Halaman 6 Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Vol 2-2014.pdf · surveilans dan respon KLB di...

3
S istem Kewaspadaan Dini dan Respon atau SKDR merupakan suatu sistem yang digunakan kementerian kesehatan dalam rangka mendukung upaya respon cepat terhadap penyakit potensial KLB dengan memanfaatkan laporan mingguan Puskesmas. Tahun 2014 ini memasuki tahun ke 5, tools SKDR digunakan di 31 provinsi (Prov DKI dan Papua Barat direncanakan th 2015). Adapun tantangan dan hambatan yang dijumpai antara lain: 1. Kebijakan Belum adanya dukungan regulasi dari pimpinan daerah untuk menggunakan data SKDR sebagai data dasar dalam melakukan respon cepat penyakit potensial KLB. Pemekaran wilayah berpengaruh pada kelengkapan data (data : Kecamatan, Puskesmas, Penduduk cakupan puskesmas) Belum adanya kebijakan bantuan tools SKDR dalam bentuk laptop meskipun perkembangan teknologi sudah demikian pesat dan tuntutan pelayanan cepat dan berpindah (mobile) tidak dpt dielakkan. 2. Infrastruktur Sebagian besar supply listrik di daerah adalah tidak memadai, atau mati-hidup, mengakibatkan tools SKDR error Belum seluruhnya daerah memiliki Jar- ingan komunikasi aktif (sinyal komuni- kasi/internet) utamanya daerah terpen- cil, pegunungan dan kepulauan. 3. SDM Pengelola Mobilisasi SDM pengelola SKDR tanpa kaderisasi (On the Job Training) Tugas rangkap /terbatasnya SDM Sebagian besar SDM pengelola SKDR belum mengetahui teknologi piranti se- hingga jika ada masalah dengan piranti mengandalkan pusat/pihak ketiga. 4. Geography dan Topography Beberapa puskesmas terletak di balik/ lembah bukit/pegunungan sehingga sulit sinyal komunikasi untuk pengiri- man laporan mingguan. Hampir sebagian besar puskesmas yang letaknya di kepulauan tidak memiliki sinyal sehingga laporan ming- guan disampaikan secara komulatif pd saat pertemuan di kabupaten. 5. Dana operasional Pemanfaatan/alokasi dana untuk mela- kukan verifikasi kasus/penyeli dikan epidemiologi masih terbatas/ belum maksimal Belum adanya dukungan dana daerah untuk evaluasi SKDR di wilayahnya Tantangan dan hambatan dalam melak- sanakan suatu program adalah hal yang wajar dan selalu kita jumpai dilapangan. Namun be- berapa masalah dan hambatan tersebut tidak- lah mungkin di selesaikan/diatasi oleh ke- menterian kesehatan. Seperti halnya ―tidak adanya sinyal‖ di hampir sebagian wilayah pegunungan dan kepulauan, bukanlah kewenangan dari ke- menterian kesehatan. Akibatnya, Laporan mingguan terlambat, jika ada peningkatan kasus atau bahkan terjadi KLB tidak terpantau dan terlaporkan. Pada akhirnya rakyat yang jadi korban dan kementerian kesehatan selalu terpojokan oleh karena penanganan terlam- bat. Meskipun hal ini terjadi, tapi kami cukup bangga dengan beberapa daerah yang antu- sias mendukung SKDR, bahkan mereka merasa terbantu sekali dengan tools yang da- pat memantau perkembangan kasus tiap minggunya, sehingga kewaspadaan dini dan respon cepat dapat dilakukan. Halaman 6 Diterbitkan oleh Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI Pembina Sekretaris Direktorat Jenderal PP dan PL Pengarah Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Penanggungjawab Kepala Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Dewan Redaksi Tulus Riyanto, SKM, M.Sc Dr. Irawati Panca Abdurrahman, SKM, M.Kes Dr. A Muchtar Nasir Edy Purwanto, SKM, M.Kes Indra Jaya, SKM, M.Epid Rosmaniar, S.Kep, M.Kes Dr. Soitawati, M.Epid Eka Muhiriyah, SKM, MKM Gunawan Wahyu Nugroho, SKM, MKM Dr. Cornelia Kelyombar Vivi Voronika, SKM Editor dan Layout Dr. A Muchtar Nasir Dr. Soitawati, M.Epid Maulidiah Ihsan, SKM Keuangan dan Sirkulasi Fajrianto, SKM Vivi Yanti Sidi, SKM Lia Septiana, SKM Alamat