BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat IPA SD · eksperimentasi, dan penyelidikan. Dari...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat IPA SD · eksperimentasi, dan penyelidikan. Dari...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat IPA SD
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal dengan istilah sains.
Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”.
Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari science yang berarti “pengetahuan”.
IPA disebut juga dengan natural science. Jadi IPA atau Science disebut sebagai
ilmu tentang alam ini (dalam Deasi, 2009: 2). Makhrus, dkk (2008: 2) menyatakan
bahwa pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat melalui
pemberian langsung sehingga mampu mengembangkan kompetensi siswa untuk
dapat menjelajah alam sekitar yang dilakukan secara ilmiah.
Carin menyatakan bahwa sains merupakan kegiatan yang berupa
pertanyaan, penyelidikan, penemuan tentang alam semesta, untuk dapat
mengungkapkan tentang rahasia alam. Wonoraharjo (2010: 11) menyatakan
bahwa sains merupakan pengetahuan yang berada dalam sistem berfikir dan
konsep teoritis, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja.
Menurut Conant (dalam Bundu, 2006: 10) menyatakan bahwa sains merupakan
deretan konsep yang berhubungan dengan hasil eksperimentasi dan observasi.
Menurut Darmojo (dalam Samatowa, 2006: 2) menyatakan bahwa sains adalah
pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta beserta segala
isinya. Dari pendapat beberapa ahli maka hakikat dari IPA atau sains merupakan
suatu konsep teoritis yang mencakup segala macam pengetahuan yang
berhubungan dengan alam semesta yang dilakukan melalui observasi,
eksperimentasi, dan penyelidikan. Dari hakikat IPA tersebut terkandung makna
IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah.
Mata Pelajaran IPA menurut Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
10
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat, 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, 5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan
lingkungan alam, 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, 7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD meliputi berbagai aspek yang
berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Ruang lingkup tersebut yaitu makhluk
hidup dan proses kehidupan, meliputi manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. Benda/materi, sifat-sifat dan
kegunaannya meliputi cair, padat, dan gas. Energi dan perubahannya meliputi
gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. Bumi dan
alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA menjadi arah dan landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Menurut Lampiran Permendiknas No. 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi IPA SD/MI, Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan adalah standar kompetensi dan
kompetensi dasar kelas 5 semester II, dapat dilihat pada tabel berikut:
11
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas 5 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya
5. Memahami hubungan antara
gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya.
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak,
dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya
gesek, gaya magnet).
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat
membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya
melalui kegiatan membuat suatu
karya/model.
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop
atau lensa dari bahan sederhana dengan
menerapkan sifat-sifat cahaya.
Bumi dan Alam
Semesta
7. Memahami perubahan yang
terjadi di alam dan hubungannya
dengan penggunaan sumber daya
alam.
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah
karena pelapukan.
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah.
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.
7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan
manusia yang dapat mempengaruhinya.
7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di
Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan
lingkungan.
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia
yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian,
perkotaan, dsb).
Penilaian pada proses pembelajaran IPA di SD diarahkan pada ranah
kognitif, psikomotor, dan afektif. Ranah kognitif mencakup kemampuan siswa
untuk menggunakan pengetahuannya dalam berfikir dan menyelesaikan masalah.
Ranah psikomotor mencakup kemampuan untuk menunjukkan keterampilan
melalui tindakan. Ranah afektif mencakup pencapaian perasaan. Hal tersebut
disesuaikan dengan pengertian hakikat IPA yang membahas tentang pengetahuan
dan pemahaman konsep-konsep IPA (kognitif), keterampilan proses meliputi
kegiatan ilmiah untuk menyelidiki alam sekitar (psikomotor), dan
mengembangkan rasa ingin tahu tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (afektif).
Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang penulis gunakan dalam
12
penilaian. Ranah kognitif ini yang nantinya akan diteliti perbandingan hasil
belajar pada kedua model pembelajaran dalam penelitian. Ranah kognitif akan
terlihat pada data hasil tes pada saat siswa mengerjakan soal pretest dan posttest.
Pembelajaran IPA di SD harus mampu mendorong siswa utuk dapat
memiliki keterampilan IPA yang berkaitan dengan Salingtemas (Sains,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang digunakan untuk merancang suatu
karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah. Oleh karena
itu dalam proses pembelajaran IPA diperlukan model pembelajaran yang mampu
mengarahkan siswa untuk memiliki keterampilan salingtemas tersebut. Terdapat
berbagai model pembelajaran yang potensial terhadap perkembangan
pembelajaran IPA di SD. Model-model tersebut diantaranya, Problem Based
Learning (PBL), Discovery Learning, Group Investigation, Inquiry, Project Based
Learning (Pjbl), Problem Solving, Problem Posing, Creative Problem Solving
(CPS), dan Problem Based Introduction (PBI).
Model potensial tersebut lebih dirancang pada proses penemuan melalui
tahapan pendekatan saintifik. Namun untuk sampai pada tahapan saintifik, siswa
harus diperkenalkan terlebih dahulu pada pemahaman konsep-konsep
pengetahuan. Konsep pengetahuan menjadi pondasi awal dalam mempelajari IPA.
Oleh karena itu, sebaiknya guru perlu merancang model pembelajaran yang dapat
mempermudah siswa dalam memahami konsep-konsep pengetahuan.
Pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan pada pembelajaran IPA untuk lebih
menekankan pada konsep-konsep pengetahuan dapat dilakukan guru dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif. Terdapat berbagai macam model
pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan, antara lain SAVI, STAD (Student
Teams Achievement Division), TAI (Team Assisted Individualy), TPS (Think Pairs
Share), Jigsaw, Make-A Match, Examples Non Examples, NHT (Numbered Head
Together), dan TGT (Teams Games Tournament).
Model alternatif yang dirasa memiliki potensi lebih yang menekankan
pada pemahaman konsep pengetahuan dengan melibatkan tutor sebaya dalam
mengembangkan pembelajaran IPA di SD menurut penulis adalah model
Numbered Heads Together (NHT) dan Teams Games Tournament (TGT). Hal ini
13
dikarenakan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dan Teams
Games Tournament (TGT) memiliki karakteristik yang sama dengan pembelajaran
IPA yaitu untuk dapat memahami pengetahuan tentang konsep-konsep IPA
diperlukan peran siswa sebagai tutor sebaya, sehingga memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks dengan adanya kerja sama kelompok. Keterlibatan siswa dalam
kelompok menumbuhkan keaktifan siswa serta dapat mengembangkan interaksi
sosial dalam diri siswa.
