Geomorfology eBookgeomorfoly Perfect

download Geomorfology eBookgeomorfoly Perfect

of 28

description

geomorfolohgu

Transcript of Geomorfology eBookgeomorfoly Perfect

  • GEOMORFOLOGI: PROSES DAN KLASIFIKASI BENTANG-ALAM

    Makalah disampaikan pada pembekalan Student Geoscience Olympiad

    Lustrum ke IX Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada

    oleh: Ir. Srijono, M.S.

    Salahuddin, S.T., M.Sc.

    YOGYAKARTA 17 Mei 2007

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Pengertian

    Ditinjau dari asal bahasa, geomorfologi terdiri dari tiga kata, yaitu geos,

    morphos, dan logos. Geos berarti bumi, morphos berarti bentuk, dan logos

    berarti ilmu. Sehingga geomorfologi dimengerti sebagai ilmu yang mempelajari

    bentuk permukaan bumi.

    Geomorfologi adalah bidang ilmu yang mempelajari bentuk permukaan

    bumi (morfologi (morphology) / bentuklahan (landform) / bentang-alam).

    Selanjutnya dalam bendel pelajaran ini dipergunakan istilah bentang-alam. Dalam

    mempelajarinya, mencakup deskripsi, wilayah sebaran/distribusi, dan genesis (cara

    kejadiannya).

    Bentang-alam merupakan fenomena kebumian. Pembentuk bentang-alam

    adalah batuan yang telah mengalami peristiwa tertentu, dan hasil interaksi antara

    peristiwa yang bersumber dari dalam bumi, dan yang bersumber dari luar bumi.

    Prinsip dari geologi adalah pokok ilmu yang mempelajari batuan dalam pengertian

    luas dan proses yang bekerja pada batuan tersebut. Dengan demikian

    geomorfologi berguna sebagai penunjang dan ditunjang oleh geologi. Bloom (1978)

    menilai, bahwa geomorfologi harus ditinjau dari penyusunnya yaitu faktor mineralogi,

    litologi, proses perubah asal luar (eksogen), dan faktor endogen misalnya

    gaya tektonik maupun volkanik. Verstappen (1983) mengartikan geomorfologi

    sebagai ilmu yang mempelajari bentang-alam, tercakup di dalamnya mengenai

    proses pembentukan, genesa, dan kaitannya dengan lingkungan. Sebagai salah

    satu ilmu kebumian, geomorfologi dapat disebut bagian dari lingkungan fisik

    (physical environment). Dikarenakan kehidupan di bola bumi ini tidak dapat

    menghindarkan diri dari bentang-alam, maka ada relevansi aplikasi geomorfologi

    (applied geomorphology) dalam kehidupan (Gambar 1.1).

    1.2 Metodologi

    Proses geomorfologi dapat diketahui dan dipahami dengan plihan dari

    beberapa metode, yaitu tidak langsung, langsung, dan gabungan/kombinasi dari

    kedua-duanya.

    Metode tidak langsung berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap

    proses geomorfologi di suatu lokasi melalui media tertentu. Sebagai media dapat

    memanfaatkan peta tematik (proses geomorfologi) kalau sudah ada publikasinya.

    Selain itu dapat menginterpretasi dan menganalisis dari seri multi waktu (multi

    temporal) terhadap peta topografi, peta RBI (Rupabumi Digital Indonesia), potret

    udara, atau citra pengindraan jarak jauh lainnya.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    2

    Gambar 1.1 Geomorfologi, dan letaknya di antara ilmu yang lain.

    ilmu yang menunjang ilmu yang ditunjang

    Metode paling klasik yaitu secara langsung pada lokasi dimana: 1) proses

    tersebut sedang berlangsung, atau 2) identifikasi terhadap jejak proses

    geomorfologi (fosil proses). Proses oleh alam lebih sering tanpa disertai tanda-

    tanda awal (early warning), rentang waktu kejadian relatif singkat, dan kadang-

    kadang intensitasnya kuat. Dikarenakan kondisi seperti itu, maka cara nomor 1)

    bukan menjadi pilihan utama, dan lebih sering dilakukan cara ke 2).

    Apabila fasilitas terpenuhi lengkap, maka metode kombinasi menjadi

    pilihan utama. Hal ini didasarkan pada argumen, dari hasil cara tidak langsung

    sudah diperoleh gambaran awal spasial proses geomorfologi yang dimaksud.

    Kemudian tindak lanjut yang dilakukan adalah cara langsung identifikasi di

    lapangan untuk mengumpulkan data baik secara kualitatif maupun kuantitatif

    proses tersebut.

    Sering karena terbatasnya dana, sebagian pengkajian bentang-alam

    menggunakan peta topografi sebagai dasar penelaahan. Dengan mempelajari

    pola kontur, dapat diketahui jenis-jenis bentang-alam. Kelemahan

    menggunakan peta tersebut, karena cukup tua (edisi jaman penjajah

    Belanda); sering dijumpai keadaan di lapangan yang sekarang tidak sesuai

    dengan yang tertera di peta.

