Hipertensi Kram

23
TUGAS KASUS FARMASI HIP KEPANITERAA FAKULTAS KEDOKT S U PERTENSI Oleh: Akram Salihin G0007501 AAN KLINIK ILMU FARMASI TERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI U R A K A R T A 2012

description

Hipertensi Kram

Transcript of Hipertensi Kram

Page 1: Hipertensi Kram

TUGAS KASUS FARMASI

HIPERTENSI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U

HIPERTENSI

Oleh: Akram Salihin

G0007501

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2012

Page 2: Hipertensi Kram

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah

menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar

di negara berkembang maupun di negara maju.1 Hipertensi merupakan salah satu faktor

risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat

berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular.

Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan

penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai “silent killer”. Tanpa disadari penderita

mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal.

Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES

III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31%

pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg.

Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien

yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum

obat kemungkinan lebih besar.

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara

lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

mendapatkan pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum

mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas.

Dari kelompok penyakit kardiovaskuler hipertensi paling banyak ditemui. Antara 10-

15% orang dewasa menderita kelainan ini. Penting sekali untuk dokter mencoba mengenali

dan mengobati penderita-penderita hipertensi pada masyarakat. Selama ini dikenal dua jenis

hipertensi yaitu : 1) hipertensi primer (esensial), penyebabnya tidak diketahui, dan mencakup

±90% dari kasus hipertensi; 2) hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui dan ini

menyangkut ±10% dari kasus-kasus hipertensi.

Page 3: Hipertensi Kram

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hipertensi adalah penyakit kardiovaskular yang umum yang berarti

kenaikan tekanan darah secara persisten. Pasien hipertensi memiliki tekanan darah

sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg, atau keduanya. Krisis

hipertensi (tekanan darah lebih besar dari 180/120 mmHg) dapat dikategorikan ke dalam

hypertensive emergency (kenaikan tekanan darah yang ekstrim dengan kerusakan organ

akut atau progresif) atau hypertensive urgency (kenaikan tekanan darah yang parah tanpa

kerusakan organ akut atau progresif). Menurut American Society of Hypertension (ASH),

pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskular yang

progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.

Berikut tabel klasifikasi tekanan darah :

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Sistolik

(mmHg)

Tekanan Diastolik

(mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi tahap 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

B. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis

ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.

Page 4: Hipertensi Kram

Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,

yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

C. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi

lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga, dimana

hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul pada usia >60 tahun.

Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)

menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,insiden hipertensi pada orang dewasa adalah

sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi

peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1989-1991.Hipertensi esensial sendiri

merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

D. Manifestasi Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala.

Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau

jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah,

telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang –kunang dan

pusing

E. Diagnosis

Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5

menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis

tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.

Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan

darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk

Page 5: Hipertensi Kram

meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya

tekanan darah tinggi, tetepi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi.

Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama,

terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.

1. Retina

Retina merupakan satu-satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa

menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil).

Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan

yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk

memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan

retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.

2. Jantung

Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan

pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal, perubahan

tersebut bisa ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi (pemeriksaan dengan

gelombang ultrasonik untuk menggambarkan keadaan jantung).

Bunyi jantung yang abnormal (disebut bunyi jantung keempat), bisa

didengar melalui stetoskop dan merupakan perubahan jantung paling awal yang terjadi

akibat tekanan darah tinggi.

3. Ginjal

Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa diketahui terutama melalui

pemeriksaan air kemih. Adanya sel darah dan albumin (sejenis protein) dalam air kemih

bisa merupakan petunjuk terjadinya kerusakan ginjal.

Pemeriksaan pada penderita usia muda bisa berupa rontgen dan radioisotop

ginjal, rontgen dada serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu. Untuk

menemukan adanya kelainan ginjal, ditanyakan mengenai riwayat kelainan ginjal

sebelumnya.

Sebuah stetoskop ditempelkan diatas perut untuk mendengarkan adanya

bruit (suara yang terjadi karena darah mengalir melalui arteri yang menuju ke ginjal, yang

mengalami penyempitan). Dilakukan analisa air kemih dan rontgen atau USG ginjal.

