Guru Pembimbing

25
KERAJAAN ACEH DARUSSALAM ( SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ) Guru Pembimbing : Ayu Yarnisah .S.Si.M.Pd Oleh Kelompok : 02 Anisatul Azizah (04) Hanifatussoliha (13) Novi Nur Anggraini (20) Nurul Hikmawati (22) MTS. MIFTAHUL ULUM 2015 Jln. A.Yani 35 B Wanasari, Denpasar Utara Ridwan,.(http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-kerajaan-aceh-pada-masa- kejayaan-dan-keruntuhannya//): diakses tanggal 10Februari 2013,

Transcript of Guru Pembimbing

Page 1: Guru Pembimbing

KERAJAAN ACEH DARUSSALAM ( SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM )

Guru Pembimbing : Ayu Yarnisah .S.Si.M.Pd Oleh Kelompok : 02

Anisatul Azizah (04)Hanifatussoliha (13)Novi Nur Anggraini (20)Nurul Hikmawati (22)

MTS. MIFTAHUL ULUM 2015 Jln. A.Yani 35 B Wanasari, Denpasar Utara

Ridwan,.(http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-kerajaan-aceh-pada-masa-kejayaan-dan-keruntuhannya//): diakses tanggal 10Februari 2013,

:http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Aceh dari http://id.wikipedia.org/: http://ilhamblogindonesia.blogspot.com/2014/01/6-benda-dan-bangunan-indah-peninggalan.html#ixzz3jeGkDJWH(http://acehindah.blogspot.com) http://visittoaceh.blogspot.com(http://travel.detik.com/)http://iloveaceh.tumblr.com(http://atjehlink.com/)http://hack87.tumblr.com(http://disbudpar.acehprov.go.id/)http://www.panoramio.com

i

Page 2: Guru Pembimbing

DAFTAR ISI Hal Halaman Judul………………………………………………….. i Daftar Isi……………………………………………………….... ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah………………………………………... 2

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proses Berdirinya…………………………………………. 3 2.2 Masa Kejayaan……………………………………………. 5 2.3 Masa Kemunduran……………………………………….. 6 2.4 Raja – raja yang Berkuasa……………………………….. 7 2.5 Peninggalan Sejarah……………………………………… 9

