GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

6
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 829 GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL FOUNDATION (BOS) BERBASIS KOMUNITAS DALAM PENYELAMATAN ORANGUTAN DI KALIMANTAN TENGAH Arum Silvana, Masduki, Tri Sulistyaningsih Universitas Muhammadiyah Malang [email protected] Abstrak Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS ini merupakan program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional. Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan Samboja Lestari dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan proses gerakan sosial berbasis komunitas yang dilakukan oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Kedua, penelitian ini untuk mendeskripsikan tipe dan motif aktor gerakan sosial yang memberikan kesadaran akan pentingnya konservasi Orangutan.Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dalam menyalamatkan Orangutan Kalimantan Tengah. Pendekatan yang digunakan yaitu studi kasus. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus karena fokus penelitian ini menjawab pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi yang relevan dengan fenomenanya. Penelitian ini dilakukan di Program Reintroduksi Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya gerakan BOS ini disebabkan oleh populasi Orangutan yang terancam punah. Orangutan merupakan satwa yang harus dilindungi karena berperan dalam regenerasi hutan secara alami. Kerusakan hutan yang terjadi telah menyebabkan populasi Orangutan ini terancam punah, musnahnya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Selain dampak kebakaran hutan pada tahun 1997, areal eks PLG Sejuta Ha juga menyebabkan berkurangnya populasi Orangutan. Lunturnya nilai-nilai ideologi dalam hal perlindungan dan penyelamatan Orangutan serta habitatnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kepedulian para pihak, terbatasnya akses membangun kerjasama para pihak, dan terbatasnya akses di dalam penggalangan dana.Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu BOS hadir karena adanya rasa cinta masyarakat terhadap lingkungan. BOS melihat bahwa di Palangka Raya terdapat masalah lingkungan, sehingga menyababkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS bersifat mandiri dan tidak terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan lingkungan. Kata Kunci: Gerakan sosial, Aksi Kolektif, Gerakan Sosial, Gerakan Penyelamatan Orangutan. I. Pendahuluan Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (Ministry Of Environment The Republic Of Indonesia, 2012:6). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang berlimpah, salah satunya adalah Orangutan. Orangutan merupakan primata jenis kera besar Asia yang tersebar di dua pulau, yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Wanda Kuswanda, 2014:4). Selain itu, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah yaitu hutan. Hutan Indonesia merupakan rumah untuk 12% mamalia dunia, 16% jenis reptil dan amfibi, 17% jenis burung, serta 10.000 jenis pohon tumbuh di penjuru Nusantara (Agus Purnomo, 2012:2). Orangutan merupakan icon di Pulau Kalimantan (Departemen Kehutanan, 2007:6). Orangutan dan hutan memiliki keterkaitan. Jika Orangutan dilindungi maka hutan sebagai habitatnya juga akan

Transcript of GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

Page 1: GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 829

GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL

FOUNDATION (BOS) BERBASIS KOMUNITAS DALAM PENYELAMATAN

ORANGUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

Arum Silvana, Masduki, Tri Sulistyaningsih

Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Abstrak

Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) adalah sebuah organisasi non-profit

Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS ini

merupakan program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia. Yayasan BOS bekerjasama dengan

masyarakat setempat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra

internasional. Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi

Orangutan Samboja Lestari dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng. Penelitian ini

memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mendeskripsikan proses gerakan sosial berbasis komunitas yang

dilakukan oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Kedua, penelitian ini untuk

mendeskripsikan tipe dan motif aktor gerakan sosial yang memberikan kesadaran akan pentingnya

konservasi Orangutan.Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan fenomena dalam menyalamatkan Orangutan Kalimantan Tengah. Pendekatan yang

digunakan yaitu studi kasus. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus karena fokus penelitian

ini menjawab pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi

yang relevan dengan fenomenanya. Penelitian ini dilakukan di Program Reintroduksi Nyaru

