HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE...

98
ANALISIS F TERHAD SEKOLA BA FAK 1 HASIL PENELITIAN FAKTOR PRAKTIK HYGIENE PERO DAP KEJADIAN KECACINGAN PAD AH DASAR DI PULAU BARRANG L KOTA MAKASSAR ANDI CENDRA PERTIWI K111 09 319 AGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN KULTAS KESEHATAN MASYARAKA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 ORANGAN DA MURID LOMPO N AT

Transcript of HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE...

Page 1: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

ANALISIS FAKTOR PRAKTIKTERHADAP KEJADIAN KECACINGANSEKOLAH DASAR DI

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGANFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

1

HASIL PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE PERORANGANTERHADAP KEJADIAN KECACINGAN PADA MURIDSEKOLAH DASAR DI PULAU BARRANG LOMPO

KOTA MAKASSAR

ANDI CENDRA PERTIWIK111 09 319

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGANFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2013

PERORANGANPADA MURID

PULAU BARRANG LOMPO

BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGANFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Page 2: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

2

KATA PENGANTAR

Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang tiada henti

menganugerahkan rahmat dan hidayah kepada hamba-Nya serta memberikan nikmat

berkah yang begitu besar di dalam langkah perjalanan panjang yang begitu berarti.

Salam dan salawat tidak lupa penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya. Sebuah nikmat yang tiada ternilai

manakala penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor Praktik Hygiene

Perorangan Terhadap Kejadian Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di

Pulau Barrang Lompo Kota Makassar”, dapat terselesaikan dengan baik walaupun

banyak kendala yang dihadapi namun berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak

akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Kuhadiahi skripsi ini terkhusus untuk Ayahanda tercinta Ir. Andi

Pamessangi yang telah mejadi orang tua tunggal dalam mendidik anak-anaknya serta

saudara-saudaraku tersayang A. Purnama, SE, A. Surya Cipta, SE, A. Nurul

Fausiah, dan A. Alief Akbar kuucapkan terima kasih atas segala pengorbanan,

kesabaran, dukungan, semangat dan do’a restu di setiap langkah panjang yang tak

mudah ini dan yang tak ternilai ini, penulis menyadari bahwa ini masih langkah awal

dari usaha menuju kesuksesan yang telah kalian amanahkan namun ini adalah salah

satu pembuktian janji penulis akan meraih kesuksesan dengan menyelesaikan studi di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Kiranya amanah dan

nasehat yang diberikan kepada penulis tidak tersia-siakan dan akan terus penulis

Page 3: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

3

ingat hingga kesuksesan yang lebih hebat berikutnya. Dalam kesempatan ini pula

dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan penghargaan dengan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Dr. H. M. Alimin Maidin, MPH sebagai dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf akademik

atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan.

2. Bapak DR. Ridwan M. Thaha, sebagai Penasehat Akademik yang banyak

memberikan bimbingan dan motivasi selama menempuh studi di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

3. Bapak dr. Hasanuddin Ishak, M.Sc, Ph.D sebagai Ketua Bagian Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Ruslan, SKM, MPH sebagai pembimbing I dan sebagai tim pengajar

pada Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNHAS atas segala ketulusan dan

kesabaran yang rela meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

arahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak dr. H. Makmur Selomo, MS, sebagai pembimbing II yang telah banyak

memberikan arahan dan kebijakan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

6. Bapak Agus Bintara Birawida, S.Kel, M.Kes, ibu Indra Fajarwati Ibnu,

SKM, MA dan Ibu Rahmah, SKM, M.Sc (PH), selaku tim penguji yang telah

banyak memberikan masukan guna penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Page 4: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

4

7. Dosen FKM UNHAS dan terutama Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan

yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama

penulis mengikuti pendidikan di FKM UNHAS.

8. Kepala Puskesmas Barrang Lompo, Kepala Sekolah SDN Barrang Lompo,

Kepala Sekolah SD Inp. Barrang Lompo beserta staf dan guru yang telah

banyak memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian.

9. Kepala Laboratorium Terpadu FKM UNHAS beserta staf yang telah

membantu penulis dalam melakukan pemeriksaan laboratorium.

10. Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Penyakit Berbasis Binatang

dan staf yang telah menerima, membimbing dan mendidik dalam pelaksanaan

magang serta memberikan buah pikiran dalam pengembangan pelaksaan skripsi

penulis.

11. Muh. Ihramsyah Nur yang telah setia memberikan bantuan dan dukungan

dalam situasi dan kondisi apapun serta menjadi sahabat seperjuangan penelitian

dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Para Rangers (Kak Cua, Kak Suti, Kak Deddy, Kak Fafa, Kak Tilka, Kak

Fitri, Kak Irda, Ide) yang telah mengajarkan betapa berharganya sebuah

kerjasama dalam melewati proses kehidupan, tetap jaga silahturahmi dan

kekompakan dalam meraih kesuksesan yang sudah diimpikan bersama-sama.

13. Teman-teman di Bagian Kesehatan Lingkungan angkatan 2009 serta Dinda-

dinda angkatan 2010 dan 2011.

Page 5: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

5

14. Posko PBL RW 03 Mariso, Posko KKN Desa Campagaya serta Teman-

teman galeter angkatan 2009 FKM UNHAS.

15. Ucapan terima kasih untuk semua orang yang tidak sempat penulis sebutkan satu

per satu yang telah mendukung, membantu dan memberikan motivasi selama ini.

Semoga segala bantuan, dukungan, do’a dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Akhirnya menyadari sepenuhnya

bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik

penulis sangat harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Iman, Ilmu dan Amal padu

mengabdi.

Makassar, Mei 2013

Penulis

Page 6: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

6

Page 7: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN... ...................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... iii

RINGKASAN ... ................................................................................ iv

KATA PENGANTAR....................................................................... . v

DAFTAR ISI......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR............................................................................ viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xi

BAB I

PENDAHU

LUAN

A. Latar Belakang ... ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah... ............................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian................................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 8

BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hygiene Perorangan ..................................... 10

B. Tinjauan Umum Tentang Faktor Praktik Hygiene Perorangan ............. 13

C. Tinjauan Umum Tentang Kawasan Pesisir dan Kepulauan .................... 22

D. Tinjauan Umum Tentang Kejadian Kecacingan (Helminthiasis) ........... 23

E. Tinjauan Umum Tentang Cacing Soil Transmitted Helminths (STH) 24

F. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan Infeksi Kecacingan .................... 33

G. Kerangka Teori........................................................................................ 34

Page 8: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

8

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti ............................................ 36

B. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ..................................... 38

BAB IV

METO

DE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.................................................................................. 42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................. 42

C. Populasi, Sampel dan Besar Sampel ................................................. 43

D. Instrumen Penelitian.......................................................................... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 48

F. Pengolahan Data dan Penyajian Data................................................ 50

G. Analisis Data ..................................................................................... 51

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ............................................................................... 55

B. Pembahasan...................................................................................... 77

C. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 87

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 88

B. Saran ................................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

9

Page 10: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

10

RINGKASANUNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATKESEHATAN LINGKUNGAN

SKRIPSI, MEI 2013ANDI CENDRA PERTIWI“ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE PERORANGAN TERHADAPKEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI PULAUBARRANG LOMPO KOTA MAKASSAR”( xi + 80 Halaman + 17 Tabel + 8 Gambar + 11 Lampiran)

Kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesiakarena prevalensi kejadian yang tinggi. Jenis cacing usus yang mempunyai prevalensitinggi adalah cacing jenis Soil Transmitted Heminths dengan angka prevalensi yangbervariasi antara1% sampai dengan lebih dari 90% terutama pada kelompok umurbalita dan anak usia sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan antar faktor praktik hygiene perorangan yakni kebiasaan cuci tangan pakaisabun, kebiasaan memakai alas kaki, kebiasaan memotong kuku dan kebiasaan buangair besar pada tempatnya terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar diPulau Barrang Lompo Kota Makassar

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectionalstudy. Populasinya adalah seluruh murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.Sampel penelitian ini adalah sebanyak 239 responden yang diambil dengan metodeproporsional systematic random sampling. Data diperoleh melalui uji laboratorium,wawancara dan observasi dengan menggunakan panduan kuesioner. Analisishubungan dilakukan dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian kecacingan pada murid sekolahdasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar sebanyak 181 murid (75,7%). Hasil ujichi-square kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebiasaan memakai alas kaki,kebiasaan memotong kuku dan kebiasaan buang air besar pada tempatnya memiliki pvalue =0,000 ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna terhadapkejadian kecacingan.

Penelitian ini menyimpulkan, bahwa semua faktor praktik hygiene peroranganmemiliki resiko tinggi terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar diPulau Barrang Lompo. Penelitian ini menyarankan perlunya memberikan pemahamanmengenai pentingnya memperhatikan dan memperbaiki perilaku kesehatan untukmencegah dan mengendalikan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar diPulau Barrang Lompo.

Daftar Pustaka : 34 (2000 – 2012)Kata kunci : Murid sekolah dasar , Kecacingan , Praktik Hygiene

Perorangan.

Page 11: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

11

ABSTRACTHASANUDDIN UNIVERSITYPUBLIC HEALTH FACULTYENVIRONMENTAL HEALTH

Thesis, MAY 2013ANDI CENDRA PERTIWI"ANALYSIS FACTOR PERSONAL HYGIENE PRACTICES OF PEOPLE ONHELMINTHIASIS DISEASES OF ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS INTHE BARRANG LOMPO ISLAND MAKASSAR CITY 2013"(xi + 80 Pages + 17 Table + 8 Picture + 10 Appendix Figure)

Helminthiasis is one of public health problem in Indonesia because of the highprevalence. Types of intestinal worms that have a high prevalence of Soil TransmittedHelminths is a worm types with varying prevalence between 1% to more than 90%,especially in the age group of toddlers and elementary school age children. Thisstudy aims to determine the relationship between the practice of personal hygienefactor that handwashing with soap, wearing custom footwear, custom cut nails andbowel habits in place on the incidence of worm infestation in elementary schoolstudents in Barrang Lompo Island.

The study was observational with cross sectional approach. Its population isaround the elementary school students on the Barrang Lompo island. The sample wastaken as 239 respondents with proportional systematic random sampling method.Data obtained through laboratory test, interviews and observations by using thequestionnaire. Relationship analysis performed using the chi-square test.

The results showed that the incidence of worm infestation in elementary schoolchildren on the Barrang Lompo island of Makassar as many as 181 students (75.7%).Chi-square test results of handwashing with soap, wearing custom footwear, customcut nails and bowel habits in place has p value = 0.000 shows that there is asignificant relationship to the incidence of worm infestation.

This study concluded that all factors personal hygiene practices are high riskfor the incidence of worm infestation in primary school children on the BarrangLompo island. This study suggests the need to provide an understanding of theimportance of attention to and improve health behaviors to prevent and control theincidence of worm infestation in primary school children on the Barrang Lompoisland.

Bibliography : 34 (2000 - 2012)Keywords : Elementary school students, Helminthiasis, Personal Hygiene

Practices.

Page 12: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia yang masih tinggi prevalensinya terutama pada kelompok umur balita

dan anak usia sekolah dasar terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh

perkotaan (Mardiana dan Djarismawati, 2008). Salah satu infeksi Kecacingan

yang menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah dan yang paling sering menyerang saluran pencernaan

manusia.

Penyakit ini tidak selalu menyebabkan kematian atau bahkan penyakit yang

berat, namun dalam keadaan yang bersifat kronis pada penderitanya dapat

menyebabkan gangguan absorbsi dan metabolisme zat-zat gizi yang berujung pada

kekurangan gizi dan menurunnya daya tahan tubuh. Sedangkan pada anak usia

sekolah, khususnya keadaan ini akan berakibat pada kurangnya kemampuan

mereka dalam mengikuti pelajaran di sekolah serta dapat mempengaruhi

pertumbuhan fisik dan mentalnya, dan pada orang dewasa akan berakibat pada

menurunnya tingkat produktifitas kerjanya (Texando, 2008).

Definisi infeksi Kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi

satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus atau

biasa disebut dengan Kecacingan . Kecacingan ini umumnya ditemukan di daerah

Page 13: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

13

tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana hygiene dan sanitasinya

buruk,Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling umum menyerang kelompok

masyarakat ekonomi lemah dan ditemukan pada berbagai golongan usia (WHO,

2011).

Golongan nematoda yang paling sering menginfeksi kelompok usia anak

sekolah dasar adalah kelompok nematode usus yakni jenis Ascaris lumbricoides,

Trichuris trichuira, dan Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus) yang banyak diperoleh di daerah tropis dan subtropis yang keadaan

daerahnya menunjukkan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik. Semua

jenis cacing tersebut adalah termasuk ke dalam jenis Soil Transmitted Helminths

(STH) yaitu siklus perkembangbiakannya dilakukan di dalam tanah untuk menjadi

infektif terhadap manusia (Irianto, 2009).

Indonesia merupakan salah satu daerah endemis untuk cacing jenis STH, hal

ini dibuktikan oleh penelitian epidemiologi yang telah dilakukan di seluruh

provinsi di Indonesia terutama pada anak sekolah dan didapatkan angka prevalensi

tinggi yang bervariasi antara 60 % sampai dengan 90 % tergantung pada lokasi

dan sanitasi lingkungannya dan menunjukkan murid laki-laki yang terinfeksi

cacing lebih banyak dibandingkan murid perempuan (Hadijaya, 1994 dalam

Mardiana dan Djarismawati, 2008). Hal tersebut didukung oleh penelitian

Marleta, Harijani dan Marwoto (2005) di beberapa wilayah di Indonesia juga

menunjukkan prevalensi yang tinggi yakni Kecacingan ditemukan pada semua

golongan umur, namun tertinggi pada usia anak SD yakni 90 – 100% akibat dari

Page 14: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

14

pengaruh tindakan hygiene perorangan anak tersebut seperti kebiasaan mencuci

tangan, membersihkan kuku, memakai alas kaki, dan buang air besar (BAB) tidak

pada tempatnya

Sebagian besar Kecacingan terjadi di daerah tropis yaitu negara-negara

dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat

dengan hygiene dan sanitasi yang kurang (Lalandos dan Kareri, 2008). Hygiene

memegang peranan yang sangat penting, karena hygiene individu yang kurang

baik akan cenderung menimbulkan terjadinya berbagai macam penyakit termasuk

penyakit yang disebabkan oleh cacing STH seperti yang dikemukakan oleh Blum

(1974) bahwa status kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi dari faktor-

faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan serta faktor hereditas (Blum,

1974 dalam Utama, 2012). Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Idris

(2008) menyebutkan bahwa perilaku hygiene seseorang mempengaruhi

pengetahuan seseorang dalam mencegah suatu penularan penyakit. Dari kedua

pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor perilaku dalam hal ini

hygiene perorangan memiliki pengaruh yang besar terhadap timbulnya penyakit.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di masyarakat dan fasilitas

kesehatan serta sumber data lainnya oleh Kementrian Kesehatan RI didapatkan

bahwa masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia mencapai

angka 52,89% dimana Sulawesi Selatan khususnya menempati urutan ke 26

dengan presentase 46,60% masyarakatnya telah menggalakkan perilaku hidup

bersih dan sehat (Depkes RI, 2012). Di penelitian lain yang dilakukan di 3

Page 15: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

15

kabupaten di Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa yang terinfeksi

A.lumbricoides 65%, T.trichuira 55%, dan Hookworm 22% akibat dari perilaku

masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan pribadi dan lingkungannya

(Marleta, Dewi,dan Marwoto, 2005).