Redaksi Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Jl. Percetakan Negara no. 29 Gedung C Lantai 3 Jakarta Pusat 10290 Telp. (021) 4265974 Fax. (021) 42802669 Email [email protected] Twitter @jepidemiologi Website http://www.infopenyakit .org http://www.penyakitmenular.info http://www.aseanplus3-eid.info http://www.surveilans.org http://pppl.depkes.go.id Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi SKDR Oleh : Edy Purwanto, Gunawan Wahyu Nugroho Redaksi Jendela Epidemiologi menerima naskah berupa karya tulis, artikel, surat, opini dan gambar yang sesuai dengan misi Jendela Epidemiologi. Naskah maksimal 3-4 halaman dengan spasi 1,5. Sertakan referensi dan gambar ilustrasi yang relevan, lalu kirim melalui email Sekretariat Jendela Epidemiologi. Redaksi berhak mengubah bentuk dan naskah tanpa mengurangi isi dan maksud naskah Anda. DARI REDAKSI Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia- Nya maka Buletin Jendela Epide- miologi Volume 2 November 2014 ini terbit ke hadapan para pembaca. Buletin ini merupakan media diseminasi dan informasi terkini surveilans dan respon KLB di Indonesia. Bulletin edisi kedua ini memuat informasi tentang penyakit Legi- ollenosis, dan hebohnya pen- yakit virus Ebola, masih adanya kematian karena KLB campak di Kab Kepulauan Aru dan tantan- gan serta hambatan dalam im- plementasi SKDR di Indonesia. Yukkk update informasi epidemi- ologi, Semoga informasi ini da- pat bermanfaat. [RED] Apa itu Legionellosis? Penyakit Legionellosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Manifestasi yang paling dominan berupa Penyakit Legionnaires (Legionella Pneumo- nia) dan Demam Pontiac (Pontiac Fever). Manifestasi klinis infeksi Legionella bervari- asi mulai dari ringan (Pontiac Fever) sampai pneumonia berat atau yang disebut penyakit Legioner (Legionnaires disease). Lebih dari 90% penyakit Legionellosis disebabkan oleh Legionella pneumophila, dengan mani- festasi klinis pneumonia. Penyakit ini dapat dibedakan dalam dua bentuk berdasarkan berat ringanya pen- yakit, yaitu Legionella pneumonia (Legionnaires disease) dan demam Pontiac (Pontiac fever) yang klinisnya lebih ringan. Berdasarkan sumbernya, penyakit ini dibe- dakan menjadi 3 sumber yaitu infeksi Le- gionella yang didapat di masyarakat, infeksi Legionella yang terkait dengan perjalanan dan infeksi yang didapat di rumah sakit. Siapa ISSN 99999999 - Volume 2/November 2014 DAFTAR ISI : Mengenal Penyakit Legiol- lenosis Penyakit Virus Ebola yang menimbulkan kepanikan Dunia Kejadian Luar Biasa Cam- pak di Puskesmas Dobo Kab Aru Provinsi Maluku bulan AgustusOktober 2014 Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi SKDR Apa itu Penyakit Virus Ebola? Penyakit virus ebola adalah salah satu dari penyakit virus demam berdarah. Ini adalah penyakit yang sering berakibat fatal pada manusia dan primata (seperti monyet, gorila, dan simpanse) dengan CFR mencapai 90%. Jenis spesies penyebab penyakit virus ebola ada 5 yaitu Bundibugyo ebola virus (BDBV), Zaire ebola virus (EBOV), Sudan ebola virus (SUDV), Reston ebola virus (RESTV) dan Taï Forest ebolavirus (TAFV). BDBV, EBOV, dan SUDV adalah jenis spesies ebola yang menyebabkan wabah Ebola di Afrika, yang menimbulkan wabah pada manusia dan angka kematian yang tinggi. RESTV adalah Penyakit Virus Ebola yang menimbulkan kepanikan Dunia Oleh : Maulidiah Ihsan jenis spesies ebola yang pernah dilaporkan terdapat di 2 negara di Asia (Filipina dan RRC), namun sejauh ini hanya menimbulkan wabah ebola pada hewan monyet (Th. 1980 an dan 1990 an) dan babi (Th. 2008). >> Lanjut ke hal 3 Halaman 1 >> Lanjut ke hal 2 Oleh : Abdurrahman, Soitawati PENYAKIT LEGIOLLENOSIS ? .. Gambar. Bakteri Legionella

