Lp Perioperatif Perfect

download Lp Perioperatif Perfect

of 32

description

lp perioperarif perfect ibs

Transcript of Lp Perioperatif Perfect

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSaat ini bidang keperawatan perioperatif merupakan bidang pekerjaan yang berkembang pesat, senantiasa berubah, dan memiliki berbagai kompleksitas dalam perencanaan keperawatannya. Ada berbagai kondisi yang memberikan motivasi pada keperawatan perioperatif untuk selalu melakukan inovasi baru. Keperawatan perioperatif tidak terlepas dari ilmu bedah yang memiliki berbagai kompleksitas dalam pelaksaan kerjasama tim (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2009).Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu medis yaitu ilmu bedah. Dengan demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang akan memberikan implikasi pada perkembangan keperawatan perioperatif (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2009). Pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di ruang operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana yang tidak memerlukan hospitalisasi dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah perawatan kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan biasanya menjalani prosedur pembedahan yang mencakup pemberian anestesi lokal, regional, atau umum. perkembangan preparat anestetik, akhir-akhir ini telah difokuskan pada obat-obat kerja singkat dan pemulihan yang lebih cepat (Smeltzer & Bare, 2001).Kemajuan teknologi terakhir telah mengarah pada prosedur yang lebih kompleks, seperti prosedur yang memerlukan teknik-teknik bedah mikro atau penggunaan laser, peralatan bypass yang lebih canggih; dan peralatan pemantauan yang sangat sensitif. Pembedahan telah meliputi transplantasi dari berbagai organ tubuh manusia, implantasi alat-alat mekanik dan pelekatan kembali bagian-bagian tubuh (Smeltzer & Bare, 2001).Kemajuan yang sama juga telah dibuat dalam perkembangan obat farmasi dan suplemen nutrisi. Walaupun kemajuan teknologi ini telah memfokuskan perhatian pada peran penting high-tech dari tenaga keperawatan, peran sentuhan manusia juga sama pentingnya (Smeltzer & Bare, 2001).Pada waktu yang sama dimana terjadi kemajuan teknologi, pelayanan dan pembayaran untuk perawatan kesehatan juga berubah, mengakibatkan lama hari rawat yang lebih singkat dan tindakan-tindakan dengan biaya efektif. Sebagai akibatnya, banyak orang yang dijadwalkan untuk pembedahan menjalani persiapan diagnostik dan praoperatif sebelum masuk rumah sakit. Dengan mulainya penghematan biaya perawatan, pembedahan sehari, dan pemulangan pascaoperatif dini, maka bukanlah suatu hal yang tidak lazim bagi pasien untuk masuk rumah sakit pada hari ia dioperasi, untuk menerima anestesi umum dan menjalani prosedur pembedahan, dan dipulangkan ke rumah pada hari yang sama ia dioperasi untuk dirawat oleh keluarganya (Smeltzer & Bare, 2001).

B. Tujuan1. Tujuan umumDiharapkan mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip, fungsi dan peran keperawatan perioperatif.2. Tujuan khususa. Mampu memahami lalu lintas kamar bedah.b. Mampu memahami fase-fase perioperatif.c. Mampu menerapkan prinsip steril di dalam kamar bedah.d. Mampu melakukan pengendalian infeksi kamar bedah.e. Mampu membedakan peran tim kamar bedah.f. Mampu melakukan asuhan keperawatan perioperatif.

BAB IIKONSEP PERIOPERATIF

Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu fase pra operatif, fase intra operatif dan fase post operatif. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIFA. PRE OPERATIFFase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan. Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (One Day Care) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat perioperatif. Asuhan keperawatan praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamar operasi. Dokumentasi yang optimal dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik antara perawat ruangan dengan perawat kamar operasi (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2009).1. Pengkajiana. Identitas pasien.Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi berbagai jenis pembedahan. Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.b. Status nutisi dan penggunaan bahan kimiaKebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.c. Status pernapasan.Tujuan bagi pasien yang berpotensi menjalani pembedahan adalah untuk mempunyai fungsi pernapasan yang optimal. Semua pasien diminta untuk berhenti merokok 4 sampai 6 minggu sebelum pembedahan, mereka yang akan menjalani bedah abdomen bagian atas dan bedah dada diajarkan latihan bernapas dan cara menggunakan spirometer insentif.Kesulitan pernapasn meningkatkan kemungkinan atelektasis, bronkopneumonia, dan gagal napas ketika anestesia diberikan pada keadaan ventilasi yang tidak adekuat. Pasien dengan masalah paru yang sudah ada sebelumnya dievaluasi dengan melakukan pemeriksaan fungsi paru dan analisa gas darah untuk menemukan luasnya insufisiensi respirasi. Mungkin diresepkan antibiotik untuk mengatasi infeksi tersebut.d. Status kardiovaskular.Tujuan dalam menyiapkan pasien untuk pembedahan adalah agar fungsi sistem kardiovaskular berfungsi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi sepanjang periode perioperatif. Karena penyakit kardiovaskular meningkatkan resiko, pasien dengan penyakit ini membutuhkan perhatian yang lebih besar dari biasanya selama semua fase perawatan dan penatalaksanaan. Bergantung pada keparahan gejala, pembedahan mungkin diundur sampai pengobatan medis dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pasien.Yang terpenting dari pasien dengan penyakit kardiovaskular adalah kebutuhan untuk menghindari perubahan posisi secara mendadak, imobilisasi berkepanjangan, hipotensi atau hipoksia, dan terlalu membebani sistem sirkulasi dengan cairan atau darah.

