Home Visite DM Kiraa

67
Laporan Home Visit FK UWKS No. Berkas : Berkas Pembinaan Keluarga No. RM : 8931 Puskesmas Gedangan Nama KK : Tn. Soeryono Tanggal kunjungan pertama kali 31 september 2013, Nama pembina keluarga pertama kali:I Gede Prawira Raharja, S.Ked Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode pembinaan ) Tanggal Tingkat Pemahaman Paraf Pembimbing Paraf Keterangan KARAKTEHISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga : Tn. Soeryono Alamat lengkap : Jalan Gajah Mada no.52 Bentuk Keluarga : Nuclear Family 1

description

karya agung

Transcript of Home Visite DM Kiraa

Page 1: Home Visite DM Kiraa

Laporan Home Visit FK UWKS No. Berkas :

Berkas Pembinaan Keluarga No. RM : 8931

Puskesmas Gedangan Nama KK : Tn. Soeryono

Tanggal kunjungan pertama kali 31 september 2013,

Nama pembina keluarga pertama kali:I Gede Prawira Raharja, S.Ked

Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode pembinaan )

TanggalTingkat

PemahamanParaf Pembimbing Paraf Keterangan

KARAKTEHISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. Soeryono

Alamat lengkap : Jalan Gajah Mada no.52

Bentuk Keluarga : Nuclear Family

1

Page 2: Home Visite DM Kiraa

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No NamaKedudukan

dalamkeluarga

L / PUmur Pendidikan Pekerjaan

PasienY / T

Ket.

1Tn.

SoeryonoKK L 62 S1

Pensiunan PNS

YDM tipe IIKasus lama

2 Susiatiningsih Istri P 56 SMKPensiunan

PNST -

3Daniar Adi

WijayaAnak L 29 S1 Wiraswasta T -

4 Rina Febriana Anak P 26 S1 Wiraswasta T -

Sumber : Data Primer, November 2013

2

Page 3: Home Visite DM Kiraa

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB I

STATUS PENDERTTA

A. PENDAHULUAN

Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pendenta DM tipe

II, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 62 tahun, dimana penderita merupakan salah satu

dari pendenta DM para yang berada di wilayah Puskesmas Gedangan, dengan berbagai

permasalahan yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat

khususnya di daerah sekitar Puskesmas Gedangan beserta permasalahannya seperti masih

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang DM terutama masalah gizi dan penggunaan Obat

Anti Diabet. Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan

mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA

Nama

Umur

Jenis kelamin

Pekerjaan

Pendidikan

Agama

Alamat

Suku

Tanggal periksa

: Tn. Tn. Soeryono

: 62 tahun

: Laki-laki

: Pensiunan PNS

: S1

: Islam

: Jalan Gajah Mada no.52

: Jawa

: 31 september 2013

3

Page 4: Home Visite DM Kiraa

C. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh luka pada kaki kiri sejak 15 hari yang lalu, pasien terluka karena

jatuh saat mengendarai sepeda motor. Pasien kemudian memeriksakan diri ke Puskesmas

untuk mendapatkan perawatan pada luka di kakinya. Pasien merasa khawatir dengan luka

di kakinya karena pasien menderita kencing manis, pasien merasa takut luka di kakinya

sulit sembuh dan menjadi borok. Pasien menderita kencing manis sejak ±14 tahun yang

lalu. Pasien mengetahui dirinya menderita kencing manis 14 tahun yang lalu saat

mengendarai sepeda motor, saat itu pasien merasa pusing dan pandangan menjadi kabur,

pasien terjatuh dari sepeda motor kemudian di bawa ke rumah sakit dan di periksa kadar

gula darahnya dan hasilnya tinggi. Saat itu pasien mengaku sering buang air kecil, dimana

pada malam hari pasien bisa kencing hingga >3 kali, sering merasa haus dan nafsu makan

pasien bertambah namun berat badan pasien lama-lama mengalami penurunan, namun

pasien tidak pernah memeriksakan kadar gula darahnya. Pasien juga sangat suka

mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis-manis dan sangat malas berolahraga.

Saat ini luka pasien sudah agak mengering dan membaik, istri pasien membantu

merawat luka pasien. Selain rutin merawat luka di kakinya, pasien juga rutin meminum

obat diberikan dari Puskesmas. Pasien memeriksakan gula darahnya setiap 2 minggu

sekali di Puskesmas. Pasien mengaku belum bisa mengatur pola makannya, pasien makan

sehari tiga kali, tiga sampai 4 sendok makan dengan sayur dan lauk yang berganti-ganti

setiap hari, namun pasien masih sering ngemil kue dan kacang yang merupakan makanan

kesukaannya secara tidak terkontrol. Pasien biasanya berolahraga jalan santai di sekitar

perumahan tempat tinggalnya dua kali seminggu ditemani oleh istri dan cucunya.

Selain luka di kaki kiri yang dikhawatirkan oleh pasien, pasien juga mengeluhkan

tangan dan kakinya sering terasa kesemutan terutama saat bangun tidur, namun jika

digunakan untuk beraktivitas gejala tersebut tidak terlalu dirasakan oleh pasien, hal ini

dirasakan pasien sejak tiga bulan yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat batuk lama : tidak ada

- Riwayat sakit gula : ada

- Riwayat asma : tidak ada

- Riwayat alergi obat/makanan : tidak ada

- Riwayat penyakit jantung : tidak ada

4

Page 5: Home Visite DM Kiraa

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Ibu pasien menderita DM

- Riwayat keluarga sakit batuk lama : tidak ada

- Riwayat sakit sesak nafas : tidak ada

- Riwayat hipertensi : tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok : ada

- Riwayat olah raga : cukup

- Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan keluarga

cukup, berekreasi cukup

- Riwayat kebiasaan makan makanan yang diinginkan : sering

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah seorang ayah dari 2 orang anaknya. Penderita mempunyai 2

anak, anak pertama belum menikah dan tinggaldi luar kota. Anak kedua belum menikah

tinggal bersama pasien, Sumber pendapatan keluarga didapatkan dari uang pensiun pasien

dan istrinya, sebulan sekitar Rp 5.000.000,-.