Menteng, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya gerakan BOS ini

disebabkan oleh populasi Orangutan yang terancam punah. Orangutan merupakan satwa yang harus

dilindungi karena berperan dalam regenerasi hutan secara alami. Kerusakan hutan yang terjadi telah

menyebabkan populasi Orangutan ini terancam punah, musnahnya keanekaragaman hayati, serta

meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global. Selain dampak

kebakaran hutan pada tahun 1997, areal eks PLG Sejuta Ha juga menyebabkan berkurangnya

populasi Orangutan. Lunturnya nilai-nilai ideologi dalam hal perlindungan dan penyelamatan

Orangutan serta habitatnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kepedulian para pihak,

terbatasnya akses membangun kerjasama para pihak, dan terbatasnya akses di dalam penggalangan

dana.Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu BOS hadir karena adanya rasa cinta masyarakat terhadap

lingkungan. BOS melihat bahwa di Palangka Raya terdapat masalah lingkungan, sehingga

menyababkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya

penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS

bersifat mandiri dan tidak terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan

lingkungan.

Kata Kunci: Gerakan sosial, Aksi Kolektif, Gerakan Sosial, Gerakan Penyelamatan Orangutan.

I. Pendahuluan

Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (Ministry Of Environment The Republic Of

Indonesia, 2012:6). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna yang berlimpah,

salah satunya adalah Orangutan. Orangutan merupakan primata jenis kera besar Asia yang tersebar

di dua pulau, yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Wanda Kuswanda, 2014:4). Selain itu,

Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah yaitu hutan. Hutan Indonesia merupakan

rumah untuk 12% mamalia dunia, 16% jenis reptil dan amfibi, 17% jenis burung, serta 10.000 jenis

pohon tumbuh di penjuru Nusantara (Agus Purnomo, 2012:2).

Orangutan merupakan icon di Pulau Kalimantan (Departemen Kehutanan, 2007:6). Orangutan

dan hutan memiliki keterkaitan. Jika Orangutan dilindungi maka hutan sebagai habitatnya juga akan

Page 2: GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

830 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

terlindungi. Salah satu permasalahan yang menonjol di Kalimantan Tengah adalah berkurangnya luas

kawasan hutan. Hutan di Kalimantan Tengah yang awalnya terlihat sejuk, saat ini menjadi gersang

akibat konversi hutan, kebakaran hutan, pembalakan (leggal dan illegal), serta pembangunan

infrastuktur. Keadaan ini juga menyebabkan degradasi. Degradasi hutan masih sulit untuk

dihentikan. Kerugian yang di rasakan tidak hanya dari segi ekosistem saja, akan tetapi dari segi

ekonomi dan juga kesehatan.

Hampir seluruh bagian di wilayah Kalimantan Tengah masih dipenuhi dengan hutan. Hutan

harus dijaga dan ditata dengan baik agar dapat dinikmati manfaatnya. Akan tetapi dengan

berkembangnya zaman, Kalimantan Tengah menjadi gersang akibat penyusutan dan kerusakan hutan

yang terus terjadi. Salah satu satwa yang menjadi korban yaitu Orangutan. Kelangsungan hidup

Orangutan menjadi terancam, padahal Orangutan sangat berperan dalam menjaga kelestarian hutan.

Setiap tahunnya, Kalimantan kehilangan 1,5-2% Orangutan (Forum Orangutan Indonesia, 2013:19).

Hal ini disebabkan oleh kerusakan hutan dan habitatnya yang sangat mengancam Orangutan. Tidak

hanya itu, sebagian masyarakat juga melakukan perburuan liar untuk dipelihara dan dijadikan sumber

makanan.

Salah satu penyebab yang paling menonjol yaitu disebabkan oleh perkebunan kelapa sawit. Pada

tahun 1997-1998, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dimulai. Setiap tahunnya, pembukaan

lahan ini mengalami peningkatan karena produksi minyak kelapa sawit memberikan profit yang luar

biasa. Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia ini semakin berkembang seiring dengan

meningkatnya kebutuhan dunia. Di Kalimantan Tengah, banyak sekali terdapat perkebunan kelapa

sawit. Permintaan produksi minyak yang semakin meningkat membuat perusahaan kelapa sawit

semakin banyak membutuhkan lahan. Perusahaan kelapa sawit selalu dipandang negatif karena di

dalam melakukan pengelolaan tidak mengikuti perauran pelestarian lingkungan hidup.

