Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

11
18 Maret 2009 Mewaspadai Penghentian Penyidikan Kasus [K orupsi] K ehutanan dengan Mekanisme Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Grahat Nagara 1 [email protected] ELSDA Institute, Jakarta, Indonesia Abstract Tujuan – Tulisan ini bertujuan untuk memahami penggunaan  politically exposed  person [PEP] dalam tatanan praktis  per casu terutama kaitannya dengan kasus- kasus korupsi yang muncul akibat adanya keputusan penyidik untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan [SP3]. Dengan menggunakan mekanisme PEP dalam mewaspadai adanya SP3 yang berpeluang melemahkan pemberantasan korupsi, diharapkan dapat menjadi efek deteren tersendiri agar proses penegakan hukum dapat berjalan dengan sebagai mana mestinya – yaitu mencari keadilan. Desain/metodologi/pendekatan Anali sis digunakan dengan menilai das sein dan das soll en, kemudian mencar i kerangka yuridis untuk mendapatkan argumentasi atas hipotesa yang diajukan. Berdasarkan metodologi tersebut analisis dilakukan untuk memahami bagaimana mekanisme PEP dapat digunakan secara efe kti f dal am mewaspada i pen ghenti an penyi dik an pad a kasus ko rupsi yang kemudian melemahkan penegakan hukum. Temuan Berdasarkan analisis yuridis, ditemukan bahwa pada da sarnya mekanisme PEP untuk diterapkan secara khusus lebih banyak bermain pada tataran kebijakan penyedia jasa keuangan sebagai pihak pelapor dalam konteks sejauh apa risk based approach digunakan oleh penyedia jasa keuangan. Lebih dari itu, tulisan ini berharap adanya ka ji an yang lebih mendalam apak ah model risk based approach tersebut dapat berguna secara lebih efektif . Originalitas/nilai T ul isan ini berus aha meni ngkatk an atensi penyedia jasa ke uang an unt uk leb ih mengua tka n mek ani sme rezim ant i pen cuc ian uangny a, menggunakan metode-metode yang lebih efektif dan efisien. Kata Kunci – Anti Pencucian Uang, Due Dilligent, Korupsi, Risk Based Approach, Indonesia

Transcript of Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

Page 1: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 1/11

18 Maret 2009

Mewaspadai Penghentian PenyidikanKasus [Korupsi] Kehutanan dengan

MekanismePelaporan Transaksi Keuangan

Mencurigakan

Grahat Nagara1

[email protected]

ELSDA Institute, Jakarta, Indonesia

Abstract

Tujuan – Tulisan ini bertujuan untuk memahami penggunaan  politically exposed  person [PEP] dalam tatanan praktis  per casu terutama kaitannya dengan kasus-

kasus korupsi yang muncul akibat adanya keputusan penyidik untuk mengeluarkan

Surat Perintah Penghentian Penyidikan [SP3]. Dengan menggunakan mekanisme

PEP dalam mewaspadai adanya SP3 yang berpeluang melemahkan pemberantasan

korupsi, diharapkan dapat menjadi efek deteren tersendiri agar proses penegakan

hukum dapat berjalan dengan sebagai mana mestinya – yaitu mencari keadilan.

Desain/metodologi/pendekatan – Analisis digunakan dengan menilai das sein

dan das sollen, kemudian mencari kerangka yuridis untuk mendapatkan

argumentasi atas hipotesa yang diajukan. Berdasarkan metodologi tersebut analisis

dilakukan untuk memahami bagaimana mekanisme PEP dapat digunakan secaraefektif dalam mewaspadai penghentian penyidikan pada kasus korupsi yang

kemudian melemahkan penegakan hukum.

Temuan – Berdasarkan analisis yuridis, ditemukan bahwa pada dasarnya

mekanisme PEP untuk diterapkan secara khusus lebih banyak bermain pada tataran

kebijakan penyedia jasa keuangan sebagai pihak pelapor dalam konteks sejauh apa

risk based approach digunakan oleh penyedia jasa keuangan. Lebih dari itu, tulisan

ini berharap adanya kajian yang lebih mendalam apakah model risk based 

approach tersebut dapat berguna secara lebih efektif.

