Hernia
-
Upload
nenden-andini -
Category
Documents
-
view
73 -
download
16
Transcript of Hernia
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi
Nama : Jhoni N.
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Kolonel H. Burlian, RT 023 Rw 008, Kelurahan
Sukarame, Palembang
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 26 Maret 2012
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Benjolan di lipat paha kanan
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
±4 tahun SMRS, timbul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan
yang dapat keluar masuk rongga perut. Benjolan semakin lama semakin
membesar, sekarang ukuran benjolan sebesar telur ayam. Benjolan akan
keluar saat berdiri, mengangkat benda berat, mengejan dan menghilang
ketika istirahat atau berbaring. Benjolan tidak terasa sakit, ada rasa ngilu di
tempat keluarnya benjolan. BAB biasa, muntah (-), demam (-), makan
biasa (-), flatus biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
1
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,6 0C
Kulit : Tidak ada kelainan
Kepala : Tidak ada kelainan, bibir kering
Pupil : isokor, refleks cahaya +/+
Leher : Tidak ada kelainan
Dada : Tidak ada kelainan
Paru-paru : SP vesikuler pada kedua hemitoraks
Abdomen : lemas, datar
Genitalia : Tidak terdapat kelainan
Anal : Tidak diperiksa
Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan
2. Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : cekung
Palpasi : Lemas
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)
Regio Inguinal dekstra
Inspeksi : tampak benjolan warna sama dengan kulit sekitarnya
Palpasi : teraba massa dengan batas atas tidak tegas yang dapat keluar
masuk rongga abdomen
2
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (26 Maret 2012)
Hematologi
Hemoglobin : 13.0 g/dl (14-18 g/dl)
Leukosit : 8000 (5000-10000/mm3)
Hematokrit : 40 vol% (40-48 vol%)
Trombosit : 201000/mm3 (150000-400000/ul)
Waktu pendarahan : 2 menit (1-3 menit)
Waktu pembekuan : 9 menit (9-15 menit)
Glukosa sewaktu : 95
E. Diagnosis kerja
Hernia Inguinalis Dextra Reponibel
F. Penatalaksanaan
Hernioraphy
G. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
H. Hasil follow up pasien
No Hari/tanggal Subjektif Obyektif Asses
ment
Rencana
terapi
1. 28 Maret 2012 Setelah dilakukan
oprasi os mengeluh
belum BAB dan
bekas operasi terasa
sakit
K: CM
Nadi:78x/m
TD: 130/70
RR: 24 x/m
T: 36,6 C
Hernia
inguina
lis
dextra
reponib
le
Bad rest
selama 24
jam
IVFD
Ketorolac
ciprofloxacin
3
2. 29 Maret 2012 Belum BAB sejak 2
hari yang lalu
K:CM
Nadi:95x/m
TD: 120/90
T:36,7 C
RR: 20 x/m
Bising usus
meningkat
Nyeri tekan
di regio
iliaca
dekstra
IVFD
Ketorolac
ciprofloxacin
3. 30 Maret 2012 BAK terasa perih K: CM
TD: 110/75
Nadi:88x/m
T: 36,3C
Bising usus
normal
IVFD
Ketorolac
ciprofloxacin
diperbolehkan
pulang dan
kontrol
kembali ke
bagian bedah
pada tanggal
2 April 2012
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hernia adalah protusi atau penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Terdapat beberapa poin penting
dalam hernia, antara lain defek atau bagian yang lemah dari dinding rongga,
kantung hernia, isi hernia, dan cincin hernia yaitu daerah penyempitan
kantung hernia akibat defek tersebut.
B. Klasifikasi
Hernia diklasifikasikan menurut berbagai dasar:
1. Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya:
a. Hernia kongenital, merupakan hernia bawaan yang terjadi pada saat
bayi berada dalam kandungan dan menetap sampai bayi lahir.
b. Hernia akuisita, merupakan hernia dapatan, yang umumnya terjadi
akibat faktor peningkatan tekanan intra abdomen.
