BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat IPA - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13010/2/T1... ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat IPA - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13010/2/T1... ·...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat IPA
Pada hakikatnya IPA merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan percobaaan (Induktif) namun pada perkembangan
selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif)
(Sulistyowati dan Wisudawati, 2015:22-30). Ada tiga istilah yang terlibat dalam hal
ini, yaitu “ilmu”, “Pengetahuan”, dan “Alam”. Ilmu adalah pengetahuan yang ilmiah,
pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah, artinya diperoleh dengan metode ilmiah.
Dua sifat utama ilmu adalah rasional, artinya masuk akal, logis, atau dapat diterima
akal sehat, dan objektif. Artinya, sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan,
atau sesuai dengan pengamatan. Dengan pengertian ini, IPA dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang sistematis yang dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-
gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi (Trianto,
2014:136). Adapun menurut Wahyana (2014:136) mengatakan bahwa “Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-
gejala alam”.
Dari berbagai pendapat yang telah dipaparkan di atas dapat dinyatakan bahwa
pada hakikatnya IPA merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode
ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap siswa seperti rasa ingin
tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Proses pembelajarannya menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Proses pembelajaran IPA
terdiri atas 3 tahap, yaitu perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.
8
Proses pembelajaran IPA dapat digambarkan pada gambar 2.1 di bawah ini :
Gambar 2.1
Siklus pembelajaran IPA
Latar belakang dari proses pembelajaran IPA menurut KTSP Standar Isi 2006
adalah Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari latar belakang
ini pembelajaran IPA mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan manusia pada
umumnya. Karena dengan adanya pembelajaran IPA ini, manusia akan termotivasi
untuk melakukan penemuan dan inovasi untuk menunjang kehidupannya.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat; 4) Mengembangkan keterampilan proses
Perencanaan
Proses Pembelajaran IPA
Pelaksanaan
Pembelajaran IPA
Penilaian Hasil
Hasil Belajar IPA
9
untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan; 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; 6)
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh
bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD meliputi berbagai aspek yang
berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Ruang lingkup tersebut yaitu makhluk
hidup dan proses kehidupan, meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya
dengan lingkungan, serta kesehatan. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya
meliputi cair, padat dan gas. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas,
magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. Bumi dan alam semesta meliputi
tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Pembelajaran IPA di SD harus mampu mendorong siswa untuk dapat memiliki
ketrampilan IPA yang berkaitan dengan Sains, Lingkungan, Teknologi dan
Masyarakat yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran IPA
berdasarkan ruang lingkupnya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran IPA
dibutuhkan strategi/metode pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk
memiliki ketrampilan salingtemas tersebut.
Metode pembelajaran yang dianggap memiliki potensial lebih dalam
mengembangkan pembelajaran IPA di SD menurut peneliti adalah metode Discovery
Learning. Hal ini dikarenakan metode pembelajaran Discovery Learning
(pembelajaran penemuan) guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan (Kurniasih, 2014:64). Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar
mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah
siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
pendidikan maupun produk pendidikan. Maka penyajian materi atau konsep tidak
10
dilakukan secara informatif melalui ceramah. Pembelajaran IPA, sebaiknya
melibatkan siswa dalam kegiatan yang memungkinkan siswa untuk membangun
pengetahuanya sendiri. Agar situasi ini terjadi maka pemilihan metode pembelajaran
menjadi penentu penting. Dengan demikian, diharapkan dengan menerapkan metode
discovery learning berbantuan benda konkret dalam pembelajaran tujuan
pembelajaran IPA seperti yang diharapkan dapat tercapai.
Dalam pembelajaran IPA demi tercapainya tujuan pembelajaran maka
disusunlah acuan dalam standar kompetensi (SK) yang kemudian diperinci ke dalam
kompetensi dasar (KD). Berdasarkan BNSP 2006 Tentang Standar Isi “Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar
minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan
dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun ke mampuan,
bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Seorang guru/dosen IPA wajib memiliki empat kompetensi, sebagaimana
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UU No. 14 Tahun 2005)
dan Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005). Kompetensi tersebut
ialah :
1) Kompetensi pedagogic, yaitu kemampuan melaksanakan proses
pembelajaran IPA;
2) Kompetensi professional yaitu kemampuan menguasai materi IPA;
3) Kemampuan kepribadian yaitu kemampuan menjadi teladan bagi
peserta didik dan sejawat, atasan, dan bawahan;
4) Kompetensi social, yaitu kemampuan hidup bermasyarakat di
sekolah maupun di luar sekolah.
2.2 Metode Discovery Learning
Menurut Sudjana (2008:76), metode pembelajaran adalah “cara yang
digunakan guru dalam menjalin hubungan dengan peserta didik pada saat
berlangsungnya pembelajaran”. Menurut Hamdani (2011:80) metode pembelajaran
adalah “cara yang digunakan guru untuk menyampaikan pembelajaran kepada
siswa”. Hal ini sependapat dengan Yamin (2007:281) “metode pembelajaran
11
merupakan cara melakukan atau menyajikan, menguraikan materi pembelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan”. Menurut Suprihatiningrum (2014:154) metode
pembelajaran adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Dari pendapat di atas menitikberatkan bahwa metode merupakan suatu strategi
atau cara yang digunakan dalam pembelajaran melalui penyajian, penguraian materi
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penggunaan metode
yang tepat akan berpengaruh pada penerimaan materi pembelajaran oleh siswa.
2.2.1 Pengertian Metode Discovery Learning
Dalam pembelajaran menggunakan Discovery Learning merupakan “proses
pengalaman” yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa di bawa ke dalam
suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan di dalam suatu prosedur
kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 2011:131-132). Menurut Sani
(2014:97) “metode Discovery Learning merupakan pembelajaran kognitif yang
menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik
belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri”. Kegiatan discovery dapat menambah
pengetahuan dan keterampilan peserta didik, hal ini sejalan dengan Illahi (2012:33-
34) “Discovery Learning merupakan salah satu metode yang memungkinkan para
anak didik terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar dan siswa mampu
menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang
sedang dipelajari”. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran discovery
learning siswa dilatih menarik kesimpulan dari fakta hasil pengamatan melalui
percobaan yang telah dilakukan.
