HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum - repository.ipb.ac.id V... · dan contoh mengenai aplikasi...
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum - repository.ipb.ac.id V... · dan contoh mengenai aplikasi...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Umum
Dekripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor. Kondisi umum dari lokasi penelitian tersebut tergambar secara
sederhana pada uraian berikut ini:
Kondisi Geografis dan Demografis
Kelurahan Cikarawang adalah salahsatu Kelurahan di Kecamatan Bogor
Barat dengan luas wilayah 226,56 Hektar. Jumlah penduduk 8.227 jiwa, terdiri
dari 4.199 laki-laki dan 4.028 perempuan, jumlah kepala keluarga 2114, yang
dapat digolongkan sebagai keluarga miskin sebanyak 777 KK (35,3 persen).
Batas-batas administratif pemerintahan Kelurahan Cikarawang – Kecamatan
Bogor Barat, meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Cisadane, sebelah
Timur dengan Kelurahan Situ Gede – Kecamatan Bogor barat, sebelah Selatan
dengan Sungai Ciapus, sebelah Barat dengan Sungai Ciapus (Sungai Cisadane).
Dilihat dari aspek topografi dan kontur tanah, Kelurahan Cikarawang secara
umum berupa dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian sekitar 193
meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar pada 25 sampai
derajat Celcius. Kelurahan Cikarawang terdiri dari tiga dusun, tujuh RW dan tiga
puluh dua RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibu kota kecamatan adalah lima
kilometer dengan waktu tempuh 10 menit, sedangkan dari ibu Kota adalah 35
kilometer dengan waktu tempuh 45 menit.
Selain institusi pemerintahan, di Kelurahan Cikarawang juga terdapat
lembaga/ institusi kemasyarakatan seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
(LPM), Perkumpulan Kerukunan Keluarga (PKK), Kelompok Tani dan
Perlindungan Masyarakat (Linmas).
Kelurahan Cikarawang terletak sekitar dua kilometer dari kampus Institut
Pertanian Bogor (IPB).Perguruan tinggi ini merupakan suatu perguruan tinggi
pertanian terbesar di Asia Tenggara, dengan jumlah mahasiswa lebih dari 10.000
orang. Sebagai sebuah perguruan tinggi, salah satu pilar pokok tugasnya adalah
pengabdian kepada masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, IPB secara rutin
52
melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat, khususnya yang
berorientasi pada bidang pertanian, termasuk kepada daerah-daerah yang berada
di dekat atau di sekitar kampus tersebut. Oleh karena itu, secara logis dapat
diprediksi bahwa penduduk Kelurahan Cikarawang sedikit banyak akan
terpengaruh baik secara sosial, maupun ekonomis oleh faktor kedekatan dengan
perguruan tinggi tersebut.
Sumberdaya Manusia (SDM)
Potensi sumberdaya manusia di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor tergambar pada table-tabel berikut ini :
Tabel 2 Populasi Penduduk Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat
menurut umur dan jenis kelamin (Oktober, 2009)
No. Umur (Tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. 0 – 5 495 560 1.055
2. 6 – 10 409 367 776
3. 11 – 15 391 389 780
4. 16 – 20 378 368 746
5. 21 – 25 389 374 763
6. 26 – 30 390 378 768
7. 31 – 35 303 285 588
8. 36 – 40 309 284 593
9. 41 – 45 258 251 509
10. 46 – 50 215 193 408
11. 51 – 55 181 160 341
12. 56 – 60 156 137 293
13. 61 – 65 186 147 333
14. 66 – 70 139 136 275
Total 4.205 4.040 8.245
Data dari Tabel 2 menujukkan bahwa dari sudut jumlah, penduduk
Kelurahan Cikarawang didominasi oleh mereka yang berusia produktif (16–
55tahun), kemudian disusul oleh anak – anak dan remaja (5–15tahun), kemudian
orang tua (56–70tahun). Berkaitan dengan upaya pengembangan bidang pertanian
di daerah tersebut, gambaran komposisi penduduk di atas cukup mendukung.
Namun demikian, fakta lapangan yang tercermin dari data yang diperoleh selama
berlangsungnya penelitian menunjukkan bahwa penduduk yang berusia relatif
53
muda kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian, menurutnya kegiatan
usaha tani tidak memberikan masa depan yang baik.
Tabel 3 Sebaran penduduk Kelurahan Cikarawang – Kecamatan Bogor Barat yang
bekerja menurut mata pencaharian(Oktober, 2009)
No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1. Petani 310 13,94
2. Buruh Tani 225 10,11
3. Pedagang 435 19,56
4. PNS 175 7,87
5. TNI/ Polri 2 0,09
6. Karyawan Swasta 477 21,45
7. Wirausaha lainnya 600 26,98
Data pada Tabel 3 menggambarkan bahwa lebih banyak penduduk yang
memilih mata pencaharian lain, seperti karyawan swasta dan wirausaha lain
daripada bertani. Sementara sebagian dari mereka yang bertani (hampir 50 persen)
hanyalah buruh tani (mereka yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri).
Berdasarkan informasi yang dihimpun melalui wawancara langsung dengan
petani, ada beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat
untuk menjadi petani di daerah tersebut, di antaranya adalah:
1. Fakta menunjukkan bahwa mereka (para orang tua) yang selama ini memilih
pekerjaan bertani tidak mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
2. Akses untuk memperoleh pekerjaan lain (selain) bertani lebih mudah,
mengingat kedekatan daerah tersebut dengan daerah perkotaan (Bogor dan
Jakarta)
3. Persepsi masyarakat khususnya generasi muda yang menganggap bertani
sebagai pekerjaan yang tidak bergengsi.
Selain menurunkan minat masyarakat untuk memilih bertani, alasan-alasan
tersebut sebelumnya juga menyebabkan banyak anggota masyarakat yang menjual
lahan pertaniannya untuk dijadikan modal mencari mata pencaharian lain,
misalnya membeli mobil untuk dijadikan mobil angkutan kota. Mereka yang
kemudian gagal dalam mata pencaharian lain dan tidak mempunyai alternatif lain,
54
beralih kembali menjadi petani, di mana statusnya sudah berubah menjadi buruh
tani.
Kedekatan daerah ini dengan Institut Pertanian Bogor dan kondisi yang
diuraikan sebelumnya menyebabkan banyak penduduknya yang lebih memilih
bekerja di areal perguruan tinggi, dirumah dosen dan pegawai serta rumah-rumah
kontrakan yang dihuni mahasiswa (sebagai pembantu rumah tangga, sopir,).
Kondisi ini, berdampak semakin berkurangnya jumlah penduduk yang mau
bekerja sebagai buruh tani. Uraian ini didapatkan dari diskusi bersama petani.
Potensi Kelurahan.
Di Kelurahan Cikarawang terdapat sarana pendidikan, meliputi empat buah
lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dua buah Taman Kanak-Kanak
(TK), empat buah Sekolah Dasar (SD), satu buah Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Dalam bidang ekonomi terdapat beberapa kegiatan yang dikelola
masyarakat, meliputi satu buah industri rumah tangga pembuatan miniatur
pesawat, tiga buah tempat pembuatan kerajinan anyaman bambu, lima buah
tempat pembuatan makanan tradisionil, empat buah bengkel motor, satu buah
peternakan domba, dan satu buah peternakan ikan (lele, gurami, dan patin).
Adapun sarana/ personil kesehatan yang tersedia untuk masyarakat Kelurahan
Cikarawang, meliputi satu buah Puskesmas pembantu, tujuh buah Posyandu, satu
buah Poliklinik, serta seorang Bidan Kelurahan.
Petani Kelurahan Cikarawang tergabung dari beberapa kelompok tani, yang
saat ini masih aktif, meliputi Kelompok Tani Setia Dusun satu, Kelompok Tani
Hurip Dusun dua, Kelompok Tani Subur Jaya Dusun tiga, Kelompok Tani Mekar
Dusun tiga, serta Kelompok Wanita Tani Hurip Dusun dua. Kelompok-kelompok
tani tersebut selain mendapat pembinaaan dan penyuluhan pertanian dari
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Dinas Pertanian Kota Bogor, juga mendapat
bimbingan dari tenaga ahli dan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).
Topografi Kelurahan yang berupa dataran (tanah datar) yang dikelilingi oleh
aliran sungai (Sungai Ciapus dan Cisadane) menyebabkan area tersebut sangat
cocok untuk kegiatan pertanian dan peternakan.
Kelurahan cikarawang memiliki empat kelompok Sebagaimana telah
diuraikan pada bab terdahulu, meskipun di Kelurahan Cikarawang (lokasi
55
penelitian) terdapat empat kelompok tani yang aktif, sampling responden untuk
penelitian ini diambil dari kelompok tani yang sudah mengikuti program SL-PTT
padi, yaitu Kelompok Tani Suka Makmur.
Kelurahan Cikarawang memiliki lima kelompok tani, empat diantaranya
adalah kelompok tani yang usaha taninya bergerak dalam budidaya tanaman padi,
sedangkan satu kelompok lagi yaitu kelompok tani wanita yang kegiatannya lebih
banyak melakukan pengolahan hasil-hasil produksi pertanian, misalnya produksi
saos sambel yang bahan bakunya selain dari cabe juga ubi jalar dan bengkoang.
Deskripsi SL-PTT
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) untuk tanaman
padi, jagung dan kedelai dicanangkan pertama kali secara nasional pada tahun
2007, sedangkan pelaksanaan SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan
Bogor Barat, Kota Bogor dimulai pada tahun 2008. Secara umum, berdasarkan
hasil pengamatan lapangan, data dan keterangan dari semua pihak yang terlibat
(petani dan pemandu lapang) menunjukkan bahwa pelaksanaan program tersebut
belum optimal (tidak sesuai dengan konsep yang dianjurkan oleh DEPTAN).
Dari aspek teknis, khususnya transfer teknologi dari pemandu lapang ke
petani secara umum berlangsung dengan baik, meskipun tidak semua paket yang
dianjurkan dalam program SL-PTT padi dapat diaplikasikan oleh petani
disebabkan berbagai hal, misalnya ketersediaan sarana dan prasarana. Beberapa
contoh keterbatasan sarana dan prasarana yang sangat dirasakan antara lain: (1)
keterbatasan sarana pengolahan lahan, seperti traktor tangan atau kerbau yang
digunakan untuk membajak sawah, sehingga penerapan teknologi jarak tanam
jajar legowo, sulit dilaksanakan (harus menunggu antrian), (2) keterbatasan
ketersediaan benih padi bermutu, dimana menurut konsep program SL-PTT padi
benih yang digunakan disiapkan oleh Dinas Pertanian Kota, tetapi pengadaan
benih unggul seringkali terlambat (tiba setelah masa tanam), akibatnya petani
menggunakan benih lain, (3) keterbatasan ketersediaan pupuk, karena harga
pupuk dipermainkan oleh para pemodal yang membeli dan menampung pupuk,
sehingga sulit terjangkau oleh petani, (4) tidak tersedianya alat pengukur
56
kesuburan tanaman padi (kebutuhan nitrogen) berdasarkan pengamatan warna
daun (Bagan Warna Daun = BWD), sehingga mereka harus menunggu kehadiran
pemandu lapang, karena hanya pemandu lapang saja yang memiliki alat tersebut,
ini menghambat penerapan teknologi pemupukan efisien dan efektif berdasarkan
BWD.
Sementara dari aspek komunikasi, terkait dengan empat komponen utama
komunikasi (sumber, penerima, saluran dan pesan) ada beberapa kendala yang
menyebabkan tidak optimalnya hasil yang dicapai dari pelaksanaan program
tersebut, yaitu: (1) satu-satunya narasumber yang dapat memberikan pemahaman
dan contoh mengenai aplikasi komponen-komponen teknologi SL-PTT padi
hanya pemandu lapang, padahal menurut konsep ideal dari program ini
diharapkan Dinas Pertanian Kota menghadirkan pakar-pakar pertanian dari balai-
balai penelitian pertanian untuk berperan sebagai nara sumber. (2) tidak
tersedianya media komunikasi, baik cetak (leaflet, brosur, majalah, buku panduan,
dll) maupun elektronik (siaran TV, siaran radio, DVD, CD, kaset, dll.), sehingga
satu-satunya saluran komunikasi yang digunakan oleh petani dan pemandu lapang
adalah komunikasi langsung dalam bentuk pertemuan rutin, pertemuan kelompok,
diskusi serta praktek lapang.
Sistem pengelolaan pelaksanaan program SL-PTT padi di lokasi penelitian
ini belum terlaksana sebagaimana mestinya karena beberapa hal, meliputi: (1)
kurangnya transparansi mengenai pengelolan program ini oleh Dinas Pertanian
Kota sebagai penanggungjawab pelaksana, khususnya yang berkaitan penyediaan
sarana dan prasarana, keuangan (misalnya berkaitan dengan honor pemandu
lapang), (2) pemandu lapang tidak memiliki legalitas formal (tidak memiliki SK
pengangkatan sebagai pemandu lapang), dimana SK tersebut harus dikeluarkan
oleh Dinas Pertanian Kota (hal ini kemungkinan berkaitan dengan honor), (3)
evaluasi pelaksanaan program tidak dilakukan sebagaimana mestinya, sehingga
tidak ada umpan balik untuk perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan program
pada masa yang akan datang atau tempat yang berbeda.
57
Karakteristik Petani
Karakteristik petani dianggap sebagai salah satu unsur penting yang
menentukan tingkat partisipasi serta efektivitas komunikasi sebagai sasaran akhir.
Karakteristik petani yang dikaji pengaruhnya dalam penelitian ini adalah umur,
pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani serta status petani. Karakteristik
petani dikelompokkan menjadi tiga kategori.
