S istem Kewaspadaan Dini dan Respon
atau SKDR merupakan suatu sistem
yang digunakan kementerian
kesehatan dalam rangka mendukung upaya
respon cepat terhadap penyakit potensial KLB
dengan memanfaatkan laporan mingguan
Puskesmas.
Tahun 2014 ini memasuki tahun ke 5, tools
SKDR digunakan di 31 provinsi (Prov DKI dan
Papua Barat direncanakan th 2015). Adapun
tantangan dan hambatan yang dijumpai antara
lain:
1. Kebijakan
Belum adanya dukungan regulasi dari
pimpinan daerah untuk menggunakan
data SKDR sebagai data dasar dalam
melakukan respon cepat penyakit
potensial KLB.
Pemekaran wilayah berpengaruh pada
kelengkapan data (data : Kecamatan,
Puskesmas, Penduduk cakupan
puskesmas)
Belum adanya kebijakan bantuan tools
SKDR dalam bentuk laptop meskipun
perkembangan teknologi sudah
demikian pesat dan tuntutan pelayanan
cepat dan berpindah (mobile) tidak dpt
dielakkan.
2. Infrastruktur
Sebagian besar supply listrik di daerah
adalah tidak memadai, atau mati-hidup,
mengakibatkan tools SKDR error
Belum seluruhnya daerah memiliki Jar-
ingan komunikasi aktif (sinyal komuni-
kasi/internet) utamanya daerah terpen-
cil, pegunungan dan kepulauan.
3. SDM Pengelola
Mobilisasi SDM pengelola SKDR tanpa
kaderisasi (On the Job Training)
Tugas rangkap /terbatasnya SDM
Sebagian besar SDM pengelola SKDR
belum mengetahui teknologi piranti se-
hingga jika ada masalah dengan piranti
mengandalkan pusat/pihak ketiga.
4. Geography dan Topography
Beberapa puskesmas terletak di balik/
lembah bukit/pegunungan sehingga
sulit sinyal komunikasi untuk pengiri-
man laporan mingguan.
Hampir sebagian besar puskesmas
yang letaknya di kepulauan tidak
memiliki sinyal sehingga laporan ming-
guan disampaikan secara komulatif pd
saat pertemuan di kabupaten.
5. Dana operasional
Pemanfaatan/alokasi dana untuk mela-
kukan verifikasi kasus/penyeli dikan
epidemiologi masih terbatas/ belum
maksimal
Belum adanya dukungan dana daerah
untuk evaluasi SKDR di wilayahnya
Tantangan dan hambatan dalam melak-
sanakan suatu program adalah hal yang wajar
dan selalu kita jumpai dilapangan. Namun be-
berapa masalah dan hambatan tersebut tidak-
lah mungkin di selesaikan/diatasi oleh ke-
menterian kesehatan.
Seperti halnya ―tidak adanya sinyal‖ di
hampir sebagian wilayah pegunungan dan
kepulauan, bukanlah kewenangan dari ke-
menterian kesehatan. Akibatnya, Laporan
mingguan terlambat, jika ada peningkatan
kasus atau bahkan terjadi KLB tidak terpantau
dan terlaporkan. Pada akhirnya rakyat yang
jadi korban dan kementerian kesehatan selalu
terpojokan oleh karena penanganan terlam-
bat.
Meskipun hal ini terjadi, tapi kami cukup
bangga dengan beberapa daerah yang antu-
sias mendukung SKDR, bahkan mereka
merasa terbantu sekali dengan tools yang da-
pat memantau perkembangan kasus tiap
minggunya, sehingga kewaspadaan dini dan
respon cepat dapat dilakukan.
