Hiv Aids Docx

44
TUGAS KEPERAWATAN ANAK ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV/AIDS Disusun Oleh: Lukmanul Hakim 09060102 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014

Transcript of Hiv Aids Docx

Page 1: Hiv Aids Docx

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV/AIDS

Disusun Oleh:

Lukmanul Hakim 09060102

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2014

KATA PENGANTAR

Page 2: Hiv Aids Docx

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat-Nya Sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai HIV AIDS.

Makalah ini disusun dalam rangka pendokumentasian dari aplikasi pembelajaran mata

kuliah Keperawatan Anak. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

terutama kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Anak selaku pembimbing dalam pembuatan

makalah.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.

Pada akhirnya, penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun

khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Malang, 06 januari 2014

Penulis

Page 3: Hiv Aids Docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit HIV/AIDS telah memberikan dampak buruk pada beberapa negara khususnya

diarea sub Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Angka prevalensi dan insiden secara bermakna

menunjukkan bahwa banyak negara berkembang mengalami beban yang berlebih

dibandingkan kemampuannya untuk mengatasi pandemik penyakit ini. Meliputi hampir

seluruh aspek ekonomi, kesehatan dan sosial.

WHO mengungkapkan bahwa dua puluh tahun sejak ditemukannya virus HIV secara

klinis telah mengjangkiti sekitar 56 juta orang di seluruh dunia, 22 juta diantaranya

meninggal dunia. Secara global pada tahun 2001 diperkirakan lebih dari 60 juta orang telah

terinfeksi virus HIV, sebanyak 40 juta orang hidup dengan HIV (ODHA) dan 20 juta  lainnya

tidak dapat tertolong. Menurut catatan UNAIDS, saat   ini di dunia terdapat peningkatan

jumlah orang dengan HIV/AIDS dari 36,6 juta orang pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta

orang pada tahun 2004. Penderita HIV/AIDS di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang,

2,3 orang diantaranya adalah perempuan. Satu dari empat kasus AIDS terjadi di Asia dan

lebih kurang dari 1.500 orang meninggal dunia akibat virus HIV (Gobel, 2008 : 1).

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan infeksi retrovirus RNA yang

dulunya disebut sebagai “human T lymphotrophic virus III” (HTL-III). Infeksi HIV akan

menyebabkan immunodefisieansi. Virus HIV bisa ditularkan oleh penderita HIV melalui

beberapa cara yaitu hubungan seksual, berbagi jarum suntik atau syringe, transfuse darah dan

organ serta melalui ibu hamil kepada bayinya (Scully, 2004).

Terdapat dua virus utama pada infeksi HIV yaitu HIV-1 yang sejauh ini paling umum

di dunia dan HIV-2 yang menyebar terutama di Afrika Barat. Pintu masuk utama HIV ke

dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa yang terbuka pada vagina, vulva, rectum,

penis dan juga pada oral cavity (Scully, 2002).

Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah pengidap HIV/AIDS mencapai 2.000.000,

untuk mengubah jalannya epidemik HIV/AIDS di seluruh Indonesia, diupayakan mencegah

penularan sebanyak 1.000.000 orang pada tahun 2020 dengan merencanakan aksi nasional.

Ada 8 sasaran kunci yang akan di capai hingga 1010 diantaranya adalah 80% populasi yang

Page 4: Hiv Aids Docx

paling berisiko, terjangkau oleh program pencegahan yang komprehensif, perubahan perilaku

pada 60% populasi yang beresiko (Metro Lacak, 2007 : 6).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah rumusan yang disusun untuk memahami apa dan bagaimana

masalah yang diteliti. Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Bagaimana askep pada penyakit HIV/AIDS?

2. Apakah HIV/AIDS itu?

3. Bagaimana Latar Belakang terjadinya Virus HIV AIDS?

4. Bagaimana Etiologi HIV/AIDS?

5. Bagaimana Klasifikasi HIV/AIDS?

6. Bagaimana Manifestasi Klinis HIV/AIDS?

7. Bagaimana Patofisiologis HIV/AIDS?

8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui askep yang tepat pada penyakit HIV/AIDS

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Definisi HIV/AIDS

2. Untuk mengetahui Latar Belakang Virus HIV AIDS

3. Untuk mengetahui Etiologi HIV/AIDS

4. Untuk mengetahui Klasifikasi HIV/AIDS

5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis HIV/AIDS

6. Untuk mengetahui Patofifiologis HIV/AIDS

7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS

Page 5: Hiv Aids Docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

HIV/AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV

(Human Immunodeficiency Virus) yang mengakibatkan rusaknya/ menurunnya sistem

kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit (Rasmaliah, 2001).Virus ini ditemukan dalam

cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan ASI (Air Susu Ibu).

Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau

hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Depkes, 2007).

Menurut Price & Wilson (1995), HIV (Human immunodeficiency virus) adalah virus

penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai

HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus),

adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa

materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat

(DNA).

Menurut Muma et al (1997), Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer

informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut

reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA)

dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit

akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV.Dalambahasa

Indonesia AIDS disebut sindrom cacat kekebalan tubuh (Depkes,1997). Sedangkan menurut

Weber (1986) AIDS diartikan sebagai infeksi virus yang dapat menyebabkan kerusakan

parah dan tidak bias diobati pada system imunitas,sehingg amudah terjadi infeksi

oportunistik.