Dalam discovery learning guru harus memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif dan guru berperan sebagai pembimbing. Sehingga guru
berperan sebagai motivator, fasilitator dan manager pembelajaran (Kosasih,
2014:84). Adapun karakteristik dalam discovery learning menurut Hosnan,
(2014:284) meliputi: 1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk
menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat pada
12
siswa; 3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas mengenai discovery learning
(penemuan) penting untuk diterapkan pada pembelajaran IPA yang pada dasarnya
menitikberatkan pada suatu proses penemuan dan guru disini lebih berperan penting
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara aktif. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar
menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak
meramalkan informasi tambahan yang diberikan. Pembelajaran dengan penemuan
membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi
informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
2.2.2 Langkah – Langkah Metode Discovery Learning
Berikut langkah- langkah operasional metode dicovery learning menurut
Sani dan Kurniasih (2014:68):
1) Tahap persiapan, meliputi: a) Menentukan tujuan pembelajaran; b)
melakukan identifikasi karakteristik pada peserta didik; c) memilih
materi pelajaran; d) menentukan topic-topik yang harus dipelajari
peserta didik secara induktif; e) Mengembangkan bahan-bahan belajar
yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari peserta didik; f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang
sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik; g) Melakukan penilaian proses
dan hasil belajar peserta didik.
2) Tahap pelaksanaan, meliputi: a) Stimulation; b) Problem
statement; c) Data collection; d) Data Processing; e) Verification; (f)
Generalization.
Tahap pelaksanaan discovery learning di atas meliputi enam tahap yaitu
stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification,
generalization berikut uraian langkah metode discovery learning dalam
melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih (2014:68) meliputi:
13
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
b) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka hadapi, merupakan
teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk
menemukan suatu masalah.
c) Data collection (pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan
dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta
didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d) Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang telah
diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
14
ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan
tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategori yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut
peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Menurut Syah (2005:244) “tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah
proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi”.
Menurut Sani, (2014:99), tahapan pembelajaran menggunakan metode
Discovery Learning secara umum sebagai berikut:
a) Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi,
dan memberikan penjelasan ringkas; b) Guru mengajukan
permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji;
c) Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau
mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau
buku. Guru membimbing dalam perumusan hipotesis dan
merencanakan percobaan; d) Guru memfasilitasi kelompok dalam
melaksanakan percobaan/investigasi; e) kelompok melakukan
percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis; f) Kelompok mengorganisasikan
dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau
pengamatan; g) Kelompok memaparkan hasil investigas (percobaan
atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru
membimbing peserta didik dalam mengkonstruksi konsep
berdassarkan hasil investigasi.
15
Berdasarkan pemaparan di atas, untuk memulai pembelajaran dengan
menggunakan metode Discovery Learning guru terlebih dahulu memaparkan topik
serta tujuan pembelajaran yang akan dipelajari dilanjutkan dengan mengajukan
permasalahan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. Setelah siswa
menemukan suatu masalah guru membuat kelompok kepada siswa untuk melakukan
percobaan dan mendiskusikan masalah yang telah diperoleh siswa dalam materi
pembelajaran. Kemudian guru memfasilitasi siswa berupa alat dan bahan untuk
melakukan percoban. Dalam melakukan percobaan siswa diminta untuk mengamati
dan menuliskan data atau informasi dari hasil percobaan tersebut. Setelah siswa
mendapatkan data atau informasi guru meminta siswa unuk membuat laporan sesuai
dengan informasi yang telah diperoleh dan meminta siswa untuk menyampaikan
laporan dari hasil percobaan tersebut.
2.2.3 Kelebihan Metode Discovery Learning
Metode Discovery Learning memiliki kelebihan/keuntungan dalam proses
pembelajaran. Adapun menurut Roestiyah (2012: 20-21) adalah sebagai berikut;
1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan;
memperbanyak kesiapan serta penguaaan keterampilan dalam proses
kognitif/pengenalan siswa; 2) Siswa memperoleh pengetahuan yang
bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam
tertinggal dalamjiwa siswa tersebut; 3) Dapat membangkitkan
kegairahan belajar para siswa; 4) Teknik ini mampu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai denan
kemampuannya masing-masing; 5) Mampu mengarahkan cara siswa
belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar
lebih giat; 6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah
kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri; 7)
Strategi itu berpusatpada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai
teman belajar saja; membantu bila diperlukan.
Sedangkan Kelebihan metode Discovery Learning menurut Kurniasih
(2014:66) adalah sebagai berikut;
1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha
penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
16
bagaimana cara belajarnya; 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui
metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian,
ingatan dan transfer; 3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena
tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil; 4) Metode ini
memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri; 5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan
belajarnya sendiri dengan melinatkan akalnya dan motivasi sendiri; 6)
Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya; 7)
Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan; 8) Membantu siswa menghilangkan
skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang
final dan tentu atau pasti; 9) Siswa akan mengerti konsep dasar dan
ide-ide lebih baik 10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan
teransfer kepada situasi proses belajar yang baru; 11) Mendorong
siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri 12) Mendorong siswa
berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; 13) Memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; 14) Proses belajar meliputi sesama
aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya; 15)
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa; 16) Kemungkinan
siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar; 17)
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Pembelajaran menggunakan metode discovery learning lebih berpusat
kepada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan,
artinya dalam pembelajaran discovery learning siswa akan lebih terlibat dan aktif
saat proses pembelajaran berlangsung, siswa akan mencari tahu sendiri informasi
atau data-data melalui percobaan yang dilakukan, tentunya akan menimbulkan rasa
senang pada siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang berdampak pada
meningkatnya keterampilan-keterampilan ataupun hasil belajar siswa.
