Hsc Enmet 2007 Fisiologi Normal Punya

183
REPUBLIK HSC 2007 HSC ANGKATAN 200 | RIAN-IMOET UTHA MEDICAL FACULTY OF JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITY FISIOLOGI NORMAL HSC 2007

description

HSC Enmet

Transcript of Hsc Enmet 2007 Fisiologi Normal Punya

REPUBLIK HSC 2007

HSC ANGKATAN 200 | RIAN-IMOET UTHA

MEDICAL

FACULTY OF

JENDERAL

SOEDIRMAN

UNIVERSITY

FISIOLOGI NORMAL HSC 2007

KONSEP DASAR DAN PRINSIP DASAR ENDOKRINOLOGI

By : Eko, Oki, Tia n Kahar

Definisi dari endokrin

Endokrin adalah aksi penyekresian hormon secara internal ( dalam tubuh ).

Hormon, diartikan sebagai zat perantara kimiawa dalam darah yang memberikan aksi dinamik

yaitu mempengaruhi respon seluler dan meregulasi proses fisiologis melalui mekanisme

umpan balik.

Hubungan sistem endokrin dengan sistem tubuh lainnya

Komunikasi antar sel terutama diperantarai oleh sistem endokrin, saraf dan imun. Tidak hanya

sistem endokrin, namun impuls syarafpun dapat lepaskan mediator kimiawi seperti testosteron

dan insulin. Jadi, perlu ada satu kesatuan sistem neuroendokrin untuk mengintegrasi dan

mengatur aktivitas metabolik organisme.

Dimana, hasil kerjasama kedua sistem tersebut akan saling mempengaruhi aktivitas sistem

tubuh lainnya ( sistem pencernaan, pernafasan, COR, dll, serta sistem syaraf dan endokrin

sendiri ) dengan cara mengubah aktivitas protein sel ( mekanisme umpan balik ) .

Klasifikasi hormon

1. Berdasarkan sifat dasarnya

Sifat kelarutan berkaitan dengan fungsi masing-masing kelas hormone. Yang bersifat

Hidrofilik & Lipofobik : peptida dan katekolamin . sedang yang bersifat Hidrofobik &

Lipofilik : tiroid dan steroid

2. Berdasarkan reseptor

Letak reseptor di sel sasaran dan mekanisme pengikatan ke reseptor mengindikasikan

respon yang berdeda – beda bergantung kelarutannya.Berikut klasifikasi :

a. Peptida dan katekolamin

hidrofilik, sulit larut dalam lemak, tidak mampu menembus membran plasma sel

sasaran.

berikan dengan reseptor spesifik pada permukaan luar membran plasma sel sasaran

b. Steroid dan tiroid

Lipofilik, mudah larut lemak, mudah menembus membran plasma sel.

berikatan dengan reseptor di dalam sel sasaran.

3. Berdasarkan fungsinya

Menurut fungsi, hormone dikategorikan :

a. Hormone tropic = hormone yang fungsi utamanya mengatur sekresi hormone kelenjar

endokrin lain.

Co/ : hormone TSH ( thyroid stimulating hormone ) disekresi oleh kelenjar hipofisis .

TSH merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormone tiroid.

b. Hormone atropic = hormone yang fungsi utamanya mempengaruhi sel target.

Co/ : hormone tiroid fungsi meningkatkan tingkat konsumsi O2 dan metabolisme

hampir semua sel di tubuh

4 Struktur kimia dan mekanisme kerja hormon

Menurut kimiawi ( asal ), hormone dikagorikan 3 sumber :

a. Peptide dan protein

Hormone terdiri dari asam amino bersusun membentuk rantai. Peptide berantai lebih

pendek daripada protein.

Co/ : hormone yang disekresikan hipotalamus , hipofisis anterior – posterior ,

pancreas , paratiroid , saluran pencernaan, ginjal , hati ,sel C tiroid dan jantung.

b. Amin

Hormone berasal dari asam amoni tirosin. Mencakup hormon – hormon yang disekresi

kelenjar tiroid dan medula adrenal ( spesifiknya, disebut katekolamin ).

c. Streroid

Mencakup hormone yang disekresikan korteks adrenal, gonad, dan sebagian besar

hormone plasenta (lemak netral yang berasal dari kolesterol )

Regulasi hormon

Hormone = disekresi kelenjar endokrin disebarkan oleh darah ke seluruh tubuh yang

respon Cuma sel target sel nontarget gak ngRespon ( coz punya reseptor )

Perlu diketahui !!

1 kelenjar bisa mensekresi beberapa hormone. 1 hormon bisa disekresi beberapa kelenjar. 1

hormon bisa mempengaruhi beberapa sasaran / target, bisa menginduksi > 1 efek. 1 sasaran

bisa diinduksi > 1 hormon. Zat perantara dapat sebagai hormone dan neurotransmitter

sekaligus . Sebagian organ hanya berfungsi hasilkan endokrin , dan sebagian organ lain dalam

system endokrin melakukan fungsi nonendokrin.

Mekanisme sintesis , penyimpanan, dan sekresi hormone berbeda – beda sesuai kelas

hormone.

1. hormone peptide cara sintesis sama dengan protein

urutannya :

a. Protein prekusor besar ( praprohormon ) disintesis oleh ribosom di RE kasar.

Kemudian dalam bentuk vesikel terbungkus membran, lepas dari RE halus lalu

bermigrasi ke kompleks Golgi.

b. Dalam migrasinya, protein besar ini dipangkas jadi prahormon, kemudian pangkas

lagi menjadi hormon aktif. Potongan peptida dari pagkasan prahormon , sering

disimpan dan dikeluarkan bersama hormonnya. Namun masih belum diketahui

manfaat ‗potongan‘ tersebut

c. Kompleks golgi memekatkan hormon yang sudah selesai, lalu mengemasnya ke

dalam vesikel sekretorik untuk dilepas ,lalu disimpan dalam sitoplasma sampai

muncul rangsangan untuk melepas hormon. Saat rangsang tiba, hormon dikeluarkan

secara ekositosis. Lalu hormon diserap oleh darah untuk disebarkan.

2. hormon steroid

semua tindakan berikut dilakukan oleh semua sel steroidogenik ( penghasil steroid )

untuk memproduksi dan mengeluarkan produk hormon mereka :

a. Kolesterol adalah prekusor umum hormon steroid. Kolesterol sebagian besar

merupakan hasil penguraian LDL oleh lisosom di dalam sel dan sebagian kecil

disintesis oleh sel steroidogenik. Produksi sebanding dengan kebutuhan. Kolesterol

yang tidak digunakan dapat termodifikasi, dan disimpan dalam jumlah besar sebagai

lemak di dalam sel steroidogenik.

b. Síntesis hormon steroid membutuhkan serangkaian reaksi enzimatik dengan enzim –

enzim tertentu, contoh : mengubah jenis dan posisi gugus. Enzim pun dimiliki

terbatas & berbeda pada masing – masing organ steroidogenik, maka organ hanya

mensintesis hormon yang enzimnya dimiliki. Enzim tersebut disimpan dalam

kompartemen intrasel spesifik misalnya mitokondria, RE. Maka molekul steroid

berpindah ke kompartemen sana sini ( tempat enzim tersebut ) untuk bermodifikasi

hingga capai bentuk produk akhir. Mekanisme perpindahan belum diketahui.

c. Tidak seperti peptida yang disimpan setelah diproduksi, hormon steroid larut lemak

segera berdifusi menembus lemak membran plasma sel steroidogenik untuk masuk

ke dalam darah. Maka, kecepatan sekresi hormon steroid tergantung kecepatan

síntesis hormon, tapi kecepatan sekresi hormon peptida tergantung pengeluaran

simpanan hormon ( pengaturan rangsang ).

3. hormon amin

Dibahas spesifik masing – masing pada hormon amin dan katekolamin. Tapi golongan

ini punya ciri khusus :

a. mereka berasal dari asam amino tirpsin

b. enzim yang terlibat langsung dalam sintesis hormon ini tidak ada yang terdapat di

kompartemen organel di dalam sel sekretorik.

Kedua jenis amin disimpan sampai waktunya untuk disekresikan.

Secara global, terdapat mekanisme kerja hormon :

1. pengikatan hormon dengan reseptor

ada dua macam reseptor : intraseluler dan ekstraseluer.

a. Reseptor intraseluer

Kebanyakan hormon steroid akan ditranspor dalam plasma terikat ke protein

pembawa ( carrier ). Sebagian tidak akan mengalami metabolisme lagi selama

dalam sel target, namun sebagian lagi mengalami konversi kimiawi menjadi

bentuk yang lebih aktiv.

1. Hormon bebas akan berikatan dengan reseptor spesifik dalam sitoplasma atau

nukleus mbentuk komplek hormon – reseptor.

2. Komplek ini akan mengikat sekuens pengatur spesifik DNA ( disebut elemen

engatur hormon ) dan kemudian bekerja mengontrol transkripsi DNA. Interaksi

DNA dengan mRNA yang baru dibentuk, akibatkan peningkatan sintesis protein

sitoplasmik. Dimana protein ini kemudian menjadi mediator terhadap efek

hormon.

Pada kelas reseptor kloning cDNA, Reseptornya mengalami evolusi

membentuk faktor transkrips, dimana mengandung domain ikatan – hormon ;

domain ikatan – DNA ; dan variabel termina N ( atau domain imuno – dominan ) [

domain = awalan, server ]. Terdapat > 1 reseptor untuk 1 hormon dan identifikasi

hormon tanpa pengenalan ligand ( ligand tidak dikenal ).

3. perubahan struktur reseptor dapat sebabkan mutasi yang dapat merusak kerja

hormon dan bisa menyebabkan sindroma resistensi hormon .

b. Reseptor ekstraseluer

Atau disebut juga reseptor terikat membran.

pengikatan ligand ke reseptor akan hasilkan perubahan konformasi yang

menyebabkan GTP ( protein G ) mengikat protein pada tempat khusus. Protein

G akan aktiv kemudian mengikat protein sasaran dan memulai cascade

pengaturan yang melibatkan 1 / > 1 mediator intraseluler yang meliputi adenilat

siklase, fosfolipase C dan asam arakhidonat. Reseptor ini adalah protein

monomer yang punya domain ekstraseluler yang mengikat ligand ( jadi domain

untuk mengikat ligand ) ; dan domain terikat protein G intraseluler .

2. lalu sesuai dengan sifat kimiawi, hormon akan lakukan transduksi sinyal yang

kemudian dipercepat dengan kloning cDNA dan gen yang menyandi protein tersebut.

Efek hormon

Hormon menimbulkan pengaruh pada protein sasaran melalui 3 cara umum :

1. sebagian kecil hormon hidrofilik, setelah berikatan dengan reseptor, timbulkan

perubahan permabilitas sel dengan cara mengubah konformasi ( bentuk ) protein

pembentuk saluran yang sudah ada di membran.

2. sebagian besar hormon hidrofilik setelah berikatan dengan reseptor, akan mengaktifkan

protein sitoplasmik sebagai mediator dalam sel sasaran. Pengaktivan memberi efek

langsung : ubah aktivitas protein intasel yang sudah ada, biasanya enzim, utnuk

timbulkan pengaruh yang diinginkan.

3. semua hormon lipofilik berfungsi mengaktivkan gen spesifik di sel sasaran untuk

menimbulkan pembentukan protein intrasel baru, yang kemudian mennimbulkan efek

yang diinginkan.

Kelenjar endokrin Hormon Efek

Hipotalamus Inhibitor dan stimulator

( TRH, CRH, GnRH,

GHRH, GHH, PRH,

PIH )

Kontrol pengeluaran hormon

hipofisis anterior

Hipofisis posterior Vasopresin >> Reabsorbsi H2O &

vasokontriksi

Oksitosin Kontraktilitas & pengeluaran susu

TSH Rangsang sekresi T3&T4

ACTH Rangsang sekresi kortisol

GH metabolik dan pertumbuhan

FSH Pertumbuhan folikel,

estrogen,sperma

LH & ICSH Ovulasi,perkmbgn corp luteum,

est&proges

Prolaktin Perkembangan payudara

Sel folikel kelenjar

tiroid

Tiroksin >> laju metab , pertumbhan &

syaraf

Sel C kelenjar tiroid Calsitonin << Ca plasma

Korteks adrenal Aldosteron >> reabsorbsi Na & sekresi K

Kortisol >> glukosa darah

Androgen Pubertas & lonjakan seks wanita

Medula adrenal Epineprin&norepineprin Kuat SS simpatis ,adaptasi stres &

tekanan darah

Pankreas endokrin insulin Penyerapan, penggunaan,

pnyimpanan nutrien dalam sel &

inhibit hormon pankreas

Glukagon Pertahankan nutrien dalam darah

pada pasca – absorbtif

Somatostatin Hambat cerna & serap nutrien

Kelenjar paratiroid PTH >> Ca plasma

Gonad Estrogen dorong perkembangan folikel ;

kelamin sekunder ; Penutupan

lempeng epifisis

Progesteron Siapkan rahim untuk kehamilan

Testosteron Prod sperma

Inhibin Hambat FSH

Kelenjar pinela Melatonin Hambat gonadotropin

Plasenta Estrogen ; Progesteron Pertahankan kehamilan

Ginjal Gonadotropin Korionik Pertahankan korpus luteum

Renin ( angiontesin ) Rangsang sekresi aldosteron

Eritropoyetin Rangsang prod eritrosit

Lambung &

duodenum

Gastrin & Sekretin Kontrol motilitas dan sekresi untuk

mempermudah GIT

Hati Somatomedin Dorong pertumbuhan

Kulit Vitamin D >> penyerapan kalsium & fosfat

Timus Timosin >> proliferasi & limfosit T

Jantung Peptida Natriuretik

Atrium

Hambat reabsorbsi Na

Pengendalian rilis hormone

1. Neural

neurohormon adalah hormone yang dikeluarkan ke dalam darah secara spesifik oleh

neurosekretorik. Neurosekretorik, layaknya neuron biasa, memiliki dendrite, akson, dan

bisa merespon serta menghantarkan listrik. Bedanya, neurosekretorik tidak secara

langsung mempengaruhi sel sasaran, tapi mempersyarafi dengan cara mengeluarkan

neurohormon ke dalam darah setelah mendapat rangsangan yang sesuai. Selanjutnya,

neurohormon disebarkan lewat darah ke sel sasaran layaknya hormon. Tapi kalau

neurotransmitter dikeluarkan ke dalam ruang tertutup.

Neurotransmitter ≠ neurohormon ≠ neuromodulator

Neurotransmitter Neurohormon Neuromodulator

Disekresi oleh neuron Disekresi oleh neuron Disekresi oleh bermacam2.bisa

oleh neuron / hormon

Dikeluarkan di tempat

tertutup

Dikeluarkan lalu

disebar oleh darah spt

hormon

Bekerja pada neuron untuk

menimbulkan perubahan biokimia

jangka panjang di sel syaraf

2. Hormone (feedback mechanism)

Mekanisme umpan balik, terdapat positif dan negatif.

Negativ, contohnya : penurunan jumlah kecil tiroid memacu peningkatan drastis TRH dan

TSH, yang akibatnya menstimulasi kelenjar tiroid dan peningkatan produksi hormon tiroid.

hormon tiroid mencapai kadar normal, menekan balik pengeluaran TRH dan TSH.

Positif, contohnya pada estrogen kadar rendah yang kronis, secara bertahap meningkatkan

stimulasi sekresi LH. Efek ini melibatkan aktivasi hipotalamus GnRH pulse generator

Referensi:

Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke sel. Jakarta. EGC

Turner – Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Surabaya. Airlangga University Press

DASAR PATOFISIOLOGI ATAU PATOGENESIS TERJADINYA KELAINAN

SISTEM ENDOKRIN

By : Adhit, Nessyah, Melan, Bahar, n Sofa

A. Hipofungsi Endokrin

Hiposekresi terjadi apabila suatu organ endokrin mengeluarkan sedikit hormon

akibat kelainan di dalam organ tersebut, keadaan ini disebut hiposekresi primer. Apabila

di pihak lain, organ endokrin normal, tetapi mengeluarkan terlalu sedikit hormon karena

defisiensi hormon tropiknya, keadaan yang terjadi disebut hiposekresi sekunder. Berikut

ini adalah sebagian faktornya antaralain:

1. Autoimun

Contoh: Insufisiensi Adenokorteks

Apabila salah satu kelenjar tidak berfungsi atau diangkat, organ lain yang sehat

dapat mengambil alih fungsi keduanya melalui hipertrofi atau hiperplasi. Dengan

demikian, untuk terjadinya insufisiensi adrenokorteks, kedua organ harus berkenan.

Pada insufisiensi adrenokorteks primer, yang juga dikenal sebagai penyakit

Addison, semua lapisan korteks adrenal mengalami penurunan kemampuan

mensekresi hormon. Keadaan yang paling sering adalah atrofi idiopatik kelenjar.

Walaupun belum terbukti, penyebab yang paling mungkin adalah adanya destruksi

autoimun pada kelenjar akibat kesalahan produksi antibodi yang menyerang korteks

adrenal. Insufisiensi sekresi ACTH. Pada penyakit Addison, baik kortisol maupun

aldosteron berkurang, sedangkan pada bentuk sekunder hanya kortuisol yang

berkurang, karena sekresi aldosteron tidak bergantung pada stimulasi ACTH.

Gejala-gejala yang berkaitan dengan defisiensi kortisol adalah seperti yang

diperkirakan-penurunan respons terhadap stres, hipoglikemia (penurunan glukosa

darah) akibat penurunan aktivitas glukoneogenik, dan tidak adanya efek permisif

untuk banyak aktivitas metabolik.

Selain itu, autoimun juga terjadi di kejadian yang menyebabkan

hipotiroidisme. Imunitas ini lebih merusak kelenjar dibanding merangsang kelenjar.

Keadaan ini menyebabkan kemunduran pada kelenjar itu dan dan akhirnya timbul

fibrosis pada kelenjar dan hasil akhirnya adalah berkurangnya atau tidak adanya

sekresi hormon tiroid sama sekali.

2. Iatrogenik (disebabkan dokter yang melakukan tindakan pengangkatan tumor tiroid

secara bedah)

Contoh: Hipoparatiroidisme

Etiologi : biasanya karena pengangkatan secara tidak sengaja kelenjar

paratiroid (sebelum keberadaannya diketahui) sewaktu pengangkatan kelenjar tiroid

secara bedah (untuk terapi penyakit tiroid). Walaupun jarang, hipoparatiroidisme juga

dapat disebabkan oleh kegagalan jaringan paratiroid.

Konsekuensi : hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Gejala-gejala terutama

disebabkan oleh peningkatan eksitabilitas saraf otot akibat turunnya kadar kalsium

bebas dalam plasma. Jika hormon HPT sama sekali tidak ada, kematian segera dapat

terjadi karena spasme hipokalsemik otot-otot pernafasan. Pada defisiensi relatif HPT

(bukan ketiadaan total), gejala-gejala yang nyata adalah peningkatan eksitabilitas

neuromuskulus. Kejang dan kedutan otot disebabkan oleh aktivitas spontan saraf-saraf

motorik, sedangkan rasa kesemutan dan seperti ditusuk-tusuk terjadi karena aktivitas

spontan saraf sensorik. Perubahan mental antara lain berupa iritabilitas dan paranoid.

3. Infeksi/inflamasi

Secara umum setiap organ tubuh dapat terkena radang, baik akut maupun

kronik. Radang akut kelenjar hipofisis sangat jarang, dapat berasal dari bakterimia

atau merupakan penyebaran langsung dari leptomeninges, sinus durameter atau tulang.

Radang kronik yang sering adalah sarkoidosis hematogen, tuberkulosis miliaris, dan

lues kongenital

4. Mutasi hormon

Salah satunya adalah gangguan katekolamin akibat feokromositoma, suatu

tumor penghasil katekolamin yang jarang dijumpai. Feokromasitoma dapat

mengandung katekolamin sampai dua puluh kali lipat lebih banyak dalam satu gram

jaringan dibandingkan dengan jaringan medula adrenal normal, dengan pengeluaran

hormon ini tidak berada dibawah kontrol saraf. Gejala-gejala kelainan ini secara

langsung disebabkan oleh efek katekolamin yang terdapat dalam jumlah besar, yang

tersering adalah adanya peningkatan tekanan darah, denyut jantung cepat, berdebar-

debar, keringat berlebihan, dan peningkatan kadar gula darah.

Perkembangan tumor ini dapat mengganggu aktivitas produksi hormon

tergantung ditempat mana tumor itu berada. Sebagai contih diabetes insipidus terjadi

karena tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis yang meluas ke luar sela

tursika dan menghancurkan nukleus hipotalamik dengan mengganggu sekresi

vasopresin

Selain itu juga terdapat kedaan yang disebut oleh pseudohipoparatiroidisme,

yaitu suatu kelainan herediter (x-linked dominant) yang ditandai terdapat tanda dan

gejala hipoparatiroidisme akan tetapi kadar PTH dalam sirkulasi darah dalam batas

normal atau bahkan meningkat. Kelainan ini sangat jarang. Kemungkinan terdapat

kepekaan jaringan terhadap hormon antaralain tidak adanya respons ginjal terhadap

injeksi hormon PTH

5. Defek enzim

Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari trosin

teriodinasi, yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid

(jumlahnya kira-kira dua pertiga dari yodium) sehingga mengakibatkan defisiensi

yodium.

6. Defek perkembangan

Defisiensi hormon pertumbuhan dapat disebabkan oleh defek hipofisis (tidak

adanya hormon pertumbuhan) atau sekunder dari disfungsi hipotalamus (tidak adanya

GHRH). Hiposekresi hormon pertumbuhan pada anak-anak menimbulkan cebol

(dwarfism). Gambaran utamanya adalah yang pendek akibat retardasi pertumbuhan

tulang. Karakteristik yang lebih samar adalah gangguan pertumbuhan otot ( penurunan

sintesis protein otot) dan kelebihan lemak subkutis ( penurunan mobilisasi lemak)

Selain itu, pertumbuhan mungkin terhalang karena jaringan tidak berespons

secara normal terhadap hormon pertumbuhan. Hipotiroidisme merupakan keadaan

hipometabolik akibat sekresi hormon tiroid tidak adekuat. Gejala yang terjadi akibat

jumlah hormon tiroid yang tidak cukup ini, tergantung kepada umur saat terjadinya.

Apabila timbul sejak lahir, maka disebut kretinisme yang menyebabkan retardasi

mental dan fisik. Apabila terjadi pada anak atau dewasa maka timbul miksedeme yang

berarti terdapatnya timbunan mukopolisachararida hidrofilik pada dermis sehingga

wajah tampak kasar serta edem pada kulit.

a. Kretinisme

Manifestasi klinik kretin tergantung pada usia. Pada periode neonatus bayi

tampak somnolent, hipotermi, hipotermi, masalah makan dan minum, suara

mengangis serak, konstipasi, dan mungkin terdapat hernia umbilikalis dan ikterus.

Pada bulan-bulan berikutnya timbul retardasi fisik dan mental. Pertumbuhan

epifisis dan skeletal sangat lambat, kepala tampak membesar dan menonjol

diantara bibir. Leher tampak lebih pendek, perut menonjol, kulit tebal, kasar,

kering, rambut sparse. Mental retardasi yang timbul adalah deaf-mutism.

Terdapat kretinisme endemik dan sporadik. Kretinisme endemik akibat diet

goitrogen, sering dihubungkan dengan defisiensi iodium pada air minum.

Kurangnya iodium pada ibu hamil menyebabkan iodium dan hormon tiroid dalam

darah fetus juga berkurang. Setelah lahir, kadar iodium dalam diet bayi mungkin

cukup bagi bayi untuk menanggulangi kekurangan hormon tiroid. Dengan

demikian kretin endemik ditandai olleh retardasi mental dan fisik setelah lahir,

tetapi kadar hormon tiroid dalam sirkulasi darah mungkin dalam batas normal.

Sebaliknya pada kretin sporadik, ditandai oleh retardasi mental dan fisik

akibat kadar hormon tiroid di dalam sirkulasi darah. Kretin sporadik adalah

kelainan kretin yang timbul di daerah non-gondok endemik. Penyebab kelainan ini

adalah dishormonogenesis.

b. Miksedem

Yaitu hipotiroidisme yang terjadi pada masa kanak-kanak dan dewasa.

Gejala klinik yang timbul pada dewasa lebih ringan dibanding yang timbul pada

anak-anak. Pada dewasa gejalanya tidak spesifik, yaitu letargi, tidak tahan dingin,

konstipasi, menoragi, penampilan motorik maupun intelegensi lambat. Secara fisik

wajah tampak menebal, kulit tebal kering, rambut sparse cosarse, kelemahan otot

dan suara serak. Jantung juga membesar akibat timbunan mukopolisacharid

hidrofilik

Cebol laron (Laron Dwarfism) adalah salah satu contoh keadaan ini.

Gejala-gejalanya mirip dengan defisiensi hormon pertumbuhan yang parah

walaupun kadar hormone pertumbuhan dalam darah sebenarnya tinggi. Pada

beberapa keadaan, kadar hormone pertumbuhan adekuat dan tanggapan sel sasaran

normal, tetapi terjadi defisiensi genetik somatomedin-somatomedin yang paling

kuat.

Defisiensi hormon pertumbuhan yang muncul pada masa dewasa setelah

pertumbuhan selesai hanya menimbulkan sedikit gejala. Orang dewasa yang

mengalami defisiensi hormon pertumbuhan cenderung mengalami penurunan

kekuatan otot (protein otot berkurang) serta penurunan kepadatan tulang

(penurunan aktivitas osteoblas selama remodeling tulang yang berlangsung terus

menerus)

7. Defek nutrisi

Steroid disintesis melaui modifikasi simpanan kolesterol oleh enzim-enzim

yang spesifik untuk setiap jaringan steroidogenik. Steroid tidak disimpan di sel

endokrin. Kraena lipofilik, hormon-hormon ini berdifusi keluar melaui sawar

membran lemak segera setelah disintesis. Hormon tiroid dan steroid lipofilik keuanya

diangkut dalam darah dan sebagian besra diangkut dalam bentuk terikat ke protein

plasma pengangkut. Oleh karena itu sangatlah memburuk kondisi tubuh bila simpanan

kolesterol untuk bahan baku pembuatan hormon steroid tidak ada. Selain itu sebagai

transpor peran protein juga tidak dapat diabaikan.

8. Perdarahan/infark

Terjadinya trauma dapat mengganggu atau menekan sekresi hormon setempat

dimana terjadi trauma tersebut. Misalkan terjadi trauma di daerah hipofisis dimana

terdapat pusat pengatur sekresi vasopresin, maka pada penderita dapat menderita

diabetes insipidus.

B. Defek pada Sensitivitas Hormon

Pembagian dari mekanisme dasar penyakit endokrin berbeda-beda. Berikut ini

pembagian-pembagian mekanisme dasar :

Mekanisme untuk penyakit endokrin ada 2, yaitu :

1. Gangguan primer yang mengubah konsentrasi hormon

2. Gangguan primer pada mekanisme reseptor dan pasca reseptor

Gangguan primer pada tingkat reseptor menimbulkan sindrom resistensi

hormon. Misalnya mutasi pada reseptor kortisol menurunkan ikatan hormon

pada reseptor spesifiknya dan menyebabkan sindrom resistensi glukokortikoid

primer. Mutasi pada reseptor hormon tiroid menyebabkan sindrom resistensi

hormon tiroid.

Pembagian lain yang menyatakan bahwa penyakit endokrin itu bisa dibagi ke dalam

3 kondisi, yaitu :

1. Kelebihan hormon

Sindroma kelebihan hormon bisa disebabkan oleh pertumbuhan

neoplastic dari sel-sel endokrin, gangguan autoimun, dan kelebihan pengaturan

hormon. Tumor-tumor jinak endokrin, meliputi paratiroid, pituitary, dan

adenoma adrenal, sering mempertahankan kapasitas untuk memproduksi

hormon-hormon, mungkin merefleksikan fakta bahwa mereka berdiferensiasi

baik. Banyak tumor endokrin memperlihatkan gangguan pada set poinnya untuk

regulasi umpan balik. Sebagai contoh, pada penyakit Cushing, umpan balik yang

lemah menghambat sekseri ACTH yang berkaitan dengan fungsi otonom.

Bagaimanapun, sel-sel tumor tidaklah sepenuhnya bersifat menentang umpan

balik,.

Basis molekuler dari beberapa tumor endokrin seperti sindrom-sindrom

MEN (MEN 1, 2A, 2B), telah menyediakan hal yang berarti dalam pertumbuhan

tumor.

2. Defisiensi hormon

Banyak contoh dari status defisiensi hormon bisa ditujukan ke destruksi

kelenjar yang disebabkan oleh autoimun, pembedahan, infeksi, inflamasi,

perdarahan, atau infiltrasi hormon. Sebagai contoh autoimun bisa merusak

kelenjar tiroid (Hashimoto‘s thyroiditis). Mutasi pada sejumlah hormon, reseptor

hormon, faktor transkripsi, enzim, dan channels bisa menyebabkan defisiensi

hormon.

3. Resistansi hormon

Banyak sindrom resistensi hormon karena gangguan pada reseptor-

reseptor membran reseptor-reseptor nukleus, atau pada jalan yang

mentransduksikan sinyal reseptor. Gangguan-gangguan itu dicirikan dengan

kelainan aksi hormon, disamping peningkatan dari level hormon.

C. Sindrom Kelebihan Hormon Akibat Penggunaan Hormone Eksogen

SINDROMA CUSHING

Sindrom ini terjadi akibat sekresi kortisol yang berlebihan. Terutama mengenai

wanita walaupun pria dan anak dapat terkena.

Etiologi :

Berdasarkan etiologinya digolongkan menjadi penyebab eksogen dan endogen.

Penyebab eksogen

1. Iatrogenik

Pemberian terapi glukokortiroid atau ACTH (hormon adrenokortikotropik) dosis

tinggi yang berlangsung lama dapat menimbulkan gejala sindroma cushing.

Glukokortikoid poten yang sering digunakan dalam terapi adalah prednison dan

deksametason. Sindrom ini paling sering terjadi akibat iatrogenik ini. Salah satu

contoh adalah pemberian imunosupresan terhadap penderita pasca transplantasi.

Sindrom cushing iatrogenik ini juga dijumpai pada penderita artritis reumatoid, asma,

limfoma, dan penyakit-penyakit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai

agen anti-inflamasi.

Penyebab endogen :

2. Disebabkan adenoma atau karsinoma korteks adrenal yang mensintesis steroid.

Kadar serum pada neoplasma atau hiperplasi korteks adrenal meningkat, sedangkan

ACTH dalam batas normal atau rendah.

3. Sekresi ACTH oleh adenohipofisis

Kadar ACTH plasma meningkat, pemberian deksametason dapat menekan sekresi

ACTH sehingga pengeluaran kortisol juga berkurang. Kelenjar adrenal menunjukan

hiperplasi sel-sel. Tipe ini merupakan bentuk sindrom cushing yang paling banyak

ditemukan pada dewasa.

4. Sekresi ACTH oleh tumor non-hipofisis

Tumor non-hipofisis yang mampu menghasilkan ACTH adalah karsinoma oat-cell

bronchus paru, karsinoid, timus, pankreas, dan medula adrenal. Kadar ACTH dalam

plasma meningkat, sekresi kortisol tidak dapat ditekan dengan deksametason.

Sejumlah neoplasma dapat menyebabkan sekresi CRH (corticotropin-releasing

hormone) ektopik. Pada keadaan ini CRH merangsang sekresi ACTH hipofisis yang

menyebabkan sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal.

Gejala sindrom cushing

Karakteristik sindrom ini berkaitan dengan efek glukokortikoid berlebihan dengan

gejala utama berupa glukoneogenesis berlebihan. Jika terlalu banyak asam amino yang

diubah menjadi glukosa, tubuh akan mengalami kelebihan glukosa (peningkatan glukosa

darah) dan penurunan protein. Karena terjadi hiperglikemia dan glukosuria (glukosa

dalam urin) mirip diabetes militus, kelainan ini disebut juga diabetes adrenal.

Gejala akibat glukosa yang berlebihan :

Glukosa yang berlebihan sebagian diendapkan di lokasi yang khas, yaitu wajah,

atas bahu, dan perut. Distribusi lemak abnormal pada 2 lokasi pertama biasa disebut

dengan punuk kerbau (buffalo hump) dan wajah tampak bulat (moon face), sebaliknya

anggota badan tetap kecil. Nyeri adipositas pada wajah, leher, dan badan (obesitas tipe

eunuch).

Gejala yang timbul akibat pemecahan protein meningkat untuk menggunakan asam

amino sebagai prekursor glukosa:

1. Hilangnya protein di otot otot melemah dan timbul rasa lelah.

2. Kulit abdomen yang kekurangan protein akan menipis dan mengalami peregangan

oleh endapan lemak di bawahnya sehingga jaringan bawah kulit (subdermis) robek

dan menimbulkan garis-garis linier ireguler berwarna ungu kemerahan.

3. pengurangan protein struktural pembuluh darah kelemahan dinding pembuluh

darah lebam dan ekimosis (perdarahan kecil di bawah kulit).

4. Pembentukan kolagen dan protein struktural utama pada jaringan ikat tertekan

jaringan ikat susah dibentuk luka sulit sembuh. Hilangnya rangka protein kolagen

pada tulang tulang melemah osteoporosis mudah fraktur.

Ditemukan juga gejala-gejala klinis seperti hipertensi sistemik, hipernatremia,

hipokalemea, alkalosis, dan edema disebabkan oleh kerja mineralokortikoid yang dimiliki

kortisol.

Pengobatan :

Pengobatan sindrom cushing tergantung penyebabnya. Beberapa pendekatan terapi

dapat digunakan untuk kasus dengan hipersekresi ACTH kelenjar hipofisis. Jika dijumpai

tumor hipofisis dilakukan reseksi tumor transfenoidal. Tapi jika terdapat bukti hiperfungsi

hipofisis tanpa adanya tumor dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofisis.

Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total diikuti pemberian

kortisol dosis fisiologik atau dengan agen kimia yang mampu menghambat sel-sel korteks

adrenal yang mensekresi kortisol. Bila pengobatan berhasil, remisi manifestasi klinis akan

berlangsung dalam 6-12 bulan setelah dimulainya terapi.

Pengobatan sindrom ACTH ektopik (hormon yang dihasilkan sel-sel tumor)

dengan reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH dan adrenalektomi atau supresi kimia

fungsi adrenal seperti pada pengobatan ACTH hipofisis.

D. Gangguan non-endokrin yang berhubungan dengan kelainan endokrin

Meskipun kebanyakan hormon jelas disintesisi oleh kelenjar-kelenjar endokrin,

tetapi ada organ-organ tertentu yang tidak lazim dianggap sebagai kelenjar endokrin

namun mengandung sel-sel yang dapat mensintesis hormon. Banyak sel itu berasal dari

krista neuralis yang mampu mengambil prekursor amino, dan melakukan dekarboksilasi

untuk sintesis hormon. Sel-sel ini dikatakan sebagai bagian dari sistem dekarboksilasi dan

ambilan prekursor amino (APUD). Tumor-tumor yang berasal dari sel-sel ini mampu

menyekresi hormon, namun karena berasal dari sel-sel yang tidak tergolong sebagai

kelenjar endokrin yang lazim, maka hormon yang dihasilkan itu disebut hormon-hormon

ektopik.

Daftar Pustaka:

Guyton and Hall. 2005. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Jemeson, J. Larry. 2006. Harrison’s Endocrinology. Pennsylvania: The McGraw-Hill.

Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta:EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Tjahjono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

KELENJAR HIPOTALAMUS DAN HIPOFISIS

By : Huda, Iik n Dhita

Hubungan anatomi dan fisiologi antara hipotalamus dengan hipofisis

Hipotalamus merupakan bagian dalam otak yang tidak memiliki batas tegas. Bagian

atas dibatasi dari daerah thalamus dengan sulcus hipothalamicus, sedangkan dibawahnya

dihubungkan dengan hipofisis oleh tangkai hipofisis (hipofisial) atau infundibulum yang

mengandung serat saraf dan pembuluh darah halus.

Kelenjar hipofisis terletak didasar tengkorak (sella tursica/fossa pituitaria) dibagi

menjadi hipofisis anterior(adenohipofisis) dan hipofisis posterior(neurohipofisis).

Ditengahnya terdapat pars intermedius yang menjadi satu dengan dorsal hipofisis posterior).

Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior adalah perluasan/penonjolan dari

hipotalamus, sedangkan hipofisis anterior berasal dari kantong Rathke yang merupakan

invaginasi pada epitel faring sewaktu pembentukan embrio.

Mekanisme interaksi antara hipotalamus dengan hipofisis

Hipotalamus dengan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang

terdiri dari populasi neuron-neuron neurosekretorik yang badan selnya terletak dalam dua

kelompok yang jelas di hipotalamus (nucleus paraventrikel dan supraoptik) dan aksonnya

berjalan ke bawah melalui tangkai penghubung untuk berakhir di kapiler hipofisis posterior.