7. Riwayat Gizi.

Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 3 kali dengan nasi sepiring, sayur,

dan lauk pauk seperti tahu/tempe, dan ikan lautdan ayam, sekali makan 3-4 sendok

makan. Penderita termasuk orang yang suka makan dan tidak memilih-milih makanan.

Sejak sakit penderita membatasi frekuensi makan nasi, namun belum bisa mengontrol

kebiasaan ngemil. Kesan status gizi cukup.

5

Page 6: Home Visite DM Kiraa

D. ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)

2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,

luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)

3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan

kabur (-), ketajaman baik

4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit

7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi

(-), batuk darah (-)

9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-), ampeg (-)

10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-),

nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan

11. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa

12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)

Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

14. Ekstremitas : Atas : kanan : bengkak (-), sakit (-),

kiri : bengkak (-), sakit (-),

Bawah : kanan : bengkak (-), sakit (-),

kiri : luka berwarna merah kecoklatan berukuran 2x1

cm

E. PEMERIKSAANFISIK

1. Keadaan Umum

Tampak cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital dan Status Gizi

• Tanda Vital

Nadi : 108 x/menit, reguler, kuat angkat

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,3 oC

Tensi : 130/80 mmHg

6

Page 7: Home Visite DM Kiraa

• Status gizi :

BB : 55 kg

TB : 165 cm

IMT : BB/TB2 = 55/(1,65)2 = 20,3

Status Gizi Gizi Cukup

3. Kulit

Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

Kepala : Bentuk bulat lonjong simetris, tidak ada luka, rambut tidak mudah

dicabut, atrofi m. temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-),

kelainan mimik wajah/bells palsy (-)

4. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea

(+/+), wama kelopak (coklat kebitaman), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis

(-/-)

5. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksls (-), deformitas hidung (-),

hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)

6. Mulut

Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah

hiperemis (-), tremor (-)

7. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam

batas normal

8. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

9. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran

kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

10. Thoraks

Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

- Cor : I : ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis teraba di

P: batas kiri : Mid Clavicula Line ICS 5 Sinistra

7

Page 8: Home Visite DM Kiraa

batas kanan : Para Sternal Line ICS 2 Dextra

batas jantung kesan tidak melebar

A: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

- Pulmo : Statis (depan dan belakang)

I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

P : sonor/sonor

A: suara nafas vesikuler (+/+)

Rhonci (-/-), whezing (-/-)

Dinamis (depan dan belakang)

I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri

P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

P : sonor/sonor

A: suara nafas vesikuler (+/+)

Rhonci (-/-), whezing (-/-)

11. Abdomen

I : flat

A : bising usus (+) normal

P : timpani seluruh lapang perut

P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

12. Sistem Collumna Vertebralis

I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P : nyeri tekan (-)

P : Nyeri Ketok CV(-)

13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)

akral dingin oedem

Status Lokalis :

Cruris Sinistra : ulkus 2x1 cm, warna merah kecoklatan, contusio (+)

14. Sistem genetalia: dalam batas normal

15. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

8

Page 9: Home Visite DM Kiraa

Fungsi Sensorik : dalam batas normal

Fungsi motorik

16. Pemeriksaan Psikiatrik

Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek : appropriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : bentuk : realistik

isi : waham(-), halusinasi (-), ilusi(-)

arus : koheren

Insight : baik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan GDA : 316 mg/dl

Pemeriksaan GDP : tidak dilakukan

Pemeriksaan 2jamPP : tidak dilakukan

Pemeriksaan Hba1c : tidak tersedia

Pemeriksaan urine : tidak dilakukan

G. RESUME

Seorang laki-laki 62tahun dating dengan keluhan luka pada kaki kirinya. Luka

ketika jatuh saat mengendarai sepeda motor. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes

melitus. Ibu pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan keadaan umum cukup, compos mentis, status gizi cukup. Tanda vital T:

130/80 mmHg, N: 108 x/menit, RR: 20 x/menit, S:36,3°C, BB:55 kg, TB:165 cm, status

gizi : Gizi cukup. Dari pemeriksaan fisik pada cruris sinistra ditemukan ulcus berukuran 2

x 1 cm berwarna merah kecoklatan dan terdapat contusio pada pinggir ulcus, dan

pemeriksaan gula darah acak terakhir adalah 316 mg/dl

9

Page 10: Home Visite DM Kiraa

H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS

Diagnosis Biologis

1. DM tipe II Kasus lama

2. Ulcus diabetikum cruris sinistra

I. PENATALAKSANAAN

Non Medika mentosa

1. Diet DM 1800 Kalori

Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi dan seesuai dengan

kebutuhan kalori yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Selain itu pasien

dilarang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula secara

berlebihan.

2. Olah raga

Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan melakukan olah

raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar.

3. Mengurangi stress tertentu

Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk

kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan

perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dan lebih

mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medikamentosa

Obat Anti Diabet (OAD) dari dokter yang terdiri atas :

1. Glibenclamid 5 mg 1 tablet sehari sebelum makan

2. Metformin 500 mg 3 kali sehari bersamaan saat makan atau sesudah makan.

3. Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari.

J. FOLLOW UP

Tanggal 2 November 2013

S : Luka sudah mulai mengering, kesemutan (+) terutama saat bangun tidur, badan

lemas (-), cepat lelah (-)

Sering kencing (-), nafsu makan meningkat (-), sering haus (-)

10

Page 11: Home Visite DM Kiraa

O : KU cukup, compos mentis, gizi cukup

Tanda vital : T : 130/70mmHg R :20x/menit

N :110x/menit S :36,2°C

Status Generalis : dalam batas normal

Status Lokalis : Cruris Sinistra: ulkus 2x1 cm, warna merah kecoklatan, contusio

(+)

Status Neurologis : dalam batas normal.

Status Mentalis : dalam batas normal

A : DM tipe II Kasus lama dengan ulcus diabetikum cruris sinistra

P : Terapi medikamentosa berupa OAT dan rawat luka , non medika mentosa berupa

kontrol pola makan dan rajin olahraga selain itu juga dilakukan patient centered

management : dukungan psikologis dan edukasi tentang penggunaan obat dan pola

makan.

FLOW SHEET

Nama : Tn. Soeryono

Diagnosis : DM tipe II.