e. Fungsi hepatik dan ginjal.Tujuannya adalah untuk mempunyai fungsi hepar dan urinari yang maksimal sehingga medikasi, agens anestesia dan sampah tubuh serta toksin dapat dibuang oleh tubuh secara adekuat.f. Fungsi hepar.Hepar penting dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesi. Karena itu, segala bentuk kelainan hepar mempunyai efek pada bagaiamana anesetetik tersebut dimetabolisme.g. GinjalGinjal terlibat dalam eksresi obat-obat anestesia dan metabolitnya. Status asam basa dan metabolisme juga merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesia. Pembedahan dikonraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut, insufisiensi renal akut dengan oliguri atau anuri, atau masalah-masalah renal akut lainnya.h. Fungsi endokrin.Pada diabetes tidak terkontrol, bahaya pokok utama yang mengancam hidup adalah hipoglikemia, yang mana mungkin terjadi selama anestesia atau akibat masukan karbohidrat pasca operatif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam pasien tetapi terjadinya tidak secepat hipoglikemia adalah asidosis atau glukosuria.i. Fungsi imunologiFungsi pengkajian praoperatif yang penting adalah untuk menentukan alergi, termasuk reaksi alergi sebelumnya. Terutama sekali penting untuk mengidentifikasi dan mencatat segala bentuk sensitivitas terhadap medikasi tertentu dan reaksi merugikan terhadap agens ini di masa lalu. Imunosupresi umum terjadi pada terapi kotrikosteroid, transplantasi ginjal, terapi radiasi, kemoterapi dan gangguan yang menyerangsistem imun (mis : AIDS, Leukimia).j. Kebiasaan merokok, alkohol, dan narkoba.Pasien perokok memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi paru pasca operasi daripada pasien bukan perokok. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol mengakibatkan reaksi yang merugikan terhadap obat anestesi dan juga dapat menyebabkan malnutrisi yang akan menghambat penyembuhan luka. Penggunaan narkoba suntik dapat mengganggu sistem vaskular dan menyulitkan akses ke dalam vena.k. Informed consentIzin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis seperti itu melindungi pasien terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari lembaga hukum. Demi kepentingan semua pihak yang terkait, perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik.Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed consent telah didapat secara sukarela dari pasien oleh dokter. Persetujuan tindak medik diperlukan ketika :1) Prosedur tindakan adalah invasif, seperti insisi bedah, biopsi, sistoskopi, atau parasentesis.2) Menggunakan anestesi.3) Prosedur non-bedah yang dilakukan dimana resikonya pada pasien lebih dari sekedar resiko ringan, seperti arteriogram.4) Prosedur yang dilakukan yang mencakup terapi radiasi atau kobalt.Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika dia telah mencapai usia legal dan mampu secara mental. Bila pasien dibawah umur, atau tidak sadar, izin harus didapat dari anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali yang sah.

2. Diagnosa keperawatanBerikut ini adalah diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian keperawatan yang lazim dilaksanakan menurut Muttaqin, Arif & Kumala Sari (2009) :a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir postoperatif.b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif.c. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang pengalaman tentang operasi, kesalahan informasi.

3. Rencana Keperawatana. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir postoperatif.1) Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang.2) Kriteria hasil :a) Pasien menyatakan kecemasannya berkurang.b) Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya.c) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya.d) Pasien kooperatif terhadap tindakan.e) Wajah pasien tampak rileks.3) Intervensi :a) Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.R/ Ansietas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung.b) Kaji tanda ansietas verbal dan nonverbal. Dampingi pasien dan lakukan tindakan bila pasien mulai menunjukkan perilaku merusak.R/ Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.c) Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi.R/ Pasien yang teradaptasi dengan prosedur pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa lebih nyaman.d) Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.R/ Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak diperlukan.e) Tingkatkan kontrol sensasi pasien.R/ Kontrol sensasi pasien dalam menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan memberikan respon balik yang positif.f) Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.R/ Orientasi dapat menurunkan kecemasan.g) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.R/ Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.h) Kolaborasi pemberian sedative sesuai indikasi.R/ Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif.1) Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien mampu mengembangkan koping positif.2) Kriteria evaluasi :a) Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.b) Pasien mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.c) Pasien mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.3) Intervensia) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.R/ Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.b) Indentifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.R/ Beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan dalam membandingkan, mengenal, dan mengatur kekurangan.c) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan.R/ Menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.d) Monitor gangguan tidur, kesulitn berkonsentrasi, letargi, dan menarik diri.R/ dapat mengindikasikan terjadinya depresi. Umumnya memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.