Keadaan perilaku kesehatan masyarakat tersebut juga dialami di Makassar

dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di Makassar mengenai infeksi ini

juga pernah dilakukan tepatnya di daerah kumuh Mariso yang merupakan salah

satu bekas tempat pembuangan akhir sampah dengan subyek penelitiaannya adalah

pemulung yang bermukim di daerah ini dan hasil yang diperoleh prevalensi yang

terinfeksi adalah 92,1 % (Hadju, 1992 dalam Fausiah, 2006), ini juga didukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahma (2006) di Kelurahan Kalukuang Kota

Makassar yang hasilnya menunjukkan bahwa yan terinfeksi Kecacingan

prevalensinya lebih banyak (71,4%) sedangkan yang tidak terinfeksi Kecacingan

lebih sedikit (28,%) dikarenakan oleh masyarakat yang kurang memperhatikan

kesehatan pribadi dan lingkungannya.

Dari data yang ada disimpulkan bahwa cacing usus yang mempunyai

prevalensi tinggi adalah cacing jenis STH dengan angka prevalensi yang

bervariasi antara1% sampai dengan lebih dari 90%. Dari data tersebut, sudah

dapat dilihat bahwa di beberapa tempat cukup tinggi prevalensi kecacingan ini

yakni lebih dari 90% (Marleta, Harijani dan Marwoto, 2005).

Irianto (2009) dalam bukunya menyarankan bahwa perlu diadakan

pendidikan di sekolah-sekolah melalui peragaan audio visual sehingga dengan cara

Page 16: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

16

ini akan mudah dimengerti oleh anak sekolah dasar seperti bagaimana cara

mencuci tangan yang baik, memotong kuku, memakai alas kaki yang benar dan

perlu adanya reahabilitasi sarana pemukiman yang menjurus pada perbaikan

hygiene dan sanitasi seperti penyediaan jamban keluarga agar anak-anak tidak

melakukan BAB sembarangan, mengingat masih tingginya perevalensi kejadian

Kecacingan yang menginfeksi golongan anak usia sekolah dasar. Tingginya

prevalensi infeksi ini dapat memberikan dampak pada kesehatan masyarakat,untuk

itu dalam upaya merencanakan program pemberantasan penyakit Kecacingan di

masyarakat sangat diperlukan data tentang kejadian Kecacingan .

Pulau Barrang Lompo merupakan salah satu daerah kepulauan kecil di

perairan Kota Makassar dan termasuk dalam daerah pesisir Kota Makassar yang

memiliki 4125 jiwa penduduk dimana sebagian besar kepala keluarganya

berprofesi sebagai nelayan (Puskesmas Barrang Lompo, 2011). Iklim tropis di

pulau ini mendukung siklus perkembangbiakan dari cacing jenis ini selain itu juga

didukung oleh kondisi hygiene perorangan penduduk disana yang buruk. Hasil

observasi yang dilakukan keadaan sosial ekonomi warga di sana rendah dengan

pekerjaan tetap sebagai nelayan. Keadaan inilah yang membuat perilakunya tidak

seimbang antara pengetahuan mengenai kebersihan diri serta lingkungan dan

praktik hygiene perorangannya sehari-hari.

Tidak banyak studi kasus tentang masalah kesehatan masyarakat kepulauan

karena memang tidak banyak ahli kesehatan yang tertarik kepada masalah yang

satu ini (Achmadi, 2008). Ini dibuktikan dari data Puskesmas Barrang Lompo

Page 17: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

17

yang ada selama berdirinya puskesmas tidak pernah dilakukan pencatatan

mengenai Kecacingan , karena tidak pernah ada pemeriksaan khusus data kejadian

Kecacingan terhadap masyarakat disana. Untuk menyusun program kesehatan

kepulauan harus berdasarkan fakta atau informasi terpercaya, maka dari itulah

penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Kecacingan ini dengan

menganalisis faktor hubungan praktik hygiene perorangannya terhadap semua

murid sekolah dasar yang ada di Pulau Barrang Lompo yakni SD Negeri Barrang

Lompo dan SD Inpres Barrang Lompo.

B. Rumusan Masalah

Telah banyak dilakukan penelitian Kecacingan namun hanya dilakukan di

pulau-pulau besar di Indonesia, sedangkan di pulau-pulau kecil seperti Pulau

Barrang Lompo tidak dilakukan penelitian Kecacingan . Padahal masyarakat

pulau-pulau kecil memiliki masalah hygiene perorangan yang buruk. Hygiene

perorangan mencakup berbagai hal diantaranya adalah kebiasaan mencuci tangan,

kebiasaan memotong kuku, kebiasaan memakai alas kaki, kebiasaan buang air

besar (BAB) dan lain-lain. Berdasarkan masalah dan uraian itulah, penulis

merumuskan masalah yakni :

1. Apakah faktor praktik kebiasaan mencuci tangan pakai sabun berhubungan

terhadap kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar?

Page 18: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

18

2. Apakah faktor praktik kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah

berhubungan terhadap kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar?

3. Apakah faktor praktik memotong kuku berhubungan terhadap kejadian

Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo Kota

Makassar?

4. Apakah faktor praktik kebiasaan buang air besar (BAB) pada tempatnya

berhubungan terhadap kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis faktor praktik hygiene perorangan yang berhubungan

terhadap kejadian Kecacingan pada semua murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar.

b) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

terhadap kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar.

Page 19: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

19

c) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan memakai alas kaki jika keluar

rumah terhadap kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar.

d) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan memotong kuku terhadap kejadian

Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo Kota

Makassar.

e) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan BAB pada tempatnya terhadap

kejadian Kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

Kota Makassar.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk mendapatkan

informasi dan pengetahuan mengenai konsep dan teori Kecacingan dilihat dari

faktor-faktor hygiene perorangan.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat membuahkan pokok-pokok pikiran yang

kemudian dapat dikembangkan dan disumbangkan untuk menurunkan angka

kejadian Kecacingan .

3. Manfaat bagi institusi pemerintah

Dengan adanya hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan

informasi dan pertimbangan bagi pemerintah yakni instansi terkait khususnya

Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Puskesmas Barrang Lompo dalam usaha

Page 20: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

20

pencegahan permasalahan kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan

kejadian Kecacingan dilihat dari aspek faktor-faktor hygiene perorangan.

4. Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor –faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya Kecacingan , sehingga masyarakat dapat

mengetahui dan melakukan upaya pencegahan.

5. Manfaat bagi peneliti

Sebagai wadah pengaplikasian ilmu selama menempuh pendidikan dan

melatih penulis dalam mencari dan menambah pengetahuan masalah kesehatan

khususnya masalah kesehatan lingkungan selain itu juga sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Page 21: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Hygiene Perorangan.

Kesehatan lingkungan merupakan salah satu unsur penting yang tidak bisa

dipisahkan dari status derajat kesehatan masyarakat, sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Winslow bahwa ‘Apabila ingin meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, maka yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah

kesehatan lingkungan’. Tingkat derajat kesehatan masyarakat merupakan

cerminan dan gambaran dari kemampuan masyarakat dalam mengusahakan

dirinya dan lingkungannya menjadi sehat yang mengacu pada usaha kesehatan

lingkungannya (Daud, 2005).

Usaha kesehatan lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah hygiene

yakni segala usaha dan upaya dalam memperbaiki atau mengoptimunkan

lingkungan hidup manusia agar tercapai media yang baik untuk terwujudnya

tingkat kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya dengan

menitik beratkan pada perilaku kesehatan manusia itu sendiri (Notoatmojo, 2007).

Perilaku kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan oleh manusia yang

didasari oleh pengetahuan, sikap dan kemampuan yang dapat berdampak positif

atau negatif terhadap kesehatan. Keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh

terhadap derajat kesehatan digambarkan melalui indikator-indikator persentase

Page 22: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

22

rumah tangga dan salah satunya adalah berperilaku hidup bersih dan sehat

mencakup hygiene perorangan (Dinkes Provinsi Sulsel, 2010).

Hygiene adalah usaha kesehatan yang mencakup tentang pemeliharaan

kesehatan, dengan usaha aturan-aturan hidup dan prinsip-prinsip untuk melindungi

kesehatan dan pemeliharaanya. Selain itu hygiene juga bertujuan untuk

mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa baik untuk umum maupun untuk

perorangan (Daud, 2005).

Hygiene perorangan adalah perawatan diri seseorang untuk memelihara dan

memperbaiki dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri, mencegah timbulnya

penyakit, serta usaha kebersihan yang menekankan pada manusia secara personal

atau masyarakat umum dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilannya (Utama,

2012). Sedangkan menurut Jalaluddin (2009) hygiene perorangan ini adalah

tindakan-tindakan pencegahan terutama yang menyangkut tanggung jawab

perorangan untuk memelihara kesehatan dan mencegah atau membatasi

penyebaran penyakit infeksi utamanya penyakit menular langsung. Adapun

tindakan-tindakan tersebut meliputi :

1. Mencuci tangan pakai sabun dan air sesudah buang air dan juga setiap akan

mengolah makanan dan minuman.

2. Menjauhkan tangan dari segala benda yang sudah digunakan atau kotor pada

saat ingin membersihkan mulut, hidung, mata, telinga, dan luka.

3. Menghindarkan diri dari keterpaparan percikan dari hidung atau mulut orang

lain seperti bersin dan batuk.

Page 23: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

23

4. Selalu membersihkan diri dengan mandi yang cukup dengan menggunakan

sabun dan air.

Ruang lingkup yang mencakup usaha hygiene perorangan ini dapat

dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu (Adam, 1992 dalam Fausiah, 2006) :

1. Hygiene badan, contohnya memelihara kebersihan kuku tangan dan kaki,

perawatan rambut, gigi, mulut, dan lain-lain.

2. Hygiene pakaian dan peralatan lain, contohnya menghindari penggunaan

pakaian dalam kotor, menghindari penggunaan handuk atau sikat gigi secara

bergantian, dan lain-lain.

3. Hygiene makanan dan minuman, contohnya pemilahan bahan makanan hingga

penyajiannya, kebiasaan tidak jajan sembarangan, mencuci sayur mentah

sebelum diolah dengan menggunakan air yang mengalir.

Hygiene perorangan yang kurang baik merupakan salah satu faktor utama

yang mempermudah penularan kecacingan baik di lingkungan keluarga maupun di

masyarakat, karena ini berkaitan dengan tindakan-tindakan konkret yang harus

menjadi kebiasaan seseorang dalam menjaga dan memelihara kesehatan dirinya

sendiri. Hygiene perorangan ini merupakan tindakan pencegahan primer yang

spesifik dan bersifat penting karena dengan adanya hygiene perorangan yang baik

akan meminimalisir pintu masuk (port the entry) berbagai organisme-organisme

yang ada dimana-mana dan pada akhirnya akan mencegah seseorang terkena

penyakit (Utama, 2012).

Page 24: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

24

Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa hygiene

merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi

lingkungan terhadap kesehatan manusia seacara individu maupun sosial. Upaya

pencegahan timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan serta membuat

kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga dapat dihuni dengan nyaman dan

tenteram oleh manusia itu sendiri.

Hygiene perorangan yang berhubungan dengan kejadian Kecacingan dalam

penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa faktor saja dalam hal praktik kebiasaan

seseorang dalam kesehariannya yakni kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

(CTPS), kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah, kebiasaan

memotong kuku, dan kebiasaan buang air besar (BAB) pada tempatnya.

B. Tinjauan Tentang Faktor-faktor Praktik Hygiene Perorangan

Dalam kaitannya dengan timbulnya suatu penyakit, hygiene memegang

peranan sangat penting. Biasanya hygiene individu yang kurang baik cenderung

akan menimbulkan terjadinya berbagai macam penyakit termasuk penyakit yang

disebabkan oleh infeksi cacing jenis STH. Namun, pada dasarnya hygiene itu

sangat tergantung oleh kebiasaan individu sendiri dalam menjaga kesehatan.

Kebiasaan hidup sehari-hari atau faktor-faktor hygiene perorangan yang

berhubungan dengan kejadian kecacingan yaitu (Rauf, 2006) :

1. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun (CTPS)

Mencuci tangan yang dimaksud dalam hal ini adalah mencuci tangan

yang bukan hanya sekedar pernyataan kebersihan saja, melainkan penting

Page 25: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

25

karena tidak ada bagian tubuh lain yang paling sering kontak dengan benda lain

kecuali tangan. Alasan inilah yang mendasar pentingya seseorang untuk

membiasakan dirinya mencuci tangan. Hasil penelitian yang dilakukan di TPA

Antang Kota Makassar memperlihatkan bahwa responden yang terinfeksi

cacing lebih banyak tidak biasa mencuci tangan sebelum makan yakni 60,2 %

dibanding responden yang selalu mencuci tangan (Fauziah, 2006).

Anak-anak adalah golongan yang sering terinfeksi penyakit cacingan ini

karena walaupun sudah mencuci tangan mereka melakukan kebiasaan ini

dengan seadanya saja seperti hanya menggunakan air tanpa memakai sabun

dalam mencuci tangan. Sehingga menyebabkan kuman-kuman masih ada yang

menempel pada jari-jari tangannya dan tanpa disadari pada saat waktu makan

atau setelah bermain-main kontak dengan tanah jari-jari tangan mereka akan

dimasukkan ke dalam mulut (Mardiana dan Djarismawati, 2008)

Usaha mencegah terjadinya Kecacingan ini adalah salah satunya dengan

memberikan pengetahuan kepada anak-anak mengenai cuci tangan yang baik

dan benar seperti tangan hendaknya dibersihkan sebelum dan sesudah buang air

besar, sesudah makan, sesudah bermain-main yang berhubungan dengan kontak

tanah, dicuci di bawah air mengalir kemudian gosok dengan gerakan memutar

pada pergelangan tangan menggunakan sabun. Cara tersebut dapat menghindari

kontaminasi makanan atau minuman yang masuk ke dalam tubuh serta dapat

menghindar resiko terjadinya kecacingan (Nurhaedah, 2006).

Page 26: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

26

2. Kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah

Kesehatan anak sangat penting karena kesehatan semasa kecil

menentukan kesehatan pada masa dewasa, begitupun dengan perilaku dan

kebiasaan yang terbentuk sejak kecil seperti pada kebiasaan pemeliharaan dan

perawatan kaki. Untuk menghindari risiko Kecacingan ini salah satunya adalah

dengan membiasakan diri memakai alas kaki seperti sepatu atau sandal pada

waktu keluar rumah (Sumanto, 2010). Kulit merupakan salah satu tempat

masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh, maka dari itu apabila kebersihan serta

pemeliharaan kaki tidak diperhatikan dapat menjadi sasaran pintu masuknya

penyakit dalam tubuh seperti Kecacingan (Adam, 1992 dalam Fauziah, 2006).

