hipotiroid Kongenital
-
Upload
violitaahyar -
Category
Documents
-
view
254 -
download
1
description
Transcript of hipotiroid Kongenital
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining pada bayi baru lahir
(BBL) merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan generasi yang
lebih baik. Skrining atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal
Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa
hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang
sehat. Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan
kongenital sedini mungkin, sehingga bila ditemukan dapat segera
dilakukan intervensi secepatnya.
Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan
skrining pada bayi baru lahir adalah Hipotiroid Kongenital (HK), merupakan
penyakit yang tidak jarang ditemui. Hipertiroid kongenital merupakan
gangguan yang diakibatkan kekurangan hormon tiroid sejak lahir. Hormon
tersebut berfungsi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik
fisik maupun mental. Kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, seperti: tubuh cebol, lidah
besar, bibir tebal, hidung pesek, kesulitan bicara, dan keterbelakangan
mental/idiot.
Skrining hipotiroid congenital pertama kali dilakukan oleh Fisher DA
dkk pada tahun 1972 di Amerika Utara. Dari hasil skrining 1.046.362 bayi
dapat diselamatkan 277 bayi dengan HK, kelainan primer sebanyak 246
(1: 4.254 kelahiran) dan 10 bayi dengan hipotiroid sentral (1: 68.200
kelahiran). Dari pemantauan menunjukkan dengan pengobatan memadai
sebelum umur 1 bulan, anak-anak tersebut tumbuh normal.
Di Indonesia telah dilakukan skrining HK di dua laboratorium yaitu di
RS Dr Hasan Sadikin (RSHS) dan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dari
tahun 2000 – 2005 telah di skrining 55.647 bayi di RSHS dan 25.499 bayi
1
di RSCM, dengan angka kejadian 1 : 3528 kelahiran. Selain itu, skrining HK
juga dilakukan di 7 propinsi, yaitu Sumbar, DKI Jakarta, Jabar, Jateng,
Jatim, Bali dan Sulsel. Dari tahun 2006-2009 telah diskrining 171.825
bayi dengan kasus HK 48 (1 : 3850).
Data yang dikumpulkan oleh Unit Koordinasi Kerja Endokrinologi
Anak dari beberapa rumah sakit di Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
Palembang, Medan, Banjarmasin, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar,
Makassar, dan Manado, ditemukan 595 kasus HK yang ditangani selama
tahun 2010. Sebagian besar kasus ini terlambat didiagnosis sehingga
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik serta
gangguan intelektual.
Di Indonesia, skrining neonatal HK saat ini belum merupakan
program nasional. Skrining baru dikembangkan di 11 propinsi terpilih di
Indonesia. Telaah rekam medis di klinik endokrin anak RSCM dan RSHS
menunjukkan bahwa lebih dari 70% penderita HK didiagnosis setelah umur
1 tahun. Hanya 2,3% yang bisa dikenali sebelum umur 3 bulan.
Bila diasumsikan rasio angka kejadian HK adalah 1:3000 dengan
proyeksi angka kelahiran adalah 5 juta bayi per tahun, maka diperkirakan
>1600 bayi dengan HK akan lahir tiap tahun. Tanpa upaya deteksi dan
terapi dini maka secara kumulatif keadaan ini akan menurunkan kualitas
sumber daya manusia Indonesia di kemudian hari dan akan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang besar pada masa mendatang.
Dengan demikian, deteksi dini melalui skrining pada BBL sangat penting
dilakukan, dan pengobatan dapat segera diberikan. Depkes, 2012
2
BAB II
HIPOTIROID KONGENITAL
Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan kurangnya produksi
hormon tiroid pada bayi baru lahir yang bila tidak segera dideteksi dan
diobati dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
baik fisik maupun mental. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis
kelenjar tiroid, kesalahan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium. Franchi,
2007
Epidemiologi
Prevalensi HK sangat bervariasi antar negara. Perbedaan ini
dipengaruhi pula oleh perbedaan etnis dan ras. Prevalensi HK pada orang
Jepang adalah 1:7.600, sedangkan pada populasi kulit hitam sangat
jarang. Prevalensi HK di Inggris menunjukkan kejadian yang lebih tinggi
pada anak-anak keturunan Asia. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,
angka kejadian HK dua kali lebih tinggi pada anak perempuan
dibandingkan dengan anak laki-laki. Di seluruh dunia prevalensi HK
diperkirakan mendekati 1:3000 dengan kejadian sangat tinggi di daerah
kekurangan iodium, yaitu 1:900.
