Gizi Buruk

download Gizi Buruk

of 36

description

asd

Transcript of Gizi Buruk

GIZI BURUK

PAGE Gizi Buruk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

GIZI BURUKI. LATAR BELAKANG

Perbaikan keadaan gizi penting untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi dan balita, meningkatkan kemampuan tumbuh kembang fisik, mental dan sosial anak, dan untuk meningkatkan produktifitas kerja serta prestasi akademik. Oleh karena itu keadaan gizi merupakan salah satu ukuran penting dari kualitas sumber daya manusia.Upaya perbaikan gizi telah lama dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, melalui Departemen Kesehatan, sejak Pelita I sampai dengan Pelita VI. Upaya ini terutama diarahkan untuk menanggulangi 4 (empat) masalah gizi utama di Indonesia, yaitu : Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Khusus mengenai KEP, pada Repelita VI pemerintah bersama masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40 % menjadi 30 %. Sasaran ini merupakan bukti komitmen nyata bangsa Indonesia terhadap Konvensi mengenai Hak-hak Anak tahun 1989, yang pada tahun 1997 diratifikasi oleh 191 negara anggota WHO. Dalam konvensi ini hak anak untuk mendapatkan kecukupan gizi memperoleh pengakuan penuh, dan kecukupan ini harus diperhatikan sejak dini, bahkan sejak pembuahan agar bayi bisa berkembang secara sehat dan optimal.5

Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara sedang berkembang. Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor marasmus. Pada kenyataannya sebagian besar penyakit KEP terdapat dalam bentuk ringan. Gejala penyakit KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih rendah jika dibandingkan dengan anak seumurnya. Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1978), memperkirakan bahwa 30 % atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang, sedangkan 3 % atau 0,9 juta anak-anak balita menderita gizi buruk.5

Berbagai upaya perbaikan gizi yang selama ini dilakukan telah mampu menurunkan prevalensi KEP. Data Susenas tahun 1989, 1992, 1995 dan 1998 menunjukkan penurunan prevalensi KEP total dari 47,8% pada tahun 1989 menjadi 41,7% (1992), 35,0% (1995) dan 33,4% pada tahun 1998. Distribusi frekuensi KEP menurut wilayah sangat bervariasi. Beberapa propinsi mempunyai angka KEP relatif rendah yaitu di bawah 30% (target Repelita VI), sementara di beberapa propinsi lain masih tinggi. Namun krisis ekonomi berkepanjangan yang dimulai sejak pertengahan tahun 1997 menimbulkan berbagai dampak, termasuk terhadap derajat kesehatan dan keadaan gizi masyarakat berupa antara lain peningkatan jumlah penderita KEP yang ditandai dengan ditemukannya penderita gizi buruk yang selama 10 tahun terakhir sudah jarang ditemui.

Temuan UNICEF tentang anak-anak Indonesia yaitu bahwa 150 anak meninggal tiap hari akibat gizi buruk dan sebanyak 165.000 anak disia-siakan tiap tahun yang ditulis oleh sebuah harian (11) adalah hal yang menyedihkan, sebuah kenyataan bahwa sejak Indonesia mengalami krisis yang dimulai sejak tahun 1997 akhir, diketahui bahwa masalah gizi buruk menjadi meningkat. diungkapkan juga oleh UNICEF di Indonesia sekitar dua juta anak dibawah dua tahun yang mengalami gizi kurang. Akibat kekurangan gizi ini diperkirakan anak-anak tersebut mengalami hambatan pertumbuhan tinggi badan sekitar 10 cm dan berat badan sebanyak 2 kg. 8

Menurut UNICEF tidak saja masalah pertumbuhan fisik, anak-anak itu juga mengalami hambatan pertumbuhan mental. Sebagai bukti ditemukan bahwa 50% anak-anak diserang anemia ketika berusia enam bulan, IQ anak tersebut juga berpotensi turun 10 point.