Adanya kontak pejamu dengan larva filariform yang infektif

menyebabkan terjadinya penularan. Anak usia sekolah merupakan kelompok

rentan terinfeksi cacing tambang karena pola bermain anak pada umumnya

tidak dapat dilepaskan dari tanah sementara itu pada saat anak bermain

seringkali lupa menggunakan alas kaki. Maryanti (2006) melakukan studi di

Desa Tegal Badeng Timur, Bali menemukan bahwa penggunaan alas kaki

berhubungan dengan kejadian infeksi cacing tambang memiliki peluang 9 kali

lebih besar terinfeksi kecacingan apabila tidak menggunakan alas kaki.

3. Kebiasaan memotong kuku

Sebagian besar Kecacingan ditularkan oleh tangan yang kotor dimana

proses masuknya penyakit melalui mulut. Kuku tangan adalah salah satu faktor

yang dapat menimbulkan penyakit jika tidak rajin untuk dipotong. Kuku tangan

Page 27: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

27

yang panjang dan kotor seringkali terselip telur cacing jika sehabis kontak

dengan tanah.

Penelitian yang dilakukan oleh Sofiana, Sumarni dan Ipa (2011)

menyebutkan bahwa salah satu faktor hygiene yang membuat tingginya tingkat

kejadian kecacingan adalah kebiasaan menggigit jari-jari tangan yang kotor

dengan presentase angka sebesar 23,1 % pada siswa sekolah dasar di

Yogyakarta. Kondisi ini tentunya sangat sering terjadi pada anak-anak yang

sering bermain di tanah maupun pada orang dewasa yang bekerja di kebun atau

di sawah. Secara siklus hidup,telur cacing yang berada di tanah dapat berpindah

dan terselip ke dalam kuku kaki atau kuku tangan (Fauziah, 2006).

Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan

cacing dari tangan ke mulut,karena ini adalah salah satu faktor risiko timbulnya

penyakit infeksi cacing jenis STH (Gandahusada, 2006).

4. Kebiasaan buang air besar (BAB) pada tempatnya

Perilaku BAB yang kurang baik dan di sembarang tempat diduga menjadi

faktor risiko dalam infeksi cacing tambang. Secara teoritik, telur cacing

tambang memerlukan media tanah untuk perkembangannya. Adanya telur

cacing tambang pada tinja penderita yang melakukan aktifitas BAB di tanah

terbuka semakin memperbesar peluang penularan larva cacing tambang pada

masyarakat di sekitarnya. Di Kabupaten Jembrana Bali, ditemukan bahwa

kebiasaan BAB sembarangan merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kejadian Kecacingan (jenis cacing Hookworm)dengan peluang risiko 6

Page 28: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

28

kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak BAB sembarangan (Sumanto,

2010)

Buang air besar tidak pada tempatnya seringkali diakibatkan oleh

kurangnya penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan lainnya, kondisi seperti

inilah yang akan berakibat buruk terhadap kesehatan selain itu juga dapat

mengakibatkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta

estetika. Banyaknya masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan,

pengetahuan, kebiasaan serta pendapatan yang rendah membuat mereka belum

sepenuhnya mengetahui apa sebenarnya manfaat melakukan buang air besar

pada jamban keluarga sehingga membuat mereka seenaknya saja BAB di

sembarang tempat (Daud, 2005).

C. Tinjauan Tentang Kawasan Pesisir dan Kepulauan

Wilayah pesisir merupakan daerah interaksi antara daratan dan laut yang

sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia. Indonesia adalah

negara kepulauan terbesar yang ada di belahan bumi dan memiliki daerah-daerah

pesisir yang mempunyai tingkat potensi yang sangat tinggi. Dilihat dari segi

potensi wilayah ini bukan hanya merupakan sumber pangan yang diusahakan

melalui kegiatan perikanan dan pertanian, tetapi merupakan pula lokasi bermacam

sumber daya alam, seperti mineral, gas dan minyak bumi serta pemandangan alam

yang indah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, perairan

pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran yang berakibat pada transmisi

Page 29: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

29

penyakit infeksi baik menular langsung maupun tidak langsung (Pagoray, 2003

dalam Samad, 2012).

Dalam teori kesehatan lingkungan penduduk yang bermukim di kawasan ini

akan terisolasi sehingga dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan terutama

yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan perilaku (Achmadi, 2008).

Perilaku penduduk di daerah salah satu contohnya adalah kebiasaan membuang air

besar di sembarang tempat seperti di laut memberikan pengaruh yang besar

terhadap gangguan kesehatan utamanya kejadian Kecacingan (Achmadi, 2008).

Kecacingan di daerah pulau kecil akan semakin tinggi prevalensinya jika

tidak didukung oleh perilaku penduduk setempat dalam mencegah infeksi ini

akibatnya keadaan ini membuat siklus hidup dari cacing jenis STH ini sangat

cocok di daerah yang berpasir, ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Knopp et al (2008) di Kepulauan Zanzibar, menunjukkan bahwa telur cacing

jenis STH tetap infektif dalam jangka waktu yang lama di tanah berpasir, memiliki

curah hujan dan paparan sinar matahari yang tinggi.

Derajat kesehatan masyarakat di pulau-pulau kecil dan pesisir sudah lama

dilupakan dan tidak mendapatkan perhatian khusus. Namun komitmen masyarakat

setempat yang menjadi titik tolak dalam menciptakan derajat kesehatan mereka

sendiri agar berkehidupan secara layak dan sehat (Achmadi, 2008).

D. Tinjauan Tentang Kejadian Kecacingan

Cacing adalah mahluk bersel banyak yang pada umumnya memiliki badan

yang panjang namu ada yang jelas bagian kepalanya dan ekornya serta ada pula

Page 30: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

30

yang yang tidak jelas seperti kepala dan ekornya sama saja, tetap bila diteliti lebih

jauh akan terlihat jelas perbedaan pada badannya yang terdiri atas ekor, kepala,

alat pengisap dan giginya (Adam, 1992 dalam Nurhaedah 2006).

Cacing pada umumnya mempunyai sifat yang tidak baik atau bersifat parasit.

Sifat parasit adalah sifat yang hidupnya menumpang dan bertempat tinggal pada

hostnya dan menimbulkan malapetaka bagi hostnya. Hasilnya cacing parasit

manusia bertempat tinggal di dalam usus dan hidup dengan menghisap darah dan

makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia hingga akhirnya akan menderita

sakit dan kekurangan darah. Penyakit parasitik yang termasuk ke dalam neglected

diseases tersebut merupakan penyakit tersembunyi atau silent diseases, dan kurang

terpantau oleh petugas kesehatan (Sumanto, 2010).

Beberapa spesies cacing melalui berbagai stadium perkembangannya

membutuhkan beberapa jenis hospes yang berbeda. Hospes atau hostnya antara

lain manusia atau hewan vertebrata contohnya burung untuk memberi

penghidupan atau tempat tinggal bagi parasit cacing ini seperti menghisap darah

dan makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia namun diisap oleh cacing ini

sehingga menyebabkan berbagai penyakit misalnya anemia. Penyakit yang

disebabkan oleh cacing ini biasa disebut Kecacingan dimana media transmisi dari

cacingnya adalah tanah (Entjang, 2011).

Penyakit akibat cacing banyak ditemukan di seluruh dunia, hal ini berkaiatan

dengan faktor cuaca dan tingkat sosial ekonomi masyarakat terutama pada daerah

tropis dan subtropis seperti Indonesia, sedangkan penyebarannya yaitu telur cacing

Page 31: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

31

keluar bersama tinja penderita, yang kemudian akan mengontaminasi tanah, air

dan tanaman (Entjang, 2001).

Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah Kecacingan yang

diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok nematoda usus yakni cacing jenis STH,

yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah dan ditularkan melalui

tanah. Berdasarkan cara penularannya, nematoda usus dapat dikelompokkan

menjadi (Irianto, 2009):

1. Ancylostomata duodenale.

2. Ascaris lumbricoides.

3. Trichuri trichuria.

4. Necator americanus.

Kejadian Kecacingan ini lebih menyebabkan ketidakmampuan (disability)

dibandingkan kematian, beban yang ditanggung masyarakat diukur menggunakan

disability-ajused life years (DALY) (WHO, 2002).

E. Tinjauan Tentang Soil Transmitted Helminths (STH)

Cacing merupakan salah satu parasit yang hidup di dalam tubuh manusia

atau hean yang tentunya bersifat merugikan,dimana hospes untuk beberapa jenis

cacing yang termasuk nematoda usus adalah manusia (Waluyo, 2009). Diantara

nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah atau biasa

disebut dengan cacing jenis STH yaitu A.lumbricoides, N.americanus, T.trichuira

dan A.duodenale (Gandahusada, 2006).

Page 32: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

1. Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides

halus manusia dan merupakan parasit terbanyak menyerang manusia di seluruh

dunia terutama daerah tropis dan subtropis. Manusia yang terinfeksi oleh cacing

ini biasa disebut sebagai penderita

a) Morfologi

Gambar 1. Telur dan Cacing dewasa

Gambar di atas menunjukkan yakni, cacing jantan dari jenis

ini berukuran 10

berbentuk silindris dengan ujung anterior yang meruncing, terdapat tiga buah

bibir yang berkembang serta terdapat garis

mudah dilihat ada sepasang dan warnanya memutih sepanjang tubuhnya.

Gambar telur yang dibuahi (

60-70 x 30-50 mikron. Telur yang baru dikeluarkan tidak bersifat infektif

dan berisi satu sel

vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut

Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalm usus

halus manusia dan merupakan parasit terbanyak menyerang manusia di seluruh

terutama daerah tropis dan subtropis. Manusia yang terinfeksi oleh cacing

ini biasa disebut sebagai penderita Ascariasis.

Gambar 1. Telur dan Cacing dewasa A.lumbricoides(Sumber : CDC, 2010)

Gambar di atas menunjukkan yakni, cacing jantan dari jenis

ini berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betinanya berukuran 22

berbentuk silindris dengan ujung anterior yang meruncing, terdapat tiga buah

bibir yang berkembang serta terdapat garis-garis lateral yang biasanya

mudah dilihat ada sepasang dan warnanya memutih sepanjang tubuhnya.

Gambar telur yang dibuahi (fertilized) berbentuk oval dengan ukuran

50 mikron. Telur yang baru dikeluarkan tidak bersifat infektif

dan berisi satu sel tunggal. Sel tunggal tersebut dikelilingi suatu

yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut

32

adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalm usus

halus manusia dan merupakan parasit terbanyak menyerang manusia di seluruh

terutama daerah tropis dan subtropis. Manusia yang terinfeksi oleh cacing

A.lumbricoides

Gambar di atas menunjukkan yakni, cacing jantan dari jenis Ascaris

30 cm, sedangkan yang betinanya berukuran 22-35 cm

berbentuk silindris dengan ujung anterior yang meruncing, terdapat tiga buah

aris lateral yang biasanya

mudah dilihat ada sepasang dan warnanya memutih sepanjang tubuhnya.

) berbentuk oval dengan ukuran

50 mikron. Telur yang baru dikeluarkan tidak bersifat infektif

tunggal. Sel tunggal tersebut dikelilingi suatu membrane

yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut

Page 33: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu

tahun (Irianto, 2009).

Stadium dewasa hidup di rongg

dewasa dapat bertelur 100.000

telur yang dibuahi dan tidak dibuahi sedangkan cacing jantan

warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang

melengkung kearah ventral, kepalanya mempunyai 3 bibir pada ujung

interior (bagian depan) dan mempunyai ujung gigi

pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanja

memasukkan makanan (Irianto, 2009).

b) Daur hidup

Gambar 2. Sik

Gambar di atas menujukkan manusia merupakan satu

defenitif A.lumbricoides

melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam ve

vorto hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung

terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu

tahun (Irianto, 2009).

Stadium dewasa hidup di rongga usus muda dan seekor cacing betina

dewasa dapat bertelur 100.000-200.000 butir perharinya yakni terdiri dari

telur yang dibuahi dan tidak dibuahi sedangkan cacing jantan

warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang

g kearah ventral, kepalanya mempunyai 3 bibir pada ujung

interior (bagian depan) dan mempunyai ujung gigi-gigi kecil atau dentikel

pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanja

memasukkan makanan (Irianto, 2009).

Gambar 2. Siklus hidup A.lumbricoides (Sumber : CDC, 2010)

Gambar di atas menujukkan manusia merupakan satu-satunya hospes

A.lumbricoides ini, jika tertelan oleh manusia telur akan pecah dan

melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam ve

vorto hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung

33

terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu

a usus muda dan seekor cacing betina

200.000 butir perharinya yakni terdiri dari

telur yang dibuahi dan tidak dibuahi sedangkan cacing jantan mempunyai

warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang

g kearah ventral, kepalanya mempunyai 3 bibir pada ujung

gigi kecil atau dentikel

pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk

: CDC, 2010)

satunya hospes

ini, jika tertelan oleh manusia telur akan pecah dan

melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena

vorto hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung

Page 34: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

34

kanan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa

migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari (Ginting, 2008).

Larvanya akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah

atau saluran limfe lalu dialirkan ke jantung kemudian mengikuti aliran darah

ke paru-paru. Larva yang berada di paru-paru akan menembus dinding

pembuluh darah dan dinding alveolus. Larva yang tertelan dan mencapai

usus halus kemudian akan berkembang menjadi cacing dewasa

(Gandahusada, 2006).

Siklus cacing Ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua

bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu

mengeluarkan 200.000-250.000 butir telur tiap harinya, waktu yang

diperlukan adalah 3-4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.

Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur

bersama tinja manusia dan di luar akan mengalami perubahan dari stadium

larva I sampai stadium III yang bersifat infektif (Fauziah, 2006).

c) Epidemiologi

A.lumbricoides ini dijumpai di seluruh dunia dan diperkiran lebih dari

1 milyar orang pernah terinfeksi oleh cacing ini, namun ada beberapa

diantaranya yang menderita infeksi campuran antara Ascaris dan Trichuris.

Jumlah telur Ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa

tahun maka larva dapat tersebar dimana-mana, menyebar melalui tanah, air,

ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang

Page 35: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

35

mangandung telur Ascaris Infektif masuk ke dalam tubuh maka siklus hidup

cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva

cacing Ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak

dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit (Entjang, 2001).

Di Indonesia sendiri prevalensi Ascariasis ini cukup tinggi yakni

frekuensinya antara 60 % sampai 90 %, karena daerah di seluruh Indonesia

yang beriklim tropis dan berpasir sehingga memudahkan perkembangbiakan

dari jenis cacing ini, selain itu Ascariasis ini tidak membedakan kelompok

umum,semua umur dapat terinfeksi oleh cacing ini (Fauziah, 2006).

d) Patofisiologi atau manifestasi klinik

Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris adalah kejadian kecacingan yang

sangat umum, kebanyakan penderitanya adalah anak-anak. Infeksi ini dapat

menimbulkan kematian akibat dari banyaknya larva ataupun cacing dewasa

dalam tubuh (irianto, 2009).

