BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

16
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains atau IPA adalah usaha manusia untuk memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan (Susanto, 2013:167). IPA atau Sains merupakan ilmu yang mempelajari alam semesta dan interaksi yang terjadi di dalamnya. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip- prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam penerapannya IPA sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat ditelusuri. Dengan demikian, pembelajaran IPA melibatkan keaktifan siswa, baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental, dan berfokus pada siswa, berdasarkan pada pengalaman keseharian siswa dan minat siswa. Maka dari itu minat siswa pada IPA sangat berperan penting dalam mengembangkan percaya diri dalam berpendapat, beralasan, dan mencari tahu jawaban. Hakikat pembelajaran IPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: produk, proses, dan sikap, Susanto (2013). Sutrisno (2007) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA juga sebagai teknologi. Hal ini memiliki maksud bahwa prosedur merupakan pengembangan dari proses sedangkan teknologi dari aplikasinya dan prinsip IPA sebagai produk. Sikap yang dimaksud adalah sikap ilmiah. Dalam pelaksanaannya IPA membutuhkan prosedur untuk melaksanakan proses dengan teknologi sebagai produk pengembangan prisip dan pengaplikasian IPA dalam kehidupan. Sedangkan, sikap ilmiah merupakan unsur yang dibutuhkan untuk menjalakan kesemuanya itu.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat IPA

“Sains atau IPA adalah usaha manusia untuk memahami alam semesta

melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur,

dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan ”

(Susanto, 2013:167). IPA atau Sains merupakan ilmu yang mempelajari alam

semesta dan interaksi yang terjadi di dalamnya. IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-

prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam

penerapannya IPA sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia

melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat ditelusuri.

Dengan demikian, pembelajaran IPA melibatkan keaktifan siswa, baik

aktivitas fisik maupun aktivitas mental, dan berfokus pada siswa, berdasarkan

pada pengalaman keseharian siswa dan minat siswa. Maka dari itu minat

siswa pada IPA sangat berperan penting dalam mengembangkan percaya diri

dalam berpendapat, beralasan, dan mencari tahu jawaban.

Hakikat pembelajaran IPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: produk,

proses, dan sikap, Susanto (2013). Sutrisno (2007) menambahkan bahwa IPA

juga sebagai prosedur dan IPA juga sebagai teknologi. Hal ini memiliki

maksud bahwa prosedur merupakan pengembangan dari proses sedangkan

teknologi dari aplikasinya dan prinsip IPA sebagai produk. Sikap yang

dimaksud adalah sikap ilmiah. Dalam pelaksanaannya IPA membutuhkan

prosedur untuk melaksanakan proses dengan teknologi sebagai produk

pengembangan prisip dan pengaplikasian IPA dalam kehidupan. Sedangkan,

sikap ilmiah merupakan unsur yang dibutuhkan untuk menjalakan

kesemuanya itu.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

7

2.1.2 IPA di SD

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan (Susanto,2013). Dalam penerapannya IPA sangat

bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan

masalah-masalah yang dapat ditelusuri.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan

sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Pendidikan

IPA di sekolah dasar harus memberikan pengalaman serta kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap terhadap alam, sehingga

dapat mengetahui rahasia dan gejala-gejala alam. Konsep IPA di sekolah

dasar masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tesendiri, seperti mata

pelajaran kimia, fisika, dan biologi.

Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional

Standar Pendidikan (BNSP, 2006), dimaksudkan untuk:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

8

2.1.3 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang

terdiri kelompok-kelompok kecil beranggota 4-6 siswa yang bersifat

heterogen dan bekerja secara kolaboratif (Rusman, 2012). Dengan begitu

model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

bersifat kelompok dilengkapi dengan keberagaman kemampuan siswa

didalamnya dan bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif melibatkan seluruh partisipasi siswa dan guru

hanyalah sebagai fasilitator.