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………… 15

Daftar Pustaka…………………………………………………... 16s

ii

Page 3: Guru Pembimbing

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh merupakan salah satu kerajaan terbesar dari beberapa Kerajaan Islam di Indonesia pada zaman Indonesia Madya. Beberapa sejarawan berbeda pendapat mengenai awal mula berdirinya Kerajaan Aceh. Hal ini dikalangan sejarawan sangat wajar terjadi dalam menafsirkan bukti sejarah. Menurut Djayadiningrat (1983) menyebutkan sebagai berikut. Kekuasaan kerajaan dimulai pada pertengahan ke-2 tahun 601 H (1205 M), ketika dari arah barat datang seorang asing ke Aceh. Orang ini membawa agama Islam dan kawin dengan seorang bidadari, ia menetap di Aceh dan merupakan deretan pertama dari para sultan Aceh dengan gelar Soeltan Djohan Sjah. Djayadiningrat mengungkapkan hal tersebut melaui sumber sejarah berupa kronik yang menjelaskan awal mula berdirinya kerajaan aceh. Dalam kutipan tersebut disebutkan bahwa awal dari awal Kerajaan Aceh melalui seorang pendatang asing yang memasuki Aceh dan membawa agama islam. Orang tersebut menikah dengan seorang bidadari. Kemungkinan bidadari tersebut adalah seorang putri kepala suku/ketua adat yang menempati wilyah tersebut. Sehingga secara otomatis dia dapat menetap dan menjadi penerus kepala suku/ketua adat yang menyebut dirinya dengan gelar Soeltan Djohan Sjah. Secara berurutan penjelasan dari kronik. Namun penjelasan dari kronik tersebut belum dapat dipastikan kebenarannya. Hal tersebut disebabkan sebuah kronik adalah berita dari mulut kemulut yang kebenarannya belum dapat dipastikan namun dapat dijadikan dasar penelitian sejarah. Berita kronik ini menjadi kabur setelah diperkuat dengan bukti-bukti sejarah lain yang lebih kuat yang disampaikan oleh ahli sejarah. Dalam Boestan as-salatin dalam Djayadinigrat (1983-11-12) memaparkan tentang berdirinya kerajaan Aceh adalah sebagai berikut. Menyebutkan sultan Aceh yang pertama bernama Ali Moeghajat Sjah. Ia naik tahta pada tahun'913 H. Dan memerintah sampai tahun 928. Sebelumnya, tidak ada sultan di Aceh. Yang ada hanya kepala (meuran) yang mempunyai kekuasaan secara lokal. Sultan Ali Moeghajat Sjah adalah sultan yang pertama memeluk agama Islam dan menyebarkannya di Aceh. Ia menaklukkan Pedir, Samudra dan banyak lagi kerajaan kecil lainnya. Dalam Boestan as-salatin bahwasannya sultan Aceh yang pertama ialah bernama Ali Moeghajat Sjah. Memang sebelumnya Aceh menjadi daerah kekuasaan Pedir/Pidie ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis. Tidak hanya Aceh saja daerah Daya juga dikuasai oleh Pidie. Seperti yang dipapakarkan oleh Harun (1995:11) sebenarnya tatkala orang Portugis mulai menginjakkan kaki di Malaka awal abad ke-16, Aceh masih merupakan kerajaan taklukkan kerajaan Pidie, yang terletak di Sumatra Utara, akan tetapi berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah akhirnya mampu melepaskan diri dari pengaruh Pidie dan menjadi daerah yang berdaulat penuh bahkan pada babak berikutnya Acehlah yang kemudian menjadi sentral kekuasaan di wilayah Sumatra Utara tersebut Pasai, Daya termasuk pula yang dulunya menjadi kerajaan atasan Aceh.

1

Page 4: Guru Pembimbing

Sebelum menjadi kesultanan Aceh, daerah ini menjadi kekuasaan kerajaan Pidie. Tidak hanya Aceh, wilyah sekitarnya termasuk Pasai dan Daya juga merupakan daerah taklukan kerajaan Pidie. Daerah ini diperintahkan oleh dua orang budak atau bawahan kerajaan Pidie yang dikawinkan dengan keponakan sultan. Menurut William (2008:381) “kedudukan budak disini berbeda dengan budak di dunia lain . . . dianggap sebagai anggota keluarga . . . dipekerjakan sebagai pedagang . . . mendapat bagian keuntungan dari berdagang . . . meminta perlindungan dari penguasa . . . diperlakukan secara terhormat . . . dijadikan ahli waris . . . dilukiskan malah memegang kekuasaan Aceh”. Dari pernyataan tersebut seorang budak diperlakukan layaknya orang biasa. Kebanyakan mereka dipekerjakan untuk berdagang. Kadang-kadang seorang budak yang meminta perlindungan dari seorang penguasa dapat diperlakukan secara terhormat karena mendapat lindungan dari penguasa. Begitu pula budak yang menjadi bawahan kerajaan Pidie yang dipercaya untuk menguasai wilayah Aceh, Pasai, dan Daya. Namun setelah itu Sultan Ali Mughiyat Syah atau Sultan Ibrahim berhasil melepaskan Aceh dari pengaruh Kerajaan Pidie, Aceh dapat menjadi daerah kesultanan yang berdaulat penuh yang pada akhirnya mampu menguasai daerah kerajaan Pidie serta mengusai daerah yang semula dikuasai Kerajaan Pidie sebelumnya yaitu Pasai dan Daya. Atas keberhasilannya, Sultan Ali Mughiyat Syah atau Sultan Ibrahim menjadi penguasa pertama dan juga sebagai pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut William (2008:382) “Raja Ibrahim adalah seorang pemuda yang ambisius. Setelah berkuasa ia menyerbu Daya yang dianggap sebagai saingannya”. Oleh sebab itu Aceh dibawah pemerintahannya terus mengalami perkembangan di semua bidang.