Larva cacing yang masuk ke paru-paru dapat menyebabkan

pendarahan pada dinding alveolus, sedangkan gangguan yang disebabkan

oleh cacing dewasa biasanya ringan kadang penderita mengalami gangguan

nafsu makan, mual, diare, dan konstipasi serta malnutrisi. Dalam keadaan

yang serius atau infeksi berat jumlah cacing yang banyak di dalam usus

halus akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada usus (illeus

obstructive) dan juga hepatitis dikarenakan larva cacing menembus dinding

Page 36: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

36

usus dan terbawa aliran darah vena ke hati dan menimbulkan kerusakan hati

(Surat Kepmenkes 424/MENKES/SK/VI, 2006).

e) Gejala klinis

Gejala penyakit Ascariasis ini tidak begitu jelas karena biasanya

dibarengi dengan penyakit lain, namun biasanya pada permulaan penderita

akan mengalami batuk dan eosinofilia. Penderita biasanya lesu dan tidak

bersemangat, pada anak-anak khususnya perutnya akan keliatan

buncit,matanya pucat dan kotor seperti sakit mata. Penderita pada dasarnya

masih bisa melakukan aktifitas namun secara biologis adanya pengaruh

cacing ini dalam perut mengurangi kemampuan belajar anak dan

produktifitas kerja seseorang (Surat Kepmenkes 424/MENKES/SK/VI,

2006).

f) Diagnosis

Diagnosis dari penyakit ini sendiri dapat ditegakkan dengan

menemukan telur dalam tinja dan cacing dewasa yang keluar melalui mulut /

anus setelah penderita meminum obat cacing, sedangkan untuk

pemerikasaan larvanya dapat dilakukan dengan Rontgenologis dan dapat

pula memeriksa dahak yang keluar (Irianto, 2009).

Page 37: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

2. Trichuris trichuira

a) Morfologi

Gambar di atas menunjukkan cacing jantan dari jenis ini panjangnya

lebih 4 cm sekitar 30

dan bagian ekornya melingkar sedangkan cacing betina panjangnya kurang

lebih 5 cm sekitar 35

betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan

terdapat satu spec

sekum dan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa

usus.

Telurnya berukuran kurang lebih 50 x 20 mikron berbentuk tempayan

dengan kedua ujung menonjol dan berdinding tebal.

diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000

(Soedarmo, 2008).

Trichuris trichuira

Gambar 3. Telur dan cacing dewasa T.trichiura(Sumber : CDC, 2010)

Gambar di atas menunjukkan cacing jantan dari jenis ini panjangnya

lebih 4 cm sekitar 30-45 mm, dengan bagian anterior halus seperti cambuk

dan bagian ekornya melingkar sedangkan cacing betina panjangnya kurang

lebih 5 cm sekitar 35-40 mm dengan bagian ekor yang kurus

betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan

terdapat satu speculum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan

sekum dan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa

Telurnya berukuran kurang lebih 50 x 20 mikron berbentuk tempayan

dengan kedua ujung menonjol dan berdinding tebal. Seekor cac

diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000

(Soedarmo, 2008).

37

T.trichiura

Gambar di atas menunjukkan cacing jantan dari jenis ini panjangnya

rior halus seperti cambuk

dan bagian ekornya melingkar sedangkan cacing betina panjangnya kurang

40 mm dengan bagian ekor yang kurus. Pada cacing

betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan

ulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan

sekum dan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa

Telurnya berukuran kurang lebih 50 x 20 mikron berbentuk tempayan

Seekor cacing betina

diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000-10.000 butir

Page 38: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

b) Daur hidup

Gambar 4. Siklus hidup

Gambar di atas mengenai siklus hidup cacing ini yakni, telur yang

dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur tersebut menjadi matang

dalam waktu 3 sampai 6 minggu di tanah yang lembab dan teduh. Telur

matang berisi larva dan secara langsung akan

jika tidak sengaja tertelan. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke

dalam usus halus, setelah menjadi dewasa cacing akan turun ke bagian distal

dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi cacing jenis ini tidak

memiliki iklus hidup di paru

perkembangbiakan cacaing ini mulai dari telur hingga menjadi cacing

dewasa sekitar 30

c) Epidemiologi

T.trichuira

di daerah yang beriklim panas dan lembab. Di Asia

ditemukan dengan prevalensi lebih 50 % di daerah pedesaan (Soedarmo,

Gambar 4. Siklus hidup T.trichiura (Sumber: CDC, 2010)

Gambar di atas mengenai siklus hidup cacing ini yakni, telur yang

dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur tersebut menjadi matang

dalam waktu 3 sampai 6 minggu di tanah yang lembab dan teduh. Telur

matang berisi larva dan secara langsung akan menginfeksi hospes (manusia)

jika tidak sengaja tertelan. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke

dalam usus halus, setelah menjadi dewasa cacing akan turun ke bagian distal

dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi cacing jenis ini tidak

liki iklus hidup di paru-paru berbeda dengan A.lumbricoides

perkembangbiakan cacaing ini mulai dari telur hingga menjadi cacing

dewasa sekitar 30-90 hari (Gandahusada, 2006).

T.trichuira ini tersebar di seluruh dunia tetapi lebih banyak

di daerah yang beriklim panas dan lembab. Di Asia Trichuriasis

ditemukan dengan prevalensi lebih 50 % di daerah pedesaan (Soedarmo,

38

: CDC, 2010)

Gambar di atas mengenai siklus hidup cacing ini yakni, telur yang

dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur tersebut menjadi matang

dalam waktu 3 sampai 6 minggu di tanah yang lembab dan teduh. Telur

menginfeksi hospes (manusia)

jika tidak sengaja tertelan. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke

dalam usus halus, setelah menjadi dewasa cacing akan turun ke bagian distal

dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi cacing jenis ini tidak

A.lumbricoides. Masa

perkembangbiakan cacaing ini mulai dari telur hingga menjadi cacing

ini tersebar di seluruh dunia tetapi lebih banyak ditemukan

Trichuriasis danyak

ditemukan dengan prevalensi lebih 50 % di daerah pedesaan (Soedarmo,

Page 39: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

39

2008), khususnya di Indonesia yakni beberapa daerah pedesaan frekuensi

Trichuriasis ini berkisar antara 30-90 %.

Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan

pengobatan penderita Trichuriasis, pembuatan jamban yang baik dan

pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan terutama pada anak.

mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang

dimakan mentah adalah penting apalagi di negara-negara yang memakai

tinja sebagai pupuk (Irianto, 2009).

d) Patofisiologi atau manifestasi klinik

Cacing ini akan memasukkan kepalanya ke dalam usus sehingga akan

terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan pada mukosa usus.

Di samping itu cacing ini akan menghisap darah hospesnya sehingga

menyebabkan anemia, sakit perut, menurunnya bobot tubuh serta tinja yang

yang keluar bercampur butir-butir merah (Surat Kepmenkes

424/MENKES/SK/VI, 2006).

Pada infeksi berat terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh

kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang

mengalami prolapsus akibat mengejarnya penderita pada waktu defekasi

(Irianto, 2009).

e) Gejala klinis

Penderita Trichuriasis terutama anak-anak dengan infeksi berat akan

menunjukkan gejala-gejala yang nyata dan terlihat seperti diare yang

Page 40: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

40

diselingi anemia, berat badan tururn, hingga sindrom disentri (Gandahusada,

2006).

f) Diagnosis

Diagnosis dari penyakit ini sendiri dapat ditegakkan dengan

menemukan telur dalam tinja dengan metode pemeriksaan konsentrasi jika

hanya infeksi ringan (Irianto, 2009).

3. Hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Cacing ini telah dikenal sejak zaman mesir kuno dan mengenai

penyakitnya telah ditulis di beberapa negara. Penyakit-penyakit yang

ditimbulkan dinamakan Ankilostomiasis. Cacing tambang dikenal 2 jenis pada

manusia,yakni A.duodenale dan N.americanus (Irianto, 2009)

Hookworm (cacing tambang) berada didalam usus halus, sehingga orang

yang terinfeksi cacing ini akan mengeluarkan telur cacing bersama dengan tinja

yang kemudian telur tersebut akan menetas di tanah dan akan menginfeksi

orang lain (WHO, 2010).

a) Morfologi

Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam

ke belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing

tambang dapat dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan

rusuknya pada bursa. Namun telur – telurnya tidak dapat dibedakan. Telur –

telurnya berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 –76 μ x

36 – 40 μ. Cacing betina (9- 13x 0,35 - 0,6 mm) lebih besar daripada yang

Page 41: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

41

jantan (5 - 11 x 0,3 - 0,45 mm). A.duodenale lebih besar dari pada N.

americanus. Cacing ini mempunyai kutikilum yang relative tebal. Pada

ujung posterior terdapat bursa kopulatrik yang dipakai untuk memegang

cacing betina selama kopulasi. Bentuk badan N. americanus biasanya

menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale mempunyai huruf C (Sumanto,

2010). Berikut ini adalah gambar perbedaan morfologi antara cacing dewasa

jenis ini secara bentuk morfologi :

(a) (b)

Gambar 5. Cacing dewasa (a) A.duodenale (b) N.americanus(Sumber : CDC, 2010)

b) Daur hidup

Gambar 6. Siklus hidup Hookworm (Sumber : CDC, 2010)

Page 42: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

42

Gambar di atas menunjukkan manusia merupakan satu-satunya hospes

definitive. Telur yang infektif keluar bersama tinja penderita. Telur-telur ini

dikeluarkan perhari berkisar 25.000-30.000 (Sumanto, 2010).

Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform

yang infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki

pembuluh darah dan jantung kemudian akan mencapai paru-paru.

Larva ini naik ke bronkus dan trachea dan kahirnya tertelan dan masuk

ke dalam usus. Migrasi larva melalui darah dan paru-paru ini berlangsung

kira-kira 1 minggu, selama periode ini larva mengalami perubahan ketiga

dan mempunyai rongga mulut sementara yang memungkinkan cacing

dewasa yang muda ini mengambil makanan. Setelah perubahan keempat

kira-kira pada hari ke-13, cacing ini akan menjadi cacing betina dewasa yang

bertelur ditemukan di dalam waktu 5 sampai 6 minggu setelah infeksi.

Larva Filaformis masuk ke dalam hospes melaui folikel rambut pori-

pori. Tanah yang basah dan melekat mempermudah penularan. Biasanya

tempat infeksi adalah bagian dorsal kaki atau atau di antara jari-jari kaki

pada penambang dan pada petani mungkipn dapat terinfeksi melalui tangan,

terutama melalui tangan, terutama sela-sela jari. Kadang-kadang infeksi

dapat terjadi melalui mulut, bila larva masuk ke dalam badan dengan

perantara air minum atau makanan yang terkontaminasi.

Page 43: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

43

c) Epidemiologi

Telur cacing ini untuk pertumbuhannya memerlukan temperatur

terendah sekitar 18º C dan tanah yang lembab. Dngan demikian suatu

kenyataan bahwa daerah panas merupakan tempat penyebaraanya (Irianto,

2009).

N.americanus adalah spesies yang terdapat di belahan dunia barat,

Afrika tengah dan selatan Indonesia, Australia dan Kepulauan Pasifik.

Sedangkan Ancylostoma adalah spesies yang dominan di daerah lautan

tengah, Asia Utara dan pantai Barat Amerika. Ancylostoma juga ditemukan

dalam jumlah kecil di daerah-daerah dimana Necator banyak ditemukan.

d) Patofisiologi

Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan

timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan. Untuk

meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa. Pada

infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari,

meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang

terjadi perlahan-lahan. Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis

ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Apabila larva

menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa gatal-gatal

dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder.Gejala klinik yang disebabkan

oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan

gizi dan gangguan darah (Sumanto, 2010).

Page 44: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

44

e) Gejala klinis

Anemia defisiensi besi akibat infeksi cacing tambang menyebabkan

hambatan pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Pada wanita yang

mengandung, anemia defisiensi besi menyebabkan peningkatan mortalitas

maternal, gangguan laktasi dan prematuritas. Infeksi cacing tambang pada

wanita hamil dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah

(Sumanto, 2010).

f) Diagnosis

Diagnosis dari penyakit ini sendiri dapat ditegakkan dengan

menemukan telur dalam tinja dan cacing dewasa yang keluar melalui mulut /

anus (Hadidjaya, 2008).

F. Pencegahan Infeksi Kecacingan

Cara yang terbaik untuk mengatasi infeksi kecacingan adalah dengan

melakukan pencegahan, cara-cara yang dapat dilakukan antara antara lain adalah :

1. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi (Kepmenkes

RI No.424) :

a) Membuang kotoran (tinja) di jamban.

b) Membuang sampah pada tempatnya.

c) Menjaga kebersihan rumah.

d) Mencuci tangan dengan bersih sebelum makan/menjamah sebelum

memasak, sebelum menyuapi anak atau setelah buang air besar.

e) Memotong kuku secara teratur seminggu sekali.

Page 45: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

45

f) Memasak air yang akan diminum.

g) Membiasakan diri memakan lalapan mentah yang sudah dicuci bersih helai

demi helai dengan air yang mengalir.

h) Menghindari pemakaian bersama terhadap pakaian dalam

i) Mencuci seprai, menjemur secara berkala kasur, bantal dan guling.

2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) meliputi :

a) Melakukan diagnosa dini, misalnya dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium terhadap feses anak.

b) Melakukan pengobatan segera

3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiery Prevention) meliputi :

a) Memberantas binatang yang dapat menyebabkan telur cacing misalnya lalat,

kecoa, tikus dan lain-lain.

b) Membiasakan diri memakai alas kaki bila berjalan ke mana-mana.

c) Membiasakan diri tidak menggigit/ menghisap jari tangan.

d) Membiasakan anak-anak tidak bermain-main di tanah.

e) Menghindari jajan panganan yang tak tertutup saji atau yang terpegang-

pegang oleh banyak tangan.

G. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori

umum yang ada, khususnya mengenai hubungan antar satu faktor risiko dengan

faktor risiko yang lain yang mempengaruhi terjadinya infeksi cacing STH. Faktor-

Page 46: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

46

faktor yang beresiko terhadap kejadian Kecacingan ini akan dijelaskan di dalam

kerangka teori berikut ini :

Kebiasaanmenggunakan alas

kaki

Kejadiankecacingan

Lingkungan

Agent dan vektor

Sosek

perilaku

Perilaku pengobatansendiri

Kebiasaan mainditanah

Kebiasaan mandi

Kebiasaan memotongkuku

Kebiasaan mencucitangan dengan sabun

Pendikan orang tua

Pekerjaan orang

Penghasilan orang tua

Jenis kelamin

Imuunitas

Umur

Keberadaantelur cacing

Keberadaan telurcacing pada

makanan

Lalat sebagaivektor/pemindah

telur cacing

Tekstur tanah

Kelembaban tanah

Adanya lahanpertanian

Sanitasi ling. sekolah

Salitasi ling. Rumah

Kebiasaan BAB

host

Sumber : Sumanto, 2010 (dimodifikasi)

Gambar 7. Kerangka teori

Page 47: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

47

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Suatu penyakit terjadi tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri

melainkan sebagai akibat dari serangkaian sebab akibat (Mukono,2002 dalam

Utama,2012). Sama dengan terjadinya kejadian kecacingan tidak hanya

dipengaruhi cacing itu sendiri, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain baik

faktor agent, host, maupun lingkungan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan ini adalah faktor

host yakni mencakup kebiasaan hygiene perorangan. Hygiene perorangan ini

merupakan salah satu penyumbang faktor terbesar dalam penularan penyakit

melalui mulut dan tangan khususnya infeksi cacing ini. Variabel-variabel bebas

yang akan diteliti adalah praktek hygiene perorangan sedangkan variabel

terikatnya adalah kejadian kecacingan, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Kejadian Kecacingan

Soil Transmitted Helminths (STH) adalah nematoda usus yang daur

hidupnya memerlukan tanah untuk berkembangbiak secara sempurna dan untuk

menjadi bentuk infektif pada manusia. Kejadian Kecacingan dapat terjadi

dengan melalui telur cacing karena kontak mulut dengan berbagai makanan

atau minuman dan kontak langsung dengan tubuh anak-anak pada saat mereka

bermain di tanah.