Menurut Hamruni (2012), strategi pembelajaran kooperatif

memiliki dua komponen utama yaitu, komponen tugas kooperatif

(cooperative task ) dan komponen struktur insentif (cooperative incentive

structure). Dia menambahkan bahwa struktur insentif merupakan

keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena setiap anggota kelompok

bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain

menguasai materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok. Selain

itu Suprijono (2012:61) juga mengatakan bahwa “model pembelajaran

kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi

akademik, toleransi, menerima keberagaman, dan pengembangan

keterampilan”. Dengan demikian selain memberi dampak terhadap

pembelajaran kooperatif, juga memberikan dampak terhadap relasi sosial

yang baik antar siswa

Rusman (2013: 211) dalam bukunya menyatakan ada enam

langkah dalam pembelajaran model kooperatif, yang terlihat pada Tabel

2.1.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

9

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan Tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan

dicapai pada kegiatanpelajaran dan menekankan

pentingnya topik yang akan dipelajari dan

memotivasi siswa belajar

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada

siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui

bahan bacaan

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa

ke dalam kelompok-

kelompok belajar

Guru menjelaskan pada siswa bagaimana caranya

membentuk kelompok belajar dan membimbing

setiap kelompok agar melakukan transisi secara

efektif dan efisien

Tahap 4

Membimbing kelompok

bekerja

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Tahap 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajartentang materi

yang telah dipelajari atau masing-masing

kelompok mempresentasikanhasil kerjanya

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik

upaya maupun hasil belajar individu dan

kelompok

Pembelajaran kooperatif erat hubungannya dengan kerja kelompok.

Kerja kelompok sangat berperan penting terhadap keberhasilan

pembelajaran. Beberapa sudi menunjukan bahwa pembelajaran dengan

kerja kelompok memberikan dampak yang lebih baik dari pada

pembelajaran tradisional. Hal ini ditunjukan oleh Johnson dan Johnson

(2000) seputar pembelajaran kooperatif versus pembelajaran kompetitif

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

10

dan individualistik. Slavin (2005), mengemukakan bahwa interasi diantara

teman sebaya dapat membantu anak-anak yang non conservers (tidak

mampu melihat kekekalan) menjadi conservers (mampu melihat

kekekalan). Dalam arti lain bahwa teman sebaya akan mampu membantu

siswa yang kurang mampu memahami materi dan menjadi paham akan

materi. Hudha (2013) mengatakan teman sebaya dapat dilatih untuk

membantu pencapaian akademik, mengurangi perilaku negatif,

meningkatkan keterampilan bekerja dan belajar dan melatih keterampilan

interaksional sosial. Selain itu, Sharan dalam Hudha (2013), berpendapat

dengan peneliti lain bahwa performa siswa lebih efektif justru ketika

mereka berada dalam kelompok-kelompok kecil (seperti, peer tutoring dan

investigasi kelompok) dibandingkan dengan kelompok besar. Dengan kata

lain semakin sedikit jumlah siswa dalam kelompok semakin efektif proses

pembelajaran.

b. Tipe Group Investigation

Group Investigation merupakan bentuk model pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk

mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui

bahan-bahan yang tersedia, keterlibatan siswa dilibatkan sejak awal

perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk

mempelajarinya melalui investigasi. Keterlibatan siswa secara aktif dapat

terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran

Huda (2013 :124) mengatakan, “selama proses penelitian atau

investigasi, mereka akan terlibat dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi,

seperti membuat sintesis, ringkasan, hipotesis, kesimpulan, dan

menyajikan laporan akhir”. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki

kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan

proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk

menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

11

Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses

pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui

proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok

dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan

kunci keberhasilan pembelajaran (Rusman,2013).

Menurut Slavin (2005), terdapat tahapan-tahapan dalam

menerapkan pembelajaran model Group Investigation yang terdapat pada

tabel 2.2.

Tabel 2.2

Tahapan Model Kooperatif Tipe Group Investigation

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1

Tahap mengidentifikasi

topik dan membagi siswa ke

dalam kelompok

Guru memberikan kesempatan bagi siswa

untuk memberikan kontruksi apa yang akan

mereka selidiki. Kelompok dibentuk

berdasarkan heterogenitas.

Tahap 2

Tahap merencanakan tugas.

Kelompokan membagi sub topik kepada

seluruh anggota. Kemudian membuat

perencanaan dari masalah yang akan diteliti,

bagaimana proses dan sumber yang dipakai.

Tahap 3

Tahap membuat

penyelidikan.

