Heri Sudiyati

download Heri Sudiyati

of 17

description

SKRIPSI

Transcript of Heri Sudiyati

  • HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN RASA PERCAYA KLIEN TERHADAP PERAWAT

    DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PANTI RAPIH

    YOGYAKARTA

    Karya Tulis Ilmiah

    Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

    Universitas Gadjah Mada

    Oleh : H e r i S u d i y a t i

    02/162040/EIK/00285

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA 2004

    1

  • 2

    LEMBAR PENGESAHAN

    NASKAH PUBLIKASI

    HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

    DENGAN RASA PERCAYA KLIEN TERHADAP PERAWAT

    DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT DALAM

    RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

    Diajukan Oleh :

    H e r i S u d i y a t i

    02/162040/EIK/00285

    Telah Diseminarkan dan Diujikan pada Tanggal 19 Januari 2004

    Penguji I

    Ibrahim Rahmat, SKp. SPd. Mkes. NIP : 132 255 121

    Penguji II

    A. Intansari Nurjannah, SKp

    NIP : 132 238 676

    Mengetahui Dekan

    u.b. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada

    Yogyakarta

    dr. Harsono, Sp.S.(K) NIP. 140 055 199

  • 3

    HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

    DENGAN RASA PERCAYA KLIEN TERHADAP PERAWAT DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

    Heri Sudiyati1, Ibrahim Rahmat2, Intansari Nurjannah2, I.L. Gamayanti3

    INTISARI Latar Belakang : Salah satu tuntutan atau harapan klien terhadap personil pemberi pelayanan termasuk perawat adalah kredibilitas yaitu dapat dipercaya (Kotler cit. Parnyoto (1995). Hubungan yang dapat dipercaya antara perawat dan klien akan menimbulkan kepuasan total klien, tetapi salah satu hambatan dalam memberikan pelayanan yang memuaskan adalah komunikasi, sehingga rasa percaya klien terhadap perawat sulit terjalin. Pemberian perhatian yang berlebihan kadang tidak mampu menciptakan trust atau distrustfull. Ketidakmampuan untuk membangun dan memelihara hubungan saling percaya akan menimbulkan masalah seperti seseorang bisa kehilangan harga diri, merasa tidak yakin pada diri sendiri, menjadi sangat cemas, dan kemudian bertingkah laku di luar kebiasaannya atau sulit untuk dipahami (Rawlins,1993). Berdasarkan hasil wawancara langsung peneliti dengan 2 orang klien di Ruang Carolus RS Panti Rapih, menunjukkan bahwa ketika perawat melakukan tindakan selalu mengajak berkomunikasi. Wawancara langsung peneliti dengan kepala ruang perawatan penyakit dalam RS Panti Rapih didapatkan keterangan bahwa komunikasi terapeutik sudah dilakukan oleh perawat dalam melayani klien, tetapi evaluasi yang berkaitan dengan komunikasi dan rasa percaya klien terhadap perawat belum pernah dilakukan dan belum pernah dilihat hubungannya. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat di ruang rawat inap penyakit dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Metode : Jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Rancangan yang digunakan adalah survey analitik dengan cara observasi dan kuisioner. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling pada perawat dan klien dengan jumlah sampel 30 orang perawat dan 30 orang klien. Pengolahan data dilakukan dengan analisis korelasi Pearson menngunakan bantuan komputer. Hasil : Dari komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh responden perawat yang diteliti terhadap klien yang baru pertama kali dirawat dengan perawat dikorelasikan dengan gambaran rasa percaya klien terhadap perawat diperoleh hasil korelasi Pearson sebesar 0,056 dengan signifikansi sebesar 0,769. Sedangkan korelasi komunikasi terapeutik perawat dengan ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat diperoleh nilai korelasi Pearson sebesar 0,119 dengan signifikansi 0,530. Kesimpulan : Secara statistik, ada hubungan yang tidak signifikan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RS panti Rapih. Kata Kunci : komunikasi terapeutik, trust / rasa percaya, hubungan.