Transcript of Halaman 6 Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Vol 2-2014.pdf · surveilans dan respon KLB di...

Page 1: Halaman 6 Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Vol 2-2014.pdf · surveilans dan respon KLB di Indonesia ... saja yang bisa terkena penyakit Legionellosis? 35 dan menurun pada

S istem Kewaspadaan Dini dan Respon

atau SKDR merupakan suatu sistem

yang digunakan kementerian

kesehatan dalam rangka mendukung upaya

respon cepat terhadap penyakit potensial KLB

dengan memanfaatkan laporan mingguan

Puskesmas.

Tahun 2014 ini memasuki tahun ke 5, tools

SKDR digunakan di 31 provinsi (Prov DKI dan

Papua Barat direncanakan th 2015). Adapun

tantangan dan hambatan yang dijumpai antara

lain:

1. Kebijakan

Belum adanya dukungan regulasi dari

pimpinan daerah untuk menggunakan

data SKDR sebagai data dasar dalam

melakukan respon cepat penyakit

potensial KLB.

Pemekaran wilayah berpengaruh pada

kelengkapan data (data : Kecamatan,

Puskesmas, Penduduk cakupan

puskesmas)

Belum adanya kebijakan bantuan tools

SKDR dalam bentuk laptop meskipun

perkembangan teknologi sudah

demikian pesat dan tuntutan pelayanan

cepat dan berpindah (mobile) tidak dpt

dielakkan.

2. Infrastruktur

Sebagian besar supply listrik di daerah

adalah tidak memadai, atau mati-hidup,

mengakibatkan tools SKDR error

Belum seluruhnya daerah memiliki Jar-

ingan komunikasi aktif (sinyal komuni-

kasi/internet) utamanya daerah terpen-

cil, pegunungan dan kepulauan.

3. SDM Pengelola

Mobilisasi SDM pengelola SKDR tanpa

kaderisasi (On the Job Training)

Tugas rangkap /terbatasnya SDM

Sebagian besar SDM pengelola SKDR

belum mengetahui teknologi piranti se-

hingga jika ada masalah dengan piranti

mengandalkan pusat/pihak ketiga.

4. Geography dan Topography

Beberapa puskesmas terletak di balik/

lembah bukit/pegunungan sehingga

sulit sinyal komunikasi untuk pengiri-

man laporan mingguan.

Hampir sebagian besar puskesmas

yang letaknya di kepulauan tidak

memiliki sinyal sehingga laporan ming-

guan disampaikan secara komulatif pd

saat pertemuan di kabupaten.

5. Dana operasional

Pemanfaatan/alokasi dana untuk mela-

kukan verifikasi kasus/penyeli dikan

epidemiologi masih terbatas/ belum

maksimal

Belum adanya dukungan dana daerah

untuk evaluasi SKDR di wilayahnya

Tantangan dan hambatan dalam melak-

sanakan suatu program adalah hal yang wajar

dan selalu kita jumpai dilapangan. Namun be-

berapa masalah dan hambatan tersebut tidak-

lah mungkin di selesaikan/diatasi oleh ke-

menterian kesehatan.

Seperti halnya ―tidak adanya sinyal‖ di

hampir sebagian wilayah pegunungan dan

kepulauan, bukanlah kewenangan dari ke-

menterian kesehatan. Akibatnya, Laporan

mingguan terlambat, jika ada peningkatan

kasus atau bahkan terjadi KLB tidak terpantau

dan terlaporkan. Pada akhirnya rakyat yang

jadi korban dan kementerian kesehatan selalu

terpojokan oleh karena penanganan terlam-

bat.

Meskipun hal ini terjadi, tapi kami cukup

bangga dengan beberapa daerah yang antu-

sias mendukung SKDR, bahkan mereka

merasa terbantu sekali dengan tools yang da-

pat memantau perkembangan kasus tiap

minggunya, sehingga kewaspadaan dini dan

respon cepat dapat dilakukan.

Halaman 6

Diterbitkan oleh

Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB

Direktorat Jenderal PP dan PL

Kementerian Kesehatan RI

Pembina

Sekretaris Direktorat Jenderal PP dan PL

Pengarah

Direktur Surveilans, Imunisasi,

Karantina, dan Kesehatan Matra

Penanggungjawab

Kepala Sub Direktorat Surveilans

dan Respon KLB

Dewan Redaksi

Tulus Riyanto, SKM, M.Sc

Dr. Irawati Panca

Abdurrahman, SKM, M.Kes

Dr. A Muchtar Nasir

Edy Purwanto, SKM, M.Kes

Indra Jaya, SKM, M.Epid

Rosmaniar, S.Kep, M.Kes

Dr. Soitawati, M.Epid

Eka Muhiriyah, SKM, MKM

Gunawan Wahyu Nugroho, SKM, MKM

Dr. Cornelia Kelyombar

Vivi Voronika, SKM

Editor dan Layout

Dr. A Muchtar Nasir

Dr. Soitawati, M.Epid

Maulidiah Ihsan, SKM

Keuangan dan Sirkulasi

Fajrianto, SKM

Vivi Yanti Sidi, SKM

Lia Septiana, SKM

Alamat Redaksi

Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB

Jl. Percetakan Negara no. 29

Gedung C Lantai 3

Jakarta Pusat 10290

Telp. (021) 4265974

Fax. (021) 42802669

Email

[email protected]