Halaman 6
Diterbitkan oleh
Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB
Direktorat Jenderal PP dan PL
Kementerian Kesehatan RI
Pembina
Sekretaris Direktorat Jenderal PP dan PL
Pengarah
Direktur Surveilans, Imunisasi,
Karantina, dan Kesehatan Matra
Penanggungjawab
Kepala Sub Direktorat Surveilans
dan Respon KLB
Dewan Redaksi
Tulus Riyanto, SKM, M.Sc
Dr. Irawati Panca
Abdurrahman, SKM, M.Kes
Dr. A Muchtar Nasir
Edy Purwanto, SKM, M.Kes
Indra Jaya, SKM, M.Epid
Rosmaniar, S.Kep, M.Kes
Dr. Soitawati, M.Epid
Eka Muhiriyah, SKM, MKM
Gunawan Wahyu Nugroho, SKM, MKM
Dr. Cornelia Kelyombar
Vivi Voronika, SKM
Editor dan Layout
Dr. A Muchtar Nasir
Dr. Soitawati, M.Epid
Maulidiah Ihsan, SKM
Keuangan dan Sirkulasi
Fajrianto, SKM
Vivi Yanti Sidi, SKM
Lia Septiana, SKM
Alamat Redaksi
Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB
Jl. Percetakan Negara no. 29
Gedung C Lantai 3
Jakarta Pusat 10290
Telp. (021) 4265974
Fax. (021) 42802669
@jepidemiologi
Website
http://www.infopenyakit .org
http://www.penyakitmenular.info
http://www.aseanplus3-eid.info
http://www.surveilans.org
http://pppl.depkes.go.id
Jendela Epidemiologi—Volume 2/November2014
Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi SKDR Oleh : Edy Purwanto, Gunawan Wahyu Nugroho
Redaksi Jendela Epidemiologi menerima naskah berupa karya tulis, artikel, surat, opini dan gambar
yang sesuai dengan misi Jendela Epidemiologi. Naskah maksimal 3-4 halaman dengan spasi 1,5.
Sertakan referensi dan gambar ilustrasi yang relevan, lalu kirim melalui email Sekretariat Jendela
Epidemiologi. Redaksi berhak mengubah bentuk dan naskah tanpa mengurangi isi dan maksud
naskah Anda.
D A R I R E D A K S I
Puji syukur kita panjatkan ke
hadirat Allah SWT, atas karunia-
Nya maka Buletin Jendela Epide-
miologi Volume 2 November
2014 ini terbit ke hadapan para
pembaca.
Buletin ini merupakan media
diseminasi dan informasi terkini
surveilans dan respon KLB di
Indonesia.
Bulletin edisi kedua ini memuat
informasi tentang penyakit Legi-
ollenosis, dan hebohnya pen-
yakit virus Ebola, masih adanya
kematian karena KLB campak di
Kab Kepulauan Aru dan tantan-
gan serta hambatan dalam im-
plementasi SKDR di Indonesia.
Yukkk update informasi epidemi-
ologi, Semoga informasi ini da-
pat bermanfaat. [RED]
Apa itu Legionellosis?
Penyakit Legionellosis adalah infeksi akut
yang disebabkan oleh bakteri Legionella.
Manifestasi yang paling dominan berupa
Penyakit Legionnaires (Legionella Pneumo-
nia) dan Demam Pontiac (Pontiac Fever).
Manifestasi klinis infeksi Legionella bervari-
asi mulai dari ringan (Pontiac Fever) sampai
pneumonia berat atau yang disebut penyakit
Legioner (Legionnaires disease). Lebih dari
90% penyakit Legionellosis disebabkan
oleh Legionella pneumophila, dengan mani-
festasi klinis pneumonia.
Penyakit ini dapat dibedakan dalam dua
bentuk berdasarkan berat ringanya pen-
yakit, yaitu Legionella pneumonia
(Legionnaires disease) dan demam Pontiac
(Pontiac fever) yang klinisnya lebih ringan.
Berdasarkan sumbernya, penyakit ini dibe-
dakan menjadi 3 sumber yaitu infeksi Le-
gionella yang didapat di masyarakat, infeksi
Legionella yang terkait dengan perjalanan
dan infeksi yang didapat di rumah sakit.
