HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KEJADIAN PENYAKIT …
of 84
/84
Embed Size (px)
Transcript of HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KEJADIAN PENYAKIT …
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI
INDONESIA: ANALISIS DATA
RISKESDAS TAHUN 2013
Oleh:
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang dajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI Skripsi, 24 Juni 2015
Kemal Alfajar, NIM: 1111101000028
Hubungan aktivitas fisik dan kejadian penyakit jantung koroner di Indonesia: analisis data Riskesdas tahun 2013 xiii + 65 halaman, 7 tabel, 3 bagan + 2 lampiran
ABSTRAK
mengalami peningkatan angka kejadian di negara berkembang, seperti di Indonesia. PJK dapat
disebabkan oleh beberapa faktor risiko seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus serta gaya hidup tidak
sehat. Aktivitas fisik diketahui dapat mencegah terjadinya PJK. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan aktivitas fisik dan PJK di Indonesia. Studi cross-sectional dengan menganalisis data sekunder
dari 722329 sampel Riskesdas 2013 untuk melihat efek proteksi dan perbedaan risiko PJK pada individu
yang beraktivitas fisik rendah, sedang dan tinggi menurut karakteristik individu (jenis kelamin, usia,
status dan durasi merokok, obesitas, riwayat penyakit penyerta jantung koroner). Aktivitas fisik sedang
(OR 0,38 95% CI 0,32-0,45) dan tinggi (OR 0,40 95% CI 0,36-0,43) memberikan efek protektif
terhadap PJK. Risiko PJK dari individu yang beraktivitas fisik sedang dan tinggi serta berusia lanjut
(>50 tahun), pernah merokok, durasi merokok >22 tahun. Sedangkan risiko PJK dari riwayat Hipertensi
dan Diabetes Mellitus lebih rendah pada individu dengan aktivitas fisik tinggi. Hasil analisis ini
menunjukan individu yang rutin beraktivitas fisik cenderung memiliki risiko yang lebih rendah terhadap
PJK meskipun memiliki faktor risiko PJK lainnya.
Kata Kunci: Jantung Koroner; Aktivitas Fisik; Risiko
Daftar Bacaan: 42 (2005-2015)
iii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH DEPARTMENT EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION Undergraduate Thesis, 24th June 2015
Kemal Alfajar, SIN: 1111101000028
Physical Activity and Coronary Heart Disease in Indonesia: 2013 Riskesdas Data Analysis xiii + 65 pages, 7 tables, 3 figures + 2 attachments
ABSTRACT
Coronary heart disease (CHD) is the most common cardiovascular disease which the case has
increased in developing countries including Indonesia. CHD caused by several risk factors such as
Hypertension, Diabetes Mellitus and also unhealthy lifestyles. Physical activity (PA) is known as a
preventive strategy against CHD. This study aims to investigate association between PA and CHD in
Indonesia. A cross-sectional study using 722329 samples of 2013 Riskesdas to investigate protective
effects of PA against CHD and also the CHD risk based on individual characteristics (sex, age, smoking
status and duration, obesity and history of CHD comorbidities) among individual with low, moderate
and high PA level. The individual with moderate PA level has CHD risk 62% lower (OR 0.38 95%CI
0.32-0.45) and the individual with high PA level has CHD risk 60% lower (OR 0.40 95% CI 0.36-0.43)
than the individual with low PA level. The individual with high PA level has lower CHD risks of age
>50 years, former smoker, >22 years smoking duration and history of Hypertension and Diabetes
Mellitus than the individual with only low PA level. These findings show that individual with regular PA
tends to have lower risk of CHD even if the individual has another risk factor of CHD.
Keywords: Coronary Heart Disease; Physical Activity; Risks
Bibliography: 42 (2005-2015)
Analisis Data Riskesdas tahun 2013
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh
Riastuti Kusumawardani, M.KM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Juli 2015
Penguji II
Penguji III
vi
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Telepon : 0857-1077-1749
Alamat : Jl. Elpiji Raya L24 No. 3, Komplek Pertamina, Pondok
Ranji, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan
Riwayat Pendidikan
Jakarta (2011 – 2015)
SMPN 4 Ciputat (2005 – 2008)
SDN 4 Ciputat (1999 – 2005)
Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga proses
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan
studi S1 Kesehatan Masyarakat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Judul skripsi ini adalah Hubungan Aktivitas Fisik dan Penyakit Jantung
Koroner di Indonesia: Analisis Data Riskesdas tahun 2013.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada Ibu Hoirun Nisa dan Ibu
Riastuti Kusumawardani selaku dosen pembimbing yang selalu mengarahkan dan
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini, serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.
Permohonan maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik
dan saran yang membangun penyusun harapkan untuk dapat melakukan penelitian
yang lebih baik lagi. Semoga skripsi bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Jakarta, 24 Juni 2015
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Indeed with hardship (will be) ease. For indeed with hardship (will be) ease”
(Q.S. 94: 5-6)
“All parts of the body which have a function if used in moderation and
exercised in labors in which each is accustomed, become thereby healthy,
well developed and age more slowly; but if unused and left idle they become
liable to disease, defective in growth and age quickly.”
(Hippocrates. 450 B.C.)
This work is dedicated to my mother, my father, and my sister for without their supports and prayers
none of this would have done.
ix
B. Aktivitas Fisik .............................................................................................................................................. 9
C. Karakteristik individu ................................................................................................................................ 11
D. Kerangka Teori .......................................................................................................................................... 19
A. Kerangka Konsep ....................................................................................................................................... 20
B. Definisi Operasional .................................................................................................................................. 22
A. Desain Penelitian ....................................................................................................................................... 24
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................................................................ 28
E. Pengukuran Variabel Penelitian ................................................................................................................. 28
F. Instrumen Pengumpulan Data .................................................................................................................... 32
x
A. Frekuensi Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Aktivitas Fisik ................................................... 37
B. Frekuensi Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik Individu ....................................... 37
C. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner .................................................... 40
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu . 40
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 45
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner .................................................... 52
E. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu . 54
BAB VII PENUTUP .......................................................................................................................................... 60
4.2 Kekuatan Uji Variabel Penelitian……………………………………………………..……….. 28
4.3 Perhitungan Skor MET berdasarkan Jenis Aktivitas Fisik…………………………………..… 29
5.1 Frekuensi PJK menurut Aktivitas Fisik……………………………………………….……….. 37
5.2 Frekuensi PJK menurut Karakteristik Individu………………………………………………... 38
5.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK …………………………………………...…. 41
5.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK menurut Karakteristik individu..................... 42
xii
1
kardiovaskuler yang paling umum terjadi (43% dari total penyakit kardiovaskuler)
dan menyebabkan kematian tertinggi secara global. Angka kematian akibat PJK
di dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012).
Hingga pada tahun 2030, diperkirakan angka kematian akibat PJK mencapai 23,3
juta secara global (Mathers & Loncar, 2006).
Menurut WHO (2012), kejadian PJK meningkat di negara berkembang
dengan pendapatan menengah dan rendah, salah satunya di Indonesia. Pada tahun
2010, PJK merupakan penyebab kematian tertinggi ke-enam dengan proporsi 4%
dari seluruh kematian di Indonesia (CDC, 2013). Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi PJK menurut hasil
wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5%, dan berdasarkan diagnosis dokter
dan/atau gejala sebesar 1,5% (Kemenkes RI, 2013).
Pada umumnya faktor risiko PJK dipengaruhi oleh merokok, obesitas, kurang
aktivitas fisik dan tekanan darah tinggi atau hipertensi (WHO, 2011). Melakukan
aktivitas fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan meningkatkan
kesehatan jantung (Ignarro et al., 2007). Oleh karena itu, beraktivitas fisik secara
rutin dapat menurunkan risiko PJK (Sofi et al., 2007; Sattlemair et al., 2011;
Reiner et al., 2013).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Reiner, dkk (2013), aktivitas fisik
menunjukan hubungan terbalik terhadap risiko kejadian penyakit jantung koroner
(PJK). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian analisis data sekunder di Negara
Lithuania, yang menunjukan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan risiko
morbiditas dan mortalitas akibat PJK sebesar 25% dan 21% pada laki-laki dan
perempuan (Tamosiunas et al., 2014). Penelitian lainnya oleh Li dan Siegrist
(2012), juga menunjukan hal serupa, dimana penurunan risiko PK pada laki-laki
lebih besar dibandingkan pada perempuan (Li & Siegrist, 2012).
Penelitian lainnya oleh Mora, dkk (2007) yang menunjukan aktivitas fisik
dengan kategori tingkat intensitas sedang hingga tinggi dapat menurunkan risiko
segala penyakit kardiovaskuler termasuk PJK. Dengan mengontrol variabel
indeks masa tubuh, status hipertensi dan diabetes mellitus penurunan risiko
sebesar 27% dan 41% (Mora et al., 2007). Selain itu, beraktivitas fisik pada
tingkatan sedang juga diketahui sudah dapat menurunkan risiko terhadap PJK.
(Sattlemair et al., 2011; Sofi et al., 2007).
Meskipun demikian mekanisme penurunan risiko PJK bergantung pada
intensitas dari aktivits fisik, seperti kecukupan hari dan jenis aktivitas fisik yang
dilakukan (Carnethon, 2009). PJK disebabkan gaya hidup tidak sehat yang
merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko seperti perilaku
merokok, obesitas, tekanan darah tinggi serta riwayat penyakit penyerta individu
seperti diabetes mellitus (DM) dan hipertensi sangat berpengaruh dalam
perkembangan PJK (Li & Siegrist, 2012; Mora et al., 2007; Reddigan et al.,
2011).
3
peningkatan kasus penyakit jantung koroner. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
diperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner nasional dengan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 0,5%. Selain itu diketahui proporsi aktivitas fisik yang
mencukupi hanya sebesar 73,9% (Kemenkes RI, 2013). Maka terdapat sekitar
26,1% penduduk yang kurang beraktivitas fisik sehingga berisiko mengalami
PJK. Terlebih lagi terdapat 22 provinsi dengan proporsi aktivitas fisik kurang
berada di atas rata-rata Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Riskesdas merupakan
penelitian survei komunitas dengan skala nasional dengan pengukuran penyakit
tidak menular serta perilaku individu yang mempengaruhinya. Hal tersebut
memungkinkan peneliti untuk melihat efek proteksi aktivitas fisik terhadap PJK
di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
aktivitas fisik dan kejadian PJK di Indonesia tahun 2013 dengan menganalisis
data Riskesdas tahun 2013.
paling umum terjadi dan mengalami peningkatan angka kejadian di negara
berkembang, seperti di Indonesia. Kurang beraktivitas fisik merupakan faktor
risiko PJK. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, sebesar 26,1% individu di
Indonesia memiliki pola aktivitas fisik yang kurang. Hal ini menunjukan
Indonesia berpotensi mengalami peningkatan kejadian PJK. Mekanisme efek
proteksi aktivitas fisik terhadap PJK dipengaruhi oleh intensitas aktivitas fisik dan
4
faktor risiko PJK seperti perilaku merokok, obesitas dan penyakit penyerta
jantung koroner. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan aktivitas fisik
terhadap kejadian PJK di Indonesia tahun 2013 dengan menganalisis data
sekunder Riskesdas tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah frekuensi PJK menurut aktivitas fisik di Indonesia tahun 2013?
2. Bagaimanakah frekuensi PJK menurut karakteristik individu (jenis kelamin,
usia, status merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh, riwayat hipertensi,
diabetes mellitus dan stroke) di Indonesia tahun 2013?
3. Bagaimanakah hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian PJK di
Indonesia tahun 2013?
indeks masa tubuh, riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan stroke) di
Indonesia tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan aktivitas fisik dan kejadian PJK di Indonesia tahun
2013.
5
1) Diketahuinya frekuensi kejadian PJK menurut aktivitas fisik di Indonesia
tahun 2013.
(jenis kelamin, usia, status merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh,
riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan stroke) di Indonesia tahun 2013.
3) Diketahuinya hubungan tingkat aktivitas fisik individu dengan kejadian
PJK di Indonesia tahun 2013.
4) Diketahuinya hubungan aktivitas fisik dengan kejadian PJK menurut
karakteristik individu (jenis kelamin, usia, status merokok, durasi
merokok, indeks masa tubuh, riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
stroke) di Indonesia tahun 2013.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi bahan rekomendasi terkait
kecukupan tingkat aktivitas fisik yang diperlukan sebagai upaya pengendalian
Penyakit Jantung Koroner di Indonesia.
b. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian dan
analisis lanjut Riset Kesehatan Dasar terkait Penyakit Jantung Koroner di
Indonesia.
6
penelitian selanjutnya terkait manfaat aktivitas fisik dengan kejadian Penyakit
Jantung Koroner, khususnya pada populasi studi di Indonesia.
F. Ruang Lingkup Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan Penyakit Jantung
Koroner (PJK) di Indonesia pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan analisis
lanjut data sekunder Riskesdas tahun 2013. Variabel dalam penelitian ini meliputi
riwayat diagnosis jantung koroner, aktivitas fisik, jenis kelamin, usia, status
merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh, riwayat hipertensi, diabetes
mellitus dan stroke. Analisis lanjut univariat dan bivariat akan dilaksanakan pada
bulan April hingga Juni tahun 2015.
7
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau dikenal juga sebagai Ischaemic
Heart Disease merupakan penyakit yang disebabkan penyumbatan salah satu
atau beberapa pembuluh darah yang menyuplai aliran darah ke otot jantung.
Pada umumnya manifestasi kerusakan dan dampak akut sekaligus fatal dari
PJK disebabkan gangguan pada fungsi jantung (WHO, 2012).
PJK ditandai dengan adanya gejala infark miokard dan/atau angina
pektoris pada individu. Gejala infark miokard merupakan gejala akut akibat
kekurangan oksigen yang menyebabkan nyeri subternal dan dapat
menyebabkan kematian secara mendadak, sedangkan angina pektoris
merupakan nyeri sesaat akibat aritmia dari peningkatan aliran darah pada otot
jantung yang mengalami penyumbatan (Naga, 2012).
2. Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh
plak pada pembuluh darah dan dapat mulai terjadi saat seseorang masih muda.
Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebih dan menumpuk
8
pada dinding arteri. Kondisi ini berlanjut hingga bertahun-tahun dan
menyebabkan plak yang menyumbat arteri sehingga aliran darah terganggu
dan juga dapat merusak pembuluh darah sehingga timbul gejala PJK dalam
waktu yang cukup lama (WHO, 2011; WHO, 2012).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh
darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan pendarahan di
bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan klot darah.
Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung
(Naga, 2012). Berdasarkan perkembangannya, PJK merupakan penyakit
kronis yang memerlukan waktu yang cukup lama hingga menimbulkan gejala
akibat kerusakan pada pembuluh darah.
Patofisiologi PJK pada umumnya disebabkan penumpukan lemak atau
LDL di pembuluh darah. Tetapi kondisi ini dipicu dari beberapa gaya hidup
yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, merokok, pola makan tidak
sehat dan obesitas (WHO, 2011). Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan PJK dan merupakan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi (WHO, 2011). Oleh karena itu,
kecukupan aktivitas fisik dapat menurunkan risiko PJK.
9
sebaliknya beraktivitas fisik cukup secara teratur dapat menurunkan risiko PJK.
Secara substansial, beraktivitas fisik secara rutin dapat menurunkan risiko PJK
dengan cara meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah (Reddigan et
al., 2011; Ignarro et al., 2007). Aktivitas fisik diketahui dapat mempengaruhi
mekanisme metabolisme tubuh serta meningkatkan kadar high-density
lipoprotein (HDL) dan dapat menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein)
dalam tubuh, meningkatkan metabolisme glukosa dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin serta menurunkan kadar lemak berlebih dan tekanan darah
tinggi (Reddigan et al., 2011; Mora et al., 2007). Meskipun begitu, manfaat dari
aktivitas fisik dipengaruhi oleh durasi dan frekuensi dari aktivitas fisik itu sendiri
(Carnethon, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian prospektif oleh Mora, dkk (2007), aktivitas
fisik dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 41% (HR 0.59
95% CI 0.49–0.71). Aktivitas fisik menunjukan signifikansi dalam menurunkan
risiko penyakit jantung koroner (Ptrend=0.05) (Mora et al., 2007). Penelitian
oleh Sofi, dkk (2007) menunjukan penurunan risiko PJK pada individu yang
beraktivias fisik pada tingkat intensitas tinggi dan sedang sebesar 27% (0.73,
95% CI 0.66–0.80) dan 12% (0.88, 95% CI 0.83–0.93). Hasil penelitian ini
menunjukan dosis respon kategori intensitas aktivitas fisik dengan risiko PJK
dan tidak terpengaruh dengan aktivitas sendetari individu. Selain itu hasil
10
dan perempuan. Hasil penelitian oleh Li dan Siegrist (2007), menunjukan
aktivitas fisik menurun risiko penyakit kardiovaskuler sebesar 24% (RR=0.76,
95% CI 0.70–0.82, p < 0.001) pada laki-laki dan pada perempuan sebesar 27%
(RR=0.73, 95% CI 0.68–0.78, p < 0.001).
Selain itu, penurunan risiko juga diperkuat oleh hasil review dari 23
penelitian observasional (20 diantara penelitian prospektif) yang menunjukan
penurunan risiko aktivitas fisik terhadap kejadian PJK. Tetapi hanya 15
diantaranya menunjukan hubungan dosis respon (Carnethon, 2009). Temuan ini
menunjukan efek dari mekanisme kardioprotektif aktivitas fisik dengan
intensitas sedang menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Kurangnya
aktivitas fisik merupakan penyebab utama dari kejadian penyakit jantung
koroner.
1. Aktivitas Fisik Berat
Jenis aktivitas fisik berat adalah jenis kegiatan yang secara terus menerus
melakukan kegiatan fisik minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut
nadi dan napas lebih cepat dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki
gunung, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll). Skor MET aktivitas
fisik berat dikalikan bobot (MET value) sebesar 8 kalori (Kemenkes RI,
2013).
11
Jenis Aktivitas fisik sedang merupakan jenis kegiatan aktivitas fisik dengan
peningkatan denyut nadi dan napas yang lebih rendah dari aktivitas fisik
berat, jenis aktivitas fisik sedang seperti menyapu, mengepel, berjalan kaki,
dll (Kemenkes RI, 2013). Skor total MET aktivitas fisik sedang dikalikan
bobot (MET value) sebesar 4 kalori (IPAQ, 2005).
3. Aktivitas Fisik Ringan
Aktivitas fisik ringan merupakan jenis aktivitas fisik yang tidak termasuk
jenis aktivitas fisik sedang dan/atau maupun aktivitas fisik berat. (Kemenkes
RI, 2013).
Jenis aktivitas fisik atau kegiatan yang dilakukan akan menentukan kecukupan
tingkat aktivitas fisik individu, sehingga berpengaruh terhadap efek proteksi atau
penurunan risiko terhadap PJK. Namun mekanisme penurunan risiko ini juga
dipengaruhi faktor risiko lainnya seperti umur jenis, kelamin, kebiasaan
merokok, obesitas, serta riwayat penyakit penyerta jantung koroner pada
individu (Sofi et al., 2007; Li & Siegrist, 2012).
C. Karakteristik individu
dapat mempengaruhi mekanisme terjadinya PJK dan efek proteksi aktivitas fisik
terhadap PJK.
Jenis kelamin seseorang akan berpengaruh pada kejadian PJK, baik
dari efek proteksi aktivitas fisik terhadap PJK maupun faktor risiko PJK
lainnya. Perbedaan pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian PJK
dipengaruhi kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan pada laki-laki dan
perempuan. Penelitian oleh Mora (2012), menunjukan bahwa penurunan
risiko PJK dengan beraktivitas fisik pada perempuan dan laki-laki sebesar 10
hingga 20 persen dan 20 hingga 30 persen. Hasil ini menunjukan penurunan
risiko PJK dengan beraktivitas fisik lebih besar pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Mora et al., 2007).
Berdasarkan faktor risiko lainnya, terdapat perbedaan risiko PJK pada
laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih berisiko terkena PJK karena usia
lanjut dan penyakit penyerta (Huxley et al., 2006). Sedangkan perempuan
lebih berisiko terkena PJK akibat faktor gaya hidup seperti perilaku merokok
(Huxley & Woodward, 2011).
Usia merupakan faktor risiko penting pada kejadian PJK. Hal ini
disebabkan perkembangan PJK dapat dimulai saat individu masih muda dan
memerlukan waktu hingga puluhan tahun sebelum munculnya gejala akut PJK
(WHO, 2012). Berdasarkan data CDC pada tahun 2010 rate kejadian dan
kematian akibat PJK di Indonesia mulai meningkat pada kelompok individu
13
berusia 15 – 20 tahun dan terus meningkat hingga kelompok usia 80 tahun
(CDC, 2013).
Usia munculnya gejala PJK bergantung pada faktor risiko yang
dimiliki pada individu dan pada umumnya gejala PJK dialami oleh individu
berusia lanjut. Hasil penelitian oleh Jones (2006) menunjukan bahwa usia
lanjut atau berusia >50 tahun meningkatkan risiko PJK pada laki-laki sebesar
51,7% (95% CI 49,3% - 54,2%) dan pada perempuan 39,2% (95% CI 37% -
41,4%). Individu yang tidak memiliki faktor risiko terhadap PJK selama 50
tahun pada masa hidupnya memiliki risiko yang sangat rendah terkena PJK
(Lloyd-Jones et al., 2006).
merupakan penyebab dari 10% kasus PJK (WHO, 2011). Dampak merokok
terhadap penderita PJK salah satunya penurunan angka harapan hidup
dibandingkan individu yang tidak merokok (Huxley & Woodward, 2011).