2.2.4 Kekurangan Metode Discovery Learning
Selain kelebihan menggunakan metode discovery learning dalam pembelajaran
adapun Kekurangan metode discovery learning menurut Kurniasih (2014:67)
meliputi;
1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
17
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi; 2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar
jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama
untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah
lainnya; 3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat
buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan
cara-cara belajar yang lama; 4) Pengajaran discovery lebih cocok
untuk mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian; 5) Pada beberapa disiplin
ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa; 6) Tidak menyediakan kesempatan-
kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena
telah dipilih terlebih dahulu oleh guru
Dengan demikian untuk dapat mengatasi kekurangan metode Discovery
Learning yaitu guru harus membagi sama rata dalam kelompok yang kemampuan
lebih dan yang kurang dicampur agar yang kemampuannya kurang bisa dibimbing
oleh yang kemampuannya lebih. Selain itu untuk dapat mengatasi kekurangan
tersebut maka diperlukan bantuan guru yang dimulai dengan mengajukan beberapa
pertanyaan dan guru memberikan informasi secara singkat yang dapat dimuat dalam
lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran
dimulai, serta guru harus menjelaskan langkah-langkah metode Discovery Learning
kepada siswa melalui LKS yang telah dipersiapkan, sehingga siswa tidak mengalami
kebingungan atau kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan metode
Discovery Learning.
2.3 Metode Pembelajaran Konvensional
2.3.1 Pengertian Metode Pembelajaran Konvensional
Dalam pembelajaran menggunakan metode konvensional merupakan
“pembelajaran yang sudah terbiasa dilakukan oleh guru dan sifatnya berpusat pada
guru” (Majid dan Rochman 2014:184). Metode pembelajaran konvensional dilakukan
dengan menggunakan cara tradisional atau cara yang lama, yaitu dalam penyampaian
materi pembelajaran masih mengandalkan ceramah. Metode ceramah menurut
Rahyubi (2011:236) adalah sebuah metode atau cara mengajar yang dilakukan oleh
18
guru dengan menyampaikan materi, informasi atau pengetahuan secara lisan kepada
siswa. metode ceramah merupakan “suatu bentuk metode yang dilaksanakan oleh
guru dengan memberikan sejumlah informasi kepada sejumlah siswa, baik di dalam
atau di luar ruangan” (Soegeng Santoso dalam Etin Solihatin, 2013:122). Hal ini
sejalan dengan metode ceramah menurut James Popham, metode ceramah sebagai
metode mengajar dimana guru menyajikan informasi secara lisan (Etin Solihatin,
2013: 122).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas mengenai metode pembelajaran
konvensional merupakan metode ceramah sebagai suatu bentuk interaksi belajar
mengajar yang dilakukan melalui penjelasan secara lisan oleh guru terhadap
kelompok siswa. Guru menjadi pusat tumpuan keberhasilan metode ceramah, dan
komunikasi yang dilakukan hanya searah yakni dari guru kepada siswa. Dengan
demikian akibat dari komunikasi searah dalam metode ini, maka guru haruslah
memiliki keterampilan menjelaskan (explaining skills) dan kemampuan memilih dan
menggunakan alat bantu penjelasan yang tepat.
2.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Konvensional
Kelebihan model pembelajaran konvensional menurut Ruminiati (2007: 2.4)
sebagai berikut:
1) Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas.
2) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar.
3) Lebih mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
4) Biaya lebih murah dan dapat sekaligus untuk orang banyak.
5) Sangat tepat untuk guru yang akan memulai mengenalkan materi.
Sedangkan kelebihan metode pembelajaran konvensional Menurut Wina
Sanjaya (2006: 148) beberapa kelebihan metode ceramah diantaranya:
1. ceramah merupakan metode yang murah dan mudah, murah
maksudnya ceramah tidak memerlukan peralatan yang lengkap,
sedangkan mudah karena ceramah hanya mengandalkan suara guru
dan tidak memerlukan persiapan yang rumit;
2. ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas, artinya materi
pelajaran yang banyak dapat dijelaskan pokok-pokoknya saja oleh
guru;
19
3. ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu
ditonjolkan, artinya guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang
perlu ditekankan sesuai kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai;
4. melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas, karena kelas
merupakan tanggung jawab guru yang ceramah;
5. organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi
lebih sederhana.
Pembelajaran menggunakan metode konvensional lebih berpusat guru
berperan yang aktif mengeluarkan gagasan-gagasan, artinya dalam pembelajaran guru
dapat mengatur pokok-pokok materi yang perlu ditekankan sesuai kebutuhan dan
tujuan yang ingin dicapai dan metode yang murah dan mudah, murah maksudnya
ceramah tidak memerlukan peralatan yang lengkap, sedangkan mudah karena
ceramah hanya mengandalkan suara guru dan tidak memerlukan persiapan yang
rumit.
2.3.3. Kekurangan Metode Pembelajaran Konvensional
Selain kelebihan menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran
adapun kekurangan model pembelajaran konvensional menurut Ruminiati (2007: 2.4)
sebagai berikut:
1. Siswa dengan karakteristik audutif (mendengar) dapat menyerap
informasi lebih mudah.
2. Apabila selalu digunakan dan terlalu lama maka pembelajaran akan
terkesan membosankan.
3. Tidak memberi kesempatan untuk bertukar pikiran dengan teman.
Sedangkan kekurangan metode pembelajaran konvensional Menurut Suyitno
(dalam Sulistiyorini, 2007:16), pada umumnya pembelajaran konvensional yang
sering dilakukan oleh pendidik selama ini memiliki banyak kelemahan antara lain
sebagai berikut:
1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru
ke siswa. Tugas guru adalah memberi dan tugas siswa adalah
menerima.