F. Komplikasi

a. Retinopati hipertensif

Page 6: Hipertensi Kram

Pemeriksaan funduskopi dapat menolong menilai prognosis dan juga

beratnya tekanan darah tinggi. Retinopati hipertensif yang lanjut (golongan III dan IV)

ditemukan kurang dari 10% dari semua penderita hipertensi dan merupakan indikasi

untuk penelitian diagnostik dan pengobatan yang agresif.

b. Penyakit jantung dan pembuluh darah

Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi

yaitu penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit jantung hipertensi. Hipertensi

merupakan penyebab paling utama dari hipertrofi ventrikel kiri. Waktu yang lama dan

hebatnya kenaikan tekanan darah tidak mutlak sebagai persyaratan untuk timbulnya

hipertrofi ventrikel kiri, karena ada faktor-faktor selain peninggian tekanan darah yang

penting untuk perkembangannya. Sewaktu-waktu dapat timbul suatu bentuk

kardiomiopati hipertensif.

c. Penyakit hipertensi serebrovaskuler

Hipertensi adalah faktor risiko paling penting untuk timbulnya stroke karena

perdarahan atau ateroemboli. Risiko stroke bertambah dengan setiap kenaikan tingkat

tekanan darah.

d. Ensefalopati hipertensi

Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan-

perubahan neurologis mendadak atau sub-akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri

yang meningkat. Ini biasanya timbul pada keadaan hipertensi maligna yang meningkat

cepat (accelerated) walaupun retinopati hipertensi lanjut sering tidak ada. Ensefalopati

hipertensi biasanya timbul dengan ditandai oleh sakit kepala hebat, bingung, lamban, dan

sering disertai muntah-muntah, mual dan gangguan penglihatan. Gejala ini biasanya

tambah berat dalam waktu 12–48 jam dan dapat timbul kejang-kejang, mioklonus,

kesadaran menurun serta pada beberapa kasus sering terjadi kebutaan.

e. Nefrosklerosis karena hipertensi

Analisa urin, klirens kreatinin, ukuran ginjal, angiogram, scan ginjal dan

renogram biasanya normal pada penderita hipertensi primer. Bila analisa urin, BUN, dan

kreatinin normal dapat dianggap bahwa hipertensi tersebut tidak sekunder terhadap

penyakit parenkim ginjal primer.

Page 7: Hipertensi Kram

BAB III

PENGOBATAN DAN TERAPI

Tujuan pengobatan adalah :

1. Tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (penderita DM, gagal

ginjal, proteinuria) < 130 mmHg;

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler;

3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

A. Penanganan Non Farmakologi

a. Edukasi pasien

Edukasi kepada pasien memiliki peranan yang sangat penting. Sebelum melakukan terapi,

sebaiknya pasien diberi informasi mengenai penyakit hipertensi secara umum. Informasi

mengenai prevalensi, faktor resiko, serta terapi hipertensi akan membantu meningkatkan

kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi. Dengan pemahaman pasien mengenai hipertensi,

diharapkan dapat menunjang proses terapi sehingga terapi yang dilakukan dapat efektif.

b. Modifikasi Gaya Hidup

Dasar terapi hipertensi secara nonfarmakologi adalah dengan memodifikasi gaya hidup dan

kontrol faktor resiko lain penyebab hipertensi. Pasien hipertensi harus diberi arahan untuk

memodifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah. Selain untuk menurunkan

tekanan darah pada pasien yang telah diketahui menderita hipertensi, modifikasi gaya hidup

juga dapat menurunkan perkembangan penyakit hipertensi bagi pasien yang didiagnosis

menderita prehipertensi. Modifikasi gaya hidup pada pasien hipertensi dilakukan 3 hingga 6

bulan kemudian diamati perkembangan penyakit hipertensi yang diderita. Bila kemajuan

yang terjadi tidak signifikan, maka dapat diberikan terapi secara farmakologi dengan obat

antihipertensi. Selama terapi menggunakan obat antihipertensi modifikasi gaya hidup pasien

harus tetap dijaga.

Modifikasi gaya hidup yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah pasien penderita

hipertensi meliputi penurunan bobot badan pada individu yang kelebihan berat badan atau

obesitas, pengaturan pola makan, pengurangan konsumsi natrium, aktivitas fisik, dan

pengurangan konsumsi alkohol.