Tabel 3 menunjukkan karakteristik petani yang menjadi responden dalam
penelitian ini, meliputi umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani serta
status petani.
Tabel 4 Karakteristik petani (responden)
Karakteristik Petani Kategori Jumlah persentase (%)
Umur
Muda ( ≤ 34 tahun) 13 43,33
Sedang ( 35 – 48 tahun) 6 20,00
Tua ( ≥ 49 tahun) 11 36,67
Pendidikan
SD 24 80,00
SMP 4 13.33
SMU 2 6,67
Luas Lahan
Kecil ( < 0,1 ha) 2 6,67
Sedang ( 0,1 – 1,0 ha) 9 30,00
Luas ( > 1 ha) 19 63,33
Pengalaman Bertani
Baru ( < 9 tahun) 11 36,67
Sedang ( 9 – 24 tahun ) 11 36,67
Lama ( > 24 tahun ) 8 26,67
Status Petani
Penggarap 20 66,67
Pemilik 7 23,33
Buruh Tani dan Penggarap 3 10,00
(1) Umur
Data dari Tabel 4 menunjukkan bahwa umur responden tersebar hampir
merata dimana umur muda 43,33 persen, sedang 20,00 persen, dan yang tua 36,67
persen, artinya dikelompok tani yang aktif mengikut kegiatan SL-PTT padi secara
teoritis termasuk umur yang produktif. Dimana umur dalam kisaran produktif
dapat melakukan usaha tani dan aktivitas lainnya dengan sebaik mungkin.
Umur yang relatif muda antara 34 sampai umur 43 tahun diharapkan lebih
aktif dari yang lainnya untuk mencari informai pertanian khususnya budi daya
58
tanaman padi agar usaha tani diKelurahan Cikarawang lebih maju dari
sebelumnya.
(2) Pendidikan
Unsur pendidikan didominasi oleh mereka yang berpendidikan sekolah
dasar (80,00 persen). artinya pendidikan anggota kelompok tani yang ikut
kegiatan SL-PTT padi relatif berpendidikan rendah, diketahui secara teoritis
bahwa kemampuan seseorang untuk menerima suatu perubahan sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Dari fakta ini dapat diduga bahwa
sosialisasi perubahan teknologi pertanian yang di bawa oleh SL-PTT padi akan
mengalami kesulitan. Olehnya itu harus diawali dengan suatu pendekatan
persuasif agar petani bisa terbuka dan dengan senang hati mengikuti program SL-
PTT padi.
Pendidikan SMU dan SMP sangat kecil presentasinya hanya 6,67 persen
dan 13,30 persen artinya petani-petani yang ada diKelurahan Cikarawan ini
mungkin memandang pendidikan itu belum begitu penting atau keadaan
ekonominya yang sangat memprihatinkan, memaksa dirinya tidak menyekolahkan
anak-anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Akibatnya mereka beranggapan bahwa
dengan usaha tani padi tidak dapat memberikan jaminan kehidupan yang
memadai.
(3) Luas lahan
Sebagian besar responden (63,33 persen) mengelola lahan > 1 ha, sementara
yang mengelola lahan 0,1 – 1,0 ha mencapai 30,00 persen. Artinya petani di
Kelurahan Cikarawang mata pencaharian mereka betul-betul tergantung pada
usaha pertanaman padi mereka, ini terlihat dari paruh waktu mereka yang lebih
banyak di lahan pertaniannya dibandingan dengan sisa waktu yang setiap harinya,
Luas lahan <0,1 ha ada 6,67 persen.
Luas lahan >1 ha untuk satu orang petani dengan cara dan sistem pertaniaan
yang klasik akan banyak menyita waktu, tenaga dan juga biaya, misalnya dengan
pengolahan tanah mengandalkan hewan bajakan tanpa dibantu dengan alat traktor.
(4) Pengalaman bertani
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa petani dengan kategori lama
berusaha tani (>24tahun) adalah 26,67 persen sedangkan kategori sedang (9-
59
24tahun) adalah 36,67 persen dan kategori baru (<9tahun) adalah 36,67 persen
artinya, telah terjadi regenerasi dari orang Tua ke yang lebih muda. Lebih
tepatnya adalah berusaha mewariskan ke anak-anaknya, atau ke anggota keluarga
lainnya yang lebih muda.
(5) Status Petani
Nampaknya petani di Kelurahan Cikarawang khususnya yang mengikuti
program SL-PTT padi tidak banyak diantara mereka yang memiliki lahan garapan,
adapun lahan yang dia kelola adalah lahan orang lain yang pemiliknya beragam.
Ada yang berdomisidi di Kelurahan Cikarawang, tetapi lebih banyak yang
berdomisidi di luar kota Bogor. Terbukti dari data yang disajikan pada Tabel 3
bahwa petani penggarap persentasenya mencapai 67 persen sedangkan petani
pemilik hanya 23 persen sisanya buruh tani 10 persen.
Kenyataan ini membuktikan bahwa petani yang melakukan usaha tani di
Kelurahan Cikarawang tidak memiliki keberdayaan untuk menerima perubahan
terkait sistem usaha taninya, disebabkan petani pengarap ini tidak memiliki modal
dan keterbatasan keterampilan dan pengetahuan.
Suatu bentuk karakteristik petani di lokasi penelitian yang tidak terekam
dalam profil SDM Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
Barat adalah bahwa sebagian besar petani di daerah tersebut tidak melakukan
kegiatan pertanian secara keseluruhan (mulai dari pengelohan lahan hingga paska-
panen). Mereka pada umumnya menyewa buruh tani untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan pertanian yang sarat fisik, seperti kegiatan pengelohan tanah
dan penanaman. Sementara petani yang mau bekerja sebagai buruh tani jumlahnya
sangat terbatas dan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini
ada tiga orang buruh tani yang terpilih sebagai responden.
Karakteristik Pemandu Lapang
Dalam pelaksanaan program SL-PTT padi, pemandu lapang merupakan
tokoh kunci yang mempunyai peranan sangat penting dalam mendiseminasikan
komponen-komponen teknologi yang dicanangkan kepada petani, Karakteristik
individu pemandu yang dikaji meliputi: penguasaan materi (mengenai program
SL-PTT), pengalamannya sebagai pemandu lapang serta kemampuannya dalam
60
berkomunikasi dalam hubungannya dengan partisipasi komunikasi petani, yang
diuraikan sebagai berikut:
(1) Penguasaan Materi
Penguasaan materi, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan program
SL-PTT bagi pemandu lapang merupakan faktor yang sangat penting. Penguasaan
materi dimaksud meliputi penguasaan terhadap komponen-komponen teknologi
yang akan disampaikan kepada petani. Penguasaan materi dari pemandu lapang
yang dikaji dalam penelitian ini meliputi penguasaan materi terhadap komponen-
komponen teknologi, yaitu komponen utama (Varietas Moderen, Bibit Bermutu,
Pemupukan Efisien dan PHT) dan komponen pilihan (Jarak Tanam Legowo).
Pada hakekatnya, berdasarkan panduan pelaksanaan program SL-PTT padi,
seorang pemandu lapang harus memperoleh pelatihan mengenai komponen-
komponen teknologi program SL-PTT padi yang diselenggarakan oleh Dinas
Pertanian Kota, dimana instrukturnya sudah memperoleh pelatihan pada tingkat
provinsi. Instruktur tingkat provinsi sudah memperoleh pelatihan di tingkat yang
lebih tinggi (Balai Besar Penelitian Padi). Melalui pelatihan sistematis dan yang
berjenjang tersebut, diharapkan pemandu lapang dapat menguasai dengan baik
komponen-komponen teknologi yang akan mereka sosialisasikan kepada petani
peserta program. Penguasaan materi dalam hal ini meliputi penguasaan teoritis
serta praktek lapangan.
Namun demikian, meskipun pada tataran teoritis dan paraktek lapangan
pemandu lapang telah memperoleh arahan dan bimbingan yang lengkap, mereka
tetap diberikan kebebasan untuk menyesuaikan pelaksanaan komponen-komponen
teknologi tersebut sesuai dengan kondisi lokasi setempat. Karena itulah dalam
pelaksanaan SL-PTT padi diawal pelaksanaannya diwajibkan melaksanakan PRA
yang bertujuan agar pelaksanaan SL-PTT ini benar-benar sesuai kondisi setempat,
melihat kebutuhan, peluang dan tantangan setempat. Sehingga tidak terkesan
memaksakan konsep yang sudah ada, khususnya apabila aplikasi komponen
teknologi dimaksud tidak didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana
setempat. Sebagai contoh, berdasarkan pengamatan lapangan, di lokasi penelitian,
(1) sebagian besar pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan hewan
61
(kerbau) karena kondisi lahan yang berbatu-batu dan berada pada tebing-tebing
(penggunaan traktor tidak memungkinkan), (2) penempatan laboratorium lapang
menurut panduan harus berada di tepi jalan, sehingga mudah terlihat oleh petani.
Hal ini tidak memungkinkan di lakukan di lokasi penelitian, karena petani perserta
program tidak memiliki lahan yang berada di tepi jalan.
Penilaian petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini terhadap
penguasaan komponen-komponen teknologi tersebut di atas oleh pemandu lapang
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Distribusi pemandu lapang menurut penguasaan materi
Materi
Penguasaan Materi Pemandu Lapang (%)
Tidak
Menguasai
Menguasai
Sedikit
Menguasai
Sebagian
Besar
Mengusai
Varietas Moderen 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Bibit Bermutu 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Pemupukan Efisien (BWD dan PUTS) 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
PHT 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Jarak Tanam Legowo 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Dari Tabel 5 nampak bahwa hampir semua (96,67 persen) responden
menyatakan bahwa pemandu lapang mereka menguasai pengetahuan tentang
komponen-komponen teknologi SL-PTT, meliputi varietas moderen, bibit
bermutu, pemupukan efisien, PHT serta jarak tanam legowo. Penguasaan
pengetahuan tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemandu lapang dalam
melaksanakan tugasnya mentransfer pengetahuan tersebut kepada petani yang
berada di wilayah tanggungjawabnya.
Data ini sesuai dengan fakta lapangan, dimana hampir semua petani
mengenal dengan baik pemandu lapang yang bertugas di lokasi tersebut serta
percaya dan menganggap yang bersangkutan sangat menguasai komponen-
62
komponen teknologi program SL-PTT, serta teknologi pertanian lainnya.
Pernyataan petani tersebut didukung oleh fakta bahwa yang bersangkutan telah
beberapa kali terpilih sebagai penyuluh pertanian teladan se-Kota Bogor.
(2) Pengalaman
Pengalaman dalam hal ini adalah pengalaman pemandu lapang dalam
menjalankan tugasnya, khususnya sebagai pemandu lapang program SL-PTT
Padi. Untuk mengetahui secara utuh penilaian responden tentang hal itu, maka
tingkat pengalaman dimaksud diuraikan dalam beberapa indikator terkait, yaitu
lamanya masa tugas sebagai pemandu lapang SL-PTT Padi, popularitasnya di
kalangan petani yang menjadi bimbingannya, popularitasnya di mata masyarakat
di lokasi tempat dia bertugas, kemampuan mengatasi masalah yang dihadapi
selama bertugas sebagai pemandu lapang, tingkat harapan masyarakat terhadap
yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pemandu serta sikapnya
terhadap petani. Faktor-faktor tersebut di atas dianggap erat hubungannya dengan
tingkat pengalaman seseorang dalam menjalankan tugasnya.
Berdasarkan konsep program SL-PTT padi yang tertuang di dalam buku
panduan pelaksanaan, pemandu lapang dapat berasal dari Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) atau dipilih dari anggota kelompok tani yang dianggap
mempunyai kemampuan setara dengan PPL. Namun demikian, kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa belum ada pemandu lapang yang berasal dari
petani (anggota kelompok tani). Sebagaimana diketahui bersama, tugas pokok
seorang PPL adalah mensosialisasikan teknologi pertanian yang terbukti efektif
pada tataran uji coba lapangan, sehingga tugas sebagai pemandu lapang program
SL-PTT bukan merupakan tugas yang asing buat mereka. Dalam kaitan ini, yang
dianggap sebagai pemandu lapang yang berpengalaman untuk program SL-PTT
padi adalah mereka sudah cukup lama bertugas sebagai PPL.
Pengalaman dalam hal ini juga dapat diartikan sebagai pengalaman bertugas
pada lokasi dimana program SL-PTT di laksanakan, sehingga mereka sudah
mengenal dengan baik kondisi masyarakat petani di lokasi tersebut, demikian pula
sebaliknya, masyarakat sudah mengenal dengan baik sifat dan karakter individu
yang bersangkutan. Dengan demikian mereka dapat menjalankan tugasnya
sebagai pemandu lapang SL-PTT padi dengan baik tanpa kendala yang berarti.
63
Tabel 6 menunjukkan penilaian responden mengenai faktor-faktor yang
terkait dengan pengalaman pemandu lapang.
Tabel 6 Distribusi pemandu lapang menurut pengalaman
Indikator Pengalaman Pemandu Lapang %
Tidak Kurang Cukup Sangat
Masa Tugas 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Popularitas dikalangan petani 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Popularitas di Masyarakat 1 0 20 9
(3,33) 0 (66,67) (30,00)
Kemampuan mengatasi masalah 1 1 6 22
(3,33) (3,33) (20,00) (73,34)
Harapan Masyarakat 1 1 8 20
(3,33) (3,33) (26,67) (66,67)
Sikap 8 4 9 9
(26,67) (13,33) (30,00) (30,00)
Tabel 6 memperlihatkan bahwa dari aspek masa tugas dan popularitasnya di
kalangan petani yang menjadi bimbingannya pada program SL-PTT padi, hampir
semua responden maing-masing (96,67 persen) mempunyai penilaian bahwa
pemandu lapang yang membimbingnya sangat baik. Artinya pemandu lapang
mempunyai hubungan kedekatan dengan petani yang sangat baik. Pemandu
nampaknya dapat membuat hati para petani terkagum dan memposisikannya
sebagai orang yang sangat penting. Sesungguhnya popularitas petani dikalangan
petani dapat saja dikatakan populer (100 persen) karena yang menganggapnya
tidak populer hanya satu orang dan rupanya satu orang tersebut umurnya sudah
sangat tua dan mengalami perubahan atau penurunan daya ingat.
