Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

27
5. Uji Serologi Uji serologi adalah membedakan bakteri berdasarkan sifat-sifat antigeniknya. Uji serologi telah digunakan secara luas untuk diagnosis laboratories penyakit menular. Uji laboratories yang didasarkan pada reaksi antigen-antibodi memperluas keterampilan diagnostic para ahli klinik dan mempedomani usaha-usaha pengobatan. Uji serologi yang terpenting dan digunakan paling luas mencakup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen. Selain itu, pemeriksaan serologi dikerjakan dalam mendeteksi infeksi virus dengue. Ada beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu : isolasi virus dalam kultur, deteksi virus RNA melalui reverse transcription-PCR, antibodi spesifik IgM/IgG, haemagglutination – inhibition test , dan non-struktural protein 1 (NS1). A. Fiksasi Komplemen Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen- antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis. Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan atas

description

uji serologi

Transcript of Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

Page 1: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

5. Uji Serologi

Uji serologi adalah membedakan bakteri berdasarkan sifat-sifat

antigeniknya. Uji serologi telah digunakan secara luas untuk diagnosis

laboratories penyakit menular. Uji laboratories yang didasarkan pada reaksi

antigen-antibodi memperluas keterampilan diagnostic para ahli klinik dan

mempedomani usaha-usaha pengobatan. Uji serologi yang terpenting dan

digunakan paling luas mencakup reaksi-reaksi aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi

komplemen.

Selain itu, pemeriksaan serologi dikerjakan dalam mendeteksi infeksi virus

dengue. Ada beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :

isolasi virus dalam kultur, deteksi virus RNA melalui reverse transcription-PCR,

antibodi spesifik IgM/IgG, haemagglutination – inhibition test, dan non-struktural

protein 1 (NS1).

A. Fiksasi Komplemen

Telah diketahui bahwa pada suatu interaksi antigen-antibodi, komplemen

yang ada dalam serum dapat diikat atau dikonsumsi oleh kompleks antigen-

antibodi tersebut, dan bahwa komplemen dapat diaktivasi oleh kompleks

erithrosit-hemolisin, sehingga mengakibatkan eritrosit tersebut melisis.

Kenyataan ini dipakai untuk menggunakan komplemen sebagai salah satu

bahan untuk penetapan antigen maupun antibodi. Pengujian ini didasarkan

atas reaksi yang terdiri atas 2 tahap, yaitu tahap pertama dimana sejumlah

tertentu komplemen oleh suatu kompleks antigen-antibodi, dan tahap kedua

dimana komplemen yang tersisa (bila ada) menghancurkan eritrosit yang telah

dilapisi hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidak dikonsumsi pada reaksi

tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksi tahap kedua,

secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi atau antigen yang

diperiksa. Untuk mendapatkan hasil yang bisa dipercaya, semua reaktan yang

diperlukan untuk uji ini harus disesuaikan satu dengan yang lain dan berada

dalam jumlah atau titer yang optimal. Oleh karena itu sebelum melaksanakan

pemeriksaan pada sampel penderita, terlebih dahulu dilakukan uji

pendahuluan untuk menstandarisasi titer hemolisin dan titer komplemen yang

dipakai pada sistem uji ini.

Page 2: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

Titer hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang

masih dapat melisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila ada

komplemen. Titer hemolisin ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel

penderita dipakai 2 unit. Oleh karena uji fiksasi komplemen melibatkan suatu

sistem yang terdiri atas berbagai reaktan, disamping titrasi hemolisin dan

komplemen diatas, setiap reaktan harus diuji terhadap ada tidaknya faktor

penghambat atau faktor yang meningkatkan aktivasi komplemen

(antikomplemen atau prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasi

komplemen diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada

pemeriksaan sampel selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun

negatif. Suatu hasil pemeriksaan, baru bisa dipercaya apabila semua reaktan

pada sistem ini terkontrol dengan baik.

Uji fiksasi komplemen dipakai pertama kali oleh Wassermann, Neisser

dan Bruck untuk menentukan diagnosis Sifilis (Test Wassermann), akan tetapi

kemudian prinsip pengujian yang sama dipakai juga dalam diagnosis serologik

berbagai penyakit lain, diantaranya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh

parasit, seperti Trypanosoma, Schistosoma, serta penyakit-penyakit yang

disebabkan oleh virus, seperti virus Hepatitis B, Herpes, Rotavirus, Rubella

dan lain-lain.