Siswa mengumpulkan, menganalisis dan

mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan

dan mengamplikasikan bagian mereka ke

dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi

masalah kelompok.

Tahap 4

Tahap mempersiapkan tugas

akhir.

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir

yang akan dipresentasikan di depan kelas.

Tahap 5

Tahap mempresentasikan

tugas akhir.

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.

Kelompok lain tetap mengikuti.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

12

Tahap 6

Tahap Evaluasi.

Soal ulangan mencakup seluruh topik yang

telah diselidiki dan dipresentasikan.

Aktivitas yang dilakukan di dalam Group Investigation merupakan

kegiatan sistemik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analisis data,

sintesis, hingga menarik kesimpulan (Suprijono, 2009). Berbeda dengan

STAD dan Jigsaw, dalam metode investigasi kelompok ini siswa terlibat

dalam perencanaan, baik topik yang dipelajarai maupun bagaiman

jalannya penyelidikan mereka (Majid, 2013). Group Investigation

merupakan model pembelajarn yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi

dan struktur kelas yang lebih rumit oleh karenanya model ini memiliki

kekurang dan kelebihan.

c. Kelebihan dan Kekurangan GI

Suatu strategi mempunyai keunggulan dan kekurangan, demikian

pula dengan pembelajaran kooperatif tipe GI. Metode ini mempunyai

kelebihan dan kelemahan (Robert E. Slavin, 2005), seperti di bawah ini:

1) Kelebihan Group Investigation

Membantu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan

keterampilan inkuiri yang bermacam-macam.

Pembelajaran yang terfokus pada siswa memungkinkan siswa

menyerap pengrtahuan dengan baik.

Melatih kerja sama antar siswa sehingga meningkatkan pula

keterampilan sosialnya.

Adanya pelatihan untuk meningkatkan pengembangan softskills

(kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen

kelompok).

Memberdayakan berbagai macam sumber baik yang terdapat di

dalam maupun di luar sekolah.

Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam

mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

13

2) Kelemahan Group Investigation

Struktur kelas yang lebih rumit, sehingga memerlukan aturan-

aturan dalam penerapannya.

Tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut aktif, karena

pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran

kegiatan mengobservasi dan menilai secara sistematis.

Memerlukan waktu belajar relatif lebih lama, karena GI memiliki 6

tahap pembelajaran.

Hanya mata pelajaran tertentu yang dapat menggunakan model ini.

Akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya, karena

menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik

investigasi secara keseluruhan.

Dengan melihat kelemahan dari Group Investigation, maka dari

itu, dibutuhkan strategi yang mampu mengatasi kesulitan yang

kemungkinan ditemui dalam penerapan model ini. Peneliti mencoba

untuk memberikan saran guna mensiasati kekurangan model ini

berdasarkan kekurang-kekurangan di atas:

Untuk mensiasati struktur kelas yang rumit, maka dapat dapat

dibentuk aturan terlebih dahulu dan dipastikan siswa memahami

dan menaatinya.

Pemilihan kelompok yang heterogen dan pembagian tugas dalam

kelompok sangat penting untuk mensiasati siswa yang kurang aktif.

Sebelum melakukan investigasi, terlebih dahulu memastikan bahwa

semua anggota mendapat bagian tugas yang jelas dalam kelompok.

Untuk mensiasati waktu belajar yang lama, dapat dipersingkat

dengan memilih topik pembahasan yang tidak terlalu luas dan

dapat dikurangi.

Dibutuhkan kekreatifan pendidik dalam menerapkan model ini di

berbagai mata pelajaran. Apabila terdapat hal yang dirasa kurang

cocok untuk mengaplikasikan model ini di dalam suatu mata

pelajaran lebih baik jangan dipaksakan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

14

Persiapan selalu dibutuhkan dalam penggunaan model ini, hal ini

dapat dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.

2.1.4 Hakikat Hasil Belajar dan Sikap Belajar

a. Hakikat Hasil Belajar

Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu

proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk

perubahan perilaku yang relatif menetap (Susanto, 2013).

Hasil belajar meliputi perilaku berupa pengetahuan, keterampilan,

sikap, informasi, dan atau strategi kognitif yang baru dan di peroleh siswa

setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana atau kondisi

pembelajaran. Hal itu merupakan sesuatu yang baru, bukan yang telah

dimiliki siswa sebelum memasuki kondisi pembelajaran yang dimaksud.

Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Slameto

(2010:54-72) terdapat 2 faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar

seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor

yang timbul dari dalam diri sendiri, contohnya faktor jasmaniah yang

meliputi kesehatan dan cacat tubuh. Lebih lanjut, faktor psikologi yang

meliputi intelengensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan

kesiapan. Faktor lain yang termasuk dalam faktor internal yaitu kelelahan.

Faktor eksternal merupakan faktor yang dipengaruhi oleh keadaan di luar

tempat belajar, misalnya keluarga, sekolah, serta masyarakat.

Djamarah dan Zain dalam Susanto (2013:3), menetapkan bahwa hasil

belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu:

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai

prestasi tingggi, baik secara individual maupun kelompok.

2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional

khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun

kelompok.

Pada penjelasan di atas menunjukan bahwa ada dua hal menjadi

tanda bahwa hasil belajar telah terpenuhi, yaitu pengetahuan siswa dan

perilaku. Kemampuan siswa memperoleh pengetahuan dan perubahan

tingkah laku yang ditunjukan oleh siswa merupakan dua hal yang tidak

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

15

dapat dipisahkan. Kedua hal inilah yang mendasari bahwa siswa telah

mengalami proses pembelajaran.

Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai sesuai dengan tujuan

yang diharapkan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi. Evaluasi yang

pada akhirnya akan diijadikan tindak lanjut untuk mengukur tingkat penguasaan

siswa terhadap materi yang diajarkan. Keberhasilan prestasi belajar bukan hanya

diukur pada tingkat penguasaan ilmu pengetahuan saja melainkan juga pada

tingkah laku siswa yang berupa keterampilan dan sikap.

b. Ranah hasil Belajar

Sudjana (2012), dalam bukunya menyatakan bahwa secara garis

besar Bloom membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah

kognitif, afektif, dan psikomotoris.

1. Ranah kognitif berkenaan hasil belajar intelektual dibagi menjadi

dua macam yakni kognitif tingkat rendah berupa pengetahuan atau

ingatan dan pemahaman, serta kognitif tingkat tinggi meliputi

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan

internalisasi.

3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan

dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris,

yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan

perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan

kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Penilaian terhadap hasil belajar sangat membantu guru untuk

mengetahui tingkat kemajuan siswa dan mengumpulan informasi guna

menyusun kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut. Hasil belajar sangatlah

bermanfaat bagi guru maupun siswa untuk mengetahui tingkat kemampuan

dan keberhasilan proses belajar mengajar.

Penilaian dalam ranah kognitif dapat dilakukan dengan evaluasi

produk. W. S, Winkle (2007: 540) menyatakan bahwa “melalui produk

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

16

dapat diselidiki apakah dan seberapa jauh tujuan intruksional telah

tercapai.” Susanto dalam bukunya menambahkan bahwa evaluasi produk

dapat dilaksanakan dengan mengadakan tes secara lisan maupun tertulis.

Pada umunya dalam pembelajaran tes ini berupa ulangan baik itu harian,

semester, dan umum. Sedangkan, penilaian pada ranah psikomotor dan

afektif dapat dilakukan dengan observasi dan angket.

c. Hakikat sikap dalam pembelajaran IPA SD

Slameto (2010:188), mengatakan bahwa “faktor lain yang

mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap”. Sikap adalah salah satu

yang dapat memberikan pengaruh pada tingkat kerhasilan siswa dalam

belajar. Sikap baik yang dimilliki siswa tentunya akan membantu siswa

dalam merespon pembelajaran. Slameto menambahkan bahwa “sikap

sebagai penentu bagaiman individu bereaksi terhadap situasi serta

menetukan apa yang dicari individu dalam kehidupan”. Hal ini

menunjukan bahwa sikap tidak dapat dianggap remeh dalam proses

pembelajaran.

Sardiman (1996) mengungkapkan bahwa sikap merupakan

kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan

teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu

maupun objek-objek tertentu. Azwar (dalam Susanto, 2013)

mengungkapkan tentang struktur sikap yang terdiri atas tiga komponen

yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif.