2.1.2 Model Pembelajaran
Menurut Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2009: 22), mengemukakan
maksud dari model adalah kerangka konseptual dalam bentuk prosedur yang
sistematis berdasarkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang dan para pengajar dalam
merencanakan proses belajar mengajar. Sedangkan menurut Arends (dalam
Suprijono, 2009: 46) model pembelajaran mengarah pada pendekatan
pembelajaran, yang mencakup tujuan, tahapan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2009: 22) model pembelajaran adalah
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joyce
juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke desain
pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Jadi berdasarkan pendapat para ahli (Soekamto, Arend, dan Joyce) dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pendekatan pembelajaran
yang berupa prosedur untuk merencanakan aktivitas belajar mengajar yang
mencakup cara-cara menyampaikan materi pembelajaran sehingga mampu
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya
dengan pencapaian tujuan pengajaran. Tujuan dari penggunaan model
pembelajaran pada hakikatnya adalah untuk menjadi pedoman bagi guru atau
pengajar dalam melaksanakan pembelajaran. Selain itu tujuan model
14
pembelajaran bagi siswa adalah mampu meningkatkan kapabilitas untuk dapat
belajar lebih mudah dan efektif pada masa yang akan datang, baik karena skill dan
pengetahuan yang mereka peroleh maupun karena penguasaan mereka tentang
proses belajar yang lebih baik (Joyce, 2009: 7).
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dibutuhkan dalam pelaksanaan
suatu proses pembelajaran, agar tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai
dengan baik. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
siswa SD yang suka berkelompok adalah model pembelajaran kooperatif. Sesuai
dengan namanya kooperatif yang artinya kerja sama, model ini dapat membantu
meringankan siswa dalam memahami konsep yang sulit.
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.
Menurut Slavin (dalam Trianto, 2009: 35) berpendapat bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga
merangsang siswa untuk bergairah dalam belajar. Sedangkan Johson (dalam
Trianto, 2009: 36) mengemukakan cooperative learning berarti juga belajar
bersama-sama, saling membantu dalam belajar dan memastikan setiap orang
dalam kelompok mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Tanirejo (2011:
55) pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan antara siswa satu dengan
siswa lain untuk saling bekerja sama dalam tugas terstruktur. Jadi berdasarkan
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang
anggotanya heterogen sehingga terjadi suatu kerja sama untuk saling membantu
dalam tugas terstruktur antara yang satu dengan yang lain dalam belajar agar
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Terdapat berbagai tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran kooperatif
15
tersebut yaitu Picture and Picture, Jigsaw, Think Pair Share, Student Student
Teams Achievement Division, Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a
Match, Inside-Outside Circle, Numbered Head Together, dan Teams Games
Tournament. Dari beberapa model pembelajaran kooperatif tersebut, dua model
pembelajaran kooperatif yang telah disebutkan terakhir paling dianggap memiliki
potensi lebih dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di SD, karena di
dalam model NHT dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dengan
melibatkan banyak siswa untuk menelaah materi yang tercakup dalam pelajaran
dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran sekaligus terdapat unsur
permainan yang semakin membuat anak belajar dengan menyenangkan.
Sedangkan model pembelajaran TGT juga memiliki karakteristik yang
hampir sama dengan model (NHT) yaitu mempengaruhi pola interaksi siswa dan
mengandung unsur reiforcement. Dalam kaitannya dengan materi IPA yang
diambil yaitu tentang peristiwa alam, model pembelajaran NHT dan TGT
diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi siswa bekerja dalam kelompok
untuk dapat memperdalam konsep pengetahuan tentang berbagai peristiwa alam.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered
Head Together)
Menurut Kagan, dkk (dalam Trianto, 2009: 82) NHT merupakan model
kooperatif yang lebih banyak melibatkan siswa dalam menelaah materi dan
mengecek pemahaman terhadap isi pelajaran. Model pembelajaran tipe NHT
merupakan tipe kooperatif yang menekankan pada struktur khusus untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik (dalam Trianto, 2010: 82). Sedangkan menurut Nur (2011:
70) model pembelajaran NHT pada dasarnya merupakan variasi diskusi kelompok
dengan ciri khasnya guru menunjuk siswa yang mewakili kelompoknya tanpa
pemberitahuan sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe NHT merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam diskusi kelompok yang dirancang untuk meningkatkan penguasaan
16
akademik siswa dengan ciri khasnya guru menunjuk salah satu siswa yang
mewakili kelompok tanpa pemberitahuan sebelumnya.
2.1.4.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran NHT
Tiga konsep yang menjadi ciri-ciri pembelajaran NHT menurut Ibrahim
(2000: 29), yaitu: 1) Hasil belajar akademik struktural,untuk meningkatkan kinerja
dalam tugas akademik, 2) Pengakuan adanya keseragaman, mau menerima
teman-temannya dari berbagai latar belakang, dan 3) Pengembangan keterampilan
sosia, untuk melatih bertanya, menghargai pendapat, dan mau bekerja kelompok.
2.1.4.3 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran NHT
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Ibrahim (dalam Lie,
2008: 59) memiliki empat langkah yaitu penomoran, pengajuan pertanyaan,
berfikir bersama, dan pemberian jawaban. Dari langkah keempat tersebut,
kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan menjadi enam langkah.
Adapun dari keenam langkah tersebut adalah:
1) Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan Skenario Pembelajaran (SP), Lembar
Kerja Siswa (LKS) .
2) Penomoran (Numbering)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5
orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan
nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan
percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin
dan kemampuan belajar.
3) Pertanyaan (Questioning) dan berfikir bersama (Heads Together)
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir
bersama untuk meyakinkan bahwa tiap siswa mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
oleh guru.
17
4) Pemberian Jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada siswa di kelas.
5) Memberi kesimpulan
Guru mengklafikasi jawaban siswa dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
6) Memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian atau
simbol-simbol pada siswa kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.
2.1.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Huda
(2011: 139) model pembelajaran NHT memudahkan pembagian tugas,
memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individualnya sebagai
anggota kelompok, meningkatkan semangat kerja sama siswa, selain itu dapat
diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Sedangkan
kekurangan NHT adalah siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional
akan sedikit kewalahan, guru harus bisa memfasilitasi siswa, dan tidak semua
siswa mendapat giliran.
2.1.4.5 Komponen Model Pembelajaran NHT
Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah
model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model,
komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi
kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat
yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu
hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak
pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu.
Komponen-komponen dari model pembelajaran NHT yaitu sebagai berikut.
1. Sintagmatik
Sintagmatik atau struktur model pembelajaran NHT menurut Ibrahim
(dalam Lie, 2008: 59) memiliki empat langkah yaitu penomoran, pengajuan
18
pertanyaan, berfikir bersama, dan pemberian jawaban. Dari langkah keempat
tersebut, kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan menjadi enam
langkah. Adapun dari keenam langkah tersebut yaitu tahap pertama, persiapan.
Dalam tahap ini guru mempersiapkan Skenario Pembelajaran (SP) dan LKS.
Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu peristiwa alam, skenario
pembelajarannya adalah materi disajikan dalam bentuk ceramah dan tanya jawab
melalui media gambar peristiwa alam.
Tahap kedua, penomoran (Numbering). Guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk heterogen berdasarkan latar belakang sosial, jenis
kelamin dan kemampuan belajar. Siswa selama kerja kelompok dapat
memberikan ide-ide serta menghindari saling mengkritik antar anggota dalam
kelompok.
Tahap ketiga, pertanyaan (Questioning) dan berfikir bersama (Heads
Together). Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir
bersama untuk meyakinkan bahwa tiap anggota kelompok mengetahui jawaban
dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS. Selama siswa menjawab pertanyaan
tersebut, guru membimbing siswa untuk bekerja kelompok dalam mengerjakan
LKS.