Uji Fiksasi Komplemen untuk penetapan antibodi terhadap virus

Peralatan dan bahan yang diperlukan (cara mikro)

1. Peralatan yang dipakai sama seperti untuk teknik mikrohemaglutinasi

2. Kit reagens (Behring) terdiri atas antigen virus, komplemen, eritrosit

domba, hemolisin dan larutan penyangga.

Cara kerja :

Uji Pendahuluan

1. Titrasi hemolisin

a. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama dan

seterusnya larutan penyangga dengan volume seperti pada gambar.

Page 3: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

b. Masukkan 1,0 ml hemolisin yang telah diencerkan 1:100 kedalam

tabung pertama, lalu campur kemudian pindahkan 1 ml kedalam

tabung berikutnya, demikian seterusnya hingga tabung terakhir.

c. Sediakan 12 tabung, kemudian kedalam 9 tabung pertama dimasukkan

masing-masing 0,2 ml larutan hemolisin dari tabung-tabung

permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk kontrol erithrosit.

d. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang sudah

diencerkan 1:30, 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,5 ml larutan

penyangga.

e. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2% dan 0,8

ml larutan penyangga.

f. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu 37OC

selama 30 menit.

g. Perhatikan adanya hemolisis dan tentukan tabung dengan pengenceran

hemolisis tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap.

Pengenceran ini disebut 1 unit dan untuk pemeriksaan sampel

penderita dipakai 2 unit.

h. Pembuatan sistem hemolitik

Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang titernya 2

unit. Biarkan dalam suhu kamar selama minimal 10 menit sebelum

dipakai.

2. Titrasi Komplemen

a. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya masing-masing 8 buah.

Kedalam tabung-tabung baris I masukkan larutan penyangga,

komplemen dan larutan antigen, lalu campur

b. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III, hanya

sebagai pengganti antigen, kedalam tabung baris II dimasukkan

antigen kontrol dan kedalam tabung baris ke III dimasukkan larutan

penyangga.

c. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu 37OC

selama 30 menit.

Page 4: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

d. Masukkan sistem hemolitik (1h) kedalam semua tabung sebanyak 0,2

ml. Campur dan inkubasikan lagi pada suhu 37OC selama 30 menit.

e. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran

komplemen tertinggi yang menyebabkan hemolisis lengkap. Apabila

hemolisis lengkap pada ketiga baris tabung terjadi pada pengenceran

komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada sistem ini baik.

f. Pengenceran tertinggi komplemen yang dapat menyebabkan hemolisis

lengkap disebut 1 unit dan dipakai 2 unit untuk pengujian.

Pemeriksaan sampel

Pada setiap pemeriksaan selalu harus diikutsertakan kontrol antigen, kontrol

sistem hemolitik, kontrol eritrosit dan kontrol komplemen. Serum penderita

terlebih dahulu diinaktifkan dalam penangas air dengan suhu 56ºC untuk

menghilangkan komplemen yang ada dalam serum, sehingga satu-satunya sumber

komplemen hanya yang dibubuhkan pada pengujian dan diketahui titernya.

1. Sampel

Pakai satu baris sumur untuk sampel pertama (sampel akut) dan satu baris

lain untuk sampel kedua (konvalesen).

a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan sumur 4-12 larutan penyangga

sebanyak 25 ul.

b. Masukkan ke dalam sumur 1-4 sampel yang terlebih dahulu telah

diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul.

c. Buat pengenceran serum mulai sumur 4 sampai 12 dengan

mikrodiluter.

d. Masukkan kedalam sumur 2, sebanyak 25 ul antigen kontrol dan ke

dalam sumur 3-12 sebanyak 25 ul antigen virus (2 unit).

e. Campur, kemudian masukkan kedalam sumur 1-2 komplemen 2 unit

sebanyak 25 ul, lalu campur lagi.

2. Kontrol antigen

Pakailah satu baris sumur.

a. Masukkan ke dalam sumur 1 dan 4-12 larutan penyangga sebanyak 25

ul.