Perluasan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan habitat Orangutan terancam punah. Hal

ini tidak hanya merusak hutan sebagai habitatnya, akan tetapi juga menyebabkan populasi Orangutan

punah. Perusahaan kelapa sawit memandang Orangutan sebagai hama karena mengganggu

perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi negara pengekspor minyak kelapa

sawit terbesar di dunia. Perusahaan kelapa sawit Indonesia membantu 50% keperluan minyak kelapa

sawit dunia dengan total area kelapa sawit 8 juta hektar. Pembukaan lahan menjadi perkebunan

kelapa sawit ini juga sering menimbulkan konflik dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena

tidak adanya sosialisasi terhadap masyarakat ketika lahan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit.

Konservasi Orangutan masih mengalami hambatan di dalam menerapkan kebijakan. Peran para

pihak di dalam melakukan konservasi Orangutan masih belum optimal. Kebijakan yang dilakukan di

lapangan masih mengalami kegagalan. Kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam konservasi

masih terbatas. Ketidak pedulian masyarakat terhadap konservasi ini disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan mengenai pelestarian Orangutan. Peraturan hukum yang ditetapkan pemerintah untuk

melindungi keanekaragaman hayati belum dilaksanakan karena tidak adanya koordinasi antar

lembaga. Jika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan maka hal ini akan meningkatkan semakin

tingginya populasi Orangutan yang terancam punah.

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kondisi lingkungan yang terjadi serta tingginya

jumlah Orangutan yang harus diselamatkan menjadi alasan utama terbentuknya organisasi yang

bernama Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). Munculnya gerakan

penyelamatan Orangutan ini memandang bahwa Orangutan merupakan salah satu makhluk atau

satwa yang berperan untuk regenerasi hutan secara terus-menerus. Kerusakan alam dan ekologi akan

berdampak buruk terhadap jumlah populasi Orangutan, musnahnya keanekaragaman hayati,

meningkatnya emisi gas rumah kaca yang dapat memicu pemanasan global.

Kesadaran inilah yang membuat Yayasan BOS memiliki ide untuk melindungi kelestarian

Orangutan dan habitatnya, tentu hal ini juga harus didukung oleh seluruh masyarakat. Yayasan BOS

adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan untuk konservasi Orangutan

Borneo dan habitatnya. Yayasan BOS bekerjasama dengan masyarakat setempat, Kementerian

Kehutanan Republik Indonesia, dan organisasi mitra internasional (Tentang BOS, 2016).

Yayasan BOS memiliki dua tempat reintroduksi, yaitu Program Reintroduksi Orangutan

Samboja Lestari di Kalimantan Timur dan Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng di

Kalimantan Tengah. Yayasan BOS pertama kali didirikan pada tahun 1991 di Balikpapan dan pada

Page 3: GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 831

tahun 1999 mendirikan lagi di Palangkaraya. Yayasan BOS saat ini merawat lebih dari 750

Orangutan dengan dukungan 400 karyawan yang berdedikasi tinggi, serta para ahli dibidang primata,

keanekaragaman hayati, ekologi, rehabilitasi hutan, agroforestri, pemberdayaan masyarakat, edukasi,

dan kesehatan Orangutan.

Yayasan BOS adalah program reintroduksi Orangutan terbesar di dunia dan menyelamatkan 750

Orangutan di Kalimantan Tengah serta Kalimantan Timur. Selain memiliki program reintroduksi,

Yayasan BOS juga memiliki Program Konservasi Mawas. Program Konservasi Mawas ini didirikan

pada tahun 2001. Konservasi Mawas adalah hutan rawa gambut yang sangat penting karena ini

merupakan habitat yang tersisa bagi Orangutan liar. Diperkirakan 3.000 Orangutan liar tinggal

dikawasan ini. Konservasi Mawas memiliki luas 309.000 ha. Pengelolaan kawasan mawas dibagi

menjadi 2 bagian. Pertama wilayah Kabupaten Kapuas yang dikelola oleh proyek Kalimantan Forest

and Climate Partnership (KFCP) dan proyek ini didanai oleh Pemerintah Australia. Kedua di

wilayah Kabupaten Barito Selatan yang dikelola oleh Yayasan BOS melalui Program Konservasi

Mawas (Laporan Tahunan 2012, 2013:31). Berdasarkan penjelasan dan pernyataan diatas, maka

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses gerakan sosial penyelamatan Orangutan di Kalimantan Tengah?