Tahap keempat, pemberian jawaban. Dalam tahap ini, guru menyebut satu
nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat
tangan dan menyiapkan jawaban ke semua siswa di kelas. Dalam menentukan
nomor yang akan menjawab pertanyaan, guru melakukan pengundian untuk
menentukan kelompok yang pertama kali akan menjawab. Guru memanggil salah
satu nomor siswa, nomor yang dipanggil guru menjawab pertanyaan dari guru.
Siswa yang memiliki nomor sama dari kelompok yang berbeda memberikan
tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain untuk menjawab soal berikutnya
sampai selesai.
19
Tahap kelima, memberi kesimpulan. Guru meluruskan jawaban siswa
yang kurang tepat dengan memberikan kesimpulan atau mengklarifikasi dari
jawaban siswa. Tahap keenam, memberikan penghargaan. Pada tahap ini, guru
memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian ataupun simbol pada siswa
yang kelompoknya memiliki nilai tertinggi. Guru memberikan penghargaan ini
supaya memotivasi siswa agar lebih terpacu lagi dalam belajar.
2. Prinsip Reaksi
Peran guru dalam model NHT yaitu memberikan arahan atau penjelasan
tentang langkah kerja dalam kegiatan yang dilakukan sebelum meminta siswa
berkelompok. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa secara keseluruhan
memahami proses-proses yang harus dilakukan. Selain itu, peran guru adalah
sebagai seorang fasilitator yang mengarahkan siswa untuk dapat berdiskusi secara
kelompok. Pusat dalam proses pembelajaran kemudian beralih untuk membangun
sebuah lingkungan sosial yang kooperatif.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model ini berlandaskan pada proses demokrasi dan
keputusan kelompok, dengan struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang
diciptakan haruslah alami, tidak bisa dipaksakan.
Sistem sosial dalam pembelajaran ini berupa sikap saling membantu teman
dalam kelompok, yaitu siswa bebas dalam mengemukakan pendapatnya,
mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan. Setiap anggota kelompok
mempunyai kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapat kemudian
menyatukan pendapatnya secara individu untuk menjadi jawaban secara
kelompok. Selain itu, ketika siswa yang telah ditunjuk nomornya
mempresentasikan jawaban untuk dibacakan ke seluruh siswa, maka dari jawaban
yang dibacakan akan terlihat kelompok mana yang mempunyai hasil belajar
tertinggi dan terendah. Kelompok yang mempunyai hasil belajar rendah, akan
belajar menerima kekalahan kelompok sendiri dan menghargai kemenangan
kelompok lain.
20
4. Daya Dukung
Sistem pendukung dalam model NHT ini harus ekstensif dan responsif
terhadap semua kebutuhan siswa. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa
saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya. Misalnya dalam
pembelajaran IPA tentang peristiwa alam dibutuhkan lembar kerja siswa, buku
paket untuk dapat mencari jawaban dari pertanyaan yang ada di lks, kartu
bernomor, kartu undian, serta menambahkan media gambar mengenai berbagai
macam peristiwa alam.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai
langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Dampak instruksional dalam model NHT secara umum adalah melalui proses
kerjasama dalam kelompok diharapkan adanya tanggung jawab dari masing-
masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok ikut berpartisipasi
aktif dalam kegiatan diskusi yang dilakukan.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran
IPA dengan materi tentang peristiwa alam melalui model pembelajaran NHT
adalah kemampuan menjelaskan penyebab terjadinya berbagai peristiwa alam di
Indonesia, kemampuan mengelompokkan peristiwa alam yang dapat dicegah dan
yang tidak dapat dicegah, kemampuan menjelaskan dampak yang ditimbulkan
dari peristiwa alam terhadap makhluk hidup dan lingkungan, dan kemampuan
menjelaskan usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiswa
alam.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi
dampak pengiring melalui model NHT diharapkan dapat mempunyai rasa ingin
tahu yang tinggi sehingga berusaha mencari tahu sendiri pengetahuannya untuk
memperdalam materi yang akan dipelajari. Selain itu juga diharapkan timbulnya
penghargaan terhadap martabat orang lain melalui kerja sama dalam kelompok
sehingga timbul anggapan bahwa orang lain juga memiliki kemampuan yang tidak
21
bisa diremehkan yang memunculkan harapan dengan diterapkannya model NHT
dalam pembelajaran IPA siswa mendapatkan rasa nyaman dalam belajar, sehingga
penilaian diri yang positif dapat terbentuk dengan baik.
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA dengan materi peristiwa alam melalui model NHT adalah
terbentuk sikap rasa ingin tahu, tenggang rasa, demokratis, toleransi, kerja sama,
berfikir kritis, percaya diri, tanggung jawab, peduli, dan sportif. Dampak
pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati
berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Numbered
Head Together digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar 2.1
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Numbered Head
Together (NHT)
Model Numbered
Head Together (NHT)
Kemampuan menjelaskan
penyebab peristiwa alam di
Indonesia.
Kemampuan
mengelompokkan peristiwa
alam yang dapat dicegah dan
tidak dapat dicegah.
Rasa Ingin Tahu
Demokratis
Tenggang rasa
Toleransi
Kerja sama
Tanggung Jawab
Peduli
Berfikir Kritis
Percaya Diri
Sportif
Kemampuan menjelaskan
dampak peristiwa alam
terhadap makhluk hidup dan
lingkungan.
Kemampuan menjelaskan
usaha yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya
peristiwa alam.
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
22
2.1.5 Model Pembelajaran TGT
2.1.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Tournament)
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian model pembelajaran Teams
Games Tournament menurut Saco (dalam Rusman, 2012: 224), dalam TGT siswa
memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh skor tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru
dalam bentuk kuis, sedangkan menurut Rusman (2012: 224) mengemukakan
bahwa TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
siswa dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang
siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang
berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka
masing – masing.
Menurut Asma (2006: 54) model pembelajaran TGT merupakan suatu
model pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah
pertanyaan kepada siswa. Jadi berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran TGT adalah model pembelajaran dengan cara
membentuk kelompok yang terdiri dari siswa secara heterogen, lalu siswa bekerja
dalam kelompok untuk memainkan permainan-permainan yang berbentuk kuis
untuk bertanding dengan anggota tim lain agar memperoleh skor.
2.1.5.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran TGT
Menurut Slavin (2005: 95), model pembelajaran kooperatif tipe TGT
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil, anggota dalam tiap kelompok ditentukan secara heterogen. 2) Games
Tournament, dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing untuk mewakili
kelompoknya.Siswa yang mewakili kelompoknya, masing – masing ditempatkan
dalam meja – meja turnamen. Masing-masing siswa dalam meja tournament
melakukan permainan secara giliran dengan memberikan kesempatan yang sama
sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. 3) Penghargaan kelompok, dengan
cara menghitung rerata skor kelompok, kelompok yang memiliki skor tertinggi
menjadi pemenang dalam games tournament.