Twitter

@jepidemiologi

Website

http://www.infopenyakit .org

http://www.penyakitmenular.info

http://www.aseanplus3-eid.info

http://www.surveilans.org

http://pppl.depkes.go.id

Jendela Epidemiologi—Volume 2/November2014

Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi SKDR Oleh : Edy Purwanto, Gunawan Wahyu Nugroho

Redaksi Jendela Epidemiologi menerima naskah berupa karya tulis, artikel, surat, opini dan gambar

yang sesuai dengan misi Jendela Epidemiologi. Naskah maksimal 3-4 halaman dengan spasi 1,5.

Sertakan referensi dan gambar ilustrasi yang relevan, lalu kirim melalui email Sekretariat Jendela

Epidemiologi. Redaksi berhak mengubah bentuk dan naskah tanpa mengurangi isi dan maksud

naskah Anda.

D A R I R E D A K S I

Puji syukur kita panjatkan ke

hadirat Allah SWT, atas karunia-

Nya maka Buletin Jendela Epide-

miologi Volume 2 November

2014 ini terbit ke hadapan para

pembaca.

Buletin ini merupakan media

diseminasi dan informasi terkini

surveilans dan respon KLB di

Indonesia.

Bulletin edisi kedua ini memuat

informasi tentang penyakit Legi-

ollenosis, dan hebohnya pen-

yakit virus Ebola, masih adanya

kematian karena KLB campak di

Kab Kepulauan Aru dan tantan-

gan serta hambatan dalam im-

plementasi SKDR di Indonesia.

Yukkk update informasi epidemi-

ologi, Semoga informasi ini da-

pat bermanfaat. [RED]

Apa itu Legionellosis?

Penyakit Legionellosis adalah infeksi akut

yang disebabkan oleh bakteri Legionella.

Manifestasi yang paling dominan berupa

Penyakit Legionnaires (Legionella Pneumo-

nia) dan Demam Pontiac (Pontiac Fever).

Manifestasi klinis infeksi Legionella bervari-

asi mulai dari ringan (Pontiac Fever) sampai

pneumonia berat atau yang disebut penyakit

Legioner (Legionnaires disease). Lebih dari

90% penyakit Legionellosis disebabkan

oleh Legionella pneumophila, dengan mani-

festasi klinis pneumonia.

Penyakit ini dapat dibedakan dalam dua

bentuk berdasarkan berat ringanya pen-

yakit, yaitu Legionella pneumonia

(Legionnaires disease) dan demam Pontiac

(Pontiac fever) yang klinisnya lebih ringan.

Berdasarkan sumbernya, penyakit ini dibe-

dakan menjadi 3 sumber yaitu infeksi Le-

gionella yang didapat di masyarakat, infeksi

Legionella yang terkait dengan perjalanan

dan infeksi yang didapat di rumah sakit.

Siapa

ISSN 99999999 - Volume 2/November 2014

D A F T A R I S I :

Mengenal Penyakit Legiol-

lenosis

Penyakit Virus Ebola yang

menimbulkan kepanikan

Dunia

Kejadian Luar Biasa Cam-

pak di Puskesmas Dobo

Kab Aru Provinsi Maluku

bulan Agustus—Oktober

2014

Tantangan dan Hambatan

dalam Implementasi SKDR

Apa itu Penyakit Virus Ebola?

Penyakit virus ebola adalah salah satu dari

penyakit virus demam berdarah. Ini adalah

penyakit yang sering berakibat fatal pada

manusia dan primata (seperti monyet,

gorila, dan simpanse) dengan CFR

mencapai 90%.

Jenis spesies penyebab penyakit virus ebola

ada 5 yaitu Bundibugyo ebola virus (BDBV),

Zaire ebola virus (EBOV), Sudan ebola virus

(SUDV), Reston ebola virus (RESTV) dan Taï

Forest ebolavirus (TAFV). BDBV, EBOV, dan

SUDV adalah jenis spesies ebola yang

menyebabkan wabah Ebola di Afrika, yang

menimbulkan wabah pada manusia dan

angka kematian yang tinggi. RESTV adalah

Penyakit Virus Ebola yang

menimbulkan kepanikan Dunia

Oleh : Maulidiah Ihsan

jenis spesies ebola yang pernah dilaporkan

terdapat di 2 negara di Asia (Filipina dan

RRC), namun sejauh ini hanya menimbulkan

wabah ebola pada hewan monyet (Th. 1980

an dan 1990 an) dan babi (Th. 2008).

