Hipotiroid Kongenital
-
Upload
rizky-indah-soraya -
Category
Documents
-
view
17 -
download
5
description
Transcript of Hipotiroid Kongenital
MAKALAH PENYULUHAN
HIPOTIROID KONGENITAL
Disusun Oleh:
Iqbal Dermawan Nasution 110100052
Pembimbing:
dr. Sri Sofyani, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
dr. Monalisa Elizabeth, M.Ked(Ped), Sp.A
dr. Ika Citra Dewi Tanjung, M.Ked(Ped), Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP H. ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Pendahuluan
Hipotiroid kongenital merupakan kelainan bawaan yang ditandai dengan rendahnya kadar
hormon tiroid pada sirkulasi. Kelenjar tiroid terletak di bagian anterior leher dan dibawah
kartilago tiroidea. Kelenjar ini mengeluarkan hormon Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3).1
Yodium merupakan unsur utama yang diperlukan dalam pembentukan hormon tiroid. Salah
satu faktor yang menyebabkan berkurangnya kadar Yodium pada ibu hamil adalah karena
asupan Yodium yang rendah sehingga menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami
hipotiroid.2 Selain itu, defek anatomi pada kelenjar tiroid ataupun kelainan pada sintesis
tyroglobulin di folikel tiroid juga dapat menjadi penyebab bayi menjadi hipotiroid.3 Fungsi
kelenjar tiroid dirangsang oleh Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh
kelenjar pituitary anterior. Hormon tiroid merupakan hormon yang sangat diperlukan dalam
proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan, termasuk juga perkembangan
intelektual dan kematangan seksual.4 Walaupun kebutuhan hormon tiroid sangat diperlukan
dari semua tingkat usia, namun demikian hormon ini sangat penting sekali pada masa bayi
dan anak-anak. Hormon tiroid meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama
kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan. Bila janin tidak dapat menyekresi
hormone tiroid dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan pematangan otak sebelum
dan sesudah bayi itu dilahirkan akan sangat terbelakang dan otak tetap berukuran lebih kecil
daripada normal. Bila tidak diberi pengobatan yang spesifik dengan hormone tiroid selama
beberapa hari atau beberapa minggu sesudah dilahirkan, maka anak akan mengalami
keterbelakangan mental yang menetap selama hidupnya.1
Hipotiroid kongenital ditemukan 1 dalam 3000-4000 kelahiran, dan harus dapat
segera terdeteksi secara dini terutama pada saat bayi lahir atau dalam beberapa hari setelah
bayi dilahirkan (0 - 28 hari).5 Baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai resiko yang
sama.6 Di 11 provinsi di Indonesia, sejak tahun 2000–2013 telah di skrining 199.708 bayi
dengan hasil tinggi sebanyak 73 kasus (1 : 2736). Rasio ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan rasio global.7
Definisi dan Etiologi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan defisiensi hormone tiroid yang didapat dari sejak
lahir. Defisiensi hormone tiroid dari sejak lahir paling sering disebabkan oleh adanya defek
pada perkembangan kelenjar tiroid (dysgenesis) atau gangguan pada biosintesis hormone
tiroid (dyshormonogenesis). Gangguan ini menghasilkan hipotiroid primer. Hipotiroid
sekunder atau hipotiroid sentral disebabkan oleh defisensi Thyroid Stimulating Hormone
(TSH). Defisiensi tiroid kongenital yang disebabkan oleh mutasi dari TSH subunit
gen.gangguan ini paling sering berhubungan dengan defisiensi hormone pituitary lainnya,
yang disebut hipopituitarisme kongenital.6
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Hipotiroid Kongenital
HIPOTIROID PUSAT
(HIPOPITUITARISME)
HIPOTIROID PRIMER
Mutasi Pit-1 (homeobox protein)
Defisiensi tirotropin, growth hormone, dan prolaktin
Defek pada perkembangan tiroid fetal
Aplasia, ektopia (dysgenesis)
Mutasi Prop-1
Defisiensi tirotropin, growth hormone, prolaktin, LH, FSH, dan ACTH