Sedangkan dari aspek popularitasnya di masyarakat di lokasi tempatnya
bertugas kebanyakan responden (66,67 persen) menganggapnya cukup populer.
Artinya secara umum pemandu lapang dikenal dimasyarakat Kelurahan
Cikarawang tidak saja dikalangan petani tetapi yang bukan petanipun
mengenalnya. Baik itu dikalangan anak-anak, remaja atupun orang dewasa.
64
Demikian juga dengan kemampuannya mengatasi masalah, dianggap oleh
petani SL-PTT padi sangat mampu mengatasi masalah sebesar nilai (73,34
persen), artinya pemandu lapang ini memiliki kemampuan dan kepedulian yang
tinggi kepada petani, petani merasa apabilah ada masalah ada tempat dia untuk
mengadu dan bertukar pikiran. Petani juga merasa bahwa pemandu lapang yang
bertugas di Kelurahannya mendahulukan kepentingan petani dibandingkan
kepentingan dirinya.
Harapan responden (petani) terhadap pemandu lapang dianggap cukup dan
sangat tinggi masing-masing (26,67 persen) dan (66,67 persen). Artinya petani
punya harapan kepemandu lapang sangat besar untuk membantu mereka
memikirkan dan mendapingi dirinya untuk waktu yang lebih lama, dan bukan
hanya itu petani menganggap bahwa pemandu lapang dapat melindungi dan
mengayomi dirinya sehingga petani punya harapan yang lebih besar di masa yang
akan datang.
Dari aspek sikap, penilaian responden tersebar hampir merata, (26,67
persen) menyatakan tidak berpengalaman, (13,33 persen) menganggap kurang
berpengalaman, (30,00 persen) menganggap cukup berpengalaman dan (30,00
persen) menilai sangat berpengalaman. Artinya bagi petani pengalaman pemandu
lapang tidaklah penting menurutnya, yang mereka perlukan adalah kepedulian,
keberpihakan dan pembimbingan dari seorang pemandu lapang lebih penting dari
segala-galanya.
Data pada Tabel 6 sesuai dengan hasil pengamatan lapangan, dimana
pemandu lapang program SL-PTT yang bertugas di lokasi penelitian ini memang
sudah cukup mengenal daerah tersebut, yang bersangkutan sudah bertugas
sebagai PPL kurang lebih 5 tahun sebelum bertugas sebagai pemandu lapang
program SL-PTT padi. Masyarakat di daerah tersebut sudah cukup mengenalnya,
khususnya masyarakat petani (kelompok tani) yang selama ini menjadi
bimbingannya.
(3) Kemampuan Berkomunikasi
Kemampuan berkomunikasi bagi seorang pemandu lapang merupakan
faktor yang sangat penting dalam mensosialisasikan inovasi teknologi yang
dicanangkan dalam program SL-PTT padi. Dalam kajian ini kemampuan
65
berkomunikasi dianggap dapat dicerminkan oleh beberapa indikator, meliputi
kemampuan berbicara, mendengarkan, merespon, mencontohkan, memperagakan,
menyampaikan secara tertulis, pendekatan kepada masyarakat, penguasaan
bahasa, serta menyikapi kondisi dan permasalahan yang ada, kemampuan
memberikan pemahaman, keakraban terhadap petani, kejelasan tulisan,
penggunaan alat bantu, keramahan serta kepedulian dan kerajinan.
Banyak fakta yang membuktikan bahwa kepiawaian berkomunikasi seorang
sumber atau komunikator dalam menyampaikan pesannya dapat dengan jelas
membuat seseorang yang tadinya tidak sependapat, tidak ingin mendukung dan
bahkan cendrung memprovokasi rekan-rekannya, tetapi dengan komunikasi yang
baik semua kecendrungan perbedan berubah menjadi dukungan yang sangat kuat.
Inilah output dari seorang komunikator atau pemandu lapang yang handal dan
profesional.
Sesungguhnya pemandu lapang yang terampil berkomunikasi tidak akan
mengalami kesulitan yang terlalu berarti sepanjang dirinya didorong oleh
perasaan dari dalam dirinya (intra pribadi yang kuat) untuk mengabdi, melakukan
tugasnya dengan baik dan ditempat manapun ditugaskan.
Beberapa hal yang dikemukakan oleh petani yang berkaitan dengan
kemampuan berkomunikasi pemandu lapang, meliputi:
1. Berkomunikasi dengan baik pada setiap kesempatan dan kondisi.
2. Memberikan arahan dan bimbingan yang jelas.
3. Merespon dan memberikan solusi terhadap setiap permasalahan yang
disampaikan kepadanya.
4. Meluangkan banyak waktu untuk berkomunikasi dengan petani.
5. Pemandu mampu menciptakan suasana yang hangat kepada petani didlam
berinteraksi.
66
Tabel 7 Distribusi pemandu lapang menurut kemampuan berkomunikasi
Indikator Kemampuan Berkomunikasi
Kurang Sedang Baik Sangat Baik
Berbicara 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Mendengarkan 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Merespon 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Mencontohkan 1 2 8 19
(3,33) (6,66) (26,67) (63,33)
Memperagakan 1 0 7 22
(3,33) 0 (23,33) (73,33)
Menyampaikan Secara
Tertulis
1 0 8 21
(3,33) 0 (26,67) (70,00)
Pendekatan Kepada
Masyarakat
1 1 0 28
(3,33) (3,33) 0 (93,34)
Penguasaan Bahasa 2 2 1 25
(6,66) (6,66) (3,33) (83,33)
Menyikapi 1 1 0 28
(3,33) (3,33) 0 (93,33)
Memberikan Pemahaman 1 1 4 24
(3,33) (3,33) `(13,32) (79,02)
Keakraban dengan Petani 1 1 0 28
(3,33) (3,33) 0 (93,33)
Kejelasan Tulisan 1 22 6 1
(3,33) (73,33) (20,0) (3,33)
Penggunaan Alat Bantu 1 0 2 27
(3,33) 0 (6,66) (90,00)
Keramahan 1 1 0 28
(3,33) (3,33) 0 (93,33)
Kepedulian dan kerajinan 1 0 0 29
(3,33) 0 0 (96,67)
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
67
Tabel 7 menunjukkan penilaian responden (petani) terhadap faktor-faktor
kemampuan berkomunikasi seorang pemandu lapang dalam melaksanakan
tugasnya mensosialisasikan program SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang.
Hasil-hasil penilaian responden yang tertera menunjukkan bahwa hampir
semua responden (>90 persen) menganggap pemandu lapang mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang sangat baik. Pemandu lapang yang bertugas
mendampingi petani memiliki kemampuan berbicara yang sangat baik (96,67
persen), sehingga petanipun bertahan untuk berlama-lama berbicara dengannya.
Karena petani mau dan tahan berlama-lama berbicara dengan petani maka,
pemandu lapang dapat memanfaatkan kesempatan untuk memberi pemahaman
tentang pentingnya suatu teknologi.
Agar pembicaraan itu tidak satu arah saja maka seorang pemandu lapang
dituntut untuk mampu membuat lawan bicaranya memberi tanggapan, masukan
dan saran-saran yang dikehendakinya. Ini dapat terjadi apabila seorang pemandu
dapat menyimak dengan baik manakala petani yang pada gilirannya berbicara.
Dengan kata lain pemandu lapang selain memulai pembicaraan dia pun harus men
jadi pendengar yang baik, agar petani merasa dirinya dihargai. Terbukti pemandu
lapang yang bertugas di Kelurahan Cikarawang oleh petani dianggap sangat baik
mendengarkan manakala petani berbicara, dan dalam persepsinya dinilai (96,67
persen).
Dalam Tabel 7 di tunjukkan bahwa pemandu lapang dapat merepon dengan
baik ditunjukkan dengan hasil persentase yang sangat baik yaitu (96,67 persen).
Artinya pemandu lapang senantiasa merespon apabilah ada pertanyaan dari petani,
sekalipun pada suasana yang tidak kondusif untuk kebanyakan orang.
Pemandu lapang senantiasa memberikan respon yang baik mana kala
petani tiba-tiba menanyakan sesuatu yang agaknya keluar dari inti pembicaraan
atau keluar dari topik diskusi. Ini dilakukan untuk menjaga keharmonisan dan
suasana diskusi agar tetap berlagsung dengan baik. Kejadian seperti itu sering
terjadi pada pemandu lapang tetapi tetap saja dapat mengendalikan suasana
diskusi dengan baik.
Dari data pada Tabel 7 tentang kemampuan pemandu lapang mencontohkan,
petani beranggapan bahwa pemandu lapang di nilai sangat baik yaitu (63,33
68
persen), baik (26,67 persen) , sedang (6,67 persen) kurang (3,3 persen). Artinya
pemandu lapang sangat baik dalam hal mencontohkan, disusul dengan baik untuk
mencontohkan.
Kemampuan berkomuniksi tidak hanya berbicara dan mendengar saja tetapi
merespon dan bahkan mencontohkan, sesekali harus dilakukan untuk memperjelas
pesan-pesan yang dimaksud. Mencontohkan merupakan poin-poin penting dalam
upaya memahamkan suatu informasi baru kepada penerima pesan dan khususnya
kepada petani yang memiliki pendidikan yang relatif rendah, memberi contoh
lebih mudah dimengerti dan dipahami dari pada sekedar memberi penjelasan.
Memperagakan dengan nilai (73,33 persen) berarti pemandu lapang cukup
baik dalam memperakan sesuatu diantaranya: pemakaian alat-alat yang digunakan
dalam teknologi padi. Misalnya pemakain BWD, PHT, ataupun persiapan
perlakuan benih padi. Kemampuan mempergakan dari pemandu lapang cukup
membantu penyampain pesan.
Selain penyampaian secara lisan sering pula pemandu lapang melakukan
penyampaian informasi dengan sistem tertulis. Ini dilakukan agar petani dapat
juga melatih dirinya untuk membaca, merangsang diri petani untuk senantiasa
mencari informasi terbaru, misalnya di media tercetak.
Kemampun berkomunikasi pemandu lapang berhasil dengan baik karena
didukung dengan pendekatan kepada masyarakat jauh sebelum pemandu lapang
mendapat tugas sebagai pemandu lapang SL-PTT padi, terbukti dengan data yang
diperoleh dilapangan bahwa persentasenya mencapai (93,34 persen) dinilai
sangat baik oleh petani. Pemandu lapang yang bertugas di Kelurahan Cikarawang
mengenal sangat baik pemuka-pemuka masyarakat dan sering pula mereka
berkunjung untuk menjaring umpan balik demi kelancaran tugas dan
tanggungjawabnya.
Dari Tabel diperoleh bahwa persentase penguasaan bahasa pemandu lapan
sangat tinggi (83,33 persen). Artinya dalam berkomunikasi pemandu lapang
banyak komponen yang diperhatikan diantaranya penguasaan bahasa. Bahasa
yang digunakan menyesuaiakan dengan daerah dan kondisi dimana kita berada
saat itu. Di lokasi penelitian nampaknya penduduk sangat beragam, tidak lagi
tersekat-sekat ras dan etnis tetapi disana nampak perbauran antara penduduk
69
setempat dengan para pendatang dari daerah lain. Dilikasi penelitian petani
umumnya menggunakan bahasa Indonesia. Sesekali saja mengunakan bahasa
Sunda, misalnya kalau lagi pesta adat atau perkawinan.
Tabel 7 menunjukkan bahwa pemandu lapang sangat baik (93,33 persen).
Ini membuktikan kalau pemandu lapang mampu menyikapi pembicaraan, diskusi
atau keluahan yang terjadi pada petani, dan berusaha mengakomodir harapan-
harapan dan keinginan petani, tentunya sebatas kemampuan pemandu lapang.
Dikatakan pula pada Tabel 7 bahwa pemandu lapang sangat baik dalam
memberi pemahaman kepada petani, ditunjukkan dengan persentase (79,02
persen). Ini sejalan dengan fakta lapangan bahwa petani sangat mampu
menjelaskan teknologi-teknologi yang disosialisasikan, baik komponen utama
maupun komponen pilihan.
Agar komunikasi berjalan dengan baik perlu upaya yang maksimal dari
seorang pemandu lapang yang bertugas mendapingi petani dalam program SL-
PTT ini, misalnya yang sering dilakukannya adalah mengupayakan adanya
keakraban dengan petani dan juga masyarakat Kelurahan Cikarawang secara
umum. Sesuai dengan persentase dalam Tabel 6 membuktikan bahwa
keakrabannya sangat baik yaitu (93,33 persen).
Dari data yang diperoleh ternyata pemandu lapang SL-PTT merasa kesulitan
menyajikan tulisan yang jelas untuk dapat dimengerti dan dibaca oleh petani.
persentasenya sedang yaitu (73,33 persen). Sesuai fakta lapangan dikemukakan
oleh petani bahwa pesan tertulis dari pemandu lapang, tidak bisa dipahami karena
tulisan tidak jelas dan tidak dapat dibaca.
Dalam berkomunikasi, pemandu lapang sering menggunakan alat bantu
misalnya alat peraga yang tujuannya tidak lain mempermudah petani memahami
apa yang disampaikan, terlebih-lebih kalau informasi teknologi tersebut relatif
baru, misalnya pelaksanaan komponen pilihan yaitu jajar legowo. Petani menilai
sangat baik dalam hal menggunakan alat bantu yaitu persentase (93,33 persen)
Sangat banyak komponen yang dapat membantu seorang pemandu lapang
untuk mewujudkan cara berkomunikasi yang baik demi suksesnya tugas dan
tanggungjawabnya. Misalnya bersikap ramah. Sifat ramah sangat membantu
70
pemandu lapang diterima di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Cikarawang
dan mempermudah dirinya mendapat kawan, rekan dalam waktu yang relatif
singkat.
Dari sekian banyak komponen yang menjadi indikator dalam kemampuan
berkomunikasi seorang pemandu lapang adalah kepedulian dan kerajinan
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melaksanakan dan mensukseskan
tugas yang dibebankan kepada dirinya, dan pemandu lapang nampaknya berhasil
mengembannya. Sesuai di Tabel 7 persentase persepsi petani kepada pemandu
lapang adalah (96,67 persen).
Karakteristik Inovasi Teknologi
Salahsatu tujuan utama dari pelaksanaan program SL-PTT padi adalah agar
petani di lokasi SL-PTT padi dapat mengadopsi dan mengaplikasikan komponen-
komponen teknologi penanaman padi yang merupakan hasil-hasil penelitian yang
dilaksanakan oleh institusi penelitian Departemen Pertanian. Komponen-
komponen teknologi yang dimaksud mencakup paket utama dan paket pilihan.
Dalam penelitian ini, yang dikaji adalah semua komponen teknologi yang
tergolong paket utama, meliputi penggunaan varietas moderen, bibit bermutu dan
sehat, metode pemupukan efisien, sistem PHT serta salah satu komponen pilihan,
yaitu jarak tanam legowo. Karakteristik komponen-komponen teknologi tersebut
akan sangat menentukan diterimanya teknologi oleh masyarakat petani.
Karakteristik penentu yang dikaji dalam hal ini mencakup keuntungan relatif,
kesesuaian, kerumitan, dapat dicoba dan mudah diamati seperti diuraikan berikut
ini:
(1) Keuntungan Relatif
Suatu inovasi teknologi dapat diterima oleh masyarakat petani apabila
teknologi tersebut dianggap dan terbukti memiliki keuntungan-keuntungan relatif
dibandingkan dengan teknologi sejenis yang sudah diaplikasikan sebelumnya oleh
mereka. Keuntungan dapat ditinjau dari berbagai aspek, seperti biaya,
ketersediaan sarana dan prasarana, waktu, dll.
71
Tabel 8 memperlihatkan penilaian masyarakat petani (responden) terhadap
keuntungan relatif dari aplikasi teknologi yang ditawarkan dalam program SL-
PTT padi di lokasi penelitian.
Tabel 8 Distribusi responden menurut penilaian tentang keuntungan relatif dari
paket teknologi SL-PTT padi
Jenis Teknologi
Penilaian Petani %
Tidak
Setuju
Ragu-
ragu Setuju
Sangat
Setuju
Varietas Moderen 1 2 3 24
(3,33) (6,67) (10,00) (80,00)
Bibit Bermutu dan Sehat 1 0 2 27
(3,33) 0 (6,67) (90,00)
Metode Pemupukan Efisien (BWD dan
PUTS)
1 0 3 26
(3,33) 0 (10,00) (86,67)
Sistem PHT 1 1 1 27
(3,33) (3,33) (3,33) (90,00)
Jarak Tanam Legowo 0 0 9 20
(3,33) 0 (30,00) (66,67)
persentase Rata-rata 3,33 2,00 12,00 82,67
Data dalam Tabel 8 menunjukkan bahwa keseluruhan responden sangat
setuju bahwa paket teknologi utama, yaitu varietas moderen, bibit bermutu dan
sehat, metode pemupukan efisien memiliki keuntungan relatif tinggi
dibandingkan dengan teknologi yang digunakan petani sebelumnya. Demikian
juga untuk paket teknologi pilihan (jarak tanam legowo) petani sangat setuju
(66,67 persen) kalau komponen tersebut memiliki keuntungan relatif yang tinggi.
Dari lima komponen yang diujikan, ada dua (bibit bermutu dan sehat, sistem
PHT) memiliki persentase yang sangat tinggi yaitu masing-masing (90,00 persen)
artinya petani beranggapan bahwa kedua komponen ini yang sangat berpeluang
memiliki keuntungan relatif yang tinggi.
Komponen BWD dan PUTS menurut petani komponen ini yang
diperhitungkan untuk mereka terapkan. Kepercayaan petani dalam persentase
Tabel 8 adalah (86,67 persen). Petani beranggapan bahwa selain bibit bermutu dan
sistem PHT, BWD dan PUTS itu juga sangat menentukan keberhasilannya.
72
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sistem tanam dengan jarak tanam
legowo, petani sangat setuju dengan persentase (66,67 persen), Berarti petani
merasa masih berkendala melakukan teknologi ini. Alasannya teknologi ini agak
merepotkan dan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari sistem tanam
sebelumnya, sistem tanam jarak legowo tidak dapat dikerjakan sendiri minimal
dua orang berarti akan sangat tergantung dengan orang lain lagi.
(2) Kesesuaian
Kesesuaian yang dimasud dalam kajian ini adalah kesesuaian komponen-
komponen teknologi dengan kondisi petani, lahan pertanian serta faktor-faktor
lain yang berhubungan. Tabel 8 menunjukkan penilaian responden terhadap
kesesuaian komponen-komponen teknologi program SL-PTT Padi terhadap
kondisi petani dan lahan setempat.
Tabel 9 Distribusi responden menurut penilaian tentang kesesuaian komponen
teknologi SL-PTT padi dengan kondisi petani dan lahan setempat
Jenis Teknologi
Penilaian Petani
Tidak
setuju
Rau-
ragu
Setuju Sangat
Setuju
Varietas Moderen 1 9 6 14
(3,33) (30,00) (20,00) (46,67)
Bibit Bermutu dan Sehat 1 0 6 23
(3,33) 0 (20,00) (76,67)
Metode Pemupukan Efisien (BWD dan PUTS) 1 0 8 21
(3,33) 0 (26,67) (70,00)
PHT 1 2 10 17
(3,33) (6,67) (33,33) (56,67)
Jarak Tanam Legowo 1 2 10 17
(3,33) (6,67) (33,33) (56,67)
persentase Rata-rata 3,33 8.67 26.67 61.33
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Data Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar (46,67 persen–76,67
persen) responden sangat setuju bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT
padi sesuai dengan kondisi petani dan keadaan lahan setempat. Dari Tabel 8 dapat
diartikan bahwa petani beranggapan komponen bibit bermutu dan sehat serta
metode pemupukan efisien (BWD dan PUTS) lebih sesuai dari komponen lainnya.
73
Dua komponen lainnya yaitu PHT dan Jarak tanam legowo menjadi poin
kedua dari kesesuaiannya terhadap kondisi dan keadaan lahan setempat yang
digarapnya. Sedangkan varietas merupakan poin terakhir dari lima komponen
yang diujikan kesesuaiannya.
(3) Kerumitan
Rendahnya kerumitan suatu inovasi teknologi dianggap sebagai salah satu
faktor diterimanya teknologi tersebut oleh masyarakat, mengingat teknologi yang
tidak rumit akan lebih mudah untuk diterapkan. Suatu teknologi dapat dianggap
rumit apabila dalam aplikasinya dibutuhkan banyak tahapan-tahapan pekerjaaan.
Membutuhkan ketersediaan sarana prasarana, peralatan dan bahan penunjang yang
lebih banyak lagi pada saat pelaksanaannya.
Tabel 10 memperlihatkan penilaian responden terhadap tingkat kerumitan
komponen teknologi SL-PTT Padi. Dalam hal ini responden dihadapkan pada
pernyataan bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT padi yang dianjurkan
kepada mereka tergolong mudah (tidak rumit) untuk dilaksanakan dan mereka
dapat menilainya dengan pilihan sangat setuju, setuju, ragu-ragu atau tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut.
Tabel 10 Distribusi responden menurut penilaian tentang tingkat kerumitan dari
komponen teknologi SL-PTT padi
Jenis Teknologi Penilaian Petani
Tidak setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju
Varietas Moderen 1 0 4 25
(3,33) 0 (13,33) (83,33)
Penggunaan Bibit Bermutu 1 1 3 25
(3,33) (3,33) (10,00) (83,33)
Penerapan Pemupukan Efesien 1 0 5 24
(3,33) 0 (18,67) (80,00)
Sistem PHT 1 1 4 24
(3,33) (3,33) (13,33) (80,00)
Jarak Tanam Legowo 1 0 4 25
(3,33) 0 (13,33) (83,33)
persentase Rataan 3.33 1.33 13.33 82.00
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
74
Penilaian responden di dalam Tabel 10 menunjukkan sebagian besar (80,00
persen-83.33 persen) responden menyatakan sangat setuju terhadap pernyataan
bahwa paket teknologi SL-PTT padi tergolong mudah (tidak rumit).
Komponen jarak tanam legowo, penggunaan bibit bermutu, dan varietas
moderen merupakan komponen yang diterima sangat setuju oleh petani. Ini berarti
petani tidak merasa komponen sulit dilaksanakan. Kemudian berikutnya
pemupukan efisien (80,00 persen) dan sistem PHT juga (80,00 persen) berarti
dalam pemikirannya teknologi ini pada dasarnya dapat mereka kerjakan dengan
baik.
(4) Dapat Dicoba
Kondisi dapat dicoba dalam semua skala dari suatu inovasi teknologi juga
merupakan salah satu syarat yang menentukan diterimanya suatu inovasi
teknologi oleh masyarakat petani. Apabila suatu inovasi teknologi dapat dicoba
dalam skala kecil berarti memberi peluang untuk petani lebih berani mencobanya
dalam skala yang lebih besar lagi, dan diharapkan berangsur-angsur akan
menerapkan ke dalam usaha taninya.
Tabel 11 Distribusi responden menurut penilaian tentang kemudahan untuk
dicoba komponen teknologi SL-PTT padi
Jenis Teknologi Penilaian Petani
Tidak setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju
Varietas Moderen 1 0 3 26
(3,33) 0 (10,00) (86,67)
Bibit Bermutu dan Sehat 1 0 2 27
(3,33) 0 (6,67) (90,00)
Sistem Pemupukan Efisien 1 1 2 26
(3,33) (3,33) (6,67) (86,67)
Sistem PHT 1 0 2 27
(3,33) 0 (6,67) (90,00)
Jarak Tanam Legowo 1 0 3 26
(3,33) 0 (10,00) (86,67)
persentase Rataan 3,33 0,67 8,00 88,00
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
75
Tabel 11 adalah penilaian responden (petani) terhadap kemudahan
komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi untuk dicoba oleh petani
berdasarkan ketersediaan bahan, lahan dan peralatan penunjang lainnya. Dalam
hal ini, petani (responden) dihadapkan pada pernyataan bahwa komponen-
komponen teknologi SL-PTT Padi yang dianjurkan dapat dicoba dalam semua
skala, kemudian mereka diminta untuk menilai pernyataan tersebut dengan
memilih salah satu dari empat jawaban Alternatif yang tersedia, yaitu sangat
setuju, setuju, ragu-ragu atau tidak setuju terhadap pernyataan yang disebutkan.
Data Tabel 11 menggambarkan bahwa sebagian besar (87,67 persen–90,00
persen) responden sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan. Dengan kata
lain, sebagian besar responden berpendapat bahwa komponen-komponen
teknologi SL-PTT Padi dapat dicoba.
Petani sangat setuju masing-masing (90,00 persen) untuk dua komponen
yaitu komponen bibit bermutu dan sehat, dan sistem PHT. Artinya petani sudah
sering melakukan lima komponen ini sehingga memberikan penilaian bahwa dua
komponen mudah dilakukan dan tiga lainnya sulit yaitu varietas modern, sistem
pemupukan efisien dan jarak tanam legowo. Ketiga komponen dinilai sangat
setuju dengan persentase (86,67 persen).
(5) Mudah Diamati
Pengertian mudah diamati dalam kajian ini adalah kemudahan petani untuk
mengamati hasil-hasil, keuntungan-keuntungan dan kelebihan-kelebihan dari
komponen-komponen teknologi yang dianjurkan dibandingkan dengan hasil-hasil
yang dicapai dengan menggunakan teknologi yang lama. Sebagai contoh, apabila
menggunakan varietas moderen, petani dengan mudah dapat melihat perbedaan
tingkat kesuburan tanaman, jumlah produksi atau keuntungan dan kelebihan lain
dibandingkan menggunakan varietas yang lama.
Tabel 12 memperlihatkan penilaian responden terhadap kemudahan
mengamati hasil-hasil dan keuntungan-keuntungan lain dari aplikasi komponen-
komponen teknologi SL-PTT Padi. Responden dihadapkan pada pernyataan
bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi mudah (dapat) diamati,
76
kemudian meminta mereka untuk memilih salah satu dari empat jawaban
alternatif, yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu atau tidak setuju.
Tabel 12 Distribusi responden menurut penilaian tentang kemudahan untuk
diamati dari komponen teknologi SL-PTT padi
Jenis Teknologi
Penilaian Petani
Tidak
setuju
Ragu-
ragu
Setuju Sangat
setuju
Varietas Moderen 0 0 2 28
0 0 (6,67) (93,33)
Bibit Bermutu dan Sehat 0 0 2 28
0 0 (6,67) (93,33)
Sistem Pemupukan Efisien (BWD dan PUTS) 0 0 3 27
0 0 (10,00) (90,00)
Sistem PHT 0 0 2 28
0 0 (6,67) (93,33)
Jarak Tanam Legowo 0 0 2 28
0 0 (6,67) (93,33)
persentase Rataan 0 0 7,33 92,67
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Hasil penilaian responden yang tercantum pada Tabel 12 menunjukkan
hampir semua responden (90,00 persen–93,33 persen) sangat setuju dengan
pernyataan bahwa komponen-komponen teknologi SL-PTT Padi dapat (mudah)
diamati.
Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi yang dimaksud dalam kajian ini adalah saluran
komunikasi yang digunakan oleh pemandu lapang sebagai sumber informasi
(source) dan petani sebagai penerima (receiver) agar saling berinteraksi demi
tercapainya tujuan komunikasi, yaitu tersosialisasikannya komponen-komponen
teknologi SL-PTT Padi kepada petani. Dalam penelitian ini unsur saluran
komunikasi yang dikaji meliputi jenis media komunikasi, waktu pelaksanaan dan
tempat pelaksanaan.
77
(1) Jenis Media Komunikasi
Jenis media komunikasi di sini adalah jenis media komunikasi yang
digunakan oleh pemandu lapang untuk mensosialisasikan komponen-komponen
teknologi SL-PTT Padi kepada petani atau media yang digunakan oleh petani
untuk memperoleh informasi seputar program SL-PTT padi.
Fakta lapangan menunjukkan bahwa petani SL-PTT padi memperoleh
informai SL-PTT padi hanya dari Pemandu lapang tidak ada pengaruuh dari
media tercetak atu media olektronik. Dalam penelitian ini media elektronik yang
di uji yaitu Televisi , radio, kaset, CD, siaran rdio, sedangkan tercetak adalah
leaflet, brosur, majalah tani, buku panduan SL-PTT padi,
Data penelitian di lapangan menunjukkan bahwa satu-satunya saluran
komunikasi yang dapat digunakan oleh pemandu lapang dan petani untuk saling
berinteraksi adalah jenis komunikasi langsung. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan
lapangan program SL-PTT padi, ada tiga bentuk komunikasi langsung yang dapat
dipakai, yaitu pertemuan rutin, diskusi kelompok dan praktek lapang. Namun
demikian, data lapangan menunjukkan bahwa ketiga bentuk komunikasi langsung
ini belum digunakan secara sistematis, rutin dan terencana.
Tabel 13 menunjukkan data intensitas komunikasi langsung (diskusi
kelompok dan praktek lapang) yang dilakukan oleh pemandu lapang dan
responden.
Tabel 13 Distribusi responden menurut intensitas komunikasi langsung petani
dengan pemandu lapang
Intensitas / Minggu Jumlah Petani persentase
(%)
Sering ( 5 – 7 kali ) 0 0
Sedang (2 – 4 kali ) 0 0
Jarang ( 1 kali ) 10 33,33
Tidak tentu 20 66,67
Data Tabel 13 menggambarkan bahwa sebagian besar (66,67 persen)
responden menyatakan bahwa intensitas komunikasi langsung (diskusi kelompok/
praktek lapang) adalah tidak menentu, sementara 33,33 persen responden
menyatakan hanya satu kali seminggu. Pelaksanaan tidak sesuai yang dianjurkan
yang ada pada buku petunjuk pelaksanaan SL-PTT padi. Dikarenakan beberapa
78
kemungkinan diantaranya: tidak ada dukungan materi dari penanggungjawab
kegiatan yaitu Dinas pertanian Kota, petani merasa diskusi sekali dalam
seminggu sudah cukup lagi pula menurut petani kalau terlalu sering hanya
pemborosan waktu saja.
(2) Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan di sini adalah waktu yang dipilih oleh pemandu lapang
dan petani untuk saling berkomunikasi langsung.Waktu pelaksanaan ini dianggap
sebagai suatu faktor penting, mengingat pemilihan waktu komunikasi tersebut
dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi. Dengan kata lain, waktu komunikasi
yang tepat dapat mengoptimalkan pencapaian sasaran/ tujuan komunikasi,
demikian pula sebaliknya.
Data menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan bahwa
pelaksanaan komunikasi langsung (diskusi kelompok, praktek lapang) antara
pemandu lapang dan petani berlangsung pada pagi hari dan sangat sesuai dengan
kondisi petani.
(3) Tempat pelaksanaan
Tempat pelaksanaan yang dimaksud yaitu tempat petani dan pemandu
melakukan dikusi, atau praktek lapang dimana tempat sangat menentukan
keefektivan komunikasi, menurut petani kalau tempatnya jauh dari jangkauan
mereka, seringkali malas megikutinya akibatnya permasalahan yang harus
dipecahkan atau dicari jalan keluarnya menjadi tertunda
Selama mengikuti program SL-PTT. Menurut petani tempat tidak menjadi
hambatan karena pemandu lapang mengikuti keinginan petani, dan lebih sering
mengadakan pertemuan di sawah atau dipematang di bandingkan mencari tempat
lain seperti di rumah petani.
Efektivitas Komunikasi
SL-PTT (sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu) padi merupakan
salahsatu metode penyampaian paket informasi tentang bududaya pengelolaan
tanaman padi terpadu diantaranya varietas moderen, bibit bermutu dan sehat,
sistem pemupukan yang efisien, sistem PHT, Jarak tanam legowo. Kegiatan
79
sekolah lapang ini merupakan komunikasi yang mencakup semua unsur
komunikasi terdapat didalamya, diantaranya interaksi antara pemandu lapang
dengan petani, dimana pemandu lapang merupakan sumber informasi dan petani
sebagai penerima informasi. Pesannya berkaitan dengan teknologi budi daya
tanaman padi. Medianya adalah sekolah lapang itu sendiri. Dimana dalam proses
pelaksanaannya sarat dengan komunikasi.
Keefektivan komunikasi pada penelitian ini sebagai peubah dependen
yang dikaji berdasarkan pada tiga indikator yaitu peubah pemahan (cognitive),
sikap (affective), perilaku atau tindakan (cognative). Ketiga indikator ini akan
dilihat dalam Tabel 14 berikut:
Tabel 14 Sebaran dan rataan skor efektivitas komunikasi SL-PTT padi
Komponen yang di uji Rataan skor*
Rata2* Pemahaman Sikap Tindakan
Varietas 3,69 2,67 2,23 2,86
Bibit bermutu dan sehat 3,77 2,87 2,40 3.01
Pemupukan efisien 3,63 2,90 2,17 2.90
PHT 3,53 2,87 2,27 2.89
Jarak tanam legowo 3,83 2,93 2,40 3.05
* rataan skor 1 - 2,4 = kurang efektif ; 2,5 - 4 = efektif
Diketahui rataan skor 1-2,4 termasuk kategori kurang efektif dan 2,5-4
kategori efektif. Dalam Tabel 13 menunjukkan rata-rata rataan skor 2,86-3,05
artinya proses komunikasi didalam SL-PTT berlangsung secara efektif. Dari lima
komponen yang diuji nampaknya jarak tanam legowo, bibit bermutu dan sehat
memliki rata-rata rataan skor (3,05 dan 3,01) artinya masyarakat tani di Kelurahan
cikarawang umumnya menerima dan melaksanakan dengan baik teknologi jarak
tanam legowo dan bibit bermutu dan sehat, karena teknologi ini terlihat langsung
manfaatnya, misalnya dari penampilan nampak sangat rapi, untuk melakukan
pemeliharaan tanaman padi dapat dilakukan dengan mudah karena adanya selang
untuk berjalan diantara tanaman padi tersebut. Sedangkan bibit bermutu dan sehat
juga bagi petani Kelurahan Cikarawang menganggap lebih mudah dijangkau
karena untuk mendapatkan bibit bermutu dan sehat sudah lama dilakukannya,
mereka merasa tidak bermasalah untuk melakukannya.
80
Tabel 14 menunjukkan bahwa pemahaman mendapatkan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai yang lainnya yaitu sikap dan tindakan.
Menandakan upaya pemahaman yang dilakukan oleh pemandu lapang
berlangsung secara efektif. Kemampuan pemandu lapang untuk memberi
pemahaman yang baik di tempuh dengan beberapa upaya diantaranya:
membangun komunikasi yang baik dengan petani dan menghubungkannya dengan
Instansi terkait baik yang ada di Kelurahan, Kecamatan ataupun yang di Kota.
Upaya ini membuahkan hasil yang sangat baik yaitu perhatian dari Intansi daerah
dan Kota dibarengi dengan makin tingginya minat petani mengikuti penjelasan-
penjelasan teknologi yang disosialisasikan. Pendekatan yang digunakan oleh
pemandu lapang yaitu dengan hubungan interpersonal, diantaranya pemandu
lapang berkunjung ke petani tetapi bukan membicarakan SL-PTT padi tetapi
semata membangun komunikasi dengan petani misalnya, sore hari sekedar
bersantai di saung-saung petani atau menghadiri undangan, menghadiri acara-
acara yang dilakukan para petani.
Penilaian tentang sikap petani memporoleh angka yang relatif lebih rendah
dari angka pemahaman yaitu 2,67-2,93 artinya yang dipahami belum tentu
memunculkan niat untuk mengikutinya, petani akan berpikir panjang mana yang
menurut mereka menguntungkan dengan biaya sekecil mungkin dan pengerjaan
yang tidak merepotkan. Jadi suatu pengetahuan dimengerti dengan baik belum
tentu akan membuat bersikap untuk melakukannya. Dan bahkan sangant mungkin
penolakannya justru lebih keras setelah mengetahui dengn jelas suatu informasi
yang baru tersebut.
Tindakan adalah merupakan rana tertinggi dari terjadinya efektivitas
dalam suatu komunikasi. Pemahaman dan sikap yang baik belum tentu akan
merimplikasi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk tindakan, Banyak hal
yang meyebabkan kondisi tersebut. Misalnya Informasi cocok tanam telah
diketahui hampir semua kelompok tani tetapi apakah mereka semua telah
melaksanakannya belum tentu.
Keefektivan komunikasi sebagai peubah tetap dalam penelitian ini dikaji
berdasarkan pada tiga indikator yaitu perubahan pemahan (cognitive), sikap
(affective), perilaku atau tindakan (conative). Ketiga indikator ini akan dilihat
81
pada penerimaan pemahaman, yaitu penambahan pengetahuan petani dengan
menanyakan atau memintanya bercerita kembali, apa saja yang petani ketahui
tentang SL-PTT padi, menggali apakah petani dapat memahami kemungkinan
perbedaan keuntungan atau kemudahan sistem pertanian yang disosialisasikan
dengan sistem sebelumnya. Mengenai sikap akan di amati bagaimana sikapnya
setelah paham dengan teknologi yang ada dalam SLPTT padi, apakah bertekad
untuk melaksanakan dalam usaha taninya dan apakah tergambar keseriusan untuk
melaksanakannya. Berikutnya apa saja yang telah petani terapkan. Apa alasan
mereka menerapkannya dan apa pula alasannya mengapa tidak dilakukan secara
sempurna.
Ukuran nyata dari suatu keefektivan komunikasi terlihat dari hasil akhir
komunikasi itu sendiri. Dalam kegiatan SL-PTT padi yang dikomunikasikan tidak
lain adalah paket teknologi yang diharapkan diterapkan oleh petani. Pertanyaan
kemudian yang muncul adalah, sudahkah petani melakukan teknologi yang
disosialiasikan. Setelah dilaksanakan apakah petani konsisten melaksakan
teknologi tersebut, meskipun kegiatan SL-PTT tidak lagi dilaksanakan secara
massal dari Dinas Pertanian Kota. Berikut ini sebaran petani berdasarkan
pemahaman tentang paket teknologi SL-PTT Padi
Tabel 15 Distribusi responden menurut pemahaman tentang paket teknologi SL-
PTT padi
Keefektivan Komunikasi
Sebaran (%) Rataan
Skor Tidak
Efektif
Kurang
Efektif Efektif
Varietas Moderen 0,00 16,67 83,33 3,69
Bibit Bermutu dan Sehat 0,00 6,67 93,33 3,77
Pemupukan Efisien 0,00 6,67 93,33 3,63
PHT 0,00 6,67 93,33 3,63
Jarak Tanam Legowo 0,00 6,67 93,33 3,83
persentase Rata-rata - - - 3,71
Distribusi responden menurut pemahaman pada dasarnya telah terjadi secara
efektif. Dapat pada Tabel 14 menunjukkan bahwa semua data tentang pemahaman
paket teknologi mendapat nilai rata-rata 91,33 persen artinya rata-rata responden
memahami materi SL-PTT Padi yang disampaikan dalam kegiatan Sekolah
82
Lapang. Hanya varietas modern, pertanyaan kemudian yang muncul adalah
parameter varietas bermutu mendapat nilai yang relatif tinggi. Nampaknya salah
satu dari paket teknologi yang di sampaikan, salah satu dari lima paket yang
sampaikan terdapat satu yang yan termasuk lebih rendah dari yang lainny,
dikarenakan pembibingan dari pemandu sat penyuluhan lebih fokous pada jarak
tanam legowo, PHT, Pemupukan efisien dan bibit bermutu dan sehat. Pemandu
berangapan bahwa petani sudah pamam akan pentinnya variets modern.
Tabel 16 Distribusi responden menurut sikap tentang paket teknologi SL-PTT
padi
Keefektivan Komunikasi
Sebaran (%) Rataan
Skor Tidak
Efektif
Kurang
Efektif Efektif
Varietas Moderen 10,00 13,33 76,67 2,67
Bibit Bermutu dan Sehat 0,00 13,33 86,67 2,87
Pemupukan Efisien 0,00 10,00 90,00 2,90
PHT 0,00 13,33 86,67 2,87
Jarak Tanam Legowo 0,00 6,67 93,33 2,93
persentase Rata-rata - - - 2,80
Distribusi responden menurut sikap pada dasarnya telah terjadi secara efektif.
Dapat pada Tabel 16 menunjukkan bahwa semua data tentang sikap paket
teknologi mendapat nilai rata-rata 87,67 persen artinya rata-rata responden
mensikapi materi SL-PTT Padi yang disampaikan dalam kegiatan Sekolah
Lapang. Hanya varietas modern nampaknya lebih rendah dari elemen-elemen
yang lainnya, ini disebabkan pemahaman yang kurang jelas bagi responden.
Akibatnya respondenpun memiliki sikap kurang yakin untuk menggunakan
varietas modern.
Sikap responden terhadap komponen teknologi ( varietas modern, bibit
bermutu dan sehat, PHT) kurang yakin untuk melakanakannya, dikarenakan
kebiasaan-kebiasan petani setempat lebih banyak yang menggunakan varietas
lokal, terasa sangat sulit mendapatkan bibit bermutu dan sehat. dan juga
masyarakat setempat lebih senan mengkmsumsi beras dari varietas lokal.
83
Tabel 17 Distribusi responden menurut tindakan tentang paket teknologi SL-PTT
padi
Keefektivan Komunikasi
Sebaran (%) Rataan
Skor Tidak
Efektif
Kurang
Efektif Efektif
Varietas Moderen 3,33 70,00 26,67 2,23
Bibit Bermutu dan Sehat 3,33 53,33 43,33 2,40
Pemupukan Efisien 3,33 76,67 20,00 2,17
PHT 3,33 66,67 30,00 2,27
Jarak Tanam Legowo 3,33 56,67 40,00 2,40
persentase Rata-rata - - - 2,29
Dari Tabel 17 tentang distribusi tindakan pada paket teknologi SL-PTT Padi
menunjukkan bahwa 30 persen melakukan komponen teknoloi yang ada dlam
paket SL-PTT padi, fakta ini sangat kecl dikarenakan kondisi alam dan dukunan
sarana prasarana yang menyebabkan responden kesulitan melakukan semua
komponen teknoloi yng mereka ketahui. 66,67 persen responden melakukan
sebagian teknologi yang ada dalam paket SL-PTT padi. Adapun yang
menebabkan demikian petani memilih komponen yan menurutnya sudah biaa
dilakukannya, petani takut beralih seelum malihat ada yan sukses
mengerjakannya. menilai paket dalam SL-PTT padi kurang efektif. Disebabkan
bebrapa hal diantaranya dari petani karena tidak tepat dengan kondisi
lingkunannya selain itu tidak didukung denggan sarana prsarana yan memadai.
Dan ketiga yaitu dari pemandu yan nampaknya mengutamakan salah satu dari
komponen yan disosialisasikan.
Menurut petani yang di wawancarai mengatakan varietas moderen itu
memang baik tapi seringkali sulit ditemukan dan juga harganya sangat mahal.
Selain itu masyarakat tidak suka mengkomsumsinya karena terlalu gurih
akibatnya untuk dipasarkan terasa menyulitan petani.
Demikian halnya dengan pemupukan efisien dan PHT, menurutnya baik
tetapi tanpa melakukan anjuran SL-PTT tidaklah membuat akibat buruk bagi
pertanaman padi di lokasi setempat. Jarak tanam legowopun dianggapnya sangat
baik tetapi mereka membutuhkan biaya tambahan yang lebih banyak lagi
dibandingkan dengan sistem tanam yang biasa.
84
Dari lima komponen yang dipertanyakan semuanya memiliki hambatan dan
permasalahan jika mereka terapkan, itulah sebabnya mereka belum yakin betul
untuk melakukannya
Untuk melihat sejauh mana tingkat penerapan yang dilakukan petani di
lahan garapannya. Dipertanyakan dengan empat kategori yaitu: tidak menerapkan,
menerapkan sebagian kecil, menerapkan sebagian besar dan menerapkan
sepenuhnya. Dan hasilnya pada Tabel 13 yaitu umumnya berada pada persentase
antara (53,33 persen-76,67 persen) yaitu menerapkan sebagian kecil.
Mengapa petani belum menerapkan sepenuhnya komponen teknologi yang
dianjurkan kepadanya. Petani menjawab dengan beragam alasan diantaranya:
benih bantuan lambat tiba dilokasi, akibatnya sulit mendapatkan benih bermutu
dan sehat, pupukpun selain mahal juga seringkali terjadi kelangkahan pada saat
diperlukan. Intinya sarana prasarana tidak mendukung pelaksanaan komponen
teknologi yang disosialisasikan.
Pemahaman yang diperoleh responden mengenai komponen-komponen
teknologi SL-PTT padi di lokasi penelitian merupakan hasil dari proses
komunikasi langsung antara petani (responden) dengan pemandu lapang, karena
media cetak dan elektronik tidak ditemukan dilokasi.
Data mengenai karakteristik responden dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa petani belum dapat menerapkan tekonologi yang sudah pahami.
Alasannya karena keadan karakteristik responden.(67 persen) adalah petani
penggarap, hanya sebagian kecil (23 persen) yang merupakan pemilik lahan, 10
persen buruh tani. Kondisi ini mengakibatkan para petani (responden) tersebut
tidak leluasa untuk mengambil keputusan dalam memilih teknologi yang mereka
gunakan, mengingat mereka hanya pekerja yang bekerja sesuai arahan/ aturan
pemilik lahan.Pengadaan bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan
lahan dan penanaman tentu sepenuhnya dilakukan atau diarahkan oleh pemilik
lahan.
Efektivitas komunikasi di dalam SL-PTT padi akan terlihat di lahan petani
yaitu aplikasi pada usaha taninya. Dari pengamatan kasat mata dapat dikatakan
bahwa SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang ini berjalan tanpa kemajuan yang
berarti. Karena yang ada hanya kinerja pemandu lapang saja, padahal untuk
85
mewujudkan suatu kinerja yang baik dari suatu program tentu harus ada kordinasi
yang baik dari semua elemen pendukungnya. Pemandu lapang berhasil
memberikan pemahaman. Analisisnya berkorelasi sangat nyata. Apabila dukungan
elemen yang lain optimal dapat dipastikan bahwa ranah tindakan akan
memberikan hasil yang optimal.
Partisipasi Komunikasi
Partisipasi komunikasi dalam kajian ini merupakan peubah yang sangat
penting, karena peubah ini menjadi perantara antara peubah bebas (karakteristik
pemandu lapang, inovasi teknologi, karakteristik petani serta saluran komunikasi)
dengan peubah tetap (efektivitas komunikasi).
Partisipasi komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah partisipasi petani
dalam setiap kegiatan dimana proses komunikasi antara personil pendukung
program dengan petani diantaranya: pemandu lapang dengan petani (diskusi dan
praktek lapang).
Tabel 18 Distribusi responden menurut partisipasi komunikasi SL-PTT Padi
Jenis Kegiatan Tingkat Partisipasi
Aktif Biasa Kurang Tidak ada
PRA
3
(10,00)
3
(10,00)
1
(3,33)
23
(76,67)
Pertemuan
5
(16,67)
10
(33,33)
4
(13,33)
11
(36,67)
Diskusi Sub-Kelompok
6
(20,00)
11
(36,67)
4
(13,33)
9
(30,00)
Diskusi Kelompok
5
(16,67)
12
(40,00)
4
(13,33)
9
(30,00)
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Tabel 18 menunjukkan tingkat partisipasi responden terhadap beberapa
kegiatan komunikasi pada program SL-PTT padi. Data dalam Tabel 18
menggambaran bahwa pada kegiatan PRA tidak dilakukan. persentase partisipasi
(76,67 persen) responden tidak ikut terlibat. Artinya pelaksanaannya relatif sangat
kecil, sesuai fakta di lapangan bahwa PRA tidak dilakukan, yang dilakukan hanya
pertemuan di kantor Kelurahan dihadiri ketua kelompok.
persentase pertemuan adalah (36,67 persen) artinya pertemuan pernah
dilakukan hanya tidak intensif sebagaimana yang dianjurkan pada buku panduan.
Pertemuan seharusnya dilakukan sebelum dan sesudah pengolahan
lahan.Tujuannya mendapatkan informasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya
86
kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan SL-PTT padi.
Yang menjadi penanggungjawab kegiatan ini adalah Dinas Pertanian Kota,
olehnya itu sulit dilakukan oleh kelompok tani karena dukungan meteri dikelola
langung oleh Dinas Pertanian Kota, demikian pengakuan anggota kelompok tani
dibenarkan oleh ketua kelompoknya.
Diskusi sub kelompok persentasenya hampir merata artinya diskusi-diskusi
kecil diantara anggota sering dilakukan, karena diskusi ini sifatnya interen saja
tanpa harus melibatkan penanggungjawab kegiatan (Dinas Pertanian). Seketika
langsung saja berdiskusi kalau ada masalah tentang kondisi tanamannya atau
persoalan lainnya, pola keaktifan responden dalam diskusi kelompok dan sub-
kelompok adalah serupa, yaitu (30,00 persen) tidak aktif, sisanya berpartisipasi
bervariasi.
Tabel 19 menunjukkan data intensitas responden mengikuti kegiatan praktek
lapang. Pelaksanaan praktek lapang oleh petani dapat dilakukan di sekolah lapang
(SL) atau di laboratorium lapang (LL).
Tabel 19 Distribusi responden menurut frekuensi mengikuti kegiatan praktek
lapang.
Praktek Lapang Frekwensi/ Minggu
1 kali 3 kali 5 kali 7 kali
Sekolah Lapang 1 6 4 19
(3,33) (20,00) (13,33) (63,33)
Laboratorium Lapang 13 1 13 3
(43,33) (3,33) (43,33) (10,00)
Angka dalam kurung ( ) = persentase (%)
Data dalam Tabel 19 menggambarkan bahwa petani yang melakukan
praktek di Sekolah lapang sebanyak 7 kali seminggunya nilai persentasenya
sebesar (63,33 persen), yang melakukan lima kali sebesar (13,33 persen), yang
melakukan tiga kali adalah (20,00 persen), dan satu kali sebesar (3,33 persen).
Sedangkan petani yang melakukan praktek lapang di Laboratorium lapang
sebanyak 7 kali nilai persentasenya adalah (10,00 persen), yang melakukan lima
kali adalah sebesar (43,00 persen), yang melakukan tiga kali (3,33 persen), dan
satu kali adalah (43,33 persen)
Data dalam Tabel 18 menggambarkan bahwa sebagian besar (63,33 persen)
responden mengikuti kegiatan praktek lapang di sekolah lapang tujuh kali
seminggu dan hanya 20 persen responden yang mengikuti kegiatan tersebut enam
87
kali seminggu, sisanya . persentase responden yang mengikuti kegiatan praktek
lapang di laboratorium lapang satu kali seminggu mencapai 43 persen, sedangkan
(43,33 persen) responden mengikuti kegiatan lima kali seminggu.
persentase intensitas praktek lapang SL dan LL di Tabel 19 mengartikan
bahwa keaktipan petani dilahannya sendiri lebih besar dari pada di lahan LL
menandakan bahwa yang dilakukan di LL juga telah dilakukan di SL jadi merasa
tidak penting berkunjung kelokasi LL. Lagi pula lokasi LL yang berada tidak
ditepi jalan membuat petani harus berjalan jauh, membutuhkan waktu yang
panjang untuk menuju kelokasi LL. Menurutnya satu sampai tiga kali sudah
cukup. Inipun menandakan bahwa pelaksanaan SL-PTT padi di Kelurahan
Cikarawang belum terlaksana dengan baik.
Hubungan antara Efektivitas Komunikasi dengan Partisipasi Komunikasi
Dalam penelitian ini, efektivitas komunikasi sebagai peubah tetap (tak
bebas) merupakan sasaran utama kajian. Untuk mengetahui apakah efektivitas
komunikasi berkorelasi atau dapat dipengaruhi oleh partisipasi komunikasi
sebagai peubah antara, maka dilakukan uji statistik τ– Kendal. Ada tiga indikator
(unsur) dari efektivitas komunikasi yang akan dikaji korelasinya secara statistik
dengan partisipasi komunikasi, yaitu indikator pemahaman, sikap dan tindakan.
Tabel 20 Hubungan antara efektivitas komunikasi dengan partisipasi komunikasi
No. Efektivitas Komunikasi
Partisipasi Komunikasi ( τ)
1. Perubahan Pengetahuan (Cognitive) 0,657**
2. Perubahan Sikap (Affective) 0,349*
3. Perubahan Tindakan (Conative) 0,077
** = berkorelasi sangat nyata (P < 0,01)
* = berkorelasi nyata (P< 0,05)
Τ = koef korelasi tau kendal
Data hasil pengujian dalam Tabel 20 menunjukkan bahwa indikator
perubahan pengetahuan dan perubahan sikap memperlihatkan korelasi sangat
nyata (koef. korelasi 0,657; p<0,01) dengan partisipasi komunikasi, artinya
memberikan pemahaman kepada petani adalah pekerjaan yang tidak berat dapat
dikerjakan dengan mudah oleh seorang pemandu lapang yang relatif tidak
terdukung oleh sarana prasarana yang memadai, juga tidak terdapat pasilitas yang
88
baik, tetapi faktanya dapat mentransper pengetahuannya. Dalam fakta ini
mengartikan bahwa pemandu lapang dapat menyampaikan pesan teknologi
dengan tepat pada petani dengan sistem komunikasi langsung.
Perubahan sikap berkorelasi nyata dengan koefisien korelasi 0,349; p<p0,05
ini berarti ada kendala, yaitu petani masih berusaha menkonfirmasi pemahan
tersebut dengan fakta-fakta yang akan dilihatnya di hari-hari mendatang tentang
kebenaran keuntungan dan kelebihan teknologi yang disosisalisasikan. Hasil
analisis ini dapat menjadi masukan kepada pemandu lapang atau kepada
pengambil kebijakan untuk memikirkan agar sosialisasi kepetani ditingkatkan
agar petani dapat meyakini teknologi-teknologi yang disampaikan, seteruskan
dapat diarahkan untuk sampai ketingkat aplikasi.
Peningkatan pengetahuan terjadi hubungan yang sangat nyata dengan
partisipasi komunikasi, nilai korelasi 0,657 p=0,01 dan berkorelasi nyata dengn
partisispasi komunikasi 0,349 p=0,05 dan tidak terjadi hubungan korelasi dengan
perubahan tindakan 0,077. Data ini sejalan dengan fakta lapangan bahwa petani
sudah paham dengan materi yang di sampikan tentang SL-PTT, petani dapat
menyampaikan secara santai dan lengkap seolah-olahnya sebagai suatu sumber
yang yang benar-benar ahli. Petanipun menampakkan antusias yang tinggi
(perubahan sikap) akan melaksanakan apa yang dianjurkan. Menyampaikan kalau
akan melakukannya, kemudian faktanya tidak diwujudkan dalam tindakan usaha
taninya. Penerimaan tersebut rupanya baru pada tataran pemikiran dan sikap
belum sampai pada perubahan tindakan. Ini karena berbagai hal dan alaan-alasan.
Berdasarkan hasil uji dapat dinyatakan bahwa partisipasi komunikasi dapat
meningkatkan keefektivan komunikasi khususnya pada perubahan peningkatan
pemahaman pada petani.. Namun demikian, penerimaan tersebut baru dalam
tataran pemikiran. Hal ini diperkuat oleh hasil uji terhadap indikator perubahan
tindakan yang tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi
Pertanyaan berikutnya mengapa belum sampai pada perubahan perilaku,
banyak hal yang mempengaruhinya diantaranya: PRA yang tidak dilaksanakan
megakibatkan secara menyeluruh keadaan setempat tidak diketahui kekurangan-
kekurangan dan hambatan-hambatannya sehingga menghambat keberhasilan
program SL-PTT padi, misalnya karakteristik petani yang lebih banyak sebagai
89
penggarap dan buruh tani, kendala tenaga kerja, kendala sarana prasarana
pengolah tanah yang dapat membantu mempercepat pengolahan tanah, seringnya
terjadi kelangkahan pupuk, semua itu dapat dikomunikasikan apabila pihak
penanggunjawab kegiatan melakukan PRA dengan baik maka hailnyapun dapat
optimal.
Terkait dengan Karakteristik petani, khususnya yang berkaitan dengan
status petani, memperlihatkan bahwa sebagian besar (76,67 persen) responden
(petani) hanyalah petani penggarap dan hanya sebagian kecil (23,33 persen) yang
merupakan pemilik lahan. Oleh karena itu, sebagai petani penggarap, mereka
tidak mempunyai kebebasan mutlak menentukan teknologi yang dapat mereka
gunakan dalam budidaya penanaman padi yang mereka lakukan, apalagi kalau
penerapan teknologi tersebut terkait dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
penyediaan peralatan dan bahan yang masih harus ditanggung oleh pemilik lahan.
Karena alasan tersebut, mungkin saja mereka sudah mengetahui dengan baik
tentang komponen-komponen teknologi yang dianjurkan dalam program SL-PTT
serta sudah memiliki keinginan (sikap) untuk menerapkan teknologi tersebut,
tetapi pemilik lahan tidak mengizinkan hal itu, maka mereka tidak dapat
mewujudkannya dalam bentuk tindakan.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dibuat hubungan bahwa adopsi
suatu inovasi teknologi oleh masyarakat hingga pada taraf penambahan
pengetahuan (cognitive) dan perubahan sikap (affective) tidak menjamin akan
sampai pada taraf tindakan (conative) untuk mengaplikasikan teknologi tersebut,
karena adanya kendala dari faktor-faktor lain yang tidak terpenuhi. Dalam kasus
program SL-PTT padi di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor Barat salah satu kendala adopsi teknologi dimaksud adalah status petani
yang lebih banyak didominasi oleh buruh tani dan petani penggarap yang tidak
memiliki lahan pertanian secara mandiri. Melalui data karakteristik responden
tergambar bahwa sebagian besar responden (67 persen) adalah petani penggarap,
hanya sebagian kecil (23 persen) yang merupakan pemilik lahan. Kondisi ini
mengakibatkan para petani (responden) tersebut tidak leluasa untuk mengambil
keputusan dalam memilih teknologi yang mereka gunakan, mengingat mereka
hanya pekerja yang bekerja sesuai arahan/ aturan pemilik lahan.Pengadaan bahan
90
dan peralatan yang digunakan dalam pengolahan lahan dan penanaman tentu
sepenuhnya dilakukan atau diarahkan oleh pemilik lahan. Kendala tersebut dapat
diantisipasi dengan melibatkan para pemilik lahan pertanian di lokasi tersebut
dalam program dimaksud, sehingga mereka dapat memahami keuntungan-
keuntungan yang dapat diperoleh dengan mengikuti program itu.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Petani
Peubah antara dalam penelitian ini adalah partisipsi komunikasi, sehingga
untuk melihat sejauh mana keefektivan komunikasi dalam SL-PTT padi akan
tergambar dari hubungan Pemandu lapang dengan partisipasi komunikasi,
hubungan karakteristik petani dengan partisipasi komunikasi, hubungan saluran
komunikasi dengan partisipasi komunikasi serta hubungan antara inovasi
teknologi dengan partisipasi komunikasi.
Hubungan antara Karakteristik Pemandu Lapang dengan Partisipasi
Komunikasi
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara karakteristik pemandu
lapang dengan partisipasi komunikasi, maka dilakukan uji statistik τ– Kendal
terhadap data yang diperoleh dari kedua peubah tersebut. Tabel berikut ini
menunjukkan hasil uji statistik dari tiga komponen peubah karakteristik pemandu
lapang (penguasaan materi, pengalaman dan kemampuan berkomunikasi)
terhadap peubah partisipasi komunikasi.
Tabel 21 Hubungan karakteristik pemandu lapang dengan partisipasi komunikasi
No. Karakteristik Pemandu Lapang Partisipasi Komunikasi
1. Penguasaan Materi 0,900 **
2. Pengalaman 0,844 **
3. Kemampuan Berkomunikasi 0,731**
** = berkorelasi sangat nyata. pada p = 0,01
Hasil uji di atas menunjukkan bahwa penguasaan materi pemandu lapang
berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi komunikasi (koefisien korelasi = 0,900
; p = 0,01), demikian pula halnya dengan pengalaman (koefisien korelasi = 0,844 ;
p= 0,01) dan kemampuan berkomunikasi (koefisien korelasi = 0,731; p = 0,01).
91
Sehingga secara umum dapat dinyatakan bahwa peubah Karakteristik Pemandu
lapang berkorelasi sangat nyata dengan Partisipasi.
Partipasi Komunikasi dalam hal ini sejalan dengan fakta lapangan, dimana
karakteristik individu dari pemandu lapang merupakan salah satu faktor utama
yang menyebabkan petani di lokasi penelitian (Kelurahan Cikarawang,
Kecamatan Bogor Barat, Kab.Bogor) ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan SL-
PTT padi.. Beberapa fakta lapangan yang ditemukan berkaitan dengan uraian
sebelumnya adalah sebaai berikut:
1. Kedekatan antara petani dengan pemandu lapang di lokasi penelitian sangat
nyata, dimana petani, khususnya yang terlibat dalam program SL-PTT
mengenal sangat baik pemandu lapang dan mereka memliliki hubungan
individu yang juga sangat kuat. Kondisi ini tercipta sebagai suatu hasil upaya
pemandu lapang dalam membentuk citra yang baik di mata petani dan tentu
saja tidak lepas dari kepribadian dan kemampuannya berkomunikasi serta
bersosialisasi.
2. Tingkat kepercayaan petani terhadap pemandu lapang juga sangat tinggi. Hal
ini tampak dari ketergantungan mereka terhadap sosok pemandu lapang,
dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan pertanian, khususnya program
SL-PTT dipercayakan sepenuhnya kepada pemandu lapang. Sebagai contoh
pihak-pihak yang ingin memperoleh data atau informasi yang berhubungan
dengan pertanian di lokasi tersebut harus mendapat rekomendasi dari pemandu
lapang. Dengan kata lain petani hanya bersedia memberikan keterangan atau
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan (mahasiswa atau peneliti)
apabila mendapat rekomendasi dari pemandu lapang. Kondisi ini dapat
dibentuk oleh pemandu lapang bukan hanya atas dasar kepribadian dan
kompetensi tetapi juga dibangun melalui kerja keras dalam mendampingi
petani dan membantu atau terlibat langsung dalam kehidupan keseharian
mereka tanpa menimbulkan singgungan yang fatal terhadap kepercayaan, dan
adat istiadat masyarakat petani setempat. Dalam hal ini petani merasakan
keberpihakan yang kuat dari pemandu lapang, sementara petani tidak
merasakan adanya dukungan yang berarti dari pihak-pihak terkait (institusi
terkait).
92
3. Tingkat kepercayaan petani terhadap penguasaan teknologi pertanian,
khususnya komponen teknologi SL-PTT padi cukup tinggi. Beberapa
responden menyatakan bahwa apa yang dianjurkan oleh pemandu lapang
umumnya terbukti di lapangan.
Menurut Berlo (1960), sumber informasi yang diharapkan dapat
mempengaruhi penerimanya untuk menghasilkan tindakan atau reaksi yang
diharapkan minimal mempunyai empat faktor meliputi keterampilan
berkomunikasi, sikap, tingkatan pengetahuan, posisi dalam sistem sosio-
kultural. Pendapat ini sejalan dengan hasil-hasil yang diuraikan di atas,
dimana menurut penilaian petani (responden), pemandu lapang telah memiliki
tiga di antara keempat faktor tersebut, yaitu faktor tingkatan pengetahuan,
kemampuan berkomunikasi dan sikap. Namun demikian, untuk faktor posisi
dalam sistem sosio-kultural tidak memungkinkan untuk dapat dipenuhi oleh
pemandu lapang, mengingat yang bersangkutan bukan pemuka masyarakat
yang memiliki tingkatan status (tingkat kepercayaan) yang tinggi di mata
masyarakat, pemandu lapang bukan putera setempat tetapi mereka perantau
dari pulau seberang.
Hubungan antara Karakteristik Inovasi Teknologi dengan Partisipasi
Komunikasi
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya tujuan utama dari program SL-
PTT padi adalah mensosialisasikan komponen-komponen teknologi budidaya
tanaman padi hasil pengembangan lembaga penelitian Departemen Pertanian
kepada masyarakat petani agar proses budidaya dapat berlangsung secara efektif
dan efisien dengan hasil yang optimal.
Untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara Karakteristik Inovasi
Teknologi program SL-PTT padi dengan Partisipasi Komunikasi, maka dilakukan
uji statistik τ – Kendal terhadap setiap unsur karakteristik inovasi teknologi
(keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat dicoba dan dapat diamati)
dengan partisipasi komunikasi. Tabel berikut ini menampilkan hasil pengujian
tersebut.
93
Tabel 22 Hubungan karakteristik inovasi teknologi dengan partisipasi komunikasi
No.
Karakteristik Inovasi Teknologi
Partisipasi Komunikasi
1. Keuntungan Relatif 0,139
2. Kesesuaian 0,128
3. Kerumitan 0,189
4. Dapat Dicoba 0,684**
5. Dapat Diamati 0,465**
** = berkorelasi sangat nyata pada p < 0,01
Data hasil pengujian pada Tabel 22 menunjukkan bahwa unsur keuntungan
relatif tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi, demikian juga halnya
dengan unsur kesesuaian dan kerumitan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara
dengan petani peserta program SL-PTT padi mengatakan petani itu tidak susah-
susah diberi penjelasan yang penting terlihat dan dapat kami buktikan sendiri.
Kalau sudah terbukti tumbuhnya baik dan menguntungkan, tidak di perintahpun
akan dikerjakannya sendiri. Petani tidak membutuhkan teori muluk-muluk bahwa
sesuai atau tidak. Yang penting terbukti baik pertumbuhan dan menguntungkan,
bahan tersedia ya pasti dikerjakannya. Petani tidak mengenal istilah rumit artinya
pengerjaan sesulit apapun akan dikerjakannya apabilah mereka meyakini bahwa
yang dikerjakan akan menghasilkan. Karena yang dapat mereka pikirkan adalah
pemenuhan kebutuhan sesaat yang sangat menKelurahank. Berkali-kali
ditegaskan oleh petani tiap kali saya mengunjuninya bahwa modal mereka hanya
tenaga, jadi akan dipaksakan sekuat tenaga apa yang bisa dikerjakan dikerjaknnya
yan penting menghasilkan untuk menyambun kehidupannya. Ini ciri sikap petani
yang tidak dilandasi dengan penetahuan dan pendidikan yang tidak memadai.
Secara umum hasil pengujian ini menggambarkan bahwa keuntungan relatif dan
kesesuaian dan kerumitan dari komponen-komponen teknologi SL-PTT tidak
mempengaruhi partisipasi petani.