Menurut Samsuridjal Djauzi (2004), AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

disebabkan oleh infeksi HIV Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa

Page 6: Hiv Aids Docx

diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang

tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau

kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan

meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien

berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau

diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes,

2000).

2.2 ETIOLOGI

Penyebab HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus yang

menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh. Virus ini adalah retrovirus yang termasuk

dalam famili lentevirus. HIV mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA

pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang.

Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang

(klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV

menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi

dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu,

virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam dan Kurniawati, 2008)

Virus ini mempunyai kemampuan yang unik untuk mentransfer informasi genetik

mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut dengan reverse

transcriptase, cara ini merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan

translasi (dari RNA ke protein) (Muma et. al, 1997).

2.2.1 Penularan HIV/AIDS

HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air

mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah terinfeksi.

Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu sindrom menurunnya

Page 7: Hiv Aids Docx

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah

tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah

menurun (Depkesa, 2006). Virus HIV menular melalui enam cara penularan

(Nursalam dan Kurniawati, 2008) yaitu :

1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV

tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung,

air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis,

dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke

aliran darah.

2. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).

Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi peularan HIV dari ibu ke bayi

adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala

AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau

gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%, penularan juga

terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara

kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat

melahirkan. Semakin lama proses melahirkan, semakin besar risiko penularan.

Oleh karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesari.

Transmisi lain terjadi selama periode post parturm melalui ASI. Risiko bayi

tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%.

Page 8: Hiv Aids Docx

3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh

darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat

lain yang dapat menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,

dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan

HIV.

5. Alat-alat untuk menoreh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,

membuat tato, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin

dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang digunakan di fasilitasi kesehatan, maupun yang

digunakan oleh para pengguna narkoba (injecting Drug User-UDU) sangat

berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai UDU secara

bersama-sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas

pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.

Page 9: Hiv Aids Docx

2.3 KLASIFIKASI

2.4.1 STADIUM AIDS

1. Stadium Pertama : HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV kedalam tubuh dan diikuti terjadinya

perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus berubah dari negatif menjadi

positif. Rentang waktu dari masuknya HIV hingga tes antibodi positif disebut

Window Period, lamanya 1 ? 6 bulan. Pada stadium ini sudah dapat menularkan

bahkan sangat menular.

2. Stadium Dua : Asimptomatik (tanpa gejala)

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh

tidak menunjukkan gejala sakit. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata 5 ? 10

tahun. Fase ini juga menular walau penderita tampak sehat-sehat saja.

3. Stadium Tiga : Pembesaran kelenjar limfe

Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata,

tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.

4. Stadium Empat : AIDS

Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam penyakit antara lain

penyakit konstitusional, penyakit syaraf dan penyakit infeksi sekunder.

Menurut Little dkk. (2002), pertama kali terinfeksi HIV, pasien dapat

dikelompok menjadi tiga kelompok yang dapat dilihat pada tabel 1. Klasifikasi infeksi

HIV yang paling sering digunakan adalah yang dipublikasi oleh U.S. Centers for

Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 1986, yang berdasarkan kondisi tertentu

yang terkait dengan infeksi HIV. Pada tahun 1993, klasifikasi CDC telah direvisi menjadi

(CDC 1993b) (Hoffmann dkk., 2007).

Tabel 1. Categorization of HIV Exposure

(Little dkk., 2002)

Kelompok Tanda

Kelompok 1 Immediate post-HIV exposure

Antibodi HIV positif- asimptomatik

Kelompok 2 Progressive Immunosupresan- HIV simptomatik stage.

Page 10: Hiv Aids Docx

CD4 < 400

Constitutional symptom (demam, malaise, limfadenopati, diarre,

penurunan berat badan, oral candidiasis)

Kelompok 3 AIDS; CD4 <200

Kaposi’s sarcoma, limfoma, pneumonia, cervical carcinoma,

diarre kronis.

HIV telah menginfeksi CNS yang bisa menyebabkan dimensia.

Tabel 2. Kategori Klinis Pada Klasifikasi CDC untuk Orang Yang Terinfeksi HIV

(Hoffmann dkk., 2007)

Kategori Tanda

Kategori A Infeksi HIV asimptomatis

Akut (primer) infeksi HIV yang disertai dengan penyakit atau riwayat

infeksi HIV akut

Lymphadenopathy yang persisten dan menyeluruh

Kategori B Kondisi simptomatik* yang tidak termasuk pada kondisi dalam

Kategori C. Contohnya, namun tidak tebatas pada:

Bacillary angiomatosis Candidiasis,

oropharyngeal (thrush) Candidiasis,

vulvovaginal; persistent, frequent, or poorly responsive to therapy

Cervical dysplasia (sedang atau parah)/cervical carcinoma in situ

Constitutional symptoms, misalnya demam (38.5° C) atau diare

yang lebih dari 1 bulan

Hairy leukoplakia, oral

Herpes zoster (shingles), melibatkan paling tidak dua episode yang

terpisah atau lebih dari satu dermatomeIdiopathic thrombocytopenic

purpura

Listeriosis

Pelvic inflammatory disease, khususnya jika terdapat komplikasi dengan

tuboovarian abscess

Page 11: Hiv Aids Docx

Peripheral neuropathy

Kategori Tanda

Kategori C Penyakit AIDS**

Candidiasis of bronchi, trachea, or lungs

Candidiasis, esophageal

Cervical cancer, invasive*

Coccidioidomycosis, disseminated or extra pulmonary

Cryptococcosis, extrapulmonary

Cryptosporidiosis, chronic intestinal (durasi lebih dari 1 bulan) Penyakit

Cytomegalovirus (selain liver, spleen, or nodes)