    Sedangkan kalau dana yang tersedia secukupnya, dengan potret

    udara / citra penginderaan jauh, orang akan lebih senang dan merasa

    mantap dalam mengkaji bentang-alam. Berdasarkan teknologi tersebut dapat

    diketahui keadaan sebenarnya pada saat ini.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    3

    BAB II

    PROSES GEOMORFOLOGI

    2.1 Pengertian dan Konsep Dasar

    Proses Geomorfologi adalah semua peristiwa baik secara alami maupun non

    alami yang berperanan dalam merubah bentang-alam yang sudah lebih dahulu

    terbentuk atau menghasilkan bentang-alam baru. Terkandung dalam pengertian di

    atas, tidak ada ketentuan mengenai waktu, baik kapan saat dan rentang waktu

    berlangsungnya peristiwa tersebut. Apabila mengacu kepada konsep dasar

    keseragaman (uniformitarianism concept) proses, maka proses geomorfologi

    dimulai sejak bumi ini padat (waktu geologi), sampai dengan sekarang, yang

    berbeda adalah kekuatan (intensitas) nya.

    Bertitik tolak dari sifat dinamik bumi, ditambah adanya kondisi pada satu

    waktu yang sama terjadi peristiwa lebih satu macam, maka dalam memahami

    fenomena bentang-alam sepantasnya dengan pendekatan hipotesis kerja

    penggandaan (multiple working hypothesis). Implementasi dari pola kerja

    tersebut bermakna bahwa suatu bentang-alam tekbentuk oleh lebih dari satu

    penyebab, namun tidak tertutup kemungkinan dominansi proses tertentu.

    2.2 Klasifikasi

    Berdasarkan asal sumber tenaga penyebab proses geomorfologi, Selby

    (1985) membagi proses yang berasal dari dalam (endogenic process), dan dari

    luar (exogenic process), bumi (Gambar 2.1). Thornbury (1969), menambahkan

    pada proses asal luar bumi dengan proses yang berasal dari aktivitas organisme

    (termasuk manusia), dan proses ekstraterestrial. Pembahasan secara rinci untuk

    masing-masing proses seperti di bawah ini.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    4

    PROSES GEOMORFOLOGI

    Awal Tenaga

    EKSTRA TERESTRIAL

    JATUHAN METEOR DIATROFISME

    ASAL DALAM

    GRADASI

    DEGRADASI AGRADASI

    PEPELAPUKAN GERAKAN TANAH EROSI

    AKTIFITAS ORGANISME (termasuk manusia)

    VOLKANISME

    ASAL LUAR

    air permukaan air tanah gelombang angin gletser arus tidal

    badai

    Gambar 2.1a. Proses Geomorfologi (Thornburry, 1969, dengan modifikasi)

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    5

    Gambar 2.1b Proses Geomorfologi (Selby, 1985)

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    6

    a. Proses Endogenik (endogenic process)

    Inti dalam bumi yang mempunyai temperatur tidak kurang dari 8.000 0C

    secara hipotetik diyakini sebagai sumber dari proses asal dalam bumi ini.

    Bloom (1978) menyebutkan proses ini sebagai proses membangun

    (constructional process). Disebutkan seperti itu, dikarenakan hasil dari proses

    tersebut adalah bentang-alam baru yang sebelumnya tidak ada.

    Tektonik

    Pada skala dunia/global, pancaran panas dari inti bumi menimbulkan aliran

    panas geotermal (geothermal heat flow), dan konveksi pada lapisan mantel

    bumi / convection in the mantle (Selby, 1985). Arah gerakan aliran panas

    geotermal vertikal dari inti bumi menuju kerak bumi, menimbulkan amblesan

    tektonik (tectonic subsidence) dan pengangkatan tektonik (tectonic uplift),

    dan seismik. Gerak konveksi, aliran energi panasnya berputar, menimbulkan

    gerak-gerak lempeng (plate movement).

    Ditinjau dari pandangan skala lokal maupun regional, disebabkan oleh

    proses tektonik akan terjadi epirogenesa, dihasilkan pembentukan bentang-

    alam struktural jenis pegunungan blok (blocked faulted mountain). Gerak

    lempeng menimbulkan orogenesa, menghasilkan bentang-alam struktural jenis

    pegunungan lipatan (folded mountain). Kompleksitas proses tektonik sebagai

    penyebab seringnya temuan pembentukan bentang-alam struktural cenderung

    kompleks.

    Volkanisme

    Volkanisme / Kegunungapian dalam pandangan global terbentuk oleh salah

    satu dari dua cara, yaitu akibat pemekaran lantai samudra (sea floor

    spreading) dari kerak samudra (oceanic crust), atau akibat tumbukan dua

    lempeng (subduction) dari lempeng samudra dengan lempeng benua

    (continental crust). Wilayah gunungapi/volkan hasil pemekaran yang sangat

    terkenal adalah Kepulauan Hawai. Sebaran gunungapi aktif di sekeliling

    Samudra Pasifik mencapai >60 % dari total di dunia.

    b. Proses Eksogenik (exogenic process)

    Sumber utama proses asal luar bumi berasal dari radiasi matahari (solar

    radiation). Radiasi matahari dipantulkan kembali oleh atmosfer ke ruang

    angkasa sebanyak 31 %, diserap oleh atmosfer 20 %, dan diserap oleh

    permukaan bumi 49 % (Slaymaker, and Spencer, 1998). Pancaran radiasi

    matahari pada permukaan bumi menghasilkan enerji yang berputar dan atraksi

    vertikal (Gambar 2.1b, Selby, 1985). Dari kedua-duanya berkembang

    berbagai proses eksogenik. Proses ini tidak akan pernah membentuk bentang-

    alam baru tanpa merusak yang sudah ada sebelumnya, dengan alasan itu

    Bloom (1978) menamakannya sebagai proses yang merusak (destructional

    process)

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    7

    Degradasi

    Proses eksogenik apabila terjadi normal, diawali dengan degradasi di suatu

    tempat, dan diakhiri dengan agradasi di tempat lain. Degradasi pada morfologi

    dicirikan oleh penurunan elevasi akibat pelapukan, erosi, gerakan tanah, atau

    transportasi bahan hasil pelapukan & erosi maupun gerakan tanah. Hasil akhir

    dari transportasi adalah agradasi di tempat lain.