Siapa
ISSN 99999999 - Volume 2/November 2014
D A F T A R I S I :
Mengenal Penyakit Legiol-
lenosis
Penyakit Virus Ebola yang
menimbulkan kepanikan
Dunia
Kejadian Luar Biasa Cam-
pak di Puskesmas Dobo
Kab Aru Provinsi Maluku
bulan Agustus—Oktober
2014
Tantangan dan Hambatan
dalam Implementasi SKDR
Apa itu Penyakit Virus Ebola?
Penyakit virus ebola adalah salah satu dari
penyakit virus demam berdarah. Ini adalah
penyakit yang sering berakibat fatal pada
manusia dan primata (seperti monyet,
gorila, dan simpanse) dengan CFR
mencapai 90%.
Jenis spesies penyebab penyakit virus ebola
ada 5 yaitu Bundibugyo ebola virus (BDBV),
Zaire ebola virus (EBOV), Sudan ebola virus
(SUDV), Reston ebola virus (RESTV) dan Taï
Forest ebolavirus (TAFV). BDBV, EBOV, dan
SUDV adalah jenis spesies ebola yang
menyebabkan wabah Ebola di Afrika, yang
menimbulkan wabah pada manusia dan
angka kematian yang tinggi. RESTV adalah
Penyakit Virus Ebola yang
menimbulkan kepanikan Dunia
Oleh : Maulidiah Ihsan
jenis spesies ebola yang pernah dilaporkan
terdapat di 2 negara di Asia (Filipina dan
RRC), namun sejauh ini hanya menimbulkan
wabah ebola pada hewan monyet (Th. 1980
an dan 1990 an) dan babi (Th. 2008).
>> Lanjut ke hal 3
Halaman 1
>> Lanjut ke hal 2
Oleh : Abdurrahman, Soitawati
PENYAKIT LEGIOLLENOSIS ? ..
Gambar. Bakteri Legionella
saja yang bisa terkena penyakit Legionellosis?
Penyakit ini dapat menyerang semua umur, terutama
yang kelompok risiko tinggi seperti usia lanjut, penyakit
penyerta, mendapat pengobatan imunosupresi dan fak-
tor risiko lain yang terkait.
Apa tanda dan gejala seseorang yang terkena Legionel-
losis?
Gejala klinis sering tidak spesifik, penyakit ini diawali
dengan gejala lemah, lesu, demam tinggi, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, diare (25-50% ka-
sus), nyeri dada, sesak nafas
Berapa hari masa inkubasi Legionellosis?
Masa inkubasi penyakit Legionellosis berkisar antara 2–
10 hari setelah paparan, dengan rata-rata 7 hari. Na-
mun beberapa kasus dijumpai masa inkubasi melebihi
10 hari.
Demam Pontiac sebagai bentuk ringan infeksi Le-
gionella, memiliki masa inkubasi yang lebih singkat berk-
isar 5 jam–3 hari, umumnya 1-2 hari. Ditandai dengan
gejala demam, lesu, lemah, sakit kepala. Demam
Pontiac meskipun memiliki angka serangan yang sangat
tinggi (sampai 95%) tapi bisa sembuh dengan sendirinya
tanpa diobati.
Apa penyebab penyakit Legionellosis?
Legionella sebagai penyebab penyakit
Legionellosis merupakan bakteri
gram negatif batang, berflagel, tidak
meragi D-glukosa dan juga tidak mer-
agi nitrat menjadi nitrit. Koloni bakteri
ini hidup subur menempel di pipa-
pipa karet dan plastik yang berlumut
dan tahan kaporit dengan konsen-
trasi klorin 26 mg/L. Bakteri ini dapat
hidup pada suhu antara 5,7 – 63o C
dan tumbuh subur pada suhu antara
30-45o C. Bakteri ini termasuk bakteri
aerobik dan tidak mampu men-
ghidrolisis gelatin ataupun mempro-
duksi urease.