2. Klasifikasi hernia berdasarkan letaknya:
a. Hernia diafragma
b. Hernia inguinalis
c. Hernia umbilikalis
d. Hernia femoralis
5
3. Klasifikasi hernia berdasarkan sifatnya:
a. Hernia reponibel, bila isi kantong hernia dapat keluar masuk ke dalam
rongga.
b. Hernia irreponibel, bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan
lagi ke dalam rongga.
c. Hernia akreta, bila terjadi perlekatan antara isi kantong pada
peritoneum kantong hernia dan tidak disertai nyeri ataupun tanda
sumbatan usus.
d. Hernia inkarserata, bila isi kantong hernia terjepit oleh cincin hernia,
sehingga tidak dapat dikembalikan lagi, akibatnya terjadi gangguan
pasase dan tanda-tanda sumbatan usus.
e. Hernia strangulata, bila terjadi gangguan vaskularisasi dari mulai
bendungan sampai nekrosis, pada saat isi hernia terjepit oleh
cincinnya.
C. Anatomi Regio Inguinalis
6
Anatomi pintu canalis inguinalis
Hernia inguinalis dapat dibedakan menjadi direk dan indirek. Hernia
inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, isi hernia menonjol
langsung melalui trigonum Hesselbach (daerah yang dibatasi oleh, inferior:
ligamentum inguinale, lateral: vasa epigastrika inferior, medial: tepi m.rectus
abdominis). Dasar trigonum Hesselbach ini dibentuk oleh fasia tranversa yang
diperkuat oleh aponeurosis m.tranversus abdominis yang terkadang tidak
sempurna, sehingga daerah ini potensial menjadi lemah. Hernia jenis ini
jarang mengalami strangulasi, karena cincin hernia longgar.
Nervus ilioinguinalis dan n. Iliofemoralis mempersarafi otot di regio
inguinalis, sekitar kanalis inguinalis dan tali sperma, serta sensibilitas kulit
regio inguinalis, skrotum, dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian
proksimomedial.
Regio inguinal merupakan batas bawah abdomen dengan fungsi yang
terdiri atas lapisan miopaneurotis. Penamaan struktur anatomi di daerah ini
banyak memakai nama penemunya sebagai pengakuan atas kontribusi mereka.
Dalam bukunya Skandalakis (1995), dinding abdomen pada dasar inguinal
terdiri dari susunan multi laminer dan seterusnya.
Pada dasarnya inguinal dibentuk dari lapisan:
1. Kulit (kutis).
7
2. Jaringan sub kutis (camper’s dan scarpa’s) yang berisikan lemak.
3. Innominate fasia (Gallaudet) : lapisan ini merupakan lapisan superfisial
atau lapisan luar dari fasia muskulus obliqus eksternus. Sulit dikenal dan
jarang ditemui.
4. Apponcurosis muskulus obliqus eksternus, termasuk ligamentum inguinale
(Poupart), Lakunare (Gimbernat) dan Colle’s.
5. Spermatik kord pada laki-laki, ligamen rotundum pada wanita.
6. Muskulus transversus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus
internus, falx inguinalis (Henle) dan konjoin tendon.
7. Fasia transversalis dan aponeurosis yang berhubungan dengan ligamentum
pectinea (Cooper), iliopubic tract, falx inguinalis dan fasia transversalis.
8. Preperitoneal connective tissue dengan lemak.
9. Peritoneum
10. Superfisial dan deep inguinal ring.
Bila dilihat dari lapisan-lapisan pada anatomi bedah inguinal di atas,
maka lokasi hernia itu sendiri seperti Gambar di bawah ini.
8
Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan
panjang 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale. Dinding
yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
- Anterior : Dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus eksternus dan
1/3 lateralnya muskulus obliqus internus.
- Posterior: Dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis
yang bersatu dengan fasia transversalis dan membentuk dinding
posterior dibagian lateral. Bagian medial dibentuk oleh fasia
transversa dan konjoin tendon, dinding posterior berkembang dari
aponeurosis muskulus transversus abdominis dan fasia transversal.
- Superior: Dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus internus
dan muskulus transversus abdominis dan aponeurosis.
- Inferior : Dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare.
Bagian ujung atas dari kanalis inguinalis adalah internal inguinal ring.
Ini merupakan defek normal dan fasia transversalis dan berbentuk huruf
“U” dan “V” dan terletak di bagian lateral dan superior. Batas cincin
interna adalah pada bagian atas muskulus transversus abdominis,
iliopublik tract dan interfoveolar (Hasselbach) ligamentdan pembuluh
darah epigastrik inferior di bagian medial. External inguinal ring adalah
daerah pembukaan pada aponeurosis muskulus obliqus eksternus,
berbentuk “U” dangan ujung terbuka ke arah inferior dan medial.
