Hematuria Dan Edema

9
Hematuria dan Edema HEMATURIA Definisi Hematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah dalam urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria mikroskopis dan hematuria makroskopis (gross hematuria). Hematuria makroskopis dapat terjadi bila sedikitnya 1 cc darah per liter urin sedangkan hematuria mikroskopis sering kita temukan pada pemeriksaan laboratorium urinalisis pada pasien dengan berbagai keluhan, atau pada saat pemeriksaan kesehatan (check up). Dikatakan hematuria bila pada pemeriksaan mikroskop ditemukan sel darah merah 3 atau lebih per lapang pandang besar urin yang disentrifugasi, dari evaluasi sedimen urin dua dari tiga contoh urin yang diperiksa Causes of Hematuria in Children Glomerular disease - IgA nephropathy, benign familial hematuria (BFH), Alport syndrome - Acute post-streptococcal glomerulonephritis (APSGN), membranoproliferative glomerulonephritis - Siystemic lupus erythematosus, membranous nephropathy - Rapidly progressive glomerulonephritis, Goopasture’s disease - Henoch-schonein purpura, hemolityc-uremic syndrome Infection - Bacterial, viral (adenovirus),tuberculosis

description

nkjikjkj

Transcript of Hematuria Dan Edema

Hematuria dan Edema HEMATURIADefinisiHematuria adalah keadaan abnormal dengan ditemukannya sel darah merah dalam urin. Ada dua macam hematuria, yaitu hematuria mikroskopis dan hematuria makroskopis (gross hematuria). Hematuria makroskopis dapat terjadi bila sedikitnya 1 cc darah per liter urin sedangkan hematuria mikroskopis sering kita temukan pada pemeriksaan laboratorium urinalisis pada pasien dengan berbagai keluhan, atau pada saat pemeriksaan kesehatan (check up). Dikatakan hematuria bila pada pemeriksaan mikroskop ditemukan sel darah merah 3 atau lebih per lapang pandang besar urin yang disentrifugasi, dari evaluasi sedimen urin dua dari tiga contoh urin yang diperiksaCauses of Hematuria in Children

Glomerular disease- IgA nephropathy, benign familial hematuria (BFH), Alport syndrome- Acute post-streptococcal glomerulonephritis (APSGN), membranoproliferative glomerulonephritis- Siystemic lupus erythematosus, membranous nephropathy- Rapidly progressive glomerulonephritis, Goopastures disease- Henoch-schonein purpura, hemolityc-uremic syndrome

Infection- Bacterial, viral (adenovirus),tuberculosis- Hematologic- Sickle cell disease, coagulopathies (von willebrands disease)- Renal vein thrombosis, trhombocytopenia

Nephrolithiasis and hypercalciuria

Structural Abnormalities- Congenitalanomalies, polycystic kidney disease, vascular anomalies ( arteriovenous malformation, hemangiomas)

