Gizi Menurut Who

10
Baku Rujukan adalah tabel yang berisi daftar normatif sebagai pembanding dalam menilai status gizi. Baku Rujukan dibuat dengan aturan-aturan yang ketat yang harus mewakili penduduk yang sehat yang mencapai pola pertumbuhan yang optimal. Idealnya baku rujukan disesuaikan dengan pola pertumbuhan ras yang bersangkutan. Akan tetapi untuk kebutuhan perbandingan, WHO menganjurkan satu Baku Rujukan untuk dipakai pada semua negara. Agar dapat dibandingkan prevalesni status gizi, untuk mengevaluasi kemajuan suatu negara, maka data harus dikumpulkan dengan metode yang sama dan menggunakan Baku Rujukan yang sama. Baku Rujukan dikeluarkan oleh badan resmi yang mengurusi masalah kesehatan dan gizi. Untuk level dunia, tentunya WHO dan pada level negara adalah Kementrian Kesehatan negara yang bersangkutan (Indonesia : Depkes). Sepanjang sejarah, baru 2 Baku Rujukan yang dipakai secara international yaitu Baku Rujukan Harvard dan Baku Rujukan WHO- NCHS. Baku Rujukan Harvard dipublikasikan tahun 1966 oleh Derrict B. Jelliffe dalam bukunya “The Assessment of Nutritional Status of Community”. Baku Rujukan The Turner Refference Population hanya dipakai di Amerika dan Canada. Baku Rujukan kedua yang sangat terkenal itu adalah Baku Rujukan WHO-NCHS (WHO, Nationa Center for Health Statistics) yang dipubikasikan tahun 1983 di dalam majalah suplemen WHO ”Measuring Change of Nutritional Status”. Baku Rujukan ini disusun oleh NCHS (Badan Riset Kesehatan Amerika, di bawah CDC = center for decease control ), kemudian diadopsi oleh WHO, maka jadilah Baku Rujukan WHO-NCHS. Indonesia baru akan menerapkan Baku Rujukan ini pada tahun 1990 dengan digelarnya Lokakarya Nasional Antropometri di Ciloto. Lokakarya merekomendasikan 10 point, diantaranya adalah : Gunakan Baku Rujukan WHO-NCHS dan cara menilai status gizi dengan menggunakan kaidah ZScore (simpangan baku, sebelumnya menggunakan persen terhadap median). Sepuluh tahun kemudian (tahun 2000), dievaluasi, ternyata baku rujukan ini jalannya terseok-seok, terutama berkaitan dengan cut off status gizi dan penggunaan istliah yang sama untuk setiap indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB).

description

Gizi

Transcript of Gizi Menurut Who

Page 1: Gizi Menurut Who

Baku Rujukan adalah tabel yang berisi daftar normatif sebagai pembanding dalam

menilai status gizi. Baku Rujukan dibuat dengan aturan-aturan yang ketat yang harus

mewakili penduduk yang sehat yang mencapai pola pertumbuhan yang optimal. Idealnya

baku rujukan disesuaikan dengan pola pertumbuhan ras yang bersangkutan. Akan tetapi

untuk kebutuhan perbandingan, WHO menganjurkan satu Baku Rujukan untuk dipakai pada

semua negara. Agar dapat dibandingkan prevalesni status gizi, untuk mengevaluasi kemajuan

suatu negara, maka data harus dikumpulkan dengan metode yang sama dan menggunakan

Baku Rujukan yang sama.

Baku Rujukan dikeluarkan oleh badan resmi yang mengurusi masalah kesehatan dan

gizi. Untuk level dunia, tentunya WHO dan pada level negara adalah Kementrian Kesehatan

negara yang bersangkutan (Indonesia : Depkes).