Individu yang merokok berisiko terkena PJK 25% lebih tinggi
dibandingkan yang tidak merokok sama sekali (RR 1,25% 95% CI 1,12 –
1,39, p<0001) (Huxley & Woodward, 2011). Pada penelitian lainnya
menunjukan peningkatan risiko lebih besar terhadap kejadian PJK. Penelitian
oleh Glynn (2005), individu yang merokok memiliki risiko 84% lebih tinggi
14
terkena PJK (RR 1,84 95% CI 1,57 – 2,17) dan individu yang sudah berhenti
merokok lebih berisiko mengalami PJK sebesar 12% (RR 1,12 95% CI 1,00-
1,27) dibandingkan yang tidak pernah merokok sama sekali. Meskipun
demikian peneliti juga menyatakan bahwa lama merokok juga mempengaruhi
risiko PJK akibat merokok (Glynn & Rosner, 2005).
4. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks masa tubuh (IMT) merupakan indeks sederhana perbandingan
berat dan tinggi badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasi berat
badan kurang, lebih dan obesitas pada individu (WHO, 2006). Nilai IMT
besifat independen terhadap jenis kelamin dan usia. Namun, skala IMT dapat
berbeda pada beberapa populasi. IMT pada populasi di Indonesia dimodifikasi
untuk penyesuaian, sehingga nilai IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2013):
a. Berat Badan Kurang : IMT <18,5 b. Normal : IMT 18,5 – 25,0 c. Berat Badan Lebih : IMT 25,1 – 27,0 d. Obesitas : IMT >27,0
IMT merupakan salah satu karakteristik individu yang penting dalam
kejadian PJK. Berdasarkan penelitian sebelumnya, risiko PJK ditemukan lebih
besar pada individu dengan IMT kurang dan lebih atau gemuk serta pada
individu yang mengalami obesitas. Penelitian oleh Suastika, dkk (2011)
menunjukan bahwa individu dengan IMT kurang berisiko 3,59 kali terkena
PJK (OR 3.59 95%CI 1.48-8.68) (Suastika, et al., 2011).
15
Selain itu, risiko PJK juga ditemukan pada setiap pertambahan IMT.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Labounty, dkk (2013) menunjukan kenaikan
IMT sebesar 5 kg/m2 akan meningkatkan risiko PJK sebesar 1,25 kali (OR
1.25 95%CI 1.20-1.30). Hasil ini menunjukan bahwa pertambahan berat
badan akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian akibat PJK karena
terjadi peningkatan keparahan PJK sesuai dengan pertambahan IMT
(Labounty, et al., 2013).
dalam kesakitan ataupun kematian akibat PJK. Obesitas mempengaruhi
perkembangan PJK secara langsung maupun tidak langsung. Obesitas
berdampak pada faktor metabolism tubuh seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan kadar kolesterol dan resistensi insulin yang merupakan faktor
risiko dari PJK (WHO, 2011; Villareal et al., 2006). Berdasarkan hasil
penelitian, obesitas memiliki hubungan positif terhadap peningkatan risiko
PJK pada individu yang mengalami Obesitas (RR 3,44 95% CI 2,81-4,21) (Li
et al., 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Jones, (2006) yang
menemukan bahwa Obesitas meningkatkan risiko PJK pada laki-laki dan
perempuan sebesar 41% dan 21%. Peningkatan risiko PJK akibat Obesitas
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Lloyd-Jones et al.,
2006).
16
Penyakit penyerta jantung koroner merupakan penyakit yang terdapat pada
individu yang menderita PJK dan dapat mempengaruhi patofisiologi PJK pada
individu. Penyakit penyerta dapat berupa tekanan darah tinggi (Hipertensi),
Diabetes Mellitus dan penyakit Stroke.
a. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan faktor risiko PJK.
Hipertensi juga dapat dipicu oleh faktor risiko PJK lainnya sehingga dapat
meningkatkan risiko kejadian PJK. Peningkatan tekanan darah merupakan
faktor risiko PJK yang dapat memicu atau mempercepat perkembangan
PJK pada individu (WHO, 2011). Berdasarkan hasil beberapa penelitian,
hipertensi berpengaruh positif terhadap kejadian PJK (OR 7,8 95% CI 7,5
– 8,1). Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko terkena PJK hingga 81%
(RR 1,81 95% CI 1,65 – 1,97) dibandingkan individu yang tidak memiliki
tekanan darah tinggi (Huxley et al., 2006) (Glynn & Rosner, 2005).
b. Diabetes Mellitus (DM)
disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal
(>7 mmol/l atau 126 mg/dl). DM disebabkan gangguan metabolisme
glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif
(Kemenkes RI, 2013). Peningkatan gula darah atau kondisi hiperglikemia
secara substansial diketahui meningkatkan risiko PJK sebanyak dua
17
hingga tiga kali lipat dibandingkan individu yang tidak menderita DM
(WHO, 2011).
secara signifikan meningkatkan risiko PJK sebanyak 1,4 kali (RR 2,44
95% CI 2,07 – 2,88) (Glynn & Rosner, 2005). Penelitian lainnya juga
menunjukan peningkatan risiko PJK pada penderita DM sebesar 2,5 kali
(OR 3,5 95% CI 2,7 – 4,53) (Huxley et al., 2006). Hal ini konsisten
dengan hasil penelitian oleh Capewell (2010) yang juga menunjukan
peningkatan risiko PJK pada penderita DM dengan usia >55 tahun sebesar
1,6 kali (OR 2,66 99% CI 2,04 – 3,46) (Capewell et al., 2010).
c. Penyakit Stroke
Stroke merupakan penyakit penyerta dari PJK yang disebabkan
oleh aterosklerosis yang dipicu faktor risiko saat individu masih muda dan
berlanjut dalam waktu yang lama. Penyakit stroke ditandai dengan adanya
perdarahan pada pembuluh darah yang disebabkan tekanan darah tinggi
dan aterosklerosis. Pada umumnya faktor risiko Stroke dan PJK
disebabkan oleh faktor risiko yang hampir sama, diantaranya kurang
beraktivitas fisik, obesitas, merokok dan tekanan darah tinggi (WHO,
2011) (Liu, et al, 2007).
Penelitian oleh Raso, dkk (2006) menunjukan individu yang
mengalami aterosklerosis memiliki risiko mengalami PJK dan Stroke.
Kondisi aterosklerosis berisiko menyebabkan Stroke 22% lebih tinggi
18
meningkatkan risiko PJK 72% lebih tinggi dibandingkan individu yang
sehat (HR 1.72 95% CI 0.91-3.24) (Mattace-Raso et al., 2006).
Faktor risiko stroke berkontribusi dalam meningkatkan tekanan
darah dan kadar kolesterol sehingga menyebabkan aterosklerosis. Proses
penyumbatan pembuluh darah dimulai dengan peningkatan tekanan darah
akibat tingginya kolesterol dalam darah sehingga kecepatan aliran darah
meningkat, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan menyebabkan aterosklerosis. Pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis dapat menyebabkan thrombus di bagian dalam pembuluh
darah dan dapat menyebabkan penyumbatan aliran darah (Naga, 2012;
Liu, et al, 2007). Apabila terjadi penyumbatan pada pembuluh darah
koroner atau otak dapat menyebabkan munculnya gejala PJK atau Stroke
(WHO, 2011).
Manfaat aktivitas fisik dalam menurunkan risiko Penyakit Jantung Koroner
berdasarkan hasil penelitian oleh Reddigan, dkk (2011)1, Ignarro, dkk (2007) 2,
Sofi, dkk (2007) 3, Li dan Siegrist (2012) 4 serta Mora, dkk (2007) 5.
Aktivitas Fisik
Mendorong penurunan
massa tubuh5
risiko Diabetes1
Menurunkan Risiko
aterosklerosis 1
Mekanisme efek proteksi aktivias fisik terhadap PJK juga dipengaruhi faktor risiko PJK, yaitu usia, jenis kelamin, perilaku merokok 3,4,5
Penurunan Risiko Penyakit Jantung Koroner
Bagan 2.1 Kerangka Teori
A. Kerangka Konsep
dalam penelitian ini diukur berdasarkan standar IPAQ (2005) dengan melihat
kecukupan skor MET dan hari beraktivitas fisik dalam satu minggu. Hasil
pengukuran aktivitas fisik dikategorikan kedalam kategori tingkat aktivitas
rendah, sedang dan tinggi.
Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui risiko dari
karakteristik individu terhadap kejadian PJK pada individu yang beraktivitas fisik
rendah, sedang dan tinggi. Variabel karakteristik individu yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu umur, jenis kelamin, perilaku merokok dan indeks masa tubuh,
serta riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus dan stroke.
Penyakit penyerta diteliti karena mempengaruhi patofisiologi PJK. Kerangka
konsep penelitian berdasarkan variabel dari beberapa penelitian sebelumnya oleh
Mora, dkk (2007), Sofi, dkk (2007), Li & Siergist (2011) dan Reddigan, dkk
(2011).
21
Variabel Karakteristik Individu:
1. Jenis Kelamin
(Hipertensi)
8. Riwayat Stroke
Keterangan:
Analisis Variabel Utama untuk melihat hubungan aktivitas fisik terhadap kejadian PJK.
Analisis stratifikasi aktivitas fisik pada tingkat rendah, sedang dan tinggi terhadap PJK menurut karakteristik individu (Jenis Kelamin, Usia, Status Merokok, Durasi Merokok, Indeks Masa Tubuh Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus dan Stroke).
22
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1
Status diagnosis Penyakit Jantung Koroner individu oleh dokter atau tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013.
Kuesioner Individu
Riskesdas (B21)
1. Non-PJK 2. PJK
2 Aktivitas Fisik
Kategori aktivitas Fisik yang dibagi menjadi tiga tingkat intesitas aktivitas fisik berdasarkan standar IPAQ (2005): Tingkat Aktivitas Fisik Tinggi: skor total MET individu sebesar >3000 MET dan >7 hari/minggu beraktivitas fisik. Tingkat Aktivitas Fisik Sedang: skor total MET individu >600 MET menit/minggu dan >5 hari/minggu beraktivitas fisik. Tingkat Aktivitas Fisik Rendah apabila tidak melakukan aktivitas fisik atau tidak memenuhi kriteria Tingkat Aktivitas Fisik Sedang maupun Tinggi.
Kuesioner Individu
Ordinal
Jenis kelamin individu berdasarkan kartu keluarga dan pengamatan ciri-ciri fisik individu.
Kuesioner Rumah Tangga Riskesdas (IV)
Jenis Kelamin: 1. Laki-laki 2. Perempuan
Ordinal
4 Usia Usia individu mulai sejak lahir hingga sampai usia ulang tahun terakhir pada saat menjadi responden Riskesdas tahun 2013.
Kuesioner Rumah Tangga Riskesdas (IV)
Usia individu dalam satuan Tahun
Rasio
5 Status Merokok
Status merokok individu selama satu bulan terakhir. Merokok apabila merokok setiap hari atau kadang- kadang. Pernah merokok apabila tidak merokok tetapi pernah merokok sebelumnya. Tidak merokok apabila responden tidak pernah merokok.
Kuesioner Individu
Riskesdas (G05)
Status Merokok: 1. Tidak Merokok 2. Pernah Merokok 3. Merokok
Ordinal
23
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
6 Durasi Merokok
Lama kebiasaan merokok ditentukan berdasarkan umur responden merokok pertama kali hingga umur pada saat berhenti atau umur saat menjadi responden Riskesdas 2013 dalam satuan tahun.
Kuesioner Individu
7 Indeks Masa Tubuh
Hasil perhitungan berat badan dibagi dengan pangkat dua tinggi badan (Kg/m2) yang dibagi menjadi empat kategori; kurang, normal, lebih dan obesitas menurut standar Kementerian Kesehatan RI.
Kuesioner Individu
(K01 & K02)
Indeks Masa Tubuh (Kemenkes RI, 2013): 1. Kurang (Indeks Masa
Tubuh <18,5 kg/m2) 2. Normal (Indeks Masa
Tubuh 18,5-25,0 kg/m2) 3. Lebih (Indeks Masa Tubuh
25,1-27,0 kg/m2) 4. Obesitas (Indeks Masa
Tubuh >27,0 kg/m2)
Riwayat Penyakit Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Status diagnosis riwayat tekanan darah tinggi pada individu >15 tahun oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013
Kuesioner Individu (B18)
Ordinal
9
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus
Status diagnosis riwayat Diabetes Mellitus pada individu >15 tahun oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013
Kuesioner Individu (B12)
Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus: 1. Tidak Diabetes Mellitus 2. Diabetes Mellitus
Ordinal
10 Riwayat Penyakit Stroke
Status diagnosis riwayat Penyakit Stroke pada individu >15 tahun oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013.
Kuesioner Individu (B31)
24
aktivitas fisik dan kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK). Desain cross-sectional dipilih
karena pengukuran variabel aktivitas fisik, variabel PJK dan variabel karakteristik individu
diukur dalam satu waktu. Data setiap variabel dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dari hasil pengukuran saat Riskesdas tahun 2013.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis lanjut data sekunder skala nasional yang berasal dari 33
provinsi di Indonesia yang dikumpulkan saat Penelitian Riskesdas pada tanggal 1 Mei – 30
Juni 2013. Analisis lanjut dilaksanakan pada bulan April hingga Mei tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Sampel dalam Riskesdas 2013 dipilih secara bertahap dengan desain sampel yang
dibedakan menurut domain estimasi tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Kerangka
sampel Riskesdas 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu kerangka sampel untuk penarikan sampel
tahap pertama dan kerangka sampel untuk penarikan sampel tahap kedua (Kemenkes RI,
2013).
a. Kerangka sampel pemilihan tahap pertama adalah daftar primary sampling unit (PSU)
dalam master sampel. Jumlah PSU dalam master sampel adalah 30.000 yang dipilih
secara probability proportional to size (PPS) dengan jumlah rumah tangga hasil sensus
penduduk (SP) 2010 (Kemenkes RI, 2013).
25
b. Kerangka sampel pemilihan tahap kedua adalah seluruh bangunan sensus yang
didalamnya terdapat rumah tangga biasa tidak termasuk institutional household
(panti asuhan, barak polisi/militer, penjara, dsb) hasil pencacahan lengkap.
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, secara nasional terdapat 11.986 blok
sensus dengan response rate 99.9%. Sampel Rumah Tangga yang berhasil dikunjungi
sebanyak 294.959 dengan response rate 98.3%. Sedangkan jumlah Anggota Rumah
Tangga yang didata sebanyak 1.027.763 individu dengan response rate sebesar
93.0% (Kemenkes RI, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang berusia >15 tahun dan menjadi
responden Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013. Individu dengan usia >15 tahun
dipilih karena memiliki risiko terhadap Penyakit Jantung Koroner. Maka sampel atau
data individu yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan individu yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Individu yang menjadi responden dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, maka
terdapat sebanyak 1.027.763 individu yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
b. Kriteria Eksklusi
Individu yang berusia <15 tahun saat menjadi responden dalam Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013. Sebanyak 305.434 individu merupakan responden Riskesdas
yang berusia <15 tahun, sehingga tereksklusi dalam penelitian ini.
26
Penelitian ini menggunakan keseluruhan responden Riskesdas tahun 2013 yang
berusia >15 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 722329 individu. Setelah
dilakukan cleaning data terdapat sampel dengan pengukuran variabel yang tidak
lengkap. Sampel tersebut akan tetap dianalisis untuk melihat hubungan aktivitas fisik
dengan kejadian PJK. Distribusi sampel setiap variabel diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Variabel Penelitian
No Variabel Total Sampel
Keterangan
1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
2 Aktivitas Fisik 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis 3 Jenis Kelamin 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis 4 Usia 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis 5 Status Merokok 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
6 Durasi Merokok 258.031 (perokok) 223.657 34.374
Terdapat individu yang merokok tanpa diketahui umur pertama merokok dan/atau umur saat berhenti merokok
7 Indeks Masa Tubuh 722.329 712.580 9.749
Terdapat sampel tanpa pengukuran tinggi dan/atau berat badan
8 Riwayat penyakit Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
9 Riwayat penyakit Diabetes Mellitus 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
10 Riwayat Penyakit Stroke 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
Responden Riskesdas tahun 2013
27
Berdasarkan jumlah sampel yang tersedia untuk dianalisis, maka dapat dihitung
kekuatan uji (1-β) pada setiap variabel. Perhitungan kekuatan uji berdasarkan rumus
besar sampel uji hipotesis pada 2 proporsi (two tail), sebagai berikut:
= 1−2
2(1 − ) + 1−1(1 − 1) + 2(1 − 2 2
(1 − 2)2
Z1-β : Nilai Z dari kekuatan uji
P1 : Proporsi individu yang terekspos faktor risiko PJK pada penderita PJK
P2 : Proporsi individu yang tidak terekspos faktor risiko PJK pada penderita
PJK
Perhitungan kekuatan uji (1-β) setiap variabel penelitian menggunakan aplikasi
Sampel Size 2.0 pada sistem operasi Windows. Kekuatan uji dari setiap variabel
penelitian diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Kekuatan Uji Variabel Penelitian
No Variabel Besar Sampel P1 P2
Peneliti Sebelumnya
Kekuatan Uji
Kementerian Kesehatan RI, (2013)
2 Aktivitas Fisik 722.329 0,27 0,73 Mora, dkk (2007) 99%
3 Jenis Kelamin 722.329 0,51 0,49 Kementerian Kesehatan RI, (2013)
99%
5 Status Merokok 722.329 0,409 0,591 Glynn & Rosner (2005) 99%
28
Peneliti Sebelumnya
Kekuatan Uji
6 Durasi Merokok 223.657 0,409 0,591 Glynn & Rosner (2005) 99%
7 Indeks Masa Tubuh 712.580 0,418 0,582 Llyod-Jones, dkk (2006) 99%
8 Riwayat penyakit Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
722.329 0,47 0,53 Xu, dkk (2006) 99%
9 Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (DM)
722.329 0,70 0,30 Xu, dkk (2006) 99%
10 Riwayat Penyakit Stroke 722.329 0,06 0,994 Raso, dkk (2006) 99%
D. Metode Pengumpulan Data
melalui wawancara dan pengukuran oleh enumerator Riskesdas. Entri data dilakukan
di lokasi pengumpulan setelah data dikumpulkan agar masalah data dapat segera
dituntaskan sebelum dikirimkan ke penanggung jawab Riskesdas pada tingkat
Kabupaten/Kota (Kemenkes RI, 2013). Selanjutnya dalam penelitian ini data dari
beberapa variabel penelitian diberikan kode yang baru pada setiap kategori pada
variabel untuk analisis penelitian.
E. Pengukuran Variabel Penelitian
oleh enumerator saat pelaksanaan Riskesdas tahun 2013. Beberapa diberikan kode
ulang untuk keperluan analisis lanjut data sekunder Riskesdas tahun 2013. Berikut
merupakan uraian pengukuran variabel penelitian.
29
Variabel Penyakit Jantung Koroner (PJK) diukur berdasarkan hasil wawancara
terkait riwayat Diagnosis PJK individu saat menjadi responden Riskesdas tahun
2013.
Variabel aktivitas fisik diperoleh dengan wawancara untuk mengukur skor MET
(metabolic equivalent) dari jenis aktivitas fisik berat dan sedang yang dilakukan
oleh individu. Berdasarkan standar International Physical Activity Questionnaire
(IPAQ) tahun 2005 nilai MET untuk masing-masing kategori aktivitas fisik berat
dan sedang adalah 8 dan 4. Total MET diperoleh dengan mengalikan antara
jumlah menit beraktivitas dalam seminggu, dengan jumlah hari beraktivitas, dan
nilai MET untuk masing-masing kategori aktivitas. Dalam penelitian ini
perhitungan skor berdasarkan jenis aktivitas fisik berat dan sedang diukur
berdasarkan tabel berikut:
Jenis Aktvitas Fisik
Jumlah Hari Beraktivitas dalam
8
Sedang 4 Ringan Tidak termasuk jenis aktivitas fisik berat maupun sedang
Skor total aktivitas fisik diperoleh dari akumulasi skor akhir MET jenis akitivitas
fisik berat dan aktivitas sedang.
30
fisik:
a. Tinggi, apabila individu memenuhi skor total aktivitas fisik MET >3000
dengan total jumlah hari beraktivitas fisik sebanyak >7 hari/minggu
b. Sedang, apabila individu memenuhi skor total aktivitas fisik MET >600
dengan total jumlah hari beraktivitas fisik sebanyak >5 hari/minggu
c. Rendah, apabila aktivitas fisik oleh individu tidak memenuhi kriteria tingkat
aktivitas fisik tinggi dan/atau tingkat aktivitas fisik rendah (IPAQ, 2005)
3. Variabel Jenis Kelamin
dan validasi dengan kartu identitas responden.
4. Variabel Usia
riskesdas tahun 2013. Kemudian data usia dikategorikan menjadi dua kategori
umur berisiko PJK berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu <50 tahun dan > 50
tahun.
tahun 2013. Selanjutnya dikategorikan menjadi kategori merokok (apabila
individu merokok saat menjadi responden Riskesdas tahun 2013), pernah
31
merokok sebelumnya).
Durasi merokok merupakan waktu lama merokok individu dalam satuan tahun
yang diukur berdasarkan selisih usia berhenti merokok atau usia saat menjadi
responden Riskesdas tahun 2013 dan masih merokok dikurangi dengan usia mulai
merokok. Individu yang merokok tetapi tidak dapat mengingat kapan mulai dan
berhenti merokok tidak dihitung durasi merokoknya.
7. Variabel Indeks Masa Tubuh
Variabel indeks masa tubuh diukur berdasarkan hasil pengukuran berat dan tinggi
badan saat pelaksanaan Riskesdas tahun 2013. Pengukuran menggunakan
timbangan berat badan CAMRY dan pengukur tinggi badan (Kemenkes RI,
2013). Perhitungan indeks masa tubuh (IMT) dengan membagi berat badan dalam
kilogram dan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Kg/m2). Hasil dari
pengukuran ini berupa kategori IMT; kurang apabila IMT<18,5, normal apabila
IMT 18,5-25,0, gemuk apabila 25,1-27,0 dan obesitas apabila IMT >27,0
(Kemenkes RI, 2013).
Terdapat tiga variabel penyakit penyerta yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu
Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi), Diabetes Mellitus dan Stroke. Pengukuran
variabel berdasarkan hasil wawancara responden terkait riwayat diagnosis
32
tahun 2013.