    - Pelapukan

    Pelapukan batuan diindikasikan oleh perubahan pada batuan asal.

    Empat faktor berpengaruh dalam proses pelapukan, yaitu 1) sifat batuan,

    2) iklim, 3) topografi, dan 4) vegetasi. Secara ringkas dicontohkan, sama-

    sama batuan sedimen, dengan komposisi dominan mineral kuarsa lebih

    sukar lapuk dibandingkan dengan batulanau. Batuan yang sama akan lebih

    cepat mengalami pelapukan di daerah beriklim hujan tropik dibandingkan

    dengan di daerah sub-tropik. Bentang-alam berelief memberi peluang

    pelapukan lebih intensif dibandingkan dengan bentang-alam kurang berelief.

    Kelebatan vegetasi mempercepat proses pelapukan. Perubahan tersebut

    dapat bersifat mekanikfisik yang dikenal sebagai pelapukan fisik /

    disintegrasi, dan perubahan kimia atau disebut pelapukan kimia /

    dekomposisi. Notohadiprawiro (2000) menambahkan satu jenis pelapukan

    lagi yaitu pelapukan biologi. Pelapukan terjadi pada bagian/zone litosfer

    yang tersingkap, kemudian mengalami interaksi dengan proses eksogenik

    yang kemudian berlangsung, dan zone ini disebut sebagai zone pelapukan

    (zone of weathering).

    Pelapukan fisik ditentukan oleh lima faktor, yaitu: 1) ekspansi

    akibat kehilangan beban, 2) pertumbuhan kristal, 3) ekspansi akibat panas,

    4) aktivitas organik, dan 5) penyumbatan koloid (Reiche, 1950, dalam

    Thornbury, 1969). Selain lima faktor tersebut, pelapukan ini disebabkan

    oleh: perbedaan perilaku termal antarmineral, pembekuan air pada celah

    batuan, pelarutan garam diikuti rekristalisasi, hidrasi mineral, perubahan

    kandungan air, penembusan akar tumbuhan (Notohadiprawiro, 2000).

    Pelapukan jenis ini lebih banyak berkembang di daerah beriklim relatif

    kering. Salah satu ciri utama hasil pelapukan ini adalah pengurangan ukuran

    dari batuan asal, oleh karena itu disebut disintegrasi. Hasil pelapukan fisik

    yang dominan disebabkan oleh ekspansi akibat kehilangan beban, termasuk

    sering dijumpai di lapangan yaitu pembentukan eksfoliasi/pengelupasan

    pada batuan beku.

    Pelapukan kimia secara umum lebih potensial berlangsung

    dibanding pelapukan fisik, apalagi pada suatu daerah seperti di Indonesia

    yang beriklim tropik-basah. Secara sederhana, identifikasi di lapangan

    bahwa suatu batuan telah mengalami pelapukan kimia apabila warna

    batuan telah berubah dari warna batuan asal. Sebagian besar pelapukan

    kimia menghasilkan: penambahan volume, densitas mineral berkurang

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    8

    (menjadi lebih kecil), perluasan bidang kontak pelapukan akibat pengecilan

    ukuran, mineral yang bersifat mobil lebih banyak, dan mineral stabil juga

    lebih banyak (Thornbury, 1969). Jenis-jenis pelapukan kimia adalah: 1)

    hidrasi / hydration, 2) hidrolisis / hydrolysis / pemecahan oleh air, 3)

    oksidasi/oxidation, 4) karbonatasi / carbonation. Temuan paling banyak di

    sekitar kita adalah batuan menjadi berwarna coklat coklat kemerahan

    akibat pelapukan kimia jenis oksidasi.

    Pelapukan biologi, di alam dua jenis pelapukan tersebut di atas

    secara mutlak tidak terlepas dari peranan jasad (mikro organik) dalam

    percepatan proses pelapukan. Organisme yang tumbuh di atas permukaan

    batuan, seperti lumut, ganggang, bakteri, dan lain sebagainya, hasil

    interaksinya dengan batuan sebagai awal terjadi pelapukan. Akar dalam

    batuan akan berperanan memecahkan batuan itu. Terhadap mineral

    penyusun batuan zat organik akan melarutkan senyawa tertentu antara lain

    fosfat, Ca & Mg karbonat, dan lain-lain.

    Perlu dimengerti, bahwa degradasi jenis pelapukan tidak selalu harus

    diikuti dengan erosi, dan sebaliknya erosi tidak harus selalu didahului

    dengan pelapukan. Hal seperti itu dapat dicontohkan pada daerah

    gunungapi aktif seperti Merapi di utara Yogyakarta; batuan hasil erupsi

    tanggal 14 Juni 2006 belum terlapuk, tetapi telah dierosi menghasilkan

    aliran lahar dingin, kemudian diendapkan sebagai endapan lahar yang terdiri

    dari pasir dan batu (sirtu).