Isi kanalis inguinalis pria :
a. Duktus deferens
b. 3 arteri yaitu :
1. Arteri spermatika interna
2. Arteri diferential
3.Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus:
1. Cabang genital dari nervus genitofemoral
9
2. Nervus ilioinguinalis
3. Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. 3 lapisan fasia:
1. Fasia spermatika eksterna, lanjutan dari fasia innominate.
2. Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabut-serabut muskulus
obliqus internus dan fasia otot.
3. Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia transversal.
Struktur anatomi keseluruhan di daerah Inguinal
1. Fasia Superfisialis
Fasia ini terbagi dua bagian, superfisial (Camper) dan profundus
(Scarpa). Bagian superfisial meluas ke depan dinding abdomen dan
turun ke sekitar penis, skrotum, perineum, paha, bokong. Bagian yang
profundus meluas dari dinding abdomen ke arah penis (Fasia Buck).
2. Ligamantum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus
obliqus eksternus. Terletak mulai dari Sias sampai ke ramus superior
tulang publis.
3. Aponeurosis muskulus obliqus eksternus
Di bawah linea arkuata (Douglas), bergabung dengan aponeurosis
muskulus obliqus internus dan transversus abdominis yang membentuk
lapisan anterior rektus. Aponeurosis ini membentuk tiga struktur
anatomi di dalam kanalis inguinalis berupa ligamentum inguinale,
lakunare dan refleksi ligamentum inguinale (Colles).
4. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk
dari serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah Sias.
Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum
melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk
pinggir medial kanalis femoralis.
5. Ligamentum pektinea (Cooper)
10
Ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk dari ligamentum
lakunare dan aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus
abdominis dan muskulus pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke
periosteum dari ramus superior pubis dan ke bagian lateral periosteum
tulang ilium.
6. Konjoin tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
obliqus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang
berinsersi pada tuberkulum pubikum dan ramus superior tulang pubis.
7. Falx inguinalis (Ligamentum Henle)
Terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus, berinsersi
pada tulang pubis, bergabung dengan aponeurosis transversus
abdominis dan fasia transversalis.
8. Ligamentum interfoveolaris (Hasselbach)
Sebenarnya bukan merupakan ligamentum, tapi penebalan dari
fasia transversalis pada sisi medial cincin interna. Letaknya inferior.
9. Refleksi ligamentum inguinale (Colles’)
Ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis yang berasal
dari crus inferior cincin externa yang meluas ke linea alba.
10. Traktus iliopubika
Perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus superior pubis,
membentuk bagian dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama
muskulus transversus abdominis dan fasia transversalis. Traktus ini
berjalan di bagian medial, ke arah pinggir inferior cincin dalam dan
menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk pinggir anterior
selubung femoralis.
11. Fasia transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus
abdominis.
12. Segitiga Hasselbach
11
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segi tiga yang
dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Segitiga ini
dibatasi oleh :
Supero-lateral : Pembuluh darah epigastrika inferior
Medial : Bagian lateral rektus abdominis.
Inferior : Ligamentum ingunale.
(Gambar struktur anatomi inguinal dikutip dari Swartz Principle of
Surgery 6 th ed 1994)
12
D. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena
sebab yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia, terutama lebih
banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Berbagai faktor penyebab
berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang
cukup lebar dehingga dapat dilalui kantong dan isi hernia.
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya struktur m.obliquus internus abdominis yang menutup anulus
inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fascia transversa yang
kuat yang menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan hernia.
Faktor yang dipandang sangat berpengaruh pada hernia adalah adanya
prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga
perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Dibawah ini adalah
penjelasan dari masing-masing faktor yang menyebabkan hernia antara
lain:
Penurunan testis dimulai oleh gubernakulum. Sampai di daerah
inguinal akan menembus dinding depan perut untuk menuju
scrotum. Di daerah penembusan, peritoneum akan membuat
tonjolan sampai didaerah scrotum. disebut procesus vaginalis.
Setelah descensus testiculorum selesai, prosesus vaginalis akan
mengalami obliterasi menjadi tunica vaginalis. Sewaktu menerobos
ke scrotum akan membentuk cikal bakal canalis inguinalis. Dari
daerah inguinal sampai ke scrotum dapat terjadi gangguan
obliterasi yang dapat berkaitan dengan proses descensus yang
terganggu, sehingga processus vaginalis dapat berubah menjadi
kantong hernia
Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, seperti batuk
kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, asites dapat sering disertai
oleh hernia inguinalis.
13
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur
meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen
dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Dalam keadaan
relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen ini
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan tidak vertikal.
Sebaliknya bila otot dinding otot berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga
dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis.
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
n.ilioinguinalis dan n.illiofemoralis setelah appendektomi.
E. Gambaran klinis
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengedan, batuk atau mengangkat beban berat
dan menghilang waktu istirahat atau baring. Pada bayi dan anak-anak
adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh
orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau bayi sering menangis,
gelisah dan kadang perut kembung harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya hernia strangulata.
Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha,
skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta
untuk mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan
asimetri dapat dilihat. Palpasi dilakukan pada saat kelihatan ada benjolan
hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan
dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari
kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa
anulus inguinalis yang melebar.
Pada hernia insipien tonjolan hanya dapat dirasakan menyentuh ujung jari
di dalam kanalis inguinalis dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan anak-
anak kadang tidak terlihat adanya benjolan pada waktu menangis,
14
mengedan dan batuk. Palpasi tali sperma perlu dilakukan dengan
membandingkan yang kiri dengan yang kanan. Kadang didapatkan tanda
sarung tangan sutera.
F. Diagnosis
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibilis keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan
dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin dan mengedan
dan menghilang ketika berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau
ada biasanya dirasakan disekitar daerah epigastrium atau para umbilikal
berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai
mual dan muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau
strangulasi akibat nekrosis atau gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis
muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral
atas ke medial bawah. kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba
pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari kantong yang
memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutra. Tanda ini disebut
sebagai tanda sarung tangan sutera. Kalau kantung hernia beris organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum, atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak-anak dapat
dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui
anulus eksternus sehingga dapat ditentukan isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada
dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari
menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau bagian sisi
jari yang menyentuhnya maka berarti hernia inguinalis medialis.
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau jika
dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas disebelah
15
kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. Hernia
ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. testis yang
teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.
G. Diagnosis banding
Pembesaran irreponibilis di daerah inguinal dapat disebabkan oleh:
Pembesaran KGB oleh karena proses radang di daerah anorectal
dan genital, Ca rectum
Abses dingin yaitu abses yang terjadi tanpa proses peradangan di
tempat sebelumnya. Dapat terjadi oleh karena spondylitis TBC,
mengikuti m.psoas dan membentuk kantung yang berisi abses.
criptochismus
Pembesaran ireponibilis di daerah scrotum dapat disebabkan oleh:
Hernia scrotalis inkarserata
Hidrokel testis yaitu suatu keadaan dimana bagian dari tunica
vaginalis berubah menjadi suatu kantong yang mengandung cairan
serous.
Orchitis
G. Tata laksana
Pengobatan konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata, kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara
bimanual, tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
tangan kanannya mendorong ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan
perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Reposisi pada anak-anak
dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedatif dan
kompres es di atas hernia. Bila usaha ini berhasil, anak disiapkan untuk
16
operasi pada hari berikutnya. Apabila gagal,maka dalam waktu 6 jam
harus segera dilakukan operasi. Pemakaian bantal penyangga hanya
bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus dipakai
seumur hidup. Cara ini tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi
antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut yang tertekan
sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat
menyebabkan atrofi testis karena tekanan pada tali sperma yang
mengandung pembuluh darah testis.
Indikasi operasi hernia pada bayi yaitu:
Bila terjadi hernia inkarserata dilakukan operasi langsung.
Bila tidak terjadi inkarserata tunggu sampai 6 bulan.
bila hidrokel tunggu sampai lebih dari satu tahun.
Pengobatan operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional hernia
inguinalis. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioraphy
Herniotomi
Ligasi dan perapatan pintu hernia
Prinsipnya adalah pengikatan pintu hernia, lalu memotongnya. Sedapat
mungkin kantong hernia dipotong sampai melewati pintu hernia, lalu pintu
dirapatkan dengan jahitan sehingga pada tempat ini membentuk jaringan
fibrostik.
Meskipun telah dijahit daerah ini masih rawan sehingga tidak menutup
kemungkinan adanya hernia lagi karena jahitan terlepas.
Untuk mencegah berulangnya hernia maka diusahakan dengan teknik
operasi yang baik, menghindari faktor yang dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan intra abdominal.
Hernioraphy
Herniotomi + plasty (menutup pintu)
17
pada bayi tidak perlu tindakan plasty karena anulus externus dan
internusnya saling tumpang tindih. Fascia transversa yang merupakan
lokus minorisnya ditutup sehingga terbentuk jaringan ikat.
Pada hernioplasty dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Dikenal
berbagai macam teknik hernioplasty antara lain memperkecil anulus
inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat
fascia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. transversus internus
abdominis dan m.obliquus internus abdominis yang dikenal dengan nama
conjoint tendon ke ligamen inguinal poupart menurut metode Bassini.
Menjahitkan fascia transversa m.transversus abdominis, m.obliquus
internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot-otot yang
sudah dijahit. untuk mengatasi hal ini dipasang plastik dengan bahan
protesis mesh.
Terjadinya residif lebih disebabkan oleh teknik reparasi dibandingkan
dengan faktor konstitusi. Pada hernia inguinalis lateralis penyebab residif
yang paling sering adalah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak
memadai, diantaranya karena diseksi kantong yang kurang sempurna,
adanya lipoma peritoneal atau kantung hernia yang tidak ditemukan. Pada
hernia inguinalis medialis penyebab residif umumnya karena tegangan
yang berlebihan pada jahitan plastik atau kekurangan lain dalam teknik.
Perawatan post operasi
a. Hindari batuk, untuk peningkatan ekspansi paru, perawat mengajarkan
nafas dalam.
b. Support scrotal dengan menggunakan kantong es untuk mencegah
pembengkakan dan nyeri.
c. Ambulasi dini jika tidak ada kontraindikasi untuk meningkatkan
kenyamanan dan menurunkan resiko komplikasi post operasi.
d. Gunakan tehnik untuk merangsang pengosongan kandung kemih.
18
e. Monitoring intake dan output.
f. Palpasi abdomen dengan hati-hati.
g. Intake cairan > 2500 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi) untuk
mencegah dehidrasi dan mempertahankan fungsi perkemihan.
h. Bila pasien belum mampu BAK, dapat dipasang kateter karena
kandung kemih yang distensi dapat menekan insisi dan menyebabkan
tidak nyaman.
i. Pemakaian celana suppensoar.
Discharge Planning
a. Hindari mengejan, mendorong atau mengangkat benda berat.
b. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, mengganti balut
steril setiap hari dan kalau perlu.
c. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi
diet tinggi serat dan masukan cairan adekuat.
H. Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung dari keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantung hernia pada hernia irreponibilis,
ini dapat terjadi kalau isis hernia terlalu besar. Disini tidak muncul gejala
klinis kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh
karena cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang
menyebabkan obstruksi.
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong
hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan cincin makin bertambah
sehingga peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis
dan kantong hernia akan berisi transudat. Kalau isi hernia berupa usus
dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal,
fistel, peritonitis jika terjadihubungan dengan rongga perut.
19
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai
dengan gambaran obstruksi usus dengan keseimbangan cairan, elektrolit
dan asam basa. Bila terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi,
terjadi keadaan toksik akibat gangren dan gambaran klinis menjadi lebih
komplek dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat
hernia, nyeri akan menetap karena rangsang peritoneal.
20
BAB III
ANALISA KASUS
Seorang laki-laki, berusia 51 tahun, Jln. Kolonel H. Burlian, RT 023 Rw 008,
Kelurahan Sukarame, Palembang, berkebangsaan Indonesia, agama Islam,
menjalani rawat inap di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bari,
Palembang sejak 26 Maret 2012.
Penderita datang berobat ke RSUD BARI dengan keluhan timbul benjolan
pada lipat paha kanan. + 4 tahun sebelum masuk rumah sakit, timbul benjolan di
lipat paha kanan yang dapat keluar masuk rongga perut dan tidak terasa nyeri.
Benjolan timbul bila penderita mengedan dan berdiri.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada status
lokalis di regio inguinalis dextra pada inspeksi tampak benjolan, pada palpasi
teraba massa dengan batas atas tidak tegas yang dapat keluar masuk rongga
abdomen. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien ini didiagnosa dengan Hernia Inguinalis Dextra Reponibel.
Penatalaksanaan pada penderita yaitu dengan hernioraphy. Prognosis pasien ini
quo ad vitam dan quo ad functionam adalah bonam.
21
DAFTAR PUSTAKA
De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius.
Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara
Snell, 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC, Jakarta, Indonesia.
22