2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan
pengetahuan. Siswa merupakan penerima pengetahuan yang pasif.
3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan siswa.
20
4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada
proses.
Dengan demikian untuk dapat mengatasi kekurangan metode pembelajaran
konvensional yaitu guru harus sudah menguasai materi dan sudah ditentukan urutan
penyampaiannya, dan pada saat penyampaian materei sebaiknya melalui gambar dan
alat-alat visual sehingga siswa memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap
apa isinya dan membuat catatan.
2.3.4 Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Konvensional
Etin Solihatin (2013:124) menjelaskan ada empat langkah pemakaian metode
ceramah meliputi:
1. Tahap persiapan ceramah
Tahap persiapan ceramah mencakup, mengorganisasi isi pelajaran
yang akan diceramahkan, mempersiapkan penguasaan isi pelajaran
yang akan diceramahkan, memilih dan mempersiapkan media
instruksional atau alat bantu yang akan digunakan dalam ceramah.
2. Tahap awal ceramah
Tahap awal ceramah mencakup, peningkatan hubungan guru-siswa,
peningkatan perhatian siswa, mengemukakan pokok-pokok isi
ceramah.
3. Tahap pengembangan ceramah
Tahap pengembangan ceramah mencakup memberi keterampilan
secara singkat dan jelas, mempergunakan papan tulis, menerangkan
kembali dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang yang lebih
jelas, memperinci dan memperluas keadaan, memberikan balikan
(feed back) sebanyak-banyaknya selama berceramah, mengatur
alokasi waktu ceramah.
4. Tahap akhir ceramah
Melakukan tanya jawab dan mengadakan evaluasi untuk
mengevaluasi keberhasilan proses pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan diatas, untuk memulai pembelajaran menggunakan
metode konvensional guru terlebih dahulu menyampaikan materi pokok, menjelaskan
materi, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan siswa dan guru memberikan
tes.
21
2.3.5 Peran Guru Dalam Metode Pembelajaran Konvensional
Peran guru dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran konvensional adalah sebagai pendidik dan pengajar. Pendidik berarti
dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di kelas, guru berperan untuk
membentuk sikap dan karakter siswa. Guru berperan sebagai pengajar berarti guru
sebagai penyalur dan penyampai informasi atau materi kepada siswa. Guru harus
dapat menguasai materi pelajaran karena dengan menguasai materi ajar akan lebih
yakin dalam merumuskan tujuan belajar mengajar di kelas sehingga apa yang
dipelajari siswa setelah selesai proses pembelajaran menjadi jelas, dapat menyajikan
materi pelajaran secara sistematis dan tidak loncat-loncat sehingga tidak membuat
siswa bingung. Guru dapat lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi
ajar. Menurut Abimanyu (2009: 6.4) dalam menggunaan metode pembelajaran
konvensional agar siswa tidak bosan dapat diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat membangkitkan konsentrasi siswa, menggunakan alat peraga untuk
menarik perhatian siswa dan mempermudah siswa dalam memahami materi yang
diajarkan, menciptakan interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, siswa-siswa dan
menggunakan gaya mengajar yang bervariasi.
2.4 Media Pembelajaran
Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, persaan, perhatian dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar (Sumiati,dkk 2009:160).
Menurut Schramm (Iswidayati, 2010: 2) mengatakan media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
dan mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Beberapa media yang dikenal dalam
pembelajaran antara lain : media visual (gambar atau foto, sketsa, diagram,
bagan/chart, kartun, poster, peta dan globe, papan planel, papan buletin), media
audio (radio, alat perekam magnetik atau tape recorder), media proyeksi diam (film
bingkai, film rangkai, OHP (overhead projector), opaque projektor, mikrofis), media
22
proyeksi gerak dan audio visual (film gerak, film gelang atau film loop, program tv,
video), multimedia, benda.
Hamdani (2011:243) “Media pembelajaran adalah komponen yang terdiri dari
suatu yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk dijadikan bahan sumber belajar
atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa, yang
dapat merangsang siswa untuk belajar”. Sedangkan menurut Hamalik (2011:50-52)
dijelaskan bahwa dengan bantuan berbagai media makna pembelajaran akan lebih
menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga dan dapat
menimbulkan pembelajaran lebih bermakna.
Menurut Kemp & Dayton (Arsyad, 2012:19) media pembelajaran memiliki tiga
fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan dan kelompok yang
pendengarnya dalam jumlah besar, yaitu 1) memotivasi minat atau tindakan 2)
menyajikan informasi 3) memberi instruksi.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan beberapa fungsi dari
media pembelajaran meliputi;
1. Menjembatani antara guru dan siswa dalam rangka menyampaikan materi bahan
ajar
2. Membantu siswa memahami bahan ajar 3. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan pembelajaran 4. Mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu 5. Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di
lingkungan mereka.
Raharjo (Iswidayati, 2010: 15) menjelaskan kelebihan menggunakan media dalam pembelajaran. Adapun kelebihan media dalam pembelajaran antara lain:
1) Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih jelas
dipahami siswa sehingga memungkinkan siswa menguasai tujuan
pengajaran lebih baik; 2) Metode mengajar akan lebih bervariasi; 3)
Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar; 4) Motivasi belajar
23
dari pada siswa dapat ditumbuhkan / dinaikkan; 5) Dapat mengatasi
sifat pasif dari para siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka media pembelajaran merupakan
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari guru kepada
penerima (siswa), dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga
dapat meningkatkan efektifitas dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2.5 Media Benda Konkret
Media benda konkret merupakan benda yang dapat dilihat, didengar atau
dialami peserta peserta didik sehingga memberikan pengalaman langsung kepada
peserta didik (Asyhar, 2012:55) dengan demikian guru dalam kegiatan mengajarnya
perlu secara continue menggunakan media benda konkret dalam pembelajaran.
