Green Road
description
Transcript of Green Road
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang berperan penting di setiap negara dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data dalam rentang tahun 1987 sampai
dengan 2011 pertambahan panjang jalan di Indonesiarata-rata per tahun untuk jalan nasional
adalah 11.313,3 km, jalan propinsi 1.082,3 km, dan jalan kabupaten/kotaadalah 94.445,5 km.
Data tersebut tidak termasuk jalan yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakartadalam rentang tahun 1987-1992, dan tidak termasuk dalam wilayah Timor Timur sejak
tahun 1999. Dengan pertumbuhan panjang jalan yang terus mengalami peningkatan tentu
akan berakibat pada berkurangnya ketersediaan sumberdaya alam sebagai pembentuk struktur
jalan, meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan oleh proseskonstruksi, meningkatnya
emisi yang ditimbulkan pada tahap pembangunan maupun operasional, berkurangnyalahan
produktif akibat pengalihan lahan akibat pembangunan jalan, dan berbagai dampak lain
terkait denganlingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas maka perludikembangkan proses konstruksi yang mampu mereduksi
pemakaian sumberdaya alam dan meminimalisasiterjadinya limbah yang dihasilkan melalui
konsep jalan hijau. Manfaat jalan hijau setidaknya mencakup hal-halsebagai berikut: (a)
manfaat bagi lingkungan (ekosentris) adalah mengurangi penggunaan material, bahan bakar
fosil, air, polusi udara, emisi gas rumah kaca, polusi air, limbah padat, dan mampu
memulihkan/membentuk habitat.(b) manfaat bagi manusia (antroposentris) adalah
meningkatkan akses, mobilitas, kesehatan dan keselamatanmanusia, ekonomi lokal,
kesadaran, estetika, dan mereduksi biaya daur hidup (Greenroads, 2012)
Pada saat ini pembangunan berwawasan lingkungan menjadi perhatian dunia, dimana isu
pemanasan global dan penghematan penggunaan bahan bakar menjadi isu utama. Indonesia
juga termasuk negara yang mempunyai komitmen penurunan emisi buang dari industry
berkaitan dengan pembangunan yang bersifat “Go Green”. Secara Global, Indonesia berada
di urutan ke-5 dalam menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca atau sekitar 4.63 % (World
Resources Institute, 2005). Konfrensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-13
tentang Perubahan Iklim di Bali pada tahun 2007 menyepakati untuk melakukan
pembangunan berkadar rendah karbon, dengan target penurunan kadar CO2 sebesar 26 % s/d
41% (akhir tahun 2020). Tentunya kesepakatan tersebut dapat terwujud apabila semua sektor
industri termasuk industri konstruksi mempunyai perhatian dan komitmen yang sama
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
2
terhadap masalah lingkungan yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Fakta
membuktikan bahwa industri konstruksi berpartisipasi besar dalam penurunan kualitas
lingkungan. Frick dan Suskiyanto (2007) menyatakan bahwa penggunaan sumberdaya tak
terbarukan, proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap pakai, eksploitasi dari
konsumsi yang berlebihan, dan masalah transportasi adalah kontributor dampak lingkungan.
Widjanarko (2009) menyatakan bahwa secara global, sektor konstruksi mengkonsumsi 50%
sumber daya alam, 40% energi, dan 16% air. Mengingat besarnya konsumsi sumberdaya
alam dalam aktivitas konstruksi maka diperlukan perencanaan yang baik dalam pengelolaan
penggunaannya agar keberlanjutannya tetap diperhatikan. Selain itu beberapa peneliti dunia
membeberkan fakta lain tentang peran industri konstruksi terhadap lingkungan.
Ferguson dkk. (1995) menyatakan lebih dari 50% dari seluruh limbah di United
Kingdom berasal dari limbah konstruksi.
Craven dkk. (1994) menyatakan bahwa kegiatan konstruksi menghasilkan limbah
sebesar kurang lebih 20-30% dari keseluruhan limbah di Australia
Rogoff dan Williams (1994) menyatakan bahwa 29% limbah padat di Amerika
Serikat berasal dari limbah konstruksi.