Originalitas/nilai – Tulisan ini berusaha meningkatkan atensi penyedia jasa

keuangan untuk lebih menguatkan mekanisme rezim anti pencucian uangnya,

menggunakan metode-metode yang lebih efektif dan efisien.

Kata Kunci – Anti Pencucian Uang, Due Dilligent, Korupsi, Risk Based Approach,

Indonesia

Page 2: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 2/11

18 Maret 2009

Tidak heran memang. Seperti kasus-kasus kejahatan kehutanan

lainnya khususnya yang bernuansa korupsi kental, penegakan

hukum terhadap kejahatan kehutanan di Riau pun mengalami

hambatan. Setelah maju mundur antara kejaksaan dan kepolisian,

akhirnya penyidik mengeluarkan keputusan yang dianggap

kontroversial, yaitu surat perintah penghentian penyidikan [SP3]

 pada 13 [tiga belas] kasus kejahatan kehutanan yang berpotensi

merugikan negara hingga trilyunan rupiah. Terlepas dari perdebatan

tepat atau tidaknya kebijakan kepolisian daerah Riau pada saat itu,

keluarnya SP3 belakangan ini memiliki tren yang meningkat 

sekaligus memiliki tendensi menjadi celah hukum utama dalammelemahkan penegakan hukum. Bahkan menciderai keadilan dengan

menimbulkan kejahatan korupsi baru. Tanpa ada instrumen yang

tepat, SP3 akan terus menghantui setiap penegakan hukum.

Menciderai rasa keadilanApakah keluarnya SP3 itu berarti salah? Belum tentu. Mekanisme sistem

penegakan hukum [criminal justice system] di Indonesia, kecuali Komisi

Pemberantasan Korupsi, memang mengenal istilah penghentian penyidikan. Sesuai

dengan Pasal 109 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana setidaknya ada tigaalasan dikeluarkannya SP3 terhadap sebuah kasus, termasuk diantaranya korupsi.

Pertama, karena kurangnya alat bukti. Kedua, peristiwa yang dalam proses

penegakan hukum tersebut ternyata bukan merupakan sebuah tindak pidana, dan;

Ketiga, dihentikan demi hukum.

Penghentian penyidikan merupakan salah satu mekanisme dalam sistem

penegakan hukum Indonesia yang menganut asas praduga tak bersalah. Dengan

beban pembuktian di tangan negara, dalam hal ini penuntut, maka penyidik

diwajibkan untuk bersifat ketat [stelsel negatif ] dalam membawa sebuah kasus ke

peradilan. Kasus yang dibawa harus memiliki gambaran jelas mengenai peristiwa

pidana dan bagaimana pelaku tindak pidana tersebut melakukannya. Ketika itusemua tidak dapat dipenuhi dalam penyelidikan atau alasan lain sebagaimana Pasal

109 KUHAP ditemukan dan kasus terkatung-katung dalam penyidikan, mau tidak

mau penyidik harus melakukan pilihan tersebut.

Sekilas mekanisme tersebut memang wajar. Namun, mekanisme ini justru

acapkali dijadikan celah hukum (baca: alat) untuk melemahkan penegakan hukum.

Apalagi, mengingat kejahatan korupsi kehutanan yang umumnya melibatkan orang

Page 3: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 3/11

18 Maret 2009

yang memiliki kekuasaan atau kekayaan yang luar biasa. Pada masa ini kasus yang

sedang berjalan akhirnya dapat menjadi sangat rentan. Barang bukti bisa tiba-tiba

hilang. Harta hasil kejahatan mungkin sudah raib entah kemana. Sedangkan

tersangka sendiri mungkin telah menghilang. Artinya ada kemungkinan mekanisme

penghentian penyidikan digunakan secara sewenang-wenang sehingga menciderai

rasa keadilan sedemikian rupa. Bahkan, dapat terlihat dari berbagai kasus korupsiyang dikenakan SP3, penghentian tersebut justru menuai kasus korupsi baru oleh

penegak hukum.