Page 8: Hipertensi Kram

Tabel 5. Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengatur Hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Rata-rata penurunan

SBP (mmHg)

Penurunan bobot

badan

Memelihara bobot badan normal (BMI

18,5-24,9 kg/m2).

5-20 per 10 kg berat badan

yang hilang.

Pola diet tipe DASH Mengkonsumsi diet kaya buah, sayur,

dan produk susu rendah lemak serta

pengurangan kandungan lemak total

dan lemak jenuh.

8-14

Pengurangan

konsumsi natrium

Menurunkan pemasukan natrium harian

sebanyak mungkin, idealnya hingga 65

mmol/hari (1,5 g/hari natrium atau 3,8

g/hari natrium klorida)

2-8

Aktivitas fisik Melakukan aktivitas fisik aerobik

(minimal 30 menit/hari, hampir setiap

hari dalam seminggu)

4-9

Penurunan konsumsi

alkohol

Batas konsumsi ≤ 2 gelas (1 oz atau 30

mL etanol, seperti 24 oz bir atau 10 oz

wine) / hari pada pria dan ≤ 1 gelas per

hari pada wanita dan yang memiliki

bobot badan rendah.

2-4

Keterangan :

DASH : Dietary Approaches to Stop Hypertension

SBP : Sistolic Blood Pressure

c. Modikasi faktor lain :

1. Konsumsi kalium, kalsium dan magnesium yang cukup.

2. Berhenti merokok

B. Penanganan Farmakologi

Beberapa ahli merekomendasikan penggunaan obat antihipertensi kepada semua pasien

dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang gagal merespon terapi non obat. Terapi

obat antihipertensi diberikan untuk mencapai nilai target tekanan darah. Target terapi adalah

Page 9: Hipertensi Kram

tekanan darah <140/90 mmHg atau 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit diabetes

mellitus dan penyakit ginjal kronis, penyakit arteri koroner yang diketahui (infark miokardial,

angina), penyakit atherosclerosis vascular non koroner (stroke iskemia, penyakit arterial

periferal, dll). Selain itu, pasien dengan penyakit disfungsi ventrikular kiri (gagal jantung)

target tekanan darahnya ialah kurang dari 120/80 mmHg (Dipiro, 2008).

Tekanan arterial merupakan hasil dari kardiak output dan resistensi periveral vaskular. Obat

menurunkan tekanan darah dengan mekanismenya lewat resistensi periferal, kardiak output,

atau keduanya. Obat dapat menurunkan kardiak output dengan menginhibisi kontraktilitas

miokardial atau dengan menurunkan tekanan ventrikular. Obat juga dapat menurunkan

resistensi periferal dengan bekerja pada otot polos yang menyebabkan relaksasi pumbuluh

atau dengan berinterferensi pada aktivitas sistem yang menghasilkan konstriksi pembuluh

(contoh: sistem saraf simpatik).

Obat-obat antihipertensi dapat diklasifikasikan menurut tempat mekanisme kerjanya, yaitu

meliputi :

Ø Agen antihipertensi individual utama

a. Diuretik

1. Thiazida dan agen berhubungan lainnya (hydrochlorothiazide, chlorthalidone)

2. Loop diuretik (furosemid, bumetanid, torsemid, asam etakrinat)

3. Diuretik hemat kalium (amiloride, triamterene, spironolactone)

4. Antagonis aldosteron

b. Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE Inhibitor)

c. Angiotensin Receptor Bloker (ARB)

d. Calcium Channel Bloker (CCB)

e. β-bloker

Ø Agen antihipertensi alternatif

a. α-Bloker

b. Aliskiren

c. Agonis Sentral α-2

d. Reserpin

e. Vasodilator Arterial Langsung

f. Agen-agen lainnya

Page 10: Hipertensi Kram

Algoritma penanganan hipertensi

Pilihan Terapi Obat Awal

Dengan compelling indication

Tanpa compelling indication

Obat pilihan sesuai dengan compelling indication dan anti hipertensi lain jika

diperlukan

Tingkat 1

(sistol 140-159 atau diastol 90-99)

Tingkat 2

(sistol > 160 atau diastol >100 mmHg)