NOTGL

TensimmHg

BB

Kg

TB

Cm

StatusGizi

GDA Kesemutan

Luka

KET

1 12-7-2013 130/80 55 165 Cukup 316 + membaik

214-7-2013 130/70 55 165 Cukup - +

membaik

11

Page 12: Home Visite DM Kiraa

BAB II

IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi Biologis.

Keluarga terdiri dari penderita, istri penderita, anak penderita (Tn. Damiar 29 th,

Nn Rina 26 th)

2. Fungsi Psikologi.

Tn. S tinggal serumah dengan istrinya, satu anaknya (Nn. Rina). Hubungan

keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan permasalahan-permasalahan

yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup

dekat antara satu dengan yang lain, bahkan juga dengan keluarga besar. Sehari-hari

penderita lebih banyak menghabiskan waktunya dengan istri.

Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah dan

dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik, mental,

maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan. Penghasilan

mereka cukup, dan mereka hidup bahagia dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan.

3. Fungsi Sosial

Penderita adalah warga yang tergolong sepuh dalam lingkungan disekitar rumah

Dalam masyarakat penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak

mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Dalam kesehariannya

penderita bergaul akrab dengan masyarakat di sekitamya seperti halnya anggota

masyarakat yang lain.

4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan pensiunan penderita dan istrinya

dan penghasilan 1 orang anaknya dengan total penghasilan sebesar Rp 5.000.000,00

per bulannya.Penghasailan tersebut juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan

rumah.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi

Penderita termasuk personal yang terbuka sehingga bila mengalami kesulitan

atau masalah penderita sering bercerita kepada istri dan anak-anaknya.

12

Page 13: Home Visite DM Kiraa

B. APGAR SCORE

ADAPTATION

Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali

membicarakannya kepada istri dan anak-anaknya dan mengungkapkan apa yang

diinginkannya dan menjadi keluhannya. Dukungan keluarga dekat , menantu dan anak-

anaknya dan juga cucunya yang menjaganya sangat memberinya motivasi untuk sembuh,

teratur minum obat, dan mematuhi larangan karena penderita dan keluarga yakin

penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan sampai sakitnya

benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi komplikasi. Hal ini menumbuhkan

kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat .

PARTNERSHIP

Tn. S Rmengerti bahwa ia adalah panutan dan sebagai suami dan orang tua yang

disayangi oleh anak-anaknya. Selain itu keluarganya meyakinkannya bahwa pasien bisa

melakukan aktifitas sehari-hari, komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan

dengan baik

GROWTH

Tn. S sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya

AFFECTION

Tn. S merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan istri,anak-anaknya

dan cucunya cukup. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah. pasien menyayangi

keluarganya, begitu pula sebaliknya.

RESOLVE

Tn. S merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari

istri, dan anak-anaknya, walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena anak-anak

penderita harus bekerja.

APGAR Ny. Susiatiningsih Terhadap KeluargaSering/ selalu

Kadang-kadang

Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya

13

Page 14: Home Visite DM Kiraa

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan

kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresi-

kan kasih sayangnya dan merespon emosi saya

seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Ny.Susiatiningsih merupakan pensiunan PNS dan saat ini hanya mengerjakan

pekerjaan rumah.

APGAR Nn. Rina Terhadap KeluargaSering/ selalu

Kadang-kadang

Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga

saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan

baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan

kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti

kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara kelnarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik

Nn.Rina bekerja sebagai wiraswasta sehingga memiliki waktu untuk bersama-

sama.

Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Tn. S adalah 19, sehingga

rata-rata APGAR dari keluarga Tn. S adalah 9,5. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi

fisiologis yang dimiliki keluarga TN. S dengan istri dan anak-anaknya dalam keadaan

baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.

14

Page 15: Home Visite DM Kiraa

C. SCREEM

SUMBER PATHOLOGY KETSosial Interaksi sosial yang baik antar anggota

keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat baik

_

Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan

_

ReligiusAgama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain

Pemahaman agama cukup. Pasien dan keluarganya sering mengikuti acara yang diadakan di masjid.

-

Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke atas, untuk kebutuhan primer, sekunder dan tersier sudah bisa terpenuhi

-

Edukasi Pendidikan anggota keluarga memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua tinggi.

_

MedicalPelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderita

Pasien meminta rujukan dari Puskesmas untuk melanjutkan pemeriksaan di RSAL

_

Keterangan

Tidak terdapat masalah dalam bidang social, cultural, religius, ekonomi, edukasi

maupun medical

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Alamat lengkap : Jalan Gajah Mada no.52

Bentuk Keluarga : Nuclear Familly

15

Page 16: Home Visite DM Kiraa

Diagram 1. Genogram Keluarga Tn S, Dibuat November 2013

Sumber : Data Primer, November 2013Keterangan:Ny. Susiatiningsih : Istri PenderitaTn. Damiar : Anak PenderitaNn. Rina : Anak Penderita

16

- Ny.Susiatiningsih- 60 th- ♀- Pensiunan PU- etnis Jawa

- Tn. Damiar- 29 tahun- ♂- Karyawan Bank- etnis Jawa

-Tn. Mas Rudianto-72 th-♂-Pensiunan PU-etnis Jawa

-Nn. Rina-26 tahun-♀- Karyawan Pabrik-etnis Jawa

Page 17: Home Visite DM Kiraa

E. INFORMASI POLA INTERAKSI

Keluarga

Hubungan antara Tn. S, istri, dan anaknya baik dan dekat. Dalam keluarga ini

tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.

F. PERTANYAAN SIRKULER

1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak-anak penderita ?

Jawab : Istri dan anak anak akan bergantian untuk merawat dan menjaga penderita

2. Ketika anak penderita bertindak seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga lainnya ?

Jawab : turut membantu dan saling mendukung.

3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan ?

Jawab : Ny. Susiatiningsih (istri)

4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita ?

Jawab : Ny. Susiatiningsih (istri)

5. Selanjutnya siapa ?

Jawab : Nn. Rina

6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita ?

Jawab : Tn. Damiar

7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien ?

Jawab : Tidak ada

8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya ?

