hipotiroid Kongenital

39
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining pada bayi baru lahir (BBL) merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan generasi yang lebih baik. Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang sehat. Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan kongenital sedini mungkin, sehingga bila ditemukan dapat segera dilakukan intervensi secepatnya. Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan skrining pada bayi baru lahir adalah Hipotiroid Kongenital (HK), merupakan penyakit yang tidak jarang ditemui. Hipertiroid kongenital merupakan gangguan yang diakibatkan kekurangan hormon tiroid sejak lahir. Hormon tersebut berfungsi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental. Kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, seperti: tubuh cebol, lidah besar, bibir tebal, hidung pesek, kesulitan bicara, dan keterbelakangan mental/idiot. 1

description

referat

Transcript of hipotiroid Kongenital

BAB I

PENDAHULUAN

Pendahuluan

Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining pada bayi baru lahir

(BBL) merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan generasi yang

lebih baik. Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal

Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa

hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang

sehat. Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan

kongenital sedini mungkin, sehingga bila ditemukan dapat segera

dilakukan intervensi secepatnya.

Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan

skrining pada bayi baru lahir adalah Hipotiroid Kongenital (HK), merupakan

penyakit yang tidak jarang ditemui. Hipertiroid kongenital merupakan

gangguan yang diakibatkan kekurangan hormon tiroid sejak lahir. Hormon

tersebut berfungsi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik

fisik maupun mental. Kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan perkembangan, seperti: tubuh cebol, lidah

besar, bibir tebal, hidung pesek, kesulitan bicara, dan keterbelakangan

mental/idiot.

Skrining hipotiroid congenital pertama kali dilakukan oleh Fisher DA

dkk pada tahun 1972 di Amerika Utara. Dari hasil skrining 1.046.362 bayi

dapat diselamatkan 277 bayi dengan HK, kelainan primer sebanyak 246

(1: 4.254 kelahiran) dan 10 bayi dengan hipotiroid sentral (1: 68.200

kelahiran). Dari pemantauan menunjukkan dengan pengobatan memadai

sebelum umur 1 bulan, anak-anak tersebut tumbuh normal.

Di Indonesia telah dilakukan skrining HK di dua laboratorium yaitu di

RS Dr Hasan Sadikin (RSHS) dan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dari

tahun 2000 – 2005 telah di skrining 55.647 bayi di RSHS dan 25.499 bayi

1

di RSCM, dengan angka kejadian 1 : 3528 kelahiran. Selain itu, skrining HK

juga dilakukan di 7 propinsi, yaitu Sumbar, DKI Jakarta, Jabar, Jateng,

Jatim, Bali dan Sulsel. Dari tahun 2006-2009 telah diskrining 171.825

bayi dengan kasus HK 48 (1 : 3850).

Data yang dikumpulkan oleh Unit Koordinasi Kerja Endokrinologi

Anak dari beberapa rumah sakit di Jakarta, Bandung, Yogyakarta,

Palembang, Medan, Banjarmasin, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar,

Makassar, dan Manado, ditemukan 595 kasus HK yang ditangani selama

tahun 2010. Sebagian besar kasus ini terlambat didiagnosis sehingga

mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik serta

gangguan intelektual.

Di Indonesia, skrining neonatal HK saat ini belum merupakan

program nasional. Skrining baru dikembangkan di 11 propinsi terpilih di

Indonesia. Telaah rekam medis di klinik endokrin anak RSCM dan RSHS

menunjukkan bahwa lebih dari 70% penderita HK didiagnosis setelah umur

1 tahun. Hanya 2,3% yang bisa dikenali sebelum umur 3 bulan.

Bila diasumsikan rasio angka kejadian HK adalah 1:3000 dengan

proyeksi angka kelahiran adalah 5 juta bayi per tahun, maka diperkirakan

>1600 bayi dengan HK akan lahir tiap tahun. Tanpa upaya deteksi dan

terapi dini maka secara kumulatif keadaan ini akan menurunkan kualitas

sumber daya manusia Indonesia di kemudian hari dan akan menjadi

masalah kesehatan masyarakat yang besar pada masa mendatang.