Page 48: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

48

2. Kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS)

Tangan adalah salah satu bagian tubuh yang paling sering kontak dengan

benda-benda lain,untuk itulah kebersihan tangan sangat penting dijaga dari

segala macam kotoran. Salah satu caranya adalah dengan mencuci tangan

meggunakan air dan menggosoknya dengan sabun. Cara ini adalah cara yang

paling efektif mencegah penularan penyakit.

3. Kebiasaan memakai alas kaki pada waktu keluar rumah

Risiko kecacingan pada anak sekolah dasar sangat besar jika tidak

dibiasakan memakai alas kaki pada waktu keluar rumah. Ini dikarenakan kulit

juga merupakan salah satu jalur masuknya penyakit di dalam tubuh untuk itulah

perlu adanya pelingdung kaki pada saat ingin keluar rumah khususnya bermain-

main.

4. Kebiasaan memotong kuku

Kuku yang panjang jika tidak terjaga kebersihannya dapat menyebabkan

tertumpuknya kotoran dan kuman penyakit khususnya pada anak-anak yang

baru saja kontak dengan tanah. Akibatnya jika tidak dibersihkan atau dipotong

akan tertelan bersama makanan yang masuk ke dalam mulut.

5. Kebiasaan BAB pada tempatnya

Pembuangan kotoran manusia merupakan salah satu masalah pokok yang

harus sedini mungkin diatasi. Tidak adanya sarana jamban keluarga yang

tersedia memaksa seseorang untuk membuang tinjanya di sembarang tempat

terutama pada masyarakat kepulauan yang meskipun telah tersedia jamban

Page 49: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

49

namun kebiasaan mereka buang air besar di laut atau di pasir tetap

dipertahankan. Kebiasaan BAB tidak pada tempatnya akan menyebabkan lalat

pembawa telur cacing hinggap di makanan dan tanpa disadari akan termakan

oleh manusia.

Berdasarkan konsep pemikiran di atas disusun kerangak konsep penelitian

sebagai berikut :

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian

B. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi :

1. Infeksi kecacingan

Yaitu infeksi cacing usus tang ditularkan melalu tanah adalah terdapatnya

telur cacing A.lumbricoides, dan atau cacing T.trichuira, dan atau cacing

tambang (A.duodenale dan N.americanus) dalam semua feses anak sekolah

dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.

Kebiasaan mencuci tanganpakai sabun

Kebiasaan memotong kuku

Kebiasaan memakai alaskaki

Kebiasaan BAB padatempatnya

Kejadiankecacingan

PraktekHygiene

Perorangan

Page 50: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

50

Kriteria Obyektif

Skala yang digunakan adalah skala ordinal

a. Positif apabila terdapat 1 atau lebih telur cacing pada feses

b. Negatif apabila tidak terdapat telur cacing pada feses

2. Kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS)

Yaitu kebiasaan responden (anak) dalam membersihkan tangannya dari

kotoran baik yang nampak atau tidak nampak dengan menggunakan air

mengalir dan sabun yang dilakukan dengan baik pada 5 kriteria waktu penting

melakukan kebiasaan CTPS ini yakni setelah bermain, dan atau sebelum

makan, dan atau setelah BAB, dan atau setelah menyentuh binatang, dan atau

setelah menjamah bahan makanan.

Kriteria Obyektif

Skala yang digunakan adalah skala ordinal

Praktik kebiasaan mencuci tangan memakai sabun dalam penelitian ini

dinyatakan :

a. Selalu CTPS, air yang mengalir, dan memiliki tindakan cuci tangan yang

baik pada waktu berikut :

1) Setelah bermain

2) Sebelum makan

3) Setelah BAB

4) Setelah menyentuh binatang

5) Sebelum menjamah bahan makanan

Page 51: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

51

b. Tidak selalu CTPS, jika jawaban responden tidak melakukan CTPS pada

waktu yang disebutkan pada kriteria di atas.

3. Kebiasaan memakai alas kaki

Yaitu kebiasaan responden (anak) yang memakai alas kaki berupa sandal

dan atau sepatu pada saat keluar rumah.

Kriteria Obyektif

Skala yang digunakan adalah skala ordinal

Kebiasaan memakai alas kaki dalam penelitian ini dinyatakan :

a. Selalu memakai alas kaki, apabila responden menjawab selalu memakai alas

kaki pada saat keluar rumah.

b. Tidak selalu memakai alas kaki, apabila responden menjawab kadang-

kadang memakai alas kaki atau tidak pernah memakai alas kaki pada saat

keluar rumah.

4. Kebiasaan memotong kuku

Yaitu kebiasaan responden yang berkenaan dengan kebiasaan selalu

memotong kuku minimal sekali dalam seminggu atau dua kali seminggu secara

rutin.

Kriteria Objektif

Skala yang digunakan adalah skala ordinal

Kebiasaan memotong kuku dalam penelitian ini diinyatakan :

a. Selalu memotong kuku, apabila responden menjawab selalu memotong kuku

secara rutin minimal sekali seminggu atau dua kali seminggu secara rutin.

Page 52: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

52

b. Tidak selalu memotong kuku, apabila responden menjawab tidak pernah

secara rutin memotong kuku dalam waktu lebih dari seminggu atau dua kali

seminggu.

4. Kebiasaan BAB pada tempatnya

Yaitu kebiasaan responden yakni melakukan kebiasaan BAB di jamban

yang memenuhi syarat kesehatan, berupa :

a. Kondisi jamban dalam keadaan bersih

b. Tersedianya sumber air bersih

c. Tidak mencemari sumber air bersih yaitu jarak septic tank minimal 10

meter dari sumber air bersih.

Kriteria Objektif

Skala yang digunakan adalah skala ordinal

Kebiasaan BAB dalam penelitian ini dinyatakan :

a) Selalu melakukan BAB pada tempatnya, apabila responden menjawab

melakukan BAB di jamban keluarga atau fasilitas jamban umum yang

memenuhi syarat kesehatan.

b) Tidak selalu melakukan BAB pada tempatnya, apabila responden menjawab

melakukan BAB di jamban atau tempat lainnya yang tidak sesuai dengan

syarat kesehatan.

Page 53: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

53

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini merupakan jawaban sementara yang

kebenarannya akan dibuktikan melalui hasil penelitian yang dilakukan. Adapun

hipotesis penelitian dari penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara praktik kebiasaan mencuci tangan pakai sabun

dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang

Lompo.

b. Tidak ada hubungan antara praktik kebiasaan memakai alas kaki pada saat

keluar rumah dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo

c. Tidak ada hubungan antara praktik kebiasaan memotong kuku dengan

kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

d. Tidak ada hubungan antara praktik kebiasaan BAB pada tempatnya dengan

kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara praktik kebiasaan menucuci tangan pakai sabun

dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang

Lompo.

b. Ada hubungan antara praktik kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar

rumah dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo.

Page 54: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

54

c. Ada hubungan antara praktik kebiasaan memotong kuku dengan kejadian

kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

d. Ada hubungan antara praktik kebiasaan BAB pada tempatnya dengan

kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

Page 55: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

55

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional study yaitu suatu rancangan penelitian yang

diarahkan untuk mempelajari etiologi suatu penyakit yakni melihat hubungan

faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen) dimana kedua varibel ini

diukur dalam waktu yang bersamaan pada saat wawancara (Riyanto, 2009)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.

Pemilihan lokasi didasarkan karena hasil observasi di Pulau Barrang Lompo

menemukan bahwa tidak pernah dilakukan surveilans baik aktif maupun pasif

terhadap penyakit Kecacingan .

Pulau Barrang Lompo terdiri dari 4 RW dan 21 RT, dengan jumlah

penduduk 4125 orang dengan jumlah anak usia sekolah sebanyak 699 orang.

Datanya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 56: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

56

Tabel 1

Data murid sekolah dasar Pulau Barrang Lompo

Kota Makassar Tahun 2012

KelasSD Negeri Barrang

LompoSD Inpres Barrang

LompoJumlah

I

II

III

IV

V

VI

55

68

71

73

64

49

55

44

53

57

64

46

110

112

124

130

128

95

TOTAL 380 319 699

Sumber : Data Sekunder 2012

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 November 2012 – 28 April 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo yang terdiri dari dua sekolah dasar yakni SD Negeri Barrang

Lompo sebanyak 380 orang dan SD Inpres Barrang Lompo sebanyak 319 orang

jadi total keseluruhan yakni sebanyak 699 orang.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini berasal dari murid sekolah dasar dari kedua

sekolah di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar yakni sebanyak 249 orang

namun terdapat sampel yang drop out sebanyak 10 orang sehingga yang

Page 57: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

57

menjadi sampel hanya 239 orang. Sampel ini terdiri dari 2 sekolah yang

sifatnya heterogen yang dibedakan atas 2 yakni SDN Barrang Lompo dan SD

Inp.Barrang Lompo dikarenakan perbedaan karakteristik sekolahnya yakni

perbedaan jumlah murid, tenaga pengajar serta kondisi lingkungan yang

berbeda.

3. Besarnya sampel

Besarnya sampel yang diambil dengan metode Proporsional Systematic

Random Sampling dengan cara menggunakan rumus pengambilan sampel

Lamenshow (Riyanto, 2011) :

n = .

2ݍ..

2

.൫ −1൯+2

ݍ..

dimana :

n : besarnya sampel

N : besarnya populasi = 699

Z : nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan (TK),

jika TK 90% =1,64, TK 95% =1,96 dan TK 99% =2,57

P : proporsi kejadian yang diperkirakan terjadi pada populasi, jika tidak

diketahui dianjurkan =0,5

D : besarnya penyimpangan; 0,1, 0,05, dan 0,01

Q : 1 – p (1- 0,5 = 0,5)

Perhitungan untuk besar sampel penelitian, yaitu:

Page 58: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

58

n = .

2ݍ..

2

.൫ −1൯+2

ݍ..

n =699(1,96)

2(0,5)(0,5)

(0,05)2൫699−1൯+൫1,96൯

2൫0,5൯(0,5)

n =699 3,8416ݔ 0,25ݔ

0,0025 3,8416+698ݔ 0,25ݔ

n =671,3196

1,745+0,9604

n =671,3196

2,7054

n = 248,14061

n = 249

Jadi, besar sampel yang diteliti yaitu sebanyak 249 orang.

Jumlah sampel tersebut akan ditarik secara proporsional dari masing-

masing kelas pada kedua sekolah dasar dengan menggunakan rumus:

Dimana:

ni = besar sampel untuk strata ke-i

Ni = populasi untuk strata ke-i

N = populasi total

n = besar sampel penelitian

Sehingga diperoleh besar sampel untuk tiap kelas di masing-masing sekolah

adalah sebagai berikut:

=

Page 59: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

59

a. SD Negeri Barrang Lompo

n =ே

ே =

ଽଽ(249) = 135

jadi, sampel untuk SD Negeri Barrang Lompo yaitu 136 orang dari 380

orang murid.

b. SD Inpres Barrang Lompo

n =ே

ே =

ଷଵଽ

ଽଽ(249) = 114

jadi, sampel untuk SD Inpres Barrang Lompo yaitu 114 orang dari 319 orang

murid. Besar sampel untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada Tabel 2

di bawah ini :

Tabel 2Besar sampel masing-masing kelas murid sekolah dasar

di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar

KelasSD Negeri Barrang

LompoSD Inpres Barrang

LompoNi n Ni n

I 55 20 55 20II 68 24 44 16III 71 25 53 18IV 73 25 57 21V 64 23 64 23VI 49 18 46 16

Total 380 135 319 114Sumber : Data Primer, 2013

Untuk menentukan sampel yang akan diteliti, metode sampling yang

digunakan adalah Systematic Random Sampling. Karena besar sampel yang

diinginkan berbeda-beda, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer

untuk terpilih juga berbeda-beda. Dimana besar sampel yang diinginkan

Page 60: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

60

sebanyak 192 dan 175 sampel. Besarnya populasi di SD Negeri Barrang Lompo

yaitu 380 orang, jadi 380 : 192 = 2, dan di SD Inpres Barrang Lompo yaitu 319

orang, jadi 319 : 175 = 2.

Maka anggota populasi yang menjadi sampel adalah setiap elemen yang

mempunyai nomor kelipatan 2 di lembar absensi, yakni 2,4,6,8,10 dan seterusnya

hingga mencapai besar sampel yang ditentukan untuk masing-masing sekolah.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pot tinja yang digunakan untuk pengambilan sampel feses.

2. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data mengenai praktek hygiene

perorangan.

E. Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan

menggunakan panduan kuesioner yang tersedia secara door to door. Adapun

data yang diperoleh dari teknik ini adalah kebiasaan CTPS, kebiasaan

memakai alas kaki pada saat keluar rumah, kebiasaan memotong kuku,

kebiasaan BAB pada tempatnya.

Untuk mengetahui murid yang terinfeksi Kecacingan dilakukan

dengan pengambilan spesimen feses.

Page 61: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

61

a. Cara pengambilan spesimen feses

Guru maupun murid-murid terlebih dahulu diberikan penjelasan

tentang maksud penelitian ini dan juga mengenai Kecacingan ,

selanjutnya diberi penjelasan tentang cara pengambilan feses segarnya.

Para murid disarankan mengambil fesesnya disarankan pada pagi

hari sebelum berangkat ke sekolah sebanyak kurang lebih seujung sendok

kayu yang sudah disediakan bersama pot tinja atau sekitar 100 mg.

Setelah semuanya jelas, murid kemudian dibagikan pot tinja yang telah

diberi kode sesuai dengan kode yang tertulis pada kuesioner. Pada saat

pembagian pot tinja, juga dilakukan pencatatan alamat tempat tinggal

sampel untuk dilakukan wawancara kuesioner. Keesokan harinya pot-pot

tinja tersebut dikumpulkan kemudian dibawah ke laboratorium dan

langsung diperiksa dengan metode Direct slide method.

b. Metode pemeriksaan Direct slide method

Pemeriksaan yang dilakukan merupakan pemeriksaan kualitatif

berupa positif atau negatif Kecacingan . Pemerikasaan ini dilakukan

dengan metode sederhana yakni Direct slide method sesuai standar

pemeriksaan Subdit Diare, Kecacingan dan Infeksi Saluran Pencernaan

Departemen Kesehatan Indonesia (2010). Adapun Bahan dan alat yang

digunakan yakni feses/tinja, object glass, cover glass, mikroskop, reagen

Eosin 2%, pipet tetes, lidi. Sedangakan cara pembuatan preparatnya

adalah sebagai berikut :

Page 62: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

62

a) Object glass dibersihkan sampai bebas dari debu dan minyak.

b) Larutan eosin 2% diletakkan sebanyak 2 tetes di atas objek glass.

c) Tinja diletakkan di atas larutan eosin 2% dengan menggunakan lidi.

d) Dicampur dan diaduk dengan rata.

e) Tutup dengan menggunakan cover glass.

f) Diperiksa dibawah mikroskop.

2. Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar dan

Puskesmas Barrang Lompo berupa tidak adanya data atau pencatatan

mengenai kejadian Kecacingan terhadap penduduk di Pulau Barrang Lompo

sedangkan data jumlah murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

didapatkan di masing-masing sekolah yakni SD Inpres Barrang Lompo dan

SD Negeri Barrang Lompo.

F. Pengolahan Data dan Penyajian Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan program Software Statistical

Package for Sosial Science (SPSS) versi 17. Langkah pengolahan data sebagai

berikut:

1. Editing

Editing adalah penyuntingan yang dilakukan secara langsung terhadap kuesioner

serta hasil pemerikasaan di laboratorium, untuk memastikan bahwa data yang

diperoleh yaitu kuesionerna semua telah diisi dan dapat dibaca dengan baik.

2. Coding

Page 63: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

63

Setelah seluruh data terkumpul dan selesai diedit di lapangan, selanjutnya

dilakukan pengkodean untuk menyederhanakan data yang diperoleh

berdasarkan buku kode yang telah disusun sebelumya dan telah dipindahkan

keformat aplikasi program SPSS di komputer.

3. Entry data

Data diimput ke dalam lembar kerja SPSS untuk masing-masing variabel.

diurut berdasarkan nomor responden dalam kuesioner dan coding yang sudah

dilakukan.

4. Cleaning data

Cleaning dilkukan pada semua lembar kerja untuk membersihkan

kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data. Proses ini dilakukan

melalui analisis frekuensi pada semua variabel. Data missing dibersihkan

dengan menginput data yang benar.

5. Analisis

Proses analisis dilakukan dengan menggunakan program analisis data

yang telah tersedia dalam program SPSS.

6. Penyajian data

Data yang telah diolah dan dianalisis lebih lanjut disajikan dalam bentuk

tabel yakni dalam bentuk tabel sederhana/tabel frekuensi untukanalisis univariat

yang disertai narasi atau penjelasan mengenai variabel yang diteliti serta

analisis bivariatnya.

G. Analisis data

Page 64: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

64

Data dianalisis dan di interpretasikan lebih lanjut untuk menguji hipotesis

dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Berikut dijelaskan kedua

analisis ini :

1. Analisis univariat

Analisis ini adalah analisis yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran

karakteristik umum penelitian dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel

dan melihat gambaran distribusi frekuensi serta persentase yang terkait dengan

tujuan peelitian ini berdasarkan hasil data kuesioner yang sudah diinput.

2. Analisis bivariat

Analis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara variabel dependen dan varibel independent dengan

menggunakan uji analisis Chi-Square dengan batas kemaknaan yang digunakan

adalah 5% berdasarkan perhitungan nilai Prevalensi Ratio (PR), hasil

perhitungan menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel

jika nilai p yang diperoleh < 0, 05. Intepretasi perhitungan PR juga didukung

dengan nilai interval kepercayaan atau Confidence Interval (CI) sebesar 95% (

Riyanto, 2011). Berikut rumus Chi-Square yang akan digunakan (Sabri, 2011) :

x2 = ∑()మ

Dimana :

x2 : Chi-Square

∑ : sigma (jumlah)

Page 65: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

65

O : Nilai observasi

E : Nilai Expended (harapan)

Dikoreksi dengan Yetes Corection dengan rumus :

x2 =୬(ୟ ୠୡ ,ହ୬)మ

(ୟାୠ)(ୡା)(ୟାୡ)(ୠା)

Dimana :

N : jumlah sampel

a, b, c, d : nilai sampel dalam tabel 2x2

Bila ada nilai expenden lebih kecil dari 5 maka digunakan uji Fisher exact

dengan rumus:

p =(ୟାୠ)!(ୡା)!(ୟାୡ)!(ୠା)!

!ୟ!ୠ!ୡ!!

Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis dengan tingkat

kepercayaan 95% :

a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis

nol (Ho) ditolak.

b. Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis nol

(Ho) di terima.

Page 66: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

66

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar dengan

melakukan pengumpulan data mulai tanggal 10 November 2012 sampai dengan 28

April 2013 mengenai analisis faktor praktik hygiene perorangan yang berhubungan

dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

Kota Makassar. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara primer

dengan cara wawancara langsung terhadap responden menggunakan instrumen

kuesioner dan pemeriksaan laboratorium terhadap feses murid sekolah dasar

mengenai kejadian kecacingan di Laboratorium Terpadu Kesmas FKM Unhas.

Populasi dalam penelitian ini adalah 699 murid dari kedua sekolah dasar

yang terletak di Pulau Barrang Lompo dan sampel diambil dengan teknik

Proporsional Systematic random sampling maka jumlah sampel yang telah

dirandom adalah sebanyak 249 orang. Namun terdapat sampel drop out sebanyak

10 orang, diakibatkan oleh dalam pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

sampel tersebut tidak dapat diidentifikasi fesesnya sehingga tidak dilakukan

analisis data lebih lanjut sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 239

orang. Seluruh data yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk

tabel frekuensi dan crosstab (tabulasi silang) dengan hasil sebagai berikut :

Page 67: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

67

1. Analisis Karakteristik Responden

a. Umur

Umur adalah lama hidup seseorang sejak dilahirkannya sampai pada

saat menjadi responden dalam penelitian ini yang dinyatakan dalam tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rentan umur 239 responden yakni

mulai dari umur 5 hingga 15 tahun dengan presentase umur terbanyak pada

umur 9 tahun yaitu 43 (18%) masing-masing dari SDN Barrang Lompo 30

(22,9%) dan SD Inp.Barrang Lompo 14 (13,0%) sedangkan presentase umur

paling sedikit yaitu umur 5, 6, 14, dan 15 yang masing-masing berjumlah 1

(4%). Hal ini dapat terlihat pada Tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3Distribusi Responden Berdasarkan Umur Murid Sekolah Dasar

Di Pulau Barrang Lompo Kota MakassarTahun 2013

UmurSDN SDI Total

n % N % n %

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

1

1

12

18

30

19

19

15

15

1

0

8

8

9,2

13,7

22,9

14,5

14,5

11,5

11,5

8

0

0

0

11

15

14

16

20

20

11

0

1

0

0

10,2

13,9

13,0

14,8

18,5

18,5

10,2

0

9

1

1

23

34

44

35

39

35

26

1

1

4

4

9,6

13,8

18,4

14,6

16,3

14,6

10,9

4

4

Total 131 100 108 100 239 100

Sumber : Data Primer,2013

Page 68: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

68

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dilihat secara ciri biologisnya dibedakan atas laki-laki

dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 239 responden

terdapat responden yang berjenis kelamin perempuan di SDN Barrang

Lompo presentasenya lebih banyak yaitu sebanyak 71 (54,2%) sedangkan

yang paling sedikit adalah responden laki-laki di SD Inp.Barrang Lompo

yaitu 50 (46,3%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini :

Tabel 4Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Murid Sekolah Dasar

Di Pulau Barrang Lompo Kota MakassarTahun 2013

Jenis KelaminSDN SDI Total

n % N % n %

Laki-laki

Perempuan

60

71

45,8

54,2

50

58

46,3

53,7

110

129

46,0

54,0

Total 131 100 108 100 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

c. Kelas dan Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 239 responden pada sekolah

dasar di Pulau Barrang Lompo terbagi atas enam tingkatan kelas yakni kelas

1 sampai dengan kelas 6 dengan 131 responden terbanyak berasal dari kelas

2, 3 dan 4 SDN Barrang Lompo yaitu 24 (18,3%). Sedangkan responden

yang paling sedikit yaitu sebanyak 15 (13,9%) berasal dari kelas 2 dan 6 SD

Inp. Barrang Lompo dari 108 responden. Distribusi ini ditunjukkan pada

Tabel 5 berikut ini :

Page 69: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

69

Tabel 5Distribusi Responden Berdasarkan Kelas dan Sekolah Murid Sekolah

Dasar di Pulau Barrang Lompo Kota MakassarTahun 2013

KelasSDN SDI Total

N % n % n %

1

2

3

4

5

6

19

24

24

24

22

18

14,5

18,3

18,3

18,3

16,8

13,7

18

15

19

19

22

15

16,7

13,9

17,6

17,6

20,4

13,9

37

39

43

43

44

33

15,5

16,3

18,0

18,0

18,4

13,8

Total 131 100 108 100 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

2. Analisis Deskriptif Variabel Yang Diteliti

a. Kejadian Kecacingan

1) Infestasi cacing

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap feses 239

responden menunjukkan yang positif terinfeksi kecacingan lebih banyak

yakni 181 responden (75,7%) dibanding yang negatif terinfeksi kecacingan

hanya 58 responden (25,3%). Hal ini dilihat pada Tabel 6 di bawah ini :

Tabel 6Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Kecacingan Pada MuridSekolah Dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun 2013

Kejadian Kecacingan Jumlah (n) Persen (%)

Positif

Negatif

181

58

75,7

25,3

Total 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

Page 70: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

70

2) Jenis Telur

Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap feses responden yang

positif terinfeksi kecacingan menunjukkan bahwa dari 181 orang

responden yang positif kecacingan, terdapat jenis telur cacing yang

terbanyak yaitu jenis A. lumbricoides menginfeksi sebanyak 66 (27,6%)

sedangkan yang paling sedikit yaitu mix antara ketiga jenis telur cacing

ini yakni sebanyak 2 (1,1%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah

ini :

Tabel 7Distribusi Berdasarkan Jenis Telur Cacing Pada Murid SekolahDasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun 2013

Jenis Telur Cacing Jumlah(n) Persen (%)

Ascaris lumbricoides

Trichuris trichiura

Hookworm

A.lumbricoides+T.trichuira

A.lumbricoides+Hookworm

A.lumbricoides+T.trichuira+Hookworm

T.trichuira+Hookworm

66

50

8

42

3

2

10

36,5

27,6

4,4

23,2

1,7

1,1

5,5

Total 181 75,7

Sumber : Data Primer, 2013

3) Kejadian Kecacingan Menurut Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan

memiliki peluang dapat terinfestasi cacing. Dari 181 yang positif

kecacingan, presentase tertinggi berasal dari jenis kelamin laki-laki yaitu

93 responden (84,5%). Sedangkan dari 58 responden yang negatif

kecacingan, presentase tertinggi berasal dari jenis kelamin perempuan

Page 71: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

71

yaitu 41 responden (31,8%). Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah

ini :

Tabel 8Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Kelamin PadaMurid Sekolah Dasar Di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar

Tahun 2013

Jenis KelaminKejadian kecacingan

TotalPositif Negatif

N % N % n %Laki-laki

perempuan9388

84,568,2

1741

15,531,8

110129

100100

Total 181 75,7 58 24,3 239 100Sumber : Data Primer, 2013

4) Kejadian Kecacingan Berdasarkan Kelas

Tahap ini dilakukan analisis distribusi frekuensi mengenai kejadian

kecacingan berdasarkan kelas dan sekolah. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui kategori kelas dan sekolah mana yang tingkat kejadian

kecacingan terbanyak. Dari 181 responden yang positif kecacingan,

presentase tertinggi berasal dari kelas 4 yaitu 37 responden (86%)

Sedangkan dari 58 responden yang negatif kecacingan, presentase

tertingggi berasal dari kelas 6 yaitu 20 responden (60,6%) Hal ini dapat

dilihat pada tabel 9 berikut ini:

Page 72: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

72

Tabel 9Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Kelas Pada Murid

Sekolah Dasar Di Pulau Barrang Lompo Kota MakassarTahun 2013

KelasKejadian kecacingan

TotalPositif Negatif

n % N % n %1

2

3

4

5

6

32

32

34

37

33

13

85,5

82,1

79,1

86

75

39,4

5

7

9

6

11

20

13,5

17,9

20,9

14

25

60,6

37

39

43

43

44

33

100

100

100

100

100

100

Total 181 75,7 58 24,3 239 100Sumber : Data Primer, 2013

b. Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Terhadap

Kejadian Kecacingan

Tahap ini dilakukan analisis jumlah responden yang melakukan

kebiasaan CTPS dimana kebiasaan CTPS dalam hal ini adalah responden

yang selalu melakukan kebiasaan CTPS pada 5 waktu CTPS yakni sebelum

makan, setelah bermain, setelah buang air besar, setelah menyentuh hewan

dan sebelum menjamah bahan makanan menggunakan sabun dan air yang

mengalir, hal ini dapat pada Tabel 10 berikut ini :

Tabel 10Distribusi Responden Berdasarkan Praktik Kebiasaan CTPS Murid

Sekolah Dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun 2013Kebiasaan CTPS Jumlah (n) Persen (%)

Selalu

Tidak Selalu

10

229

4,2

95,8

Total 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

Page 73: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

73

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa presentase responden yang tidak

selalu CTPS lebih banyak yaitu 230 (96,2%) dibanding dengan yang selalu

melakukan kebiasaan CTPS yakni 9 (3,8%).

Sedangkan analisis hubungan kebiasaan cuci tangan pakai sabun

(CTPS) dan kejadian kecacingan yang dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah

ini :

Tabel 11Distribusi Kejadian Kecacingan Menurut Praktik Kebiasaan CTPS

Pada Murid Sekolah Dasar Di Pulau Barrang LompoKota Makassar Tahun 2013

Kebiasaan CTPSKejadian Kecacingan

TotalP

ValuePositif Negatif

n % n % N %Tidak Selalu CTPS

Selalu CTPS1810

79,00

4810

21,0100

22910

100100 0,000

Total 181 75,7 58 24,3 239 100Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa 181 (79,0%) responden yang

positif kecacingan memiliki kebiasaan tidak selalu cuci tangan pakai sabun

sedangkan dari 58 responden yang negatif kecacingan presentase tertinggi

juga berasal dari responden yang memiliki kebiasaan tidak selalu cuci tangan

pakai sabun yakni 49 (84,5%).

Hasil uji statistik dengan uji Chi-Square dan dipertegas dengan Yate’s

Corecction diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05.

Sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima,

Page 74: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

74

ini berarti bahwa ada hubungan antara kebiasaan CTPS dengan kejadian

kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

c. Hubungan Kebiasaan Memakai Alas Kaki Pada Saat Keluar Rumah

Terhadap Kejadian Kecacingan

Penelitian ini praktik kebiasaan memakai alas kaki diketahui melalui

instrumen kuesioner yang menanyakan tentang kebiasaan responden

memakai alas kaki pada saat keluar rumah yakni saat bermain dan pada saat

ke sekolah dikategorikan menjadi selalu dan tidak selalu melakukan

kebiasaan memakai alas kaki. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah

ini :

Tabel 12Distribusi Responden Berdasarkan Praktik Kebiasaan Memakai Alas

Kaki Murid Sekolah Dasar di Pulau Barrang LompoKota Makassar Tahun 2013

Kebiasaan Memakai Alas Kaki Jumlah (n) Persen (%)

Selalu memakai Alas Kaki

Tidak Selalu memakai Alas Kaki

67

172

28,0

72,0

Total 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa presentase responden yang

tidak selalu memakai alas kaki pada saat keluar rumah lebih banyak yaitu

172 (72,0%) disbanding dengan yang selalu melakukan kebiasaan

memakai alas kaki yakni 67 (28,0%).