Jawab : Tidak ada

17

Tn. Soeryono62 th

Ny. Susiatiningsih56 th

Nn. Rina 26 th

Page 18: Home Visite DM Kiraa

BAB III

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KESEHATAN

A. Identiflkasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

1. Faktor Perilaku Keluarga

Tn. S adalah seorang ayah dari 2 anaknya. Pendidikan terakhir penderita adalah

S1, saat ini pasien merupakan pensiunan PNS dan hanya mengurus rumah dan kebutuhan

sehari-hari. Pasien merasa kesehatanya terganggu sejak 14 tahun yang lalu namun tidak

ada keluhan. Keluhan mulai muncul saat 3bulan yang lalu. Anak-anak penderita saling

bergantian menjaga penderita apabila kondisi pasien mulai tidak enak. Menurut semua

anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan terbebas dari sakit baik

jasmani maupun rohani. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan. Keluarga ini

meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kebiasaan makan yang kurang sehat, bukan

dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai

mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau

pengobatannya pada dokter .

Keluarga ini sangat menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan

menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore dan menata

perabotan yang ada di rumah.

Keluarga ini memiliki fasilitas air PDAM yang digunakan untuk memasak,

minum dan mandi.

2. Faktor Non Perilaku

Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke atas.

Keluarga ini memiliki sumber penghasilan dari uang pensiuanan Tn. S dan istrinya serta

penghasilan dari anaknya. Dari total semua penghasilan tersebut keluarga dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai dan

memenuhi standar kesehatan..

18

Page 19: Home Visite DM Kiraa

B. Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 400x600m2. Memiliki

pekarangan rumah di bagian depan dan belakang dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang

kamar tamu, ruang keluarga dan ruang menonton TV, tiga kamar tidur, satu kamar

makan, dapur, gudang dan kamar mandi yang memilki fasilitas jamban. Terdiri dari 1

pintu keluar Jendela ada 3 buah, dikamar tamu dan 3 buah di ruang keluarga dan disetiap

kamar tidurnya.

Di depan rumah terdapat garasi dan teras. Lantai rumah seluruhnya terbuat dari

keramik. Ventilasi dan penerangan rumah cukup. Atap rumah tersusun dari genteng dan

ditutup langit-langit. Masing-masing kamar memiliki dipan untuk meletakan kasur.

Dinding rumah terbuat dari batubata dan dicat. Perabotan rumah tangga cukup. Sumber

air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini berasal dari PDAM. Secara keseluruhan

kebersihan rumah cukup. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan gas LPG 6 kg.

Denah Rumah :

Dapur Gudang

T. cuci ruang makan

ruang keluarga

R. Tamu Km. Tidur

Keterangan:

: Satu Pintu

: Tembok Bata

: Papan pembatas

19

Km. tidur

Km. Tidur

Page 20: Home Visite DM Kiraa

BAB IV

DAFTAR MASALAH

1. Masalah Aktif :

a. DM tipe II Kasus lama

b. Ulcus diabeticum

2. Faktor resiko:

a. Sering mengkonsumsi makanan yang manis

b. Aktivitas fisik yang kurang

c. Faktor usia (>45 tahun)

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan

faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

20

DM tipe II Kasus lama +

Ulcus diabetikumFaktor usia (> 45 tahun)

Aktifitas yang kurang

Konsumsi yangmanis-manis

Page 21: Home Visite DM Kiraa

BAB V

PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT

1. Suport Psikologis

Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara lain

dengan cara:

a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.

b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau kondisi fisik

dengan teliti dan berkesinambungan.

c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.

d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan

kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.

Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan

YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan.

Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus

dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat

dijadikan titik tolak program terapi psikososial.

2. Penentraman Hati

Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis antara

lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya, kecemasan,

kekecewaan dan keterasingan yang dialami akibat penyakitnya. Faktor yang paling

penting untuk kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai

petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang bergizi tinggi

meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak

berprasangka buruk terhadap penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya

sehingga bisa mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien

Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang

Diabetes Mellitus. Pasien Diabetes Mellitus dan keluarganya perlu tahu tentang

penyakit, pengobatannya dan pencegahan. Sehingga persepsi yang salah dan

merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali

21

Page 22: Home Visite DM Kiraa

pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas

Yankes.

Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu:

a.Penyakit Diabetes Mellitus tidak dapat disembuhkan.

Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan

kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh

dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita

termasuk akibat penyakitnya terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian

konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya

menjaga diet DM yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya

olah raga yang teratur dan sebagainya.

4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri

Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa

ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan

rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol,

keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta

yang periu dilakukan.

5. Pengobatan

Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam

penatalaksanaan.

6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan

Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan

berupa perubahan tingkah laku (mengatur pola makan), menjaga kebersihan

lingkungan sekitar rumah agar tidak menimbulkan sumber penyakit yang dapat

menjadi penyakit ke 2 yang memperberat penyakit yang mendasarinya. Dengan

demikian paradigma yang salah tentang penyakit Diabetes Mellitus di masyarakat

dapat diluruskan.

22

Page 23: Home Visite DM Kiraa

BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik yang

prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk yang

melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan jumlah

penderita DM nomor 4 terbanyak didunia (Hawkins M & Rossetti L, 2005). DM tipe 2

merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun khronik. Dengan

pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan. Dalam

pengelolaan DM tipe 2, diperlukan juga usaha mengkoreksi faktor-faktor risiko penyakit

kardiovaskuler yang sering menyertai DM tipe 2, seperti hipertensi, dislipidemia, resistensi

insulin dan lain-lain. Walaupun demikian pengendalian kadar glukosa darah tetap menjadi

fokus utama (Arifin,2008).

