HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id fileterpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi...
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id fileterpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekstraksi Rimpang Kunyit
Berdasarkan hasil determinasi diketahui rimpang kunyit yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari tanaman Curcuma longa Linn. Hasil ekstraksi
serbuk rimpang kunyit dengan pelarut etanol 96% berupa ekstrak kental berwarna
coklat dan berbau khas. Sebanyak 1000g serbuk rimpang kunyit didapat 187,7g
ekstrak kental sehingga diperoleh randemen sebesar 18,77% memenuhi
persyaratan Depkes RI. Menurut Depkes RI 1995 randemen ekstrak dari rimpang
kunyit sebesar 11%. Hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Maserasi
merupakan metode ekstraksi dingin yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sehingga
zat-zat yang terkandung di dalam simplisia relatif lebih aman jika dibandingkan
dengan penggunaan ekstraksi panas (Gaedcke dan Barbara 2003). Keuntungan
dari cara ini adalah pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
kadar antara larutan zat aktif yang ada di dalam dan di luar sel maka larutan yang
terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang-ulang sehingga terjadi
kesetimbangan kadar antara larutan di dalam dan di luar sel.
Pemilihan pelarut dalam ekstraksi berdasarkan pada tingkat keamanan dan
kemudahan saat menguapkan. Pada penelitian ini maserasi menggunakan etanol
sebagai cairan pengekstraksinya, karena etanol tidak menyebabkan
pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan aktif terlarut.
Etanol relatif lebih aman dibandingkan dengan metanol dan mempunyai sifat
dapat menarik metabolit sekunder secara optimal dalam simplisia (Voight 1995).
Hasil Fraksinasi Rimpang Kunyit
Hasil fraksinasi ekstrak etanol rimpang kunyit dengan pelarut n-heksan dan
etil asetat berupa ekstrak kental berwarna coklat dan berbau khas. Sebanyak
29
44,28g ekstrak etanol rimpang kunyit diperoleh 10,3g fraksi n-heksan dan 15,2 g
fraksi etil asetat. Besarnya randemen dari fraksi n-heksan 4,4 sedangkan fraksi etil
asetat 6,4 (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Rimpang Kunyit
Ekstrak/fraksi Berat (g) Rendemen (%)
Ekstrak etanol 187,7 18,8 Fraksi n- heksan 10,3 4,4 Fraksi etil asetat 15,2 6,4
Metode fraksinasi yang digunakan adalah metode ekstraksi cair-cair.
Ekstrak etanol diekstraksi dalam corong pisah dengan n-heksan untuk
membebaskan ekstrak dari zat-zat yang kepolarannya rendah seperti lemak,
terpen, klorofil, xantofil. Ekstraksi dilakukan berulang kali untuk mengoptimalkan
pemisahan (Markham 1988). Larutan etanol kemudian diekstraksi dengan etil
asetat sehingga dihasilkan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan ekstraksi adalah
pemilihan pelarut. Pada proses pelarutan suatu zat, pemilihan pelarut didasarkan
pada prinsip like dissolves like (Suatu senyawa akan larut dalam pelarut yang
mempunyai kepolaran hampir sama). Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai
untuk ekstraksi metabolit sekunder dalam simplisia nabati adalah berdasarkan
tingkat kepolaran. Dalam hal ini n-heksan bersifat non polar sedangkan etil asetat
bersifat semi polar.
Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Rimpang Kunyit
Penapisan fitokimia dilakukan pada ekstrak etanol dan fraksi n-heksan serta
fraksi etil asetat rimpang kunyit untuk mengetahui golongan senyawa-senyawa
yang terkandung di dalamnya. Hasil penapisan fitokimia ekstrak dan fraksi
rimpang kunyit terdeteksi senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid pada
simplisia, ekstrak etanol dan fraksi n-heksan . Flavanoid terdeteksi pada simplisia
dan fraksi etil asetat. Kuinon terdeteksi pada simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-
heksan, dan fraksi etil asetat. Saponin terdeteksi pada fraksi n-heksan. Polifenol
pada simplisia, ekstrak, dan semua fraksi dari rimpang kunyit (Tabel 2).
30
Tabel 2 Hasil Penapisan Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder Simplisia Ekstrak etanol Fraksi n-heksan Fraksi etil asetat
Alkaloid + + + -
Flavonoid + - - +
Kuinon + + + +
Saponin - - + -
Polifenol + + + +
*Keterangan : + : terdeteksi; - : tidak terdeteksi
Hasil Pembuatan Sediaan Gel Rimpang Kunyit
Gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang banyak digunakan untuk
sediaan topikal. Basis gel dalam formulasi harus bersifat inert dan non reaktif
dengan komponen lain. Bahan-bahan pembentuk gel yang dapat digunakan antara
lain alginat, tragakan, pektin, karagenan, derivat selulosa, dan karbomer. Karbopol
termasuk golongan karbomer bersifat hidrofilik sehingga mudah didispersikan
oleh air dan dengan konsentrasi yang kecil (0.050-2,00%) mempunyai kekentalan
yang cukup sebagai basis gel. Dalam penelitian ini digunakan karbopol sebagai
basis gel. Pemilihan basis gel ini berdasarkan pada keuntungan yang dimiliki oleh
karbopol dibandingkan dengan bahan lain. Berdasarkan penelitian Lu dan Jun
(1998) difusi dan pelepasan obat dari karbopol 20 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan salep, dimana difusi dan pelepasan obat mempengaruhi absorbsi perkutan
dan durasi efikasi obat pada formulasi topikal.
Karbopol sebagai basis gel bekerja tergantung pada pH. Penambahan
alkohol dapat menurunkan viskositas dan kejernihan dari gel karbopol.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit konsentrasi karbopol
dan dapat mengubah pH gel tersebut. Karbopol sebagai basis gel memiliki pH
asam, untuk mencapai pH normal pada sediaan ditambahkan trietanolamin (Jones
2008).
Dalam formulasi sediaan gel, basis gel ditambahkan humektan untuk
memperbaiki konsistensi dan dapat juga bersifat sebagai kosolven yang dapat
meningkatkan kelarutan bahan obat (Barry 1983). Apabila kelarutan bahan obat
31
meningkat akan lebih mudah lepas dari basis kemudian berpengaruh pada
efektifitasnya. Basis gel yang baik tidak mengikat bahan obat terlalu kuat, karena
bahan obat harus terlepas sebelum menembus kulit.
Humektan juga berfungsi sebagai pembuat lunak harus memenuhi
beberapa persyaratan. Pertama harus mampu meningkatkan kelembutan dan
daya sebar sediaan dan kedua melindungi dari kemungkinan menjadi kering.
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dengan basis karbopol
dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Kontaminasi ini dapat
dicegah dengan penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet yang digunakan
merupakan campuran larutan pengawet metil paraben dan propil paraben. Pada
formulasi sediaan gel dosis kedua pengawet tersebut ditingkatkan, karena
beberapa pengawet seperti paraben dan fenolik berinteraksi dengan basis gel
hidrofilik. Interaksi ini mengakibatkan menurunnya konsentrasi pengawet di
dalam formulasi (Jones 2008).
Sediaan gel disimpan dalam tube untuk menghindari penguapan dan
mengeringnya sediaan. Penyimpanan sediaan dalam botol meskipun tertutup baik
tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voight 1995).
Sediaan gel yang dibuat diamati secara organoleptis. Hasil pengamatan
organoleptis sediaan gel dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Sediaan Gel secara Organoleptis
Formula Warna Bau Konsistensi
KN Bening Khas karbopol Kental
GH Kuning Khas ekstrak kunyit Kental
GE Coklat Khas ekstrak kunyit Kental
Gel tanpa penambahan ekstrak berwarna bening sedangkan dengan
penambahan fraksi n-heksan rimpang kunyit dihasilkan sediaan gel berwarna
kuning karena fraksi yang ditambahkan pada gel berwarna coklat kekuningan. Gel
dengan penambahan fraksi etil asetat berwarna coklat karena fraksi yang
ditambahkan berwarna coklat. Intensitas warna gel bertambah dibandingkan
32
dengan basis gel karena tingginya konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Ketiga
formula yang dibuat menghasilkan sediaan gel kental.
Gambar 9 Sediaan gel. Keterangan: KN : Formula tanpa ekstrak rimpang kunyit GH : Formula dengan fraksi n-heksan rimpang kunyit GE : Formula dengan fraksi etil asetat rimpang kunyit
Hasil Pengujian Stabilitas Sediaan Gel
Hasil Pengamatan Organoleptis
Hasil pengamatan perubahan stabilitas gel secara organoleptis yang
meliputi konsistensi, warna, dan bau dari masing-masing formula gel pada
penyimpanan selama 56 hari pada suhu 25oC dan 40o
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa gel tanpa ataupun dengan
penambahan rimpang kunyit tidak mengalami perubahan konsistensi, warna
maupun bau selama penyimpanan. Hasil pengamatan tersebut menunjukan bahwa
semua sediaan gel yang dibuat stabil secara fisik.
C dapat dilihat pada Tabel 4.
KN
GH GE
33
Tabel 4 Hasil Pengamatan Perubahan Konsistensi, Warna, dan Bau Sediaan Gel
Suhu
penyimpanan Pengamatan Formula
Lama Penyimpanan (Hari)
1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56
25o
Konsistensi
C
KN - - - - - - - - - - -
GH - - - - - - - - - - -
GE - - - - - - - - - - -
Warna KN - - - - - - - - - - -
GH - - - - - - - - - - -
GE - - - - - - - - - - -
Bau KN - - - - - - - - - - -
GH - - - - - - - - - - -
GE - - - - - - - - - - -
40o
Konsistensi
C
KN - - - - - - - - - - -
GH - - - - - - - - - - -
GE - - - - - - - - - - -
Warna KN - - - - - - - - - - -
GH - - - - - - - - - - -
GE - - - - - - - - - - -
Bau KN - - - - - - - - - - -
GH - - - - - - - - - - -
GE - - - - - - - - - - -
*Keterangan : + Ada perubahan; - Tidak ada perubahan
Hasil Pengukuran pH
Stabilitas gel dapat juga dilihat dari pH sediaan selama penyimpanan.
Perubahan pH sediaan selama penyimpanan dapat digunakan untuk mengamati
stabilitas gel. Hasil pengukuran pH sediaan gel yang dibuat ditunjukan pada
Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5, setelah dilakukan analisis statistik dengan desain acak
sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0, 05. Hipotesis
nol (Ho) ditolak untuk semua formula gel yang dibuat (P< 0,05). Ini berarti
bahwa suhu dan lama penyimpanan mempengaruhi nilai pH gel. Selanjutnya
dilakukan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan efek pada setiap kelompok
34
perlakuan. Berdasarkan analisis uji Duncan diketahui bahwa terdapat perbedaan
nilai pH gel pada suhu penyimpanan 25ºC dan 40ºC. Pada suhu penyimpanan
25ºC pH gel tidak mengalami perubahan sedangkan pada suhu 40ºC pH gel
mengalami perubahan. Perubahan pH gel pada suhu 40ºC juga dipengaruhi oleh
lama penyimpanan. Berdasarkan analisis uji Duncan diketahui bahwa pada ketiga
formula tidak terdapat perbedaan pH pada penyimpanan selama 41 hari, terjadi
perubahan nilai pH pada suhu 40ºC dari 7 menjadi 6 saat penyimpanan memasuki
hari ke 42 . Kestabilan nilai pH kembali terjadi pada penyimpanan hari ke 42
sampai ke 56 (Tabel 5). Penurunan nilai pH pada suhu penyimpanan 40ºC
kemungkinan disebabkan terjadinya hidrolisis senyawa pada ekstrak rimpang
kunyit. Gel plasebo (KN) juga mengalami penurunan nilai pH dari 8 menjadi 7
sehingga dapat disimpulkan basis gel juga mengalami penguraian. Secara umum
nilai pH gel selama penyimpanan adalah antara 6-8. Nilai tersebut masih sesuai
dengan persyaratan pH gel untuk kulit yaitu antara 5-10 sehingga gel aman bila
digunakan dan tidak berkurang efektifitasnya (Jones 2008).
Tabel 5 Hasil Pengamatan Perubahan pH Sediaan Gel
Suhu
penyimpanan Formula Lama Penyimpanan (Hari)
1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56
25o
KN
C
8 8A 8A 8A 8A 8A 8A 8A A 88Aa 8Aa A
GH 7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7Aa 7Aa
GE
A
7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7Aa 7Aa
40
A
o
KN
C
8 8A 8A 8A 8A 8A 8A 8A 7A 7Bb 7Bb Bb
GH 7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 6A 6Bb 6Bb
GE
Bb
7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 6A 6Bb 6Bb Bb
*Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *
Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)
Hasil Pengukuran Viskositas
Viskositas sediaan gel diukur selama penyimpanan 56 hari, dan hasil
pengamatannya dapat dilihat pada Tabel 6.
35
Tabel 6 Hasil Pengamatan Perubahan Viskositas (cPa) Sediaan Gel
Suhu
penyimpanan Formula Lama Penyimpanan (Hari) pada suhu 40oC
1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56
25o
KN
C
335 335 336 336 336 336 335 335 335 335 335
GH 335 335 336 335 335 335 335 335 335 336 336
GE 335 335 335 335 336 335 335 335 335 335 335
40o
KN
C
335 335 335 335 337 336 336 338 336 336 336
GH 335 335 335 336 328 335 335 337 335 335 335
GE 335 335 335 336 328 335 335 336 335 335 335 Tn
Tidak berbeda nyata (p>0,05)
Secara umum viskositas dari semua formula gel mengalami perubahan.
Nilai viskositas semua sediaan gel pada suhu penyimpanan 40oC mengalami
penurunan dan mulai stabil pada penyimpanan hari ke 42 (Tabel 6). Setelah
dilakukan analisis statistik dengan desain acak sempurna model tetap diperoleh
hasil dengan taraf signifikan P≤ 0,05. H ipotesis nol (Ho) diterima untuk semua
formula gel yang dibuat (P> 0,05). Ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan
yang nyata nilai viskositas selama penyimpanan pada suhu 25oC dan 40o
C.
Pengujian Keamanan Gel Rimpang Kunyit
Pada uji keamanan digunakan metode patch test. Pengujian dilakukan
terhadap punggung tangan 10 orang sukarelawan. Gel yang diuji adalah gel
dengan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat rimpang kunyit. Gel yang diberikan
mempunyai konsentrasi tinggi. Sukarelawan tidak mengalami iritasi kulit setelah
pemakaian gel konsentrasi tinggi maka diasumsikan dengan memakai gel dengan
konsentrasi lebih kecil juga akan aman atau tidak terjadi reaksi iritasi. Dari hasil
pengujian dapat disimpulkan bahwa gel rimpang kunyit aman digunakan.
36
Gambar 10 Pengujian sediaan gel fraksi n heksan (GH) dan gel fraksi etil asetat (GE)
pada penyimpanan hari ke 56, tidak terjadi iritasi pada sukarelawan. Tabel 7 Hasil Pengujian Keamanan Gel Rimpang Kunyit
Formula Sukarelawan Lama Penyimpanan (Hari)
1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56
1 - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - -
3 - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - -
GH 5 - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - -
7 - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - -
9 - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - -
1 - - - - - - - - - - -
2 - - - - - - - - - - -
3 - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - -
GE 5 - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - -
7 - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - -
9 - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - -
*Keterangan : + Terjadi reaksi alergi; - Tidak terjadi reaksi alergi
GH GE
37
Hasil Pengamatan Mikroskopis (Histopatologi)
Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang meliputi
tiga tahap yaitu inflamasi, pembentukan jaringan granulasi, dan remodeling
jaringan.
Parameter yang diamati pada pemeriksaan histopatologi adalah jumlah sel-
sel radang (neutrofil dan makrofag), jumlah neovaskularisasi dengan preparat
yang digunakan adalah preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan
Hematoxylin-Eosin, sedangkan persentase re-epitelisasi dan kepadatan jaringan
ikat (fibroblas) preparat yang digunakan adalah preparat yang telah diwarnai
dengan pewarnaan Masson Trichrome.
Neutrofil
Neutrofil merupakan sel radang pertama yang dilepaskan segera setelah
terjadi luka. Neutrofil memberikan respon imun dengan menghasilkan enzim
proteolitik untuk mencerna partikel asing dan membunuh bakteri melalui proses
fagositosis dan produksi hidrogen peroksida. Neutrofil akan mengalami apoptosis
setelah 24 sampai 48 jam dan digantikan dengan makrofag (Stroncek dan Reichert
2008).
Tabel 8 Rataan Jumlah Sel Radang Neutrofil
Hari ke- Kelompok
GH GE KP KN
2 8 ±3,6 10,4±6,19Aa 31,2 ±122,46Aa 93,6 ±31,20Aa Ba
4 4,4 ±1,14 7,4 ±3,65Aab 35,4 ±33,94Aab 63,8 ±30,49Aab
7
Bab
1,0 ±0,71 4,6 ±1,52 Aab 0,8 ±1,23Aab 62,4 ±22,68Aab
14
Bab
0,8 ±0,4 1,4 ±0,55Ab 4,8 ±2,38Ab 14,2 ±9,52Ab
21
Bb
0,8 ±0,84 2,4 ±1,14Ab 1 ±0,86Ab 1,2 ±2,99Ab Bb *Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *
Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)
Berdasarkan Tabel 8 setelah dilakukan analisis statistik dengan desain
acak sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0, 05.
Hipotesis nol (Ho) ditolak untuk semua kelompok percobaan (P< 0,05). Ini
38
berarti bahwa terdapat perbedaan pengaruh perlakuan pada setiap kelompok
terhadap jumlah neutrofil. Selanjutnya dilakukan uji Duncan untuk mengetahui
perbedaan jumlah neutrofil pada setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan analisis
uji Duncan diketahui bahwa terdapat perbedaan, jumlah sel neutrofil pada
kleompok KN lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain, sedangkan
jumlah neutrofil pada kelompok GH, GE, dan KP tidak memiliki perbedaan yang
signifikan (Tabel 8).
Gambar 11 Gambar histopatologi kulit, kontrol positif 2 hari pasca perlukaan sel radang
neutrofil (N). (HE, obyektif 100X)
Pada pengamatan jumlah neutrofil, ketiga kelompok menunjukan pola
rataan jumlah neutrofil yang hampir sama, yaitu tinggi pada hari awal dan
kemudian menurun secara gradual pada hari-hari berikutnya (Tabel 8). Pada
semua kelompok perlakuan pada hari kedua pasca perlukaan jumlah neutrofil
tinggi, hal ini disebabkan kemungkinan adanya infeksi pada luka terbuka diikuti
dengan reaksi peradangan. Jumlah neutrofil pada kelompok KN paling tinggi
39
secara nyata (P< 0,05), dibandingkan dengan KP, GE, dan GH. Hal ini disebabkan
kelompok KN diberikan sediaan gel plasebo.
Makrofag
Makrofag akan menggantikan peran neutrofil, ketika neutrofil mengalami
apoptosis. Makrofag menghasilkan sitokin seperti IL-1, TGF-β, and tumor
necrosis factor-α (TNF-α) yang mengaktivasi fibroblas. Makrofag akan
memfagositosis sel-sel nekrotik dan partikel asing dalam waktu tertentu
tergantung pada tingkat keparahan luka, jumlah sel nekrotik serta jumlah partikel
asing (Stroncek dan Reichert 2008).
Berdasarkan Tabel 9 setelah dilakukan analisis statistik dengan desain acak
sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0, 05. Hipotesis
nol (H0) diterima untuk semua kelompok percobaan. Ini berarti bahwa tidak
terdapat perbedaan jumlah makrofag pada setiap kelompok perlakuan.
Gambar 12 Gambar histopatologi kulit, kontrol negatif 21 hari pasca perlukaan, sel
radang makrofag (M). (HE, obyektif 100X)
40
Tabel 9 Rataan Jumlah Sel Radang Makrofag
Hari ke- Kelompok
GH GE KP KN
2 1,8 ±0,84 3,4 ±2,51a 0,8 ±2,21a 3,8 ±1,90ab b
4 1,2 ±0,45 2,0 ±2a 0,8 ±2,80a 3,8 ±7,32ab
7
b
0,8 ±0,84 1,4 ±0,55a 25 ±6,43a 21,4 ±20,32ab
14
b
0,4 ±0,55 1,0 ±1,0a 8 ±2,62a 25,8 ±6,73ab
21
b
0,2 ±0,45 1,2 ±0,84a 18,4 ±9,37a 21 ±4,92ab b
*
Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05
Jumlah makrofag pada kelompok KN lebih tinggi dari kelompok lain. Hal
ini dikarenakan pada kelompok KN diduga terdapat infeksi dan sel nekrotik yang
lebih banyak. Pada kelompok GH dan GE jumlah makrofag sedikit disebabkan
adanya zat aktif yang membantu mengeliminir partikel-partikel asing dan sel
nekrotik sehingga tingkat inflamasi rendah.