1.2 Rumusan Masalah

Secara umum rumusan masalah yang di bahas dalam makalah ini adalah berkaitandengan Kerajaan Aceh Darussalam. Adapun masalah ini dapat di uraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam ?2. Seperti apa Masa Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam ?3. Seperti apa Masa Kemunduran Kerajaan Aceh Darussalam ?4. Siapa saja Raja – raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Aceh Darussalam ?5. Apa saja Peninggalan Sejarah di Kerajaan Aceh Darussalam ?

2

Page 5: Guru Pembimbing

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Berdirinya

Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-IvndCspZ-98/UVgJE3VYchI/AAAAAAAAACU/06qt4j5Iv3M/s1600/assss.jpg

Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua pelabuhan dagang yang besar sebagai tempat transit para saudagar luar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan Pedir mulai berkembang pesat ketika kedatangan bangsa Portugis serta negara-negara Islam. Namun disamping pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan adanya kekuatan ketiga, masih muda, yaitu “Regno dachei” (Kerajaan Aceh).

Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang semula melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam kini lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa

Portugis untuk menguasai Malaka dan sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh

3

Page 6: Guru Pembimbing

Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada tahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan untuk memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh (Poesponegoro: 2010, 28)

Setelah memiliki kapal ini, Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim bersiap-siap untuk menyerang Malaka yang dikuasai oleh Bangsa Portugis. Namun rencana itu gagal. Ketika perjalanan menuju Malaka, awak kapal dari armada Kerajaan Aceh tersebut justru berhenti sejenak di sebuah kota. Disana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar, sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis yang bermukim disana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada Gubernur daerah Portugis (William Marsden, 2008: 387)

Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim untuk terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan Portugis di Indonesia. Mereka terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitar Aceh, dimana kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kekuasaan Portugis, termasuk daerah Pasai. Dari perlawanan tersebut akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di Pasai.

Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadap saudara laki-lakinya, Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh Sultan Alauddin Syah (William Marsden, 2008: 387-388)

Sultan Alauddin Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan Ibrahim. Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil. Ia mencoba menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru pada tahun 1564. Hingga akhirnya ia wafat 28 September 1571. Sultan Ali Ri’ayat Syah atau Ali Ri’ayat Syah, yang merupakan anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan Salad ad-Din. Ia mencoba merebut Malaka sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun 1573 dan 1575. Hingga akhirnya ia tewas 1579 (Denys Lombard: 2006, 65-66)

4

Page 7: Guru Pembimbing

Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki, Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya ke Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka berhasil menguasai Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk memimpin daerah-daerah tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Aceh ini tak luput dari bantuan tentara Turki.

Mansyur Syah atau Sultan Alauddin Mansyur Syah dari Kerajaan Perak di Semenanjung adalah orang berikutnya yang naik tahta. Ia merupakan menantu Sultan Ali Ri’ayat Syah. Menurut Hikayat Bustan as-Salatin, ia adalah seorang yang sangat baik, jujur dan mencintai para ulama. Karena itulah banyak para ulama baik dari nusantara maupun luar negeri yang datang ke Kerajaan Aceh. Hingga akhirnya ia wafat pada tahun 1585 dan digantikan oleh Sultan Alauddin Ri’ayat Syah ibn Sultan Munawar Syah yang memerintah hingga tahun 1588. Sejak tahun1588, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Ri’ayat Syah ibn Firman Syah atau Sultan Muda hingga tahun 1607 (Poesponegoro: 2010, 30-31)

2.2 Masa KejayaanKerajaan Aceh mulai mengalami masa keemasan atau puncak kekuasaan di bawah

pimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami peningkatan dalam berbagai bidang, yakni dalam bidang politik, ekonomi-perdagangan, hubungan internasional, memperkuat armada perangnya, serta mampu mengembangakan dan memperkuat kehidupan Islam. Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun semakin terdesak akibat perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda (Poesponegoro: 2010, 31)

Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu hingga Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar Agung dari Timur.