B. DEFINSI

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis

dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan

gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi

insulin (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang dewasa tetapi

kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran

insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut

resietensi insulin. ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian,

tidak terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun sebagaimana terjadi pada

DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya

bersifat relatif, tidak absolut. ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan

faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan

diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin,

yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada

23

Page 24: Home Visite DM Kiraa

berat badan, terjadi pula suatu defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan

respon sel α terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia,

dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang

mengurangi hiperglikemia tersebut (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

C. EPIDEMIOLOGI

Sejak tahun 1964 sampai 2003 jumlah penderita DM yang berobat dan terdaftar di

RSU Dr. Soetomo meningkat menjadi 300 kali lipat (dari 133 menjadi 39.875), dengan

pertambahan rerata + 1.022 penderita pertahun. Menurut data tahun 1985, angka morbiditas

0,16-0,72% (rerata 0,30%), dan mortalitas 0,94-1,14% (rerata 1,05%). Jumlah penderita DM

yang terdaftar di poli Endokrinologi RSU Dr. Soetomo Surabaya yang didirikan pada tahun

1964 sampai tahun 2003 terdaftar 39.875 penderita. ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Analisis dari beberapa pusat kegiatan DM di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa

prevalensi DM di Indonesia kurang lebih 1,5%, sehingga pada saat ini diperkirakan minimal

terdapat 4-5 juta penderita DM. menurut laporan WHO, jumlah penderita DM di dunia pada

tahun 1987 + 30 juta. Menyusul kemudian, laporan WHO November 1993, menyatakan

jumlah penderita DM di dunia meningkat tajam menjadi 100 juta lebih dengan prevalensi

sebesar 6%. Laporan terakhir oleh Mc Charty et al, 1994: jumlah penderita DM 1994 di dunia

110,4 juta, tahun 2000 meningkat + 1,5 kali lipat (+175,5 juta), tahun 2010 menjadi + 2 kali

lipat (239,3 juta), dan hingga tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta. Perhitungan data

epiemiologi menurut data IDF 2003, jumlah pasien DM dari Indonesia menempati nomor 6 di

dunia. ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Prevalensi DM tipe 2 pada penduduk cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan di Kayu

Putih Jakarta Timur (daerah urban) didapatkan hasil 39,1% terjadi pada responden laki-laki

dan 52,3% terjadi pada wanita3, sedangkan berdasarkan sigi the second National Health and

Nutritional Examination Survey II (NHANES) periode 1976-1981 ditemukan 26% penduduk

dewasa atau sekitar 340 juta penduduk menderita Obesitas dan menjadi sepertiga jumlah

penduduk pada data NHNES III.4 Tetapi penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di

daerah Depok menunjukkan angka 14,7% dan di Makasar 2005 mencapai 12,5% (Tjekyan S,

2007)

24

Page 25: Home Visite DM Kiraa

D. PATOFISIOLOGI DIABETES TIPE 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel β pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel α pancreas, amilin dan

sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal

pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar.Keadaan resisten terhadap efek

insulin menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar

untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah ,sehingga terjadi hiperinsulinemia

kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dariperjalanan

penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan

hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatanasam lemak bebas dalam darah

(Tjokroprawiro A et al, 2007).

Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relative

(walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β pancreas

mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa

Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2 (Leahy JL, 2005).

Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreas yang

menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan

puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih

banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2

yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-

hati dalam membuat panduan pengobatan (Leahy JL, 2005).

E. DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS

Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala klasik seperti poliuria, polidipsia,

polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Kriteria Diagonosis DM menurut Konsensus PERKENI 2002, dinyatakan DM apabila

terdapat:

1. Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl, plus gejala klasik.

2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau

3. Kadar glukosa plasma≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa 75

gram pada TTGO.

25

Page 26: Home Visite DM Kiraa

UJI LABORATORIUM

Darah

Orang normal : Glukosa Darah Puasa (GDP) < 100 mg/dl, 2j PP < 140 mg/dl. GDP

antara 100 dan 126 mg/dl disebut: Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) atau

Impaired Fasting Glucose (IGF). Untuk penderita DM: disebut normal atau regulasi baik

bila glukosa darah sebelum makan 90-130 mg/dl dan puncak glukosa darah sesudah

makan < 180mg/dl (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Urine

Pada orang normal, reduksi urine: negative. Pemantauan reduksi urine biasanya 3x

sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Atau 4x sehari, yaitu 1x

sebelum makan pagi, dan 3x dilakukan setiap 2 jam sesudah makan. Pemeriksaan reduksi

3x sebelum makan lebih lazim dan lebih hemat. Pada metode Fehling, interpretasi

hasilnya adalah: (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Normal : Biru

Bila terdapat glukosa dalam urine:

Hijau (+)

Kuning (++)

Merah (+++)

Merah Bata = coklat (++++)

26

Page 27: Home Visite DM Kiraa

Tabel VI.1 Tes Glukosa dan Interpretasinya

Sumber : AACE Diabetes Care Plan Guidelines, 2011

F. PENATALAKSANAAN

Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus dilakukan

adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dalam

langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasi dengan

langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau

kombinasi keduanya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Menurut Tjokroprawiro (2007), Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi

pentalogi terapi DM yaitu:

Terapi Primer

1. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) tentang DM

2. Latihan Fisik (LF): primer dan sekunder

3. Diet

Terapi Sekunder

4. Obat hipoglikemi (OHO dan Insulin)

5. Cangkok Pankreas

30

Page 28: Home Visite DM Kiraa

1. Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) tentang DM

PKM dapat dilaksanakan melalui: (Tjokroprawiro A et al, 2007).

a. Perorangan (antara dokter dengan penderita); bila tidak ada waktu, ber “PKM”lah

waktu memeriksa atau pun menulis resep.

b. Penyuluhan melalui TV

c. Kaset Video : penjelasan tentang DM, komplikasinya, terapi DM termasuk

peragaan macam-macam diet dengan berbagai jenis kandungan kalorinya.

d. Diskusi Kelompok

e. Poster

f. Leaflet, dan lain-lain.

2. Latihan Fisik (LF) untuk DM : LF Primer dan Sekunder

Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah

tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan

secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (Tjokroprawiro A et

al, 2007).

Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,

bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah

dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,

2005).

Semua penderita DM dianjurkan latihan ringan teratur setiap hari pada saat

1 atau 1 ½ jam sesudah makan, termasuk penderita yang dirawat di rumah sakit.

Misalnya, makan pagi jam 07.00, makan siang jam 12.30, makan malam jam 18.30,

maka latihan fisik harus dilakukan berturut-turut jam 08.00, 13.30, dan 19.30.

Latihan Fisik ini disebut LF Primer ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

LF sekunder untuk penderita DM, terutama DM dengan obesitas. Selain LF

primer sesudah makan, juga dianjurkan LF sekunder agak berat setiap hari, pagi

dan sore (dengan tujuan menurunkan berat badan) sebelum mandi pagi dan sore.