Menurut Antoro (2011:32) dengan menggunakan media benda kongkret siswa akan
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan siswa lebih memahami materi pelajaran,
sehingga siswa mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa khususnya dalam
pembelajaran IPA. Hal ini sejalan dengan pendapat Jauhar (2011:85) Dengan
menggunakan media benda konkret siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan
dan petunjuk dari guru sehingga siswa mampu memahami konsep-konsep pelajaran
dengan baik.
Berdasarkan pendapat para ahli yang sudah dijelaskan diatas, dapat
disimpulkan bahwa media benda konkret banyak digunakan dalam proses
pembelajaran sebagai alat bantu untuk memperkenalkan subjek baru. Media konkret
mampu memberikan arti nyata kepada hal-hal yang sebelumnya hanya digambarkan
secara abstrak yaitu dengan kata-kata atau hanya visual.
Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum
media konkret berfungsi sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan
situasi bejar mengajar yang efektif, (b) Bagian integral dari
keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang
konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi
pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi
belajar siswa, (e). Mempertinggi mutu pembelajaran.
24
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka media benda konkret merupakan
pembelajaran yang lebih realistis, dapat memancing siswa untuk mengamati objek
secara langsung sehingga siswa akan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan
pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPA meningkat.
2.6 Penerapan Pembelajaran Metode Discovery Learning Berbantuan Media
Benda Konkret Dalam Pembelajaran Berdasarkan Standar Proses
Berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang standar proses
pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan
pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun
RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan
dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap
pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Berikut
uraian pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan Permendiknas No 41 Tahun
2007 tentang standar proses:
a) Pendahuluan, pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu
pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. b) Inti, kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. c) Penutup, penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
25
Berdasarkan uraian di atas tentang pelaksanaan pembelajaran, maka dapat
dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran meliputi tiga tahap yang harus
dilakukan, yaitu: tahap kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup. Dalam
kegiatan pendahuluan, langkah yang harus dilakukan guru meliputi, menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang akan dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau
kompetensi dasar yang akan dicapai, menyampaikan cakupan materi dan penjelasan
uraian kegiatan sesuai silabus. Dalam kegiatan inti, harus menggunakan metode yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat
meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Dalam kegiatan penutup,
langkah yang harus dilakukan guru adalah bersama-sama dengan peserta didik
simpulan pelajaran, melakukan penilaian, memberikan umpan balik terhadap proses
dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dan menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Berdasarkan langkah-langkah metode Discovery Learning, dapat di buat sintak
metode pembelajaran Discovery Learning berbantuan media benda konkret sesuai
standar proses sebagai berikut:
1. Rencana pembelajaran (persiapan), meliputi
a. merumuskan indikator yang akan dicapai .
b. merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan
menggunakan meetode Discovery Learning pada mata pelajaran IPA
melalui penyusunan RPP .
c. menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan .
d. membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran saat
tindakan berlangsung .
e. membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam
pembelajaran
26
2. Pelaksanaan, meliputi
1. Kegiatan awal
a. Guru memeriksa kesiapan siswa pembelajaran
b. Siswa mengucapkan salam dan berdoa
c. Presensi kehadiran siswa
d. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai.
2. Kegiatan inti
1). Eksplorasi
Fase 1 : Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
a. Guru memberikan apersepsi sesuai topik yang akan diajarkan.
b. Guru memberikan pertanyaan berpikir kepada siswa untuk merangsang
berpikir.
c. Saat siswa mampu menjawab apersepsi, guru mengajak siswa untuk
membaca materi dan memberi motivasi.
d. Guru menyajikan materi yang akan di diskusikan dengan menunjukkan
media benda konkret.
2). Elaborasi
Fase 2 : Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (4-5 orang)
b. Guru membagi lembar diskusi dan materi serta media benda konkret yang
sesuai dengan materi percobaan yang akan dilakukan.
c. Guru menyampaikan rumusan masalah pada setiap kelompok.
d. Guru mengajak siswa mengidentifikasi masalah dari percobaan yang akan
dilakukan.
e. Guru mengajak siswa merumuskan hipotesis percobaan.
27
Fase 3 : Data collection (pengumpulan data)
a. Guru membimbing siswa untuk aktif dalam percobaan dengan
menggunakan media benda konkret.
b. Guru mengajak siswa mengumpulkan data yang relevan dengan
menggunakan media benda konkret dalam kegiatan percobaan.
c. Guru membimbing siswa untuk mencatat hasil hasil pengumpulan data.
d. Guru mengamati dan membimbing siswa dalam kelompok.
Fase 4 : Data processing (pengolahan data)
a. Guru mengajak siswa untuk bekerja sama untuk mengolah data yang
diperoleh dengan menggunakan media benda konkret.
b. Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dalam menafsirkan hasil data
yang diperoleh siswa.
Fase 5 : Verification (pembuktian)
a. Guru melibatkan siswa melakukan percobaan sesuai dengan langkah-
langkah kegiatan percobaan yang sudah dibagikan oleh guru dengan
benar dan menggunakan media benda konkret dengan antusias.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menganalisis data
yang diperoleh dari kegiatan percobaan yang sudah dilakukan.
c. Guru melibatkan siswa dalam membuktikan hipotesis yang telah
ditetapkan.
Fase 6 : Generalization (generalisasi/menarik kesimpulan)
a. Guru memberian kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dalam
membuat kesimpulan dari data yang sudah dianalisis.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan presentasi
dalam menyampaikan data atau informasi yang sudah dianalisis.
28
3). Konfirmasi
a. Guru meluruskan konsep yang deiperoleh siswa terkait dengan materi
yang dipelajari.
b. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya
mengenai materi yang belum jelas.
c. Guru memberikan umpan balik dan penguatan
3. Kegiatan penutup
a. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa untuk membuat rangkuman
atau kesimpulan materi yang telah dipelajari.
b. Guru melakukan evaluasi untuk mengetahui berhasil tidaknya dalam
pembelajaran.
