HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

24
64 HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus Pandangan Masyarakat Desa Besito-Kudus Terhadap Hadis Larangan Tertawa) Arim Zufaida Amna UIN Walisongo Semarang Email: [email protected] Abstrak Posisi hadis sebagai sumber hukum Islam telah menjadi perdebatan panjang secara problematis. Problematika posisi sebuah hadis di masyarakat dapat dilihat dengan kualitas hadis tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sebuah analisis terhadap arti dan makna yang terkandung dalam hadis tertawa serta penerapannya di masyarakat tertentu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui studi literatur dan studi kasus terhadadap masyarakat desa Besito-Kudus untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Pembahasan ini memaparkan argumentasi seputar hadis larangan tertawa sebagai sumber hukum Islam di sebuah masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa problematika seputar sebuah posisi hadis sebagai sumber dasar hukum Islam di masyarakat desa Besito telah melahirkan dinamika positif. Kata Kunci: Hukum Islam, Hadis. Abstract The position of the hadith as a source of Islamic law has become a problematic long debate. The problem with the position of a hadith in society can be seen from the quality of the hadith. This study aims to conduct an analysis of the meanings contained in the laughter hadith and its application in certain societies. This research uses qualitative research methods through literature studies and case studies of the village community of Besito-Kudus to obtain a conclusion. This discussion presents the arguments around the hadith prohibiting laughter as a source of Islamic law in a society. This study concludes that the problems surrounding a hadith position as a basic source of Islamic law in the village community of Besito have generated positive dynamics. Key word: Islamic law, Hadith.

Transcript of HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

Page 1: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

64

HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus Pandangan Masyarakat Desa Besito-Kudus Terhadap Hadis

Larangan Tertawa)

Arim Zufaida Amna UIN Walisongo Semarang

Email: [email protected]

Abstrak Posisi hadis sebagai sumber hukum Islam telah menjadi perdebatan panjang secara problematis. Problematika posisi sebuah hadis di masyarakat dapat dilihat dengan kualitas hadis tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sebuah analisis terhadap arti dan makna yang terkandung dalam hadis tertawa serta penerapannya di masyarakat tertentu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui studi literatur dan studi kasus terhadadap masyarakat desa Besito-Kudus untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Pembahasan ini memaparkan argumentasi seputar hadis larangan tertawa sebagai sumber hukum Islam di sebuah masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa problematika seputar sebuah posisi hadis sebagai sumber dasar hukum Islam di masyarakat desa Besito telah melahirkan dinamika positif. Kata Kunci: Hukum Islam, Hadis.

Abstract

The position of the hadith as a source of Islamic law has become a problematic long debate. The problem with the position of a hadith in society can be seen from the quality of the hadith. This study aims to conduct an analysis of the meanings contained in the laughter hadith and its application in certain societies. This research uses qualitative research methods through literature studies and case studies of the village community of Besito-Kudus to obtain a conclusion. This discussion presents the arguments around the hadith prohibiting laughter as a source of Islamic law in a society. This study concludes that the problems surrounding a hadith position as a basic source of Islamic law in the village community of Besito have generated positive dynamics. Key word: Islamic law, Hadith.

Page 2: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

65

A. Pendahuluan

Sebagaimana yang telah kita ketahui, hadis merupakan perkataan,

perbuatan, dan taqir Nabi SAW.1 Secara syara', Hadis merupakan sumber

ajaran Islam kedua setelah al-Qur'an. Keduanya memiliki kedudukan yang

berbeda tetapi mempunyai tujuan sama dalam membimbing kehidupan

seluruh manusia. Hadis adalah tafsir Al-Qur'an dalam praktek atau monograf

Islam. Sebagai sumber kedua, hadis menempati posisi yang sangat penting

dalam studi islam. Ketika permasalahan yang ditemukan dalam Al-Quran tidak

dijelaskan secara detail, keberadaannya menjadi sangat penting sebagai

penjelas dan penguat al-Qur'an. Oleh karena itu, secara eksistensi diantara al-

Quran dan hadis tidak dapat dipisahkan.

Menurut (Hamdani 2015) dalam penelitiannya, hadis merupakan sesuatu

yang berfungsi sebagai bayan taqrir yaitu menetapkan, memantapkan, dan

mengokohkan apa yang ditetapkan Al-Quran sehingga maknanya tidak perlu

dipertanyakan lagi. Selain itu, dalam peneliannya juga dikatakan bahwa hadis

juga berfungsi sebagai bayan tafsir yang berarti menjelaskan makna yang samar

dan merinci makna Al-Quran yang begitu luas.2

Mengenai fakta tentang hadis Nabi yang mempunyai fungsi sebagai

pedoman hidup, banyak yang merupakan rangkaian dari bahasa arab sehingga

untuk memahaminya harus dapat dipahami dengan sebenar-benarnya baik

dalam kosa kata dan strukturnya agar mendapatkan pemahaman yang tepat.3

Salah satunya memahami kata demi kata dan makna yang terkandung dalam

hadis-hadis yang berkaitan dengan larangan tertawa yang sering dikaitkan

dengan hal yang kelucuan atau humor yang mengakibatkan tertawa secara

berlebihan atau tertawa terbahak-bahak.

1 Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,

(Jakarta: Pustaka Rizki Putra), hal. 5 2 Hamdani Khoirul Fikri, ˝Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran˝ 12 No.2, Tasamuh (Juni

2015). 3 Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qran, (Jakarta Timur: Pustaka Al-

Kautsar, 2006), hal. 422

Page 3: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

66

Humor dan tertawa sangatlah berkaitan. Humor dapat dikatakan

sebagai suatu sikap lucu yang dilakukan seseorang untuk menghibur dan

menjadikan seseorang lainnya merasa gembira dengan cara tertawa.4

Sedangkan tertawa merupakan wujud berseri-serinya wajah sampai terlihatnya

gigi-gigi orang yang melakukannya.5 Tertawa sering dilakukan karena melihat

dan merasakan ada kelucuan. Tujuannya tidak lain adalah untuk kesenangan

atau sekedar hiburan. Namun, untuk menjadikan tertawa menjadi berkualitas

dan bernilai baik bagi pelaku dan penerimanya maka akhlak dan tata cara pun

menjadi suatu hal yang tidak boleh ditinggalkan.