2. Bagaimana peran aktor gerakan sosial Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation

(BOS)?

Pada penelitian ini paradigma yang digunakan adalah paradigma definisi sosial, dimana

paradigma ini dilatarbelakangi oleh analisa Max Weber tentang tindakan sosial. Secara definitif

Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan

sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan sebab akibat. Dalam definisi sosial

terkandung dua konsep dasar, pertama konsep tindakan sosial kemudian yang kedua tentang

penafsiran dan pemahaman. Para definisionis sosial memilih paradigma ini sebagai cara yang paling

memungkinkan untuk menggunakan metode kuesioner atau wawancara. Mereka lebih

memungkinkan bisa menggunakan metode pengamatan daripada mereka yang ada dalam paradigma

lain.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena dalam menyelamatkan Orangutan Kalimantan

Tengah. Pendekatan yang digunakan yaitu studi kasus karena fokus penelitian ini menjawab

pertanyaan “bagaimana” proses gerakan sosial BOS dan ingin mengetahui kondisi yang relevan

dengan fenomenanya. Informan dalam penelitian ini adalah Yayasan Borneo Orangutan Survival

Foundation (BOS). Penentuan subyek menggunakan teknik purposive, yaitu berdasarkan kriteria-

kriteria yang sudah ditentukan. Subyek dalam penelitian ini adalah:

1. Anggota BOS (aktor) yang pernah menangani kasus penyalamatan Orangutan.

2. Anggota BOS (aktor) yang terlibat aktif mempengaruhi masyarakat untuk ikut serta dalam

melindungi Orangutan.

Fokus penelitian ini adalah permasalahan lingkungan yang ada di Kalimantan Tengah, upaya-

upaya yang dilakukan BOS untuk mendorong perubahan sosial, bagaimana proses gerakan BOS,

bagaimana aktor melalukan pendampingan kepada masyarakat agar peduli terhadap lingkungan yang

terjadi disekitarnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini observasi langsung, wawancara

mendalam dan dokumentasi. Analisa data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga

alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan.

Proses triangulasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu pertama membandingkan wawancara

antara subyek satu dengan subyek lainnya untuk mengukur tingkat kevalidan data. Kedua, dokumen-

dokumen sebagai bukti pendukung juga menunjukkan apakah yang disampaikan pada saat

wawancara benar. Ketiga, membandingkan apa yang dikatakan dengan tindakan yang dilakukan oleh

aktor pada saat di dalam forum dan berhadapan dengan warga. Keempat, peneliti menanyakan hal

yang sama kepada subyek pada kesempatan yang berbeda.

Menurut Smelser (1962), perilaku kolektif merupakan perilaku yang dilakukan oleh dua atau

lebih individu. Individu-individu tersebut bertindak secara bersama-sama dan dilakukan secara

kolektif. Untuk memahami perilaku kolektif ini maka individu-individu harus mengerti semua

keadaan pada kelompoknya. Keuntungan mempelajari perilaku kolektif ini yaitu dalam kondisi

Page 4: GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

832 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

interaksi yang stabil, ada terdapat unsur mitos sosial, ideologi, potensi kekerasan dan lain-lain. Pada

saat perilaku kolektif itu terjadi, maka unsur-unsur itu muncul secara langsung. Kejadian itu dapat

diamati jika perilaku kolektif tersebut berupa penyimpangan (Smelser, 1962:1-3). Akan tetapi, selain

keuntungan terdapat kekurangan dalam perilaku kolektif. Perilaku kolektif cenderung menggunakan

studi literatur. Karena adanya kecenderungan ini maka yang di dapat penjelasan kasar mengenai

pengetahuan perilaku kolektif. Secara relatif ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terus

tumbuh dan berkembang (Smelser, 1962:4).