>> Lanjut ke hal 3

Halaman 1

>> Lanjut ke hal 2

Oleh : Abdurrahman, Soitawati

PENYAKIT LEGIOLLENOSIS ? ..

Gambar. Bakteri Legionella

Page 2: Halaman 6 Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Vol 2-2014.pdf · surveilans dan respon KLB di Indonesia ... saja yang bisa terkena penyakit Legionellosis? 35 dan menurun pada

saja yang bisa terkena penyakit Legionellosis?

Penyakit ini dapat menyerang semua umur, terutama

yang kelompok risiko tinggi seperti usia lanjut, penyakit

penyerta, mendapat pengobatan imunosupresi dan fak-

tor risiko lain yang terkait.

Apa tanda dan gejala seseorang yang terkena Legionel-

losis?

Gejala klinis sering tidak spesifik, penyakit ini diawali

dengan gejala lemah, lesu, demam tinggi, batuk kering,

sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare (25-50% ka-

sus), nyeri dada, sesak nafas

Berapa hari masa inkubasi Legionellosis?

Masa inkubasi penyakit Legionellosis berkisar antara 2–

10 hari setelah paparan, dengan rata-rata 7 hari. Na-

mun beberapa kasus dijumpai masa inkubasi melebihi

10 hari.

Demam Pontiac sebagai bentuk ringan infeksi Le-

gionella, memiliki masa inkubasi yang lebih singkat berk-

isar 5 jam–3 hari, umumnya 1-2 hari. Ditandai dengan

gejala demam, lesu, lemah, sakit kepala. Demam

Pontiac meskipun memiliki angka serangan yang sangat

tinggi (sampai 95%) tapi bisa sembuh dengan sendirinya

tanpa diobati.

Apa penyebab penyakit Legionellosis?

Legionella sebagai penyebab penyakit

Legionellosis merupakan bakteri

gram negatif batang, berflagel, tidak

meragi D-glukosa dan juga tidak mer-

agi nitrat menjadi nitrit. Koloni bakteri

ini hidup subur menempel di pipa-

pipa karet dan plastik yang berlumut

dan tahan kaporit dengan konsen-

trasi klorin 26 mg/L. Bakteri ini dapat

hidup pada suhu antara 5,7 – 63o C

dan tumbuh subur pada suhu antara

30-45o C. Bakteri ini termasuk bakteri

aerobik dan tidak mampu men-

ghidrolisis gelatin ataupun mempro-

duksi urease.

Dimana bakteri Legionella hidup?

Bakteri Legionella biasa hidup di air

laut, air tawar, sungai, lumpur, danau, mata air panas,

genangan air bersih, air menara sistem pendingin di

gedung bertingkat, hotel, spa, pemandian air panas, air

tampungan sistem air panas di rumah-rumah, air man-

cur buatan yang tidak terawat baik, adanya endapan,

lendir, ganggang, jamur, karat, kerak, debu, kotoran

atau benda asing lainnya. Bakteri ini juga terdapat pada

peralatan rawat di rumah sakit seperti alat bantu perna-

pasan.

Bagaimana cara penularan Legionellosis?

Penularan bakteri Legionella pada manusia

antara lain melalui aerosol di udara misalnya menghirup

uap dari bak mandi air panas yang tidak dibersihkan

dengan benar dan dilakukan disinfeksi, minum air yang

mengandung bakteri Legionella, aspirasi air yang terkon-

taminasi, inokulasi langsung melalui peralatan terapi

pernafasan dan pengompresan luka dengan air yang

terkontaminasi. Penularan tidak terjadi melalui orang ke

orang.

Darimana sumber penularannya?

Sumber infeksi berasal dari menara pendingin, sistem

air panas, kolam spa, kolam renang air hangat, mata air,

pelembab udara, sistem pipa domestik dan sebagainya.

Apa faktor risiko penyakit Legionellosis?

Faktor risiko individu antara lain:

usia > 40 tahun,

laki-laki,

merokok,

pecandu alcohol,

dalam pengobatan imunosupresi,

memiliki penyakit penyerta seperti DM, penyakit jan-

tung, penyakit paru kronis, penyakit ginjal kronis

dan sebagainya.

