Hand Out_deteksi dini komplikasi kala iii.docx

31
Deteksi Dini Komplikasi Kala III HAND OUT DETEKSI KOMPLIKASI PERSALINAN KALA III Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan II Topik : Deteksi dini komplikasi persalinan kala III Sub Topik : 1. Atonia uteri 2. Retensio plasenta 3. Perlukaan jalan lahir Waktu : 100 menit Dosen : Ratna Dewi Putri Setelah membaca hand out ini mahasiswa mampu: Menjelaskan pengertian atonia uteri dengan tepat. Menjelaskan tanda dan gejala atonia uteri dengan benar. Menjelaskan pengertian retensio plasenta dengan tepat Menjelaskan tanda dan gejala retensio plasenta dengan benar. Melaksanakan penanganan pada komplikasi kala III persalinan dengan benar. 1. Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : EGC. Hal : 443- 446. Ratna Dewi Putri - 130104090020 1 OBJEKTIF PERILAKU SISWA BUKU SUMBER

Transcript of Hand Out_deteksi dini komplikasi kala iii.docx

Deteksi Dini Komplikasi Kala III

Deteksi Dini Komplikasi Kala III

Hand OutDETEKSI KOMPLIKASI PERSALINAN KALA III

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan IITopik: Deteksi dini komplikasi persalinan kala IIISub Topik: 1. Atonia uteri 2. Retensio plasenta 3. Perlukaan jalan lahir Waktu: 100 menit Dosen: Ratna Dewi Putri

OBJEKTIF PERILAKU SISWA

Setelah membaca hand out ini mahasiswa mampu: Menjelaskan pengertian atonia uteri dengan tepat. Menjelaskan tanda dan gejala atonia uteri dengan benar. Menjelaskan pengertian retensio plasenta dengan tepat Menjelaskan tanda dan gejala retensio plasenta dengan benar. Melaksanakan penanganan pada komplikasi kala III persalinan dengan benar.

BUKU SUMBER

1. Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta : EGC. Hal : 443- 446.2. Cunningham, et al. Obstetri Williams. Edisi 21. 2000. EGC : Jakarta 3. DEPKES RI. 2007. Buku Asuan Persalinan Normal. Jakarta. Hal : 138.4. Depkes RI. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. 2007. Jakarta 5. letcher. Myles Texbook for Midwife. Edisi 14. churchill Livingstone. London. 2003. Hal : 500-501.6. Varney, H. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC. Hal : 1185 11887. Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungandan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2000. EGC : Jakarta. 8. Prawirohardjo, Sarwono. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. 2002. YBPSP : Jakarta. 9. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2000. YBPSP : Jakarta

PENDAHULUAN

Salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS 2007 ( Riset Kesehatan Dasar ) diperoleh AKI pada tahun 2007 228/100.000 kelahiran hidup, meskipun telah terjadi penurunan namun masih jauh dari target MDG 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut. Sementara untuk AKB, pada tahun 2007 diperoleh AKB 26,9/1.000 kelahiran hidup (RISKESDAS). Menurut Ramcet, 2005, penyebab utama kematian ibu adalah: perdarahan (28%), infeksi (11%), Eklamsia (24%) dan parus macet/lama (5%).Perdarahan PostpartumPada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 ml darah tanpa akibat buruk. Istilah perdarahan postpartum digunakan apabila perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml. perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder setelah itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum ialah: 1) atonia uteri; 2) perlukaan jalan lahir; 3) terlepasnya sebagian plasenta dari uterus; 3) tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya kotiledon atau plasenta suksenturiata.Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian:(a) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang tejadi dalam 24 jam setelah anak lahir.(b) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.