Kasus Urip dan Artalyta dapat menjadi contoh yang tepat. Urip, the six billion

rupiah man, merupakan Ketua Tim Jaksa-35 yang ditugaskan mengusut salah satu

kasus korupsi terbesar di Indonesia justru berakhir dibui sebagai terpidana kasus

suap 6 milyar. Terungkap di pengadilan bahwa uang hasil suap sebesar 660 dollar

tersebut berkaitan erat dengan kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia [BLBI]

pemilik Bank Dagang Negara Indonesia [BDNI] Sjamsul Nursalim melalui perantara

Artalyta. Indikasi ini dinilai kuat setelah beberapa waktu sebelumnya, Jaksa Agung

Muda Tindak Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman, mengeluarkan SP3 kasustersebut. Andai saja ketika itu Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menangkap

basah Urip bersama uang milyaran rupiahnya, mungkin SP3 itu akan ditanggapi

dingin-dingin saja oleh penegak hukum.

Dengan meningkatnya tren SP3 pada penanganan kasus-kasus korupsi,

termasuk korupsi kehutanan di penegakan hukum konvensional, tidak heran kalau

kemudian publik melihatnya sebagai upaya-upaya terstruktur dan sistematis untuk

menghancurkan sendi-sendi anti korupsi. Terutama ketika penghentian penyidikan

ini ditandai dengan pola-pola yang hampir sejenis, seperti misalnya (Yuntho, 2004):

Pertama, penerbitan SP3 yang dilakukan secara diam-diam. Cukup banyak SP3kasus korupsi yang tidak diumumkan dengan layak kepada publik, dengan alasan

tidak adanya kewajiban untuk melakukan hal tersebut. Padahal sebagaimana asas-

asas penyelenggaraan negara menurut Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme, seharusnya penyelenggaraan negara diadakan secara akuntabel dan

terbuka. Dalam konteks ini, tentunya masyarakat berhak mengetahui apa yang

terjadi pada proses hukum yang merugikan negara [masyarakat secara umum],

termasuk ketika SP3 terpaksa diambil oleh penyidik selaku salah satu

penyelenggara negara.

Kedua, pengumuman diberikan apabila isu SP3 telah bocor kepada umum. Kembalimengutip dari tulisan Emerson: “Biasanya pihak kejaksaan akan mengumumkan

secara resmi jika sudah beredar desas desus mengenai SP3 tersebut dikalangan

masyarakat dan media. Dan pemberitahuan penerbitan SP3 biasanya baru

diungkapkan setelah rekan-rekan media meminta konfirmasi dari Jaksa Agung

maupun Jampidsus atau Kapuspen Kejaksaan Agung dalam suatu acara resmi yang

tidak memungkinkan bagi para petinggi kejaksaan untuk melarikan diri.” Contohnya

adalah ketika Kejaksaan Agung mengeluarkan SP3 terhadap 3 kasus korupsi besar

Page 4: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 4/11

18 Maret 2009

yang melibatkan Prayogo Pangestu, Siti Hardiyanti Rukmana, dan kasus penerbitan

commercial paper  JOOR dengan tersangka Djoko Ramiaji. Berita SP3 justru keluar

ketika wartawan mendesak Direktur Penyidikan pada masa itu, yaitu Untung Uji

Santosa, dalam sebuah acara ramah tamah antara Forum Wartawan Kejaksaan

[Forkawa] dengan jajaran pejabat kejaksaan tindak pidana khusus().