Faktor risiko lingkungan antara lain :

Perawatan sistem pendingin yang tidak baik

Monitoring suhu air panas yang tidak teratur

Perawatan sistem air yang tidak baik

Dekat dengan sumber penularan

Lanjutan hal. 1… Penyakit Legiollenosis

―Bakteri ini

dapat hidup

pada suhu

antara 5,7 –

63o C dan

tumbuh subur

pada suhu

30-45o C.”

Halaman 2 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014

Gambar . Cara Penularan

―Penanggulangan KLB kurang dari 24 jam

adalah salah satu target dalam RPJMN.

Tahun 2012 sebesar 80%.‖

Halaman 5 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014

ber 2014. Pada grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa

kasus meningkat dari minggu ke- 34 sampai minggu ke-

35 dan menurun pada minggu ke-36 sampai dengan

minggu 42 tetapi terjadi peningkatan lagi pada minggu

43. Kasus campak terbanyak terjadi pada minggu ke-35

yakni sebanyak 39 kasus. Total kasus campak pada KLB

Campak di Puskesmas Dobo adalah sebanyak 90 kasus

dengan penyebaran sesuai tabel dibawah ini:

2 .

Ka-

sus Campak Menurut jenis kelamin dan umur

Dari 90 kasus KLB campak di wilayah Puskesmas Dobo

kasus terbanyak adalah laki-laki sebanyak 48 kasus

(53%) dibandingkan dengan perempuan 42 kasus (47%),

dengan golongan usia terbanyak pada 1-4 tahun yakni

sebanyak 37 kasus (41%). Distribusi kasus pada golon-

gan umur dapat dilihat pada grafik dibawah ini .

3. Status Imunisasi

Dari interview yang dilakukan pada orang tua kasus cam-

pak maupun dari catatan petugas kesehatan diketahui

bahwa 85 kasus campak tidak pernah mendapatkan imu-

nisasi campak (94%), 5 kasus (6%) mendapatkan imu-

nisasi sebanyak 1 dosis. Dari 5 kasus campak yang men-

dapatkan imunisasi, 2 kasus mendapatkan imusasi pada

saat imunisasi massal outbreak respon dan 3 kasus men-

dapatkan imunisasi pada saat bayi.

4. Pelayanan Imunisasi dan Pengelolaan Vaksin

Selama ± 2 tahun tidak ada petugas kesehatan yang me-

netap di Desa Tunguwatu. Yankes terhenti dalam waktu

yg relative lama dgn alasan minimnya biaya operasional.

Pengelolaan dan tatalaksana vaksin tidak tidak sesuai

standar yg ditetapkan, serta ditemukannya vaksin dengan

VVM C dan D.

5. Pelayanan Gizi

Dari status validasi gizi dilakukan oleh subdit Gizi

berdasarkan BB/TB standar WHO didapatkan hasil kurus

(kwashiokor) 2 orang, gemuk 1 orang, sangat kurus 1

orang dan normal 10 orang. Begitu juga halnya dengan

status gizi anak balita yang berada di 2 desa yaitu desa

Tunguwatu dan Tungu, validasi status gizi (WHO), didapat

kan hasil dari 49 balita yang diukur status gizi normal 47

anak (94%), 1 anak kurus (2%) dan sangat kurus 1 anak

(2%). Sedangkan di Desa Tungu dari 15 anak balita satus

gizi normal 14 anak (94%), 1 anak sangat kurus (6%).

C. FAKTOR RESIKO TERJADINYA KLB CAMPAK

1. Lokasi terjadinya KLB Campak merupakan daerah

yang sulit dijangkau dan akses yankes sangat minim.

2. Sebagian besar anak-anak yang terkena penyakit

Campak tidak diimunisasi (dari 110 kasus; 94% tidak

pernah mendapatkan imunisasi campak, 6% menda-

patkan imunisasi sebanyak 1 dosis).

3. Pada anak penderita Campak mempunyai status gizi

kurus (2,%) dan sangat kurus/Gizi buruk (2%).

4. Lingkungan dan sanitasi buruk dan minimnya air ber-

sih serta tidak tersedia tempat tinggal yang layak.

5. Sistim pelayanan kesehatan khususnya imunisasi dan

gizi tdk berjalan sehingga KLB Campak terjadi.

6. Manajemen Vaksin tidak berjala, vaksin menjadi rusak

dan tidak poten lagi.

7. Cakupan imunisasi rendah memperbesar resiko

terjadinya KLB Campak

8. Tidak adanya Petugas Kesehatan yang menetap di

desa.

D. REKOMENDASI

1. Agar dilakukan upaya peningkatan cakupan imunisasi

dasar lengkap pada bayi <1 tahun, anak batita dan

anak sekolah dasar di Kabupaten Kepulauan Aru

khususnya dan di Provinsi Maluku secara umum.