Di dalam bukunya Theory of Collective Behavior, Smelser meneliti perilaku kolektif karena tiga

alasan. Alasan pertama karena perilaku kolektif terjadi secara spontan dan berubah-ubah. Perilaku

seperti ini bisa berawal dari perilaku seseorang yang menjadi sentral, kemudia perilaku ini

berkembang menjadi kelompok massa dan akhirnya mencari sebuah kebenaran. Alasan kedua karena

perilaku kolektif membangkitkan reaksi emosional yang kuat. Alasan terakhir karena perilaku

kolektif rata-rata tidak dapat diamati dengan eksperimen (Smelser, 1962:4).

Peneliti menggunakan teori Smelser untuk menjawab proses gerakan sosial yang dilakukan

Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS). BOS termasuk organisasi yang berfokus

pada masalah lingkungan, terutama pernyelamatan Orangutan. Penyelamatan Orangutan sudah

dilakukan oleh berbagai pihak. Akan tetapi hal ini belum menunjukkan keberhasilan karena di

Kalimantan Tengah masih ditemukan aktivitas perluasan hutan yang menyebabkan habitat

Orangutan semakin sempit. Isu lingkungan kini tidak hanya menjadi permasalahan lokal saja, akan

tetapi juga menjadi permasalahan internasional. Permasalahan lingkungan yang terjadi di Kalimantan

Tengah disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai deforestasi dan degradasi hutan. Kesuksesan gerakan sosial tidak hanya bergantung pada

pemimpinnya saja, akan tetapi juga pada pengikutnya.

Di dalam bukunya yang berjudul From Mobilization to Revolution, Tilly menjelaskan mengenai

teori tindakan kolektif. Teori tindakan kolektif merupakan tindakan yang dilakukan bersama-sama

untuk mengejar suatu tujuan bersama. Aksi atau tindakan kolektif ini muncul dari sekelompok orang

yang berkumpul, lalu kemudian mereka melakukan aksi atau tindakan secara bersama-sama. Tempat

berkumpul ini bisa berupa organisasi, asosiasi, institusi, kelompok, dan jaringan. Tindakan yang

dilakukan bersama-sama ini sudah pasti disertai dengan penyebab yang menjadi penentu. Aksi atau

tindakan kolektif ini termasuk dalam salah satu jenis gerakan sosial (Tilly, 1978:14).

Menurut Tilly, aksi kolektif bisa menjadi gerakan sosial jika memenuhi lima komponen yaitu

kepentingan, organisasi, mobilisasi, kesempatan dan tindakan kolektif itu sendiri (Tilly, 1978:42).

Komponen pertama yaitu kepentingan. Kepentingan adalah sebuah upaya untuk memperhitungkan

rugi dan untung yang dihasilkan dari interaksi antar kelompok. Hal ini berhubungan dengan

persoalan ekonomi dan kehidupan politik. Komponen yang kedua yaitu organisasi. Organisasi

merupakan kelompok yang bisa mempengaruhi kemampuan untuk bertindak demi sebuah

kepentingan yang ingin diraih. Komponen yang ketiga adalah mobilisasi. Mobilisasi merupakan

sebuah proses dimana kelompok tersebut berusaha untuk memperoleh kontrol kolektif atas sumber

daya yang dibutuhkan agar bisa melakukan tindakan. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor

produksi seperti tanah, pekerja, kapital, dan teknologi. Komponen yang keempat yaitu peluang.

Peluang yang dimaksud disini menyangkut tentang hubungan antara kelompok dengan lingkungan

disekitarnya. Komponen yang kelima yaitu tindakan kolektif. Tindakan kolektif ini berhubungan

dengan konflik kepentingan.