Neovaskularisasi
Keberadaan pembuluh darah memiliki peranan yang penting untuk
memberikan asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Selain itu,
pembuluh darah juga mempunyai peranan untuk menghantarkan sel-sel radang
yang dibentuk di sumsum tulang sehingga mendekati jaringan yang terluka, sel
radang tersebut melakukan emigrasi.
Tabel 10 Rataan Jumlah Neovaskularisasi
Hari ke- Kelompok
GH GE KP KN
2 1,4 ±1,34 0,2 ±0,45Aa 6,2 ±6,89Aa 0ABa Ba
4 0,4 ±0,55 0,6 ±1,94Aab 1,2 ±2,53Aab 0ABab
7
Bab
0,4 ±0,89 1,0 ±0,71Aab 4,2 ±2,78Aab 10,2 ±4,56ABab
14
Bab
0,2 ±0,45 0,6 ±0,89Aab 13,2 ±4,04Aab 21,4 ±9,18ABab
21
Bab
0 0,2 ±0,45Ab 23,6 ±6,82Ab 28,4 ±6,42ABb Bb *Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)
41
Pembuluh darah akan membentuk tunas-tunas pembuluh baru yang nantinya akan
berkembang menjadi percabangan baru di daerah jaringan yang terluka untuk
menunjang fungsi-fungsinya (Spector 1993).
Pada Tabel 10 terlihat bahwa pemberian gel fraksi etil asetat dan gel fraksi
n-heksan dapat mempercepat pembentukan pembuluh darah baru
(neovaskularisasi), reepitelisasi, dan jaringan ikat. Pada kelompok GH dan GE
neovaskularisasi terjadi dua hari pasca perlukaan. Pada kelompok KN
neovaskularisasi baru mulai terjadi pada hari ke 7 pasca perlukaan. Hal ini berarti
tidak terdapat vaskularisasi yang cukup pada kelompok KN, sehingga
kemungkinan terjadi hambatan pasokan darah kedaerah luka yang menyebabkan
luka mengalami hambatan penyembuhan.
Gambar 13 Gambar histopatologi kulit, kontrol positif 14 hari pasca perlukaan, neovakularisasi (V). (MT, obyektif 100X)
Re-epitelisasi dan Luas Jaringan Kolagen
Hasil pengamatan jumlah reepitelisasi dan luas jaringan kolagen dapat
dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.
42
Tabel 11 Rataan Persentase Re-epitelisasi
Hari ke- Kelompok
GH GE KP KN
2 5 ±0,07 5 ±0,0ABa 13 ±0,05ABa 0Aa Ba
4 15 ±0,21 8 ±0,04ABb 53 ±0,57ABb 24 ±0,17Ab
7
Bb
100 ±0 100 ±0ABc 100 ±0ABc 42 ±0,12Ac
14
Bc
100 ±0 100 ±0ABc 100 ±0ABc 38 ±0,53Ac
21
Bc
100 ±0 100 ±0ABc 100 ±0ABc 92 ±0,12 Ac Bc *Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *
Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)
Gambar 14 Perbandingan re-epitelisasi dan ketebalan jaringan ikat pada hari ke 2 pasca
perlukaan. Pada kelompok KP (Kontrol Positif), GE (Gel fraksi etil asetat), dan GH (Gel n-heksan) re-epitelisasi dan jaringan ikat mulai terbentuk, sedangkan pada kelompok KN (Kontrol Negatif) re-epitelisasi dan jaringan ikat belum terbentuk. (MT, 20X)
GH GE
KN KP
43
Tabel 12 Rataan Persentase Luas Jaringan Kolagen
Hari ke- Kelompok
GH GE KP KN
2 2,5 ±0,035 5 ±0,00Aa 13 ±0,11 ABa 0ABa Ba
4 2,5 ±0,035 5 ±0,00Aa 10 ±0,00ABa 8 ±0,04ABa
7
Ba
20 ±0 5 ±0Ab 28 ±0,04ABb 23 ±0,04ABb
14
Bb
100 ±0 88 ±0,18Abc 65 ±0,21ABbc 40 ±0,14ABbc
21
Bbc
100 ±0 100 ±0Ac 100 ±0 ABc 45 ±0,07ABc ABc
*Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *
Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)
Gambar 14 Perbandingan re-epitelisasi dan ketebalan jaringan ikat pada hari ke 21 pasca
perlukaan. Pada kelompok KP (Kontrol Positif), GE (Gel fraksi etil asetat),
dan GH (Gel n-heksan) re-epitelisasi 100%, jaringan ikat padat dan kompak
(100%), sedangkan pada kelompok KN (Kontrol Negatif) re-epitelisasi 92%
dan jaringan ikat belum terbentuk sempurna (45%). (MT, 40X)
KN KP
GE GH
44
Berdasarkan Tabel 11 dan 12 setelah dilakukan analisis statistik dengan
desain acak sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0,05.