Hendrickson dan Horvath (2000) bahwa konstruksi berpengaruh secara signifikan
terhadap lingkungan, oleh karena itu sudah seharusnya dilakukan minimasi
pengaruhnya terhadap lingkungan.
Oladiran (2008) menuliskan bahwa salah satu penyebab timbulnya limbah konstruksi
adalah penggunaan sumberdaya alam melebihi dari apa yang diperlukan untuk proses
konstruksi.
Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas konstruksi seperti tersebut diatas dapat
menurunkan kualitas lingkungan. Industri konstruksi dengan tingkat penggunaan SDA 50%,
Energi 40%, dan Air 16 % telah menghasilkan limbah dalam jumlah besar 20 % sampai
dengan lebih dari 50% dari seluruh limbah dan berkontribusi sebanyak 45 % dalam
menghasilkan emisi CO2. Menanggapi permasalahan ini maka Agenda Konstruksi Indonesia
2030 yang menyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti berorientasi untuk tidak
menyumbangkan terhadap kerusakan lingkungan namun justru menjadi pelopor perbaikan
dan peningkatan kualitas lingkungan seluruh habitat-persada Indonesia, dengan salah satu
agenda melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan
pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi
(LPJKN 2007, h. 142).
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
3
Conseil International du Batiment, (1994) menyatakan bahwa tujuan sustainable construction
(pembangunan berkelanjutan) adalah menciptakan bangunan berdasarkan disain yang
memperhatikan ekologi, menggunakan sumberdaya alam secara efisien, dan ramah
lingkungan selama operasional bangunan serta menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
4
BAB 2
POKOK PERMASALAHAN
2.1 Jalan vs Lingkungan di Indonesia
Panjang jaringan jalan di Indonesia tahun 2008 sudah mencapai 372.173 km yang
meliputi jalan nasional 9,30%, jalan propinsi 13,08% jalan kabupaten/kota 77,43% dan
jalan tol 0,18% (Dit Jen Bina Marga 2008). Sekitar 98 % dari jalan yang diperkeras pada
jalan nasional ialah perkerasan lentur (Widayat 2009) sedangkan sisanya ialah perkerasan
beton. Data ini sedikit menggambarkan system transportasi yang handal khususnya jalan
dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan ekonomi, mobilitas
manusia, barang, dan jasa. Prasarana jalan, sebagai bagian dari system transportasi,
diharapkan dapat menciptakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi
waktu tempuh dan jarak tempuh dari suatu lokasi.
2.1.1 Isu Lingkungan Hidup.
Beberapa data Isu Lingkungan Hidup:
Luas hutan 130,68 juta ha (hutan primer 41,26 juta ha) tidak berhutan 41,05 juta
ha.
Laju kerusakan hutan mencapai 0.70 juta ha/tahun.
Lahan kritis 24.47 juta ha, yang sangat kritis 5,4 juta ha.
Peningkatan aktifitas penduduk dari sector transportasi, industry, dan jasa
menciptakan peningkatan pencemaran udara.
Peningkatan temperature udara, curah hujan, kenaikan muka air laut serta
peningktan intesitas kejadian ekstrim seperti meningkatnya intensitas curah hujan
pada musim basah.
Permasalahan lingkungan yang berat (persampahan, pencemaran udara,
pencemaran air, dsb.)
2.1.2 Isu Pembangunan Jalan
Kecenderungan penggalian bukit untuk perluasan jaringan jalan secara
sembarangan menyebabkan kerusakan lingkungan perbukitan.
Galian dan timbunan pada pembangunan jalan menimbulkan material buangan
dalam jumlah yang besar dan menyebabkan longsoran.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
5
Kebiasaan ini terus dilakukan karena pengambil keputusan merasa puas akan
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembangunan jalan.
Masyarakat setempat menerima kebiasaan ini karena mereka merasa tidak
bersalah akan dampaknya karena menginginkan akses jalan.
Ketidakstabilan dan kehilangan tanah terjadi diberbagai tahapan dalam
pembangunan jalan : jumlah massa galian, keruntuhan bagian sisi bawah karena
beban tanah pada bagian puncak, longsor akibat ketidakstabilan lereng dan erosi
tanah selama masa operasional jalan.