Karena itu juga masalah ini dibiarkan UNICEF yakin bahwa Indonesia pada 2010 nanti mengalami the loss of quality generation dengan kondisi muda menderita kemunduran intelektual yang signifikan. Padahal negara lain menyambut milenium baru dengan optimis.8 Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di negara berkembang seperti di Indonesia, kejadian ini terutama pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). Selain itu banyak faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya KEP tersebut salah satunya berasal dari sosial ekonomi yang tidak dapat dihindarkan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulang KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan Gizi)II. EPIDEMIOLOGI 6Dalam World Food Conference di Roma pada tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutnya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.

McLaren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadan higiene yang buruk, misalnya di kota-kota dengan kemungkinan pertambahan penduduk yang sangat cepat, sedangkan kwashiorkor akan terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak cukup mendapat ASI. Tetapi hasil studi tahun tujuh puluhan menunjukkan bahwa sebagian besar penderita KEP-berat terdiri dari penderita tipe marasmus (Pudjadi dkk, 1977). Apa yang dikemukakan oleh Mc Laren ditemukan di Jakarta. perubahan tipe penyakit KEP dalam jangka waktu 20 tahun itu mungkin disebabkan oleh bertambahnya penduduk Jakarta yang sangat cepat.

Setelah pemerintah membuka pintu untuk penanam modal baik dari luar negeri maupun dalam negeri, banyak industri telah dibangun. Dengan sendirinya industri ini banyak menarik tenaga kerja dari daerah. Dengan demikian, mengalirnya tenaga kerja itu juga menyebabkan naiknya jumlah penduduk. Menurut catatan dari Bagian Kependudukan DKI, penduduk Jakarta pada tahun 1956 berjumlah 1.89 juta, pada tahun 1976 berjumlah 5.74 juta, dan pada tahun 1982 berjumlah 7,03 juta. Mereka tinggal di gubuk-gubuk kecil sedangkan kamar tidurnya tidak dilengkapi dengan jendela. Saluran air yang ada merupakan tempat untuk mandi, membuang hajat besar, dan membuang sampah. Air itu juga digunakan untuk air minum dan air untuk memasak. Bertambahnya jumlah rumah dan perbaikan keadaan sanitasi yang tidak memadai dengan angka pertambahan penduduk, disertai penghasilan yang minim untuk membeli bahan makanan ini menimbulkan malnutrisi dan infeksi yang mempunyai antar hubungan yang akan dibicarakan kemudian.

