kesehatan. Selain masalah fisik, para lanjut usia juga sering mengalami kemunduran fungsi kognitif (demensia). Kemunduran fungsi kognitif dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah aktivitas kognitif.. Jumlah lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar tercatat sebanyak 63 orang, namun belum pernah ada penelitian yang melihat berapa angka kejadian demensia di daerah ini serta melihat apakah terdapat hubungan aktivitas kognitif dengan kejadian demensia.

Metode Penelitian: Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan metode purposive sampling.

Hasil Penelitian: Dari 59 sampel, didapatkan bahwa 21 responden (100%) dengan nilai aktivitas kognitif kurang dan sebanyak 18 responden (47,4%) dengan nilai aktivitas kognitif baik mengalami demensia. Hasil analisis uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai p 0,000, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia.

Kesimpulan: Aktivitas kognitif yang kurang akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya demensia pada lansia. Para lanjut usia disarankan untuk mempertahankan selama mungkin aktivitas yang merangsang dan/atau menggunakan fungsi kognitif.

Kata Kunci: demensia, aktivitas kognitif, lansia.

Page 8: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

vii

THESIS FACULTY OF MEDICINE

HASANUDDIN UNIVERSITY 29 NOVEMBER, 2017

THE ASSOCIATION OF COGNITIVE ACTIVITIES WITH THE OCCURENCE OF DEMENTIA IN ELDERLY PEOPLE IN TOTAKA, DISTRICT UJUNG TANAH MAKASSAR

ABSTRACT

Background : Advances in health sector and medicine results in increased life-expectancy which gives rise to the number of elderly people. This wil cause various health problems. Besides physical problems, the elderly also undergo cognitive function impairment (dementia). This impairment resulted from various factors, one of them is cognitive activities. There are 63 erlderly people living in Totaka, district Ujung Tanah Makassar, however there was no research on the occurence of dementia in this area,and specifically to see whether or not there is an association between cognitive activities with the occurence of dementia

Method : This is an analytical observational research with cross-sectional design. The samples were determined using non-probability sampling with purposive sampling method.

Result : Out of 59 samples, 21 respondents (100%) with low cognitive activity and 18 respondents (47.4%) with normal cognitive activity found to have dementia. The result of Chi Square test analysis with p 0,000, shows that there is a positive association beetwen cognitive activity with the occurence of dementia.

Conclusion : Low cognitive activity will increase the probability of dementia in elderly. It is recommended to the elderly to maintain their cognitive using and stimulating activity as long as possible.

Keywords : Dementia, cognitive activity, elderly.

Page 9: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

viii

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin selama tahun 2014 – 2017.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini adalah berkat bimbingan, kerjasama serta

bantuan moril dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala

rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan ini dapat terselesaikan

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Kemampuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas untuk itu diharapkan saran

dan kritiknya yang positif serta masukan yang sifatnya makin memperluas khasanah

karya ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan

secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :

1. Dr. dr. Susi Aulina Sp.S(K) selaku pembimbing yang dengan kesediaan,

keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis , mulai dari penyusunan proposal sampai pada penulisan

skripsi ini.

2. Dr. dr. Jumraini Tamasse, Sp.S dan dr. Muhammad Yunus Amran Ph.D, Sp.S

selaku penguji, atas kesediaan dan saran-saran yang diberikan pada saat seminar

proposal hingga seminar akhir yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Page 10: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

ix

3. Orang tua penulis, H. Baharuddin dan Hj. Fittiah Rakib yang telah tanpa henti

memberikan dukungan dan doa dalam segala tahap pendidikan penulis.

4. Adik penulis satu-satunya, Muh Avila Zaky Ramadhan yang masih duduk di

bangku sekolah dasar, serta seluruh keluarga yang tak henti-hentinya mendoakan

penulis dalam menjalani pendidikan dan penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Rabiah, yang telah dengan ikhlas membantu dan menemani penulis

mengelilingi seluruh Kelurahan Totaka untuk mencari sampel penelitian.

6. Fecky Valentino Lie, teman bimbingan skripsi yang bersama-sama berjuang dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Khumaira, sahabat sekaligus tetangga yang selalu menemani penulis dalam situasi

apapun serta selalu membantu penulis dalam hal apapun, termasuk dalam

pembuatan dan penyusunan skripsi ini.

8. Teman seperjuangan penulis; GMGD dan ROOM 319 yang telah memberikan

bantuan moril maupun materil, baik selama masa perkuliahan maupun masa

penyusunan skripsi hingga akhir penulisan ini.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak sempat

disebutkan namanya satu per satu, penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang tinggi. Semoga Allah SWT. melimpahkan rahmat dan karunia-

Nya kepada semua yang terlibat dan membantu penulisan skripsi ini.

Makassar, 29 November 2017

Penulis

Page 11: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL ........................................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME .................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2

1.3.1. Tujuan Umum .............................................................................. 2

1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................................. 3

1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia ................................................................................................ 4

2.1.1. Definisi ........................................................................................ 4

2.1.2. Karakteristik Kesehatan Lanut Usia ............................................ 4

2.2. Demensia .................................................................................................. 8

2.2.1. Definisi ........................................................................................ 8

2.2.2. Epidemiologi ................................................................................ 8

2.2.3. Klasifikasi .................................................................................... 9

2.2.4. Patogenesis .................................................................................. 11

2.2.5. Faktor Risiko ............................................................................... 13

2.2.6. Diagnosis ..................................................................................... 15

2.3. Aktivitas Kognitif dan Demensia ............................................................. 22

Page 12: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

xi

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori ......................................................................................... 23

3.2 Kerangka Konsep ...................................................................................... 24

3.3. Defenisi Operasional ................................................................................ 25

3.4. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 26

3.4.1. Hipotesis Null (Ho) ...................................................................... 26

3.4.2. Hipotesis Alternatif ...................................................................... 26

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Desain Penelitian ...................................................................... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 27

4.3. Populasi dan Sampel ................................................................................. 27

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................... 28

4.4.1. Kriteria Inklusi ............................................................................. 28

4.4.2. Kriteria Eksklusi .......................................................................... 28

4.5. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ........................................................ 28

4.6. Prosedur Penelitian ................................................................................... 28

4.6.1. Tahap Persiapan ........................................................................... 28

4.6.2. Tahap Pelaksanaan ....................................................................... 28

4.7. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................. 29

4.7.1. Pengolahan Data .......................................................................... 28

4.7.2. Analisis Data ................................................................................ 28

4.8. Etika Penelitian ....................................................................................... 29

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 30

5.1. Karakteristik Responden .......................................................................... 30

5.2. Gambaran Kejadian Demensia .................................................................. 31

5.3. Gambaran Aktivitas Kognitif .................................................................... 31

5.4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Demensia ................................... 32

5.5. Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Demensia ..................................... 33

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responden .......................................................................... 35

Page 13: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

xii

6.2. Gambaran Kejadian Demensia .................................................................. 36

6.3. Gambaran Aktivitas Kognitif .................................................................... 36

6.4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Demensia ................................... 38

6.5. Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Demensia ..................................... 38

6.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 40

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ............................................................................................... 41

7.2. Saran ......................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42

LAMPIRAN .......................................................................................................... 48

Page 14: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kemunduran dan Kelemahan lansia

Tabel 2.2 Kriteria Klinis untuk Diagnosis Demensia berdasarkan DSM IV

Tabel 5.1 Karakteristik Responden pada Lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan

Ujungtanah Kota Makassar

Tabel 5.2 Kejadian Demensia pada Lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan

Ujungtanah Kota Makassar

Tabel 5.3 Gambaran Aktivitas Kognitif pada Lansia di Kelurahan Totaka

Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar

Tabel 5.4 Presentase Aktivitas Kognitif Lansia

Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Demensia pada Lansia

di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar

Tabel 5.6 Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Kejadian Demensia pada Lansia

di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar

Tabel 5.7 Distribusi Kejadian Demensia berdasarkan Tingkat Pendidikan dan

Aktivitas Kognitif

Page 15: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Mini Mental State Examination

Gambar 2.2 : MoCA INA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 2. Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Data Hasil Uji Statistik

Lampiran 5. Biodata Penulis

Page 16: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkat kemajuan di bidang kesehatan dan kedokteran, umat manusia

menikmati peningkatan harapan hidup. Keberhasilan ini membawa konsekuensi

peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut. Lanjut Usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 tahun ke atas, berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun

1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Secara global populasi lansia diprediksi

terus mengalami peningkatan. Diperkirakan pada tahun 2050 populasi lansia di

dunia akan mencapai 2 miliar. Penuaan populasi terjadi dengan cepat di Negara

berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2015). Di Indonesia sendiri pada tahun

2000, jumlah lansia meningkat mencapai 9,99% dari seluruh penduduk Indonesia

(22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup usia 65-70 tahun dan pada tahun

2020 diperkirakan akan mencapai 30 juta orang dengan umur harapan hidup 70-75

tahun.

Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut akan memunculkan berbagai

masalah kesehatan. Selain masalah fisik, para lanjut usia juga sering mengalami

kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif, fungsi utama untuk

memelihara peran dan interaksi yang adekuat dalam lingkungan sosial.

Kemunduran fungsi kognitif dapat dimulai dari bentuk yang paling ringan berupa

mudah-lupa (forgetfulness). Jika penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia

berjumlah 7% dari seluruh penduduk, maka keluhan mudah-lupa tersebut diderita

oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah-lupa bisa berlanjut menjadi

Gangguan Kognitif Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke Demensia

sebagai bentuk klinis paling berat, berupa kemunduran intelektual berat dan

progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian seseorang

(Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003)

Menurut Alzheimer’s Disease International, demensia merupakan suatu

sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan

deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi

Page 17: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

2

sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Kemunduran fungsi kognitif dipengaruhi

oleh berbagai faktor; di samping faktor individu seperti usia, pendidikan dan

penyakit yang pernah diderita (Bassuk, et al., 1999; Fenny, et al., 2014) faktor

lingkungan diduga ikut memengaruhi risiko kemunduran fungsi kognitif, seperti

hubungan/keterlibatan sosial (social engagement) dan aktivitas, baik aktivitas fisik

maupun aktivitas kognitif (Fratiglioni , et al., 2004).

Aktivitas untuk mengisi waktu senggang pada lansia dapat menurunkan

risiko demensia. Jenis aktivitas tersebut melibatkan fungsi kognitif dan fisik. Pada

lansia yang melakukan aktivitas melibatkan fungsi kognitif dapat menurunkan

risiko demensia (Verghese, et al., 2003). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wreksoatmodjo, 2014 di Jakarta, Aktivitas kognitif yang buruk

memperbesar risiko fungsi kognitif buruk di kalangan lanjut usia.