Untuk memenuhi keperluan pembangunan dan pemeliharaan perkerasan lentur
tersebut setiap tahun diperlukan aspal sekitar 1,2 – 1,3 juta ton dimana sekitar
900.000 ton untuk jalan nasional dan 300.000 – 400.000 ton untuk jalan jalan di
daerah (Danis Sumadilaga, 2007). Bila dianggap semua jenis campuran yang
digunakan ialah campuran beraspal panas (hot mix) dengan perkiraan rata rata
kadar aspal dalam campuran 6%, maka akan menghasilkan (100/6) x 1,3 juta ton
= 21,6 juta ton campuran beraspal panas.
Sesuai dengan nama dan sifatnya, campuran beraspal panas (hot mix) tersebut
memerlukan pemanasan pada suhu tertentu yang cukup tinggi pada Asphalt
Mixing Plant (AMP), sesuai dengan jenis aspal yang digunakannya, untuk
mendapatkan campuran dengan hasil yang baik. Akibat dari ini, diperlukan bahan
bakar yang cukup banyak serta akan menghasilkan emisi buang yang besar pula.
Padahal saat ini, penggunaan bahan bakar harus di minimalkan mengingat
cadangan minyak bumi yang semakin menipis. Selain itu masalah lainnya ialah
global warming, yang salah satunya perlu menekan emisi buang dari bidang
Industri, dimana Indonesia sesuai perjanjian Kyoto, telah menyepakati akan
menurunkan emisi buang dan sekaligus meningkatkan program pembangunan
ramah lingkungan.
2.2 Kebijakan Ditjen Bina Marga Terkait Lingkungan Hidup
2.2.1 Dasar‐Dasar Kebijakan
2.2.1 Undang–UndangNo.38Tahun2004 tentang Jalan
Pasal2: Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan
keselamatan,keserasian,keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan
akuntabilitas, keberdayaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan kemitraan.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
6
Pasal 5 Ayat 1: Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran
penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik,
pertanahan dan keamanan,serta dipergunakan untuk sebesar kemakmuran.
2.2.2 Permen Pu Nomor : 19/Prt/M/2011 Tentang persyaratan Dan Perencanaan Teknis
Jalan Pasal59
Kelestarian lingkungan hidup wajib dipertimbangkan untuk setiap Perencanaan
Teknis Jalan
Setiap perencanaan teknis Jalan harus dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau
UKLUPL atau SPPL sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Integrasi pertimbangan lingkungan dilakukan dengan memasukan rekomendasi
lingkungan yang terdapat didalam AMDAL/UKL–UPL/SPPL sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kedalam Perencanaan Teknis Rinci.
2.2.3 Kebijakan lingkungan Lainnya
Permen PU No.10/PRT/M/2008 ttg Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau
Keg.Bidang PU yang wajib dilengkap dg Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan
Permen PU No.05/PRT/M/2012 ttg Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan
Jalan
Keputusan Dirjen Bina Marga No.08,09,10,11 Thn 2009 ttg Pedoman
Umum,Pedoman Perencanaan, Pedoman Pelaksanaan dan Pedoman Pemantauan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan & Jembatan
2.3 Tusi terkait lingkungan bidang Jalan
Tugas Subdit TLKJ: Melaksanakan pembinaan teknik lingkungan termasuk mitigasi
bencana alam dan keselamatan jalan.
Fungsi Subdit TLKJ:
Penyusunan dan pengembangan norma, standar, pedoman, prosedur dan kriteria
teknik lingkungan dan mitigasi bencana alam
Pembinaan analisis dampak lingkungan dan dampak social budaya akibat jalan.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
7
2.4 Sasaran Utama Pelaksanaan Kegiatan Subdit Teknik Lingkungan dan Keselamatan
Jalan Direktorat Bina Teknik
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
8
BAB 3
KONSEP GREEN ROAD
“ Sebuah penelitian di Amerika menunjukkan bahwa Pembangunan 1 km lajur jalan
dengan seluruh prosesnya yang dimulai dari penambangan, pengangkutan, pemanasan
bahan, pekerjaan tanah serta pekerjaan perkerasan, dapat menghasilkan polusi
Gas Rumah Kaca (CO2) sebanyak 1200 Ton. Jumlah ini setara dengan jumlah polusi
udara yang dihasilkan oleh 210 mobil selama setahun”
Sebuah pertanyaan besar muncul, tentang bagaimana mewujudkan kegiatan
pembangunan jalan yang ramah lingkungan dan tetap memperhatikan keseimbangan serta
keberlanjutan ekosistem. (?) Green Road adalah solusinya.