Menurut para ahli dalam bidangnya, tertawa yang dilakukan manusia

memanglah mempunyai berbagai manfaat. Berbeda dengan itu, tertawa dalam

pandangan Islam lebih cenderung mempunyai sisi negatif bagi pelakunya.

Terlebih, banyak hadis yang menyatakan bahwa adanya larangan tertawa

karena berdampak negatif. Dalam keseharian, tertawa sering dikaitkan dengan

adanya tertawa lepas atau tertawa terbahak-bahak sampai melupakan suatu hal

yang ada disekitarnya. Tertawa yang seperti itulah yang dilarang oleh agama.

Firman Allah telah menjelaskan bahwa:

ف ليضحكوا قليلا ولي بكوا كثيراا جزاءا با كانوا يكسبون

˝Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai

pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan (Qs. At-Taubah:82).˝

Secara sekilas, ayat tersebut telah memberikan isyarat kepada sang

pembacanya untuk mengurangi tertawa. Pada saat manusia sedang tertawa

dapat dipastikan bahwa mulut mereka terbuka lebar, terlihat gigi-gigi, dan

bersuara keras. Bagi sang pelaku, akan merasakan puas dengan tertawa seperti

itu. Akan tetapi setelah manusia tertawa lepas pasti dirasa akan lebih sensitif.

4 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2012), hal. 66 5 Muhibbin Abdurrahman, Tertawa Ala Nabi Muhammad, (Semarang: Aneka Ilmu,

2009), hal. 2

Page 4: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

67

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kritik sanad dan matan dalam

menganalisis hadis yang tercantum dalam penelitian. Sedangkan metode

penulisan menggunakan metode kualitatif sebagai pendekatan dan

penelusuran sehingga dapat mengeksplor dan memahami suatu pusat kajian.6

Dalam metode ini akan dijelaskan secara rinci tentang tema yang akan dibahas

dengan menggunakan sumber-sumber yang diambil dari wawancara,

observasi, dan dokumentasi yang akan diolah dalam bentuk kata dan bahasa

dan bukan dalam bentuk sebuah angka. Adapun narasumber dalam

wawancara dalam penelitian adalah masyarakat di Desa Besito-Kudus yang

mempunyai gaya tertawa secara berlebihan.

C. Hasil dan Pembahasan

Hadis tentang Larangan Tertawa

Dilarangnya seseorang tertawa tidak lain karena adanya sisi negatif yang

harus dihindari dari berbagai kalangan. Berikut ini beberapa hadis yang

menjadi rujukan tentang larangan tertawa:

(Sunan at-Tirmidhi)

ث نا جعفر بن سليمان، عن أ ث نا بشر بن هلل الصواف البصري قال: حد ب طارق، عن الحسن، عن حد

عليه وسلم: من يخذ عن هؤلء الكلمات ف ي عمل بن أو ي علم »أب هري رة، قال: قال رسول الل صلى الل

ا وقال: ؟ ف قال أبو هري رة: ف قلت: أن «من ي عمل بن سا خذ بيدي ف عد ، ف رسول الل حارم »

اتق الم

ا، وأحب للناس تكن أعبد الناس، وارض با قسم الل لك تكن أغن الناس، وأحسن إل جارك تكن مؤمنا

ب لن فسك حك، فإن كث رة الضحك تيت القلب ما ت ا، ول تكثر الض «تكن مسلما

" Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Hilal Ash Shawwaf Al Bashri

telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Sulaiman dari Abu Thariq dari

6 J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), hal. 9

Page 5: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

68

Al Hasan dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

salam bersabda: "Siapa yang mau mengambil kalimat-kalimat itu dariku

lalu mengamalkannya atau mengajarkan pada orang yang

mengamalkannya?" Abu Hurairah menjawab: Saya, wahai Rasulullah.

beliau meraih tanganku lalu menyebut lima hal; jagalah dirimu dari

keharaman-keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli

ibadah, terimalah pemberian Allah dengan rela niscaya kau menjadi

orang terkaya, berbuat baiklah terhadap tetanggamu niscaya kamu

menjadi orang mu`min, cintailah untuk sesama seperti yang kau cintai

untuk dirimu sendiri niscaya kau menjadi orang muslim, jangan sering

tertawa karena seringnya tertawa itu mematikan hati." Berkata Abu Isa:

Hadits ini gharib, kami hanya mengetahuinya dari hadits Ja'far bin

Sulaiman dan Al Hasan tidak mendengar apa pun dari Abu Hurairah.

Seperti itulah diriwayatkan dari Ayyub, Yunus bin 'Ubaid, 'Ali bin Zaid,

mereka berkata: Al Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah. Dan Abu

'Ubaidah An Naji meriwayatkan perkataan Al Hasan pada hadits ini dan

ia tidak menyebutkan dari Abu Hurairah dari nabi Shallallahu 'alaihi wa

Salam."7

(Dari Sunan Ibnu Majah)

ث نا أبو معاوية، عن أب رجاء، عن ب رد بن سنان، عن مك د قال: حد ث نا علي بن مم حول، عن واثلة حد

أب هري رة كن ورعاا، تكن أعبد »بن السقع، عن أب هري رة: قال: قال رسول الل صلى الله عليه وسلم:

ب لن فسك، تكن مؤمناا، وأحسن جوار من الناس، وكن قنعاا، تكن أشكر الناس، وأحب للناس ما ت

حك تيت القلب ا، وأقل الضحك، فإن كث رة الض «جاورك، تكن مسلما

"Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan

kepada kami Abu Mu'awiyah dari Abu Raja` dari Burd bin Sinan dari

7

Page 6: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

69

Makhul dari Watsilah bin Al Asqa' dari Abu Hurairah dia berkata;

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abu Hurairah,

Jadilah kamu seorang yang wara`, niscaya kamu menjadi manusia yang

paling beriabadah. Jadilah kamu menjadi seorang yang merasa

kecukupan, niscaya kamu menjadi manusia yang paling bersyukur.