Jumlah lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar

tercatat sebanyak 58 orang, namun belum pernah ada penelitian yang melihat

berapa angka kejadian demensia di daerah ini serta melihat apakah terdapat

hubungan aktivitas kognitif dengan kejadian demensia. Demensia pada lansia bila

dideteksi dan dicegah sejak dini dapat membuat golongan usia lanjut tersebut tetap

bisa menjalani hidup dengan optimal dengan produktivitas yang relatif baik di

usianya. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini

adalah “Apakah ada hubungan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia

pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia

pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik responden (umur, jenis kelamin dan

tingkat pendidikan) pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung

Tanah Kota Makassar.

Page 18: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

3

b. Mengetahui angka kejadian Demensia pada lansia di Kelurahan Totaka

Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

c. Mengetahui gambaran aktivitas kognitif pada lansia di Kelurahan Totaka

Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

d. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap kejadian demensia

pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota

Makassar.

e. Mengetahui hubungan aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia

pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota

Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai hubungan aktivitas kognitif dan karakteristik responden (umur, jenis

kelamin dan tingkat pendidikan) terhadap kejadian demensia pada lansia di

Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

1.4.2 Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi acuan dan sumber bacaan untuk penelitian-

penelitian berikutnya serta menambah pengetahuan mengenai demensia.

1.4.3 Tenaga Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam intervensi

penyuluhan atau pelayanan khusus pada lansia yang dapat dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki status kesehatan serta kualitas hidup lansia.

Page 19: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut usia

2.1.1 Definisi

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoatmodjo,

2010).

Berdasarkan WHO , lansia dibagi menjadi tiga golongan:

1. Umur lanjut (Elderly): usia 60 – 75 tahun

2. Umur tua (Old): usia 76 – 90 tahun

3. Umur sangat tua (Very Old): usia > 90 tahun

Departemen Kesehatan membagi lansia menjadi 3 kelompok berdasarkan

usia yaitu pra lansia adalaah kelompok usia 45- 59 tahun, lansia adalah kelompok

usia 60 tahun atau lebih, dan lansia berisiko tinggi adalah kelompok usia 70 tahun

atau lebih. (Depkes, 2004)

Undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah

yang paling layak disebut lansia. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di

mana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia

biologis.

2.1.2 Karakteristik Kesehatan Lanjut Usia

Kesehatan lansia dipengaruhi proses menua. Proses menua didefinisikan

sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan

detrimental. Keadaan ini menyebabkan kemampuan beradaptasi terhadap

lingkungan dan kemampuan bertahan hidup berkurang. Proses menua setiap

individu dan setiap organ tubuh berbeda, hal ini dipengaruhi gaya hidup,

lingkungan, dan penyakit degeneratif (Setiati , et al., 2006)

Proses menua pada berbagai organ seperti komposisi tubuh, otak, jantung,

paru, ginjal dan saluran kemih, gastrointestinal, serta muskulosketal pada lansia

dijelaskan sebagai berikut (Arisman, 2004; Setiati , et al., 2006; Lumbantobing,

2011) .

1. Komposisi tubuh

Page 20: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

5

Akibat penuaan pada lansia massa otot berkurang sedangkan massa lemak

bertambah. Massa tubuh yang tidak berlemak berkurang sebanyak 6.3%, sedangkan

sebanyak 2% massa lemak bertambah dari berat badan perdekade setelah usia 30

tahun (Arisman, 2004). Jumlah cairan tubuh berkurang dari sekitar 60% berat badan

pada orang muda menjadi 45% dari berat badan wanita lanjut usia. Akibat

osteoporosis, tinggi badan orang lansia dapat lebih rendah dibandingkan tinggi

badan saat usia muda.

2. Otak

Berat otak menurun dengan bertambahnya usia. Berat otak pada usia 90

tahun berkurang 10% dibandingkan saat masih muda. Jumlah sel neuron berkurang

kira-kira sebanyak 100.000 sel sehari. Pada lansia sehat sekitar 10% mengalami

atrofi otak difus.

Bila dibandingkan seseorang yang berusia 25 tahun, lansia 75 tahun

menunjukkan kemunduran sebesar 20-45% dalam kecepatan menulis tangan,

memasang kancing, dan memotong dengan pisau. Selain itu, akibat hilangnya

mekanisme autoregulasi otak banyak lansia menjadi rentan terhadap iskemia otak

apabila tekanan darahnya di bawah 80 mmHg. Kondisi lain yang berubah adalah

melambatnya proses informasi, menurunnya daya ingat jangka pendek,

berkurangnya kemampuan otak untuk membedakan stimulus atau rangsang yang

datang, dan kemampuan kalkulasi. Namun demikian, banyak lansia tetap

mempertahankan fungsi intelektual dengan baik sampai mereka berusia 80 tahun.

3. Jantung

Akibat proses menua denyut jantung berubah, antara lain berkurangnya

frekuensi jantung, respon terhadap stres, dan compliance ventrikel kiri. Lansia sehat

dapat meningkatkan curah jantung secara efektif sebagai tanggapan terhadap

latihan jasmani. Frekuensi denyut jantung maksimal menurun pada lansia

(frekuensi denyut jantung = 220 – umur), curah jantung yang meningkat sebagai

tanggapan terhadap stres sangat tergantung pada volume sekuncup (stroke volume),

dan kinerja jantung lansia akan lebih rentan terhadap kondisi kekurangan cairan

seperti pada keadaan dehidrasi dan perdarahan.

Sklerosis dan kalsifikasi dapat menyebabkan disfungsi katup terutama pada

stenosis aorta. Fibrosis pada nodus AV dan sistem konduksi merupakan

predisposisi henti jantung dan gangguan irama jantung lainnya. Elastisitas jaringan

Page 21: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

6

penyambung pembuluh darah berkurang dan kejadian aterosklerosis meningkat.

Keadaan ini akan mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer. Respon otot

polos pembuluh darah terhadap stimulasi adrenergik beta menurun sehingga

menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi berkurang. Selain menambah stres pada

jantung, perubahan ini dapat meningkatkan prevalensi penyakit aterosklerosis

sehingga menempatkan lansia pada risiko tinggi mengalami morbiditas dan

mortalitas akibat kegawatan jantung dan pembuluh darah.

4. Paru

Pada paru-paru lansia terjadi hal-hal berikut compliance paru dan rongga

dada menurun, aktivitas silia menurun, volume residu meningkat, kapasitas vital

berkurang, refleks batuk menurun, volume ekspirasi paksa menit pertama (FEV1)

berkurang 25 ml/tahun setelah usia 30 tahun, pertukaran gas terganggu, dan

kekuatan otot pernapasan berkurang. Akibatnya tekanan oksigen berkurang (PaO2),

arus udara ekspirasi melambat, retensi dahak, dan menurunnya sensitivitas terhadap

hipoksia dan hiperkarbia.

5. Ginjal dan Saluran kemih

Meningkatnya jumlah usia seseorang sebanding dengan berkurangnya

jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah

darah yang sampai ke ginjal, karena gangguan jantung dan aterosklerosis. Keadaan

ini juga disebabkan oleh bekurangnya jumlah dan ukuran glomerulus sebagai

tempat menyaring plasma. Proses menua menyebabkan kapasitas

untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar berkurang karena ketidakmampuannya

untuk mengeluarkan urin yang encer. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium

serum sampai dengan hiponatremia yang mengakibatkan timbulnya rasa lelah,

letargi, kelemahan non spesifik, dan bingung

6. Gastrointestinal

Motilitas lambung dan pengosongan lambung menurun seiring dengan

meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis. Di atas usia 60 tahun, sekresi

HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya penyerapan vitamin B12 dan zat besi

menurun. Absorpsi karbohidrat juga menurun, namun absorpsi protein tampaknya

tidak terganggu. Produksi 1-25 dihidroksivitain D menurun sehingga berpengaruh

pada kejadian osteoporosis dan osteomalasia pada lansia.

Page 22: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

7

Berat total usus halus (diatas usia 40 tahun) berkurang, namun penyerapan

zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium (diatas usia 60

tahun) dan zat besi. Motilitas usus halus tidak terganggu, sedangkan motilitas usus

besar tidak jelas terganggu walaupun konstipasi sering terjadi pada lansia.

7. Muskuloskeletal

Komposisi otot berubah sepanjang waktu saat miofibril digantikan oleh

lemak, kolagen, dan jaringan parut. Aliran darah ke otot berkurang sebanding

dengan meningkatnya usia seseorang, hal ini diikuti berkurangnya jumlah zat-zat

gizi dan energi yang tersedia untuk otot sehingga kekuatan otot berkurang. Pada

usia 60 tahun, kehilangan total adalah 10-20% dari kekuatan otot yamg dimiliki

pada usia 30 tahun. Massa tulang umumnya berkurang setelah usia 45 tahun, pada

wanita kehilangan sekitar 25% dan pada pria sekitar 12%. Reabsorpsi tulang terjadi

lebih besar daripada formasi tulang. Akibatnya kekuatan dan stabilitas tulang

menurun, terutama pada tulang trabekular. Penurunan kekuatan dan stabilitas tulang

terutama ditemukan pada tulang vertebra, pergelangan, dan paha. Kejadian

osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.

Akibat perubahan fisiologis lansia mengalami beberapa kemunduran dan

kelemahan. Hal ini digambarkan pada Tabel 2.1 Proses menua pada berbagai organ

seperti komposisi tubuh, otak, jantung, paru, ginjal dan saluran kemih,

gastrointestinal, serta muskulosketal pada lansia dijelaskan sebagai berikut

(Arisman, 2004; Setiati , et al., 2006; Lumbantobing, 2011)

Tabel 2.1 Kemunduran dan Kelemahan lansia

Kemunduran dan kelemahan lansia

1. Pergerakan dan kestabilan terganggu

2. Intelektual terganggu (demensia)

3. Isolasi diri (depresi)

4. Inkontinensia dan impotensia

5. Defisiensi imunologis

6. Infeksi, konstipasi, dan malnutrisi

7. Iatrogenesis dan insomnia

Page 23: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

8

8. Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan,

pembauan, komunikasi, dan integritas kulit

9. Kemunduran proses penyembuhan.

Sumber: Masalah kesehatan pada golongan lanjut usia, oleh R. Boedhi Darmodjo

(Arisman, 2004)

2.2 Demensia

2.2.1 Definisi

Demensia merupakan suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual

progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga

mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari

(Alzheimer‟s Association, 2016).