Peneliti juga menggunakan teori Tilly untuk menjawab rumusan masalah yang kedua mengenai

motif dan aktor. Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS) terbentuk oleh orang-orang yang

memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Ketidak mampuan pemerintah

dalam menyelamatkan Orangutan menjadi alasan lahirnya organisasi BOS. Untuk mencapai

kebehasilan, tentunya BOS harus didukung oleh seluruh masyarakat. BOS merupakan organisasi

yang tidak terikat dengan pemerintah, maka dari itu berbagai macam cara dilakukan untuk mengajak

masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan yang terjadi disekitarnya. BOS memiliki tiga

tahapan dalam menyelamatkan Orangutan, yaitu karantina, sosialisasi, dan pelepasan kembali.

II. Pembahasan

Page 5: GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2017 833

Isu lingkungan tidak hanya menjadi permasalahan lokal saja, akan tetapi juga menjadi

pemasalahan internasional. Permasalahan lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya

yaitu sebagian masyarakat belum memahami mengenai perubahan iklim. Deforestasi dan degradasi

hutan yang terjadi di Kalimantan Tengah telah mematikan ekosistem Orangutan. Deforestasi dan

degradasi yang terjadi terus-menerus telah membuat Orangutan semakin kehilangan habitatnya.

Di dalam menjalankan programnya, BOS juga melakukan kerjasama dengan organisasi mitra

luar negeri, pemerintah, dan lembaga donor baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. BOS

berharap dukungan dan komitmen harus semakin meningkat karena konservasi Orangutan dan

habitatnya juga akan semakin membutuhkan dukungan yang besar dari semua pihak. BOS terus

menerima beberapa Orangutan, baik dari hasil sitaan maupun penyerahan. Hal ini menunjukkan

bahwa Orangutan yang berada dipusat rehabilitasi mendapatkan tekanan karena kapasitas yang

melebihi batas.

Setiap tahunnya, BOS juga menghadapi tantangan di dalam merehabitasi Orangutan. Fokus

utama kegiatan BOS ini yaitu merehabilitasi Orangutan, memastikan kesejahteraan Orangutan, dan

mengembalikan Orangutan ke habitat alaminya. Pada program rehabilitasi, Orangutan diperiksa

kesehatannya secara menyeluruh,. Kemudian Orangutan mengikuti proses pembelajaran di sekolah

hutan dengan tujuan agar memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang biak ketika

dilepaskan ke habitat alaminya. Kesehatan Orangutan juga menjadi tantangan yang harus dihadapi

BOS sehingga memerlukan tim medis yang berdedikasi di kedua pusat rehabilitas.

BOS memiliki mitra kerjasama dengan luar negeri. Keanggotaan dan ruang lingkupnya juga

berasal dari banyak negara. Mulai dari kegiatan, keanggotaan, dan pembentukannya BOS tidak ada

campur tangan pemerintah daerah. Dana yang diperoleh BOS, 90% berasal dari luar negeri dan 10%

berasal dari individu atau perusahaan.

Pendanaan BOS murni berbasis donasi. BOS bekerja sama dengan berbagai organisasi nirlaba

yang fokus pada konservasi satwa liar dan hutan. Organisasi-organisasi tersebut seperti Save the

Orangutans, Orangutan Protection, Vier Pfoten, serta BOS Australia, Swis, dan Jerman. Negara

yang masyarakatnya secara teratur banyak memberikan dukungan finansial terhadap program BOS

yaitu Inggris, Jerman, Denmark, Swis, Amerika, dan Australia. Perekrutan staff BOS dilakukan

seperti lembaga lain pada umumnya. BOS membuka lowongan secara terbuka untuk jabatan

manajerial. Sedangkan untuk tenaga lapangan, BOS membatasi lowongan karena lebih

mengutamakan masyarakat sekitar Palangka Raya dan Balikpapan. BOS mengutamakan perekrutan

penduduk lokal untuk bidang tenaga lapangan karena hal ini untuk menjaga kesinambungan program

jika lembaga ini tidak dibutuhkan lagi.