Mengalirnya tenaga kerja ke kota-kota besar ini mengakibatkan pula naiknya angka kelahiran. Tingginya prevalensi penyakit KEP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran. Menurut Morley (1968) dalam studinya di Nigeria, insidensi kwashiorkor meninggi pada keluarga dengan 7 anak atau lebih. Studi lapangan yang dilakukan di India oleh Gopalan (1964) pada 1400 anak prasekolah menunjukkan bahwa 32% di antara anak-anak yang dilahirkan sebagai anak keempat dan berikutnya memperlihatkan tanda-tanda KEP yang jelas, sedangkan anak-anak yang dilahirkan terlebih dahulu hanya 17% memperlihatkan gejala KEP. Ia berkesimpulan bahwa 62% dari semua kasus kekurangan gizi pada anak prasekolah terdapat pada anak-anak ke-empat dan berikutnya. Ia menyarankan supaya tiap keluarga tidak mempunyai anak lebih dari tiga. Dengan demikian, insidensi penyakit KEP dapat diturunkan sebanyak 50%.Hasil penelitian dari Balai Penelitian Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, D.I. Nangroe Darusalam Aceh yang dilakukan pada tahun 1999-2000 didapatkan hasil dari 98 balita penderita KEP sebagian besar adalah perempuan (60,20%), berasal dari golongan umur 12-23 bulan (50,00%), dengan pekerjaan ayah penderita yang terbanyak adalah wiraswasta (55,10%), dan sebagian besar ibu penderita tidak bekerja (71,42%). Pendidikan ayah penderita 52,04% tamat SLTP, dan 29,59% ibu penderita juga tamat SLTP; hampir seluruh penderita (98,97%) berasal dari Kota Medan. Dari 98 balita penderita KEP,32,65% menderita mencret, muntah dan demam sewaktu masuk. 46,90% menderita KEP tingkat berat, terutama marasmus (58,70%). Sebagian besar (73,47%) penderita masih menderita KEP tingkat ringan, sedang atau berat setelah dirawat. Sebanyak 77,55% penderita dirawat selama kurang dari 7 hari, dengan penyakit penyerta terbanyak adalah gastroenteritis (62,24%). Dehidrasi berat adalah penyebab utama kematian (83,33%). Dari 98 penderita, 79,59% lahir dengan berat badan normal. Dari 68 penderita berusia di atas 12 bulan 48,53% tidak lengkap imunisasinya dan 42,64% tidak pernah diimunisasi. Jumlah saudara kandung penderita umumnya adalah 3 orang (28,57%).5III. DEFINISIIstilah KEP saat ini tidak digunakan kembali, yang kini digunakan adalah MEP singkatan dari Malnutrisi Energi Protein. Berdasarkan lama dan jumlah kekurangan proteinnya MEP dibagi atas MEP derajat ringan ( Gizi Kurang) dan MEP derajat berat (Gizi Buruk). Biasanya pada gizi kurang belum menunjukkan gejala yang khas karena belum terdapat kelainan biokimia sehingga hany dijumpai gangguan pertumbuhan saja. Sedangkan pada gizi buruk disamping gejala klinis, maka dijumpai juga gangguan biokimia. Pada gizi buruk didapatkan tiga bentuk klinis yaitu Kwashiorkor, Marasmur dan Marasmus Kwashiorkor. Kini paling banyak dijumpai kelainan marasmus, kwashiorkor sudah jarang ditemui.7 KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Klasifikasi KEP, berdasarkan penimbangan BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS

KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning

KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada di bawah Garis Merah (BGM)

KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS IV. ETIOLOGI 8,9Kelainan ini banyak di temukan di Negara miskin dan dunia ketiga, karena peran sebagai factor negative seperti di uraikan di atas, yang sifatnya multifaktorial dan konmpleks . Selain pengaruh berbagai faktor tersebut, masukan kalori yang kurang dapat pula terjadi sebagai akibat kesalahan pemberian makanan karena tiadanya keakraban dalam hubungan orang tua dan anak,penyakit metabolik, kelainan congenital, infeksi kronik, atau kelainan organ tubuh lainnya .

Penyebabnya dapat merupakan suatu sebab langsung atau tak langsung. Hal ini juga dianggap sebagai penyakit lingkungan dimana terdapat beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbul penyakit tersebut, sehingga disebut juga sebagai penyakit dengan cuaca multi faktorial.

Secara umum penyebabnya :

a.Pengaruh buruk faktor sosio ekonomi dan budaya. Hal tersebut beperan terhadap kejadian malnutrisi pada umumnya.

b. Masukan kalori yang kurang sebagai akibat kesalahan pemberian makanan dan pengelolahan makanan.

c.Penyakit infeksi

d.Kelainan bawaan saluran pencernaan

e.Penyakit yang disebabkan faktor-faktor : higiene yang buruk, kepadatan penduduk, kemiskinan serta sering menderita infeksi. Tabel IV.1

Berbagai faktor penyebab KEP dan antar-hubungannya sudah banyak diajukan berbagai bentuk sistim holistik, yang menggambarkan interelasi antar faktor dan menuju ke titik pusat KEP tersebut. Tabel IV.2

Hubungan Timbal Balik Antara Faktor-Faktor yang menjurus pada MEP

(ODA) Advisory Committee On Protein 19747

V. PATOFISIOLOGI1Pada gizi buruk didapatkan tiga bentuk klinis yaitu Kwashiorkor, Marasmur dan Marasmus Kwashiorkor. Kini paling banyak dijumpai kelainan marasmus, kwashiorkor sudah jarang ditemui.Dua hal utama yang terjadi baik secara simultan ataupun bertahap yang terjadi pada keadaan yang menyebabkan malnutrisi yang berat adalah sebagai berikut :

Marasmus.