Page 5: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

b. Masukkan kedalam sumur 1-4 serum kontrol positif yang telah

diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul, dan ke dalam sumur 11-12 serum

kontrol negatif yang telah diencerkan 1:5 sebanyak 25 ul.

c. Buat pengenceran serum mulai sumur 10 dengan mikrodiluter.

d. Ke dalam sumur 2-12 dimasukkan 25 ul antigen virus (2 unit)

kemudian campur.

e. Masukkan ke dalam sumur 1-12 komplemen (2 unit) sebanyak 25 ul,

kemudian campur (kocok dengan alat pengocok).

3. Kontrol sistem hemolitik

Pakailah baris terakhir untuk kontrol sistem hemolitik, eritrosit dan

komplemen dengan prosedur seperti yang diuraikan dibawah ini :

Masukkan ke dalam sumur 1 dan 2 larutan penyangga sebanyak 50 ul dan

komplemen sebanyak 25 ul.

4. Kontrol eritrosit

Masukkan ke dalam sumur 3 dan 4 larutan penyangga sebanyak 75 ul dan

sistem hemolitik sebanyak 50 ul.

5. Kontrol komplemen

a. Masukkan ke dalam sumur 5-12 larutan penyangga sebanyak 25

ul, ke dalam sumur 5-8 antigen virus sebanyak 25 ul dan kedalam

sumur 9-12 antigen kontrol sebanyak 25 ul.

b. Buat pengenceran komplemen dalam tabung terpisah sehingga

memperoleh larutan komplemen 2 unit, 1,5 unit, 1,0 unit dan 0,5

unit.

c. Masukkan ke dalam sumur 5 dan 9 komplemen 2 unit sebanyak 25

ul, ke dalam sumur 6 dan 10 komplemen 1,5 unit sebanyak 25 ul,

ke dalam sumur 7 dan 11 komplemen 1,0 unit sebanyak 25 ul dan

ke dalam sumur 8 dan 12 komplemen 0,5 unit sebanyak 25 ul.

d. Campurlah reaktan dalam setiap sumur.

6. Plate ditutup dengan plate lain kemudian diinkubasikan pada suhu 4-6OC

selama 18 jam dalam kotak yang lembab (diberi kain basah).

7. Keesokkan harinya, biarkan plate dalam suhu kamar selama 15 menit,

kemudian masukkan ssitem hemolitik ke dalam semua sumur.

Page 6: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

8. Kocok, lalu inkubasikan pada suhu 37OC selama 15-30 menit.

9. Reaksi dianggap selesai bila telah timbul hemolisis lengkap dalam sumur

yang berisi komplemen 2 dan 1,5 unit, hemolisis tak lengkap dalam

sumur berisi komplemen 1 unit dan tidak ada hemolisis dalam sumur

berisi komplemen 0,5 unit.

10. Perhatikan hemolisis yang terjadi pada sumur-sumur berisi sampel dan

nyatakan pengenceran tertinggi sampel yang tidak menyebabkan

hemolisis.

Penjelasan:

1. Adanya reaksi positif (tidak ada hemolisis) berarti dalam serum terdapat

antibodi terhadap virus bersangkutan.

2. Titer antibodi dalam serum tunggal belum memastikan apakah ada infeksi

atau pernah divaksinasi.

3. Untuk mengetahui adanya infeksi diperlukan pemeriksaan serum ganda,

yaitu 2 sampel yang diperoleh pada masa akut dan masa konvalesen

dengan jarak waktu 2 minggu. Suatu kenaikan titer sebanyak 4 kali

merupakan indikasi adanya infeksi.

4. Reaksi positif pada kontrol antigen berarti dalam serum antibodi terhadap

zat-zat nonspesifik yang menyertai antigen. Untuk memastikan, titrasi

terhadap serum diulang dengan menggunakan kedua jenis antigen secara

paralel. Adanya antibodi spesifik dapat dipastikan bila titernya terhadap

antigen virus 4 kali titer terhadap antigen kontrol.

5. Serum kontrol yang diperoleh dari binatang, kadang-kadang mengandung

antibodi terhadap antigen kontrol hingga dapat menimbulkan hemolisis.\

Page 7: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

B. Tes Rapid Tes NS1

Suatu tes in vitro dengan teknik pengujian Immunochromato-graphic,

suatu tes satu langkah untuk menentukan secara kualitatif Antigen NS Dengue

virus didalam serum manusia untuk diagnosa dini pada infeksi dengue akut.

non struktural protein 1 (NS1) berguna untuk mendeteksi infeksi virus dengue.