Dimana bakteri Legionella hidup?
Bakteri Legionella biasa hidup di air
laut, air tawar, sungai, lumpur, danau, mata air panas,
genangan air bersih, air menara sistem pendingin di
gedung bertingkat, hotel, spa, pemandian air panas, air
tampungan sistem air panas di rumah-rumah, air man-
cur buatan yang tidak terawat baik, adanya endapan,
lendir, ganggang, jamur, karat, kerak, debu, kotoran
atau benda asing lainnya. Bakteri ini juga terdapat pada
peralatan rawat di rumah sakit seperti alat bantu perna-
pasan.
Bagaimana cara penularan Legionellosis?
Penularan bakteri Legionella pada manusia
antara lain melalui aerosol di udara misalnya menghirup
uap dari bak mandi air panas yang tidak dibersihkan
dengan benar dan dilakukan disinfeksi, minum air yang
mengandung bakteri Legionella, aspirasi air yang terkon-
taminasi, inokulasi langsung melalui peralatan terapi
pernafasan dan pengompresan luka dengan air yang
terkontaminasi. Penularan tidak terjadi melalui orang ke
orang.
Darimana sumber penularannya?
Sumber infeksi berasal dari menara pendingin, sistem
air panas, kolam spa, kolam renang air hangat, mata air,
pelembab udara, sistem pipa domestik dan sebagainya.
Apa faktor risiko penyakit Legionellosis?
Faktor risiko individu antara lain:
usia > 40 tahun,
laki-laki,
merokok,
pecandu alcohol,
dalam pengobatan imunosupresi,
memiliki penyakit penyerta seperti DM, penyakit jan-
tung, penyakit paru kronis, penyakit ginjal kronis
dan sebagainya.
Faktor risiko lingkungan antara lain :
Perawatan sistem pendingin yang tidak baik
Monitoring suhu air panas yang tidak teratur
Perawatan sistem air yang tidak baik
Dekat dengan sumber penularan
Lanjutan hal. 1… Penyakit Legiollenosis
―Bakteri ini
dapat hidup
pada suhu
antara 5,7 –
63o C dan
tumbuh subur
pada suhu
30-45o C.”
Halaman 2 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014
Gambar . Cara Penularan
―Penanggulangan KLB kurang dari 24 jam
adalah salah satu target dalam RPJMN.
Tahun 2012 sebesar 80%.‖
Halaman 5 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014
ber 2014. Pada grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa
kasus meningkat dari minggu ke- 34 sampai minggu ke-
35 dan menurun pada minggu ke-36 sampai dengan
minggu 42 tetapi terjadi peningkatan lagi pada minggu
43. Kasus campak terbanyak terjadi pada minggu ke-35
yakni sebanyak 39 kasus. Total kasus campak pada KLB
Campak di Puskesmas Dobo adalah sebanyak 90 kasus
dengan penyebaran sesuai tabel dibawah ini:
2 .
Ka-
sus Campak Menurut jenis kelamin dan umur
Dari 90 kasus KLB campak di wilayah Puskesmas Dobo
kasus terbanyak adalah laki-laki sebanyak 48 kasus
(53%) dibandingkan dengan perempuan 42 kasus (47%),
dengan golongan usia terbanyak pada 1-4 tahun yakni
sebanyak 37 kasus (41%). Distribusi kasus pada golon-
gan umur dapat dilihat pada grafik dibawah ini .
3. Status Imunisasi
Dari interview yang dilakukan pada orang tua kasus cam-
pak maupun dari catatan petugas kesehatan diketahui
bahwa 85 kasus campak tidak pernah mendapatkan imu-
nisasi campak (94%), 5 kasus (6%) mendapatkan imu-
nisasi sebanyak 1 dosis. Dari 5 kasus campak yang men-
dapatkan imunisasi, 2 kasus mendapatkan imusasi pada
saat imunisasi massal outbreak respon dan 3 kasus men-
dapatkan imunisasi pada saat bayi.