Nukleus paraventrikel dan supraoptik keduanya mengandung neuron-neuron yang

menghsilkan hormone seperti vasopressin dan oksitosin. Hormon tersebut bergantung pada

neuronnya, disintesis di badan sel neuron di hipotalamus dan berpindah melalui akson untuk

disimpan di ujung-ujung neuron di dalam hipofisis posterior. Hormon simpanan ini

dilepaskan ke dalam darah sistemik apabila neuron mengalami eksitasi.

Dengan adanya masukan stimulatorik ke hipotalamus, hormon-hormon dilepaskan ke

dalam darah dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula seketorik yang

bersangkutan. Pengeluaran hormon ini sebagai respons terhadap potensial aksi yang berasal

dari badan sel di hipotalamus dan menjalar ke bawah melalui akson menuju ujung saraf di

hipofisis posterior.

Hipotalamus dengan hipofisis anterior dihubungkan melalui sistem pembuluh darah

yang merupakan hubungan kapiler-kapiler yang tidak lazim disebut sistem porta hipotalamus-

hipofisis. Sistem porta adalah susunan vaskuler yang darah venanya mengalir secara langsung

dari satu jaringan kapiler melalui suatu pembuluh penghubung ke jaringan kapiler lain tanpa

melalui sirkulasi sistemik.

Hubungan antara hipotalamus dengan hipofisis anterior dan posterior terjadi seperti

hormone-hormon pelepas dan penghambat hiotalamus mengalir melalui system porta

hipotalamus-hipofisis untuk mengontrol pengeluaran hormone-hormon yang dihasilkan oleh

hipofisis anterior ke dalam sirkulasi sistemik. Hipotalamus sendiri menghasilkan hormone

seperti vasopressin dan oksitosin yang disimpan di hipofisis posterior dan dikeluarkan ke

sirkulasi apabila terdapat rangsangan di hipotalamus.

Perbedaan rute transport dari hipotalamus ke hipofisis anterior dan posterior

Sirkulasi Portal

• Arteri Hipofisialis Superior

• Capillary bed pada Eminensia Media Hipotalamus

• Vena Porta

• Capillary bed pada Adenohipofisis

• Vena Hipofisialis

Faktor-faktor dari hipotalamus yang meningkatkan dan mengurangi sekresi hormon

dari hipofisis anterior dan posterior

Dua faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisis anterior yaitu hormon

hipotalamus dan umpan-balik oleh hormon organ sasaran. Sekresi setiap hormon hipofisis

anterior dirangsang atau dihambat oleh satu atau lebih dari tujuh hormon hipofisiotropik.

Peptida-peptida kecil ini disebut sebagai hormon pelepas (releasing hormones) atau hormon

penghambat (inhibiting hormones) bergantung pada kerja mereka.

HORMON-HORMON HIPOFISIS ANTERIOR

Terdapat 6 hormon utama dari hipofisis anterior-ACTH,GH,PRL,TSH,LH dan FSH-

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok peptida golongan kortikotrofin (ACTH, βM-LPH,

melanocstimulating hormone (MSH) dan endorfin), somatoamotropin (GH dan PRL) yang

juga merupakan peptida glikopretin (LH,FSH dan TSH). Yang akan kita bahas untuk HSC

hanya 4 (sesuai sasbel), yaitu :

1. Prolaktin,

2. TSH,

3. LH, FSH

4. GH

PROLAKTIN

Prolaktin (PRL) adalah hormon yang terdiri dari 198 asam amino (BM 22.000)

disintesis dan disekresi dari laktotrof kelenjar hipofisis anterior. Secara evolusi mempunyai

asal yang sama denga nGH dan human placental lactogen (hPL). PRL hanya mempunyai

16% residu yang sama dengan GH dan hPL. Molekul prekursor (BM. 40.000-50.000) juga

diskresi dan merupakan 8-20% PRL plasma dengan imunoreaktivitsa pada orang normal dan

pada pasien tumor hipofisi yang mengsekresi PRL.

Fungsi

Prl merangsang laktasi pada masa nifas. Selama kehamilan, sekresi PRL meningkat dan

bersama dengan hormon lainnya (estrogen, progesteron, hPL, insulin dan kortisol),

mempengaruhi pertumbuhan payudara untuk persiapan produksi air susu. Selain penting pada

kehamilan PRL belum dapat dibuktikan mempengaruhi pertumbuhan normal jaringan

payudara pada manusia. Selama kehamilan estrogen meningkatkan pertumbuhan payudara

tetapi menghalangi kerja PRL pada laktasi. Penurunan kadar estrogen dan progesteron setelah

partus, menyebabkan dimulainya laktasi. Didapat juga galaktroe sebagai akibat dihentikan

penggunaan kontrasepsi oral. Walaupun sekresi PRL menurun pada masa postpartum, laktasi

berlangsung terus dengan adanya hisapan pada putting susu.

Kadar PRL sangat tinggi pada janin dan bayi baru lahir, kadarnya menurun selama bulan

– bulan awal kehidupan.

PRL tidak mempunyai efek pengaturan fungsi gonad pada keadaan normal

hiperprolaktinemia pada manusia menyebabkan hipogonadisme. Pada wanita, mula-mula

terdapat pemendekan fase lutoal kemudian anovulasi oligomenorea atau amenorea, dan terjadi

kemandulan pada pria kebanyak PRL mengurai sintesis testosteroa dan spermatogenesia yang

secara klinis mengurangi libido, impoten dan kemandulan. Mekanisme pasti menghambat

PRL terhadap fungsi gonad tidak jelas, tetapi pada prinsipnya menunjukan perubahan

pengaturan hipotalumus hipofisis terhadap sekresi gonadotropin. Kadar basal LH dan FSH

adalah normal atau subnormal, tetapi sekresi yang naik turunya menurun dan siklus

pertengahan LH menunjukan penurunan pada wanita. Cadangan gonadotropin dibandingkan

dengan GnRH, biasanya normal atau bahkan meningkat.

TIROTROPIN

Tirotropin (thyroid-stimulating hormone, TSH) adalah suatu glikoprotein, BM 28.000)

yang terdiri dari 2 subunit alfa dan beta yang tidak berikatan secara kovalen. Subunit alfa

TSH mempunyai struktur menyerupai molekul glikoprotein lainnya FSH, LH dan human

chorionic gonadotropin (hCG), tetapi submit berta berbeda dengan glikoprotein in idengan

bertanggung jawab pada sifat spesifisitas biologis dan imunologis. Peptida subunit ini

disinteisis terpisah dan bergabung sebelum gugus karbohidrat terikat. Molekul yang sudah

utuh ini kemudian disekresi sebagai baian kecil submit yang tidak terikat.

Fungsi

Subunit β TSH terikat kuat dengan reseptor dalam tiorid, merangsang ambilan yodida,

hormonogenesis, dan melepaskan T4 dan T3 . ini terjadi melalui pengaktifan adenilat siklase

dan pembentukan cAMP. Sekresi TSH juga menyebabkan pembesaran kelenjar dan

vaskularisasi sehingga mempermudah sintesis mRNA dan protein.

LH, FSH

Luteinixing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) adalah glikoprotein

gonadotropin yang terdiri dari subunit alfa dan beta dan disekresi oleh sel-sel yagn sama.

Subunit beta hormon spesifik mempunai sifat aktivitas biologis khas, seperti yang terdapat

pada TSH dan hCG. Aktivitas biologis hSG, suatu glikoprotein plasental, sangat mirip dengan

LH. Human Menopausal Gonadotropins (hMG-menotropins) suatu campuran gonadotropin

hipofisis yang terdapat apda urin wanita pasca menopause mempunyai aktivitas seperti, FSH.

Menotropin dan chorionic gondadotropindipakai dalam klinik untuk induksi spermatogenesis

dan ovulasi.

Fungsi

LH dan FSH terikat pada reseptor ovarium dan testis serta mengatur fungsi gonad

dengan merangsang produksi steroid seksual dan gametogenesis.

Pada pria, LH merangsang produksi testosteron dari sel interstisial testis (sel Leydig).

Pematangan spermatozoa memerlukan LH dan FSH. FSH mereangsang pertumbuhan testis

dan mempertinggi produksi androgen-binding-protein oleh sel Sertoli, yang merupakan

komponen tubulus testis yang berguna menyokong pematangan sel sperma. Androgen binding

protein ini menyebabkan konsentrasi testosteron yang tinggi pada sperma, suatu faktro

penting pada pembentukan spermatogenesis normal.

Pada wanita, LH merangsang produksi estrogen dan progesteron dari ovarium.

Peningkatan LH pada pertengah siklus menstruasi mengakibatkan terjadinya ovulasi, dan

sekresi LH selanjutnya merangang korpus luteu memproduksi progesteron dengan

meningkatkan perubahan kolesterol menjadi pregnenolan. Perkembangan folikel ovarium

terutama pengaruh FSH dan sekrsi estrogen dari folikel ini tergantung baik pafa DSH dan LH.

GROWTH HORMONE

Hormon pertumbuhan (GH;somatotropin) adalah polipeptida dengan 191-asam amino

(BM 21.500) yang disintesis dan disekresi oleh somatotrof hipofisis anterior. Hormon

pertumbuhan berasal dari prekusor peptida yang lebih beasar,pre-GH (BM 28.000), yang juga

disekresi tetapi secara fisiologis tidak berguna.

Fungsi

Fungsi utama hormon pertumbuhan (somatotropin) adalah meningkatkan pertumbuhan

linier, hasil ini dicapia dari pengaruh metabolisme dasarnya, tetapi pengaruh meningkatkan

pertumbuhan terutama diperantarai insulin like growth factor-1 (TGF-1;juga dikenal sebagai

somatomedin C).

Hormon pertumbuhan via somatomedin meningkatkan sintesis protein dengan

menignkatkan masukan asam amino dan langsung mempercepat transkripsi dan translasi

mRNA. Selain itu, GH cenderung menurunkan katabolisme protein dengan mobilisasi lemak

sebagai sumber bahan bakar yang berguna: secara langsung GH membebaskan asam lemak

dan mempercepat perubahan menjadi asetil-KO yang merupakan asal energi. Pengaruh

penghematan terhadap protein adalah mekanisme yang paling penting dimana GH

meningkatkan pertumbuhan danperkembangan.

GH juga mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan mengganggu ambilkan glukosa ke

dalam sel. Resistensi terhadap insulin karena GH tampak berhubungan dengan kegagalan

postreseptor pada kerja insulin. Kejadian ini mengakibatkan intoleransi glukosa dan

hiperinsulinisme sekunder.

HORMON –HORMON HIPOFISIS POSTERIOR

1. HORMON ANTIDIURETIK (ADH)

ADH adalah suatu hormone protein yang dibentuk di nucleus supraoptikus

hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan oleh hipofisis posterior. Hormon ini

juga disebut vasopressin, yang berarti tensor vascular.

Efek primer peningkatan ADH adalah menyebabkan sel-sel duktus pengumpul di

ginjal menjadi lebih permeable terhadap air. Hal ini meningkatkan reabsorpsi air ke dalam

darah, menurunkan deuresis(aliran) urin. Pada kadar yang sangat tinggi, ADH

menyebabkan kontraksi otot polos vascular, meningkatkan resistensi perifer total dan

tekanan darah.

Rangsangan utama untuk pelepasan ADH adalah peningkatan osmolalitas

(peningkatan konsentrasi zat terlarut) plasma. Peningkatan osmolalitas plasma dirasakan

oleh osmoreseptor di hipotalamus. Osmolalitas plasma normal adalah sekitar 280 ml

osmo/kg. Antidiuresis mengembalikan osmolalitas plasma yang tinggi ke tingkat normal

dengan mengencerkan plasma(meningkatkan konsentrasi airnya). Rangsangan lain yang

dapat menyebabkan pelepasan ADH adalah penurunan tekanan darah (yang dirasakan oleh

baroreseptor karotis dan aorta), stress, nyeri dan olahraga. Sekresi ADH dihambat oleh

penurunan osmolalitas plasma, peningkatan tekanan darah, dan alcohol.

2. OKSITOSIN

Oksitosin adalah suatu hormone protein yang dibentuk di nucleus paraventrikel

hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan dari hipofisis posterior.

Oksitosin merangsang kontraksi otot polos yang melapisi duktus payudara sehingga

terjadi peningkatan tekanan intermamaria dan mengalirnya air susu ke puting payudara.

Oksitosin juga merangsang kontraksi otot polos uterus. Perannya dalam mencetuskan

persalinan pada wanita hamil belum jelas. Namun, hormone ini memang menyebabkan

peningkatan intensitas kontraksi uterus seiring dengan kemajuan persalinan mendekati

kelahiran. Obat pitocin adalah turunan dari oksitosin dan digunakan secara klinis untuk

mencetuskan dan mempercepat persalinan.

KELAINAN HORMON HIPOFISIS

1. DIABETES INSIPIDUS

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi,

sekresi dan fungsi dari ADH. Istilah diabetes insipidus digambarkan sebagai kualitas dan

kuantitas urin yang encer dan tawar (dull and tasteless). Tanpa ADH, reabsorbsi air dan

pengkonsentrasian urin oleh renal collecting tubulus tidak dapat dilakukan.

Diabetes insipidus disebabkan oleh berkurangnya produksi ADH baik total maupun

parsial oleh hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis posterior.

Berkurangnya ADH dapat berasal dari tumor atau cedera kepala. Diabetes insipidus

mungkin juga disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH

dalam darah, akibat berkurangnya reseptor atau second messenger. Jenis diabetes insipidus

ini disebut nefrogenik, karena berawal di ginjal. Penyebab nefrogenik diabetes insipidus

meliputi faktor genetis, pembawa gen resesif terkait X, penyakit ginjal, hipokalemia atau

hiperkalemia.

Gambaran klinis:

Urin yang encer dalam jumlah besar

Polidipsi (rasa haus yang berlebihan)

Perangkat diagnostic:

Pemeriksaan darah dengan menghitung kadar ADH, peningkatan osmolalitas plasma dan

adanya hipernatremia dapat membantu menegakkan diagnose.

Komplikasi:

Dehidrasi berat dapat terjadi bila jumlah air yang diminum tidak adekuat.

Penatalaksanaan

Diberikan obat pengganti yang cara kerjanya menyerupai ADH. Obat-obatan yang

termasuk kategori ini dan paling sering digunakan adalah desmopressin yang diberikan

secara semprot di hidung (nasal spray)

Untuk diabetes insipidus nefrogenik, diberikan diuretic thiazide. Obat ini tampaknya

bekerja dengan cara menurunkan laju filtrasi glomerulus, sehingga memungkinkan

sejumlah cairan untuk diabsorbsi di tubulus proksimal daripada di tubulus pengumpul

(collecting tubule).

2. GROWTH HORMON (GH) DEFICIENCY

Defisiensi GH adalah penurunan kadar GH dalam darah. Sebagian besar sel tubuh

akan terpengaruh. Defisiensi GH biasanya hanya bermakna secara klinis pada masa anak-

anak.

Defisiensi GH biasanya disebabkan oleh adenoma hipofisis dari jenis sel penghasil

hipofisis anterior lainnya. Kelinan ini juga dapat terjadi akibat nekrosis hipoksik(kematian

akibat kekurangan oksigen) dan peradangan hipofisis. Penyebab defisiensi juga dapat

berada di tingkat hipotalamus, dan terjadi akibat malnutrisi, kekurangan tidur, atau

rangsangan terhadap pelepasan somatostatin selama periode stress fisik atau emosi yang

berkepanjangan. Misalnya beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa potensi

pertumbuhan dapat berkurang pada atlit wanita dewasa muda akibat olahraga fisik yang

intensif dan penurunan asupan makanan karena diet. Kadar estrogen yang rendah sering

dijumpai pada atlit wanita, yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan.

Penyakit defisiensi GH:

Kekerdilan

Pengurangan potensi pertumbuhan

Gambaran klinis

Pada anak, defisiensi GH menyebabkan tubuh pendek yang proporsional (dibawah

persentil ketiga untuk usia mereka). Anak yang bersangkutan mengalami penurunan

masa otot dan peningkatan simpanan lemak subkutis. Secara mental mereka biasanya

cerdas.

Tubuh pendek yang berbeda dari rata-rata tinggi anggota keluarga dapat diamati,

apabila terjadi pengurangan potensi pertumbuhan.

Perangkat diagnostic

Pemeriksaan darah yang mengukur penurunan kadar GH akan menunjang diagnosis

Penatalaksanaan:

Pengobatan defisiensi GH pada anak adalah penyuntikan subkutan GH rekombinan

beberapa kali tiap minggu selama pubertas atau sebelumnya. Defisiensi GH pada orang

dewasa biasanya tidak diobati.

3. KELEBIHAN HORMON PERTUMBUHAN

Kelebihan hormone pertumbuhan adalah peningkatan kadar GH dalam darah.

Peningkatan kadar GH menyebabkan peningkatan kadar somatomedin dan peningkatan

pertumbuhan tulang, tulang rawan dan jaringan lain. Efek langsung GH pada penguraian

karbohidrat dan peningkatan sintesis protein juga terjadi.

Kelebihan hormone biasanya terjadi akibat adanya suatu tumor penghasil GH di

hipofisis anterior.

Penyakit kelebihan GH:

Gigantisme, suatu penyakit kelebihan pertumbuhan longitudinal tulang, dijumpai pada

kelebihan GH sebelum pubertas

Akromegali, suatu penyakit proliferasi jarinagn ikat, dijumpai pada orang dewasa

dengan kelebihan GH. Karena pertumbuhan tulang panjang telah berhenti pada masa

dewasa, maka kelebihan GH tidak dapat menyebabkan pertumbuhan tulang. Kelainan

ini berkaitan dengan pertumbuhan tulang rawan tangan dan kaki, hidung, rahang, dagu

dan tulang-tulang wajah. Proliferasi juga terjadi di jaringan ikat organ-organ interna,

termasuk jantung juga terjadi.

Gambaran klinis

Pada gigantisme, tubuh tinggi

Pada akromegali, jari-jari, rahang, dahi, tangan, dan kaki menebal

Karena kelebihan GH biasanya disebabkan oleh suatu adenoma yang tumbuh agresif,

maka sel-sel hipofisis anterior penghasil hormone lainnya sering rusak. Dengan

demikian, gejala-gejala kelebihan GH sering berhubungan dengan gejala yang berkaitan

dengan defisiensi sistem hormone lain. Misalnya, apabila tumor tersebut mendesak sel-sel

penghasil gonadotropin di hipofisis anterior, maka dapat terjadi penurunan fungsi

reproduksi. Apabila tumor mempengaruhi sel penghasil hormone lainnya, maka

manifestasi yang khas untuk hormone yang hilang tersebut akan menonjol. Tumor yang

tumbuh juga dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Gejala-gejala meliputi nyeri

kepala, muntah dan papiledema(pembengkakan di tempat masuk saraf optikus ke bola

mata)

Perangkat diagnostic

Pemeriksaan darah yang mengukur kadar GH akan menunjang diagnosis gigantisme

atau akromegali

Pada kedua penyakit tersebut dapat terjadi peningkatan kadar glukosa darah

Pada kedua penyakit, pola pelepasan GH tidak lagi dapat diduga dan tidak berkaitan

dengan pola tidur.

Komplikasi

Komplikasi akromegali antara lain adalah hipertrofi jantung dan hipertensi. Diabetes

mellitus dapat terjadi akibat efek GH pada peningkatan glukosa darah dan penurunan

kepekaan sel terhadap insulin

Penatalaksanaan

Pengobatan kelebihan GH biasanya adalah eksisi tumor penghasil GH secara bedah

Juga dapat diberikan terapi radiasi

Bromokriptin, suatu antagonis dopamine, mungkin efektif untuk menurunkan kadar GH

Referensi :

1. Corwin, Elizabeth J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

2. Francis S. Greenspan, John D. Baxter. 1998. Endokrinologi dasar dan klinik. Ed 4.

Jakarta : EGC

3. Guyton AC, Hall JE. The pituitary hormone and their control by the hypothalamus. In :

Guyton AC (ed). The texbook of medical physiology. 10th ed. WB Saunders Company.

Philadelphia. 2000. 846-57.

4. Huether SE. Alternation of hormonal regulation. In : Understanding pathophysiology. 2nd

ed.Mosby. London. 2000. 470-504.

5. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2. Jakarta:

EGC.

6. Sutjahyo A. Gangguan fungsi hipofisis. Dalam : Noer MS, Waspadji S (ed). Buku ajar

ilmu penyakit dalam jilid I. edisi ketiga. Balai penerbit FKUI. Jakarta. 1996 : 792-4.

7. Sutjahyo A. Tumor hipofisis. Dalam : Noer MS, Waspadji S (ed). Buku ajar ilmu

penyakit dalam jilid I. edisi ketiga. Balai penerbit FKUI. Jakarta. 1996 : 795-8.

8. Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. Hypothalamus and pituitary gland. In : Greenspan F,

Gardner DG (eds) Basic and clinical endocrinology.7th

ed.Mc Graw-Hill Companies.

New York. 2004. 106-75.

9. Melmed S, Jameson JL. Disorders of the anterior pituitary and hypothalamus. In : Kasper

DL, Braunwald E, Fauci AS(eds). Harrison‘s Principle of Internal Medicine. 16th

ed.

McGrawHill.New York.2005. 2067-75.

10. Robertson GL. Disorders of the neurohypophysis. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci

AS(eds). Harrison‘s Principle of Internal Medicine. 16th

ed. McGrawHill.New

York.2005. 2097-2103.

KELENJAR TIROID

By : Herlin, Ryan n Hadis

Kelenjar tiroid terletak di permukaan anterior trakea, inferior kartilago tiroid. Kelenjar

tiroid terbagi menjadi 2 lobus (dextra, sinistra) yang dihubungkan oleh ismus.

Kelenjar tiroid mengandung sejumlah folikel tiroid. Di tengah folikel tiroid terdapat

celah folikel (follicle cavity) yang dibatasi oleh sel-sel folikel (berbentuk kuboid). Folikel

tiroid tersebut mengandung koloid yang terdiri dari protein thyroglobulin yang disintesis oleh

sel-sel folikel yang mengelilinginya. Setiap molekul thyroglobulin mengandung sekitar 70

asam amino tirosin

I. Proses Produksi Hormon

A. Sintesis

Proses sintesis hormon tiroid dapat dibagi dalam beberapa langkah:

1. sintesis protein thyroglobulin oleh sel folikel lalu dikeluarkan ke celah

folikel.

2. Ion iodida (I-) yang berasal dari diet, dipompakan secara aktif oleh sel folikel

ke bagian dalam sel (iodide trapping)*

3. dalam sel folikel, ion iodida (I-) mengalami oksidasi menjadi kation iodida

(I+) yang dikatalis oleh enzim peroksidase.

4. iodida yang sudah teroksidase berasosiasi dengan enzim iodinase, sehingga

mampu berikatan secara kovalen dengan tirosin di thyroglobulin.

5. ada beberapa macam zat hasil ikatan ion iodida dengan thyroglobulin

a. MIT (monoiodotirosin) = ikatan 1 iodida dengan thyroglobulin

b. DIT (diiodotirosin= ikatan 2 iodida dengan thyroglobulin

c. T3 (triiodotironin) = MIT + DIT

d. T4 (tetraiodotironin/tiroksin) = DIT + DIT

* iodide trapping menyebabkan iodida dalam folikel 30x lebih pekat daripada di

aliran darah. Bila kelenjar tiroid aktif konsentrasi iodida dalam folikel dapat

mencapai 250x daripada di dalam aliran darah (dipengaruhi oleh TSH/Thyroid

stimulating hormone)

B. Transpor dan Metabolisme

1. setelah terbentuk 4 macam molekul tersebut (DIT, MIT, T3, dan T4), sel

folikel mengambil protein2 tersebut secara endositosis.

2. di dalam sel folikel, molekul-molekul tersebut dipecah oleh enzim protease

dari lisosom sel folikel sehingga tirosin yang sudah berikatan dengan iodida

tersebut terlepas dari thyroglobulin.

3. protein thyroglobulin yang telah bebas ini digunakan kembali untuk sintesis

hormon tiroid berikutnya.

4. DIT dan MIT yang masih mengandung iodida dipisahkan dari tirosin-nya,

lalu iodida yang terbentuk kembali digunakan untuk sintesis hormon

berikutnya.

5. T3 dan T4 yang telah terbentuk dan sudah terlepas dari thyroglobulin masuk

ke dalam aliran darah. (93% T4; 7% T3)*

6. 0,3 % T3 dan 0,03% T4 yang ada dalam sirkulasi berada dalam keadaan

bebas, sedangkan sisanya berikatan dengan protein-protein plasma

(TGB/Thyoid Binding Globulins dan transthyretin/TBPA/Thyroid-binding

prealbumin)

* walaupun saat dieksresikan oleh sel folikel hormon berupa 93% T4, dan 7% T3;

T4 perlahan-lahan dikonversi menjadi T3 (T3 jauh lebih poten)

C. Pelepasan ke jaringan

Afinitas protein pengikat terhadap hormon tiroid cukup besar, sehingga

hormon dilepaskan ke jaringan dengan sangat lambat. Setengah dari jumlah T4

dilepaskan ke jaringan dalam waktu 6 hari, sedangkan setengah dari jumlah T3

dilepaskan ke jaringan dalam waktu 1 hari.

II. Efek Hormon Tiroid

Hormon thyroid memasuki sel target dengan sistem transport aktif. Hormon ini

memengaruhi hampir seluruh sel tubuh. Dalam sel tubuh hormon tiroid berikatan

dengan reseptornya yang terdapat di; sitoplasma, mitokondira, dan inti sel:

a. Hormon tiroid yang berikatan dengan reseptor di plasma dideposit. Ketika terjadi

defisiensi hormon tiroid, deposit hormon ini akan dilepaskan.

b. Hormon tiroid yang berikatan dengan reseptor mitokondria meningkatkn laju

metabolisme sel untuk menghasilkan ATP.

c. Hormon tiroid yang berikatan dengan reseptor di inti sel mengaktivasi gen yang

mengontrol sintesis enzim yang berperan dalam metabolisme.

Secara umum kinerja seluler hormon tiroid adalah seperti di atas, namun

manifestasi pada fisiologis tubuh dapat bermacam-macam, tergantung sel yang

diperngaruhinya:

Pertumbuhan ↑

Metabolisme lemak ↑

Laju metabolisme basal ↑

Aliran darah, curah jantung ↑

Frekuensi denyut jantung ↑

Motilitas saluran cerna ↑

Guyton, Artur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC

Martini, Frederic H. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology seventh edition. USA:

Pearson Benjamin Cummings

Sherwood, Lauralee. 2001 Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta: EGC.

Penyebab dan akibat kelebihan dan kekurangan hormon tiroid

Hypertiroidism :

1. Patofisiologi

2. langkah-langkah diagnostik

3. rencana terapi

HIPOTIROIDISME

Secara klinis dikenal

1. Hipotiroidisme sentral karena rusaknya hipofisis/hipotalamus

2. Hipotiroidisme primer paling banyak ditemukan, akibat proses patologis yang merusak

kelenjar tiroid

3. Hipotiroidisme sekunder dari defisiensi TRH, TSH atau keduanya

4. Sebab lain farmakologis, defisiensi/kelebihan yodium, resistensi perifer.

Berdasarkan usia awitan hipotiroidisme diklasifikasikan menjadi :

1. Hipotiroidisme dewasa / miksedema

2. Hipotiroidisme juvenilis (1-2 th),

3. Hipotiroidisme kongenital / kreatinin, disebabkan kekurangan hormon tiroid sebelum atau

segera sesudah lahir.

Hipotiroidisme

Klinik : TSH naik, fT4 turun

Subklinik : TSH naik, fT4 normal tanpa gejala/gejala minimal

Sebab terjadinya :

1. Hipotiroidisme sentral :

Urutan kegagalan hormon yang terjadi :

Desakan tumor hipofisis lobus anterior kegagalan pada gonadotropin ACTH

hormon hipofisis lain dan TSH

Penyebab :

Tumor, infiltrasi tumor

Nekrosis iskemik (sindrom Sheehan pada hipofisis)

Iatrogen (radiasi, operasi)

Infeksi (sarcoidosis, histiosis)

2. Hipotiroidisme primer

Adalah hipogenesis/agenesis kelenjar tiroid akibat anatomi kelenjar

Kerusakan tiroid dapat terjadi karena :

a) Pacaoperasi : struktemi parsial dapat menyebabkan hipotiroidisme

b) Pascaradiasi : pemberian RAI (radioactive iodine), tergantung dosis radiasi

c) Tiroiditis autoimun : autoimun inflamasi berperan antibodi antitiroid (Ab)

d) Tiroiditis pascapartum : peristiwa autoimun terjadi pada wanita postpartum

dapat hipo/hipertiroidisme

e) Tiroiditis subakut : etiologi virus, akibat nekrosis jaringan hormon merembes

masuk sirkulasi terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme) penyembuhan

didahului dengan hipotiroidisme sepintas

f) Dishormonogenesis : ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah

proses hormonogenesis.

g) Karsinoma : kerusakan tiroid karena karsinoma primer/sekunder, amat jarang

h) Hipotiroidisme sepintas : hipotiroidisme yang cepat menghilang

i) Pengaruh obat farmakologis : dosis OAT (obat anti tiroid) berlebihan dapat

menyebabkan hipotiroidisme, juga pada pemberian litium karbonat.

Gejala serta dan tanda-tanda

Dibagi menjadi umum (karena kekurangan hormon tiroid) dan spesifik (disebabkan

karena penyakit dasarnya

Keluhan utama :

kurang energi yang menyebabkan lesu, lamban bicara, mudah lupa, obstipasi

metabolisme menurun menyebabkan bradikardia dan tak tahan dingin

berat badan naik dan anoreksia

psikologis : depresi

reproduksi : oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat

Manifes klinis hipotiroidisme bentuk dewasa dan juvenilis :

suara parau; tidak tahan dingin dan keringat berkurang; kulit dingin dan kering; wajah

membengkak; dan gerakan lamban. Aktivitas motorik dan intelektual lambat, dan relaksasi

lambat dari refleks tendon dalam, perempuan sering mengeluh hipermenore.

Hipotiroidisme kongenital atau kretinisme :

Manifestasi dini, ikterus fisiologik yang menetap, tangisan parau, konstipasi,

somnolen, dan kesulitan makan. Selanjutnya anak menunjukkan kesulitan untuk mencapai

perkembangan anak normal.

Anak yang menderita kretinisme memperlihatkan tubuh yang pendek, profil kasar;

lidah menjulur keluar; hidung yang lebar dan rata; mata yang jaraknya jauh; rambut jarang;

kulit kering; perut menonjol; dan hernia umbilikalis.

Menegakkan diagnosis

Memeriksa TSH, fT4, dan fT3

Untuk wanita hamil dengan hipotirroidisme diperiksa juga antibodi (anti-Tg-Ab, anti-

AM-Ab) Indeks diagnostik Billewicz, juga tersedia untuk memisahkan antara eutiroidisme

dan hipotiroidisme. Interpretasi skor : bukan hipotiroidisme kalau skor ≤ -30, diagnostik

apabila skor >25 dan meragukan apabila skor antara -29 dan +24 dan dibutuhkan pemeriksaan

konfirmasi.

Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme

Kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan

peningkatan kolesterol serum. TSH mungkin tinggi mungkin rendah bergantung jenis

hipotiroidisme, pada hipotiroidisme primer TSH serum tinggi tiroksin rendah. Sebaliknya

pada hipotiroidisme sekunder TSH serum dan tiroksin rendah.

Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan

pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi.

Pengobatan Hipotiroidisme

Perhatikanlah :

a) dosis awal

b) cara menaikkan dosis tiroksin

Tujuan pengobatan :

a) meringankan keluhan dan gejala

b) menormalkan metabolisme

c) menormalkan TSH ( bukan mensupresi)

d) membuat T3 (dan T4) normal

e) menghindarkan komplikasi dan risiko.

Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama

bahan lain yang mengganggu serapan usus. Sukralfat, alumunium hidroksida, kolestiramin,

formula kedelai, sulfas ferosus, kalsium karbonat, dilantin, rifampisin, fenobarbital dan

tergetol meningkatkan sekresi empedu. Dosis rerata substitusi L-T4 ialah 112 ug/hari atau 1,6

ug/kg BB atau 100-125 mg sehari. Untuk L-T3 25-50 ug. Kadar TSH awal sering kali dapat

digunakan patokan dosis pengganti : TSH 20 uU/ml butuh 50-75 ug tiroksin sehari, TSH 44-

75 uU/ml butuh 100-150 ug. Sebagian besar kasus butuhkan 100-200 ug L-T4 sehari.

HIPERTIROIDISME DAN TIROTOKSIKOSIS

Tirotoksikosis ialah manifes klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam

sirkulasi. Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respons jaringan-jaringan tubuh

terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Hipotiroidisme adalah

tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.

Penyebab Tirotoksikosis

Etiologi : 70% karena penyakit Graves, sisanya karena gondok multinoduler toksik,

adenoma toksik, dan sebab lain.

Penyebab tersering adalah penyakit grave suatu penyakit otoimun dalam serum

ditemukan imunoglobulin (IgG) Imunoglobulin ini merangsang thyroid-stimulating

immunoglobulin (TSI) bereaksi dengan TSH atau membran plasma tiroid akibatnya

antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH hipofisis

sekresi dan pertumbuhan tiroid terus berlangsung hipertiroidisme.

Diagnosis Tirotoksikosis

Dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian pemeriksaan penunjang dengan diperiksa kadar

hormon beredar TT4, TT3 (T – total) (dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan

TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap I131

, sintigrafi dan kadang

dibutuhkan pula FNA (fine needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, ATg-Ab),

TSI.

Tidak semua diperlukan, untuk fase awal perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada

pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan

membaik. Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmometer

(eksoftalmos : prostrusi bola mata).

Uji diagnostik untuk hipertiroidisme

Dengan melakukan pengukuran langsung konsentrasi tiroksin ―bebas‖ (dan sering

triidotironin) di dalam plasma, dengan cara pemeriksaan radioimunologik yang tepat. Uji lain

yang sering digunakan adalah:

1. Kecepatan metabolisme basal biasanya meningkat +30 hingga +60 pada hipertiroidisme

berat

2. konsentrasi TSH di dalam plasma diukur dengan radioimunologik. Pada tipe tirosikosis

biasa hampir tidak ditemukan TSH dalam plasma.

3. konsentrasi TSI diukur dengan radioimunologik. TSI normalnya tinggi pada tipe

tiroksikosis yang biasa tapi rendah pada adenoma tiroid.

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa

Manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan; pasien

mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit

lembab; berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat; palpitasi dan

takikardi; diare; dan kelemahan serta atrofi otot

Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya

terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% - 80% pasien ditandai

dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan

kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi.

Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam

serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG). Goiter nodular toksik ditemukan

sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Hipertiroidisme timbul secara lambat dan

manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit graves.

Gejala dan tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan dalam beberapa hal sangat

berbeda :

a) BB menurun mencolok (usia muda 20% justru naik)

b) Nafsu makan menurun, mual muntah, sakit perut

c) Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari occult

hyperthyroidism, takiaritmia

d) Lebih jarang dijumpai takikardia (40%)

e) Eye signs tidak nyata atau tidak ada

f) Bukan gelisah justru apatis.

Pengobatan

Tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya

modalitas pengobatan, situasi pasien,

Pengobatan tirotoksikosi dapat dikelompokkan menjadi :

a) Tirostatika OAT – obat anti tiroid, kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5

mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil

50, 100 mg) menghambat proses autoimun tetapi PTU masih ada efek yaitu menghambat

konfersi T4 ả T3 di perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh

MTZ 4-6 jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel ± 20 jam, PTU lebih pendek. Dosis

dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400 PTU sehari dalam dosis terbagi.

Biasanya dalam 4 -6 minggu tercapai eutiroidisme

b) Tiroidektomi, prinsip umum :operasi dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis

maupun biokimiawi.

c) Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI), dosis RAI berbeda; ada yang bertahap

untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dosis besar untuk

mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.

DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Moeljanto, R. Djoko. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : FKUI.

Arthur C. Guyton, M. D. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton &

Hall Edisi 9. Jakarta : EGC.

TIROIDITIS

Tiroiditis secara harafiah diartikan sebagai radang pada kelenjar tiroid. Tiroiditis

mencangkup kumpulan penyakit individual yang menyebabkan inflamasi pada tiroid,

sehingga menyebabkan banyak gejala klinis yang berbeda beda. Misalnya pada Hasimoto‘s

thiroiditis merupakan penyebab umum terjadinya hipotiroidisme di US. Pada tiroiditis pasca

kelahiran akan menyebabkan tirotoxitosis (peningkatan hormone tiroid pada darah) yang

dilanjutkan dengan hipotiroididm. Tiroiditis subakut merupakan penyebab utama nyeri pada

tiroid.