Dengan demikian, deteksi dini melalui skrining pada BBL sangat penting

dilakukan, dan pengobatan dapat segera diberikan. Depkes, 2012

2

BAB II

HIPOTIROID KONGENITAL

Definisi

Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan kurangnya produksi

hormon tiroid pada bayi baru lahir yang bila tidak segera dideteksi dan

diobati dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan,

baik fisik maupun mental. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis

kelenjar tiroid, kesalahan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium. Franchi,

2007

Epidemiologi

Prevalensi HK sangat bervariasi antar negara. Perbedaan ini

dipengaruhi pula oleh perbedaan etnis dan ras. Prevalensi HK pada orang

Jepang adalah 1:7.600, sedangkan pada populasi kulit hitam sangat

jarang. Prevalensi HK di Inggris menunjukkan kejadian yang lebih tinggi

pada anak-anak keturunan Asia. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,

angka kejadian HK dua kali lebih tinggi pada anak perempuan

dibandingkan dengan anak laki-laki. Di seluruh dunia prevalensi HK

diperkirakan mendekati 1:3000 dengan kejadian sangat tinggi di daerah

kekurangan iodium, yaitu 1:900.

Di negara-negara Asia, angka kejadian di Singapura 1:3000-3500,

Malaysia 1:3026, Filipina 1:3460, HongKong 1:2404. Angka kejadian lebih

rendah di Korea 1:4300 dan Vietnam 1:5502. Proyek pendahuluan di India

menunjukkan kejadian yang lebih tinggi di India, 1:1700 dan di Bangladesh

1:2000. Dari tahun 2000–2005 telah di skrining 55.647 bayi di RSHS dan

25.499 bayi di RSCM, dengan angka kejadian 1:3528 kelahiran. Depkes, 2012

3

Hormon Tiroid Janin

Hormon tiroid merupakan satu-satunya hormon yang membutuhkan

bahan dasar dari luar yaitu yodium. Diproduksi oleh kelenjar tiroid, yang

menghasilkan 2 macam hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan tri-iodotironin

(T3). Produksi dan sekresi hormon tiroid diatur oleh suatu mekanisme

pengaturan yang sangat kompleks. Fungsi kelenjar tiroid diatur melalui aksi

stimulasi oleh TRH (Tiroid Releasing Hormon) dari hipotalamus pada

kelenjar pituitary anterior dan modulasi pelepasan TSH (Tiroid Stimulating

Hormon) oleh pengaruh hormon T4 (tetraiodotironin) dan T3 (triiodotironin)

bebas yang ada di perifer melalui umpan balik negatif. Kumorowulan dan Supadmi, 2012

Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron

pada neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone

(TSH) mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat

dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH

dalam darah mulai meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada

usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai

tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10

minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12

minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus

meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh

hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan,

tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan

mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua

kehamilan.

Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan

normal janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga

kadar T4 ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu

hamil mengalami kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid,

misalnya penyakit Grave’s maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta

sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid.

4

Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang

menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara

perlahan-lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada

bayi prematur kadar T4 saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai

kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu. Semua tahap yang melibatkan

sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi, organifikasi, coupling

dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH. Batubara dkk, 2010

Etiologi

Penyebab terjadinya hipotiroid kongenital adalah kekurangan

hormon tiroid pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid

seperti tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar

(displasia, hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau

ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan metabolik kelenjar

tiroid (dishormogenesis). Kelainan tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid

sehingga disebut hipotiroid kongenital primer, dan jika terjadi di otak

(hipofisis atau hipotalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier.

Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat sementara (transient)

seperti pada keadaan defisiensi iodium, bayi prematur, dan penggunaan

obat antitiroid yang diminum ibu.

Berdasarkan penelitian di luar negeri, telah diketahui adanya

keterkaitan hipotiroid kongenital dengan mutasi pada beberapa gen, yaitu :

1. Mutasi pada gen NIS yang secara aktif mengatur transport iodida ke

dalam sel folikel tiroid.

2. Mutasi pada gen tiroid peroksidase (TPO), dimana enzim tiroid

peroksidase berperan penting pada biosintesis hormon tiroid.

3. Mutasi homozigot pada exon 7 gen thyroglobulin.

4. Mutasi pada gen yang mengontrol faktor transkripsi.

5. Mutasi pada gen thyrotropin β-subunit (TSH β-subunit). Kumorowulan dan

Supadmi, 2012

5

Manifestasi Klinis

Kretin merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh hipotiroidisme

ekstrem pada waktu bayi dan anak yang ditandai dengan kegagalan

pertumbuhan. Istilah kretin mencakup 2 hal yaitu kretin endemik dan kretin

sporadik. Keduanya berbeda secara etiologi namun masih berkaitan

dengan hormon tiroid.

Kretin endemik

Kretin endemik merupakan kelainan akibat kekurangan iodium yang

berat pada saat masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting

bagi gangguan akibat kekurangan iodium. Tanda-tanda klinis yang

menonjol yaitu adanya retardasi mental, postur pendek, gangguan berjalan

dan sikap berdiri yang khas, muka dan tangan tampak sembab dan

seringkali dengan tuli mutisme dan tanda-tanda kelainan neurologis. Greenspan

& Gardner, 2004

Prevalensi kretin di daerah defisiensi iodium berat sekitar 1-15%.

Kretin endemik pada umumnya lahir di daerah defisiensi iodium yang

sangat berat dengan median kadar iodium urin < 25µg/L.

Seseorang dikatakan kretin endemik apabila lahir di daerah

endemik dan menunjukkan dua atau lebih dari tiga gejala berikut yaitu

retardasi mental, tuli perseptif (sensorineural) nada tinggi, gangguan

neuromuskuler.

Patogenesis kretin endemik diduga karena kerusakan otak derajat

berat akibat defisiensi iodium selama fetal. Hal ini terjadi karena defisiensi

hormon tiroid yang terjadi pada ibu hamil serta janinnya. Pada awal

trimester ke-2 kehamilan, otak mengalami perubahan yang amat cepat dan

amat vulnerabel terhadap kekurangan iodium dimana saat itu hormon tiroid

ibu tidak cukup, sementara kelenjar tiroid janin belum berfungsi secara

adekuat sehingga bisa timbul kelainan neurologi. Hormon tiroid ibu selama

hamil sangat penting karena pada awal kehamilan hormon tersebut di

transfer kepada janin. Kumorowulan dan Supadmi, 2012

6

Kretin Sporadik / Hipotiroid Kongenital

Kretin sporadik atau dikenal juga dengan hipotiroid kongenital, disebabkan

oleh kegagalan kelenjar tiroid janin dalam memproduksi hormon tiroid

secara cukup karena berbagai sebab. Hartono B, 2003

Bayi baru lahir yang menderita hipertiroid kongenital umumnya

(90%) tidak memperlihatkan gejala, kalaupun ada sangat samar dan tidak

khas. Hal ini disebabkan karena masih ada pengaruh hormon tiroid ibu

yang didapat bayi saat masa kehamilan. Depkes, 2012

Manifestasi klinis dini pada hipotiroid kongenital adalah sebagai

berikut :

1. Gangguan regulasi termal : hipotermia, sianosis perifer, ekstremitas

dingin.

2. Gangguan gastrointestinal : gangguan makan, distensi abdomen,

muntah, konstipasi.

3. Gangguan neuromuskuler : hipotonia, letargi.

4. Keterlambatan maturasi kletal : fontanel dan sutura kranialis melebar,

epifisis femoral distal tak tampak.

5. Keterlambatan maturasi biokimia : ikterus.

Setelah bayi berusia 3 bulan, mulai tampak gambaran klasik yaitu

suara tangis berat dan parau, hipoplasia hidung/nasoorbita, lidah

membesar, kulit kasar dan kering, hernia umbilikalis, reflek tendon menurun

dan terlambat mencapai perkembangan sesuai umur.

Setelah usia 6 bulan, anak tampak bodoh karena retardasi mental.

Pada kurun usia berikutnya, disamping pertumbuhan tinggi badan yang

sangat terganggu (cebol) terdapat juga gangguan neurologi khususnya

tanda-tanda disfungsi cerebelar, misalnya gangguan keseimbangan,

tremor, disartri, dan lainnya. Kumorowulan dan Supadmi, 2012

7

Gambar 1. Bayi dengan gejala hipotiroid kongenital: makroglosi, hernia umbilikalis, kulit kering bersisik, udem skrotum.

Diagnosis

Penegakan diagnosis hipotiroid kongenital berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologi.

Anamnesis

Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan

diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok

endemik, riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu

hamil, riwayat struma pada keluarga dan riwayat perkembangan anak. Vliet &

Polak, 2007

Gejala Klinis

Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode

neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat

agenesis kelenjar tiroid komplit. Larson, 2003

Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala

dapat sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang

berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang

terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi

makan, terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan

tersedak saat dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama.

8

Kesulitan bernapas, sebagian karena lidah yang besar, termasuk episode

apnea, pernapasan berbunyi, dan hidung tersumbat. Sindrom distres

pernapasan yang khas juga dapat terjadi. Bayi yang terkena sedikit

menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya lamban.

Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap

pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan

subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin

dingin dan burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi

lambat, bising jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik

biasanya ada. Anemia makrositik sering ada dan refrakter terhadap

pengobatan dengan hematinik. Karena gejala-gejala muncul secara

bertahap, diagnosis sering kali terlambat. Vliet & Polak, 2007

Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan

mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia

3-6 bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada

defisiensi hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya

terlambat. Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormon tiroid,

terutama T3, hormone ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang menyusu

dengan hipotiroidisme kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji

skrining tiroid neonatus. Larson, 2003

Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran

kepala normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior

terbuka lebar. Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan

sebagai pedoman awal untuk mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya

3% bayi baru lahir normal memiliki fontanella posterior yang lebih besar

dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar, dan jembatan hidung yang

lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan kelopak mata

membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar terjulur ke

luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat

endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar

dan jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema

9

tampak, terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia

eksterna. Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning,

tetapi skleranya tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah

patah dan tipis. Garis rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang

biasanya tampak mengerut, terutama ketika bayi menangis. Larson, 2003

Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi

dan lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak

mau belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan

dengan usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama

sekali.

Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi

pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne

sindrome). Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena

pseudohipertrofi, terutama pada otot betis. Patogenesisnya belum

diketahui. Perubahan ultrastruktural dan histokimia yang tidak spesifik

tampak pada biopsi otot yang kembali normal dengan pengobatan.

Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang telah diamati

pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita

menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat. Vliet & Polak, 2007

10

Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital Vliet & Polak, 2007

Sistem Organ Manifestasi Klinis

Kulit dan jaringan ikat

Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, keringdan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh. Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi, erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.

KardiovaskulerBradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan darah rendah.

Neuromuskuler

Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada bayi), tuli.

PernafasanEfusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring), sindrom distress nafas.

Ginjal dan metabolisme elektrolitRetensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia

Metabolisme karbohidrat,lemak dan protein

Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan protein pada susunan saraf bayi menurun.

Saluran cerna dan heparObstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)

HematopoetikAnemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan absorbsi zat besi rendah.

Skelet/somatic

Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang menurun.

ReproduksiPubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid.

11

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada hipotiroid kongenital menunjukkan

kadar TSH yang tinggi, seringkali lebih dari 100µU/ml dan kadar serum T4

yang rendah. Pada beberapa keadaan hipotiroid kongenital dapat disertai

dengan pembesaran kelenjar gondok (goiter) seperti pada defisiensi iodium

dan dishormogenesis. Rustama, 2005 Bayi dengan konsentrasi T4 yang rendah

dan kadar TSH yang normal atau rendah diduga mengalami hipotiroid

kongenital sekunder atau hipotalamik hipotiroid / tersier. Kumorowulan dan Supadmi,

2012

Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila ada riwayat

penyakit autoimun tiroid. Depkes, 2012

Pemeriksaan Radiologis

Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi

saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan

kekurangan hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal

femoral epiphysis, yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada

pasien yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara umur kronologis dan

umur osseus meningkat. Epiphyses sering memiliki beberapa fokus

penulangan (epifisis disgenesis), deformitas (retak) dari vertebra thorakalis

12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. Foto tengkorak

menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar sutura

biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus

langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan

dan erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial

mungkin ada. Vliet & Polak, 2007

Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi

dengan hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena

pemeriksaan ini. Pemeriksaan 123 I-natrium iodida lebih unggul dari 99m

Tc-natrium pertechnetate untuk tujuan ini.

12

Ultrasonographic tiroid sangat membantu, tapi penelitian

menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak terdeteksi dengan USG

tiroid dan ini dapat ditunjukkan oleh skintigrapI. Rendahnya level TG serum

menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg serum ada pada kelenjar

ektopik dan gondok, tetapi ada tumpang tindih dengan rentang luas.

Adanya jaringan tiroid ektopik adalah diagnostik untuk disgenesis tiroid

yang membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4. Kegagalan

menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia, tetapi hal ini juga

terjadi pada bayi dengan defek trapping- iodida. Kelenjar tiroid yang normal

dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat menunjukkan

cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan goiter hipotiroidisme

memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan radioiodine, uji cairan

perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan pemeriksaan jaringan tiroid,

jika sifat biokimia defek harus ditentukan. Franchi, 2007

Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T

voltase rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan

menunjukkan fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial.

Elektroensefalogram sering menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak

yang berumur lebih dari 2 tahun, tingkat kolesterol serum biasanya

meningkat. MRI otak sebelum pengobatan dilaporkan normal, meskipun

spektroskopi resonansi magnetik proton menunjukkan tingkat tinggi yang

mengandung senyawa kolin, yang mungkin mencerminkan blok di

pematangan myelin. Vliet & Polak, 2007

Penatalaksanaan

Tujuan umum pengobatan HK adalah menjamin agar anak mampu

mencapai pertumbuhan dan perkembangan mental mendekati potensi

genetiknya. Keadaan ini bisa dicapai dengan mengembalikan FT4 dan TSH

dalam rentang normal dan mempertahankan status klinis dan biokimiawi

dalam keadaan eutiroid (tiroid normal). Apapun penyebabnya, terapi sulih

13

hormon dengan (pil tiroksin) L-thyroxine harus secepatnya diberikan begitu

diagnosis ditegakkan. Depkes, 2012

Secara tujuan pengobatan hipotiroid congenital adalah : Batubara, 2010

a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal

dalam waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi,

metabolism otot dan otot jantung yang sangat diperlukan pada masa

awal kehidupan seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson,

dendrite, sel glia dan proses mielinisasi neuron.

b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak.

Medikamentosa

Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid congenital

ditegakkan. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin) merupakan obat yang

tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Tiroksin sebaiknya tidak

diberikan bersama-sama dengan makanan yang mengandung goitrogen

seperti protein kedele, zat besi, kalsium atau makanan tinggi serat karena

makanan ini akan mengikat T4 dan atau menghambat penyerapannya.Franchi,

2007; Batubara, 2010

Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan

disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan

kadar T4. Depkes, 2012

Tabel 2. Dosis umum Hormon Tiroid yang diberikan

Usia Na L-T4 (microgram/kgBB)

0 - 3 bulan3 - 6 bulan6 - 12 bulan1 - 5 tahun6 - 12 tahun>12 tahun

10 -158 -106 - 85 - 64 - 52 – 3

14

Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan

direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 μg/kg/hari

karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Pada bayi cukup

bulan diberikan rata-rata 37,5 – 50 µg per hari. Bayi-bayi dengan

hipotiroidisme berat (kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan

hilangnya epifise femoral distal dan tibia proksimal pada gambaran

radiologi lutut) harus dimulai dengan dosis 15 μg/kgBB/hari. Batubara, 2010; Depkes,

2012

Besarnya dosis hormon tergantung berat ringannya kelainan. Bayi

dengan hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan kadar T4 kurang dari 5 µg,

sebaiknya diberikan 50 µg. Pemberian 50 µg lebih cepat menormalisir

kadar T4 dan TSH. Depkes, 2012

Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh

aman bagi neonatus. Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau

tanda-tanda dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan

dimulai dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang

beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis penuh yang

dianjurkan tercapai. Batubara, 2010

Monitoring

Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan

pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi

setiap kasus bersifat individual.

Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:

1. Pertumbuhan dan perkembangan

2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH

Kadar T4 serum harus dijaga dalam batas normal (10-16 μg/dl) atau T4

bebas dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH serum dipertahankan < 5

mU/L.

15

Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu :

- Setelah 2 minggu dan 4 minggu sejak pengobatan Tiroksin

- setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama,

- setiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan–3 tahun,

- selanjutnya tiap 6-12 bulan pada umur 3-18 tahun.

Selain itu, kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 4 minggu setelah

perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang

berlebihan. Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini

dari sutura, percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen,

dan perilaku. Depkes, 2012

Prognosis

Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiroid

kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.

Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama

kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan

intelegensinya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.

Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi

mental. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak

berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program skrinng di Quebec (AS)

mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar 115, usia 18

bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan di

usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” lebih

rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal

dapat dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi

motorik kasar dan halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun,

gangguan pemusatan perhatian dan gangguan bicara. Tuli sensorineural

ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital. Batubara, 2010; Franchi, 2007

16

BAB III

SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL

Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah dengan

deteksi dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1-3 bulan. HK sendiri

sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Bila

gejala klinis sudah tampak, berarti ada keterlambatan penanganan.

Pada hipotiroid kongenital, skrinning merupakan manajemen yang

paling penting dilakukan. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sebaiknya

dilakukan pada semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis,

karena makin lama gejala makin berat, hambatan pertumbuhan dan

perkembangan lebih nyata dan pada umur 3–6 bulan gejala khas hipotiroid

menjadi lebih jelas. Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan

mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak

akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan

yang paling menyedihkan adalah perkembangan mental terbelakang yang

tidak bisa dipulihkan.

Pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk mendeteksi

hipotiroid primer (permanen maupun transien) dan sesuai dengan

rekomendasi American Thyroid Association, pemeriksaan primer TSH

merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH

sebagai marka hormonal cukup akurat digunakan untuk menapis HK

primer. Khusus untuk negara yang masih menghadapi masalah gangguan

akibat kekurangan Iodium (GAKI) seperti Indonesia, International Council

for Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD) menyatakan bahwa

pemeriksaan primer TSH untuk skrining HK akibat kekurangan iodium pada

ibu hamil, merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan derajat

17

kekurangan iodium. Juga merupakan cara yang baik untuk memantau hasil

program penanggulangan GAKI.

Proses Skrining

1. Persiapan

Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir

dengan pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan skrining

ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua untuk mau

melakukan skrining bagi bayinya.

Persetujuan (informed consent) tidak perlu tertulis khusus, tetapi

dicantumkan bersama-sama dengan persetujuan tindakan medis

lain pada saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi.

Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua

harus menandatangani formulir penolakan.

2. Pengambilan Spesimen

Hal yang penting diperhatikan pada pemeriksaan spesimen ialah :

a. Waktu pengambilan (timing)

b. Data demografi bayi

c. Metode pengambilan

d. Pengiriman/transportasi

e. Proses skrining di laboratorium

a. Waktu Pengambilan Sampel

- Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika

umur bayi 48 sampai 72 jam.

- Pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir

antara 24–48 jam.

- Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah

lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan

memberikan sejumlah hasil positif palsu (false positive).

18

A. B C D E

(Isilah setiap lingkaran dengan satu bercak darah hingga menyerap/ tembus bagian belakang)

PROGRAM SKRINING HIPOTIROID KONGENITALRumah sakit:________________________/No.Rekmed________________________

Nama Ibu/Bayi: ___________________________________/suku _________________Nama Ayah: ___________________________________/Suku__________________

Alamat:_________________________________________________________ __________________________________________________________

Telepon:__________________________________________________________Dokter Penanggung Jawab:____________________________Tep/hp__________________

Kelahiran: Tunggal Kembar 1 2 3 Umur kehamilan: Prermatur: Ya Tidak

Jenis Kelamin: L P Berat badan :___________Gram

Keterangan ::

Transfusi Darah : Ya Tgl …/…../ …. Tidak Ibu makan obat anti tiroid : Ya Tidak

Bayi dengan kelainan bawaan/ sindrom :Ya , sebutkan….. Tidak

Bayi sakit : Ya Tidak

Obat untuk bayi : Ya , sebutkan............ Tidak

b. Data / Identitas Bayi

- Isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu

informasi.

- Kelengkapan dan akuratan data pada kartu informasi sangat

penting untuk kecepatan tindak lanjut hasil tes bagi pasien.

Gambar 2. Contoh kertas saring yang sudah diselipkan pada kartu informasi yang berisi data demografi bayi, dan ditetesi darah pada kedua bulatannya

- Pengisian kartu informasi dilakukan dengan ballpoint, jangan

menggunakan tinta yang dapat luntur.

19

- Hindari pencemaran pada kertas saring, mengotori kertas

saring atau merusak tetes darah yang ada. Usahakan kertas

saring tidak banyak disentuh petugas lain.

c. Metode dan Tempat Pengambilan Darah

M etode Pengambilan Darah dari Tumit Bayi ( heel prick )

Siapkan alat yang digunakan :

- Sarung tangan

- Lancet

- Kartu-kertas saring (kertas saring yang diproduksi oleh

Schleicher & Schuell, Inc (S&S grade 903) atau Whatman 903)

- Kapas

- Alkohol 70%

- Kasa steril

- Rak pengering

Gambar 3. : Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen (1. Sarung tangan steril, 2. Lancet, 3. Kartu kertas saring, 4. Kapas, 5. Alkohol 70%, 6. Kasa steril, 7. Rak pengering)

Prosedur pengambilan spesimen darah :

20

1

2

3

4

5

67

1. Cuci tangan menggunakan sabun dengan air bersih mengalir dan

pakailah sarung tangan

2. Hangatkan tumit

3. Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki lebih rendah dari

kepala bayi

4. Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral atau medial tumit

(daerah berwarna merah), (gambar 4 dan 5)

Gambar 4

5. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas

alkohol 70%, biarkan kering (gambar 6)

6. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai ukuran 2 mm.

(gambar 7)

21

Gambar 6 Gambar 7

Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10

7. Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan kain kasa

steril (gambar 8)

8. Lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes darah yang

cukup besar. Hindarkan gerakan memeras karena akan

mengakibatkan hemolisis atau darah tercampur cairan jaringan.

(gambar 9)

9. Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring

sampai bulatan terisi penuh dan tembus kedua sisi. Hindarkan

tetesan darah yang berlapis-lapis (layering). Ulangi meneteskan

darah ke atas bulatan lain. Bila darah tidak cukup, lakukan

tusukan di tempat terpisah dengan menggunakan lanset baru.

(gambar 10)

10.Tekan bekas tusukan dengan kasa/kapas steril. Bekas tusukan

tidak perlu diberi plester ataupun pembalut.

22

Gambar 11. Contoh bercak darah yang baik

Metode Pengeringan Spesimen

1. Setelah mendapatkan spesimen letakkan di

rak pengering dengan posisi horisontal atau

diletakkan di atas permukaan datar yang

kering dan tidak menyerap (non absorbent).

2. Biarkan spesimen mengering (warna darah

merah gelap)

3. Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak

pengering sebelum dikirim ke laboratorium gambar 12

4. Jangan meletakkan pengering berdekatan dengan bahan-bahan

yang mengeluarkan uap seperti cat, aerosol, dan insektisida.

d. Pengiriman / Transportasi Spesimen

1. Ketika spesimen akan dikirim, susun berselang-seling untuk

menghindari agar bercak darah tidak saling bersinggungan, atau

taruh kertas diantara bercak darah. Bisa juga tiap spesimen

dimasukkan ke dalam kantong khusus

2. Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen.

3. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul spesimen

atau langsung dikirim melalui jasa layanan PT. POS Indonesia

(Pos Express) maupun jasa pengiriman swasta.

4. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak spesimen

diambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.

Gambar 13. Menyusun kertas saring dengan berselang-seling

23

5. Spesimen dikirim ke salah satu Laboratorium Rujukan Skrining

Hipotiroid Kongenital di Indonesia :

Pusat Skrining Hipotiroid Kongenital Propinsi Jawa Barat

Bagian Kedokteran Nuklir FK-Unpad RSUP Hasan Sadikin

Laboratorium Patologi Klinik FK-UI RS Cipto Mangunkusumo

e. Proses Skrining di Laboratorium

-Setelah sampai di laboratorium, spesimen yang dikirim dipisahkan

antara spesimen pertama dan ulangan, kemudian diperiksa

kelengkapan identitas spesimen. Untuk spesimen yang tidak

lengkap, pengawas laboratorium untuk menghubungi petugas

fasilitas kesehatan dan menanyakan secara lengkap identitas

bayi.

-Pemeriksaan kualitas spesimen. Spesimen diperiksa satu persatu

untuk melihat kualitasnya. Spesimen darah harus sudah kering,

memenuhi satu lingkaran penuh hingga tembus ke sisi

belakangnya, berwarna gelap dan tidak memudar pada sisi

lingkaran. Spesimen darah yang telah memenuhi syarat diatas di

tandai dengan tulisan “SPESIMEN DITERIMA”.

-Spesimen yang terkontaminasi, warna tetesan darah yang pudar,

darah terlalu sedikit ( lihat gambar spesimen yang tidak baik),

termasuk juga spesimen yang diambil sebelum bayi berumur 24

jam, dipisahkan dalam kantong plastik dan ditandai dengan

tulisan “SPESIMEN DITOLAK”. Petugas harus melaporkan

kepada pengawas laboratorium agar dapat segera menghubungi

petugas fasilitas kesehatan yang bersangkutan untuk

pengambilan spesimen kembali.