Cintailah mmanusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri, niscaya kamu

akan menja di seorang mukmin. Perbaikilah hubungan dalam bertetangga

dengan tetanggamu, niscaya kamu akan menjadi seorang yang berserah

diri. Dan sedikitkanlah tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan

hati."8

(Dari Al-Darimi)

ث نا جرير عن الفضيل بن غزوان عن علي بن حسي قال من ضحك ضحكةا مج أخب رن مم د بن حيد حد

مةا من العلم

"Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Humaid telah

menceritakan kepada kami Jarir dari Al fudlail bin Ghazwan dari Ali bin

Husain ia berkata: "Barangsiapa tertawa, lepaslah satu bagian dari ilmu."9

ن ث نا سفيان بن عي ي ة عن أمي المرادي قال قال علي ت علموا العلم فإذا علمتموه أخب رن شهاب بن عباد حد

ه القلوب فاكظموا عليه ول تشوبوه بضحك ول بلعب ف تمج

"Telah mengabarkan kepada kami Syihab bin 'Abbad telah menceritakan

kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari `Umay Al Muradi ia berkata: Ali

radliallahu 'anhu berkata: "Hendaklah kalian belajar, jika sudah kalian

pelajari, pertahankanlah, dan janganlah kalian mengotorinya dengan

banyak tertawa dan senda gurau, karena hal itu mematikan hati."10

8 Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ibnu Majah, Kitab Zuhud Bab Wara dan Taqwa, no. Hadis 4207 9 Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-Darimi, Kitab Mukaddimah, Bab menjaga ilmu no. Hadis 582 10 Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-darimi, Kitab Mukaddimah Bab Menjaga Ilmu no. Hadis 581

Page 7: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

70

Kajian Sanad Hadis dan Kualitas Perawi

Para ulama klasik maupun kontemporer secara tegas mengatakan bahwa

ada dua hal pokok dalam menentukan sebuah hadis yang shahih yaitu pada

persoalan sanad dan matan. Untuk mengetahui apakah suatu hadis dapat

dipertanggung jawabkan keasliannya dan tingkat validitasnya, maka

diperlukan penelitian atau kritik terhadap matan dan sanad hadis-hadis yang

akan diteliti terlebih dahulu.11 Berikut merupakan uraian singkat dari masing-

masing perawi hadis diatas:

(Hadis dari Sunan At-Tirmidzi)

1. At-Tirmidzi

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isa bin Yazid bin Saurah

bin Musa bin ad-Dhohak. (209 H-279 H). Beberapa dari muridnya adalah

Abu Bakar Ahmad bin Ismail bin Abu Bakr Ahmad bin Isma’il bin ‘Amir al-

Samarqandi, Abu Hamid Ahmad bin ‘Abdullah bin Dawud al-Marwazi,

Ahmad bin ‘Ali, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi. Kritik dari Ibnu Hibban:

Tsiqqah.12

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa At-Tirmidzi

adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau menerima hadis dari Bisyru bin

Hilal dengan simbol "Haddatsana" yang menyatakan bahwa proses

penerimaan hadis secara as-Sama’. Kemudian, diantara At-Tirmidzi dan

Bisyru bin Hilal dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

2. Bisyru bin Hilal

Nama lengkapnya adalah Bisyru bin Hilal Al-Sowwafu An-Numairi,

kuniahnya adalah Abu Muhammad Al-Basri (w. 247 H). Beberapa dari

guru-gurunya adalah Ja’far bin Sulaiman ad-Daba’i, ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdu

al-Somad al-‘Ammi, Yahya bin Said al-Qaththan. Beberapa dari murid-

11 Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang,

1992), hal. 4 12 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal, (Beirut:

Dar al-Fikr), juz 17, hal. 133

Page 8: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

71

muridnya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il Al-Qadr, Abu Bakar

‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Dunya. Kritik dari Abu Khatim:

Shuduq.13

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Bisyru bin Hilal

adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau telah menerima hadis dari Ja’far

bin Sulaiman dengan simbol "Haddatsana" yang menyatakan bahwa

proses penerimaan hadis secara as-Sama’. Kemudian, diantara At-

Tirmidzi dan Bisyru bin Hilal dapat dikatakan bahwa sanadnya

tersambung.

3. Ja’far bin Sulaiman

Nama lengkapnya adalah Ja’far bin Sulaiman al-Duba’i. Kuniahnya

adalah Abu Sulaiman al-Basri (w. 178 H). Gurunya adalah Abi Tariq,

Ibrahim bin ‘Umar bin Kaisan, Malik bin Dinar, ‘Abdullah bin Masna bin

‘Abdullah bin Anas bin Malik, Sa’id bin ‘Iyas Al-Jariri. Murid-muridnya

adalah Ishaq bin Sulaiman ar-Razi, Hibban bin Hilal, ‘Abdullah bin al-

Mubarak. Kritik dari ‘Abdullah bin Ya’qub: Tsiqqah. Sedangkan dari Ibnu

Hajar al-’Asqalani: Shuduq.14

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Ja’far bin Sulaiman

adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau telah menerima hadis dari Abi

Tariq dengan simbol "’an". Kemudian, diantara Ja’far bin Sulaiman dan

Abi Tariq dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

4. Abi Tariq

Nama lengkapnya adalah Abi Tariq as-Sa’adi al-Basri. Gurunya: al-

Hasan al-Basri. Muridnya: Ja’far bin Sulaiman al-Duba’i. Kritik dari Ibnu

Hajar al-’Asqalani: Majhul.15

13 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 103 14 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb 3…, hal. 400 15 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 315

Page 9: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

72

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abi Tariq adalah

seseorang yang Majhul. Beliau telah menerima hadis dari al-Hasan

dengan simbol "’an". Kemudian, antara Abi Tariq dan Al-Hasan dapat

dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

5. Al-Hasan

Nama lengkapnya adalah Al-Hasan bin Abi al-Hasan al-Basri.