    1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

  • 4

    3. Dosen Bagian Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta THE RELATION OF THERAPEUTIC COMMUNICATION WITH THE TRUST

    OF CLIENT TOWARDS THE NURSES IN MEDICAL WORD PANTI RAPIH HOSPITAL YOGYAKARTA

    Heri Sudiyati1, Ibrahim Rahmat2, Intansari Nurjannah2, I.L.Gamayanti3

    1 The Student of Nursing Program Medicical Faculty Gadjah Mada University Yogyakarta 2 The Lecture of Nursing Program Medical Faculty Gadjah Mada University Yogyakarta 3 The Lecture of Pediatric Department Medicical Faculty Gadjah Mada University Yogyakarta

    ABSTRACT

    Background : One of client demand or expectantly towards personal who gave the service include nurses was credibility that was could be trusted (Kotler cit. Parnyoto, 1995). The relation that could be trusted between nurses and client could cause the totally satisfaction of client, but one of the barrier in gave the satisfy service was communication, so that the trust of client towards nurses was difficult to be complicated. The present attention that plentiful sometimes could not created trust or distrustful. The impotence to built up and take care of the relation trust each other would cause the problem such as somebody could miss their respect, felt not sure with them self, become very anxious and than their behaviors become not usually or difficult to understand (Rawlins, 1993). Based on the direct interview of researchers with 2 client in Carolus Word Panti Rapih Hospital, showed that when the nurses did their action always invited communication. Direct interview of researchers with the head of medical word in Panti Rapih Hospital found that therapeutic communication have done by nurses in serve the client but evaluation that related with communication never yet did and never yet viewed what the relation. Objective: The study was purposed to know the relation between therapeutic communication with the trust of client towards nurses in the medical word in Panti Rapih Hospital Yogyakarta. Methods: The kind of qualitative and quantitative research by use cross sectional approximation. The plan that used was analytical survey with observation way and kuesioner. The taking over of research sample by used purposive sampling technique on nurses and client with number of sample 30 nurses and 30 client. The preparation of data was did by Pearson correlation analysis by used computer. Results: From therapeutic communication that did by nurses responden was examined towards the client who for the first time was nursed by nurses was correlated with the trust image of client towards nurses was found results that Pearson correlation was 0,056 with significance 0,769. Whereas the correlation of therapeutic communication nurses with trust expression of client towards nurses was found that Pearson correlation number was 0,119 with significance 0,530. Resume: According to statistic, the relation was not significant between therapeutic communication with the trust of client towards nurses in the medical word Panti Rapih Hospital. Key words : therapeutic communication, trust, relation

  • 5

    PENDAHULUAN

    Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan media dalam mengembangkan

    hubungan antara perawat-klien maupun keluarganya1. Hal ini perlu mendapat perhatian

    dari perawat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan membina hubungan saling

    percaya pada klien dan keluarga2. Membangun rasa percaya antara perawat dan klien

    sangatlah berguna dalam berkomunikasi secara efektif 3.

    Salah satu tuntutan atau harapan klien terhadap personil pemberi pelayanan

    termasuk perawat adalah kredibilitas yaitu dapat dipercaya. Hubungan yang dapat

    dipercaya antara perawat dan klien akan menimbulkan kepuasan total klien, tetapi salah

    satu hambatan dalam memberikan pelayanan yang memuaskan adalah komunikasi,

    sehingga rasa percaya klien terhadap perawat sulit terjalin4. Tumbuhnya rasa percaya

    klien terhadap perawat akan dapat mendorong klien berkembang dan memperoleh

    kemajuan yang lebih baik dari masalah yang dialami5. Rasa percaya mulai tumbuh saat

    seseorang berusaha untuk jujur dan terbuka. Sekali rasa percaya terbangun, seseorang

    akan menjadi lebih terbuka dan menunjukkan perasaannya serta mau membicarakannya.

    Perasaan yang ditunjukkan pada seseorang yang lebih dekat, memahami dan mengerti

    tentang dirinya menjadi lebih positif6.

    Rasa percaya (trust) bukan merupakan sesuatu yang datang secara otomatis atau

    begitu saja, tetapi merupakan hasil dari seluruh perilaku perawat dalam berhubungan

    dengan klien3. Sepanjang pertemuan awal dengan klien akan menjadi suatu atmosfir

    dimana rasa percaya dapat tumbuh7. Perawat sering menggunakan interaksi sosial yang

    masih superfisial pada awal percakapan dengan klien sebagai fondasi menciptakan

    hubungan saling percaya yang lebih akrab5. Ini menjadi tidak mudah bagi klien untuk

    mempersepsikan kebutuhannya yang memerlukan bantuan perawat. Walaupun klien

    telah percaya pada perawat, bukan berarti ia telah mampu meminta segala sesuatunya

    yang membutuhkan bantuan perawat. Namun demikian, paling tidak dengan adanya

    trust telah membentuk dasar komunikasi efektif sehingga seseorang menjadi lebih

    terbuka dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya8.