Hal ini dilaksanakan pagi dan sore agar penderita tidak lupa ( Tjokroprawiro A et

al, 2007).

31

Page 29: Home Visite DM Kiraa

3. Diet DM

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang

dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak. ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:

a) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati

kadar normal.

b) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.

c) Mencegah komplikasi akut dan kronik.

d) Meningkatkan kualitas hidup.

Diet DM pertama kali dihasilkan oleh Tjokroprawiro pada tahun 1978 yaitu Diet-B

dengan spesifikasi antara lain: ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

1. Komposisi: 68% kal. Karbohidrat, 12% kal. Protein, 20% kal. Lipid.

2. Karbohidrat: kompleks, tidak mengandung gula.

3. Lipid: cholesterol < 300mg/hari, rasio P:S > 1,0, SAFA 5%, PUFA 5%,

MUFA 10%.

4. Protein: banyak mengandung asam amino esensial

5. Serat: 25-35 g/hari

6. Interval makanan: 6 makanan/hari, interval 3 jam. 3 makanan utama dan 3

makanan ringan diantaranya.

Untuk keberhasilan kepatuhan terhadap diet, perlu diingat “3K” dari pasien, yaitu

Kemauan, Kemampuan, dan Kesempatan. Dan dalam pelaksanaan diet, hendaknya

mengikuti 3J meliputi: ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

J1 = jumlah kalori yang diberikan harus dihabiskan.

J2 = jadwal makan harus diikuti (interval 3 jam)

J3 = jenis gula dan yang manis harus dipantang.

Kalori yang diberikan kepada penderita harus “cukup” untuk bekerja sehari-hari

sesuai dengan jenis pekerjaan , dan sesuai untuk menuju ke berat badan “normal”.

Dalam praktek, pedoman jumlah kalori sehari yang diperlukan untuk diabetisi yang

bekerja biasa adalah: ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

32

Page 30: Home Visite DM Kiraa

Kurus : Berat Badan x 40-60 kalori

Normal : Berat Badan x 30 kalori

Gemuk : Berat Badan x 20 kalori

Obesitas : Berat Badan x 10-15 kalori

Ket: Kriteria gizi penderita berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh

(IMT)

Tabel VI.2 Rekomendasi AACE Tentang Pola Makan Sehat Untuk Pasien Diabetes MelitusSumber : AACE Diabetes Care Plan Guidelines, 2011

33

Page 31: Home Visite DM Kiraa

4. Terapi Farmakologi (Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin)

1. Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon

glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2

rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin

mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek

kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel (Tjokroprawiro A

et al, 2007).

Macam-macam sediaan insulin: (Tjokroprawiro A et al, 2007).

1. Insulin kerja singkat

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah

setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin

Regular.

2. Insulin kerja panjang (long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan

jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah.

Metoda yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau

seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.

3. Insulin kerja sedang (medium-acting)

Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan

mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama kerja berlainan,

contoh: Mixtard 30 HM

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan

memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang

sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi metformin dan

sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah insulin (Tjokroprawiro A

et al, 2007).

2. Obat Antidiabetik Oral

Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes

mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu

jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

34

Page 32: Home Visite DM Kiraa

a. Golongan Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas,

oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat

berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian

senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh

kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa

baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami

ketoasidosis sebelumnya (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Sulfonilurea generasi pertama

Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati.

Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung,

2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini

diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Tjokroprawiro A

et al, 2007).

Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi, masa

paruh plasma 0,5-2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-

hidroksilheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada

asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan

masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati

dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin,

masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah

pengobatan dihentikan (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan

efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah

pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Tjokroprawiro A et al, 2007).

Sulfonilurea generasi kedua

Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali

lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak

efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya

berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu

35

Page 33: Home Visite DM Kiraa

menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay

dan Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi

melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal ( Tjokroprawiro A et

al, 2007).

Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam

hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui

ginjal ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

Glimepiride dapat mencapai penurunan glukosa darah dengan dosis paling

rendah dari semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1 mg terbukti efektif

dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya

waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk

yang tidak aktif ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

b. Golongan Biguanida

Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan

glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan

menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga

berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang

overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

c. Golongan Tiazolidindion

Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan

berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan

bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa

ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih

tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh:

Pioglitazone, Troglitazon ( Tjokroprawiro A et al, 2007).

d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase

alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia

postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia

36

Page 34: Home Visite DM Kiraa

dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose ( Tjokroprawiro

A et al, 2007).

G. DASAR-DASAR PENGOBATAN DIABETES TIPE 2

Resistensi insulin merupakan dasar dari diabetes tipe 2, dan kegagalan sel β

mulai terjadi sebelum berkembangnya diabetes yaitu dengan terjadinya

ketidakseimbangan antara resistensi insulin dan sekresi insulin. De Fronzo

menyatakan bahwa fungsi sel β menurun sebesar kira-kira 20% pada saat terjadi

intoleransi glukosa. Dengan demikian jelas bahwa pendekatan pengobatan diabetes

tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin dan memperbaiki fungsi sel β.Hal yang

mendasar dalam pengelolaan Diabetes mellitus tipe 2 adalah perubahan pola hidup

yaitu pola makan yang baik dan olah raga teratur. Dengan atau tanpa terapi

farmakologik, pola makan yang seimbang dan olah raga teratur (bila tidak ada

kontraindikasi) tetap harus dijalankan (Arifin 2008; American Diabetes Association,

2008)

ADA 21thConference on Diabetes 2012

37

Page 35: Home Visite DM Kiraa

Target glikemik

Penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan Studi

Kumamoto pada pasien DM tipe 2 menunjukkan target glikemik terapi DM tipe 2 yang

menghasilkan perbaikan prognosis jangka panjang. Hasil penelitian klinik dan

epidemiologik menunjukkan bahwa dengan menurunkan kadar glukosa maka kejadian

komplikasi mikrovaskuler dan neuropati akan menurun. Target kadar glukosa darah yang

terbaik berdasarkan pemeriksaan harian dan A1C sebagai index glikemia khronik belum

diteliti secara sistematik. Tetapi hasil penelitian DCCT (pada pasien diabetes tipe 1) dan

UKPDS (pada pasien diabetes tipe 2) mengarahkan gol pencapaian kadar glikemik pada

rentang nondiabetik. Akan tetapi pada kedua studi tersebut bahkan pada grup pasien yang

mendapat pengobatan intensif ,kadar A1C tidak dapat dipertahankan pada rentang

nondiabetik . Studi tersebut mencapai kadar rata-rata A1C ~7% yang merupakan 4SD

diatas rata-rata non diabetic (UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group, 1998).