Kuniahnya adalah Maula Jabir bin ‘Abdillah (w.110 H). Beberapa dari

guru-gurunya adalah Abu Hurairah, ‘Ubay bin Ka’ab, Anas bin Malik,

Anas bin al-Hakim ad-Dabbiyyi, Jabir bin ‘Abdullah al-Anshari, Sa’ad bin

‘Ubadah, sa’ad bin Hisyam bin ‘Amir al-Ansori. Murid-muridnya adalah

Yahya bin Muslim, Yunus bin Abi ‘Ubaid, Yunus bin Abi Ishaq. Isma’il bin

Muslim al-Makki, Isma’il bin Muslim al-‘Abdi, Basyir bin al-Muhajir. Kritik

dari Abu ‘Abdullah al-Hakim: Tsiqqah.16

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Al-Hasan adalah

seseorang yang tsiqqah. Beliau telah menerima hadis dari Abu Hurairah

dengan simbol "’an". Kemudian, antara Al-Hasan dan Abu Hurairah

dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

6. Abu Hurairah

Nama lengkapnya adalah Abu Hurairah al-Dusy al-Yamani, dan

kuniahnya adalah ‘Abdurrahman Bin Shaqar, ’Abdurrahman bin Ghanam,

‘Abdullah bin ‘Amir atau‘Abdullah bin ‘A’id. (598 H-678 H). Gurunya

adalah Nabi Saw. Murid-muridnya adalah Ibrahim bin Isma’il, Anas bin

Malik. Kritik dari Ibnu Hajar Al-’Asqalani: Masyhur.17

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Hurairah

adalah seseorang sahabat. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima

hadis dari Nabi Muhammad SAW secara langsung dengan simbol

"Qala" yang berarti bahwa sanadnya tersambung.

16 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 297 17 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 366

Page 10: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

73

Setelah dianalisa lebih lanjut, kualitas sanad dari hadis ini dapat

dikatakan tersambung. Sedangkan dari segi kualitas matan, hadis tersebut

merupakan hadis Shahih. Dengan kriteria seluruh rawi-rawinya adil dan

bersambung sanadnya. Hadis ini merupakan hadis yang marfu’ karena diterima

langsung dari Rasululah saw.

(Hadis dari Ibnu Majah)

1. Ibnu Majah:

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Yazid al-Ruba’i al-

Qazwini. Kuniahnya adalah Abu ‘Abdillah bin Majah al-Qazwini al-Hafidz

(209 H-273 H). Guru-gurunya diantaranya adalah ‘Ulama dari

Khurasan, ‘Iraq, Syam, dan Syiria. Murid-muridnya adalah ‘Ali bin Sa’id

‘Abdullah al-Gazdani, Ibrahim bin Dinar al-Haush Abi al-Hamadzani, Ahmad

bin Ibrahim al-Qazwani, Abu Thayyib Ahmad bin Rauhi al-Baghdadi, Abu

‘Amr Ahmad bin Muhammad bin Hakim al-Madani. Kritik dari Abu Ya’la al-

Khalil bin ‘Abdullah al-Qazwini: Tsiqqah. Sedangkan dari Kabir,

Muttafaqun ‘alaih: Muhtaj bihi.18

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Ibnu Majah adalah

seseorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari

Ali bin Muhammad dengan simbol "Haddatsana" yaitu kata yang

menunjukkan proses penerimaan hadis pada as-Sama’. Kemudian,

diantara Ibnu Majah dan Ali bin Muhammad dapat dikatakan bahwa

sanadnya tersambung.

2. ‘Ali bin Muhammad

Nama lengkapnya adalah ‘Ali Muhammad bin Abi Syaddad.

Kuniahnya adalah ‘Ali Muhammad bin Abi Syaddad, ‘Ali bin Muhammad

bin ‘Abdu ar-Rahman (w. 233 H). Guru-gurunya adalah Abi Mu’awiyyah

ad-Darir, Ibrahim bin ‘Uyainah, Ishaq bin Sulaiman ar-Razi, Ishaq bin

Manshur as-Saluliyyi, Ja’far bin ‘Aun, Hafsh bin ghiyats, ‘Ubaidillah bin

18 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 355

Page 11: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

74

Musa, Yahya bin Adam, Al-Walid bin Muslim, Abi Bakar bin ‘Ayyasy.

Murid-muridnya adalah Ibnu Majah, Ibrahim bin Sahlawiyyah al-Mu’addil,

Abu Qudamah Ahmad bin Muhammad bin Sa’id al-Qushairi, Ja’far bin

Muhammad bin Hasan ar-Razi, Abu Yahya az-Za’farani, al-Hasan bin al-

’Abbas ar-Razi, Hamid bin Mahmud bin ‘Isa al-Tsaqafi, al-Hasan bin

Manshur bin Muqatil, Ziyad bin Ayyub al-Thusi, Ma’ruf bin al-Hasan. Kritik

dari Abu Khatim ar-Razi: Tsiqqah.19

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa ‘Ali bin Muhammad

adalah seseorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima

hadis dari Abu Mu’awiyah dengan simbol "Haddatsana", kata yang

menunjukkan proses penerimaan hadis pada as-sama'. Kemudian,

diantara ‘Ali bin Muhammad dan Abu Mu’awiyah dapat dikatakan

bahwa sanadnya tersambung.

3. Abu Mu’awiyah

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Khazim at-Tamimi as-Sa’di

Abu Mu’awiyah ad-Dariri al-Kufi. Kuniahnya adalah Abu Dawud al-‘Ami.

(113 H- 195 H). Guru-gurunya adalah Abi Raja’ al-Jazari, Isma’il bin Abi

Khalid, Basyar bin Qidam, Sa’id bin Sa’i, Sahil bin Abi Shalih. Murid-

muridnya adalah Ahmad bin Hambal, Ibrahim bin Sinan Al-Qaththan.

Kritik dari Yahya bin Mu’in: Tsiqqah.20

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Mu’awiyah

adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis

dari Abu Raja’ dengan simbol "’an". Kemudian, diantara Abu Mu’awiyah

dan Abu Raja’ dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

4. Abu Raja’

Nama lengkapnya adalah Mihraz bin ‘Abdillah Raja’ al-Jazara Maula

Hisyam bin ‘Abdil Malik. Guru-gurunya adalah Burdin bin Sinan as-

19 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 393 20 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 233

Page 12: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

75

Syami, Syidan bin Abi Salam al-Aswadi, Abi Su’bah Shodaqoh bin Muntashar

as-Sa’bani ar-Ramli. Murid-muridnya diantaranya adalah Sufyan ats-

Tsauri, Zuhair bin Mu’awiyah, ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Mahar.