Tidak ada gejala yang khusus pada tiroiditis. Jika tiroiditis disebabkan oleh kerusakan

sel di kelenjar tiroid secara lambat dan kronik, maka akan menyebabkan meurunya hormon

tiroid dalam darah (hipotiroidism). Gejala umum pada hipotiroidism adalah fatigue, weith

gain, konstipasi, kulit kering dan depresi. Jika tiroiditis disebabkan oleh kerusakan sel

kelanjar tiroid yang sangat cepat maka akan menyebabkan hormon tiroid yang disimpan

dikelenjar akan keluar secara cepat, ingá menyebabkan thirotoxitosis yanbg hampir

menyerupai hipertiroidism. Gejala umum pada penhipertiroidism adalah anxienty,

insomiadenyut jantung meningkat, weight loss dan iritabilitas.

Tiroiditis banyak disenbabkan oleh gangguan pada kelenjar tiroid yang dapat

menyebabkan inflamasi. Salah satu yang dapat menimbulkan gangguan tersebut adalah

antibodi. Jadi, terbentuk antibodi terhadap tiroid. Hal ini masih tidak diketahui penyebabnya,

kecuali diturunkan dari oreng tua. Selain itu, penyebab yang lain adalah adanya infeksi virus

atau bacteria. Penyebab lain adalah penggunaan obat interferon dan amiodarone yang dapat

membahayakan sel tiroida dan menyebabkan inflamasi.

Macam macam tiroiditis dapat dirangkum dalam:

Type Penyebab Gejala klinis Diagnosi tes Durasi

Hasimoto

tiroiditis

Autoimun Hypotyroidism

Kadang

thyroitoxisitis

Test fungsi

tiroid, tes

antibodi tiroid

Bipotiroidism

menetap

Sub acut

tiroiditis

virus Nyeri pada

tiroid,

tirotoksitosis,

diikuti dengan

hipotiroiditism

Tes fungsi

tiroid,

sedimentasi

rate, radioactive

iodine uptake

Kembali

normal dalam

12-18 bulan,

5%

hypotiroididm

permanen

Silent tiroiditis,

nyeri tiroiditis

autoimun tirotoksitosis

diikuti dengan

hipotiroiditism

Tes fungsi

tiroid, tes

antibodi tiroid,

Kembali

normal dalam

12-18 bulan,

28%

hypotiroididm

permanen

Tiroiditis pasca

kelahiran

autoimun tirotoksitosis

diikuti dengan

hipotiroiditism

Tes fungsi

tiroid, tes

antibodi tiroid,

radioactive

iodine uptake

(kontra indikasi

: ibu menyusui)

Kembali

normal dalam

12-18 bulan,

20%

hypotiroididm

permanen

Drug induced Interferon,

Amiodarone,

sitokin

tirotoksitosis

atau

hipotiroiditism

Tes fungsi

tiroid, tes

antibodi tiroid

Selama

konsumsi obat

masih

berlangsung

Paparan Radiasi Radioactive

iodin untuk

hypertiroidism,

dan terapi

radiasi untuk

beberapa

kanker

Terkadang

tirotoksitosis,

lebih sering

hipotiroiditism

Tes fungsi

tiroid

tirotoksitosis

biasanya

sementara,

hipotiroiditism

permanen

Tiroiditis akut Infeksi bakteri Terkadang

nyeri tiroid dan

hipertiroidism

Tes fungsi

tiroid,

radioactive

iodine uptake,

tes biopsi

Setelah

pengobatasn

terhadap infeksi

Penanganan terhadap penyakit tiroiditis, bergantung pada gejala klinis yang

ditampakannya, misalnya pada tirotoksisitas (hipertiroiditis) diberi obat sama seperti pada

penyakit hipertiroidism.

THIROID ADENOMA

Kejadian tiroid adenoma banyak dialami ileh wanita (dengan perbandingan 7:1) Dan

80% terjadi pada kisaran umur 20-60 tahun Kriteria suatu adenoma adalah: berkapsul nyata,

terdapat perbedaan yang jelas antara arsitektur sel dalam dan di luar kapsul, di dalam terdapat

gambaran histopatologik yang uniform dan jaringan tumor mrnrkan jaringan tiroid

disekitarnya. Terdapat beberapa jenis adenoma tiroid yaitu:

1. Adenoma Folikuler

Adenoma berupa nodul soliter, berdiameter 2-4 cm, tumbuh di dalam simpai secara

sentrifugal hingga teraba lebih kenyal dibandingkan dengan jaringan tiroid di sekitarnya.

a. Adenoma embrional : Didalam simpai terdapat asinus-asinus dalam berbagai ukuran

dan bentuk. Asinus dapat rudimenter hingga gambaran histopatologiknya menunjukan

folikel-folikel kecil yang tidak mengandung koloid

b. Adenoma keloid : terdiri dari folikel folikel yang penuh keloid dan dibatasi oleh

stroma jaringan ikat tipis.

c. Adenoma fetal : adenoma yang mempunyai jaringan fibrous yang banyak dan terdapat

kolagen yang memisahkan asinus asinus kecil tetapi sudah sempurna,

d. Adenoma sel Hurtle : tersusun atas sel sel besar, lebih granuler dibandingkan dengan

sel epitel folikel, bentuk dan ukuran sel bervariasi, mengandung sitoplasma yang

banyak dan memiliki inti yang berbentuk oval. Adenoma jenis ini jarang terjadi

Adenoma memiliki sifat tumbuh lambat tetapi terus berkembang (kontinue), jarang

menimbulkan gejala tekanan pada leher. Akan tetapi secara mendadak, dapat tumbuh

cepat sehingga mengganggu aliran darah, hingga menimbulkan nyeri dan hemorhagia.

Dapat pula terjadi perubahan degeneratif perdarahan, fibrosis, kalsifikasi atau

pembentukan kista

2. Kista

Sekitar 10-25% nodul soliter merupakan kista tiroid. Dimungkinkan merupakan

suatu perubahan degenerafif dari adenoma atau struma aadenomatosa. Kista berisi cairan

coklat mengandung darah, pigmen himosiderin dan sel-sel debris.

3. Teratoma

Berupa nodul soliter di garis tengah leher, berasal dari jaringan embrional. Sangat

jarnag terjadi tetapi memiliki potensi menjadi tumor ganas.

THIROID KARSINOMA

Karsinoma tiroid merupakan kanker dengan survival rate yang tinggi. Prosentase jenis

histopatologinya bergantung pada letak geografisnya, apakah tempat tersebut kekurangan

yodium atau tidak. Pada daerah kekurangan yodium lebih banyak ditemukan karsinoma tiroid

jenis folikuler. Sedangkan pada daerah yang tidak kekurangan yodium, lebih banyak

karsinoma papilifer. Onkogenesis masih belum jelas kecuali akibat radiasi daerah kepala pada

masa anak-anak dan dewasa muda. Pemberian rangsang TSH jangka panjang (dengan jalan

tiroidektomi partialis , diet defisiensi yodium, pemberian bahan goitrogen) pada binatang coba

mampu menimbulkan adenoma dan bahkan karsinoma folikuler tiroid.

Klasifikasi kanker tiroid

1. Adenokarsinoma papilifer

Merupakan tumor ganas tiroid yang paling banyak ditemukan terutama pada

daerah non gondok endemik. Wanita lebih banyak terkena (2-3:1). Adenokarsinoma ini

berupa benjolan tidak nyeri tekan. Seringkali lesi primer masih occult, tetapi masih

ditemukan metastasis ke kelenjar limfe leher sehingga gejala klinik yang terlihat adalah

perbesaran kelenjar limfe di leher.

Gambaran histopatologiknya adalah ditemukannya pertumbuhan papiler yang

kompleks, dengan pola mirip pohon yang bercabnag-cabang, dengan bagian luar terdapat

stroma fibrovaskuler tumbuh palilifer.

Gambaran mikroskopik adenokarsinoma papilifer menunjukan sel-sel yang atipik,

dengan susunan sel yang mengalami disorientasi, menginvasi kapsul.

Sekitar 50% kasus terdapat gambaran ―groundglass‖ pada inti selnya. Pada 50%

kasus juga ditemukan psammoma bodies ynag berdiameter sampai 0,1 nm terletak pada

stroma fibrous aksial di puncak papil. Psammoma bodies, tidak dijumpai pada kanker

jenis lain, oleh karena itu psammoma bodies dijadikan dasar diagnosis adenokarsinoma

papilifer.

2. Adenokarsinoma folikuler

Tumor ganas ini ditandai dengan folikel yang telah berkembang sempurna. Tidak

ditemukan gambaran papil, apabila ditemukan gambaran papil dikelompokan sebagai

mixed papillary carcinoma.

Secara anatomik, terdapat 2 jenis nodul kecil berkapsul, mirip dengan adenoma

folikuler dan jenis invasif yang telah mengenai seluruh lobus tiroid.

Gambaran makroskopik, berwarna abu-abu keputihan tumbuh pada jaringan tiroid

menggantikan sebagian besar kelenjar. Apablia sudah menembus kapsul dan menyerbuk

ke trachea, otot, kulit dan pembuluh darah leher, akan ditemukan fokus-fokus hemorhagi,

pembentukan kista dan daerah nekrosis.

Gambaran mikroskopik, terdapat berbagai macam ukuran folikel yang sebagian

mengandung keloid. Biasanya berdiferensiasi baik, hampir menyerupai adenoma, tetapi

ditemukan invasi dan penetrasi sel-sel ke dalam kapsul serta menginvasi jaringan sekitar

dan pembuluh darah. Penyebaran limfatik dan kelenjar limfe, jarang ditemukan.

Gambaran klinik, berupa benjolan soliter, sering berbentuk irreguler dan

perabaannya kenyal. Pertumbuhan berjalan lama, selama beberapa tahun, akan tetapi

mendadak tumbuh cepat.

Berbedana dengan adenokarsinoma papilifer, metastasis sering tidak jelas, oleh

karana tumor ini menyerang pembuluh darah, maka akan didapatkan metastasis di paru,

tulang dan tempat-tempat jauh lainnya.

Prognosis tergantung pada derajat tumor ganas pada saat dioprasidan respon

terhadap terapi. Pada umumnya 5 yeear survival rate 60-65%, sedangkan 20 yeear

survival rate adalah 30%

3. Adenokarsinoma meduler

Frekuensi terjadinya adalah 10-15% dibanding seluruh kejadian tumor ganas

tiroid. Terdapat dua jenis varian histopatologi, yaitu karsinoma sel kecil dan karsinoma sel

datia. Karsinoma sel kecil sering tersusun oleh sel-sel kuboid sampai poligonal, tumbuh

dalam kelompok-kelompok. Banyak ditemukan mitosis, tapi tidak ditemukan sel datia.

Karsinoma sel datia tersusun atas sel-sel anaplastik, besar dna pleiomorf, mengandung

nukleus multipel, bilobus; dan terdapat sel kumparan. Banyak sel datia dan mitosis berini

besar.

4. Adenokarsinoma anaplastik

Merupakan tumor ganas yang berasal dari sel C. Tumor ini relatf jarang (10% dari

kejadian kanker tiroid). Memiliki 3 hal yang khas, yaitu stroma amieloid, hubungan

genetik, dan memproduksi berbagai produk polipeptida.

Tumor ganas berasal dari sel parafolikuler ini memproduksi kalsitonin. Walaupun

jarang, tapi kadang-kadang tumor mengeluarkan histamin, prostaglandin (menimbulkan

diare pada 30% kasus), kadang-kadang juga ACH(menimbulkan sindroma Cushing) dan

serotonin (menimbulkan sindroma karsinoid)

Gambaran makroskopik, tumor tampak membesar, berupa masa keputihan, teraba

agak keras.

Gambaran mikroskopik, tampak sarng sarang sel neoplastik dipisahkan dengan

stroma yang mengandung amiloid. Terkadang terjadi kalsifikasi pada stroma. Bentuk sel

bervariasi, sebagian poligonal dengan sitoplasma eosinofilik bergranuler.

Adenokarsinoma ini tumbuh lambat, tetapi progresif dengan invasi lokal ke

jaringan sekitar dan metastasis (baik ke kelenjar limfe leher maupun metastasis jauh)

Prognosis, 5 years survival rate adalah 40-50%

Referensi

Tjahyono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: Badan Penerbit Univewrsitas Diponegoro

Anonim. 2005. Thyroiditis. Available from: www. thyroid.org

KELENJAR PARATIROID

By: Ai Nurfaiziyah & Puput

A. REGULASI SEKRESI DAN PERAN RESEPTOR HORMON PARATIROID

1. Tipe sel pemproduksi

Tubuh memiliki dua lobus kelenjar tiroid. Di belakang masing-masing lobus

terdapat 2 buah kelenjar paratiroid. Jadi total kelenjar paratiroid yang kita miliki

adalah 4. Meskipun biasanya terdapat dua pasang kelenjar paratiroid, terkadang

kelenjar ini asimetrik dan bisa berjumlah kurang atau lebih dari 4 kelenjar. Jika

terdapat lebih dari 4 kelenjar, biasanya extra kelenjar tersebut berukuran kecil dan

hanya merupakan kelenjar asesori. Selain di belakang kelenjar tiroid, kelenjar

paratiroid juga dapat ditemukan dalam mediastinum, yang terletak di samping timus,

karena kelenjar paratiroid dan timus berkembang dari kantung faring yang sama.

Sel-sel endokrin di kelenjar paratiroid tersusun berderet, dan terdapat dua jenis

sel: sel prinsipal (chief cell) dan sel oksifil (oxyphil cell).

a. Chief cell

Merupakan sel polygonal kecil dengan inti vesikular dan sitoplasma pucat

yang agak asidofilik. Sitoplasmanya mengandung granula sekretoris yang

mengandung hormone paratiroid, berupa polipeptida dalam bentuk aktifnya. Sel

ini mengandung vakuola yang kemungkinan mengandung glikogen.

b. Oxyphil cell

Jumlahnya lebih sedikit, berbentuk poligonal, dan lebih besar daripada chief

cell. Sitoplasmanya mengandung banyak mitokondria asidofilik dengan krista

yang berlimpah namun tidak mengandung vakuola. Fungsi sel ini masih belum

jelas. Dengan meningkatnya usia, terjadi pergantian sel sekresi dengan sel lemak.

Jumlah sel lemak dapat mencapai lebih dari 50% massa kelenjar pada orang tua.

2. Organ target, efek fisiologis, dan umpan balik negatif PTH

PTH merupakan hormon peptida dengan 84 asam amino. Yang menjadi target

organ dari hormon ini adalah tulang, ginjal, dan usus. Ketiga organ ini merupakan

organ-organ yang terlibat dalam regulasi homeostasis kalsium (Ca2

) dalam darah.

Sintesis dan pelepasan hormon diatur oleh konsentrasi Ca2

yang terionisasi dalam

plasma. Bila konsentrasi Ca2

yang terionisasi turun di bawah nilai normal

(hipokalsemia), maka lebih banyak PTH yang dilepaskan ke dalam darah, sedangkan

peningkatannya akan mempunyai efek sebaliknya.

Efek PTH terhadap target organ didahului dengan pengikatan PTH pada reseptor

membran sel target organ. Reseptor PTH yang sudah berhasil diidentifikasi ada 3, yaitu

PTHR1, PTHR2, dan PTHR3. Berikatannya reseptor PTH pada target organ

mengakibatkan:

a. Tulang

Pada tulang, osteoklas diaktifkan dan resorpsi tulang terjadi bersama dengan

pelepasan Ca2

.

b. Ginjal

PTH secara langsung menstimulasi reabsorpsi Ca2

dalam ginjal, menurunkan

reabsorpsi fosfat, dan menstimulasi aktivitas 1α-hydroxylase, suatu enzim yang

bertanggungjawab terhadap pembentukan vitamin-D aktif.

c. Usus

Ambilan Ca 2 di usus secara tidak langsung ditingkatkan disebabkan oleh

pengaruh perangsangan PTH terhadap pembentukan hormon D di ginjal.

3. Metabolisme PTH

Biosintesis dan sekresi PTH diatur oleh Ca2

plasma melalui sebuah proses yang

kompleks. Perubahan kecil kadar Ca2

plasma terdeteksi oleh PTH Ca2

-reseptor.

Penurunan kadar kalsium plasma secara tiba-tiba menimbulkan dua fase pelepasan PTH.

Yaitu, pelepasan segera PTH dalam beberapa detik, dan peningkatan sintesis PTH yang

Nukleus

PTH

↑ [ Ca 2 ] ↑ [ Ca 2 ]

Aktivasi

Sensor Ca 2

Relaksasi

sensor Ca 2

Phospholipase A 2

↑ sekresi PTH

Arachidonic acid

Leukotrienes

↑ degradasi PTH

↓ sekresi PTH

PTH

Retikulum Endoplasma

PTH mRNA

disekresikan beberapa jam kemudian. Sensor Ca 2 serum adalah protein G (G 11/q dan

G i ), sepasang reseptor yang terletak di membran plasma chief sel kelenjar paratiroid.

Penurunan akut kadar Ca 2 akan mengakibatkan penurunan nyata PTH mRNA dan

keadaan ini diikuti oleh peningkatan kecepatan sintesis PTH. PTH disintesis sebagai pre-

propeptide pro-PTH PTH matur.

PTH di katabolisme oleh ginjal dan hepar menjadi fragmen amino-terminal (PTH 1-

34) dan carboxy-terminal. Komposisi fragmen-fragmen PTH di sirkulasi terdiri dari 10%

fragmen amino-terminal yang secara biologis bersifat aktif namun memiliki waktu paruh

yang singkat (4-20 menit), serta 80% fragmen carboxy-terminal yang tidak aktif dengan

waktu paruh lebih panjang. Sehingga lebih mudah dideteksi di dalam plasma.

B. HUBUNGAN HORMON PARATIROID DAN VITAMIN D

Darimanapun sumbernya, vitD secara biologis inaktif saat pertama kali masuk ke

dalam darah baik dari kulit maupun saluran pencernaan. Zat ini harus diaktifkan oleh dua

perubahan biokimiawi berurutan berupa penambahan dua gugus hidroksil (-OH). Reaksi yang

pertama terjadi di hati dan yang kedua di ginjal. Hasil akhirnya adalah vitD yang aktif, 1,25-

(OH)2-vitamin D3. Enzim-enzim ginjal yang berperan dalam reaksi kedua pengaktifan vitD

dirangsang oleh HPT sebagai respon terhadap penurunan Ca++

plasma. Penurunan fosfat

plasma juga mengaktifkan proses pengaktifan vitD (dengan tingkat yang lebih rendah). Efek

vitD aktif yang paling dramatis dan penting secara biologis adalah meningkatkan penyerapan

Ca++

di usus. Di samping itu, vitD juga meningkatkan penyerapan fosfat (PO4=) di usus dan

↓ Ca++

plasma

Kelenjar paratiroid

↑ HPT

↑ pengaktifan vit D

Ginjal

↑ reabsorpsi Ca++

oleh

tubulus ginjal Mobilisasi Ca

++ dari

tulang

Tulang

Usus

↑ penyerapan Ca++

di

usus

↑ Ca++

plasma

↓ ekskresi Ca++

melalui urin

me↑ ketanggapan

tulang terhadap HPT

menghilangkan

+ +

+

+

meningkatkan ketanggapan tulang terhadap HPT. Dengan demikian, vitD dan HPT memiliki

hubungan saling ketergantungan yang erat (skema di atas).

Hormon paratiroid terutama berperan dalam mengontrol homeostasis Ca++

karena efek

vitD terlalu lamban untuk ikut berperan dalam pengaturan menit-ke-menit konsentrasi Ca++

dalam plasma. Namun, baik HPT maupun vitD esensial untuk keseimbangan Ca++

. Jika

asupan Ca++

dari makanan berkurang, terjadi penurunan sementara kadar Ca++

plasma yang

kemudian memicu pengeluaran HPT. Peningkatan HPT memiliki dua efek yang penting untuk

memelihara keseimbangan Ca++

:

a. Hormon ini merangsang reabsorpsi Ca++

oleh ginjal, sehingga pengeluaran Ca++

berkurang

b. Hormon ini mengaktifkan vitamin D, yang meningkatkan efisiensi penyerapan Ca++

dari

makanan

Karena HPT juga meningkatkan resorpsi tulang, terjadi pengurangan susbtansial

mineral-mineral tulang jika asupan Ca++

dari makanan kurang adekuat untuk jangka lama,

walaupun tulang tidak secara langsung terlibat dalam pemeliharaan keseimbangan pemasukan

dan pengeluaran Ca++

.

C. HORMON KALSITONIN

1. Sekresi hormon kalsitonin

Pada awal tahun 1960an, kalsitonin ditemukan sebagai hormon baru yang

mempunyai efek lemah terhadap kalsium darah, tetapi berlawanan dengan efek

hormon paratiroid. Dinamakan kalsitonin karena hormon ini dapat mengurangi ion

kalsium dalam darah. Kalsitonin merupakan polipeptida besar dengan berat molekul

kira-kira 3400 dan mempunyai rantai yang terdiri atas 32 asam amino. Pada manusia,

kalsitonin disekresikan oleh sel-sel parafolikel atau sel-sel C, yang terdapat di dalam

jaringan interstisial di antara folikel kelenjar tiroid.

Seperti pada HPT, pengatur utama sekresi kalsitonin adalah kadar Ca++

bebas

dalam plasma, tetapi berbeda dengan efeknya terhadap pengeluaran HPT. Peningkatan

kalsium plasma akan merangsang sekresi kalsitonin dan penurunan kalsium plasma

menghambat sekresi kalsitonin. Karena kalsitonin menurunkan kadar Ca++

plasma,

sistem ini membentuk kontrol umpan balik negatif sederhana atas konsentrasi Ca++

plasma, yang bertentangan dengan sitem HPT.

2. Efek hormon kalsitonin

a. secara jangka pendek menurunkan perpindahan kalsium dari cairan tulang ke

dalam plasma.

b. Secara jangka panjang menurunkan resorpsi tulang dengan menghambat

aktivitas osteoklas. Penekanan resorpsi tulang menyebabkan kadar fosfat plasma

berkurang dan konsentrasi kalsium plasma menurun. Efek hipokalsemik dan

hipofosfatemik kalsitonin seluruhnya disebabkan oleh efek hormon ini pada

tulang. Hormon ini tidak memiliki efek pada ginjal atau usus.

Dalam referensi yang berbeda, dijelaskan bahwa kalsitonin mengurangi

konsentrasi kalsium plasma paling sedikit melalui dua cara, yaitu

a. Efek yang berlangsung dengan segera adalah pengurangan kerja absorpsi osteoklas

dan mungkin efek osteolitik dari membran osteositik di seluruh tulang, jadi

menggeser keseimbangan pengendapan kalsium sesuai dengan cepatnya

pertukaran garam-garam kalsium tulang.

b. Efek kalsitonin yang lebih lama adalah penurunan pembentukan osteoklas yang

baru, juga karena resorpsi osteoklastik tulang mengarah secara sekunder kepada

aktivitas osteoblastik, jumlah osteoklas yang ditekan diikuti oleh penekanan

jumlah osteoblas. Oleh karena itu, dalam jangka waktu yang panjang, hasil akhir

hanya merupakan pengurangan aktivitas osteoklastik dan osteoblastik yang sangat

besar. Akibatnya tidak ada efek pemanjangan ion kalsium yang bermakna.

↓ Ca++

plasma

Kel.paratiroid

HPT

↑ Ca++

plasma

↑ Ca++

plasma

Sel C tiroid

Kalsitonin

↓ Ca++

plasma

+ + _ _

Artinya, efek terhadap kalsium plasma terutama bersifat sementara, paling lama

bertahan untuk beberapa jam sampai beberapa hari.

D. KELAINAN KELENJAR PARATIROID

1. Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme ditandai oleh meningkatnya kadar HPT dalam sirkulasi

darah, meningkatnya kadar kalsium serum, meningkatnya ekskresi kalsium urine

(dapat menimbulkan nefrokalsinosis, urolithiasis serta kelainan tulang). Disebut

hiperparatiroidisme primer apabila meningkatnya kadar HPT disebabkan oleh

hiperplasia atau neoplasia kelenjar paratiroid, sedangkan hiperparatiroidisme sekunder

disebabkan oleh penyebab-penyebab yang mampu menimbulkan hipokalsemia kronik

(gagal ginjal kronik, sindroma malabsorbsi, ricketsia).

Penyebab hiperparatiroidisme biasanya adalah tumor dari salah satu kelenjar

paratiroid. Tumor ini lebih sering tumbuh pada wanita daripada pria atau anak-anak,

terutama karena kehamilan dan penyapihan merangsang kelenjar paratiroid dan karena

merupakan predisposisi untuk perkembangan tumor ini.

Gejala klinik hiperparatiroidisme stadium dini tidak spesifik. Hiperkalsemia

ringan (kadar plasma kalsium 3 mmol/l) belum menimbulkan gejala, bahkan sampai

3,5 mmol/l. Apabila kadar lebih meningkat baru menimbulkan keluhan, tetapi tidak

spesifik. Keluhan penderita umumnya kelemahan otot, anoreksia, dan nausea,

konstipasi dan turunnya berat badan. Gejala spesifik muncul apabila terdapat keratitis

pada mata akibat timbunan kalsium di kornea.

Pengidap kelainan ini dapat asimtomatik atau sebaliknya menderita gejala-

gejala berat, tergantung pada besarnya masalah. Berikut ini konsekuensi-konsekuensi

yang dapat terjadi :

a. Hiperkalsemia menurunkan eksitabilitas jaringan otot dan saraf, sehingga terjadi

kelemahan otot dan gangguan syaraf, termasuk penurunan kewaspadaan, gangguan

daya ingat, dan depresi, serta gangguan jantung.

b. Mobilisasi berlebihan ion kalsium dan fosfat dari simpanan di tulang

menyebabkan tulang-tulang menipis, yang dapat menimbulkan deformitas tulang

dan peningkatan insidens fraktur. Hiperparatiroidisme yang berlangsung lama akan

menyebabkan demineralisasi tulang sehingga pada awalnya terjadi osteomalasia,

osteoporosis dan selanjutnya osteositis fibrosa kistika (penyakit von

Recklinghausen). Kelainan ini terjadi resorbsi osteoklas yang diganti oleh jaringan

ikat fibrous. Akan tetapi, efek pada skeletal dewasa ini jarang terjadi karena

diagnosis dini dapat ditegakkan sehingga dapat segera diberikan terapi.

c. Terjadi peningkatan insidens pembentukan batu ginjal yang mengandung kalsium

karena peningkatan jumlah kalsium yang difiltrasi melalui ginjal. Batu-batu ini

dapat mengganggu fungsi ginjal. Lewatnya batu melalui ureter menimbulkan

banyak kelainan. Selain di ginjal, juga dapat terjadi tertimbunnya garam kalsium

(kalsifikasi metastatik) pada pembuluh darah, paru, jantung, gaster, mata, dan

jaringan ikat sekitar sendi. Yang paling sering terkena adalah ginjal dan pembuluh

darah (terutama dalam tunika media arteria). Karena berpotensi menyebabkan

banyak kelainan, hiperparatiroidisme sering disebut sebagai ―bones, stones, and

abdominal groans‖.

d. Keluhan abdominal muncul akibat hiperkalsemia yang menyebabkan timbulnya

gangguan-gangguan pencernaan seperti ulkus peptikum, mual, dan konstipasi.

Terapi Hiperparatiroidisme

a. Hiperkalsemia berat dan simtomatik penurunan kalsium dengan hidrasi

sederhana sampai konsentrasi kalsium mencapai nilai di bawah 2,9 mmol/L (11,5

mg/dL)

b. Penderita wanita pascamenopause terapi estrogen dapat mencegah

demineralisasi rangka dan mengurangi kadar kalsium darah dan urin

c. Pembedahan

1) Pasien di bawah 50 tahun harus secara rutin dioperasi, mengingat lamanya

pengawasan yang akan dibutuhkan. Petunjuk lain untuk menganjurkan

pembedahan pada penderita hiperparatiroidisme asimtomatik mencakup:

2) Peningkatan kalsium serum, lebih dari 0,25-0,4 mmol/L (1-1,6 mg/dL)

melebihi batas atas normal untuk laboratorium.

3) Riwayat serangan hiperkalsemia yang membahayakan jiwa, misalnya serangan

yang diinduksi oleh dehidrasi dan penyakit yang kambuh.

4) Penurunan bersihan kreatinin >30% dibandingkan dengan kontrol.

5) Adanya batu ginjal yang dideteksi dengan radiograf perut.

6) Peningkatan selama 24 jam ekskresi kalsium urin >400 mg.

7) Penurunan massa tulang lebih dari 2 simpang baku di bawah normal dengan

salah satu dari beberapa metode noninvasive untuk mengukur massa tulang.

2. Hipoparatiroidisme

Etiologi : biasanya karena pengangkatan secara tidak sengaja kelenjar

paratiroid (sebelum keberadaannya diketahui) sewaktu pengangkatan kelenjar tiroid

secara bedah (untuk terapi penyakit tiroid). Walaupun jarang, hipoparatiroidisme juga

dapat disebabkan oleh kegagalan jaringan paratiroid. Penyebab lainnya adalah

idiopatik. Kemungkinan akibat proses autoimun. Pemberian terapi radioyodin

terhadap kelenjar tiroid sering berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon HPT.

Bila kelenjar paratiroid tiba-tiba diangkat , kadar kalsium dalam darah turun

dari nilai normal 9,4 menjadi 6-7 mg/dl dalam waktu 2-3 hari dan konsentrasi fosfat

dalam darah dapat menjadi berlipat ganda. Bila kadar kalsium rendah ini dicapai,

tanda-tanda umum tetani dapat ditemukan. Di antara otot yang sangat peka terhadap

spasme tetani adalah otot laring. Spasme pada otot laring dapat menghambat jalannya

respirasi, yang merupakan penyebab kematian yang umum pada tetani kecuali bila

dilakukan pengobatan yang tepat.

Konsekuensi : hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Gejala-gejala terutama

disebabkan oleh peningkatan eksitabilitas saraf otot akibat turunnya kadar kalsium

bebas dalam plasma. Jika hormon HPT sama sekali tidak ada, kematian segera dapat

terjadi karena spasme hipokalsemik otot-otot pernafasan. Pada defisiensi relatif HPT

(bukan ketiadaan total), gejala-gejala yang nyata adalah peningkatan eksitabilitas

neuromuskulus. Kejang dan kedutan otot disebabkan oleh aktivitas spontan saraf-saraf

motorik, sedangkan rasa kesemutan dan seperti ditusuk-tusuk terjadi karena aktivitas

spontan saraf sensorik. Perubahan mental antara lain berupa iritabilitas dan paranoia.

Pengobatan hipoparatiroidisme

a. Hormon paratiroid (parathormon)

Hormon paratiroid biasanya digunakan untuk mengobati hipoparatiroidisme. Akan

tetapi, efek hormon berlangsung paling lama selama beberapa jam dan karena

kecenderungan tubuh mengembangkan imunitas tubuh melawan hormon,

mengakibatkan hormon secara progresif makin kurang efektif, sehingga

pengobatan hipoparatiroidisme dengan hormon paratiroid jarang ditemukan dalam

pengobatan saat ini.

b. Pengobatan dengan vitamin D dan kalsium

Pada sebagian penderita, pemberian vitamin dalam jumlah yang sangat besar

sebanyak 100.000 unit setiap hari, bersama dengan pemasukan kalsium 1-2 gr

akan dapat menjaga konsentrasi ion kalsium dalam kisaran normal. Pada waktu

tertentu, mungkin perlu untuk memberikan 1,25-dihidroksikolekalsiferol daripada

bentuk vitamin D yang tidak aktif karena 1,25-dihidroksikolekalsiferol lebih kuat

dan memiliki kerja yang jauh lebih cepat. Tindakan ini juga dapat menimbulkan

efek yang tidak diinginkan karena kadangkala sukar untuk mencegah timbulnya

aktivitas yang berlebihan dari vitamin D yang sudah aktif ini.

REFERENSI

Despopoulos, Agamemnon., S. Silbernagl. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi .Edisi 4.

Jakarta: Hipokrates.

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Endokrinologi dan Reproduksi: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran, edisi 9. Jakarta: EGC, 1997: 1253-6.

Jr., John T. Potts. Penyakit Kelenjar Paratiroid dan Kelaianan Hiper- dan Hipokalsemik Lain:

Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit Dalam, volume 5. Jakarta: EGC, 2000: 2378-

9.

Junqueira, Luiz C., J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC

Martini, Frederick H. 2004. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 6 th Edition. New

York. Pearson-Benjamin Cummings.

Molina, Patricia E. 2006. Endocrine Physiology. 2 nd Edition. New York: Lange Medical

Books/McGraw-Hill.

Murray, Robert K., et al. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC.

Paschkis, Karl E., et al. 1961. Clinical Endocrinology. 2 nd Edition. New York: A Hoeber –

Harper Book.

Scanlon, Valerie C., T. Sanders. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisis 3. Jakarta:

EGC.

Sherwood, Lauralee. Kelenjar Endokrin Perifer: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 2.

Jakarta: EGC, 2001: 681-5.

Tjahjono. Patologi Kelenjar Paratiroid: Patalogi Endokrin. Semarang: Bagian Patologi

Anatomi FK UNDIP dan Badan Penerbit UNDIP, 2003: 49-51.

―Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan

disebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang,…‖ (QS. An-Nur: 36)

―…Jika engkau menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan Menolongmu dan Meneguhkan

kedudukanmu‖ (QS. Muhammad:7)

KELENJAR PANKREAS

By : Hafidz n Dona

HORMON-HORMON KELENJAR PANKREAS

INSULIN

Insulin adalah hormone peptide yang dilepaskan sel beta ketika konsentrasi glukosa

melebihi kadar normal (70-110 mg/dl). Sekresi dari hormon ini juga distimulasi melalui

peningkatan kadar asam amino, temasuk arginin dan leukin. Insulin menggunakan efeknya

pada metabolisme seluler melalui sebuah rangkain proses yang dimulai ketika insulin

berikatan pada reseptor protein pada sel membran. Ikatan ini mengakibatkan aktivasi reseptor,

yang berfungsi sebagai kinase, mengikat kelompok fosfat pada enzim intraseluler. Enzim

forforilasi kemudian memproduksi efek primer dan efek sekunder pada sel.

GLUKAGON

Ketika konsentrasi glukosa turun dibawah normal, sel alfa melepaskan glukagon dan

cadangan energi yang dimobilisasi. Ketika glukagon berikatan pada reseptor membran sel

target, hormon ini mengaktifkan adenilat siklase.

Hasil dari pelepasan hormon glukagon penurunan penggunaan glukosa dan pelepasan

glukosa ke dalam aliran darah. Konsentrasi glukosa darah kemudian segera meningkat

melebihi level normal.

Sel alfa dan sel beta pankreas memonitor konsentrasi glukosa darah, dan sekresi

glukagon dan insulin tanpa ada instruksi melalui jalur saraf dan jalur hormonal. Karena sel

alfa dan sel beta sangat sensitif pada perubahan kadar glukosa darah, semua hormon yang

mempengaruhi kadar glukosa darah akan secara tidak langsung mempengaruhi produksi

insulin dan glukagon. Produksi insulin juga dipengaruih oleh aktivitas autonomi : stimulasi

saraf parasimpatik mening-katkan pelepasan insulin, dan stimulasi saraf simpatik akan

menghambatnya.

REGULASI HORMON PANKREAS

SEKRESI

A. Insulin

Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung antara sel β

pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalir ke sel-sel tersebut.

Peningkatan kadar glukosa darah, seperti yang terjadi setelah penyerapan makanan, secara

langsung merangsang sintesis dan pengeluara oleh sel β. Insulin yang meningkat tersebut,

pada gilirannya menurunkan kadar glukosa darh ke tingkat normal karena terjadi

peningkatan pemakaian dan penyampaian zat gizi ini. Sebaliknya, penurunan glukosa

darah di bawah normal, seperti yang terjadi saat puasa, secara langsung menghambat

sekresi insulin.

Selain konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam

mengatur sekresi insulin :

a. Peningkatan kadar asam amino plasma, seperti yang terjadi setelah memakan makan

tinggi protein secara langsung merangsang sel-sel β untuk meningkatkan sekresi

insulin. Melalui mekanisme umpan-balik negatif, peningkatan insulin tersebut

meningkatkan masukan asam-asam amino tersebut ke dalam sel, sehingga kadar asam

amino dalam darah menurun sementara sintesis protein meningkat.

b. Hormon pencernaan utam yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons

terhadap adanya makanan, terutam gastric inhibitory peptide (peptida inhibitorik lam-

bung), merangsang sekresi insulin pankreas selain memiliki efek regulatorik langsung

pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara

‖feedforward‖ atau anitsipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang

meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah.

c. Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau-pulau

langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis (vagus) dan simpatis.

Pening-katan aktivitas parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makan

dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Keadaan ini juga

merupakan mekanisme feedforward sebagai antisipasi terhadap penyerapan zat-zat

gizi. Sebaliknya stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan

menghambat sekresi insulin. Penu-runan insulin memungkinkan kadar glukosa darah

meningkat; suatu respons yang sesuai untuk keadaan-keadaan pada saat terjadi

aktivitas sistem simpatis-yaitu, stress (fight or flight) dan olahraga. Pada kedua

keadaan tersebut, diperlukan tambahan bahan bakar untuk aktivitas otot.

B. Glukagon

Faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi glukosa

darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini, sel-sel α pankreas meningkatkan sekresi

glukagon sebagai respons terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon

ini cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan

kon-sentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi

glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal.

- + +

+

+

+

+

↑ Konsentrasi

glukosa darah

Kontrol utama

Sel-sel β pulau

Langerhans

Sekresi Insulin

↓ glukosa darah

↓ asam lemak darah

↓ asam amino darah

↓ sintesis protein

↓ penyimpanan bahan

bakar

↑ hormon

pencernaan

↑ Konsentrasi

asam amino darah

Asupan makanan

Stimulasi

parasimpatis

Stimulasi simpatis

(dan epinerfrin)

ORGAN TARGET

A. Insulin : Liver dan jaringan adiposa / jaringan lemak

B. Glukagon : semua sel (hampir semua)

EFEK UMPAN BALIK

A. Ketika kadar glukosa darah mengalami peningkatan melebihi kadar normal, kerja sel α

akan terhambat sehingga terjadi penurunan kadar hormon glukagon. Sebaliknya, sel β

akan terangsang untuk mengeluarkan hormon insulin lebih banyak. Efek dari semua ini

adalah penurunan kadar glukosa darah menuju normal.

B. Ketika kadar glukosa darah mengalami penurunan dibawah kadar normal, kerja sel α akan

meningkat sehingga terjadi peningkatan kadar hormon glukagon. Sebaliknya, kerja sel β

akan terhambat yang berakibat penurunan kadar insulin. Efek dari semua ini adalah

peningkatan kadar glukosa darah menuju normal.

C. Dengan demikian, terdapat hubungan umpan-balik negatif langsung antara konsentrasi

glukosa darah dan kecepatan sekresi sel α, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah

dengan efek glukosa darah pada sel β.

↑ Glukosa darah ↓ Glukosa darah

Sel α Sel β Sel α

Sel β

↓ Glukagon ↑ Insulin ↑ Glukagon

↓ Insulin

↓ Glukosa darah

ke normal

↑ Glukosa darah

ke normal

EFEK HORMON PANKREAS

A. Insulin

a. Menurunkan penyerapan glukosa

a) Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Molekul

glukosa tidak mudah menenmbus membran sel tanpa adanya insulin. Dengan

demikian, sebagian besar jaringan sangat bergantung pada insulin untuk menyerap

glukosa dari darah dan menggunakannya. Insulin meningkatkan mekanisme difusi

ter-fasilitasi (dengan perantara pembawa) glukosa ke dalam sel-sel tergantung

insulin tersebut melalui fenomena transporter recruiment.

Beberapa jaringan tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa – yaitu,

otak, otot yang aktif, dan hati.

b) Insulin merangsang glikogenesis (proses pembentukan glikogen dari glukosa, baik

otot maupun hati).

c) Insulin menghambat glikogenolisis (proses penguraian glikogen menjadi glukosa).

Oleh karena itu, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan

pengeluaran glukosa oleh hati.

d) Insulin selanjutnya menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan

menghambat glukoneogenesis (perubahan asam amino menjadi glukosa di hati).

Insulin melakukan hal ini melalui dua cara : dengan menurunkan jumlah asam

amino di dalam darah yang tersedia bagi hati untuk glukogeneogenesis, dan

dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam

amino menjadi glukosa.

b. Menurunkan kadar asam lemak darah & mendorong pembentukan simpanan

trigliserida :

a) Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa / jaringan

lemak, seperti yang dilakukannya pada kebanyakan sel tubuh.

b) Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak

dari turunan glukosa.

c) Insulin meningkatkan masuknya asam-asam lemak dari darah ke dalam sel

jaringan adiposa.

d) Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan

penge-luaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

c. Menurunkan asam amino darah

Peningkatan asam amino darah dengan cara meningkatkan proses penyerapan asam

amino

d. Meningkatkan proses sintesis protein otot

a) Insulin menghambat penguraian protein

b) Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein

dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel

c) Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah ke dalam otot

dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan

menghasilkan bahan pembangunan untuk sintesis protein di dalam sel.

B. Glukagon

Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin,

tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek insulin.

a. Meningkatkan kadar glukosa darah

a) Meningkatkan pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi

pe-ningkatan kadar glukosa darah.

b) Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen,

meningkatkan glikogenolisis (proses penguraian glikogen), dan merangsang

gluko-neogenesis (proses pembentukan glukosa).

b. Meningkatkan asam lemak darah dan badan keton

a) Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme lemak

dengan mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesi trigliserida.

b) Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di hati dengan

mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton.

c. Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian protein hati.

KELAINAN PANKREAS

Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian

eksokrin pancreas mengeluarkan larutan basa encer dan enzim enzim pencernaan melalui

duktus pankreatikuske dalam lumen saluran pencernaan. Diantara sel sel eksokrin pancreas,

tersebar kelompok kelompok sel endokrin yang disebut sebagai sel langerhans. Yang paling

banyak dijumpai adalah sel β (tempat sintesis dan sekresi insulin, sel α yang menghasilkan

glukagon. Sel D (tempat sintesis somatostatin), Sedangkan sel endokrin yang paling jarang

yaitu sel PP (mengeluarkan polipeptida pancreas).

Kelaianan sekresi hormone oleh pancreas dikarenakan oleh hipersekresi ataupun hipo

sekresi, selain itu kelaianan pada sel reseptor, juga sering menjadi penyebab kelainan

hormonal pada pancreas. Hormon pancreas yang paling penting untuk mengatur metaboisme

bahan bakar adalah insulin dan glukagon.

Defisiensi Insulin

Pada defisiensi hormone insulin akan menyabkan diabetes mellitus. Hal tersebut

ditandai suatu gejal yang khas yaitu : hiperglikemia. Ketoasidosis diabetik merupakan

defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Keadaan

komplikasi akut ini memerlukan pengelolaan yang tepat. Timbulnya KAD merupakan

ancaman kematian bagi penderita DM. Di negara maju dengan sarana yang canggih angka

kematian KAD berkisar antara 9-10 %, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana terlebih

pada penderita usia lanjut dapat mencapai 25-50 %.

Masih tingginya angka kematian KAD disebabkan beberapa faktor yang memegang

peranan penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Terlambat ditegakkannya diagnosis karen biasanya penyandang DM dibawa setelah

koma.

2. Pasien belum tahu mengidap diabetes.

3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat misalnya sepsis,

renjatan, infark miokard dan cerebro vascular disease.

4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan

ketoasidosis.

5. Kurangnya ketrampilan menangani kasus-kasus ketoasidosis karena belum adanya

protokol yang baik.

Gejala-gejala yang timbul pada penderita KAD ini menunjukkan poliuria dan

polidipsia, sedangkan nafsu makannya menurun karena mual akibat asidosisnya. Asidosis

juga mengakibatkan muntah serta pernafasan Kussmaul. Sering penderita mengeluh nyeri

perut akibat dari ketonuria dan atau dehidrasi, terutama pada penderita dewasa muda. Karena

sering adanya infeksi mengakibatkan penderita panas badan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hipotensi sampai renjatan/syok, tanda-tanda

dehidrasi seperti turgor menurun, nadi cepat dan lemah. Pernafasan penderita Kussmaul dan

berbau aseton.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya kadar glukosa darah yang tinggi (

> 300 mg/dl), kadar bikarbonat yang rendah (< 10-15 mEq/l) pada KAD dan lebih rendah lagi

pada koma diabetik. PH darah menurun, sedangkan pemeriksaan reduksi urine +++ serta

pemeriksaan aseton (+). Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas dapat pula

ditambahkan pemeriksaan lekosit, LED, trigliserida dan ureum meningkat.

Hiperseksresi insulin

Insulin berlebihan menyebabkan hipoglikemia yang menyebabkan rendahnya kadar

glukosa dalam darah. Kadar insulin yang rendah didalam darah dapat terjadi pada pasien

diabetes jika insulin yang diberikan melebihi asupan kalori dan tingkat olahraga, sehingga

terjadi keadaan yang disebut syok insulin. Selain itu, kelainan hipersekresi insulin juga

didapat pada tumor sel β atau sel β yang sangat responsif terhadap glukosa. Konsekuensi

kelebihan insulin terutama adalah manifestasi efek hipoglikemia di otak. Pada kelebihan

insulin, lebih banyak glukosa yang terdorong masuk ke sel tubuh lain yang tergantung insulin.

Akibatnya, terjadi penurunan glukosa darah sehingga glukosa yang megalir ke otak tidak

mencukupi. Akibatnya, terjadi gejala gejala klinis karena penekanan terhadap fungsi otak.

Gejala tersebut dapat berupa geja penekanan SSP yang ringan, turunnya tingkat kesadaran

samapai kematian sebagai mekanisme yang paling berat.

Urutan pengobatan hipoglikemia adalah sebagai berikut, pertama-tama penderita

diberi karbohidrat yang kompleks seperti pisang, roti dan lain-lain . Apabila hal ini tidak

menolong dapat diberikan teh gula. Apabila penderita telah jatuh pada keadaan koma, maka

dapat diberikan injeksi glukosa 40 % iv (pengenceran dua kali) yang kemudian dilanjutkan

dengan infus glukosa 10 %. Bila penderita masih belum sadar, pemberian glukosa 40 % dapat

diulang setiap setengah jam sampai sadar. Pengobatan lainnya adalah diberikan injeksi efedrin

25-50 mg atau injeksi glukagon 1 mg im.

Askandar Tjokroprawiro (1997) telah membuat pedoman penanganan hipoglikemia

atas dasar pengalaman klinik sebagai berikut :

- Satu flakon glukosa 25 ml 40 % diperhitungkan dapat menaikkan kadar glukosa darah

lebih kurang 25-50 mg/dl.

- Kadar glukosa darah yang diinginkan adalah > 120 mg/dl (kadar glukosa darah puasa)

Contoh :

- Koma hipoglikemia dengan kadar glukosa 20 mg/dl, karena kadar terletak < 30 mg/dl

maka diberi bolus 3 flakon glukosa 25 ml 40 % , dan kadar glukosa akan menjadi 20 +

75 = 95 mg/dl.

- Karena kadar glukosa 95 mg/dl tersebut masih kurang dari 120 mg/dl, maka diberi lagi

1 flakon setiap 30 menit sampai 2x.

- Jadi kadar glukosa akan menjadi 95 mg/dl + 2 x 25 mg/dl = 145 mg/dl.

Tabel 1. Terapi hipoglikemia dengan rumus 3-2-1

Kadar glukosa (mg/dl) Terapi hipoglikemia dengan

Rumus 3-2-1

Glukosa 1 flakon =

25 ml

40 % (10 gram)

Kurang 30 mg/dl

30-60 mg/dl

60-100 mg/dl *

Injeksi intravena dekstrose 40%,

bolus 3 flakon

Injeksi intravena dekstrose 40 %,

bolus 2 flakon

Injeksi intravena dekstrose 40 %,

bolus 1 flakon

Rumus 3

Rumus 2

Rumus 1

*) Reaksi hipoglikemia : misalnya glukosa darah sebelumnya 400 mg/dl kemudian turun

mendadak menjadi 70 mg/dl.

HIPERSEKRESI GLUKAGON

Penyakit diabetes mellitus sering disertai dengan peningkatan berlebihan sekresi

glukagon, karena insulin diperlukan agar glukosa dapat masuk kedalam sel α, tempat nutrient

ini mengongtrol sekresi glukagon. Akibatnya, para pengidap diabetes, sering memperlihatkan

peningkatan sekresi glukagon bersamaan dengan insufisiensi insulin mereka karena

peningkatan kadar glukosa darah tidak mampumenghambat sekresi glukagon seperti dalam

keadaan normal. Kelebihan glukagon akan memperparah hiperglikemia karena hormone ini

meningkatkan kadar gula darah.

IDDM dan NIDDM

Diabetes Melitus yang tergantung dengan Insulin (IDDM)

Definisi

Diabetes tipe I adalah proses otoimun yang melibatkan kesalahan dekstruksi yang

selektif terhadap sel beta pankreas oleh sistem imun. Pada penderita tipe I sedikit atau sama

sekali tidak memiliki insulin, mereka memerlukan pemberian insuli eksogen agar dapat

bertahan hidup.

Gambaran Klinis dan Insidensi

IDDM ditandai oleh defisiensi mutlak insulin, onset gejala yang berat timbul secara

mendadak, cenderung menjadi ketosis dan untuk menopang kehidupan tergantung pada

insulin dari luar. Kebanyakan penderita IDDM menampakkan satu atau lebih gejala- gejala

klasik yaiu rasa haus yang berlebihan, poliuri, pruritus serta penurunan berat badan. Kadar

glukosa meningkat secara nyata dalam darah puasa (≥ 120 mg/dl atau ≥6,7 m mol/l) atau

plasma (≥ 140 mg/ dl atau ≥ 7,8 mmol/ l), dan glukosa serta keton biasanya terdapat dalam

urin. Pasien penderita IDDM dapat mengalami ketoasidosis diabetik, suatu keadaan yang

serius dan berpotensi fatal.

Prevalensinya lebih besar pada anak-anak dan dewasa muda, biasanya dibawah 30

tahun meskipun gangguan tersebut dapat terjadi pada semua usia.

Etiologi

IDDM merupakan akibat dari kerusakan sel beta pankreas. Kemungkinan

penyebabnya:

1. faktor genetis, yaitu gen-gen yang terletak pada lengan pendek kromosom 6,

2. faktor- faktor lingkungan, berupa; nutrisi yang diberikan selama neonatus dan bayi

muda pengkonsumsian protein susu sapi terutama di awal kehidupan bisa meningkatkan

kepekaan terhadap dibetes Tipe I. Beberapa toksin kimia tampak berpotensi

menimbulkan cedera pada sel-sel beta pankreas. Virus jugaberpengaruh terhadap

perkembangan dibetes tipe I.

3. Faktor-faktor imunologik, adanya proses autoimun yang melibatkan kesalahan dekstruksi

yang selektif terhadap sel beta pankreas oleh sistem imun

4. Prediabetes

Patofisiologi

Diabetes Tipe I adalah proses otoimun yang melibatkan kesalahan dekstruksi yang

selektif terhadap sel β pankreas oleh sistem imun. Walaupun pada pasien diabetes tipe I

ditemukan otoantibodi yang dibentuk terhadap sel β pankreas oleh sistem imun. Walaupun

pada pasien diabetes tipe I ditemukan otoantibodi yang dibentuk terhadap sel β pankreas,

terdapat bukti kuat bahwa penyebab utama kematian sel β adalah limfosit T aktif. Pada

diabetes Tipe I, limfosit T tampaknya secara salah menyerang sel- sel β pankreas.

Terapi

Cara Pemberian :

Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena,

intramuskuler dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian

subkutan (SK).

Dosis :

Dosis awal pasien DM muda 0,7-1,5 U/kg berat badan. Untuk terapi awal, regular insulin

dan insulin kerja sedang merupakan pilihan dan diberikan 2 kali sehari.

Untuk DM dewasa yang kurus : 8-10 U insulin kerja sedang yang diberikan 20-30 menit

sebelum makan pagi dan 4-5 U sebelum makan malam.

DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.

Dosis ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin.

NIDDM (Non-Insulin Deficiency Diabetes Melitus)

Definisi

Merupakan tipe penyakit diabetes yang normal bahkan meningkat akan ttapi, terjadi

penurunan kepekaan reseptor terhadap insulin.

Patofisiologi

Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin.

Pada awalnya terdapat resistensi dari sel sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula mula

mengikat dirinya kepada reseptor reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan

transpor glukosa menenmbus membran sel. Pada pasien pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat

kelainan dalam pengikatan insuin dengan resptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh

erkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin

atau akibat ketidaknormalan resptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan

abnormal antara kompleks resptor insulkin dengan kompleks glukosa. Ketidaknormlan post

reseptor dapat menganggu kerja reseptor. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan

menurunnya jumlah insulin yang beredar yang tidak lagi memadai untuk mempertahankan

kadar glukosa darah.

Fenomena tersebut dikenal down regulation (merupakan mekanisme umpan balik

negative local yang mencegah sel sasaran bereaksi berlebihan terhdap konsentrasi insulin

yang tinggi., reseptor insulin tersebut mengalami desensitisasi yang menbantu meringankan

hipersekresi insulin.

Faktor obesitas merupakan salah satu penyebab DM tipe-2 ini, makan berlebihan

dalam jangka waktu lama menyebabkan peningkatan sekresi insuin untuk mempertahankan

glukosa darah. Sebagai respon terhadap hiper insulinemia kronik meneyebabkan reseptor

insulin secara bertahap berkurang. Dengan cara tersebut, kelebihan zat gizi disimpan,

walaupun terjadi penurunan ketersediaan reseptor insulin, sehingga homeostasis glukosa

dipertahankan. Namun, pada orang gemuk yang rentan diabetes, pembebanan pancreas yang

berkepanjangan oleh kelebihan kronik zat gizi pada akhirnya mengalahkan kapasitas sel β

pancreas yang secara genetic sudah lemah. Walaupun sekresi insulin mungkin normal atau

sedikit meninggi, gejala insufisiensi insulin tetap timbul untuk mencegah hiperglikemia yang

nyata akibat penyerapan zat gizi yang berlebihan.

Faktor Risiko NIDDM

1. Faktor Genetik

2. Obesitas

3. Malnutrisi maternal

4. Bayi lahir dengan berat badan rendah

5. Obat obatn dan hormonal, fenitoin,diuretika, kortikosteroid dapat menyebabkan

intoleransi glukosa.

Terapi dan Pencegahan

1. Olahraga, otot yang berolahraga akan menyerap dan menggunakan sebagian dari

kelebihan glukosa dalam darah sehingga terjadi penurunan kebutuhan akan insulin.

2. Perencanaan makanan.

3. Obat obatan hipoglikemik oral, menyebabkan penurunan glukosa darah.

4. Bayi lahir dengan berat badan rendah

5. Obat obatn dan hormonal, fenitoin,diuretika, kortikosteroid dapat menyebabkan

intoleransi glukosa.

Komplikasi

Komplikasi akut

1. koma hipoglikemia

2. koma ketoasidosis

3. koma hiperosmoler

4. koma laktoasidosis

Komplikasi kronik

1. retinopati

2. PJK

3. kaki diabetik

4. neuropati

5. nefropati

Macam-macam Obat Anti Diabetik Oral

Golongan Insulin Sensitizing

Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.

Mekanisme kerja :

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada

tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin

meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehingga menurunkan glukosa darah dan

menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makanan.

Metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan

darah, dan juga pada plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

Penggunaan dalam Klinik :

Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan sulfonilurea,

repaglinid, nateglinid, penghambat alpa glikosidase dan glitazone. Karena kemampuannya

mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan BB dan memperbaiki profil lipid maka

metformin digunakan sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk

dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat.

Dosis

Dosis awal : 2 x 500 mg

Dosis pemeliharaan : 3 x 500 mg

Obat diminum pada waktu makan

Efek samping Obat :

Gastrointestinal, Asidosis Laktat, Menghambat absorpsi vitamin B12.

Indikasi

Digunakan pada terapi diabetes dewasa.

Kontraindikasi

Tidak boleh diberikan pada kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia,

penyakit jantung kongestif, dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.

Golongan Thiazolidinediones atau Glitazone

Golongan obat ini untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

Mekanisme kerja :

Glitazone (Thiazolidinedione) merupakan agonis peroxisome proliferator-activated receptor

gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan

target kerja insulin, seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati. Glitazone dapat merangsang

ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitifitas insulin dan memperbaiki

glikemia, seperti GLUT-1, GLUT-4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP).

Penggunaan dalam klinik :

Rosiglitazone dan Pioglitazone dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai

kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.

Dosis :

Rosiglitazone : 4-8 mg/hari

Pioglitazone : 15-30 mg/hari

Efek samping obat :

Meningkatkan sitokrom P450, Mengurangi konsentrasi obat yang di metabolisme oleh

sitokrom P450, Disfungsi hati, Edema, Anemia ringan.

Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin

oleh sel beta pankreas.

Sulfonilurea

Mekanisme kerja :

Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada

ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor SUR pada channel tersebut

maka akan terjadi penutupan channel K yang menyebabkan epolarisasi membran dan

membuka channel Ca. Peningkatan Ca intrasel menyebabkan pengeluaran insulin dari sel β.

Penggunaan dalam Klinik :

Pemakaiannya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan

hipoglikemia.

Dosis

Klorpropamid : 100-500 mg/hari

Glibenklamid : 2,5-15 mg/hari

Glipizid : 5-20 mg/hari

Gliklazid : 5-20 mg/hari

Glikuidon : 30-120 mg/hari

Glimepirid : 30-120 mg/hari

Efek samping obat :

Hipoglikemia bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, gejala hematologik : leukopenia dan

agranulositosis, gejala susunan saraf pusat : vertigo, bingung, dan ataksia.

Indikasi

Memilih sulfonilurea yang tepat ditentukan oleh usia pasien waktu penyakit DM mulai

timbul. Hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia di atas

40 tahun.

Kontraindikasi :

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel β pankreas mengeluarkan insulin, dapat

bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan mensekresikan insulin, sehingga

tidak dapat dipakai pada DM tipe I.

Glinid

Mekanisme kerja :

Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip

dengan sulfonilurea.

Dosis :

Repaglinid : 1,5-6 mg/hari

Nateglinid : 360 mg/hari

Efek Samping obat :

Hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.

Penghambat Alfa Glukosidase

Mekanisme kerja :

Obat ini secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna

sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemia postpradial (setelah makan karbohidrat

Penggunaan dalam klinik:

Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin,

metformin, glitazone atau sulfonilurea.

Dosis :

Acarbose : 100-300 mg/hari

Efek samping obat :

Gejala gastrointestinal, seperti meteorismus, flatulence dan diare.

DAFTAR PUSTAKA

Martini, Frederic H. 2006. Chapter 18 : The Endocrine System. Fundamentals of Anatomy &

Physiology. San Fransisco : Benjamin Cummings ; Ed. VII : 616 - 620

Price, Sylvia, dkk. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2.

Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2001. Bab 19 : Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke

Sistem. Jakarta : EGC ; Ed. II : 667 - 676

KELENJAR ADRENAL

By : Fitri, Ibenk and Rica

Kelenjar adrenal ada dua yang masing-masing berada di atas ginjal dalam suatu kapsul

lemak.Tiap adrenal terdiri dari dua organ endokrin yaitu yang bagian dalam adalah medula

adrenal sedangkan lapisan luarnya yang menyusun korteks adrenal.

A. Korteks Adrenal

Terdiri dari tiga zona dimana pembagian tersebut berdasarkan perbedaan distribusi

enzim yang diperlukan untuk mengkatalisasi berbagai jalur biosintetik yang akhirnya

menghasilkan hormon steroid.

Zona Glomerulosa

Merupakan lapisan paling luar yang menghasilkan mineralokortikoid yaitu

aldosteron.Aldosteron mempengaruhi keseimbangan mineral (elektrolit) dan

homeostasis tekanan darah.Aktivitas aldosteron berada di tubulus distal ginjal,tempat

hormon ini untuk meningkatkan retensi Na+

dan meningkatkan eliminasi K+ selama

proses pembentukan urin.Peningkatan retensi Na+

oleh aldosteron secara sekunder

memicu retensi osmotik H2O sehingga volume CES bertambah,yang penting dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah.

Mineralkortikoid esensial untuk kehidupan.Tanpa aldosteron,orang akan cepat

meninggal akibat syok sirkulasi karena penurunan hebat volume plasma yang

disebabkan oleh pengeluaran Na+ penahan H2O.Pada defisiensi kebanyakan hormon

lainnya,kematian tidak segera datang,walaupun defisiensi hormon kronik yang pada

akhirnya menyebabkan kematian prematur.Hipersekresi Aldosteron dapat disebabkan

oleh:

1. Sekresi berlebihan tumor adrenal yang terdiri dari sel-sel penghasil aldosteron

(hiperaldosteronisme primer atau sindrom Conn)

2. Peningkatan berlebihan aktivitas sistem renin-angiotensin (hiperaldosteronisme

sekunder)

3. Kelainan yang menyebabkan penurunan kronik aliran darah ke ginjal sehingga

terjadi pengaktifan berlebihan sistem renin-angiotensin-aldosteron.Salah satu

contohnya adalah penyempitan arteri renalis akibat aterosklerosis.Gejala

hiperaldosteronisme primer atau sekunder berkaitan dengan peningkatan efek

aldosteron yaitu retensi Na+

(hipernatremia) dan deplesi K+ (hipokalemia) yang

berlebihan.Biasanya juga terdapat peningkatan tekanan darah,sebagian disebabkan

oleh retensi cairan dan Na+

yang berlebihan.Pengaturan sekresi aldosteron

umumnya tidak bergantung pada kontrol hipofisis anterior.

Zona Fasikulata

Merupakan lapisan tengah dan terbesar yang mengahsilkan glukokortikoid yaitu

kortisol.Selain itu juga menghasilkan androgen dan estrogen,tapi akan lebih dibahas

pada zona retikularis karena hormon-hormon tersebut juga terdapat di zona

itu.Kortisol berperan penting dalam metabolisme glukosa serta metabolisme lemak

dan protein.Selain itu juga,berperan penting dalam adaptasi terhadap stres serta

memperlihatkan efek permisif yang bermakna pada aktivitas hormon lain.Secara

spesifik,kortisol melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Merangsang Glukoneogenesis (gluco berarti glukosa;neo berarti baru;genesis

berarti membentuk) hati,yang mengacu pada perubahan sumber-sumber

nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di hati.

b. Menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan,kecuali

otak sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak yang mutlak memerlukannya

sebagai bahan bakar metabolik

c. Merangsang penguraian protein di banyak jaringan terutama otot.Dengan

menguraikan sebagian protein otot menjadi asam-asam amino

konstituennya,kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah.Asam-asam

amino yang dimobilisasi ini siap digunakan untuk glukoneogenesis atau dipakai

di tempat lain yang memerlukannya,misalnya untuk memeperbaiki jaringan yang

rusak atau sintesis struktur sel yang baru

d. Meningkatkan lipolisis (lysis berarti menguraikan),penguraian simpanan lemak

di jaringan adiposa,sehingga terjadi pembebasan asam-asam lemak ke dalam

darah.Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan

bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat memanfaatkan sumber energi

ini sebagai pengganti glukosa sehingga glukosa dapat dihemat untuk otak

Kortisol sangat penting karena sifat permisifnya.Contohnya,kortisol harus ada

dalam jumlah yang adekuat agar katekolamin dapat memicu

vasokonstriksi.Seseorang yang tidak memiliki kortisol jika tidak diobati,dapat

mengalami syok sirkulasi pada situasi-situasi stres yang memerlukan vasokonstriksi

luas yang segera.

Penyebab yang menginduksi respons disebut sebagai stresor sedangkan stres

mengacu pada keadaan yang diinduksi oleh stresor.Jenis rangsangan pengganggu

berikut ini menggambarkan beragamnya faktor yang dapat menimbulkan respons

stres fisik,kimia,fisiologis,psikologis atau emosi dan sosial.Manusia yang terluka

atau menghadapi situasi yang mengancam nyawa harus menunda makan.Efek

kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi

penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan

membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa ini.Di

samping itu,asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat

digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak apabila terjadi cedera

fisik.Dengan demikian,terjadi peningkatan ketersediaan glukosa,asam amino,dan

asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.

Pemberian sejumlah besar glukokortikoid akan menghambat hampir semua

langkah respon peradangan,tapi glukokortikoid tidak mempengaruhi proses penyakit

yang mendasarinya;obat ini hanya menekan respons tubuh terhadap penyakit.Karena

gukokortikoid juga memiliki banyak efek inhibitorik pada proses imun

keseluruhan,misalnya memecat sel darah putih yang bertanggung jawab

menghasilkan antibodi dan menghancurkan sel-sel asing.Hipersekresi kortisol dapat

disebabkan oleh:

a. Stimulasi berlebihan korteks adrenal oleh CRH atau ACTH yang berlebihan

b. Tumor adrenal yang secara tidak terkontrol mengeluarkan kortisol yang tidak

bergantung pada ACTH

c. Tumor penghasil ACTH yang terletak di luar hipofisis terutama di paru

Jika terlalu banyak asam amino diubah menjadi glukosa,tubuh akan mengalami

kelebihan glukosa (peningkatan glukosa darah) dan kekurangan protein.Karena

terjadi hiperglikemia dan glukosuria yang mirip dengan diabetes mellitus sehingga

kadang-kadang disebut sebagai diabetes adrenal.Biasanya disertai dengan distribusi

lemak yang abnormal di abdomen,wajah (moon face),dan di atas bahu (buffalo

hump).Selain efek tersebut,dapat juga menyebabkan otot melemah dan timbul rasa

lelah karena hilangnya protein di otot.Kulit abdomen yang kekurangan protein dan

menipis akan mengalami peregangan berlebihan oleh endapan lemak di

bawahnya.Akibatnya,jaringan bawah kulit (subdermis) robek dan menimbulkan

garis-garis linear ireguler berwarna ungu kemerahan.Kelemahan dinding pembuluh

darah akibat pengurangan protein struktural menyebabkan peningkatan

kecenderungan mengalami lebam dan ekimosis.Selain itu juga dapat menyebabkan

luka sulit sembuh,mudah mengalami fraktur spontan atau akibat trauma ringan saja.

Zona Retikularis

Merupakan lapisan paling dalam dan menghasilkan hormon seks yang identik

yaitu hormon seks pria ―androgen‖ dan ―estrogen‖ hormon seks wanita.Satu-satunya

hormon seks adrenal yang memilki makna biologis adalah androgen

dehidroepiandrosteron (DHEA).Androgen adrenal ini merupakan penyebab

timbulnya proses-proses yang tergantung androgen pada wanita,misalnya

pertumbuhan rambut pubis dan ketiak,peningkatan lonjakan pertumbuhan

pubertas,serta perkembangan dan pemeliharaan dorongan seks wanita.

Hipersekresi androgen adrenal menyebabkan maskulinisasi pada wanita dan

feminisasi pada pria.Kelainan ini disebut sindrom adrenogenital,yang menekankan

efek kelebihan hormon-hormon seks adrenal pada genitalia dan karakteristik seks

sekunder terkait.Bila menimbulkan efek maskulinisasi pada wanita maka cenderung

mengalami pertumbuhan rambut tubuh pria atau disebut hirsutisme.Ditambah juga

efek sekunder lainnya yaitu suara berat serta otot lengan dan tungkai yang

berkembang.Payudara mengecil dan haid mungkin terhenti akibat penekanan

androgen pada jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium untuk sekresi hormon wanita.

Bayi perempuan yang lahir dengan klitoris membesar dan mirip penis ini

disebut keadaan pseudohermafroditisme wanita.Sekresi androgen adrenal berlebihan

pada anak-anak laki-laki prapubertas menyebabkan timbulnya karakteristik seks

sekunder prematur sebagai contoh suara menjadi berat,tumbuh janggut,penis

membesar dan dorongan seks.Keadaan ini disebut sebagai pseudopubertas

prekoks.Pada keadaan ini sekresi androgen dari korteks adrenal tidak disertai dengan

pembentukan sperma atau aktivitas gonad karena testis masih berada dalam status

prapubertas nonfungsional.

B. Medula Adrenal

Medula adrenal merupakan bagian sistem saraf simpatis yang termodifikasi.Jalur

simpatis terdiri dari dua neuron berurutan yaitu neuron praganglion yang berasal dari

SSP,yang serat-serat aksonnya berakhir di neuron kedua yang terletak di perifer di neuron

pascaganglion.Neuron pascaganglion tersebut kemudian berakhir di organ

efektor.Neurotransmiter yang dikeluarkan oleh serat pascaganglion simpatis adalah

norepinefrin,yang berinteraksi secara lokal dengan organ yang dipersarafi melalui

pengikatan ke reseptor sasaran spesifik yang dikenal sebagai reseptor adrenergik.Akan

tetapi,zat yang paling banyak disekresi adalah zat serupa yang disebut epinefrin.

Baik epinefrin maupun norepinefrin berasal dari kelas katekolamin,yang berasal dari

asam amino tirosin.Epinefrin sama dengan norepinefrin namun zat ini memiliki tambahan

gugus metil.Sintesis katekolamin terjadi di dalam sitosol sel-sel sekretorik medula

adrenal.Setelah dihasilkan,epinefrin dan epinefrin disimpan dalam granula kromafin

yang serupa dengan vesikel penyimpan neurotransmiter di ujung-ujung saraf simpatis

sehingga jaringan adrenomedula sering disebut jaringan kromafin.Granula kromafin

memiliki sistem transportasi aktif untuk menyerap katekolamin,akibatnya konsentrasi

epinefrin di granula kromafin paling sedikit 25000 kali lebih besar daripada

konsentrasinya di sitosol.

Katekolamin disekresikan ke dalam sirkulasi melalui eksositosis granula

kromafin.Dari katekolamin adrenomedula total yang dihasilkan 80% berebntuk epinefrin

dan 20% norepinefrin.Epinefrin biasanya memperkuat aktivitas simpatis yang semata-

mata bertanggung jawab menstimulasi sekresinya dari medula adrenal.Sekresi epinefrin

selalu menyertai lepas muatan simpatis umum,sehingga aktivitas simpatis secara tidak

langsung mengontrol efek yang ditimbulkan oleh epinefrin.Dengan adanya epinefrin

dalam sirkulasi yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan,sistem simpatis memiliki cara

untuk memperkuat efek neurotransmiternya sendiri ditambah suatu cara untuk

mempengaruhi jaringan-jaringan yang tidak secara langsung dipersarafinya.

Efek epinefrin pada organ adalah menimbulkan efek respons fight or

flight.Menimbulkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung meningkat sehingga

meningkatkan curah jantung dan efek vasokonstriksi yang akan meningkatkan resistensi

perifer total.Sehingga meningkatkan tekanan darah arteri yang mendorong darah ke

ortgan-organ vital untuk menghadapi keadaan darurat.Di samping itu,terjadi vasodilatasi

pembuluh darah koroner dan otot rangka yang diinduksi epinefrin sehingga menyebabkan

darah dialihkan dari daerah-daerah tubuh yang mengalami vasokonstriksi ke jantung dan

otot rangka.Epinefrin juga menyebabkan dilatasi saluran napas unuk mengurangi retensi

yang dihadapi udara saat bergerak keluar masuk paru.Epinefrin juga mengurangi aktivitas

pencernaan dan menghambat pengosongan kandung kemih,kedua aktivitas ini dapat

ditunda selama situasi fight or flight.Secara umum,efek epinefrin pada metabolik dapat

merangsang mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak sehingga tersedia energi yang

dapat segera digunakan oleh otot.Secara spesifik,epinefrin meningkatkan kadar glukosa

darah dengan mekanisme berlainan yaitu glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati serta

menguraikan simpanan glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke dalam

darah.

Satu-satunya gangguan katekolamin adalah feokromositoma yaitu suatu tumor

penghasil katekolamin sampai 20 kali lipat lebih banyak dalam satu gram

jaringan.Gejalanya yang tersering adalah peningkatan tekanan darah,denyut jantung

cepat,berdebar-debar,keringat berlebihan,dan peningkatan kadar gula darah.

KELAINAN KORTEX ADRENAL

Kortex adrenal terdiri dari 3 lapisan fungsional yang menghasilkan hormone steroid

1. pars glomerulosa hormon mineralokortikosteroid aldosteron

2. pars fasciculate hormon glukokortikosteroid hidrokortison

3. pars reticularis hormon kelamin androgen.

Kelainan kortex adrenal terdapat tiga penyebab, antara lain :

1. Hiperfungsi kortex adrenal (Hiperadrenalisme) disebabkan karena adanya mekanisme

fungsi 3 jenis steroid yang saling tumpang tindih sehingga terjadi :

a. kelebihan kortisol (glukokortikoid sindrom cushing

b. kelebihan aldosteron hiperaldosteronisme

c. kelebihan androgen adrenal (timbul pada hiperplasi adrenal congenital virilisme

adrenal

2. Hipofungsi kortex adrenal dapat terjadi akibat kerusakan kortex adrenal pada kedua

kelenjar, berkurangnya ACTH (karena hipofiseotalamik akibat adenoma yang tak

bersekresi dari hipofise). Mekanisme tersebut menimbulkan

a. insufisiensi kortex adrenal primer penyakit Addison

b. insufisiensi kortex adrenal sekunder defisiensi ACTH

Perbedaan gagal adrenal primer dan sekunder

Gagal adrenal primer Gagal adrenal sekunder

Defisiensi kortisol

Meningkatkan

a. produksi ACTH

b. hormone penstimulasi melanosit

(melanocyte stimulating

hormone=MSH)

Hiperpigmentasi di mukosa pipi, telapak

tangan, dan jaringan parut

Penurunan produksi ACTH

Tidak terjadi hiperpigmentasi

Insidensi :

Jarang terjadi :50/106

Wanita > Pria

Insidensi :

Kegagaln hipofisis jarang terjadi

Causa :

a. Proses auto imun

b. Vitiligo

c. Gagal ovarium prematur

d. Hipotiroidisme

Causa lain (jarang) :

a. Infeksi (HIV, jamur)

b. Invasi sel kanker (limfoma, kanker

payudara, Ca paru)

c. Perdarahan (antikoagulan, sindrom

Waterhouse-Frierichsen

d. Hiperplasia kongenital dan obat-obatan

(ketoconazol)

Causa :

a. Terapi steroid jangka panjang

b. Stress fisik

c. Penghentian terapi steroid terlalu

cepat

Menekan kadar ACTH

Atrofi korteks adrenal

Kegagalan adrenal

3. Neoplasma (bersifat fungsional dan nonfungsional)

Sumber kelebihan aldosteron dapat disebabkan Adenoma, karsinoma, dan hyperplasia.

Adenoma merupakan

Adenoma Karsinoma

sering menyebabkan hiperaldosteronisme

primer.

Berlawanan dengan adenoma, bersifat

fungsionil, dan berhubungan dengan

sindrom hiperadrenalisme.

tumor tersendiri

berkapsul

letak subkapsular atau diluar kapsul

ukuranya sampai 5 cm (sekitar 1-2 cm)

Bentukan berdungkul

berkapsul

Sangat invasive merusak sel inang

ukuran paling kecil tersusun sel lipid

laden menyerupai lapisan fasikulata.

Sitoplasma jernih dan inti kecil teratur,

selnya sedikit sel lemak, sitoplasma

berbutir, inti hiperkromatik, mitosis

tersebar

Mikroskopis :

Bentuk karsinoma berdiferensiasi baik

Tingkat atipis ringan

Neoplasma aplastik (sekuruhnya tersusun

sel raksasa bizar dengan inti sangat

hiperkromatik dan pleomorfik)

Tumor yang besar dikelilingi perdarahan,

nekrosis dengan focus kistik dan banyak

variasi ukuran sel

Tumor yang hidup dikelilingi perdarahan,

nekrosis dengan focus kistik

Invasi Menyebar ke lemak sekitar adrenal dan

sekitar ginjal

Invasi ke vena cava, saluran limfatik

Metastasis ke paru, tulang, hati, kelenjar

getah bening sekitar aorta.3

HIPERALDOSTERONE PRIMER

Hiperaldosterone primer merupakan sindrom hipersekresi aldosterone yang tak

terkendali, berasal dari kortex adrenal. Sekitar 65% kasusa terjadi akibat adenoma soliter yang

mensekresi aldosteron dan hyperplasia bilateral idiopatik (30%) dan terkadang glukokortikoid

remedial atau karsinoma adrenal. Sebagian besar kasus hiperaldosteronisme primer berupa

sindroma conn. Peningkatan produksi aldosteron menyebabkan hipertensi, hipokalemi, dan

alkalosis metabolic (hipernatremia), dan aktivitas renin plasma yang rendah.

Aldosteronisme primer Aldosteronisme sekunder

Kelebihan aldosterone akibat tumor

Tumor jinak berukuran 0,5-2 cm mensekresi

aldosteron

Merupakan bentuk hipertensi endokrin

Kelebihan aldosteron timbul saat terjadi

penurunan tekanan arteriola aferen

glomerulus ginjal rangsang renin

angiotensin rangsang produksi aldosteron

Terjadi pada gagal jantung kongestif, sirosis

hati, sindrom nefrotik

Gagal jantung kongestif tidak dapat memompa darah dengan normal penurunan curah

hantung tekanan perfusi arteriola aferen glomerulus ginjal menurun penurunan

ditangkap reseptor apparatus jukstaglomerular dan renin disekresi berlebih renin

aktifkan angiotensin rangsang sekresi aldosteron aldosteron tingkatkan reabsorbsi

natrium dan air , pengembangan kompartemen cairan ekstraselulae, peningkatan tekanan

arteriola aferen.

Gambaran Klinis

Keadaan klinis yang terjadi antara lain :

a. Lemas dengan tekanan darah tinggi dan sukar dikendalikan akibat retensi natrium dan air

b. Peningkatan volume cairan ekstrasel

c. Hipernatremia

d. Hipokalemia

e. Alkalosis metabolik

f. Jika pasien tanpa hipokalemi tidak ditemukan gejala lemas.

g.

Patofisiologi

Hiperplasi sel kelenjar adrenal (adenoma)

menghasilkan hormone aldesterone berlebih (peningkatan kadar serum aldosteron)

HIPERALDOSTERONE

merangsang penambahan jumlah saluran natrium yang terbuka pada sel principal membrane

luminal dari duktus kolektikus bagian korteks ginjal, terjadi peningkatan reabsorbsi natrium

karena natrium cenderung membawa air

tubuh cenderung HIPERVOLEMIA

lumen duktus kolektikus berubah menjadi bermuatan negative sehingga ion kalium keluar

dari sel duktus kolektikus lumen tubuli melalui saluran kalium (peningkatan ekskresi

kalium di urin) kalium darah berkurang

tubuh kekurangan K+

tubuh menjadi lemas

HIPOKALEMI

Merangsang peningkatan ekskresi ion H+ di tubulus proksimal melalui pompa NH3

+

Reabsorbsi bikarbonat meningkat di tubulus proksimal

ALKALOSIS METABOLIK

menekan produksi renin Kadar renin plasma menjadi sangat rendah

HIPERTENSI

Diagnosis

A. Pemeriksaan serum aldosteron dan plasma renin activity (PRA) secara bersamaan

Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari dan perlu diketahui riwayat pengobatan yang

sedang dijalani, jika sedang mengkonsumsi antagonnis aldosteron harus dihentikan 6

minggu sebelum pemeriksaan. Rasio aldosteron renin (ARR) merupakan rasio antara

kadar aldosterone (ng/dl) dalam plasma dengan renin dalam plasma (ng/ml per jam).

Nilai ARR>100 menunjukkann terjadinya hiperaldosteronisme

B. Tes supresi kelenjar aldosterone

Tes ini menggunakan garam NaCl yang terbagi dalam dua mekanisme yaitu secara :

1. Oral

Tes supresi oral diberikan 5 g/NaCl selama tiga hari. Untuk mengukur kadar natrium,

kalium, aldosterone dalam urin dilakukan pengumpulan urin selama 24 jam.

Variabel Kadar

Natrium >200meq Diet tinggi natrium yang

diberikan sudah adekuat

Aldosterone >14µgr/24 jam atau 39

nmol./24 jam

2. NaCl isotonis

Volume yang diberikan yaitu 2 liter NaCl isotonis dalam 4 jam dan posisi pasien

terlentang. Kadar aldosteron plasma yang menunjukkan adanya hiperaldosterone

primer yaitu > 277pmol/L

3. Peningkatan ekskresi kalium urin dalam 24 jam(>30 meq/L)

Pada pemeriksaan ini pasien tidak boleh dalam keadaan hipovolemi atau diet rendah

natrium

4. Pemeriksaan analisis gas darah

Jika terjadi hiperaldosterone terjadi alkalosis metebolik akibat peningkatan reabsorbsi

bikarbonat tubulus proksimal karena peningkatan aldosterone

5. CT-Scan atau MRI untuk penentuan subtype hiperaldosterone primer

Terdapat tiga subtype yaitu

Adenoma (APA =

aldosterone producing

adenoma)

Hiperplasi adrenal

Karsinoma

Kelenjar adrenal

membesar di satu sisi

Kedua Kelenjar adrenal

membesar

Ukuran kelenjar > 4 cm

CT-Scan dapat membantu menemukan dan melokalisasi lesi adrenal. Bila tumor tidak

dapat dilokalisasi, misalnya pada darah vena dapat dilakukan kateterisasi selektif

terhadap vena adrenal kiri dan kanan.

Pengobatan

a. Spironolakton 12,5-25 mg diberikan pada pasien dengan Hiperplasi kelenjar adrenal

antagonis aldosterone. Obat tersebut efektif mengendalikan tekanan darah dan

menormalkan kadar kalium plasma. Namun, berefek impotensi, ginekomastia, gangguan

haid, gangguan Gastrointestinal

b. Adranalektomi unilateral

Melalui pendekatan laparoskopi, dengan reseksi adenoma yang mensekresi aldosterone. Fx

menormalkan kadar aldosteron plasma dan tekanan darah

ADDISON DISEASE

Penyakit Addison terjadi akibat insufisiensi korteks adrenal kronik. Kebanyakan

Kasus ditemukan pada orang berusia 20-50 tahun dengan penyebabnya antara lain :

Penyebab morfologi

tuberculosis.

a. Tuberculosis kelenjar adrenal lai membesar,

keras, berdungkul-dungkul, dan kapsul yang

membesar

b. Bentukan tuberkel deselingi daerah nekrosis

perkejuan

atrofi korteks adrenal akibat infiltrasi limfosit

dan sel plasma (oto-imun). Pada kasus ini

ditemukan. Bukti mengenai asal mula

autoimun

i. secara histologis, penyakit ini mirip

tiroiditis hashimoto ―autoimun‖, yang

ditandai atrofi parenkimal dan infiltrasi

limfosit

ii. adanya antibody anti adrenal dalam sirkulasi

darah

iii. adanya autoantibody lain, khususnya

terhadap kelenjar tiroid dan selaput lendir

lambung

iv. kelaian yang serupa dengan Addison disease

dapat dibuat dengan penyuntikan autolog

jaringan adrenal bersama penguat freund

(Freund’s adjuvant)

Metastasis tumor ganas (bronkhogenik, gaster,

mamma, melanoma dan LNH). 90% kasus

insufisiensi adrenal kronik primer disebabkan

otoimun, tuberculosis dan metastasis kanker.

Pulau-pulau korteks masih ada disekitar

pertumbuhan kanker

amiloidosis, sarkoidosis, hemokromatosis,

infeksi jamur.

a. Adanya kelainan sistemik amiloidosis juga

terjadi pembesaran kelenjar adrenal

b. Besar keduanya sampai 40 gm

c. Makroskopis : keras, warna abu-abu

pucat

d. Mikroskopis : korteks ditempati timbunan

amiloid

Idiopatik a. Kelenjar adrenal kecil

b. Kontraksi tak teratur

c. Berat keduanya < 2,5 gm

d. Bagian korteksnya kolap mengelilingi

medulla yang normal

e. Perubahan histology atrofi dan kerusakan

sel adrenal, penggantian jaringan parut

f. Sel korteks sisa yang masih hidup

membesar, sitoplasma eosinofilik, sedikit

lemak, (sel kompak)

Gambaran Klinis

Gejala klinik baru timbul apabila kerusakan telah mencapai lebih dari 90 % jaringan

korteks adrenal. Gejala klinik antara lain

a. Kelemahan yang tak menentu dan mudah lelah, Hilangnya Poros umpan balik

hipotalamus hipofisis

b. Vomitus hebat akan mengakibatkan kehilangan chloride, turunya tekanan darah, asthenia

dan kolaps akibat hipoglikemia

c. konsentrasi ACTH (mungkin MSH) peningkatan pigmentasi kulit di selaput lender,

areola jaringan parut sisa operasi

d. kegagalan sistem gastrointestinal hilang nafsu makan, BB turun, mencret, gula darah

rendah

e. hipovolumik dan hipotansi kronik beban kerja berkurang jantung menjadi lebih

kecil

Penguatan diagnosis dapat diamati dari tidak adanya reaksi steroid normal melalui

pemberian ACTH dan hiponatremia dengan hiperkalemia akibat defisiensi aldosteron.

Kematian dapat terjadi akibat syok hipovolemik dan gangguan elektrolit. Penyebab krisis ini

adalah infeksi, factor diet, vomitus, pembedahan, dan diare. Dalam 12 jam berikutnya terjadi

kelemahan berat, hiperpireksi, hipotermia, koma, dan kolaps vaskuler. 3

Pemeriksaan Penunjang

a. Tes synachten singkat : stimulasi kelenjar adrenal dengan ACTH sintesis tidak mampu

memproduksi kortisol bila diberikan satu kali pada semua kegagalan adrenal

b. Tes synachten panjang : pemberian ACTH berulang selama 3 hari tidak ada kerusakan

adrenal memproduksi kortisol

c. CT Scan/ Biopsi : autoantibody

Penatalaksanaan

GAGAL ADRENAL KRONIS GAGAL ADRENAL AKUT

Penggantian glukokortikoid dengan

hidrokortison 20 mg/hari dosis terbagi

Terapi terhadap infeksi atau penyakit

penyerta

Penggantian

pemberian cairan intravena (NaCl fisiologis)

dalam jumlah besar

hidrokortison diberikan dalam dosis tinggi

penanganan infeksi

pemantauan kadar elektrolit dan glukosa

FEOKROMOSITOMA

Feokromositoma atau paraganglioma merupakan tumor penghasil katekolamin terlihat

berwarna coklat yang pada medulla adrenal, hanya 10% tumbuh di kortex adrenal, dan 10%

bermetastasis ke tulang, paru, hati, dan kelenjar limfe.1 Tumor tersebut dapat mensekresi

hormone, terutama epinefrin, norepinefrin, dan dopamine. Tumor jinak ini berada ditempat

yang terdapat sel-sel chromafin. 90% kasus terletak diantara diafragma dengan dasar pelvis,

ganglia para vertebra thoraks dan vesika urinaria. Dapat menjadi maligna 5-10 % karena

bermetastasis.

Makroskopik mikroskopik

a. berkapsul dan menekan jaringan adrenal

sekitarnya

b. Berat mencapai 100 gm

c. Variasinya antara 1 - 4000 gm

a. terdiri atas sel-sel polyhedral

b. terdapat reaksi chromafin terhadap

pulasan garam chromium (larutan zenker

atau helly) yang menghasilkan warna

coklat, kaya glikogen

Feokromositoma disebut juga hipertensi endokrin dengan tanda-tanda 5 H antara lain

: hipertensi (0.5-1 % hipertensi disebabkan Phaeochromocytoma), headache/sakit kepala,

hipermetabolisme, hiperhidrosis, hiperglikemia.4 Gejala klinik timbul terutama akibat sekresi

chatecolamine berlebihan adalah hipertensi, dsertai berkeringat banyak, nervous, tremor,

pusing, palpitasi, hilangnya nafsu makan, dan menurunya BB. Gejala hipertensi (mula-mula

paroksismal, dapat menajdi terus-menerus) atau hipotensi posturnal. Meningkatnya

chatecholamine akan mengakibatnkan gagal jantung, edem pulmo, infark miokard, fibrilasi

ventrikuler, hemorragi serebri. Komplikasi kardial ini disebut catecholamine cardiomyophaty.

Dalam urin dapat dideteksi terdapatnya vanillin mendelic acid (VMA, suatu metabolit dari

chatecholamien).

Gambaran Klinis

Tanda klinis

feokromositoma

kondisi terkait

feokromositoma

Gejala akibat

katekolamin

1. Hipertensi menetap atau

paroksismal disertai

sakit kepala, berdebar,

dan berkeringat

2. Hipertensi dan riwayat

feokromositoma dalam

keluarga

3. Hipertensi yang

refrakter terdapat obat

terutama disertai berat

badan menurun

4. Sinus takikardia

5. Hipertensi ortostatik

6. Aritimia rekuren

7. Tipe MEN 2 atau MEN

3

8. Krisis hipertensi yang

terjadi selama

pembedahan anestesi

9. Mempunyai respon

kepada R-blocker

1. Neurofibromatosis

2. Sklerosis fibrosis

3. Sindrom sturge-weber

4. Penyakit von Hippel-Lindau

5. MEN, tipe 2:

a. Feokromositoma

b. Paratiroid adenoma

c. Karsinomea tiroid

medulla

6. MEN, tipe 3 :

a. Feokromositoma

b. Karsinomea tiroid

medulla

c. Neuroma mukosa

d. Ganglioma abdominalis

e. Habitus marfanoid

1. Pucat

2. Hipotensi

3. Ortostatik

4. Pandangan kabur

5. Edema papilla mata

6. BB turun

7. Poliuri

8. Polidepsi

9. Penigkatan LED

10. Hiperglikemi

11. Gangguan psikiatri

12. Kardiomiopati dilatasi

13. Eritropoesis

Daignosis

Pemeriksaan laboratorium khas

a. Peningkatan kadar katekolamin 5-10 kali normal

b. Tes klonidin, terjadi penekanan kadar norepinefrin (menjadi normal)

c. Tes provokasi lain :

Skrining tes pengukuran kadar normetanefrin dan metanifrin plasma

Tes regitin (fentolamin) kelebihan katekolamin dan tes stimulasi glucagon dasar

stimulasi glucagon, namun dapat meningkatkan risiko hipertensi

d. Bila tes laboratorium dinyatakan positif, perlu dicari lokasi dengan pemeriksaan CT-Scan.

Untuk mencari lokasi kelainan adrenal. Bila CT-scan normal, dilakukan pemeriksaan lain:

Sample dari vena besar yang selektif

Metaidobenzyl guanidine scaning (MIBG) untuk melihat multiple/metastasis

Scan indium-labeled octreotide

Mengukur kadar metanefrin bebas dalam darah dan dibandingkan dengan vena cava

Scan tomografi emisi positron.

Alur diagram diagnosis feokromositoma

Kecurigaan

Yakin ragu

urin 24 jam : Urin 24 jam

metanefrin, VMA, Katekolamine metanefrine

normal Tinggi/2x katekolamin normal

cek ulang/ cari causa lain CT-Scan/MRI cari causa lain

Tumor (+) Tumor (-)

Operasi MIBG Scan

Tumor (+)

Terapi

A. Tatalkasana awal

Persiapan sebelum operasi dilakukan untuk mengontrol tekanan darah, memakai α

(fenoksibenzamin) dan β-blocker (propranolol)

B. Terapi definitive

Operasi dapat dilakukan dengan cara konvensional atau laparoskopi dan merupakan pilihan

karena tingkat kesembuhan mencapai 90%. Adranelektomi mengangkat tumor. Bloker

α dan β-blocker pra operasi sangat penting karena penanganan tumor dapat memicu

terjadinya krisis.1

C. Follow up dilakukan sepanjang hidup karena sisa tumor dapat menimbulkan gejala klinis

malignan, dilakukan reseksi agresif. Gejala dikontrol dengan α dan β-blocker. Radiasi

dilakukan untuk metastase ke tulang.

D. Kemoterapi dengan siklosfosfamid vinkristin dan dalarlzin

Progonosis

Non feokromositoma malignan feokromositoma malignan

5 tahun cukup baik (> 95% )

Rekuren setelah operasi < 10 %

< 50%

Setelah operasi 75% pasien bebas dari obat anti hipertensi

25% membutuhkan minimal anti hipertensi.

REFERENSI

Davey, Patrick. 2005. Endokrinologi. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC

Robbins, Stanley L. Sistem Endokrin. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC

Tjahjono. 2003. Patologi kelenjar adrenal. Patologi Endokrin. Semarang : UNDIP

Regulasi Hormon terhadap Metabolisme Kadar Mineral Tubuh

Tias & Dike

Dalam serum/ plasma 65-110 mg/dL (3,6-6,1 mmol/L)

Dikutip dari David Adams, 2000

KADAR GLUKOSA NORMAL

Gambar 1 Jalur metabolisme karbohidrat

Hormon

Efek Metabolik Utama

Efek pada penyerapan

glukosa

Efek pada asam lemak

darah

Efek pada asam amino

darah

Efek pada protein otot

Insulin

↓ + penyerapan

glukosa + glikogenesis

-Glikogenolisis -Glukoneogenesis

↓ +Sintesis

trigliserida -Lipolisis

↓ +penyerapan asam amino

↑ +Sintesis protein

-Penguraian protein

Glukagon

↑ +Glikogenolisis

+Glukoneogenesis -Glikogenesis

↑ +lipolisis -sintesis

trigliserida

Tidak ada efek Tidak ada efek

Epinefrin

↑ +Glikogenolisis

+Glukoneogenesis -sekresi insulin

+sekresi glukagon

↑ +Lipolisis

Tidak ada efek Tidak ada efek

Kortisol

↑ +Glukoneogenesis

-penyerapan glukosa oleh

jaringan selain otak

↑ +Lipolisis

↑ +penguraian

protein

↓ +penguraian

protein

Hormone pertumbuhan

↑ -Penyerapan

glukosa oleh otot; menghemat

glukosa

↑ +Lipolisis

↓ +penyerapan asam amino

↑ +sintesis protein

-penguraian protein

+sintesis DNA dan RNA

Tabel 1.1 Kontrol metabolisme bahan bakar oleh hormon

Notes:

↓ + menunjukkan bahwa terjadi penurunan ↓ - menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ↑ + menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ↑ - menunjukkan bahwa terjadi penurunan

Tabel 1.2 Kontrol metabolisme bahan bakar oleh hormon (lanjutan)

Hormon

Kontrol sekresi

Rangsangan utama untuk sekresi Peran utama dalam metabolisme

Insulin ↑ Glukosa darah

↓ Asam amino darah Pengatur utama siklus absorpsi dan

pasca-absorpsi

Glukagon ↓ Glukosa darah

↑ Asam amino darah

Pengaturan siklus absorpsi dan pasca-absorpsi bersama dengan

insulin; melindungi tubuh dari hioglikemia

Epinefrin Stimulasi simpatis selama stress

dan olahraga Penyiapan energi untuk keadaan

darurat dan olahraga

Kortisol Stres Mobilisasi bahan bakar metabolic

dan bahan pembangun selama adaptasi terhadap stress

Hormon pertumbuhan

Tidur lelap Stress

Olahraga Hipoglikemia

Mendorong pertumbuhan; dalam keadaan normal tidak begitu berperan dalam metabolism; mobilisasi bahan bakar plus

menghemat glukosa dalam keadaan yang meringankan

Materi yang tercantum ini tidak banyak. Untuk mendalami materi dengan lebih, dapat dibaca referansi yang

tercantum di bawah ini By: Dike Hanurafinova Afifi

Reference Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke

sistem. 2th

ed. Jakarta, EGC. p. 676

http://www.roma.unisa.edu.au/08366/index.htm.

Rest time

Jawaban untuk edisi yang lalu

Growth hormone

a. Sintesis dan struktur

Hormon ini disintesis di somatotrop, yaitu sekelompok sel asidofilik hipofisis.

Konsentrasi hormon pertumbuhan di dalam kelenjar hipofisis adalah 5-15 mg/g.

Hormon ini merupakan polipeptida tunggal dengan massa molekul 22 kDa dan

memiliki 191 asam amino pada semua spesies mamalia.

b. Reseptor hormon pertumbuhan

Reseptor hormon pertumbuhan adalah reseptor sitokin hemapoietin yang terdiri dari

protein dengan massa molekul sekitar 70 kDa dan memiliki domain perentang

membran yang tunggal. Pengikatan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan

dimerisasi 2 reseptor hormon pertumbuhan sehingga aktivasi enzim tirosin kinase

JAK2 yang berkaitan dengan reseptor hormon pertumbuhan, fosforilasi reseptor tsb

dan JAK2 pada residu tirosil. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya aktivasi

sejumlah lintasan pembentukan sinyal, yaitu:

1). Fosforilasi protein STAT dan transkripsi gen

2). Aktivasi lintasan MAP kinase yang berkaitan dengan SHC/ Grb2

3). Fosforilasi IRS dengan aktivasi PI3 kinase

4). Aktivasi PLC dengan memproduksi diasilgliserol serta aktivasi protein kinase C.

c. Kerja fisiologi dan biokimia

Selain sangat penting bagi pertumbuhan pascanatal, hormon pertumbuhan juga

berperan dalam metabolisme normal karbohidrat, lipid, nitrogen, dan mineral. Kerja

hormon pertumbuhan diperantarai oleh dua gen yaitu gen IGF-I dan IGF-II. Kadar

IGF-II dalam plasma dua kali lipat dari kadar IGF-I. Orang-orang yang tidak

mempunyai kadar IGF-I yang cukup, tetapi memiliki IGF-II, tidak akan tumbuh

dengan normal.

1). Sintesis protein

Hormon pertumbuhan akan meningkatkan transportasi asam amino ke sel otot dan

sintesis protein lewat mekanisme yang terpisah dari efek pengangkutan.

2). Metabolisme karbohidrat

Pada umumnya, hormon ini melawan efek insulin. Di hati, hormon pertumbuhan

akan meningkatkan jumlah glikogen hati sehingga akan terjadi aktivasi

glukoneogenesis dari asam amino.

3). Metabolisme lipid

Hormon pertumbuhan memicu pelepasan asam lemak bebas dan gliserol dari

jaringan adiposa, meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah, dan

menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak bebas di hati.

4). Metabolisme mineral

IGF-I dapat meningkatkan keseimbangan positif kalsium , magnesium, dan fosfat,

serta dapat menyebabkan retensi Na+, K

+, dan Cl

-. Kalsium dapat memicu

pertumbuhan tulang panjang di lempeng epifisis pada anak-anak, merangsang

pertumbuhan tambahan, dan pertumbuhan akral pada orang dewasa. Hormon

pertumbuhan juga bis meningkatkan pembentukan tulang rawan pada anak-anak.

Thyroid hormone

Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus yang

menyatu di tengah sehingga tampak seperti kupu-kupu. Sel-sel sekretorik utama tiroid

tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga yang sering disebut sel folikel. Di

dalam folikel terdapat lumen yang berisi koloid. Isi utama koloid adalah tiroglobulin, yang

di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan pembentukan. Sel-sel

folikel menghasilkan 2 hormon yang mengandung iodium, yang berasal dari asam amino

tirosin yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Hormon tiroid

diatur oleh hipotalamus-hipofisis-anterior, yaitu melalui TSH suatu hormon tropik tiroid

dari hipofisis anterior. Fungsinya sebagai regulator fisiologis bagi sekresi hormon tiroid

dan mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid.

Pembentukan, penyimpanan, dan pengeluaran hormon tiroid:

a. Tiroglobulin mengandung tirosin yang dihasilkan di dalam sel folikel tiroid

dipindahkan ke dalam koloid dengan cara eksositosis.

b. Iodium yang berasal dari makanan, secara aktif dipindahkan dari darah ke dalam

koloid oleh sel folikel.

c. Terjadi pengikatan 1 molekul iodium ke tirosin di dalam tiroglobulin sehingga

menghasilkan monoiodotirosin (MIT), jika terjadi perlekatan 2 iodium menghasilkan

diiodotirosin (DIT).

d. Jika terjadi penggabungan 2 DIT akan menghasilkan T4, sedangkan penggabungan 1

MIT dan 1 DIT akan menghasilkan T3.

e. Jika ada stimulasi yang sesuai, sel folikel tiroid akan memfagosit sebagian koloid yang

mengandung tiroglobulin.

f. Di dalam sel folikel, koloid akan menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya

dapat memisahkan hormon tiroid yang aktif (T4 dan T3) secara biologis, serta

iodotirosin yang nonaktif (MIT dan DIT).

g. T3 dan T4 berdifusi ke dalam darah.

h. Enzim yang ada di sel-sel folikel dengan cepat akan mengeluarkan iodium dari MIT

dan DIT.

i. Iodium yang dibebaskan didaur ulang untuk mensintesis hormon lagi.

Terdapat 3 protein plasma yang berfungsi mengikat hormon tiroid

a. Globulin pengikat tiroksin mengikat 55% T4 dan mengikat 65% T3.

b. Albumin mengikat 10% T4 dan mengikat 35% T3.

c. Pre-albumin pengikat globulin mengikat 35% T4.

Efek hormon tiroid:

a. Laju metabolisme meningkatkan seluruh laju metabolik basal tubuh, regulator

penting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan

istirahat. Peningkatan laju metabolik peningkatan produksi panas (kalorigenik).

b. Metabolisme perantara memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik pada

metabolisme bahan bakar yaitu mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat,

lemak, dan protein, tetapi juga dapat menginduksi efek yang bertentangan. Misalnya:

1). Jumlah hormon tiroid yang sedikit akan menyebabkan perubahan glukosa menjadi

glikogen, sebaliknya jika jumlahnya banyak akan menyebabkan penguraian

glikogen menjadi glukosa.

2). Hormon tiroid diperlukan untuk sintesis protein yang digunakan untuk

pertumbuhan tubuh dalam jumlah tertentu, tetapi jika jumlahnya banyak akan

menyebabkan penguraian protein.

Secara umum, kadar hormon tiroid yang berlebihan, misalnya pada orang yang sedang

berpuasa (tidak ada masukan makanan) akan menyebabkan peningkatan konsumsi

bahan bakar seperti penguraian glikogen, penurunan simpanan asam lemak, dan

pengecilan otot karena penguraian protein.

Regulasi Metabolisme Protein

a. Penyimpanan dan sekresi asam amino

Produk penting yang berasal dari asam amino antara lain heme, purin, pirimidin,

hormon, neurotransmiter, dan peptida. Banyak protein yang mengandung asam amino

dimodifikasi untuk memenuhi fungsi khusus, seperti pengikatan kalsium, atau sebagai

intermediet yang bekerja untuk menstabilkan protein. Contohnya seperti:

1). Sistein Senyawa Sulfat Urine. L-Sistein berfungsi sebagai prekursor bagian

tioetanolamin pada koenzim A dan taurin yang berkonjugasi dengan asam empedu

seperti asam taurokolat.

2). Histidin Histamin. Dekarboksilasi dari histidin akan membentuk histamin.

3). Ornitin dan Arginin Poliamin.

4). Triptofan Serotonin dan Melanin. Hidroksilasi triptofan menjadi 5-

hidroksitriftofan dikatalis oleh enzim tirosin hidroksilase hati serotonin. Reaksi

N-asetilasi serotonin dan O-metilasi pada jaringan korpus pineal melatonin.

5). Tirosin Epinefrin dan Norepinefrin. Sel dari neuron mengubah tirosin

epinefrin dan norepinefrin.

b. Metabolisme protein menjadi asam amino

Regulasi Metabolisme Lipid

Terdapat 5 lipoprotein di dalam plasma darah:

a. Asam lemak bebas (FFA)

Dalam keadaan kenyang, FFA dalam plasma darah kadarnya rendah, sedangkan pada

waktu lapar, FFA dalam plasma darah kadarnya tinggi. Keceptan produksi FFA di

A. A. ekstrasel non hepatik

Protein

A. A. intrasel non hepatik

Deaminasi Produk spesifik

aminasi

Asam keto

Asam lemak Siklus

Krebs

CO2

A. A. dalam sirkulasi darah

A. A. ekstrasel hepatik

Cerna & serap

Protein makanan

A. A. darah porta

Produk spesifik

A. A. intrasel hepatik Protein

Deaminasi Aminasi

NH3

CO2

Asam keto

Asam lemak

Siklus

Krebs

Urea

Siklus

urea

Metabolisme asam amino

dalam jaringan lemak bersifat mengendalikan kadar FFA yang ada di dalam plasma,

dan menentukan pengambilan FFA tersebut oleh jaringan lainnya dalam tubuh.

b. Khilomikron

Apoprotein yang berasal dari usus dan berfungsi sebagai pengangkut triasilgliserol

dari mukosa intestin. Khilomikron terdiri dari apoprotein B-48, C-I, C-II, dan C-III.

c. VLDL

Apoprotein yang berasal dari parenkim hati dan berfungsi sebagai pengangkut

triasilgliserol dari hati ke jaringan ekstrahepatik. VLDL terdiri dari apoprotein B-100,

C-I, C-II, dan C-III.

d. LDL

Sebagian besar LDL dibentuk oleh VLDL, mungkin oleh khilomikron, dan sebagian

lainnya diproduksi di hati. Terdiri dari apoprotein B-100. terdapat tempat pengiktan

spesifik LDL pada jaringan tertentu yaitu limfosit, sel otot polos, dan fibroblas.

Banyaknya tempat pengiktan LDL di permukaan sel diatur oleh kebutuhan seluler

terhadap kolesterol untuk keperluan membran dan sintesis hormon steroid.

e. HDL

HDL disintesis dan diekskresikan oleh usus dan hati. HDL yang disintesis di usus

mengandung apoprotein A-I dan A-II, sedangkan di hati mengandung apoprotein C.

HDL berperan dalm transportasi kolesterol dari jaringan ke hati.

steroid

kolesterol

ketogenesis

Benda keton

steroidogenesis

CO2

lipogenesis

Asetil Ko-A

Oksidasi-B

Asil Ko-A

piruvat

sfingolipid

Siklus

krebs

aktivasi

esterifikasi

fosfolipid

Triasilgliserol (T.G)

lipolisis

F.F.A

glukosa

Triosa-P

Gliserol-P

gliserol

Jalur-jalur utama metabolisme lemak

Metabolisme lipid dalam jaringan adiposa

Regulasi mineral tubuh yang dipengaruhi hormon

Di bawah ini merupakan contoh-contoh mineral yang kerjanya dipengaruhi oleh hormon:

a. Iodium

Pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid dipengaruhi oleh hormon TSH.

b. Kalsium

Metabolisme kalsium dipengaruhi oleh hormon paratiroid. Saat terjadi hipokalsemia,

PTH mengembalikan konsentrasi kalsium cairan ekstrasel yang normal dengan bekerja

langsung pada ginjal dan tulang, bekerja secara tidak langsung pada mukosa usus

(melalui stimulasi sintesis 1,25(OH)2-D3).

+ insulin

Dinding kapiler

Plasma

Gliserol-3P

T. G.

Hormon sensitif lipase

pool 1

gliserol

Lipogenesis

F. F. A F. F. A

ATP

KoASH tiokinase

pool 2

oksidasi -beta Asil-SKoA

HMP-shunt

(NADPH+H+)

CO2 Heksosa-P

Glukosa-6P

Glukosa

plasma

glukosa

Asetil-SKoA

CO2

Siklus

sitrat

lipoprotein lipase

F. F. A

gliserol

T. G.

Kilomikron

VLDL

F. F. A

gliserol

l

Fungsi PTH:

1). Menurunkan bersihan ginjal atau ekskresi kalsium konsentrasi kalsium

ekstrasel meningkat.

2). Meningkatkan laju disolusi tulang, termasuk fase organik maupun anorganik, yang

menggerakkan kalsium ke cairan ekstrasel.

3). Meningkatkan efisiensi absorpsi kalsium dari dalam usus dengan mensintesis

1,25(OH)2-D3.

Pada defisiensi kalsium dari makanan dengan absorpsi kalsium yang tidak cukup di

dalam usus PTH akan meningkatkan resorpsi kalsium.

Selain PTH, hormon yng mempengaruhi kalsium adalah kalsitonin. Efek utamanya

adalah menurunkan konsentrasi kalsium plasma dengan cara meningkatkan ekskresi

kalsium melalui ginjal dan menekan kerja osteoklast.

c. Fosfat

Fosfat dan kalsium biasanya terkandung di dalam tulang. Fosfat dilepas bersama

kalsium saat PTH meningkatkan resorpsi matriks mineral. Hormon PTH bekerja

menurunkan konsentrasi fosfat dalam cairan ekstrasel untuk mempertahankan

konsentrasi kalsium ekstrasel.

Referensi:

Baron, D. N. 1984. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Hardjasasmita, P. 1991. Ikhtisar Biokimia A . Jakarta: FKUI.

__________________. Ikhtisar Biokimia B . ____________.

Murray, et al. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

KELAINAN METABOLISME

By : Ajeng n Apri

Obesitas dan Dislipidemia

Obesitas : keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan

adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.

Penentuan gizi lebih ataupun obesitas terkadang tidak dapat menggunakan standar

pengukuran yang sama karena antar ras memiliki komposisi lemak tubuh yang berbeda.

Cara Pengukuran berat badan lebih atau obes pada dewasa dengan cara mengukur

lemak tubuh langsung atau yang praktis dengan Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa

yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT).

IMT= Berat Badan (Kg) / (tinggi tubuh (m))2

berat badan dibagi dengan tinggi tubuh yang dikuadratkan.

Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas berdasarkan IMT dan Lingkar Perut menurut

kriteria Asia Pasifik.

Klasifikasi IMT

Risiko Ko-Morbiditas

Lingkar Perut

< 90 cm (pria)

< 80 cm (wanita)

≥ 90 cm (pria)

≥ 80 cm (wanita)

Berat Badan Kurang <18,5 Rendah

(meningkatnya pada

risiko masalah klinis

lain)

Sedang

Kisaran Normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat

Berat Badan Lebih ≥ 23

Berisiko 23 – 24,9 Meningkat Moderat

Obes I 25 – 29,9 Moderat Berat

Obes II ≥ 30 Berat Sangat berat

Sumber: WHO WPR/ IASO/IOTF dalam The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity

and its Treatment (2000)

1. Patofisiologi Obesitas

Faktor yang mempengaruhi berat badan:

Keturunan/Genetik (40-70%)

Gaya Hidup (kebiasaan makan, kurang kegiatan fisik, kurang olahraga)

Lingkungan (tingkat kemakmuran/ sosioekonomi)

Obesitas Sentral :

*Lemak daerah abdomen terdiri dari : lemak subkutan dan lemak intra-abdominal.

Lemak intra-abdominal = lemak visceral(intraperitoneal) + massa lemak

retroperitoneal(sepanjang perbatasan dorsal usus dan bag. permukaan ventral ginjal).

Lemak viseral/intraperitoneal terdiri dari lemak omental dan lemak mesentrial.

Pada pria, massa retroperitoneal hanya sebagian kecil, seperempatnya adalah lemak

visceral, dan komponen obesitas sentralnya adalah lemak subkutan abdomen berkorelasi

dengan resistensi insulin seperti lemak viseral. Mobilisasi asam lemak lebih cepat dari

daerah viseral daripada lemak subkutan. Vena porta merupakan saluran tunggal bagi

jaringan adiposa dan berhubungan langsung dengan hati. Aktivitas lipolitik merupakan

kontributor terbesar asam lemak bebas dalam sirkulasi. Perubahan metabolik dan kelainan

kardiovaskular dapat mengambil indikator distribusi lemak regional.

Metabolisme Sindrom pada Obesitas

Komponen Tanda

Glukose intoleran/insuulin resisten Hiperinsulin

Tekanan darah 160/90 mmhg

Plasma TG dan HDL 150mg %

<35 mg% pria, <39% wanita

Central obes (obesitas sentral) Whr >0,90 pria

Whr > 0,85 wanita

BMI >30

mikroalbuminuria ya

Whr = lingkar pinggang

BMI = IMT

Penilaian Obesitas Sentral:

1. Computed Tomography (CT)

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

3. Lingkar perut/ rasio lingkar perut dan lingkar pinggul (WHR, waist-hip ratio)

Nb: cara nomor 1 sama nomor 2 mahal, jadinya biar ekonomis dan praktis, dipakai

cara no 3. harga memang menjamin mutu sih.

WHO : lingkar perut diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan krista iliaka

dengan pita secara horizontal pada akhir ekspirasi plus kedua tungkai dilebarkan 20-30

cm, tidak menahan perut.

Lingkar perut dikatakan memiliki korelasi dengan jumlah lemak intra abdominal dan

lemak total dan telah digunakan baik secara mandiri atau bersama-sama tebal kulit

subkutan untuk mengembangkan suatu korelasi regresi untuk mengoreksi massa lemak

intra abdominal. Ekuasi dengan menggunakan lingkar perut saja disesuaikan untuk umur,

menunjukkan prediksi lemak tubuh yang baik untuk spesimen subyek orang Belanda.

Hubungan dengan Resistensi Insulin dan Dislipidemia

Resistensi insulin dapat mengganggu proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak.

Hub. Kausatif antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan stroke :

Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adiposa melalui

peningkatan produksi acetyl-CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa.

Hub. Kausatif resistensi insulin dan dislipidemia : tandanya yaitu peningkatan konsentrasi

trigliserida dan penurunan kolesterol HDL akibat pengaruh insulin terhadap Cholesterol

Ester Transfer Protein (CETP) yang memperlancar transfer Cholesteryl Ester (CE) dari

HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA,

komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh faktor genetik dan

lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan otot rangka laki-laki

lebih resisten dibandingkan perempuan.

Faktor-faktor Komorbid:

Hipertensi

Penyakit kardiovaskuler

Dislipidemia

Hiperinsulinemia

DM tipe 2

Sleep apnea / obesity hypoventilation syndrome

Osteoartritis

Infertilitas

Kondisi lain : GERD, inkontinensi urin tipe stres,lower extremity venous stasis

disease

2. Dislipidemia

Berdasarkan konsensus NCEP ATP III tahun 2001 adalah ketidaknormalan kadar lipid

dalam darah meliputi cholesterol total, LDL cholesterol, HDL choleterol dan trigliserida.

Klasifikasi Dislipidemia:

Dislipidemia primer tidak jelas penyebabnya

Dislipidemia sekunder mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik,

diabetes mellitus, hipotiroidisme.

Dislipidemia berdasarkan profil lipid yang menonjol:

Hiperkolesterolemi, hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholestrol, dan

dislipidemi campuran(banyak ditemukan).

Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut

NCEP ATP III 2001 mg/dl

Kolesterol total

< 200

200-239

≥ 240

Optimal

Diinginkan

Tinggi

Kolesterol LDL

< 100

100-129

130-159

160-189

≥ 190

Optimal

Mendekati optimal

Diinginkan

Tinggi

Sangat tinggi

Kolesterol HDL

< 40

≥ 60

Rendah

Tinggi

Trigliserid

< 150

150-199

200-499

≥ 500

Optimal

Diinginkan

Tinggi

Sangat tinggi

Dikutip dari: Executive summary of third report of the National Cholesterol Education

Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Cholesterol in Adult (Adult Treatment Panel III). JAMA 2001; 285; 2486-2497

Kolesterol LDL dan beberapa faktor risiko digunakan untuk menentukan sasaran kadar

kolesterol LDL yang diinginkan pada orang dewasa > 20 tahun. Faktor risiko ini

digunakan untuk pencegahan penyakit arteri koroner.

Faktor risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai.

Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun

Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu

< 65 tahun

Kebiasaan merokok

Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi)

Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dl) jika mencapai ≥ 60 mg/dl, maka mengurangi satu

FR

Penyakit Arteri Koroner ini memiliki tiga kelompok risiko penyakit yaitu risiko tinggi

dengan riwayat PAK atau disamakan dengan penyakit lain seperti DM dan aterosklerotik,

risiko sedang atau multiple, dan risiko rendah.

3. Hiperlipidemia

Sebelum masuk ke hiperlipidemia, ada pengantar sekilas mengenai lipid plasma.

Lipid plasma terdiri dari:

o Kolesterol

o Trigliserida

o Fosfolipid

o Asam lemak bebas

Lipid plasma berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak (endogen). Kolesterol

dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif memiliki makna klinis berkaitan dengan

aterogenesis. Meskipun namanya lipid plasma, mereka tidak larut dalam plasma. Oleh

karena itu, lipid terikat pada protein sebagai mekanisme dalam serum. Ikatan ini

menghasilkan 4 kelas:

1. Kilomikron kadar trigliserida tinggi

2. Lipoprotein Densitas Sangat Rendah (VLDL) kadar trigliserida tinggi

3. Lipoprotein Densitas Rendah (LDL) kadar kolesterolnya paling tinggi

4. Lipoprotein Densitas Tinggi (HDL) kadar proteinnya paling tinggi

Kadar relatif lipid dan protein pada tiap kelas berbeda.

Hiperlipidemia peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal.

o Hiperlipidemia sekunder kasus dengan kadar tinggi karena gangguan sistemik.

Penyebab utama: obesitas, asupan alkohol berlebihan, diabetes melitus, hipotiroidisme,

dan sindrom nefrotik.

o Hiperlipidemia primer hiperlipidemia akibat predisposisi genetik terhadap kelainan

metabolisme. Kelainan mengode enzim, apoprotein, atau reseptor yang terlibat dalam

metabolisme lipid.

Tipe-tipe hiperlipidemia menurut WHO ada 5(tipe I – V) tapi tidak menunjukkan

penyebabnya.

Konsekuensi dari hiperlipidemia yang terutama adalah peningkatan kolesterol serum,

terutama mencerminkan kolesterol lipoprotein serum densitas rendah (LDL-C) faktor

predisposisi terjadinya ateroma.

Peningkatan kolesterol serum berhubungan dengan peningkatan prematuritas dan keparahan

aterosklerosis. Kolesterol LDL merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit jatung

koroner. NCEP ATP II memberikan batas LDL ≤ 100 m/dl.

Penilaian Risiko:

Merokok sigaret (cigarette)

Hipertensi

Kadar HDL-C kurang dari 40 mg/dl

Riwayat CHD (Coronary Heart Disease) prematur dalam keluarga

Usia (laki-laki ≥ 45 tahun, perempuan ≥ 55 tahun)

Bila seseorang memiliki banyak faktor risiko (2+), penilaian risiko 10 tahunnya dilakukan

dengan alat skor Framingham (terdaftar dalam NCEP APT III sebagai usia, kolesterol total,

HDL-C, tekanan darah, dan merokok sigaret).

National Cholesterol Education Program (Adult Treatment Panel III): Tujuan dan Titik

Temu LDL-C terhadap Perubahan Gaya Hidup Terapeutik Terapi Obat dalam Kategori

Risiko Penyakit Jantung Koroner yang berbeda.

No. Kategori Risiko Tujuan LDL Kadar LDL saat

dimulainya perubahan

gaya hidup terapeutik

Kadar LDL saat

dipertimbangkan

perlunya terapi obat

1. CHD atau setara

risiko CHD

(risiko 10 tahun

>20%) = risiko

tertinggi

<100 mg/dl ≥ 100 mg/dl ≥ 130 mg/dl (100-129;

obat pilihan)

2. Faktor 2+ (risiko

10 tahun ≤ 20%)

= risiko tertinggi

kedua

<130 mg/dl ≥ 130 mg/dl ≥ 130 mg/dl (risiko 10

tahun, 10-20%)

3. Faktor risiko 0

s.d. 1+ (risiko 10

tahun <10%) =

risiko ketiga/

terendah

<160 mg/dl ≥ 160 mg/dl ≥ 160 mg/dl (risiko 10

tahun < 10%)

2+ punya 2 faktor risiko.

Setara risiko CHD mencakup bentuk lain penyakit aterosklerotik (penyakit arteri perifer,

aneurisma aorta abdominalis, dan penyakit arteria karotis simtomatik), diabetes, dan berbagai

faktor risiko yang memberikan risiko 10 tahun untuk timbulnya CHD 20 % lebih besar.

PENATALAKSANAAN DISLIPIDEMIA

1. Farmakologi

Jenis Cara kerja Lipoprotein Dosis Efek samping

Asam

lemak

omega 3

Sintesis VLDL 50-60%

pada hiper

TG berat

Mual

Asam

nikotinik

Sintesis VLDL

dan LDL

Trigliserida

25-85%

VLDL-C

25-35%

LDL-C 25-

40%

HDL

mungkin

Niasin 50-100

mg tiga kali

pemberian,

kemudian

tingkatkan 1.0-

2.5 g tiga kali

pemberian

Flushing,

takikardia,

gatal, mual,

diare,

hiperurisemia,

ulkus peptic,

intoleransi

glukosa,

gangguan

fungsi hati

Bile acid-

sequestran

Menghambat

sirkulasi

enterohepatik

asam empedu;

sintesis asam

empedu dan

reseptor LDL

LDL-C 20-

30%

HDL-C,

and TG

Kolestiramin

8-12 g, dua

atau tiga kali

pemberian

Kolestipol 10-

15 g, dua atau

tiga kali

pemberian

Obstipasi,

mual, perut

tidak enak

Derivat

asam

fibrat

LPL dan

hidrolisis TG

Sintesis VLDL

Katabolisme

LDL

TG 25-

40%

or LDL-C

HDL

Gemfibrozil

600-1200

mg/dl

Fenofibrat 160

mg

Mual,

gannguan

fungsi hati,

miositis

Ezetimible Absorpsi

kolesterol di

usus halus

LDL-C 16-

18%

10 mg/hari Sakit kepala,

nyeri perut, dan

diare

HMG-

CaA

reductase

inhibitors

Sintesis

kolesterol

Reseptor LDL

LDL-C 25-

40%

VLDL

Lovastatin 10-

80mg/dl

Pravastatin 10-

40mg/dl

Simvastatin 5-

40mg/dl

Fluvastatin 20-

40mg/dl

Atorvastatin

10-80mg/dl

Rosuvastatin

10-20mg/dl

Gangguan

fungsi hati,

miositis

2. Non farmakologi

a. Terapi nutrisi medis.

Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien

dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi dianjurkan untuk mengurangi

asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda ( MUFA dan PUFA ). Pada pasien

dengan kadar trigliserid yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alcohol dan

lemak.

b. Aktifitas fisik. Sesuai kemampuan dan kesenangan pasien agar berlangsung terus-

menerus.

c. Hentikan merokok

d. Menurunkan berat badan bagi mereka yang gemuk

e. Mengurangi asupan alcohol

PENATALAKSANAAN OBESITAS

1. Non Farmakologi

Penurunan berat badan. Tujuan awal dari penurunan berat badan adalah

mengurangi berat badan sekitar 10% dari berat awal. Batas waktu yang masuk akal

adalah 6 bulan. Untuk pasien yang tidak mampu mencapa penurunan berat badan

yang signifikan, dilakukan pencegahan kenaikan berat badan.

Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi 4 pilar yaitu diet rendah

kalori, aktifitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah.

Terapi diet : Bertujuan membuat defisit 500-1000 kcal/hari. Total lemak

seharusnya kurang dan sama dengan 30% dari total kalori.

Aktifitas fisik : Aktifitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan

peningkatan berat badan. Keuntungan lainnya adalah terjadi pengurangan resiko

kardiovaskular dan diabetes. Terapi harus dimulai secara perlahan, kemudian

intensitasnya dinaikan secara bertahap. Strategi lain untuk meningkatkan aktifitas fisik

dengan mengurangi waktu santai dan melakukan aktifitas rutin lain dengan resiko

cidera rendah.

Terapi perilaku : Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri tehadap

kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan

masalah, contingency management, cognitive restructuring dan dukungan social.

2. Farmakologi

a. Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik terbukti efektif

menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Kontra indikasi pada riwayat

hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau

riwayat strok.

b. Orlistat menghambat absopsi lemak sebesar 30%, dibutuhkan penggantian

vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Pasien harus dipantau

untuk efek samping yang terjadi.

3. Terapi bedah

Terapi ini hanya diberikan pada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI

40 atau 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai

alternatif terakhir untuk pasien yang gagal denagn fermakoterapi dan memderita

komlikasi obesitas yang ekstrem.

Referensi:

Sudoyo, Aru. W dkk. 2007. Dislipidemia.Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.

Edisi IV. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Obesitas. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi

IV. Jakarta: EGC

Prologue:

Dalam hidup, banyak hal yang tidak kita mengerti, banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Salahkah memaknai hidup untuk diri sendiri?

Orang bijak pernah berkata, ”kebahagiaan itu dibuat, bukan dicari” Lalu salahkah mencoba bahagia dengan apa yang dapat kita raih, dengan apa yang kita miliki bukan hanya

mengawalinya dengan mimpi? Mimpi sering menyakitiku

Saat aku tersadar, mereka tidak nyata, saat terbang melayang, aku sakit terjatuh Tapi mimpi jualah yang mengawali apa yang dapat kuraih dan kumiliki saat ini

Dan semoga mimpi-mimpiku yang lain dapat terwujud di kemudian hari Dan aku dapat bahagia dengan apa yang aku raih dan kumiliki

Temanku pernah berkata, ”berdamailah dengan waktu” (That’s cool Siska, Great art) Namun, pertama-tama aku butuh berdamai dengan diriku sendiri...

(Untuk orang-orang yang kucintai dan orang-orang yang mencintaiku, with love, Apri)

Pengaturan Diet pada Kelainan Endokrin dan Metabolisme

By Gendis, Ais, Achies

A. Pengaruh kelainan kelenjar tiroid terhadap gizi

1. Pengaruh gizi terhadap hipotiroid

2. Pengelolaan terapi diit pada kelainan kelenjar tiroid

Fungsi tubuh normal dapat dipengaruhi oleh defisiensi hormon tiroid. Gejala

hipotiroid yang mengenai setiap individual bervariasi. Gejalanya dapat berupa kelelahan,

kesulitan berjalan, perasaan kedinginan, depresi, konstipasi, kulit kering, kekakuan atau

kelemahan pada otot dan persendian, peningkatan denyut jantung, nafas pendek, tachipnea,

insomnia, demam, siklus menstruasi yang terganngu, peningkatan berat badan secara tiba-

tiba, dan beberapa kelambatan gerakan. Sangat sulit untuk mendiagnosis adanya hipotiroid,

bahkan tes darah tidak begitu signifikan untuk mendeteksi hipotiroid.

Ada beberapa nutrien yang bermain peran pada fungsi hormon kelenjar tiroid dan

kelenjar paratiroid. Suplementasi dengan selenium, zinc, dan tembaga sangat penting untuk

produksi dan metabolisme normal hormon tiroid. Sumber diet yang tepat dapat ditemukan

pada makanan laut, daging, gandum, ayam, hati, bayam, kacang, dan rumput laut.

Individu yang menginginkan kesembuhan dari hipotiroid harus mengkonsumsi diet

yang cukup dan bergizi. Diet harus kaya akan buah, sayuran, ayam tanpa kulit, ikan, gandum

(whole grains), dan kacang-kacangan. Beberapa makanan yang dapat membantu menghindari

seseorang dari gejala hipotiroid adalah bawang bombay, rumput laut, kuning telur, gandum,

jamur, pisang, makanan laut. Sedangkan yang harus dihindari adalah kubis, kedelai, kembang

kol, kacang panjang, kentang, dan ubi jalar. Makanan-makanan di atas yang dianjurkan adalah

makanan yang memacu pembesaran kelenjar tiroid dan sintesis hormonnya juga dapat

ditingkatkan.

Tirosin, suatu asam amino, digunakan sebagai prekusor untuk pembuatan hormon

tiroid, dan defisiensi tirosin dapat memacu penurunan fungsi tiroid. Diet rendah protein dapat

mengurangi persediaan tirosin. Dosis 500-1.500 mg suplementasi per hari dapat mencukupi

manfaat terapeutik. Iodin juga penting untuk blocking dari hormon tiroid. Sumber iodin yang

baik berupa ikan laut, tanaman laut, dan garam iodin.

Referensi:

Shoback, Gardner. 2007. Lange—Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. USA: Mc

Graw Hill.

B. Metabolisme disorder pada DM

1. Peranan gizi pada DM

2. Pengelolaan terapi diit pada kasus DM

Tujuan pengelolaan diet pada DM:

1. Menjaga gula darah dalam batas normal

2. Menjaga kadar lipid darah dalam batas normal

3. Memberikan kalori adekuat

4. Mencegah komplikasi akut

5. Mencegah komplikasi jangka panjang

6. Memperbaiki kondisi kesehatan penderita

Perbandingan karbohidrat, lemak dan protein rekomendasi pengaturan glukosa ideal dan

intake lemak yang rendah mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular.

1. Karbohidrat: dianjurkan dari polisakarida

Kasus DM ringan/ pada subjek obesitas:

pertama kali diberi 100 – 125 g. bila diperkirakan tidak ada insulin yang

dibutuhkan. Bila DM terkontrol karbohidrat dapat ditingkatkan mulai 150 –

200 g bila dapat ditoleransi.

Kasus DM parah, pada anak – anak, dan pada diabetes gizi kurang:

permulaan diberikan 125 – 150 g, dan ditingkatkan secara bertahap selama lebih

dari 1 minggu dari 200 – 250 g. per hari.

2. Protein

Dewasa: diberikan 0,8 g/kg BB

12%-20% dari total kalori protein cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan

anak-anak dan menjaga integritas jaringan pada dewasa.

Protein tinggi tidak baik kandungan lemak tak jenuh & beban ginjal untuk

mengeksresikan Nitrogen berlebihan.

3. Lemak

Tidak lebih dari 25%-30% dari total kalori makanan, dengan lemak hewani < 10%.

Intake kolesterol rendah (≤ 300 mg/hari).

Kontrol pada makanan berlemak mengurangi risiko aterosklerosis & jantung

koroner

4. Vitamin – Mineral:

Pada kasus DM sederhana: vitamin dipenuhi dengan kandungan alami yang

terdapat pada makanan.

Mineral cukup diutamakan sumber antioksidan (Cromium, Magnesium. Natrium

cukup 3 g)

5. Kalori total: tergantung status nutrisi pasien. Pasien DM yang obesitas diijinkan untuk

mendapat 18 kalori/ kg BB. Bila hal ini saja yang dilakukan, dengan pengurangan

berat badan biasanya dapat mengontrol diabetes ringan tanpa penggunaan insulin. Bila

BB standar tercapai, intake kalori ditingkatkan secara bertahap sampai titik dimana

BB dipertahankan.

Catatan: bila pengurangan diet seperti ini dilakukan, asupan mineral dan vitamin harus

tetap dipertahankan.

Pada pasien DM dengan BB standar: 25 kalori/kg BB. Setelah diabetes dapat

dikendalikan (dengan atau tanpa insulin), intake kalori harian dapat ditingkatkan

untuk mencegah turunnya BB.

Pada pasien DM dengan BB kurang: 35 kalori/ kg BB. Pasien ini hampir selalu

membutuhkan insulin. Intake kalori dikurangi setelah BB mendekati tingkat

standar; dan harus dijaga agar tetap dibawah standar.

Distribusi makanan:

Sarapan : 20%

Snack : 10%

Makan siang : 25%

Snack : 10%

Makan malam : 25%

Snack : 10%

Manajemen diet pada DM

Strategi diet Tipe 1 (non-obese) Tipe 2 (obese)

Penurunan asupan energi (kkalori) Tidak Ya

Peningkatan frekuensi & jumlah

makanan

Ya Biasanya tidak

Asupan harian terdiri dari

karbohidrat, protein dan lemak

Sangat penting Tidak penting

Perencanaan rasio harian protein,

lemak, karbohidrat pada tiap

makan

Diharapkan Tidak dibutuhkan

Perencanaan tambahan makanan

untuk mengatasi/ mencegah

hipoglikemi

Sangat penting Tidak dibutuhkan

Perencanaan waktu untuk makan dan

snack

Sangat penting Tidak penting

Makanan tambahan untuk latihan

baru

Ya Biasanya tidak

Saat sakit, berikan karbohidrat

sedikit tapi sering untuk

mencegah ketoasidosis (asidosis

& penumpukan benda keton)

Penting Biasanya tidak

penting, karena

resisten terhadap

ketoasidosis

Tabel. Strategi Diet pada 2 Tipe DM

Referensi:

Paschkis, K. E., Rakoff, A. E., Cantarow, A. 1961. Clinical Endocrinology. Edisi 2. New

York: Hoeber – Harper.

Williams, Rodwell Sue. 2001. Basic Nutrition & Diet Therapy. Edisi 11. Missouri: Mosby.

―guide us in the straight path‖

C. Metabolisme disorder pada hiperlipoproteinemia dan obesitas

1. Peranan gizi pada kejadian hiperlipoproteinemia dan obesitas

2. Pengelolaan terapi diit pada kasus hiperlipoproteinemia dan obesitas

A. Obesitas

Definisi

Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai

dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

Ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi

kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk lemak.

Kriteria

Body Mass Index (BMI)

Indeks masa tubuh menunjukkan bila mengalami kelebihan berat untuk usia dan tinggi

badannya.

Klasifikasi menurut WHO

BMI Kategori

< 18,5 Berat badan kurang

18,5 – 24,9 Berat badan normal

25 – 29,9 Berat badan lebih

30 – 34,9 Obesitas I

35 – 39,9 Obesitas II

> 39,9 Sangat obesitas

Tabel. Klasifikasi Kategori Berat Badan Menurut BMI.

Pengukuran berat badan (BB)

Obesitas bila > 120% BB standart

Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan

kulit/TLK) Obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85

Etiologi

Penyebab belum diketahui secara pasti

multifaktorial

Faktor Genetik

Parental fatness berperan sangat besar

Kedua orang tua obesitas 80% anak menjadi obesitas

Salah satu orang tua obesitas 40%

Orang tua tidak obesitas 14%

Faktor Lingkungan

Aktivitas Fisik : Terdapat hubungan antara aktivitas fisik yang rendah dengan kejadian

obesitas.

Faktor Nutrisional : Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu

pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan

lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.

Faktor Sosioekonomi : Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola

makan serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi

Factor Psikologis : Ada sebagian anak-anak yang makan terlalu banyak sebagai

pelampiasan bila ada masalah, seperti stres atau kebosanan

Klinis

Mudah dikenali karena mempunyai tanda dan gejala yang khas antara lain :

wajah membulat, pipi tembem,

dagu rangkap, leher relatif pendek,

dada yang menggembung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan

lemak,

perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat,

kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam

saling menempel dan menyebabkan lecet.

pada anak laki-laki penis tampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak

suprapubik.

Dampak

Diabetes tipe 2, resisten terhadap insulin

Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan tingkat blood lipid yang abnormal

Obstructive sleep apnea

Penebalan lemak daerah dinding dada & perut

mengganggu pergerakan dinding dada & diagfragma

pe↓ volume

me↑ beban kerja otot pernafasan.

Tidur

pe↓ tonus otot dinding dada, pe↓ saturasi O2, pe↑ kadar CO2, pe↓ tonus otot

yang mengatur pergerakan lidah

lidah jatuh ke belakang

obstruksi

gelisah, sesak.

Gangguan ortopedik :

Menopang berat badan berlebih

tergelincirnya epifisis caput femoris

gejala nyeri panggul atau lutut & terbatasnya gerakan panggul.

Pseudotumor cerebri:

Pada obesitas terjadi pe↑ kadar CO2

pe↑ ringan TIK

gejala yang timbul yaitu sakit kepala, diplopia, kehilangan lapang pandang

perifer, iritabilitas.

Pubertas atau menarche dini : anak yang kelebihan berat badan dapat tumbuh lebih

tinggi dan secara seksual lebih matang dari anak-anak sebayanya; gadis-gadis yang

mengalami kelebihan berat badan seringkali mengalami siklus menstruasi yang

tidak teratur dan menghadapi masalah fertilitas pada usia dewasanya.

Penanganan

Prinsip : Me↓ asupan energi, me↑ pengeluaran energi

Pengaturan diet

Harus disesuaikan dengan usia, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit

penyerta.

Perlu diperhatikan :

Me↓ BB tapi tetap mempertahankan pertumbuhan normal.

Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%

dengan lemak jenuh <10%, protein 15-20% energi total, kolesterol <300

mg perhari.

Diet tinggi serta, dianjurkan pada anak >2 tahun dengan menggunakan

rumus : [umur(tahun)+5] gram perhari.

Pengaturan aktivitas fisik

keterampilan otot : bersepeda, berenang, menari, senam, dll.

Dianjurkan melakukan aktivitas fisik 20-30 menit per hari.

Mengubah pola hidup/perilaku

Pengawasan terhadap BB, asupan makanan, aktivitas fisik dan mencatat

perkembangannya.

menyingkirkan rangsangan disekitar yang dapat memicu keinginan untuk makan.

Mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi camilan.

Menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lebih lezat dengan

makanan yang berkalori rendah.

Terapi intensif Diterapkan pada obesitas berat disertai komplikasi yang tidak

memberikan respon pada terapi konvensional.

Diet berkalori rendah bila BB > 140% BB ideal.

Asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari

Protein hewani 1,5-2,5 gram/kg BB ideal

Suplementasi vitamin dan mineral

Minum air putih > 1,5 L per hari

Farmakoterapi

Menekan nafsu makan, contohnya sibutramin.

Menghambat absorbsi zat-zat gizi, contohnya orlistat, leptin, octreotid dan metformin.

Meningkatkan penggunaan energi.

Terapi bedah

Diindikasikan bila BB >200% BB ideal.

Prinsip : mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung

dengan cara gastric banding dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat

gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus.

Belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini.

B. Hiperlipoproteinemia

Hiperlipoproteinemia adalah gangguan metabolisme ditandai dengan tingginya

konsentrasi tertentu partikel lipoprotein dalam plasma. Hiperlipidemia adalah peninggian

kadar lemak di dalam plasma. Terdapatnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia atau

hipertrigliseridemia tidak dapat memastikan suatu penyakit tertentu. Hiperlipidemia,

seperti halnya demam, hanya merupakan suatu gejala dari kelainan yang dapat berbeda-

beda mekanisme dasar, manifestasi klinik, prognosis dan respons terhadap pengobatan.

Untuk kepentingan diagnosis dan terapi, keadaan hiperlipidemia harus diterjemahkan

sebagai hiperlipoproteinemia

Nilai lemak plasma dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, antara lain : suku

bangsa, umur, faktor metabolik dan genetik. Frederickson membuat definisi

hiperlipidemia bila kadar kolesterol 250 mg/dl dan trigliserida 200 mg/dl . Untuk

pedoman kerja dapat dipakai nilai berdasarkan umur, di mana disebut hiperlipidemia jika

individu berumur < 20 tahun dengan kadar kolesterol total > 200 mg/dl, atau trigliserida >

140 mg/dl, dan pada umur > 20 tahun dengan kadar kolesterol total > 240 mg/dl atau

trigliserida > 200 mg/dl.

PENATALAKSANAAN HIPERLIPOPROTEINEMIA

Karena merupakan salah satu usaha menanggulangi faktor risiko penyakit jantung

koroner, harus dilaksanakan serempak dengan penanggulangan faktor-faktor risiko yang

lain. Keberhasilan sangat tergantung pada kerja sama yang baik antara dokter, ahli gizi

dan penderita.

Bila hiperlipoproteinemia terjadi sekunder akibat penyakit lain, tindakan utama adalah

pengobatan penyakit tersebut. Sedangkan pada hiperlipoproteinemia primer, terdapat 2

indikasi utama untuk ikut sertanya suatu pengobatan, yaitu :

· Pengobatan akan memperlambat timbulnya aterosklerosis dan mengurangi komplikasi,

misal : infark miokard.

· Indikasi lain yang agak jarang yaitu menghilangkan komplikasi hipertrigliseridemia yang

berat, erupsi santoma primer,nyeri perut, kadang-kadang bersama pankreatitis dan

hepatosplenomegali.Pengobatan perlu diberikan bila kadar kolesterol dan atau

trigliserida lebih dari normal berdasarkan umur

Diet

Karena lipoprotein plasma secara langsung maupun tak langsung berasal dari apa yang

kita makan, tidaklah mengherankan bila diet akan sangat mempengaruhi kadar

lipoprotein. Diet adalah pengobatan yang terpenting pada hiperlipiproteinemia primer.

Pada dasarnya sasaran diet adalah menurunkan berat badan bila penderita terlalu gemuk,

dan mempertahankannya dalamberat badan ideal, serta menurunkan kadar lemak darah

dan mempertahankannya agar tetap dalam batas-batas normal. Diet harus dijalankan

terlebih dahulu sebelum dipergunakan obat-obat. Bila obat-obat perlu diberikan, diet harus

tetap dilaksanakan.

Obat-obatan

Nicotinic acid

Dapat menurunkan kadar kolesterol 8—16% dan trigliserida 20—30%. Efek samping

banyak, antara lain : gatal-gatal, kemerahan kulit, anoreksia, nausea, vomitus, diare, tukak

lambung, hiperurikemia, intoleransi glukosa dan fungsi hati terganggu.

Clofibrate

Dapat menurunkan kolesterol 5—15% dan trigliserida 30—40%. Salah satu efek

sampingnya adalah meningkatkan jumlah sterol fekal yang berhubungan dengan

kolelitiasis dan penyakit traktus biliaris.

Bile acid sequestrants (Cholestyramine, Colestipol)

Menurunkan kolesterol sebanyak 20—30% dan meningkatkan trigliserida. Efek

sampingnya antara lain adalah konstipasi.

Probucol

Menurunkan kadar kolesterol sebesar 10—15% dan pengaruh pada trigliserida bervariasi.

Efek samping antara lain : diare, kembung dan peninggian trigliserida.

Neomycin

Dapat menurunkan kadar plasma kolesterol sebesar 20—30%. Efek samping berupa diare

dan kejang perut.

Referensi:

http://www.vision.net.id/

http://www.pjnhk.go.id/

http://www.indomedia.com/

http://www.iptek.net.id/

http://www.Emedicine.net

NEOPLASMA DAN TERAPI OPERATIF PADA KELAINAN ENDOKRIN

By Yuli, Ivan n Ozan

TIROIDEKTOMI

yuli lestari

TERAPI BEDAH

TIROIDEKTOMI.adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid yang

membesar.

INDIKASI

Karsinoma tiroid bediferensiasi baik

Karsinoma medularis dengan atau tanpa diseksi leher radikal

TEKNIK TIROIDEKTOMI

1. Dengan kepala ekstensi, insisi transversa kurvilinear dibuat sekitar 3 cm di atas caput

claviculae. Setelah elevasi flat superior dan inferior, fascia cervicalis dipotong dalam

garis tengah.

2. Musculus sternohyoideus dan sternityroideus dielevasi, yang memungkinkan

pemaparan isthmus dan lobus. Ligamentum suspensorium dipotong setinggi cartilage

thyroidea untuk memungkinkan reseksi lobus pyramidalis dan nodi lymphatici

delphian.

3. Ruang cricothyroidea dibuka untuk memungkinkan pemaparan pembuluh darah kutub

superior.

4. Cabang pembuluh darah thyroidea superior dipotong bebas dan diklem terpisah untuk

mencegah trauma pada ramus eksternus nn. Laryngeus superior

5. Glandula thyroidea dirotasi anterior, yang memaparkan cabang arteria thyroidea

inferior, nervus laryngeus reccurens dan glandula parathyroidea. Cabang terminal

arteria thyroidea inferior dipotong setelah nervus laringeus reccurens dikenali dan

dilindungi. Penyediaan darah ke glandula parathyroidea harus dilindung bila mungkin,

6. Nervus laryngeus revccurens dilindungi selama pemotongan ligamentum Berry. Lobus

dan isthmus kemudian dielevasi ke garis tengah yang menyelesaikan peseksi lobus.

KOMPLIKASI

1. Perdarahan

Risiko ini minimum tetapi mungkin saja terjadi. Bila timbul biasanya suatu

kedaruratan bedah. Diperlukan dekompresi leher secepat mungkin dan

mengembalikan pasien ke kamar operasi.

2. Terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara

Dengan tindakan anestesi yang mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan

teknik bedah yang cermat, kejadian ini jarang terjadi.

3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens

Menimbulkan paralysis sebagian atau total (jika ilateral) larynx. Pengetahuan anatomi

bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada saat operasi dapat mencegah cedera pada

saraf ini.

4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan

tekanan.

Hal ini di rujuk pada ―thyotoxic storm‖ dan pada saat ini jarang terjadi.

5. Sepsis yang meluas ke mediastinum

6. Hipertiroidisme pasca bedah

Jarang terjadi dan diperhatikan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia yang tepat

pasca bedah.

POST TIROIDEKTOMI

Pada semua penderita pascatiroidektomi total diberikan terapi hormone tiroid seumur hidup,

sebagai terapi substitusi dan terapi supresi terhadap TSH.

DAFTAR PUSTAKA

Sabiston. Glandula Tyhroidea. Buku Ajar Bedah Bagian I. EGC. Jakarta: 1992. 415-29

Sjamsuhidajat R, de Jong W. Sistem Endokrin. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. EGC.

Jakarta. 2005.

http://ismar71.files.wordpress.com/2008/03/4-askep-klien-hipertiroidisme.pdf

PANKREATEKTOMI

Adalah suatu prosedur pembedahan untuk mengangkat seluruh atau sebagian kelenjar

pankreas.

indikasi

a) Lesi jinak atau ganas pada pankreas

b) Trauma pankreas

c) Pankreatitis kronis

d) Ikterus

e) Nyeri (abnomen yang biasanya terlokalisir pada midepigastrium san bisa menembus

ke daerah torako lumbal posterior) yang parah

Kontra indikasi

Lesi ganas yang non resektabel/ karsinoma pankreas yang sudah tidak dapat direseksi lagi

karena infasi keluar hulu pankreas.

Komplikasi

a) Perdarahan

b) Keterlambatan pengosongan lambung

c) Kebocoran anastomose

d) Infeksi atau abses dalam

e) Timbunan cairan (karena kebocoran)

f) Fistula

g) Infeksi paru/ pneumonia (dikarenakan terlalu lama berbaring)

Dapus

Syamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.

Sabiston. Glandula Thyroidea. 1995. Buku Ajar Bedah Bagian 2.Ed 2. Jakarta : EGC.

Langkah-langkah proses terapi pancreactomy

Terapi bedah :

Walaupun terapi nonbedah bisa mengendalikan defisiensi eksrokrin dan endokrin, namun

menetapnya ikterus atau nyeri arah biasanya dianggap sebagai ―terapi bedah ―.

Pertama-tama dilakukan CT scan dan ERCP untuk menentukan lokasi dan luas proses

penyakit, bila ERCP tidak berhasil, maka hasil kolangiografi dan pankreatografi operatif

merupakan dasar untuk membuat keputusan bedah. Ductus pankreastikus terobstruksi yang

berdilatasi, paling baik diterapi dengan drainase interna ke dalam gelung Rounx-en-Y jejunum.

Prosedur modern yang dirancang untuk memungkinkan drainase interna susunan

duktulus, mencakup pankreatikojejunostomi distal (kaudal) yang memerlukan splektomi dan

reseksi kaudal pancreas serta telah digantikan dengan modifikasi Partington dan Rochelle.

Dalam prosedur ini lubang longitudinal panjang (10 cm-12 cm) dari sis anterior duktus

pankreatikus dianastomosiskan ke enterotomi longitudinal yang serupa dalam bagian Rounx-

en-Y jejunum.

Morbiditas dan mortalitas bedah umumnya rendah, dan 70 sampai 80 persen pasien

melaporkan setelah tindakan ini nyerinya hilang dengan baik sampai memuaskan.

Macam-macam prosedur pembedahan :

a. PYLORUS PRESERVING PANCREATICODUODENECTOMY (PPPD)

b. WHIPPLE'S PROCEDURE

c. TOTAL PANCREATECTOMY

d. DISTAL PANCREATECTOMY

PYLORUS PRESERVING PANCREATICODUODENECTOMY (PPPD)

• PROSEDUR YANG DILAKUKAN UNTUK MENGANGKAT BAGIAN CAPUT

DARI PANKREAS.

• BAGIAN YG DIANGKAT MELIPUTI :

1. CAPUT PANKREAS

2. DUODENUM

3. KANDUNG EMPEDU

4. SEBAGIAN DARI DUKTUS BILIARIS

WHIPPLE'S PROCEDURE

• SAMA DGN PPPD, TAPI DILAKUKAN PENGANGKATAN PYLORUS

• JENIS PROSEDUR YG PLG SERING DILAKUKAN PD KEGANASAN DI CAPUT

PANKREAS YG MASIH RESEKTABEL

• KARENA MASIH DISISAKAN SEDIKIT JAR PANKREAS YG NORMAL, MAKA

KADANG TIDAK PERLU PENAMBAHAN ASUPAN INSULIN DAN ENZIM

PENCERNAAN DARI LUAR (TETAPI 1 DARI 3 PASIEN YG MENJALANI

PROSEDUR INI TERNYATA TETAP MEMBUTUHKANNYA)

TOTAL PANCREATECTOMY

• BAGIAN YANG DIANGKAT:

1. KESELURUHAN PANKREAS

2. DUODENUM

3. SEBAGIAN LAMBUNG

4. KANDUNG EMPEDU DAN SEBAGIAN DUKTUS BILIARIS

5. LIEN

6. KGB SEKITAR

PROSEDUR INI TDK TERLALU SERING DILAKUKAN. KOMPLIKASI TERJADINYA

KEBOCORAN POST-OP BERKURANG KARENA SELURUH KELENJAR PANKREAS

DIANGKAT.

TETAPI JIKA HASILNYA DIBANDINGKAN DGN PPPD DAN WHIPPLE‘S,

PROSEDUR INI TIDAK TERLALU BAIK HASILNYA DALAM MENGATASI

KEGANASAN PANKREAS. SELAIN ITU PASIEN LBH SULIT PULIH KEMBALI

SETELAH MENJALANI PROSEDUR INI

SETELAH MENJALANI PROSEDUR INI PASIEN HARUS:

1. MDPT ASUPAN ENZIM PENCERNAAN DARI LUAR

2. KONTROL GULA DARAH RUTIN DAN INJEKSI INSULIN

3. VAKSINASI (RENTAN INFEKSI KRN LIEN IKUT DIANGKAT)

4. PERLU WAKTU LAMA UTK BISA MAKAN DGN NORMAL LAGI.

DISTAL PANCREATECTOMY

a. PROSEDUR INI MENGANGKAT SELURUH BAGIAN DARI PANKREAS

KECUALI CAPUTNYA.

b. DILAKUKAN PADA KEGANASAN YG TERDAPAT DI CORPUS ATAU CAUDA

c. BIASANYA JUGA DILAKUKAN PENGANGKATAN LIEN KARENA LETAK

ANTAR LIEN DAN CAUDA PANKREAS YG SGT BERDEKATAN

d. JARANG DILAKUAKN, KARENA BIASANYA KEGANASAN SDH NON

RESEKTABEL.

e. HANYA 5% PASIEN DGN KEGANASAN CORPUS DAN CAUDA PANKREAS

YG DPT MENJALANI PROSEDUR INI

f. KRN MSH ADA SISA KELENJAR YANG DITINGGALKAN, PASIEN TDK

MEMERLUKAN TAMBHAN ENZIM PENCERNAAN MAUPUN INSULIN

Hal-hal yang perlu dimonitoring selama post pancreactomy dan adrenalectomy

Setalah proses pembedahan harus dimonitoring apakah timbul komplikasi ataukah menuju

kearah penyembuhan. Pada pancreactomy hal yang perlu diwaspadai adalah :

• INFEKSI ATAU ABSES DALAM

• TIMBUNAN CAIRAN KRN KEBOCORAN

• PERDARAHAN

• FISTULA

• INFEKSI PARU/PNEUMONIA (BERBARING LAMA)

• KETERLAMBATAN PENGOSONGAN LAMBUNG

Selain itu abses dari pancreas dapat mengakibatkan komplikasi parah yang mengancam

nyawa bagi pasien pancreatitis.

Reference : Sabinton. Pankreas, Buku Ajar Bedah II.

KELAINAN ENDOKRIN DAN METABOLISME

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

By: Amalia Anita Hawas & Nini

Kelainan endokrin tersebut berdasarkan jenis kelenjarnya dapat digolongkan menjadi :

1. Patologi kelenjar hipofisis (―master gland‖)

Sekresi hormon ini

mengendalikan pertumbuhan & aktivitas 3 kelenjar endokrin utama (tiroid, adrenal

& gonad)

dipengaruhi hipotalamus & organ sasaran

Hiperpituitarisme – sering dihubungkan dg produksi GH berlebih karena adenoma asidofil

hipofisis

a. Akromegali (pembesaran daerah ekstrimitas, timbul setelah epifisis menutup)

Pd dwsa menyebabkan pertumbuhan jaringan ikat, kartilago dan tulang

(nonosteogenesis subperiosteal atau appositional). Ciri-ciri :

Ukuran tengkorak + +

Tulung pipi, rahang & os frontalis menonjol

Jari-jari & tangan melebar

Ukuran kaki melebar

Hipertrofi & hiperplasi kartilago tulang hidung & telinga

Tidak terjadi penambahan TB

Disertai osteoporosis & kelemahan otot

10% penderita DM & intoleransi glukosa.

1/3 kasus ♂ dapat impotensi

♀ bisa amenorrhea & iregularitas menstruasi.

b. Gigantisme

GH (Growth Hormone) berlebihan saat anak-anak pertumbuhan berlebih

berlangsung proporsional disebut circus giant.

hipotalamus – hipofisis – organ sasaran

Akromegali & gigantisme ditemukan splanchnomegali, hepatomegali, pembesaran

ginjal & organ internal lainnya, miokardium membesar disertai fibrosis interstitialis,

terdapat aterosklerosis, sebagian besar meninggal karena gagal jantung.

Hipopituitarisme

- Penyebab utama : Sheehan, adenoma nonsekresi, craniopharingioma.

- Penyebab lain (jarang) : kista, neoplasma ekstraselar, radang hipofisis, metastasis

keganasan.

- Anak-anak menyebabkan terjadinya :

a. Dwarfisme Hipofiseal

Pertumbuhan fisik kurang berkembang, tapi masih simetris.

Penyebab terbanyak : craniopharingioma. Penyebab lain : nekrosis iskemia,

kista simpleks & radang.

Keadaan mental : normal. Sedangkan dwarfisme karena hipotiroidisme : RM.

b. Sindroma Froechlich (Distrofia Adiposogenitalis)

Suatu bentuk panhipopituitarisme.

Kelainan yang menonjol : defisiensi hormon gonadotropik.

Tanda : obesitas, pertumbuhan gonad & genitalia kurang berkembang.

Sering disertai : seks sekunder tidak berkembang, disfungsi seksual, kulit

halus, gangguan pertumbuhan, mental subnormal.

2. Patologi kelenjar tiroid

Berdasarkan pertumbuhan embriologik, kelainan kongenital kelenjar tiroid adalah

sebagai berikut :

1) Agenesis tiroid pertumbuhan fisik & mental sangat terganggu, timbul kretin

atiroid.

2) Kista atau duktus tiroglosus struktur vestigial tubuler

Hipertiroidisme

Hipotiroidisme

1. Patologi kelenjar paratiroid

2. Patologi kelenjar adrenal

Referensi :

Hassan, R. & Husein A. 1985. Buku Kuliah I: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 414-417.

Buku Kuliah I: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 266-8.

Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI.

Tjahjono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: FK Undip.

Behrman... Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.

PERAWAKAN PENDEK

Defisiensi growth hormone congenital

ciri-ciri : pasien pendek retardasi pertumbuhan tulang, gemuk kelebihan lemak

subkutis mobilisasi lemak ↓, muka, dan suara imatur, pematangan tulang terlambat,

lipofisis berkurang, gangguan pertumbuhan otot ↓ sintesis protein otot, kolesterol total/

LDL ↑ dan hipoglikemia.

jika disertai def ACTH gejala hipoglikemia lebih menonjol

jika disertai def TSH gejala hipotiroidisme

IQ normal, kecuali jka sering hipoglikemia berat.

Defisiensi growth hormone didapat

etiologi tersering : tumor pd hipotalamus-pituitari (kraniofaringioma, germinoma, glioma,

histiositoma)

sering disertai hormon2 tropik lain (gonadotrofin, TSH, dll); dpt def hormon pituitari

posterior

biasanya mulai saat penghujung anak-anak/ pubertas

Laron Dwarfism

Gejala-gejalanya mirip dengan defisiensi hormon pertumbuhan yang parah tapi kadar

hormon pertumbuhan dalam darah tinggi defisiensi genetik somatomedin.

Hypopituitary dwarf

kekurangan growth hormon & hormon gonadotrofin.

penyebab utama : nekrosis Sheehan, adenoma nonsekresi, craniopharingioma.

penyebab lain (jarang) : kista, neoplasma ekstraselar, radang hipofisis, metastasis

keganasan.

perkembangan : BB & PB lahir normal pertumbuhan th I normal selanjutnya

pertumbuhan sangat lambat dibanding gol umurnya

ciri-ciri :

1. IQ normal

2. pertumbuhan tulang-gigi terganggu

3. wajah sperti anak

4. akil balik : tdak timbul perubahan seksuil

5. dewasa : wajah lebih tua tapi imatur (oldish young)

kelainan-kelainan :

a. Dwarfisme Hipofiseal

Pertumbuhan fisik kurang berkembang, tapi masih simetris.

Penyebab terbanyak : craniopharingioma. Penyebab lain : nekrosis iskemia, kista

simpleks & radang.

Keadaan mental : normal. Sedangkan dwarfisme karena hipotiroidisme : RM.

b. Sindroma Froechlich (Distrofia Adiposogenitalis)

Suatu bentuk panhipopituitarisme.

Kelainan yang menonjol : defisiensi hormon gonadotropik.

Tanda : obesitas, pertumbuhan gonad & genitalia kurang berkembang.

Sering disertai : seks sekunder tidak berkembang, disfungsi seksual, kulit halus,

gangguan pertumbuhan, mental subnormal.

Hipotiroidisme

Hipotiroidisme kongenital (Kretinisme) kelainan pada waktu lahir atau sebelumnya.

Penyebab :

a. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.

b. Kelainan hormogenesis :

kelainan bawaan enzim (inborn error)

defisiensi jodium (kretinisme endemik)

pemakaian obat-obat anti-tiroid oleh ibu (maternal)

Gejala klinis pada bayi :

Usia Bayi Beberapa minggu 3-6 Bulan

Gejala Klinis

Ikterus yang lebih lama

Kurang mau minum

Sering tersedak

Aktifitas kurang

Lidah besar

Gangguan pernapasan

Retardasi mental dan fisis

Cenderung lebih pendek

Ekstermitas pendek, kepala besar

Ubun-ubun besar terbuka lebar

Mulut sering terbuka

Lidah besar dan tebal

Pertumbuhan gigi terrlambat dan

mudah rusak

Tangan lebar dengan jari yang

pendek

Miksedema pada kelopak mata

punggung tangan dan genitalia

eksterna

Beberapa minggu setelah lahir tanda mulai jelas berupa:

.

3-6 bulan gejala semakin jelas,.

Hipotiroidisme juvenilis (didapat) timbul pada anak yang sebelumnya normal.

Penyebab :

a. Idiopatik (autoimunisasi)

b. Tiroidektomi

c. Tiroiditis (Hashimoto)

d. Pemakaian obat-obat anti-tiroid

e. Kelainan hipofisis

f. Defisiensi spesifik TSH

Hypothyroid dwarf

Berdasarkan pertumbuhan embriologik, kelainan kongenital kelenjar tiroid sbb :

o Agenesis tiroid pertumbuhan fisik & mental sangat terganggu, timbul kretin atiroid.

o Kista atau duktus tiroglosus struktur vestigial tubuler

Hipotiroid sebelum atau saat lahir keterlambatan perkembangan yg berat.

Hipotiroid setelah lahir keterlambatan perkembangan & pertumbuhan tulang.

Ciri-ciri :

Perawakan pendek

Kurangnya bone age

Rasio atas/ bawah (upper/ lower ratio) lebih besar

Apatis

Gerakan lambat

Konstipasi

Brakikardi

Wajah dan rambut kasar

Suara serak

Terlambatnya perkembangan pubertas.

Pseudohypoparathyroidisme

Etiologi : kelainan genetik hormon paratiroid & fosfat ↑, Ca darah ↑, tidak ada respon

thd PTH eksogen.

Hypogonadal dwarf; infantilisme enukoid, sindrom Turner

Rakhitis

Etiologi : defisiensi vitamin (kurangny asupan vit D, malabsorbsi lemak, kurang paparan

sinar matahari, antikonvulsan, penyakit hati/ ginjal)

Gambaran klinis : sabershin (kaki pedang), rachitic rossari (tasbih rakhitis),

hipokalsemia, hipofosfatemia dan peninggian fosfatase alkali.

Tanda : pembengkokan & distorsi tulang, pembesaran nodular pd ujung-ujung & samping

tulang, terlambatnya penutupan fontanel.

Delayed adolescence

masa akil balik timbul terlambat sering keliru dg hypopituarisme

sering ditemukan pd pria

pertumbuhan terlambat & lbih pendek dg anak seumurnya, yaitu ketinggalan 2 tahun baik

tinggi, bone age & dental age-nya

pd masa akil baliknya, tinggi anak dapat mencapai tinggi normal

kadar growth hormon biasanya normal

Progeria

penyakit yg sangat jarang

etiologi: tdk diketahui; diduga gangguan endokrin umum atau inborn error of metabolism

anaknya biasanya sangat kecil

tdak menunjukkan perubahan saat akil balik

anak cepat menjadi tua: botak, wajah seperti ortu, kulit jadi keriput, aterosklerosis

Pubertas prekoks

biasanya anak lebih tinggi daripada anak seumurnya

epifise lbih cepat menutup saat dewasa ia akan lebih kecil

Sindrome Cushing

etiologi : penyakit Cushing adenoma hipofisis yg mengeluarkan banyak ACTH,

adenoma adrenal otonom, karsinoma adrenal, & terapi dg hormon glukokortikoid

(esterogen)

kadar glukokortikoid darah ↑ :

a. menekan sekresi GH

b. menekan pembentukan tulang

c. menekan retensi nitrogen

d. menekan pembentukan kolagen

PERAWAKAN TINGGI

Hyperpituitary gigantisme

etiologi: produksi growth hormone berlebihan (akibat adenoma eosinofilik, kdang

adenoma kromofob dr lobus anterior), adenoma kelenjar pituitari, tumor hipotalamus.

kadar growth hormone meningkat

kadar hormon lainnya dalam batas normal

toleransi thd gula darah merendah

timbul sebelum akil balik

Gigantisme (tubuh tinggi sekali tapi jaringan lunak tetap tumbuh proporsional, epifisis

terbuka) : circus giant. Ciri-ciri:

- pertumbuhan linier yg cepat

- tanda-tanda wajah kasar

- pembesaran kaki dan tangan

- pertumbuhan cepat kepala dpt mendahului pertumbuhan linier

- beberapa mengalami masalah penglihatan & perilaku

timbul setelah akil balik

Akromegali (pembesaran ekstrimitas tulang lebih tebal/ distal tubuh & menyeluruh,

setelah epifisis menutup, jaringan ikat dan kulit berproliferase)

Ciri-ciri :

- Raut muka kasar

- Ukuran tengkorak + +

- Tulung pipi, rahang & os frontalis menonjol mirip MONYET.

- Jari-jari, tangan & ukuran kaki melebar

- Hipertrofi & hiperplasi kartilago tulang hidung & telinga

- Tidak terjadi penambahan TB

- Disertai osteoporosis & kelemahan otot

- 10% penderita DM & intoleransi glukosa.

- 1/3 kasus ♂ dapat impotensi

- ♀ bisa amenorrhea & iregularitas menstruasi

- Gangguan saraf perifer terjepitnya saraf oleh jaringan lunak/tulang yang membesar.

Akromegali & gigantisme ditemukan splanchnomegali, hepatomegali, pembesaran

ginjal & organ internal lainnya, miokardium membesar disertai fibrosis interstitialis,

terdapat aterosklerosis, sebagian besar meninggal karena gagal jantung.

Hyperadrenalisme

a. Syndrome Cushing

etiologi: tumor korteks adrenalis, tumor pituitari, pengobatan dg kortikosteroid yg

berlebihan

gejala : buffalo type obesity (badan besar, tangan kecil), stria atrofika, hirsutisme, pipi

merah, muka bundar (full moon), bnyak jerawat

wanita : klitoris membesar

tekanan darang meningkat

lab : kadar glukosa meningkat, kadang glikosuria, natrium & bikarbonat meningkat,

kalium turun, kadar kortikosteroid dlam darah meningkat, kadar 17-ketosteroid dalam

urin meningkat

tdak selalu berperawakan tinggi, tapi sering stunted growth

b. Hyperplasia Adrenal Congenital

Etiologi : kelainan enzim dlm produksi kortison tidak ada feedback ke hipofisis

ACTH berlebihan

Timbul maskulinisasi akibat produksi androgen meningkat

Anak biasanya besar & kuat dibanding anak seumurny, tapi TB akhirnya kurang

karena epifisis terlalu cepat menutup

Hypergonadisme

Etiologi : tumor pd testis atau ovarium pubertas prekoks

Hyperthyroidisme

Jarang pd anak

Tirotoksitosis menyebabkan anak lebih tinggi dan bone age-nya lebih maju dibanding

crhonological age-nya.

Defisiensi hormon

Hypogonadisme, hypogonadisme, sindrom klinefelter kurang hormon seks akil

balik akan terhambat epifisis tulang panjang tetap terbuka & anak tumbuh terus.

KEGAWATAN ENDOKRIN

By : Naya, Ken Ayu, Rusman and Utha

A. Koma Mixedema

Definisi

Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh

eksaserbasi (perburukan) semua gejala *hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa

menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan penurunan kesadaran hingga

koma.

*Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan

hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana

kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid.

1. Jenis

Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer

atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila

disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau

keduanya, yaitu hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria.

Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis maka disebut hipotiroidisme tersier

a) Primer

a. Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis,

defisiensi yodium

b. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium

radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron

b) Sekunder : kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4

bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas).

2. Etiologi

Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau

hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar

Hormon Tiroid (HT) yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan

TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior

dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka

kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari

hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH

maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan

menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.

Penyakit Hipotiroidisme

1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya

otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan

penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik

negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi

tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini.

Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada

tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme

terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih

berfungsi.

2. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik

yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan

hipotiroidisme.

3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam

makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn

terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik

dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar

HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena

minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,

menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme

goitrosa).

4. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari

hipotiroidisme di negara terbelakang.

5. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme.

Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah

tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif

untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat

menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak,

adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan

risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi

dan hiperplasia sel tiroid.

Predisposisi Coma Myxedema

1. Jenis Kelamin : Wanita

2. Usia : Dekade akhir

Faktor-faktor yang mengeksaserbasi

1. Hypothermia

2. Cerebrovascular accidents

3. Congestive heart failure

4. Infeksi

5. Obat

a. Anesthetics

b. Sedatives

c. Tranquilizers

d. Narcotics

e. Amiodarone

f. Lithium carbonate

6. Trauma

7. Perdarahan Traktus Gastrointestinal

8. Metabolic disturbances exacerbating myxedema coma

a. Hypoglycemia

b. Hyponatremia

c. Acidosis

d. Hypercalcemia

e. Hypoxemia

f. Hypercapnia

Tanda dan Gejala

1. Progresi menuju stupor kemudian coma, dengan gagal napas dan hipotermia

2. Beberapa gejala severe hypothyroidism seperti kulit kering, rambut jarang, suara

serak/parau, edema periorbital dan nonpitting edema pada tangan dan kaki,

makroglossia dan reflek tendon yang lambat dan umumnya ditemukan hipotermia.

3. Hiponatremia

4. Hipoglikemia

5. Hiperkolesterolemia

6. Konsentrasi serum laktat dehidrogenase dan keratin kinase yang tinggi

7. Manifestasi neuropsychiatric, seperti lethargy, memori rendah, disfungsi kognitif,

depresi dan psikosis serta lemahnya kesadaran yang berkaitan dengan

hiponatremia, hipoglikemia atau hipoxemia yang berhubungan dengan penurunan

aliran darah serebral.

8. Hipotermia, yang biasanya kurang dari 26° C dan biasanya merupakan tanda klinis

pertama pada diagnosis koma mixedema.

9. Manifestasi cardiovascular seperti cardiomegali, bradikardi dan penurunan

kontaktil cardiac. Stroke Volume dan cardiac output menyebabkan penurunan

kontaktil cardiac. Perebesaran cardiac dapat disebabkan oleh dilatasi ventricular

atau perfusi pericardial. Hipotensi dapat terjadi karena penurunan volume

intravascular dan collapse cardiovascular.

10. Manifestasi respiratori, penurunan hipoxic respiratori dan juga penurunan respon

ventilatori terhadap hipercapnia yang diketahui terjadi pada hipotiroidisme yang

mungkin bertanggung jawab untuk depresi respiratori pada koma myxedema, tapi

lemahnya fungsi musculus respiratorius dan obesitas dapat memperburuk menjadi

hipoventilasi. Depresi respiratori dapat menyebabkan hioventilasi alveolar dan

hipoxemia yang menuju pada narcosis karbon dioksida (stupor) dan juga koma.

Respirasi dapat menjadi turun atau lemah karena terjadi asites, penurunan volume

paru atau efusi pleura, macroglossia dan edema (myxedema) dari nasopharynx dan

larynx yang mengganggu jalan napas (airway).

11. Manifestasi GI, pasien dapat mengalami anorexia, nausea, nyeri abdominal dan

konstipasi dengan retensi fecal. Abdomen yang bengkak dapat terjadi, penurunan

motilitas intestinal dan paralitik ileus serta megacolon. Disfagia orofaring yang

terjadi dapat berhubungan dengan penurunan fungsi menelan, aspirasi dan risiko

aspirasi pneumonia.

12. Infeksi, hipotermia merupakan tanda dari myxedema coma yang dapat menjadi

clue dari infeksi namun suhu tubuh normal pun ternyata dapat menjadi tanda

infeksi, selain itu diaforesis dan takikardi dapt tidak terlihat. Adanya pneumonia

dapat memburuk atau menyebabkan hipoventilisasi sehingga dapat berisiko

pneumonitis dan dapat menyebabkan aspirasi yang disebabkan oleh disfagia

neurogenic dan semicoma.

13. Manifestasi renal dan elektrolit, pasien dapat menyebabkan bladder atony dengan

retensi urinari. Hiponatremia dapat menyebabkan lethargy dan konfusi,

hiponatremia inipun dapat menurunkan filtrasi glomerulus, hal tersebut dapat

inabilitas dari ekskresi air yang disebabkan oleh penurunan air menuju distal

nephron dan sekresi vasopressin. Ekskresi sodium urinari dapt normal atau

meningkat, osmolalitas urinari pun meningkat pada osmolalitas plasmanya

Patogenesis

Diagnosis

1. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah

dan suhu tubuh rendah

2. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama

pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis

matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh,

lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang.

3. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan

dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat

atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid

biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.

pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan

hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang

sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).

4. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.

5. Hipoglikemia, asidosis, hiperkapnea dan hipoksia

6. EKG : irama sinus bradikardian dengan PR dan QT panjang dan voltase rendah.

Diagnosis dan Intervensi

1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.

Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian

Intervensi

a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan

yang dapat ditolerir dengan mendorong aktivitas pasien sambil memberikan

kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.

b. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan

stress untuk meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada

pasien.

c. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas dengan menjaga pasien

agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.

2. Perubahan suhu tubuh

Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal

Intervensi

a. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut untuk meminimalkan

kehilangan panas

b. Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal

pemanas, selimut listrik atau penghangat) untuk mengurangi risiko vasodilatasi

perifer dan kolaps vaskuler.

3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal

Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.

Intervensi

a. Dorong peningkatan asupan cairan dengan meminimalkan kehilangan panas.

b. Berikan makanan yang kaya akan serat dengan meningkatkan massa feses dan

frekuensi buang air besar.

c. Dapat dilakukan pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan. untuk

hipotiroid yang berfungsi sebagai pengencer feses.

d. Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan

ventilasi jika diperlukan dengan penggunaan saluran napas artifisial dan

dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan

4. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan

perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.

Intervensi

a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar

dirinya

b..Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat

mengancam.

5. Miksedema dan koma miksedema

Intervensi

a. Pantau pasien akan adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala

hipertiroidisme.

1) Penurunan tingkat kesadaran ; demensia

2) Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernapasan, suhu

tubuh, denyut nadi)

3) Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.

Hipotiroidisme berat yang jika tidak ditangani inilah akan menyebabkan

miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh

b. Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan

untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran

napas.

c. Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan

sangat hati-hati. Bila terjadi perlambatan metabolisme dan aterosklerosis pada

miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian

tiroksin.

d. Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu untuk

meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.

e. Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik karena

perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika

diberikan pada keadaan miksedema

Treatment Myxedema Coma

Terapi hanya dengan tiroid hormone tidaklah adekuate untuk proses penyembuhan.

Karena kematian yang sangat potensial terjadi maka semua pasien berada di intensive care

unit dengan pemonitoran terhadap paru-paru dan status jantung. Secara garis besar dapat

dilakukan dengan 3 cara :

1. Mengganti hormon tiroid

a. Dosis besar dengan intravena disuntikan 500 mikrogram l-thyroxin diikuti dengan

100 mikrogram intravena setiap setiap 24 jam. Dosis besar ini diharapkan dapat

mengembalikan total thyroxin pool di tubuh.

b. Dosis harian 100-150 mikrogram sehari, dosis tersebut dapat memperbaiki

gangguan termoregulasi, pernapasan, sirkulasi dan perubahan mental dalam waktu

24 jam

2. Mengganti kortikosteroid

Diberi hidrokortison 100 mg intravena setiap 8 jam dan dikurangi sesuai dengan

perbaikan klinis yang ditunjukkan oleh pasien. Dosis dapat diberikan pada pagi hari

10-20 mg dan 5-10 mg pada waktu sore hari (dosis rumatan).

3. Terapi Suportif

a. Pertimbangkan perlu tidaknya intubasi endotracheal atau ventilator pada gagal

napas.

b. Pasang infus untuk memasukkan cairan, vasopressor dan elektrolit.

c. Mencari sumber infeksi secara seksama.

Ventilatory support (VS)

a. Ventilatory support dapat dilakukan intervensi dengan diberikan insersi endotracheal

tube atau tracheostomi untuk meningkatkan oksigenasi sehingga dapat encegah

hypoxemia, hipercapnia.

b. VS dapat dikolaborasikan dengan terapi antibiotic karena ditakutkan pasien dapat

mengalami infeksi.

c. VS dapat dilakukan selama 24-48 jam bila pasien tersebut mengalami hipoventilasi

dan koma akibat drug-induced respiratory depression atau beberapa pasien dapat

diberikan intervensi ini selama beberapa minggu.

Hypothermia

a. Tidak dianjurkan diberikan selimut panas karena berkaitan dengan hipotensi yang

disebabkan oleh vasodilatasi.

b. Diberikan terapi dengan hormon tiroid dapat menjadi solus karena dapat membuat

suhu tubuh menjadi normal, tetapi ameliorasi dari hipotermia oleh hormon tiroid

memakan waktu sampai beberapa hari.

Hypotensi

Karena faktor panas dari luar dapat memperburuk hipotensi, oleh karena itu dapat

diintervensi dengan pemberian injeksi secara intravena namun harus berhati-hati karena

ditakutkan pemberian tersebut berlebihan.

a. Pemberian awal adalah dengan 5-10% glukosa pada setengah salin normal atau

isotonik sodium clorida jika terjadi hyponatremia.

b. Beberapa pasien disarankan agar diberikan vassopressor untuk meningkatkan tekanan

darah sampai pemberian hormon tirod dimulai.

c. Karena efek pada stabilisasi vaskular, hidrokortison (100 mg i.v diberikan setiap 8

jam) biasanya diberikan jika terdapat penyakit pada pituitari atau insufisiensi adrenal.

Hyponatremia

Terkadang terjadi peristiwa dilematis antara pemberian cairan terhadap hypotensi dan

untuk hyponatremia. Pemberian saline dan glukosa secara i.v dapat mengendalikan

hypotensi pada pasien coma tetapi dapat mengalami pembatasan volume dengan

hyponatremia sedang sampai lanjut terjadi peristiwa (serum sodium concentrations of

120–130 mEq/L) water loss atau hilangnya air .

a. Jika konsentrasi sodium lebih kecil dari 120 mEq/L, hal ini dapat dilakukan intervensi

dengan pemberian saline (3% sodium chloride, 50–100 mL).

b. Diikuti dengan pemberian furosemide (40–120 mg) yang dapat meningkatkan diuresis

air.

Hyponatremia belum dapat dipastikan apakah benar dapat menyebabkan perubahan

status mental pada pasien coma myxedema, khususnya pada pasien dengan kadar sodium

serum kurang dari 120 mEq/L.

Terapi glukokortikoid

Terapi steroid diindikasikan kepada pasien myxedema coma dengan penyakit pada

pituitari dan hipotalamus karena pasien-pasien tersebut memiliki defisiensi kortikotropin.

Insufisiensi adrenal dapat terjadi pada pasien dengan hipotiroidisme primer yang

disebabkan oleh penyakit Hashimoto pada sindrom Schmidt.

Terdapat beberapa tanda klinis dan laboraturium terhadap insufisiensi adrena, yaitu :

a. Hipotensi

b. Hiperkalemia

c. Hiponatremia

d. Hipoglikemia

e. Limfositosis

f. Hiperkalsemia

g. Azotemia

Kebanyakan pasien-pasien myxedema coma , terdapat kadar serum cortisol dalam

batas normal. Pemberian hidrokortison dilakukan karena mengingat bahwa dimungkinkan

terjadi coexistent insufisiensi adrenal dan juga karena kemungkinan terapi hormone tiroid

meningkatkan cortisol clearance dan mengeksaserbasi insufisiensi adrenal. Pemberian

hidrokortison i.v sebanyak 50-100 mg setiap 6-8 jam selama beberapa hari, kemudian

diturunkan dan diberhentikan dengan melihat kondisi pasien. Short-term glucocorticoid

therapy ini cukup aman dan dapat dihentikan ketika kondisi pasien telah meningkat dan

fungsi adrenal-pituitari adequate

B. Thyroid Storm

Krisis tiroid (thyroid storm, decompensated thyrotoxicosis) merupakan eksaserbasi

keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari

satu atau lebih sistem organ. Beruntung kejadiannya jarang, pada oenderita tirotoksikosis

yang dirawat di rumah sakit, angka kejadiannya sekitar kurang dari 10%, bahkan ada yang

menyebutkan sekitar 1%. Tanpa pengobatan, krisis tiroid bersifat fatal, dan walaupun

telah ada perbaikan dalam pengenalan dan pengobatan, angka kematiannya tetap tinggi,

yaitu sekitar 20-30%. Ada perbedaan kualitatif dengan hipertiroidisme biasa karenapada

krisis tiroid hampir selalu didapatkan demam. Dahulu, krisis tiroid tipikal sebagai akibat

komplikasi pembedahan. Kini terapi medikamentosa diberikan sampai eutiroid sebelum

pembedahan, sehingga krisis tiroid yang timbul akibat pembedahan menurun dengan

drastis. Bahkan sekarang krisis medik lebih sering terlihat. Krisis tiroid paling sering

tampak pada penderita tirotoksikosis akibat penyakit Graves, walaupun bisa terjadi pada

penderita dengan adenoma toksik dab gondok multi nodular toksik.

Patogenesis krisis tiroid

Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar hormon

tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tiroksikosis tanpa komplikasi,

yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon tiroid

di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang mendadak dari kadar

hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca

bedah atau penyakit non tiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan

produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah

pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah

pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebihan hormon tiroid.

Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon tiroid.

Dipihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3(triiodotironin) dan

T4(tiroksin) sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik

tampaknya berperan juga, mengingat pemberian penghambat adrenergik memberikan

respon yang dramatik pada krisis tiroid.

Diagnosis

Diagosis krisis tiroid dibuat berdasarkan gejala klinik. Mengingat begitu beragamnya

gejala yang timbul, maka tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dipakai sebagai

kriteria diagnosis pada semua penderita. Burch dan Wartofsky membuat skala nilai

diagnosis untuk membantu membedakan tirotoksikosis tanpa komplikasi, krisis tiroid

mengancam dan krisis tiroid nyata atas dasar semikuantitatif.

Kriteria Diagnosis Krisis Tiroid*

(Menurut Burch dan Wartosley)*

Indikasi Kriteria Score

Disfungsi

termoregulator

(Temperatur

dalam oF)

99 – 99,9 5

100 – 100,9 10

101 – 101,9 15

102 – 102,9 20

103 – 103,9 25

> 104 30

Efek sistem saraf

pusat

Tidak ada 0

Sedang : delirium, psikosis, letargi berat 20

Berat : kejang, koma 30

Disfungsi

gastrointestinal-

hepatik

Tidak ada 0

Sedang : diare, mual/muntah, nyeri perut 10

Berat : Ikterus 20

Disfungsi

Kardiovaskular

(Takikardi)

99 – 109 5

110 – 119 10

120 – 129 15

130 – 139 20

> 140 25

Gejala Jantung

Kongestif

Tidak ada 0

Ringan : Edem kaki 5

Sedang : Ronki basal 10

Fibrilasi Atrial Tidak ada 0

Ada 10

Riwayat Pencetus Negatif 0

Positif 10

Skor 45 atau lebih: sangat mungkin krisis tiroid; skor 25-45: krisis tiroid mengancam; dan

skor dibawah 45: bukan krisis tirod.

*Dikutip: Tietgens and Leinung, 1995.

Pengobatan

Ada 3 komponen utama pengobatan krisis tiroid, yaitu: koreksi hipertiroidisme,

menormalkan dekompensasi mekanisme homeostatik dan pengobatan terhadap faktor

pencetus.

1. Koreksi hipertiroidisme

a. Menghambat sintesis hormon tiroid

Obat yang dipilih adalah profiltiourasil (PTU) atau metimasol. PTU lebih banyak

dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer

b. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk

Obat pilihan adalah larutan yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes setiap 6 jam

atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.

c. Menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer.

d. Menurunkan kadar hormon secara langsung

Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan

charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional

tidak berhasil.

e. Terapi definitif

Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).

2. Menormalkan dekompensasi hemeostasis

a. Terapi suportif

1) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena

2) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen

b. Obat antiadrenergik

Yang tergolong obat ini adalah: penyekat beta, reserpin, dan guanetidin.

3. Terapi untuk faktor pencetus

Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari fokus infeksi,

misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga foto dada.

C. Acute Adrenal Insufficiency

Insufisiensi adrenal akut pada umumnya terjadi sebagai suatu penyakit akut dalam

pasien dengan insufisiensi adrenal kronis. Insufisiensi adrenal kronis mungkin utama,

dalam kaitan dengan destruksi dari kelenjar adrenal berhubungan dengan autoimmune

adrenalitis, leukodystrophy adrenal atau, jarang, tuberculosis, jamur, metatastik malignan.

Insufisiensi adrenal kronis mungkin juga yang sekunder ke pituitary atau penyakit

hypothalamic. Bagaimanapun, insufisiensi adrenal akut bisa terjadi dengan perdarahan

adrenal bilateral dalam individu yang sebelumnya sehat sepanjang keadaan septisemia

dengan intravascular coagulopathy yang di diseminasi atau pasien yang sedang menjalani

terapi antikoagulan. Di pasien dengan mengetahui insufisiensi adrenal, suatu krisis yang

akut mungkin dipercepat oleh kehilangan yang tanpa sengaja pengobatan steroid atau oleh

pengembangan yang berbarengan dari suatu yang mempercepat penyakit seperti

infeksi/peradangan, infark miokardial akut, perdarahan cerebrovaskular atau infark,

Pembedahan tanpa support adrenal, atau trauma akut yang hebat. Insufisiensi adrenal akut

mungkin juga dipercepat oleh penarikan yang mendadak dari steroids dalam pasien yang

sebelumnya dalam terapi jangka panjang steroid dengan dihubungkan atropi adrenal

(dengan kata lain, insufisiensi adrenal sekunder). Akhirnya, administrasi dari obat yang

merusak sintesis hormon adrenal seperti ketoconazole atau mitotane - atau obat-obat yang

meningkatkan metabolisme steroid seperti phenytoin atau rifampin mungkin

mempercepat krisis adrenal.

Pasien dengan suatu serangan akut dengan gejala nausea, vomiting, hiperpirexia,

nyeri abdomen, dehidrasi, hypotensi, dan shock. Suatu kunci untuk diagnosis dari

insufisiensi adrenal primer adalah pigmentasi di area yang tak kena cahaya dari kulit,

terutama sekali di lipatan dari telapak tangan dan di buccal mucosa. Diferensial diagnosis

meliputi pertimbangan dari penyebab lain kolaps cardiovasculer, sepsis, dan abses

intraabdomen.

Pengobatan

Hydrocortisone harus diatur dosis dari 100 mg melalui intravena diikuti oleh 50-75 mg

tiap-tiap 6 jam sesudah itu. Cairan dan Na harus digantikan dengan beberapa liter dari 5%

glukosa bersifat garam yang normal. Setelah yang pertama 24 jam, dosis dari

hydrocortisone melalui intravena dapat pelan-pelan dikurangi, tetapi dosis melalui

intravena harus diberi sedikitnya tiap-tiap 6 jam oleh karena waktu paruh yang pendek (1

jam) hydrocortisone di peredaran darah. Ketika pasien dapat mentoleransi melalui

oral,hydrocortisone oral dapat diberikan, tetapi dosis pertama melalui oral dapat tumpang-

tindih dengan dosis melalui intravena. Sebagai alternatif, hydrocortisone dapat diatur

sebagai infusion yang berlanjut sebanyak 10 mg/h untuk yang pertama 24 jam, yang

diikuti oleh suatu pengurangan yang berangsur-angsur dari dosis itu. Mineralocorticoid

tidaklah perlu sepanjang periode akut replacement sejak Nacl yang cukup dan

glucocorticoid diatur untuk treat insufisiensi mineralocorticoid. Bagaimanapun, dalam

pasien dengan insufisiensi adrenal kronik primer, suplementasi mineralocorticoid adalah

perlu ketika pergeseran ke suatu program pemeliharaan melalui oral. Setelah terapi steroid

dimulai, kemudian sangat penting mengevaluasi dan treat penyakit yang mungkin telah

mempercepat krisis yang akut (misalnya, infeksi/peradangan, infark miokardial).

“Masa depan kita tidak akan berubah apabila kita sendiri yang tidak mau merubahnya,

so keep fight!!!!”

D. Diabetic Ketoacidosis

1. Definisi

Salah satu bentuk komplikasi akut dari penyakit DM adalah ketoasidosis diabetik

(KAD). KAD merupakan keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai

oleh trias hiperglikemia, asidosis dah ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi

insulin absolut atau relatif. Keadaan ini sering ditemukan pada penderita DM Tipe 1

(tergantung insulin).

2. Epidemiologi

Tercatat bahwa di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD

berkisar antara 9 – 10 %, sementara itu, di klinik dengan sarana sederhana dan pasien

lansia, angka kematian dapat mencapai 25 – 50 %. Angka kematian menjadi lebih

tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat,

infark miokard akut yang luas, psien usia lanjut, kadar glukosa awal yang tinggi,

uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.

3. Faktor Pencetus

Semua kelainan pada KAD disebabkan oleh kekurangan insulin baik relatif

maupun mutlak, yang berkembang dalam periode beberapa jam atau hari. Pada

penderita yang baru diketahui, kekurangan insulin diakibatkan oleh kegagalan sekresi

insulin endogen, sedangkan pada penderita yang telah diketahui menderita DM Tipe 1,

disebabkan oleh kekurangan pemberian insulin eksogen atau karena peningkatan

kebutuhan insulin akibat keadaan atau stress tertentu. Faktor pencetus yang berperan

dalam KAD diantaranya adalah infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, ISPA,

meningitis, pankreatitis), kelainan vaskular (infark miokard, stroke), kelainan endokrin

(hipertiroidisme, sindrom Cushing, akromegali), kehamilan, atau stress emosional

(terutama pada adolesen). Peningkatan hormne kontraregulasi (epinefrin, kortisol,

glukagon dan hormon pertumbuhan) mungkin yang menyebabkan kebutuhan insulin

meningkat pada kelainan-kelainan di atas. Namun demikian, pada 25 % kasus KAD

tidak ditemukan faktor pencetusnya.

4. Patofisiolgi

Perlu diketahui, yang berperan utama dalam KAD adalah peranan insulin beserta

hormon kontraregulasinya.

a. Peranan Insulin

1) Akibat kekurangan insulin terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang

mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.

2) Defisiensi insulin merangsang glikogenolisis (glikogen menjadi glukosa) dan

glukoneogenesis (pemecahan protein untuk menghasilkan asam amino sebagai

prekursor glukosa). Juga terjadi lipolisis yang menyebabkan peningkatan asam

lemak bebas dan gliserol, untuk tujuan pembentukan glukosa baru.

3) Hiperglikemia bertambah berat karena pemakaian glukosa berkurang (baik

karena defisiensi maupun resistensi insulin) dan kehilangan cairan (akibat

diuresis osmotik) yang menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal dan

karenanya sejumlah glukosa difiltrasi dan disekresi oleh ginjal.

4) Asam lemak bebas dimetabolisme di hati kemudian dibentuk benda keton

(ketogenesis) sehingga terjadi ketonemia, selanjutnya ketonuria, disertai

kehilangan elektrolit karena hilangnya kation.

5) Asidosis terjadi karena kekurangan basa tubuh dalam proses pembufferan

benda keton yang terbentuk tidak terkontrol.

b. Peranan Hormon Kontraregulasi

Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan

dalam patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan justru

merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis. Hipersekresi glukagon, epinefrin,

kortisol dan hormon perrtumbuhan berperan dalam KAD melalui peristiwa sebagai

berikut.

1) Penghambatan ambilan glukosa yang diperantarai insulin epinefrin, kortisol

dan hormon pertumbuhan

2) Merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis glukagon, epinefrin dan

kortisol

3) Merangsang lipolisis epinefrin dan hormon pertumbuhan

4) Penghambatan sekresi insulin residual epinefrin dan hormon pertumbuhan.

Adapun penjabaran dari patofisiologi KAD dapat digambarkan secara skematis

seperti pada gambar di bawah ini.

+

5. Gambaran Klinik

Gambaran kliik KAD meliputi gejala-gejala termasuk pemeriksaan fisik dan

diperkuat dengan temuan laboratorium

a. Gejala

1) Polidipsia, poliuria dan kelemahan merupakan gejala tersering yang

ditemukan, di mana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya

hiperglikemia dan lamanya penyakit.

2) Anoreksia, mual, muntah dan nyeri perut dapat dijumpai (terutama pada anak-

anak) akibat adanya ketonemia.

3) Pernapasan Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai komponsasi

terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.

↑ Lipolisis

↑ Proteolisis ↓ Ambilan glukosa

Defisiensi insulin

(mutlak atau relatif)

↑ Asam amino ↑ Kehilangan nitogen ↑ Gliserol ↑ Asam lemak bebas

Glukoneogenesis

Hiperglikemia

Glikogenolisis ↑ Ketogenesis

↑ Ketogenemia

Diuresis osmotik Kehilangan elektrolit

↑ Ketonuria Asidosis

Kehilangan hipotonik Dehidrasi

b. Pemeriksaan Fisik

1) Hipotermia sering ditemukan pada KAD. Adanya panas merupakan tanda

adanya infeksi dan harus diawasi.

2) Hiperkapnia atau pernapasan Kussmaul, berkaitan dengan beratnya asidosis.

3) Takikardia sering ditemukan, namun tekanan darah masih normal kecuali

terjadi dehidrasi yang berat.

4) Hipotensi sampai syok.

5) Napas berbau buah (bau aseton)

6) Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir)

7) Hiprefleksia akibat hipokalemia

8) Pada KAD berat dapat ditemukan hipotonia, stupor, koma, gerakan bola mata

tidak terkoordinasi, pupil melebar dan akhirnya meninggal.

c. Temuan Laboratorium

1) Glukosa

Glukosa serum biasanya di atas 300 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan

derajat kehilangan CES. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran

darah ginjal menurun dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik

akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi

dan hiperosmolaritas.

2) Keton

Tiga benda keton utama adalah betahidroksibutirat, asetoasetat dan aseton.

Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat tajam

sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton

serum meningkat 3 – 4 kali dari kadar asetoasetat. Betahidroksibutirat dan

asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3 : 1 (KAD ringan)

dan 15 : 1 (KAD berat)

3) Asidosis

Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15

mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. keadaan ini terutama disebabkan oleh

penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.

4) Elektrolit

Natrium

Kadar natrium serum dapat rendah, normal atau tinggi. Hiperglikemia

menyebabkan masuknya cairan intraselular ke ruang ekstraselular. Hal ini

menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan

hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunya

kadar natrium serum.

Kalium

Kadar kalium juga bisa rendah, normal dan tinggi. Kadar kalium

mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat

kontraksi intravaskular. Karena hal di atas dan yang lainnya, kadar kalium

yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total

sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus

menerus.

Fosfat

Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit, seperti

kadar kalium, tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya,

walaupun terjadi perpindahan fosfat intraselular ke ruang ekstraselular

sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang lewat urine

akibat diuresis osmotik.

6. Penatalaksanaan

Sasaran dari pengobatan KAD adalah sebagai berikut.

a. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan

b. Menurunkan kadar glukosa darah

c. Memperbaiki asam keto di serum dan urine sehingga kembali normal

d. Mengoreksi gangguan elektrolit.

Pengobatan KAD itu sendiri sebenarnya tidak terlalu rumit. Setidaknya ada 6 hal

yang harus diberikan, 5 diantaranya adalah cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa.

Sedangkan yang terakhir tetapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan.

a. Cairan

Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis (umumnya

NaCl 0,9 %). Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml

per kg BB, maka pada jam pertama diberikan 1 – 2 liter, jam kedua diberikan 1

liter dan selanjutnya sesuai protokol. Adapun keuntungan dari rehidrasi

diantaranya adalah untuk mengatasi dehidrasi, ekspansi cairan ekstraseluler, dapat

memperbaiki faal ginjal, perbaikan perfusi jaringan (hipoksia jaringan dapat

diatasi), menekan hormon-hormon kontra insulin, memperbaiki asidosis dan

meningkatkan kepekaan insulin di perifer

b. Insulin

Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi

yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon,

sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak

bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan

menigkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Sejak pertengahan tahun 1970-an

protokol pegelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai

digunakan dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan oleh karena lebih mudah

dalam mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat,

efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intraselular lebih lambat,

komplikasi hipglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Tujuan pemberian insulin

di sini tidak hanya untuk mencapai kadar glukosa normal, tetapi juga untuk

mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu, bila kadar glukosa < 200 mg/dl,

insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandung

glukosa sampai asupan kalori oral pulih kembali.

c. Kalium

Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meingkat. Hiperkalemia yang

fatal sangat jarang dan bila terkadi harus segera diatasi dengan pemberian

bikarbonat. Tingginya kadar ion K serum ditandai dengan ditemukannya

gelombang T yang tinggi pada elektrokardigram (EKG). Bila pada EKG

ditemukan adanya gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat

segera mengatasi hiperkalemia tersebut. Yang perlu menjadi perhatian adalah

terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama pengobatan KAD. Ion K terutama

terdapat pada intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan

selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K yang terjadi selama KAD

diperkirakan mencapai 3 – 5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K akan kembali

ke dalam sel. Sasaran terapi kalium ini bukan untuk penggantian kalium tubuh

total, tetapi untuk mempertahankan kalium serum di atas 3,5 mEq/l, kadar di mana

dapat mencegah henti jantung atau napas.

d. Glukosa

Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan

menurun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan

kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg%,

maka dapat dimulai infus yang megandung glukosa.

e. Bikarbonat

Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.

Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada Kad yang berat. Adapun alasan

keberatan pemberian bikarbonat adalah sebagai berikut.

1) Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat

2) Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan

3) Hipertonis dan kelbihan natrium

4) Meningkatkan insidens hipokalemia

5) Gangguan fungsi cerebral

6) Terjadi alkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto

Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1. Walaupun demikian

komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan

indikasi pemberian bikarbonat.

Mengingat infeksi merupakan faktor pencetus KAD yang paling sering, maka

perlu pemberian antibiotika untuk segera mengatasi hal tersebut. Hal lain yang

perlu diperhatikan adalah bahwa pada kadar glukosa > 200 mg/dl maka fungsi

lekosit sudah menurun , baik fungsi kemotaksis maupun fungsi intraselular

bacterial killing sehingga perlu antibiotika berspektrum luas dan dosis yang lebih

tinggi. Untuk praktisnya, Tjokroprawiro (2001) telah membuat protokol

pengelolaan penderita Kad seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

FASE I

1.Rehidrasi NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat (RL) 2 L/2 jam pertama, lalu

80 tetes/menit selama 4 jam, lalu 30-50 tetes/menit selama

18 jam (4-6 L/24jam)

2.Insulin dosis

rendah i.v.

(IDRIV)

4 – 8 unit/jam sampai Fase II

3.Infus K 75 mEq (bila K < 3 mEq/L), 50 mEq (K = 3 – 3,5 mEq/L)

dan 25 mEq (K = 3,5 – 4 mEq/L) per 24 jam

4.Infus

Bikarbonat

Bila pH < 7,00 atau bikarbonat < 12 mEq/L; 44 – 132 mEq

dalam 500 ml NaCl 0,9 %, 30 – 80 tetes/menit

5.Antibotik Dosis tinggi

Batas Glukosa Darah sekitar 250 mg/dl atau reduksi ±

FASE II

1.Pemeliharaan NaCl 0,9 % dan dekstrosa 5 % atau Maltosa 10 %

bergantian, 30 – 50 tetes; insulin regular 4 unit subkutan

sebelum Maltosa

2.Kalium Parenteral (bila K < 4 mEq/L) atau peroral (air tomat / kaldu

1 – 2 gelas/12 jam)

3.Insulin regular 4 – 6 unit/ 4 – 6 jam subkutan atau IDRIV / 2 jam plus

subkutan

4. Makanan lunak karbohidrat kompleks peros

7. Prognosis

Prognosis KAD baik selama terapi adekuat pada fase I dan II dan selama tidak ada

penyakit lain yang fatal (sepsis, syok septik, infark miokard akut, trombosis serebral

dan lain-lain).

8. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah edema

paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi

iatrogenik tersebut adalah hipoglikemia, hipokalemia, hierkloremia, edema otak dan

hipokalsemia.

‖ Terkadang Allah SWT mempunya skenario yang lebih indah dari yang kita duga, selama

kita berkhusnudzon padaNya, maka Insya Allah kita akan selalu mendapatkan yang terbaik..‖

E. Hypercalcemia Crisis

1. Definisi

Konsentrasi kalsium serum dalam keadaan normal berkisar antara 8,5 – 10,5 mg/dl

(2,1 – 2,5 mMol). Kadar kalsium di dalam serum dipengaruhi oleh keseimbangan

antara fluks kalsium ke CES dari saluran cerna, tulang dan ginjal; serta fluks kalsium

keluar dari CES menuju ke dalam tulang dan keluar melalui urin. Hiperkalsemia

didefinisikan apabila kadar kalsium serum total lebih dari 10,5 mg/dl.

2. Etiopatogenesis

a. Hiperparatiroidisme

PTH (Parahtyroid hormone) yang berlebihan merupakan penyebab tersering

terjadinya hiperkalsemia sampai saat ini. Peningkatan produksi PTH, setidaknya

dapat mengakibatkan terjadinya 3 hal, di mana ketiga hal tersebut akan berujung

pada hiperkalsemia, yaitu :

1) Peningkatan resorbsi tulang ke dalam darah melalui peningkatan kerja

osteoklas.

2) Peningkatan reabsorbsi kalsiumdi tubulus distal ginjal.

3) Merangsang kerja enzim 1α-dihidroksilase di ginjal sehingga meningkatkan

perubahan 25 hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol

(kalsitriol), di mana fungsi dari kalsitriol itu sendiri akan meningkatkan kadar

kalsium serum dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium di usus halus.

Hiperkalsemia ini bisa disebabkan oleh hiperparatiroidisme primer dan

sekunder.

1) Hiperparatiroidisme primer

Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering

hiperkalsemia (hampir 90 % kasus); penyebab yang lain adalah keganasan.

Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada

dekade ke-6 dan wanita 3 kali lebih sering daripada pria. Hiperparatiroidisme

primer yang tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid yang

biasanya bersifat jinak dan soliter, oleh sebab itu, dari 4 kelenjar paratiroid,

biasanya hanya 1 kelenjar yang terserang. Penyebab lain yang jarang adalah

hiperplasia pada keempat kelenjar paratiroid. Perlu diketahui juga, bahwa PTH

ini menyebabkan peningkatan ekskresi fosfat ginjal sehingga penderita

hiperparatiroidisme primer sering sekali memiliki kadar fosfat serum yang

rendah atau normal. Pasien juga mengalami peningkatan cAMP ginjal, di

mana pengukuran nukleotida ini sering digunakan untuk mendiagnosis

hiperparatiroidisme primer.

2) Hiperparatiroidisme sekunder

Hiperparatiroidisme sekunder merupakan kelainan yang didapat yang

timbul akibat hipokalsemia yang dapat terjadi pada gagal ginjal terminal,

defisiensi vitamin D maupun keadaan resisten terhadap vitamin D. Keadaan ini

ditandai oleh peningkatan kadar PTH yang tinggi sekali dengan kadar kalsium

serum yang normal atau rendah.

b. Keganasan

1) Hiperkalsemia Humoral pada Keganasan (Humoral Hypercalcemia of

Malignancy / HHM)

Istilah HMM digunakan untuk mendeskripsikan sindrom klinik yang

ditandai oleh hiperkalsemia yang disebabkan oleh sekresi faktor kalsemik oleh

sel kanker. Saat ini, istilah HMM dibatasi untuk hiperkalsemia akibat

peningkatan produksi Parathyroid Hormone related Protein (PTHrP). Protein

ini memiliki 8 dari 13 asam amino pertama yang sama dengan PTH sehingga

apat mengaktifkan reseptor PTH. Karena PTHrP juga dapat berikatan dengan

reseptor PTH, maka aksi biologiknya juga sama dengan PTH, yaitu akan

meyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia dan peningkatan resorbsi tulang

oleh osteoklas. Walaupun demikian, ada reseptor PTH yang tidak dapat

berikatan dengan PTHrP yaitu PTH-2. Demikian juga, ada pula reseptor

PTHrP yang tidak dapat berikatan dengan PTH yaitu reseptor PTHrP yang

terdapat di kulit dan otak. Terdapat juga beberapa perbedaan antara PTH dan

PTHrP, perbedaan tersebut dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini.

Pembeda PTH PTHrP

Jumlah asam

amino

84 asam amino Terdiri dari 3 isoform,

masing-masing memiliki

jumlah asam amino yang

lebih banyak, yaitu 139, 141

dan 174

Aksi biologik

pada ginjal

f. Meningkatkan

reabsorbsi kalsium di

tubulus ginjal

g. Meningkatkan

produksi 1,25 (OH)2

D dan absorbsi

kalsium di ginjal

Tidak

Aksi biologik

pada tulang

Meningkatkan kerja osteoblas

dan osteoklas

Hanya meningkatkan

osteoklas sehingga resorbsi

tulang tidak diimbangi

formasi yang adekuat

2) Destruksi Tulang pada Keganasan

Pada HMM, hiperkalsemia tidak diikuti dengan destruksi tulang. Bila

selain hiperkalsemia juga didapatkan destruksi tulang, maka harus dipikirkan 3

kemungkinan, yaitu :

i. Produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas, misalnya

pada mieloma multipel

ii. Peningkatan produksi 1,25(OH)2D, misalnya pada beberapa tipe limfoma

iii. Metastasis sel tumor ke tulang, biasanya pada tumor-tumor padat.

Tulang merupakan tempat ketiga yang sering tekena metastasis keganasan

setelah hepar dan paru. Keganasan yang sering metastasi ke tulang adalah

keganasan pada paru, payudara dan prostat. Kanker payudara yang

bermetastasis ke tulang akan menghasilkan PTHrP yang akan merangsang

produksi RANKL dan menghambat produksi OPG oleh osteoblas sehingga

terjadi maturasi osteoklas dan mengaktifkan resorbsi tulang. Tulang yang

diresorbsi akan menghasilkan TGF-b yang kemudian akan merangsang sel

kanker untuk menghasilkan PTHrP kembali sehingga terjadi lingkaran setan

yang terus menerus.

c. Kelainan Metabolisme Vitamin D

Terkadang hiperkalsemia terjadi pada sarkoidosis dan tuberkulosis paru, dan

mekanismenya melibatkan sintesis 1,25(OH)2D3 ekstrarenal.

d. Endokrin

1) Hipertiroidisme

Pada hipertiroidisme terjadi peningkatan pergantian tulang. Sekresi PTH

dan 1,25(OH)2D3 tersupresi, menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam urin

dan feses yang bersifat khas.

2) Insufisiensi Adrenal (penyakit Addison)

Dalam hal ini, hiperkalsemia terjadi akibat defisiensi glukokortikoid dan

defisit volume CES. Defisiensi glukokortikoid merangsang sisntesi

prostaglandin dan meningkatkan resorbsi tulang. Defisit volume CES

menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga lebih banyak kalsium terfiltrasi

yang direabsorbsi.

e. Obat – Obatan

1) Diuretik tiazid

Obat ini bekerja secara langsung untuk meningkatkan pelepasan kalsium

dari tulang dan meningkatkan reabsorsi tubulus ginjal.

2) Intoksikasi Vit A

Asupan vit A yang berlebihan menyebabkan meningkatnya resorbsi tulang

3) Intoksikasi Vit D2 atau 1,25(OH)2D3

Asupan vit D2 (ergokalsiferol) atau 1,25(OH)2D3 aktif (Rocaltrol) dapat

menyebabkan terjadinya hiperkalsemia dan hiperkalsiuria.

4) Sindrom susu-alkali

Sindrom susu-alkali dapat terjadi pada orang yang meminum susu dan

alkali dalam jumlah banyak (co: natrium bikarbonat atau kalsium karbonat)

untuk memulihkan gejala penyakit ulkus peptikum. Sindrom ini dicirikan

dengan alkalosis, hiperkalsemi, hipofosfatemia, penimbunan garam kalsium di

jaringan lunak dan gagal ginjal progresif.

3. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda hiperkalsemia sangat bervarias bergantung pada kecepatan

awitan terjadinya dan derajat peningkatan kadar kalsium. Pada kasus ringan, pasien

mungkin asimtomatik dan ditemukan hiperkalsemia dari pemerikasaan laboratorium

rutin. Sementara itu, pada kasus berat dengan peningkatan kadar kalsium yang

signifikan, keadaan pasien memburuk dengan cepat dan mengalami dehidrasi, konfusi

dan letargi.

a. Neuromuskular

Hiperkalsemia menurunkan iritabilitas neuromuskular dan melepaskan

asetilkolin di taut mioneural, menyebabkan timbulnya gejala seperti kelemahan

otot. Adapun tanda dan gejala lainnya yaitu refleks tendon menurun dan kalsifikasi

metastasik dalam jaringan lunak.

b. Sistem saraf pusat

Tanda neuropsikiatrik mungkin menonjol bila kadar kalsium serum sangat

meningkat (>15 mg/dl), dan pasien mungkin memperlihatkan adanya konfusi

mental, bicara kabur dan letargi yang memburuk menjadi stupor dan koma.

c. Gastrointestinal

Gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah merupakan gejala yang

sering didapatkan. Gejala lainnya yaitu polidipsi, anoreksia dan konstipasi.

d. Ginjal

Poliuria dengan tanda klinis defisit volume CES, dapat menyertai kehilangan

kalsium, fosfat dan natrium yang berlebihan melalui urine. Lazim dijumpai kolik

ginjal yang disebabkan oleh nefrolitiasis (batu ginjal). Pengendapan kalsium yang

banyak dalam ginjal (nefrokalsinosis) dapat menyebabkan terjadinya uropati

obstruktif dan gagal ginjal.

e. Skeletal

Bila terjadi penyakit tulang, pemeriksaan rontgen dapat memperlihatkan

adanya penurunan nyata densitas tulang, fraktur, kista dan erosi tulang

subperiosteal.

f. Kulit dan Mata

Pengendapan kalsium pada kulit dapat menyebabkan terjadinya pruritus (gatal)

dan pada mata dapat menyebabkan terjadinya keratopati pita.

g. Kardiovaskular

Perubahan kardiovaskular yang terdapat pada hiperkalsemia adalah hipertensi

sistolik, brakikardi, pemendekan interval QT dan segmen ST serta disritmia. Henti

jantung dapat terjadi bila kadar kalsium serum sekitar 18 mg/dl (krisis

hiperkalsemik).

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperkalsemia bergantung pada kadar kalsium darah dan ada

tidaknya gejala klinik yang ditimbulkan. Pada kadar kalsium < 12 mg/dl, biasanya

tidak diperlukan tindakan terapetik, kecuali bila ada gejala klinik hiperkalsemia. Pada

kadar kalsium 12-14 mg/dl, terapi agresif harus diberikan bila terdapat gejala klinik

hiperkalsemia. Pada kadar > 14 mg/dl, terapi harus diberikan walaupun tidak ada

gejala klinik. Selain itu, mengatasi penyakit primernya juga harus diperhatikan.

a. Tindakan Umum

1) Hidrasi

Hidrasi dengan NaCl 0,9 % per-infus 3-4 liter dalam 24 jam merupakan

tindakan pertama yang harus dilakukan pada keadan hiperkalsemia. Tindakan

ini kadang-kadang dapat menurunkan kadar kalsium serum sampai 1-3 mg/dl.

Hidrasi dengan NaCl 0,9 % akan meningkatkan ekskresi kalsium dengan jalan

meningkatkan filtrasi glomerulus dan menurunkan reabsorbsi kalsium di

tubulus proksimal dan distal.

2) Pembatasan asupan kalsium

3) Menghentikan obat yang menimbulkan hiperkalsemia (Vit A, D; diuretik

tiazid)

4) Dialisis

Pada hiperkalsemia yang menagncam jiwa, terutama pada penderita

insufisiensi ginjal, hemodialisis atau dialisis peritoneal dengan dialisat yang

tidak mengandung atau hanya mengandung sedikit kalsium dapat memulihkan

kadar kalsium serum ke kadar normal.

b. Meningkatkan Ekskresi Kalsium melalui Urine

Setelah hidrasi tercapai, tetapi kadar kalsium masih tinggi, dapat diberikan

dosis kecil loop diuretics, misalnya furosemid 20-40 mgh atau asam etakrinat.

Diuretik tidak boleh diberikan sebelum keadaan hidrasi tercapai, karena akan

memperberat dehidrasi dan hiperkalsemia. Loop diuretics akan bekerja dengan

cara menghambat reabsorbsi kalsium dan natrium di ansa Henle. Diuretik tiazid

merupkan kontra-indikasi dalam penatalaksanaan hiperkalsemia karena akan

menurunkan ekskresi kalsium lewat ginjal.

c. Menghambat Resorbsi Tulang

1) Bisfosfonat

Pamidronat merupakan salah satu bisfosfonat yang dapat diberikan untuk

mengatasi hiperkalsemia karena obat ini akan menghambat kerja osteoklas.

Obat ini dapat diberikan secara per-infus dengan dosis 60 – 90 mg dalam

waktu 4 – 6 jam. Efek samping obat ini adalah demam, mialgia dan kadang-

kadang hipertensi. Selain itu, obat ini juga dapat mengakibatkan hipokalsemia,

sehingga selama pemberian harus diawasi secara ketat.

2) Plikamisin

Dahulu, obat ini disebut mitramisinm, merupakan sitotoksik yang dapat

menghambat sintesis RNA di dalam osteoklas dehingga akan menghambat

resorbsi tulang. Dosis obat ini adalah 15 – 25 µg/kgBB, diberikan per-infus

dalam waktu 4 – 6 jam. Pada umumnya dosis tunggal plikamisisn sudah

mencukupi untuk mencapai keadaan normokalsemia. Plikamisisn sangat toksik

terhadap sumsum tulang, hepar dan ginjal sehingga saat ini penggunaanya

telah digantikan bisfosfonat yang toksisitasnya rendah.

3) Kalsitonoin

Kalsitonin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel

parafolikular C kelenjar tiroid dan mempunyai efek menghambat kerja

osteoklas dan meningkatkan sekskresi kalsium melalui ginjal. Dosisnya adalah

4-8 IU/kgBB yang diberikan secara intra-muscular atau subkutan setiap 6-8

jam. Kombinasi kalsitonin dan bisfosfonat akan memberikan efek yang lebih

cepat dan lebih besar dibandingkan dengan pemakaian secara tunggal.

4) Glukokortikoid

Pada hiperkalsemia akibat intoksikasi vitamin D atau akibat penyakit –

penyakit granulomatosa dan keganasan hematologik (limfoma dan mioloma

multipel), glukokortikoid dapat dipertimbangkan pemberiannya. Biasanya

diberikan hidrokortison intravena 200-300 mg/hari selama 3-5 hari.

‖ Hiduplah seperti hari ini adalah hari terakhir hidup Anda karena memang suatu saat nanti,

hari inilah hari tekakhir Anda ‖

5. Hypoglikemi

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan

glukosa darah. Glukosa adalah bahan energi utama untuk otak. Kekurangan glukosa

sebagaimana kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan fungsi otak, kerusakan

jaringan atau mungkin kematian kalau kekurangan tersebut berkepanjangan.

Hipoglikemia sangat berbahaya bagi otak, hal ini berdasarkan kenyataan bahwa otak

tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai bahan energi.

Batas terendah kadar glukosa darah puasa adalah 70 mg/dl, dengan dasar tersebut

maka penurunan kadar glukosa darah di bawah 70 mg/dl disebut hipoglikemia.

Penyebab terjadinya hipoglikemia dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain

makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga,

sesudah melahirkan, sembuh dari sakit, makan obat yang mempunyai sifat serupa.

Gejala-gejala yang timbul biasanya berupa lapar, gemetar, keringat dingin, berdebar,

pusing, gelisah, penurunan kesadaran sampai koma.

Hipoglikemi karena Gangguan Sirkuit Pengaturan Endokrin

Hormon biasanya merupakan bagian dari sirkuit pengaturan. Gangguan pada

salah satu bagian akan menyebabkan perubahan sifat pada bagian lainnya.

Pelepasan hormon yang tidak bergantung pada hipofisis biasanya diatur oleh

beberapa parameter yang dipengaruhi oleh hormon tertentu, hormon terakhir yang

bekerja pada organ target yang selanjutnya berfungsi menurunkan (↓) rangsangan

yang menyebabkan pelepasan hormon (sirkuit pengaturan dengan umpan balik negatif)

. Peningkatan

(↑) glukosa di dalam plasma merangsang pelepasan insulin, misalnya di hati (meningkatkan

(↑) glikolisis; menghambat glukoneogenesis dan pembentukan glikogen), menyebabkan penurunan konsentrasi

glukosa dalam plasma.

Selain tumor penghasil insulin, penyebabnya mungkin sirkuit pengaturan yang

saling tumpang-tindih, karena beberapa asam amino juga merangsang pelepasan

insulin dan beberapa pengaruh insulin (merangsang sintesis protein, menghambat proteolisis)

dapat

menurunkan (↓) konsentrasi asam amino di dalam plasma. Gangguan pemecahan asam

amino, misal, akibat kelainan enzim, dapat memicu hipoglikemia melalui peningkatan

(↑) konsemtrasi asam amino di dalam darah yang kemudian diikuti dengan rangsangan

pelepasan insulin.

Penatalaksanaan

Urutan pengobatan hipoglikemia adalah sebagai berikut, pertama-tama penderita

diberi karbohidrat yang kompleks seperti pisang, roti dan lain-lain . Apabila hal ini

tidak menolong dapat diberikan teh gula. Apabila penderita telah jatuh pada keadaan

koma, maka dapat diberikan injeksi glukosa 40 % i.v. (pengenceran dua kali) yang

kemudian dilanjutkan dengan infus glukosa 10 %. Bila penderita masih belum sadar,

pemberian glukosa 40 % dapat diulang setiap setengah jam sampai sadar. Pengobatan

lainnya adalah diberikan injeksi efedrin 25-50 mg atau injeksi glukagon 1 mg (i.m.).

Askandar Tjokroprawiro (1997) telah membuat pedoman penanganan

hipoglikemia atas dasar pengalaman klinik sebagai berikut :

Jika pelepasan insulin meningkat (↑) secara tidak sesuai pada setiap

konsentrasi glukosa di dalam plasma (hiperinsulinisme)

, hal ini akan

menyebabkan hipoglikemia.

a. Satu flakon glukosa 25 ml 40 % diperhitungkan dapat menaikkan kadar glukosa

darah lebih kurang 25-50 mg/dl.

b. Kadar glukosa darah yang diinginkan adalah > 120 mg/dl (kadar glukosa darah

puasa).

Contoh :

Koma hipoglikemia dengan kadar glukosa 20 mg/dl, karena kadar terletak < 30

mg/dl maka diberi bolus 3 flakon glukosa 25 ml 40 % , dan kadar glukosa akan

menjadi 20 + 75 = 95 mg/dl

.Karena kadar glukosa 95 mg/dl tersebut masih kurang dari 120 mg/dl, maka diberi

lagi 1 flakon setiap 30 menit sampai 2x.

Jadi kadar glukosa akan menjadi 95 mg/dl + 2 x 25 mg/dl = 145 mg/dl.

Kadar glukosa (mg/dl) Terapi hipoglikemia dengan

Rumus 3-2-1

Glukosa 1 flakon = 25 ml

40 % (10 gram)

Kurang 30 mg/dl

30-60 mg/dl

60-100 mg/dl *

Injeksi intravena dekstrose 40%, bolus 3

flakon

Injeksi intravena dekstrose 40 %, bolus 2

flakon

Injeksi intravena dekstrose 40 %, bolus 1

flakon

Rumus 3

Rumus 2

Rumus 1

Tabel 1. Terapi hipoglikemia dengan rumus 3-2-1

*) Reaksi hipoglikemia: misalnya glukosa darah sebelumnya 400 mg/dl kemudian turun mendadak menjadi 70 mg/dl.

REFERENSI

Bakta, I Made dan I Ketut Suastika.1999. Gawat Darurat di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: EGC. 131-137

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed. 29. Jakarta : EGC

Flynn RW, McDonald TM, Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients

treated for thyroid dysfunction, http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log

in : December 1, 2007.

Gardner, david G. 2007. Endocrine Emergencies. Greenspan‘s Basic & Clinical

Endocrinology ed. United States: McGraw-Hill.8.870-871, 873-874

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol. 1.

ed. 6. Jakarta : EGC. 354 – 8; 1267 – 8

Samodro, Pugud. Modul Kegawatan Endokrin. Purwokerto: Bagian/ SMF Ilmu Penyakit

Dalam Program Pendidikan Dokter Unsoed/ RSUD Prof. Margono Soekarjo.

Setiyohadi, Bambang. 2006. Hiperkalsemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed. 4.

Jakarta : FKUI. 1281 – 3.

Silbernagl dan Lang. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Soewando, Pradana. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed. 4. Jakarta : FKUI.

1874 – 7.

Suastika, I Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 110 – 22

www.wrongdiagnosis.comhttp://www.wrongdiagnosis.com/h/hyperthyroidism/treatments.htm

Last update : November 13,2007 Last log in : November 30,2007.