Kombinasi 2 macam obat biasanya diuretik

thiazida dan ACE inhibitor/ARB atau β-

bloker atau CCB

Diuretik thiazida dapat pula

dipertimbangkan, ACE inhibitor, ARB,

β-bloker, CCB maupun kombinasi

Page 11: Hipertensi Kram

Terapi Hipertensi Pada Kondisi

C. Mekanisme obat

a. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara

simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer.

tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan

penurunan volume plasma dan stroke volume

akhirnya menurunkan tekanan darah.

hipertensi yaitu : diuretik golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium

Obat-Obat Pilihan:

A. Golongan Tiazid

1. Bendroflazid/bendroflumetazid

- Indikasi: edema, hipertensi

Terapi Hipertensi Pada Kondisi Compelling Indication

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan

simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan

tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan

stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan

akhirnya menurunkan tekanan darah. Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi

golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium.

Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide® )

: edema, hipertensi

mendeplesikan

simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan

Penurunan

tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan

yang akan menurunkan curah jantung dan

obat diuretik yang digunakan dalam terapi

Page 12: Hipertensi Kram

- Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, ,

gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia yang simptomatik,

penyakit adison.

- Bentuk sediaan obat: tablet

- Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari;

dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali semingguHipertensi, 2,5 mg pada pagi

hari

- Efek samping:hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan;

impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia,

hiponatremia, hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai,

hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam

kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk neutropenia dan

trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir); pankreatitis,

kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan

pirai; mungkin memperburuk SLE ( eritema lupus sistemik ); usia lanjut;

kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal yang berat;porfiria.

2. Chlortalidone ( Hygroton®, Tenoret 50®, Tenoretic® )

- Indikasi : edema, hipertensi, diabetes insipidus

- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada Bendrofluazid

- Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg selang

sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin.Hipertensi, 25 mg; jika perlu

ditingkatkan sampai 50 mg pada pagi hari

- Bentuk sediaan obat: tablet

3. hidroklorotiazid

- Indikasi: edema, hipertensi

- Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada Bendrofluazid

- Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi untuk pemeliharaan jika

mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis awalnya 75 mg

sehariHipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari; jika perlu ditingkatkan sampai 25

mg pada pagi hari

- Bentuk sediaan obat: tablet.

Page 13: Hipertensi Kram

B. Diuretik kuat

1. Furosemide ( Lasix®, uresix®, impugan® )

- Indikasi: edema pada jantung, hipertensi

- Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati yang berat.

- Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus

- Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb; Injeksi,

dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg sampai dosis maksimal

sehari 20 mg; infus IV disesuaikan dengan keadaan pasien

- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi

seperti ruam kulit

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan

dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk diabetes mellitus;

perbesaran prostat; porfiria.

C. Diuretik hemat kalium

1. Amilorid HCL ( Amiloride®, puritrid®, lorinid® )

- Indikasi: edema, hipertensi, konservasi kalium dengan kalium dan tiazid

- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia.

- Bentuk sediaan obat: tablet

- Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali sehari

maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretik lain 5-10 mg sehari

- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi

seperti ruam kulit, bingung, hiponatremia.

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan

dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk diabetes mellitus; usia

lanjut.

2. Spironolakton ( Spirolactone®, Letonal®, Sotacor®, Carpiaton® )

- Indikasi: edema, hipertensi

- Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia, hipernatremia, kehamilan dan

menyusui, penyakit adison.

- Bentuk sediaan obat: tablet

- Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; anak, dosis

awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi.

- Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi s

Page 14: Hipertensi Kram

- eperti ruam kulit, sakit kepala, bingung, hiponatremia, hiperkalemia,

hepatotoksisita, impotensi.

- Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan

dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.

b. ACE Inibitor

ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-angiotensin-

aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II

sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi

sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE

inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus

pelepasan prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek

penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek

samping berupa batuk kering. ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada

pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus

dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam

beraktivitas, dan mengurangi gejala.

ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk

menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum

potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama setelah

dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong dalam ACE inhibitor adalah

Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama yang digunakan secara klinis.

1. Nama Generik : Captopril

2. Nama Dagang :

- Acepress : Tab 12,5mg, 25mg

- Capoten : Tab 12,5mg, 25mg

- Captensin : Tab 12,5mg, 25mg

- Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg

- Casipril : Tab 12,5mg, 25mg

- Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg

- Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg

- Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg

- Locap : Tab 25mg

- Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg

Page 15: Hipertensi Kram

- Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg

- Otoryl : Tab 25mg

- Praten : Kapl 12,5mg

- Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg

- Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg

- Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg

- Tensobon : Tab 25mg

3. Indikasi :

- Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah.

- Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension).

- Diabetic nephropathy dan albuminuria.

- Gagal jantung (Congestive Heart Failure).

- Postmyocardial infarction

- Terapi pada krisis scleroderma renal.

- Kontraindikasi :

- Hipersensitif terhadap ACE inhibitor.

- Kehamilan.

- Wanita menyusui.

- Angioneurotic edema yang berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor

sebelumnya.

- Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.

4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput.

5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien hipertensi dengan gagal jantung :

6. Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan yang

tepat. Dosis ini perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai tercapai target dosis.

7. Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari)

8. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong yaitu

setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini dikarenakan absorbsi

captopril akan berkurang 30%-40% apabila diberikan bersamaan dengan makanan.

9. Efek samping :

- Batuk kering

- Hipotensi

- Pusing

- Disfungsi ginjal

Page 16: Hipertensi Kram

- Hiperkalemia

- Angioedema

- Ruam kulit

- Takikardi

- Proteinuria

- Resiko khusus :

- Wanita hamil.

Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang hamil

karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan teratogenik. Hal ini

juga dapat menyebabkan kematian janin. Morbiditas fetal berkaitan dengan

penggunaan ACE inhibitor pada seluruh masa trisemester kehamilan. Captopril

beresiko pada kehamilan yaitu pada level C (semester pertama) dan D (semester

kedua dan ketiga).

- Wanita menyusui.

Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui karena

bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam ASI sekitar 1% dari

konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui apakah metabolit dari captopril

juga dapat menembus masuk dalam ASI.

- Penyakit ginjal.

Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan ginjal akan

memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85% diekskresikan lewat ginjal

(hampir 45% dalam bentuk yang tidak berubah) sehingga akan memperparah kerja

ginjal dan meningkatkan resiko neutropenia. Apabila captopril digunakan pada

pasien dengan gangguan ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana

berfungsi untuk menurunkan klirens kreatininnya.

c. Beta-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol)

Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai moderat dengan

penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat reseptor β1

di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana β1 merupakan reseptor yang

bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi

produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan

berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.

Page 17: Hipertensi Kram

d. Alfa-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin).

Bekerja dengan menghambat reseptor α1 di pembuluh darah sehingga terjadi

dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.

e. Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin).

Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh

darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat

bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi

penderita hipertensi yang juga penderita angina.

Page 18: Hipertensi Kram

BAB IV

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. S

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Tukang becak

Alamat : Karanganyar

Suku : Jawa

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Kepala cekot-cekot

B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)

Seorang pasien laki-laki datang ke sebuah balai pengobatan. Kurang lebih 3

hari yang lalu pasien sering mengeluh kepala cekot-cekot. Cekot-cekot terutama

dirasakan di kepala bagian belakang. Cekot-cekot dirasakan hilang timbul terutama

jika malamnya susah tidur. Pasien sering tidak bisa bekerja karena sakit kepalanya

itu. Beberapa bulan yang lalu pasien pernah mengalami rasa sakit yang sama.

Kemudian pasien periksa ke puskesmas dan dinyatakan darah tinggi. Dari puskesmas

pasien mendapat obat, namun pasien lupa obat yang telah dikonsumsinya. Pasien

merasa baikan setelah meminum obat dari puskesmas, dan tidak berobat lagi secara

rutin karena merasa sudah sembuh. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan

diabetes melitus dengan OAD.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Page 19: Hipertensi Kram

− Riwayat sakit gula : 2 tahun yang lalu

− Riwayat darah tinggi : 2 bulan yang lalu

− Riwayat sakit jantung : disangkal

− Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

− Riwayat sakit ginjal : disangkal

− Riwayat mondok : disangkal

− Riwayat transfusi : disangkal

D. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal

- Riwayat minum jamu : disangkal

- Riwayat minum alkohol : disangkal

- Riwayat merokok : (+) 10 tahun yang lau, 1-3 batang per hari

E. Riwayat Penyakit Keluarga

− Riwayat sakit jantung : disangkal

− Riwayat sakit gula : ada

− Riwayat asma bronkiale : disangkal

− Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

− Riwayat sakit kuning : disangkal

− Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

F. Riwayat Lingkungan Sosial dan Asupan Gizi

Pasien sehari-hari bekerja sebagai tukang becak. Mempunyai satu orang istri

dan tiga orang anak. Pasien makan tiga kali sehari, porsi sedang dengan lauk pauk

tempe, tahu, kadang-kadang telur, daging ayam atau ikan.