  • 6

    Perawat yang tidak mantap membangun hubungan dengan klien mungkin

    cenderung memilih cara yang superfisial untuk menciptakan trust, seperti membagi

    rahasia pribadi, atau dengan guyonan. Beberapa klien dapat menerima hal semacam

    itu, tetapi sebagian yang lain mungkin tidak suka dengan cara seperti itu. Disamping ada

    perasaan senang dengan perawat yang memberikan perhatian yang lebih, mereka tetap

    saja tidak percaya dengan perawat. Pemberian perhatian yang berlebihan kadang tidak

    mampu menciptakan trust atau distrustfull. Ketidakmampuan untuk membangun

    dan memelihara hubungan saling percaya akan menimbulkan masalah seperti seseorang

    bisa kehilangan harga diri, merasa tidak yakin pada diri sendiri, menjadi sangat cemas,

    dan kemudian bertingkah laku di luar kebiasaannya atau sulit untuk dipahami9.

    Hasil wawancara langsung peneliti dengan 2 orang klien laki-laki dan perempuan

    di Ruang Carolus Rumah Sakit Panti Rapih yang masing-masing dengan diagnosa medis

    gastritis dan thipus abdominalis, menunjukkan bahwa ketika perawat melakukan

    tindakan selalu mengajak berkomunikasi. Wawancara langsung peneliti dengan kepala

    ruang perawatan penyakit dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta didapatkan

    keterangan bahwa komunikasi terapeutik sudah dilakukan oleh perawat dalam melayani

    klien, tetapi evaluasi yang berkaitan dengan komunikasi dan rasa percaya klien terhadap

    perawat belum pernah dilakukan.

    Masalah yang dirumuskan adalah Apakah ada hubungan antara komunikasi

    terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat di ruang rawat inap bangsal

    penyakit dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Hipotesa penelitian ini adalah

    ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat

    di ruang rawat inap bangsal penyakit dalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    hubungan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya klien terhadap perawat.

    BAHAN DAN CARA PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan penelitian jenis kuantitatif dan kualitatif menggunakan

    pendekatan cross sectional dengan metode survei analitik. Sampel penelitian adalah

    perawat ruang perawatan penyakit dalam Carolus dan Theresia dengan pendidikan

  • 7

    minimal D III Keperawatan, bekerja minimal satu tahun sebanyak 30 responden dan

    klien yang baru pertama kali dirawat di ruang penyakit dalam tersebut sebanyak 30

    responden.

    Alat ukur yang digunakan dlam penelitian ini adalah cheklist observasi

    pelaksanaan komunikasi terapeutik sebanyak 22 item, checklist observasi rasa peraya

    klien sebanyak 8 item, dan kuisioner tertutup ungkapan rasa percya klien terhadap

    perawat sebanyak 8 item yang diukur dengan menggunakan skala Likert. Uji reliabilitas

    untuk metode observasi menggunakan metode koefisien kesepakatan Fernandes.

    Variabel bebas adalah komunikasi terapeutik, dan variabel terikatnya adalah rasa

    percaya klien.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, jenis Kelamin, Masa Kerja Pada Perawat

    di Ruang Perawatan Carolus dan Theresia RS Panti Rapih Yogyakarta 2003

    VARIAVEL n % UMUR

    21 30 tahun 21 70,00 31 40 tahun 3 10,00 41 50 tahun 6 20,00

    JENIS KELAMIN Laki-Laki 0 0,00 Perempuan 30 100,00

    MASA KERJA 1 5 tahun 14 46.67 6 10 tahun 10 33,33 11 15 tahun 5 16,67 16 20 tahun 1 3,33

    Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa umur responden perawat yang bekerja di

    ruang penyakit dalam RS. Panti Rapih yang berumur 21-30 tahun ada 21 responden

    (70%), umur 31-40 tahun ada 3 responden (10%), umur 41-50 tahun ada 6 responden

    (20%). Menurut jenis kelaminnya, semua perawat yang menjadi responden berjenis

    kelamin perempuan yaitu 30 perawat (100%), yang seluruhnya berasal dari suku Jawa.

  • 8

    Masa kerja bervariasi, dari 1-5 tahun sebanyak 14 perawat (46,67%), masa kerja 6-10

    tahun sebanyak 10 perawat (33,33%), masa kerja 11-15 tahun sebanyak 5 perawat

    (16,67%), dan masa kerja 16-20 tahun ada 1 perawat (3,33%)

    Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Asal daerah / Suku

    Pada Klien di Ruang Perawatan Carolus dan Theresia RS Panti Rapih Yogyakarta 2003

    VARIAVEL n %

    UMUR 21 30 tahun 16 53,33 31 40 tahun 3 10,00 41 50 tahun 6 20,00 51 61 tahun 3 10,00 61 70 tahun 2 6,66

    JENIS KELAMIN Laki-Laki 17 56,67 Perempuan 13 43,33

    ASAL DAERAH / SUKU Jawa 27 90,01 Bali 1 3,33 Menado 1 3,33 Batak 1 3,33

    Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa umur klien yang dirawat di ruang penyakit dalam

    RS. Panti Rapih bervariasi, 21-30 tahun sebanyak 16 klien (53,33%), umur 31-40 tahun

    ada 3 klien (10,00%), umur 41-50 tahun ada 6 klien (20,00%), umur 51-61 tahun ada 3

    klien (10,00%) dan berumur 61-70 tahun ada 2 klien (6,66%). Distribusi responden

    berdasarkan suku bangsa tidak merata. Mayoritas responden berasal dari suku Jawa

    yaitu 27 responden (90,01%). Responden yang berasal dari suku Bali ada 1 responden

    (3,33%), suku Menado (Minahasa) ada 1 responden (3,33%), dan yang berasal dari suku

    Batak ada 1 responden (3,33%).

    Hasil observasi pelaksanan komunikasi terapeutik dari 30 responden perawat di

    Ruang Carolus dan Theresia RS Panti Rapih menunjukkan bahwa seluruh responden

    yang berjumlah 30 orang (100 %) sudah melakukan komunikasi terapeutik dengan baik.

    Hal ini dimungkinkan karena seluruh responden perawat memiliki latar belakang

    pendidikan DIII Keperawatan yang telah mendapatkan konsep komunikasi terapeutik.

  • 9

    Kemampuan komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang

    melibatkan aktivitas fisik, mental, disamping juga dipengaruhi latar belakang sosial

    budaya, pengalaman, usia, dan pendidikan10.

    Metode kerja Tim yang dilaksanakan di RS Panti Rapih juga memungkinkan

    perawat untuk berinteraksi lebih sering dengan klien yang sama. Hal ini sesuai dengan

    konsep metode kerja Tim yang memberikan keuntungan dimana perawat lebih memiliki

    waktu yang cukup untuk melaksanakan komunikasi dengan klien11. Banyaknya waktu

    perawat untuk bertemu klien menjadikan klien memungkinkan untuk sering

    berkomunikasi dengan perawat. Penggunaan komunikasi terapeutik merupakan media

    dalam mengembangkan hubungan antara perawat-klien1. Menurut Rinaningsih selaku

    Staf Wakil Direktur Keperawatan Bidang SDM RS Panti Rapih, setiap bulan dilakukan

    pembinaan bagi tenaga perawat ruangan oleh Tim Kerja Pengembangan SDM

    Keperawatan dan supervisi yang dilakukan oleh kepala Instalasi Rawat Inap RS Panti

    Rapih yang salah satunya mengenai komunikasi. Pembinaan dan supervisi ini ternyata

    memberi pengaruh yang baik terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik yang

    dilakukan perawat Ruang Perawatan Carolus dan Theresia.

    Hasil observasi rasa percaya klien kepada perawat di ruang penyakit dalam RS.

    Panti Rapih, dari 30 responden (100%) memiliki rasa percaya yang tinggi. Rasa percaya

    klien (hasil observasi) yang mencapai 100 % ini mungkin dipengaruhi oleh terbentuknya

    hubungan yang baik antara perawat dan klien. Hal ini sesuai dengan konsep yang

    mengatakan bahwa rasa percaya pada orang lain selalu terbentuk oleh hubungan yang

    baik9. Disamping itu, pencapaian rasa percaya klien (hasil observasi) sebesar 100 % juga

    dimungkinkan karena perawat selalu menepati janji terhadap klien. Hal ini sesuai

    dengan konsep yang menyatakan bahwa keyakinan pada rasa percaya terhadap orang

    lain secara normal ketika sebuah janji ditepati. Keraguan pada orang hanya bersifat

    sementara dan sebentar saja9.

    Ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat melalui kuisioner menunjukkan

    bahwa klien yang memiliki rasa percaya tinggi terhadap perawat sebesar 18 responden

    (78,13 %) dan memiliki rasa percaya yang sedang sebesar 12 responden ( 21,87 %).

  • 10

    Dengan demikian, rata-rata klien yang menjadi responden memiliki rasa percaya yang

    tinggi terhadap perawat di Ruang Perawatan Carolus dan Theresia RS Panti Rapih. Hasil

    di atas mungkin karena perawat bisa menjaga rahasia klien, selalu jujur untuk hal-hal

    tertentu, selalu siap memberikan bantuan dengan tepat waktu saat klien membutuhkan,

    dan cakap atau terampil dalam melakukan tindakan keperawatan. Hal ini sesuai dengan

    konsep yang menyatakan bahwa kunci dalam menjalin rasa percaya adalah mengetahui

    apa yang dibutuhkan klien sebelum melaksanakan rencana yaitu menjaga rasa percaya,

    kejujuran, selalu menepati, dan competence3. Perawat yang bisa bercerita hal-hal yang

    lucu, menunjukkan kepekaan dan perhatian terhadap kebutuhan klien juga dapat

    menumbuhkan rasa percaya klien. Hal ini sesuai dengan konsep yang menyatakan

    bahwa perawat yang memberikan kenyamanan pada klien dapat memilih cara-cara atau

    hal-hal yang sederhana untuk membangun rasa percaya, seperti : membagi rahasia,

    mengatakan hal-hal yang lucu tentang pribadi, atau meningkatkan klien untuk

    membangun hubungan pada seseorang yang dapat dipercaya. Perhatian yan hakiki atau

    sejati dari perawat adalah suatu cara yang kuat untuk mendapatkan rasa percaya8.

    Untuk menganalisa hubungan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya

    klien terhadap perawat dilakukan uji koefisien korelasi product moment Pearson dengan

    bantuan komputer. Uji ini mengukur keeratan hubungan antara hasil pengamatan dari

    populasi yang mempunyai dua varian / bivariate12. Perhitungan ini mensyaratkan bahwa

    populasi asal sampel mempunyai dua varian dan terdistribusi normal.

    Tabel 3. Distribusi Responden Penelitian di Ruang Perawatan Carolus dan Theresia

    RS Panti Rapih Tahun 2003

    n Valid Missing Mean Skewness Min Max

    Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat 30 0 91,31 -0,856 77,27 100

    Ungkapan Rasa Percaya Klien (Hasil Observasi) 30 0 90,42 -0,204 75,00 100

    Ungkapan Rasa Percaya Klien (Hasil Kuisioner) 30 0 78,65 1,133 68,75 100

  • 11

    Sesuai dengan tabel 3, jumlah data yang valid / sah untuk diproses adalah 30

    buah, sedangkan data yang mising / hilang tidak ada (0). Dengan demikian, maka semua

    data dapat diproses lebih lanjut. Dari 30 responden yang diteliti, rata-rata komunikasi

    terapeutik yang dilakukan responden perawat sebesar 91,31 %, rata-rata ungkapan rasa

    percaya klien (hasil observasi) sebesar 90,42 %, dan rata-rata ungkapan rasa percaya

    klien (hasil kuisioner) sebesar 78,65 %. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik

    kesimpulan bahwa secara umum rata-rata komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh

    responden perawat dilakukan dengan baik (76 100%), dan ungkapan rasa percaya klien

    dari hasil observasi maupun hasil kuisioner semuanya tinggi (76 100 %).

    Skewness atau kemencongan data komunikasi terapeutik sebesar 0,856,

    Skewness data rasa percaya klien (hasil observasi) sebesar 0,204, dan Skewness

    ungkapan rasa percaya klien (hasil kuisioner) sebesar 1,133. Karena rasio skewness

    berada diantara 2 sampai dengan +212, maka dari nilai skewness ketiga variabel

    didapatkan berada di rentang antara 2 sampai dengan +2. Dengan demikian dapat

    disimpulkan bahwa semua data terdistribusi secara normal atau mendekati normal.

    Tabel 4. Analisis Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Rasa Percaya Klien

    Terhadap Perawat (Hasil Observasi) di Ruang Penyakit Dalam RS Panti Rapih Tahun 2003

    Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat

    Rasa Percaya Klien (Hasil Observasi)

    Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat

    Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

    1,0.

    30

    -0,0560,769

    30 Rasa Percaya Klien (Hasil Observasi)

    Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

    -0,0560,769

    30

    1,0.

    30

    Berdasarkan analisis korelasi seperti pada tabel 4 dapat dilihat bahwa Pearson

    correlation antara komunikasi terapeutik perawat dengan rasa percaya klien (hasil

    observasi) terhadap perawat sebesar 0,056. Berdasarkan pedoman besaran angka

  • 12

    korelasi yang digunakan, angka korelasi berkisar antara 0 yang maknanya tidak ada

    korelasi sama sekali, dan 1 yang maknanya ada korelasi sempurna dengan ketentuan

    bahwa angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat, dan angka

    korelasi dibawah 0,5 menunjukkan korelasi lemah12. Sesuai dengan pedoman tersebut,

    maka Pearson correlation sebesar 0,056 menunjukkan adanya korelasi yang sangat

    lemah antara komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dengan rasa percaya klien

    terhadap perawat (hasil observasi). Tanda negatif (-) menunjukkan arah yang

    berlawanan dimana semakin baik komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat maka

    rasa percaya klien terhadap perawat (hasil observasi) semakin rendah atau sebaliknya.

    Berdasarkan angka probabilitas / signifikansi antara komunikasi terapeutik

    perawat dengan rasa percaya klien (hasil observasi) terhadap perawat diperoleh hasil

    0,769 (>0,05). Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 % maka dapat disimpulkan

    bahwa ada korelasi yang tidak signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan

    rasa percaya klien (hasil observasi) terhadap perawat.

    Tabel 4. Analisis Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Ungkapan Rasa

    Percaya Klien Terhadap Perawat ( Hasil Kuisioner) di Ruang Penyakit Dalam RS Panti Rapih Tahun 2003

    Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat

    Ungkapan Rasa Percaya Klien (Hasil Kuisioner)

    Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik oleh Perawat

    Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

    1,0.

    30

    0,1190,530

    30 Ungkapan Rasa Percaya Klien (Hasil Kuisioner)

    Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

    0,1190,530

    30

    1,0.

    30

    Analisis korelasi antara komunikasi terapeutik dengan ungkapan rasa percaya

    klien terhadap perawat (hasil kuisioner) seperti tampak pada tabel 7 dapat dilihat bahwa

    nilai Pearson correlation sebesar 0,119. Dengan pedoman yang sama, maka Pearson

  • 13

    correlation sebesar 0,119 menunjukkan adanya korelasi yang sangat lemah antara

    komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dengan ungkapan rasa percaya klien

    terhadap perawat (hasil kuisioner).

    Berdasarkan angka probabilitas / signifikansi antara komunikasi terapeutik

    perawat dengan ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil kuisioner)

    diperoleh hasil sebesar 0,530 (>0,05). Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 % maka

    dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang tidak signifikan antara komunikasi

    terapeutik perawat dengan ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil

    kuisioner).

    Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson correlation antara komunikasi

    terapeutik yang dilakukan perawat dengan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil

    observasi) diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang sangat lemah. Sebagai

    pembanding, maka dilakukan analisis Pearson correlation antara komunikasi terapeutik

    perawat dengan ungkapan rasa percaya klien (hasil kuisioner) dimana diperoleh hasil

    yang sama yaitu ada hubungan yang sangat lemah. Adanya hubungan yang sangat lemah

    tersebut dimungkinkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

    terapeutik dan rasa percaya, dimana keduanya diabaikan oleh peneliti. Disamping itu,

    faktor-faktor yang dapat menimbulkan rasa percaya tidak termasuk di dalam poin-poin

    komunikasi terapeutik.

    Faktor yang mempengaruhi baik atau tidaknya komunikasi terapeutik

    diantaranya adalah perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya, emosi,

    pengetahuan, peran dan hubungan, lingkungan, serta jarak7. Keinginan untuk

    mempercayai orang lain sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : hubungan orang

    tua anak sejak awal, hubungan keluarga, dan perangai yang diwariskan. Kemampuan

    individu untuk percaya bisa berubah juga akibat kejadian traumatik di usia dewasa9.

    Faktor-faktor yang menjadi sumber kepercayaan klien terhadap provider selain

    komunikasi juga dipengaruhi oleh kepuasan klien pada kedatangannya yang lalu, ikatan

    sosial klien dengan pemberi jasa, frekuensi interaksi, frekuensi kedatangan, investasi,

    keahlian provider, kemiripan, dan karakteristik klien13.

  • 14

    Tabel 5. Analisis Hubungan antara Rasa Percaya Klien Terhadap Perawat ( Hasil Observasi)

    dengan Ungkapan Rasa Percaya Klien Terhadap Perawat ( Hasil Kuisioner) di Ruang Penyakit Dalam RS Panti Rapih Tahun 2003

    Rasa Percaya Klien (Hasil Observasi)

    Ungkapan Rasa Percaya Klien (Hasil Kuisioner)

    Rasa Percaya Klien (Hasil Observasi)

    Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

    1,0.

    30

    0,2060,275

    30 Ungkapan Rasa Percaya Klien (Hasil Kuisioner)

    Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

    0,2060,275

    30

    1,0.

    30

    Analisis korelasi antara ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil

    observasi) dengan ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil kuisioner)

    seperti tampak pada tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Pearson correlation sebesar 0,206.

    Pearson correlation sebesar 0,206 menunjukkan adanya korelasi yang sangat lemah

    antara rasa percaya klien terhadap perawat (hasil observasi) dengan ungkapan rasa

    percaya klien terhadap perawat (hasil kuisioner).

    Berdasarkan angka probabilitas / signifikansi rasa percaya klien terhadap perawat

    (hasil observasi) dengan ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil kuisioner)

    diperoleh hasil sebesar 0,275 (>0,05). Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 % maka

    dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yang tidak signifikan / bermakna antara rasa

    percaya klien terhadap perawat (hasil observasi) dengan ungkapan rasa percaya klien

    terhadap perawat (hasil kuisioner). Adanya korelasi antara rasa percaya klien terhadap

    perawat (hasil observasi) dengan ungkapan rasa percaya klien terhadap perawat (hasil

    kuisioner) sesuai dengan konsep kesejatian dimana kesejatian dapat ditunjukkan dengan

    adanya kesamaan verbal dan non verbal (kongruen). Kesamaan antara verbal dan non

    verbal ini memberikan keuntungan bagi klien yaitu : (1) bebas mengekspresikan pikiran

    dan emosi mereka yang sesungguhnya, (2) mengembangkan rasa percaya pada perawat,

  • 15

    (3) menyediakan informasi dimana orang lain dapat menggunakannya, dan (4)

    merasakan atmosfer rileks. Keuntungan bagi perawat dengan adanya perilaku kongruen

    ini, antara lain : (1) bicara dengan kesungguhan tanpa menyakiti, (2) mengekspresikan

    apa yang dia pikirkan, perasaan, dan pengalaman saat ini, (3) menunjukkan kespontanan,

    dan (4) menunjukkan keterbukaan14.

    Korelasi yang tidak bermakna ini mungkin disebabkan karena antara pelaksanaan

    observasi dan pelaksanaan pengisian kuisioner untuk mengetahui ungkapan rasa percaya

    klien terhadap perawat tidak dilakukan secara bersamaan. Perbedaan waktu ini mungkin

    berpengaruh pada frekuensi dan intensitas interaksi klien dengan perawat sehingga rasa

    percaya klien terhadap perawat juga akan berubah.

    Rasa percaya seseorang sangat mempengaruhi sikap apa yang akan diambil pada

    suatu peristiwa tertentu. Sikap seseorang dapat diamati oleh orang lain dalam bentuk

    perilaku, sedangkan rasa percaya tidak dapat diamati tetapi hasil dari rasa percaya

    tersebut dapat diamati. Hampir semua rasa percaya didapatkan dari mereka yang paling

    berpengaruh dalam hidup seseorang, seperti orang tua, kakak adik, guru, teman-teman,

    dan tokoh media. Melalui sosialisasi / interaksi dan komunikasi interperpersonal dalam

    waktu yang relatif lama orang akan bisa mengembangkan rasa percaya15.

    KESIMPULAN

    Sesuai dengan pertanyaan penelitian, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan

    sebagai berikut :

    1. Pelaksanan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di ruang perawatan

    penyakit dalam Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dilakukan secara baik.