3.1 Paradigma Green Road
meminimalkan dampak lingkungan akibat lalu-lintas dan pembangunan
infrastruktur
membaur dengan alam
desain dan komposisi yang meminimalkan dampak lalu-lintas (suara, polusi udara,
getaran)
meminimalkan konsumsi energy
mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak terbaharui.
3.2 Definisi Green Road
Green Road didefinisikan sebagai jaringan ekologis yang didesain untuk
mengkonservasi dan merehabilitasi green belt dan kondisi ekosistem, dengan tujuan
memperbaiki dan memperbarui ekosistem unutk mendukung system kehidupan
disekitarnya. Konsep Green Road meliputi tahapan pembiayaan, perencanaan, desain,
konstruksi, dan pengeloan jalan.
3.3 Pendekatan Konsep Green Road
Pendekatannya meliputi 3 hal sebagai berikut:
Pembangunan Ramah Lingkungan
Pemanfaatan teknologi hijau
Participatory in nature
Konsep pembangunan jalan tersebut dijabarkan sebagai berikut: Berkualitas tinggi,
pembiayaan yang efektif, kebisingan rendah, ramah lingkungan, aman, mitigasi risiko,
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
9
pemeliharaan minimum, serta memfasilitasi mobilitas dan inter-koneksi antar moda
transportasi.
3.4 Green Road dalam Siklus Proyek
Pembiayaan: penggunaan konsep green economy, turut menghitung tidak hanya
biaya konstruksi saja tetapi juga biaya pemeliharaan, dan bahkan hingga kerugian
akibat traffic jam yang disebabkan oleh kegiataan pemeliharaan.
Perencanaan: pemilihan rute yang optimum untuk mengurangi dampak
kerusakan/pencemaran terhadap lingkungan.
Desain: pemanfaatan informasi dan kearifan lokal seperti misalnya kondisi
morfologi terkait kerentanan terhadap bencana.
Konstruksi: penggunaan material lokal, gangguan yang minimal terhadap
ekosistem sekitar, penggunaan material daur ulang/ramah lingkungan.
3.5 Konsep pembangunan Green Road (Green Highways Partnership)
Memiliki nilai tambah terhadap fungsi lingkungan khususnya terkait daerah
tangkapan air hujan;
Upaya yang lebih dari sekadar pemenuhan terhadap persyaratan lingkungan
yang diatur oleh Undang‐Undang
Menjaga kelestarian bangunan sejarah dan budaya setempat;
Memetakan seluruh sumber daya dalam upaya melindung isumber daya sensitif;
Memanfaatkan metoda inovatif dan alami untuk mengurangi kemampuan wilayah
dalam menyerap air hujan;
Memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur yang sudah ada, mendorong
penggunaan alat transportasi multi‐moda dan transportasi umum;
Memanfaatkan material daur ulang untuk meminimalkan bahan buangan dan
energy dalam kegiatan pembangunan jalan;
Keterkaitan yang baik antara transportasi nasional dengan rencana pengembangan
tatar uang daerah/lokal;
Membatasi populasi hewan/tumbuhan asing dan mendorong pertumbuhan spesies
lokal;
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan lingkungan;
Melindungi hidrologi daerah rawa, dan daerah aliran sungai dengan melakukan
restorasi terhadap saluran alami;
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
10
Memiliki target yang terukur dalam hal pelestarian atau peningkatan kondisi
lingkungan hidup sesuai kebutuhan lokal;
Mengurangi gangguan terhadap ekologi dengan mendorong penerapan koridor
penyeberangan satwa sesuai dengan rencana perlindungan satwa;
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
11
3.6 Implementasi Green Road di Bina Marga
3.6.1 Penanaman pohon pada system jaringan jalan nasional (Tree Planting)
Fungsi Ecological: menyerap gas/partikel beracun dari kendaraan, aspal.