Sepanjang sejarah, baru 2 Baku Rujukan yang dipakai secara international yaitu Baku

Rujukan Harvard dan Baku Rujukan WHO-NCHS. Baku Rujukan Harvard dipublikasikan

tahun 1966 oleh Derrict B. Jelliffe dalam bukunya “The Assessment of Nutritional Status of

Community”. Baku Rujukan The Turner Refference Population hanya dipakai di Amerika dan

Canada. Baku Rujukan kedua yang sangat terkenal itu adalah Baku Rujukan WHO-NCHS

(WHO, Nationa Center for Health Statistics) yang dipubikasikan tahun 1983 di dalam

majalah suplemen WHO ”Measuring Change of Nutritional Status”.

Baku Rujukan ini disusun oleh NCHS (Badan Riset Kesehatan Amerika, di bawah CDC

= center for decease control), kemudian diadopsi oleh WHO, maka jadilah Baku Rujukan

WHO-NCHS.

Indonesia baru akan menerapkan Baku Rujukan ini pada tahun 1990 dengan digelarnya

Lokakarya Nasional Antropometri di Ciloto. Lokakarya merekomendasikan 10 point,

diantaranya adalah : Gunakan Baku Rujukan WHO-NCHS dan cara menilai status gizi

dengan menggunakan kaidah ZScore (simpangan baku, sebelumnya menggunakan persen

terhadap median).

Sepuluh tahun kemudian (tahun 2000), dievaluasi, ternyata baku rujukan ini jalannya

terseok-seok, terutama berkaitan dengan cut off status gizi dan penggunaan istliah yang sama

untuk setiap indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB).

Hasil temu pakar Gizi tahun 2000 merekomendasi perubahan cut off status gizi dan

memberikan istilah berbeda untuk setiap indeks status gizi BB/U terdiri dari 4 kategori, TB/U

2 kategori dan BB/TB 4 kategori dengan pengistilahan yang berbeda-beda

Belum lagi tuntas penerapan WHO-NCHS, pada bulan Mei 2007 WHO

mempublikasikan lagi Baku Rujukan baru yang buatan WHO sendiri. Penelitian longitudinal

dilakukan di 5 negara yang tersebar di 4 Benua. Amerika, Asia, Eropa dan Asia. Baku

Rujukan baru ini (kata WHO) adalah untuk memperbaiki Baku Rujukan WHO-NCHS yang

memiliki kelemahan.

Page 2: Gizi Menurut Who

Baku Rujukan baru yang diberi nama Baku Rujukan WHO 2005 dan lebih lengkap, yaitu

terdiri dari :

1.    Indeks : BB/U, TB/U, BB/TB, Lingkar Lengan, Lingkar Kepala, Temal Lemak otot Trisep,

dan Skinfold

2.    Tingkat perkembangan motorik : motor milestone

3.    Software Pengolah data antropometri (Anthropometric Calculator

4.    Diengkapi dengan dokumen-dokumen riset MGRS (MultiGrowth Refference Study),

mannual report dan video pelaksanaan penelitian, serta dokumen hasil analisis perbandingan

baku rujukan baru dengan baku rujukan yang pernah ada sebelumnya yaitu : WHO-NCHS

dan CC 2000.

Penelitian dilakukan secara longitudinal dan cross sectional di 5 negara lokasi.

Di bawah ini merupakan dokumen dan software yang dimaksud yang didownload dari situs

resmi WHO :

1.      Software ANTRHO2005

2.      Artikel MGRS, perbandingan antar Baku Rujukan

3.      Modul-modul Riet MGRS di 5 negara

4.      Motor Milestone, perkembangan motorik anak,

5.      Simplified Tables, tabel yang akan digunakan oleh Praktisi Gizi di lapangan seperti Kader

Posyandu, daln lain-lain

6.      Tabel Lengkap menilai status gizi yang akan digunakan oleh Para Peneliti dan Mahasiswa

7.      Technical Report. Laporan Lengkap hasil penelitian WHO dalam membangun Baku

Rujukan WHO2005

8.      Training : Modul training dalam penerapan Baku Rujukan WHO2005 yang baru

9.      Video pelaksanaan Penelitian yang dilakukan oleh MGRS di 5 negara lokasi penelitia

10.  WHO Technical Report Series Part 1

11.  Baku Rujukan Remaja

B.  Standar Pertumbuhan Anak (WHO 2005)

Dimasa lalu, rujukan pertumbuhan dikembangkan menggunakan data dari satu negara

dengan mengukur contoh anak yang dianggap sehat, tanpa memperhatikan cara hidup dan

