Hakikat Manusia Sebagai Mahluk Budaya

download Hakikat Manusia Sebagai Mahluk Budaya

of 25

description

makalah kesehatan

Transcript of Hakikat Manusia Sebagai Mahluk Budaya

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAHLUK BUDAYA

DISUSUN OLEH:1. ADISTA MAYA ANGGRAINI2. ELTA DENATA OKTARI3. NOVI RIZMA SYAHPUTRI4. SELVIANI SOBRI5. TIA SETIAWATI

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANGPRODI D IV KEBIDANANT.A 2014/2015KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan disana sini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.Pada kesempatan ini juga kami tak lupa mengucapkan terima kasih. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin.Bandar Lampung, Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 11.3 Tujuan Makalah 1BAB II PEMBAHASAN2.1 Hakikat Manusia Sebagai mahluk Budaya 22.2 Kepribadian Manusia 52.3 Etika dan Estetika Berbudaya10BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan 213.2 Saran21DAFTAR PUSTAKA

22

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan , kebenaran , keadilan dan bertanggung jawab . Sebagai mahluk berbudaya , manusia menggunakan mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan , baik bagi dirinya maupun masyarakat demi kesempurnaan hidupnya , sebagai mahluk berbudaya manusia menciptakan kebudayaan . Manusia adalah salah satu mahluk tuhan di dunia. Akal budi merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki mahluk lain . Akal adalah kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki Berfikir merupakan pertumbuhan operasional dari akar yang mendorong untuk aktifberbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup . Fungsi dari akal adalah berfikir Jadi sebagai manusia yang berbudaya kita diharapkan memiliki sikap yang sesuai dengan kodrat dari seorang manusia itu sendiri .

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan Hakikat Manusia sebagai mahluk Budaya? 2. Apakah yang dimaksud dengan apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan ?

1.3 Tujuan Makalah 1. Memberikan penjelasan tentang hakikat manusia sebagai mahluk budaya 2. Memberikan penjelasan mengenai apresiasi terhadap Kemanusiaan dan kebudayaan

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Hakikat Manusia Sebagai mahluk Budaya Manusia adalah salah satu mahluk tuhan di dunia . Mahluk Tuhan alam fana ini ada 4 macam yaitu Alam, Tumbuhan , Binatang dan manusia . Sifat sifat yang dimiliki ke4 mahluk Tuhan tersebut sbb : 1) Alam memiliki sifat wujud 2) Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup 3) Binatang memiliki wujud hidup dan dibekali nafsu 4) Manusia memiliki sifat wujud, hidup , dibekali nafsu serta akal dan budi . Akal budi merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki mahluk lain . Akal adalah kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki Berfikir merupakan pertumbuhan operasional dari akar yang mendorong untuk aktifberbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup . Fungsi dari akal adalah berfikir Budi berasal dari bahasa sangsekerta yang artinya akal Budi menurut KLBI adalah bagian dari kata hati yang berupa panduan akal dan perasaaan dan yang dapat membedakan baik buruk sesuatu . Budi dapat pula bearti tabiat , perangai , dan ahlak Dengan akal budinya manusia dapat menciptakan , mengereasi , memperlakukan , memperbaharui , memeperbaiki , mengebangkan dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia . Contoh : Manusia bisa membangun rumah dll Kepentingan hidup manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup secara umum kebutuhan manusia dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu1. Kebutuhan yang bersifat Kebedaan(Sarana Prasarana) atau badani/ragawi atau jasmani dan biologis2. Kebutuhan tuhan yang bersifat rohani atau mental/Psikologi Abraham Maslow Seorang ahli Psikologi berpendapat bahwa kebutuhan manusia dibagi menjadi 5 tingkat sesuai dengan penggambaran piramida kebutuhan maslow : 1. Kebutuhan Fisiologis yaitu kebutuhan dasar , primer dan vital 2. Kebutuhan Rasa Aman dan perlindungan kebutuhan ini menyangkut perasaan seperti bebas dari rasa takut , terlindungi dari bahaya penyakit dll3. Kebutuhan Sosial yaitu kebutuhan akan dicintai , diperhitugkan sebagai pribadi dan interaksi dll 4. Kebutuhan akan penghargaan Kebutuhan ini meliputi kebutuhan dihargainya kemampuan , kedudukan , jabatan dll 5. Kebutuhan akan aktualisasi diri . Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk memaksimalkan potensi diri , kemampuan , bakat dan sebagainya Dari penptakan ggambaran Maslow dengan demikian Manusia memiliki dan mampu mengembangkan sisi kemanusiaannya . Dengan akal budi Manusia mampu menciptakan kebudayaannya pada dasarnya adalah hasil akal budi Mausia dalam interaksinya baik dengan alam maupun manusia lainnya . Manusia merupakan mahluk yang berbudaya . Manusia adalah pencipta kebudayaan.

