Hakikat Dan Keterpaduan IPA
description
Transcript of Hakikat Dan Keterpaduan IPA
TUGAS IPA TERPADU
MENYUSUN ARTIKEL HAKIKAT DAN KETERPADUAN IPA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah IPA terpadu
Dosen Pengampu : Fahrizal Eko Setiono, M.Pd.
Disusun oleh:
Murawan
(K2312046)
Program Studi Pendidikan Fisika 2012 A
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau
sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari
bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua
yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial ) dan natural science (Ilmu
Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya, science sering diterjemahkan
sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam saja.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada
dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati
indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Menurut H.W Fowler dalam
Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang
berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas
pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010)
mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik
makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam
Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara
sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu
kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-
gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur
dan sebagainya (Trianto, 2010:136).
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap ilmiah. Sebagai
proses ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan
tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah
diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah
atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi
pengetahuan. Sebagai prosedur ilmiah dimaksudkan bahwa metodologi atau cara
yang dipakai untuk mengetahui sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim
disebut metode ilmiah (scientific method).
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef dalam Trianto (2010) juga
menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu kebudayaan atau suatu
kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi maupun inspirasi.
Sedangkan menurut Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010), IPA pada
hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA
merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep.
Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari
objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains dan sebagai
aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan
bagi kehidupan. Penjelasan secara lebih rinci mengenai hakikat IPA dalam tiga aspek
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. IPA Sebagai Produk
IPA sebagai produk adalah kumpulan hasil kegiatan dari para ahli
saintis sejak berabad-abad, yang menghasilkan berupa fakta, data, konsep,
prinsip, dan teori-teori. Jadi hasil yang berupa fakta yaitu dari kegiatan
empiric (berdasarkan fakta), sedangkan data, konsep, prinsip dan teori
dalam IPA merupakan hasil kegiatan analitik.
b. IPA Sebagai Proses
IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli
saintis dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya
temuan-temuan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa alam.
Jadi dalam prosesnya kita bisa berfikir dalam memecahkan suatu masalah
yangada dilingkungan. Melalui proses ini kita bisa mendapatkan temuan-
temua ilmiah, dan perwujudannya berupa kegiatan ilmiah yang disebut
penyelidikan ilmiah.
c. IPA Sebagai Sikap Ilmiah
Maksudnya adalah dalam proses IPA mengandung cara kerja,
sikap, dan cara berfikir. Dan dalam memecahkan masalah atau persoalan,
seorang ilmuan berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkin
usaha mencapai hasil yang diharapkan. Sikap ini dinamakan sikap ilmiah.
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef (1990:7), pernah
menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu
kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun
inspirasi.
Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu biologi, fisika, dan
kimia, merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan
berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan
hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta
penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat IPA adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang
dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiahdan hasilnya
terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa
konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.
Fungsi dan tujuan IPA secara khusus berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
(Depdiknas dalam Trianto, 2010) adalah :
a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakan dan
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA
tidak hanya pada dimensi pengetahuan (keilmuan) tetapi juga menekankan pada
dimensi nilai ukhrawi. Hal ini berarti memperhatikan keteraturan di alam semesta
akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang
Mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini,
pada hakikatnya IPA mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-
spiritual.
3. Nilai-nilai IPA
Nilai-nilai IPA adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA
dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai
nonkebendaan berupa nilai praktis, intelektual, sosial-budaya-ekonomi-politik,
pendidikan dan juga nilai keagamaan (Trianto, 2008).
a. Nilai praktis
Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang
secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut membantu
pula mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung
juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian, sains mempunyai nilai
praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-
hari. Contoh: penemuan listrik oleh Michael Faraday yang diterapkan dalam
teknologi hingga melahirkan alat-alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan.
b. Nilai intelektual
Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia
untuk memecahkan masalah baik alamiah maupun sosial, ekonomi dan
sebagainya. Metode ilmiah telah melatih keterampilan, ketekunan dan melatih
mengambil keputusan dengan mempertimbangkan yang rasional dan menuntut
sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya. Keberhasilan memecahkan masalah
tersebut akan memberikan kepuasan intelektual. Dengan demikian, metode
ilmiah telah memberikan kepuasan intelektual dan inilah yang dimaksud
dengan nilai intelektual.