Page 75: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

75

Tahap ini dilakukan analisis hubungan kebiasaan memakai alas kaki

pada saat keluar rumah dan kejadian kecacingan yang dapat dilihat pada

Tabel 13 berikut ini :

Tabel 13Distribusi Kejadian Kecacingan Menurut Kebiasaan Memakai Alas

Kaki Pada Murid Sekolah Dasar Di Pulau Barrang Lompo KotaMakassar Tahun 2013

KebiasaanMemakai Alas

Kaki

Kejadian KecacinganTotal

PValue

Positif Negatifn % n % n %

Tidak SelaluSelalu

16912

98,317,9

355

1,782,1

17267

100100 0,000

Total 181 75,5 58 24,3 239 100Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa 181 responden yang positif

kecacingan presentase tertinggi berasal dari responden yang memiliki

kebiasaan tidak selalu pakai alas kaki pada saat keluar rumah yakni 169

(93,4%). Sedangkan dari 58 responden yang negatif kecacingan presentase

tertinggi berasal dari responden yang memiliki kebiasaan selalu memakai

alas kaki pada saat keluar rumah yakni 55 (94,8%).

Hasil uji statistik dengan uji Chi-Square dan dipertegas dengan Yate’s

Corecction diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05.

Sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima,

ini berarti bahwa ada hubungan antara kebiasaan memakai alas kaki dengan

kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

Page 76: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

76

d. Hubungan Kebiasaan Memotong Kuku Terhadap Kejadian Kecacingan

Kebiasaan memotong kuku dalam penelitian ini dinyatakan sebagai

selalu maupun tidak selalu responden melakukan kebiasaan memotong kuku

secara rutin sekali seminggu dan atau dua kali seminggu. Kebiasaan

memotong kuku ini dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini :

Tabel 14Distribusi Responden Berdasarkan Praktik Kebiasaan Memotong

Kuku Murid Sekolah Dasar di Pulau Barrang LompoKota Makassar Tahun 2013

Kebiasaan Potong Kuku Jumlah (n) Persen (%)

Selalu Potong kuku

Tidak Selalu Potong kuku

106

133

44,5

55,5

Total 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa dari 239 responden yang tidak

selalu melakukan kebiasaan potong kuku lebih banyak presentasenya yakni

133 responden (52,7%) dibanding dengan yang selalu melakukan kebiasaan

potong kuku presentasenya hanya 106 responden (44,5%).

Tahap ini dilakukan analisis hubungan kebiasaan memotong kuku dan

kejadian kecacingan yang dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini :

Page 77: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

77

Tabel 15Distribusi Kejadian Kecacingan Menurut Praktik Kebiasaan

Memotong Kuku Pada Murid Sekolah Dasar Di Pulau Barrang LompoKota Makassar Tahun 2013

KebiasaanMemotong Kuku

Kejadian KecacinganTotal

PValue

Positif Negatifn % n % N %

Tidak SelaluSelalu

12853

96,250,0

553

3,850,0

133106

100100 0,000

Total 181 75,7 58 24,3 239 100Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa 181 responden yang positif

kecacingan presentase tertinggi berasal dari responden yang memiliki

kebiasaan tidak selalu memotong kuku yakni 128 (70,7%). Sedangkan dari

58 responden yang negatif kecacingan presentase tertinggi berasal dari

responden yang memiliki kebiasaan selalu memotong kuku yakni 53

(91,4%).

Hasil uji statistik dengan uji Chi-Square dan dipertegas dengan Yate’s

Corecction diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05.

Sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima,

ini berarti bahwa ada hubungan antara kebiasaan memotong kuku dengan

kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

e. Hubungan Kebiasaan Buang Air Besar (BAB) Pada Tempatnya

Terhadap Kejadian Kecacingan

Dalam penelitian ini kebiasaan BAB pada tempatnya adalah kebiasaan

responden melakukan BAB pada tempat BAB yang memenuhi syarat

Page 78: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

78

kesehatan yakni jamban yang digunakan berada dalam kondisis bersih,

tersedianya air bersih, dan jarak septic tank ke sumber air bersih lebih dari

10 meter. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini :

Tabel 16Distribusi Responden Berdasarkan Praktik Kebiasaan BAB di

Tempatnya Pada Murid Sekolah Dasar di Pulau Barrang LompoKota Makassar Tahun 2013

Kebiasaan BAB Pada

TempatnyaJumlah (n) Persen (%)

Selalu BAB Pada Tempatnya

Tidak Selalu BAB Pada Tempatnya

60

179

25,1

74,9

Total 239 100

Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 239 responden, presentase tertinggi

berasal dari responden yang memiliki kebiasaan tidak selalu BAB pada

tempatnya yakni 179 (74,9%) dibanding responden yang memiliki kebiasaan

selalu BAB pada tempatnya hanya 60 (25,1%).

Tahap ini dilakukan analisis hubungan kebiasaan memotong kuku dan

kejadian kecacingan yang dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini :

Tabel 17Distribusi Kejadian Kecacingan Menurut Kebiasaan BAB Pada

Tempatnya Pada Murid Sekolah Dasar Di Pulau Barrang Lompo KotaMakassar Tahun 2013

Kebiasaan BAB PadaTempatnya

Kejadian KecacinganTotal

PValue

Positif Negatifn % n % n %

Tidak Selalu BABSelalu BAB

14833

82,755,0

3127

17,345,5

17960

100100 0,000

Total 181 75,7 58 24,3 239 100Sumber : Data Primer, 2013

Page 79: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

79

Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa 181 responden yang positif

kecacingan presentase tertinggi berasal dari responden yang memiliki

kebiasaan tidak selalu BAB pada tempatnya yakni 148 (81,8%). Sedangkan

dari 58 responden yang negatif kecacingan presentase tertinggi berasal dari

responden yang memiliki kebiasaan tidak selalu BAB pada tempatnya yakni

31 (53,4%).

Hasil uji statistik dengan uji Chi-Square dan dipertegas dengan Yate’s

Corecction diperoleh p value = 0,000 lebih kecil dari nilai α = 0,05.

Sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima,

ini berarti bahwa ada hubungan antara kebiasaan BAB pada tempatnya

dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang

Lompo.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui hubungan

faktor praktik hygiene perorangan terhadap kejadian kecacingan pada murid

sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo.

Pemeriksaan feses pada penelitian ini berjumlah 249 sampel, namun

terdapat 10 orang yang di drop out akibat dari fesesnya tidak bisa

diidentifikasi karena banyaknya terdapat mineral-mineral pasir yang

menghalangi pembacaan hasil pada mikroskop. Jadi hasil pemeriksaan feses

di laboratorium berjumlah 239 sampel masing-masing berasal dari SDN

Barrang Lompo berjumlah 108 orang dan SD Inp.Barrang Lompo berjumlah

Page 80: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

80

131 orang dengan rentan umur responden dimulai dari umur 5 tahun sampai

dengan umur 15 tahun dengan jumlah responden terbanyak berasal dari umur

9 tahun yang berjumlah 43 orang (18%).

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pada Tabel 8

perbandingan jumlah murid yang positif terinfeksi kecacingan ini lebih

banyak yakni 181 orang (75,7%) dimana yang berjenis kelamin laki-laki

jumlahnya tertinggi terinfeksi kecacingan yakni 93 orang (51,4%) sedangkan

yang negatif terinfeksi kecacingan yakni berjumlah 58 orang (24,3%) dimana

berdasarkan jenis kelamin perempuan adalah yang tertinggi tidak terinfeksi

yakni 47 orang (70,7%) sejalan dengan penelitian Mardiana (2008) yang

mengemukakan bahwa yang terinfeksi banyak ditemukan pada laki-laki

daripada perempuan.

Semua responden ini juga berasal dari tingkatan kelas yang berbeda-

beda dari kedua sekolah tersebut yakni kelas 1 sampai dengan kelas 6 dimana

yang menjadi responden terbanyak hasil randomisasi adalah kelas 5 sebanyak

43 orang (18,4%) dari kedua sekolah di Pulau Barrang Lompo. Jika dilihat

dari tingkatan kelas dan sekolah terhadap kejadian kecacingan ini berdasarkan

Tabel 9 presentase jumlah murid yang positif terinfeksi helmithiasis ini

tertinggi dialami oleh murid di kelas 4 sebanyak 37 orang (86%) sedangkan

yang negatif terinfeksi kecacingan ini tertinggi dialami murid kelas 1

sebanyak 5 orang (13,5%)

Page 81: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

81

Selain hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan tentang

positif atau negatifnya responden terhadap kecacingan, hasil pemeriksaan juga

melihat jenis-jenis telur cacing masing-masing responden yang positif

mengalami kecacingan apakah fesesnya mengandung telur cacing

A.lumbricoides, atau T.trichuira, atau Hookworm atau bahkan mix antara

ketiga jenis telur cacing ini. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 181

responden yang positif terinfeksi kecacingan jenis telur cacing yang paling

banyak menginfeksi adalah jenis telur cacing A.lumbricoides dan T.trichuira,

ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Santos (2005) bahwa intensitas

infeksi kedua jenis telur cacing ini terbesar didapatkan pada anak yang berusia

5-15 tahun dan akan menurun pada usia dewasa begitupun dengan penelitian

yang dilakukan Aswathi (2003) yang juga mengatakan anak yang berusia 5-15

tahun ini rentan terhadap telur ini karena memiliki resiko paling tinggi untuk

terjadinya manifestasi klinis dari infeksi ini akibat hygiene perorangan yang

buruk seperti jika terdapat telur kedua jenis cacing ini dalam jumlah besar

dalam usus akan mengakibatkan penderitanya mengalami malabsorpsi, diare

bahkan anemia. Dari hasil pemeriksaan juga terdapat dua responden yang

dalam fesesnya terdapat mix antara ketiga jenis telur cacing, ini justru akan

membahayakan si penderita karena akan semakin cepat mengalami anemia

bahkan kekurangan gisi akibat diisap oleh cacing-cacing ini

Sedangkan jenis telur cacing yang paling sedikit adalah jenis

Hookworm yang hanya menginfeksi 8 orang (3,3%) responden yang positif

Page 82: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

82

terinfeksi, jumlah jenis telur cacing ini dikatakan sedikit melihat daur hidup

dari jenis ini membutuhkan kondisi tanah yang lembab dan berhumus

sedangkan kondisi tanah di Pulau Barrang Lompo berpasir. Selain faktor itu,

jenis cacing ini hanya menginfeksi seseorang dengan intensitas maksimum

antara usia 20-25 tahun namun juga bisa menginfeksi usia sekolah dasar

dalam jumlah telur yang sedikit jika anak-anak malas memakai alas kaki

keluar rumah (Supriastuti, 2006).

Hal ini juga didukung oleh penelitian Paula dkk (1999) bahwa

Hookworm menginfeksi 18 orang (40,3%) dengan rentan usia antara 17-68.

Meskipun jenis Hookworm ini hanya menginfeksi sedikit responden, namun

dari ketiga jenis cacing tersebut yang memiliki tingkat bahaya dalam tubuh

paling tinggi dari jenis ini karena cacing ini menginfeksi manusia dengan cara

larva infektifnya yang menembus kulit dan melewati setiap rongga di dalam

tubuh dan tidak hanya hidup di dalam usus halus saja melainkan setia pdaur

hidupnya mulai dari larva hingga menjadi dewasa akan berkembang mulai

dari permukaan tubuh hingga mencapai paru-paru, sehingga kebanyakan

akibat yang disebabkannya adalah selain anemia defisiensi zat besi juga

kurangnya hemoglobin dalam darah akibat dari zat oksigen yang diisap oleh

cacing ini, serta kehilangan protein secara kronik namun khusus pada anak

sekolah dasar akan mengakibatkan malnutrisi, penurunan tingkat kecerdasan

bahkan membuat lesu ketika menerima pelajaran (Mardiana, 2010).

Page 83: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

83

Banyaknya responden yang terinfeksi kecacingan ini disebabkan oleh

faktor praktik hygiene perorangan yang buruk, ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Basuki (2000) yang menemukan bahwa yang terinfeksi

cacingan lebih besar akibat dari kondisi sanitasi lingkungan dan praktik

hygiene perorangan yang buruk. Maka dari itu seseorang harus

memperhatikan praktik hygiene untuk mencegah terjadinya infeksi ini karena

ini termasuk dalam pencegahan primer yang spesifik untuk meminimalisir

pintu masuk (port of entry) organisme-organisme pathogen yang ada dimana-

mana.

Adapun faktor praktik hygiene perorangan dalam penelitian di Pulau

Barrang Lompo ini adalah yang berhubungan dengan kebiasaan cuci tangan

pakai sabun (CTPS), kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah,

kebiasaan memotong kuku, dan kebiasaan buang air besar (BAB) pada

tempatnya serta pembahasannya berdasarkan analisis hubungan dengan

kejadian kecacingan selengkapnya berikut ini :

1. Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Masih banyaknya anak-anak usia sekolah dasar yang terinfeksi

kecacingan meskipun telah melakukan kebiasaan mencuci tangan namun

tanpa menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun, mengakibatkan

masih banyaknya organisme-organisme pathogen yang melekat pada

tangan. Analisis menyatakan dari 239 responden yang cuci tangan

menggunakan air bersih dari yang ditampung adalah 179 orang (75%),

Page 84: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

84

sedangkan yang memakai sabun pada presentasenya hanya 74 orang

(31,9%).

Sebagian dari mereka juga tidak memperhatikan waktu-waktu yang

seharusnya mereka harus melakukan kebiasaan cuci tangan. Cuci tangan

memakai sabun dan air mengalir pada 5 waktu CTPS yakni sebelum

makan, setelah bermain, setelah BAB, setelah menyentuh hewan, dan

sebelum menjamah bahan makanan adalah cuci tangan yang baik dan sehat

yang harus diperhatikan oleh semua orang terutama masa usia sekolah

dasar. Jika dihubungkan antara kebiasaan CTPS dengan kejadian

kecacingan ini, hasil penelitian terlihat bahwa dari 181 yang positif

terinfeksi kecacingan 100% tidak selalu melakukan CTPS, sedangkan dari

58 yang negatif terinfeksi hanya 9 orang (15,5%) yang selalu melakukan

CTPS (Tabel 11).

Hasil uji statistik menujukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan

CTPS dengan kejadian kecacingan, hasil penelitian ini juga sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Marhadi (2004) yang menemukan bahwa

ada hubungan bermakna antara kebiasaan CTPS dengan kejadian

kecacingan pada anak SD Purnakang di Tanralili Maros.

Tangan hendaknya selalu dibersihkan sebelum melakukan kegiatan

apapun dengan air bersih yang mengalir dan sabun karena cara tersebut

akan menghidarkan terjadinya kontaminasi segala sesuatu di luar tubuh

untuk masuk ke dalam tubuh.

Page 85: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

85

2. Kebiasaan Memakai Alas Kaki

Pemeliharaan dan perawatan kaki dengan cara memakai alas kaki

pada saat keluar rumah adalah salah satu hal yang sangat penting agar tidak

menjadi tempat masuknya dan melekatnya organisme-organisme di luar

tubuh terutama melekatnya telur-telur cacing yang berada di tanah yang

akan menembus kulit yang tidak terlindung karena tidak memakai alas

kaki, namun jika membiasakan diri memakai alas kaki kemanapun jika

keluar rumah maka kaki tidak akan kotak langsung dengan tanah sehingga

terhindar dari infeksi kecacingan.

Kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah yang

dimaksudkan adalah kebiasaan responden memakai sepatu dan atau sandal

ketika keluar bermain dan ke sekolah, Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa 100 % responden memakai alas kaki jenis sepatu dan sandal.

Jika dilihat dari hasil analisis pada Tabel 13 antara kebiasaan

memakai alas kaki pada saat keluar rumah yang ditunjukkan, presentase

murid yang positif terinfeksi kecacingan dialami oleh yang memiliki

kebiasaan tidak selalu memakai alas kaki pada saat keluar rumah adalah

yang tertinggi yakni 169 (93,4%) sedangkan yang negatif terinfeksi

kecacingan presentase tertinggi adalah yang memiliki kebiasaan selalu

memakai alas kaki pada saat keluar rumah yakni 55 (94,8%).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara

kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah dengan kejadian

Page 86: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

86

kecacingan ,hal ini disebabkan oleh karena responden hanya memakai alas

kaki pada saat ke sekolah sedangkan pada saat bermain tidak. Hasil uji ini

juga didukung oleh penelitian Fausiah (2006) yang menunjukkan ada

hubungan antara kebiasaan memakai alas kaki pada saat keluar rumah

dengan kejadian kecacingan pada pemulung di TPA Antang Makassar.

3. Kebiasaan Memotong Kuku

Praktik kebiasaan memotong kuku pada penelitian ini dinyatakan

sebagai salah satu perawatan dan pemeliharaan kuku dengan cara

memotong kuku sekali seminggu dan atau dua kali seminggu secara rutin.

Kebersihan kuku adalah salah satu hal yang harus diperhatikan untuk

pencegahan kejadian kecacingan karena kuku yang panjang dan kotor

terdapat banyak mikroorganisme yang menyebabkan penyebaran penyakit

termasuk cacing. Menurut Mardiana dkk (2000) salah satu cara penularan

cacing usus adalah melalui kuku yang tercemar oleh telur cacing infektif

terutama pada anak usia sekolah dasar.

Dari hasil penelitian yang ada dilihat pada murid sekolah dasar di

Pulau Barrang Lompo yang positif terinfeksi kecacingan dari 179 yang

kondisi kukunya kotor presentasenya tertinggi yakni 176 (97,2%),

sedangkan yang negatif terinfeksi kecacingan dari 60 yang kondisi

kukunya bersih yakni 55 (94,8%). Penelitian ini juga sama dengan hasil

penelitian Fausiah (2006) yang menemukan bahwa kondisi kuku kotor

lebih banyak terinfeksi kecacingan dibading yang kondisi kukunya bersih.

Page 87: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

87

Jika dilihat dari kebiasaan memotong kuku terhadap kejadian

kecacingan ini ditunjukkan pada Tabel 15 yang menyatakan bahwa yang

positif terinfeksi presentase tertinggi berasal dari 133 responden yang tidak

selalu memotong kuku yakni 128 (70,7%) sedangkan yang negatif

terinfeksi presentase tertinggi berasal dari 106 responden yang selalu

memotong kuku yakni 53 (91,4%). Ini tentunya disebabkan oleh frekuensi

memotong kuku responden paling banyak yang tidak dilakukan secara rutin

yakni dua kali sebulan, sekali sebulan, bahkan tiga kali dalam sebulan

sesuai Tabel 15.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara

kebiasaan memotong kuku dengan kejadian kecacingan, penelitian ini juga

didukung oleh penelitian Misbah (2003) yang mengatakan bahwa ada

hubungan bermakna antara kebiasaan memotong kuku dengan kejadian

kecacingan.

4. Kebiasaan Buang Air Besar (BAB) Pada Tempatnya

Kebiasaan BAB dalam hal ini yang dimaksudkan adalah responden

selalu melakukan BAB pada tempatnya yang memenuhi syarat kesehatan.

Tempat pembuangan BAB yang memenuhi syarat kesehatan yakni jamban

berada dalam kondisi bersih, tersedianya air bersih dan jarak septic tank

lebih dari 10 meter.

Menurut Soemirat (2000) feses memegang peranan yang sangat

penting sebagai jalur utama pada transmisi penyebaran penyakit baik

Page 88: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

88

menular maupun tidak menular seperti kecacingan yang dapat ditularkan

melalui tanah akibat dari aktifitas BAB sembarangan.

Hasil penelitian pada menunjukkan bahwa semua responden

melakukan BAB di jamban rumah sendiri namun tempat BAB yang tidak

memenuhi syarat kesehatan lebih banyak yakni 179 (74,9%) dan positif

terinfeksi kecacingan sebanyak 148 (81,8%), sedangkan yang BAB pada

tempat yang memenuhi syarat kesehatan hanya 60 (25,1%) dengan

presentase terbanyak negatif terinfeksi kecacingan yakni 27 (46,6%).

Jika dilihat Tabel 17 mengenai hubungan antara kebiasaan BAB pada

tempatnya terhadap kejadian kecacingan, uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan antara kebiasaan BAB pada tempatnya terhadap kejadian

kecacingan, hal ini juga didukung oleh penelitian Sumanto (2010) yang

menyatakan bahwa kebiasaan BAB pada tempatnya berhubungan sangat

signifikan dengan kejadian kecacingan.

Kecacingan ini akan berdampak pada pertumbuhan anak dan juga

berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa di sekolah khususnya di

Pulau Barrang Lompo. Oleh karena itu kejadian maupun penularan ini

harus dapat dicegah dengan melakukan praktik hygiene perorangan

meliputi kebiasaan CTPS, kebiasaan memakai alas kaki, kebiasaan

memotong kuku dan kebiasaan BAB pada tempatnya.

Page 89: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

89

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanan penelitian ini tidak terlepas dari hambatan dan

keterbatasan-keterbatasan yang terjadi serta kemungkinan terjadinya bias yang

tidak dapat dihindari walaupun telah diupayakan untuk mengatasinya. Namun

peneliti menyadari jika kurangnya pengalaman dalam penelitian, hasilnya

tentu juga kurang sempurna dan masih memiliki kekurangan.

Keterbatasan tersebut diantaranya adalah :

1. Instrumen kuesioner yang digunakan ini belum distandarisasi sehingga

berpengaruh pada validitas data.

2. Adanya murid yang berhenti sekolah dan tidak hadir pada saat peneliti ke

sekolah sehingga mengakibatkan randomisasi awal urutan jumlah sampel

diubah kembali dengan randomisasi ulang urutan sampel.

Page 90: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

90

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis faktor praktik hygiene

dengan kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang

Lompo Kota Makassar, maka diperoleh keseimpulan sebagai berikut :

1. Jumlah responden yang positif mengalami kecacingan sebanyak 181 (75,7%)

sedangkan yang negatif mengalami kecacingan 58 (24,3%) pada murid

sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar.

2. Kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

Kota Makassar lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yakni 93 (84,5%)

3. Kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

Kota Makassar paling banyak pada kelas 4 sebanyak 37 (86%)

4. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan faktor risiko

tinggi terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar.

5. Kebiasaan memakai alas kaki merupakan faktor risiko tinggi terhadap

kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo

Kota Makassar.

Page 91: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

91

6. Kebiasaan memotong kuku merupakan faktor risiko tinggi terhadap kejadian

kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo Kota

Makassar.

7. Kebiasaan buang air besar (BAB) pada tempatnya merupakan faktor risiko

tinggi terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian tentang analisis faktor praktik hygiene

perorangan terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar di Pulau

Barrang Lompo Kota Makassar, maka dikemukakan beberapa saran yakni :

1. Bagi petugas kesehatan setempat, sebaiknya sering dilakukan penyuluhan

mengenai perilaku hidup bersih kepada murid sekolah dasar terutama

mengenai praktik kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah maupun pihak petugas

kesehatan setempat dalam melakukan pemeriksaan kecacingan.

3. Perlu adanya kerjasama pihak petugas kesehatan setempat dalam

memberikan bimbingan kepada orang tua mengenai perbaikan PHBS dan

sanitasi lingkungan, serta pemberian obat cacing secara teratur bagi anak-

anak.

4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kecacingan ini pada murid

sekolah dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar mengingat penelitian

ini adalah penelitian pertama tentang kecacingan .

Page 92: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

92

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. 2008. Horison baru kesehatan masyarakat di Indonesia. Jakarta :Rineka Cipta.

Candra, B. 2006. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC.

CDC. 2010. Parasities soil transmitted helminths. Diakses pada tanggal 13November 2012 <http://www.cdc.gov/parasites/sth/>.

Daud, A dan Anwar. 2005. Dasar-dasar kesehatan lingkungan. Makassar : CV.Healthy and sanitatation.

Depkes RI. 2006. Pedoman pengendalian cacing. Permenkes RI Nomor424/MENKES/SK/VI/2006.

Depkes RI. 2012. Profil data kesehatan Indonesia tahun 2011.Daikses tanggal 12november 2012<<http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_ 2011.pdf>>.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan .2010. Profil kesehatan Sulawesi Selatan2009. eds. Sudarianto dkk. Makassar: Dinas Kesehatan Profinsi Sulawesi Selatan.

Entjang, I. 2001. Mikrobiologi dan parasitologi untuk akademi keperawatan.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Fauziah. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakitAscariasis, Trichuriasis, dan Anchilostomiasis pada pemulung di TempatPembuangan Akhir (TPA) di Antang Makassar 2006. Skripsi. Fakultas KesehatanMasyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Gandahusada. 2006. Parasitologi kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ginting, A. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan padaanak sekolah dasar di desa tertinggal kecamatan pangururan kabupaten samosir tahun2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara, Medan.Diakses

Page 93: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

93

Pada Tanggal 31 Oktober 2012<http://www.respository.usu.ac.id/cover/123456789/21538/1.pdf>.

Hendratno. 1999. Kotoran di bawah kuku dikaitkan dengan penyebaran cacing usus.Kongres Nasional VIII P41. Makassar

Irianto, K. 2009. Parasitologi berbagai penyakit yang mempengaruhi kesehatanmanusia. Bandung : Yrama widya.

Ishak, H dkk. 2012. Panduan penulisan skripsi. Makasaar : Bagian KesehatanLingkungan FKM Unhas.

Jalaluddin. 2009. Pengaruh sanitasi lingkungan, personal hygiene dan karakteristikanak terhadap infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar di Kecamatan BlangMangat Kota Loksumawe. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatra Utara,Medan.

Kasjono, HS dan Yasril. 2009. Teknik sampling untuk penelitian kesehatan. Edk. 1.Yogyakarta: Graha Ilmu

Keputusan Menteri Kesehatan No.424. Pedoman pengendalian cacing.Diakses padatanggal 31 oktober 2012<http://wwww.hukor.depkes.go.idup_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20424%20ttg%20Pedoman%20Pengendalian%20Cacingan.pdf>

Knopp, S, et al.. 2008. Spatial distribution of soil-transmitted helminths, includingStrongyloides stercoralis, among children in Zanzibar. Geospatial Health. No. 3. Vol.1. Diakses pada tanggal 6 Desember 2012.<http://www.geospatialhealth.unina.it/articles/v3i1/gh-v3i1-06-knopp.pdf>.

Lalandos,DJ &Dyah,K. 2008.Prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan melaluitanah pada siswa SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG’,Jurnal MKM,Vol. 3no. 2. diakses pada tanggal 20 September 2012<<http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32088691_08526974.pdf>>

Mardiana dan Djarismawati. 2008. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasarwajib belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh diwilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 7 No. 2. diakses pada tanggal20 September 2012<http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/5.Mardiana.pdf>.

Page 94: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

94

Marleta, R, Harijani, D dan Marwoto, A. 2005. Faktor lingkungan dalampemberantasan penyakit cacing usus di Indonesia. Jurnal ekologi kesehatan, vol. 4no. 3. diakses pada tanggal 31 Oktober 2012,<http://www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4305290295_1412-4025.pdf>.

Maryanti. 2006. Hubungan perilaku pemakaian APD dan kebersihan diri dengankejadian infeksi cacing tambang. Diakses pada tanggal 10 April2013,http://[email protected]

Muhardi. 2004. Hubungan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan dengankejadian kecacingan pada anak usia SD di Desa Purnakang Kec. Taralili KabMaros.Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mukono. HJ. 2000. Prinsip dasar kesehatan lingkungan. Surabaya: AirlanggaUniversity Press.

Notoatmojo, S. 2007. Kesehatan masyarakat : ilmu dan seni. Eds. revisi. Jakarta: PT.Rineka cipta, hal. 165-197.

Nurhaedah. 2006. Hubungan antara sanitasi lingkungan dan hygiene perorangandengan kejadian kecacingan pada murid Sekolah Dasar Al-Akhyar di PesantrenPondok Madinah Sudiang Makassar. Fakultas Kesahatan Masyarakat. UniversitasHasanuddin, Makassar.

Riyanto, A. 2011. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuhamedika.

Samad, MA. 2012. Gambaran faktor yang berhubungan dengan penderita penyakitkusta di Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lumu-lumu Kota Makassar. FakultasKesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Sofiana,L.,Sri S dan Marap I 2011,’Fingernail bitting increase the risk of soiltransmitted helminthes (STH) infection in elementary school children, Jurnal HealthScience Indonesian,vol.2,no.2,hal.81-86,<<ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/HSJI/article/view/87>>

Sumanto, D. 2010. Faktor risiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah (studikasus control di Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Tesis. Program studiEpidemiologi Pascasarjana. Universitas Diponegoro. diakses pada tanggal 15Oktober 2012, <http://www.eprints.undip.ac.id/23985/1/DIDIK_SUMANTO.pdf>.

Page 95: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

95

Sumanto, D. 2012. Uji paparan cacing tambang pada tanah halaman rumah (studipopulasi di RT. 05 RW. III Rimbulor Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Seminarhasil-hasil penelitian, LPPM Unimus. diakses pada tanggal 19 Oktober 2012,<http://www//.jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/518/567>.

Supriastuti. 2006. Infeksi soil transmitted helminth : ascariasis, trichuriasis dancacing tambang. Universa medicina. vol. 25 No. 2. diakses pada tanggal 19 Oktober2012 <http://www.univmed.org/wp-content/uploads/201204/Tutik.pdf>.Waluyo, L. 2009. Mikro-biologi ingkungan. Edk. 2. Malang : UMM Press.

WHO, 2002. Prevention control of Schistosomiasis and Soil transmittedhelminthiasis. Geneva : Word Health Organization.

WHO. 2005. Deworming for health and development.Diakses pada tanggal 31Oktober 2012 <<http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_CDS_CPE_PVC_2005.14.pdf>>

WHO. 2012. Soil transmitted helminths. Word Health Organisation. Diakses padatanggal 31 Okotober 2012 <http://www.who.int/intestinal_worms/en/>.

Page 96: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

96

DOKUMENTASI

Pembagian Pot tinja di sekolah Wawancara responden

Kebiasaan main tidak menggunakanalas kaki

Kuku responden

Page 97: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

97

Alat dan bahan pemeriksaan tinja Pembuatan preparat

Sampel tinjaTampilan mikroskopik sampel

positif

Page 98: HASIL PENELITIAN ANALISIS FAKTOR PRAKTIK HYGIENE …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 7. 23. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Kecacingan

98