5

Page 8: Guru Pembimbing

Kemajuan dibidang politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda, salah satunya yaitu Aceh yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan Perancis. Ia pernah mengirimkan utusannya ke Turki dengan memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan Turki dengan memberikan sebuah meriam perang dan bala tentara, untuk membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan pemimpin Turki mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh (Harry Kawilarang, 2008: 21-22)

Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil

Dalam hubungan ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab, juga dengan Perancis, Inggris, Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditas-komoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh sendiri antara lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca, obat-obatan (Poesponegoro: 2010, 31)

Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar. Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara (Harry Kawilarang, 2008: 24)

2.3 Masa Kemunduran

* Keruntuhan Kerajaan Aceh Darussalam bermula dengan strategi penyusupan yang dilakukan oleh Dr. Christian Snouck Hurgronje. Ia berpura-pura masuk Islam dan diterima dengan baik oleh masyarakat Aceh. Ia mendapat kepercayaan dari para pemimpin Aceh. Disitulah ia mengetahui kelemahan masyarakat Aceh. Ia menyarankan kepada Belanda untuk mengarahkan serangan kepada para ulama karena kekuatan Aceh terletak pada ulamanya. Ketika dilaksanakan, saran ini berhasil dan Belanda kemudian menguasai Aceh dengan diangkatnya Johannes Benedictus vab Heutsz sebagai gubernur Aceh pada tahun 1898 yang merebut sebagian besar wilayah Aceh. Pada tahun 1903, Sultan Muhammad Dawud menyerahkan diri kepada Belanda setelah anak dan ibunya ditangkap oleh Belanda.

6

Page 9: Guru Pembimbing

*    Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1030, tdk ada raja – raja besar yg mampu mengendalikan daerah Aceh yg demikian luas. Di bawah Sultan Iskandar Thani ( 1637 – 1641 ), sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda, kemunduran itu mulai terasa & terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.

*    Timbulnya pertikaian yg terus menerus di Aceh aantara golongan bangsawan ( teuku ) dgn golongan utama ( teungku ) yg mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri prtikaian terjadi karena prbedaan aliran dlmm agama ( aliran Syi’ah dan Sunnah wal Jama’ah )

*    Daerah kekuasaannya banyak yg melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau, dan Siak. Negara – negara itu menjadikan daerahnya sbg negara merdeka kembali, kadang – kadang di bantu bangsa  asing yg menginginkan keuntungan perdagangan yg lebuh besar.

Kerajaan Aceh yg berkuasa selama kurang lebih 4 abad, akhinya runtuh karena dikuasai oleh Belanda awal abad ke-20 thn 1904.

2.4 Raja – raja yang Berkuasa Berdasarkan Bustanus salatin ( 1637 M ) karangan Naruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah sultan – sultan Aceh, dan berita – berita Eropa, Kerjaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari Kerajaan Pedir. Raja – raja yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh :

1.       Sultan Ali Mughayat SyahAdalah raja kerajaan Aceh yang pertama. Ia memerintah tahun 1514 – 1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerjaan Aceh melakukn perluasan ke beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.        

2.       Sultan SalahuddinSetelah Sultan Ali Mughayat Wafat, pemeintahan beralih kepada putranya yg bergelar Sultan Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M, selama menduduki tahta kerajaan ia tidak memperdulikan pemerintahaan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosostan yg tajam. Oelh karena itu, Sultan Salahuddin digantiakan saudaranya yg bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.        

3.       Sultan Alaudin Riayat Syah al-KaharIa memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Ia melakukan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemeintahan Kerajaan Aceh.Pada masa pemeintahannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasaan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan terhadap Kerajaan Malaka ( tetapi gagal ). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Pada masa pemerintahaannya, kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi.

4.       Sultan Iskandar MudaSultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh tahun 1607 – 16 36 M. Di bawah pemerintahannya, Kerjaan Aceh mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerjaan besar adn berkuasa atas perdagangan Islam, bahakn menjadi bandar transito yg dapat menghubungkan dgn pedagang Islam di dunia barat. 7

Page 10: Guru Pembimbing

Untuk mencapai kebesaran Kerajaan Ace, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dgn menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah – daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Selain itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan aceh memiliki wilayah yang sangat luas.Pada masa kekeuasaannya, terdapat 2 orang ahli tasawwuf yg terkenal di Ace, yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultam iskandar Muda wafat tahta Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani

5.       Sultan Iskandar Thani.Ia memerinatah Aceh tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan, ia melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yg bernama Nuruddin ar-Raniri. Ia menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu’ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat di hormati oleh Sultan Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, tahta kerjaan di pegang oleh permaisurinya ( putri Sultan Iskandar Thani ) dgn gelar Putri Sri Alam Permaisuri ( 1641-1675 M ).