2013. Kuesioner Riskesdas tahun 2013 memiliki beberapa variabel yang akan
dianalisis lanjut, yaitu status diagnosa PJK, aktivitas fisik, usia, jenis kelamin, status
merokok, usia saat mulai dan berhenti merokok, pengukuran tinggi dan berat badan,
riwayat hipertensi serta riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan Stroke.
G. Manajemen Data
Sebelum manajemen data dilakukan oleh peneliti, kegiatan pengelolaan data dan
pembuatan dataset dilakukan oleh Litbangkes Kementerian Kesehatan RI terlebih
dahulu. Alur manajemen data pada penelitian ini dipaparkan sebagai berikut:
1. Manajemen data Riskesdas tahun 2013 oleh Litbangkes Kemenkes RI
Kegiatan manajemen data dilakukan melalui dua tahap, yaitu (Kemenkes RI,
2013):
1) Pengumpulan Data
3) Kontrol kualitas data
1) Penerimaan dan penggabungan data Kab/Kota
2) Cleaning data Kab/Kota
9) Penyimpanan data Elektronik
Berikut beberapa kegiatan yang dilakukan setelah menerima dataset Riskesdas
tahun 2013 sebelum melakukan analisis data lebih lanjut:
1) Pemeriksaan data Riskesdas tahun 2013.
2) Pengkodean data (coding) dilakukan pada setiap variabel dalam dataset untuk
keperluan analisis data dengan menyesuaikan kategori atau kode awal yang
dikumpulkan saat pelaksanan Riskesdas tahun 2013. Sedangkan pada hasil
pengukuran yang tidak dapat dianalisis karena responden tidak dapat
memberikan informasi, seperti pada pengukuran antropometri untuk variabel
Obesitas dan umur pertama kali dan/atau terakhir merokok untuk durasi
merokok, maka variabel tersebut diberikan kode/kategori “tidak berlaku”.
3) Pengkodean data khususnya dilakukan pada variabel aktivitas fisik yang
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
i. menentukan kategori aktivitas fisik berat, sedang dan ringan
ii. perhitungan MET pada jenis aktivitas berat dan sedang
iii. perhitungan total hari dalam seminggu melakukan aktivitas fisik
iv. menentukan kategori aktivitas fisik rendah, sedang atau tinggi pada
individu berdasarkan standar IPAQ (2005)
34
dan pengolah angka.
H. Analisis Data
Pada umumnya analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan
tabulasi silang (crosstab) variabel karakteristik individu dan aktivitas fisik terhadap
kejadian PJK. Berikut merupakan uraian analisis data dalam penelitian ini:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel penelitian untuk melihat
frekuensi (jumlah dan proporsi) dari setiap variabel penelitian terhadap variabel
PJK. Hasil dari analisis disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dalam tabel silang
(2x2) dengan total pada masing-masing kolom. Hal ini bertujuan untuk melihat
perbedaan proporsi variabel aktivitas fisik dan karakteristik individu pada
kelompok PJK dan Non-PJK.
a. Uji Mann-Whitney
independen dan terdapat variabel dengan data numerik yang tidak
berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas data numerik, variabel
umur dan durasi merokok tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu, uji
Mann-Whitney bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel numerik
seperti pada variabel umur dan durasi merokok terhadap kejadian PJK dengan
melihat p-value.
melihat hubungan data kategorik pada variabel aktivitas fisik dan variabel
karakteristik individu dengan variabel PJK. Hasil analisis berupa p-value
masing-masing variabel kategorik terhadap kejadian PJK.
3. Odds Ratio (OR) dan 95% Confidence Interval (CI)
Dalam penelitian ini, OR dan 95% CI dihasilkan dengan perhitungan tabel
silang (2x2) untuk melihat risiko antara variabel aktivitas fisik dan karakteristik
individu terhadap kejadian PJK. Berikut merupakan contoh skema analisis untuk
mengetahui OR dan 95% CI antara variabel aktivitas fisik dan PJK:
Analisis Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK
Tingkat Aktivitas Fisik Status PJK OR (95% CI) Non-PJK PJK 1. Rendah A B 1.00 (Referent) 2. Sedang C D OR1
3. Tinggi E F OR2
Kategori pertama (aktivitas fisik rendah) merupakan pembanding (referent) dalam
analisis ini, sehingga hasil analisis berupa OR dan 95% CI dari setiap kategori
kedua (aktivitas fisik sedang) dan kategori ketiga (aktivitas fisik tinggi) dari
variabel aktivitas fisik dan terhadap variabel PJK. Analisis ini juga berlaku pada
variabel karakteristik individu dengan >2 kategori untuk melihat OR dan 95% CI
terhadap PJK.
dilakukan dengan cara mengkelompokan analisis antar variabel ke dalam stratum
kategori dari variabel confounding. Dalam penelitian ini, analisis stratifikasi
bertujuan untuk melihat perbedaan risiko terhadap PJK dari variabel karakteristik
individu pada masing-masing tingkat aktivitas fisik rendah, sedang dan tinggi.
Analisis Stratifikasi pada Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Karakteristik Individu
Variabel Karakteristik Individu
Aktivitas Fisik Rendah
Kategori 1 A B 1.00 (Ref.) Kategori 2 C D OR1 Kategori 3 E F OR2
Aktivitas Fisik Sedang
Kategori 1 G H 1.00 (Ref.) Kategori 2 I J OR3 Kategori 3 K L OR4
Aktivitas Fisik Tinggi
Kategori 1 M N 1.00 (Ref.) Kategori 2 O P OR5 Kategori 3 Q R OR6
Risiko PJK dari analisis stratifikasi dinyatakan dalam odds ratio (OR) dari
hubungan variabel karakteristik individu dengan kejadian PJK pada masing-
masing tingkat aktivitas fisik. Kategori variabel karakteristik individu yang
pertama atau kategori yang dianggap tidak berisiko terhadap PJK digunakan
sebagai pembanding (referent) dalam menghasilkan OR. Berdasarkan hasil
analisis stratifikasi dapat ditarik kesimpulan apakah kelompok individu dengan
tingkat aktivitas fisik sedang dan tinggi memiliki risiko PJK yang disebabkan
faktor risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok individu dengan
tingkat aktivitas fisik rendah.
pada kelompok Non-PJK dan PJK. Terdapat perbedaan signifkan proporsi aktivitas fisik pada
kelompok PJK dan Non-PJK (p=0.000).
Tabel 5.1 Frekuensi PJK menurut Aktivitas Fisik
Tingkat Aktivitas Fisik: Non-PJK PJK
p value n % n %
1. Rendah 459956 64.04 3336 82.03
0.000 2. Sedang 49129 6.84 134 3.29 3. Tinggi 209177 29.12 597 14.68
Total 718262 100.00 4067 100.00
Aktivitas fisik rendah memiliki proporsi terbesar pada kelompok PJK dan Non-PJK.
Meskipun demikian, proporsi aktivitas fisik rendah pada kelompok PJK (82,03%) lebih besar
dibandingkan dengan kelompok Non-PJK (64,04%). Proporsi aktivitas fisik sedang dan
tinggi pada kelompok PJK (3,29% dan 14,68%) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
Non-PJK (6,84% dan 29,12%).
B. Frekuensi Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik Individu
Tabel 5.2 menunjukan perbedaan proporsi variabel karakteristik individu pada kelompok
PJK dan Non-PJK yang signifikan (p=0,000). Proporsi perempuan lebih besar pada
kelompok PJK (56,48%) dibandingkan pada kelompok Non-PJK (51,82%). Proporsi laki-
laki lebih besar pada kelompok Non-PJK (48,18%) dibandingkan pada kelompok PJK
(43,52%).
38
Tabel 5.2 Frekuensi PJK menurut Karakteristik Individu
Variabel Karakteristik Individu Non-PJK PJK p value n % n % Jenis Kelamin 1. Laki-laki 346053 48.18 1770 43.52 0.000 2. Perempuan 372209 51.82 2297 56.48 Total 718262 100.00 4067 100.00
Usia Individu (tahun) x SD x SD 39,8 +16,1 55,2 +13,6 0.000
Total 718262 100.00 4067 100.00 Kategori Usia Individu 1. 15 – 26 tahun 173975 24.22 98 2.43 0.000 2. 27 – 38 tahun 181732 25.30 355 8.75 3. 39 – 50 tahun 179392 24.97 978 24.00 4. >50 tahun 183163 25.51 2636 64.82 Total 718262 100.0 4067 100.0 Status Merokok 1. Tidak Merokok 461460 64.26 2658 65.36 2. Pernah Merokok 31998 4.46 767 18.86 0.000 3. Merokok 224624 31.28 642 15.79 Total 718082 100.00 4067 100.00
Durasi Merokok (tahun) x SD x SD 22,3 +14,4 31.3 +15,2 0.000
Total (perokok) 222417 100.00 1240 100.00 Kategori Durasi Merokok 1. 0 tahun (tidak merokok) 461460 64.26 2658 65.36 2. 1 – 21 tahun merokok 115080 16.03 343 8.43 0.000 3. >22 tahun merokok 107337 14.95 897 22.06 4. Tidak Berlaku 34205 4.76 169 4.16 Total 718082 100.00 4067 100.00 Indeks Masa Tubuh 1. Kurang (IMT <18,5) 90410 12.58 415 10.20
0.000 2. Normal (IMT 18,5-25,0) 440720 61.36 1920 47.21 3. Lebih (IMT 25,1-27,0) 77490 10.79 535 13.15 4. Obesitas (IMT >27,0) 100030 13.92 1060 26.06 5. Tidak Berlaku 9612 1.35 137 3.37 Total 718262 100.00 4067 100.00 Riwayat Hipertensi 1. Tidak Hipertensi 650037 90.50 1933 47.53 0.000 2. Hipertensi 68225 9.50 2134 52.47 Total 718262 100.00 4067 100.00 Riwayat Diabetes Mellitus (DM) 1. Tidak Diabetes Mellitus 706083 98.30 3529 86.77 0.000 2. Diabetes Mellitus 12179 1.70 538 13.23 Total 718262 100.00 4067 100.00 Riwayat Stroke 1. Tidak Stroke 712669 99.22 3773 92.77 0.000 2. Stroke 5593 0.78 294 7.23 Total 718262 100.00 4067 100.00
39
Kelompok PJK memiliki rata-rata umur yang lebih tua (55,2 tahun) dibandingkan
kelompok Non-PJK (39,8 tahun). Sebagian besar penderita PJK berusia >50 tahun (64,84%).
Proporsi usia 15-26 tahun, 27-38 tahun dan 39-50 tahun cenderung lebih besar pada
kelompok Non-PJK, hanya proporsi usia >50 tahun yang lebih besar pada kelompok PJK.
Proporsi individu yang pernah merokok lebih tinggi pada kelompok PJK (18,86%)
dibandingkan Non-PJK (4,46%). Rata-rata durasi merokok kelompok PJK (31,3 tahun) lebih
lama dibandingkan kelompok Non-PJK (22,3 tahun). Proporsi individu yang merokok >22
tahun pada kelompok PJK (23%) lebih besar dibandingkan kelompok Non-PJK (15,7%).
Berdasarkan indeks masa tubuh (IMT), proporsi IMT kurus dan normal paling besar pada
kelompok Non-PJK (12,58% dan 61,36%) dibandingkan kelompok PJK (10,20% dan
47,21%). Sebaliknya, proporsi IMT lebih dan obesitas lebih besar pada kelompok PJK
(13,15% dan 26,06%) dibandingkan dengan pada kelompok Non-PJK (10,79% dan 13,92%).
Proporsi individu dengan Hipertensi pada kelompok PJK (52,47%) lebih besar
dibandingkan pada kelompok Non-PJK (9,50%). Begitu juga dengan proporsi penderita
Diabetes Mellitus dan Stroke pada kelompok PJK (13,23% dan 7,23%) yang lebih besar
dibandingkan pada kelompok Non-PJK (1,70% dan 0,78%).
40
C. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner
Hasil analisis pada tabel 5.3 menunjukan individu yang beraktivitas fisik dengan
intensitas sedang maupun tinggi memiliki risiko terhadap PJK yang lebih rendah
dibandingkan individu hanya beraktivitas fisik dengan intensitas rendah.
Tabel 5.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK
Tingkat Aktivitas Fisik Kejadian PJK
OR 95% CI 1. Rendah 1.00 (Referent) 2. Sedang 0.38 (0.32-0.45) 3. Tinggi 0.40 (0.36-0.43)
Individu dengan tingkat aktivitas fisik sedang memiliki risiko 62% lebih rendah untuk
terkena PJK, sedangkan individu dengan tingkat aktivitas fisik tinggi memiliki risiko 60%
lebih rendah untuk terkena PJK. Efek proteksi terhadap PJK lebih besar pada tingkat
aktivitas fisik sedang dibandingkan tingkat aktivitas fisik tinggi.
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu
Tidak ada perbedaan risiko PJK yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada
tingkat aktivitas fisik rendah dan sedang. Meskipun demikian, perempuan lebih berisiko
mengalami PJK 1,60 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada tingkat aktivitas fisik
tinggi. Hal ini menunjukan bahwa perempuan lebih berisiko terkena PJK dibandingkan
laki-laki. Secara keseluruhan, individu yang berusia >26 tahun lebih berisiko terhadap PJK
dibandingkan individu berusia <26 tahun, sehingga semakin tua usia individu maka
semakin besar risiko terhadap PJK. Namun, risiko PJK lebih rendah pada individu berusia
39-50 tahun dan >50 tahun yang beraktivitas fisik sedang dan tinggi dibandingkan dengan
individu yang hanya beraktivitas fisik rendah.
41
Tabel 5.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK menurut Karakteristik individu
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Jenis Kelamin Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Laki-laki 174955 1360 1.00 (Referent) 176315 38.12 Perempuan 285001 1976 0.91 (0.80-0.96) 286977 61.88
Sedang Laki-laki 34529 89 1.00 (Referent) 34618 70.29 Perempuan 14600 33 0.89 (0.57-1.29) 14633 29.71
Tinggi Laki-laki 136569 321 1.00 (Referent) 136890 65.31 Perempuan 72608 276 1.60 (1.42-1.91) 72884 34.69
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Usia Individu Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah
15 – 26 tahun 129800 76 1.00 (Referent) 129876 28.03 27 – 38 tahun 108402 252 3.97 (3.07-5.13) 108654 23.45 39 – 50 tahun 101235 729 12.30 (9.71-15.58) 101964 22.01 >50 tahun 120519 2279 32.30 (25.69-40.59) 122798 26.51
Sedang
15 – 26 tahun 10547 4 1.00 (Referent) 10551 21.68 27 – 38 tahun 13391 22 4.33 (1.49-12.57) 13413 27.56 39 – 50 tahun 13652 49 9.46 (3.41-26.23) 13701 28.15 >50 tahun 10939 59 14.22 (5.16-39.16) 10998 22.60
Tinggi
15 – 26 tahun 33628 18 1.00 (Referent) 33646 16.04 27 – 38 tahun 59339 81 2.55 (1.53-4.25) 59420 28.33 39 – 50 tahun 64505 200 5.79 (3.58-9.38) 64705 30.85 >50 tahun 51705 298 10.77 (6.69-17.33) 52003 24.79
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Status Merokok Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Merokok 341128 2273 1.00 (Referent) 343401 74.0 Pernah Merokok 19848 650 4.89 (4.50-5.37) 20498 4.40 Merokok 98980 413 0.61 (0.53-0.69) 99393 21.60
Sedang Tidak Merokok 22369 60 1.00 (Referent) 22429 45.59 Pernah Merokok 2301 25 4.10 (2.54-6.47) 2326 4.71 Merokok 24459 49 0.71 (0.51-1.09) 24508 49.70
Tinggi Tidak Merokok 98143 325 1.00 (Referent) 98468 46.91 Pernah Merokok 9849 92 2.81 (2.24-3.56) 9941 4.69 Merokok 101185 180 0.52 (0.43-0.71) 101365 48.30
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Durasi Merokok Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah 0 tahun / tidak merokok 341128 2273 1.00 (Referent) 343401 76.80 1-21 tahun merokok 54778 247 0.72 (0.56-0.79) 55025 12.29 >22 tahun merokok 48009 684 2.12 (2.01-2.34) 48693 10.91
Sedang 0 tahun / tidak merokok 22369 60 1.00 (Referent) 22429 49.07 1-21 tahun merokok 12384 19 0.60 (0.40-0.90) 12403 27.10 >22 tahun merokok 10760 44 1.53 (1.11-2.23) 10804 23.73
Tinggi 0 tahun / tidak merokok 98143 325 1.00 (Referent) 98468 50.40 1-21 tahun merokok 47918 77 0.51 (0.40-0.59) 47995 24.57 >22 tahun merokok 48568 169 1.12 (0.82-1.31) 48737 25.03
42
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Indeks Masa Tubuh Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah
Kurang (IMT <18,5) 62028 335 0.95 (0.84-1.07) 62363 13.70 Normal (IMT 18,5-25,0) 266610 1519 1.00 (Referent) 268129 58.90 Lebih (IMT 25,1-27,0) 51269 457 1.56 (1.41-1.74) 51726 11.36 Obesitas (IMT >27,0) 72151 894 2.17 (2.00-2.36) 73045 16.04
Sedang
Kurang (IMT <18,5) 5488 13 1.06 (0.59-1.92) 5501 11.26 Normal (IMT 18,5-25,0) 33254 74 1.00 (Referent) 33328 68.24 Lebih (IMT 25,1-27,0) 4842 12 1.11 (0.60-2.05) 4854 9.94 Obesitas (IMT >27,0) 5120 35 3.07 (2.05-4.60) 5155 10.56
Tinggi
Kurang (IMT <18,5) 22894 67 1.26 (0.97-1.64) 22961 11.01 Normal (IMT 18,5-25,0) 140856 327 1.00 (Referent) 141183 67.72 Lebih (IMT 25,1-27,0) 21379 66 1.33 (1.02-1.73) 21445 10.29 Obesitas (IMT >27,0) 22759 131 2.48 (2.02-3.04) 22890 10.98
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Riwayat Hipertensi Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Hipertensi 410796 1530 1.00 (Referent) 412326 89.0 Hipertensi 49160 1860 10.16 (9.49-10.88) 51020 11.0
Sedang Tidak Hipertensi 45904 76 1.00 (Referent) 45980 93.34 Hipertensi 3225 58 10.86 (7.70-15.32) 3283 6.66
Tinggi Tidak Hipertensi 193337 327 1.00 (Referent) 193664 92.32 Hipertensi 15840 270 10.08 (8.57-11.85) 16110 7.68
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Riwayat Diabetes Mellitus (DM) Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Diabetes Mellitus 450253 2846 1.00 (Referent) 453099 97.80 Diabetes Mellitus 9703 490 7.99 (7.24-8.81) 10193 2.20
Sedang Tidak Diabetes Mellitus 48675 123 1.00 (Referent) 48798 99.06 Diabetes Mellitus 454 11 9.59 (5.14-17.89) 465 0.94
Tinggi Tidak Diabetes Mellitus 207155 560 1.00 (Referent) 207715 99.02 Diabetes Mellitus 2022 37 6.77 (4.84-9.47) 2059 0.98
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Riwayat Penyakit Stroke Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Stroke 454978 3070 1.00 (Referent) 458048 98.89 Stroke 4978 266 7.89 (7.10-8.89) 5244 1.01
Sedang Tidak Stroke 49014 131 1.00 (Referent) 49145 99.80 Stroke 115 3 9.81 (3.10-31.11) 118 0.20
Tinggi Tidak Stroke 208677 572 1.00 (Referent) 209249 99.65 Stroke 500 25 18.21 (12.12-27.51) 525 0.35
Menurut status merokok, tingkat aktivitas fisik rendah, individu yang pernah
merokok berisiko 4,89 kali terkena PJK. Sedangkan pada kelompok dengan tingkat
aktivitas fisik sedang dan tinggi, individu yang pernah merokok berisiko 4,10 kali dan
2,81 kali untuk terkena PJK. Hal ini menunjukan semakin tinggi tingkat aktivitas fisik,
semakin rendah risiko terhadap PJK pada individu yang pernah merokok.
43
Sedangkan menurut durasi merokok, risiko PJK baru terlihat pada individu yang
merokok selama >22 tahun. Pada kelompok dengan aktivitas fisik rendah, merokok
selama >22 tahun berisiko 2,12 kali terkena PJK. Sedangkan pada kelompok dengan
aktivitas fisik sedang dan tinggi, merokok selama >22 tahun, risiko PJK terlihat lebih
rendah atau hanya sebesar 1,53 kali dan 1,12 kali berisiko untuk terkena PJK. Hal ini
menunjukan semakin tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin rendah risiko PJK
pada individu dengan durasi merokok >22 tahun.
Menurut indeks masa tubuh (IMT), risiko PJK lebih terlihat pada individu yang
mengalami obesitas pada tingkat aktivitas fisik rendah sebesar 2,17 kali, aktivitas fisik
sedang sebesar 3,07 kali dan aktivitas fisik tinggi sebesar 2,48 kali. Sedangkan pada
individu dengan IMT kurang lebih berisiko pada tingkat aktivitas fisik sedang sebesar
1.06 kali dan aktivitas fisik tinggi sebesar 1.26 kali dibandingkan tingkat aktivitas fisik
rendah. Meskipun demikian, IMT kurang tidak menunjukan risiko PJK yang signifikan
pada tingkat aktivitas fisik rendah, sedang dan tinggi. Individu dengan IMT lebih secara
signifikan lebih berisiko PJK pada tingkat aktivitas fisik rendah sebesar 1,56 kali, tetapi
lebih berisiko secara signifikan pada tingkat aktivitas fisik sedang dan tinggi.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa individu dengan IMT kurang
berisiko PJK lebih tinggi pada tingkat aktivitas fisik sedang dan tinggi, individu dengan
IMT lebih berisiko PJK lebih tinggi pada tingkat aktivitas fisik rendah, sedangkan
Individu dengan obesitas lebih berisiko PJK pada setiap tingkat aktivitas fisik.