Dalam hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih diarahkan

pada pengertian pemahaman konsep. Dalam pemahaman konsep, maka

domain yang sangat berperan adalah domain kognitif.

Sebelum melakukan penanganan sikap pada siswa, terlebih dahulu

kita harus mengetahui darimana sikap itu terbentuk. Slameto (2010:189)

dalam bukunya mengungkapkan bahwa sikap terbentuk dari bermacam cara

antara lain

1. Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui

suatu pengalaman yang disertai penasaran yang mendalam

(pengalaman traumatik).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

17

2. Melalui Imitasi

Peniruan dapat terjadi tanpa sengaja, dapat pula dengan sengaja.

Dalam hal terakhir individu harus mempunyai minat dan arasa

kagum terhadap mode, disamping itu diperlukan pula pemahaman

dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak

ditiru; peniruan akan terjadi lancar bila dilakukan secara kolektif

daripada perorangan.

3. Melalui Sugesti

Di sini seseorang membentuk suatu sikap terhadap obje tanpa suatu

alasan dan pemiiran yang jelas, tapi semata-mata arena pengaruh

yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa

dalam pendangannya.

4. Melalui Identifikasi

Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi/ bukan

tertentu disadari suatu keterikatan emosional sifatnya; meniru dalam

hal ini lebih banyak dalam arti berbusana menyamai; identifiasi

seperti ini sering terjadi antara aba dengan ayah, pengikut dengan

pemimpin, siswa dengan guru, antara anggota suatu kelompok

dengan anggota lainnya dalam kelompok tersebut yang dianggap

paling mewakili kelompok yang bersangkutan.

Melalui uraian diatas dapat disadari atau tidak pendidikan sikap

dapat dilakukan melalui empat hal diatas. Pembelajaran yang melibatkan

salah satu dari empat hal di atas dapat membantu siswa dalam

pembentukan sikap, karena pada hakikatnya memperbaiki sikap siswa

dapat mulai melalui bagaimana sikap itu terbentuk.

Dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar sikap ilmiah haruslah

dikembangkan. Menurut Sulistyorini (2006), ada sembilan aspek yang

dikembangkan dari sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA yaitu:

1. sikap ingin tahu

2. ingin mendapat sesuatu yang baru

3. sikap kerja sama

4. tidak putus asa

5. tidak berprasangka

6. mawas diri

7. bertanggungjawab

8. berpikir bebas

9. kedisiplinan diri

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

18

Sikap ilmiah tersebut dapat dikembangkan melalui kegiatan

pembelajaran IPA seperti diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan

proyek di lapangan.

Sikap adalah faktor yang penting dalam belajar, karena tanpa

kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik. Sikap seseorang

dalam belajar akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperolehnya.

“Sikap akan sangat tergantung kepada pendirian, kepribadian, dan

keyakinannya, tidak dapat dipelajari atau dipaksakan, tetapi perlu

kesadaran diri yang penuh” Susanto (2013: 2). Dengan demikian,

perubahan sikap akan terjadi dengan baik apabila ada kesadaran dari siswa

untuk mau berubah dan menerima nilai-nilai sikap yang didapat dalam

pembelajaran.

2.2 Penelitian yang Relevan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sutanto (2012) dalam upaya

meningkatkan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran Group

Investigation (GI) terhadap siswa kelas V SD Negeri Gejayan, Kecamatan

Pakis, Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2011/2012 yang bertujuan untuk

mengetahui untuk mengetahui apakah penggunaan metode Group

Investigation (GI) pada materi gaya, gerak, dan energy dapat meningkatkan

hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten

Magelang Tahun 2011/2012. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

terjadi peningkatan hasil belajar dari tiap siklus dengan kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Pada pembelajaran IPA

dengan materi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan

metode Group Investigation (GI) adapun hasilnya yaitu pada pra siklus

ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 7anak dari seluruh siswa (21 siswa)

yaitu sebesar 33 % dengan rata-rata 58. Sedangkan pada siklus I ketuntasan

belajar dapat dicapai oleh 14 siswa dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar

66 % dengan rata-rata 69. Hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan

belajar yang dicapai siswa yaitu sebesar 33 %. Sama halnya pada siklus II,

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

19

dari siklus I dengan ketuntasan sebesar 66% ,pada siklus II dapat meningkat

menjadi 95% jadi mengalami kenaikan ketuntasan sebesar 31% dengan nilai

rata-rata 83. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Pembelajaran

menggunakan metode Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil

belajar siswa Kelas V Semester II SD Negeri Kecamatan Pakis Kabupaten

Magelang Tahun 2011/2012. Berdasarkan hasil penulisan yang telah

dilakukan, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut :

Pembelajaran menggunakan metode Group investigation (GI) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya,

gerak.Saran yang dapat disampaikan peneliti berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan adalah guru dalam melakukan pembelajaran hendaknya

menggunakan metode Group Investigation (GI) agar siswa lebih aktif, kreatif,

inovatif, dan senang. Dalam mendemonstrasikan gambar didalam kelas agar

anak tidak jenuh dan dapat menggunakan miniature yang berhubungan

dengan materi agar gambar lebih menarik.

Selain itu masih ada satu penelitian yang dilakukan oleh Yan Putri

Kirana Shinta (2010) untuk mendukung penelitian ini dengan judul

“Pengaruh Cooperative Learning dengan Model Group Investigation

Terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa XII IPS SMA Negeri 1 Krembung.

Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

adanya perbedaan sikap belajar dan hasil belajar siswa yang diajar dengan

pembelajaran kooperatif model group investigation dengan siswa yang diajar

menggunakan metode konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian

quasy eksperimen. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa

XII IPS SMA Negeri 1 Krembung tahun ajaran 2010/2011. Sedangkan

sampel yang digunakan adalah siswa kelas XII IPS 1 sebagai kelas

eksperimen dan XII IPS 3 sebagai kelas kontrol. Analisis hasil penelitian

yang dipakai adalah uji beda rata-rata (Uji-T). Hasil penelitian ini yang

pertama menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan sikap belajar

antara kelas yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group

investigation dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

20

konvensional. Kemudian yang kedua menunjukkan ada perbedaan secara

signifikan hasil belajar antara kelas yang diajar dengan pembelajaran

kooperatif model group investigation dengan siswa yang diajar menggunakan

metode konvensional.

Dilihat dari dua penelitian yang revelan, dapat disimpulkan bahwa

penerapan model kooperative tipe GI (Group Investigation) mampu

meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitan yang kedua yang

dilakukan oleh Yan Putri Kirana Sinta belum terlihat perubahan yang

signifikan dalam penggunaan model GI terhadap sikap siswa. Hal ini

mungkin dikarenakan jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen,

dengan perlakuan yang diberikan singkat sehingga perubahan sikap belum

terlihat jelas. Penelitian kali diharapkan mampu memperbaiki sikap siswa

dalam belajar, karena model penelitian ini adalah PTK yang membutuhkan

watu lebih lama sehingga perbaikan sikap siswa dapat diketahui.

2.3 Kerangka Berpikir

Kurangnya hasil belajar IPA selama ini disebabkan dua faktor, yaitu

pada diri siswa itu sendiri sewaktu penyampaian materi salah dalam daya

tangkap serta dari guru yang salah dalam penyampaian materi. Kesulitan

yang dirasakan adalah konsep-konsepnya yang lebih condong ke pola berfikir

secara nalar. Perlu untuk mencoba suatu model pembelajaran yang dapat

membuat siswa aktif dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh

siswa. Maka dari itu peneliti mencoba melakukan PTK untuk meningkatkan

hasil belajar dan memperbaiki sikap belajar siswa. Penelitian Tindakan kelas

dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: perencanaan, tindakan,

observasi, refleksi, dan diulangi kembali sampai hasil mencapai KKM (68).

Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dengan menggunakan model kooperatif

tipe GI.

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengetahui peningkatan hasil

belajar IPA dibuatlah kerangka berfikir sebagai berikut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8279/2/T1_292010510_BAB II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA “Sains

21

Perencanaan Perencanaan

Tindakan Refleksi

Observasi

Refleksi Tindakan

Observasi

Siklus I Siklus II dst

Gambar 2.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas Subyantoro (2010)

2.4 Hipotesis Tindakan

Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Group

Investigation diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dan

memperbaiki sikap siswa belajar dalam mata pelajaran IPA di SD Negeri 2

Kuwaron.