Pemeriksaan ini juga dengan menggunakan serumdan plasma sample. Hasil

pemeriksaan NS1 bisa dibaca antara 15-30 menit, hasilnya bias positif atau

negatif. Pemeriksaan NS1 dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan

IgM/IgG. Dari pemeriksaan serologi, pasien yang menunjukkan antibodi IgM

yang positif menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi virus dengue untuk

yang pertama kali atauinfeksi primer. Sedangkan pasien yang menunjukkan

antibodi IgG positif menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi sekunder yaitu

infeksi untuk yang kedua kalinya oleh virus yang sama dari serotipe yang

berbeda. Pada infeksi sekunder antibodi IgM bisa positif

Prinsip Tes

Setiap tes berisikan satu membrane strip, yang telah dilapisi dengan anti-

dengue NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1 antigen-

colloid gold conjugate dan serum sampel bergerak sepanjang membran

menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat

sebagai suatu bentuk kompleks antibody-antigen-antibody gold particle.

Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Tes memiliki dua garis hasil, garis ”T” (garis

tes) dan ”C” (garis kontrol). Kedua garis ini tidak akan terlihat sebelum

sampel ditambahkan. Garis kontrol C digunakan sebagai kontrol prosedur.

Garis ini selalu muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen

dalam kondisi baik.

Material Kit

1. Perangkat tes Dengue Dx NS1 Antigen

2. Disposable dropper(sekali pakai)

3. Lembar petunjuk penggunaan

Prosedur Pengujian NS1

1. Apabila tes dan sampel disimpan dalam lemari pendingin (refrigerator),

adaptasikan terlebih dahulu pada suhu ruang

Page 8: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

2. Buka kantong tes dan keluarkan tes. Letakkan ditempat bersih, kering

dan datar.

3. Dengan menggunakan disposable dropper , tambahkan tetes sampel

kedalam sumur (well) sampel bertanda (S)

4. Jika tes berjalan dengan baik, akan terlihat pergerakan warna ungu

sepanjang jendela hasil menuju kebagian tengah tes

5. Interpretasikan hasil setelah 15 -20 menit. Jangan membaca hasil

setelah 20 menit karena dapat meberikan hasil palsu

6. Hasil positip akan tetap setelah 20 menit. Walaupun demikian, untuk

mencegah kesalahan hasil, jangan baca hasil setelah 20 menit.

Hasil Negatip: Jika hanya terbentuk garis pada area garis kontrol (C) Hasil

Positip: Jika terbentuk garis pada area garis (T) dan (C).Hasil Invalid: jika

tidak terbentuk garis pada area garis kontrol (C). Untuk hasil invalid dilakukan

tes ulang

Page 9: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

C. Antibodi spesifik IgM/IgG

Pemeriksaaan IgG/IgM Rapid Tes adalah suatu tes cepat dengan teknik

pengujian Immuno chromatographic untuk mendeteksi secara kualitatif

sekaligus membedakan antibodi IgG dan IgM terhadap virus dengue didalam

serum. Pada infeksi primer Antibodi IgM muncul pada hari ke 3-5 sejak gejala

dan bertahan untuk jangka waktu 30-60 hari. Antibodi IgG muncul disekitar

hari ke 14 dan bertahan seumur hidup. Infeksi dengue sekunder ditunjukkan

dengan tingkat antibodi IgG meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul

dan merangsang respon antibodi IgM setelah 20 hari infeksi.

Ada beberapa pemeriksaan antibodi spesifik IgG/IgM yaitu : In-house IgM

capture (MAC) ELISA, PanBio Duo IgM and IgG Rapid Cassete, PanBio Duo

IgM and IgGCapture ELISA, Accusen Dengue Virus Rapid Strip Test, United

Dengue IgG and IgM Combo Rapid Test.