c. Nilai sosial-budaya-ekonomi-politik
IPA mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti IPA dan
teknologi suatu bangsa menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan
yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. Contoh:
negara-negara maju seperti USA dan Uni Eropa merasa sadar dan bangga
terhadap kemampuan atau potensi bangsanya dalam bidang sosial-politik dan
mengklaim diri mereka sebagai negara adidaya. Jepang, dengan kemampuan
teknologi produksi merupakan negara yang memiliki stabilitas tinggi dalam
bidang sosial masyarakat maupun ekonomi yang mampu menguasai pangsa
pasar dunia. Selain itu, Jepang juga dikenal sebagai negara yang mampu
memadukan antara teknologi dengan budaya lokal (tradisi) sehingga budaya
tradisi tersebut tetap eksis bahkan dikenal di seluruh dunia.
d. Nilai kependidikan
Perkembangan IPA dan teknologi serta penerapan psikologi belajar pada
pelajaran IPA menjadikan IPA bukan hanya sebagai suatu pelajaran
melainkan juga sebagai alat pendidikan. Artinya, pelajaran IPA dan pelajaran
lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai tersebut
antara lain:
1. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
metode ilmiah.
2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan
mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah.
3. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah.
e. Nilai keagamaan
Seorang ilmuan yang beragama akan lebih tebal keimanannya, karena
selain didukung dogma-dogma agama juga ditunjang oleh alam pikiran dari
pengamatan terhadap fenomena-fenomena alam sebagai manifestasi kebesaran
Tuhan. Charles Townes peraih nobel 1964 mengatakan bahwa banyak orang
yang merasakan bahwa pastilah ada sesuatu yang Mahapintar dibalik kehebatan
hukum alam. Hal yang sama dikatakan oleh John Polkinghorne, ahli fisika
yang sekarang menjadi pendakwah Gereja Anglikan yang mengatakan
bahwa jika anda menyadari bahwa hukum alam telah melahirkan jagad raya
yang begitu teratur maka hal itu pastilah tidak terjadi semata-mata karena
kebetulan tetapi pasti ada tujuan dibalik itu semua.
Dengan demikian, jelas bahwa IPA mempunyai nilai keagamaan yang
sejalan dengan pandangan agama sehingga Albert Einstein mengatakan bahwa
sains tanpa agama adalah buta dan agama tanpa sains adalah lumpuh.
B. IPA Terpadu
1. Hakikat Pembelajaran IPA terpadu
Pembelajaran IPA Terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA Terpadu dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA
Terpadu adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya.
Pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang
memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep sains dan berpikir tingkat
tinggi (HOTS = High Order Thinking Skills). Selain itu pembelajaran IPA
Terpadu mendorong siswa untuk tanggap dalam linkungan dan budayannya.
Pemodelan merupakan ciri lain pembelajaran IPA Terpadu. Pembelajaran
yang melatihkan keterampilan dan pengetahuan tertentu dengan pemodelan
seperti mengoperasikan alat, cara menganalisis data dalam proses pengolahan data
eksperimen, mengamati obyak IPA dan lain lain. Pemodelan ini mrmberikan
contoh cara mengerjakan sesuatu atau bagaimana cara belajar. Model tidak hanya
dilakukan oleh guru tetapi juga dengan menunjuk siswa yang dilibatkan sebagai
model. Penunjukan melalui pengamatan siswa yang ditunjuk, benar-benar dapat
melakukan dari pengalaman maupun belajar sebelumnya untuk mencapai standar
kompetensi yang harus dicapainya.
2. Pentingnya Pembelajaran IPA terpadu
Secara sosiokultural, pembelajaran IPA Terpadu di tingkat SMP mengarah
kepada kebutuhan, minat, dan kapasitas siswa saat itu. Di sinilah yang perlu
dipikirkan pengembangan perangkat yang harus disesuaikan dengan minat dan
kebutuhan siswa, yang dapat meningkatkan berpikir kritis, pemecahan masalah
dan alternative/solusi dari pemecahan masalah tersebut.
Secara motivasional, pembelajaran IPA Terpadu menghindari belajar
menghafal dalam lingkup materi, oleh karena itu pembelajaran diorganisasi
sekitar pemilihan topik/tema yang dipilih serta yang harus diselesaikan dengan
”Problem Solving” sehingga diharapkan dapat memotivasi dan memperluas minat
siswa untuk menindak lanjuti.