4. Pelayanan Imunisasi dan Pengelolaan Vaksin
Selama ± 2 tahun tidak ada petugas kesehatan yang me-
netap di Desa Tunguwatu. Yankes terhenti dalam waktu
yg relative lama dgn alasan minimnya biaya operasional.
Pengelolaan dan tatalaksana vaksin tidak tidak sesuai
standar yg ditetapkan, serta ditemukannya vaksin dengan
VVM C dan D.
5. Pelayanan Gizi
Dari status validasi gizi dilakukan oleh subdit Gizi
berdasarkan BB/TB standar WHO didapatkan hasil kurus
(kwashiokor) 2 orang, gemuk 1 orang, sangat kurus 1
orang dan normal 10 orang. Begitu juga halnya dengan
status gizi anak balita yang berada di 2 desa yaitu desa
Tunguwatu dan Tungu, validasi status gizi (WHO), didapat
kan hasil dari 49 balita yang diukur status gizi normal 47
anak (94%), 1 anak kurus (2%) dan sangat kurus 1 anak
(2%). Sedangkan di Desa Tungu dari 15 anak balita satus
gizi normal 14 anak (94%), 1 anak sangat kurus (6%).
C. FAKTOR RESIKO TERJADINYA KLB CAMPAK
1. Lokasi terjadinya KLB Campak merupakan daerah
yang sulit dijangkau dan akses yankes sangat minim.
2. Sebagian besar anak-anak yang terkena penyakit
Campak tidak diimunisasi (dari 110 kasus; 94% tidak
pernah mendapatkan imunisasi campak, 6% menda-
patkan imunisasi sebanyak 1 dosis).
3. Pada anak penderita Campak mempunyai status gizi
kurus (2,%) dan sangat kurus/Gizi buruk (2%).
4. Lingkungan dan sanitasi buruk dan minimnya air ber-
sih serta tidak tersedia tempat tinggal yang layak.
5. Sistim pelayanan kesehatan khususnya imunisasi dan
gizi tdk berjalan sehingga KLB Campak terjadi.
6. Manajemen Vaksin tidak berjala, vaksin menjadi rusak
dan tidak poten lagi.
7. Cakupan imunisasi rendah memperbesar resiko
terjadinya KLB Campak
8. Tidak adanya Petugas Kesehatan yang menetap di
desa.
D. REKOMENDASI
1. Agar dilakukan upaya peningkatan cakupan imunisasi
dasar lengkap pada bayi <1 tahun, anak batita dan
anak sekolah dasar di Kabupaten Kepulauan Aru
khususnya dan di Provinsi Maluku secara umum.
2. Melakukan Imunisasi Campak masal (Crash Program)
Latar Belakang
P e n y a k i t
Campak me-
r u p a k a n
p e n y a k i t
yang sangat
m e n u l a r
( in feks ius )
yang dise-
babkan oleh
virus, 90%
anak yang
tidak kebal
akan terser-
ang penyakit
campak. Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir,
walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan
dalam penyebaran. Penyakit campak adalah penyakit
menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk ma-
kulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya di-
dahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah
satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO). Dalam sur-
veilans Penyakit Campak di Indonesia, defenisi operasional
campak adalah adanya demam (panas), bercak kemerahan
(rash), dan ditambah satu atau lebih gejala; batuk, pilek
atau mata merah (conjungtivitis). Disebut KLB suspek cam-
pak adalah apabila adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam
waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok
dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi. Disebut
KLB Campak Pasti apabila minimum 2 spesimen positif IgM
campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB
campak.
Pada Tanggal 20 Agustus 2014, subdit surveilans
dan Respon KLB mendapatkan informasi dari Dinkes
Provinsi Maluku, bahwa telah terjadi peningkatan kasus
Campak yang dilaporkan dalam format C1 dan melalui
Posko KLB bahwa sudah terjadi peningkatan kasus Campak
di desa Tunguwatu wilayah Puskesmas Dobo di Kabupaten
Kepulauan Aru, sehingga Kepala Dinkes Kab. Kepulauan
Aru pada tanggal tersebut menetapkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) Campak. Dari laporan hasil penyelidikan epidemiologi
yang dilakukan oleh Surveilans Officer (SO) Dinkes
Provinsi,kasus campak di wilayah Puskesmas Dobo telah
mengalami peningkatan selama 5 minggu berturut-turut
mulai minggu ke-34 tanggal 19 Agustus 2014 sampai
minggu ke-38 tanggal 24 September 2014, didapatkan To-
tal kasus 93 kasus, yang berada di 3 wilayah puskesmas
yaitu Wilayah Puskesmas Dobo, Puskesmas Tabarfane dan
Puskesmas Aru selatan (Pusk Pemekaran). Dari 93 kasus 7
kasus meninggal di wilayah Puskesmas Dobu (di Desa Tun-
guwatu), 19 kasus di wilayah Puskesmas Tebarfane dan 1
kasus meninggal di wilayah Puskesmas Pokjetur sehingga
total kematian sebanyak 8 kasus. Kasus meninggal diduga
karena komplikasi (pneumonia) dari penyakit Campak dan
akibat gizi buruk.
Pada tanggal 13 Oktober 2014, terjadi penambahan kasus sebanyak 11 kasus di desa yang berbeda dengan kasus sebelumnya (desa Tungu) dengan total kasus semua menjadi 104 kasus, sehingga pada tanggal tersebut diadakan perte-muan terpadu dengan Lintas Program Terkait yang di pimpin oleh Direktur Simkar Kesma. Peserta pertemuan terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Aru dan Surveilans Officer Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, PP&PL , Direktorat Gizi dan Direktorat BUKD. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut di bentuk Tim Terpadu Penyelidikan Epidemiologi Kementerian Kesehatan untuk melakukan serangkaian penanggulangan KLB campak dengan mengetahui penyebab terjadinya KLB, luas wilayah, terjangkit dan mencegah penyebaran yang lebih luas.
Sesuai dengan standar KLB Campak, maka
metodologi penyelidikan epidemiologi ini menggunakan
strategi Full Investigation dengan kunjungan rumah ke
rumah, mencatat informasi kasus individu dalam format C1,
pemeriksaan laboratorium dengan pengambilan spesimen
serum kasus. Melakukan penimbangan berat badan balita
untuk mengetahui status gizi. Pelaksanaan kegiatan tanggal
20-24 Oktober 2014 pada wilayah puskesmas dobo, desa
tunguwatu dan tungu dengan Tim yang terdiri dari Subdit
Surveilans dan Respon KLB, Subdit Imunisasi, BUKD, Subdit
Gizi Mikro dan Makro serta Dinas Kesehatan provinsi.
B. HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kasus
Kasus campak di wilayah Puskesmas Dobo telah men-
galami peningkatan mulai minggu ke-34 tanggal 19
Agustus sampai dengan minggu ke-43 tanggal 21 Okto-
Halaman 4 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014
Kejadian Luar Biasa Campak di Puskesmas Dobo Kab Aru
Provinsi Maluku bulan Agustus-Oktober 2014
Oleh: Vivi Voronika
* Laporan Hasil Penyelidikan Epidemiologi - Subdit Surveilans dan Subdit Imunisasi, Dinkes Provinsi Maluku, Dinkes
Kab Aru dan Puskesmas Dobo
Halaman 3 Jendela Epidemiologi—Volume 2/November 2014
RESTV dimungkinkan menginfeksi manusia tapi sejauh
ini belum pernah dilaporkan menimbulkan masalah
kesehatan pada manusia.