6.   Sultan Sri Alam (1575-1576).7.   Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).8.   Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)9.   Sultan Buyong (1589-1596)10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).13. Iskandar Thani (1636-1641).14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)26. Sultan Badr al-Din (1781-1785)27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)28. Alauddin Muhammad Daud Syah.29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)33. Sultan Mansur Syah (1857-1870) 8

Page 11: Guru Pembimbing

34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903

2.5 Peninggalan Sejarah

1. Taman Sari Gunongan

http://www.panoramio.com

     Taman Sari Gunongan merupakan salah satu peninngalan Kerajaan Aceh, setelah keraton (dalam) tidak terselamatkan karena Belanda menyerbu Aceh. Gunongan dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda yamg memerintah tahun 1607-1636. Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Semenanjung Malaka. Putri boyongan dari Pahang yang sangat cantik parasnya dan halus budi bahasanya membuat Sultan Iskandar Muda jatuh cinta dan menjadikannya sebagai permaisuri. Demi cintannya yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda bersedia memenuhi permintaan permaisurinya untuk membangun sebuah taman sari yang sangat indah, lengkap dengan Gunongan sebagai tempat untuk menghibur diri agar kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di tempat asalnya terpenuhi. (http://disbudpar.acehprov.go.id/)

Page 12: Guru Pembimbing

9

2. Masjid Tua Indrapuri

http://hack87.tumblr.com

     Mesjid Indrapuri adalah bangunan tua berbentuk segi empat sama sisi. Bentuknya khas, mirip candi, karena di masa silam bangunan tersebut bekas benteng sekaligus candi kerajaan hindu yang lebih dahulu berkuasa di Aceh. Diperkirakan pada tahun 1.300 Masehi, pengaruh Islam di Aceh mulai menyebar, dan perlahan penduduk sekitar sudah mengenal Islam, akhirnya bangunan yang dulunya candi berubah fungsi menjadi mesjid. Dan sejarah juga mengatakan bangunan bekas candi tersebut dirubah menjadi mesjid di masa Sultan Iskandar Muda berkuasa dari tahun 1607-1637 Masehi. (http://atjehlink.com/)

Page 13: Guru Pembimbing

10

3. Benteng Indrapatra

http://iloveaceh.tumblr.com

     Setelah Hindu, muncul kerajaan Islam yang pada masa keemasan dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini, benteng tetap digunakan sebagai basis pertahanan melawan Portugis. Sultan Iskandar Muda menugaskan Laksamana Malahayati seorang laksamana perempuan pertama di dunia untuk memimpin pasukan di wilayah basis pertahanan ini. Benteng ini merupakan benteng yang dibangun oleh kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu pertama di Aceh. Walaupun akhirnya Islam mendominasi di Aceh, tetapi Sultan dan Ratu yang memimpin Aceh tidak pernah menghancurkan jejak peninggalan nenek moyangnya. (http://travel.detik.com/)

Page 14: Guru Pembimbing

11

4. Pinto Khop

http://visittoaceh.blogspot.com

     Pinto Khop terletak di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturahman, Kota Banda Aceh. Pinto Khop merupakan sejarah Aceh tempo dulu. Pinto Khop di bangun pada masa pemerintahan sultan iskandar muda. Pinto Khop merupakan pintu penghubung antara istana dan taman putroe phang.Pinto khop ini merupakan pintu gerbang berbentuk kubah.Pinto khop ini juga merupakan tempat beristirahat putri pahang setelah lelah berenang, letaknya tidak jauh dari gunongan.Di sanalah dayang-dayang membasuh rambut sang permaisuri,di sana juga terdapat kolam untuk sang permaisuri mandi bunga. (http://acehindah.blogspot.com)

Page 15: Guru Pembimbing

12

5. Meriam Kesultanan Aceh

     Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa teknisi dan pembuat senjata dari Turki ke Aceh. Selanjutnya Aceh kemudian menyerap kemampuan ini dan mampu memproduksi meriam sendiri dari kuningan dimana meriam ini digunakan untuk mempertahankan acwh dari penjajah.