III. Penutup

BOS merupakan organisasi yang dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang sadar akan

lingkungan. Tidak hanya itu, organisasi ini dibentuk oleh orang-orang yang peduli terhadap isu-isu

global berbasis lingkungan. Gerakan lingkungan ini muncul karena adanya rasa cinta mereka

terhadap lingkungan. BOS melihat bahwa Palangka Raya memiliki masalah lingkungan sehingga

menyebabkan Orangutan terancam punah. Maka dari itu, BOS hadir untuk melakukan upaya

penyelamatan Orangutan. Masalah lingkungan yang terjadi di Palangka Raya tidak hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua masyarakat. BOS

merupakan organisasi yang bersifat non-pemerintah, akan tetapi BOS juga merasa perlu membantu

pemerintah dalam menjaga kelestarian Orangutan dan habitatnya. BOS bersifat mandiri dan tidak

terikat, namun BOS memiliki kekuatan untuk melakukan gerakan lingkungan.

BOS mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam bentuk regulasi yang membentuk kegiatan

rehabilitasi Orangutan. BOS merupakan gerakan masyarakat yang sukarela tetapi tetap mengikuti

peraturan yang berlaku. Jika masyarakat Palangka Raya tidak peduli terhadap permasalahan

lingkungan, maka kerusakan ini akan terus terjadi dan semakin meningkat. Pemerintah daerah sudah

melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi permasalahan lingkungan. akan tetapi penegak

hukum belum dijalankan secara tegas sehingga perusak lingkungan semakin banyak melakukan

aksinya.

Page 6: GERAKAN SOSIAL YAYASAN BORNEO ORANGUTAN SURVIVAL ...

834 SENASPRO 2017 | Seminar Nasional dan Gelar Produk

Dalam hal kebijakan, pemerintah daerah harus lebih tegas terutama mengenai penegakan hukum.

Pemerintahan yang baik tidak hanya dilihat karena lebih baik dari yang lain, akan tetapi diliat pada

kemampuan pemerintah tersebut dalam menghadapi tantangan eksternal akibat globalisasi. Pada

tanggal 19 November 2012, pendiri BOS menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia.

Penghargaan tersebut diberikan oleh Pemerintah Indonesia karena selama 10 tahun, BOS telah

membantu melepasliarkan Orangutan ke habitat alaminya.

Daftar Pustaka

Buku :

[1] Agus, Purnomo,. (2012). Menjaga Hutan Kita: Pro-Kontra Kebijakan Moratorium Hutan

Dan Gambut. Jakarta: PT.Gramedia.

[2] Smelser, Neil,. (1981). Sociology. Englewood Cliffs. New Best: Prentice-Hall Inc.

[3] Tilly, Charles,. (1978). From Mobilization to Revolution. Addison-Wesley: Reading Mass.

[4] Wanda, Kuswanda,. (2014). Orangutan Batang Toru: Kritis Di Ambang Punah. Bogor:

Forda Press.

Jurnal :

[1] Borneo Orangutan Survival Foundation,. (2016). Tentang BOS. Diakses 01 Maret 2017 dari

http://www.orangutan.or.id/id/homepage

[2] Departemen Kehutanan,. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-

2017. Diakses 31 Mei 2017 dari

http://www.yorku.ca/arusson/Papers/GoI%20OU%20action%20plan%2007-17.pdf

[3] Forum Orangutan Indonesia, (2013). Laporan Kegiatan Pertemuan Nasional Para Pihak

Pemangku Kepentingan Konservasi Orangutan 7-8 November. Diakses 31 Mei 2017 dari

http://forina.or.id/wp-content/uploads/2015/08/LAPORAN-PERTEMUAN-NASIONAL-

2013.pdf

[4] Ministry of Environment The Republic of Indonesia,. State of the Environment Report

Indonesia 2012. Pillars of the Environment of Indonesia. Diakses 16 Mei 2017 dari

http://apps.unep.org/redirect.php?file=/publications/pmtdocuments/-

Indonesia%20SoERIndonesia_SoER_2012.pdf

[5] Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo,. (2013). Laporan Tahunan 2012. Diakses 01

Maret 2017 dari http://orangutan.or.id/wp-content/uploads/2013/09/Annual-Report-

2012_lowres-FINAL_IND.pdf