    - Erosi & transportasi

    Ketika batuan mengalami pelapukan, secara hakiki bahan tersebut

    berpeluang terjadi erosi. Peluang tersebut akan bertambah besar, apabila

    hadir pemicunya, antara lain penambahan kecuraman lereng bentang-alam,

    dan atau penambahan kandungan air dalam batuan. Kedua penambahan

    tadi akan mengurangi angka sudut geser dalam batuan. Ketika erosi

    berlangsung, yaitu pemisahan batuan dari induknya (massa asal) segera

    diikuti oleh proses transportasi ke tempat lain yang secara elevasi lebih

    rendah posisinya. Sebagai agen erosi & transportasi secara alam dilakukan

    oleh aliran air, gelombang & arus laut, angin, gletser, dan organisme. Selain

    itu, meskipun relatif tidak begitu intensif, aktifitas manusia merupakan agen

    juga.

    Pada permukaan daratan di bumi, aliran air sangat dominan

    dibandingkan dengan agen erosi & transportasi yang lain. Aliran air

    mengambil porsi >70 % dari seluruh agen, bayangkan keberadaannya mulai

    dari elevasi ribuan meter di ujung gletser sampai dengan lereng benua

    (continental slope) di bawah laut. Agen gelombang & arus laut ditemui

    hanya di wilayah pantai dan pesisir. Agen angin bekerja aktif di wilayah

    bekas salju yang telah mencair, daerah aliran sungai (DAS) yang besar,

    pantai dan pesisir yang berhadapan dengan samudra luas, dan daratan di

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    9

    lintang tengah beriklim kering. Agen gletser efektif berperanan di wilayah

    dengan elevasi lebih dari 4.000 m dpal., atau di wilayah lintang tinggi

    sampai dengan kutub.

    - Gerakan tanah

    Gerakan tanah mempunyai kesamaan dengan proses erosi &

    transportasi yaitu adanya proses pelepasan dan pemindahan batuan dari

    induknya. Pembeda antara dua proses tersebut yaitu pada gerakan tanah

    memerlukan waktu relatif singkat, dan cakupan luasan daerah yang

    mengalami relatif sempit.

    Proses gerakan tanah terjadi oleh kondisi penyebab yang bersifat

    pasiv, dan pengaktifan (Sharpe, 1938, dalam Thornbury, 1969). Penyebab

    pasiv yang dimaksud adalah: a) sifat litologi, b) stratigrafi, c) struktur

    geologi, d) bentang-alam, e) iklim, dan f) organik. Tercakup dalam

    penyebab pengaktifan meliputi: pemindahan baik alami maupun oleh

    manusia, penajaman sudut lereng oleh aliran air, dan pembebanan

    berlebihan baik oleh air hujan maupun yang lain.

    Berdasarkan tipe gerakan, tipe bahan yang terangkut, kontrol

    topografi, kontrol bidang gelincir, dan peranan air, Sharpe (1938, dalam

    Thornbury, 1969) mengklasifikasi gerakan tanah menjadi beberapa jenis

    (Gambar 2.2)

    Gambar 2.2 Gerakan Tanah (Sharpe, 1938 dalam Thornbury, 1969)

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    10

    Agradasi

    Apabila erosi & transportasi purna, maka di tempat baru terjadi

    pengendapan atau membentuk agradasi dan dihasilkan endapan yang relatif

    menghasilkan elevasi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dikarenakan gerakan

    bahan pada proses ini bersifat gravitasional, maka dapat terjadi di mana saja,

    asal elevasinya lebih rendah dibanding dengan elevasi lokasi terdegradasi.

    Lokasi pengendapan merupakan tempat di mana sudah tidak lagi berlangsung

    proses erosi, dan disebut sebagai aras erosi (base level of erosion).

    Hasil agradasi yang dekat dengan sumber bahkan di kaki lerengnya, disebut

    talus (scree). Agradasi terjauh berlangsung di dasar laut pada berbagai

    kedalaman.

    Aktifitas Organisme

    Seperti telah dituliskan dalam pembahasan pelapukan biologi, tumbuh-

    tumbuhan turut andil dalam proses geomorfologi, utamanya berperanan dalam

    proses pelapukan fisik maupun kimia.Hewan juga dapat sebagai agen proses

    geomorfologi, seperti halnya tumbuh-tumbuhan. Aktifitas dua agen tersebut

    mencakup luasan yang sempit, sehingga tidak segera tampak oleh pandangan

    mata dalam waktu yang singkat.

    Manusia di antara aktivitasnya tidak tertutup kemungkinan sebagai agen

    proses geomorfologi. Dengan mengandalkan ukuran jasad dan karunia akal

    pikiran, dampak degradasi bentang-alam lebih luas dibandingkan dengan yang

    dihasilkan oleh hewan atau tumbuh-tumbuhan. Walaupun demikian dalam

    pandangan geomorfologi dampak tersebut kurang signifikan.

    c. Luar Angkasa

    Jatuhan meteor merupakan proses geomorfologi dari luar angkasa yang

    paling umum terjadi pada permukaan bumi. Ukuran meteor yang jatuh

    bervariasi, dan kalau terlalu kecil tidak akan sampai membentuk bentang-alam

    yang nyata. Di Indonesia, salah satu lokasi temuan meteor jatuh dalam ukuran

    kecil (tektit / tectite) yaitu di Sangiran. Thornbury (1969) mencatat ada dua

    lokasi jatuhan meteor yang sampai membentuk bentang-alam

    depresi/cekungan rendahan dengan radius ratusan meter. Dua lokasi dimaksud

    adalah di Siberia (Rusia), dan Arizona (USA). Selanjutnya dikabarkan bahwa di

    Arizona dihasilkan kenampakan mirip kawah gunungapi (pseudo volcanic).