Ketiga, dilakukan pada kejahatan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara luar

biasa. Kecenderungan ini diperoleh dari simpulan dengan mempertimbangkan juga

hampir tidak adanya kasus korupsi skala besar yang berhasil ditangani oleh

kejaksaan. Belakangan ini, setidaknya ada tiga SP3 yang dikeluarkan pada kasus-

kasus yang banyak menyita perhatian publik - sebut saja kasus Laksamana Sukardi

dengan kapal tanker very large crude cruiser  [VLCC], kasus Tommy Soeharto, dan

kasus yang paling fenomenal adalah kasus Sjamsul Nursalim dengan Bantuan

Likuiditas Bank Indonesia [BLBI], Tradisi SP3 kasus besar yang menurut Oce Madril

dimulai sejak masa pemerintahan Megawati, dengan tandem M.A. Rachman, telah

mengakibatkan setidaknya 17 kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi

lenyap begitu saja (Madril, 2009). Kasus korupsi kehutanan di Riau sendiri, bukanlahkasus yang kecil. Dari sudut pandang kasus-kasus yang ditangani KPK, setidaknya

negara telah dirugikan hingga trilyunan rupiah.

Keempat , dilakukan pada saat perhatian publik sedang terserap hal lain. Pola ini

agaknya sangat cocok dengan keluarnya SP3 kasus Riau. Dilakukan ketika minggu

tenang mendekati akhir tahun, yaitu pada minggu terakhir bulan Desember 2008.

Hampir praktis perhatian publik lebih banyak terserap untuk hari libur panjang,

sementara lembaga swadaya masyarakat umumnya juga sedang sibuk

menyelesaikan laporan-laporan akhir tahun.

Selain 4 model hipotesa Yuntho tersebut, mengambil pelajaran dari kasusRiau, kita sebenarnya dapat menambah pola lain yaitu seperti:

Kelima, upaya praperadilan dipersulit. Dalam kasus tersebut, Wahana Lingkungan

Hidup [WALHI] dan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [JIKALAHARI] sudah sejak

Desember 2008 mengajukan upaya pra peradilan dengan meminta dokumen SP3

dari Kepolisian Daerah Riau, entah kenapa hingga tulisan ini disusun (Tribun Jakarta,

2009) kepolisian belum juga mengirimkan berkas tersebut.

Wajar kalau kemudian publik secara luas menganggap bahwa SP3 merupakan

salah satu mekanisme penegakan hukum yang paling rentan dan rawan korupsi.

Sementara penegak hukum tertutup mengenai sejauh mana proses penyelidikan

dan penyidikan terhadap kasus korupsi tersebut, publik dipaksa untuk menerima

keputusan apapun yang keluar, termasuk penghentian penyidikan terhadap kasus

korupsi yang sudah sangat merugikan rakyat.

Page 5: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 5/11

18 Maret 2009

Aktivitas yang dicurigaiKorupsi apalagi terkait kehutanan biasanya akan melibatkan bisnis kehutanan

dengan skala besar, khususnya dapat terlihat dari bagaimana pelaku kehutanan

memanfaatkan tata kelola kehutanan yang buruk (Muhajir, 2008). Hal ini juga

berlaku bagi praktek-praktek korupsi lain yang bersimbiosis dengan korupsi

kehutanan tersebut. Hasil kejahatan kehutanan yang melahirkan praktek-praktekkorupsi inilah yang menjadi salah satu target rezim anti pencucian uang terhadap

kejahatan kehutanan.

Agak sedikit berbeda dengan sistem penegakan hukum atas kejahatan lain,

rezim anti pencucian uang mengedepankan proses penegakan hukum berdasarkan

informasi-informasi yang sifatnya intelijen. Setiap petunjuk dapat menjadi indikator

yang berharga. Ketika indikator tersebut tampak beririsan dengan transaksi

keuangan profil pelaku dalam hal ketidak wajarannya, maka disitulah peran rezim

anti pencucian uang dapat menjadi simpul untuk menjerat saling singkarut

kejahatan korupsi tersebut.