lingkungan mereka. Mengingat cara menghasilkan rujukan tersebut, maka rujukan tersebut

tidak dapat dipakai diseluruh dunia.

World Health Organization (WHO) telah mengembangkan standar pertumbuhan yang

berasal dari sampel anak-anak dari enam negara yaitu Brazil, Ghana, India, Noerwegia,

Oman dan Amerika Serikat. WHO Multicentre Growth Reference Study (MGRS) telah

dirancang untuk menyediakan data yang menggambarkan bagaimana anak-anak harus

tumbuh, dengan cara memasukan kriteria tertentu (misalnya: menyusui, pemeriksaan

kesehatan, dan tidak merokok). Penelitian tersebut mengikuti bayi normal dari lahir sampai

Page 3: Gizi Menurut Who

usia 2 tahun, dengan pengukuran yang sering pada awal minggu pertama pada setiap bulan,

kelompok anak-anak lain umur 18 sampai 71 bulan diukur satu kali. Data dari kedua

kelompok umur tersebut disatukan untuk menciptakan standar pertumbuhan anak umur 0

sampai 5 tahun.

MGRS menghasilkan Standar Pertumbuhan Normal (preskriptif), berbeda dengan yang

hanya deskriptif. Standar baru memperlihatkan bagaimana pertumbuhan anak dapat dicapai

apabila memenuhi syarat-syarat tertentu misalnya pemberian makan, imunisasi dan asuhan

selama sakit. Standar baru ini dapat digunakan diseluruh dunia, karena penelitian

menunjukan bahwa anak-anak dari negara manapun akan tumbuh sama bila gizi, kesehatan

dan kebutuhan asuhannya dipenuhi.

Manfaat lain dari standar pertumbuhan baru meliputi hal-hal sebagai berikut :

-       Standar baru menetapkan bayi yang disusui sebagai model pertumbuhan dan

perkembangan bayi normal. Hasilnya kebijakan kesehatan dan dukungan publik untuk

menyusui harus diperkuat.

-       Standar baru lebih dini dan sensitif untuk mengidentifikasi anak pendek dan anak

gemuk/sangat gemuk.

-       Standar baru seperti IMT (Indeks Masa Tubuh) sangat berguna untuk mengukur

peningkatan kejadian Sangat Gemuk.

-       Grafik yang menunjukan pola laju pertumbuhan yang diharapkan dari waktu ke waktu

memungkinkan petugas kesehatan mengidentifikasikan anak-anak yang beresiko menjadi

kurang gizi atau gemuk secara dini, tanpa menunggu sampai anak menderita masalah gizi.

Disamping standar untuk pertumbuhan fisik, standar baru WHO 2005 menghasilkan

enam tahapan perkembangan motorik kasar – milestone – (duduk tanpa bantuan, merangkak,

berdiri dengan bantuan, berdiri tanpa bantuan, berjalan dengan bantuan, dan berjalan tanpa

bantuan) yang diharapkan dapat dicapai oleh anak-anak sehat pada umur antara 4 dan 18

bulan.

Oleh karena WHO telah mengeluarkan standar rujukan yang baru untuk menilai

pertumbuhan dan penentuan status gizi pada anak, maka berdasarkan hasil kesepakatan RTL

2006 oleh Depkes RI disusunlan Kartu Menuju Sehat (KMS) baru. Pada KMS baru telah

dirancang ulang untuk anak Indonesia yang dibedakan menurut jenis kelamin, dicantumkan

12 tahapan perkembangan motorik.