    Kondisi seperti diuraikan di atas memberi makna bahwa proses jatuhan

    meteor dari luar angkasa (extraterestrial process) ditinjau dari pandangan

    geomorfologi makro atau global hal itu kurang signifikan memberi kontribusi

    dalam dinamika bentang-alam.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    11

    BAB III

    KLASIFIKASI BENTANG-ALAM

    3.1 Konsep Klasifikasi

    Berpedoman kepada konsep dasar keseragaman proses

    (uniformitariasnism), dan hipotesis kerja penggandaan (multiple working

    hypothesis), memberi keyakinan bahwa dengan sebenarnya pembentukan bentang-

    alam sangat kompleks, dan luasan yang dihasilkan dalam ukuran yang bervariasi.

    Menyadari keadaan bentang-alam seperti itu, maka para ahli geomorfologi (diawali

    dari Amerika Utara tahun 1930-1940an, dan dikembangkan lebih sistematik di

    Eropa Timur kemudian Eropa Barat tahun 1960-1980an) membuat klasifikasi

    bentang-alam.

    Bentang-alam diklasifikasi berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria yang

    paling umum diterapkan adalah dominansi cara terjadi (genesis), dan luasan

    pembentukan, dan kekhasan yang terekam pada bentang-alam yang bersangkutan.

    Berdasarkan kriteria tersebut ditetapkan kelompok/satuan bentang-alam tingkat

    paling tinggi, disebut morfogenesa. Guna memberi pemahaman yang sederhana,

    selanjutnya dalam pembelajaran ini disebut kelompok bentang-alam:

    1. Struktural 2. Volkanik 3. Fluvial 4. Kars(t) 5. Glasiasi Pesisir dan Pantai 6. Eolian 7. Pesisir dan Pantai, dan 8. Morfogenesa Bawah Laut

    3.2 Kelas Bentang-alam

    a. Bentang-alam struktural

    Bentang-alam struktural (Gambar 3.1) disebut pula sebagai

    geomorfologi struktur, atau morfotektonik. Prinsip pengertiannya adalah

    studi struktur geologi atau tektonik berdasarkan kenampakan bentang-

    alam. Bentang-alam ini sangat akrab dengan kehidupan kita, karena ada di

    sekitar, dan mudah dikenali. Sebagai penciri, apabila ada perbukitan atau

    pegunungan tidak disertai keluarnya magma dari dalam bumi atau gejala

    volkanisme yang lain, dan tampak berderet panjang.

    Persyaratan pembetukan bentang-alam struktural adalah: 1)

    intensitas struktur geologi harus mempunyai dimensi vertikal yang memadai

    (minimum puluhan meter), 2) ke arah lateral, rentangan struktur ratusan

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    12

    meter, 3) batuan yang terkena struktur geologi, mempunyai variasi resistensi

    mencolok, dan 4) proses fluvial (aliran air) efektif bekerja.

    Kawasan bentang-alam struktural mempunyai daya tarik untuk wisata gunung

    (mountain tourism), apabila berada pada elevasi relatif tinggi dan sudut

    lereng relatif terjal. Sisi negatif dari bentang-alam ini adalah bahaya gerak

    massa (mass movement), jenis: rayapan (creeping) yang bergerak pelan,

    jatuhan batuan (rock fall), dan bila dijumpai bidang gelincir seperti batulempung

    maka terbentuk lengseran (sliding).

    Gambar 3.1 Bentang-alam struktural jenis monoklin, peta topografi (atas) dan sketsa (bawah)

    b. Bentang-alam volkanik

    MacDonald (1972), berpendapat bahwa gunungapi (Gambar 3.2) adalah

    lubang tempat keluarnya material volkanik yang terakumulasi di sekitarnya

    membentuk gunung atau bukit. Rittmann (1961), menyatakan gunungapi adalah

    celah tempat keluarnya magma. Berdasarkan batasan tersebut, gunungapi

    merupakan bentang-alam, sebagai manifestasi gejala volkanisme.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    13

    Gambar 3.2 Sketsa (a), dan peta topografi (b) Bentang-alam volkanik

    Deretan gunungapi di sekitar Samudra Pasifik dikenal sebagai cincin api

    (ring of fire), dikarenakan 66 % temuan gunungapi aktif di dunia berada di

    lingkar samudra tersebut. Gunungapi di Indonesia merupakan bagian dari

    cincin api, sebanyak 20% dengan jumlah sekitar 125 buah. Ditinjau dari bidang

    pertanian, kawasan gunungapi aktif ini disebut wilayah sabuk hijau (green

    belt) karena kawasan subur.

    Banyaknya gunungapi aktif di Indonesia berpeluang ilmu kegunungapian

    (volkanologi) akan terus berkembang.

    Bentang-alam volkanik sebagai sumberdaya kebumian, mengandung

    sesumber (resources), dan bahaya (hazards). Jenis sesumber yang ada

    antara lain keindahan panorama, dengan lembah berdinding terjal, dan hawa

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    14

    yang sejuk. Batuan volkanik merupakan bahan galian industri, dan

    sumberdaya air baku. Berbagai bahaya yang ditimbulkan berkaitan erat

    dengan letusan gunungapi, antara lain: guguran lava pijar, awan panas

    (glowing cloud / awan wedhus gembel: istilah khas untuk G.Merapi), dan

    lahar letusan/lahar panas. Pasca letusan, dengan pemicu curah hujan di

    atas normal, berpeluang bahaya guguran lava padam, dan lahar hujan/lahar

    dingin.