2.7 Hasil Belajar
2.7.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Sudjana (2005:22) adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Hamalik
(2006:30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari
tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan menurut Suprijono (2014:7) adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan pendidikan baik
tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar
dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Hasil belajar menurut Gagne (Sumantri, 2004: 14) terdiri dari lima macam
kemampuan yaitu:
a) ketrampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis,
hitung sampai kepada penalaran yang rumit. b) Strategi kognitif,
mengatur cara belajar dan berpikir seorang di dalam arti seluas-
luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c) Informasi
verbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta. d) Ketrampilan
29
motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga, dsb. e) Sikap dan
nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang
dimulai seseorang.
Dimyati dan Mudjiono (2008:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
hasil dari interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar dan dari sis guru, tindakan
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar sedangkan dari siswa, hasil belajar
merupakan berakhirnya pengalaman belajar. Sementara itu Hamalik (2008:36)
menyatakan bahwa “hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan
perubahan kelakuan”.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, menyatakan bahwa hasil
belajar yang diharapkan sangat bergantung pada jenis dan karakteristik materi dan
mata pelajaran yang disampaikan, ada mata pelajaran yang lebih dominan kognitif,
afektif maupun psikomotorik (Rusman 2012:126). Klasifikasi hasil belajar menurut
Bloom dalam Agus Suprijono (2009:6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik:
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap. 3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak.
Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku
ranah kognitif, sebagai berikut:
a) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan hal yang telah dipelajari
dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan
fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode; b)
Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari; c) Penerapan, mencakup kemampuan
menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang
nyata dan baru. d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu
kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat
dipahami dengan baik; e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk
suatu pola baru; f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk
30
pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
Menurut Arikunto (2008:8) “guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan
penilaian terhadap hasil belajar siswa karena dalam dunia pendidikan khususnya
dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi
siswa, guru maupun sekolah”. Menurut Krathwohl, Blom & Masia (Suprihatiningrum
jamil, 2014:39) menyatakan bahawa “Hasil belajar aspek kognitif merupakan
kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan
masalah, seperti pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintetis, analisis dan
pengetahuan evaluatif”.
Menurut Widoyoko (2014:51) “tes merupakan salah satu alat untuk melakukan
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Di
antara objek tes adalah kemampuan siswa”. Dilihat dari waktu pelaksanaanya tes
dapat dibedakan menjadi: 1) pre-test dan post-test: 2) tes formatif dan tes sumatif
diuraikan sebagai berikut:
1) Pre-test dan post-test, Pre-test merupakan salah satu bentuk tes
yang dilaksanakan pada awal proses pembelajaran, dan post-test
merupakan salah satu bentuk tes yang dilaksanakan setelah kegiatan
inti; 2) Tes formatif dan tes sumatif, Tes formatif merupakan satu
bentuk tes yang dilaksanakan setelah siswa menyelesaikan satu unit
pembelajaran. Sedangkan tes sumatif merupakan tes yeng dilakukan
pada setiap akhir pembelajaran atau akhir satu satuan waktu yang
didalamnya tercakup satu pokok bahasan. (Widoyoko, 2014:51)
Berdasarkan pemaparan di atas dan halaman sebelumnya semakin jelas
bahwa hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pebelajaran. Hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh
seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. Untuk mengetahui seberapa
ketercapaian hasil belajar siswa dilakukan pengukuran atau penilaian dalam
kegiatan belajar melalui tes dan nontes. Berdasarkan waktu pelaksanaannya tes dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pretest-postest.
31
2.7.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil perilaku yang diperoleh siswa setelah
melaksanakan kegiatan belajar (Rifa’I dan Anni 2009:85) hasil belajar dapat dikatan
sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilakukan
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.
Hamdani (2011:60) menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar sebagai berikut:
1) Model pembelajaran, untuk mencapai ketuntasan hasil belajar,
diantarannya pembelajaran individu, pembelajaran kelompok, dan
tutorial. 2) Peran guru, guru harus inisiatif dalam hal menjabarkan
KD, mengajarkan materi, memonitor pekerjaan siswa, serta menilai
perkembangan sosial dalam mencapai kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotorik), menggunakan teknik diagnosis, menyediakan alternatif
strategi pembelajaran siswa yang kesulitan belajar. 3) Peran siswa,
Siswa diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian
kompetensi.
Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2010:19) “secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal”. Berikut uraian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar:
1.) Faktor Internal, faktor yang ada dalam individu yang sedang
belajar, meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; 2) Faktor-
faktor eksogen/eksternal, faktor yang ada di luar individu yang sedang
belajar, meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah ,dan faktor
masyarakat, faktor instrumental.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat nyatakan
bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks, artinya bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung, yaitu: 1) faktor
internal meliputi: faktor fisiologis dan faktor psikologis; 2) faktor eksternal meliputi:
faktor lingkungan sosial dan non lingkungan sosial, serta peran siswa, peran guru,
serta model yang digunakan dalam pembelajaran. Maka untuk memaksimalkan
situasi, kondisi, dan kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa, penelitian ini
mencoba menggunakan metode discovery learning dalam pembelajaran IPA.
32
discovery learning merupakan metode pembelajaran yang berperan untuk
mengaktifkan siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar (PBM)
berlangsung, siswa lebih diarahkan untuk berusaha menemukan konsep sendiri
melalui percobaan baik dalam individu maupun kelompok. Sehingga dengan
mendapatkan peluang yang lebih banyak untuk melakukan percobaan maka
pengetahuan yang didapatkan akan tersimpan lebih lama dalam ingatan siswa.