2.2.2 Epidemiologi

Diperkirakan pada tahun 2050 populasi lansia di dunia akan mencapai 2

miliar. Penuaan populasi terjadi dengan cepat di Negara berpenghasilan menengah

ke bawah. Efek negatif dari penuaan populasi tersebut adalah meningkatnya jumlah

penderita demensia. Meskipun demensia menyerang orang lanjut usia, tapi itu

bukan merupakan hal normal dari penuaan (WHO, 2015)

Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok

usia. Pada kelompok diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat

mencapai 5%, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya

mencapai 20-40%. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50-60%

diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia

tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Jenis demensia yang paling lazim ditemui

berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan

penyakit serebrovaskuler. Demensia vaskuler meliputi 15-30% dari seluruh kasus

demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia

antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar

10-15% pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.

Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di

Indonesia. Namun demikian Indonesia dengan populasi lansia yang semakin

Page 24: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

9

meningkat, akan ditemukan kasus demensia yang banyak. Demensia Vaskuler (DV)

diperkirakan cukup tinggi di negeri ini, data dari Indonesia Stroke Registry 2013

dilaporkan bahwa 60,59 % pasien stroke mengalami gangguan kognisi saat pulang

perawat dari rumah sakit (Fenny, et al., 2014). Tingginya prevalensi stroke usia

muda dan faktor risiko stroke seperti hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskuler

mendukung asumsi di atas.

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi Demensia (Anam Ong, et al., 2015):

2.2.3.1 Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif yang

tersering ditemukan (60-80%). Karateristik klinik berupa berupa penurunan

progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan motorik tidak

ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku dan

ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan memori

episodik mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama lansia

(>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda. Diagnosis klinis

dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%) walaupun diagnosis

pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik

(deposit β- amiloid40 dan β-amiloid42) serta neurofibrilary tangle

(hypertphosphorylated protein tau). Saat ini terdapat kecenderungan melibatkan

pemeriksaan biomarka neuroimaging (MRI struktural dan fungsional) dan cairan

otak (β-amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis.

2.2.3.2 Demensia Vaskuler

Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang memuat

defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai demensia yang

dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler. Penuntun praktik klinik ini hanya fokus

pada demensia vaskuler (DV). DV adalah penyakit heterogen dengan

patologi vaskuler yang luas termasuk infark tunggal strategi, demensia multi-infark,

lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik

dan demensia tipe campuran (PA dan stroke / lesi vaskuler). Faktor risiko mayor

kardiovaskuler berhubungan dengan kejadian ateroskerosis dan DV. Faktor risiko

vaskuler ini juga memacu terjadinya stroke akut yang merupakan faktor risiko

untuk terjadinya DV.7 CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with

Page 25: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

10

subcortical infarcts and leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease

usia dini dengan lesi iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat

herediter.

2.2.3.3 Demensia Lewy Body

Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan.

Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria demensia ini. Gejala

inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi visual yang

nyata (vivid) dan terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism.

Gejala yang mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope,

sensitif terhadap neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang

sistematik. Juga terdapat tumpang tindih temuan patologi antara DLB dan PA.1

Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi

eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif baik jika

dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal.

2.2.3.4 Demensia Penyakit Parkinson

Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga

sering ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi

umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada DLB,

awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada

DPP gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia (10-15

tahun).

2.2.3.5 Demensia Frontotemporal

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia

Lobus Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset

dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun.

Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada

observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3

tahun pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan

simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,

hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan

memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.

2.2.3.6 Demensia Tipe Campuran

Page 26: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

11

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar

24-28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi.12 Pada umumnya

pasien demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih

sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan

50% orang dengan DLB memiliki patologi PA.

2.2.4 Patogenesis

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan

neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi

granulovakuolar, dan Hirano bodies. Plak neuritik mengandung b-amyloid

ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara plak difus (nonneuritik)

adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amiloid tanpa abnormalitas

neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak B-amyloid dan studi mengenai ikatan

high avidity antara Apo E dengan B-amyloid menunjukkan bukti hubungan antara

amiloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga mengandung protein komplemen,

mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga

komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer.

Gen yang mengkode the amyloid precursor protein (APP) terletak pada kromosom

21, menunjukkan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom

down (trisomy-21), yang diderita oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang

muncul pada usia 40 tahun (Setiati , et al., 2006).

Diagnosis penyakit Alzheimer dapat ditegakkan dengan adanya plak senilis

dalam jumlah tertentu. Jumlah plak meningkat seiring bertambahnya usia, dan plak

ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak demensia. Hal ini juga

dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia

mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk memenuhi

kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase

preklinik dari penyakit masih belum diketahui (Setiati , et al., 2006).

Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung

tau yang terhiperfosforilasi pada pasangan filamen heliks. Individu usia lanjut yang

normal juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di bebrapa lapisan

hipokampus dan korteks entohirnal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks

Page 27: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

12

pada seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk

penyakit Alzheimer dan juga timbul pada penyakit lain, seperti subacute sclerosing

panencephalitis (SSPE), demensia pugilistika (boxer’s dementia), dan the

parkinsonian dementia complex of Guam (Setiati , et al., 2006).

Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark

multipel dan abnormalitas sunstansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi setelah

stroke dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang

rusak dan hemisfer mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada stroke

yang mengenai beberapa bagian otak/multi-infract dementia/atau hemisfer kiri

otak. Sementara abnormalitas substansia alba (diffuse white matter disease atau

leukoaraiosis atau penyakit Binswanger) biasanya terjadi berhubungan dengan

infark lakunar. Abnormalitas substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan

MRI pada daerah subkorteks bilateral, berupa gambaran hiperdens abnormal yang

umumnya tampak di beberapa tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapat

timbul pada suatu kelainan genetik yang dikenal sebagai cerebral autosomal

dominant artheriopathy with subaortical infarcts and

leukoencephalopathy/CADASIL, yang secara klinis terjadi demensia yang

progresif yang muncul pada dekade kelima sampai ketujuh kehidupan pada

beberapa anggota keluarga yang mempunyai riwayat migrain dan stroke berulang

tanpa hipertensi (Setiati , et al., 2006).

2.2.5 Faktor Risiko

2.2.5.1 Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya adalah usia, jenis kelamin, dan

genetic (Anam Ong, et al., 2015).

1. Usia

Usia diketahui sebagai faktor resiko terkuat dari demensia. Meskipun demensia

dapat terjadi lebih dini. hanya 1 dari 20 orang mengalami demensia di bawah

usia 65 tahun. Di atas usia 65, resiko seseorang mengalami penyakit Alzheimer

atau demensia vaskuler meningkat dua kali lipat dalam setiap 5 tahun.

Diperkirakan bahwa satu dari 14 orang berusia di atas 65 tahun dan satu dari 6

orang di atas 80 tahun mengalami demensia (Alzheimer‟s Association, 2016).

Page 28: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

13

2. Jenis Kelamin

Wanita memiliki kecenderungan menderita penyakit Alzheimer dibanding pria,

meskipun terdapat fakta bahwa rerata usia harapan hidup wanita lebih tinggi.

Alasan yang mendasari hal ini belum dapat dijelaskan dengan baik. Terdapat

pernyataan bahwa terjadinya penyakit Alzheimer pada wanita berkaitan dengan

berkurangnya hormon estrogen setelah menopause terjadi. Untuk sebagian

besar jenis demensia lain selain penyakit Alzheimer, pria dan wanita memiliki

resiko yang serupa. Untuk demensia vaskuler, pria sebenarnya memiliki resiko

yang sedikit lebih tinggi dibanding wanita. Hal ini dikarenakan pria lebih rentan

terkena penyakit stroke dan penyakit jantung, yang dapat menyebabkan

demensia vaskuler dan demensia campuran. (Alzheimer‟s Association, 2016).

3. Genetik

Beberapa pasien demensia memiliki gen demensia. Namun, sebagian orang

yang memiliki gen demensia hanya sedikit yang berkembang gen nya menjadi

demensia (Alzheimer‟s Association, 2016).

2.2.5.2 Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi

A. Faktor Kardiovaskular

Berbagi studi kohort dan tinjauan sistematis menunjukkan bahwa faktor

resiko vaskular berkontribusi terhadap meningkatnya resiko DV dan PA. Secara

khusus, hipertensi usia pertengahan, hiperkolesterolemia pada usia pertengahan,

diabetes mellitus dan stroke semuanya telah terbukti berhubungan dengan

peningkatan resiko kejadian dementia. (Anam Ong, et al., 2015)

B. Gaya Hidup

Gaya hidup yang tidak sehat dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti

demensia. Gaya hidup yang dimaksud adalah :

1. Aktivitas Fisik dan Kognitif

Berdasarakan penelitian Verghese, dkk (2003) dilaporkan bahwa demensia

berhubungan dengan berkurangnya partisipasi dalam mengisi waktu

senggang. Jenis aktifitas tersebut melibatkan aktivitas kognitif dan fisik.

Aktivitas fisik yang dapat dilakukan antara lain bermain tenis, bersepeda,

Page 29: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

14

berjalan kaki, atau mengerjakan pekerjaan rumah. Aktivitas kognitif terdiri

dari 2 macam aktivitas yaitu leisure time activity (aktivitas waktu luang)

terdiri dari membaca koran, menulis, menonton televisi(berita), mengisi

teka-teki silang dan hoby activity terdiri dari bermain catur, bermain music

(Logan & Gottlieb et al, 2013).

2. Asupan Zat Gizi

Gizi dilihat sebagai salah satu faktor untuk mencegah penyakit Alzheimer

atau jenis demensia lain. Bayak penelitian menunjukkan bahwa stress

oksidatif dan akumulasi radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit.

Radikal bebas yang melampaui batas bertanggung jawab terhadap

peroksidasi lemak berlebihan, hal ini dapat mempercepat proses degenerasi

saraf. Harapan hidup meningkat terutama berhubungan dengan menurunnya

patologi penyakit degeneratif, terutama memperlambat munculnya penyakit

degeneratif otak (Nourhashemi, et al., 2000)

3. Kebiasaan Merokok

Mekanisme terjadinya fungsi kognitif lansia pada perokok salah satunya

melalui tahap aterosklerosis. Merokok dapat meningkatkan kadar asam

lemak bebas dalam darah, selanjutnya asam lemak bebas tersebut akan

diubah menjadi LDL (Low Densisty Lipoprotein) atau kolesterol jahat. Hal

ini akan memicu pembentukan atheroma atau proses aterogenesis di

pembuluh darah, sehingga kelenturan pembuluh darah akan berkurang.

Kekakuan pembuluh darah juga akan berdampak buruk pada penyampaian

oksigen ke otak. Jika otak mengalami hipoksia yang lama akan

menimbulkan efek yang buruk pada otak karena gangguan perfusi sehingga

nantinya akan mengakibatkan kematian jaringan otak yang berdampak pada

penurunan fungsi kognitif pada lansia (Snochat, Lucchessi, 2006). Pecandu

rokok terlalu lama (>20 tahun) memiliki resiko lebih besar mengalami

penurunan kemampuan kognitif (Herzig, 2010).

C. Tingkat Pendidikan

Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat pendidkan

berhubungan signifikan dengan kejadian demensia. Menurut The Canadian Study

of Health and Aging Tahun 1994 dalam Purnakarya tahun 2008 dijelaskan bahwa

Page 30: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

15

lansia dengan tingkat pendidikan yang rendah berpeluang 4 kali mengalami

demensia dibandingkan lansia berpendidikan tinggi (Purnakarya, 2008).

2.2.6 Diagnosis

Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari

berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau

tidak, juga harus ditentukan berat ringannya penyakit, serta tipe demensianya. Hal

ini harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside cognitive tests dan/atau

penilaian (Anam Ong, et al., 2015) Pedoman Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders- IV (DSM-IV) sering digunakan sebagai gold standar untuk

diagnosis klinis dementia. Kriteria ini termasuk adanya gangguan memori dan tidak

adanya salah 1 dari gangguan kognitif seperti afasia, apraksia, agnosia dan

gangguan fungsi eksekutif .

Tabel 2.2 Kriteria Klinis untuk Diagnosis Demensia berdasarkan DSM IV

Domain kognitif Pertanyaan

Amnesia

Apakah sering lupa? perlahan-lahan atau mendadak

gejalanya?Apakah semakin betambah berat?Jika

ya,apakah gejala dirasa hilang

timbul/stepwise/menurun perlahan- lahan?jangka

waktu pendek/panjang?

Dan salah satu di bawah ini:

Afasia Apakah sulit menemukan kata-kata atau kesulitan

dalam berkomunikasi?

Apraksia Adakah kesulitan dalam mengancingkan/ memakai

baju?Adakah kesulitan dalam menggunakan

peralatan makan saat makan?

Agnosia Adakah kesulitan mengenali keluarga?

Page 31: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

16

Disfungsi eksekutif Apakah ada keluhan mengenai pengaturan

uang?sering kehilangan uang?Adakah perubahan

dalam kemampuan mengambil keputusan?Apakah

pekerjaan menjadi tidak terorganisasi?

Kecacatan yang

signifikan pada fungsi

social dan pekerjaan

Apakah pasien menjadi kurang mandiri dalam:

- Komunitas?

- Merawat rumah?

- Perawatan diri?

Sumber : American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistic Manual of

Mental Disorders, 1994

2.2.6.1 Anamnesis

Anamnesis meliputi onset gejala, perjalanan penyakit, pola gangguan

kognisi, serta keberadaan dan pola gejala non kognisi. Riwayat penyakit dari

informan yang dapat dipercaya sangat diperlukan.

2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan

untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat

dihubungkan dengan gangguan kognitifnya . Umumnya penyakit Alzheimer tidak

menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan

motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau

berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada demensia frontotemporal,

lewy body dementia, atau demensia multi-infark. Penyebab sistemik seperti

defisiensi vitamin B12, intoksikasi logam berat, dan hipotiroidisme dapat

menunjukkan gejala yang khas. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya

gangguan pendengaran dan penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan

disorientasi pada pasien yang sering disalahartikan sebagai demensia

(Lumbantobing, 2011) .

Page 32: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

17

2.2.6.3 Pemeriksaan Kognisi Sederhana

Pemeriksaan status mental harus terlebih dulu dilakukan sebelum

melakukan pemeriksaan fungsi kognisi. Ada banyak tes fungsi kognitif singkat

yang dapat digunakan untuk mengukur gangguan kognisi.

a. MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah metode pemeriksaan untuk

menilai fungsi kognitif yang telah digunakan secara luas oleh para klinisi untuk

praktek klinik maupun penelitian. Tes ini meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi,

atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall) serta bahasa. Pasien dinilai secara

kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut, nilai sempurna adalah 30.

Faktor- faktor yang memengaruhi nilai MMSE menurut (Folstein, et al.,

1975) adalah umur dan tingkat pendidikan. Pemeriksaan MMSE mudah dilakukan

yaitu dengan memberi nilai untuk beberapa fungsi kognitif. Tes ini dapat dilakukan

oleh dokter, perawat, atau orang awam dengan sedikit latihan dan membutuhkan

waktu hanya sekitar 10 menit. Reliabilitasnya untuk pasien-pasien psikiatrik dan

neurologik telah diuji oleh National Institute of Mental Health USA. Sensitivitasnya

87% dan spesifitasnya 82% untuk deteksi demensia (Tatemichi , et al., 1997).

Skor MMSE berkisar antara 0-30. Orang normal menunjukkan skor 24-30.

Secara keseluruhan jika skor kurang dari 24, maka dikatakan telah ada gejala

demensia (Harsono, 2009) Terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para

ahli dalam menentukan klasifikasi penilaian MMSE, Grut et al. dan Folstein et al.

mendapatkan nilai normal MMSE adalah lebih besar atau sama dengan 27,

sedangkan Wind (1994) mendapatkan nilai MMSE normal (27-30), curiga

gangguan fungsi kognitif (22-26), pasti gangguan fungsi kognitif (<21).

Menurut Turana & Handayani (2011) skor MMSE harus disesuaikan

dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan responden. Dinilai baik jika

nilainya: ≥ 13 jika tidak sekolah, jika tidak tamat SD ≥19, tamat SD ≥ 23, tamat

SLP ≥ 25, tamat SLA ke atas ≥ 26. Dinilai buruk jika nilainya: < 13 jika tidak

sekolah, tidak tamat SD < 19, tamat SD < 23, tamat SLP < 25, dan jika tamat SLA

ke atas < 26.

Page 33: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

18

Gambar 2.1. Mini Mental State Examination

Sumber : Folstein, dkk. 1975

b. CLOCK DRAWING TEST

Pertama kali penelitian tentang Clock Drawing Test (CDT) tahun 1983. Saat

itulah tes tersebut digunakan di berbagai macam setting. Tes tersebut memerlukan

kemampuan pemahaman, kemampuan visual spasial, kemampuan merekonstruksi,

konsentrasi, pengetahuan angka, ingatan visual dan fungsi eksekutif. Meskipun tes

tersebut mampu untuk menguji aspek kognitif yang luas, CDT tidak terlalu

menekankan pada aspek pengetahuan dibandingkan dengan tes lain misalnya The

Mini Mental State Examination (MMSE) (Henderson , et al., 2007).

Tes ini dapat dilakukan dengan cara menggambar mengikuti perintah atau

meniru gambar yang ada. CDT mempunyai kelemahan terbesar karena tidak sesuai

untuk orang-orang yang mengalami gangguan neurologis lengan bagian atas seperti

kelumpuhan atau tremor serta yang memiliki gangguan penglihatan. Beberapa ahli

berpendapat bahwa umur dan pendidikan menyebabkan bias pada penilaian CDT,

Page 34: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

19

meskipun ahli lain mengatakan sebaliknya. Di sisi lain, CDT mempunyai banyak

keuntungan dibandingkan dengan metode skrining gangguan kognitif yang lain

yaitu tidak terpengaruh dengan suasana hati, bahasa atau budaya, selain itu tidak

membutuhkan pengetahuan yang tidak semestinya. Selain itu, CDT biasanya

menarik perhatian para penderita karena tidak terlalu lama dan mudah diterima.

(Henderson , et al., 2007)

c. MONTREAL COGNITIVE ASSESSMENT (MoCA)

Tes Montreal Cognitive Assessment (MoCA) merupakan tes penapisan yang

sederhana yang lebih baik dalam mengidentifikasi MCI dan awal DA dibandingkan

dengan MMSE MoCA juga cukup sensitif untuk mendeteksi MCI pada pasien

dengan Penyakit Parkinson (PP) (Nazem, et al., 2009)

Nilai normal MoCA INA sudah pernah diteliti di Universitas Indonesia, dan

ternyata hasilnya dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin.

Sebaiknya tes ini dipakai pada mereka dengan pendidikan > 6 tahun. Median nilai

MoCA INA untuk tingkat pendidikan >6 tahun berkisar antara 22 – 27. Maka untuk

penggunaan praktis sebaiknya dipakai cut off 24. Bila nilai kurang dari 24 dianggap

ada gangguan. (Prasetyo, et al., 2011)

Page 35: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

20

Gambar 2.2 MoCA INA

Sumber : (Prasetyo, et al., 2011).

2.2.6.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendapatkan data yang dapat

memberikan nilai tambah dalam pencegahan, diagnosis, terapi, prognosis dan

rehabilitasi.

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada

demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia

Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin

sebaiknya dilakukan.

Page 36: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

21

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan

darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,

hormone tiroid, kadar asam folat. Guideline SIGN tidak merekomendasikan

pemeriksaan darah yang spesifik sehingga mengindikasikan bahwa tes-tes tersebut

harus dipilih berdasarkan anamnesis dan kondisi klinis yang dimiliki penderita.

b. Neuroimaging

Meliputi computed tomography (CT Scan) dan magnetic resonance imaging

(MRI) yang dapat mengidentifikasi penyebab demensia non neurodegeneratif yang

berpotensi untuk diterapi (Arisman, 2004). Berdasarkan rekomendasi guideline

NICE dan SIGN, peran neuroimaging struktural adalah untuk menyingkirkan

kemungkinan patologi intraserebral dan membantu menentukan subtipe demensia.

MRI serial dapat mengidentifikasi perubahan di otak sebelum awitan klinis

demensia. Meski bukan untuk diagnostik, scan serial dapat membantu penilaian

klinis .

c. Elektroensefalografi

Peran Electroencephalogram (EEG) dalam mendiagnosis demensia masih

terbatas. Rekomendasi PERDOSSI menyebutkan penggunaan EEG hanya untuk

kasus-kasus tertentu di mana ada kecurigaan kejang, Creutzfeldt-Jakob disease atau

delirium.

d. Biomarka

Biomarka menjadi penting untuk diagnosis dini, untuk mengukur patologi

yang terjadi, penanda prognosis untuk mereka yang berisiko serta memonitor terapi

obat (Sunderland, et al., 2006). Biomarka dapat dideteksi di otak (cairan

serebrospinal (CSS) atau neuroimaging reseptor amyloid), darah, atau kombinasi

keduanya. Biomarka dari sistem saraf pusat (SSP) antara lain β-amyloid1-42, β-

amyloid1-40, total tau, dan hyperphosphorylated tau (p-tau) dari CSS. Pada pasien

DA didapatkan penurunan kadar β-amyloid dan peningkatan kadar tau CSS

(Sunderland, et al., 2003)

2.3 Aktivitas Kognitif dan Demensia

Aktivitas kognitif adalah aktivitas yang melibatkan kegiatan berfikir.

Selama ini dianggap bahwa aktivitas yang menstimulasi mental dapat secara

langsung meningkatkan kapasitas otak. Studi menunjukkan bahwa aktivitas

Page 37: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

22

kognitif dapat menghasilkan reorganisasi jaringan neurokognitif (Cabeza, et al.,

2002), menekan efek merugikan dari hormon stres ke otak (Cracchiolo, et al., 2007

; Costa, et al., 2007). Terlibat dalam aktivitas kognitif dapat memperbaiki

kompensasi otak terhadap patologi dengan cara meningkatkan cadangan otak

sehingga dapat melindungi/memperlambat onset klinis gangguan kognitif dan

demensia (Hughes & Ganguli M, 2009). Studi pada tikus menunjukkan bahwa

aktivitas mental merangsang neurogenesis (Brown , et al., 2003 ; Kempermann, et

al., 1997) dan sinaptogenesis (Briones , et al., 2004), meningkatkan reaktivitas

sinaps hipokampus (Cracchiolo, et al., 2007), memperbaiki vaskulari- sasi otak

(Black , et al., 1987)dan mengurangi deposisi beta amiloid di otak (Cracchiolo, et

al., 2007 ; Costa, et al., 2007).

Page 38: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

23

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

Page 39: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

24

3.2 Kerangka konsep

Keterangan:

DEMENSIA

Aktivitas Kognitif

Variabel Independen

Variabel Dependen

Tinggi

(↑)

Rendah (↓)

• Neurogenesis ↓ • Sinaptogenesis ↓ • 𝛽 amyloid ↑ • Neurotransmiter ↓

(Norepinefrin, Dopamin dan Serotonin)

• Neurogenesis ↑ • Sinaptogenesis ↑ • 𝛽 amyloid ↓ • Neurotransmiter ↑

(Norepinefrin, Dopamin dan Serotonin)

TIDAK DEMENSIA

Variabel Antara

Page 40: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

25

3.3 Definisi Opersional

No Variabel Definisi Cara

Ukur

Alat Ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur

1. Demensia Kemunduran

kapasitas

intelektual

diakibatkan

oleh penyakit

di otak.

Sindrom ini

ditandai oleh

gangguan

kognitif,

emosional,

dan

psikomotor.

Wawa

ncara

MMSE

(Mini

Mental

State

Examinati

on)

Ordinal 1. Demensia :

nilai < 24

2.Tidak

demensia :

niali 24 – 30

(Folstein, dkk,

1975)

2. Aktivitas

Kognitif

Frekuensi

aktivitas

responden

yang

melibatkan

funsi otak

dalam 1

tahun

terakhir.

Wawa

ncara

Kuesioner

Aktivitas

kognitif

(Bassuk

SS dkk,

1999 di

modifikasi

oleh

Wreksoat

modjo,

2014)

Ordinal 1.Aktivitas

Kognitif

kurang <6

2.Aktivitas

Kognitif baik

≥6

Page 41: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

26

3 Karakteri

stik

Responde

n

Umur

Jenis

Kelamin

Pendidikan

Wawa

ncara

Wawa

ncara

Wawa

ncara

Kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Ordinal

Nomina

l

Ordinal

1. 60-69 tahun

2. ≥70 tahun

1. Laki-laki

2. Wanita

1.Rendah ≤ 9

tahun (tidak

tamat SD,

tamat SD, dan

tamat SMP)

2.Tinggi > 9

tahun (tamat

SMA dan tamat

perguruan

tinggi)

3.4 Hipotesis Penelitian

3.4.1 Hipotesis Null (Ho)

Tidak terdapat hubungan antara aktivitas kognitif terhadap kejadian

demensia pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota

Makassar.

3.4.2 Hipotesis Alternatif

Terdapat Hubungan antara aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia

pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar. Semakin

tinggi aktivitas kognitif seseorang maka akan mengurangi risiko demensia.

Page 42: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

27

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian observasional analitik

dengan desain cross sectional untuk mengetahui hubungan aktivitas kognitif dengan

kejadian demensia pada lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota

Makassar.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Totaka, Kecamatan Ujung Tanah,

Kota Makassar, mulai bulan Oktober sampai November 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah warga yang berusia ≥60 tahun yang

bertempat tinggal di Kelurahan Totaka pada bulan September sampai Oktober

2017. Jumlah Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi dengan metode

purposive sampling yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Menurut Nursalam (2011) jika besar populasi ≤ 1000, maka sampel bisa diambil

20-30%, dan jika besar populasi < 1000, maka dapat digunakan rumus Slovin

sebagai berikut:

n = #$%#(())

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = tingkat signifikasi (p)

Dengan menggunakan rumus tersebut, perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah

Page 43: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

28

n = +,$%+,(-,-/))

n = 54.43

n ≈ 54 orang

Dari perhitungan, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 54 orang

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.4.1 Kriteria Inklusi

- Laki-laki atau perempuan berusia ≥60 tahun di Kelurahan Totaka

- Bersedia menjadi responden

- Responden berada di tempat pada saat pengumpulan data

4.4.2 Kriteria Ekslusi

- Menderita gangguan jiwa psikosis; gangguan fungsi luhur seperti

afasia, apraksia; riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke)

- Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia

4.5 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian.

Instrumen dalam penelitian ini adalah :

1) Kuesioner Mini mental State Examination (MMSE)

2) Kuesioner aktivitas kognitif (Bassuk, et al., 1999)

3) Kuesioner karakteristik responden (umur, jenis kelamin serta

tingkat pendidikan)

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan dalam penelitian ini, dilakukan kegiatana sebagai berikut :

1) Peneliti menyusun proposal penelitian

2) Peneliti mengajukan perizinan berupa surat izin etik penelitian dan

perizinan melakukan penelitian di Kelurahan Totaka Kecamatan

Ujungtanah Kota Makassar.

Page 44: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

29

3) Peneliti mempersiapkan instrumen penelitian untuk pengambilan

sampel penelitian.

4.6.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini, dilakukan sebagai berikut :

1) Kunjungan ke lokasi pengambilan sampel.

2) Peneliti mendatangi rumah-rumah lansia yang akan dijadikan

sampel penelitian.

3) Peneliti meminta kesedian lansia untuk menjadi sampel penelitian.

4) Peneliti melakukan wawancara menggunakan instrumen penelitian

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan memasukkan data ke dalam program computer

Statistical Package for Social Science (SPSS) untuk diolah lebih lanjut dengan

tahapan coding, editing, structuring, entry, dan cleaning.

4.7.2 Analisis Data

Dalam hal analisis data, baik variable dependen maupun variable indepeneden

merupakan variable kategorik. Analisis untuk jenis masalah seperti ini yang dapat

digunakan adalah uji Chi Square.

4.8 Etika Penelitian

Telah mendapatkan persetujuan rekomendasi etik, berdasarkan SK nomor :

898 / H4.8.4.5.31 / PP36-KOMETIK / 2017

Page 45: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

30

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai hubungan aktivitas kognitif terhadap kejadian

demensia pada lansia, telah dilakukan di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah

Kota Makassar pada bulan Oktober sampai November 2017. Subjek penelitian

berjumlah 63 lansia, tetapi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah

59 lansia. Jumlah lansia di Kelurahan Totaka sebanyak 6,2% dari total jumlah

penduduk.

5.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan data tentang identitas sampel, dapat diketahui

karakteristik sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan

seperti yang akan dipaparkan pada tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1 Karakteristik Responden pada Lansia di Kelurahan Totaka

Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar

Dari tabel 5.1 dapat dilihat jumlah lansia paling banyak pada kelompok

umur 60-69 tahun yaitu sebanyak 33 orang (55,9%). Karakteristik jenis kelamin

responden memiliki perbedaan yang signifikan. Jumlah responden perempuan

Karakteristik

Responden

Jumlah

(59)

Presentase

(100%)

Umur . 60-69 tahun

≥ 70 tahun

33

26

55,9 %

44,1 %

Jenis

Kelamain

. Laki-laki

Perempuan

18

41

30,5 %

69,5 % Tingkat

Pendidikan

Rendah

Tinggi

50

9

84,7 %

15,3 %

Page 46: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

31

(69,5%) lebih banyak dibanding laki-laki (30,5%). Sebagian besar responden

memiliki tingkat pendidikan yang rendah (84,7%).

5.2 Kejadian Demensia

Angka kejadian demensia di Kelurahan Totaka didapatkan berdasarkan

hasil wawancara menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE). Hasil

tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2 Kejadian Demensia pada Lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan

Ujungtanah Kota Makassar

Variabel Dependen Jumlah (59) Presentase (100%)

Demensia

Tidak Demensia

39

20

66,1%

33,9%

Tabel 5.2 memperlihatkan dari 59 responden, didapatkan 39 lansia (66,1%)

mengalami demensia dan 20 lansia (33,9%) lainnya tidak mengalami

demensia. Hasil tersebut didapatkan dari wawancara menggunakan Mini Mental

State Examination (MMSE).

5.3 Gambaran Aktivitas Kognitif

Selain menilai skor MMSE responden, penelitian ini juga menilai aktivitas

kognitif responden. Nilai aktivitas kognitif responden didapatkan berdasarkan hasil

wawancara peneliti menggunakan kuesioner aktivitas kognitif Bassuk, dkk. Hasil

tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3 .

Page 47: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

32

Tabel 5.3 Gambaran Aktivitas Kognitif pada Lansia di Kelurahan Totaka

Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar

Variabel Independen Jumlah (59) Presentase (100%)

Aktivitas Kognitif

1. Kurang

2. Baik

21

38

35,6

64,4

Selain menilai skor MMSE responden, penelitian ini juga menilai aktivitas

kognitif responden. Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden

memiliki aktivitas kognitif yang baik (64,4%).

Tabel 5.4 Presentase Aktivitas Kognitif Lansia

No Aktivitas Kognitif Persentase (100%)

1 Masak sendiri 18,9

2 Mengerjakan Hobi 8,7 3 Baca Buku, Majalah, Koran dan

Al-quran

22,1

4 Nonton Siaran TV Berita 24,7

5 Nonton Siaran TV Hiburan 25,0

6 Main Kartu, Catur, Halma, TTS,

Sudoku

0,6

Dari tabel 5.4 didapatkan, aktivitas kognitif yang terbanyak dilakukan oleh

responden adalah menonton siaran TV hiburan (25,0%) sedangkam bermain kartu,

catur, halma, TTS, sudoku merupakan aktivitas kognitif yang kurang dilakukan

oleh responden.

Page 48: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

33

5.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Demensia

Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Demensia pada

Lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota

Makassar

Tingkat

Pendidikan

Demensia Total P value Tidak Demensia Demensia

n % n % n % Rendah

Tinggi

12

8

24,0

88,9

38

1

76,0

11,1

50

9

100

100

0.000

0.000

Chi-Square (P < 0,05)

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa, terdapat 38 responden (76%) dengan tingkat

pendidikan rendah, dan 1 responden (11,1%) dengan tingkat pendidikan tinggi

mengalami demensia. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.7) diperoleh nilai p

0,000 (p value <0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara

tingkat pendidikan dengan demensia.

5.5 Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Kejadian Demensia

Tabel 5.6 Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Kejadian Demensia pada

Lansia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota

0,Makassar

Variable

Independen

Demensia Total P

value

Ods

Ratio Tidak

Demensia

Demensia

Aktifitas

Kognitif

b

n % n % n %

Kurang

2. Baik

0

20

0

52,6

21

18

100

47,4

21

38

100

100

0.000

0.000

0,474

Chi-Square (P < 0,05)

Page 49: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

34

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa terdapat 21 responden (100%) dengan nilai

aktivitas kognitif kurang dan sebanyak 18 responden (47,4%) dengan nilai aktivitas

kognitif baik mengalami demensia. Hasil analisis uji Chi Square (tabel 5.6)

menunjukkan bahwa nilai p 0,000 (p value <0,05) maka Ho ditolak sehingga dapat

disimpulkan terdapat hubungan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia.

Hasil ods ratio adalah 0,474 artinya lansia yang memiliki aktifitas kognitif yang

kurang memiliki risiko 0,474 kali mengalami demensia.

Tabel 5.7 Distribusi Kejadian Demensia berdasarkan Tingkat Pendidikan dan

Aktivitas Kognitif

Dari tabel 5.7 diperoleh data bahwa dari 9 responden yang memiliki tingkat

pendidikan tinggi, mereka juga memiliki aktivitas kognitif baik, dan 8 (88,9%)

diantaranya tidak mengalami demensia, sedangkan responden yang memiliki

tingkat pendidikan rendah, dan memiliki aktivitas kognitif yang kurang, seluruhnya

mengalami demensia (100,0%).

Tingkat

Pendidikan

Aktivitas

Kognitif

Demensia Total

Tidak

Demensia

Demensia

n % n % n %

Tinggi Baik

Kurang

8

0

88,9

0

1

0

11.1

0

9

0

100

0 Rendah Baik

Kurang

12

0

41,4

0

17

21

58,6

100

29

21

100

100

Page 50: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

35

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Kelurahan Totaka

Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar mengenai hubungan aktivitas kognitif

terhadap kejadian demensia pada lansia, diperoleh data sebagaimana yang telah

disajikan pada tabel-tabel di bab 5.

Pada penelitian ini didapatkan karakteristik responden (Tabel 5.1) menurut

umur menunjukkan jumlah lansia paling banyak pada kelompok umur 60-69

tahun (55,9%). Hal ini serupa dengan penelitian Hidayaty (2012) di Sukabumi

bahwa jumlah lansia paling banyak pada kelompok umur 60-69 sebanyak 56 orang

(55,4%), demikian juga penelitian Handajani (2006) di Jakarta bahwa lansia pada

kelompok umur 60 – 69 tahun sebanyak 64,6 %. Umur tertinggi yang didapatkan

dalam penelitian ini adalah 90 tahun.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (Tabel 5.1)

didapatkan jumlah lansia perempuan (69,5%) lebih banyak dibanding laki-laki

(30,5%). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2014, jumlah lansia perempuan

lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta lansia perempuan dan lansia laki-laki

berjumlah 9,47 juta. Hal ini menunjukkan bahwa umur harapan hidup perempuan

lebih tinggi. Hasil Sensus Penduduk 2010 mencatat angka harapan hidup

perempuan sebesar 71,74 tahun, lebih tinggi daripada laki-laki yang sebesar 67,51

tahun (Badan Pusat Statistik, 2014). Penelitian yang dilakukan Nafidah (2014) di

Jakarta Selatan juga menemukan bahwa dari 118 responden (lansia), 60,2%

perempuan sedangkan laki-laki 39,8%.

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan (Tabel 5.1)

terbanyak adalah berpendidikan rendah sebanyak 50 orang (84,7%)

sedangkan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 9 orang (15,3%). Hal ini disebabkan

karena pada jaman dahulu pendidikan masih rendah. Hanya orang-orang tertentu

saja yang bisa sekolah sampai melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Distribusi

Page 51: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

36

kategori tingkat pendidikan (tabel 5.2) responden. Hasil ini tidak jauh beda dengan

penelitian Hidayaty (2012) di Sukabumi bahwa sebesar 60,4% lansia bependidikan

rendah dengan rincian tidak tamat SD sebanyak 19,8% , tamat SD 35,6% dan tamat

SMP 5,0%.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 5.3) memperlihatkan dari 59 responden,

didapatkan 39 responden (66,1%) mengalami demensia dan 20 responden

(33,9%) lainnya tidak mengalami demensia. . Penelitian yang dilakukan di Jakarta

oleh Handajani (2006) hasilnya tidak jauh beda dengan penelitian ini, yaitu lansia

yang mengalami demensia sebesar 62,5 % dari 103 responden. Angka kejadian

tersebut lebih tinggi dibandingkan penelitian Hidayaty (2012) di Sukabumi bahwa

53,5% lansia mengalami demensia dari 101 responden. Hasil tersebut didapatkan

dari wawancara menggunakan MMSE. Dilihat dari skor MMSE, responden

memiliki rerata skor 21,17. Nilai skor MMSE tertinggi adalah 30 sedangkan yang

terendah adalah 8.

Tamher dan Noorkasiani (2009) menyatakan bahwa salah satu masalah

kesehatan yang terjadi pada lansia adalah intellectual impairment (gangguan

intelektual atau demensia). Demensia merupakan keadaan menurunnya

kemampuan intelektual seseorang yang dapat mengakibatkan kemunduran fungsi

kognitif (Zulsita, 2010).

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas

kognitif yang baik (64,4 %). Penilaian aktivitas kognitif berdasarkan enam

komponen aktivitas tersebut, secara keseluruhan dinilai masih baik karena

didapatkan bahwa sebagian besar responden lanjut usia relatif masih aktif

mengerjakan kegiatan yang melibatkan fungsi kognitif. Nilai terendah aktivitas

kognitif pada lansia yang didapatkan dalam penelitia ini adalah 0. Hal tersebut

dikarenakan lansia tersebut hanya melakukan aktivitas seperti makan-tidur-

berjalan, sedangkan nilai tertinggi aktivitas kognitif pada lansia adalah 10. Nilai

tersebut didapatkan dari kuesioner aktivitas kognitif Bassuk SS dkk (1999) yang

telah dimodifikasi oleh Wreksoatmodjo (2014).

Dari kuesioner yang kami berikan aktivitas kognitif yang paling dominan

dilakukan oleh lansia di Kelurahan Totaka adalah Nonton siaran TV hiburan (25%)

Page 52: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

37

disusul dengan Nonton siaran TV berita (24,7%). Berdasarkan hasil wawancara

nonton siaran tv hiburan yang sering ditonton oleh lansia adalah sinetron, film india,

dan acara musik dangdut.

Baca Buku, Majalah, Koran dan Al-quran mendapatkan presentase 22,1%

dan berdasarkan hasil wawancara kebanyakan lansia melakukan aktivitas membaca

Al-quran. Dilihat dari segi agama yang dianut oleh responden, sebagian besar

responden beragama Islam. Membaca Al-Qur’an secara rutin dapat meningkatkan

daya ingat dan fungsi kerja otak. Energi positif dari ayat-ayat Al-Qur’an ini dapat

menjadi nutrisi otak yang lebih berharga dari sebuah obat (Purwanto, 2007).

Sebagian besar yang melakukan aktivitas masak sendiri (18,9%) adalah

perempuan. Mengerjakan hobi mendapatkan presentase 8,7%. Berdasarkan hasil

wawancara, peneliti mendapatkan lansia yang masih memiliki hobi menganyam

bunga dari bambu, kemudian peneliti juga mendapatkan lansia yang masih sering

melakukan aktivitas menjahit dikarenakan profesi lansia tersebut, dan sedikit yang

masih sering melakukan hobi menyanyi. Aktivitas kognitif Main Kartu, Catur,

Halma, TTS, Sudoku hanya mendapatkan presetase 0,5%. Hal ini dikarenakan

budaya di Kelurahan Totaka jauh berbeda dengan budaya di Negara Barat tempat

Bassuk SS melakukan penelitian. Dari penelitian ini didapatkan juga bahwa

mengisisi TTS merupakan kegiatan yang biasa dilakukan lansia di Kelurahan

Totaka dan seluruhnya adalah laki-laki.

Dari tabel 5.3 didapatkan bahwa ada sebanyak 38 lansia (76%) dengan

tingkat pendidikan rendah, dan 1 lansia (11,1%) dengan tingkat pendidikan tinggi

mengalami demensia. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.7) diperoleh nilai p

0,000 (p value <0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara

tingkat pendidikan dengan demensia.

Hasil ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan Maryam, dkk.

(2015) di Jakarta bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan

demensia. Semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin tinggi risiko

terjadinya demensia (Rachmawati & Warih, 2009).

Pendidikan mampu mengkompensasi semua tipe neurodegenerative dan

Page 53: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

38

gangguan vaskular, dan juga mempengaruhi berat otak. Orang yang berpendidikan

tinggi, memiliki berat otak yang lebih dan mampu menghadapi perbaikan kognitif

serta neurodegenerative dibanding orang yang berpendidikan rendah (Larasati,

2013). Penelitian yang dilakukan oleh EClipSE (Epidemiological

Clinicopathological Studies in Europe) mengemukakan bahwa responden yang

memiliki level pendidikan yang lebih tinggi sebelumnya dapat mengurangi risiko

untuk mengalami demensia pada usia tuanya.

Berdasarkan tabel 5.6 ditemukan sebanyak 21 lansia (100%) dengan nilai

aktivitas kognitif kurang dan sebanyak 18 lansia (47,4%) dengan nilai aktivitas

kognitif baik mengalami demensia. Hasil analisis uji Chi Square (tabel 5.6)

menunjukkan bahwa nilai p value 0,000 (p value <0,05). Hasil tersebut

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas kognitif dengan

demensia. Lansia yang memiliki aktifitas kognitif yang kurang memiliki risiko

0,474 kali mengalami demensia.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Hidayaty (2012) di

Sukabumi bahwa ada hubungan bermakna antara aktivitas kognitif dengan

demensia. Lansia dengan aktivitas kognitif rendah memiliki kemungkinan 4 kali

untuk mengalami demensia dibandingkan lansia dengan aktivitas kognitif tinggi.

Penelitian yang dilakukan Karp, dkk (2006) juga melaporkan bahwa komponen

mental, fisik, dan social dalam mengisi waktu luang dapat menurunkan kejadian

demensia. Karp, dkk juga menjelaskan bahwa aktivitas kognitif berfungsi melatih

otak untuk menjaga fungsi kognitif dan memperlambat berkembangnya demensia.

Menurut penelitian yang dilakukan Wreksoatmodjo (2014) di Jakarta bahwa

kegiatan yang paling berpengaruh terhadap fungsi kognitif di kalangan lanjut usia

adalah kegiatan masak sendiri, mereka yang tidak pernah masak sendiri 2 kali lebih

berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang

mengerjakannya sedikitnya satu kali seminggu, dan mereka yang tidak pernah

menonton siaran TV berita 2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan mereka yang

menonton sedikitnya sekali seminggu.

Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa lansia yang memiliki tingkat pendidikan

tinggi cenderung melakukan aktivitas yang menggunakan otak seperti aktivitas

Page 54: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

39

kognitif sehingga hal tersebut membuat 88,9% responden tidak mengalami

demensia. Berbeda dengan lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah,

dan cenderung jarang melakukan aktivitas yang menggunakan otak seperti aktivitas

kognitif hal tersebut membuat 100% responden mengalami demensia. Sehingga

dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa antara tingkat pendidikan,

aktivitas kognitif dan demensia saling mempengaruhi.

Peranan aktivitas kognitif memang sudah lama menjadi kajian, pada

umumnya menunjukkan manfaat protektif terhadap risiko penurunan fungsi

kognitif. Studi menunjukkan bahwa aktivitas mental/kognitif merangsang

neurogenesis dan sinaptogenesis, meningkatkan reaktivitas sinaps hipokampus,

memperbaiki vaskularisasi otak dan mengurangi deposisi beta amiloid di otak. Oleh

sebab itu, aktivitas kognitif bisa menjadi salah satu alternatif untuk membantu

mengoptimalkan fungsi otak lansia (Supardjiman, 2005). Dengan melakukan

aktivitas kognitif tersebut maka gejala pikun pada lansia dapat dikurangi sehingga

lansia menjadi lebih produktif

Page 55: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

40

6.2 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki keterbasan-keterbasam yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian, beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) yaitu

penelitian yang hanya memotret dan menganalisis suatu keadaan dalam

suatu saat tertentu saja, pengukuran semua variabel yang diteliti

dilakukan pada saat bersamaan. Hal ini mengakibatkan kekuatan

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

ditegakkan berdasarkan asumsi dari responden.

2. Penelitian ini mengunakan kuesioner aktivitas kognitif Bassuk SS dkk

(1999) yang dibuat berdasarkan aktivitas lansia di Negara Barat. Hal ini

dapat menjadi bias, dikarenakan penelitian yang dilakukan di Kelurahan

Totaka ini, sangat kental dengan budaya Timur, khususnya dalam hal

aktivitas.

Page 56: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

41

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.1 Kesimpulan

7.1.2 Gambaran karakteristik responden (umur, jenis kelamin dan tingkat

pendidikan) didapatkan mayoritas kelompok umur 60-69 tahun, berjenis

kelamin perempuan dan tingkat pendidikan rendah.

7.1.3 Angka kejadian demensia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah

Kota Makassar adalah sebesar 66,1 %.

7.1.4 Mayoritas responden memiliki aktivitas kognitif yang tinggi.

7.1.5 Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan angka kejadian

demensia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

7.1.6 Terdapat hubungan antara aktivitas kognitif dengan angka kejadian

demensia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.

7.1.7 Saran

7.1.8 Para lansia disarankan untuk mempertahankan selama mungkin aktivitas

yang merangsang dan/atau menggunakan fungsi kognitif, pada penelitian

ini yang terlihat adalah pengaruh menonton siaran berita, kegiatan masak

sendiri, mengerjakan hobi dan kegiatan membaca buku maupun surat kabar.

7.1.9 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar,

tempat penelitian yang lebih luas, dan dengan desain studi yang berbeda.

Page 57: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

42

DAFTAR PUSTAKA

Alzheimer's Research UK, 2016. Treatments For Dementia. [Online]

Available at: http://www.alzheimersresearchuk.org/wp-

content/uploads/2015/01/Treatments-for-dementia.pdf

[Accessed 19 august 2017].

Alzheimer‟s Association, 2016. Alzheimer's Facts and Figures. [Online]

Available at: https://www.alz.org/documents_custom/2016-facts-and-figures.pdf

[Accessed 3 july 2017].

Anam Ong, P. et al., 2015. Panduan Nasional Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan

Demensia. In: Jakarta: PERDOSSI.

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. In: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.

Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan

Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Jakarta, Asosiasi Alzheimer

Indonesia.

Bassuk, S., Glass, T. & Berkman, L., 1999. Social disengagement and incident cognitive

decline in community-dwelling elderly persons. 131(3), pp. 165-73.

Black , J., Sirevaag, A. & Greenough , W., 1987. Complex experience promotes capillary

formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett., 83(3), pp. 351-5.

Boustani, M. & Richard, 2007. Primary Care Geriatrics Alzheimer’s Disease and other

Dementias. Elsevier Health Sciences.

Page 58: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

43

Briones , T., Klintsova, A. & Greenough, W., 2004. tability of synaptic plasticity in the adult

rat visual cortex induced by complex environment exposure. Brain Res, 1018(1),

pp. 130-5.

Brown , J., Cooper-Kuhn, C. & Kempermann , G., 2003. Enriched environment and physical

activity stimulate hippocampal but not olfactory bulb neurogenesis. Eur J Neurosc,

17(10), pp. 2042-6.

Cabeza, R., Anderson, N., Locantore , J. & McIntosh, A., 2002. Aging gracefully:

Compensatory brain activity in high-performing older adults.. Neuroimage, 17(3),

pp. 1394-402.

Carlson, M. et al., 2008. Midlife activity predicts risk of dementia in older male twin pairs.

Alzheimer’s & Dementia, 4(5), pp. 324-31.

Costa, D. et al., 2007. Enrichment improves cognition in AD mice by amyloid-related and

unrelated mechanisms. Neurobiol Aging, 28(6), pp. 831-44.

Cracchiolo, J. et al., 2007. Enhanced cognitive activity – aver and above social or physical

activity – is required to protect Alzheimer’s mice against cognitive impairment,

reduce abeta deposition, and increase synaptic immunoreactivity. Neurobiol Learn

Mem, 88(3), pp. 277-94.

Crowe, M. et al., 2003. Does participation in leisure activities lead to reduced risk of

alzheimer’s disease? A prospective study of Swedish twins. J Gerontol, 58(5), pp.

249-55.

Fenny, Y. et al., 2014. Neurology. [Online]

Available at: http://www.neurology.org/content/82/10_Supplement/S12.003

[Accessed 3 july 2017].

Page 59: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

44

Folstein, M., Folstein, S. & Mchugh, P., 1975. Mini-mental state - practical method for

grading cognitive state of patients for clinician. Journal of Psychiatric Research,

Volume 12, pp. 189-98.

Fratiglioni , L., Pailard-Borg , S. & Winblad, B., 2004. An active and socially integrated

lifestyle in late life might protect against dementia. 3(6), pp. 343-53.

Handajani, Y. (2006). Indeks Pengukuran Disabilitas dan Prediksi Kualitas Hidup Pada

Masyarakat Usia Lanjut di DKI Jakarta, (Disertasi). Depok: Program Pasca sarjana

Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI.

Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Henderson , M., Scot, S. & Hotopf, M., 2007. Use of the clock-drawing test in a hospice

population. Palliative Medicine, Volume 21, pp. 559-565.

Hidayaty, D. (2012). HUBUGAN AKTIVITAS FISIK DAN AKTIVITAS KOGNITIF

TERHADAP KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI KELURAHAN

SUKABUMI SELATAN TAHUN 2012. Retrieved june 25, 2017, from

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25533/1/Dian%20Fithri

a%20Hidayaty%20-%20fkik.pdf

Hughes, T. & Ganguli M, 2009. Modi able midlife risk factors for late-life cognitive

impairment and dementia. Curr Psychiatr Rev, 5(2), pp. 73-92.

Hultsch, D., Hertzog, C., Small, B. & Dixon, R., 2005. Use it or lose it: Engaged lifestyle as

a bu er of cognitive decline in aging?. Psychol Aging, 14(2), pp. 245-63.

Kempermann, G., Kuhn, H. & Gage, F., 1997. More hippocampal neurons in adult mice

living in an enriched environment. Nature, 386(6624), pp. 493-5.

Page 60: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

45

Lumbantobing, 2011. In: Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Nafidah, N. (2014). Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kognitif Lanjut Usia

Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Margaguna Jakarta Selatan (Skripsi).

Retrieved Nov 2, 2017, from

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25628/1/NUR%20NAF

IDAH%20-%20fkik.pdf

Nazem, S., Sideworf, A. & Duda, J., 2009. Montreal Cognitive Assessment Performance in

Patients with Parkinson’s Disease with ‘‘Normal’’ Global Cognition According to

Mini-Mental State Examination Score. J Am Geriatr Soc., Volume 57, pp. 304-8.