    Penanggulangan bahaya ada dua jenis, yaitu evakuasi, dan rekayasa.

    Evakuasi dilakukan pada saat terjadi letusan. Usaha rekayasa untuk

    mengatasi masalah pasca letusan, tercakup dalam teknik sabo (sabo

    engineering). Usaha penanggulangan dan pemecahan masalah daerah

    gunungapi aktif disebut mitigasi. Daerah gunungapi dengan segala pesonanya

    menjadikan daerah ini sebagai daerah dengan kepadatan penduduk relatif

    padat setelah wilayah pantai atau wilayah rendah (low-land area).

    c. Bentang-alam fluvial

    Bentang-alam fluvial dihasilkan oleh proses aktifitas air mengalir. Proses ini

    mengambil porsi minimal 70% dari proses eksogenik di permukaan bumi. Air

    sebagai agen proses berlangsung di mana-mana, mulai dari sedikit di atas permukaan

    laut sampai dengan di puncak pegunungan tinggi sebelum terbentuk salju abadi.

    Ditinjau dari posisi lintang (Lintang Selatan / Lintang Utara), proses ini tidak

    berkembang hanya di daerah kutub (Kutub Selatan / Kutub Utara).

    Bentang-alam fluvial erat hubungannya dengan aliran sungai berstadia

    erosi dewasa tua. Bentang-alam ini berupa low land area dengan ketinggian

    relatif yang tidak jauh berbeda dengan sungainya. Karena adanya sungai

    berpindah (shifting), kemungkinan bentang-alam ini sudah agak jauh dari

    sungainya saat ini. Pertanda lain dari bentang-alam fluvial yang mutlak

    adalah litologi penyusun merupakan fasies fluvial, meskipun telah sedikit

    mengalami pengangkatan (peremajaan / rejuvination). Jenis-jenis bentang-

    alam fluvial, terdiri dari: Gambar 3.3: aliran sungai, gosong sungai, tanggul

    alam, rawa sungai, danau tapal kuda, sungai bekas, dataran limpah banjir, dan

    undak sungai; serta Gambar 3.4: delta, dan kipas aluvial (Gambar 3.5);

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    15

    Gambar 3.3 Peta topografi, dan sketsa Bentang-alam Fluvial.

    Gambar 3.4 Delta

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    16

    Gambar 3.5 Morfologi Kipas Aluvial (k.a)

    d. Bentang-alam Kars

    Menurut Jenning (1971, dikutip Bloom 1978), bentang-alam kars adalah

    lahan dengan relief dan penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan

    mudah larut oleh perilaku air alam. Flint, and Skinner (1972),

    mendefinisikan bentang-alam kars terbentuk pada daerah berbatuan mudah

    larut, dicirikan surupan (sink, ponor) berasosiasi dengan gua, membentuk

    topografi yang aneh (peculiar topography), penyaluran tidak teratur dan

    menjadi masuk ke dalamtanah (sub-drainage), dan lembah kering (dry-

    valley). Pembentukan bentang-alam kars (karstifikasi) ditentukan oleh

    kondisi fisik batuan (Von Engeln, 1942). Kondisi yang dimaksud adalah

    ketebalan keseluruhan, tipe perlapisan yang ideala masif, dan terkekarkan

    secara sistematik. Bloom (1978) menyebutkan bahwa proses pelarutan akan

    intensif bila air alam mengikat C02, aktififas mikrobiologi, dan iklim.

    Berdasarkan ukuran pembentukan, bentang-alam kars dikelompokkan

    menjadi kars mayor (Gambar 3.6), dan kars minor (Gambar 3.7), dan

    kars mikro (tampak secara mikroskopik)

    Gambar 3.6 Sebagian Bentang-alam Kars Mayor, uvala (a) dan polje (b), (Thornbury, 1969).

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    17

    Gambar 3.7 Bentang-alam Kars Minor

    Berdasarkan tempat pembentukan dengan datum permukaan tanah,

    bentang-alam kars dikelompokkan menjadi eksokars (Gambar 3.8) apabila

    terbentuk di atas permukaan tanah, dan endokars (Gambar 3.9) yang

    terbentuk di bawah permukaan tanah.

    Gambar 3.8a Contoh Eksokars, jenis kerucut kars (Twidale, 1976).

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    18

    Gambar 3.8b Contoh Eksokars, jenis menara kars (Bloom, 1978).

    Gambar 3.8c Eksokars dalam ujud Peta Topografi

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    19

    Gambar 3.9 Contoh Endokars, jenis gua:. mulut gua (E), dan ruangan di dalam gua,

    (Thornbury, 1964)

    Bentang-alam kars sebagai sumberdaya kebumian mengandung prospek

    sesumber, dan bahaya. Prospek sesumber, diawali perannya sebagai wilayah

    jelajah advonturir bagi para pecinta gua kars, batugamping, batu-ornamen

    dalam gua, fosfat guano, fosfat marin, bahan Mangan. dan speleotem.

    Daerah kars sebagai daerah berpotensi bahaya, utamanya terjadi karena

    runtuh atap gua.

    e. Bentang-alam Glasial

    Bentang-alam glasial terbentuk pada lokasi sangat terbatas,

    Penyebabnya karena agen penyebabnya adalah gletser (salju/es yang

    bergerak). Gletser dijumpai di daerah kutub, lintang tinggi pada musim

    dingin, dan daerah berelevasi minimal 4.000 m dpal.

    Gletser sebagai media erosi, sedimentasi, atau pembentuk bentang-alam,

    mempunyai densitas (kerapatan massa) tinggi. Hal itu mengindikasikan

    gletser akan merasuk ke dalam celah batuan, sambil menggerus permukaan

    batuan lembah yang teralirinya. Jejak yang ditinggalkan berupa bentang-

    alam minor: lekukan, tonjolan, goresan, dan penyemiran.

    Tebing-tebing pada bentang-alam glasiasi nyaris tegak, bahkan tebing

    menggantung (hanging valley). Kenampakan tebing, dan lembah mirip

    gambaran huruf "U" dan dalam. Kenampakan lembah yang dalam dengan

    tebing tegak masih teramati sampai di pantai, dan dikenal sebagai pantai

    fyord.

    Endapan hasil proses glasiasi bersifat sejenis dengan lahar hasil

    endapan fluvio-volkanik. Sifat tersebut adalah, tektur: berukuran butir

    lempung - bongkah, kemas terbuka, dan bongkah di atas (floating mass).

    Potensi sesumber daerah bentang-alam glasial adalah sebagai daerah

    tujuan wisata, dan arena olahraga es, dan sumber air tawar. Bahaya yang

    sering terjadi adalah guguran avalansi (debris avalanche).

    Gambar 3.10 menginformasikan jenis bentang-alam glasial.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    20

    Gambar 3.10 Jenis Bentang-alam Glasial, sketsa (atas) dan peta topografi (bawah)

    f. Bentang-alam Eolian

    Bentang-alam Eolian (Gambar 3.11) terbentuk oleh angin, terbentuk pada

    bagian permukaan bumf yang terbatas, yaitu koordinat lintang menengah

    (300-500LS/LU). Sedangkan tinjauan Secara geografis peluang pembentukannya

    di daerah aliran sungai besar, bekas salju/gletser mencair, atau zona pesisir

    dari samudra lepas.

    Tiga faktor penyebab pembentukan bentang-alam eolian, yaitu angin

    berhembus kuat sepanjang tahun, kontinyuitas pasokan pasir (sand supply),

    dan vegetasi jarang. Wilayah kepulauan Indonesia berpeluang terbentuk

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    21

    bentang-alam eolian, yaitu di pantai-pantai dari pulau yang berhadapan

    dengan samudra lepas. Pantai yang dimaksud adalah pantai: barat Pulau Sumatra,

    selatan Pulau Jawa, selatan Kepulauan Nusa Tenggara (Bali - NTT), utara

    Pulau Sulawesi, dan selatan & utara Pulau Papua. Salah satu pantai yang

    intens terbentuk bentang-alam ini adalah Pantai Parangtritis di Kabupaten

    Bantul DIY.

    Gambar 3.11 Peta topografi Morfogenesa Eolian

    Bentang-alam eolian di Parangtritis merupakan suatu kompleks yang

    sekuensial. Sebagai embrio dari bentang-alam tersebut adalah pembentukan

    pematang gisik (beach ridge) di bagian paling selatan, berada di zona garis

    pantai. Selanjutnya ketika pengaruh air-laut secara langsung sudah kurang

    dominan, di sebelah utaranya berurutan terbentuk gumuk-pasir (sand-dune)

    jenis longitudinal (memanjang), barchan (bulan sabit), dan transversal

    (melintang). Sekuen gumuk-pasir seperti itu akan berakhir di muara Sungai

    Opak, empat kilometer di sebelah barat Pantai Parangtritis.

    Erosi oleh angin secara abrasi dan ablasi. Abrasi berlangsung apabila

    kerja angin tanpa ada butir pasir, sedangkan ablasi terjadi apabila di dalam

    angin terkandung butir pasir. Sedimen hasil pengendapan oleh angin

    mempunyai kesamaan dengan sedimen oleh proses fluvial, yaitu struktur

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    22

    sedimen laminasi, silang siur, dengan sortasi butir baik.

    Lahan berpasir di bentang-alam eolian berpotensi sebagai akuifer air-

    bawahtanah dangkal, bahan bangunan pasir. Bahaya yang ditimbulkan oleh

    mobilitas pasir adalah ancaman kelangsungan jalan umum, lahan pertanian,

    permukiman, dan geolombang tsunami.. Usaha penghijauan, dan sekaligus

    mengerem laju pergerakan butir pasir dapat dilakukan di atas lahan gumuk-

    pasir dengan menggunakan vegetasi yang sesuai, dan mengikuti sistem

    sikat/sisir (comb / brush).

    g. Bentang-alam Pantai dan Pesisir

    Pantai merupakan bentang-alam yang penting selain laut di sebelahnya.

    Pantai merupakan merupakan pembatas antara daratan, dan laut. Secara

    sederhana didasarkan pada kenampakan garis pantai, bentang-alam ini dibagi

    menjadi pantai lurus dan pantai berliku.

    Pantai lurus adalah pantai dengan konfigurasi garis pantai lurus. Pantai ini

    berhubungan erat dengan pertumbuhannya pada masa kini ke arah laut

    (prograding shoreline), hasil sedimentasi atau karena daratan mengalami

    penaikan. Penciri lain dari pantai ini adalah lereng landai hampir datar, dengan

    pesisir yang lebar. Kalau memperhatikan jenis pantai lurus ini secara teliti,

    maka dapat dikenal pantai: lurus sejajar, lengkung, bulan muda, aigi gergaji,

    bertanduk, tombolo (Gambar 3.12)

    Gambar 3.12a Sketsa Jenis Bentang-alam Pantai lurus

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    23

    Gambar 3.12b Peta Topografi Jenis Bentang-alam Pantai lurus

    Pantai berliku (Gambar 3.13) adalah pantai dengan konfigurasi garis

    pantai tidak lurus/berbelok-belok, ini dapat disebabkan oleh tenggelamnya

    pantai atau pantai itu seolah-olah mundur (retrograding shoreline), pantai

    mempunyai pesisir yang sempit bahkan kadang-kadang tidak berkembang.

    Banyak jenis pantai berliku didasarkan pada kekhasannya masing-masing,

    antara lain: Pantai ria, Pantai fyord, Pantai terjal, Pantai volkanik, Pantai

    struktural, dan Pantai terumbu. Pantai ria, adlah pantai yang mengalami

    erosi fluvial kemudian tenggelam, daratan dibelakang pantai tersebut berupa

    perbukitan. Pantai fyord adalah pantai tenggelam karena erosi glasial. Pantai

    terjal, mundumya garis pantai terjadi karena pukulan ombak yang kuat,

    sehingga membentuk tebing terjal, ada indikasi terkontrol oleh tektonik..

    Pantai volkanik, termasuk dlam pantai berliku, karena aktivitas magma yang

    lebih sering tidak teratur, dan litologi resisten. Pantai struktural dicirikan

    adanya tebing yang terjal dan berliku, disebabkan oleh pensesaran atau struktur

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    24

    geologi yang lain. Pantai terumbu mempunyai konfigurasi garis pantai yang

    berliku, terbentuk karena pertumbuhan koral pada masa kini.

    Tinjauan ringkas geologi lingkungan pantai. Pantai merupakan salah satu

    pilihan sebagai daerah tujuan wisata. Berkaitan dengan usaha

    pengembangan, dan managemen pantai, maka low land coastal lebih mudah

    dikembangkan dibandingkan jenis lain. Pantai rendah dan datar, merupakan

    wilayah permukiman kelas satu (kualitas, dan kuantitas pemukimnya),

    sebagai kawasan industri yang paling berkembang, lokasi bandara dan

    pelabuhan laut yang memadai. Namun kondisi seperti itu tetap saja

    mengandung sejumlah kendala, antara lain banjir, amblesan, intrusi air-laut,

    kekurangan air-baku, pencemaran, pertumbuhan kawasan pinggiran yang

    cenderung kumuh., dan sebagainya.

    Gambar 3.13 Peta topografi daerah pantai lurus (a), dan pantai berliku (b).

    h. Bentang-alam Bawah Laut

    Sejak paruh ke dua abad 20 orang memperhatikan laut dengan keadaan yang

    ada di dalamnya. Pada awalnya pemahaman terhadap laut hanya sebatas

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    25

    sampai kedalaman sekitar 100 meter saja. Padahal luasan tubuh air tersebut

    lebih dari dua kali luas permukaan daratan. Dunia kita ini terdiri dari dua

    permukaan, yaitu daratan seluas 29%, dan 71% merupakan permukaan laut.

    Air (dalam pengertian umum) yang terkandung dalam laut mencakup lebih dari

    97% total air di dunia.

    Banyak kepentingan orang ketika mulai perlu mempelajari laut. Pada

    awalnya berkaitan dengan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi.

    Selanjutnya usaha orang untuk mempelajari dinamika bumi, tidak terhindarkan

    harus dengan media proses aktual di lantai samudra yang mengalami

    pemekaran (sea floor spreading). Berkaitan dengan kepentingan ekonomi mineral,

    orang mulai melirik kemungkinan mengeksploitasi bahan galian industri non minyak

    bumi, yang teragih baik di dasar zona taut dangkal maupun di zona laut dalam.

    Bhatt (1978), menyatakan bahwa daratan mempunyai elevasi rata-rata

    sekitar 0,75 km., dan sebagai puncak tertinggi adalah Mt. Everest (8.900 m.dpal.).

    Samudra mempunyai kedalaman rata-rata hampir 4 km (tepatnya 3729 m), dan

    palung (trench) terdalam adalah Palung Mariana (-11.022 m). Periksa Gambar

    3.14.

    Gambar 3.14 Palung Mariana di antara bentang-alam bawah laut lain

    Jenis-jenis bentang-alam bawah laut terinci pada Gambar 3.15.

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    26

    Gambar 3.15 Jenis Bentang-alam Bawah Laut

  • Student Geoscience Olympiad Lustrum 9 HMTG FT UGM

    27

    DAFTAR PUSTAKA

    Bloom, A.L., 1978. Geomorphology, A Systematic Analysis of Late Cenozoic

    Landform. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs New Jersey.

    Fairbridge, R.W., 1969. The Encyclopedia of Geomorphology. Reinhold Book

    Company Coorporation, New York - Amsterdam London.

    Lobeck, A.K., 1939. Geomorphology, An Introduction to The Study of Landscapes.

    Lobeck, A.K., and Tellington, W.J., 1944. Military Maps and Air Photograph, Their

    Use and Interpretation. Mc. Graw Hill Book Company, New York and London.

    Thornbury, W.D., 1969. Principles of Geomorphology. John Wiley & Sons Inc., New

    York - London, 8th printing.