Secara umum, Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003

[selanjutnya disebut UU TPPU] memang tidak pernah mengatur indikator tersebut

secara ketat. Undang-undang hanya memberikan kewajiban bahwa pihak pelapor

seperti perbankan, maupun penyedia jasa keuangan lainnya diwajibkan melakukan

pelaporan transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan [LTKM/STR] secara

umum dengan ciri-ciri diantaranya [lihat Pasal 1 angka 7 huruf a sampai c UU

 TPPU]:

Pertama, transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau

kebiasaan pola transaksi nasabah yang bersangkutan. Profil yang dimaksud adalahsegala informasi terkait subyek hukum yang dimaksud, bisa berarti pekerjaannya

sebagai penegak hukum, atau bisa juga gajinya. Sedangkan istilah pola transaksi

dan karakteristik lebih mengacu pada bagaimana biasanya profil tersebut

melakukan transaksi terhadap hartanya, bisa itu kebiasaan menerima pendapatan

tidak lebih dari 4 juta, atau kebiasaan menyisihkan 500 ribu secara periodik. Secara

sederhana, seorang profil misalnya penegak hukum dengan gaji biasa adalah 1,5

 juta perbulan tiba-tiba menerima uang ratusan juta rupiah dan melakukan transfer

berkali-kali kepada pihak keluarganya atau orang-orang terdekatnya.

Kedua, transaksi keuangan yang oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan

tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajibdilaporkan oleh Penyedia Jasa Keuangan. Ciri kedua ini sekaligus untuk menutupi

salah satu celah pelaporan transaksi sebagaimana diatur Pasal 13 UU TPPU. Ketika

pelaku upaya untuk menghindari tersebut, misalnya dengan melakukan transaksi

yang dipecah, maka transaksi tersebut termasuk transaksi keuangan yang

mencurigakan; dan terakhir adalah,

Page 6: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 6/11

18 Maret 2009

Ketiga, transaksi yang dilakukan atau batal dilakukan dengan harta kekayaan yang

patut diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Kalau kita cermati dari aturan-aturan tersebut sifat suspicious tidak hanya

bermain pada istilah profil dan jumlah transaksi yang dilakukan tetapi juga

berkaitan pada aktivitas yang mungkin tengah dilakukan oleh pelaku. Ketika sebuah

profil mencurigakan, melakukan tindakan mencurigakan, kemudian melakukan

transaksi mencurigakan, maka pada titik itulah transaksi yang dilakukannya akan

dilaporkan sebagai sebuah transaksi keuangan mencurigakan.

Kembali kepada tema utama tulisan ini, oleh karena itu kita dapat melihat

bahwa sebenarnya SP3 dapat menjadi salah satu indikator adanya transaksi

keuangan mencurigakan. Sebagaimana telah dipaparkan sebeluemnya bahwa SP3

adalah salah satu mekanisme hukum yang rentan terhadap korupsi maupun upaya

pelemahan penegakan hukum. Ketika profil penegak hukum yang menangani suatu

kasus korupsi besar tiba-tiba melakukan SP3, tentunya akan menimbulkan

pertanyaan besar.  Jariah manantang buliah. Begitu dalam peribahasa Padang, yang bermakna

tidak mungkin ada pekerjaan yang tidak ada imbalannya. Bahwasanya ada yang

diuntungkan dengan keluarnya SP3 adalah suatu hal yang pasti, yaitu koruptor.

Pertanyaannya adalah apakah SP3 ini benar-benar murni tanpa “uang jerih payah”?

Kejelian dan peran aktif perbankan dalam mempertahankan reputasinya

sebagai perbankan yang bersih oleh karena itu menjadi pilar utama dalam sistem

ini, untuk memberikan atensi yang lebih tinggi kepada setiap profil-profil yang

terlibat dalam kasus korupsi, termasuk penegak hukum.

Penegak hukum sebagai “ politically exposed person”?Ketika berbicara penegak hukum sebagai subyek dengan atensi yang lebih

tinggi dalam konteks pelaporan transaksi keuangan maka kita akan berhadapan

dengan istilah high risk person atau lebih spesifiknya adalah   politically exposed 

 person [PEP]. PEP sendiri pada dasarnya merupakan bagian daripada pada

manajemen risiko oleh pihak pelapor, untuk menjaga tingkat kewaspadaan

penyedia jasa keuangan terhadap transaksi keuangan mencurigakan.