23
2.1.5.3 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran TGT
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Slavin (2005: 96)
memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut:
1) Tahap penyajian kelas (class precentation)
Bahan ajar dalam TGT mula-mula diperkenalkan melalui presentasi kelas.
Presentasi ini sering menggunakan pengajaran langsung atau suatu ceramah-
diskusi yang dilakukan oleh guru, namun presentasi dapat meliputi presentasi
audio-visual atau kegiatan penemuan kelompok. Pada kegiatan ini siswa bekerja
lebih dahulu untuk menemukan informasi atau mempelajari konsep-konsep atas
upaya mereka sendiri.
2) Belajar dalam kelompok (teams)
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan
suku atau ras yang yang anggotanya heterogen.
3) Games Tournament
Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota
kelompok telah menguasai materi, dimana pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok.
Game dimainkan oleh perwakilan dari tiap-tiap kelompok pada meja yang telah
dipersiapkan. Di meja turnamen tersebut siswa akan bertanding menjawab soal-
soal yang disediakan mewakili kelompoknya.
4) Penghargaan Kelompok (team recognition)
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah
menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan
dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing anggota
kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Kelompok yang memiliki
skor tertinggi dianggap sebagai pemenangnya.
2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TGT
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament menurut Sudjana (2010: 10) model pembelajaran TGT yaitu 1) Lebih
meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, 2) Mengedepankan penerimaan
24
terhadap perbedaan individu, 3) Dengan waktu sedikit dapat menguasai materi
secara mendalam, 4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari
siswa, 5) Mendidik siswa untuk berlatih sosialisasi dengan orang lain, 6) Motivasi
tinggi, 7) Hasil belajar lebih baik, 8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan
toleransi. Sedangkan kekurangan model pembelajaran TGT yaitu sulit
mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi
akademis, dan masih terdapat siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan
sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
2.1.5.5 Komponen Model Pembelajaran TGT
Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah
model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi atau
peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana
prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa
sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari
terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari
model pembelajaran TGT yaitu sebagai berikut.
1. Sintagmatik
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT Menurut Slavin memiliki
langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut. Tahap pertama, penyajian kelas (class
precentation). Bahan ajar dalam TGT mula-mula diperkenalkan melalui presentasi
kelas. Presentasi ini paling sering menggunakan pengajaran langsung atau suatu
ceramah-diskusi yang dilakukan oleh guru. Dalam kaitan dengan materi
pembelajaran yaitu peristiwa alam. Materi disajikan dalam bentuk ceramah dan
tanya jawab melalui media gambar peristiwa alam.
Tahap kedua, belajar dalam kelompok (teams). Siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang yang anggotanya heterogen.
Tujuan terbentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan ke semua
anggota untuk belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru melalui
kegiatan diskusi, sehingga dari diskusi kelompok dapat membantu angggota yang
25
kemampuan akademiknya kurang, sehingga mereka secara tim nantinya siap
untuk mengikuti kuis.
Tahap ketiga, Games Tournament. Tujuan dari permainan ini adalah untuk
mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, dimana
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah
didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Game dimainkan oleh perwakilan dari
tiap-tiap kelompok pada meja yang telah dipersiapkan. Di meja turnamen tersebut
siswa akan bertanding menjawab soal-soal yang telah disediakan mewakili
kelompoknya. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.
Setiap siswa dalam tiap meja turnamen melakukan pengundian, untuk
menentukan pertama kali yang berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan
penantang. Pembaca soal akan membacakan soal. Selanjutnya soal dikerjakan
secara mandiri oleh pemain dan penantang. Setelah itu pembaca soal akan
membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang
menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Tahap keempat, penghargaan kelompok (team recognition). Pemberian
penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut.
Kelompok yang memiliki skor tertinggi dianggap sebagai pemenangnya.
2. Prinsip Reaksi
Peran guru dalam model TGT adalah sebagai fasilitator dan motivator.
Ketika pembelajaran berlangsung, guru perlu membangun ikatan emosional, yaitu
menciptakan pembelajaran yang kondusif sehingga pembelajaran menjadi
menyenangkan. Guru juga berperan dalam menciptakan suasana psikologis untuk
dapat membangkitkan respon siswa dalam membangun pengetahuan mengenai
konsep-konsep materi yang dipelajari. Penguasaan materi tentang peristiwa alam
dapat lebih diperdalam dengan adanya kerjasama kooperatif. Pada saat games
tournament akan dimulai, guru menjelaskan tata aturan cara bermain yang akan
berlangsung dengan jelas sehingga semua siswa dapat memahami dengan baik.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah suasana kooperatif
yang penuh dengan tanggung jawab yang dilandasi oleh sikap saling menghargai
26
perbedaan pendapat antar anggota kelompok. Sehingga tidak ada anggota
kelompok yang bersikap individualistis dan mementingkan kepentingan sendiri.
Kegiatan dari kerja kelompok untuk saling membantu jika terdapat anggota
kelompok yang kurang dalam penguasaan akademiknya. Dengan diadakan
permainan maka tercipta suasana persaingan yang sehat atau sportif, karena dalam
permainan ada tim yang menang dan ada yang kalah.
4. Daya Dukung
Sistem pendukung dalam model TGT harus ekstensif dan responsif
terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai
tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa
menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat pembelajaran berlangsung. Misalnya
dalam pembelajaran IPA tentang peristiwa alam di Indonesia dan dampaknya bagi
makhluk hidup dan lingkungan seperti meja-meja yang akan dipakai dalam
kegiatan game tournament, buku-buku yang dipakai dalam mempelajari materi
peristiwa alam, kartu undian, kartu pertanyaan, kunci jawaban, dan LKS.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai
langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA
dengan materi peristiwa alam melalui model TGT adalah kemampuan
menjelaskan penyebab terjadinya berbagai peristiwa alam di Indonesia,
kemampuan mengelompokkan peristiwa alam yang dapat dicegah dan yang tidak
dapat dicegah, kemampuan menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari peristiwa
alam terhadap makhluk hidup dan lingkungan, dan kemampuan menjelaskan
usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiswa alam.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Secara khusus
dampak pengiring yang didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi
peristiwa alam melalui model TGT rasa ingin tahu, kerja sama, toleransi,
demokratis, berpikir kritis, berani, tanggung jawab, percaya diri, disiplin, dan
27
sportif. Dampak instuksional dan dampak pengiring dalam model TGT
digambarkan dalam bagan berikut.
Gambar 2.2
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model
Teams Games Tournament (TGT)
2.1.6 Pembelajaran dengan Menggunakan Perlakuan Model NHT dan TGT
Pembelajaran dengan menggunakan model NHT dan TGT adalah
serangkaian aktivitas belajar dengan model NHT dan TGT yang sudah
direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di
kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran IPA
dengan model NHT dan belajar dengan model TGT sebagai berikut.
Model Teams Games
Tournament
Kemampuan menjelaskan
penyebab peristiwa alam di
Indonesia.
Kemampuan
mengelompokkan peristiwa
alam yang dapat dicegah dan
tidak dapat dicegah.