- Spesimen yang memerlukan pengambilan ulang ( r esample ) :

Spesimen dengan hasil TSH antara 20 - 40 mU/L

Spesimen yang tidak cukup untuk pengukuran TSH

24

Spesimen dengan kesalahan pengambilan (terkontaminasi,

berlapis-lapis, < 24 jam, dll.), seperti gambaran berikut :

Spesimen tidak baik : Kemungkinan penyebab :

Tetes darah kurang Meneteskan darah

dengan tabung kapiler Kertas tersentuh tangan,

sarung tangan, lotion

Kertas rusak, meneteskan darah dengan tabung kapiler

Mengirim spesimen sebelum kering

Meneteskan terlalu banyak darah

Meneteskan darah di kedua sisi bulatan kertas

Darah diperas (milking) dari tempat tusukan

Kontaminasi Terpapar panas

Alkohol tidak dikeringkan Kontaminasi dengan

alkohol dan lotion Darah diperas (milking) Pengeringan tidak baik

Penetesan darah beberapa kali

Meneteskan darah di kedua sisi bulatan kertas

Gagal memperoleh spesimen

25

Tindak Lanjut Hasil Skrining

Hal pertama yang harus dilakukan ketika mendapatkan hasil tes

positif adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang

bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil tes positif ialah

mencari tempat tinggal bayi tersebut dan memfasilitasi pemeriksaan

lanjutan untuk menegakkan diagnosis. Bila perlu, dilakukan tes konfirmasi

berupa pemeriksaan TSH, dan T4 bebas (FT4) serum terhadap bayi

tersebut.

Beberapa kemungkinan hasil TSH

a. Kadar TSH ≤ 20 mU/L

Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 mU/L,

maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim

spesimen dalam waktu 7 hari.

b. Kadar TSH antara >20 – ≤ 40 mU/L

Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang meragukan. Sehingga

perlu pengambilan spesimen ulang (resample). Bila pada hasil

pengambilan ulang didapatkan:

Kadar TSH ≤ 20 mU/L, maka hasil tersebut dianggap normal

kadar TSH > 20 mU/L, maka perlu dilakukan pemeriksaan TSH dan

FT4 serum

c. Kadar TSH > 40 mU/L

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan nilai yang demikian, maka perlu

dilakukan pemeriksaan konfirmasi TSH dan FT4 serum

26

Memotivasi orang tua

Pengambilan sampel darah

Pengiriman sampel ke laboratorium

Mengerjakan tes uji saring

Penyampaian hasil skrining

Pemanggilan ulang (recalling) pasien

Memotivasi orang tua sebaiknya dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlibat langsung dengan pengawasan antenatal

Pengambilan spesimen bisa dilakukan pada 24 – 72 jam setelah bayi lahir. Pengambilan darah bisa dikerjakan oleh dokter, perawat, bidan , teknisi medis yang telah dilatih.

Lakukan pengambilan sampel atau pengiriman secara teratur oleh kurir atau melalui pos

Dilaksanakan di laboratorium yang telah ditunjuk dan mempunyai kemampuan mengerjakan tes uji saring

Hasil tes disampaikan dalam waktu satu minggu setelah spesimen diterima di laboratorium. Hasil disampaikan ke pengirim spesimen melalui fax, e-mail, telpon atau kurir

Recall pasien merupakan tanggung jawab dari subkoordinator di tempat bayi lahir. Recall tes positif untuk pemeriksaan diagnostik harus dilakukan dengan segera.

Tabel Skema Pelaksanaan Pengambilan Dan Pemeriksaan Spesimen Darah

27

KEMENKES

DINKES PROVINSI

Pencatatan dan

pelaporan

POKJANAS

Hasil TSH negatif

TIM FOLLOW UP HASIL UJI SARING

LABORATORIUM SHKMonitoring dan evaluasi

POKJA PROVINSI

Ambil darah/serum untuk pemeriksan TSH dan T4

Hubungi/cari/kunjungi orang tua bayi, beri penjelasan

Umpan balik segera kpd koordinator RS/RB/PKM/Perawat/ Bidan/ pengirim sampelBeritahu koordinator

RS/RB/PKM/KL. Bidan

Hasil TSH positif

TSH tinggi, T4 rendah: beri tiroksin

Bila memungkinkan, pemeriksaan diagnostik lain: scanning tiroid, pencitraan sendi lututdan panggul, serta pemeriksaan lain atas indikasi

Pencatatan dan pelaporan (rekam medis)

Algoritma Kerja Tim Skrining Hipotiroid Kongenital

28