Kritik dari Ibnu Hajar al-’Asqalani: Shuduq dan dari al-Dhahabi:

Tsiqqah.21

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Raja’ adalah

seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis dari

Burdi bin Sinan dengan simbol "’an". Kemudian, diantara Abu Raja’ dan

Burdi bin Sinan dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

5. Burdi bin Sinan

Nama lengkapnya adalah Burdi bin Sinan al-Syami Abu ‘lla ad-

Dimasyqi (w. 135 H). Guru-gurunya adalah Makhul al-Syami, Sulaiman

bin Musa ad-Dimasyqi, Muhammad bin Muslim Syihab az-Zuhri, Abi Harun

al-‘Abdi. Murid-muridnya diantaranya adalah Yahya bin Hamzah al-

Hadrami, Sufyan ats-Tsuri, Khatim bin Wirdan. Kritik dari Abu Zar’ah:

Laba’sa Bihi. Sedangkan dari Abu Khatim al-Razi: Shuduq.22

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Burdi bin Sinan

adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis

dari Makhul dengan simbol "’an". Jika dilihat dari tahun lahir dan

meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Burdi bin Sinan adalah

salah satu murid dari Makhul. Kemudian, diantara Burdi bin Sinan dan

Makhul al-Syami dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

6. Makhul

Nama lengkapnya adalah Makhul as-Syami Abu ‘Abdillah.

Kuniahnya adalah Abu Ayyub, Abu Muslim al-Mahfudz Abu ‘Abdillah ad-

Dimasyqi al-Faqih (w. 113 H). Gurunya adalah Nabi Saw, Wa’ilah bin al-

Asqa’, Anas bin Malik, Abi bin Ka’ab, Al-Haris bin Haris Al-‘Ash’ari, Zubair

21 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 465 22 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 25

Page 13: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

76

bin Nufair al-Hadrami, Junadah bin Abi .Umayyah, al-Haris al-Ash’ari,

Ghudaif bin al-Haris, Qabidah bin Dhubaib, Qaza’ah bin Yahya. Muridnya

adalah Burdi bin Sinan, Ibrahim bin Abi Hanifah Al-Yamani, Ibrahim bin

Sulaiman al-Afthas, Ayyub bin Musa al-Qurasyi, Usamah bin Zaid al-

Laitsayu, Isma’il bin Umayyah al-Qurashi, Isma’il bin Abi Bakr, Bahir bin

Sa’ad, Bisyr bin Numair, Tsabit bin Tsauban. Kritik dari al-‘Ijliyyu:

Tsiqqah. Sedangkan dari Ibnu Khiras: Shuduq.23

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Makhul as-Syami

adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan telah menerima hadis

dari Wailah bin al-Asqa’ dengan simbol "’an". Jika dilihat dari tahun

meninggalnya mereka, dapat dikatakan bahwa Makhul al-Syami adalah

salah satu murid dari Wailah bin al-Asqa’. Kemudian, diantara Makhul

as-Syami dan Wailah bin al-Asqa’ dapat dikatakan bahwa sanadnya

tersambung.

7. Wailah bin Al-Asqa’

Nama lengkapnya adalah Wailah bin al-Asqa’ bin Ka’ab bin ‘Amir

bin Laits bin Bakr bin ‘Abdi Manah (w.83 H). Gurunya adalah Nabi Saw,

Abi Martsad al-Ghanawi, Abu Hurairah, Ummi Salamah. Murid-muridnya

adalah Makhul bin As-Syami, Ibrahim bin Abi ‘Ablah, Sulaiman bin Musa,

al-Gharif bin Ayyas al-Dailami, Abdu al-Rahman bin Abi Qasimah, Yunus

bin Ma’isarah bin Halbas, Abu Idris al-Khaulani, Abu Sa’ad al-Himri as-

Syami. Kritik dari Abu Khatim: Beliau hidup di Sham. Sedangkan dari

Abu Zur’ah: Beliau hidup di Damasyqus.24

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa tidak ada

seseorang yang mengkritik Wailah bin al-Asqa’. Wailah bin al-Asqa’

menerima hadis dari Abu Hurairah yaitu seorang sahabat Nabi saw

23 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 356 24 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 351

Page 14: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

77

dengan simbol "’an". Kemudian diantara Wailah bin al-Asqa’ dan Abu

Hurairah dapat dikatakan sanadnya tersambung.

8. Abu Hurairah

Nama lengkapnya adalah Abu Hurairah al-Dusy al-Yamani, dan ada

yang mengatakan ‘Abdurrahman bin Syaqar, ’Abdurrahman bin Ghanam,

‘Abdullah bin ‘Amir atau ‘Abdullah bin ‘A’id (598 H-678 H). Gurunya

adalah Nabi Saw. Murid-muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin

Isma’il, Anas bin Malik. Kritik dari Ibnu Hajar Al-’Asqalani: Masyhur.25

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Abu Hurairah

adalah seseorang sahabat. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima

hadis dari Nabi Muhammad SAW dengan simbol "Qala" yang berarti

bahwa sanadnya tersambung.

Dari segi kualitas matan, hadis tersebut merupakan hadis shahih dengan

kriteria seluruh rawi-rawinya adil dan bersambung sanadnya. Hadis ini

merupakan hadis yang marfu’ karena diterima langsung dari Rasululah saw

dan dapat dijadikan sebagai hujjah yang kuat.

(Hadis dari Al-Darimi)

1. Al-Darimi

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Sa’id bin Syakhr al-Darimi.