Rasa Ingin Tahu
Toleransi
Kerja sama
Demokratis
Berfikir Kritis
Percaya Diri
Disiplin
Berani
Tanggung Jawab
Sportif
Kemampuan menjelskan
dampak peristiwa alam
terhadap makhluk hidup dan
lingkungan.
Kemampuan menjelaskan
usaha yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya
peristiwa alam.
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
28
Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model NHT
Kegiatan Guru Tahap Pembelajaran Kegiatan Siswa
1. Guru menggiring perhatian
siswa dengan
menempelkan gambar
peristiwa alam di papan
tulis.
2. Guru menggali
pengetahuan siswa dengan
bertanya mengenai gambar
yang disajikan.
3. Guru menyampaikan
materi tentang peristiwa
alam menggunakan media
gambar.
4. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang
materi yang belum mereka
pahami.
Tahap 1
Persiapan
1. Siswa memperhatikan
dengan seksama apa yang
dilakukan guru sehingga
timbul rasa ingin tahu
mengenai gambar yang
disajikan.
2. Siswa menanggapi
pertanyaan dari guru
mengenai gambar yang
disajikan.
3. Siswa memperhatikan
dengan seksama materi
yang dijelaskan guru.
4. Siswa mengajukan
pertanyaan jika belum
paham terhadap materi
yang dipelajari.
5. Guru membentuk
kelompok heterogen
yang terdiri dari 4-5
siswa.
6. Guru membagi nomor
kepada setiap siswa, setiap
anggota kelompok
mendapat nomor yang
berbeda.
7. Guru menginformasikan
kepada siswa untuk belajar
melalui diskusi kelompok.
Tahap 2
Penomoran
(Numbering)
5. Siswa berkumpul
membentuk kelompok
sesuai dengan arahan
guru.
6. Siswa mendapatkan
nomor yang diberikan
guru.
7. Siswa memperhatikan
arahan guru untuk belajar
melalui diskusi kelompok.
8. Guru membagikan LKS
kepada siswa.
9. Guru meminta setiap
kelompok untuk memulai
mengerjakan soal yang ada
dalam LKS secara
berkelompok.
Tahap 3
Pertanyaan
(Questioning) dan
berfikir bersama
(Heads Together)
8. Siswa menerima LKS
yang diberikan oleh guru.
9. Siswa berfikir bersama
untuk mendiskusikan
jawaban yang benar dan
memastikan setiap
anggota kelompok dapat
mengerjakan jawabannya.
29
10. Guru memanggil salah
satu nomor angota secara
random untuk menjawab
soal.
11. Guru mengundi nomor
undian kelompok untuk
menentukan kelompok
yang akan menjawab.
12. Guru membimbing siswa
dalam mempresentasikan
jawaban.
Tahap 4
Pemberian
Jawaban
10. Siswa memperhatikan jika nomor mereka disebut, siswa yang bernomor sama mengangkat tangan sesuai nomor kartu yang telah dibagi.
11. Nomor kelompok yang
keluar dalam undian,
maka wajib menjawab
pertanyaan dari guru.
12. Siswa yang ditunjuk
mempresentasikan
jawaban, siswa dari
kelompok lain yang
bernomor sama
memberikan tanggapan.
14. Guru meluruskan jawaban
siswa yang kurang tepat
dengan memberikan
kesimpulan atas
pertanyaan dari jawaban
siswa.
Tahap 5
Memberi
Kesimpulan
13. Siswa menyimak penjelasan guru tentang
jawaban yang tepat.
15. Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok yang hasil belajarnya tinggi.
Tahap 6
Memberikan
Penghargaan
16. Siswa menerima
penghargaan dari guru.
Tabel 2.3 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model TGT
Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Siswa
1. Guru menggiring perhatian
siswa dengan menempelkan
gambar peristiwa alam di
papan tulis.
2. Guru menggali pengetahuan
siswa dengan bertanya
mengenai gambar yang
disajikan.
3. Guru menyampaikan materi
tentang peristiwa alam
menggunakan media
gambar.
4. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang
Tahap 1
Penyajian Kelas
1. Siswa memperhatikan
dengan seksama apa
yang dilakukan guru
sehingga timbul rasa
ingin tahu mengenai
gambar yang disajikan.
2. Siswa menanggapi
pertanyaan dari guru
mengenai gambar yang
disajikan.
3. Siswa memperhatikan
dengan seksama materi
yang dijelaskan guru.
4. Siswa mengajukan
pertanyaan jika belum
30
materi yang belum paham terhadap materi
yang dipelajari.
5. Guru membentuk kelompok
heterogen yang terdiri dari
4-5 siswa.
6. Guru menginformasikan
kepada siswa untuk belajar
bersama melalui diskusi
kelompok.
7. Guru membagikan LKS
kepada siswa.
8. Guru meminta setiap
kelompok untuk memulai
mengerjakan soal yang ada
dalam LKS.
Tahap 2
Belajar dalam
Kelompok (teams)
5. Siswa berkumpul
membentuk kelompok
sesuai dengan arahan
guru.
6. Siswa memperhatikan
arahan guru untuk
belajar bersama melalui
diskusi kelompok.
7. Siswa menerima LKS
yang diberikan oleh
guru.
8. Siswa mendiskusikan
jawaban dari LKS
secara kelompok.
9. Guru menunjuk perwakilan masing-masing kelompok untuk duduk dalam setiap meja turnamen.
10. Guru menjelaskan aturan
dari games tournament.
11. Guru memantau
pertandingan yang
berlangsung.
Tahap 3
Games Tournament
9. Siswa mewakili
kelompok bermain di
meja turnamen.
10. Siswa memperhatikan
atuaran dari penjelasan
guru.
11. Siswa bertanding di
meja turnamen dengan
perwakilan kelompok
lain
12. Guru merekap skor
kelompok di papan tulis.
13. Guru memberikan
penghargaan kepada
kelompok sesuai dengan
perolehan skor yang
tertinggi.
Tahap 4
Penghargaan kelompok
(team recognition)
12. Siswa memperhatikan skor kelompok di papan tulis.
13. Siswa mendapatkan penghargaan dari guru berdasarkan perolehan skor.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan mengenai prosedur pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Head Together dan Teams
Games Tournament maka penerapan model pembelajaran Numbered Head
Together dan Teams Games Tournament dapat dijadikan rancangan mekanisme
pengamatan setiap aktivitas guru dan siswa. Hal-hal yang perlu diamati dalam
pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model Numbered Head Together dan
Teams Games Tournament sebagai berikut.
31
Pada prosedur pelaksanaan pembelajaran IPA kelas 5 SD dengan materi
peristiwa alam dengan menggunakan model NHT pada tahap persiapan, hal-hal
yang perlu diamati adalah guru menjelaskan materi peristiwa alam melalui
kegiatan tanya jawab menggunakan media gambar dan kegiatan siswa adalah
mengamati media gambar yang telah disajikan dan mendengarkan penjelasan dari
guru. Tahap yang kedua adalah penomoran (numbering), hal-hal yang perlu
diamati adalah guru membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa
dan siswa membentuk kelompok sesuai dengan arahan guru. Setelah itu, guru membagi
nomor kepada setiap siswa, dan setiap masing-masing siswa mendapatkan nomor.