Defek pada Sintesis hormone (hipotiroid goiter)
Mutasi tiroid oksidase: homozygotic—permanet; heterozygotic—transien
Defek transport iodine
Defek tiroid peroksidase
Defek sintesis tiroglobulin
Defek deiodinasi
Defisiensi thyrotropin-releasing hormone (TRH)
Isolated
Defisiensi multiple hypothalamic (e.g., kraniofaringioma)
Defisiensi Iodin (goiter endemik)
Tipe neurologis
Tipe Myxedematosa
TRH unresponsiveness Antibody maternal
Mutasi di reseptor TRH
Thyrotropin receptor–blocking antibody (TRBAb)
Defisiensi Tirotropin (TSH)
Mutasi di β-chain
Defisiensi multiple pituitary
Obat-obatan yang dikonsumsi ibu
Radioiodine, iodida
Propylthiouracil, methimazole
Amiodaron
Thyrotropin unresponsiveness
Mutasi Gs α (pseudohipoparatiroidisme tipe IA)
Mutasi di reseptor TSH
Sumber: LaFranchi S. Hypothyroidism. In: Behrman RE, Kliegmann RM, Jenson HB,
editors. Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2004.
Chapter 559.
Gejala Klinis
Lebih dari 95% bayi dengan hipotiroid kongenital tidak memperlihatkan gejala saat
dilahirkan. Tanpa pengobatan, gejala akan semakin tampak dengan bertambahnya usia.
Gejala dan tanda yang dapat muncul antara lain: letargi (aktivitas menurun), ikterus (kuning)
makroglosi (lidah besar), hernia umbilkalis, konstipasi, kulit kering, skin mottling (cutis
marmorata)/burik, mudah tersedak, suara serak, hipotoni (tonus otot menurun) , ubun-ubun
melebar, perut buncit, mudah kedinginan (intoleransi terhadap dingin), miksedema (wajah
sembab), edema skrotum, berat badan lahir rendah, jarang menangis, dan banyak tidur.3
Jika sudah muncul gejala klinis, berarti telah terjadi retardasi mental. Untuk itu
penting sekali dilakukan skrining hipotiroid kongenital pada semua bayi baru lahir sebelum
timbulnya gejala klinis di atas, karena makin lama gejala makin berat. Hambatan
pertumbuhan dan perkembangan mulai tampak nyata pada umur 3–6 bulan dan gejala khas
hipotiroid menjadi lebih jelas. Perkembangan mental semakin terbelakang, terlambat duduk
dan berdiri serta tidak mampu belajar bicara. Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka
bayi akan mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak akan
mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan.3
Hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir dapat bersifat menetap (permanen) maupun
transien. Disebut sebagai hipotiroid transien bila setelah beberapa bulan atau beberapa tahun
sejak kelahiran, kelenjar tiroid mampu memproduksi sendiri hormon tiroidnya sehingga
pengobatan dapat dihentikan. Hipotiroid congenital transien umumnya disebabkan oleh
kurangnya konsumsi yodium pada ibu selama masa kehamilan, konsumsi anti tiroid pada ibu
yang hipertiroid, antibodi maternal yang menghambat TSH reseptor, serta karena adanya
hemangioma pada hati sehingga meningkatkan aktivitas deiodinase. Sedangkan hipotiroid
congenital permanen paling sering disebabkan oleh dysgenesis kelenjar tiroid sebagai akibat
terjadinya defek pada saat embryogenesis. Penyebab lain adalah karena adanya defek pada
produksi hormone yang disebut dyshormonogenesis.9 Hipotiroid kongenital permanen
membutuhkan pengobatan seumur hidup dan penanganan khusus.1
DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari anamnesa dapat ditanyakan riwayat kelahiran bayi serta riwayat diet dan
obat-obatan ibu selama hamil. Kurangnya konsumsi yodium serta penggunaan obat-obat anti
tiroid selama hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya hipotiroid kongenital.3
Dari pemeriksaan fisik, umumnya bayi dengan hipotiroid kongenital ditemukan
panjang badan bayi dibawah -2 SD, ektremitas pendek, dan ukuran kepala dapat normal atau
membesar. Fontanela anterior dan posterior terbuka lebar. Jarak antara kedua mata tampak
berjauhan. Hidung tampak pesek. Fissure palpebra tampak sempit dan kelopak mata bengkak.
Mulut tetap terbuka dan ujung lidah menjulur keluar. Leher pendek dan tampak besar dan
dapat ditemukan defosit lemak diatas kalvikula serta diantara leher dan bahu. Tangan tampak
lebar dan jari-jari pendek. Kulit kering dan bersisik serta sedikit berkeringat. Myxedema
dapat ditemukan di kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia ekterna. Karotenemia
dapat menyebabkan kulit kekuningan tetapi sklera tetap putih. Kulit kepala menebal. Rambut
kasar, jarang dan mudah patah.3
Sumber: LaFranchi S. Hypothyroidism. In: Behrman RE, Kliegmann RM, Jenson HB,
editors. Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2004.
Chapter 559.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar T4 atau FT4 serum yang rendah, T3
normal, dan kadar TSH serum yang tinggi, bahkan sampai lebih dari 100 mU/L.3
Algoritma Diagnostik Hipotiroid Kongenital
Skrining hipotiroid neonatal:
T4 inisial < 10%, TSH ↑ atau inisial TSH ↑
Gejala klinis hipotiroid
TSH ↑ (>9 mU/L)
free T4 ↓ (<0.6ng/dL)
Diagnosis hipotiroid primer terkonfirmasi
Uji diagnostik lain untuk mengetahui etiologi (opsional):
Radionuclide uptake and scan USG Tiroglobulin serum Antibodi antitiroid maternal Iodin urin
Memeriksa TSH serum dan free T4
TSH ↓ atau normal (<9 mU/L)
free T4 ↓ (<0.6ng/dL)
Diagnosis seperti hipotiroid sekunder (sentral)
Isolasi: analisis TSHβ Evaluasi defisiensi hormone
pituitary lainnya MRI Otak Eye exam-untuk memeriksa
hipoplasia nervus optikus
Sumber: Rastogi MV, LaFranchi SH. Kongenital hypothyroidism. J Orphanet of Rare
Diseases. 2010; 5: 17
Tatalaksana
Terapi pilihan untuk bayi dengan hipotiroid kongenital adalah sodium-I-thyroxine oral.
Karena 80% dari T3 yang ada di sirkulasi dibentuk oleh monodeiodinasi dari T4. Dengan
pengobatan ini, T4 dan T3 serum akan kembali normal. Untuk neonatal, dosis inisial adalah
10-15 µg/kg (37.5-50 µg/24 jam). Tablet tiroksin tidak dapat dicampur dengan formula
protein soya ataupun besi. Karena dapat mengikat T4 dan menghambat absorbsi obat. Anak
dengan hipotiroid membutuhkan sekitar 4 µg/kg/24 jam dan dewasa hanya 2 µg/kg/24 jam.3
Penggunaan levotiroksin dengan dosis 1.6 µg/kg/hari dapat menurunkan
kadar TSH sebesar 1.25 mIU/L serta meningkatkan free T4 sebesar 0.07
ng/dL dan free T3 sebesar 6.5 ng/dL.10
Prognosis
Diagnosis secara dini dan tatalaksana pada minggu pertama kehidupan menghasilkan
prognosis yang jauh lebih baik, dimana pertumbuhan dan perkembangan intelektual bayi
dapat normal seperti bayi yang tidak mengalami hipotiroid kongenital. Diagnosis yang
terlambat dan terapi yang tidak adekuat akan menghasilkan kerusakan otak dengan derajat
yang bervariasi pada dua sampai tiga tahun pertama kehidupan. Sedangkan jika tanpa
pengobatan akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak sangat terlambat
bahkan akan terjadi retardasi mental permanen.3
Ringkasan
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan defisiensi hormone tiroid yang didapat dari sejak
lahir.6 Penyebabnya sebagian besar dikarenakan adanya gangguan saat pembentukan kelenjar
tiroid.3 Bayi dengan hipotiroid kongenital masih sering dijumpai di Indonesia. Deteksi dini