APRESIASI TERHADAP KEMANUSIBUDAYAAN 1. Manusia dan Kemanusiaan Istilah kemusiaan berasal dari kata Manusia mendapat tambahan awalan ke dan akhiran an sehingga menjadi kata benda yang abstrak manusia menunjukkan pada kata benda konkret . Dengan Demikian , Kemanusiaan tidak bisa dipisahkan dari Manusia Manusia adalah Homo sedangkan Kemanusiaan adalah Human . Kemanusiaan berarti hakikat dan sifat khas Manusia sebagai mahluk yang tinggi harkat martabatnya . Kemanusiaan merupakan Prinsip atau nilai yang berisi keharusan / tuntutan untuk berkesuaian dengan hakikat dari Manusia . Hakikat Manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial misalkan manusia dikatakan sebagai homo economicus , homo socius , zoon politicon , homo homini lupus namun , pandangan demikian tidak bisa menjelaskan hakikat Manusia secara utuh . Hakikat Manusia Indonesia berdasarkan Pancasila sering dikenal dengan sebutan hakikat Kodrat Monopluralis . Hakikat Manusia terdiri atas 3 yaitu : 1. Monodualis susunan kodrat Manusia yang terdiri dari aspek keragaan , meliputi meliputi wujud materi anorganis , benda mati , vegetative dan animalis 2. Monodualis sifat kodrat manusia , terdiri atas segi individual dan segi sosial3. Monodualis kedudukan kodrat meliputi segi keberadaan manusia sebagai mahluk sebagai mahluk meliputi egi keeradaan manusia sebagai mahluk yang merdeka sekaligus menunjukan keterbatasannya sebagai mahluk hidup . Harkat dalah nilai sedangkan derajat adalah kehidupan pandangan demikian berlandaskan pada ajarn agama yang diyakini oleh Manusia sendiri . Contoh dalam ajaran agama tercantum pada surat At tinSemua manusia adalah luhur karena itu manusia tidak harus dibedakan perlakukaany hanya karena perbedaan sikap , ras , keyakinan , status sosial ekonomi , asal usul dan lain sebagainya . Prinsip Kemanusiaan yang ada dalam diri manusia menjadi penggerak manusia untuk berperilaku seharusnya sebagai manusia . Dalam Pancasila kedua terdapat konsep kemanusian yang adil dan beradab Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran diri akan sikap dan perbuatan yang berdasarkan pada budi nurani manusia yang dihubungkan dengan norma norma baik terhadap diri sendiri maupun sesama manusia .

2. Manusia dan Kebudayaanya Kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta yaitu buddayah yang artinya merupakan bentuk jamak dari budi yang diartikan sebagai hal hal yang berkautan dengan budi dan akal Defenisi kebudaayan disampaikan oleh beberapa ahli yaitu : 1) Herkovits 2) Andreas 3) Edwards B. Taylor 4) Selo Soemardjo dan Soelaiman soemardi 5) Koenjatningrat

Wujud kebudaayaan dibagi menjadi 3 manurut JJ Hoeningman : 1. Gagasan Wujud ideal Kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumulan ide , gagasan , nilai , norma dan peraturan dan sebagainya yang sifatya abstrak , tidak dapat diraba dan disentuh2. Aktivitas Adalah wujud tindaka sebagai suatu berpola dari Manusia dalam masyarakat itu 3. Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas , atau perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat yang berupa benda benda atau hal hal yang dapat diraba , dilihat dan didokumentasikan . Unsur Kebudayaan 1. Sistem Peralatan dan perlengkapan hidup 2. Sisem Mata Pencaharian hidup 3. Sistem Kemasyarakatn atau Organisasi sosial 4. Bahasa 5. Kesenian 6. Sistem Pengetahuan 7. Sistem Religi Manusia adalah Pencipta kebudaayaan maka Manusia adalah Mahluk Budaya . Kebudayaan adalah Ekspresi ,ekstensi Manusia di dunia . Dengan Kebuadayaan manusia mampu menampakkan jejak jejaknya dalam penggung sejarah dunia . 2.2 Kepribadian Manusia Pada postingan kali ini saya mencoba mengulas tentang 4 macam kepribadian inti yang dimiliki oleh manusia. Dengan memposting tentang hal ini, bukan berarti bahwa saya ahli dalam bidang psikologi lho. Postingan ini hanya ingin memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, akan berhubungan dengan 4 macam kepribadian manusia yang berbeda-beda. Sehingga setelah mengetahui perbedaan itu, diharapkan bisa timbul rasa saling memahami antar sesama.Nah 4 kepribadian yang terdapat dalam diri manusia antara lain:1. Sanguin dijuluki si "Populer" karena pandai persuasif dan ingin terkenal.2. Koleris dijuluki si "Kuat" karena sering dominan dan kompetitif.3. Melankolis dijuluki si "Sempurna" karena perfeksionis dan serba teratur.4. Plegmatis dijuluki si "Cinta Damai" karena kesetiaannya dan menghindari konflik.4 kepribadian diatas tidak ada yang lebih bagus atau lebih jelek, sebab masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan. Sekarang mari kita ulas kekuatan dan kelemahan dari 4 kepribadian tersebut.SANGUINKekuatan : Suka bicara. Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif. Antusias dan ekspresif. Ceria dan penuh rasa ingin tahu. Hidup di masa sekarang. Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan). Berhati tulus dan kekanak-kanakan. Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara). Umumnya hebat di permukaan. Mudah berteman dan menyukai orang lain. Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian. Menyenangkan dan dicemburui orang lain. Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam). Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan. Menyukai hal-hal yang spontan.Kelemahan : Suara dan tertawa yang keras (bahkan terlalu keras). Membesar-besarkan suatu hal / kejadian. Susah untuk diam. Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka ikutan Gank). Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele. RKP (Rentang Konsentrasi Pendek) alias pelupa. Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias). Mudah berubah-ubah. Susah datang tepat waktu jam kantor. Prioritas kegiatan kacau. Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas. Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya. Egoistis alias suka mementingkan diri sendiri. Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama. Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".