Tahap yang ketiga yaitu pertanyaan (Questioning) dan berfikir bersama
(Heads Together), hal-hal yang perlu diamati adalah guru membagikan LKS
kepada siswa dan siswa menerima LKS yang diberikan guru. Selanjutnya guru
meminta setiap siswa berdiskusi kelompok untuk memulai mengerjakan soal yang
ada dalam LKS dan setiap siswa berfikir bersama dalam kelompok untuk
mendiskusikan jawaban yang tepat. Tahap yang keempat yaitu pemberian
jawaban, hal-hal yang perlu diamati adalah guru memanggil salah satu nomor
angota secara random untuk menjawab soal dan siswa memperhatikan jika nomor
mereka disebut, siswa yang bernomor sama mengangkat tangan sesuai kartu yang telah
dibagi. Tahap kelima yaitu kesimpulan, hal-hal yang perlu diamati adalah guru
mengklarifikasi jawaban siswa dan siswa menyimak penjelasan guru tentang jawaban
yang tepat. Tahap keenam yaitu penghargaan kelompok, hal-hal yang perlu
diamati adalah guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang hasil
belajarnya tinggi dan siswa yang hasil belajar kelompoknya tinggi mendapatkan
penghargaan dari guru.
Sedangkan hal-hal yang perlu diamati dari kegiatan guru dalam penerapan
model TGT yaitu pada tahap penyajian materi, hal-hal yang perlu diamati yaitu
guru menjelaskan materi peristiwa alam melalui media gambar dan kegiatan siswa
adalah mengamati media gambar peristiwa alam dan menyimak penjelasan dari
guru. Pada tahap bekerja dalam kelompok. Hal-hal yang perlu diamati yaitu guru
membagi siswa menjadi kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa dan siswa
berkumpul membentuk kelompok sesuai dengan arahan guru. Guru membagikan
32
LKS dan siswa menerima LKS dari guru. Tahap games tournament, hal-hal yang
perlu diamati yaitu guru menjelaskan aturan dari games tournament dan siswa
mendengarkan aturan dengan baik. Guru meminta siswa menjawab setiap pertanyaan
yang ada di kartu dan siswa menjawab pertanyaan yang terdapat pada kartu. Tahap
penghargaan kelompok, hal-hal yang perlu diamati yaitu guru memberikan
penghargaan kepada kelompok sesuai dengan perolehan skor yang tertinggi dan
siswa mendapatkan penghargaan dari guru berdasarkan perolehan skor.
2.1.7 Hasil Belajar
Dimyati (2006: 3) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu
interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Winkel (dalam Setyorini, 2014:
8) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan salah satu bukti yang
menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang melakukan proses
belajar sesuai bobot atau nilai yang berhasil diraihnya. Hasil belajar menurut
Sudjana (2005: 22) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti interaksi dari proses
pembelajaran berdasarkan dari bukti hasil nilai yang diperolehnya.
Kingsley (dalam Sudjana, 2005: 22) mengklasifikasikan hasil belajar
menjadi 3 macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian,
sikap dan cita-cita. Hal tersebut senada dengan Bloom yang membagi kriteria
hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotoris.
Jadi berdasarkan pendapat ahli (Kingsley dan Bloom) dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar diklasifikasikan menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sebagian besar guru melakukan penilaian hasil belajar dari ranah
kognitif, yaitu melalui tes tertulis maupun lisan, baik tes formatif maupun tes
sumatif. Pada ranah afektif menggunakan penilaian diri, penilaian antarteman, dan
penilaian sikap yang dilakukan oleh guru. Pada ranah psikomotor menggunakan
penilaian unjuk kerja. Penilaian hasil belajar IPA pada penerapan model NHT dan
TGT diperoleh dengan menggunakan ranah kognitif.
33
2.1.8 Pengukuran Hasil Belajar
Indikator untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran salah
satunya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap hasil belajar. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudjana (2005: 2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian
yakni suatu tindakan untuk melihat sejauh mana tujuan instruksional telah dicapai
oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka
menempuh proses belajar-mengajar. Dengan demikian, kegiatan untuk menilai
hasil belajar sama artinya dengan mengukur hasil belajar siswa yang digunakan
untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan dalam suatu proses pembelajaran.
Karena dalam kegiatan ini terdapat proses membandingkan antara hasil belajar
dengan kemampuan yang dikuasai siswa untuk mencapai suatu tujuan dalam
proses pembelajaran.
Sudjana (2005: 5) mengemukakan tentang jenis dan sistem penilaian,
yaitu:
Dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa macam, yaitu:
1. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program
belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar
itu sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses
belajar-mengajar. Dengan penilaian formatif guru dapat memperbaiki program
pengajaran dan strategi pelaksanaannya.
2. Penilaian sumatif adalah penilaian yan dilaksanakan pada akhir unit program,
yaitu program catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah
melihat hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan
kurikuler dikuasai oleh para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk.
3. Penilaian diagnostik adalah penilain yang bertujuan untuk melihat kelemahan-
kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk
keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial (remidial teaching),
menemukan kasus-kasus, dll.
4. Penilaian selektif adalah penilain yang bertujuan untuk keperluan seleksi,
misalnya ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
34
5. Penilaian penempatan adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui
keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan
penguasaan belajar seperti diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar
untuk program itu.
Sedangkan dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan
menjadi tes dan bukan tes (nontes) seperti dapat dilihat pada diagram di bawah
ini. Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban lisan), ada tes
tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes tindakan (menuntut jawban
dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk objektif,
ada juga yang dalam bentuk esai atau uraian. Sedangkan bukan tes sebagai alat
penilaian mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi
kasus, dll.
Keberhasilan dalam sebuah pengajaran dapat dilihat dari segi hasil belajar.
Untuk mengukur hasil belajar dapat digunakan penilaian, yang ditinjau dari segi
alat untuk mengukur hasil belajar yaitu salah satu yang digunakan untuk menilai
adalah dengan cara tes tertulis. Tes tertulis ini digunakan untuk memperoleh
seberapa nilai atau angka keberhasilan siswa dalam proses memperoleh
pengetahuan dari hasil belajar yang telah dijalani siswa. Tes tertulis ini menuntut
jawaban secara tulisan yang dapat dikoreksi hasilnya oleh guru sehingga guru
dapat mengetahui seberapa tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Pengukuran
hasil belajar IPA pada penerapan model NHT dan TGT diperoleh dengan
menggunakan teknik tes berupa tes sumatif dalam bentuk objektif.
2.2 Penelitian yang Relevan
Fitriyani, Kurnia, dan Tampubolon (2013) Perbedaan Hasil Belajar IPA
dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif NHT dan Model
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada siswa kelas 5 SD Negeri
Kaumpandak 04 dalam penerapan model pembelajaran kooperatif NHT dan
Jigsaw. Hal ini terbukti dengan nilai posttest kelompok eksperimen pertama yang
menerapkan model pembelajaran NHT diperoleh rata-rata posttest sebesar 78
35
sedangkan pada kelompok eksperimen 2 dengan model pembelajaran Jigsaw
diperoleh nilai rata-rata posttest sebesar 74.