6. Hikayat Prang Sabi

Page 16: Guru Pembimbing

13

     Hikayat Prang Sabi merupakan suatu karya sastra dalam sastra Aceh yang berbentuk hikayat yang isinya membicarakan tentang jihad. ditulis oleh para ulama yang berisi nasihat, ajakan dan seruan untuk terjun ke medan jihaad fii sabilillaah, menegakkan agama Allah dari rongrongan kafir dan meraih imbalan pahala yang besar. Bisa jadi hikayat inilah yang membangkitkan semangat juang rakyat aceh dahulu dalam mengusir penjajah.

14

Page 17: Guru Pembimbing

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan Kesultanan aceh didirikan oleh sultan ali mughayat syah pada tahun 1496 pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah kerajaan lemuri kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitar kerajaan aceh berkembang sebagi kerajaan islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan sultan iskandar muda secara geografis letak kerajaan aceh sangat strategis yaitu di pulau sumatera bagian utara dan dekat dengan, jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu, yaitu di sekitar selat malaka raja yang paling terkenal dari kerajaan aceh adalah sultan iskandar muda. sebab, kerajaan aceh mencapai keemasan karena dialah yang memimpin pemerintahan itu (1607-1636) sultan alaidin muhammad daud syah adalahl sultan terakhir dari kerajaan aceh (1884-1903M)beliau berjuang selama 29 tahun dan beliau tidak pernah menyerah kedaulatan negaranya kepada pihak belanda pada tahun 1903 beliau ditangkap oleh belanda dan diasingkan ke ambon maluku dan terakhir dipindahkan ke jawa. beliau mangkat di jakarta pada tahun 1939 wilayah kekuasaan kerajaan aceh meluas sampai ke semenanjung melayu sebab iskandar muda adalah seorang raja yang, rapi dan pemeluk agama islam yang taat dan juga dengan kerja keras dan bijaksana maka islam terus disebarluaskan ia bercita - cita mengusir portugis dari malaka, ia sering melakukan serangan, tetapi tetap aja gagal ia juga menerapkan hukum islam dengan tegas, beliau menghukum putranya sendiri yang terbukti bersalah pada masa iskandar muda disusunlah suatu undang - undang tata pemerintahan undang – undang itu disebut dengan adat mahkota alam, untuk menjaga pemerintahan aceh. mata pencaharian utama rakyat aceh adalah perdagangan mereka mendapatkan banyak penghidupan dari laut begitu juga dengan pertanian dan perkebunan. bagi rakyat aceh, beras digunakan hanya untuk keperluan sendiri & lada digunakan untuk dijual di pasaran internasional pada masa kemerdekaan indonesia,tak banyak yang bisa dilakukan rakyat aceh untuk mengembalikan marwah dan posisi mereka malah yg didapat adalah kekecewaan yang pada gilirannya melahirkan pemberontakan yang banyak menyengsarakan masyarakat pemberontakan ini juga berakibat tereliminasinya kedudukan aceh dalam kursi elit republik kini tak ada lagi kebangsaan yang tersisa pembrontakan aceh merdeka yang kemudian disusun oleh bencana tsunami, aceh mnjadi salah satu negeri termiskin di indonesia Peninggalan kerajaan Aceh, gambar benteng Indrapatra adalah Makam Raja Aceh benteng peninggalan kerajaan aceh iskandar muda saat melawan portugis adalh mesjid baiturrahman mesjid ini adalah peninggalan kerajaan aceh darussalam dan merupakan mesjid satu - satunyanya yg terkenal di Indonesia.

Page 18: Guru Pembimbing

15

DAFTAR PUSAKA

Kawilarang, Harry. 2008. Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinski. Palembang: Bandar Publishing

Poesponegoro, Marwati. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka

Marsden, William. 2008. Sejarah Sumatra. Depok: Komunitas Bambu Lombard, Denys. 2006. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda. Jakarta: Balai Pustaka

Page 19: Guru Pembimbing

16