Di negara-negara Asia, angka kejadian di Singapura 1:3000-3500,
Malaysia 1:3026, Filipina 1:3460, HongKong 1:2404. Angka kejadian lebih
rendah di Korea 1:4300 dan Vietnam 1:5502. Proyek pendahuluan di India
menunjukkan kejadian yang lebih tinggi di India, 1:1700 dan di Bangladesh
1:2000. Dari tahun 2000–2005 telah di skrining 55.647 bayi di RSHS dan
25.499 bayi di RSCM, dengan angka kejadian 1:3528 kelahiran. Depkes, 2012
3
Hormon Tiroid Janin
Hormon tiroid merupakan satu-satunya hormon yang membutuhkan
bahan dasar dari luar yaitu yodium. Diproduksi oleh kelenjar tiroid, yang
menghasilkan 2 macam hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan tri-iodotironin
(T3). Produksi dan sekresi hormon tiroid diatur oleh suatu mekanisme
pengaturan yang sangat kompleks. Fungsi kelenjar tiroid diatur melalui aksi
stimulasi oleh TRH (Tiroid Releasing Hormon) dari hipotalamus pada
kelenjar pituitary anterior dan modulasi pelepasan TSH (Tiroid Stimulating
Hormon) oleh pengaruh hormon T4 (tetraiodotironin) dan T3 (triiodotironin)
bebas yang ada di perifer melalui umpan balik negatif. Kumorowulan dan Supadmi, 2012
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron
pada neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone
(TSH) mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat
dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH
dalam darah mulai meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada
usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai
tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10
minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12
minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus
meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh
hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan,
tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan
mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua
kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan
normal janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga
kadar T4 ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu
hamil mengalami kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid,
misalnya penyakit Grave’s maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta
sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid.
4
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang
menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara
perlahan-lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada
bayi prematur kadar T4 saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai
kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu. Semua tahap yang melibatkan
sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi, organifikasi, coupling
dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH. Batubara dkk, 2010
Etiologi
Penyebab terjadinya hipotiroid kongenital adalah kekurangan
hormon tiroid pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid
seperti tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar
(displasia, hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau
ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan metabolik kelenjar
tiroid (dishormogenesis). Kelainan tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid
sehingga disebut hipotiroid kongenital primer, dan jika terjadi di otak
(hipofisis atau hipotalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau tersier.
Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat sementara (transient)
seperti pada keadaan defisiensi iodium, bayi prematur, dan penggunaan
obat antitiroid yang diminum ibu.
Berdasarkan penelitian di luar negeri, telah diketahui adanya
keterkaitan hipotiroid kongenital dengan mutasi pada beberapa gen, yaitu :
1. Mutasi pada gen NIS yang secara aktif mengatur transport iodida ke
dalam sel folikel tiroid.
2. Mutasi pada gen tiroid peroksidase (TPO), dimana enzim tiroid
peroksidase berperan penting pada biosintesis hormon tiroid.
3. Mutasi homozigot pada exon 7 gen thyroglobulin.
4. Mutasi pada gen yang mengontrol faktor transkripsi.
5. Mutasi pada gen thyrotropin β-subunit (TSH β-subunit). Kumorowulan dan
Supadmi, 2012
5
Manifestasi Klinis
Kretin merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh hipotiroidisme
ekstrem pada waktu bayi dan anak yang ditandai dengan kegagalan
pertumbuhan. Istilah kretin mencakup 2 hal yaitu kretin endemik dan kretin
sporadik. Keduanya berbeda secara etiologi namun masih berkaitan
dengan hormon tiroid.
Kretin endemik
Kretin endemik merupakan kelainan akibat kekurangan iodium yang
berat pada saat masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting
bagi gangguan akibat kekurangan iodium. Tanda-tanda klinis yang
menonjol yaitu adanya retardasi mental, postur pendek, gangguan berjalan
dan sikap berdiri yang khas, muka dan tangan tampak sembab dan
seringkali dengan tuli mutisme dan tanda-tanda kelainan neurologis. Greenspan
& Gardner, 2004
Prevalensi kretin di daerah defisiensi iodium berat sekitar 1-15%.
Kretin endemik pada umumnya lahir di daerah defisiensi iodium yang
sangat berat dengan median kadar iodium urin < 25µg/L.
Seseorang dikatakan kretin endemik apabila lahir di daerah
endemik dan menunjukkan dua atau lebih dari tiga gejala berikut yaitu
retardasi mental, tuli perseptif (sensorineural) nada tinggi, gangguan
neuromuskuler.
Patogenesis kretin endemik diduga karena kerusakan otak derajat
berat akibat defisiensi iodium selama fetal. Hal ini terjadi karena defisiensi
hormon tiroid yang terjadi pada ibu hamil serta janinnya. Pada awal
trimester ke-2 kehamilan, otak mengalami perubahan yang amat cepat dan
amat vulnerabel terhadap kekurangan iodium dimana saat itu hormon tiroid
ibu tidak cukup, sementara kelenjar tiroid janin belum berfungsi secara
adekuat sehingga bisa timbul kelainan neurologi. Hormon tiroid ibu selama
hamil sangat penting karena pada awal kehamilan hormon tersebut di
transfer kepada janin. Kumorowulan dan Supadmi, 2012
6
Kretin Sporadik / Hipotiroid Kongenital
Kretin sporadik atau dikenal juga dengan hipotiroid kongenital, disebabkan
oleh kegagalan kelenjar tiroid janin dalam memproduksi hormon tiroid
secara cukup karena berbagai sebab. Hartono B, 2003
Bayi baru lahir yang menderita hipertiroid kongenital umumnya
(90%) tidak memperlihatkan gejala, kalaupun ada sangat samar dan tidak
khas. Hal ini disebabkan karena masih ada pengaruh hormon tiroid ibu
yang didapat bayi saat masa kehamilan. Depkes, 2012
Manifestasi klinis dini pada hipotiroid kongenital adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan regulasi termal : hipotermia, sianosis perifer, ekstremitas
dingin.
2. Gangguan gastrointestinal : gangguan makan, distensi abdomen,
muntah, konstipasi.
3. Gangguan neuromuskuler : hipotonia, letargi.
4. Keterlambatan maturasi kletal : fontanel dan sutura kranialis melebar,
epifisis femoral distal tak tampak.
5. Keterlambatan maturasi biokimia : ikterus.
Setelah bayi berusia 3 bulan, mulai tampak gambaran klasik yaitu
suara tangis berat dan parau, hipoplasia hidung/nasoorbita, lidah
membesar, kulit kasar dan kering, hernia umbilikalis, reflek tendon menurun
dan terlambat mencapai perkembangan sesuai umur.
Setelah usia 6 bulan, anak tampak bodoh karena retardasi mental.
Pada kurun usia berikutnya, disamping pertumbuhan tinggi badan yang
sangat terganggu (cebol) terdapat juga gangguan neurologi khususnya
tanda-tanda disfungsi cerebelar, misalnya gangguan keseimbangan,
tremor, disartri, dan lainnya. Kumorowulan dan Supadmi, 2012
7
Gambar 1. Bayi dengan gejala hipotiroid kongenital: makroglosi, hernia umbilikalis, kulit kering bersisik, udem skrotum.
Diagnosis
Penegakan diagnosis hipotiroid kongenital berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan
diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok
endemik, riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu
hamil, riwayat struma pada keluarga dan riwayat perkembangan anak. Vliet &
Polak, 2007
Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode
neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat
agenesis kelenjar tiroid komplit. Larson, 2003
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala
dapat sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang
terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi
makan, terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan
tersedak saat dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama.
8
Kesulitan bernapas, sebagian karena lidah yang besar, termasuk episode
apnea, pernapasan berbunyi, dan hidung tersumbat. Sindrom distres
pernapasan yang khas juga dapat terjadi. Bayi yang terkena sedikit
menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya lamban.
Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap
pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan
subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin
dingin dan burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi
lambat, bising jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik
biasanya ada. Anemia makrositik sering ada dan refrakter terhadap
pengobatan dengan hematinik. Karena gejala-gejala muncul secara
bertahap, diagnosis sering kali terlambat. Vliet & Polak, 2007
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan
mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia
3-6 bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada
defisiensi hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya
terlambat. Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormon tiroid,
terutama T3, hormone ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang menyusu
dengan hipotiroidisme kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji
skrining tiroid neonatus. Larson, 2003
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran
kepala normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior
terbuka lebar. Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan
sebagai pedoman awal untuk mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya
3% bayi baru lahir normal memiliki fontanella posterior yang lebih besar
dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar, dan jembatan hidung yang
lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan kelopak mata
membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar terjulur ke
luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat
endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar
dan jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema
9
tampak, terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia
eksterna. Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning,
tetapi skleranya tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah
patah dan tipis. Garis rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang
biasanya tampak mengerut, terutama ketika bayi menangis. Larson, 2003
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi
dan lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak
mau belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan
dengan usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama
sekali.
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne
sindrome). Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena
pseudohipertrofi, terutama pada otot betis. Patogenesisnya belum
diketahui. Perubahan ultrastruktural dan histokimia yang tidak spesifik
tampak pada biopsi otot yang kembali normal dengan pengobatan.
Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang telah diamati
pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita
menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat. Vliet & Polak, 2007
10
Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital Vliet & Polak, 2007
Sistem Organ Manifestasi Klinis
Kulit dan jaringan ikat
Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar, keringdan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh. Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi, erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.
KardiovaskulerBradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan darah rendah.
Neuromuskuler
Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada bayi), tuli.
PernafasanEfusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring), sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolitRetensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,lemak dan protein
Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan protein pada susunan saraf bayi menurun.
Saluran cerna dan heparObstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)
HematopoetikAnemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatic
Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang menurun.
ReproduksiPubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid.
11
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada hipotiroid kongenital menunjukkan
kadar TSH yang tinggi, seringkali lebih dari 100µU/ml dan kadar serum T4
yang rendah. Pada beberapa keadaan hipotiroid kongenital dapat disertai
dengan pembesaran kelenjar gondok (goiter) seperti pada defisiensi iodium
dan dishormogenesis. Rustama, 2005 Bayi dengan konsentrasi T4 yang rendah
dan kadar TSH yang normal atau rendah diduga mengalami hipotiroid
kongenital sekunder atau hipotalamik hipotiroid / tersier. Kumorowulan dan Supadmi,
2012
Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila ada riwayat
penyakit autoimun tiroid. Depkes, 2012
Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi
saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan
kekurangan hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal
femoral epiphysis, yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada
pasien yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara umur kronologis dan
umur osseus meningkat. Epiphyses sering memiliki beberapa fokus
penulangan (epifisis disgenesis), deformitas (retak) dari vertebra thorakalis
12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. Foto tengkorak
menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar sutura
biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus
langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan
dan erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial
mungkin ada. Vliet & Polak, 2007
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi
dengan hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena
pemeriksaan ini. Pemeriksaan 123 I-natrium iodida lebih unggul dari 99m
Tc-natrium pertechnetate untuk tujuan ini.
12
Ultrasonographic tiroid sangat membantu, tapi penelitian
menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak terdeteksi dengan USG
tiroid dan ini dapat ditunjukkan oleh skintigrapI. Rendahnya level TG serum
menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg serum ada pada kelenjar
ektopik dan gondok, tetapi ada tumpang tindih dengan rentang luas.
Adanya jaringan tiroid ektopik adalah diagnostik untuk disgenesis tiroid
yang membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4. Kegagalan
menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia, tetapi hal ini juga
terjadi pada bayi dengan defek trapping- iodida. Kelenjar tiroid yang normal
dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat menunjukkan
cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan goiter hipotiroidisme
memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan radioiodine, uji cairan
perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan pemeriksaan jaringan tiroid,
jika sifat biokimia defek harus ditentukan. Franchi, 2007
Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T
voltase rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan
menunjukkan fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial.
Elektroensefalogram sering menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak
yang berumur lebih dari 2 tahun, tingkat kolesterol serum biasanya
meningkat. MRI otak sebelum pengobatan dilaporkan normal, meskipun
spektroskopi resonansi magnetik proton menunjukkan tingkat tinggi yang
mengandung senyawa kolin, yang mungkin mencerminkan blok di
pematangan myelin. Vliet & Polak, 2007
Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan HK adalah menjamin agar anak mampu
mencapai pertumbuhan dan perkembangan mental mendekati potensi
genetiknya. Keadaan ini bisa dicapai dengan mengembalikan FT4 dan TSH
dalam rentang normal dan mempertahankan status klinis dan biokimiawi
dalam keadaan eutiroid (tiroid normal). Apapun penyebabnya, terapi sulih
13
hormon dengan (pil tiroksin) L-thyroxine harus secepatnya diberikan begitu
diagnosis ditegakkan. Depkes, 2012
Secara tujuan pengobatan hipotiroid congenital adalah : Batubara, 2010
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi,
metabolism otot dan otot jantung yang sangat diperlukan pada masa
awal kehidupan seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson,
dendrite, sel glia dan proses mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak.
Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid congenital
ditegakkan. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin) merupakan obat yang
tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Tiroksin sebaiknya tidak
diberikan bersama-sama dengan makanan yang mengandung goitrogen
seperti protein kedele, zat besi, kalsium atau makanan tinggi serat karena
makanan ini akan mengikat T4 dan atau menghambat penyerapannya.Franchi,
2007; Batubara, 2010
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan
kadar T4. Depkes, 2012
Tabel 2. Dosis umum Hormon Tiroid yang diberikan
Usia Na L-T4 (microgram/kgBB)
0 - 3 bulan3 - 6 bulan6 - 12 bulan1 - 5 tahun6 - 12 tahun>12 tahun
10 -158 -106 - 85 - 64 - 52 – 3
14
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 μg/kg/hari
karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Pada bayi cukup
bulan diberikan rata-rata 37,5 – 50 µg per hari. Bayi-bayi dengan
hipotiroidisme berat (kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan
hilangnya epifise femoral distal dan tibia proksimal pada gambaran
radiologi lutut) harus dimulai dengan dosis 15 μg/kgBB/hari. Batubara, 2010; Depkes,
2012
Besarnya dosis hormon tergantung berat ringannya kelainan. Bayi
dengan hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan kadar T4 kurang dari 5 µg,
sebaiknya diberikan 50 µg. Pemberian 50 µg lebih cepat menormalisir
kadar T4 dan TSH. Depkes, 2012
Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh
aman bagi neonatus. Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau
tanda-tanda dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan
dimulai dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang
beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis penuh yang
dianjurkan tercapai. Batubara, 2010
Monitoring
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan
pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi
setiap kasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 serum harus dijaga dalam batas normal (10-16 μg/dl) atau T4
bebas dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH serum dipertahankan < 5
mU/L.
15
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu :
- Setelah 2 minggu dan 4 minggu sejak pengobatan Tiroksin
- setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama,
- setiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan–3 tahun,
- selanjutnya tiap 6-12 bulan pada umur 3-18 tahun.
Selain itu, kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 4 minggu setelah
perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang
berlebihan. Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini
dari sutura, percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen,
dan perilaku. Depkes, 2012
Prognosis
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiroid
kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan
intelegensinya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi
mental. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak
berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program skrinng di Quebec (AS)
mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar 115, usia 18
bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan di
usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” lebih
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal
dapat dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi
motorik kasar dan halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun,
gangguan pemusatan perhatian dan gangguan bicara. Tuli sensorineural
ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital. Batubara, 2010; Franchi, 2007
16
BAB III
SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL
Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah dengan
deteksi dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1-3 bulan. HK sendiri
sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Bila
gejala klinis sudah tampak, berarti ada keterlambatan penanganan.
Pada hipotiroid kongenital, skrinning merupakan manajemen yang
paling penting dilakukan. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sebaiknya
dilakukan pada semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis,
karena makin lama gejala makin berat, hambatan pertumbuhan dan
perkembangan lebih nyata dan pada umur 3–6 bulan gejala khas hipotiroid
menjadi lebih jelas. Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan
mengalami kecacatan yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak
akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan
yang paling menyedihkan adalah perkembangan mental terbelakang yang
tidak bisa dipulihkan.
Pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk mendeteksi
hipotiroid primer (permanen maupun transien) dan sesuai dengan
rekomendasi American Thyroid Association, pemeriksaan primer TSH
merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH
sebagai marka hormonal cukup akurat digunakan untuk menapis HK
primer. Khusus untuk negara yang masih menghadapi masalah gangguan
akibat kekurangan Iodium (GAKI) seperti Indonesia, International Council
for Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD) menyatakan bahwa
pemeriksaan primer TSH untuk skrining HK akibat kekurangan iodium pada
ibu hamil, merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan derajat
17
kekurangan iodium. Juga merupakan cara yang baik untuk memantau hasil
program penanggulangan GAKI.
Proses Skrining
1. Persiapan
Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir
dengan pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan skrining
ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua untuk mau
melakukan skrining bagi bayinya.
Persetujuan (informed consent) tidak perlu tertulis khusus, tetapi
dicantumkan bersama-sama dengan persetujuan tindakan medis
lain pada saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi.
Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua
harus menandatangani formulir penolakan.
2. Pengambilan Spesimen
Hal yang penting diperhatikan pada pemeriksaan spesimen ialah :
a. Waktu pengambilan (timing)
b. Data demografi bayi
c. Metode pengambilan
d. Pengiriman/transportasi
e. Proses skrining di laboratorium
a. Waktu Pengambilan Sampel
- Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika
umur bayi 48 sampai 72 jam.
- Pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir
antara 24–48 jam.
- Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah
lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan
memberikan sejumlah hasil positif palsu (false positive).
18
A. B C D E
(Isilah setiap lingkaran dengan satu bercak darah hingga menyerap/ tembus bagian belakang)
PROGRAM SKRINING HIPOTIROID KONGENITALRumah sakit:________________________/No.Rekmed________________________
Nama Ibu/Bayi: ___________________________________/suku _________________Nama Ayah: ___________________________________/Suku__________________
Alamat:_________________________________________________________ __________________________________________________________
Telepon:__________________________________________________________Dokter Penanggung Jawab:____________________________Tep/hp__________________
Kelahiran: Tunggal Kembar 1 2 3 Umur kehamilan: Prermatur: Ya Tidak
Jenis Kelamin: L P Berat badan :___________Gram
Keterangan ::
Transfusi Darah : Ya Tgl …/…../ …. Tidak Ibu makan obat anti tiroid : Ya Tidak
Bayi dengan kelainan bawaan/ sindrom :Ya , sebutkan….. Tidak
Bayi sakit : Ya Tidak
Obat untuk bayi : Ya , sebutkan............ Tidak
b. Data / Identitas Bayi
- Isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu
informasi.
- Kelengkapan dan akuratan data pada kartu informasi sangat
penting untuk kecepatan tindak lanjut hasil tes bagi pasien.
Gambar 2. Contoh kertas saring yang sudah diselipkan pada kartu informasi yang berisi data demografi bayi, dan ditetesi darah pada kedua bulatannya
- Pengisian kartu informasi dilakukan dengan ballpoint, jangan
menggunakan tinta yang dapat luntur.
19
- Hindari pencemaran pada kertas saring, mengotori kertas
saring atau merusak tetes darah yang ada. Usahakan kertas
saring tidak banyak disentuh petugas lain.
c. Metode dan Tempat Pengambilan Darah
M etode Pengambilan Darah dari Tumit Bayi ( heel prick )
Siapkan alat yang digunakan :
- Sarung tangan
- Lancet
- Kartu-kertas saring (kertas saring yang diproduksi oleh
Schleicher & Schuell, Inc (S&S grade 903) atau Whatman 903)
- Kapas
- Alkohol 70%
- Kasa steril
- Rak pengering
Gambar 3. : Alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen (1. Sarung tangan steril, 2. Lancet, 3. Kartu kertas saring, 4. Kapas, 5. Alkohol 70%, 6. Kasa steril, 7. Rak pengering)
Prosedur pengambilan spesimen darah :
20
1
2
3
4
5
67
1. Cuci tangan menggunakan sabun dengan air bersih mengalir dan
pakailah sarung tangan
2. Hangatkan tumit
3. Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki lebih rendah dari
kepala bayi
4. Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral atau medial tumit
(daerah berwarna merah), (gambar 4 dan 5)
Gambar 4
5. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas
alkohol 70%, biarkan kering (gambar 6)
6. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai ukuran 2 mm.
(gambar 7)
21
Gambar 6 Gambar 7
Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10
7. Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan kain kasa
steril (gambar 8)
8. Lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes darah yang
cukup besar. Hindarkan gerakan memeras karena akan
mengakibatkan hemolisis atau darah tercampur cairan jaringan.
(gambar 9)
9. Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring
sampai bulatan terisi penuh dan tembus kedua sisi. Hindarkan
tetesan darah yang berlapis-lapis (layering). Ulangi meneteskan
darah ke atas bulatan lain. Bila darah tidak cukup, lakukan
tusukan di tempat terpisah dengan menggunakan lanset baru.
(gambar 10)
10.Tekan bekas tusukan dengan kasa/kapas steril. Bekas tusukan
tidak perlu diberi plester ataupun pembalut.
22
Gambar 11. Contoh bercak darah yang baik
Metode Pengeringan Spesimen
1. Setelah mendapatkan spesimen letakkan di
rak pengering dengan posisi horisontal atau
diletakkan di atas permukaan datar yang
kering dan tidak menyerap (non absorbent).
2. Biarkan spesimen mengering (warna darah
merah gelap)
3. Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak
pengering sebelum dikirim ke laboratorium gambar 12
4. Jangan meletakkan pengering berdekatan dengan bahan-bahan
yang mengeluarkan uap seperti cat, aerosol, dan insektisida.
d. Pengiriman / Transportasi Spesimen
1. Ketika spesimen akan dikirim, susun berselang-seling untuk
menghindari agar bercak darah tidak saling bersinggungan, atau
taruh kertas diantara bercak darah. Bisa juga tiap spesimen
dimasukkan ke dalam kantong khusus
2. Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar spesimen.
3. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul spesimen
atau langsung dikirim melalui jasa layanan PT. POS Indonesia
(Pos Express) maupun jasa pengiriman swasta.
4. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak spesimen
diambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.
Gambar 13. Menyusun kertas saring dengan berselang-seling
23
5. Spesimen dikirim ke salah satu Laboratorium Rujukan Skrining
Hipotiroid Kongenital di Indonesia :
Pusat Skrining Hipotiroid Kongenital Propinsi Jawa Barat
Bagian Kedokteran Nuklir FK-Unpad RSUP Hasan Sadikin
Laboratorium Patologi Klinik FK-UI RS Cipto Mangunkusumo
e. Proses Skrining di Laboratorium
-Setelah sampai di laboratorium, spesimen yang dikirim dipisahkan
antara spesimen pertama dan ulangan, kemudian diperiksa
kelengkapan identitas spesimen. Untuk spesimen yang tidak
lengkap, pengawas laboratorium untuk menghubungi petugas
fasilitas kesehatan dan menanyakan secara lengkap identitas
bayi.
-Pemeriksaan kualitas spesimen. Spesimen diperiksa satu persatu
untuk melihat kualitasnya. Spesimen darah harus sudah kering,
memenuhi satu lingkaran penuh hingga tembus ke sisi
belakangnya, berwarna gelap dan tidak memudar pada sisi
lingkaran. Spesimen darah yang telah memenuhi syarat diatas di
tandai dengan tulisan “SPESIMEN DITERIMA”.
-Spesimen yang terkontaminasi, warna tetesan darah yang pudar,
darah terlalu sedikit ( lihat gambar spesimen yang tidak baik),
termasuk juga spesimen yang diambil sebelum bayi berumur 24
jam, dipisahkan dalam kantong plastik dan ditandai dengan
tulisan “SPESIMEN DITOLAK”. Petugas harus melaporkan
kepada pengawas laboratorium agar dapat segera menghubungi
petugas fasilitas kesehatan yang bersangkutan untuk
pengambilan spesimen kembali.