Cytomegalovirus retinitis (dengan hilangnya penglihatan)

Encephalopathy, HIV-related

Herpes simplex: chronic ulcer(s) (durasi lebih dari 1 bulan); atau

bronchitis, pneumonitis, atau esophagitis

Histoplasmosis, disseminated atau extrapulmonary

Isosporiasis, chronic intestinal (durasi lebih dari 1 bulan)

Kaposi's sarcoma

Lymphoma, Burkitt's (atau istilah sejenis)

Lymphoma, immunoblastic (or equivalent)

Lymphoma, primary, of brain

Mycobacterium avium complex or M. kansasii, disseminated or

extrapulmonary

Mycobacterium tuberculosis, pada tempat tertentu (pulmonary or

extrapulmonary)

Mycobacterium, spesies yang lain atau spesis yang belum teridentifikasi,

disseminated atau extrapulmonary

Pneumocystis pneumonia

Pneumonia, recurrent*

Progressive multifocal leukoencephalopathy

Salmonella septicemia, recurrent

Page 12: Hiv Aids Docx

Toxoplasmosis of brain

Wasting syndrome due to HIV

Terdapat juga klasifikasi menurut jumlah limfosit T CD4+ yang

ditunjukkan pada tabel 3. Klasifikasi lesi oral pada infeksi HIV ditunjukkan pada tabel 4.

Table 3. The CD4+ T-lymphocyte categories

(Hoffmann dkk., 2007)

Kategori CD4+ T- lymphocyte

Kategori 1 >500 CD4+ T-cells/µl

Kategori 2 200-499 CD4+ T-cells/µ

Kategori 3 <200 CD4+ T-cells/µl

Tabel 4. Klasifikasi Lesi Oral Pada Penyakit HIV

(Scully, 2004)

Kategori Tanda

Kategori 1 Lesi yang sangat berhubungan dengan infeksi HIV

Candidiasis: eritematous, hiperplastik, thrush

Hairy leukoplakia (EBV)

HIV gingivitis

Necrotising ulcerative gingivitis

HIV periodontitis

Kaposi sarcoma

Non-Hodgkin’s limfoma

Kategori 2 Lesi yang kurang berhubungan dengan infeksi HIV

Atypical ulceration (oropharyngeal)

Idiopathic thrombocytogeic purpura

Penyakit glandula salivarius: mulut kering, pembesaran

glandula salivarius mayor unilateral atau bilateral

Page 13: Hiv Aids Docx

Infeksi virus (selain EBV): cytomegalovirus, herpes

simplex virus, human papilloma virus, epithelial

hyperplasia, verruca vulgaris, varicella zoster virus

Kategori 3 Lesi yang mungkin berhubungan dengan infeksi HIV

A miscellany of rare diseases

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis suatu infeksi HIV normalnya dibuat secara tidak langsung,

misalnya melalui virus-spesific antibodies. Tanda respon pertahanan tubuh humoral

melawan agen ditemukan 100% pada individu yang terinfeksi HIV. Adanya

antibodi sebanding dengan diagnosis infeksi HIV aktif kronis. Diagnosis langsung untuk

infeksi HIV juga memungkinkan melalui demonstrasi virus penginfeksi

(menggunakan kultur sel – hal ini hanya mungkin dilakukan di laboratorium dengan

biological safety level 3), viral antigen (p24 antigen ELISA) atau asam nukleus virus

(misalnya genome virus; NAT – nucleic acid testing). Untuk menentukan status infeksi

seorang pasien, deteksi virus langsung dibutuhkan pada keadaan tertentu, misalnya

kecurigaan transmisi infeksi primer atau vertikal (Hoffmann dkk, 2007).

Menurut Hoffmann dkk (2007), selain tes kualitatif (jawaban “ya” atau “tidak”),

pemeriksaan untuk deteksi kuantitatif virus juga penting. Konsentrasi RNA virus pada

plasma atau “viral load”, telah menjadi alat yang sangat diperlukan sebagai petunjuk

terapi antiretroviral.

Menurut Hoffmann dkk (2007), pengujian antibodi HIV paling tidak

membutuhkan 2 uji, yaitu:

1. Screening test, yaitu ELISA

2. Confimatory test, yaitu Western blot atau immunofluorescence assay (IFT or IFA)

Untuk mengekslusi terjadinya pencampuran sampel, sampel darah kedua

dari pasien yang sama harus di uji. Baru kemudian diagnosis infeksi HIV dapat

dikomunikasikan kepada pasien dengan hasil seropositif (Hoffmann dkk, 2007).