Istilah Politically Exposed Person umumnya dikonotasikan sebagai orang-

orang yang memiliki kekuasaan dalam pemerintahan. Oleh karena itu merupakan

orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan sangat dikenal oleh publik,

sebagaimana didefinisikan oleh FATF:

“individuals who are or have been entrusted with prominent publik functions

in a foreign country, for example Heads of State or of government, senior 

 politicians, senior government, judicial or military officials, senior executives

of state owned corporations, important political party officials. Business

relationships with family members or close associates of PEPs involve

Page 7: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 7/11

18 Maret 2009

reputational risks similar to those with PEPs themselves. The definition is not 

intended to cover middle ranking or more junior individuals in the foregoing

categories”.

Semenatara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan [PPATK] dalam

pedomannya mendefinisikn PEP sebagai (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan [PPATK], 2008):

“individu yang merupakan atau dipercayakan dengan fungsi-fungsi yang

dikenal umum di suatu negara asing, misalnya kepala negara atau kepala

  pemerintahan, politisi senior, pejabat pemerintahan senior, petugas

 pengadilan atau militer, eksekutif senior BUMN, partisan, partai politik besar.

Hubungan usaha dengan anggota keluarga atau sejawat terdekat PEP

melibatkan risiko reputasi nama baik yang sama dengan dirinya sendiri.

Definisi ini tidak termasuk ranking menengah atau individu yang lebih junior 

dalam kategori sebelumnya. Hal ini berlaku bagi Warga Negara Indonesia

maupun Warga Negara asing.” Definisi-definisi PEP tersebut di atas apabila dicermati memiliki lingkup yang

terlalu luas dan namun sekaligus juga tinggi – akhirnya mempersulit efektivitas

implementasi manajemen risiko. Dengan lingkup yang terlalu luas, tentunya akan

membebani sistem manajemen risiko perbankan, yang akhirnya berakibat buruk

bagi operasional kinerja perbankan itu sendiri. Sementara lingkup yang tinggi juga

belum tentu secara efektif dapat menjaring pelaku – misalnya pada kasus korupsi

Riau. Tersangka korupsi mungkin saja individu dengan kekayaan dan kekuasaan

tinggi dalam perusahaan atau pejabat sekelas bupati, namun demikian, celah

korupsi terkecil misalnya SP3 yang dilakukan oleh penegak hukum level menengah

  justru dapat merusak keseluruhan efektivitas penegakan hukum. Sebagaitambahan, perbankan di Riau sendiri mungkin kecil kemungkinannya untuk

dikunjungi oleh pelaku kejahatan narkotika dalam lingkup internasional.

Hipotesisnya, efektivitas PEP tidak ditentukan dari tingginya jabatan yang dimiliki

seorang individu atau luasnya cakupan PEP hingga PEP internasional, namun

ditentukan pada seberapa kritis peran individu pada suatu lokasi tertentu bahkan

yang sifatnya kasuistis sekalipun.

Oleh karena itu, agar tidak membebani sistem keuangan secara masif,

penyedia jasa keuangan dan pihak pelapor dapat membatasi urgensi profil-profil

tersebut diangkat sebagai PEP, dengan berbagai konsekuensi dan pertimbangan

dalam manajemen resikonya (Couch). Hal ini sebenarnya agak mirip dengan apayang disampaikan Raymond Choo dalam tulisannya (Choo, 2008):

“Rather than simply creating a checklist-based PEP definition and seeking

too apply it, regulated entities and regulators should undertake a risk-based 

evaluation of the types of PEP monitoring and related strategy (e.g.

corruption prevention strategy) that are likely to be most effective in the

respective jurisdiction and organization in both short term and long term.” 