Penyakit penyerta jantung koroner seperti hipertensi, DM dan stroke secara
konsisten meningkatkan risiko PJK pada kelompok dengan tingkat aktivitas fisik
rendah, sedang dan tinggi. Individu yang mengalami hipertensi dan beraktivitas fisik
44
rendah, sedang dan tinggi berisiko sebesar 10,16 kali, 10,86 kali dan 10,08 kali terkena
PJK dibandingkan individu yang tidak mengalami hipertensi. Individu dengan penyakit
DM berisiko terkena PJK sebesar 7,99 kali pada dengan aktivitas fisik rendah.
Sedangkan dengan aktivitas fisik sedang dan tinggi penyakit DM berisiko 9,59 kali dan
6,77 kali menyebabkan PJK. Individu yang menderita stroke dengan aktivitas fisik
rendah, sedang dan tinggi berisiko 7,89 kali, 9,81 kali dan 18,21 kali terkena PJK. Hasil
analisis ini menunjukan bahwa individu yang memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan
DM tetapi beraktivitas fisik tinggi cenderung memiliki risiko PJK yang lebih rendah,
tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita Stroke.
45
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dimana pengukuran
variabel aktivitas fisik dan PJK dilakukan dalam satu waktu. Hal ini
menyebabkan tidak dapat diketahui secara pasti apakah perilaku aktivitas
fisik yang diukur mendahului kejadian PJK, sehingga penelitian ini tidak
dapat menjelaskan hubungan kausalitas menurut urutan waktu terjadinya
PJK. Namun hasil penelitian ini dapat menunjukan efek proteksi aktivitas
fisik terhadap kejadian PJK, dimana individu yang rutin beraktivitas fisik
cenderung memiliki risiko yang lebih rendah terhadap PJK dibandingkan
individu yang kurang beraktivitas fisik.
Pengukuran variabel aktivitas fisik dilakukan dengan metode
wawancara saat pengumpulan data Riskesdas tahun 2013, oleh karena itu
bias informasi mungkin terjadi dalam penelitian ini. Hal ini merupakan
kelemahan akurasi pengukuran aktivitas fisik dengan kuesioner pada
umumnya (Li & Siegrist, 2012; Sofi et al., 2007). Meskipun demikian,
pengukuran aktivitas fisik dalam penelitian dibantu dengan kartu peraga
untuk membedakan jenis aktivitas fisik (Kemenkes RI, 2013). Dengan
demikian, bias dalam penentuan jenis aktivitas fisik dapat diminimalisir dan
bias informasi mungkin hanya disebabkan karena responden harus
mengingat frekuensi dan durasi beraktivitas fisik.
46
Selain aktivitas fisik, analisis juga dilakukan pada variabel karakteristik
individu yang merupakan faktor risiko PJK menurut penelitian sebelumnya
oleh Reddigan, dkk (2007), Sofi, dkk (2007), Mora, dkk (2007), Ignarro, dkk
(2011) serta Li dan Siegrist (2012). Penelitian ini tidak menganalisis variabel
pola konsumsi individu dari Riskesdas tahun 2013, karena berkaitan dengan
validitas data yang berpotensi bias pada hasil penelitian, sehingga hanya
variabel yang berpengaruh terhadap kejadian PJK secara langsung seperti
usia lanjut, status merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh, status
penyakit penyerta (Reddigan et al., 2011; Mora et al., 2007). Namun
pengukuran variabel penyakit seperti PJK, hipertensi, DM dan stroke. Hal ini
dapat disebabkan karena pengukuran penyakit berdasarkan hasil wawancara
riwayat penyakit tanpa validasi pencatatan diagnosis penyakit tersebut.
Sedangkan pada variabel status merokok, kategori merokok menunjukan
individu yang masih merokok pada saat diwawancara tanpa dibedakan
berdasarkan durasi merokok. Sehingga tidak dapat dibedakan individu yang
baru mulai merokok dan individu yang sudah merokok dalam jangka waktu
yang lama dalam kategori status merokok. Meskipun demikian, penelitian ini
juga meneliti durasi merokok individu untuk mengetahui lama waktu
merokok yang berisiko terhadap PJK.
Analisis pada variabel indeks masa tubuh dan durasi merokok tidak
dilakukan pada setiap sampel penelitian. Hal ini dikarenakan pada saat
pengumpulan data, terdapat individu yang tidak dilakukan pengukuran
antropometri dan individu yang merokok tetapi tidak dapat menyebutkan
47
yang tidak memiliki pengukuran variabel yang lengkap, analisis indeks masa
tubuh dilakukan pada 712580 individu dan analisis durasi merokok berasal
dari 223657 individu yang merokok.
B. Frekuensi Penyakit Jantung Koroner berdasarkan Aktivitas Fisik
Sebagian besar individu hanya beraktivitas fisik rendah, baik pada
kelompok PJK maupun Non-PJK. Aktivitas fisik rendah diukur berdasarkan
skor Metabolic Equivalent (MET) yang kurang dari 600 atau tidak
memenuhi standar skor kecukupan minimal aktivitas fisik sedang dan/atau
aktivitas fisik tinggi menurut standar International Physical Activity
Questionnaire (IPAQ) tahun 2005. Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Mora, dkk (2007) yang menunjukan proporsi aktivitas fisik
rendah merupakan proporsi yang paling besar atau sekitar 50% dari sampel
penelitian hanya beraktivitas fisik rendah. Hal ini disebabkan karena
aktivitas fisik sedang dan tinggi merupakan tingkat aktivitas fisik yang hanya
dapat dicapai oleh individu yang rutin beraktivitas fisik selama seminggu
(Mora et al., 2007). Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar
individu tidak beraktivitas fisik secara rutin dan memiliki skor MET dibawah
kecukupan (<600 MET).
yang signifikan. Proporsi aktivitas fisik rendah paling besar terdapat pada
kelompok PJK (82,03%). Sedangkan kelompok Non-PJK memiliki proporsi
aktivitas fisik sedang dan tinggi (6,84% dan 29,12%) yang lebih besar
48
dibandingkan kelompok PJK (3,3% dan 14,7%). Aktivitas fisik sedang dan
tinggi merupakan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan
sudah memenuhi atau melebihi skor minimal 600 MET (Sofi et al., 2007).
Aktivitas fisik sedang dan tinggi cenderung memberikan efek proteksi
terhadap PJK dibandingkan pada individu yang tidak beraktivitas fisik atau
beraktivtas fisik dibawah kecukupan (<600 MET) (Li & Siegrist, 2012; Sofi
et al., 2007; Mora et al., 2007) Oleh karena itu, proporsi individu
beraktivitas fisik sedang dan tinggi cenderung terlihat pada kelompok Non-
PJK, sedangkan proporsi individu dengan aktivitas fisik rendah lebih besar
besar pada kelompok PJK.
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian sebelumnya, perempuan lebih berisiko terkena
PJK yang disebabkan gaya hidup yang tidak sehat seperti perilaku
merokok dan obesitas, selain itu beraktivitas fisik lebih menunjukan
manfaat pencegahan terhadap PJK pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Li & Siegrist, 2012). Hal inilah yang menyebabkan, PJK
cenderung lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-
laki (Huxley & Woodward, 2011; Lloyd-Jones et al., 2006).
49
yang lebih tua (55 tahun) dibandingkan dengan kelompok Non-PJK (39,8
tahun). Penderita PJK cenderung berusia >50 tahun, namun proporsi
penderita PJK juga terdapat pada kelompok usia 15-26 tahun dan terus
meningkat hingga usia >50 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukan pertambahan usia dan berusia lanjut
merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berpengaruh dalam
terjadinya PJK, sehingga sebagian besar penderita PJK merupakan
individu yang berusia lanjut atau berusia >50 tahun (Lloyd-Jones et al.,
2006). Secara substansial, jantung koroner merupakan penyakit kronis
sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menimbulkan gejala
yang diakibatkan kerusakan pada pembuluh darah. Namun, patofisiologi
PJK dapat mulai saat individu masih muda dan muncul saat individu
berusia lanjut (Naga, 2012).
Sedangkan hasil analisis juga menunjukan penderita PJK yang
terdapat pada kelompok usia <50 tahun. Hal ini dapat disebabkan akibat
kerusakan pada pembuluh darah atau arterosklerosis terjadi pada usia
muda . Individu yang mengalami PJK pada usia muda (15-26 tahun)
cenderung mengalami kadar kolesterol darah yang abnormal, resistensi
insulin dan obesitas. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan
(kongenital) juga dapat menyebabkan terjadinya PJK pada individu yang
berusia muda (Erged et al., 2005).
50
Status merokok pada penelitian ini berdasarkan perilaku merokok
individu saat wawancara yang dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu
merokok, pernah merokok dan tidak merokok. Proporsi kategori
merokok yang lebih besar pada kelompok Non-PJK dibandingkan pada
kelompok PJK. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar individu
yang termasuk dalam kategori merokok, baru merokok selama satu tahun
dan masih berusia <50 tahun sehingga belum berisiko terhadap PJK.
Menurut penelitian sebelumnya individu yang berusia <50 tahun
memiliki risiko PJK yang lebih kecil sehingga tidak memiliki riwayat
PJK (Glynn & Rosner, 2005).
lebih besar pada kelompok PJK dibandingkan pada kelompok Non-PJK.
Hal ini menunjukan bahwa individu yang sudah berhenti merokok lebih
banyak ditemukan pada kelompok penderita PJK dibandingkan pada
kelompok penderita Non-PJK.
kelompok PJK dan Non-PJK, penderita PJK merokok lebih lama
dibandingkan kelompok Non-PJK. Hal ini dikarenakan patofisiologi PJK
yang merupakan penyakit kronis memerlukan waktu dan paparan faktor
risiko dari merokok yang lama untuk menimbulkan gejala. Oleh karena
itu, PJK pada umumnya terjadi pada individu yang sudah merokok dalam
51
waktu yang cukup lama serta sudah berusia lanjut (Glynn & Rosner,
2005; Naga, 2012).
dibandingkan dengan kelompok Non-PJK. Proporsi IMT lebih dan
obesitas pada kelompok PJK hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan
pada kelompok Non-PJK. Obesitas merupakan faktor risiko yang
meningkatkan risiko PJK secara signifikan (Li et al., 2006; Lloyd-Jones
et al., 2006). Hal ini disebabkan karena obesitas pada individu memicu
mekanisme peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol serta
resistensi insulin yang meningkatkan risiko terhadap PJK (WHO, 2011;
Villareal et al., 2006).
Sedangkan menurut variabel penyakit penyerta jantung koroner,
individu yang mengalami Hipertensi, Diabetes Mellitus (DM) dan Stroke
lebih banyak ditemukan pada kelompok PJK dibandingkan pada
kelompok Non-PJK. Kondisi tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyebabkan aliran darah lebih cepat sehingga dapat merusak dinding
pembuluh darah dan menghasilkan penumpukan klot pembuluh darah.
Pada akhirnya kondisi ini dapat menimbulkan penyumbatan aliran darah
ke jantung sehingga menyebabkan gejala iskemik pada PJK. (Naga,
2012; WHO, 2011).
peningkatan gula darah (hiperglikemia) yang dapat meningkatkan risiko
PJK secara signifikan. Kondisi hiperglikemia meningkatkan risiko PJK
melalui beberapa mekanisme, diantaranya peningkatan tekanan oksidatif,
aktivasi protein kinase yang menyebabkan inflamasi dan thrombosis
dalam pembuluh darah. Kondisi inflamasi dalam pembuluh darah dapat
menyebabkan penumpukan klot darah yang akhirnya menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah jantung dan infark miokard (Glynn &
Rosner, 2005; Huxley et al., 2006; Davidson & Parkin, 2009; Naga,
2012).
aterosklerosis dan tingginya kolesterol dalam darah yang juga dapat
menyebabkan terjadinya PJK. Tingginya kolesterol dalam darah berisiko
menyumbat aliran darah dan mengakibatkan arterosklerosis, sehingga
dapat menyebabkan kejadian PJK (Mattace-Raso et al., 2006; WHO,
2011).
Hasil analisis menunjukan efek proteksi (OR<1) tingkat aktivitas fisik
sedang (OR 0.376, 95% CI 0.316-0.447) dan tinggi (OR 0.394, 95% CI
0.361-0.429) terhadap kejadian PJK. Aktivitas fisik secara substansial dapat
menurunkan risiko PJK karena dengan beraktivitas fisik secara rutin dapat
membantu dalam mengendalikan risiko PJK yang disebabkan hipertensi,
tingginya kadar gula darah dan kolesterol serta Obesitas (Sofi et al., 2007).
53
Individu yang beraktivitas fisik sedang memiliki risiko 62% lebih rendah
terkena PJK sedangkan pada individu yang beraktivitas fisik tinggi memiliki
risiko 60% lebih rendah terkena PJK. Maka hasil analisis ini menunjukan
risiko PJK lebih rendah pada tingkat aktivitas fisik sedang dibandingkan
tingkat aktivitas fisik tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukan penurunan risiko PJK paling rendah pada individu dengan
aktivitas fisik sedang serta ditemukan peningkatan angka kejadian PJK yang
lebih banyak pada kelompok individu yang beraktivitas fisik rendah dan
tinggi (Reddigan et al., 2011; Carnethon, 2009).
Secara substansial aktivitas fisik sedang menunjukan penurunan risiko
yang lebih kuat. Hal ini disebabkan aktivitas fisik yang dilakukan terlalu
sering dapat menyebabkan inflamasi dalam pembuluh darah sehingga dapat
meningkatkan risiko thrombosis dan iskemik akut yang merupakan pemicu
patofisiologis dari PJK. Selain itu, studi klinis menunjukan aktivitas fisik
yang berlebihan memicu tubuh menghasilkan radikal bebas lebih banyak
dibandingkan aktivitas fisik sedang, sehingga aktivitas fisik sedang lebih
baik dalam meningkatkan fungsi pembuluh darah dalam pencegahan PJK
Selain itu, aktivitas fisik sedang cenderung memberikan manfaat pada
individu meskipun individu tersebut memiliki faktor risiko terhadap PJK
(Sofi et al., 2007; Ignarro et al., 2007).
Aktivitas fisik sedang didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan
energi dalam menggerakan tubuh dengan otot rangka. Aktivitas fisik dengan
intensitas sedang dapat dicapai dengan skor MET kecukupan aktivitas fisik
54
minimum (600 MET) dengan jumlah aktif beraktivitas fisik selama lima >5
hari/minggu (WHO, 2011). Kecukupan aktivitas fisik sedang yang dapat
memberikan manfaat dalam pencegahan PJK dapat dicapai dengan
melakukan berbagai kegiatan diantaranya; berjalan, jogging, menggunakan
tangga, bersepeda, berenang, berkebun ataupun mengerjakan pekerjaan
rumah (Ignarro et al., 2007; CDC, 2015; WHO, 2011). Menurut
intensitasnya, kegiatan tersebut memiliki skor 3-6 MET atau setara dengan
3,5-7 kcal/min. Maka diperlukan waktu sekitar 150 menit/minggu atau setara
dengan jumlah hari 5-7 hari/minggu dengan lama waktu 20-30 menit/hari
untuk mencapai tingkat aktivitas fisik sedang (WHO, 2011; CDC, 2015).
E. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu
1. Jenis Kelamin
aktivitas fisik rendah dan sedang, tidak memiliki perbedaan risiko yang
besar terhadap PJK. Namun, perempuan masih lebih berisiko PJK pada
tingkat aktivitas fisik tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan jenis pola
aktivitas pada laki-laki dan perempuan. selain itu laki-laki yang
beraktivitas fisik sedang memiliki risiko PJK yang lebih rendah
dibandingkan perempuan (Li & Siegrist, 2012). Risiko PJK akibat gaya
hidup yang tidak sehat khususnya kurang beraktivitas fisik pada
perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki (Huxley &
Woodward, 2011; Lloyd-Jones et al., 2006). Selain itu, perempuan pada
55
usia lanjut yang mengalami menopause juga akan lebih berisiko terhadap
PJK. Hal ini disebabkan berkurangnya kadar hormon estrogen pada
perempuan yang mengalami menopause akan mengalami perkembangan
arterosklerosis yang lebih cepat dibandingkan pada laki-laki dan
perempuan sebelum menopause (Saltiki & Alevizaki, 2007). Maka dapat
disimpulkan bahwa perempuan lebih berisiko PJK karena perempuan
memiliki faktor risiko terhadap PJK yang lebih banyak dibandingkan
pada laki-laki, selain itu perempuan dan laki-laki memiliki pola aktivitas
fisik yang berbeda (Li & Siegrist, 2012). Aktivitas fisik sedang dapat
memberikan efek proteksi yang lebih baik pada perempuan.
2. Usia
terhadap PJK, individu yang rutin beraktivitas fisik cenderung memiliki
risiko yang lebih rendah terhadap PJK pada setiap tingkatan usia. Hal ini
disebabkan manfaat dari beraktivitas fisik rutin yang dapat menjaga
kesehatan pembuluh darah seiring dengan pertambahan usia, sehingga
pada usia yang semakin tua individu yang beraktivitas fisik cenderung
memiliki faktor risiko PJK yang lebih sedikit dibandingkan individu
yang tidak rutin beraktivitas fisik (Ignarro et al., 2007; Lloyd-Jones et al.,
2006).
Risiko PJK yang lebih rendah pada tingkat aktivitas fisik yang
semakin tinggi terlihat pada kelompok yang berusia >50 tahun. Hal ini
sesuai dengan penelitian kohort sebelumnya oleh Mora, dkk (2007) pada
56
fisik merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berpengaruh PJK
pada individu berusia >50 tahun. (Lloyd-Jones et al., 2006). Berdasarkan
hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas fisik
sedang maupun tinggi dapat menurunkan risiko PJK pada setiap
kelompok usia.
Perilaku merokok merupakan salah faktor risiko terhadap
kejadian PJK yang meningkatkan risiko PJK terhadap individu sebesar
10% hingga 25% (Huxley & Woodward, 2011; WHO, 2011). Hasil
analisis menunjukan semakin tinggi tingkat aktivitas fisik semakin
rendah risiko PJK pada individu yang pernah merokok. Namun, risiko
PJK tidak terlihat pada individu dengan status merokok, hal ini dapat
disebabkan kurangnya spesifitas waktu dan dosis pada kategori merokok.
Individu yang termasuk dalam kategori merokok dalam penelitian ini
termasuk individu yang baru pertama kali merokok dan masih muda atau
berusia <50 tahun, sehingga belum memiliki risiko terhadap PJK.
Sedangkan penyakit PJK akan menimbulkan gejala pada waktu yang
lama dan risiko PJK akan lebih terlihat pada individu yang sudah lama
merokok dan berusia lanjut (WHO, 2012; Lloyd-Jones et al., 2006).
Risiko PJK hanya terlihat pada durasi merokok >22 tahun.
Individu yang sudah merokok selama >22 tahun dengan tingkat aktivitas
57
fisik rendah berisiko 2,3 kali terkena PJK. Namun risiko PJK dari durasi
merokok >22 tahun lebih kecil pada individu dengan tingkat aktivitas
fisik sedang dan tinggi. Beraktivitas fisik dapat menurunkan risiko PJK
dengan meningkatkan metabolisme tubuh dan suplai oksigen serta
menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah sehingga dapat
mengurangi dampak dari merokok (Ignarro et al., 2007). Mekanisme ini
juga terjadi pada individu yang merokok selama >22 tahun, sehingga
risiko PJK dari merokok lebih kecil pada individu dengan tingkat
aktivitas fisik sedang dan tinggi.
4. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Pada individu dengan IMT kurang risiko PJK lebih terlihat
tingkat aktivitas sedang dan tinggi, sedangkan pada individu dengan IMT
lebih, risiko PJK lebih terlihat pada tingkat aktivitas fisik rendah.
Tingginya risiko pada individu yang rutin beraktivitas fisik dengan IMT
kurang dapat disebabkan faktor usia dan kecukupan gizi individu
tersebut. Berdasarkan penelitian oleh Suastika, dkk (2011) risiko PJK
pada usia lanjut dan mengalami berat badan rendah secara signifikan
meningkatkan risiko terhadap PJK (Suastika, et al., 2011). Namun, pada
individu yang memiliki IMT lebih tingkat aktivitas fisik rendah akan
memicu obesitas yang dapat berdampak peningkatan kadar lemak, gula
darah dan tekanan darah sehingga memicu PJK (Reddigan et al., 2011;
Ignarro et al., 2007).
(2006) dan Lloyd-Jones, dkk (2006) yang menunjukan obesitas
meningkatkan risiko PJK dua kali lipat. Obesitas berdampak pada
peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar kolesterol dan
menyebabkan resistensi insulin yang merupakan faktor risiko independen
dari PJK (WHO, 2011).
Hasil analisis dalam penelitian ini tidak menunjukan perbedaan
risiko PJK dari obesitas yang konsisten pada setiap tingkat aktivitas fisik.