Trauma

Tumor

PatofisiologiBerdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang nefrologi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan herediter atau perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal. Eritrosit bila berikatan dengan protein Taam-Horsfall akan membentuk silinder eritrosit. Ini merupakan petunjuk penyakit/kelainan glomerulus yang merupakan penanda penyakit ginjal kronik. Pada penyakit nefron/glomerulus biasanya hanya ditemukan sel darah merah saja tanpa silinder. Proteinuria merupakan tanda lesi nefrologi/glomerulus. Evaluasi pemeriksaan mikroskopis bila ditemukan hematuria, yaitu ditemukan eritrosit dalam urin 3 per lapang pandang besar. Hematuria mikroskopik: bila ditemukan eritrosit 3 atau lebih/lapang pandang besar. Bila hematuria disertai proteinuria positif 1 dengan menggunakan dipstick dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif ekskresi protein/24 jam. Pada ekskresi protein lebih dari 500 mg/24 jam yang makin meningkat atau persisten diperkirakan suatu kelainan parenakim ginjal. Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urin: pada perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi atau tidak. Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit, dan silinder eritrosit merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointertisial atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan nefiritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor risiko penyakit ginjal kronik harus dilakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini. Pemeriksaan sitologi urin dilakukan pada risiko tinggi untuk menndeteksi karsinoma sel transisional, kemudian dilanjutkan pemeriksaan sistoskopi. Kelainan urologi yang lain seperti karsinoma sel transisional pada ginjal, sistem pelviokaliks, ureter dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi, IVU, CT scan atau MRI.Namun, beberapa faktor dapat menyebabkan false-negative atau false-positive. False-negative dapat disebabkan karena konsumsi vitamin C, pH urin yang kurang dari 5,1, atau dipstick yang telah terpapar udara dalam waktu yang lama sebelum tes dilakukan. False-positive dapat disebabkan karena kontaminasi urin oleh darah menstruasi, mioglobulinuria, dan peroksida bakteri. Sampel harus dikirim dalam waktu kurang dari satu jam karena casts akan mulai tidak terintegrasi dan RBCnya dapat lisis.EDEMAIstilah edema menandakan meningkatnya cairan dalam ruangan jaringan interstisial. Edema dapat bersifat umum dinamakan anasarka, yang menimbulkan pembengkakan berat jaringan bawah kulit, dan juga edema yng terjadi pada rongga serosa tubuh diberi nama sesuai dengan tempat yang bersangkutan misalnya hidrotoraks, hidroperikardium,dan hidroperitoneum (asites). Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vaskular dan tekanan osmotik koloid plasma merupakan faktor utama yang mengatur pergerakan cairan antara ruang vaskular dan interstisial. Keluarnya cairan ke dalam interstisial dari ujung arteriol mikrosirkulasi akan diimbangi oleh aliran masuk pada ujung venula, jika terjadi kelebihan cairan interstisial dalam jumlah kecil akan dialirkan melalui saluran limfe. Meningkatnya tekanan kapiler atau berkurangnya tekanan osmotik koloid dapat meningkatkan cairan interstisial.Cairan edema yang terjadi pada kekacauan hidrodinamik secara khas merupakan suatu transudat yang miskin protein dengan berat jenis 1,020.Penyebab terjadinya edemaSecara umum edema non radang akan terjadi pada keadaan : Peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan tekanan osmotik plasma, dan obstruksi saluran limfe. Edema radang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler. Edema juga dapat terjadi akibat gangguan pertukaran natrium atau keseimbangan elektrolit.Peningkatan Tekanan HidrostatikTekanan darah berfungsi mendorong cairan dari pembuluh darah ke arah rongga interstisial. Pada edema yang terjadi melalui mekanisme ini tekanan vena sentral meningkat, menghalangi darah balik vena dari perifer menuju ventrikel kanan. Peningkatan tekanan vena menyebabkan stasis darah pada venula dan kapiler dan selanjutnya peningkatan tekanan intrakapiler mendorong cairan tersebut ke dalam rongga interstisial. Edema jenis ini khususnya terjadi pada ekstremitas bawah pasien dengan gagal jantung kongestif. Edema pulmoner terjadi pada gagal jantung kiri, yang menyebabkan peningkatan tekanan vena paru dan pengaliran cairan yang berasal dari kapiler paru tersebut ke dalam alveol.Penurunan Tekanan OsmotikTekanan osmotik koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam rongga interstisial. Hal ini terutama merupakan fungsi albumin. Albumin dihasilkan oleh hati dan apabila terdapat kerusakan oleh hati, maka dapat terjadi keadaan hipoalbuminemia. Pada sindrom nefrotik, hipoalbuminemia terjadi karena kehilangan berlebihan albumin di dalam urin. Hipoalbuminemia mengakibatkan penurunan tekanan osmotik plasma, yang memungkinkan cairan tersebut merembes ke dalam rongga interstisial. Pada malnutrisi terjadi penurunan masukan (intake) albumin, sehingga juga bisa menyebabkan terjadinya edema. Obstruksi Aliran LimfeSebagian cairan limfe merupakan hasil metabolisme yang masuk ke dalam pembuluh limfe. Saluran limfe ini merupakan jalan utama aliran cairan interstisial. Apabila terjadi obstruksi, maka bisa terjadi edema pada bagian distal daerah obstruksi. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan obstruksi saluran lime antara lain kanker payudara yang menyumbat aliran limfe di daerah aksila dapat menimbulkan edema lengan, fibrosis pascaradiasi, dan filiriasis menyebabkan edema berat daerah tungkai dan skrotum.Peingkatan Permeabilitas Pembuluh DarahPada keadaan normal permeabilitas pembuluh darah berfungsi untuk menjaga agar protein plasma tetap berada dalam pembuluh kapiler. Pada proses peradangan, terjadi sekresi sitokin dalam jumlah besar oleh sel-sel radang dan menghasilkan derivat asam arakidonat. Akibat peradangan ini terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah, protein plasma akan keluar ke jaringan interstisial sehingga tahanan osmotik koloid plasma di jaringan interstisial menjadi tinggi akibatnya terjadilah edema.Gangguan Pertukaran Natrium/keseimbangan ElektrolitEdema yang terjadi pada gangguan pertukaran natrium atau keseimbangan elektrolit didahului oleh keadaan hipertoni. Selanjutnya, hipertoni ini akan menahan air yang berada dalam pembuluh atau di ruang interstisial.Dalam keadaan penurunan fungsi ginjal akut, retensi natrium merupakan penyebab primer edema. Peningkatan jumlah hormon aldesteron akan menambah retensi natrium dan ekskresi kalium. Perubahan Morfologi Akibat EdemaPada dasarnya semua organ tubuh dapat mengalami edema, tetapi paling sering edema dijumpai pada daerah yang jaringan ikatnya renggang, seperti bawah kulit, daerah ekstremitas bawah dan paru. Edema pada jaringan subkutis akan menimbulkan pembengkakan dan paling nyata pada bagian yang lunak dan bertekanan rendah. Kulit di atasnya biasanya menjadi renggang. Misalnya didaerah sekitar mata dan genitalia eksterna.Daftar Pustaka1. Mitchell RN, Cotran RS. Gangguan Hemodinamik, Trombosis, dan Syok. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, editor. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedoktera EGC. 2007. Hal. 87-88.2. Mpu Kanoko. Gangguan Cairan Tubuh dan Sirkulasi. Dalam: Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A, editor. Patologi I (umum). Edisi 1. Jakarta : Sagung Sato. 2006. Hal 43-47.3. Wilson LM. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktera EGC. 2003. 929-931.

2. Patogenesis GNAPSPatogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.