Kuniahnya adalah Abu Ja’far al-Sarkhasi al-Naisaburi (w. 253 H). Guru-

gurunya diantaranya adalah Ahmad bin Ishaq al-Hadrami, Bishr bin ‘Umar

al-Zahrani, Ja’far bin ‘Aun, Hayyan bin Hilal, Hajjaj bin Nusair. Murid-

muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin Abi Thalib al-Naisaburi, Ibrahim

bin Hasyim al-Baghawi, Ahmad bin Muhammad bin al-Azhar Abu al-’Abbas

al-Azhari, Abu Yahya Zakariyya bin Dawud bin Bakr al-Khaffaf. Kritik dari

Abu al-’Abbas bin ‘Uqdah: Tsiqqah.26

25 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 366 26 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 142

Page 15: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

78

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Al-Darimi adalah

seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima hadis

dari Muhammad bin Humaid dengan menggunakan simbol "akhbarana".

Jika dilihat dari tahun kelahiran dan meninggalnya mereka, dapat

dikatakan bahwa Al-Darimi adalah salah satu murid dari Muhammad bin

Humaid. Kemudian, diantara Al-Darimi dan Muhammad bin Humaid

dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

2. Muhammad bin Humaid

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Humaid bin Hayyan al-

Tamimi, Abu ‘Abdillah al-Razi (w. 248 H). Guru-gurunya diantaranya

adalah Jarir bin ‘Abdu al-Hamid, Ibrahim bin al-Mukhtar, Hakkam bin Salm,

Hakam bin Bashir bin Salman, Zafir bin Sulaiman. Murid-muridnya

diantaranya adalah Abu Daud, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibrahim bin Malik

al-Qaththan, Ahmad bin Ja’far bin Nashr al-Jammal, Ahmad bin Khalid al-

Razi. Kritik dari An-Nasai: Laisa bi tsiqqah. Sedangkan dari ‘Ali bin

Husain bin Al-Junaid al-Razi: Tsiqqah.27

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Muhammad bin

Humaid adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah

menerima hadis dari Jarir dengan menggunakan simbol "haddatsana",

kata tersebut menyatakan bahwa penerimaan hadis secara as-Sama’.

Diantara Muhammad bin Humaid dan Jarir dapat dikatakan sanadnya

tersambung.

3. Jarir

Nama lengkapnya adalah Jarir bin ‘Abdu al-Hamid Qurthi al-Dabbi

(107 -188H). Guru-gurunya diantaranya adalah Fudail bin Ghazwan,

Malik bin Anas, Ibrahim bin Muhammad bin al-Muntashar, Aslam al-

Minqari, Abi Hayyan. Murid-muridnya adalah Ibrahim bin Syammam,

Ibrahim bin Musa, Ahmad bin Muhammad bin Musa, Ishaq bin Isma’il, Ishaq

27 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 221-226

Page 16: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

79

bin Musa. Kritik dari Muhammad bin Sa’ad: Tsiqqah. Begitu juga dari An-

Nasa’i: Tsiqqah.28

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Jarir adalah

seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah menerima hadis

dari Fudail bin Ghazwan dengan menggunakan simbol "’an". Jika dilihat

dari tahun kelahiran dan meninggalnya mereka, dapat dikatakan

bahwa Jarir adalah salah satu murid dari Fudail bin Ghazwan.

Kemudian, diantara Jarir dan Fudhail bin Ghazwan dapat dikatakan

bahwa sanadnya tersambung.

4. Fudhail bin Ghazwan

Nama lengkapnya adalah Fudhail bin Ghazwan bin Jarir al-Dabbiyyi.

Kuniahnya adalah Abu Fadl al-Kufi (w. 141 H). Guru-gurunya

diantaranya adalah Zubaid bin Yami, ’Ali bin ‘Abdullah bin ‘Umar, Thalhah

bin ‘Ubaidillah, ‘Ashim bin Bahdalah, Abi Zur’ah bin ‘Amr bin Jarir. Murid-

muridnya diantaranya adalah Ishaq bin Yusuf al-Azraq, Jarir bin ‘Abdi al-

Hamid al-Dabiyyi, Hafsh bin Ghiyats, Abu Usamah, Sa’id bin Muhammad al-

Warraq. Kritik dari Ahmad bin Hanbal: Tsiqqah.29

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Fudhail bin

Ghazwan adalah seorang yang tsiqqah. Beliau dinyatakan bahwa telah

menerima hadis dari ‘Ali bin al-Husain dengan menggunakan simbol

"’an". Jika dilihat dari tahun kelahiran dan meninggalnya mereka, dapat

dikatakan bahwa Fudail bin Ghazwan adalah salah satu murid dari ‘Ali

bin al-Husain. Kemudian, diantara Fudail bin Ghazwan dan ‘Ali bin al-

Husain dapat dikatakan bahwa sanadnya tersambung.

5. ‘Ali bin Husain

Nama lengkapnya adalah ‘Ali bin al-Husain bin Waqid al-Qurasyi,

Abu al-Hasan (Jaddihi Waqid Maula ‘Abdillah bin ‘Amir bin Kuraiz al-

28 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 356 29 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 117

Page 17: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

80

Qurasyi) (130 H-212 H). Guru-gurunya diantaranya adalah Abihi al-

Husain bin Waqid, Kharijah bin Mus’ab al-Khurasani, ‘Abdillah bin ‘Amr al-

‘Umri, Abi Hamzah al-Sukri. Murid-muridnya diantaranya adalah Ahmad

bin Sa’id al-Darimi, Abu ‘Abdullah Ahmad bin ‘Abdu al-Mu’min al-Marwazi,

Ahmad bin Muhammad bin Shabawaih al-Khuza’i. Kritik dari Abu Khatim:

Da’if. Sedangkan dari An-Nasa’i: Laisa bihi Ba’s.30

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa ‘Ali bin al-Husain

adalah seseorang yang da’if. ‘Ali bin al-Husain pada hadis ini tidak

tersambung dengan Nabi saw. Jadi, hadis tersebut tidak dapat dikatakan

bahwa sanadnya tersambung.

Kajian Lughawi (Kebahasaan)

Didalam Kamus al-Munawwir, kata ضحك mempunyai arti tertawa.31

Sedangkan tertawa didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata yang

terdiri dari dua kosa kata, ter dan tawa. Ter mempunyai arti paling dan tawa

mempunyai arti ungkapan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan

mengeluarkan suara yang pelan, sedang, maupun keras. Jadi tertawa dapat

diartikan suatu kegiatan yang dihasilkan dari rasa gembira, senang, geli dan

sebagainya dengan cara mengeluarkan suara dari mulut seorang yang

tertawa.32 Sedangkan kata كثرة dalam hadis-hadis diatas dapat diartikan

banyak didalam kamus al-munawwir. Jadi, jika dianalisis secara mendalam, kata

banyak dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendekati berlebihan.