Dengan demikian, penelitian dengan mengunakan discovery learning dalam
pembelajaran, sangat memungkinkan siswa merasa senang dan tertarik dalam
pembelajaran, sehingga siswa akan lebih aktif dan mudah dalam menguasai meteri
yeng telah diberikan oleh guru, yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar
siswa.
2.8 Hubungan Metode Discovery Learning Berbantuan Media Benda Kongkret
Dengan Hasil Belajar
Menurut Sulistyawati dan Wisudawati (2014:80) “discovey learning
merupakan metode pembelajaran esensial dalam melaksanakan proses pembelajaran
IPA”. menjadi bagian dari model-model pembelajaran IPA yang lain. Proses
pembelajaran IPA yang menitikberatkan pada suatu proses penemuan tentang alam
sehingga diperlukan metode pembelajaran yang mampu meningkatkan proses
mental, rasa ingin tau, dan berfikir logis-kritis peserta didik. Proses penemuan
terhadap suatu objek dalam IPA mengarah pada suatu penyelidikan. Sedangkan hasil
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajaranya, kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Menurut Hamdani (2011:60) “hasil model ataupun metode
pembelajaran untuk mencapai ketuntasan hasil belajar dan peran guru serta siswa
dalam proses pembelajaran”. Dengan demi metode yang tepat dan sesuai dengan
karakteristik siswa serta materi yang dipelajari dapat mempermudah pemahaman
siswa dalam mempelajari materi yang tentunya berpengaruh pada hasil belajar siswa.
33
Menurut Trianto (2014:151) didefinisikan “IPA sebagai pengetahuan yang
diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan dedukasi
untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya”.
Dengan demikian pembelajaran menggunakan metode discovery Learning
berbantuan media benda konkret tepat untuk diterapkan pada pelajaran IPA yang
membutuhkan percobaan atau eksperimen dalam proses pembelajaran. Sehingga
dengan menerapkan metode discovery learning berbantuan media benda kongkret
dalam pembelajaran IPA, maka pembelajaran akan lebih efektif dan siswa akan lebih
mudah untuk memahami materi yang dipelajari dengan bantuan media benda konkret
yang akan berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa. Dengan demikian
metode discovery learning berbantuan media benda kongkret dapat meningkatkan
pencapaian hasil belajar IPA.
2.9 Kajian Penelitian Yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini peneliti berusaha mencari penelitian yang
relevan yang telah dilakukan peneliti lain sebelumnya. Penelitian relevan yang telah
penulis temukan antara lain:
Menurut Penelitian yang dilakukan Fransiskus Redi, (2012) dengan judul
“pengaruh penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery)
terhadap hasil belajar siswa mata pelajaran matematika kelas III SDN Tlogo
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar
matematika antara siswa yang menggunakan model penemuan terbimbing (guided
discovery) dalam pembelajaran dengan siswa yang menggunakan model
konvensional dalam pembelajaran. Penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata
prestasi belajar siswa yang diberi perlakuan atau kelas eksperimen dengan
menggunakan model penemuan terbimbing (guided discovery) adalah 74,85
sedangkan menggunakan model konvensional atau kelas kontrol, hasil rata-rata
adalah 62,93. Berdasarkan perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen (guided
discovery) dan kelas kontrol (konvensional) dapat dinyatakan bahwa terdapat
34
pengaruh yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang dalam
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided
discovery) dengan siswa yang dalam pembelajaranya menggunakan model
konvensional. Rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok
kontrol. Hal ini berarti pembelajaran melalui model pembelajaran penemuan
terbimbing (guided discovery) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran matematika di SD.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratikno, 2012 dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPA Melalui Penerapan Metode Discovery Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1
Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran
2011/2012”. Setiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning),
implementasi/tindakan (action), observasi (observation), dan refleksi (refleksion).
Berdasarkan hasil analisis data pada siklus 1 aktivitas siswa secara klasikal adalah
68%. Pada siklus 2 mencapai 95%. dengan hasil yang dicapai tersebut dapat
dinyatakan tuntas.dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran
terjadi peningkatan hasil belajar pada siswa kelas VI SD Negeri Sugihan Kecamatan
Toroh Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012dengan
menggunakan penerapan Discovery Learning.
Menurut penelitian yang dilakukan Lisa Saputri (2012) dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Metode Discovery Pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi Terhadap
Hasil belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012”, dapat disimpulkan bahwa hasil uji hipotesis menggunakan
beda rata-rata yaitu Independent Sampel T-test diperoleh nilai sig. 0,000 kurang dari
0,05 maka Ho ditolak dan diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada pelajaran IPA siswa
kelas IV B SD Kristen Satya Wacana menggunakan metode Discovery dengan hasil
belajar IPA siswa kelas IV A SD Kristen Satya Wacana menggunakan metode
konvensional, maka treatmen yang diberikan dapat berpengaruh signifikan. Jadi
35
penggunaan metode Discovery pada pelajaran IPA pokok bahasan bunyi berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II
Tahun Pelajaran 2011/2012.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Javid Nama Ayu Laksmi (2012)
dengan judul “Pengaruh Implementasi Metode Discovery Terhadap HAsil Belajar
IPA Siswa Kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2011/2012”, dapat disimpulkan bahwa hasil uji perbedaaan rata-rata Independent
Sampel T-test didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu sebesar 2,154 dengan
t tabel sebesar 2,004 maka ada perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Dengan melihat signifikasi, pada hasil uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari
0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dari hasil penelitian didapat bahwa implementasi metode discovery berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga Semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Vera Atmawati (2012) dengan judul
“Perbedaan Hasil Belajar Matematika Yang Diajar Dengan Metode Ekspositori Dan
Metode Discovery kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang”, dapat
disimpulkan bahwa bedasarkan uji t yang dilakukan, didapatkan nilai signifikan
sebesar 0,026 kurang dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar yang signifikan antara siswa yang diajar dengan metode discovery dan
ekspositori. Hal ini diperkuat dengan nilai rata-rata siswa yang diajar dengan
menggunakan metode Discovery sebesar 82,1 dan rata-rata yang diajar dengan
menggunakan metode ekspositori sebesar 71,9. Hasil belajar siswa yang diajar
dengan menggunakan metode Discovery lebih baik disbanding disbanding dengan
siswa yang diajar dengan menggunakan metode ekspositori.