C.  Variabel Pengukuran Status Gizi

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah

satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam

pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang

dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 

a.      Umur

Page 4: Gizi Menurut Who

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan

menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun

tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur

yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih

angka yang  mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak

perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah

30 hari. Jadi perhitungan umur  adalah  dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari

tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

b.      Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan,

termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik

karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan  yang menurun. Berat badan

ini  dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan

penilaian dengam melihat perubahan  berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang

dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak

digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan

umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu

ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).

c.       Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran  fungsi pertumbuhan yang dilihat dari

keadaan  kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan  sangat baik untuk melihat keadaan

gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan  keadaan   berat badan lahir rendah dan kurang

gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan

menurut umur), atau juga  indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi  Badan)  jarang

dilakukan karena perubahan tinggi  badan yang lambat dan biasanya  hanya dilakukan

setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan

lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI,

2004).

Berat badan dan tinggi badan   adalah salah satu parameter penting untuk menentukan

status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan

Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya

gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

D.  Pengolahan Data Antropometri Berdasarkan Z-Score (Simpangan Baku) WHO 2005

Page 5: Gizi Menurut Who

Z-Score atau simpangan baku digunakan untuk menilai seberapa jauh penyimpangannya

dari angka median (nilai tengah). Perhitungan Z-Score berbeda untuk populasi yang

distribusinya normal atau tidak normal.

-       Pengukuran Distribusi Normal.

Konsep distribusi normal sangat membantu untuk memahami apa itu z-score. Dlam satu

distribusi normal, sebagian besar nilai dikelompokan di tengah, dan distribusi pengukuran

berada disekitar angka median yang berbentuk lonceng. Pada kurva normal, satu z-score

menggambarkan seberapa jauh penyimpangan baku seorang anak dari angka median.

Kurva tersebut dihasilkan dari pengukuran Panjang/Tinggi Badan anak-anak yang dibuat

dalam grafik, hasilnya menyerupai distribusi normal. Setiap segmen pada sumbu horizontal

menggambarkan satu simpangan baku atau z-score. Pada distribusi normal, z-score -1 dan +1

mempunyai jarak yang sama dari angka median ( 0 ). Jarak dari angka median ke +1 z-score

adalah setengah dari jarak ke +2 z-score.

Cara perhitungan Z-Score adalah sebagai berikut :

Z score = 

Keterangan :

Xi : Nilai yang diamati atau hasil pengukuran yang sebenarnya

Mi : Nilai Referensi Median

SBi : Z-Score (standar baku) dari populasi referensi/rujukan

Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).

Berat badan anak ditimbang dengan timbangan dacin yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang

badan diukur dengan length-board dengan presisi 0,1 cm, dan tinggi badan diukur dengan

menggunakan microtoise dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan

dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita

dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku

antropometri WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-Score masing-masing indicator

tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut :

a)    Berdasarkan indikator BB/U :

Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa

tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena

terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya nafsu makan atau

memnurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri

yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan

antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti

Page 6: Gizi Menurut Who

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan

perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut

umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat

badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

v  Kelebihan

a.       Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat

b.      Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis

c.       Indikator status gizi kurang saat sekarang

d.      Sensitif terhadap perubahan kecil

e.       Growth monitoring

f.       Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth

g.      Failure karena infeksi atau KEP

h.      Dapat mendeteksi kegemukan (overweight)

v  Kekurangan

a.       Kadang umur secara akurat sulit didapat

b.      Dapat menimbulkan interpretasi keliru bila terdapat edema maupun asites

c.       Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk usia balita

d.      Sering terjadi kesalahan dalam pengukruan, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak

saat ditimbang

e.       Secara operasional: hambatan sosial budaya misalnya tidak mau menimbang anak karena

dianggap seperti barang dagangan

Kategori BB/U :