Prinsip Tes

Dengue Dx IgG/IgM Rapid Tes dirancang untuk secara simultan

mendeteksi sekaligus membedakan antibodi IgG dan IgM terhadap virus

dengue. Tes ini juga dapat mendeteksi ke empat serotype virus dengue karena

menggunakan suatu paduan antigen recombinant dengue envelope proteins

Dengue Dx IgG/IgM tes memiliki tiga garis Pre-coated pada permukaan

membran. Garis tes dengue IgG (G) garis tes dengue IgM (M), dan garis

kontrol (C). Ke-tiga garis ini terletak dibagian jendela hasil dan tidak akan

terlihat sebelum sebelum dilakukan penambahan sampel. Garis kontrol C

digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu muncul jika prosedur tes

dilakukan dengan benar dan reagen dalam kondisi baik. Garis G” dan “M”

akan terlihat pada jendela hasil jika terdapat antobodi IgG dan IgM terhadap

virus dengue dalam sampel. Jika tidak terdapat antibodi, maka tidak akan

terbentuk garis “G” atau “M” Ketika sampel diteteskan kedalam sumur (well)

sampel (S) dan diikuti dengan penambahan buffer diluent, maka sampel dan

antibody gold conjugate akan bergerak sepanjang membrane, yang

selanjutnya akan ditangkap oleh anti human IgG dan atau anti human IgM

mem bentuk garis berwarna.

Page 10: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

Material Kit

Material Kit terdiri dari:

1. Dengue Dx IgG/IgM tes masing -masing dikemas dalam kantong

alumunium foil yang dilengkapi dengan pengering. Setiap tes strip yang

mengandung: Gold conjugates berupa recombinant dengue virus envelope

protein–gold colloid(1±0.2μg); Garis tes “G” berupa mouse monoclonal

anti-human IgG(5±1μg)

2. Garis Tes “M” berupa mouse monoclonal anti-human IgM (5±1μg); dan

Garis Kontrol “C” berupa rabbit anti-dengueIgG (2.5±0.5μg).

3. Larutan diluent, mengandung 100mM Phosphate buffer (5mL), Sodium

azide (0,01% w/w).

4. Pipet kapiler10μL

5. Lembar petunjuk penggunaan

Prosedur pengujian

1. Adaptasikan semua komponen kit dan sampel kesuhu ruang sebelum

digunakan

2. Buka kantong tes, letakkan tes ditempat datar dan kering

3. Dengan menggunakan Pippet Kapiler: ambil 10μL sampel serum, plasma

atau whole blood dan teteskan kedalam sampel welltes bertanda “S”, atau,

dengan menggunakan Micropipette: ambil 10μL

4. Sampel serum, plasma atau whole blood dan teteskan kedalam sampel

well tes bertanda “S

5. Tambahkan 3-4 tetes (90-120μL) sampel diluentkedalam lobang berbetuk

bulat (round-shaped well)

6. Baca dan interpretasikan hasil pengujian setelah 15-20 menit

Page 11: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi
Page 12: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

Penjelasan:

1. Negatif

Hanya terlihat garis kontrol “C” pada tes. Tidak terdeteksi adanya antibodi

IgG atau IgM. Ulangi tes 3-5 hari kemudian jika diduga ada infeksi

dengue

2. IgM Positip

Terlihat garis kontrol “C” dan garis IgM (“M”) pada tes. Positip antibodi

IgM terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue primer

3. IgG Positip

Terlihat garis Kontrol “C” dan garis IgG (“G”) pada tes. Positip antibodi

IgG terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue sekunder

ataupun infeksi dengue masa lalu

4. IgG dan IgM Positip

Terlihat garis Kontrol “C”, garis IgG (“G”), dan garis IgM (“M”) pada tes.

Positip pada kedua antibodi IgG dan IgM terhadap virus dengue.

Mengindikasikan infeksi dengue primer akhir atau awal infeksi dengue

sekunder

5. Invalid

Tidak terlihat garis Kontrol “C” pada tes. Jumlah sampel yang tidak

sesuai, atau prosedur kerja yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil

seperti ini. Ulangi pengujian dengan menggunakan tes yang baru.