Menurut Herbert Spencer, seorang ahli psikolog mengatakan tertawa

adalah klep pengaman dan Freud melihat tawa sebagai pelepasan untuk

mengeluarkan energi psikis atau jiwa manusia.33 Sedangkan As'adi

Muhammad dalam bukunya, Tertawalah Biar Sehat, mengartikan tertawa

30 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb…, hal. 252 31 A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 2002), edisi kedua, hal. 813 32 Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 1150 33 Mustamir Pedak, Metode supernol Menaklukkan Stres, (Jakarta: PT. Mizan Publika,

2009), edisi I, hal. 234

Page 18: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

81

menjadi beberapa macam bagian yaitu tertawa tanpa suara dan hanya

melebarkan bibir disebut tersenyum, tertawa dengan suara keras dinamakan

tertawa terbahak-bahak, dan tertawa dengan suara keras dan sampai

memegangi perut dinamakan terpingkal-pingkal atau terkekeh-kekeh.34

Berbeda lagi dengan kata tertawa dalam kamus Oxford, kata tertawa

merupakan arti dari kata laugh yang diserap dari kaliamat ˝Laugh makes

sounds and a movement of the face and the body that express amusement or

happiness. And sometimes, laugh also contempt or anxiety as usually. Dari

kalimat tersebut dapat dikatakan bahwa tertawa itu menghasilkan suara dan

gerakan pada wajah dan tubuh. Tujuannya, tidak hanya untuk menghibur

tetapi juga dapat untuk menghina dan menjadi tanda suatu kegelisahan atau

grogi.35

Dampak tertawa secara berlebihan

Tersenyum adalah anjuran dari islam, bahkan tersenyum merupakan

suatu hal yang dapat dihitung sebagai ibadah dan sedekah. Tersenyum berbeda

dengan tertawa, berbeda pula dengan tertawa secara berlebihan atau tertawa

terbahak-bahak. Tersenyum adalah sebuah ibadah, akan tetapi tertawa

berlebihan justru mempunyai dampak yang buruk. Pada faktanya, tertawa

secara berlebihan hanya akan menimbulkan bahaya tanpa disadari,

diantaranya:

Pertama, tertawa berlebihan dapat mengakibatkan matinya hati

seseorang. Kedua, Hilangnya cahaya pada wajah. Ketiga, Terkesan tidak dapat

diajak serius. Keempat, dapat membuat seseorang selalu berpikir apatis.

Kelima, Banyak melupakan akherat. Keenam, tertawa secara berlebihan

termasuk melanggar adab yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Ketujuh,

dapat merusak pertemanan atau persaudaraan dengan orang lain. Kedelapan,

34 As'adi Muhammad, Tertawalah Biar Sehat!, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hal. 8 35 Oxford University, Oxford Advenced Leaner's Dictionary, (Oxford: Oxford University

Press, 2011), hal. 8

Page 19: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

82

tertawa secara berlebihan hanya menimbulkan suara gaduh. Kesembilan,

tertawa berlebihan hanya akan mengganggu kenyamanan orang lain.

Kesepuluh, menjadikan hormon pada tubuh tidak seimbang.36

Adab tertawa yang baik

Sebagai agama yang sempuna, agama Islam selalu memberikan ajaran,

ketentuan dan tata cara tersendiri dalam segala hal. Semua tingkah laku dan

perbuatan sekecil apapun yang dilakukan oleh kaum muslimin pasti ada aturan

dan adabnya. Dimulai dari mandi, tidur, berbicara, tertawa, dan lainnya. Hal-

hal tersebut semata-mata tidak hanya dalam hal larangan, tetapi selalu ada

hikmah dan manfaat bagi yang menjalankan aturan-aturan tersebut. Berikut ini

beberapa adab tertawa:

1. Tidak tertawa sampai terkekeh-kekeh

2. Tidak tertawa dengan suara yang sangat keras

3. Tidak tertawa ketika sedang makan dan minum

4. Tidak tertawa ketika sedang dihadapan orang sakit

5. Tidak meniru gaya tertawa orang jail

6. Tidak menertawai orang lain

7. Tidak menertawai orang tua

8. Tidak tertawa dengan gelak tawa yang tidak menyenangkan. 37

D. Analisa Hadis Larangan Tertawa Sebagai Hukum Islam di Desa Besito-

Kudus

Hadis Nabi saw sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-

Quran merupakan penafsiran dari praktek-praktek penerapan ajaran-ajaran

Islam secara fakta dan ideal. Kaum muslim dan muslimah diwajibkan

mengikuti dan menerapkan ajaran yang telah dikandung didalam hadis.

36 Riyan Hidayat, Islam On The Spot Jilid III, (Jakarta: Gramedia, 2020), hal. 15 37 Abdul Majid S, Tertawa yang Disukai Tertawa yang Dibenci Allah, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2004), hal. 20

Page 20: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

83

Beberapa kajian yang terdapat di dalam hadis pada dasarnya memiliki tujuan

agar mampu mendudukkan pemahaman terhadap hadis pada tempat yang

proporsional, kapan hadis tersebut dapat dipahami secara kontekstual, tekstual,

universal, maupun situasional.

Kedudukan hadis juga dapat dikatakan sebagai sumber yang otoritatif,

sumber yang telah diterima di berbagai kalangan: sunni, syi'ah dan aliran Islam

lainnya.38 Oleh karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan perkataan,

perbuatan, dan ketetapan Nabi dijadikannya sebagai pedoman dan panutan

oleh seluruh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari yang akan menjadi

jaminan teologis.39

Mengenai pembahasan dalam penelitian ini, tertawa memang dilarang

didalam kajian keislaman karena hanya akan berdampak negatif bagi yang

melakukannya. Larangan ini, dapat dikaitkan dengan beberapa ilmu-ilmu

terkini: Psokologi, Neurologi, dan lain sebagainya. Selaras dengan itu, melalui

Al-Manhiyyat karya Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Al-Husain

berusaha menguraikan tentang pesan yang terkandung dalam larangan-

larangan yang pernah dianjurkan oleh Rasulullah. Abu Abdullah menegaskan

bahwa semua larangan yang diberlakukan oleh Rasulullah kepada umatnya

memiliki tujuan yang sangat positif dan dapat dibenarkan.40

Banyak masyarakat kalangan awam yang tidak mengetahui akan hal ini.