Menurut penelitian sebelumnya, aktivitas fisik dapat menurunkan kadar
lemak berlebih dalam tubuh yang merupakan penyebab dari Obesitas dan
PJK. Namun, obesitas tetap memberikan risiko terhadap PJK (Reddigan
et al., 2011; Li et al., 2006). Dalam terjadinya PJK, distribusi lemak
tubuh dan riwayat obesitas pada saat anak-anak juga berpengaruh
sebagai faktor risiko terhadap PJK (Poirer et al., 2006; Baker et al.,
2007). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas fisik rendah
hingga sedang atau beraktivitas fisik dengan skor <600 MET lebih baik
dilakukan pada individu dengan IMT kurang, namun tingkat aktivitas
fisik sedang hingga tinggi atau setara >600 MET diperlukan untuk
m
RISKESDAS TAHUN 2013
Oleh:
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang dajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ii FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI Skripsi, 24 Juni 2015
Kemal Alfajar, NIM: 1111101000028
Hubungan aktivitas fisik dan kejadian penyakit jantung koroner di Indonesia: analisis data Riskesdas tahun 2013 xiii + 65 halaman, 7 tabel, 3 bagan + 2 lampiran
ABSTRAK
mengalami peningkatan angka kejadian di negara berkembang, seperti di Indonesia. PJK dapat
disebabkan oleh beberapa faktor risiko seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus serta gaya hidup tidak
sehat. Aktivitas fisik diketahui dapat mencegah terjadinya PJK. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
hubungan aktivitas fisik dan PJK di Indonesia. Studi cross-sectional dengan menganalisis data sekunder
dari 722329 sampel Riskesdas 2013 untuk melihat efek proteksi dan perbedaan risiko PJK pada individu
yang beraktivitas fisik rendah, sedang dan tinggi menurut karakteristik individu (jenis kelamin, usia,
status dan durasi merokok, obesitas, riwayat penyakit penyerta jantung koroner). Aktivitas fisik sedang
(OR 0,38 95% CI 0,32-0,45) dan tinggi (OR 0,40 95% CI 0,36-0,43) memberikan efek protektif
terhadap PJK. Risiko PJK dari individu yang beraktivitas fisik sedang dan tinggi serta berusia lanjut
(>50 tahun), pernah merokok, durasi merokok >22 tahun. Sedangkan risiko PJK dari riwayat Hipertensi
dan Diabetes Mellitus lebih rendah pada individu dengan aktivitas fisik tinggi. Hasil analisis ini
menunjukan individu yang rutin beraktivitas fisik cenderung memiliki risiko yang lebih rendah terhadap
PJK meskipun memiliki faktor risiko PJK lainnya.
Kata Kunci: Jantung Koroner; Aktivitas Fisik; Risiko
Daftar Bacaan: 42 (2005-2015)
iii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH DEPARTMENT EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION Undergraduate Thesis, 24th June 2015
Kemal Alfajar, SIN: 1111101000028
Physical Activity and Coronary Heart Disease in Indonesia: 2013 Riskesdas Data Analysis xiii + 65 pages, 7 tables, 3 figures + 2 attachments
ABSTRACT
Coronary heart disease (CHD) is the most common cardiovascular disease which the case has
increased in developing countries including Indonesia. CHD caused by several risk factors such as
Hypertension, Diabetes Mellitus and also unhealthy lifestyles. Physical activity (PA) is known as a
preventive strategy against CHD. This study aims to investigate association between PA and CHD in
Indonesia. A cross-sectional study using 722329 samples of 2013 Riskesdas to investigate protective
effects of PA against CHD and also the CHD risk based on individual characteristics (sex, age, smoking
status and duration, obesity and history of CHD comorbidities) among individual with low, moderate
and high PA level. The individual with moderate PA level has CHD risk 62% lower (OR 0.38 95%CI
0.32-0.45) and the individual with high PA level has CHD risk 60% lower (OR 0.40 95% CI 0.36-0.43)
than the individual with low PA level. The individual with high PA level has lower CHD risks of age
>50 years, former smoker, >22 years smoking duration and history of Hypertension and Diabetes
Mellitus than the individual with only low PA level. These findings show that individual with regular PA
tends to have lower risk of CHD even if the individual has another risk factor of CHD.
Keywords: Coronary Heart Disease; Physical Activity; Risks
Bibliography: 42 (2005-2015)
Analisis Data Riskesdas tahun 2013
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh
Riastuti Kusumawardani, M.KM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Juli 2015
Penguji II
Penguji III
vi
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Telepon : 0857-1077-1749
Alamat : Jl. Elpiji Raya L24 No. 3, Komplek Pertamina, Pondok
Ranji, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan
Riwayat Pendidikan
Jakarta (2011 – 2015)
SMPN 4 Ciputat (2005 – 2008)
SDN 4 Ciputat (1999 – 2005)
Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga proses
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan
studi S1 Kesehatan Masyarakat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Judul skripsi ini adalah Hubungan Aktivitas Fisik dan Penyakit Jantung
Koroner di Indonesia: Analisis Data Riskesdas tahun 2013.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada Ibu Hoirun Nisa dan Ibu
Riastuti Kusumawardani selaku dosen pembimbing yang selalu mengarahkan dan
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini, serta semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.
Permohonan maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik
dan saran yang membangun penyusun harapkan untuk dapat melakukan penelitian
yang lebih baik lagi. Semoga skripsi bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Jakarta, 24 Juni 2015
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Indeed with hardship (will be) ease. For indeed with hardship (will be) ease”
(Q.S. 94: 5-6)
“All parts of the body which have a function if used in moderation and
exercised in labors in which each is accustomed, become thereby healthy,
well developed and age more slowly; but if unused and left idle they become
liable to disease, defective in growth and age quickly.”
(Hippocrates. 450 B.C.)
This work is dedicated to my mother, my father, and my sister for without their supports and prayers
none of this would have done.
ix
B. Aktivitas Fisik .............................................................................................................................................. 9
C. Karakteristik individu ................................................................................................................................ 11
D. Kerangka Teori .......................................................................................................................................... 19
A. Kerangka Konsep ....................................................................................................................................... 20
B. Definisi Operasional .................................................................................................................................. 22
A. Desain Penelitian ....................................................................................................................................... 24
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................................................................ 28
E. Pengukuran Variabel Penelitian ................................................................................................................. 28
F. Instrumen Pengumpulan Data .................................................................................................................... 32
x
A. Frekuensi Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Aktivitas Fisik ................................................... 37
B. Frekuensi Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik Individu ....................................... 37
C. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner .................................................... 40
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu . 40
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 45
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner .................................................... 52
E. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu . 54
BAB VII PENUTUP .......................................................................................................................................... 60
4.2 Kekuatan Uji Variabel Penelitian……………………………………………………..……….. 28
4.3 Perhitungan Skor MET berdasarkan Jenis Aktivitas Fisik…………………………………..… 29
5.1 Frekuensi PJK menurut Aktivitas Fisik……………………………………………….……….. 37
5.2 Frekuensi PJK menurut Karakteristik Individu………………………………………………... 38
5.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK …………………………………………...…. 41
5.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK menurut Karakteristik individu..................... 42
xii
1
kardiovaskuler yang paling umum terjadi (43% dari total penyakit kardiovaskuler)
dan menyebabkan kematian tertinggi secara global. Angka kematian akibat PJK
di dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012).
Hingga pada tahun 2030, diperkirakan angka kematian akibat PJK mencapai 23,3
juta secara global (Mathers & Loncar, 2006).
Menurut WHO (2012), kejadian PJK meningkat di negara berkembang
dengan pendapatan menengah dan rendah, salah satunya di Indonesia. Pada tahun
2010, PJK merupakan penyebab kematian tertinggi ke-enam dengan proporsi 4%
dari seluruh kematian di Indonesia (CDC, 2013). Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi PJK menurut hasil
wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5%, dan berdasarkan diagnosis dokter
dan/atau gejala sebesar 1,5% (Kemenkes RI, 2013).
Pada umumnya faktor risiko PJK dipengaruhi oleh merokok, obesitas, kurang
aktivitas fisik dan tekanan darah tinggi atau hipertensi (WHO, 2011). Melakukan
aktivitas fisik dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan meningkatkan
kesehatan jantung (Ignarro et al., 2007). Oleh karena itu, beraktivitas fisik secara
rutin dapat menurunkan risiko PJK (Sofi et al., 2007; Sattlemair et al., 2011;
Reiner et al., 2013).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Reiner, dkk (2013), aktivitas fisik
menunjukan hubungan terbalik terhadap risiko kejadian penyakit jantung koroner
(PJK). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian analisis data sekunder di Negara
Lithuania, yang menunjukan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan risiko
morbiditas dan mortalitas akibat PJK sebesar 25% dan 21% pada laki-laki dan
perempuan (Tamosiunas et al., 2014). Penelitian lainnya oleh Li dan Siegrist
(2012), juga menunjukan hal serupa, dimana penurunan risiko PK pada laki-laki
lebih besar dibandingkan pada perempuan (Li & Siegrist, 2012).
Penelitian lainnya oleh Mora, dkk (2007) yang menunjukan aktivitas fisik
dengan kategori tingkat intensitas sedang hingga tinggi dapat menurunkan risiko
segala penyakit kardiovaskuler termasuk PJK. Dengan mengontrol variabel
indeks masa tubuh, status hipertensi dan diabetes mellitus penurunan risiko
sebesar 27% dan 41% (Mora et al., 2007). Selain itu, beraktivitas fisik pada
tingkatan sedang juga diketahui sudah dapat menurunkan risiko terhadap PJK.
(Sattlemair et al., 2011; Sofi et al., 2007).
Meskipun demikian mekanisme penurunan risiko PJK bergantung pada
intensitas dari aktivits fisik, seperti kecukupan hari dan jenis aktivitas fisik yang
dilakukan (Carnethon, 2009). PJK disebabkan gaya hidup tidak sehat yang
merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko seperti perilaku
merokok, obesitas, tekanan darah tinggi serta riwayat penyakit penyerta individu
seperti diabetes mellitus (DM) dan hipertensi sangat berpengaruh dalam
perkembangan PJK (Li & Siegrist, 2012; Mora et al., 2007; Reddigan et al.,
2011).
3
peningkatan kasus penyakit jantung koroner. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
diperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner nasional dengan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 0,5%. Selain itu diketahui proporsi aktivitas fisik yang
mencukupi hanya sebesar 73,9% (Kemenkes RI, 2013). Maka terdapat sekitar
26,1% penduduk yang kurang beraktivitas fisik sehingga berisiko mengalami
PJK. Terlebih lagi terdapat 22 provinsi dengan proporsi aktivitas fisik kurang
berada di atas rata-rata Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Riskesdas merupakan
penelitian survei komunitas dengan skala nasional dengan pengukuran penyakit
tidak menular serta perilaku individu yang mempengaruhinya. Hal tersebut
memungkinkan peneliti untuk melihat efek proteksi aktivitas fisik terhadap PJK
di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
aktivitas fisik dan kejadian PJK di Indonesia tahun 2013 dengan menganalisis
data Riskesdas tahun 2013.
paling umum terjadi dan mengalami peningkatan angka kejadian di negara
berkembang, seperti di Indonesia. Kurang beraktivitas fisik merupakan faktor
risiko PJK. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, sebesar 26,1% individu di
Indonesia memiliki pola aktivitas fisik yang kurang. Hal ini menunjukan
Indonesia berpotensi mengalami peningkatan kejadian PJK. Mekanisme efek
proteksi aktivitas fisik terhadap PJK dipengaruhi oleh intensitas aktivitas fisik dan
4
faktor risiko PJK seperti perilaku merokok, obesitas dan penyakit penyerta
jantung koroner. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan aktivitas fisik
terhadap kejadian PJK di Indonesia tahun 2013 dengan menganalisis data
sekunder Riskesdas tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah frekuensi PJK menurut aktivitas fisik di Indonesia tahun 2013?
2. Bagaimanakah frekuensi PJK menurut karakteristik individu (jenis kelamin,
usia, status merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh, riwayat hipertensi,
diabetes mellitus dan stroke) di Indonesia tahun 2013?
3. Bagaimanakah hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian PJK di
Indonesia tahun 2013?
indeks masa tubuh, riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan stroke) di
Indonesia tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan aktivitas fisik dan kejadian PJK di Indonesia tahun
2013.
5
1) Diketahuinya frekuensi kejadian PJK menurut aktivitas fisik di Indonesia
tahun 2013.
(jenis kelamin, usia, status merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh,
riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan stroke) di Indonesia tahun 2013.
3) Diketahuinya hubungan tingkat aktivitas fisik individu dengan kejadian
PJK di Indonesia tahun 2013.
4) Diketahuinya hubungan aktivitas fisik dengan kejadian PJK menurut
karakteristik individu (jenis kelamin, usia, status merokok, durasi
merokok, indeks masa tubuh, riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan
stroke) di Indonesia tahun 2013.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi bahan rekomendasi terkait
kecukupan tingkat aktivitas fisik yang diperlukan sebagai upaya pengendalian
Penyakit Jantung Koroner di Indonesia.
b. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian dan
analisis lanjut Riset Kesehatan Dasar terkait Penyakit Jantung Koroner di
Indonesia.
6
penelitian selanjutnya terkait manfaat aktivitas fisik dengan kejadian Penyakit
Jantung Koroner, khususnya pada populasi studi di Indonesia.
F. Ruang Lingkup Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan Penyakit Jantung
Koroner (PJK) di Indonesia pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan analisis
lanjut data sekunder Riskesdas tahun 2013. Variabel dalam penelitian ini meliputi
riwayat diagnosis jantung koroner, aktivitas fisik, jenis kelamin, usia, status
merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh, riwayat hipertensi, diabetes
mellitus dan stroke. Analisis lanjut univariat dan bivariat akan dilaksanakan pada
bulan April hingga Juni tahun 2015.
7
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau dikenal juga sebagai Ischaemic
Heart Disease merupakan penyakit yang disebabkan penyumbatan salah satu
atau beberapa pembuluh darah yang menyuplai aliran darah ke otot jantung.
Pada umumnya manifestasi kerusakan dan dampak akut sekaligus fatal dari
PJK disebabkan gangguan pada fungsi jantung (WHO, 2012).
PJK ditandai dengan adanya gejala infark miokard dan/atau angina
pektoris pada individu. Gejala infark miokard merupakan gejala akut akibat
kekurangan oksigen yang menyebabkan nyeri subternal dan dapat
menyebabkan kematian secara mendadak, sedangkan angina pektoris
merupakan nyeri sesaat akibat aritmia dari peningkatan aliran darah pada otot
jantung yang mengalami penyumbatan (Naga, 2012).
2. Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh
plak pada pembuluh darah dan dapat mulai terjadi saat seseorang masih muda.
Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebih dan menumpuk
8
pada dinding arteri. Kondisi ini berlanjut hingga bertahun-tahun dan
menyebabkan plak yang menyumbat arteri sehingga aliran darah terganggu
dan juga dapat merusak pembuluh darah sehingga timbul gejala PJK dalam
waktu yang cukup lama (WHO, 2011; WHO, 2012).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh
darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan pendarahan di
bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan klot darah.
Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung
(Naga, 2012). Berdasarkan perkembangannya, PJK merupakan penyakit
kronis yang memerlukan waktu yang cukup lama hingga menimbulkan gejala
akibat kerusakan pada pembuluh darah.
Patofisiologi PJK pada umumnya disebabkan penumpukan lemak atau
LDL di pembuluh darah. Tetapi kondisi ini dipicu dari beberapa gaya hidup
yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, merokok, pola makan tidak
sehat dan obesitas (WHO, 2011). Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan PJK dan merupakan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi (WHO, 2011). Oleh karena itu,
kecukupan aktivitas fisik dapat menurunkan risiko PJK.
9
sebaliknya beraktivitas fisik cukup secara teratur dapat menurunkan risiko PJK.
Secara substansial, beraktivitas fisik secara rutin dapat menurunkan risiko PJK
dengan cara meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah (Reddigan et
al., 2011; Ignarro et al., 2007). Aktivitas fisik diketahui dapat mempengaruhi
mekanisme metabolisme tubuh serta meningkatkan kadar high-density
lipoprotein (HDL) dan dapat menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein)
dalam tubuh, meningkatkan metabolisme glukosa dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin serta menurunkan kadar lemak berlebih dan tekanan darah
tinggi (Reddigan et al., 2011; Mora et al., 2007). Meskipun begitu, manfaat dari
aktivitas fisik dipengaruhi oleh durasi dan frekuensi dari aktivitas fisik itu sendiri
(Carnethon, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian prospektif oleh Mora, dkk (2007), aktivitas
fisik dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 41% (HR 0.59
95% CI 0.49–0.71). Aktivitas fisik menunjukan signifikansi dalam menurunkan
risiko penyakit jantung koroner (Ptrend=0.05) (Mora et al., 2007). Penelitian
oleh Sofi, dkk (2007) menunjukan penurunan risiko PJK pada individu yang
beraktivias fisik pada tingkat intensitas tinggi dan sedang sebesar 27% (0.73,
95% CI 0.66–0.80) dan 12% (0.88, 95% CI 0.83–0.93). Hasil penelitian ini
menunjukan dosis respon kategori intensitas aktivitas fisik dengan risiko PJK
dan tidak terpengaruh dengan aktivitas sendetari individu. Selain itu hasil
10
dan perempuan. Hasil penelitian oleh Li dan Siegrist (2007), menunjukan
aktivitas fisik menurun risiko penyakit kardiovaskuler sebesar 24% (RR=0.76,
95% CI 0.70–0.82, p < 0.001) pada laki-laki dan pada perempuan sebesar 27%
(RR=0.73, 95% CI 0.68–0.78, p < 0.001).
Selain itu, penurunan risiko juga diperkuat oleh hasil review dari 23
penelitian observasional (20 diantara penelitian prospektif) yang menunjukan
penurunan risiko aktivitas fisik terhadap kejadian PJK. Tetapi hanya 15
diantaranya menunjukan hubungan dosis respon (Carnethon, 2009). Temuan ini
menunjukan efek dari mekanisme kardioprotektif aktivitas fisik dengan
intensitas sedang menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Kurangnya
aktivitas fisik merupakan penyebab utama dari kejadian penyakit jantung
koroner.
1. Aktivitas Fisik Berat
Jenis aktivitas fisik berat adalah jenis kegiatan yang secara terus menerus
melakukan kegiatan fisik minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut
nadi dan napas lebih cepat dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki
gunung, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll). Skor MET aktivitas
fisik berat dikalikan bobot (MET value) sebesar 8 kalori (Kemenkes RI,
2013).
11
Jenis Aktivitas fisik sedang merupakan jenis kegiatan aktivitas fisik dengan
peningkatan denyut nadi dan napas yang lebih rendah dari aktivitas fisik
berat, jenis aktivitas fisik sedang seperti menyapu, mengepel, berjalan kaki,
dll (Kemenkes RI, 2013). Skor total MET aktivitas fisik sedang dikalikan
bobot (MET value) sebesar 4 kalori (IPAQ, 2005).
3. Aktivitas Fisik Ringan
Aktivitas fisik ringan merupakan jenis aktivitas fisik yang tidak termasuk
jenis aktivitas fisik sedang dan/atau maupun aktivitas fisik berat. (Kemenkes
RI, 2013).
Jenis aktivitas fisik atau kegiatan yang dilakukan akan menentukan kecukupan
tingkat aktivitas fisik individu, sehingga berpengaruh terhadap efek proteksi atau
penurunan risiko terhadap PJK. Namun mekanisme penurunan risiko ini juga
dipengaruhi faktor risiko lainnya seperti umur jenis, kelamin, kebiasaan
merokok, obesitas, serta riwayat penyakit penyerta jantung koroner pada
individu (Sofi et al., 2007; Li & Siegrist, 2012).
C. Karakteristik individu
dapat mempengaruhi mekanisme terjadinya PJK dan efek proteksi aktivitas fisik
terhadap PJK.
Jenis kelamin seseorang akan berpengaruh pada kejadian PJK, baik
dari efek proteksi aktivitas fisik terhadap PJK maupun faktor risiko PJK
lainnya. Perbedaan pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian PJK
dipengaruhi kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan pada laki-laki dan
perempuan. Penelitian oleh Mora (2012), menunjukan bahwa penurunan
risiko PJK dengan beraktivitas fisik pada perempuan dan laki-laki sebesar 10
hingga 20 persen dan 20 hingga 30 persen. Hasil ini menunjukan penurunan
risiko PJK dengan beraktivitas fisik lebih besar pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Mora et al., 2007).
Berdasarkan faktor risiko lainnya, terdapat perbedaan risiko PJK pada
laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih berisiko terkena PJK karena usia
lanjut dan penyakit penyerta (Huxley et al., 2006). Sedangkan perempuan
lebih berisiko terkena PJK akibat faktor gaya hidup seperti perilaku merokok
(Huxley & Woodward, 2011).
Usia merupakan faktor risiko penting pada kejadian PJK. Hal ini
disebabkan perkembangan PJK dapat dimulai saat individu masih muda dan
memerlukan waktu hingga puluhan tahun sebelum munculnya gejala akut PJK
(WHO, 2012). Berdasarkan data CDC pada tahun 2010 rate kejadian dan
kematian akibat PJK di Indonesia mulai meningkat pada kelompok individu
13
berusia 15 – 20 tahun dan terus meningkat hingga kelompok usia 80 tahun
(CDC, 2013).
Usia munculnya gejala PJK bergantung pada faktor risiko yang
dimiliki pada individu dan pada umumnya gejala PJK dialami oleh individu
berusia lanjut. Hasil penelitian oleh Jones (2006) menunjukan bahwa usia
lanjut atau berusia >50 tahun meningkatkan risiko PJK pada laki-laki sebesar
51,7% (95% CI 49,3% - 54,2%) dan pada perempuan 39,2% (95% CI 37% -
41,4%). Individu yang tidak memiliki faktor risiko terhadap PJK selama 50
tahun pada masa hidupnya memiliki risiko yang sangat rendah terkena PJK
(Lloyd-Jones et al., 2006).
merupakan penyebab dari 10% kasus PJK (WHO, 2011). Dampak merokok
terhadap penderita PJK salah satunya penurunan angka harapan hidup
dibandingkan individu yang tidak merokok (Huxley & Woodward, 2011).
Individu yang merokok berisiko terkena PJK 25% lebih tinggi
dibandingkan yang tidak merokok sama sekali (RR 1,25% 95% CI 1,12 –
1,39, p<0001) (Huxley & Woodward, 2011). Pada penelitian lainnya
menunjukan peningkatan risiko lebih besar terhadap kejadian PJK. Penelitian
oleh Glynn (2005), individu yang merokok memiliki risiko 84% lebih tinggi
14
terkena PJK (RR 1,84 95% CI 1,57 – 2,17) dan individu yang sudah berhenti
merokok lebih berisiko mengalami PJK sebesar 12% (RR 1,12 95% CI 1,00-
1,27) dibandingkan yang tidak pernah merokok sama sekali. Meskipun
demikian peneliti juga menyatakan bahwa lama merokok juga mempengaruhi
risiko PJK akibat merokok (Glynn & Rosner, 2005).
4. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks masa tubuh (IMT) merupakan indeks sederhana perbandingan
berat dan tinggi badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasi berat
badan kurang, lebih dan obesitas pada individu (WHO, 2006). Nilai IMT
besifat independen terhadap jenis kelamin dan usia. Namun, skala IMT dapat
berbeda pada beberapa populasi. IMT pada populasi di Indonesia dimodifikasi
untuk penyesuaian, sehingga nilai IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2013):
a. Berat Badan Kurang : IMT <18,5 b. Normal : IMT 18,5 – 25,0 c. Berat Badan Lebih : IMT 25,1 – 27,0 d. Obesitas : IMT >27,0
IMT merupakan salah satu karakteristik individu yang penting dalam
kejadian PJK. Berdasarkan penelitian sebelumnya, risiko PJK ditemukan lebih
besar pada individu dengan IMT kurang dan lebih atau gemuk serta pada
individu yang mengalami obesitas. Penelitian oleh Suastika, dkk (2011)
menunjukan bahwa individu dengan IMT kurang berisiko 3,59 kali terkena
PJK (OR 3.59 95%CI 1.48-8.68) (Suastika, et al., 2011).
15
Selain itu, risiko PJK juga ditemukan pada setiap pertambahan IMT.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Labounty, dkk (2013) menunjukan kenaikan
IMT sebesar 5 kg/m2 akan meningkatkan risiko PJK sebesar 1,25 kali (OR
1.25 95%CI 1.20-1.30). Hasil ini menunjukan bahwa pertambahan berat
badan akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian akibat PJK karena
terjadi peningkatan keparahan PJK sesuai dengan pertambahan IMT
(Labounty, et al., 2013).
dalam kesakitan ataupun kematian akibat PJK. Obesitas mempengaruhi
perkembangan PJK secara langsung maupun tidak langsung. Obesitas
berdampak pada faktor metabolism tubuh seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan kadar kolesterol dan resistensi insulin yang merupakan faktor
risiko dari PJK (WHO, 2011; Villareal et al., 2006). Berdasarkan hasil
penelitian, obesitas memiliki hubungan positif terhadap peningkatan risiko
PJK pada individu yang mengalami Obesitas (RR 3,44 95% CI 2,81-4,21) (Li
et al., 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Jones, (2006) yang
menemukan bahwa Obesitas meningkatkan risiko PJK pada laki-laki dan
perempuan sebesar 41% dan 21%. Peningkatan risiko PJK akibat Obesitas
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Lloyd-Jones et al.,
2006).
16
Penyakit penyerta jantung koroner merupakan penyakit yang terdapat pada
individu yang menderita PJK dan dapat mempengaruhi patofisiologi PJK pada
individu. Penyakit penyerta dapat berupa tekanan darah tinggi (Hipertensi),
Diabetes Mellitus dan penyakit Stroke.
a. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan faktor risiko PJK.
Hipertensi juga dapat dipicu oleh faktor risiko PJK lainnya sehingga dapat
meningkatkan risiko kejadian PJK. Peningkatan tekanan darah merupakan
faktor risiko PJK yang dapat memicu atau mempercepat perkembangan
PJK pada individu (WHO, 2011). Berdasarkan hasil beberapa penelitian,
hipertensi berpengaruh positif terhadap kejadian PJK (OR 7,8 95% CI 7,5
– 8,1). Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko terkena PJK hingga 81%
(RR 1,81 95% CI 1,65 – 1,97) dibandingkan individu yang tidak memiliki
tekanan darah tinggi (Huxley et al., 2006) (Glynn & Rosner, 2005).
b. Diabetes Mellitus (DM)
disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal
(>7 mmol/l atau 126 mg/dl). DM disebabkan gangguan metabolisme
glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif
(Kemenkes RI, 2013). Peningkatan gula darah atau kondisi hiperglikemia
secara substansial diketahui meningkatkan risiko PJK sebanyak dua
17
hingga tiga kali lipat dibandingkan individu yang tidak menderita DM
(WHO, 2011).
secara signifikan meningkatkan risiko PJK sebanyak 1,4 kali (RR 2,44
95% CI 2,07 – 2,88) (Glynn & Rosner, 2005). Penelitian lainnya juga
menunjukan peningkatan risiko PJK pada penderita DM sebesar 2,5 kali
(OR 3,5 95% CI 2,7 – 4,53) (Huxley et al., 2006). Hal ini konsisten
dengan hasil penelitian oleh Capewell (2010) yang juga menunjukan
peningkatan risiko PJK pada penderita DM dengan usia >55 tahun sebesar
1,6 kali (OR 2,66 99% CI 2,04 – 3,46) (Capewell et al., 2010).
c. Penyakit Stroke
Stroke merupakan penyakit penyerta dari PJK yang disebabkan
oleh aterosklerosis yang dipicu faktor risiko saat individu masih muda dan
berlanjut dalam waktu yang lama. Penyakit stroke ditandai dengan adanya
perdarahan pada pembuluh darah yang disebabkan tekanan darah tinggi
dan aterosklerosis. Pada umumnya faktor risiko Stroke dan PJK
disebabkan oleh faktor risiko yang hampir sama, diantaranya kurang
beraktivitas fisik, obesitas, merokok dan tekanan darah tinggi (WHO,
2011) (Liu, et al, 2007).
Penelitian oleh Raso, dkk (2006) menunjukan individu yang
mengalami aterosklerosis memiliki risiko mengalami PJK dan Stroke.
Kondisi aterosklerosis berisiko menyebabkan Stroke 22% lebih tinggi
18
meningkatkan risiko PJK 72% lebih tinggi dibandingkan individu yang
sehat (HR 1.72 95% CI 0.91-3.24) (Mattace-Raso et al., 2006).
Faktor risiko stroke berkontribusi dalam meningkatkan tekanan
darah dan kadar kolesterol sehingga menyebabkan aterosklerosis. Proses
penyumbatan pembuluh darah dimulai dengan peningkatan tekanan darah
akibat tingginya kolesterol dalam darah sehingga kecepatan aliran darah
meningkat, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan menyebabkan aterosklerosis. Pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis dapat menyebabkan thrombus di bagian dalam pembuluh
darah dan dapat menyebabkan penyumbatan aliran darah (Naga, 2012;
Liu, et al, 2007). Apabila terjadi penyumbatan pada pembuluh darah
koroner atau otak dapat menyebabkan munculnya gejala PJK atau Stroke
(WHO, 2011).
Manfaat aktivitas fisik dalam menurunkan risiko Penyakit Jantung Koroner
berdasarkan hasil penelitian oleh Reddigan, dkk (2011)1, Ignarro, dkk (2007) 2,
Sofi, dkk (2007) 3, Li dan Siegrist (2012) 4 serta Mora, dkk (2007) 5.
Aktivitas Fisik
Mendorong penurunan
massa tubuh5
risiko Diabetes1
Menurunkan Risiko
aterosklerosis 1
Mekanisme efek proteksi aktivias fisik terhadap PJK juga dipengaruhi faktor risiko PJK, yaitu usia, jenis kelamin, perilaku merokok 3,4,5
Penurunan Risiko Penyakit Jantung Koroner
Bagan 2.1 Kerangka Teori
A. Kerangka Konsep
dalam penelitian ini diukur berdasarkan standar IPAQ (2005) dengan melihat
kecukupan skor MET dan hari beraktivitas fisik dalam satu minggu. Hasil
pengukuran aktivitas fisik dikategorikan kedalam kategori tingkat aktivitas
rendah, sedang dan tinggi.
Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui risiko dari
karakteristik individu terhadap kejadian PJK pada individu yang beraktivitas fisik
rendah, sedang dan tinggi. Variabel karakteristik individu yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu umur, jenis kelamin, perilaku merokok dan indeks masa tubuh,
serta riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus dan stroke.
Penyakit penyerta diteliti karena mempengaruhi patofisiologi PJK. Kerangka
konsep penelitian berdasarkan variabel dari beberapa penelitian sebelumnya oleh
Mora, dkk (2007), Sofi, dkk (2007), Li & Siergist (2011) dan Reddigan, dkk
(2011).
21
Variabel Karakteristik Individu:
1. Jenis Kelamin
(Hipertensi)
8. Riwayat Stroke
Keterangan:
Analisis Variabel Utama untuk melihat hubungan aktivitas fisik terhadap kejadian PJK.
Analisis stratifikasi aktivitas fisik pada tingkat rendah, sedang dan tinggi terhadap PJK menurut karakteristik individu (Jenis Kelamin, Usia, Status Merokok, Durasi Merokok, Indeks Masa Tubuh Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus dan Stroke).
22
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1
Status diagnosis Penyakit Jantung Koroner individu oleh dokter atau tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013.
Kuesioner Individu
Riskesdas (B21)
1. Non-PJK 2. PJK
2 Aktivitas Fisik
Kategori aktivitas Fisik yang dibagi menjadi tiga tingkat intesitas aktivitas fisik berdasarkan standar IPAQ (2005): Tingkat Aktivitas Fisik Tinggi: skor total MET individu sebesar >3000 MET dan >7 hari/minggu beraktivitas fisik. Tingkat Aktivitas Fisik Sedang: skor total MET individu >600 MET menit/minggu dan >5 hari/minggu beraktivitas fisik. Tingkat Aktivitas Fisik Rendah apabila tidak melakukan aktivitas fisik atau tidak memenuhi kriteria Tingkat Aktivitas Fisik Sedang maupun Tinggi.
Kuesioner Individu
Ordinal
Jenis kelamin individu berdasarkan kartu keluarga dan pengamatan ciri-ciri fisik individu.
Kuesioner Rumah Tangga Riskesdas (IV)
Jenis Kelamin: 1. Laki-laki 2. Perempuan
Ordinal
4 Usia Usia individu mulai sejak lahir hingga sampai usia ulang tahun terakhir pada saat menjadi responden Riskesdas tahun 2013.
Kuesioner Rumah Tangga Riskesdas (IV)
Usia individu dalam satuan Tahun
Rasio
5 Status Merokok
Status merokok individu selama satu bulan terakhir. Merokok apabila merokok setiap hari atau kadang- kadang. Pernah merokok apabila tidak merokok tetapi pernah merokok sebelumnya. Tidak merokok apabila responden tidak pernah merokok.
Kuesioner Individu
Riskesdas (G05)
Status Merokok: 1. Tidak Merokok 2. Pernah Merokok 3. Merokok
Ordinal
23
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
6 Durasi Merokok
Lama kebiasaan merokok ditentukan berdasarkan umur responden merokok pertama kali hingga umur pada saat berhenti atau umur saat menjadi responden Riskesdas 2013 dalam satuan tahun.
Kuesioner Individu
7 Indeks Masa Tubuh
Hasil perhitungan berat badan dibagi dengan pangkat dua tinggi badan (Kg/m2) yang dibagi menjadi empat kategori; kurang, normal, lebih dan obesitas menurut standar Kementerian Kesehatan RI.
Kuesioner Individu
(K01 & K02)
Indeks Masa Tubuh (Kemenkes RI, 2013): 1. Kurang (Indeks Masa
Tubuh <18,5 kg/m2) 2. Normal (Indeks Masa
Tubuh 18,5-25,0 kg/m2) 3. Lebih (Indeks Masa Tubuh
25,1-27,0 kg/m2) 4. Obesitas (Indeks Masa
Tubuh >27,0 kg/m2)
Riwayat Penyakit Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Status diagnosis riwayat tekanan darah tinggi pada individu >15 tahun oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013
Kuesioner Individu (B18)
Ordinal
9
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus
Status diagnosis riwayat Diabetes Mellitus pada individu >15 tahun oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013
Kuesioner Individu (B12)
Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus: 1. Tidak Diabetes Mellitus 2. Diabetes Mellitus
Ordinal
10 Riwayat Penyakit Stroke
Status diagnosis riwayat Penyakit Stroke pada individu >15 tahun oleh tenaga kesehatan berdasarkan hasil wawancara saat Riskesdas tahun 2013.
Kuesioner Individu (B31)
24
aktivitas fisik dan kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK). Desain cross-sectional dipilih
karena pengukuran variabel aktivitas fisik, variabel PJK dan variabel karakteristik individu
diukur dalam satu waktu. Data setiap variabel dalam penelitian ini merupakan data sekunder
dari hasil pengukuran saat Riskesdas tahun 2013.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis lanjut data sekunder skala nasional yang berasal dari 33
provinsi di Indonesia yang dikumpulkan saat Penelitian Riskesdas pada tanggal 1 Mei – 30
Juni 2013. Analisis lanjut dilaksanakan pada bulan April hingga Mei tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Sampel dalam Riskesdas 2013 dipilih secara bertahap dengan desain sampel yang
dibedakan menurut domain estimasi tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Kerangka
sampel Riskesdas 2013 terdiri dari dua jenis, yaitu kerangka sampel untuk penarikan sampel
tahap pertama dan kerangka sampel untuk penarikan sampel tahap kedua (Kemenkes RI,
2013).
a. Kerangka sampel pemilihan tahap pertama adalah daftar primary sampling unit (PSU)
dalam master sampel. Jumlah PSU dalam master sampel adalah 30.000 yang dipilih
secara probability proportional to size (PPS) dengan jumlah rumah tangga hasil sensus
penduduk (SP) 2010 (Kemenkes RI, 2013).
25
b. Kerangka sampel pemilihan tahap kedua adalah seluruh bangunan sensus yang
didalamnya terdapat rumah tangga biasa tidak termasuk institutional household
(panti asuhan, barak polisi/militer, penjara, dsb) hasil pencacahan lengkap.
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, secara nasional terdapat 11.986 blok
sensus dengan response rate 99.9%. Sampel Rumah Tangga yang berhasil dikunjungi
sebanyak 294.959 dengan response rate 98.3%. Sedangkan jumlah Anggota Rumah
Tangga yang didata sebanyak 1.027.763 individu dengan response rate sebesar
93.0% (Kemenkes RI, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang berusia >15 tahun dan menjadi
responden Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013. Individu dengan usia >15 tahun
dipilih karena memiliki risiko terhadap Penyakit Jantung Koroner. Maka sampel atau
data individu yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan individu yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Individu yang menjadi responden dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, maka
terdapat sebanyak 1.027.763 individu yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
b. Kriteria Eksklusi
Individu yang berusia <15 tahun saat menjadi responden dalam Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013. Sebanyak 305.434 individu merupakan responden Riskesdas
yang berusia <15 tahun, sehingga tereksklusi dalam penelitian ini.
26
Penelitian ini menggunakan keseluruhan responden Riskesdas tahun 2013 yang
berusia >15 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 722329 individu. Setelah
dilakukan cleaning data terdapat sampel dengan pengukuran variabel yang tidak
lengkap. Sampel tersebut akan tetap dianalisis untuk melihat hubungan aktivitas fisik
dengan kejadian PJK. Distribusi sampel setiap variabel diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Variabel Penelitian
No Variabel Total Sampel
Keterangan
1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
2 Aktivitas Fisik 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis 3 Jenis Kelamin 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis 4 Usia 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis 5 Status Merokok 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
6 Durasi Merokok 258.031 (perokok) 223.657 34.374
Terdapat individu yang merokok tanpa diketahui umur pertama merokok dan/atau umur saat berhenti merokok
7 Indeks Masa Tubuh 722.329 712.580 9.749
Terdapat sampel tanpa pengukuran tinggi dan/atau berat badan
8 Riwayat penyakit Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
9 Riwayat penyakit Diabetes Mellitus 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
10 Riwayat Penyakit Stroke 722.329 722.329 0 Semua dapat dianalisis
Responden Riskesdas tahun 2013
27
Berdasarkan jumlah sampel yang tersedia untuk dianalisis, maka dapat dihitung
kekuatan uji (1-β) pada setiap variabel. Perhitungan kekuatan uji berdasarkan rumus
besar sampel uji hipotesis pada 2 proporsi (two tail), sebagai berikut:
= 1−2
2(1 − ) + 1−1(1 − 1) + 2(1 − 2 2
(1 − 2)2
Z1-β : Nilai Z dari kekuatan uji
P1 : Proporsi individu yang terekspos faktor risiko PJK pada penderita PJK
P2 : Proporsi individu yang tidak terekspos faktor risiko PJK pada penderita
PJK
Perhitungan kekuatan uji (1-β) setiap variabel penelitian menggunakan aplikasi
Sampel Size 2.0 pada sistem operasi Windows. Kekuatan uji dari setiap variabel
penelitian diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Kekuatan Uji Variabel Penelitian
No Variabel Besar Sampel P1 P2
Peneliti Sebelumnya
Kekuatan Uji
Kementerian Kesehatan RI, (2013)
2 Aktivitas Fisik 722.329 0,27 0,73 Mora, dkk (2007) 99%
3 Jenis Kelamin 722.329 0,51 0,49 Kementerian Kesehatan RI, (2013)
99%
5 Status Merokok 722.329 0,409 0,591 Glynn & Rosner (2005) 99%
28
Peneliti Sebelumnya
Kekuatan Uji
6 Durasi Merokok 223.657 0,409 0,591 Glynn & Rosner (2005) 99%
7 Indeks Masa Tubuh 712.580 0,418 0,582 Llyod-Jones, dkk (2006) 99%
8 Riwayat penyakit Tekanan darah tinggi (Hipertensi)
722.329 0,47 0,53 Xu, dkk (2006) 99%
9 Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (DM)
722.329 0,70 0,30 Xu, dkk (2006) 99%
10 Riwayat Penyakit Stroke 722.329 0,06 0,994 Raso, dkk (2006) 99%
D. Metode Pengumpulan Data
melalui wawancara dan pengukuran oleh enumerator Riskesdas. Entri data dilakukan
di lokasi pengumpulan setelah data dikumpulkan agar masalah data dapat segera
dituntaskan sebelum dikirimkan ke penanggung jawab Riskesdas pada tingkat
Kabupaten/Kota (Kemenkes RI, 2013). Selanjutnya dalam penelitian ini data dari
beberapa variabel penelitian diberikan kode yang baru pada setiap kategori pada
variabel untuk analisis penelitian.
E. Pengukuran Variabel Penelitian
oleh enumerator saat pelaksanaan Riskesdas tahun 2013. Beberapa diberikan kode
ulang untuk keperluan analisis lanjut data sekunder Riskesdas tahun 2013. Berikut
merupakan uraian pengukuran variabel penelitian.
29
Variabel Penyakit Jantung Koroner (PJK) diukur berdasarkan hasil wawancara
terkait riwayat Diagnosis PJK individu saat menjadi responden Riskesdas tahun
2013.
Variabel aktivitas fisik diperoleh dengan wawancara untuk mengukur skor MET
(metabolic equivalent) dari jenis aktivitas fisik berat dan sedang yang dilakukan
oleh individu. Berdasarkan standar International Physical Activity Questionnaire
(IPAQ) tahun 2005 nilai MET untuk masing-masing kategori aktivitas fisik berat
dan sedang adalah 8 dan 4. Total MET diperoleh dengan mengalikan antara
jumlah menit beraktivitas dalam seminggu, dengan jumlah hari beraktivitas, dan
nilai MET untuk masing-masing kategori aktivitas. Dalam penelitian ini
perhitungan skor berdasarkan jenis aktivitas fisik berat dan sedang diukur
berdasarkan tabel berikut:
Jenis Aktvitas Fisik
Jumlah Hari Beraktivitas dalam
8
Sedang 4 Ringan Tidak termasuk jenis aktivitas fisik berat maupun sedang
Skor total aktivitas fisik diperoleh dari akumulasi skor akhir MET jenis akitivitas
fisik berat dan aktivitas sedang.
30
fisik:
a. Tinggi, apabila individu memenuhi skor total aktivitas fisik MET >3000
dengan total jumlah hari beraktivitas fisik sebanyak >7 hari/minggu
b. Sedang, apabila individu memenuhi skor total aktivitas fisik MET >600
dengan total jumlah hari beraktivitas fisik sebanyak >5 hari/minggu
c. Rendah, apabila aktivitas fisik oleh individu tidak memenuhi kriteria tingkat
aktivitas fisik tinggi dan/atau tingkat aktivitas fisik rendah (IPAQ, 2005)
3. Variabel Jenis Kelamin
dan validasi dengan kartu identitas responden.
4. Variabel Usia
riskesdas tahun 2013. Kemudian data usia dikategorikan menjadi dua kategori
umur berisiko PJK berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu <50 tahun dan > 50
tahun.
tahun 2013. Selanjutnya dikategorikan menjadi kategori merokok (apabila
individu merokok saat menjadi responden Riskesdas tahun 2013), pernah
31
merokok sebelumnya).
Durasi merokok merupakan waktu lama merokok individu dalam satuan tahun
yang diukur berdasarkan selisih usia berhenti merokok atau usia saat menjadi
responden Riskesdas tahun 2013 dan masih merokok dikurangi dengan usia mulai
merokok. Individu yang merokok tetapi tidak dapat mengingat kapan mulai dan
berhenti merokok tidak dihitung durasi merokoknya.
7. Variabel Indeks Masa Tubuh
Variabel indeks masa tubuh diukur berdasarkan hasil pengukuran berat dan tinggi
badan saat pelaksanaan Riskesdas tahun 2013. Pengukuran menggunakan
timbangan berat badan CAMRY dan pengukur tinggi badan (Kemenkes RI,
2013). Perhitungan indeks masa tubuh (IMT) dengan membagi berat badan dalam
kilogram dan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Kg/m2). Hasil dari
pengukuran ini berupa kategori IMT; kurang apabila IMT<18,5, normal apabila
IMT 18,5-25,0, gemuk apabila 25,1-27,0 dan obesitas apabila IMT >27,0
(Kemenkes RI, 2013).
Terdapat tiga variabel penyakit penyerta yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu
Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi), Diabetes Mellitus dan Stroke. Pengukuran
variabel berdasarkan hasil wawancara responden terkait riwayat diagnosis
32
tahun 2013.
2013. Kuesioner Riskesdas tahun 2013 memiliki beberapa variabel yang akan
dianalisis lanjut, yaitu status diagnosa PJK, aktivitas fisik, usia, jenis kelamin, status
merokok, usia saat mulai dan berhenti merokok, pengukuran tinggi dan berat badan,
riwayat hipertensi serta riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan Stroke.
G. Manajemen Data
Sebelum manajemen data dilakukan oleh peneliti, kegiatan pengelolaan data dan
pembuatan dataset dilakukan oleh Litbangkes Kementerian Kesehatan RI terlebih
dahulu. Alur manajemen data pada penelitian ini dipaparkan sebagai berikut:
1. Manajemen data Riskesdas tahun 2013 oleh Litbangkes Kemenkes RI
Kegiatan manajemen data dilakukan melalui dua tahap, yaitu (Kemenkes RI,
2013):
1) Pengumpulan Data
3) Kontrol kualitas data
1) Penerimaan dan penggabungan data Kab/Kota
2) Cleaning data Kab/Kota
9) Penyimpanan data Elektronik
Berikut beberapa kegiatan yang dilakukan setelah menerima dataset Riskesdas
tahun 2013 sebelum melakukan analisis data lebih lanjut:
1) Pemeriksaan data Riskesdas tahun 2013.
2) Pengkodean data (coding) dilakukan pada setiap variabel dalam dataset untuk
keperluan analisis data dengan menyesuaikan kategori atau kode awal yang
dikumpulkan saat pelaksanan Riskesdas tahun 2013. Sedangkan pada hasil
pengukuran yang tidak dapat dianalisis karena responden tidak dapat
memberikan informasi, seperti pada pengukuran antropometri untuk variabel
Obesitas dan umur pertama kali dan/atau terakhir merokok untuk durasi
merokok, maka variabel tersebut diberikan kode/kategori “tidak berlaku”.
3) Pengkodean data khususnya dilakukan pada variabel aktivitas fisik yang
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
i. menentukan kategori aktivitas fisik berat, sedang dan ringan
ii. perhitungan MET pada jenis aktivitas berat dan sedang
iii. perhitungan total hari dalam seminggu melakukan aktivitas fisik
iv. menentukan kategori aktivitas fisik rendah, sedang atau tinggi pada
individu berdasarkan standar IPAQ (2005)
34
dan pengolah angka.
H. Analisis Data
Pada umumnya analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan
tabulasi silang (crosstab) variabel karakteristik individu dan aktivitas fisik terhadap
kejadian PJK. Berikut merupakan uraian analisis data dalam penelitian ini:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel penelitian untuk melihat
frekuensi (jumlah dan proporsi) dari setiap variabel penelitian terhadap variabel
PJK. Hasil dari analisis disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dalam tabel silang
(2x2) dengan total pada masing-masing kolom. Hal ini bertujuan untuk melihat
perbedaan proporsi variabel aktivitas fisik dan karakteristik individu pada
kelompok PJK dan Non-PJK.
a. Uji Mann-Whitney
independen dan terdapat variabel dengan data numerik yang tidak
berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas data numerik, variabel
umur dan durasi merokok tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu, uji
Mann-Whitney bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel numerik
seperti pada variabel umur dan durasi merokok terhadap kejadian PJK dengan
melihat p-value.
melihat hubungan data kategorik pada variabel aktivitas fisik dan variabel
karakteristik individu dengan variabel PJK. Hasil analisis berupa p-value
masing-masing variabel kategorik terhadap kejadian PJK.
3. Odds Ratio (OR) dan 95% Confidence Interval (CI)
Dalam penelitian ini, OR dan 95% CI dihasilkan dengan perhitungan tabel
silang (2x2) untuk melihat risiko antara variabel aktivitas fisik dan karakteristik
individu terhadap kejadian PJK. Berikut merupakan contoh skema analisis untuk
mengetahui OR dan 95% CI antara variabel aktivitas fisik dan PJK:
Analisis Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK
Tingkat Aktivitas Fisik Status PJK OR (95% CI) Non-PJK PJK 1. Rendah A B 1.00 (Referent) 2. Sedang C D OR1
3. Tinggi E F OR2
Kategori pertama (aktivitas fisik rendah) merupakan pembanding (referent) dalam
analisis ini, sehingga hasil analisis berupa OR dan 95% CI dari setiap kategori
kedua (aktivitas fisik sedang) dan kategori ketiga (aktivitas fisik tinggi) dari
variabel aktivitas fisik dan terhadap variabel PJK. Analisis ini juga berlaku pada
variabel karakteristik individu dengan >2 kategori untuk melihat OR dan 95% CI
terhadap PJK.
dilakukan dengan cara mengkelompokan analisis antar variabel ke dalam stratum
kategori dari variabel confounding. Dalam penelitian ini, analisis stratifikasi
bertujuan untuk melihat perbedaan risiko terhadap PJK dari variabel karakteristik
individu pada masing-masing tingkat aktivitas fisik rendah, sedang dan tinggi.
Analisis Stratifikasi pada Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Karakteristik Individu
Variabel Karakteristik Individu
Aktivitas Fisik Rendah
Kategori 1 A B 1.00 (Ref.) Kategori 2 C D OR1 Kategori 3 E F OR2
Aktivitas Fisik Sedang
Kategori 1 G H 1.00 (Ref.) Kategori 2 I J OR3 Kategori 3 K L OR4
Aktivitas Fisik Tinggi
Kategori 1 M N 1.00 (Ref.) Kategori 2 O P OR5 Kategori 3 Q R OR6
Risiko PJK dari analisis stratifikasi dinyatakan dalam odds ratio (OR) dari
hubungan variabel karakteristik individu dengan kejadian PJK pada masing-
masing tingkat aktivitas fisik. Kategori variabel karakteristik individu yang
pertama atau kategori yang dianggap tidak berisiko terhadap PJK digunakan
sebagai pembanding (referent) dalam menghasilkan OR. Berdasarkan hasil
analisis stratifikasi dapat ditarik kesimpulan apakah kelompok individu dengan
tingkat aktivitas fisik sedang dan tinggi memiliki risiko PJK yang disebabkan
faktor risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok individu dengan
tingkat aktivitas fisik rendah.
pada kelompok Non-PJK dan PJK. Terdapat perbedaan signifkan proporsi aktivitas fisik pada
kelompok PJK dan Non-PJK (p=0.000).
Tabel 5.1 Frekuensi PJK menurut Aktivitas Fisik
Tingkat Aktivitas Fisik: Non-PJK PJK
p value n % n %
1. Rendah 459956 64.04 3336 82.03
0.000 2. Sedang 49129 6.84 134 3.29 3. Tinggi 209177 29.12 597 14.68
Total 718262 100.00 4067 100.00
Aktivitas fisik rendah memiliki proporsi terbesar pada kelompok PJK dan Non-PJK.
Meskipun demikian, proporsi aktivitas fisik rendah pada kelompok PJK (82,03%) lebih besar
dibandingkan dengan kelompok Non-PJK (64,04%). Proporsi aktivitas fisik sedang dan
tinggi pada kelompok PJK (3,29% dan 14,68%) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
Non-PJK (6,84% dan 29,12%).
B. Frekuensi Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik Individu
Tabel 5.2 menunjukan perbedaan proporsi variabel karakteristik individu pada kelompok
PJK dan Non-PJK yang signifikan (p=0,000). Proporsi perempuan lebih besar pada
kelompok PJK (56,48%) dibandingkan pada kelompok Non-PJK (51,82%). Proporsi laki-
laki lebih besar pada kelompok Non-PJK (48,18%) dibandingkan pada kelompok PJK
(43,52%).
38
Tabel 5.2 Frekuensi PJK menurut Karakteristik Individu
Variabel Karakteristik Individu Non-PJK PJK p value n % n % Jenis Kelamin 1. Laki-laki 346053 48.18 1770 43.52 0.000 2. Perempuan 372209 51.82 2297 56.48 Total 718262 100.00 4067 100.00
Usia Individu (tahun) x SD x SD 39,8 +16,1 55,2 +13,6 0.000
Total 718262 100.00 4067 100.00 Kategori Usia Individu 1. 15 – 26 tahun 173975 24.22 98 2.43 0.000 2. 27 – 38 tahun 181732 25.30 355 8.75 3. 39 – 50 tahun 179392 24.97 978 24.00 4. >50 tahun 183163 25.51 2636 64.82 Total 718262 100.0 4067 100.0 Status Merokok 1. Tidak Merokok 461460 64.26 2658 65.36 2. Pernah Merokok 31998 4.46 767 18.86 0.000 3. Merokok 224624 31.28 642 15.79 Total 718082 100.00 4067 100.00
Durasi Merokok (tahun) x SD x SD 22,3 +14,4 31.3 +15,2 0.000
Total (perokok) 222417 100.00 1240 100.00 Kategori Durasi Merokok 1. 0 tahun (tidak merokok) 461460 64.26 2658 65.36 2. 1 – 21 tahun merokok 115080 16.03 343 8.43 0.000 3. >22 tahun merokok 107337 14.95 897 22.06 4. Tidak Berlaku 34205 4.76 169 4.16 Total 718082 100.00 4067 100.00 Indeks Masa Tubuh 1. Kurang (IMT <18,5) 90410 12.58 415 10.20
0.000 2. Normal (IMT 18,5-25,0) 440720 61.36 1920 47.21 3. Lebih (IMT 25,1-27,0) 77490 10.79 535 13.15 4. Obesitas (IMT >27,0) 100030 13.92 1060 26.06 5. Tidak Berlaku 9612 1.35 137 3.37 Total 718262 100.00 4067 100.00 Riwayat Hipertensi 1. Tidak Hipertensi 650037 90.50 1933 47.53 0.000 2. Hipertensi 68225 9.50 2134 52.47 Total 718262 100.00 4067 100.00 Riwayat Diabetes Mellitus (DM) 1. Tidak Diabetes Mellitus 706083 98.30 3529 86.77 0.000 2. Diabetes Mellitus 12179 1.70 538 13.23 Total 718262 100.00 4067 100.00 Riwayat Stroke 1. Tidak Stroke 712669 99.22 3773 92.77 0.000 2. Stroke 5593 0.78 294 7.23 Total 718262 100.00 4067 100.00
39
Kelompok PJK memiliki rata-rata umur yang lebih tua (55,2 tahun) dibandingkan
kelompok Non-PJK (39,8 tahun). Sebagian besar penderita PJK berusia >50 tahun (64,84%).
Proporsi usia 15-26 tahun, 27-38 tahun dan 39-50 tahun cenderung lebih besar pada
kelompok Non-PJK, hanya proporsi usia >50 tahun yang lebih besar pada kelompok PJK.
Proporsi individu yang pernah merokok lebih tinggi pada kelompok PJK (18,86%)
dibandingkan Non-PJK (4,46%). Rata-rata durasi merokok kelompok PJK (31,3 tahun) lebih
lama dibandingkan kelompok Non-PJK (22,3 tahun). Proporsi individu yang merokok >22
tahun pada kelompok PJK (23%) lebih besar dibandingkan kelompok Non-PJK (15,7%).
Berdasarkan indeks masa tubuh (IMT), proporsi IMT kurus dan normal paling besar pada
kelompok Non-PJK (12,58% dan 61,36%) dibandingkan kelompok PJK (10,20% dan
47,21%). Sebaliknya, proporsi IMT lebih dan obesitas lebih besar pada kelompok PJK
(13,15% dan 26,06%) dibandingkan dengan pada kelompok Non-PJK (10,79% dan 13,92%).
Proporsi individu dengan Hipertensi pada kelompok PJK (52,47%) lebih besar
dibandingkan pada kelompok Non-PJK (9,50%). Begitu juga dengan proporsi penderita
Diabetes Mellitus dan Stroke pada kelompok PJK (13,23% dan 7,23%) yang lebih besar
dibandingkan pada kelompok Non-PJK (1,70% dan 0,78%).
40
C. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner
Hasil analisis pada tabel 5.3 menunjukan individu yang beraktivitas fisik dengan
intensitas sedang maupun tinggi memiliki risiko terhadap PJK yang lebih rendah
dibandingkan individu hanya beraktivitas fisik dengan intensitas rendah.
Tabel 5.3 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK
Tingkat Aktivitas Fisik Kejadian PJK
OR 95% CI 1. Rendah 1.00 (Referent) 2. Sedang 0.38 (0.32-0.45) 3. Tinggi 0.40 (0.36-0.43)
Individu dengan tingkat aktivitas fisik sedang memiliki risiko 62% lebih rendah untuk
terkena PJK, sedangkan individu dengan tingkat aktivitas fisik tinggi memiliki risiko 60%
lebih rendah untuk terkena PJK. Efek proteksi terhadap PJK lebih besar pada tingkat
aktivitas fisik sedang dibandingkan tingkat aktivitas fisik tinggi.
D. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu
Tidak ada perbedaan risiko PJK yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada
tingkat aktivitas fisik rendah dan sedang. Meskipun demikian, perempuan lebih berisiko
mengalami PJK 1,60 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada tingkat aktivitas fisik
tinggi. Hal ini menunjukan bahwa perempuan lebih berisiko terkena PJK dibandingkan
laki-laki. Secara keseluruhan, individu yang berusia >26 tahun lebih berisiko terhadap PJK
dibandingkan individu berusia <26 tahun, sehingga semakin tua usia individu maka
semakin besar risiko terhadap PJK. Namun, risiko PJK lebih rendah pada individu berusia
39-50 tahun dan >50 tahun yang beraktivitas fisik sedang dan tinggi dibandingkan dengan
individu yang hanya beraktivitas fisik rendah.
41
Tabel 5.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian PJK menurut Karakteristik individu
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Jenis Kelamin Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Laki-laki 174955 1360 1.00 (Referent) 176315 38.12 Perempuan 285001 1976 0.91 (0.80-0.96) 286977 61.88
Sedang Laki-laki 34529 89 1.00 (Referent) 34618 70.29 Perempuan 14600 33 0.89 (0.57-1.29) 14633 29.71
Tinggi Laki-laki 136569 321 1.00 (Referent) 136890 65.31 Perempuan 72608 276 1.60 (1.42-1.91) 72884 34.69
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Usia Individu Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah
15 – 26 tahun 129800 76 1.00 (Referent) 129876 28.03 27 – 38 tahun 108402 252 3.97 (3.07-5.13) 108654 23.45 39 – 50 tahun 101235 729 12.30 (9.71-15.58) 101964 22.01 >50 tahun 120519 2279 32.30 (25.69-40.59) 122798 26.51
Sedang
15 – 26 tahun 10547 4 1.00 (Referent) 10551 21.68 27 – 38 tahun 13391 22 4.33 (1.49-12.57) 13413 27.56 39 – 50 tahun 13652 49 9.46 (3.41-26.23) 13701 28.15 >50 tahun 10939 59 14.22 (5.16-39.16) 10998 22.60
Tinggi
15 – 26 tahun 33628 18 1.00 (Referent) 33646 16.04 27 – 38 tahun 59339 81 2.55 (1.53-4.25) 59420 28.33 39 – 50 tahun 64505 200 5.79 (3.58-9.38) 64705 30.85 >50 tahun 51705 298 10.77 (6.69-17.33) 52003 24.79
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Status Merokok Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Merokok 341128 2273 1.00 (Referent) 343401 74.0 Pernah Merokok 19848 650 4.89 (4.50-5.37) 20498 4.40 Merokok 98980 413 0.61 (0.53-0.69) 99393 21.60
Sedang Tidak Merokok 22369 60 1.00 (Referent) 22429 45.59 Pernah Merokok 2301 25 4.10 (2.54-6.47) 2326 4.71 Merokok 24459 49 0.71 (0.51-1.09) 24508 49.70
Tinggi Tidak Merokok 98143 325 1.00 (Referent) 98468 46.91 Pernah Merokok 9849 92 2.81 (2.24-3.56) 9941 4.69 Merokok 101185 180 0.52 (0.43-0.71) 101365 48.30
Hubungan Aktivitas Fisik dengan PJK menurut Durasi Merokok Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah 0 tahun / tidak merokok 341128 2273 1.00 (Referent) 343401 76.80 1-21 tahun merokok 54778 247 0.72 (0.56-0.79) 55025 12.29 >22 tahun merokok 48009 684 2.12 (2.01-2.34) 48693 10.91
Sedang 0 tahun / tidak merokok 22369 60 1.00 (Referent) 22429 49.07 1-21 tahun merokok 12384 19 0.60 (0.40-0.90) 12403 27.10 >22 tahun merokok 10760 44 1.53 (1.11-2.23) 10804 23.73
Tinggi 0 tahun / tidak merokok 98143 325 1.00 (Referent) 98468 50.40 1-21 tahun merokok 47918 77 0.51 (0.40-0.59) 47995 24.57 >22 tahun merokok 48568 169 1.12 (0.82-1.31) 48737 25.03
42
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Indeks Masa Tubuh Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah
Kurang (IMT <18,5) 62028 335 0.95 (0.84-1.07) 62363 13.70 Normal (IMT 18,5-25,0) 266610 1519 1.00 (Referent) 268129 58.90 Lebih (IMT 25,1-27,0) 51269 457 1.56 (1.41-1.74) 51726 11.36 Obesitas (IMT >27,0) 72151 894 2.17 (2.00-2.36) 73045 16.04
Sedang
Kurang (IMT <18,5) 5488 13 1.06 (0.59-1.92) 5501 11.26 Normal (IMT 18,5-25,0) 33254 74 1.00 (Referent) 33328 68.24 Lebih (IMT 25,1-27,0) 4842 12 1.11 (0.60-2.05) 4854 9.94 Obesitas (IMT >27,0) 5120 35 3.07 (2.05-4.60) 5155 10.56
Tinggi
Kurang (IMT <18,5) 22894 67 1.26 (0.97-1.64) 22961 11.01 Normal (IMT 18,5-25,0) 140856 327 1.00 (Referent) 141183 67.72 Lebih (IMT 25,1-27,0) 21379 66 1.33 (1.02-1.73) 21445 10.29 Obesitas (IMT >27,0) 22759 131 2.48 (2.02-3.04) 22890 10.98
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Riwayat Hipertensi Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Hipertensi 410796 1530 1.00 (Referent) 412326 89.0 Hipertensi 49160 1860 10.16 (9.49-10.88) 51020 11.0
Sedang Tidak Hipertensi 45904 76 1.00 (Referent) 45980 93.34 Hipertensi 3225 58 10.86 (7.70-15.32) 3283 6.66
Tinggi Tidak Hipertensi 193337 327 1.00 (Referent) 193664 92.32 Hipertensi 15840 270 10.08 (8.57-11.85) 16110 7.68
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Riwayat Diabetes Mellitus (DM) Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Diabetes Mellitus 450253 2846 1.00 (Referent) 453099 97.80 Diabetes Mellitus 9703 490 7.99 (7.24-8.81) 10193 2.20
Sedang Tidak Diabetes Mellitus 48675 123 1.00 (Referent) 48798 99.06 Diabetes Mellitus 454 11 9.59 (5.14-17.89) 465 0.94
Tinggi Tidak Diabetes Mellitus 207155 560 1.00 (Referent) 207715 99.02 Diabetes Mellitus 2022 37 6.77 (4.84-9.47) 2059 0.98
Hubungan aktivitas fisik dengan PJK menurut Riwayat Penyakit Stroke Aktivitas Fisik Non-PJK PJK OR (95% CI) Total %
Rendah Tidak Stroke 454978 3070 1.00 (Referent) 458048 98.89 Stroke 4978 266 7.89 (7.10-8.89) 5244 1.01
Sedang Tidak Stroke 49014 131 1.00 (Referent) 49145 99.80 Stroke 115 3 9.81 (3.10-31.11) 118 0.20
Tinggi Tidak Stroke 208677 572 1.00 (Referent) 209249 99.65 Stroke 500 25 18.21 (12.12-27.51) 525 0.35
Menurut status merokok, tingkat aktivitas fisik rendah, individu yang pernah
merokok berisiko 4,89 kali terkena PJK. Sedangkan pada kelompok dengan tingkat
aktivitas fisik sedang dan tinggi, individu yang pernah merokok berisiko 4,10 kali dan
2,81 kali untuk terkena PJK. Hal ini menunjukan semakin tinggi tingkat aktivitas fisik,
semakin rendah risiko terhadap PJK pada individu yang pernah merokok.
43
Sedangkan menurut durasi merokok, risiko PJK baru terlihat pada individu yang
merokok selama >22 tahun. Pada kelompok dengan aktivitas fisik rendah, merokok
selama >22 tahun berisiko 2,12 kali terkena PJK. Sedangkan pada kelompok dengan
aktivitas fisik sedang dan tinggi, merokok selama >22 tahun, risiko PJK terlihat lebih
rendah atau hanya sebesar 1,53 kali dan 1,12 kali berisiko untuk terkena PJK. Hal ini
menunjukan semakin tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin rendah risiko PJK
pada individu dengan durasi merokok >22 tahun.
Menurut indeks masa tubuh (IMT), risiko PJK lebih terlihat pada individu yang
mengalami obesitas pada tingkat aktivitas fisik rendah sebesar 2,17 kali, aktivitas fisik
sedang sebesar 3,07 kali dan aktivitas fisik tinggi sebesar 2,48 kali. Sedangkan pada
individu dengan IMT kurang lebih berisiko pada tingkat aktivitas fisik sedang sebesar
1.06 kali dan aktivitas fisik tinggi sebesar 1.26 kali dibandingkan tingkat aktivitas fisik
rendah. Meskipun demikian, IMT kurang tidak menunjukan risiko PJK yang signifikan
pada tingkat aktivitas fisik rendah, sedang dan tinggi. Individu dengan IMT lebih secara
signifikan lebih berisiko PJK pada tingkat aktivitas fisik rendah sebesar 1,56 kali, tetapi
lebih berisiko secara signifikan pada tingkat aktivitas fisik sedang dan tinggi.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa individu dengan IMT kurang
berisiko PJK lebih tinggi pada tingkat aktivitas fisik sedang dan tinggi, individu dengan
IMT lebih berisiko PJK lebih tinggi pada tingkat aktivitas fisik rendah, sedangkan
Individu dengan obesitas lebih berisiko PJK pada setiap tingkat aktivitas fisik.