hipotiroid kongenital pada bayi yang baru lahir sangat diperlukan untuk mencegah gangguan
Uji diagnostik lain untuk mengetahui etiologi (opsional):
Radionuclide uptake and scan USG Tiroglobulin serum Antibodi antitiroid maternal Iodin urin
Isolasi: analisis TSHβ Evaluasi defisiensi hormone
pituitary lainnya MRI Otak Eye exam-untuk memeriksa
hipoplasia nervus optikus
pertumbuhan dan perkembangan anak dikemudian hari. Tetapi deteksi dini melalui skrining
hipotiroid kongenital (SHK) belum menjadi program rutin pemerintah sehingga kasus
hipotiroid kongenital belum banyak dapat dikelola secara tepat dan berkesinambungan.8
Skrining berupa pemeriksaan kadar free T4 dan TSH serum dapat dilakukan 48-72 jam paska
kelahiran bayi. Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena
pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil
tinggi/positif palsu (false positive). Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka
spesimen perlu diambil pada kunjungan neonatal berikutnya melalui kunjungan rumah atau
pasien diminta datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.7
Untuk mencegah terjadinya hipotiroid kongenital ini perlu edukasi pada ibu yang
sedang hamil untuk sering mengonsumsi makanan yang mengandung yodium, namun tidak
berlebihan agar kebutuhan yodium tubuh ibu dan bayi tercukupi. Yodium,bisa didapat
dari makanan laut seperti, ikan, udang, dan kerang.11 Selain itu, ibu yang baru
melahirkan juga harus waspada jika bayi tampak lemah dan cenderung jarang menangis. Jika
bayi tampak lemah, jarang menangis, kurang aktif dan ditemukan gejala lainnya yang
mengarah ke hipotiroid kongenital, segera bawa bayi ke pelayanan kesehatan.
REFERENSI
1. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC;
2009.h.978-985.
2. Markou K, Georgopoulos N, Kyriazopoulou V, Vagenakis AG. Iodine-Induced
Hypothyroidism. J University of Patras Medical School. 2010; 11: 501.
3. LaFranchi S. Hypothyroidism. In: Behrman RE, Kliegmann RM, Jenson HB, editors.
Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2004.
Chapter 559.
4. Murray MA. Kongenital Hypothyroidism. J Pediatric Endocrinologist. 2009; 1: 4.
5. Razavi Z, Yavarika A, torabian S. Kongenital Anomalies in Infant with Kongenital
Hypothyroidism. J Oman Medical. 2012; 27: 364-367.
6. Rastogi MV, LaFranchi SH. Kongenital hypothyroidism. J Orphanet of Rare Diseases.
2010; 5: 17
7. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014
tentang Skrinning Hipotiroid Kongenital
8. Wirawan A, Sunartini I, Suryawan B, Soetjiningsih L. Tumbuh Kembang Anak
Hipotiroid Kongenital yang Diterapi dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi. J
Sari Pediatri. 2013; 15: 2.
9. Maciel LMZ, Kimura ET, Nogueira CR, Maria G, Mazeto S. Congenital hypothyroidism:
recommendations of the Thyroid. J Department of the Brazilian Society of Endocrinology
and Metabolism. 2013; 57: 184-192.
10. Chakera AJ, Pearce SHS, Vaidya B. Treatment for primary hypothyroidism: current
approaches and future possibilities. J Dovepress. 2012; 6: 1-11.
11. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2009.h.256