Bagaimana Tanda dan Gejala Penyakit
Virus Ebola?
Gejalanya berupa demam mendadak yang disertai
minimal 3 gejala berikut, sakit kepala, nyeri sendi dan
otot, lemah, diare, muntah, sakit perut, kurang nafsu
makan, perdarahan yang tidak biasa, sakit kepala,
muntah, lemah, sulit menelan, sesak napas, hiccup
(cegukan). Gejala dapat muncul di mana saja 2-21 hari
setelah terpapar virus Ebola, namun yang paling umum
terjadi adalah sekitar 8-10 hari. Tidak ada risiko
penularan selama masa inkubasi. Risiko penularan
rendah pada fase awal timbulnya gejala pada orang
yang terinfeksi. Penularan tidak terjadi pada kasus yang
tidak menunjukkan gejala.
Bagaimana Penularan Penyakit Virus
Ebola?
Penyakit Virus Ebola ditularkan melalui kontak langsung
dengan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi
virus atau terpapar objek (seperti jarum) yang telah
terkontaminasi dengan sekresi yang terinfeksi dari
manusia dan hewan. Belum pernah ada laporan
penularan melalui udara. Penularan hanya terjadi pada
kasus yang bergejala.
Bagaimana Situasi Penyakit Virus Ebola
Saat Ini?
Pada tanggal 6-7 Agustus 2014 Dirjen WHO melakukan
konferensi dengan Emergency Committee IHR untuk
menentukan status penyakit virus Ebola yang pada saat
itu sedang mewabah di 4 negara di wilayah Afrika Barat
(Guinea, Liberia, Sierra Leone dan Nigeria). Penyakit ini
mulai mewabah di 3 negara di Afrika Barat (Guinea,
Liberia, dan Sierra Leone) sejak Maret 2014, mulai Juli
2014 terjadi peningkatan kasus yang tinggi dan juga
terjadi penularan kasus ke Nigeria.
Pada tanggal 8 Agustus 2014 WHO telah
mempublikasikan pernyataan bahwa penyakit virus
Ebola termasuk Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
yang Meresahkan Dunia/ KKMMD (Public Health
Emergency International Consent/ PHEIC). Pernyataan
tersebut berimplikasi pada dibatasinya mobilitas di
tingkat regional, nasional dan internasional pada warga
yang terdeteksi yang masih dalam kriteia kasus suspek,
probable dan konfirmasi penyakit virus ebola.
Situasi Global kasus penyakit virus Ebola sebanyak
14.098 kasus dengan 5.160 kematian; CFR: 36,60 %
(Data WHO, 9 November 2014) yang tersebar di 6
Negara di Afrika Barat (Guinea, Liberia, Sierra Leone,
Mali, Nigeria dan Senegal), Republik Demokratik Kongo,
Amerika Serikat dan Spanyol. Namun, WHO telah men-
yatakan KLB di Senegal (tanggal 17 Oktober 2014) dan
Nigeria (tanggal 19 Oktober 2014) telah berakhir.
Adapun situasi di Indonesia sampai saat ini belum
ditemukan adanya kasus konfirmasi penyakit virus
Ebola, namun terdapat 5 kasus suspek yang telah din-
yatakan negatif virus Ebola berdasarkan hasil pemerik-
saan laboratorium. Mewabahnya penyakit virus Ebola di
beberapa negara tidak membuat WHO menganjurkan
adanya pembatasan perjalanan ke area negara
terjangkit karena penularan melalui pesawat sangat
kecil dan penularannya hanya pada kasus yang
bergejala bisa dikenali. Walaupun demikian ada
beberapa negara yang membatasi masuknya pelaku
perjalanan dari 4 negara terjangkit, diantaranya yaitu
Saudi Arabia yang tidak mengeluarkan visa jamaah haji
dari 4 negara terjangkit.
Lanjutan hal. 1… Penyakit Virus Ebola 2014