Berfungsi sebagai ‘paru-paru kota’, menjaga kelestarian habitat lokal;
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
12
Fungsi Technical: physical barriers, glare reduction, sound barriers, wind barriers,
erosion control;
Fungsi Beautification: nilai-nilai keindahan dan meningkatkan amenitas;
Fungsi Psychologic: mengurangi stres melalui harmonisasi bentuk, warna dan
wewangian.
3.6.2 Penggunaan teknologi hijau “Rumput Vetiver”
Upaya Bio-engineering untuk stabilisasi lereng;
Tumbuhan non-invasive, tidak mengganggu tanaman lokal;
Sistem akar yang dalam (2-4 meter), kekuatan akar hingga 75
MPa;
Ideal untuk konservasi tanah dan air;
Telah dilaksanakan pada pekerjaan penguatan lereng pada Jalan
Tol Cipularang: Total rumput vetiver tertanam: 29.240 m2(data
2008).
Potensi penggunaan pekerjaan stabilisasi lereng pada
pembangunan jalan di seluruh Indonesia.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
13
3.6.3 Penggunaan teknologi “Recycling Asphalt”
Recycling Asphalt merupakan upaya daur ulang, penggunaan kembali material
yang tak digunakan dalam pekerjaan rehabilitasi jalan; •Dilaksanakan pada perkerasan
jalan aspal/agregat/kerikil yang perlu distabilisasi atau ditingkatkan kemampuan daya
dukungnya dengan menambahkan bahan tambah semen, sebagai bahan lapis pondasi
bawah; •Pemanfaatan recycling asphalt telah dilaksanakan pada pekerjaan rehabilitasi
jalan di beberapa ruas jalan Pantura Jawa.
Dari keseluruhan panjang jalan di Indonesia ((± 486.296 km) 59,1% diantaranya
menggunakan jenis perkerasan lentur dengan menggunakan aspal sebagai
materialnya. Hal ini berakibat pada besarnya kebutuhan aspal nasional yaitu mencapai
1,2 juta ton per tahun (Kompas, 2009).
Pelaksanaan teknologi recycling ini dilakukan dengan metode in place
(dilakukan di lapangan) dan in plant (dilakukan di pabrik). Disini akan dijelaskan in
place saja. Teknik pelaksanaannya dilakukan dengan merekonstruksi lapisan dasar
(base course) setebal kira-kira 25 cm. Sedangkan untuk lapisan atasnya (subbase)
kira-kira setebal 20 cm diremajakan dengan metode CMRFB base, yakni mendaur
ulang material reclaimed asphalt pavement (RAP) dengan menambahkan bahan
pengikat foam bitumen. Selanjutnya dilapisi dengan AC atau BC setebal 6 cm dan
sebagai lapis aus dengan AC atau WC setebal 4 cm.
Proses pelaksanaan CTRB diawali dengan melakukan penggalian (pengerukan)
perkerasan aspal dengan cold milling machine dengan ketebalan galian sekitar 20 cm.
Selanjutnya material RAP hasil galian dikumpulkan di stock pile untuk selanjutnya
didaur ulang dengan teknologi CMRFB Base.
Selanjutnya pada lapis pondasi base direkonstruksi dengan cara menghampar
(spreading) material semen secara merata (dengan kadar sekitar 4 persen) pada
permukaan yang telah di cold milling.
Dalam proses pemadatan dilaksanakan dalam 3 tahap. Pertama tahap breakdown
menggunakan smooth drum vibratory roller dengan vibrator aktif sebanyak 4 passing
dan kembali dilakukan penambahan kadar air. Tahapan ketiga adalah finishing
dengan pemadatan menggunakan pneumatic tire roller 10-12 ton sebanyak 3 passing.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
14
Setelah proses pemadatan selesai selanjutnya didiamkan selama 2 x 24 jam untuk
menunggu proses pelaksanaan CMRFB Base.