Lebih-lebih masyarakat di desa Besito-Kudus, mereka minim akan pemahaman

tentang hadis larangan tertawa beserta kualitasnya. Mereka hanya memahami

bahwa tertawa hanya berdampak positif baginya. Mereka mengatakan bahwa

tertawa merupakan suatu hal yang asyik sebagai pelepas penat. Masyarakatt di

38 M.M Azami, Studies in Hadith Methodologi and Literature (Indianapolis: American Trust

Publication, 1997), hal. 5 39 Muhammad Arkoun, Rethinking Islam Comon Question Uncomon Answer, terj. Yudian

Asmian dan Latiful huluq dengan judul ˝Rethinking Islam˝, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 73

40https://republika.co.id/berita/p302d3313/larangan-yang-diberlakukan-memiliki-tujuan-positif-dan-benar diakses pada tanggal 03 April 2020, Pukul 14.32.

Page 21: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

84

desa ini juga tidak banyak yang mengkaji secara mendalam akan hal ini

walaupun telah banyak ulama-ulama desa yang menyebar. Akan tetapi, setelah

mengetahui keberadaan hadis dengan beberapa kualitas hadis yang shahih dan

dla'if, banyak pula masayarakat di desa Besito-Kudus lebih memilih dan

condong terhadap hadis yang shahih sebagai yang digunakan hujjah dalam

kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa apa yang telah ditetapkan dalam

Islam merupakan sebaik-baiknya aturan.

Zaghlul an-Najjar membenarkan dalam pendapatnya, bahwa tertawa juga

dapat berakibat fatal hingga matinya hati. Pendapat ini sesuai dengan makna

hadis-hadis dalam penelitian ini. Beliau mengatakan, tertawa yang sampai

matinya hati dapat dijelaskan secara fisik dan non-fisik manusia. Menurutnya,

secara non-fisik hati dapat digunakan untuk mengukur apakah seseorang

memiliki hati nurani atau tidak.41 Abdul Majid S juga mengatakan banyaknya

tertawa dapat menyebabkan pikiran seseorang menyusut. Seseorang yang

tertawa sampai berlebihan akan berakibat pada keengganan dalam berpikir

kritis, evaluatif, dan reflektif.42

E. Kesimpulan Dan Saran

Pandangan Masyarakat Desa Besito-Kudus terhadap Hadis larangan

tertawa merupakan suatu hal yang baru. Menurut mereka, larangan tertawa

dalam perspektif hadis benar adanya setelah mereka mengetahui tentang

kualitas hadis dan dampaknya dari aspek keislaman. Tidak ada salahnya jika

mereka membenarkan dan menerapkan dalam kesehariannya karena larangan

tersebut telah termaktub dalam hadis Nabi sebagai sumber hukum Islam

setelah Al-Qur'an.

41 Zaghlul an-Najr, Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan Hadis

Nabi, Terj. Zainal Abidin, dkk, (Jakarta: Amzah, 2011), hal. 147 42 Abdul Majid S, Op.cit, hal. 48

Page 22: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

85

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Muhibbin, Tertawa Ala Nabi Muhammad, (Semarang: Aneka

Ilmu, 2009).

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 1.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 3.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 4.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 13.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 15.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 16.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 17.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 18.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 19.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 21.

Al-Hajjaj, Jamaluddin Abi Yusuf al-Mizzi, Tahdzīb al-Kamal fi asma'i al-Rijal,

(Beirut: Dar al-Fikr), juz 22.

Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qran, (Jakarta Timur:

Pustaka Al-Kautsar, 2006).

Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-darimi, Kitab Mukaddimah Bab Menjaga Ilmu no.

Hadis 581.

Page 23: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

86

Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ad-Darimi, Kitab Mukaddimah, Bab menjaga ilmu no.

Hadis 582.

Aplikasi Kutubut Tis'ah, Ibnu Majah, Kitab Zuhud Bab Wara dan Taqwa, no.

Hadis 4207.

Arkoun, Muhammad, Rethinking Islam Comon Question Uncomon Answer, terj.

Yudian Asmian dan huluq, Latiful dengan judul ˝Rethinking Islam˝,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).

Ash-Shiddiqi, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu

Hadis, (Jakarta: Pustaka Rizki Putra).

'Azami, M.M, Studies in Hadith Methodologi and Literature (Indianapolis:

American Trust Publication, 1997).

Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Humor, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2012).

Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993).

Fikri, Hamdani Khoirul, ˝Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran˝ 12 No.2, Tasamuh

(Juni 2015).

https://republika.co.id/berita/p302d3313/larangan-yang-diberlakukan-

memiliki-tujuan-positif-dan-benar diakses pada tanggal 03 April 2020,

Pukul 14.32.

Ismail, Dr. M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1992).

Muhammad, As'adi, Tertawalah Biar Sehat!, (Yogyakarta: Diva Press, 2011).

Munawwir , A. W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 2002), edisi kedua.

Oxford University, Oxford Advenced Leaner's Dictionary, (Oxford: Oxford

University Press, 2011).

Pedak, Mustamir, Metode supernol Menaklukkan Stres, (Jakarta: PT. Mizan

Publika, 2009), edisi I.

Raco, J.R, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010).

Page 24: HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Studi Kasus …

87

Riyan Hidayat, Islam sOn The Spot Jilid III, (Jakarta: Gramedia, 2020).

S, Abdul Majid, Tertawa yang Disukai Tertawa yang Dibenci Allah, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2004).

Zaghlul an-Najr, Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan

Hadis Nabi, Terj. Zainal Abidin, dkk, (Jakarta: Amzah, 2011).