Target glikemik yang paling baru adalah dari ADA (American Diabetes

Association) yang dibuat berdasarkan kepraktisan dan projeksi penurunan kejadian

komplikasi , yaitu A1C <7% (UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group, 1998).

Konsensus ini menyatakan bahwa kadar A1C > 7% harus dianggap sebagai alarm

untuk memulai atau mengubah terapi dengan gol A1C < 7%. Para ahli juga menyadari

bahwa gol ini mungkin tidak tepat atau tidak praktis untuk pasien tertentu, dan penilaian

klinik dengan mempertimbangkan potensi keuntungan dan kerugian dari regimen yang

lebih intensif perlu diaplikasikan pada setiap pasien. Faktor-faktor seperti harapan hidup,

risiko hipoglikemia dan adanya CVD perlu menjadi pertimbangan pada setiap pasien

sebelum memberikan regimen terapi yang lebih intensif (UK Prospective Diabetes Study

(UKPDS) Group, 1998).

Metformin

Efek utama metformin adalah menurunkan “hepatic glucose output” dan

menurunkan kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1C

sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak

diinginkan yang paling sering dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi

metformin jarang disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara

aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek nonglikemik yang penting

dari metformin adalah tidak menyebabkan penambahan berat badan atau menyebabkan

38

Page 36: Home Visite DM Kiraa

panurunan berat badan sedikit. Disfungsi ginjal merupakan kontraindikasi untuk

pemakaian metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ; komplikasi ini

jarang terjadi tetapi fatal (Nathan MN et al, 2008).

Sulfonilurea

Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sekresi

insulin.Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan metformin, yaitu

menurunkan A1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa

berlangsung lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih sering

terjadi pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropamide dan

glibenklamid dibandingkan dengan sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea

sering menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea dalam

memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal pada setengah dosis maksimal , dan

dosis yang lebih tinggi sebaiknya dihindari (Nathan MN et al, 2008).

Glinide

Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi

golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek dari pada

sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide

dapat merunkan A1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide

menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil (Nathan MN et al,

2008).

Penghambat α-glukosidase

Penghambat α-glukosidase bekerja menghambat pemecahan polisakharida di usus

halus sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian

peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat α-

glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin

dan sulfonylurea dalam menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 –

0,8 %. Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan

keluhan gastrointestinal. Pada penelitian klinik, 25-45% partisipan menghentikan

pemakaian obat ini karena efek samping tersebut (Nathan MN et al, 2008).

39

Page 37: Home Visite DM Kiraa

Thiazolidinedione (TZD)

TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik

endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa

darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping

yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga

terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif (Nathan MN et al,

2008).

Insulin

Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan

kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap

kadar A1C sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain,

insulin tidak memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat

badan dan hipoglikemia (Nathan MN et al, 2008).

Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor)

DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan

termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1

dan GIP yaitu meningkatkan “glucose- mediated insulin secretion” dan mensupres sekresi

glukagon. Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar

0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan hipoglikemia bila dipakai sebagai

monoterapi (Nathan MN et al, 2008).

Algoritme pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 menurut ADA/EASD

Panduan dan algoritme pengobatan dari ADA & EASD ini menyampaikan hal

berikut : (ADA 21thConference on Diabetes, 2012)

1. Mencapai dan mempertahankan kadar mendekati normoglikemia (A1C < (7%).

2. Terapi dimulai dengan intervensi pola hidup dan metformin

3. Bila target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan maka

ditambahkan obat-obat baru dan diubah jadi regimen baru.

4. Pada pasien yang tidak mencapai target glikemik maka diberikan terapi insulin

secara lebih dini.

40

Page 38: Home Visite DM Kiraa

Algoritme dibuat dengan memperhatikan karakteristik intervensi individual, sinergisme

dan biaya. Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan A1C < 7% dan

mengubah intervensi secepat mungkin bila target glikekemik tidak tercapai (Arifin, 2008).

Tier 1 : “well validated core therapy”

Intervensi ini merupakan cara yang terbaik dan paling efektif, serta merupakan strategi

terapi yang “cost-effective” untuk mencapai target glikemik. Algoritme tier1 ini

merupakan pilihan utama terapi pasien diabetes tipe 2 (Arifin, 2008).

Langkah pertama : Intervensi pola hidup dan metformin.

Berdasarkan bukti-bukti keuntungan jangka pendek dan jangka panjang bila berat

badan turun dan aktivitas fisik yang ditingkatkan dapat tercapai dan dipertahankan serta

“cost effectiveness” bila berhasil, maka konsensus ini menyatakan bahwa intervensi pola

hidup harus dilaksanakan sebagai langkah pertama pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang

baru (Arifin, 2008).

Intervensi pola hidup juga untuk memperbaiki tekanan darah, profil lipid, dan

menurunkan berat badan atau setidaknya mencegah peningkatan berat badan, harus selalu

mendasari pengelolaan pasien diabetes tipe 2., bahkan bila telah diberi obat-obatan. Untuk

pasien yang tidak obes ataupun berat badan berlebih, modifikasi komposisi diet dan tingkat

aktivitas fisik tetap berperan sebagai pendukung pengobatan (Arifin, 2008).

Para ahli membuktikan bahwa intervensi pola hidup saja sering gagal mencapai

atau mempertahankan target metabolik karena kegagaaln menurunkan berat badan atau

berat badan naik kembali dan sifat penyakit ini yang progresif atau kombinasi faktor-

faktor tersebut (Arifin, 2008).

Oleh sebab itu pada konsensus ini ditentukan bahwa terapi metformin harus

dimulai bersamaan dengan intervensi pola hidup pada saat diagnosis. Metformin

direkomendasikan sebagai terapi farmakologik awal , pada keadaan tidak ada

kontraindikasi spesifik, karena efek langsungnya terhadap glikemia, tanpa penambahan

berat badan dan hipoglikemia pada umumnya, efek samping yang sedikit, dapat diterima

oleh pasien dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah yang

lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia simtomatik persisten (Arifin,

2008).

41

Page 39: Home Visite DM Kiraa

Langkah kedua : menambah obat kedua

Bila dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yang dapat

ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan, sebaiknya ditambah

obat lain setelah 2-3 bulan memulai pengobatan atau setiap saat bila target A1C tidak

tercapai. Bila terdapat kontraindikasi terhadap metformin atau pasien tidak dapat

mentolerir metformin maka perlu diberikan obat lain. Konsensus menganjurkan

penambahan insulin atau sulfonylurea (Arifin, 2008).

Yang menentukan obat mana yang dipilih adalah nilai A1C. Pasien dengan A1C >

8,5% atau dengan gejala klinik hiperglikemia sebaiknya diberi insulin; dimulai dengan

insulin basal (intermediate-acting atau long –acting). Tetapi banyak juga pasien DM tipe 2

yang baru masih memberi respons terhadap obat oral (Arifin, 2008).

Langkah ketiga : penyesuaian lebih lajut

Bila intervensi pola hidup, metformin dan sulfonilurea atau insulin basal tidak

menghasilkan target glikemia, maka langkah selanjutnya adalah mengintesifkan terapi

insulin. Intensifikasi terapi insulin biasanya berupa berupa suntikan “short acting” atau

“rapid acting” yang diberikan sebelum makan. Bila suntikan-suntikan insulin dimulai maka

sekretagog insulin harus dihentikan (Arifin, 2008).

Tier 2 : less well-validated therapies

Pada kondisi-kondisi klinik tertentu algoritme tingkatan kedua ini dapat

dipertimbangkan. Secara spesifik bila hipoglikemia sangat ditakuti (misalnya pada mereka

yang melakukan pekerjaan yang berbahaya), maka penambahan exenatide atau

pioglitazone dapat dipertimbangkan. Bila penurunan berat badan merupakan pertimbangan

penting dan A1C mendekati target (<8%), exenatide merupakan pilihan. arifin

Bila inervensi ini tidak efektif dalam mencapai target A1C, atau pengobatan

tersebut tidak dapat ditolerir oleh pasien, maka penambahan dengan sulfonilurea dapat

dipertimbangkan. Alternatif lain adalah bahwa “tier 2 intervention” dihentikan dan dimulai

pemberian insulin basal (Arifin, 2008).

42

Page 40: Home Visite DM Kiraa

Tabel Comprehensive Diabetes Care Treatment Sumber: Goals AACE Diabetes Care Plan Guidelines, 2011

43

Page 41: Home Visite DM Kiraa

BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Segi Biologis :

Tn. S (62 tahun), menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe II Kasus lama

dan ulcus diabetikum cruris sinistra

2. Segi Psikologis :

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang terjalin

cukup akrab, harmonis, dan hangat.

Pengetahuan akan Diabetes Mellitus yang cukup yang berhubungan dengan

tingkat pendidikan yang tergolong tinggi.

Tingkat pemahaman dalam mengkonsumsi obat yang baik, mendukung

untuk penyembuhan penyakit tersebut

B. SARAN

1. Untuk masalah medis (DM) dilakukan langkah-langkah :

Preventif : penderita diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi dan

sesuai dengan kebutuhan kalori yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Selain itu

pasien dilarang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula secara

berlebihan. Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan

melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar. Selain itu

diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk

kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan

perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dan lebih mendekatkan

diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai Diabetes Mellitus dan

pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani.

Kuratif :

1. Glibenclamid 5 mg 1 tablet sehari sebelum makan

44

Page 42: Home Visite DM Kiraa

2. Metformin 500 mg 3 kali sehari bersamaan saat makan atau sesudah

makan.

3. Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari.

C. Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Tn. S sehingga tetap memiliki

semangat untuk sembuh dan dapat beraktivitas seperti biasa.

45

Page 43: Home Visite DM Kiraa

DAFTAR PUSTAKA

AACE Diabetes Care Plan Guidelines, 2011, Endocr Pract, 17:pp 6-25.

ADA 21thConference on Diabetes 2012 April 28, 2012

American Diabetes Association: Standards of medical care in diabetes – 2008 (Position statement), Diabetes Care;31 (Suppl.1):S12-54.

Diabetes Mellitus, 2005, Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, Departemen Kesehatan RI.

Arifin AL, Panduan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkini, Sub Bagian Endokrinologi & Metabolisme Bagian / UPF Ilmu Penyakit Dalam FakultasKedokteran UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Hawkins M, Rossetti L, 2005, Insulin Resistance and Its Role in the Pathogenesis of Type 2 Diabetes, In : Kahn CR, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ (Eds) Joslin’s Diabetes Mellitus. Lippincott Williams & Wilkin. Philadelphia, Pg 425-448.

Leahy JL, 2005, β-cell Dysfunction in Type 2 Diabetes In : Kahn CR, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ (Eds) Joslin’s Diabetes Mellitus. Lippincott Williams & Wilkin. Philadelphia. Pg 449-462.

Nathan MN, Buse JB, Mayer BD, Ferrannini E, Holman RR, Sherwin R et al, 2008, Medical management of Hyperglycemia in Type 2 Diabetes A consebsus Algorithm for the Initiation and Adjustment of Therapy. A consensus statement of the American Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care; 31:1-11.

Tjekyan S, 2007, Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Kalangan Peminum Kopi Di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007, Makara Kesehatan, Vol. 11: 54-60.

Tjokroprawiro A et al, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Airlangga University Press, Surabaya.

UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group: Intensive blood glucose control with sulphonylureas or and insulin compared with conventional treatment and risk of complication in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33), 1998, Lancet; 352: 837-853.

46

Page 44: Home Visite DM Kiraa

Gambar 1. Tampak Depan Rumah

Gambar 2. Ruang Makan

47

Page 45: Home Visite DM Kiraa

Gambar 3. Gudang

Gambar 4. Kamar Mandi

48

Page 46: Home Visite DM Kiraa

Gambar 5. Tempat Cuci

49