Untuk tahapan pekerjaan CMRFB Base, diawali dengan penggelaran (Spreading)
RAP hasil milling yang dikumpulkan di stock pile tadi diatas lapisan CTRB. Untuk
penentuan elevasi jalan digunakan motor grader hingga mencapai ketebalan 23 cm.
Selanjutnya lapisan RAP tersebut dilakukan pemadatan dengan smooth drum
vibratory roller 20 ton sehingga mencapai ketebalan lapisan sekitar 20 cm. Pada
permukaan lapisan yang telah dipadatkan tersebut kemudian di spreading dengan
semen secara merata (dengan kadar semen 1 %). Selanjutnya dilakukan dengan
pencampuran mixing dan penambahan aspal harus dijaga pada suhu maksimal 180’C
dengan kadar aspal 2,5 persen dan kadar air 3-4 persen.
Hasil dari proses mixing berupa campuran material RAP, semen dna foamed
bitumen tersebut, kemudian diambil sampelnya untuk dilakukan test laboratorium
sebelum dilakukan pemadatan. Untuk proses pemadatan dilaksanakan dalam 3 tahap.
Tahap breakdown menggunakan pneumatic tire roller 10-12 ton, dengan
pertimbangan agar material foamed bitumen tidak lengket di drum vibratory roller.
Disini pemadatan dilakukan dalam 3 kali passing dan penambahan kadar air.
Secara umum pelasanaan daur ulang campuran beraspal dingin lapis pondasi
dengan foam bitumen dapat memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang tetapkan
antara lain:
Indirect tensile strength ITS ditetapkan inimal 300 kPa
Tensile Streng Retained (TSR) diisyaratkan minimal 80 persen
Unconfined compresive strength (UCS) didsyaratkan minimal 700 kPa
Kondisi tersebut akan mudah dicapai jika aspal yang digunakan adalah pen
80/100 dan dibutuhkan pemadatan minimal 20 ton (statis), serta filler lebih dari 15
persen.
Melihat pelaksanaan teknologi recycling ini ternyata cukup menghemat baik dari
segi biaya maupun kebenaran teknis. Dalam aplikasinya teknologi ini dapat
menghemat penggunaan material, ramah lingkungan dan secara teknis hasilya cukup
baik sehingga dapat dikembangkan untuk mengatasi kerusakan ruas-ruas jalan.
Sebagaimana struktur perkerasan pada umumnya, perkerasan lentur juga akan
mengalami penurunan kinerja akibat pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan
seiring dengan berjalannya umur rencana perkerasan. Oleh karenanya, struktur
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
15
perkerasan akan membutuhkan upaya-upaya pemeliharaan untuk menjaga kinerjanya
yang dapat dilakukan melalui pekerjaan overlay dan recycling seperti yang telah di
jelaskan di atas.
Beberapa keuntungan dari penggunaan teknik daur ulang dalam perbaikan
perkerasan jalan antara lain:
(1.)Mengurangi biaya rekonstruksi
(2.)Mengurangi pemakaian aspal dan agregat.
(3.)Menjaga kondisi geometrik perkerasan.
(4.)Ramah lingkungan
(5.)Hemat energi.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
16
3.6.4 Pengembangan Teknologi Porous Asphalt
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
17
Porous Asphalt atau Aspal Berpori merupakan teknologi aspal yang mampu mengilfitrasi air yang ada di permukaan aspal. Berbeda dengan perkerasan pada umumnya, lapisan atas berupa lapisan berporos, yang mampu menyerap air sehingga memungkinkan air dapat merembes melalui perkerasan untuk meminimalkan gangguan terhadap siklus hidrologi.
Lapisan atas teknologi ini dapat berupa: porous asphalt, porous concrete dan modular pavers; Umumnya porous asphalt digunakan pada tempat parkir, trotoar, area bermain, dan jalan lokal dengan kecepatan rendah.