Menurut Anonim (2010), tes HIV ELISA dan HIV Western blot digunakan untuk

mendeteksi virus HIV dalam darah. Menurut Nisyrios (2005), ELISA dilakukan

Page 14: Hiv Aids Docx

untuk mendeteksi HIV p24 antigen dan antibodi HIV. Beberapa interpretasi uji

ELISA dan Western Blot, antara lain:

1. Tes ELISA yang menunjukkan hasil positif harus dikonfirmasi dengan uji

Western blot. Jika keduanya menunjukkan hasil yang positif maka

menegaskan suatu infeksi HIV. Pemeriksaan lebih lanjut harus diulang dalam interval

3-6 bulan.

2. Jika hasil Western blot menunjukkan hasil negatif, maka hasil ELISA

dipertimbangkan sebagai hasil false positive, hal ini menunjukkan pasien tidak

terinfeksi HIV. Pengulangan tes dilakukan jika pasien memiliki resiko dalam tiga

bulan dari tes pertama.

3. Jika Western blot menunjukkan hasil yang tidak tentu, pasien mungkin baru

terinfeksi HIV dan dalam proses seroconverting. Skrining HIV ELISA harus diulang

setiap interval 2 minggu untuk menentukan apakah uji Western blot menjadi positif.

4. Jika HIV ELISA dan Western blot menunjukkan hasil positif, tes darah lainnya dapat

dilakukan untuk menentukan banyaknya HIV pada aliran darah.

Pada suatu infeksi HIV, hasil uji CBC (complete blood count) dan sel darah

putih akan menunjukkan suatu abnormalitas. Selain itu, jumlah sel CD4 yang lebih rendah

dari rentang normal juga menjadi tanda bahwa virus sedang merusak sistem pertahanan tubuh

(Anonim, 2010).

Menurut Hoffmann dkk (2007), saat ini tersedia tes HIV sederhana/cepat. Tes

semacam ini berguna pada saat dibutuhkan hasil yang cepat, misalnya pada ruangan

emergency, sebelum operasi emergency, setelah perlukaan dari jarum dan untuk

meminimalisir rerata hasil “unclaimed” tes (jika hasil tes baru didapat beberapa

hari kemudian, beberapa orang tidak kembali lagi untuk mengambil hasil tes

tersebut).

Rapid Antibody Test adalah immunoassays kualitatif yang bertujuan untuk digunakan

sebagai titik uji perawatan untuk membantu dalam diagnosis infeksi HIV. Tes ini harus

digunakan pada seseorang yang memiliki resiko pada status klinis, riwayat, dan memiliki

faktor risiko. Tes ini harus digunakan dalam algoritma multites yang sesuai yang

dirancang untuk validasi statistik hasil tes HIV cepat (Anonimb, 2010). Menurut Fine dkk

Page 15: Hiv Aids Docx

(2005), pada Oktober 2004 FDA telah menyetujui suatu tes HIV yang baru, dimana

seseorang dapat melakukannya tanpa penggunaan jarum dan menunjukkan hasilnya dalam 20

menit.

Menurut FDA (2004), OraQuick® ADVANCE Rapid HIV-1/2 Antibody Test

merupakan kualitatif immunoassay sekali pakai untuk mendeteksi antibodi Human

Immunodeficiency Virus Type 1 (HIV- 1) and Type 2 (HIV-2) pada cairan rongga mulut,

darah dari fingerstick, darah dari venipuncture, dan spesimen plasma. Menurut

Roeslan (2002), cairan rongga mulut atau cairan celah gusi mengandung leukosit,

komponen komplemen, seluler dan humoral yang terlibat pada respons imun.

Menurut Anomim (2009), prosedur tes dengan menggunakan OraQuick Assay yaitu:

1. Usap antara gigi dan gusi atas dan bawah sekali

2. Masukkan perangkat ke dalam buffer

3. Baca hasilnya antara 20-40 menit

a. Non reaktif: garis berada pada zona C

b. Preliminary Positive: garis berada antara zona

T – C

Menurut FDA (2004), keterbatasan OraQuick Assay antara lain:

1. Pembacaan hasil test kurang dari 20 menit atau lebih dari 40 menit akan

menunjukkan hasil yang tidak akurat.

2. Tes ini disetujui FDA untuk penggunaan dengan cairan rongga mulut,

fingerstick darah, venipuncture darah dan spesimen plasma. Penggunaan

spesimen yang lain, pengujian spesimen venipuncture darah yang diambil

dengan tube yang berisi antikoagulan selain EDTA, sodium heparin, sodium citratem

atau ACD solutions A, atau pengujian spesimen plasma yang diambil menggunakan

tube yang mengandung antikoagulan selain EDTA dapat menunjukkan hasil

yang tidak akurat.

3. Individu yang terinfeksi HIV-1 atau HIV-2 yang mendapat HAART (highly active

antiretroviral therapy ) dapat memproduksi hasil negatif yang palsu.

4. Data klinik belum dikumpulkan untuk menunjukkan perfomance OraQuick®

ADVANCE Rapid HIV-1/2 Antibody Test pada orang dibawah 12 tahun.

Page 16: Hiv Aids Docx

5. Hasil reaktif dengan menggunakan OraQuick® ADVANCE Rapid HIV-1/2

Antibody Test menunjukkan adanya antibodi HIV-1 dan/atau HIV-2 pada

spesimen. OraQuick® ADVANCE Rapid HIV-1/2 Antibody Test bertujuan

sebagai tambahan dalam diagnosis infeksi HIV-1 dan/atau HIV-2. AIDS dan kondisi

yang berhubungan dengan AIDS merupakan sindrom klinik dan

diagnosisnya hanya bisa ditegakkan secara klinis.