Page 8: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 8/11

18 Maret 2009

Intinya kedua penulis yaitu Couch dan Choo, mengajukan PEP yang sifatnya lebih

spesifik dan bervariatif antara penyedia jasa keuangan misalnya dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Choo, 2008):

Lokasi geografis

 Jenis jasa dan produk yang diberikan

 Tingkat senioritas yang diperlukan dalam klasifikasi PEP

Apakah atensi diperluas dengan mencakup PEP secara domestik

Kapan atensi terhadap PEP tertentu daluarsa

Dalam hal ini, terkait dengan rentannya SP3 dan upaya pemberantasan korupsi,

penulis merekomendasikan penerapan PEP yang sifatnya jangka pendek, kepada

para penegak hukum yang sedang menangani kasus korupsi khususnya kasus-

kasus korupsi yang memiliki tingkat perhatian publik yang tinggi (contohnya, kasus

korupsi yang dimuat di media masa nasional). Mengambil contoh kasus Riau

setidaknya ada beberapa profil yang dapat dimasukkan dalam PEP jangka pendek

tersebut hingga kasus ini selesai, yaitu:Pertama, Kepala Kepolisian Daerah Riau dan kerabat dekat maupun ajudannya.

Kepolisian Daerah Riau adalah profil yang menandatangani SP3. Selain itu, secara

struktural Kapolda memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada penyidik,

kekuasaan yang sekaligus juga rentan korupsi.

Kedua, Kepala Kepolisian Resor Kota [Kapolres] dan kerabat dekat maupun

ajudannya. Selain Kapolda, penegak hukum yang dapat memerintahkan SP3

termasuk juga diantaranya Kapolres, tergantung dari lingkup lokasi penyidikannya.

Ketiga, Direktur Reserse Kriminal [Direkskrim]. Selain Kapolda, profil lain yang dapat

menandatangani SP3 kasus adalah Direksrim atas nama Kapolda.

Keempat , penyidik yang menangani kasus dan kerabat dekat maupun ajudannya.

Penyidik dalam hal ini penyidik yang menangani kasus tentunya merupakan pihak

yang paling dekat untuk terlibat dengan tersangka secara otomatis juga menjadi

salah satu profil yang paling rentan untuk dekat dengan korupsi.

  Tentu saja PEP sendiri bukanlah sebuah daftar yang dengan otomatis

menduga seseorang sebagai orang jahat. Ketika seseorang dimasukkan dalam

daftar PEP, ia tidak dengan sendirinya menjadi orang jahat. PEP merupakan salah

satu cara dalam manajemen resiko untuk menimalisir resiko yang mungkin terjadi

 jika sebuah institusi [keuangan] melakukan kontak dengan PEPs tersebut (Muhajir,2008). Namun, dengan dimasukkannya penegak hukum (khususnya pada kasus-

kasus yang menyita perhatian publik) sebagai PEP akan memberikan tambahan

kontrol masyarakat penegakan hukum sebuah kasus, khususnya atas nama

pemberantasan korupsi.

Page 9: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 9/11

18 Maret 2009

SimpulanKejahatan korupsi adalah salah satu kejahatan yang paling sulit diberantas.

Setiap titik legal formal dalam penegakannya seolah-olah dapat dimanipulasi pelaku

kejahatan, termasuk dengan SP3. Celah hukum yang seharusnya menjadi atensi

seluruh pihak ketika berbicara dalam konteks pemberantasan korupsi.

Rezim anti pencucian uang dengan mekanisme STR dan PEP sebenarnya

merupakan salah satu instrumen yang handal yang dapat digunakan dalam

kerangka pemberantasan korupsi. Dengan model yang lebih fleksibel sesuai konteks

kejahatan asalnya, jejaring rezim tersebut berpeluang menekan kejahatan hingga

ke titik yang rendah. Termasuk diantaranya dengan menerapkan PEP yang lebih

sesuai dengan tujuan dan risiko nyata yang dihadapi oleh penyedia jasa keuangan

dimana kejahatan tersebut terjadi.

Rekomendasi Pertama.