Tiara dan Yunansah (2013) Pengaruh Pembelajaran Tipe NHT Terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SD di Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung pada
Konsep Energi dan Perubahannya. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan tipe NHT
dengan yang menggunakan metode konvensional. Hal ini terbukti dengan nilai
posttest kelompok eksperimen yaitu 65,1 sedangkan rata-rata posttest kelas
kontrol yaitu 52,4.
Ningrum, Diana (2011) Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
NHT (Numbered Head Together) Terhadap Hasil Belajar IPA Materi Daur Air
pada Siswa Kelas 5 di SD Negeri 03 Sungapan. Penelitian ini terbukti dengan
hasil rata-rata nilai posttest IPA materi daur air di kelas eksperimen yaitu 73,81
sedangkan kelas kontrol 59,06. Berdasarkan uji normalitas terhadap hasil posttest,
kelas eksperimen yaitu 0,018 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh 0,198.
Kedua data tersebut tidak berdistribusi normal karena hasilnya kurang 0,05,
sehingga tidak perlu dilakukan uji homogenitas. Perhitungan hipotesisnya
menggunakan Mann-Whitney U (Uji U) karena data tidak berdistribusi normal.
Setelah perhitungan dengan Uji U diperoleh hasil 0,038, yang berarti <0,05. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa diterima atau ditolak. Dengan demikian,
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together)
efektif untuk diterapkan pada mata pelajaran IPA materi daur air terhadap siswa
kelas 5 di SD Negeri 03 Sungapan.
Petrus (2012) Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar
Negeri Mangunsari 01 Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
keefektifan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Mangunsari 01. Hal ini
dibuktikan dengan rata-rata posttest pada kelompok eksperimen yaitu 85,65
sedangkan rata-rata posttest kelompok kontrol yaitu 69,09. Ini membuktikan
bahwa thitung pada kelompok eksperimen adalah 9. 100 dengan standar deviasi 77
36
dan perbedaan rata-rata 17. 045 dengan signifikansi 0.0000. Hasil belajar pada
kelompok kontrol, diketahui bahwa thitung 9.036 dengan standar deviasi 65,08 dan
perbedaan rata-rata 17. 045. Dengan acuan pada hasil perhitungan di atas, dimana
signifikansi 2 tailed adalah 0.000 atau lebih kecil dari 0,05.
Ardana dan Putra (2014) Penerapan Model Pembelajaran Tipe NHT
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Gugus LT. Wisnu
Denpasar Utara. Penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh penerapan model
pembelajaran tipe NHT terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 sekolah dasar
gugus Letkol Wisnu Peguyungan Denpasar Utara. Hal ini terbukti dengan nilai
rata-rata posttest kelas eksperimen yaitu 70,37 sedangkan nilai rata-rata posttest
kelas kontrol yaitu 65,66. Ini membuktikan bahwa penerapan NHT lebih baik
dengan konvensional. Sementara uji hipotesis dilakukan dengan uji t, dimana
= 2.12 sedangkan = 2.00. karena > maka diterima, itu
berarti terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif NHT terhadap
hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Gugus Letkol Wisnu Peguyungan Denpasar
Utara.
Widya, Ardana, dan Manuaba (2014) Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Sumerta Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang
dibelajarkan melalui model kooperatif tipe Teams Games Tournament dengan
siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil
analisis diperoleh = 6,87 > = 2,00 dengan dk= 78 dan taraf
signifikansi 5%. Dengan nilai rata-rata kelas eksperimen yang dibelajarkan
melalui model kooperatif tipe Teams Games Tournament lebih dari kelas kontrol
yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional yaitu 81 > 69,25.
Ernawati, Putra, Suadnyana (2013) Pengaruh Penerapan Model Kooperatif
Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4
SD N Gugus 6 Mengwi Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan secara signifikan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran TGT dengan siswa yang dibelajarkan dengan
37
menggunakan model konvensional ( = 3,67 > = 200). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TGT memberi pengaruh
signifikan terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri Gugus 6
Mengwi Badung.
Fatmawati, Jampel, dan Widiana (2013) Pengaruh Model Pembelajaran
TGT (Teams Games Tournament) Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 5
SD Gugus I Kecamatan Penebel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok yang dibelajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran TGT dan kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan perhitung
= 10,374 > = 2,003. Rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT menunjukkan hasil lebih tinggi
daripada model pembelajaran konvensional.
Rukiyah (2011) Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar IPA siswa SD Negeri 15
Inderalaya Utara. Hal dibuktikan dengan data analisis dengan menggunakan uji-t.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah > atau 5,259 > 2,287 yang
berarti terdapat perbedaan yang nyata nilai rata-rata hasil belajar kelas perlakuan
dengan kelas pembanding sehingga disimpulkan ada pengaruh penerapan model
pembelajaran TGT.
Agus, Kusmariyatni, dan Wibawa (2014) Pengaruh Model Pembelajaran
Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 4 di Gugus VIII
Kecamatan Kubutambahan. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model TGT
dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional (thitung = 53,46
> ttabel = 2,02;ɑ = 0,05). Hal ini terbukti dengan rata-rata hasil belajar IPA siswa
dengan model pembelajaran TGT adalah 15,63 berdasarkan hasil konversi dapat
dinyatakan dalam kategori baik sedangkan hasil belajar IPA siswa dengan model
konvensional adalah 9,91 berdasarkan hasil konversi dapat dinyatakan dalam
kategori cukup.
38
2.2 Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA mengandung unsur scientific dengan melibatkan siswa
secara aktif untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya serta lebih lanjut
dapat menerapkan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Penemuan
pengetahuan oleh siswa diperoleh melalui pengalaman belajar langsung yang
dialami siswa baik disekolah maupun di lingkungan sekitarnya. Selain
pengalaman belajar langsung siswa juga membutuhkan suatu teknik belajar yang
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam pembelajaran
IPA. Konsep-konsep IPA tersebut nantinya menjadi pengetahuan awal siswa
dalam mempelajari IPA.
Teknik belajar yang perlu dirancang salah satunya adalah model
pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk lebih
menekankan pada konsep-konsep pengetahuan dapat dilakukan guru dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif. Untuk iu model pembelajaran
kooperatif dapat digunakan sebagai alternatif dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif selain dapat meningkatkan hasil belajar juga karena
terdapat unsur kerjasama dalam menelaah lebih banyak materi. Model kooperatif
yang dirasa memiliki potensi lebih yang menekankan pada pemahaman konsep
pengetahuan dengan melibatkan tutor sebaya dalam mengembangkan
pembelajaran IPA di SD menurut peneliti adalah model NHT dan TGT.
Penerapan model pembelajaran tipe NHT dan TGT diharapkan dapat
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dalam memahami pengetahuan
tentang konsep-konsep IPA, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar lebih
rileks dengan adanya kerja sama kelompok. Keterlibatan siswa dalam kelompok
menumbuhkan keaktifan siswa serta dapat mengembangkan interaksi sosial dalam
diri siswa.