Secara pedagogis, untuk mengatasi cakupan materi yang sangat luas dan
sulit dan kemungkinan merupakan kendala para guru untuk melingkupi semua hal
yang dinyatakan sebagai esensial untuk kehidupan yang produktif. Salah satu
usaha mengatasi hal tersebut mereka harus memfokuskan upaya pengalaman ke
arah internalisasi dari sikap positip ke arah belajar, sekaligus pembelajaran IPA
Terpadu mengarahkan siswa menggunakan keterampilan secara bermakna dan
langsung juga meningkatkan transfer belajar karena dekat denga kondisi riil/live
science).
3. Konsep Pembelajaran Terpadu dalam IPA
a. Kekuatan dan kelemahan Pembelajaran IPA terpadu
Kekuatan/manfaat yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran
terpadu antara laian sebagai berikut.
1. Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi
penghematan waktu, karena ketiga bidang kajian tersebut (Energi
dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan
proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih
materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
2. Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep
Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup
dan proses kehidupan.
3. Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena
peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih
luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
4. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia
nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi
IPA.
5. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
6. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif
yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik
dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman
menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan
memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks
lainnya.
Di samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran
IPA Terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya
tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep, oleh
karena itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang
akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA
memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut ini.
(a) Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi,
dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik,
guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca
buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian
tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam
IPA akan sulit terwujud.
(b) Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan
belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan
akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model
pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik
(mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).
Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran
terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
(c) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu
memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak
dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan
menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan
wawasan.
4. Pemaduan Konsep Dalam Pembelajaran IPA
Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang
kajian adalah menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik
mendapat pengalaman belajar yang dapat menghubungkaitkan konsepkonsep dari
berbagai bidang kajian. Pengertian terpadu di sini mengandung makna
menghubungkan IPA dengan berbagai bidang kajian (Carin 1997;236). Lintas
bidang kajian dalam IPA adalah mengkoordinasikan berbagai disiplin ilmu seperti
makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, materi dan
sifatnya, geologi, dan astronomi. Sebenarnya IPA dapat juga dipadukan dengan
bidang kajian lain di luar bidang kajian IPA dan hal ini lebih sesuai untuk jenjang
pendidikan Sekolah Dasar. Mengingat pembahasan materi IPA pada tingkat lebih
tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang pendidikan SMP/MTs dan
SMA/MA, akan lebih baik bila keterpaduan dibatasi pada bidang kajian yang
termasuk bidang kajian IPA saja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu banyak
guru yang terlibat, yang akan membuka peluang timbulnya kesulitan dalam
pembelajaran dan penilaian, mengingat semakin tinggi jenjang pendidikan, maka
semakin dalam dan luas pula pemahaman konsep yang harus diserap oleh peserta
didik. Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan TEMA, karena penentuan
tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
a. Peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih
bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri.
b. Peserta didik menjadi lebih percaya diri dan termotivas dalam belajar
bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
c. Peserta didik lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena
mereka ‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan
‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya.
d. Memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik.
e. Belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat secara aktif melalui
tugas proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan
dunia nyata. Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran
terpadu dalam IPA, sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan
antara IPA–lingkunganteknologi-masyarakat.
Berikut ini diberikan contoh pembelajaran IPA Terpadu dengan tema yang
bernuansa IPA-lingkungan-teknologi-masyarakat.
C. Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. IPA Terpadu SMP. 2006, November.
Direktorat Pembinaan SMA Jakarta. Petunjuk teknis Pengembangan Bahan Ajar.2009
Fogarty, R. (1991). How to integrate the curricula. Palatine: IRI/Skylight Publishing, Inc.
Glencoe Science. 2005. Life Science. McGrawHill: New York.
Glencoe Science. 2005. Pysical Science. McGrawHill: New York.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2006. Standar Isi Fisika Kelas X. Multi
Grafika.
Pusat Kurikulum, 2007. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. (Draft).
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS). Puskur. Jakarta.
www.puskur.net
Sumardi Yosaphat, 2008. Buku Materi Pokok Konsep Dasar IPA. Universitas Terbuka.