2. Melakukan Imunisasi Campak masal (Crash Program)

Page 3: Halaman 6 Jendela Epidemiologi Volume 2/November2014 Vol 2-2014.pdf · surveilans dan respon KLB di Indonesia ... saja yang bisa terkena penyakit Legionellosis? 35 dan menurun pada

Latar Belakang

P e n y a k i t

Campak me-

r u p a k a n

p e n y a k i t

yang sangat

m e n u l a r

( in feks ius )

yang dise-

babkan oleh

virus, 90%

anak yang

tidak kebal

akan terser-

ang penyakit

campak. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir,

walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan

dalam penyebaran. Penyakit campak adalah penyakit

menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk ma-

kulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya di-

dahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah

satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO). Dalam sur-

veilans Penyakit Campak di Indonesia, defenisi operasional

campak adalah adanya demam (panas), bercak kemerahan

(rash), dan ditambah satu atau lebih gejala; batuk, pilek

atau mata merah (conjungtivitis). Disebut KLB suspek cam-

pak adalah apabila adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam

waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok

dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi. Disebut

KLB Campak Pasti apabila minimum 2 spesimen positif IgM

campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB

campak.

Pada Tanggal 20 Agustus 2014, subdit surveilans

dan Respon KLB mendapatkan informasi dari Dinkes

Provinsi Maluku, bahwa telah terjadi peningkatan kasus

Campak yang dilaporkan dalam format C1 dan melalui

Posko KLB bahwa sudah terjadi peningkatan kasus Campak

di desa Tunguwatu wilayah Puskesmas Dobo di Kabupaten

Kepulauan Aru, sehingga Kepala Dinkes Kab. Kepulauan

Aru pada tanggal tersebut menetapkan Kejadian Luar Biasa

(KLB) Campak. Dari laporan hasil penyelidikan epidemiologi

yang dilakukan oleh Surveilans Officer (SO) Dinkes

Provinsi,kasus campak di wilayah Puskesmas Dobo telah

mengalami peningkatan selama 5 minggu berturut-turut

mulai minggu ke-34 tanggal 19 Agustus 2014 sampai

minggu ke-38 tanggal 24 September 2014, didapatkan To-

tal kasus 93 kasus, yang berada di 3 wilayah puskesmas

yaitu Wilayah Puskesmas Dobo, Puskesmas Tabarfane dan

Puskesmas Aru selatan (Pusk Pemekaran). Dari 93 kasus 7

kasus meninggal di wilayah Puskesmas Dobu (di Desa Tun-

guwatu), 19 kasus di wilayah Puskesmas Tebarfane dan 1

kasus meninggal di wilayah Puskesmas Pokjetur sehingga

total kematian sebanyak 8 kasus. Kasus meninggal diduga

karena komplikasi (pneumonia) dari penyakit Campak dan

akibat gizi buruk.

Pada tanggal 13 Oktober 2014, terjadi penambahan kasus sebanyak 11 kasus di desa yang berbeda dengan kasus sebelumnya (desa Tungu) dengan total kasus semua menjadi 104 kasus, sehingga pada tanggal tersebut diadakan perte-muan terpadu dengan Lintas Program Terkait yang di pimpin oleh Direktur Simkar Kesma. Peserta pertemuan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Aru dan Surveilans Officer Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, PP&PL , Direktorat Gizi dan Direktorat BUKD. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut di bentuk Tim Terpadu Penyelidikan Epidemiologi Kementerian Kesehatan untuk melakukan serangkaian penanggulangan KLB campak dengan mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah, terjangkit dan mencegah penyebaran yang lebih luas.

Sesuai dengan standar KLB Campak, maka

metodologi penyelidikan epidemiologi ini menggunakan

strategi Full Investigation dengan kunjungan rumah ke

rumah, mencatat informasi kasus individu dalam format C1,

pemeriksaan laboratorium dengan pengambilan spesimen

serum kasus. Melakukan penimbangan berat badan balita

untuk mengetahui status gizi. Pelaksanaan kegiatan tanggal

20-24 Oktober 2014 pada wilayah puskesmas dobo, desa

tunguwatu dan tungu dengan Tim yang terdiri dari Subdit

Surveilans dan Respon KLB, Subdit Imunisasi, BUKD, Subdit

Gizi Mikro dan Makro serta Dinas Kesehatan provinsi.

B. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

1. Penyebaran kasus

Kasus campak di wilayah Puskesmas Dobo telah men-

galami peningkatan mulai minggu ke-34 tanggal 19

Agustus sampai dengan minggu ke-43 tanggal 21 Okto-

Halaman 4 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014

Kejadian Luar Biasa Campak di Puskesmas Dobo Kab Aru

Provinsi Maluku bulan Agustus-Oktober 2014

Oleh: Vivi Voronika

* Laporan Hasil Penyelidikan Epidemiologi - Subdit Surveilans dan Subdit Imunisasi, Dinkes Provinsi Maluku, Dinkes

Kab Aru dan Puskesmas Dobo

Halaman 3 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014

RESTV dimungkinkan menginfeksi manusia tapi sejauh

ini belum pernah dilaporkan menimbulkan masalah

kesehatan pada manusia.

Bagaimana Tanda dan Gejala Penyakit

Virus Ebola?

Gejalanya berupa demam mendadak yang disertai

minimal 3 gejala berikut, sakit kepala, nyeri sendi dan

otot, lemah, diare, muntah, sakit perut, kurang nafsu

makan, perdarahan yang tidak biasa, sakit kepala,

muntah, lemah, sulit menelan, sesak napas, hiccup

(cegukan). Gejala dapat muncul di mana saja 2-21 hari

setelah terpapar virus Ebola, namun yang paling umum

terjadi adalah sekitar 8-10 hari. Tidak ada risiko

penularan selama masa inkubasi. Risiko penularan

rendah pada fase awal timbulnya gejala pada orang

yang terinfeksi. Penularan tidak terjadi pada kasus yang

tidak menunjukkan gejala.

Bagaimana Penularan Penyakit Virus

Ebola?

Penyakit Virus Ebola ditularkan melalui kontak langsung

dengan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi

virus atau terpapar objek (seperti jarum) yang telah

terkontaminasi dengan sekresi yang terinfeksi dari

manusia dan hewan. Belum pernah ada laporan

penularan melalui udara. Penularan hanya terjadi pada

kasus yang bergejala.

Bagaimana Situasi Penyakit Virus Ebola

Saat Ini?

Pada tanggal 6-7 Agustus 2014 Dirjen WHO melakukan

konferensi dengan Emergency Committee IHR untuk

menentukan status penyakit virus Ebola yang pada saat

itu sedang mewabah di 4 negara di wilayah Afrika Barat

(Guinea, Liberia, Sierra Leone dan Nigeria). Penyakit ini

mulai mewabah di 3 negara di Afrika Barat (Guinea,

Liberia, dan Sierra Leone) sejak Maret 2014, mulai Juli

2014 terjadi peningkatan kasus yang tinggi dan juga

terjadi penularan kasus ke Nigeria.

Pada tanggal 8 Agustus 2014 WHO telah

mempublikasikan pernyataan bahwa penyakit virus

Ebola termasuk Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

yang Meresahkan Dunia/ KKMMD (Public Health

Emergency International Consent/ PHEIC). Pernyataan

tersebut berimplikasi pada dibatasinya mobilitas di

tingkat regional, nasional dan internasional pada warga

yang terdeteksi yang masih dalam kriteia kasus suspek,

probable dan konfirmasi penyakit virus ebola.

Situasi Global kasus penyakit virus Ebola sebanyak

14.098 kasus dengan 5.160 kematian; CFR: 36,60 %

(Data WHO, 9 November 2014) yang tersebar di 6

Negara di Afrika Barat (Guinea, Liberia, Sierra Leone,

Mali, Nigeria dan Senegal), Republik Demokratik Kongo,

Amerika Serikat dan Spanyol. Namun, WHO telah men-

yatakan KLB di Senegal (tanggal 17 Oktober 2014) dan

Nigeria (tanggal 19 Oktober 2014) telah berakhir.

Adapun situasi di Indonesia sampai saat ini belum

ditemukan adanya kasus konfirmasi penyakit virus

Ebola, namun terdapat 5 kasus suspek yang telah din-

yatakan negatif virus Ebola berdasarkan hasil pemerik-

saan laboratorium. Mewabahnya penyakit virus Ebola di

beberapa negara tidak membuat WHO menganjurkan

adanya pembatasan perjalanan ke area negara

terjangkit karena penularan melalui pesawat sangat

kecil dan penularannya hanya pada kasus yang

bergejala bisa dikenali. Walaupun demikian ada

beberapa negara yang membatasi masuknya pelaku

perjalanan dari 4 negara terjangkit, diantaranya yaitu

Saudi Arabia yang tidak mengeluarkan visa jamaah haji

dari 4 negara terjangkit.

Lanjutan hal. 1… Penyakit Virus Ebola 2014