Penyakit penyerta jantung koroner seperti hipertensi, DM dan stroke secara
konsisten meningkatkan risiko PJK pada kelompok dengan tingkat aktivitas fisik
rendah, sedang dan tinggi. Individu yang mengalami hipertensi dan beraktivitas fisik
44
rendah, sedang dan tinggi berisiko sebesar 10,16 kali, 10,86 kali dan 10,08 kali terkena
PJK dibandingkan individu yang tidak mengalami hipertensi. Individu dengan penyakit
DM berisiko terkena PJK sebesar 7,99 kali pada dengan aktivitas fisik rendah.
Sedangkan dengan aktivitas fisik sedang dan tinggi penyakit DM berisiko 9,59 kali dan
6,77 kali menyebabkan PJK. Individu yang menderita stroke dengan aktivitas fisik
rendah, sedang dan tinggi berisiko 7,89 kali, 9,81 kali dan 18,21 kali terkena PJK. Hasil
analisis ini menunjukan bahwa individu yang memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan
DM tetapi beraktivitas fisik tinggi cenderung memiliki risiko PJK yang lebih rendah,
tetapi hal ini tidak terjadi pada penderita Stroke.
45
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dimana pengukuran
variabel aktivitas fisik dan PJK dilakukan dalam satu waktu. Hal ini
menyebabkan tidak dapat diketahui secara pasti apakah perilaku aktivitas
fisik yang diukur mendahului kejadian PJK, sehingga penelitian ini tidak
dapat menjelaskan hubungan kausalitas menurut urutan waktu terjadinya
PJK. Namun hasil penelitian ini dapat menunjukan efek proteksi aktivitas
fisik terhadap kejadian PJK, dimana individu yang rutin beraktivitas fisik
cenderung memiliki risiko yang lebih rendah terhadap PJK dibandingkan
individu yang kurang beraktivitas fisik.
Pengukuran variabel aktivitas fisik dilakukan dengan metode
wawancara saat pengumpulan data Riskesdas tahun 2013, oleh karena itu
bias informasi mungkin terjadi dalam penelitian ini. Hal ini merupakan
kelemahan akurasi pengukuran aktivitas fisik dengan kuesioner pada
umumnya (Li & Siegrist, 2012; Sofi et al., 2007). Meskipun demikian,
pengukuran aktivitas fisik dalam penelitian dibantu dengan kartu peraga
untuk membedakan jenis aktivitas fisik (Kemenkes RI, 2013). Dengan
demikian, bias dalam penentuan jenis aktivitas fisik dapat diminimalisir dan
bias informasi mungkin hanya disebabkan karena responden harus
mengingat frekuensi dan durasi beraktivitas fisik.
46
Selain aktivitas fisik, analisis juga dilakukan pada variabel karakteristik
individu yang merupakan faktor risiko PJK menurut penelitian sebelumnya
oleh Reddigan, dkk (2007), Sofi, dkk (2007), Mora, dkk (2007), Ignarro, dkk
(2011) serta Li dan Siegrist (2012). Penelitian ini tidak menganalisis variabel
pola konsumsi individu dari Riskesdas tahun 2013, karena berkaitan dengan
validitas data yang berpotensi bias pada hasil penelitian, sehingga hanya
variabel yang berpengaruh terhadap kejadian PJK secara langsung seperti
usia lanjut, status merokok, durasi merokok, indeks masa tubuh, status
penyakit penyerta (Reddigan et al., 2011; Mora et al., 2007). Namun
pengukuran variabel penyakit seperti PJK, hipertensi, DM dan stroke. Hal ini
dapat disebabkan karena pengukuran penyakit berdasarkan hasil wawancara
riwayat penyakit tanpa validasi pencatatan diagnosis penyakit tersebut.
Sedangkan pada variabel status merokok, kategori merokok menunjukan
individu yang masih merokok pada saat diwawancara tanpa dibedakan
berdasarkan durasi merokok. Sehingga tidak dapat dibedakan individu yang
baru mulai merokok dan individu yang sudah merokok dalam jangka waktu
yang lama dalam kategori status merokok. Meskipun demikian, penelitian ini
juga meneliti durasi merokok individu untuk mengetahui lama waktu
merokok yang berisiko terhadap PJK.
Analisis pada variabel indeks masa tubuh dan durasi merokok tidak
dilakukan pada setiap sampel penelitian. Hal ini dikarenakan pada saat
pengumpulan data, terdapat individu yang tidak dilakukan pengukuran
antropometri dan individu yang merokok tetapi tidak dapat menyebutkan
47
yang tidak memiliki pengukuran variabel yang lengkap, analisis indeks masa
tubuh dilakukan pada 712580 individu dan analisis durasi merokok berasal
dari 223657 individu yang merokok.
B. Frekuensi Penyakit Jantung Koroner berdasarkan Aktivitas Fisik
Sebagian besar individu hanya beraktivitas fisik rendah, baik pada
kelompok PJK maupun Non-PJK. Aktivitas fisik rendah diukur berdasarkan
skor Metabolic Equivalent (MET) yang kurang dari 600 atau tidak
memenuhi standar skor kecukupan minimal aktivitas fisik sedang dan/atau
aktivitas fisik tinggi menurut standar International Physical Activity
Questionnaire (IPAQ) tahun 2005. Hasil analisis ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Mora, dkk (2007) yang menunjukan proporsi aktivitas fisik
rendah merupakan proporsi yang paling besar atau sekitar 50% dari sampel
penelitian hanya beraktivitas fisik rendah. Hal ini disebabkan karena
aktivitas fisik sedang dan tinggi merupakan tingkat aktivitas fisik yang hanya
dapat dicapai oleh individu yang rutin beraktivitas fisik selama seminggu
(Mora et al., 2007). Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar
individu tidak beraktivitas fisik secara rutin dan memiliki skor MET dibawah
kecukupan (<600 MET).
yang signifikan. Proporsi aktivitas fisik rendah paling besar terdapat pada
kelompok PJK (82,03%). Sedangkan kelompok Non-PJK memiliki proporsi
aktivitas fisik sedang dan tinggi (6,84% dan 29,12%) yang lebih besar
48
dibandingkan kelompok PJK (3,3% dan 14,7%). Aktivitas fisik sedang dan
tinggi merupakan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan
sudah memenuhi atau melebihi skor minimal 600 MET (Sofi et al., 2007).
Aktivitas fisik sedang dan tinggi cenderung memberikan efek proteksi
terhadap PJK dibandingkan pada individu yang tidak beraktivitas fisik atau
beraktivtas fisik dibawah kecukupan (<600 MET) (Li & Siegrist, 2012; Sofi
et al., 2007; Mora et al., 2007) Oleh karena itu, proporsi individu
beraktivitas fisik sedang dan tinggi cenderung terlihat pada kelompok Non-
PJK, sedangkan proporsi individu dengan aktivitas fisik rendah lebih besar
besar pada kelompok PJK.
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian sebelumnya, perempuan lebih berisiko terkena
PJK yang disebabkan gaya hidup yang tidak sehat seperti perilaku
merokok dan obesitas, selain itu beraktivitas fisik lebih menunjukan
manfaat pencegahan terhadap PJK pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Li & Siegrist, 2012). Hal inilah yang menyebabkan, PJK
cenderung lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-
laki (Huxley & Woodward, 2011; Lloyd-Jones et al., 2006).
49
yang lebih tua (55 tahun) dibandingkan dengan kelompok Non-PJK (39,8
tahun). Penderita PJK cenderung berusia >50 tahun, namun proporsi
penderita PJK juga terdapat pada kelompok usia 15-26 tahun dan terus
meningkat hingga usia >50 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukan pertambahan usia dan berusia lanjut
merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berpengaruh dalam
terjadinya PJK, sehingga sebagian besar penderita PJK merupakan
individu yang berusia lanjut atau berusia >50 tahun (Lloyd-Jones et al.,
2006). Secara substansial, jantung koroner merupakan penyakit kronis
sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menimbulkan gejala
yang diakibatkan kerusakan pada pembuluh darah. Namun, patofisiologi
PJK dapat mulai saat individu masih muda dan muncul saat individu
berusia lanjut (Naga, 2012).
Sedangkan hasil analisis juga menunjukan penderita PJK yang
terdapat pada kelompok usia <50 tahun. Hal ini dapat disebabkan akibat
kerusakan pada pembuluh darah atau arterosklerosis terjadi pada usia
muda . Individu yang mengalami PJK pada usia muda (15-26 tahun)
cenderung mengalami kadar kolesterol darah yang abnormal, resistensi
insulin dan obesitas. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan
(kongenital) juga dapat menyebabkan terjadinya PJK pada individu yang
berusia muda (Erged et al., 2005).
50
Status merokok pada penelitian ini berdasarkan perilaku merokok
individu saat wawancara yang dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu
merokok, pernah merokok dan tidak merokok. Proporsi kategori
merokok yang lebih besar pada kelompok Non-PJK dibandingkan pada
kelompok PJK. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar individu
yang termasuk dalam kategori merokok, baru merokok selama satu tahun
dan masih berusia <50 tahun sehingga belum berisiko terhadap PJK.
Menurut penelitian sebelumnya individu yang berusia <50 tahun
memiliki risiko PJK yang lebih kecil sehingga tidak memiliki riwayat
PJK (Glynn & Rosner, 2005).
lebih besar pada kelompok PJK dibandingkan pada kelompok Non-PJK.
Hal ini menunjukan bahwa individu yang sudah berhenti merokok lebih
banyak ditemukan pada kelompok penderita PJK dibandingkan pada
kelompok penderita Non-PJK.
kelompok PJK dan Non-PJK, penderita PJK merokok lebih lama
dibandingkan kelompok Non-PJK. Hal ini dikarenakan patofisiologi PJK
yang merupakan penyakit kronis memerlukan waktu dan paparan faktor
risiko dari merokok yang lama untuk menimbulkan gejala. Oleh karena
itu, PJK pada umumnya terjadi pada individu yang sudah merokok dalam
51
waktu yang cukup lama serta sudah berusia lanjut (Glynn & Rosner,
2005; Naga, 2012).
dibandingkan dengan kelompok Non-PJK. Proporsi IMT lebih dan
obesitas pada kelompok PJK hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan
pada kelompok Non-PJK. Obesitas merupakan faktor risiko yang
meningkatkan risiko PJK secara signifikan (Li et al., 2006; Lloyd-Jones
et al., 2006). Hal ini disebabkan karena obesitas pada individu memicu
mekanisme peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol serta
resistensi insulin yang meningkatkan risiko terhadap PJK (WHO, 2011;
Villareal et al., 2006).
Sedangkan menurut variabel penyakit penyerta jantung koroner,
individu yang mengalami Hipertensi, Diabetes Mellitus (DM) dan Stroke
lebih banyak ditemukan pada kelompok PJK dibandingkan pada
kelompok Non-PJK. Kondisi tekanan darah tinggi atau hipertensi
menyebabkan aliran darah lebih cepat sehingga dapat merusak dinding
pembuluh darah dan menghasilkan penumpukan klot pembuluh darah.
Pada akhirnya kondisi ini dapat menimbulkan penyumbatan aliran darah
ke jantung sehingga menyebabkan gejala iskemik pada PJK. (Naga,
2012; WHO, 2011).
peningkatan gula darah (hiperglikemia) yang dapat meningkatkan risiko
PJK secara signifikan. Kondisi hiperglikemia meningkatkan risiko PJK
melalui beberapa mekanisme, diantaranya peningkatan tekanan oksidatif,
aktivasi protein kinase yang menyebabkan inflamasi dan thrombosis
dalam pembuluh darah. Kondisi inflamasi dalam pembuluh darah dapat
menyebabkan penumpukan klot darah yang akhirnya menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah jantung dan infark miokard (Glynn &
Rosner, 2005; Huxley et al., 2006; Davidson & Parkin, 2009; Naga,
2012).
aterosklerosis dan tingginya kolesterol dalam darah yang juga dapat
menyebabkan terjadinya PJK. Tingginya kolesterol dalam darah berisiko
menyumbat aliran darah dan mengakibatkan arterosklerosis, sehingga
dapat menyebabkan kejadian PJK (Mattace-Raso et al., 2006; WHO,
2011).
Hasil analisis menunjukan efek proteksi (OR<1) tingkat aktivitas fisik
sedang (OR 0.376, 95% CI 0.316-0.447) dan tinggi (OR 0.394, 95% CI
0.361-0.429) terhadap kejadian PJK. Aktivitas fisik secara substansial dapat
menurunkan risiko PJK karena dengan beraktivitas fisik secara rutin dapat
membantu dalam mengendalikan risiko PJK yang disebabkan hipertensi,
tingginya kadar gula darah dan kolesterol serta Obesitas (Sofi et al., 2007).
53
Individu yang beraktivitas fisik sedang memiliki risiko 62% lebih rendah
terkena PJK sedangkan pada individu yang beraktivitas fisik tinggi memiliki
risiko 60% lebih rendah terkena PJK. Maka hasil analisis ini menunjukan
risiko PJK lebih rendah pada tingkat aktivitas fisik sedang dibandingkan
tingkat aktivitas fisik tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukan penurunan risiko PJK paling rendah pada individu dengan
aktivitas fisik sedang serta ditemukan peningkatan angka kejadian PJK yang
lebih banyak pada kelompok individu yang beraktivitas fisik rendah dan
tinggi (Reddigan et al., 2011; Carnethon, 2009).
Secara substansial aktivitas fisik sedang menunjukan penurunan risiko
yang lebih kuat. Hal ini disebabkan aktivitas fisik yang dilakukan terlalu
sering dapat menyebabkan inflamasi dalam pembuluh darah sehingga dapat
meningkatkan risiko thrombosis dan iskemik akut yang merupakan pemicu
patofisiologis dari PJK. Selain itu, studi klinis menunjukan aktivitas fisik
yang berlebihan memicu tubuh menghasilkan radikal bebas lebih banyak
dibandingkan aktivitas fisik sedang, sehingga aktivitas fisik sedang lebih
baik dalam meningkatkan fungsi pembuluh darah dalam pencegahan PJK
Selain itu, aktivitas fisik sedang cenderung memberikan manfaat pada
individu meskipun individu tersebut memiliki faktor risiko terhadap PJK
(Sofi et al., 2007; Ignarro et al., 2007).
Aktivitas fisik sedang didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan
energi dalam menggerakan tubuh dengan otot rangka. Aktivitas fisik dengan
intensitas sedang dapat dicapai dengan skor MET kecukupan aktivitas fisik
54
minimum (600 MET) dengan jumlah aktif beraktivitas fisik selama lima >5
hari/minggu (WHO, 2011). Kecukupan aktivitas fisik sedang yang dapat
memberikan manfaat dalam pencegahan PJK dapat dicapai dengan
melakukan berbagai kegiatan diantaranya; berjalan, jogging, menggunakan
tangga, bersepeda, berenang, berkebun ataupun mengerjakan pekerjaan
rumah (Ignarro et al., 2007; CDC, 2015; WHO, 2011). Menurut
intensitasnya, kegiatan tersebut memiliki skor 3-6 MET atau setara dengan
3,5-7 kcal/min. Maka diperlukan waktu sekitar 150 menit/minggu atau setara
dengan jumlah hari 5-7 hari/minggu dengan lama waktu 20-30 menit/hari
untuk mencapai tingkat aktivitas fisik sedang (WHO, 2011; CDC, 2015).
E. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner menurut Karakteristik individu
1. Jenis Kelamin
aktivitas fisik rendah dan sedang, tidak memiliki perbedaan risiko yang
besar terhadap PJK. Namun, perempuan masih lebih berisiko PJK pada
tingkat aktivitas fisik tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan jenis pola
aktivitas pada laki-laki dan perempuan. selain itu laki-laki yang
beraktivitas fisik sedang memiliki risiko PJK yang lebih rendah
dibandingkan perempuan (Li & Siegrist, 2012). Risiko PJK akibat gaya
hidup yang tidak sehat khususnya kurang beraktivitas fisik pada
perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki (Huxley &
Woodward, 2011; Lloyd-Jones et al., 2006). Selain itu, perempuan pada
55
usia lanjut yang mengalami menopause juga akan lebih berisiko terhadap
PJK. Hal ini disebabkan berkurangnya kadar hormon estrogen pada
perempuan yang mengalami menopause akan mengalami perkembangan
arterosklerosis yang lebih cepat dibandingkan pada laki-laki dan
perempuan sebelum menopause (Saltiki & Alevizaki, 2007). Maka dapat
disimpulkan bahwa perempuan lebih berisiko PJK karena perempuan
memiliki faktor risiko terhadap PJK yang lebih banyak dibandingkan
pada laki-laki, selain itu perempuan dan laki-laki memiliki pola aktivitas
fisik yang berbeda (Li & Siegrist, 2012). Aktivitas fisik sedang dapat
memberikan efek proteksi yang lebih baik pada perempuan.
2. Usia
terhadap PJK, individu yang rutin beraktivitas fisik cenderung memiliki
risiko yang lebih rendah terhadap PJK pada setiap tingkatan usia. Hal ini
disebabkan manfaat dari beraktivitas fisik rutin yang dapat menjaga
kesehatan pembuluh darah seiring dengan pertambahan usia, sehingga
pada usia yang semakin tua individu yang beraktivitas fisik cenderung
memiliki faktor risiko PJK yang lebih sedikit dibandingkan individu
yang tidak rutin beraktivitas fisik (Ignarro et al., 2007; Lloyd-Jones et al.,
2006).
Risiko PJK yang lebih rendah pada tingkat aktivitas fisik yang
semakin tinggi terlihat pada kelompok yang berusia >50 tahun. Hal ini
sesuai dengan penelitian kohort sebelumnya oleh Mora, dkk (2007) pada
56
fisik merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berpengaruh PJK
pada individu berusia >50 tahun. (Lloyd-Jones et al., 2006). Berdasarkan
hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas fisik
sedang maupun tinggi dapat menurunkan risiko PJK pada setiap
kelompok usia.
Perilaku merokok merupakan salah faktor risiko terhadap
kejadian PJK yang meningkatkan risiko PJK terhadap individu sebesar
10% hingga 25% (Huxley & Woodward, 2011; WHO, 2011). Hasil
analisis menunjukan semakin tinggi tingkat aktivitas fisik semakin
rendah risiko PJK pada individu yang pernah merokok. Namun, risiko
PJK tidak terlihat pada individu dengan status merokok, hal ini dapat
disebabkan kurangnya spesifitas waktu dan dosis pada kategori merokok.
Individu yang termasuk dalam kategori merokok dalam penelitian ini
termasuk individu yang baru pertama kali merokok dan masih muda atau
berusia <50 tahun, sehingga belum memiliki risiko terhadap PJK.
Sedangkan penyakit PJK akan menimbulkan gejala pada waktu yang
lama dan risiko PJK akan lebih terlihat pada individu yang sudah lama
merokok dan berusia lanjut (WHO, 2012; Lloyd-Jones et al., 2006).
Risiko PJK hanya terlihat pada durasi merokok >22 tahun.
Individu yang sudah merokok selama >22 tahun dengan tingkat aktivitas
57
fisik rendah berisiko 2,3 kali terkena PJK. Namun risiko PJK dari durasi
merokok >22 tahun lebih kecil pada individu dengan tingkat aktivitas
fisik sedang dan tinggi. Beraktivitas fisik dapat menurunkan risiko PJK
dengan meningkatkan metabolisme tubuh dan suplai oksigen serta
menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah sehingga dapat
mengurangi dampak dari merokok (Ignarro et al., 2007). Mekanisme ini
juga terjadi pada individu yang merokok selama >22 tahun, sehingga
risiko PJK dari merokok lebih kecil pada individu dengan tingkat
aktivitas fisik sedang dan tinggi.
4. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Pada individu dengan IMT kurang risiko PJK lebih terlihat
tingkat aktivitas sedang dan tinggi, sedangkan pada individu dengan IMT
lebih, risiko PJK lebih terlihat pada tingkat aktivitas fisik rendah.
Tingginya risiko pada individu yang rutin beraktivitas fisik dengan IMT
kurang dapat disebabkan faktor usia dan kecukupan gizi individu
tersebut. Berdasarkan penelitian oleh Suastika, dkk (2011) risiko PJK
pada usia lanjut dan mengalami berat badan rendah secara signifikan
meningkatkan risiko terhadap PJK (Suastika, et al., 2011). Namun, pada
individu yang memiliki IMT lebih tingkat aktivitas fisik rendah akan
memicu obesitas yang dapat berdampak peningkatan kadar lemak, gula
darah dan tekanan darah sehingga memicu PJK (Reddigan et al., 2011;
Ignarro et al., 2007).
(2006) dan Lloyd-Jones, dkk (2006) yang menunjukan obesitas
meningkatkan risiko PJK dua kali lipat. Obesitas berdampak pada
peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar kolesterol dan
menyebabkan resistensi insulin yang merupakan faktor risiko independen
dari PJK (WHO, 2011).
Hasil analisis dalam penelitian ini tidak menunjukan perbedaan
risiko PJK dari obesitas yang konsisten pada setiap tingkat aktivitas fisik.
Menurut penelitian sebelumnya, aktivitas fisik dapat menurunkan kadar
lemak berlebih dalam tubuh yang merupakan penyebab dari Obesitas dan
PJK. Namun, obesitas tetap memberikan risiko terhadap PJK (Reddigan
et al., 2011; Li et al., 2006). Dalam terjadinya PJK, distribusi lemak
tubuh dan riwayat obesitas pada saat anak-anak juga berpengaruh
sebagai faktor risiko terhadap PJK (Poirer et al., 2006; Baker et al.,
2007). Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas fisik rendah
hingga sedang atau beraktivitas fisik dengan skor <600 MET lebih baik
dilakukan pada individu dengan IMT kurang, namun tingkat aktivitas
fisik sedang hingga tinggi atau setara >600 MET diperlukan untuk
m