Pada keadan ini yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti, disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metaboli esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.

Kwashiorkor

Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya.

Namun kekurangna protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema.

Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipo protein beta sehingga transpor lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.

Kedua hal tersebut menyebabkan perubahan yang nyata pada komposisi tubuh seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral dan protein terutama protein.

a.Cairan tubuh total

Tubuh mengandung lebih banyak cairan. Keadaan ini merupakan akibat menghilangkan lemak, otot dan jaringan lain.

b.Cairan ekstrasel

Terutama pada anak-anak dengan edema terdapat banyak cairan ekstrasel dibandingkan dengan yang tanpa edema.

c.Kalium total tubuh

Kalium menurun, terutama yang terdapat dalam sel, hingga menimbulkan gangguan metabolit pada organ-organ seperti : otot, ginjal dan pankreas.

d.Mineral lain

Metcoff (1975) menemukan dalam sel otot kadar natrium dan fosfor inorganik yang meninggi dan kadar magnesium yang meninggi. VI. MANIFESTASI KLINIS 1,3,81.Marasmus

a.Penampilan

Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak terlihat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya.

b.Perubahan mental

Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.

c.Kelainan pada kulit tubuh

Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya.

d.Kelainan pada rambut kepala

Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok.

e.Lemak dibawah kulit

Lemak subkutan menghilangkan hingga turgor kulit mengurang.

f.Otot-otot

Otot-otot atrofi, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas

g.Saluran pencernaan

Penderita marasmus lebih sering menderita diare dan konstipasi. Oleh karena terjadi malabsorbsi usus terhadap nitrogen, lemak, karbohidrat, mineral. Ada kalanya diare dapat pula disebabkan oleh kuman patogen atau parasit yang terdapat di usus.

h.Jantung

Tidak jarang terdapat bradikardi.

i.Tekanan darah

Pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur.

j.Saluran nafas

Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang.

k.Sistem darah

Pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah

2.Kwashiorkor

a.Penampilan

Penampilan seperti anak yang gemuk (suger baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya atrofi.

Gambar VI. 1.

Sugar Baby

b.Gangguan Pertumbuhan

Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari buku Harvard persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung.

c.Perubahan Mental

Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan.

d.Edema

Edema baik yang ringan maupun yang berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, ascites dapat mengiringi edema.

Gambar VI.2Pitting Edema

e.Atrofi Otot

Atrofi otot sellau ada hingga penderita tampak lemak dan berbaring terus-menerus, walaupun menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan.

f.Sistem Gastro-Intestinum

Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang berat penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita, dengan feses yang cair yang mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya produksi laktase dan enzim disakaridase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain.

g.Perubahan Rambut

Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunannya (texture) maupun warnanya. Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat, kelabu, maupun putih. Rambut alispun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang. Signe debandera kadang-kadang merupakan tanda khas, dimana apabila kita mengambil sehelai rambut dari penderita maka akan terlihat adanya bagian yang hipopigmentasi diantara warna rambut yang lainnya.

h.Perubahan kulit

Perubahan kulit yang oleh Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi nama crazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petekie, berpadu menjadi bercak yang lambat-laun menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian-bagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus mendapat tekanan merupakan predileksi crazy pavement dermatosis, sepeti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lain pun dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petekie tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.

i.Pembesaran hati

Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadang batas kiri terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyat pada rabaan dengan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak perlemakan terdapat pada hampir semua sel hati. Adakalanya terlihat juga adanya fibrosis dan nekrosis hatiTabel VI.1. Perbedaan Manifestasi Klinis Marasmus dan Kwashiorkor 5Marasmus Kwashiorkor