PanBio Duo IgM and IgG Capture ELISA, pemeriksaan ini

digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG virus dengue pada

serum dan darah lengkap manusia. Antibodi IgM dan IgG diletakkan pada

suatu test kaset yang mempunyai dua garis, kemudian ditambahkan

antigen virus dengue, jika antigen dan antibodi IgG atau IgM pasien

berikatan, akan memperlihatkan garis pink pada test kaset, yang

mengindikasikanhasil yang positif PanBio Duo IgM and IgG Capture

ELISA pemeriksaannya dengan memakai 2 piringan yang berisi dengue

virus1-4 (antigen plate) dan yang lain berisi antibodi IgG dan IgM (assay

plate), 100 μl serum pasien ditambahkan pada antigen platet kemudian

Page 13: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar, dan assay plate juga diinkubasi

selama 1 jam tetapi pada suhu 37ºC, kemudian serum pada antigen plate

ditransfer ke assay plate, kemudian ditambahkan dengan 100 μl

tetramethylbenzidine, setelah 10 menit reaksi dihentikan dengan

penambahan 100 μl phosphoric acid , jika hasilnya positif akan terlihat

kompleks antigen-antibodi. Stripnya dibaca dengan pembaca piringan

mikrotiter.

PanBio Duo IgM and IgG Capture ELISA pemeriksaannya dengan

memakai 2 piringan yang berisi dengue virus1-4 (antigen plate) dan yang

lain berisi antibodi IgG dan IgM (assay plate), 100 μl serum pasien

ditambahkan pada antigen platet kemudian diinkubasi selama 1 jam pada

suhu kamar, dan assay plate juga diinkubasi selama 1 jam tetapi pada suhu

37ºC, kemudian serum pada antigen plate ditransfer ke assay plate,

kemudian ditambahkan dengan 100 μl tetramethylbenzidine, setelah 10

menit reaksi dihentikan dengan penambahan 100 μl phosphoric acid , jika

hasilnya positif akan terlihat kompleks antigen-antibodi. Stripnya dibaca

dengan pembaca piringan mikrotiter

D. PCR

PCR atau Teknik Polymerase Chain Reaction digunakan untuk

mendeteksi jumlah molekul RNA dangue, diantara jutaan molekul RNA

lainnya. Pemeriksaan ini sangat mahal dan jarang dikerjakan oleh dokter dan

petugas lab.

PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan suatu

prosedur yang efektif untuk pelipatgan dan (amplifikasi) DNA. Proses ini

mirip dengan proses replikasi DNA dalam sel. Amplifikasi ini menghasilkan

lebih dari sejuta kali DNA asli. Hasil pelipatgandaan segmen DNA ini

menyebabkan segmen DNA yang dilipatgandakan tersebut mudah dideteksi

karena konsentrasinya tinggi. Pendeteksian dilakukan dengan metode

pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya, yang disebut

elektroforesis menggunakan gel agarosa (Sudjadi,2008).

Page 14: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

Gambar. Alat PCR

Gambar. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR ini meliputi tiga tahapan proses

utama, yaitu:

1. Proses pertama

Melepaskan rantai ganda DNA me njadi dua rantai tunggal DNA melalui

proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara

menaikkan suhu sampai 95o C. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya

diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA

telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal.

2. Proses kedua adalah annealingatau pemasangan 2 rantai primer pada

kedua rantai DNA tersebut. Primer berfungsi sebagai pancingan awal

Page 15: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

dalam pelipatgandaan segmen DNA. Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa

nukleotida pengode DNA [adenin(A), guanin (G), sitosin (C), dan timin

(T)] yang disintesis secara artifisial dan biasanya dapat dipasangkan

dengan DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan

DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai

kebutuhan primer tersebut. Biasanya dengan cara menurunkan suhu antara

37oC-60oC DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan

DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai

kebutuhan primer tersebut. Biasanya dengan cara menurunkansuhu antara

37oC-60oC.

3. Proses ketiga disebut ekstension atau perpanjangan . Pada proses ini

deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), yang sebelumnya telah

ditambahkan dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18

sampai 24 deret basa nukleotida akan memperoleh tambahan basa

nukleotida yang terdapat di dNTP dan kemudian menjadi sepanjang

segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Proses ini dibantu oleh adanya

enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja optimum pada suhu 72oC.

dNTP merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida (A,G,C, dan T) yang

terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri bebas sampai enzim

DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada primer. Setelah siklus

PCR berakhir, proses final extensiondilakukan selama 5-15 menit pada

suhu yang sama dengan proses ekstensi untuk menjamin semua rantai

tunggal DNA telah penuh terbentuk.