G. Anamnesa Sistem

a. Keluhan utama : Kepala cekot-cekot

b. Kulit : tidak ada keluhan

c. Kepala : nyeri kepala (+), nggliyer (+), kepala terasa berat (-), perasaan berputar-

putar (-), rambut mudah rontok (-)

d. Leher : cengeng (+), kaku (-)

e. Mata : tidak ada keluhan

f. Hidung : tidak ada keluhan

Page 20: Hipertensi Kram

g. Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah (-), mendengar bunyi

berdenging (-)

h. Mulut : tidak ada keluhan

i. Tenggorokan : tidak ada keluhan

j. Sistem respirasi : tidak ada keluhan

k. Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

l. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

m. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

n. Sistem genitourinaria : tidak ada keluhan

o. Ekstremitas : tidak ada keluhan

p. Sistem neuropsikiatri : tidak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : kompos mentis, gizi kesan cukup

Berat badan : 53 kg

Tinggi badan : 155 cm

B. Tanda vital

Tekanan Darah : 190/110 mmHg

Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup , simetris

Laju Pernapasan : 20 x/menit, kussmaul (-)

Suhu : 36,8 0C per axiller

C. Kulit : warna sawo matang, lembab, ujud kelainan kulit (-), uji

turniquet (-)

D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut

E. Mata : conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), air mata (+/+),

Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di

tengah, mata cekung (-/-)

F. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

G. Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+)

H. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-)

I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 – T1

J. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

K. Thorax

Bentuk : normochest

Page 21: Hipertensi Kram

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

Kiri bawah :SIC V linea medioclavicularis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)

Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Batas paru hepar : SIC VI dextra

Batas paru lambung :spatium intercosta VII Sinistra

Redup relatif : batas paru hepar

Redup absolut : hepar

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-),

wheezing (-/-)

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : hepar/lien tak teraba, turgor kulit baik

M. Ekstremitas :

Akral dingin Oedema

- - - -

- - - -

Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik

- -

- -

Page 22: Hipertensi Kram

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Foto Thorax

Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal

B. EKG

Irama sinus, denyut jantung 100x/menit

C. GDT

Dalam batas normal

V. DIAGNOSIS KERJA

Hipertensi Derajat II

VI. TUJUAN PENGOBATAN

1 menurunkan tekanan darah tanpa memperberat penyakit penyerta. 2. menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat peningkatan tekanan darah. 3. modifikasi gaya hidup

VII. PENATALAKSANAAN

Diet rendah garam 5g/hari

Captopril tab 3x25 mg

Hct tab 25 mg 1-0-0

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : baik

Ad sanam : baik

Ad fungsionam : baik

Resep

R/ Captopril mg 25 tab No. XXI

S 3 dd tab I_____________

R/ Hidroklorotiazid mg 25 tab No. VI

S 1 dd tab I mane__________

Pro : Tn. S (45th)

Page 23: Hipertensi Kram

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

- Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.

Adapun terapi nonfarmakologis antara lain: menghentikkan merokok, menurunkan

berata badan yang berlebihan, menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan,

latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur,

dan menurunkan asupan lemak. Sedangkan jenis-jenis obat antihipertensi untuk

terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah : golongan

diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist; beta bloker (BB);

Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist; Angiotensin Converting

Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor); dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1

receptor antagonist/blocker (ARB)

2. SARAN

- Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko

sehingga pencegahan penyakit hipertensi sangat penting, salah satunya dapat

dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta Kedokteran, edisi

3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522

Brunton, L.L., et al., 2006, Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of

Therapeutics, Mc Graw-Hill, New York

DiPiro, J.T., et al., 2009, Pharmacotherapy Handbook, 7th ed., New York: Mc Graw-Hill

Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651-652

Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M., Setiati, S. 2006.

Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI. Pp: 610-614