    2. Rasa percaya klien terhadap perawat di ruang perawatan penyakit dalam Rumah

    Sakit Panti Rapih Yogyakarta secara umum baik.

    3. Secara statistik korelasi product moment Pearson diperoleh hasil ada korelasi /

    hubungan yang tidak signifikan antara komunikasi terapeutik dengan rasa percaya

    klien terhadap perawat .

    Dengan demikian, maka hipotesis dalam penelitian ini diterima.

  • 16

    SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada :

    1. Perawat ruang perawatan penyakit dalam RS Panti Rapih : untuk mempertahankan

    dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang sudah berjalan baik.

    2. RS Panti Rapih : hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan untuk

    meningkatkan pembinaan dan supervisi keperawatan terutama dalam hal komunikasi

    terapeutik.

    3. Peneliti selanjutnya :

    a. Penelitian ini masih merupakan penelitian dasar tentang rasa percaya klien

    terhadap perawat. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai rasa percaya klien

    terhadap perawat dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi rasa

    percaya dengan menggunakan alat ukur skala kepercayaan klien terhadap

    perawat yang sudah baku menurut Rowlins (1990) terdapat di buku

    Pscychological Care of The Medically Ill (1975) karangan Strain J. Grossman S.

    Terbitan Appleton, Century Coofts, New York yang tidak bisa ditemukan

    peneliti.

    b. Alat ukur observasi dan kuesioner yang digunakan untuk mengukur rasa percaya

    klien sebaiknya dilakukan validitas konstruksi dengan meminta pendapat ahli

    atau pakar minimal tiga (3) orang dan umumnya yang telah bergelar doktor

    sesuai lingkup penelitian untuk mengetahui apakah alat ukur ini bisa digunakan

    tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau mungkin dironbak total.

    c. Mengingat penelitian ini dilakukan pada responden dewasa, mungkin baik

    dilakukan pada klien anak anak yang ketergantungannya pada orang dewasa

    masih tinggi.

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA 1. Hamid, A.S. (1996). Komunikasi Terapeutik, disajikan pada Pelatihan Keperawatan

    Jiwa, Kiat Komunikasi Terapeutik di FIK Universitas Indonesia, Jakarta, 23 26 September 1996

    2. Sacharin, M.R. (1986). Principles of Pediatric Nursing (terjemahan). Jakarta : EGC 3. Ellis, J.R. dan Nowlis, E.A. (1994). Nursing. Philadephia : J.B. Lippincott Company 4. Parnyoto, A.T. (1995). Pengaruh Pelayanan Informasi Tertulis pada Kepercayaan

    Pasien terhadap Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Keling I Jepara, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta

    5. Arwani, (2002), Komunikasi dalam Keperawatan, EGC, Jakarta 6. Schaie, K. Warner. (1991). Adult Development and Aging : Harper Collins Publisher 7. Varcarolis, E.M. (1990). Foundations of Psychiatric Mental Health Nursing, WB

    Saunders Company 8. Potter, A.P. dan Perry, A.G. (1993). Fundamentals of Nursing Concept, Process and

    Practice, Third edition, Mosby Year Book 9. Rawlins, R.P. et all (1990). Mental Health Psychiatric Nursing, A Holistic Life-

    Cycle Approch. St. Louise : The CV Mosby Year Book Company 10. Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric

    Nursing. (3rd ed). St. Louse : The CV Mosby Year Book Company 11. Nuryandari, (2003), Diktat Kuliah Manajemen Keperawatan, Tidak Dipublikasikan 12. Santoso, S. (2000). SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional Versi 10

    Penerbit PT Alex Media Komputindo, Jakarta 13. Susilowati, (1999), Relationship Marketing di Rumah Sakit : Makalah Seminar,

    Pusat Mnajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM, Yogyakarta 14. Nurjannah, Intansari. (2001). Hubungan Terapeutik Perawat dan Pasien, Kualitas

    Pribadi sebagai Sarana, Cet. 1. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM

    15. Ellis, R.B., Gates, R.J., Kenworthy, N. (2000). Komunikasi Interpersonal dalam

    Keperawatan, Teori dan Praktik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

    H e r i S u d i y a t iH e r i S u d i y a t iIntansari Nurjannah, SKp

    ABSTRACTPENDAHULUANBAHAN DAN CARA PENELITIANHASIL DAN PEMBAHASANDAFTAR PUSTAKA