Perlu dicatat bagi penyedia jasa keuangan sebagai front liner rezim anti

pencucian uang untuk bertindak lebih kreatif, dengan menggunakan risk 

based approach dalam mekanisme manajemen risiko PEP maupun STR-nya.

Dengan model berbasis risiko tersebut diharapkan penyedia jasa keuangan

dapat menerapkan rezim secara efektif dan efisien.

 Tentu saja rekomendasi pertama tersebut akan sangat bergantung pada bagaimana

pengetahuan perbankan mengenai modus-modus kejahatan asal yang lazim terjadi

di Indonesia – termasuk korupsi dalam proses pelemahan penegakan hukum

perkara korupsi. Oleh karena itu, penulis juga merasa perlu untuk

merekomendasikan poin penting kedua, yaitu:

Rekomendasi Kedua.

Sangat dianjurkan bagi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

untuk memperbaiki pedomannya sesuai dengan modus dan tipologi

kejahatan asal pencucian uang yang dianut di Indonesia.

Penelitian lebih lanjutAda beberapa hal dari tulisan ini yang kemudian dapat lagi diperjelas melalui

penelitian yang lebih mendalam:

Memasukkan penegak hukum sebagai salah satu komponen high risk dalammanajemen risiko penyedia jasa keuangan memang dapat memitigasi

kerentanan pelemahan penegakan hukum kasus korupsi melalui SP3, dan

sampai pada lingkup apa.

Referensi

Page 10: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 10/11

18 Maret 2009

Choo, R. (2008). politically exposed persons [PEP]: risks and mitigation. Journal of 

Money Laundering Control , 371-387.

Couch, C. (n.d.). Suspicious Activity Reports by Financial Institutions. Retrieved from

http://72.14.235.132/search?q=cache:rwY0WsYdiV8J:www.legislature.mi.gov/docum

ents/2003-2004/billanalysis/House/pdf/2003-HLA-4579-

a.pdf+suspicious+activity+report+patriot+act&cd=6&hl=id&ct=clnk&gl=id&client

=firefox-a

Madril, O. (2009, Februari 24). Indonesian Corruption Watch. Retrieved from Artikel

dari Jawa Pos: Obral SP3 untuk Koruptor:

http://antikorupsi.org/indo/content/view/14172/7/

Muhajir, M. (2008, Oktober 14). Penerapan Mekanisme Politically Exposed Peoples

[PEP’s] dalam Menangani Kejahatan Kehutanan di Indonesia. Retrieved Januari 13,

2009, from Katalog Hukum: http://kataloghukum.blogspot.com/2008/10/penerapan-

mekanisme-politically-exposed.html

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan [PPATK]. (2008). Pedoman

Identifikasi Produk,Nasabah, Usaha, dan Negara Beresiko Tinggi, bagi Penyedia Jasa

Keuangan. Pedoman IV .

Republika. (2003, September 8). Artikel Dan Berita: SP3 Bola Api yang Tak Pernah

Padam. Retrieved from Masyarakat Transparansi Indonesia:

http://www.transparansi.or.id/berita/berita-september2003/berita2_080903.html

 Tribun Jakarta. (2009, Februari 10). Berita : Kapolri - SP3 Sudah Final. Retrieved from

 Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau:

http://jikalahari.org/index.php?option=com_content&task=view&id=111&Itemid=2

 Yuntho, E. (2004, November 25). Mencermati Pemberian SP3 Kasus Korupsi. Hukum

Online .

Page 11: Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

8/14/2019 Grahat Nagara - Mewaspadai SP3 Dengan STR

http://slidepdf.com/reader/full/grahat-nagara-mewaspadai-sp3-dengan-str 11/11

1Analis ELSDA Institute. Tulisan ini merupakan pandangan penulis secara pribadi dan bukan

pandangan dari Lembaga Ekonomi Lingkungan dan Sumber Daya Alam [ELSDA institute] secara

umum. Tulisan ini disusun berdasarkan kapasitas penulis secara pribadi.