Hipotesis nol (Ho) ditolak untuk semua kelompok percobaan. Ini berarti bahwa
terdapat perbedaan pengaruh perlakuan pada setiap kelompok terhadap rataan
persentase re-epitelisasi dan luas jaringan kolagen. Selanjutnya dilakukan uji
Duncan untuk mengetahui perbedaan jumlah re-epitelisasi dan luas jaringan
kolagen pada setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan analisis uji Duncan
diketahui bahwa terdapat perbedaan, pada kelompok KN menunjukan hasil yang
berbeda yaitu lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Hasil
pengamatan rataan pesentase re-epitelisasi dan luas jaringan kolagen pada
kelompok GH, GE, dan KP tidak memiliki perbedaan. Pada kelompok KN re-
epitelisasi dan pembentukan jaringan kolagen baru terjadi pada hari ke 4 pasca
perlukaan (Tabel 11 dan 12).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui pemberian gel fraksi etil asetat
dan n-heksan dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada mencit
hiperglikemik yang diinduksi STZ. Hal ini terjadi karena pemberian gel fraksi etil
asetat dan gel fraksi n-heksan dapat mengurangi proses peradangan
(antiinflamasi), dapat mempercepat pembentukan pembuluh darah baru
(neovaskularisasi), re-epitelisasi, dan jaringan ikat. Gel fraksi etil asetat dan gel
fraksi n-heksan menunjukan pengaruh yang sama. Hal ini mungkin berhubungan
dengan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam fraksi etil asetat dan
n-heksan. Hasil penapisan fitokimia fraksi etil asetat mengandung flavonoid,
kuinon, polifenol sedangkan fraksi n-heksan mengandung alkaloid, saponin,
kuinon dan polifenol. Salah satu senyawa polifenol pada rimpang kunyit adalah
kurkumin yang mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan menghambat enzim
cyclooxygenase-2 (COX-2) dan lipooxygenase (LOX). Keduanya merupakan
enzim penting dalam proses inflamasi. Kurkumin bersifat sebagai antioksidan
yang dapat menetralkan radikal bebas. Kurkumin meningkatkan re-epitelisasi,
neovaskularisasi, migrasi makrofag ke jaringan luka, dan stabilitas kolagen.
Kurkumin juga meningkatkan kinerja TGF-β 1 dan 2 serta reseptornya.
Terjadinya apoptosis juga dihambat oleh kurkumin (Tangapazham 2007). Selain
itu terdapat senyawa yang mendukung efek kurkumin, antara lain kuinon dan
45
saponin yang bersifat antibakteri, flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan dan
anti bakteri (Andersen dan Markham 2006). Flavonoid berfungsi sebagai
antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein
ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid
merupakan senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein. Turunan fenol
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang
lemah dan segera mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol
menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. Minyak atsiri
pada rimpang kunyit berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses
terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk
tidak sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya
mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Alkaloid memiliki
kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Juliantina et al. 2008).