E. Uji Widal

Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk mengetahui ada

tidaknya antibody terhadap Salmonella typhii dengan jalan mereaksikan serum

seseorang dengan antigen O, H, dan Vi dari laboratorium. Bila terjadi

aglutinasi, maka reaksi widal positif, berarti serum orang trsebut mempunyai

antibody terhadap Salmonella typhii, baik setelah vaksinasi, setelah sembuh

dari penyakit tipus ataupun sedang menderita tipus. Reaksi widal negative

artinya tidak memiliki antibody terhadap Salmonella typhii (tidak terjadi

Page 16: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

aglutinasi). Cara kerja reaksi widal digunakan 3 macam cara seri pengenceran

yaitu:

1. Pengenceran 1:80, dibuat dengan cara memipet serum 20 μL ditambah

dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.

apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer

antibody adalah 20 x 1/1600 = 1/80

2. Pengenceran 1:160, dibuat dengan cara memipet serum 10 μL ditambah

dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.

apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer

antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/160

3. Pengenceran 1:320, dibuat dengan cara memipet serum 5 μL ditambah

dengan 1 tetes (40 μL) reagen S. typhii H lalu dikocok selama 1 menit.

apabila terjadi aglutinasi dihitung titer antibodinya. Perhitungan per titer

antibody adalah 10 x 1/1600 = 1/16

Gambar. Uji Widal

Reaksi aglutinasi mempunyai prinsip yang sama dengan hubungan

antigen-antibodi. Perbedaan yang penting adalah bahwa kompleks soluble

tidak terbentuk pada aglutinasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi

aglutinasi adalah ukuran partikel, kepadatan muatan elektrostatik permukaan,

atau sifat-sifat imunokimia antibody derta keadaan fisikokomia tertentu.

Proses aglutinasi fase pertama penyatuan antigen-antibodi terjadi seperti pada

Page 17: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

presipitin dan tergantung pada kekuatan ion, pH, dan suhu. Fase kedua,

pembentukan kisi-kisi, tergantung pada penanggulangan gaya tiolak

elektrostatik partikel-partikel. Aglutinasi sel darah merah, misalnya dalam

sisi-sisi reseptor antigenic mungkin terletak pada cekungan yang dalam. Pada

permukaan sel, antibody diikat kuat pada sisi reseptor pada satu sel.

Pembentukan kisi-kisi tidak dapat terjadi sampai valensi reseptor bebasnya

melekat pada antigen antara sel-sel yang berdekatan. Jika sel terpisah oleh

gaya tolak, ujung bebas molekul antibody tidak akan mendekat ke antigen

cukup rapat untuk membuat ikatan yang kuat. Gaya tolak dapat diatasi

dengan metode fisik yang memaksa sel menjadi lebih dekat dengan

semifugasi. Namun, dengaan beberapa system antigen-antibodi cara demikian

ini tidak mempunyai pengaruh sehingga aglutinasi tidak dapat terjadi.

Page 18: Hasil Pembahasan No 5 Uji Serologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Taufik A, Yudhanto D, Wajdi F, Rohadi. Peranan Kadar Hematokrit,

Jumlah Trombosit dan Serologi IgG –IgM anti DHF dalam Memprediksi

Terjadinya Syok pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah

Sakit Islam Siti Hajar Mataram. J PenyakitDalam. 2007;8:105

2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. In : Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I,KMS, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4thed.

Jakarta : PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit FKUI; 2006. p. 1709

3. Sekaran SD, Lan EC, Subramaniam. Comparison of Five Serological

Diagnostic Assay for Detection of IgM and IgG Antibodies to Dengue

Virus. African Journal ofMicrobiology. 2008;2:141

4. Blacksell SD, Bell D, Kelley J, Mammen MP, Robert J, et al. Prospective

Study tDetermine Accuracy of Rapid Serologic Assay fo Diagnosis of

Acute Dengue VirusInfection in Laos. Clinical and Vaccine Immunology.

2007;14:1458

5. Pelczar and Chan. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press. 1988

6. Maryani, dkk. Buku Praktikum Serologi. Surakarta: Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2011