3.6.5 COLDMIX
COLD MIX ASPHALT adalah campuran aspal siap pakai yang dibuat dengan teknologi yang canggih dan telah teruji keunggulannya di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Dengan kualitas setara dengan campuran aspal hotmix, Cold Mix Asphalt sangat praktis untuk penambalan dan perbaikan jalan.
Cara pelaksanaan:
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
18
1) Lubang di jalan dirapikan dan dibersihkan sampai bersih (bebas dari debu, batu, kerikil yang terlepas, dan air).
2) Siapkan tack coat. Panaskan tack coat hingga cair. Komposisi tack coat: 60% aspal minyak + 40% minyak tanah.
3) Lubang dispray merata dengan tack coat. Per m2 lubang membutuhkan 0.4 lt tack coat.
4) Hamparkan Cold Mix Asphalt di lubang secara merata. 5) Padatkan hamparan dengan roda besi min 6 kali lintasan. 6) Jalanan siap dipakai.
Coldmix lebih efektif dalam upaya meminimalisasi emisi berbahaya dibandingkan dengan hotmix (campuran aspal panas). metode campuran aspal panas pada perkerjaan konstruksi jalan menimbulkan emisi CO2 yang sangat besar. Penyebab timbulnya emisi adalah persyaratan material yang digunakan dicampur dalam suhu tinggi (>1000oC). Proses pengeringan agregat yang dilakukan di Asphalt Mixing Plant (AMP) adalah proses yang paling besar dalam konsumsi energi bersumber dari bahan bakar fosil dan menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
3.6.6 Bike Lane
Bike Lane adalah lajur khusus pengedara sepeda; bertujuan untuk mendorong penggunaan sepeda dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan emisi gas buang kendaraan. Mendorong penggunaan sepeda tidak hanya dengan menyediakan
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
19
‘tempat khusus’, namun juga dengan menyediakan ‘waktu khusus’ bagi pengendara sepeda. Contohnya pada car free day.
3.6.7 Road Energy
Road Energy adalah teknologi memanfaatkan jalan sebagai pengumpul energi: matahari, angin, dan kinetik.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
20
BAB 4
KESIMPULAN
1. Transportasi dan Infrastruktur Jalan(Transportasi) merupakan urat-nadi kehidupan politik,ekonomi,sosial-budaya dan pertahanan keamanan nasional. Pembangunan infrastruktur jalan memperlancar arus distribusi barang dan jasa, serta berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi dan sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah. Dalam pembangunannya senantiasa memperhatikan secara bersamaan 3 aspek utama, yaitu: aspek ekonomi, social, dan lingkungan (ProGreen).
2. Konsep konstruksi berkelanjutan adalah implentasi dari green construction oleh para pelaku jasa konstruksi dalam rangka pembangunan berkelanjutan
3. Teknologi Jalan yang Ramah Lingkungan telah melakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak perubahan iklim yang telah, sedang atau akan timbul untuk menjalankan fungsi adaptasinya, serta meminimalkan dan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya lingkungan (meliputi bahan baku material, energi dan ruang), dan karena itu juga sedikit mengeluarkan limbah (baik padat, cair, gas, kebisingan maupun radiasi) dan rendah risiko menimbulkan bencana.
4. Contoh Teknologi Jalan Ramah Lingkungan Antara lain :
Tree Planting, Rumput Vetiver, Recycling Asphalt, Porous Asphalt, COLDMIX, Bike Lane, dan Road Energy.
CYPRIANUS WELARANA EHOK -21411174GREEN ROAD
21
Sumber:
Kajian Green Construction Infrastruktur Jalan Dalam Aspek Konservasi Sumberdaya Alam
(Paper k-2), 2013. Diakses tanggal 20 Februari 2014 dari
https://www.academia.edu/4988187/Kajian_Green_Construction_InfrastrukturJalan_Berdasa
rkan_Aspek_Konservasi_Sumber_Daya_Alam
Kebijakan Pemerintah Menuju Green Road, 2012. Diakses tanggal 20 Februari 2014 dari
http://www.pusjatan.pu.go.id/pus_caridok/index.php?
option=com_milarihome&view=milarihome&Itemid=41&layout=detail&cd=DK0812040003