Terapi Dispepsia Heri
-
Upload
heri-hrisikesa-wjg -
Category
Documents
-
view
36 -
download
1
Transcript of Terapi Dispepsia Heri
Terapi Dispepsia
A. Antasid dalam terapi tukak peptik
Dalam pengobatan tukak peptik, antasid memegang peranan penting di samping
berbagai caara pengobatan lain. Dengan pemberian antasid, nyeri lambung pasien
tukak peptik akan hilang, tetapi tidak berarti pasien dalam taraf penyembuhan, jadi
bahaya perforasi tetap ada.
Kegagalan pengobatan simtomatik tukak petik dengan antasid disebabkan karena:
frekuensi pengobatan yang tidak adekuat, dosis yang diberikan tidak cukup,
pemilihan sediaan yang tidak tepat, sekresi asam lambung di waktu tidur tidak
terkontrol.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk penggunaan antasid:
1. penggunaan antasid sistemik jangka panjang sebaiknaydihindarkan
2. bentuk suspensi mula kerjanya lebih cepat daripada bentuk tablet
3. urutan daya netralisasi asam oleh antasid dari yang tinggi ke yang rendah ialah
sebagai berikut: kalsium karbonat, magnesium karbonat, magnesium oksida
dan magensium hidroksida, dihidroksi aluminium natrium karbonat atau
dihidroksi aluminium asetat.
4. campuran dua atau lebih antasid tidak lebih baik daripada satu macam sediaan
antasid. Untuk menghilangkan konstipasi atau diare lebih baik digunkan dua
preparat yang terpisah dibanding campuran
5. jangan menilai biaya pengobatan menurut harga satuan, tetapi berdasarkan
biaya sehari untuk mempertahankan netralnya asam lambung.
Antasid
Antasid adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasid tidak mengurangi volume HCl yang
dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin.
Antasid dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid sistemik dan antasid
nonsistemik. Antasid nonsistemik hampir tidak diarbsorpsi dalam usus sehingga
tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh : sediaan magnesium,
alumunium, dan kalsiuum.
Antasid sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diarbsorpsi dalam usus halus
sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan gangguan ginjal,
dapat terjadi alkalosis metabolik.
Antasid sistemik
1. Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya
tinggi; reaksi kimianya sebagai berikut :
Karbon dioksida (CO2) yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan
sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan dapat menimbulkan perforasi.
+selain menimbulkan alkalosis metabolik obat ini dapat menyebabkan retensi
natrium dan edema.
Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini
digunkan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin dan
pengobatan pruritus.
Natirum bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram
natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan
1-4 gram.
Antasid nonsistemik
2. Alumunium hidroksida (Al(OH)3)
Reaksi yang terjadi di dalam asam lambung adalah :
Daya menetralkan asam lambung lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang.
Antasid ini mengarbsorpsi pepsin dan menginaktivasinya.
Efek samping Al(OH)3 yang utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan
pemberiaan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan
absorpsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat
disertai osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorpsi bermacam-macam
vitamin dan tetrasiklin.
Aluminium hidroksida digunkan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis
fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan.
Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel. Dosis yang
dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet.
3. Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula kerjanya
cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan asam cukup tinggi.
Kalsium karbonat dapat menyebabkan konstipasi, mual, muntah, perdarahan
saluran cerna dan disfungsi ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena
tersebut bukan berdasar daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja
langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel
parietal yang mengeluarkan HCl (H+). Sebagai akibatnya, sekresi asam pada
malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini.
Efek serius yang dapat terjadi adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik,
alkalosis, azotemia, teruama terjadi pada penggunaan kronik kalsium karbonat
bersama susu dan antasi lain (milk alkali syndrome).
Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 dan 1000 mg. Satu gram
kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2
mg.
4. Magnesium hidroksida (Mg(OH)2)
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini
praktis ttidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl
membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi akan tetap
berada dalam lambung dan akan menteralkan HCl yang disekresi belakangan
sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat sama efektif
dalam hal menetralkan HCl.
Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek
katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diarbsorpsi, tetap berada di
usus dan akan menarik air.
Sediaan susu magnesium berupa suspensi yang berisi 7-8,5% Mg(OH)2. satu
mL susu magnesium dapat menteralkan 2,7mEq asam. Dosis yang dianjurkan
5-30 mL. Bentuk lain ialah tablet susu magnesium berisi 325 mg.
5. Magnesium trisilikat
Magnesiun trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), silikon dioksid berupa gel yang
terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7%
silika dari magnesium trisilikatn akan diarsorbsi melalui usus dan diekresi
dalam urin. Dosis tinggi magnesium trisilikat menyebabkan diare. Ditinjau
dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya untuk menimbulkan toksisitas
yang khas, kurang beralasan untuk menggunakan obat ini sebagai antasid.
Magnesium trisilikat tersedia dalam bentuk tablet 500 mg; dosis yang
dianjurkan 1-4 mg.
Efek samping
Tidak ada antasid yang bebas efek samping, teruama pada penggunaan dosis besar
jangkat panjang.
Sindroma susu alkali
Hanya timbul pada pasien yang memakai antasida sistemik atau kalsium karbonat
dan minum susu dalam jumlah besar untuk jangka lama. Gejalanya a.l. sakit
kepala, iritabel, lemah, mual dan muntah.
Batu ginjal, osteomalasia, dan osteoporosis
Aluminium hidroksida dan fosfat dapat membentuk senyawa yang sukar larut
dalam susu halus, sehingga mengurangi abrsorpis fosfat dan diikuti dengan
penurunan eksresi fosfat urin. Penurunan absorbsi ini berakibat resorpsi tulang
yang selanjutnya menyebabkan hiperkalsiuria dan meningkatnya absorpsi kalsium
dari usus halus.
Neurotoksisitas
Aluminium yang diarbsorpsi dalam jumlah kecil dapat tertimbun dalam otak, dan
didug mendasari sindroma ensefalopati yang terjadi pada pasien gagal ginjal
kronik dan pasien penyakit alzheimer.
Saluran cerna
Penggunaan antasid yang mengandung magnesium dapat menimbulkan diare dan
yang mengandung aluminium menimbulkan obstruksi terutama berbahaya pada
orang ua dengan pendarahan usus.
Asupan natrium
Hampir semua antasid mengandung natrium, sehingga perlu diperhatikan
penggunannya pada pasien yang harus diet rendah natrium, misalnya pada
penyakit kardiovaskuler.
Interaksi dengan obat lain
Antasid dapat mengurangi absorpsi berbagai obat lain, misalnya INH, penisilin,
tetrasiklin, nitrofurantoin, asam nalidiksat, sulfonamid, fenilbutazon, digoksin,
dan klorpromazin.
B. Obat penghambat sekresei asam lambung
A. Penghambat pompa proton (PPI)
Merupakan penghambat sekresi asam lambung lebih kuat dari AH2. obat ini bekerja
di proses terakhir produksi asam lambung, lebih distal dari AMP.
Farmakodinamik
PPI adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya.
Setelah diarbsorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdifusi ke sel
parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi di situ
menjadi bentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus
sulfhidril enzim H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan
berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya
penghambtan enzim tersebut. Produksi asam lambung terhenti 80-95%, setelah
penghambatan pompa proton tersebut.
Penhambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam
lambung basal atau akibat simulasi. Hambatan ini bersifat ireversibel, produksi asam
baru dapat kembali terjadi setelah 3-4 hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik
Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik
untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak
mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya lebih baik. Tablet yang
pecah di lambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril
mukus dan makanan. Bioavailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50%
karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu sebaiknya diberikan 30 menit sebelum
makan.
Bioavailabilitas tablet yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat
dijelaskan dengan berkurangnya produksi asam lambung setelah obat bekerja. Obat
ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 (CYP) terutama CYP2C19 dan
CYP3A4.
Indikasi
Indikasi yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini
dapat menekan produksi asam lambung lebih baik daripada AH2 pads dosis yang efek
sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping
Mual, nyeri perut, konstipasi flatulence dan diare. Keadaan hipergastrinemia lebih
sering terjadi dan lebih berat pada penggunaan PPI. Keadaan hipergastrinemia ini
dapat menyebabkan rebound hipersekresi asam lambung pada penghentian terapi PPI.
Interaksi Obat
PPI dapat mempengaruhi eliminasi beberapa obat yang mempunyai jalur metabolisme
yang sama dengannya antara lain warfarin (esomeprazol, lansoprazol, omeprazol dan
rabeprazol), diazepam (esomeprazol, omeprazol) dan siklosporin (omeprazol clan
rabeprazol).