- Spesimen yang memerlukan pengambilan ulang ( r esample ) :
Spesimen dengan hasil TSH antara 20 - 40 mU/L
Spesimen yang tidak cukup untuk pengukuran TSH
24
Spesimen dengan kesalahan pengambilan (terkontaminasi,
berlapis-lapis, < 24 jam, dll.), seperti gambaran berikut :
Spesimen tidak baik : Kemungkinan penyebab :
Tetes darah kurang Meneteskan darah
dengan tabung kapiler Kertas tersentuh tangan,
sarung tangan, lotion
Kertas rusak, meneteskan darah dengan tabung kapiler
Mengirim spesimen sebelum kering
Meneteskan terlalu banyak darah
Meneteskan darah di kedua sisi bulatan kertas
Darah diperas (milking) dari tempat tusukan
Kontaminasi Terpapar panas
Alkohol tidak dikeringkan Kontaminasi dengan
alkohol dan lotion Darah diperas (milking) Pengeringan tidak baik
Penetesan darah beberapa kali
Meneteskan darah di kedua sisi bulatan kertas
Gagal memperoleh spesimen
25
Tindak Lanjut Hasil Skrining
Hal pertama yang harus dilakukan ketika mendapatkan hasil tes
positif adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang
bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil tes positif ialah
mencari tempat tinggal bayi tersebut dan memfasilitasi pemeriksaan
lanjutan untuk menegakkan diagnosis. Bila perlu, dilakukan tes konfirmasi
berupa pemeriksaan TSH, dan T4 bebas (FT4) serum terhadap bayi
tersebut.
Beberapa kemungkinan hasil TSH
a. Kadar TSH ≤ 20 mU/L
Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 mU/L,
maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim
spesimen dalam waktu 7 hari.
b. Kadar TSH antara >20 – ≤ 40 mU/L
Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang meragukan. Sehingga
perlu pengambilan spesimen ulang (resample). Bila pada hasil
pengambilan ulang didapatkan:
Kadar TSH ≤ 20 mU/L, maka hasil tersebut dianggap normal
kadar TSH > 20 mU/L, maka perlu dilakukan pemeriksaan TSH dan
FT4 serum
c. Kadar TSH > 40 mU/L
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan nilai yang demikian, maka perlu
dilakukan pemeriksaan konfirmasi TSH dan FT4 serum
26
Memotivasi orang tua
Pengambilan sampel darah
Pengiriman sampel ke laboratorium
Mengerjakan tes uji saring
Penyampaian hasil skrining
Pemanggilan ulang (recalling) pasien
Memotivasi orang tua sebaiknya dilakukan oleh petugas kesehatan yang terlibat langsung dengan pengawasan antenatal
Pengambilan spesimen bisa dilakukan pada 24 – 72 jam setelah bayi lahir. Pengambilan darah bisa dikerjakan oleh dokter, perawat, bidan , teknisi medis yang telah dilatih.
Lakukan pengambilan sampel atau pengiriman secara teratur oleh kurir atau melalui pos
Dilaksanakan di laboratorium yang telah ditunjuk dan mempunyai kemampuan mengerjakan tes uji saring
Hasil tes disampaikan dalam waktu satu minggu setelah spesimen diterima di laboratorium. Hasil disampaikan ke pengirim spesimen melalui fax, e-mail, telpon atau kurir
Recall pasien merupakan tanggung jawab dari subkoordinator di tempat bayi lahir. Recall tes positif untuk pemeriksaan diagnostik harus dilakukan dengan segera.
Tabel Skema Pelaksanaan Pengambilan Dan Pemeriksaan Spesimen Darah
27
KEMENKES
DINKES PROVINSI
Pencatatan dan
pelaporan
POKJANAS
Hasil TSH negatif
TIM FOLLOW UP HASIL UJI SARING
LABORATORIUM SHKMonitoring dan evaluasi
POKJA PROVINSI
Ambil darah/serum untuk pemeriksan TSH dan T4
Hubungi/cari/kunjungi orang tua bayi, beri penjelasan
Umpan balik segera kpd koordinator RS/RB/PKM/Perawat/ Bidan/ pengirim sampelBeritahu koordinator
RS/RB/PKM/KL. Bidan
Hasil TSH positif
TSH tinggi, T4 rendah: beri tiroksin
Bila memungkinkan, pemeriksaan diagnostik lain: scanning tiroid, pencitraan sendi lututdan panggul, serta pemeriksaan lain atas indikasi
Pencatatan dan pelaporan (rekam medis)
Algoritma Kerja Tim Skrining Hipotiroid Kongenital
28