6. Untuk hasil yang reaktif, intensitas warna pada garis tes tidak berhubungan dengan

titer antibodi pada spesimen.

7. Untuk hasil non-reaktif tidak tidak mengindarkan kemungkinan terpapar HIV atau

adanya infeksi HIV. Respon antibodi dari paparan awal membutuhkan waktu

beberapa bulan untuk mencapai level yang dapat dideteksi.

2.5 PENATALAKSANAAN

Perawatan yang paling efektif untutk HIV/AIDS adalah beberapa tipe

medikasi antiretroviral. Perawatan pada pasien HIV dimulai apabila terjadi

immunnosupresan yaitu CD4 <500, dan juga adanya infeksi kronis (Little dkk., 2004).

Menurut Greenberg dkk. (2008), terdapat empat kelas antiretroviral yaitu fusion

inhibitor, nucleotiside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), non-nucleoside reverse

transcriptase inhibitors (NNRTIs) dan protease inhibitors (PIs). Perawatan pada penderita

HIV membutuhkan terapi kombinasi yaitu highly active antiretroviral therapy (HAART).

Pada penderita HIV yang naïf, perawatan yang direkomendasikan adalah NNRTI yang

didasari oleh (1 NNRTI+ 2 NRTIs), PI yang didasari oleh (1 atau 2 PIs+ 2NRTIs), atau

triple NRTI yang didasari oleh (3 NRTIs). Pada penderita HIV dengan koinfeksi

HBV, HCV, dan tuberculosis memerlukan perawatan antiretroviral yang khusus.

Tabel 5. Antiretroviral therapy

(Little dkk., 2002)

Tipe Obat

Nucleoside analogs Zidovudine (retrovir)- formerly known as

azidothymidine (AZT)

Dideoxyinosine (videx)

Page 17: Hiv Aids Docx

Zalcitabine (HIVID)

Stavudine (ZERIT) (d4T)

Lamivudine (Epivir) (3TC)

Abacavir (Ziagen) (ABC)

Protease inhibitors Saquinavir (Fortovase)

Indinavir (Crixivan)

Ritonavir (Norvir)

Nelfinavir (Viracept)

Amprenavir (Agenerase)

Non-nucleoside reverse

trancriptase inhibitors

Delaviridine (Resciptor)

Efavirenz (Sustiva)

Banyak kasus yang menunjukkan pada pemakaian jangka panjang

antiviretrovirus ini (lebih dari 6 bulan), akan menyebabkan resistensi terhadap HIV strains

sehingga harus dilakukan perawatan dengan kombinasi antivirus yang lain seperti

acyclovir. Selain itu, perawatan dengan antiretrovirus ini juga mempunyai efek

samping yang signifikan. Anemia adalah efek samping utama karena obat-obat ini

merupakan toxic terhadap bone narrow dan sel darah. Pada kasus tertentu, harus dilakukan

tranfusi darah. Leukopenia dan granulositopenia mempengaruhi terjadinya infeksi, nausea,

diarre, dan headaches. Efek samping yang lainnya adalah hepatoxicity, peripheral neuropathy

dan pancreatitis (Little dkk., 2002).

a. Antiretroviral terapi

Terapi antiretroviral berarti mengobati infeksi HIV dengan obat-obatan. Obat

tersebut (yang disebut ARV) tidak membunuh virus, terapi dapat memperlambat

pertumbuhan virus. Karena HIV adalah retrovirus, obat-obatan ini biasa disebut sebagai

terapi antiretroviral (ART) (Depkes, 2007).

b. Tujuan pengobatan antiretroviral (ARV) adalah sebagai berikut (Depkes, 2004) :

1) Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat

Page 18: Hiv Aids Docx

2) Menurunkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV

3) Memperbaiki kualitas hidup ODHA

4) Memulihkan atau memelihara fungsi kekebalan tubuh

5) Menekan replikasi virus secara maksimal dan terus menerus

6) Mencegah atau mengobati infeksi oportunistik

c. Manfaat ART

Antiretroviral merupakan suatu revolusi dalam perawatan ODHA. Terapi dengan

antiretroviral atau disingkat ARV telah menyebabkan penurunan angka kematian dan

kesakitan bagi ODHA. Manfaat terapi antiretroviral adalah sebagai berikut :

1) Menurunkan morbiditas dan mortalitas

2) Pasien dengan ARV tetap produktif

3) Memulihkan sistem kekebalan tubuh sehingga kebutuhan profilaksis infeksi

4) Oportunistik berkurang atau tidak perlu lagi

5) Mengurangi penularan karena viral load menjadi rendah atau tidak terdeteksi, namun

ODHA dengan viral load tidak terdeteksi, namun harus dipandang tetap menular

6) Mengurangi biaya rawat inap dan terjadinya yatim piatu

7) Mendorong ODHA untuk meminta tes HIV atau mengungkapkan status HIV-nya

secara sukarela

d. Penggolongan ARV

Ada tiga golongan utama ARV yaitu

1) Penghambat masuknya virus.

Page 19: Hiv Aids Docx

Mekanisme kerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung

glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-satunya obat

penghambat fusi ini adalah enfuvirtid (Depkes, 2004).

Obat enfuvirtid diindikasikan untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan

antiretroviral yang lain. Hati-hati untuk pasien dengan kronik hepatitis B atau C,

gangguan hati, gangguan ginjal, kehamilan. Obat ini kontraindikasi terhadap ibu

menyusui. Untuk efek sampingnya meliputi reaksi pada tempat suntikan, diare, mual,

muntah, sakit kepala, reaksi hipersensitifitas, neuropati perifer. Untuk dosis subkutan

90 mg dua kali sehari (Depkesa, 2006).

2) Penghambat reverse transcriptase enzyme

a) Analog nukleosida (NRTI)

Mekanisme : NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus

fosfat dan selanjutnya berkompetisi dengan natural nukleotida menghambat RT sehingga

perubahan RNA menjadi DNA terhambat. Selain itu NRTI juga menghentikan

pemanjangan DNA.

(1) Zidovudin (ZDV/AZT)

Zidovudin diindikasikan untuk pengobatan infeksi HIV lanjut (AIDS), HIV awal

dan HIV asimtomatik dengan tanda-tanda risiko progresif, infeksi HIV asimtomatik

dan simtomatik pada anak dengan tanda-tanda imuno defisiensi yang nyata. Hati-hati

untuk pasien dengan toksisitas hematologis, defisiensi vitamin B12, gangguan fungsi

ginjal, fungsi hati.

Page 20: Hiv Aids Docx

Konsentrasi dari zidovudin akan meningkat jika diberikan bersama flukonazol,

interferon-B, metadon, valproat, simetidin,imipramin, dan trimetoprim. Sedangkan

zidovudin jika diberikan bersama gansiklovir dapat menyebabkan neutropenia.

Zidovudin kontraindikasi terhadap pasien dengan neutropenia dan atau anemia berat,

neonatus dengan hiperbilirubinemia. Sedangkan efek sampingnya anemia, neutropenia

dan leukopenia, mual, muntah, anoreksia, sakit perut, dispepsia, sakit kepala, ruam,

demam, mialgia, insomnia, lesu. Dosis yang diberikan dalam sediaan bentuk tablet 300

mg, kapsul 100 mg, sirup 10 mg/ml, dan IV 10 mg/ml (Depkesa, 2006).

(2) Stavudin (d4T)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral yang

lain. Hati-hati untuk pasien dengan kronik hepatitis B atau C, gangguan hati, gangguan

ginjal, kehamilan. Jika obat ini diberikan bersama didanosin maka akan meningkatkan

risiko efek samping obat ini. Dan obat ini juga meningkatkan risiko toksisitas jika

diberikan bersama hidroksicarbamide. Obat ini kontraindikasi terhadap ibu menyusui.

Efek sampingnya adalah neuropati perifer, peningkatan enzim transaminase, laktat

asidosis, gejala saluran cerna, dan lipoatropy. Dosis yang diberikan pada pasien

dengan berat badan lebih dari 60kg adalah 40 mg per oral tiap 12 jam dengan atau

tanpa makanan. Sedangkan dosis untuk pasien dengan berat badan kurang dari 60kg

adalah 30 mg per oral 12 tiap jam (Depkesa, 2006).

(3) Lamivudin (3TC)

Lamivudin indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral

yang lain. Hati-hati untuk pasien dengan kelainan fungsi ginjal, penyakit hati yang

disebabkan infeksi hepatitis B kronis (risiko kembalinya hepatitis saat penghentian

Page 21: Hiv Aids Docx

obat), kehamilan. Jika lamivudin diberikan bersama trimetoprim akan meningkatkan

konsentrasi dari lamivudin. Obat ini kontraindikasi untuk ibu menyusui. Efek samping

obat ini adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, batuk, sakit kepala, insomnia,

malaise, ruam. Dosisnya 150 mg peroral tiap 12 jam atau 300 mg peroral sekali sehari.

untuk pasien dengan berat badan kurang dari 50kg, dosisnya adalah 2 mg/kg peroral

tiap 12 jam dengan atau tanpa makanan (Depkesa, 2006).

(4) Zalcitabin (ddC)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV lanjut yang tidak tahan terhadap zidovudin.

Hati-hati pada pasien dengan risiko neuropati perifer, pankreatitis monitor amilase

serum, alkoholisme, nutrisi parenteral, kardiomiopati, riwayat gagal jantung kongesif,

hepatotoksitas, gangguan fungsi hati, dan kehamilan. Obat ini dihentikan dengan

segera bila timbul gejala-gejala neuropati rasa kesemutan, baal, panas, rasa ditusuk-

tusuk. Obat ini kontraindikasi untuk neuropati perifer dan menyusui. Efek sampingnya

adalah neuropati perifer, ulkus mulut, mual, muntah, disfagia, anoreksia, diare, sakit

perut, konstipasi, faringitis, sakit kepala, pusing, mialgia,ruam, penurunan berat badan,

lesu, demam, nyeri dada, anemia, leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati,

pankreatitis. Dosisnya 750 mcg tiga kali sehari (Depkesa, 2006).

(5) Didanosine (ddI)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral

yang lain. Hati-hati pada pasien dengan neuropati perifer, riwayat pankreatitis,

hiperurisemia, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, dan kehamilan.

Konsentrasi dari didanosine akan meningkat jika diberikan bersama allopurinol,

tenovavir, dan ganciclovir. Sedangkan konsentrasi dari didanosine akan menurun jika

Page 22: Hiv Aids Docx

diberikan bersama tipranavir. Jika didanosine diberikan bersama hidroksicarbamide

akan meningkatkan toksisitas dari didanosine. Dan jika didanosine diberikan bersama

ribavirin dan stavudine maka akan meningkatkan risiko efek samping. Obat ini

kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya neuropati perifer, pankreatitis,

diabetes melitus, hipoglikemia. Dosis yang diberikan pada pasien dengan berat badan

lebih dari 60 kg adalah 400 mg per oral sekali sehari. Sedangkan dosis untuk pasien

dengan berat badan kurang dari 60kg adalah 250 mg per oral sekali sehari (Depkesa,

2006).

(6) Abacavir (ABC)

Obat ini indikasinya untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral

yang lain. Hati-hati pada pasien dengan tanda-tanda alergi seperti demam, mual, lelah,

dengan atau tanpa ruam.Konsentrasi abacavir akan menurun jika diberilan bersama

rifampicin, phenobarbital, dan fenitoin. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui.

Efek sampingnya mual, muntah, diare, nyeri perut, dan reaksi hipersensitifitas.

Dosisnya 300 mg tiap 12 jam dengan atau tanpa makanan, atau 600 mg sekali sehari

(Depkesa, 2006).

b) Analog nukleotida analog adenosin monofosfat: tenofovir

Mekanisme kerja NtRTI pada penghambatan replikasi HIV sama dengan NRTI

tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi. Obat ini indikasi untuk infeksi

HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral yang lain. Perlu dilakukan tes fungsi hati dan

serum fosfat sebelum terapi setiap 4 minggu selama 1 tahun selanjutnya tiap 3 bulan dan

monitor pasien dengan hepatitis B. Jika obat ini diberikan bersama didanosine maka

maka akan meningkatkan konsentrasi didanosine dan resiko toksisitas. Obat ini

Page 23: Hiv Aids Docx

kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya mual, muntah, diare, nyeri perut,

gangguan fungsi ginjal. Dosisnya 245 mg peroral sekali sehari dengan atau tanpa

makanan (Depkesa, 2006).

c) Nonnukleosida (NNRTI) yaitu

Mekanisme kerjanya tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler tetapi berikatan

langsung dengan reseptor pada RT dan tidak berkompetisi dengan nukleotida natural.

(1) Nevirapin (NVP)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral

yang lain. Hati-hati pada pemberian 200 mg dosis tunggal untuk 2 minggu pertama

mengurangi kemungkinan alergi, periksa fungsi hati tiap 2 minggu untuk 2 bulan

pertama, selanjutnya tiap bulan 3 bulan berikutnya. Jika nevirapin diberikan bersama

dengan amprenavir, aripiprazole, atazanavir, lopinavir, dan metadine maka akan

menurunkan konsentrasi dari obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui

dan gangguan fungsi hati. Efek sampingnya ruam yang berat, demam, gangguan

saluran cerana. Dosisnya 200 mg peroral sekali sehari 14 hari, selanjutnya 200 mg 2

kali sehari (Depkesa, 2006).

(2) Efavirenz (EFV)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral yang

lain. Hati-hati pada pasien dengan kronik hepatitis B atau C, gangguan fungsi hati,

gangguan fungsi ginjal, kehamilan, dan usia lanjut. Jika obat ini diberikan bersama

amprenavir, aripiprazole, atazanavir, atorvastatin, diltiazem, dan darunavir maka akan

mengurangi konsentrasi dari obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada menyusui dan

Page 24: Hiv Aids Docx

gangguan fungsi hati. Efek sampingnya hepatitis, pankreatitis, hiperlipidemia,

diabetes, lipodistropi. Dosisnya 600 mg per oral sekali sehari dengan atau tanpa

makanan (Depkesa, 2006).

d) Penghambat enzim protease (PI) ritonavir (RTV)

Mekanisme Protease Inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim protease

yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan

virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain.

PI adalah ARV yang potensial (Depkesa, 2006).

(1) Saquinavir (SQV)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral

yang lain. Hati-hati pada pasien dengan hiperglikemia, haemopilia, gangguan fungsi

hati. bawang putih dapat menurunkan konsentrasi dari saquinavir. Konsentrasi

saquinavir akan meningkat jika diberikan bersama dengan imidazole dan triazole.

Sedangkan konsentrasi saquinavir akan menurun jika diberikan bersama efavirenz.

Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek sampingnya neuropati perifer, mual,

muntah, disfagia, anoreksia, diare, sakit perut, konstipasi, faringitis, sakit kepala,

pusing, mialgia, ruam, penurunan berat badan, lesu, demam, nyeri dada, anemia,

leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati,, pankreatitis, perubahan seksual,

dan alopeksia. Dosisnya 1000 mg tiap 12 jam (Depkesa, 2006).

(2) Nelfinavir (NFV)

Obat ini indikasi untuk infeksi HIV dalam kombinasi dengan antiretroviral

yang lain. Hati-hati pada pasien dengan hiperglikemia,haemopilia, dan gangguan

Page 25: Hiv Aids Docx

fungsi hati. Konsentrasi nelfinavir akan menurun jika diberikan bersama dengan

barbiturat dan carbamazepin. Kombinasi nelfinavir dan saqunavir meningkatkan

konsentrasi kedua obat tersebut. Obat ini kontraindikasi pada ibu menyusui. Efek

sampingnya neuropati perifer, mual, muntah, disfagia, anoreksia, diare, sakit perut,

konstipasi, faringitis, sakit kepala, pusing, mialgia, ruam, penurunan berat badan,

lesu, demam, nyeri dada, anemia, leukopenia, trombositopenia, gangguan fungsi hati,

pankreatitis, dan demam. Dosisnya 1250 mg tiap 12 jam atau 750 mg tga kali sehari

(Depkesa, 2006).

Page 26: Hiv Aids Docx

2.6 PATOFISIOLOGIS

Vertikal : dari Ibu HIV (-) ke anak

Transseksual : Homoseksual dan biseksual

Horizontal : kontak antar daerah

Masuk dalam tubuh manusia melalui sirkulasi darah

Fusi membran virus dengan membran sel target

Terjadi proses transkripsi dan replikasi

HIV dlm limfosit teraktivasi shg lebih aktif dan menyerang limfosit T berikutnya

Jumlah limfosit T-CD4 menurun

Defisiensi imun

1.Faktor infeksi masuk dan

berkembang dalam usus

MK : Resiko tinggi infeksi

Infeksi Mudah Masuk

AIDS

2. Faktor infeksi masuk

Pada paru-paru

3. Faktor infeksi masuk dan

berkembang pada saluran pencernaan

Page 27: Hiv Aids Docx

Motilitas Usus Meningkat

Hipersekresi air dan elektrolit Spasme intestinal

Feses cair

MK : Gg integritas perianalKehilangan cairan

Nyeri abdomen

Dehidrasi

Iritasi mukosa

MK : nyeri

MK : intoleransi aktivitas

MK : Gg persepsi sensori

Kelemahan

kesadaran me

MK : Gg perfusi jaringan

Syok hipovolemik

MK : Defisit Volume Cairan

MK : Defisit Perawatan Diri

Kelemahan

ATP berkurang

MK : nutrisi kurang dr

kebutuhan Tubuh

Anoreksia, vomitus

MK : Gg istirahat

tidur

HCl meningkat

Ansietas

MK : Pola nafas inefektif

Hipokalemi

Asidosis Metabolik

Nafas kusmaul

MK : Ggg. Pertukaran gas

Hiperventilasi

CO2 meningkat

Sel velli usus rusak Malabsorbsi

Page 28: Hiv Aids Docx

Sesak nafas

hipoksia

Difusi O2 terganggu

Suplay O2

Gangguan jalan nafas

eksudat

kelemahan

ATP

Metabolisme sel

Inhalasi & ekhalasi terganggu

RESIKO BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF

INTOLERANSI AKTIFITAS

RESIKO POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

2. Faktor infeksi masuk

Pada paru-paru

3. Faktor infeksi masuk dan

berkembang pada saluran pencernaan

Imun tidak ada

Bakteri mudah masuk

Mukosa teriritasi

Pelepasan as. amino

Metabolisme proteinPeristaltik

Absorbsi air & Nutrisi

diare

BB < dari normal

RESIKO GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI

GANGGUAN KESEIMBANGAN

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Page 29: Hiv Aids Docx

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit

yang menunjukkan kelemahan dan kerusakan system pertahanan tubuh seseorang yang

disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyebabkan menurunnya

kemampuan tubuh untuk melawan virus, bakteri, dan jamur secara efektif yang menyebabkan

timbulnya penyakit. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap berbagai jensi tumor dan infeksi

opurtunistik yang secara normal dapat dilawan oleh tubuh.

Sindrome ini pertama kali ditemukan oleh Michael Gottlieb pertengahan tahun 1981 pada

penderita pria homoseksual dan pecandu narkotik suntik di Los Angles, Amerika Serikat. Sejak

penemuan ini, dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan syndrom yang

sama dari 46 negara bagian Amerika Serikat lainnya. Penyebaran AIDS terjadi secara cepat ke

berbagai benua. Dampak yang terlihat pada penderita beserta keluarganya, serta belum

diketahuinya cara penanganan dan pengobatannya menyebabkan keresahan psikosial yang sangat

besar di kalangan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner&suddart.2005.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta;EGC

Nursalam, M.Nurs (Hons) dan Ninuk Dian kurniawati, S.Kep.Ns. 2008. Asuhan Keperawatan

pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba medika

Greenberg MS., Glick M., Ship J.A., 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th edition, BC Decker

Inc, Hamilton.

Smeltzer,Suzanne C.2001.Keperawatan Medikal Bedah Ed.8.Jakarta;EGC

Page 30: Hiv Aids Docx

Little JW., Falace DA., Miller CS., Rhodus NL., 2002, Dental Management of The Medically

Compromised Patient, 6th edition, Mosby.

Reznik, D.A., 2005, Oral Manifestations of HIV Disease, International AIDS Society-

USA, 13(5):146-7

Scully C., 2004, Oral Maxillofacial Medicine- ther basis of diagnosis dan treatment .

Elsevier Limited.

FDA, 2004, Summary of Safety and Effectiveness Data,

http://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/BloodBloodProdu

cts/ApprovedProducts/PremarketApprovalsPMAs/ucm091919.pdf, Accessed 8/8/2010.