Model pembelajaran NHT mempunyai beberapa sintak/langkah
pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar IPA siswa. Uraian manfaat dari masing-masing sintak
meliputi: pada tahap persiapan diharapkan muncul rasa ketertarikan/keingintahuan
dari siswa sehingga mereka bersemangat untuk mengenal konsep materi yang
39
akan dipelajari. Tahap kedua, penomoran. Pada tahap ini diharapkan dapat
menumbuhkan motivasi siswa, karena pemberian nomor merupakan sesuatu yang
baru bagi siswa dalam belajar dan pada saat pembentukan kelompok, siswa
memiliki tenggang rasa untuk tidak membeda-bedakan teman karena
pembentukan kelompok tidak ditentukan oleh siswa sendiri melainkan ditentukan
oleh guru.
Tahap ketiga, pertanyaan (Questioning) dan berfikir bersama (Heads
Together). Pada tahap ini diharapkan dapat menambah keaktifan siswa dalam
belajar, karena siswa berfikir bersama untuk dapat menyatukan kembali
jawabannya menjadi jawaban kelompok sehingga menumbuhkan sikap
demokratis dan kerjasama. Selama proses diskusi pun siswa dapat saling menukar
pendapat dan saling menghargai pendapat sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
Tahap keempat, yaitu pemberian jawaban. Pada tahap ini diharapkan dapat
menambah rasa percaya diri dan tanggung jawab siswa, karena dalam model ini
ada pemanggilan nomor secara random dan siswa mewakili kelompoknya untuk
menjawab hasil diskusi. Selama proses pemberian jawaban, siswa harus berfikir
kritis dalam memberikan jawaban terbaiknya.
Tahap kelima, memberi kesimpulan. Pada tahap ini diharapkan dapat
menambah pemahaman siswa terhadap jawaban yang sudah atau belum tepat di
jawab siswa. Sehingga tidak menimbulkan salah persepsi siswa, maka guru
mengklarifikasi tentang jawaban-jawaban yang diberikan siswa. Untuk itu siswa
harus menyimak penjelasan atau klarisikasi guru sehingga sikap peduli siswa
muncul. Tahap keenam, penghargaan kelompok. Pada tahap ini diharapkan dapat
memberikan penghargaan atas upaya yang dilakukan individu maupun kelompok
terhadap hasil belajar yang telah dicapai. Sehingga memotivasi siswa untuk lebih
meningkatkan hasil belajarnya. Sikap sportif akan muncul ketika kelompok yang
mempunyai hasil belajar rendah, akan belajar menerima kekalahan kelompok
sendiri dan menghargai kemenangan kelompok lain.
Model pembelajaran TGT mempunyai beberapa sintak yang juga
diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Uraian sintak dan
manfaatnya yaitu tahap pertama, penyajian materi. Pada tahap ini diharapkan
40
muncul rasa ketertarikan/keingintahuan dari siswa sehingga mereka bersemangat
untuk mengenal konsep materi yang akan dipelajari. Tahap kedua, belajar dalam
kelompok (teams). Pada tahap ini diharapkan dapat mengembangkan keterampilan
sosial siswa dengan berbagi tugas dengan angoota kelompoknya sehingga
memunculkan sikap saling bekerja sama dan demokratis, dalam proses diskusi
pun siswa saling bertukar pendapat atau ide dalam menentukan jawaban
kelompok sehingga muncul sikap toleransi.
Tahap ketiga, games tournament. Pada tahap ini diharapkan dapat
meningkatkan penguasaan siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa
diberikan soal. Siswa melakukan games dengan disiplin dengan menjawab kuis
secara individu tetapi skor yang diperoleh diakumulasikan ke skor kelompok
sehingga dalam pemberian jawaban, siswa harus berfikir kritis dan tanggung
jawab, serta memiliki rasa percaya diri dan berani dalam mengemukakan jawaban.
Tahap keempat, penghargaan kelompok. Pada tahap ini diharapkan dapat
memberikan penghargaan atas upaya yang dilakukan individu maupun kelompok
terhadap hasil belajar yang telah dicapai. Sikap sportif akan muncul ketika
kelompok yang mempunyai hasil belajar rendah, akan belajar menerima
kekalahan kelompok sendiri dan menghargai kemenangan kelompok lain.
Berdasarkan sintak model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TGT,
secara umum diharapkan dapat menumbuhkan semangat dan memotivasi siswa
dalam membantu teman kelompoknya mempelajari materi yang yang diberikan.
Oleh karena siswa berpartisipasi secara aktif dalam menjalani setiap tahap/sintak
dari model pembelajaran tersebut, maka pada akhirnya diharapkan siswa mampu
memahami konsep-konsep materi yang dipelajari dan mampu melatih kecakapan
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Muara dari penerapan model
pembelajaran tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar yang
diperoleh siswa, sehingga kedua model tersebut dapat efektif diterapkan dalam
pembelajaran IPA.
41
Sintak/langkah-langkah
Numbered Head Together (NHT)
Persiapan
Rasa Ingin Tahu
Penomoran
Pertanyaan dan
Berpikir Bersama
Pemberian
Jawaban
Kemampuan
menjelaskan
penyebab peristiwa
alam di Indonesia.
Kemampuan
mengelompokkan
peristiwa alam yang
dapat dicegah dan
tidak dapat dicegah.
Kemampuan
menjelaskan
dampak peristiwa
alam terhadap
makhluk hidup dan
lingkungan.
Kemampuan
menjelaskan usaha
yang dapat dilakukan
untuk mencegah
terjadinya peristiwa
alam.
Percaya Diri
Kerja sama
Tanggung
Jawab
Hasil
belajar
Berpikir Kritis
Toleransi
Tenggang rasa
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Gambar 2.3 bagan kerangka berpikir model NHT
Memberikan
Kesimpulan
ban
Penghargaan
Kelompok
Demokratis
Sportif
Peduli
42
Sintak/langkah-langkah
Teams Games Tournament (TGT)
Penyajian Kelas Rasa Ingin Tahu
Belajar dalam
Kelompok
Games
Tournament
Penghargaan
Kelompok
Kemampuan
menjelaskan
penyebab peristiwa
alam di Indonesia.
Kemampuan
mengelompokkan
peristiwa alam yang
dapat dicegah dan
tidak dapat dicegah.
Kemampuan
menjelaskan
dampak peristiwa
alam terhadap
makhluk hidup dan
lingkungan.
Kemampuan
menjelaskan usaha
yang dapat dilakukan
untuk mencegah
terjadinya peristiwa
alam.
Berani
Kerja sama
Tanggung
Jawab Hasil
belajar
Percaya Diri
Berpikir Kritis
Toleransi
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Gambar 2.4 bagan kerangka berpikir model TGT
Demokratis
Disiplin
Sportif
43
2.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. H0: Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA pada siswa
kelas 5 SD Gugus Ki Hajar Dewantoro Banyubiru dalam
pembelajara menggunakan model kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) dan Teams Games Tournament (TGT).
2. Ha: Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5
SD Gugus Ki Hajar Dewantoro Banyubiru dalam pembelajaran
menggunakan model kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) dan Teams Games Tournament (TGT).