URAIAN MATERI

1. Atonia Uteri1.1 Pengertian Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Saifudin AB, 2002). Sedangkan dalam sumber lain atonia didefinisikan sebagai hipotonia yang mencolok setelah kelahiran placenta (Bobak, 2002). Dua definisi tersebut sebenarnya mempunyai makna yang hampir sama, intinya bahwa atonia uteri adalah tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot otot rahim akan berkontraksi secara sinergis. Otot otot tersebut saling bekerja sama untuk untuk menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta. Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot otot rahim tersebut tidak mampu untuk berkontraksi / kalaupun ada kontraksi kurang kuat. Kondisi demikian akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak akan berhenti dan akibatnya akan sangat membahayakan ibu. Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75 80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500 800 ml / menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5 6 liter saja.1.2 Penyebab Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang beresiko terjadinya atonia uteri. Dibawah ini beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, antara lain :a. Distensi rahim yang berlebihanPenyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain :1) Kehamilan ganda2) Poli hidramnion3) Makrosomia janinPeregangan uterus yang berlebihan karena sebab sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.b. Pemanjangan masa persalinan (partus lama)Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot- otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.c. Grandemultipara (Paritas 5 atau lebih)Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.d. Kehamilan dengan mioma uterusMioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.e. Persalinan buatan (SC, Forsep dan ekstraksi vakum).f. Persalinan lewat waktug. KorioamnionitisJika seorang wanita mengalami salah satu dari faktor resiko ini, maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atonia uteri. Meskipun demikian, 20% atonia uteri postpartum dapat terjadi pada ibu-ibu tanpa faktor resiko ini. Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.1.3 Tanda dan gejala Mengenal tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosa dan penatalaksanaannya.Tanda dan gejala atonia uteri antara lain :a. Perdarahan pervaginam.Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.b. Konsisitensi rahim lunakGejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.c. Fundus uteri naikd. Terdapat tanda tanda syok1.4 Penanganan Upaya mencegah atonia uteri adalah melakukan penanganan aktif kala tiga, yaitu dengan melaksanakan manajemen aktif kala III :1. Menyuntikkan Oksitosin 10 IU segera setelah bayi lahir.2. Melakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali3. Masase uterus secara sirkuler selama 15 detik. Penanganan kasus atonia uteri harus secara benar, tepat dan cepat, mengingat akibat yang akan terjadi jika tidak segera mendapat penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu bersalin akan kehilangan darah sangat banyak dalam beberapa menit saja uterus tidak berkontraksi. Langkah langkah yang harus dilakukan dalam penanganan kasus atonia uteri a. Lakukan massage uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. b. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vaginac. Periksa kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi atau gunakan teknik aseptic untuk memasang kateter ke dalam kandung kemihd. Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi dengan baik.Langkah langkah KBI : Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetric (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus kedalam vagina ibu Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri, mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak berkontraksi secara penuh Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus, kearah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus kearah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan kebelakang Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah terbuka (bekas implantasi plasenta) didinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

e. Anjurkan keluarga untuk mulai menyiapkan rujukanf. Jika perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi baik : Teruskan kompresi bimanual interna selama 1-2 menit. Keluarkan tangan dengan hati hati dari vagina. Pantau kala IV dengan seksama, termasuk sering melakukan massage, mengamati perdarahan, tekanan darah dan nadi. g. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya kompresi bimanual interna : Instruksikan dan ajari salah satu keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna (KBE).Langkah langkah KBE: Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan diding depan korpus uteri dan diatas simfisis pubis Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungin. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah didalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi

Keluarkan tangan dari vagina dengan hati hati. Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0, 2 mg IM Mulai Iv ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar ( 16 / 18 G ) dengan teknik aseptic. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua. Jika uterus tetap tidak berkontraksi Ulangi KBI Jika berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan lahan dan pantau kala IV dengan seksama. Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera dimana operasi dapat dilaksanakan Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan infuse dengan kecepatan 500 cc / jam hingga ibu mendapatkan total 1, 5 liter dan kemudian turunkan hingga 125 cc / jam. Jika kompresi bimanual tidak berhasil, coba lakukan kompresi aorta. Raba arteri femoralis dengan ujung tangan kiri, pertahankan Genggam tangan kanan kemudian tekan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan.

Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur nadi, pernafasan dan tekanan darah. Buat dokumentasi dengan cermat.

