HE - Hipertensi Dalam Kehamilan - Immanuel

21
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh smua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar- benar dipahami oleh semua tenaga medik. 1,2 Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menajdi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-2- usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul

description

Tugas KKM

Transcript of HE - Hipertensi Dalam Kehamilan - Immanuel

BAB IPENDAHULUAN

Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh smua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik.1,2Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menajdi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-2- usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes melitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.1Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan organ lainnya.1,3

BAB IIPEMBAHASAN

A. DEFINISIHipertensi dalam kehamilan didefisinikan sebagai keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan sistolik minimal sebesar 30 mmHg. Tekanan darah harus paling sedikit 2 kali dalam selang waktu 6 jam.4

B. KLASIFIKASIKlasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, yaitu:5

1. Hipertensi KronikHipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklampsia-EklampsiaPreeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan 1+ dipstick.Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai atau ditandai dengan kejang-kejang dan/atau koma.

3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsiaHipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik yang disertai dengan proteinuria dan gejala-gejala seperti nyeri kepala hebat, pandangan kabur, nyeri epigastrium.4. Hipertensi GestasionalHipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKOSampai sekarang, etiologi hipertensi dalam kehamilan belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:21. Faktor risiko maternal: Primigravida (kehamilan pertama) Primipaternitas Usia < 18 tahun atau > 35 tahun Riwayat preeklampsi sebelumnya dan dalam keluarga Obesitas (BMI 30) Interval antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun.2. Faktor risiko medikal maternal: Hipertensi kronis, khususnya sebab sekunder hipertensi kronis. Diabetes melitus yang sedang diderita, khususnya dengan komplikasi mikrovaskular. Penyakit ginjal Trombofilia Penggunaan anti depresan Selective Serotonin Uptake Inhibitor (SSRI) > trimester I.3. Faktor risiko plasental atau fetal: Kehamilan multipel Hidrops fetalis Penyakit trofoblastik gestasional

D. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSISDiagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar dicegah, tetapi berat dan terjadinya eklampsia biasanya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara sempurna.6

1. Preeklampsia-EklampsiaDiagnosis preeklampsia dapat ditegakkan berdasarkan:4,7 Peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg, atau peningkatan Mean Arterial Pressure (MAP) 20 mmHg, atau MAP > 105 mmHg. Proteinuria yang signifikan, 300 mg dalam urin selama 24 jam atau 1 gr/ml pada sekurang-kurangnya 2 sampel urin yang diambil dengan selang waktu 6 jam. Edema anasarka peningkatan berat badan yang berlebihan.Bila tekanan darah mencapai atau lebih dari 160/110 mmHg, maka didiagnosis sebagai preeklampsia berat. Meskipun tekanan darah belum mencapai 160/110 mmHg, didiagnosis seabgai preeklampsia berat apabila terdapat gejala seperti:4,7,8 Proteinuria = 5 mg/ urin 24 jam atau 3+ pada urin kualitatif. Oliguria, disuresis < 400 ml dalam 24 jam. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan. Nyeri epigastrium atau nyeri abdomen kaudran kanan atas atau adanya ikterus. Edema paru atau sianosis. Trombositopenia Pertumbuhan janin yang terhambat Adanya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count)Diagnosis eklampsia dapat ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preeklampsia disertai dengan kejang dan/atau koma.

2. Superimposed PreeclampsiaKriteria diagnosis dari Superimposed Preeclampsia adalah:4,7 Kriteria diagnosis dan gejala dari preeklampsia berat. Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu. Disertai salah satu gejala seperti nyeri kepala yang hebat, gangguan visus atau pandangan kabur, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif.

E. PATOFISIOLOGIWalaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan plasenta yang abnormal atau kerusakan plasenta akibat mikrotrombosis difus merupakan pusat perkembangan kelainan ini.2Hipertensi yang terjadi pada preeklampsi adalah akibat vasospasme, dengan konstriksi arterial dan penurunan volume intravaskular relatif dibandingkan dengan kehamilan normal. Sistem vaskular pada wanita hamil menunjukkan adanya penurunan respon terhadap peptida vasoaktif seperti angiotensin II dan epinefrin. Wanita yang mengalami preeklampsi menunjukkan hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini dan hal ini merupakan gangguan yang dapat terlihat bahkan sebelum hipertensi tampak jelas. pemeliharaan tekanan darah pada level normal dalam kehamilan tergantung pada interaksi antara curah jantung dan resistensi vaskular perifer, tetapi masing-masing secara signifikan terganggua dalam kehamilan. Curah jantung meningkat 30-50% karenan peningkatan nadi dan volume sekuncup. Walaupun angiotensin dan renin yang bersirkulasi meningkat pada trimester II, tekanan darah cenderung untuk menurun, menunjukkan adanya reduksi resistensi vaskular sistemik. Reduksi diakibatkan karenan penurunan viskositas darah dan sensivitas pembuluh darah terhadap angiotensin karena adanya prostaglandin vasodilator.1Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun maternal yang terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki kontribusi terhadap perkembangan preeklamsi. Disfungsi endotel yang luas menimbulkan manifestasi klinis berupa disfungsi multi organ, meliputi susunan saraf pusat, hepar, pulmonal, renal, dan sistem hematologi. Kerusakan endotel menyebabkan kebocoran kapiler patologis yang dapat bermanifestasi pada ibu berupa kenaikan berat badan yang cepat, edema non dependen (muka atau tangan), edema pulmonal, dan hemokonsentrasi. Ketika plasenta ikut terkena kelainan, janin dapat terkena dampaknya akibat penurunan aliran darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan manifestasi klinis seperti tes laju jantung janin yang non-reassuring, skor rendah profil biofisik, oligohidramnion, dan pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus yang berat.1,2Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik hanya berubah sedikit, sedangkan tekanan darah diastolik turun sekitar 10 mmHg pada usia kehamilan muda (13-20 minggu) dan naik kembali pada trimester ke III. Pembentukkan ruangan intervillair, yang menurunkan resistensi vaskular, lebih lanjut akan menurunkan tekanan darah.1Patogenesis pada konvulsi eklamsi masih menjadi subyek penelitian dan spekulasi. Beberapa teori dan mekanisme etiologi telah dipercaya sebagai etiologi yang paling mungkin, tetapi tidak ada satupun yang dengan jelas terbukti. Beberapa mekanisme etiologi yang dipercaya sebagai patogenesis dari konvulsi eklamsi meliputi vasokonstriksi atau vasospame serebral, hipertensi ensefalopati, infark atau edema serebral, perdarahan serebral, dan ensefalopati metabolik. Akan tetapi, tidak ada kejelasan apakah penemuan ini merupakan sebab atau efek akibat konvulsi.1,2

F. PENCEGAHANBeragam strategi telah digunakan dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya preeklamsia dan eklamsi. Setelah dilakukan evaluasi terhadap strategi-strategi ini, tidak ada satupun yang terbukti efektif secara klinis.1

1. Pencegahan Preeklampsiaa. Manipulasi DietSalah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah pembatasan garam. Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam tidaklah penting. Pada penelitian yang dilakukan Knuist dan kawan-kawan, pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsia pada 361 wanita.1,2Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah dan insidensi preeklamsia.1,2Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Olsen dan kawan-kawan menunjukkan bahwa pemberian kapsul minyak ikan dalam rangka memperbaiki gangguan keseimbangan prostaglandin pada patofisiologi eklamsia tidaklah efektif.1,2Herrera dan kawan-kawan melakukan sebuah penelitian dengan tujuan untuk menemukan efek suplementasi kalsium plus asam linoleat (Calcium-CLA) dalam menurunkan insidensi disfungsi endotel vaskular pada wanita hamil berisiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen kalsium-CLA menurunkan kejadian hipertensi dalam kehamilan dan meningkatkan fungsi endotel.1,2

b. Aspirin Dosis RendahDahulu pemberian aspirin 60 mg digunakan untuk menurunkan insidensi preeklamsi karena bekerja dalam mensupresi tromboksan dengan hasil dominansi dari prostasiklin endotel. Sekarang ini, pemberian aspirin terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsi. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan Caritis dan kawan-kawan terhadap wanita risiko tinggi dan rendah. Hanya ada satu penelitian yang secara spesifik dilakukan untuk menguji efek aspirin terhadap wanita hamil dengan hipertensi kronis. Penelitian double blind placebo controlled trial dilakukan untuk melihat efek aspirin pada hipertensi kronis yang dilakukan pada 774 wanita. Dosis rendah aspirin, 60 mg sehari, yang dimulai sejak masa kehamilan 26 minggu tidak menurunkan preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, perdarahan post partum, dan perdarahan interventrikuler neonatal.1,9

c. AntioksidanAntioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol peroksidasi lipid yang berperan dalam kerusakan endotel. Penelitian yang dilakukan oleh Schiff dan kawan-kawan menunjukkan bahwa konsumsi vitamin E tidak berhubungan dengan preeklamsi. Mereka menemukan bahwa peninggian plasma vitamin E pada wanita dengan preeklamsi dan menyatakan bahwa hal ini merupakan respon terhadap stres oksidatif. Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E dapat menurunkan aktivasi endotel yang pada akhirnya akan menurunkan preeklamsi.6. Pada penelitian lain, dengan pemberian vitamin C sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin E 400 IU/ hari pada usia kehamilan 16 22 minggu berhubungan dengan rendahnya insidensi preeklamsi. Karena itu masih perlu dilakukan penelitian sebelum menyarankan penggunaan Vitamin C dan E untuk penggunaan secara klinis.10

d. Suplemen KalsiumBerdasarkan penelitian secara epidemiologis, terdapat hubungan antara asupan diet rendah kalsium dengan terjadinya preeklamsi. Dengan pemberian suplemen kalsium sebanyak 1,5 2 g/hari telah disarankan untuk upaya pencegahan preeklamsi. Dari hasil penelitian Cochrane, diketahui bahwa pemberian suplementasi kalsium tidak dibutuhkan pada nulipara. Walaupun demikian, mungkin pemberiannya bisa menguntungkan untuk mereka yang termasuk kelompok dengan asupan kalsium yang memang kurang atau pada kelompok risiko tinggi, seperti mereka dengan riwayat preeklamsi berat.1

2. Pencegahan EklampsiKarena patogenesis eklamsi tidak diketahui, strategi pencegahan eklamsi juga terbatas. Keadaan ini membuat pencegahan eklamsi adalah dengan cara mencegah terjadinya preeklamsi atau secara sekunder dengan penggunaan pendekatan farmakologis untuk mencegah konvulsi pada wanita preeklamsi. Pencegahan dapat bersifat tersier dengan mencegah konvulsi berikutnya pada wanita dengan eklamsi. Sampai sekarang belum ada terapi pencegahan untuk eklamsi. Selama beberapa dekade belakangan ini, beberapa penelitian acak telah melaporkan hasil penelitiannya tentang penggunaan restriksi protein atau garam, magnesium, suplementasi minyak ikan, aspirin dosis rendah, kalsium, dan vitamin C & E pada wanita dengan variasi faktor risiko untuk menurunkan angka kejadian atau beratnya preeklamsi. Secara umum, hasil-hasil dari penelitian ini memiliki keuntungan minimal atau malah tidak ada terhadap penurunan preeklamsi. Bahkan pada penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian preeklamsi, tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.1,2Penanganan yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklamsi adalah deteksi dini serta terapi preventif hipertensi gestasional atau preeklamsi. Beberapa rekomendasi terapi pencegahan meliputi observasi ketat, penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah maternal melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis magnesium sulfat selama persalinan dan segera postpartum pada pasien yang dicurigai mengalami preeklamsi.1,2Semua wanita dengan hipertensi gestasional ringan dapat ditangani secara aman dengan rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa tidak direkomendasikan penggunaan anti hipertensi pada wanita dengan hipertensi gestasional ringan atau preeklamsi. Profilaksis magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat dengan diagnosis preeklamsi. Magnesium sulfat diberikan selama persalinan dan 12-24 jam postpartum. Namun tidak ada data yang mendukung pemberian profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan hipertensi ringan.1,2

G. PENANGANANTujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia, kemudian melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma yang sekecil-kecilnya.2Pada pasien rawat jalan, dapat dianjurkan untuk istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur lebih dari 8 jam pada malam hari, diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. Bila sukar tidur dapat diberikan sedativa ringan seperti phenobarbital 3 x 30 mg per oral selama 7 hari atau tablet diazepam 3 x 2 mg per oral, selama 7 hari. Dapat juga diberikan roborantia dan pasien dianjurkan untuk melakukan kunjungan ulang tiap 1 minggu.2 Bila pasien tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rawat jalan, dalam hal ini terjadi peningkatan berat badan berlebihan (> 1 kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut) atau tampak tanda-tanda preeklampsia berat, maka pasien harus dirawat inap.2Pada preeklampsia ringan yang dirawat, bila kehamilan preterm ( 37 minggu. Pada kehamilan aterm (>37 minggu), penanganannya adalah dengan menunggu persalinan spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Cara persalinan dapat dilakukan secara spontan, atau bila perlu memperpendek kala II dengan bantuan bedah obstetri.6Penanganan preeklampsia berat adalah dengan merawat segera dan menentukan jenis tindakan aktif atau konservatif. Tindakan aktif berarti kehamilan segera diakhiri bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal, sedangkan pengobatan konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal. Pengobatan medisinal antara lain: Segera masuk rumah sakit Tirah baring miring ke satu sisi (kiri) Infus dekstrosa 5 % yang tiap liternya diselingi larutan ringer laktat 500 cc (60-125 cc/jam) Antasida Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam Pemberian obat anti kejang: MgSO4

Tindakan aktif dilakukan bila terdapat satu atau lebih keadaan berikut: Kehamilan > 37 minggu Adanya tanda-tanda gejala impending eklampsia Kegagalan terapi pada perawatan konservatif: Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi kenaikan tekanan darah Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, tidak ada perbaikan. Adanya tanda-tanda fetal distress Adanya tanda-tanda IUGR Adanya HELLP syndromeCara mengakhiri kehamilan pada tindakan aktif adalah dengan induksi persalinan dengan amniotomi atau oksitosin drips bila skor bishop lebih dari 5. Seksio sesaria dilakukan bila syarat oksitosin drips tidak dipenuhi atau dalam 12 jam sejak dimulainya oksitosis drips pada pasien yang belum inpartu, pasien belum juga masuk dalam fase aktif; atau bila pasien telah inpartu kala I laten, setelah 6 jam pemberian oksitosin drips belum masuk fase aktif, dan bila pasien dengan inpartu kala I aktif setelah 6 jam amniotomi belum juga masuk kala II. Bila pasien telah berada dalam kala II, terminasi kehamilan dilakukan dengan cara ekstraksi vakum atau forsep.2Tujuan pengobatan eklampsia adalah menghentikan atau mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia/asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan, serta mencegah atau mengatasi penyulit khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.3Pengobtan medisinal pada eklampsia sama dengan pada preeklampsia berat, hanya dosis MgSO4 dapat ditambah 2 gr intavena satu kali pemberian bila timbul kejang-kejang lagi. Selama kejang, sebaiknya pasien dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan sundip lidah kedalam mulut pasien, daerah orofaring dihisap dan badan difiksasi pada tempat tidur secukupnya. Bila pasien koma, perlu dimonitoring kesadaran pasien, perhatikan pencegahan dekubitus dan bila perlu dapat diberikan nutrisi lewat NGT. Sikap dasar pada penanganan eklampsia adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin dan dengan cara seperti pada preeklampsia berat.3,6

Gambar 1. Cara Pemberian MgSO4

H. KOMPLIKASIKomplikasi preeklampsia/eklampsia dapat berupa atonia uteri, sindroma HELLP, ablasia retina, DIC (disseminated intravascular coagulation), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, syok hingga kematian. Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensiuteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat atau prematuritas.2,5

BAB IIIPENUTUP

Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 dibagi menjadi 4 tipe, yaitu hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional. Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal.Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan pengaruh genetik. Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg. Semakin cepat mendiagnosis dan melakukan penanganan terhadap hipertensi dalam kehamilan, maka akan mengurangi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K. Hypertensive Disorders in Pregnancy. Dalam William Obstetrics Edisi 22. New York. McGraw-Hill;2005:761-808.2. Dikman AM. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010:530.3. Seely E, Maxwell C. Chronic hypertension in pregnancy. 2007. Diakses tanggal 28 Februari 2015 dari http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115.4. Pritchard JA, McDonald PC, Gant NF. Williams Obstetri, edisi 17. Surabaya: Airlangga University Press, 1991.5. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy. Am Fam Physician. 2001;64:263-70.6. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi ke-2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting, Jakarta : EGC, 2003 : 68-82.7. Hipertensi selama kehamilan. Dalam: Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC, 1994: 235-45.8. Pengurus Besar POGI. Gestosis. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi, bagian I. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2000; 1-8.9. Gibson P, Carson M, Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses tanggal 28 Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com/article/261435.10. National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the Joint National Committee, NIH publication, 2004:49-52.