1. The onset is earlier, usually in the first year of life Onset is later, after the breast-feeding is stopped.

2. Growth failure is more pronounced. Not very Pronounced.

3. There is no edema Edema is present.

4. Blood protein concentration is reduced less markedly. Blood protein concentration is reduced very much.

5. Skin changes are seen less frequently. Red boils and patches are classic symptoms.

6. Liver is not infiltrated with fat Fatty liver is seen.

7. Recovery is much longer. Recovery period is short.

Gambar VI.3Klinis Penderita Gizi buruk

3. Marasmik kwashiorkor

Berdasarkan definisi kelainan gizi ini menunjukan gejala campuran antara marasmurdan kwashiorkor. Gejala klinis yang umumnya adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema, dermatosis, perubahan rambut, hepatomegali, perubahan mental, hipotrofi otot, jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia, dan ,defisiensi vitamin. Berat badan dengan edema kurang dari 60% nilai berat badan terhadap umur pada standar yang baku (berdasarkan loka karya Antrometri Gizi 1975, untuk anak balita dipakai standar P50 Harvard).VII. PEMERIKSAAN

Gambar VII.2VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ada hipotesis yang mengatakan, bahwa pada penyakit kwashiorkor tubuh tidak dapat beradaptasi terhadap keadaan baru yang disebabkan oleh kekurangan protein maupun energi. Oleh sebab itu banyak perubahan biokimiawi dapat ditemukan pada penderita kwashiorkor, misalnya :

1)Albumin serum

Albumin serum yang merendah merupakan kelainan yang sering dianggap spesifik dan sudah ditemukan pada tingkat dini.

2)Globulin serum

Kadar globulin dalam serum kadang-kadang menurun akan tetapi tidak sebanyak menurunnya albumin serum, hingga pada kwashiorkor terdapat rasio albumin/globulin yang biasanya 2 menjadi rendah, bahkan pada kwashiorkor yang berat ditemukan rasio yang terbaik. Fraksinasi globulin serum dilakukan dengan cara elektroforesis menunjukkan fraksi alfa1-globulin dan gamma-globulin yang tinggi, beta-globulin yang rendah, sedangkan alfa2-globulin tidak berbeda secara bermakna jika dibandingkan dengan yang terdapat pada anak sehat.

3)Kadar kolesterol serum

Pada penderita kwashiorkor, terutama yang berat, kadar kolesterol darahnya rendah. Mungkin saj rendahnya kolesterol darah disebabkan oleh makanan sehari-harinya terdiri dari sayuran hingga tidak mengandung kolesterol, atau adanya gangguan dalam pembentukan kolesterol dalam tubuh.

4)Tes thymol turbidity (derajat kekeruhan)

Tes tersebut merupakan tes fungsi hati. Penentuan terhadap 106 penderita kwashiorkor memberi hasil sebagai berikut : pada 73 penderita meninggi, sedangkan pada selebihnya tidak. Tidak ditemukan korelasi antara tingginya kekeruhan dan beratnya perlemakan hati maupun tingginya angka kematian, maka tersebut tidak mempunyai nilai diagnosis maupun prognosis (Poey, 1957).

IX. DIAGNOSIS

Penentuan status Gizi4Ada tiga Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan status gizi pada anak yaitu Klasifikasi Gomez, Klasifikasi Wellcome, Klasifikasi Waterlow, ketiga klasifikasi ini dibandingkan dengan standar normal yang direkomendasikan oleh WHO yaitu standar NCHS ( National Center for Healh Statistics)

Klasifikasi Gomez

Mengklasifikasikan seorang anak menurut berat badannya disesuaikan dengan berat badan anak normal seusianya dengan umur yang sama ( BB/U = berat badan menurut umur) dan dinyatakan dengan persentase. Klasifikasi ini lebih banyak digunakan untuk kepentingan di masyarakat, bukan di klinik.

Tabel IX.1

Klasifikasi Gomez

BB/U ( % dari median standar)Berat Badan Anak X 100%

Berat Badan anak normal seusianya

90-110

75-89

60-74