Ya ya tidak berhenti tetapMasase fundus uteri segera sesudah plasenta lahir(maksimal 15 detik)Uterus kontraksi?- Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban- Kompres Bimanual Interna (KBI) maks 5 menitUterus kontraksi?pertahankan KBI selama 1-2 menitkeluarkan tangan secara hati-hatilakukan pengawasan kala IVajarkan kelurga melakukan Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)keluarkan tangan (KBI) secara hati-hatisuntikkan Methyl ergometrin 0,2 mg i.mpasang infus RL+ 20 IU oksitosin, guyurLakukan lagi KBI - rujuk siapkan laparotomi- lanjutkan pemberian infuse + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan - Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau KBEUterus kontraksi?Evaluasi rutinPengawasan kala IVLigasi arteri uterina dan/ hipogastrikaB-Lynch method pertahankanHisterektomiPertahankan uterusBagan Pengelolaan atonia Uteri

2. Retensio Plasenta2.1 Pengertian Retensio plasenta adalah jika plasenta tidak lahir setelah waktu tertentu biasanya sampai dengan 1 jam setelah kelahiran bayi ( Fraser, 2003:524 ). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Saifudin, 2003:178). Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Wiknjosastro, 2002:656).

Pada keadaan yang normal, plasenta sudah terlepas dari implantasinya dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir plasenta belum lahir maka keadaan ini disebut dengan Retensio Plasenta.2.2 Etiologi Plasenta belum lepas dari dinding uterus Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta Plasenta melekat erat pada dinding uterus 1. Plasenta Adhesiva yaitu implantasi yang kuat dari jonjot khorion plasenta hingga melekat pada desidua endometrium yang lebih dalam. 2. Plasenta Akreta yaitu jonjot khorion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.3. Plasenta Inkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium. 4. Plasenta Perkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.5. Plasenta Inkarserata yaitu tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan.

Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkanTidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Penyebab lain yaitu kandung kemih penuh atau rectum penuhHal-hal diatas akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya harus dikosongkan.2.4 Penanganan Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit, maka kita dapat melakukan plasenta manual. Prosedur plasenta manual adalah sebagai berikut: Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dengan narcosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya, terutama retensi telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfektan daerah vulva termasuk daerah seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina. Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan (false route). Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten). Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking (ulnar), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim, dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahal-lahan ditarik keluar. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan pencegahan perdarahan postpartum.Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan atonia uteri.

3. Perlukaan Jalan LahirPerlukaan dalam kadaan dimana plasenta lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. 3.1 Robekan perineum DefinisiRobekan perineum adalah laserai disekitar jaringan perineum yang terjadi selama kelahiran bayi di kala II persalinan. Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang selalu ada Perdarahan segera Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi baik Plasenta lengkap Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang kadang kadang ada Pucat Lemah Menggigil Jenis Robekan PerineumRobekan perineum diklasifikasikan menurut luasnya jaringan dan struktur yang rusak, antara lain :1. Derajat IStruktur yang rusak antara lain : Mukosa Vagina Forchete posterior Kulit perineum

2. Derajat IIlaserasi terjadi pada : Mukosa Vagina Forchete posterior Kulit perineum Otot perineum3. Derajat IIILaserasi yang luas, sampai sfingter ani 3a. < 50 % ketebalan sfingter ani 3b. > 50 % ketebalan sfingter ani 3c. Hingga sfingter ani4. Derajat IVLaserasi yang ekstrim dan luas, meliputi : Mukosa vagina Forchete posterior Kulit perineum Otot perineum Otot sfingter ani Dinding depan rektum3.2 Penatalaksanaan1. Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada serviks atau vagina dan perineum2. Lakukan penjahitan Penjahitan Ruptur Perineum Tingkat II. Bagian apeks vagina yang mengalami laserasi diidentifikasi. Dibuat jahitan kira-kira 1 cm diatas apeks laserasi, kemudian mukosa vagina dan fascia rektrovagina dibawahnya dijahit jelujur.

Penjahitan harus mengikutsertakan fascia rektrovagina, dimana fascia ini jaringan yang berfungsi menyokong bagian posterior dari vagina. Tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu kebawah cicin hymen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi.

Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina.

Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur : Mudah dipelajari dan cepat Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan Menggunakan lebih sedikit jahitanInfiltrasi Lokal / AnestesiInfiltrasi lokal digunakan ketika anestesi diperlukan untuk memperbaiki laserasi atau episiotomi jika anestesi sebelum persalinan telah habis, blok pudendal setelah persalinan gagal, atau infiltrasi lokal merupakan jenis yang dipilih. Kerugian utama dari infiltrasi lokal untuk perbaikan laserasi adalah mengganggu jaringan, sehingga membuat perkiraan atau penentuan ketebalan jahitan lebih sulit.Ukuran, panjang jarum dan jumlah anestesi yang digunakan tergantung pada laserasi. Jarum ukuran 22 dengan panjang 1 inci baik digunakan untuk infiltrasi. Bagaimanapun, ukuran jarum yang lebih kecil sebaiknya digunakan untuk laserasi yang lebih kecil dan area yang lebih sensitif. Sebagai contoh, jarum ukuran 25 dan panjang 1 inci, dapat menjadi pilihan untuk menganestesi laserasi klitoris.Teknik infiltrasi lokal adalah dengan memasukkan ujung jarum pada ujung atau sudut laserasi dan kemudian menjalankannya sepanjang luka atau sepanjang garis dimana jahitan akan dibuat. Kemudian setelah aspirasi, obat anestesi diinjeksikan ketika jarum ditarik ke titik pemasukan. Injeksi obat dihentikan ketika jarum diarahkan kembali disepanjang garis jahitan yang akan dibuat, dan proses diulang sampai seluruh area yang mungkin terasa sakit teranestesi.Gunakan tabung suntik steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cm. Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar biasa digunakan, tapi jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang membutuhkan anestesi. Obat standar untuk anestesi local adalah 1 % lidokain tanpa epinefrin. Jika lidokain 1 % tidak tersedia, gunakan lidokain 2 % yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin dengan perbandingan 1 : 1.Prinsip Prinsip Penjahitan Ruptur PerineumKlasifikasi ruptur perineum terdiri dari derajat satu sampai dengan empat tergantung derajat kedalamannya. Pemeriksaan colok dubur dapat membantu dalam menentukan luasnya kerusakan dan memastikan bahwa laserasi tingkat 3 dan 4 yang tidak terdeteksi dapat terlihat.Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis). Setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan atau hemostasis.Penjahitan ruptur perineum membutuhkan aproksimasi dari jaringan vagina, otot perineum dan kulit perineum. Dalam melakukan penjahitan ruptur perineum diperlukan cahaya dan visualisasi yang baik, peralatan yang tepat, jenis benang dan anestesi yang adekuat. Dari penelitian klinik didapatkan bahwa penggunaan benang catgut atau chromic catgut akan mengurangi kejadian luka terbuka dan nyeri perineum pasca salin.Perbaikan episiotomi atau laserasi harus seartistik mungkin yang dapat dilakukan. Penjahitan yang artistik adalah perbaikan yang dilakukan memberi perhatian khusus untuk hasil yang bukan hanya bermanfaat dari aspek fungsi, tetapi juga sisi kosmetik.Semua penjahitan harus memiliki hasil fungsional yang baik. Penjahitan harus memulihkan struktur organ pelvis dan menopang organ-organ pelvis. Di samping itu harus ada kontrol defekasi dan tonus sfingter yang baik ketika sfingter ani eksterna mengalami kerusakan. Hasil fungsional yang baik tidak menimbulkan masalah-masalah seperti, tidak membentuk fistula sehingga membuat saluran di antara orifisium, tidak menimbulkan masalah seksual dengan menempatkan jahitan di cincin hymen, tidak merapatkan jaringan secara anatomis, atau menyatukan kembali otot bulbokavernosus terlalu ketat semua ini dapat menyebabkan dispareunia.Aspek artistik berkaitan dengan hasil kosmetik. Hasil kosmetik adalah penting karena episiotomi dan laserasi merupakan serangan fisik terhadap tubuh wanita. Perbaikan yang sempurna menghasilkan jaringan parut selebar helaian rambut dan semua aspek perineum berada pada kesejajaran anatomi yang akurat tanpa keriput, lipatan kecil, atau tepi kulit yang saling tumpang tindih.Anestesi yang adekuat adalah prasyarat yang esensial untuk penjahitan episiotomi atau laserasi. Area penjahitan sensitif secara fisik dan wanita cenderung secara psikologis peka terhadap prosedur. Anda perlu mengenali dan menghormati kepekaan ini yang dibuktikan dengan sikap peduli dan mengupayakan wanita tidak merasa nyeri selama penjahitan. Infiltrasi lokal untuk penjahitan akan memberi efek anestesi yang adekuat. Anda harus menginformasikan wanita untuk membedakan antara tekanan dan nyeri karena ia mungkin merasakan tekanan tetapi tidak merasakan nyeriHal-hal yang harus diperhatikan :1. Patuhi teknik aseptik dengan cermat. Mengganti sarung tangan jika diperlukan. Mengatur posisi kain steril di area rektum dan di bawahnya, untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh ke area tersebut.2. Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi.a. Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang menembus jaringan, sedangkan tersedia jarum tanpa mata atau jarum swage-on yang menarik sehelai benang menembus jaringan.b. Penggunaan benang dan jarum dengan ukuran lebih besar daripada yang diperlukan.1) catgut kromik 4-0 digunakan untuk perbaikan dinding anterior rektum pada laserasi derajat empat, perbaikan laserasi klitoris2) catgut kromik 3-0 digunakan untuk perbaikan mukosa vagina, jahitan subkutan, jahitan subkutikular, dan perbaikan laserasi periuretra.3) catgut kromik 2-0 digunakan untuk perbaikan sfingter ani eksterna, perbaikan laserasi serviks, perbaikan laserasi dinding vagina lateral, dan jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis.Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah bahwa otot memerlukan benang yang lebih kuat. Semakin besar nomornya, benang semakin halus dan semakin kecil nomornya, semakin berat benang dan semakin kuat tegangan benang.Ukuran dan tipe jarum yang biasa digunakan adalah jarum jahit umum (General Closure), swage-on (terpasang benang).c. Penggunaan jarum traumatik yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik. Jarum ini berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Banyak klinisi yakin baha jarum potong tidak dibutuhkan untuk prosedur penjahitan. Mereka lebih memilih jarum bundar yang memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak dengan mudah dan dengan trauma yang lebih sedikit. Apabila menggunakan jarum bundar akan lebih sedikit kemungkinan untuk menusuk atau menyebabkan laserasi pembuluh darah.d. Jumlah Fungsi jarum yang berlebihan yang tidak perlu terjadi, dapat disebabkan oleh :1) Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat dan dijahit lagi.2) Terlalu banyak jahitan, terlalu rapat. Terlalu banyak jahitan juga berarti jumlah benang yang berlebihan di dalam luka, yang memperlambat proses penyembuhan dengan menyebabkan reaksi inflamasi terhadap benda asing.anda harus merencanakan dengan cermat prosedur penjahitan sebelum mulai menusukkan jarum ke wanita.e. Strangulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Strangulasi jaringan mengurangi kekuatan jaringan dan, jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi tidak adekuat bahkan dapat menyebabkan jaringan lepas.f. Tindakan berulang membersihkan dan menyentuh luka yang tidak perlu. Tindakan ini dapat menyebabkan trauma lebih lanjut dan mengganggu pembekuan darah, terutama jika menggunakan spons untuk menggosok-gosok, bukan untuk menyerap.g. Penggunaan instrument yang merusak jaringan.3. Angkat bekuan-bekuan darah sebelum penjahitan luka. Apabila bekuan darah ikut tejahit dapat menjadi tempat untuk pertumbuhan bakteri, reaksi inflamasi, dan kerusakan jaringan serta menggagalkan proses perbaikan.4. Pastikan hemostasis yang terlihat sebelum menjahit luka. Hal ini menghindari pembentukan hematoma yang secara keseluruhan dapat mengganggu proses perbaikan yang disertai infeksi dan kerusakan jaringan serta kegagalan perbaikan.5. Penyatuan jaringan yang akurat, menutup semua kemungkinan adanya ruang sisa. Ruang sisa telah melemahkan kemampuan penyembuhan jaringan. Selain itu juga menyebabkan timbulnya suatu titik yang tidak menghasilkan tekanan, yang kondusif untuk pembentukan hematoma, juga dapat menjadi fokus pertumbuhan bakteri dan infeksi. Simpul harus cukup pas untuk memastikan perlekatan, tetapi tidak ketat, yang dapat menyebabkan nekrosis jaringan.Benang yang sering digunakan untuk memperbaiki episitomi dan laserasi adalah catgut kromik. Catgut adalah benang yang dapat diserap karena terbuat dari jaringan binatang (usus sapi) dan terutama terdiri dari kolagen. Kolagen adalah suatu protein asing dalam tubuh manusia dan terurai oleh kerja enzim pencernaan (proteolisis). Catgut kromik adalah benang catgut yang telah dikombinasi dengan garam-garaman krom. Fungsi garam-garam krom ini adalah menunda proses proteolisis yang menyebabkan catgut diabsorpsi, sehingga memperpanjang waktu agar benang dapat dipertahankan dalam jaringan bersama-sama selama proses penyembuhan. Catgut akan diabsorpsi kurang lebih dalam 1 minggu dan akan mulai kehilangan kekuatannya dalam 3 hari. Catgut kromik menunda absorpsi selama 10 sampai 40 hari, dan umumnya dapat mempertahankan kekuatannya selama 2 sampai 3 minggu. Hal ini dapat menyokong luka dengan periode waktu yang lebih lama sementara luka tersebut mengalami proses penyembuhan.Catgut memiliki kerugian, menyebabkan reaksi peradangan jaringan yang mencolok. Hal ini dapat menyebabkan edema, yang menyebabkan ketegangan pada benang dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Akibatnya terbentuk jaringan parut yang berlebihan.Hal-hal yang harus dilakukan sebelum penjahitan luka perineum :1. Mengukur kedalaman luka sebelum penjahitan sehingga dapat diidentifikasi kedalaman sebenarnya yang perlu diperbaiki di bawah lapisan mukosa.2. Memulai setiap garis benang sekurang-kurangnya 1 cm melebihi apeks luka agar dapat mencakup setiap pembuluh darah yang diretraksi.