KOLERISKekuatan : Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif. Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan. Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/ target. Bebas dan mandiri. Berani menghadapi tantangan dan masalah. "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini". Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat. Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas. Membuat dan menentukan tujuan. Terdorong oleh tantangan dan tantangan. Tidak begitu perlu teman. Mau memimpin dan mengorganisasi. Biasanya benar dan punya visi ke depan. Unggul dalam keadaan darurat.

Kelemahan : Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis). Senang memerintah. Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai. Menyukai kontroversi dan pertengkaran. Terlalu kaku dan kuat/ keras. Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik. Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu rinci. Sering membuat keputusan tergesa-gesa. Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung memperalat orang lain. Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan. Workaholics (cinta mati dengan pekerjaan). Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf. Mungkin selalu benar tetapi tidak populer.

MELANKOLISKekuatan : Analitis, mendalam, dan penuh pikiran. Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal. Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis). Sensitif. Mau mengorbankan diri dan idealis. Standar tinggi dan perfeksionis. Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi). Hemat. Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif). Kalau sudah mulai, dituntaskan. Berteman dengan hati-hati. Puas di belakang layar, menghindari perhatian. Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi. Sangat memperhatikan orang lain.

Kelemahan : Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan). Mengingat yang negatif & pendendam. Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah. Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan. Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah. Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan. Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan. Hidup berdasarkan definisi. Sulit bersosialisasi (cenderung pilih-pilih). Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya. Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang). Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian). Memerlukan persetujuan.

PLEGMATISKekuatan : Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh. Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik. Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana. Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi). Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi. Penengah masalah yg baik. Cenderung berusaha menemukan cara termudah. Baik di bawah tekanan. Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan. Rasa humor yg tajam. Senang melihat dan mengawasi. Berbelaskasihan dan peduli. Mudah diajak rukun dan damai.

Kelemahan : Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru. Takut dan khawatir. Menghindari konflik dan tanggung jawab. Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar). Terlalu pemalu dan pendiam. Humor kering dan mengejek (Sarkatis). Kurang berorientasi pada tujuan. Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri. Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat. Tidak senang didesak-desak. Menunda-nunda / menggantungkan masalah.

2.3 Etika dan Estetika BerbudayaSecara historis perkembangan zaman boleh saja mengalami perubahan yang dahsyatmun, peran kesenian tidak akan pernah berubah dalam tatanan kehidupan manusia. Sebab, melalui media kesenian, makna harkat menjadi citra manusia berbudaya semakin jelas dan nyata.Bagi manusia Indonesia telanjur memiliki meterai sebagai bangsa yang berbudaya. Semua itu dikarenakan kekayaan dari keragaman kesenian daerah dari Sabang sampai Merauke yang tidak banyak dimiliki bangsa lain. Namun, dalam sekejap, pandangan terhadap bangsa kita menjadi aneh di mata dunia. Apalagi dengan mencuatnya berbagai peristiwa kerusuhan, dan terjadinya pelanggaran HAM yang menonjol makin memojokkan nilai-nilai kemanusiaan dalam potret kepribadian bangsa.Padahal, secara substansial bangsa kita dikenal sangat ramah, sopan, santun dan sangat menghargai perbedaan sebagai aset kekayaan dalam dinamika hidup keseharian. Transparansi potret perilaku ini adalah cermin yang tak bisa disangkal. Bahkan, relung kehidupan terhadap nilai-nilai etika, moral dan budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan. Namun, kenyataannya kini semuanya telah tercerabut dan nyaris terlupakan.Barangkali ada benarnya, dalam potret kehidupan bangsa yang amburadul ini, kita masih memiliki wadah BKKNI (Badan Koordinasi Kebudayaan Nasional Indonesia) yang mengubah haluan dalam transformasi sosial, menjadi BKKI (Badan Kerja sama Kesenian Indonesia) pada Februari lalu. Barangkali dengan baju dan bendera baru ini, H. Soeparmo yang terpilih sebagai bidannya dapat membawa reformasi struktural dan sekaligus dapat memobilisasi aktivitas kesenian sebagaimana kebutuhan bangsa kita. Sebab, salah satu tugas dalam peran berkesenian adalah membawa kemerdekaan dan kebebasan kreativitas bagi umat manusia sebagai dasar utama.

A. Tulang PunggungSuatu dimensi baru, jika dalam pola kebijakan untuk meraih citra sebagai manusia Indonesia dapat diwujudkan. Untuk hal tersebut, kebijakan menjadi bagian yang substansial sifatnya. Bukan memberi penekanan pada konsep keorganisasian, sebagai bendera baru dalam praktik kebebasan. Melainkan, bercermin pada kebutuhan manusia terhadap kebenaran, dan nilai-nilai keadilan. Sehingga, kesenian dapat menjadi tulang punggung mempererat kehidupan yang lebih tenang, teduh dan harmonis.Dalam koridor menjalin kesatuan dan persatuan bangsa, dan mengangkat citra kehidupan manusia Indonesia di mata dunia, perlu adanya upaya yang tangguh dan kokoh. Sebab, tanpa upaya tersebut niscaya kita hanya mengenang masa silam dan mengubur masa depan dari lahirnya sebuah peradaban. Dalam hal ini kita sebagai bangsa yang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, tentu tidak akan rela.Namun demikian, gradasi budaya itu menukik tajam, dan dapat dirasakan sejak jatuhnya rezim Soeharto. Meskipun, pada rezim kekuasaan Orde Baru bukan berarti tidak ada sama sekali pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, justru karena terselubung dengan rapi maka borok kemerosotan moral itu tidak begitu tampak. Tetapi, kini semuanya menjadi serba terbuka dan menganga. Siapa pun punya hak dan kewajiban untuk menjadi pelaku reformasi, tidak sekadar jadi penonton. Itu sebabnya, tidaklah salah jika dalam memperbaiki kondisi bangsa, kita juga proaktif dalam menyikapinya.Tak dapat disangkal, jika kesenian merupakan kebutuhan dasar manusia secara kodrati dan unsur pokok dalam pembangunan manusia Indonesia. Tanpa kesenian, manusia akan menjadi kehilangan jati diri dan akal sehat. Sebab, kebutuhan manusia itu bukan hanya melangsungkan hajat hidup semata, tetapi juga harus mengedepankan nilai-nilai etika dan estetika. Untuk wujudkan manusia dewasa yang sadar akan arti pentingnya manusia berbudaya, obat penawar itu barangkali adalah kesenian.Unsur penciptaan manusia sebagai proses adalah konteks budaya. Dalam hal ini, apa yang diimpikan Konosuke Matsushita dalam bukunya Pikiran Tentang Manusia menjadi dasar pijakan kita, jika ingin menjadi manusia seutuhnya. Sebab, pada dasarnya manusia membawa kebahagiaan dan mengajarkan pergaulan yang baik dan jika perlu memaafkan sesamanya. Karena, dari sinilah dapat berkembang kesenian, kesusastraan, musik dan nilai-nilai moral. Sehingga, pikiran manusia menjadi cerah dan jiwanya menjadi kaya.

B. Kondisi SemrawutCarut marut kehidupan saat ini, semakin tumpang tindih. Persoalan bangsa menjadi bara api yang sulit untuk dipadamkan. Kondisi sosial yang tidak lagi bersahabat, menjadikan manusia makin kehilangan jati dirinya. Bahkan berbagai ramalan menatap masa depan bangsa, hanya berisi pesimistis dan sinis. Jika kearifan yang dimiliki manusia semakin sempit dan terbatas, barangkali kegelisahan sebagai anak bangsa semakin beralasan.Potret sosial yang kini menjadi skenario massal masih menjadi tekanan dalam konteks berpolitik. Akibatnya, pertarungan yang tidak pernah akan menyelesaikan masalah terus berjalan tanpa ada rem nya. Dan itu dapat kita lihat secara kasat mata, pertunjukan dagelan yang hanya untuk memuaskan nafsu kekuasaan dan ingin menunjukkan kekuatan dalam menggalang massa.Padahal, tugas sebagai manusia yang berbudaya senantiasa mengulurkan cinta kasih, perdamaian dan menjaga harmoni kehidupan. Tetapi, kenyataannya sikap dan perilaku dalam potret masa kini, nilai-nilai etika, norma-norma sosial, dan hukum moral menjadi haram untuk dijadikan landasan berpikir yang sehat. Bahkan, upaya untuk berani membohongi diri sendiri, adalah ciri-ciri lenturnya nilai-nilai budaya.Dimensi sosial semacam ini, Indonesia di mata dunia semakin menjadi bahan lelucon. Apalagi yang harus dijadikan komoditi bangsa dari berbagai aspek kehidupan.Bicara soal ekonomi, bangsa Indonesia sudah menggadaikan diri nasibnya pada IMF. Soal politik, dianggap ludrukan karena hanya sekadar entertainment. Dan lebih mengerikan lagi, pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di daerah-daerah membuat bingkai kemanusiaan semakin tidak memiliki harga diri. Dan masih banyak persoalan seputar kita yang semakin semrawut dan kehilangan konteks dalam pijakan untuk membangun manusia seutuhnya.Jalan pintas melalui kesenian, barangkali masih bisa menjadi mediasi silahturahmi di mata dunia. Karena dalam pendekatan kesenian, estika, etika, dan hukum moral merupakan ekspresi yang tidak pernah bicara soal kalah menang. Melainkan, dalam korelasi budaya pintu melalui kesenian masih bisa dijadikan komoditi yang bisa dijadikan akses kepercayaan.Apalagi dengan diberikannya kebebasan terhadap otonomi daerah, melalui undang-undang No.22/1999 harus dipandang sebagai suatu masa pencerahan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Karena dengan otoritas yang ada, daerah dapat membangun wilayahnya dan pengembangan terhadap kesenian tidak lagi dijadikan proyek yang sentralistik di pusat, Jakarta. Kebebasan akan hal ini, harus dijadikan peluang untuk membangun potensi yang ada.Karena itu makna pembangunan, jangan hanya dilihat dari sukses dan tidaknya sarana jalan tol, pasar swalayan, mal-mal atau bahkan tempat-tempat hiburan yang kini sedang menggoda mata budaya. Padahal ada hal yang lebih penting dari pesan Eric From dalam bukunya Manusia Bagi Dirinya bahwa, Ketidakharmonisan eksistensi, manusia menimbulkan kebutuhan yang jauh melebihi kebutuhan asli kebinatangannya. Kebutuhan-kebutuhan ini menimbulkan dorongan yang memaksa untuk memperbaiki sebuah kesatuan dan keseimbangan antara dirinya dan bagian alam.Jika demikian masalahnya, masihkah kita men-dewa-kan pembangunan dalam arti yang harafiah sebagai lingkup keberadaan manusia. Sebab masih ada yang lebih substansial, pembangunan manusia seutuhnya lewat kesenian adalah cermin bagi kepribadian bangsa. Ironis, selama ini kita hanya terlena dalam memikirkan nasib bangsa dari sisi pembangunan perut semata. Akibatnya, dari waktu ke waktu, kita hanya bisa merenungi peradaban baru yang membawa bangsa ini semakin bodoh.

C. Negara Berkebudayaan KEBUDAYAAN dapat dilihat bagaimana warga berbuat sesuatu yang bermakna (sebagai proses) dan hasil perbuatan (produk). Manakala perbuatan dan hasilnya ini dicitrakan melekat pada kolektivitas suatu bangsa, maka disebut sebagai kebudayaan bangsa (nasional). Persoalan kebudayaan nasional perlu ditempatkan dalam arus besar kebudayaan global yang didorong oleh spirit neoliberalisme. Pengadopsian budaya global tidak terelakkan. Umumnya rezim negara yang korup didukung oleh kekuatan global, sepanjang negara terjamin menjadi pasar. Bagi kebanyakan penguasa, keadaan ini lebih menguntungkan sebab tanpa perlu membangun budaya bangsa, toh, dapat menjadi konsumen baik budaya warisan (heritage) maupun global.Kebudayaan memang praktik warga sehari-hari. Namun, peranan penyelenggara negara sangat penting mengingat proses menyiapkan warga agar dapat berpraktik budaya (berbudaya) merupakan tugas utama negara. Makna kebudayaan yang pada hakikatnya mengandung nilai positif bagi kehidupan dikembangkan dalam tiga dimensi, yaitu keilmuan, etika, dan estetika. Dimensi keilmuan dilihat dari capaian-capaian pengetahuan dan teknologi, etika dengan penghayatan kebaikan universal dan multikultural dalam kehidupan nasional, serta estetika dengan apresiasi keindahan yang meningkatkan harkat kehidupan.Begitulah kegiatan budaya pada hakikatnya bagaimana warga berkiprah dan menghasilkan sesuatu yang bermakna dalam ketiga dimensi tersebut. Maka, persoalan kebudayaan adalah bagaimana menghadirkan warga dengan kapasitas tertentu untuk dapat terlibat di dalamnya. Penyiapan warga inilah disebut sebagai proses pendidikan.Menempatkan kebudayaan sebagai ranah yang terpisah dari proses pendidikan, sebagaimana dianut pemerintahan Megawati, boleh jadi karena mendefinisikan kebudayaan sebagai produk, bukan sebagai proses. Produk memang lebih mudah dan berharga untuk dijual, apalagi jika berasal dari warisan. Namun, pemerintah dapat terjebak dalam dimensi tunggal, pendidikan dipandang hanya melalui satu departemen, sehingga melalaikan masalah yang paling mendasar, yaitu pendidikan sebagai proses menyiapkan warga berbudaya.Cara pandang yang mempersempit pendidikan sebagai pengajaran, dan kebudayaan sebagai produk, menjadi pangkal dari pengabaian suatu strategi kebudayaan dalam kehidupan negara. Strategi kebudayaan menyangkut pengembangan budaya melalui berbagai institusi negara dan masyarakat. Untuk itu dilihat dalam dua cara, pertama, institusi yang perlu memiliki budaya yang menggerakkannya secara internal. Ini berlaku untuk institusi yang berkaitan dengan kehidupan publik, baik institusi negara maupun korporasi bisnis dan organisasi masyarakat sipil. Kedua, institusi yang secara eksternal memiliki fungsi dalam penumbuh kembang budaya warga, yaitu institusi pendidikan (persekolahan) dan media massa.Pengabaian aspek pertama tercermin dari anomali dalam berbagai penyelenggaraan kehidupan publik. Birokrasi negara sepanjang Orde Baru mengadopsi tata cara dan etiket bertindak, termasuk istilah-istilah dari produk budaya Jawa, tetapi tidak berusaha mengembangkan budaya birokrasi untuk menggerakkan institusi ini. Pasca-Orde Baru, anomali ditunjukkan melalui perbuatan menyimpang yang meluas oleh anggota parlemen daerah.Begitu pula pada aspek kedua, ketiadaan strategi kebudayaan ini tercermin dari institusi pendidikan yang berjalan sendiri-sendiri. Jutaan generasi muda (Islam) belajar di sekolah- sekolah yang sekaligus belajar agama dan keilmuan, berada di bawah naungan Departemen Agama yang disibuki mengurus jemaah haji setiap tahun. Padahal, anak-anak yang sekolah di madrasah dan pesantren berhak mendapat pendidikan yang sejajar dengan sekolah keilmuan umum yang berada di bawah Departemen Pendidikan.Fungsi dari institusi pendidikan sekolah adalah memproses warga agar memiliki kemampuan berpraktik kebudayaan, dengan orientasi utama untuk dimensi keilmuan, disusul kemudian dimensi etika dan estetika. Dengan begitu, beban dosa dari institusi pendidikan secara keseluruhan adalah melalui kemunduran kebudayaan yang ditunjukkan melalui urutan: Pertama, rendahnya kegiatan dan hasil keilmuan dari suatu bangsa. Kedua, orientasi etika dalam proses pendidikan yang menghasilkan sikap eksklusif dan sektarian di tengah masyarakat majemuk dan global. Ketiga, selera estetika warga masyarakat yang semakin rendah.Oleh karena itu perlu strategi kebudayaan yang dijalankan untuk menggerakkan seluruh institusi pendidikan untuk tujuan yang sama, baik yang berbasis umum maupun keagamaan. Langkah raksasa yang mendesak adalah memprioritaskan pembangunan institusi pendidikan berbasis agama Islam (madrasah dan pesantren) yang termarjinalisasi. Jika secara sosiologis mayoritas warga beragama Islam, maka bagian terbesar biaya pendidikan tentunya harus ke sini. Fasilitas untuk pendidikan ganda (dual education) dengan sendirinya memerlukan dukungan pembiayaan negara yang lebih besar.Institusi pendidikan lainnya dalam proses kebudayaan adalah media massa. Fungsinya biasa dilihat dengan dua cara, secara negatif adalah terjaga independensinya agar kekuasaan negara tak melakukan dominasi informasi dan hegemoni alam pikiran warga. Dengan kata lain, penguasa negara haram hukumnya melakukan propaganda melalui media yang dikuasainya.Sementara dari fungsi secara positif, media massa dibedakan, pertama, media pers yang membawa khalayak ke ruang publik (public sphere); dan kedua, media hiburan yang memberikan kesenangan psikis. Masing-masing membawa beban budaya, yaitu pertama menumbuhkan rasionalitas dalam menghadapi fakta di ruang publik, sedangkan yang kedua menumbuhkan penghayatan etika dan estetika dalam kehidupan warga.Kedua fungsi ini biasanya tidak dapat berjalan secara optimal akibat dorongan komersial. Dari sinilah muncul tuntutan adanya media publik, yaitu institusi yang sepenuhnya diorientasikan untuk menumbuhkan rasionalitas warga di ruang publik serta orientasi etika dan estetika dalam fungsi psikis bagi publik. Media semacam ini jauh dari modal komersial, sepenuhnya digerakkan modal sosial ataupun pembiayaan negara.

D. Etika dan Estetika dalam Pendidikan yang BerbudayaPENDIDIKAN merupakan sebuah indikator penting untuk mengukur kemajuan sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa ingin ditempatkan pada pergaulan dunia dalam tataran yang bermartabat dan modern, maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang memiliki relevansi dan daya saing bagi seluruh anak bangsa. Mengapa demikian? Karena pendidikan merupakan gerbang untuk memahami dunia sekaligus gerbang untuk menguasai pola pikir dan kultur spesifik di dalam pergaulan global. Dalam perspektif politik pendidikan, seorang filosofi Yunani abad pertengahan mengatakan bahwa penaklukan dunia ditentukan oleh seberapa jauh pendidikan suatu bangsa dapat dicapai dan seberapa maju bangsa-bangsa bersangkutan menguasai ilmu pengetahuan. ini berarti sebagai simbol kemajuan peradaban bangsa, penguasaan ilmu pengetahuan menjadi sangat penting bahkan menjadian sebuah pra-kondisi imperatif bagi keunggulan sebuah bangsa. Dalam bahasa budaya, Geertz bahkan menganggap penguasaan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ekspresi kemajuan berpikir dan berperilaku sebuah bangsa.Sebagai bagian tidak terpisah dari sistem kehidupan masyarakat, pembangunan pendidikan sekaligus juga menjadi indikator penting dari proses pembangunan karakter bangsa. Karena itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus merupakan upaya mengagungkan martabat dan perilaku bangsa,secara menyeluruh. Kemajuan-kemajuan pendidikan yang dicapai mencerminkan bagaimana bangsa tersebut menghargai dan melindungi martabatnya di antara pergaulan masyarakat dunia.Dengan demikian, tidak berlebihan pula jika cara berpolitik dan sopan-santun di dalam pergaulan antarbangsa sangat dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimiliki dan berhasil dicapai sehingga secara umum berpengaruh di dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat bangsa bersangkutan. Bahkan, taraf pendidikan yang dimiliki suatu bangsa dapat memberikan gambaran bagaimana sebuah Bangsa itu berkarakter dan berprilaku. Tingkat pendidikan masyarakat dan terutama para pemegang kekuasaan secara semantik mempengaruhi bagaimana para penguasa memandang dan bersikap dalam menghadapi setiap persoalan yang muncul. Inilah yang disebut di dalam politik pendidikan sebagai bagian perilaku santun yang menjadi kontrol penting etika kebijakan dalam pertarungan kepentingan politik yang terus mengalami dinamika.Memartabatkan pendidikan tidak berarti menempatkan nilai etis pendidikan di atas tata nilai lainnya di dalam pergaulan sosial, politik, ekonomi bahkan budaya. Memartabatkan pendidikan berarti memberikan nilai rasa estetis kolektif maupun individual pada sisi perilaku dan etika pergaulan yang lebih bermartabat. Ini berarti bahwa di dalam konteks mengembangkan hubungan-hubungan antarindividu maupun kolektif penting menempatkan pendidikan yang mengandung nilai etis dan estetika secara benar dan berbudaya. Sebut saja Prancis, Jerman, Jepang atau Cina yang menempatkan diri pada jajaran penting pergaulan dunia karena menjadikan pendidikan sebagai bagian etis dalam pembangunan bangsanya dan menjadi ukuran penting dalam membangun relasi-relasi global dalam konteks kepentingan yang luas.Secara umum, nilai etis pendidikan yang menjadi dasar penting pergaulan dunia yang tebih bermartabat tersebut pada gifirannya mengandung unsur-unsur nilai yang menempatkan bangsa bersangkutan sebagai bagian pergaulan dunia yang disegani bahkan seringkali dijadikan sebagai ikon kemajuan bangsa-bangsa di dunia. Meskipun demikian, tidak dipungkiri pula bahwa dominasi politik di dalam menentukan prioritas pembangunan nasional yang bersifat monologis seringkali menjadi sangat menentukan arah pengembangan dan karakter pendidikan yang direncanakan. Dan pada gilirannya menentukan arah pendidikannya berdasarkan kepentingan-kepentingan politis praktis.Demikian juga dengan Bangsa Indonesia yang sedang berjuang menjadi bagian pergaulan bangsa-bangsa yang lebih global. Dalam konteks ini, berbagai upaya telah dilakukan terutama di dalam memperkuat karakter bangsa melalui pembangunan pendidikan nasional. Pengentasan kemiskinan dan wajib belajar sembilan tahun merupakan salah satu upaya penting dalam mengangkat martabat bangsa ini di mata internasional.Keterbelakangan yang telah menghimpit Bangsa Indonesia selama berabad-abad telah menjadi pengalaman buruk kita. Dengan demikian kita harus memacu pembangunan pendidikan yang lebih bermartabat. Karena hanya inilah cara kita agar dapat menjembatani dan menyatukan perbedaan karakter dan budaya bangsa yang sangat majemuk. Inilah cara kita membangun kembali citra kita yang berkarakter kuat sebagai bagian peradaban dunia yang memiliki nilai-nilai adiluhung sebagaimana termanifestasi di dalam lambang Negara Republik Indonesia.Dari sisi politik, pendidikan merupakan jembatan menuju masyarakat demokratis yang meleburkan berbagai perbedaan kepentingan. Realitas ini dapat dilihat dari leburnya perbedaan kasta, derajat budaya atau perbedaan kepentingan politik ke dalam nilai-nilai komunikasi yang bersifat monologis nasionalistik. Untuk itu, pendidikan merupakan satu-satunya jalur yang dianggap mampu menjembatani perbedaan-perbedaan kultural di dalam keanekaragaman etnis dan budaya bangsa Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia lebih mampu memahami dirinya dan sekaligus merekatkan perbedaan-perbedaan dalam upaya mempertahankan kesatuan bangsa Indonesia yang memiki kompleksitas kepentingan, nilai budaya, dan karakter masyarakat yang beragam.Di samping itu, pendidikan juga harus mampu membangun identitas kultural bangsa yang lebih kuat sehingga dapat menempatkan bangsa ini sebagai bagian penting pergaulan dunia yang lebih luas. Di dalam konteks yang lebih global, nilai-nilai yang dibangun secara holistik akan merasuk ke dalam tata nilai dan pergaulan dunia yang lebih berkarakter. Untuk itu, di dalam kerangka memperkuat posisi tawar bangsa, maka perlu dukungan dari seluruh komponen bangsa termasuk di dalamnya adalah dukungan politik di dalam pembangunan pendidikan nasional yang lebih luas. Penghargaan bidang pendidikan di dalam pergaulan global harus dimulai dari penghargaan yang diberikan oleh bangsa Indonesia sendiri. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa dan mau menghargai dirinya sendiri dan nilai-nilai komunikatif yang terkandung di dalam perilaku budayanya. Inilah satu satunya cara untuk memperkuat posisi tawar kita di dalam pergaulan global. Semoga apa yang kita cita-citakan dalam membangun pendidikan anak-anak bangsa ini dapat menempatkan kita pada tingkat pergaulan yang lebih bermartabat, berharkat, dan berkarakter.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan Manusia adalah salah satu mahluk tuhan di dunia . Mahluk Tuhan alam fana ini ada 4 macam yaitu Alam, Tumbuhan , Binatang dan manusia . Sifat sifat yang dimiliki ke4 mahluk Tuhan tersebut sbb : 5) Alam memiliki sifat wujud 6) Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup 7) Binatang memiliki wujud hidup dan dibekali nafsu 8) Manusia memiliki sifat wujud, hidup , dibekali nafsu serta akal dan budi . Pada postingan kali ini saya mencoba mengulas tentang 4 macam kepribadian inti yang dimiliki oleh manusia. Dengan memposting tentang hal ini, bukan berarti bahwa saya ahli dalam bidang psikologi lho. Postingan ini hanya ingin memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari, akan berhubungan dengan 4 macam kepribadian manusia yang berbeda-beda. Sehingga setelah mengetahui perbedaan itu, diharapkan bisa timbul rasa saling memahami antar sesama.Secara historis perkembangan zaman boleh saja mengalami perubahan yang dahsyatmun, peran kesenian tidak akan pernah berubah dalam tatanan kehidupan manusia. Sebab, melalui media kesenian, makna harkat menjadi citra manusia berbudaya semakin jelas dan nyata.

3.2 SaranDalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih terlalu banyak kesalahan baik dalam penulisa maupun kata bahasa yang kami gunakan, dengan demikian penulis mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun guna pembuatan makalah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKAhttp://needhiya-luvstory.blogspot.com/2013/06/hakikat-manusia-sebagai-mahluk-budaya.htmlhttp://arie5758.blogspot.com/2011/10/4-kepribadian-manusia-sanguin-koleris.html#axzz3Vsr8A8V1http://benymarshall.tumblr.com/post/50574795583/etika-dan-estetika-kebudayaan