1.    Kategori Gizi Buruk, jika Z-score < -3,0

2.    Kategori Gizi Kurang, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0

3.    Kategori Gizi Baik, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0

4.    Kategori Gizi Lebih, jika Z-score >2,0

b)   Berdasarkan indikator TB/U:

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan

skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tingii badan

akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

Page 7: Gizi Menurut Who

Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi

masa lalu. Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapatmemberikan status gizi

masa lampau dan status sosial ekonomi.

v  Kelebihan

a.       Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b.      Alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa

c.       Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa

v  Kekurangan

a.       TB tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun

b.      Diperlukan 2 orang untuk melakukan pengukuran, karena biasanya anak relatif sulit berdiri

tegak

c.       Ketepatan umur sulit didapat

Kategori TB/U :

1.      Kategori Sangat Pendek, jika Z-score < -3,0

2.      Kategori Pendek, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0

3.      Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0

c)    Berdasarkan indikator BB/TB:

1.      Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0

2.      Kategori Kurus, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0

3.      Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0

4.      Kategori Gemuk, jika Z-score >2,0

Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut :

·      Prevalensi gizi buruk = (Jumlah balita gizi buruk/jumlah seluruh balita) x 100%

·      Prevalensi gizi kurang = (Jumlah balita gizi kurang/jumlah seluruh balita) x 100%

·      Prevalensi gizi baik = (Jumlah balita gizi baik/jumlah seluruh balita) x 100%

·      Prevalensi gizilebih = (Jumlah balita gizi lebih/jumlah seluruh balita) x 100%

d)   IMT / U

Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui

perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 5-19

tahun, dengan menggunakan z-score.

Kategori IMT/U :

1.      Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0

2.      Kategori Kurus, jika Z-score < - 2SD

3.      Kategori Normal, jika Z-score -2SD sampai +1SD

4.      Kategori Gemuk, jika Z-score > + 1SD

Page 8: Gizi Menurut Who

5.      Kategori Obese I, jika Z-score >+2SD

6.      Kategori Obese II jika, Z-score >+3SD

-       Cara Penilaian Status Gizi dalam Program Kesehatan Masyarakat.

Salah satu cara yang digunakan dalam penentuan status gizi masyarakat adalah dengan

cara pengukuran terhadap nilai-nilai dari indeks antropometri. Dalam penentuan status gizi

suatu kelompok masyarakat, lebih baik kita mempertimbangkan hal-hal berikut ini :

1.    Nilai-nilai indeks antropometri (BB/U, TB/U atau BB/TB) dibandingkan dengan nilai

RUJUKAN yang dalam hal ini digunakan Rujukan WHO-2005).

2.    Dengan menggunakan batas ambang (“cut-off point”) untuk masing-masing indeks, maka

status gizi seseorang atau anak dapat ditentukan.

Didasarkan pada asumsi resiko kesehatan :

a)      Antara -2 SD s/d +2 SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk menderita

masalah kesehatan

b)      Antara -2 s/d -3 atau antara +2 s/d +3 memiliki resiko cukup tinggi (“mode-rate”) untuk

menderita masalah kesehatan

c)      Di bawah -3 SD atau di atas +3 SD memiliki resiko tinggi untuk menderita masalah

kesehatan

3.    Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak terjadi

kerancuan dalam interpretasi.

4.    Bila dalam masyarakat ada lebih dari 2,5% balita berada <-2 SD tetapi kurang dari 0,5%

berada <-3 SD kemungkinan besar penyebabnya masa-

lahnya adalah kekurangan zat gizi karena berbagai faktor (kemiskinan, ketidak tahuan, pola

asuh yang berkaitan dengan penyakit)

5.    Bila dalam suatu masyarakat ada lebih dari 2,5 % balita <-2 SD dan lebih dari 0,5% anak <

-3 SD, maka masyarakat tersebut masih memiliki masalah

gizi yang perlu penanganan secara komprehensif terhadap akar masalahnya.