KESIMPULAN

1. Pengertian Atonia UteriAtonia uteri adalah tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.2. Penyebab Atonia Uteri

a. Distensi rahim yang berlebihanb. Perpanjangan masa persalinan (partus lama)c. Grandemultipara (Paritas 5 atau lebih)d. Kehamilan dengan mioma uterus.e. Persalinan buatan (SC, Forsep dan ekstraksi vakum).f. Persalinan lewat waktug. Korioamnionitis3. Tanda dan gejala atonia uteri antara lain :a. Perdarahan pervaginam,b. Konsisitensi rahim lunak,c. Fundus uteri naik,d. Terdapat tanda tanda syok.4. Penanganan pada atonia uteri yaitu :

a. Masase Uterusb. Teknik KBI dan KBEc. Kompresi aortad. Rujuk5. Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir.6. Retensio dapat disebabkan Plasenta belum lepas dari dinding uterus Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta Plasenta melekat erat pada dinding uterus Plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta (Plasenta adhesiva) Plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium (Plasenta akreta) Plasenta yang belum lahir yang masih melekat pada dinding rahim dan benar benar menginvasi miometrium (plasenta inktreta) Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran kontriksi dibagian bawah rahim (Plasenta inkarserata) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkanTidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Penyebab lain yaitu kandung kemih penuh atau rectum penuhHal-hal diatas akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya harus dikosongkan.7. Pemeriksaan : Perdarahan segera dari jalan lahir, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan obstetric, Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir, Kadang disertai putusnya tali pusat akibat traksi yang berlebihan8. Penanganan retensio plasenta adalah sebagai berikut :jika setelah 30 menit plasenta belum lahir lakukan plasenta manual. ika setelah dilakukan manual plasenta, plasenta belum lahir dirujuk ke RS9. Robekan perineum adalah laserasi disekitar jaringan perineum yang terjadi selama kelahiran bayi.10. Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang selalu ada Perdarahan segera Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi baik Plasenta lengkap11. Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang kadang kadang ada Pucat Lemah Menggigil12. Jenis robekan perineum : Derajat I, II, III, dan IV

Ratna Dewi Putri - 13010409002014