36
Penelitian yang dilakukan oleh Fransiskus Redi (2012) mengkaji tentang
Pengaruh penggunaan model terbimbing (guided discovery) terhadap hasil belajar
siswa pada mata pelajaran matematika, penelitian yang dilakukan oleh Pratikno
(2012) di fokus pada peningkatan hasil belajar IPA melalui metode Discovery,
penelitian yang dilakukan oleh Lisa Saputri (2012) mengkaji tentang pengaruh
penggunaan metode Discovery pada pelajaran IPA pokok bahsan bunyi terhadap hasil
belajar siswa, penelitian yang dilakukan oleh Javid Nama Ayu Laksmi (2012)
mengkaji tentang pengaruh implementasi metode discovery terhadap hasil belajar
IPA, penelitian yang dilakukan oleh Vera Atmawati (2012) mengkaji tentang
perbedaan hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan metode
ekspositori dan discovery. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fransiskus
Redi (2012), Pratikno (2012), Lisa Saputri (2012), Javid Nama Ayu Laksmi (2012),
Vera Atmawati (2012) di atas menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran
discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari adanya
peningkatan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran discovery.
Dari beberapa penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
diperoleh persamaan dan perbedaan. Untuk memperjelas persamaan dan perbedaan
dalam penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
akan disajikan dalam tabel 2.1 berikut:
37
Tabel 2.1
Persamaan Dan Perbedaan Penelitian
No
Nama
Peneliti
Variabel Penelitian
Hasil
belajar
Kelas
Metode
Discovery
learning
Media Benda
Konkret
Ada Tidak
1. Fransisku
s Redi
- Hasil belajar
Matematika
3 SD
2.
Pratikno
- Hasil belajar
IPA
VI SD
3. Lisa
Saputri
- Hasil belajar
IPA
IV SD
4. Javid
Nama
Ayu
Laksmi
- Hasil belajar
IPA
V SD
5. Vera
Atmawati
- Hasil belajar
Matematika
VII
SMP
6. Peneliti
Hasil belajar
IPA
IV SD
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat persamaan dan perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Persamaannya yaitu pada
variabel pembelajaran metode discovery learning dan hasil belajar dengan kelima
penelitian yang telah disajikan. Sedangkan perbedaannya yaitu pada media benda
konkret yang merupakan pembelajaran yang lebih realistis, yang dapat memancing
siswa untuk mengamati objek secara langsung sehingga siswa akan lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA.
Sehingga dengan menerapkan metode Discovery Learning berbantuan media benda
konkret ini berfungsi sebagai pendukung terlaksananya proses kegiatan belajar
mengajar.
Hasil
38
Dengan harapan kemampuan siswa bertambah dan anak mampu melakukan
percobaan IPA secara langsung dengan media benda konkret. Sehingga dalam
pembelajaran IPA anak tidak hanya membayangkan dalam pikiran saja. Berdasarkan
persamaan dan perbedaan yang telah dilakukan dengan penelitian sebelumnya
terdapat persamaan yang telah diyakini dapat meningkatkan hasil belajar melalui
strategi ataupun metode pembelajaran penemuan (discovery learning) pada mata
pelajaran IPA, dimana dalam pembelajaran metode ini dapat menimbulkan semangat
dan antusias belajar siswa yang tinggi, sehingga siswa mampu terlibat secara aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran dan hasil belajar siswa mengalami
peningkatan.
2.10 Kerangka Pikir
Pembelajaran merupakan salah satu cara siswa untuk memperoleh sebuah
pengetahuan. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan metode dan media akan mengurangi kondisi
belajar yang monoton dan akan memberikan daya tarik siswa untuk mengikuti
pembelajaran. Salah satu pendekatan dan metode yang dapat digunakan oleh guru
dalam mata pelajaran IPA adalah dengan menerapkan metode discovery learning
berbantuan media benda konkret, dimana dalam metode discovery learning
berbantuan media benda konkret siswa akan dilatih dapat menemukan konsep
ataupun informasi terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru, dengan cara
melakukan sebuah percobaan atau praktek langsung. Dalam menyelesaikan
percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan sebuah masalah
dengan cara mereka sendiri, hal ini dapat menimbulkan antusias siswa dalam
mengikuti pembelajaran yang tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Sehingga dengan bantuan media benda konkret dalam proses pembelajaran akan
lebih realistis, dapat memancing siswa untuk mengamati objek secara langsung
sehingga siswa akan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pemahaman konsep
siswa pada pembelajaran IPA meningkat.
39
Pembelajaran IPA menggunakan metode Discovery Learning berbantuan media
benda konkret sangat memungkinkan siswa dapat terlibat secara langsung dalam
Proses Belajar Mengajar (PBM) sehingga siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran
IPA. Selain itu, dengan metode Discovery Learning berbantuan media benda konkret,
siswa dimungkingkan untuk mengalami sendiri bagiamana caranya menemukan
keterkaitan-keterkaitan baru dan bagaimana cara meraih pengetahuan melalui
kegiatan mandiri.
2.11 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, kajian pustaka, dan kerangka
penlitian,maka dapat dirumuskan hipotesis:
H0 : X1 = X2
Keterangan: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode
discovery learning berbantuan media benda konkret dengan pembelajaran
konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 04 Banjarejo
kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan
H1 : X1 > X2
Keterangan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan metode
discovery learning berbantuan media benda konkret dengan pembelajaran
konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 04 Banjarejo
kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan.