HIV - AIDS

9
PENDAHULUAN Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang, dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain HIV-AIDS (Hanifa, 2002). Menurut laporan CRD (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3%, dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena (Hanifa, 2002; 556-558). Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari profil umur, ada kecenderungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia diatas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia 30-39 tahun positif HIV. Dengan demikian kehamilan dengan HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi (Mantra,1994). 1

Transcript of HIV - AIDS

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang, dan kelelahan.

Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain HIV-AIDS (Hanifa, 2002).

Menurut laporan CRD (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi.

Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3%, dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena (Hanifa, 2002; 556-558).

Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari profil umur, ada kecenderungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia diatas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan.

Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia 30-39 tahun positif HIV. Dengan demikian kehamilan dengan HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi (Mantra,1994).

1

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI1. Kehamilan adalah proses yang terjadi setelah pertemuan sel telur wanita dengan sperma

laki-laki (Anonimous, 2000).2. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom gejala penyakit infeksi

oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodefeciency Virus) (Fogel, 1996).

B. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGIKehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada

wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya diluar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh social dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan. (DepKes RI, 2000).

Prevalensi HIV-AIDS menurun dikalangan wanita hamil pendapat ini berdasarkan hasil survey di daerah perkotaan Kenya terutama di Busnia, Meru, Nakura, Thika, dimana rata-rata prevalensi HIV menurun tajam dari kira-kira 28% pada tahun 1999 menjadi 9% pada tahun 2003.

Di wilayah India prevalensi secara nasional di kalangan wanita hamil masih rendah di daerah miskin padat penduduk yaitu negara bagian utara Uttar Pradesh dan Bihar. Tetapi peningkatan angka penularan yang relative kecil dapat berarti sejumlah besar orang terinfeksi kerena wilayah tersebut dihuni oleh seperempat dari seluruh populasi India. Prevalensi HIV lebih dari 1% ditemukan dikalangan wanita hamil, di wilayah industry di bagian barat dan selatan India.

Namun data terbaru dari Afrika Selatan memperlihatkan bahwa prevalensi HIV dikalangan wanita hamil saat ini telah mencapai angka tertinggi, yaitu 29,5% dari seluruh wanita yang mengunjungi klinik bersalin yang positif terinfeksi HIV di tahun 2004. Prevalensi tertinggi adalah dikalangan wanita usia 25-34 tahun atau lebih yaitu satu dari tiga wanita yang diperkirakan akan terinfeksi HIV. Tingkat prevalensi yang tertinggi melebihi 30% dikalangan wanita hamil masih terjadi juga pada empat negara lain di wilayah Botswana, Lesotho, Namibia, dan Swaziland.

C. PATOGENESIS

Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan isteri yang terinfeksi HIV ke suaminya sejumlah 8%. Namun penelitian lain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan laboratorium negative menjadi positive) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari suami dan 38% dari isteri dan sebaliknya dari isteri ke suami dianggap sama (DepKes RI, 1997).

Kasus HIV-AIDS disebabkan oleh heteroseksual (Chin, 1991). Virus ini hanya dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, semen, dan secret vagina. Dan sebagian besar

2

(75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong netrovirus yang mempunyai materi genetic RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA provirus tersebut diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.

Penularan secara vertical dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan atau pada periode intrapartum atau postpartum. HIV ditemukan pada jaringan fetal yang berusia 12 dan 24 minggu dan terinfeksi intra uterin sejumlah 30-50% yang penularan secara vertical terjadi sebelum persalinan, serta 65% penularan terjadi saat intrapartum. Pembukaan servik, vagina, sekresi servik, dan darah ibu meningkatkan resiko penularan selama persalinan (Varney’s, 1999).

Lingkungan biologis, dan adanya riwayat ulkus genitalis, herpes simpleks, dan SST (Serum Test for Syphilis) yang positif meningkatkan prevalensi infeksi HIV karena adanya luka-luka merupakan tempat masuknya HIV. Sel-sel limfosit T4/CD4 yang mempunyai reseptor untuk menangkap HIV akan aktif mencari luka-luka tersebut dan selanjutnya memasukkan HIV tersebut ke dalam peredaran darah (DepKes RI, 1997).

Perubahan anatomi dan fisiologi maternal berdampak pula pada perubahan uterus, serviks, dan vagina, dimana terjadi hipertropi sel otot oleh karena meningkatnya elastisitas dan penumpukan jaringan fibrous, yang menghasilkan vaskularisasi, kongesti, oedem, pada trimester pertama, keadaan ini mempermudah erosi ataupun lecet pada saat hubungan seksual. Keadaan ini juga merupakan media untuk masuknya HIV (Varney’s, 1999).

Penularan HIV yang paling sering terjadi antara pasangan yang salah satunya sudah terinfeksi HIV mendekati 20% setelah melakukan hubungan seksual dengan tidak menggunakan kondom (Varney’s, 1999).

Penelitian lain mengemukakan factor yang dapat meningkatkan penularan HIV heteroseksual dengan tidak menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang memiliki lesi pada organ vital, yang disebabkan oleh infeksi sifilis atau herpes simpleks, meningkatkan transfer virus melalui lesi sehingga terjadi kerusakan membrane mukosa dan merangsang lomfosit CD4 untuk bergabung dengan jaringan yang mengalami inflamasi (Varney’s, 1999).

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, umumnya sama dengan wanita tidak hamil atau orang dewasa. Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.

Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun. Mereka merasa sehat dan juga dari luar Nampak sehat-sehat saja. Walaupun nampak dan merasa sehat-sehat saja, namun orang yang terinfeksi HIV akan menjadi pembawa dan penular HIV kepada orang lain.

3

Kelompok orang-orang tanpa gejala ini dapat dibagi dua kelompok, yaitu :1. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes darahnya negative.

Pada tahap dini ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Waktu antara masuknya HIV ke dalam peredaran darah dan terbentuknya antibody terhadap HIV disebut window period yang memerlukan waktu antara 15 hari sampai 3 bulan setelah terinfeksi HIV.

2. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah positif. Keadaan tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5 tahun atau lebih (Mantra, 1994).

Factor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi HIV menjadi AIDS belum diketahui secara jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang-ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CD4 dibawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan lain yang memperburuk yaitu terjadi peningkatan B2 mikro globulin P24 (Antibodi terhadap pretein care) dan juga peningkatan IgA.

CDC (Centers for Disease Control,USA, 1986) menetapkan klasifikasi infeksi HIV pada orang dewasa sebagai berikut :

Kelompok I : infeksi akut

Kelompok II : infeksi asimtomatik

Kelompok III : infeksi Limpadenopati Generalisata Persisten (LGP)

Kelompok IV : penyakit-penyakit lain

(Duarsa, 2005).

E. DIAGNOSISDiagnosis ini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk dari gejala-

gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi individu tertentu. Diagnose laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode :1. Langsung yaitu isolasi virus dari sample, umumnya dilakukan dengan menggunakan

mikroskop electron dan deteksi antigen virus. Salah satu deteksi antigen virus yang popular ialah Polymerase Chain Reaction (PCR).

2. Tidak langsung, dengan melihat respon zat anti spesifik dengan ELISA, Western blot, Immunoflourescent Assay (IFA), atau Radioimmunoprecipitation Assay (RIPA). Untuk diagnosis yang lazim dipakai adalah tes ELISA karena sensitivitas tinggi 98,1%-100% dan biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi (Duarsa, 2005).

4

Uji HIV pada wanita hamil terintegrasi dengan pemeriksaan rutin kehamilan. Apabila sudah terdiagnosa AIDS perlu pula dilakukan pemeriksaan infeksi PMS lainnya seperti gonorea, klamidia, hepatitis, herpes, dan lainnya (Hanifa, 2002).

F. PENATALAKSANAANMenejemen ibu hamil penderita AIDS untuk mengetahui ibu hamil termasuk seropositive

tanpa gejala, atau dengan gejala. Seyogyanya setiap wanita hamil mendapatkan langkah-langkah penatalaksaan sebagai berikut :1. Identifikasi resiko tinggi, yaitu pemakaian narkotika intravena, pasangan seksualnya pemakai

narkotika intravena, biseksual dengan HIV positif, penderita PMS, riwayat pekerjaan sebagai PSK.

2. Dilakukan pemeriksaan darah untuk tes HIV.3. Diberikan peningkatan pengetahuan mengenai HIV.4. Konseling masalah AIDS5. Pencegahan sumber infeksi

(Hanifa, 2002).

Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekwensi serta beratnya infeksi oportunistik. Tindakan operasi sesaria bukan merupakan indikasi untuk menurunkan resiko infeksi pada bayi yang dilahirkan (Hanifa, 2002).

G. UPAYA PENCEGAHAN PENULARANAda beberapa pendapat yang mengemukakan upaya pencegahan penularan HIV-AIDS,

antara lain tidak diperkenankan hamil bagi wanita yang menderita HIV-AIDS karena ibu yang terkena HIVakan menularkan pada bayinya (DepKes RI, 2000). Pendapat lain namun sama dengan pendapat diatas dalam upaya pencegahan penularan dengan menghindari terjadinya kehamilan, sehubungan dengan terdapat hasil penelitian yang mengemukakan, bahwa ada kemungkinan kira-kira 30-50% seorang ibu yang sudah terinfeksi HIV-AIDS akan melahirkan bayi yang terinfeksi HIV-AIDS pula. Hal lain yang kemungkinan juga dapat terjadi bahwa sebagian besar bayi yang terinfeksi akan menyebarkan AIDS atau PMS lain. Sehingga sangat penting bagi wanita untuk bisa akses mengenai aborsi yang aman, mudah, dan gratis dengan memberikan pendidikan dan konseling yang tepar agar melaksanakan tes antibody HIV, namun harus ditawarkan secara sukarela dan bukan paksaan. Perlu dijelaskan resikonya terhadap kehamilan dan perlu dukungan jika mereka mengambil keputusan untuk melaksanakan tes antibody atau memutuskan untuk melakukan aborsi (Richardson, 2002).

Upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut :1. Gunakan gaun, sarung tangan, dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan.2. Gunakan sarung tangan pada saat menolong bayi.

5

3. Mencuci tangan setiap selesai menolong penderita AIDS.4. Menggunakan pelindung mata (kaca mata).5. Memegang plasenta dengan sarung tangan dan diberi label sebagai barang infeksious.6. Jangan menggunakan pengisap lendir bayi melalui mulut.

H. KESIMPULAN

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama kehamilan trimester pertama. Menurut laporan CRD (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Dilihat dari profil umur, ada kecenderungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia diatas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit.

Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan seksual. Penularan secara vertical dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan atau pada periode intrapartum atau postpartum.

Diagnosis ini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi individu tertentu.

Menejemen ibu hamil penderita AIDS : Identifikasi resiko tinggi, yaitu pemakaian narkotika intravena, pasangan seksualnya pemakai narkotika intravena, biseksual dengan HIV positif, penderita PMS, riwayat pekerjaan sebagai PSK, dilakukan pemeriksaan darah untuk tes HIV, diberikan peningkatan pengetahuan mengenai HIV, konseling masalah AIDS, pencegahan sumber infeksi.

Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekwensi serta beratnya infeksi oportunistik. Tindakan operasi sesaria bukan merupakan indikasi untuk menurunkan resiko infeksi pada bayi yang dilahirkan.

6