Unsur dapat dicoba dan dapat diamati berkorelasi sangat nyata dengan
partisipasi komunikasi, masing- masing dengan koefisien korelasi 0,684 dan 0,465
(p = 0,01). Unsur dapat dicoba dan dapat diamati berdampak sangat baik kepada
petani, banyak diantara petani yang mengakui bahwa secara diam-diam mencoba
beberapa teknologi yang menurutnya menguntungkan dan sulit ternyata benar-
benar memberikan hasil yang baik, apabila demikian maka sulitpn akan
94
dikerjakannya.Kedua unsur tersebut dapat menjadi pemicu petani (responden)
untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan SL-PTT, dimana proses
komunikasi berlangsung.
Mengacu pada data penilaian responden tentang unsur-unsur karakteristik
inovasi teknologi yang mencakup unsur keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan
yang tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi disebabkan juga karena latar
belakang pendidikan yang relaitf rendah 80 persen SD, maka dapat diprediksi
bahwa mereka tidak mempunyai kalkulasi analisis matematis dan logis yang baik
untuk dapat memperhitungkan keuntungan relatif. Berbeda halnya dengan dapat
dicoba, dan dapat diamati, dimana keduanya dapat disaksikan langsung oleh
mereka tanp harus berpikir dan melakukan analisis.
Dari hasil analisis di atas, ada dua hal penting yang dapat dicatat dari kajian
ini, yaitu bahwa dalam mensosialisasikan suatu paket teknologi kepada petani
yang berlatarbelakang pendidikan rendah, maka metode memberikan contoh
langsung di lapangan yang dapat disaksikan dan dirasakan langsung oleh mereka
akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan memberikan
penjelasan oral atau tertulis yang bersifat teoritis.
Tidak adanya korelasi yang nyata antara tiga unsur peubah karakteristik
inovasi teknologi (keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan) dengan
partisipasi komunikasi dapat diartikan bahwa ketiga unsur tersebut tidak
berpengaruh terhadap partisipasi petani dalam setiap kegiatan utama program SL-
PTT padi di lokasi penelitian. Kondisi tersebut di atas adapat dijelaskan melalui
logika berpikir berikut ini :
1. PRA (Participatory Rural Apprisal) yang dilaksanakan pada tahap awal
dimulainya program tersebut. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data
awal mengenai kondisi lokasi secara lengkap (kondisi lahan, sarana dan
prasarana yang tersedia, sumberdaya manusia, sosial-budaya dan hal-hal lain
yang terkait dengan program tersebut). Data tersebut diharapkan dapat
digunakan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan
dalam pelaksanaan program dimaksud (dengan kata lain proses pengambilan
kebijakan berkaitan dengan pelaksanaan program berlangsung secara bottom-
up). Namun demikian, informasi lapangan menunjukkan bahwa kegiatan PRA
95
tidak dilaksanakan. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan program tidak
berjalan optimal karena tidak didasarkan pada masukan masyarakat
(khususnya tentang keinginan, kondisi dan keterbatasan sarana dan prasarana
yang tersedia serta kendala-kendala lainnya) dan kebijakan yang diambil
cenderung bersifat top-down (tidak memperhatikan saran-saran dari
masyarakat). Dengan demikian, karakteristik inovasi (keuntungan relatif,
kesesuaian dan kerumitan) tentu saja tidak berkorelasi dengan keaktifan petani
pada kegiatan ini, karena jelas-jelas kegiatan ini (PRA) tidak dilaksanakan.
2. Kegiatan pertemuan yang terdiri dari pertemuan rutin dan pertemuan khusus.
Pertemuan rutin seharusnya dilaksanakan pada awal persiapan pelaksanaan
program untuk menjalin komunikasi yang baik antara petani, pemandu lapang
dan pihak-pihak terkait lainnya. Sedangkan pertemuan khusus diadakan untuk
mengantisipasi keadaan darurat yang terjadi dalam pelaksanaan program,
misalnya terjadinya kerusakan pada sistem irigasi (pengairan), serangan hama
yang bersifat luas, dll. Informasi lapangan menunjukkan bahwa kedua
pertemuan khusus ini tidak pernah dilaksanakan karena mereka menganggap
keadaan darurat yang dimaksudkan di atas selama ini tidak pernah terjadi.
Sedangkan pelaksanaan pertemuan rutin juga tidak berlangsung optimal
karena hanya dilakukan 2 kali sebelum program SL-PTT dimulai dan hanya
diikuti oleh ketua kelompok dengan latar-belakang pendidikan relatif rendah
(SD), sehingga sangat mungkin informasi yang diterima tidak membuatnya
mengerti dan sulit untuk menginformasikannya kepada anggota kelompoknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hasil analisis statistik yang menunjukkan
tidak adanya korelasi antara partisipasi petani dengan karakteristik inovasi
teknologi (khususnya unsur keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan)
cukup beralasan.
3. Diskusi kelompok yang secara konseptual (petunjuk pelaksanaan program SL-
PTT padi) dilaksanakan setiap hari setelah setiap anggota kelompok
melakukan pengamatan terhadap tanaman padi ditanam di lahan mereka
(Sekolah Lapang). Pada pelaksanaannya di lapangan, kegiatan ini disepakati
oleh petani untuk dilaksanakan hanya 1 kali dalam seminggu, yaitu pada hari
Jum’at (setelah Sholat Jum’at), karena pada hari Jum’at petani tidak
96
melakukan kegiatan di lahan mereka. Kegiatan tersebut masih berlangsung
hingga saat ini. Namun demikian, persepsi petani terhadap keuntungan relatif,
kesesuaian dan kerumitan komponen-komponen teknologi SL-PTT tidak dapat
mempengaruhi keaktifannya pada kegiatan tesebut, karena ketiga unsur
karakteristik inovasi teknologi tersebut tidak dapat ditunjukkan secara nyata
hanya melalui diskusi saja, mereka butuh pembuktian yang dapat dilihat
secara nyata. Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan rendahnya latar-
belakang pendidikan petani peserta program.
4. Praktek lapang yang dilakukan secara rutin oleh petani peserta SL-PTT baik di
lahan mereka sendiri (SL) dan di laboratorium lapang (LL) hingga saat ini.
Namun demikian, keaktifan mereka terhadap kegiatan tersebut ternyata tidak
berkorelasi dengan 3 unsur karakteristik inovasi SL-PTT (keuntungan relatif,
kesesuaian dan kerumitan), karena persepsi petani terhadap ketiga unsur
dimaksud pada hakekatnya lebih banyak ditentukan oleh kemampuan petani
untuk menghitung dan menganalisis secara logis, bukan didasarkan pada
pengamatan semata. Berbeda halnya dengan unsur dapat dicoba dan dapat
diamati, dimana petani dapat melihat langsung pada kegian praktek lapang ini
dan terbukti berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi komunikasi petani.
Menurut Rogers (2003), atribut penentu suatu inovasi teknologi sehingga
dapat diterima dengan oleh masyarakat meliputi keuntungan relatif (relative
advantage), kesesuaian (compatibility), kerumitan (complexibility), dapat dicoba
(trialability) serta dapat diamati (observability). Dia menggambarkan suatu
kegagalan suatu adopsi inovasi teknologi tentang pengujian kandungan nitrogen
tanah sebelum petani melakukan penanaman jagung. Sosialisasi inovasi teknologi
tersebut dilakukan di beberapa negara bagian di Amerika sekitar tahun 1990-an
dalam rangka mengefisienkan penggunaan pupuk nitrogen serta mengatasi
pencemamaran lingkungan akibat penggunaan pupuk tersebut. Namun demikian,
adopsi inovasi tersebut dianggap gagal akibat dari tidak terpenuhinya beberapa
atribut penentu yang disebutkan di atas (keuntungan relatif, kesesuaian dan
keteramatan). Gambaran tersebut sangat relevan dengan hasil-hasil yang diuraikan
di atas, di mana hanya ada dua atribut inovasi teknologi SL-PTT yang
berpengaruh signifikan terhadap partisipasi komunikasi, yaitu atribut dapat dicoba
97
(trialability) dan dapat diamati (observability). Alasan logis dari terjadinya kondisi
tersebut lebih dipengaruhi oleh karakteristik petani yang lebih didominasi oleh
petani dengan latar belakang pendidikan yang rendah (mereka lebih mempercayai
apa yang dapat disaksikan secara langsung dari pada informasi yang bersifat
teoritis).
Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Partisipasi Komunikasi
Hubungan peubah bebas saluran komunikasi dengan peubah antara
partisipasi komunikasi diuji dengan uji statistik τ– Kendal. Data dari setiap unsur
saluran komunikasi meliputi waktu pelaksanaan, tempat pelaksanaan dan jenis
media komunikasi. Data pada Tabel 23 menunjukkan hasil analisis hubungan
(korelasi) dari kedua peubah tersebut.
Tabel 23 Hubungan saluran komunikasi dengan partisipasi komunikasi
No.
Saluran Komunikasi
Partisipasi Komunikasi
1. Waktu Pelaksanaan -0,055
2. Tempat Pelaksanaan 0,220
3. Jenis Media -0,120
Hasil uji korelasi pada Tabel 23 menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan
berhubungan terbalik dengan partisipasi komunikasi, artinya petani menganggap
waktu pelaksanaan sudah tepat akan tetapi tidak berpartisipasi. Alasan petani tidak
berpartisipasi karena merasa sangat kelelahan, nampaknya petani sangat
mengandalkan fisiknya dalam mengolah dan melakukan usaha taninya. Seringkali
petani pada saat diundang tidak hadir karena tertidur alasannya istirahat sejenak,
seringpula mengatakan menyelesaikan urusan lain yang sangat menKelurahank.
Tempat pelaksanaan yang diujikan dalam indikator saluran komunikasi juga
tidak berkorelasi dengan partisipasi komunikasi. Jenis media yang diuji
nampaknya berkorelasi terbalik dengan partisipasi komunikasi artinya dugaan
tentang adanya media cetak dan elektronik dalam hal ini tidak membuat petani
berpartisipasi., dan fakta dilapangan bahwa media cetak seperti (leafleat, brosur,
majalah) dan elektronik (siaran TV, siaran radio, caset, CD) yang dapat diakses
oleh responden untuk memperoleh informasi seputar program SL-PTT, khususnya
tentang komponen-komponen teknologi yang dianjurkan tidak tersedia. Satu-
98
satunya saluran informasi yang dapat menghubungkan antara responden (petani)
dengan pemandu lapang dalam hal ini hanyalah komunikasi langsung.
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Partisipasi Komunikasi
Korelasi antara peubah bebas karakteristik petani dengan peubah antara
partisipasi komunikasi diuji dengan uji statistik τ–Kendal. Ada empat unsur
karakteristik petani yang diuji, yaitu umur, pendidikan, luas lahan dan pengalaman
bertani. Tabel 24 memuat data dari hasil-hasil pengujian tersebut.
Tabel 24 Hubungan karakteristik petani dengan partisipasi komunikasi
No. Karakteristik Petani Partisipasi Komunikasi
1. Umur 0,616**
2. Pendidikan 0,052
3. Luas Lahan 0,145
4. Pengalaman Bertani 0,543**
** = berkorelasi sangat nyata ( p = 0,01)
Hasil-hasil pengujian dalam Tabel 24 menggambarkan bahwa unsur umur
dan pengalaman bertani menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan
partisipasi komunikasi. Sebaliknya, unsur pendidikan dan luas lahan tidak
berkorelasi dengan partisipasi komunikasi. Dengan kata lain, umur dan
pengalaman bertani responden (petani) mempengaruhi tingkat partisipasi mereka
pada kegiatan-kegiatan utama SL-PTT (dimana proses komunikasi antara
responden dan pemandu lapang berlangsung). Sedangkan luas lahan dan
pendidikan tidak berpengaruh.
Pertanyaan kemudian yang muncul, adalah mengapa umur berkorelasi
dengan partisipasi komunikasi, dikarenakan petani yang menjadi responden
umumnya tergolong umur produktif, umur dimana aktif-aktifnya mencari
informasi, kegiatan-kkeiatan yang mungkin menunjang kemaajuan pertaniannya.
Jadi bagi mereka selalu mengupayakan berpartisipasi tiap kali diharapkan
keikutsertaannya.
Pengalaman bertanipun berkorelasi sangat nyata dengan partisipasi
komunikasi, artinya yang berpengalaman justru lebih berpartisipasi dari pada yang
kurang berpengalaman. Ini disebabkan yang tidak atau kurang berpartisipasi itu
seringkali masih mengutamakan kegiatan yang lain sebagai sumber pencaharian,
99
sedangkan yang sudah berpengalaman konsisten dengan usaha pertanaman padi
saja.
Pendidikan dan luas lahan tidak berkorelasi dengan partisipasi. Pendidikan
petani responden kurang lebih 80 persen berpendidikan SD, seringkali ditemui
pada petani yang berpendidikan rendah kurang kreatif dan kecendrungannya
hanya melakukan pertaniannya secara klasik terus-menerus. Kondisi masyarakat
yang latar belakang pendidikan yang sangat rendah sangat tergantung oleh
seorang pemandu lapang atau penyuluh pertanian. Kapan penyuluh pertanian
tidak mendampinginya maka dapat dikatakan pertaniannya tidak lagi
menghasilkan apa-apa. Hasil uji statistik pada Tabel 24 , khususnya untuk korelasi
antara unsur umur dan pengalaman bertani dengan partisipasi komunikasi dapat
dijelaskan berdasarkan logika berpikir bahwa mereka yang sudah berumur dan
mempunyai pengalaman bertani yang cukup memang sudah memilih bertani
sebagai mata pencaharian permanen dan tentu akan tertarik untuk mencari jalan
meningkatkan pendapatan melalui peningkatan pengetahuan dan teknologi
bertani.