Sediaan dan Posologi
Omeprazol tersedia sebagai kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/ hari selama 8
minggu. Esomeprazol tersedia sebagai tablet salut enterik 20 mg dan 40 mg, serfs
sediaan vial 40 mg / 10 mL. Lansoprazol tersedia sebagai kapsul 15 mg dan 30 mg.
Rabeprazol tersedia sebagai tablet 10 mg. Pantoprazol tersedia sebagai tablet 20 mg
dan 40 mg.
B. Misoprostol
Misoprostol, suatu analog metilester prostaglandin El. Obat ini berefek menghambat
sekresi HCI dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang
diinduksi obat-obat AINS. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum.
Misoprostol menyembuhkan tukak duodenum yang telah refrakter terhadap AH2.
Efek samping
Ringan antara lain mual, gangguan abdomen, pusing dan sakit kepala; diare timbul
pada 14-40% pasien. Misoprostol sebaiknya tidak diberi pada wanita hamil.
Dosis dan Sediaan
Oral, dewasa 200 mg 4 kali/ hari atau 400 mg 2 kali/hari. Obat ini diindikasikan untuk
profilaksis tukak lambung pada pasien berisiko tinggi (usia lanjut dan pasien yang
pernah menderita tukak lambung atau perdarahan saluran cerna yang memerlukan
AINS).
C. OBAT YANG MENINGKATKAN
PERTAHANAN MUKOSA LAMBUNG
Sukralfat
Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana
asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif.
Sukralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar
terhadap HCI dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena
suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, pemberian bersama AH2 atau
antasid menurunkan biovailabilitas.
Sukralfat sama efektifnya dengan simetidin untuk pengobatan tukak lambung dan
tukak duodenum.
Efek samping dan yang tersering adalah konstipasi. Karena sukralfat mengandung
aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.
Interaksi. Sukralfat dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin, warfarin, fenitoin dan
digoksin, sehingga dianjurkan untuk diberikan dengan interval 2 jam. Sukralfat juga
menurunkan bioavailabilitas siprofloksasin dan norfloksasin, sehingga untuk meng-
hindari kegagalan pengobatan dengan antibiotika ini, jangan diberikan secara
bersamaan.
Dosis. Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptik 1 g, 4 kali sehari dalam
keadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8 minggu. Pemberian
antasid untuk mengurangi nyeri dapat diberikan dengan interval 1 jam setelah
sukralfat. Untuk pencegahan stress ulcer diberikan 1 g, 6 kali sehari sebagai suspensi
oral.
D. Antagonis Reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung.
SIMETIDIN DAN RANITIDIN
FARMAKODINAMIK. Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga
pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi asam lambung dihambat. Pengaruh
fisiologik simetidin dan ranitidin terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.
Menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik, stimulasi
vagus, atau gastrin. Simetidin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung.
FARMAKOKINETIK. Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan
setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 20%. Absorpsi
simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan bersama atau
segera setelah makan. Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60-90.
Masa paruh eliminasinya sekitar 2 jam.
Biovailabilitas ranitidin secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien pe-
nyakit hati. Masa paruh kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang
pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Kadar puncak pada plasma dicapai
dalam 1-3 jam dan terikat protein plasma hanya 15%. Ratinidin mengalami
metabolisms lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian
oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya
melalui tinja. Antagonis reseptor H2 juga melalui ASI dan dapat mempengaruhi
fetus.
INDIKASI. Simetidin, ranitidin, dan antagonis reseptor H2 lainnya efektif untuk
mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya.
Antagonis reseptor H2 juga diindikasikan untuk gangguan refluks lambung-
esofagus (Gastrcesophageal Reflux Disorder = GERD)
Pada pasien Zollinger Ellison syndrome simetidin, ranitidin, dan antagonis
reseptor H2 lainnya efektif untuk mengatasi gejala akibat sekresi asam lambung
yang berlebihan.
EFEK SAMPING. lnsidens efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya
berhubungan dengan penghambatan terhadap reseptor H2; Efek samping ini
antara lain nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual diare, konstipasi, ruam
kulit, pruritus, kehilangalibido dan impoten.
Interaksi obat. Antasi dan metoklopramid mengurangi bioavailibilitas oral simetidin
sebanyak 20-30%. Interaksi ini mungkin tidak bermakna secara klinis, akan tetapi
dianjurkan selang waktu minimal 1 jam antara penggunaan antasid atau
metoklopramid dan simetidin oral.