Notoatmodjo, S., 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. In: Jakarta: Rineka cipta.

Nourhashemi, F., Guyonnet, S. & Andrieu, S., 2000. Alzheimer Disease : protective factors.

The American Journal of Clinical Nutrition, Feb, 71(2), pp. 643S-649S.

Prasetyo, B., Lumempouw, S., Ramli, Y. & Herqutanto, 2011. Nilai normal Montreal

Cognitive Assesment versi indonesia (MoCA- INA). Neurona, 29(1).

Purnakarya, I., 2008. Analisa Pola Makan dan Faktor Lainnya yang Berhubungan dengan

Kejadian Demensia Pada Lansia di Wilayah Jakarta Barat, (Tesis).. In: Depok:

Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI.

Setiati , S., Harimurti, K. & Govinda, A., 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. In:

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Sunderland, T., Hampel, H. & Takeda, M., 2006. Biomarkers in the diagnosis of Alzheimers

disease: Are we ready?. J Geriatr Psychiatry Neurol, Volume 19, pp. 172-9.

Page 61: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

46

Sunderland, T., Linker, G. & Mirza, N., 2003. Decreased betaamyloid1-42 and increased tau

levels in cerebrospinal fluid of patients with Alzheimer disease. JAMA, Volume

289, pp. 2094-103.

Tatemichi , T. et al., 1997. Cognitive Impairment After Stroke : Frequency, Patterns, and

Relationship to Functional Abilities. Journal Neurol Neurosurg and Psychiatry,

Volume 57, pp. 202-207.

Turana, Y. & Handayani, Y., 2011. Nilai Mini-Mental State Examination (MMSE)

berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta..

Medika, 37(5), pp. 307-10.

Verghese, J., Lipton, R. & Katz, M., 2003. Leisure Activities and the Risk of Dementia in

the Elderly. 73(11), pp. 2508-16.

WHO, 2015. Ageing And Health. [Online]

Available at:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/186463/1/9789240694811_eng.pdf

[Accessed 29 6 2017].

Wreksoatmodjo, B. R., 2014. Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut

Usia di Jakarta. CDK-214, 41(3).

Page 62: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

47

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian

Page 63: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

48

Lampiran 2. Rekomendasi Persetujuan Etik

Page 64: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

49

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN KOMITE ETIK PENELITIAN KESEHATAN

Sekretariat : Lantai 2 Gedung Laboratorium Terpadu JL.PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM. 10, Makassar 90245

Contact person dr. Agussalim Bukhari,Ph.D,Sp.GK (HP. 081241850858), email: agussalimbukhari@ yahoo.com

Kepada Yth

Bapak/Ibu Responden

Di Tempat

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, saya Alifiah Putr i B akan melakukan penelitian mengenai “Hubungan Aktivitas Kognitif Terhadap Kejadian Demensia di Kelurahan Totaka Kecamatan Ujungtanah Kota Makassar”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia di kelurahana Totaka dan untuk keperluan tersebut saya mohon (bersedia/ tidak bersedia *) Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner yang tersedia sesuai dengan apa adanya sesuai apa yang dialami oleh Bapak/Ibu. Identitas serta jawaban yang dicantumkan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

Demikian lembar persetujuan ini saya buat. Atas bantuan dan partisipasinya saya ucapkan terimakasih.

Makassar, ............................... 2017

Responden

(………………………)

Penanggung Jawab, Peneliti Utama

Nama : Alifiah Putri B

Alamat : Jl. Cakalang No 30

No. Telpon : 085932014737

Page 65: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

50

A. Karakteristik Responden

1. Kode responden : …………………………………..

2. Nama : ………………………………….

3. Alamat : ………………………………….

4. Nomor Telepon/Hp :………………………………….

5. Jenis Kelamin : …………………………………..

6. Tanggal lahir : …………………………………..

7. Umur : …………………………………..

8. Pendidikan formal terakhir bapak/ibu:

1) Tidak Sekolah/Tidak tamat SD

2) Tamat SD atau sederajat

3) Tamat SMP atau sederajat

4) Tamat SMU atau sederajat

5) Tamat akademi atau perguruan tinggi

9. Status pernikahan bapak/ibu:1) Menikah 2) Janda3) Duda 4) Tidak menikah

10. Status pekerjaan semasa aktif: 1) Tidak bekerja/rumah tangga 2) Wiraswasta3) Pegawai swasta 4) PNS/BUMN/TNI/Polri5) Petani98) Lainnya, sebutkan………………………….

Page 66: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

51

C. Kuosioner Aktivitas Kognitif (Bassuk SS dkk, 1999 dengan modifikasi)

No Aktivitas Kognitif ≥ 1 kali / minggu

(2)

< 1 kali / minggu

(1)

Tidak Pernah

(0)

1 Masak Sendiri

2 Mengerjakan Hobi

3 Baca Buku, Majalah, Koran

4 Nonton Siaran TV Berita

5 Nonton Siaran TV Hiburan

6 Main Kartu, Catur, Halma, TTS, Sudoku

Page 67: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

52

D. Mini Mental State Examination (MMSE)

NO LANGKAH/KEGIATAN (TES) NILAI MAKS

NILAI

I. ORIENTASI 1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan),

(tanggal), (hari) apa? 5

2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)

5

II. REGISTRASI 3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja,

koin), tiap benda 1 detik, klien diminta mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan

3

III. ATENSI DAN KALKULASI 4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap

jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata ”WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2 nilai)

5

IV. MENGINGAT KEMBALI (RECALL) 5 Klien disuruh menyebut kembali 3 nama

benda di atas 3

V. BAHASA 6 Klien disuruh menyebutkan nama benda

yang ditunjukkan (pensil, buku) 2

7 Klien disuruh mengulang kata-kata: ”namun”, ”tanpa”, ”bila”

1

8 Klien disuruh melakukan perintah: ”Ambil kertas ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”

3

9 Klien disuruh membaca dan melakukan perintah ”Pejamkanlah mata anda”

1

10 Pasien disuruh menulis dengan spontan

Gangguan menulis disebut agrafia

1

VI. KONSTRUKSI

11 Klien dminta meniru gambar ini

1

Page 68: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

53

Lampiran 4. Data Hasil Uji Statistik

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur .147 59 .003 .903 59 .000

MMSE .136 59 .008 .932 59 .003

a. Lilliefors Significance Correction

Analisis univariat

Kelompok umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

60-69 tahun 33 55.9 55.9 55.9

≥ 70 tahun 26 44.1 44.1 100.0

Total 59 100.0 100.0

Page 69: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

54

Jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 18 30.5 30.5 30.5

Perempuan 41 69.5 69.5 100.0

Total 59 100.0 100.0

Page 70: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

55

Kategori pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tinggi 9 15.3 15.3 15.3

Rendah 50 84.7 84.7 100.0

Total 59 100.0 100.0

Page 71: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

56

Kategori demensia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Demensia 39 66.1 66.1 66.1

Tidak Demensia 20 33.9 33.9 100.0

Total 59 100.0 100.0

Page 72: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

57

Kategori kognitif

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Baik 38 64.4 64.4 64.4

Kurang 21 35.6 35.6 100.0

Total 59 100.0 100.0

Page 73: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

58

Analisis bivariat

Kategori kognitif * Kategori demensia Crosstabulation

Kategori demensia Total

Demensia Tidak Demensia

Kategori kognitif

Baik Count 18 20 38

% within Kategori kognitif 47.4% 52.6% 100.0%

Kurang Count 21 0 21

% within Kategori kognitif 100.0% 0.0% 100.0%

Total Count 39 20 59

% within Kategori kognitif 66.1% 33.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Page 74: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

59

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 16.721a 1 .000

Continuity Correctionb 14.454 1 .000

Likelihood Ratio 22.988 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 16.437 1 .000

N of Valid Cases 59

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.12.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort Kategori demensia = Demensia .474 .339 .662

N of Valid Cases 59

Kategori pendidikan * Kategori demensia

Crosstab

Kategori demensia Total

Demensia Tidak Demensia

Kategori pendidikan

Tinggi Count 1 8 9

% within Kategori pendidikan 11.1% 88.9% 100.0%

Rendah Count 38 12 50

% within Kategori pendidikan 76.0% 24.0% 100.0%

Total Count 39 20 59

% within Kategori pendidikan 66.1% 33.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Page 75: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

60

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 14.332a 1 .000

Continuity Correctionb 11.583 1 .001

Likelihood Ratio 14.175 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 14.089 1 .000

N of Valid Cases 59

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.05.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 76: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

61

Kategori kognitif * Kategori demensia * Kategori pendidikan Crosstabulation

Kategori pendidikan Kategori demensia

Demensia Tidak Demensia

Tinggi

Kategori kognitif Baik

Count 1 8 9

% within Kategori kognitif 11.1% 88.9% 100.0%

Total

Count 1 8 9

% within Kategori kognitif 11.1% 88.9% 100.0%

Rendah

Kategori kognitif

Baik Count 17 12 29

% within Kategori kognitif 58.6% 41.4% 100.0%

Kurang

Count 21 0 21

% within Kategori kognitif 100.0% 0.0% 100.0%

Total

Count 38 12 50

% within Kategori kognitif 76.0% 24.0% 100.0%

Total

Kategori kognitif

Baik

Count 18 20 38

% within Kategori kognitif 47.4% 52.6% 100.0%

Kurang

Count 21 0 21

% within Kategori kognitif 100.0% 0.0% 100.0%

Total

Count 39 20 59

% within Kategori kognitif 66.1% 33.9% 100.0%

Page 77: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

62

Lampiran 5. Biodata Penulis

BIODATA PENELITI

Nama Lengkap : Alifiah Putri B

NIM : C111 14 533

TTL : Toli-toli, 19 Desember 1995

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter/Fakultas Kedokteran

Nama Orangtua :

Ayah : H. Baharuddin Abubakar S.E

Ibu : Hj. Fittiah Rakib

Alamat : Jl. Cakalang No. 30 Kelurahan Tabaringan, Kecamatan Ujungtanah, Kota Makassar

Telepon : 085932014737

Email : [email protected]

Riwayat pendidikan :

SD Negri Sudirman I (2001-2007)

SMP Islam Athirah Makassar (2007-2010)

SMA Islam Athirah Makassar (2010-2013)

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (2013-2014)

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (2014-sekarang)

Pengalaman Organisasi

Medical Youth Research Club & Medical Muslim Family

Page 78: HUBUNGAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN …

1