B. INTRA OPERATIFFase intraoperatif adalah suatu masa dimana pasien sudah berada di meja operasi sampai ke ruang pulih sadar (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2009).1. PengkajianPengkajian identitas diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi berbagai jenis pembedahan. Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.Pasien yang sudah mendapat prosedur anestesi akan memasuki fase intrabedah. Fokus tujuan pada fase ini adalah optimalisasi hasil pembedahan dan penurunan resiko cedera. Ruang lingkup keperawatan intrabedah yang dilaksanakan perawat perioperatif meliputi manajemen pengaturan posisi, optimalisasi peran asisten pertama bedah (pada beberapa kondisi di rumah sakit di Indonesia memberlakukan perawat sebagai asisten pertama/first assistance), oprimalisasi peran perawat instrumen, dan optimalisasi peran perawat sirkulasi (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2009).

2. Diagnosa keperawatanMenurut Muttaqin, Arif & Kumala Sari (2009), diagnosa keperawatan intraoperatif yang paling lazim ditegakkan antara lain :a. Resiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah.b. Resiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de entre prosedur bedah, penurunan imunitas efek anestesi.

3. Rencana keperawatana. Resiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah.1) Tujuan : Resiko cedera intraoperatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur invasif bedah tidak terjadi.2) Kriteria evaluasi :a) Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan hemodinamik akibat perdarahan serius.b) Postoperatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.c) Perhitungan spons dan instrumen sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.d) Tidak ditemukan adanya kram otot.3) Intervensi :a) Kaji ulang identitas pasien.R/ Perawat ruang operasi memeriksa kembali identitas dan kerdeks pasien : memeriksa kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan, dan memeriksa kembali rencana perawatan intraoperatif.b) Siapkan kamar bedah yang sesuai dengan jenis pembedahan pasien.R/ Beberapa jenis pembedahan tertentu akan dilaksanakan pada ruangan atau kamar bedah khusus, seperti kamar operasi bedah saraf.c) Siapkan meja bedah dan aksesori perlengkapan sesuai dengan jenis pembedahan.R/ Meja bedah akan disiapkan perawat sirkulasi dan disesuaikan dengan jenis pembedahan. Perawat sirkulasi mempersiapkan aksesori tambahan meja bedah agar dalam pengaturan posisi dapat efektif dan efisien.d) Siapkan sarana pendukung pembedahan.R/ Sarana pendukung seperti kateter urin lengkap, alat penghisap lengkap, spons dalam kondisi siap pakai.e) Siapkan alat hemostatis dan cadangan alat dalam kondisi siap pakai.R/ Alat hemostatis merupakan fondasi dari tindakan operasi untuk mecegah terjadinya perdarahan serius akibat kerusakan pembuluh arah arteri. Perawat memeriksa kemampuan alat tersebut untuk menghindari cedera akibat perdarahan intraoperasi.f) Lakukan pemasangan kateter urine dengan teknik steril.R/ Pemasangan kateter dilakukan untuk menghindari keluranya urin pada saat intraoperatif akibat hilangnya kontrol menahan urin efek dari anestesi.g) Lakukan pengaturan posisi bedah.R/ Manajemen pengaturan posisi dilakukan untuk memudahkan akses atau pajanan pada dokter bedah, akses vaskular seperti infus dan alat monitor standar tidak terganggu, drainase urin optimal dan fungsi status sirkulasi serta pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular.h) Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi.R/ Insisi bedah memerlukan skalpel, dan pisau bedah yang sesuai dengan area yang akan dilakukan insisi.i) Bantu ahli bedah dalam melakukan intervensi hemostatis.R/ Perawat instrumen atau asisten bedah menggunakan alat hemostatis listrik pada klem arteri untuk menjepit atau menghentikan perdarahan.j) Bantu ahli bedah dalam membuka jaringan dan lakukan penghisapan apabila diperlukan.R/ Pembukaan jaringan dilakukan lapis demi lapis, dari kulit, lemak, fasia, dan jaringan dalam, misalnya peritoneum pda pembedahan area abdomen. Pembukaan jaringan dilakukan sampau akses yang akan dituju sesuai jenis dan tujuan pembedahan dapat tercapai.k) Bantu ahli bedah dalam menutup jaringan.R/ Prosedur penutupan jaringan dilakukan setelah tujuan pembedahan sudah selesai dilaksanakan. Penutupan dilakukan lapis demi lapis sesuai area atau jaringan yang telah dilakukan pembedahan.l) Lakukan penutupan luka pembedahan.R/ Penutupan luka selain bertujuan menurunkan resiko infeksi juga bertujuan untuk menurunkan resiko cedera pajanan langsung ke area bedah atau jaringan yang masih belum bisa stabil.

b. Resiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de entre prosedur bedah, penurunan imunitas efek anestesi.1) Tujuan : Optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur intrabedah.2) Kriteria evaluasi : luka postoperasi tertutup dengan kasa.3) Intervensi :a) Siapkan sarana scrub.R/ Sarana scrub meliputi cairan antiseptik cuci tangan pada tempatnya, gaun yang terdiri dari gaun kedap air dan baju bedah steril, duk penutup, dan duk berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.b) Siapkan semua instrumen sesuai jenis pembedahan.R/ Manajemen intrumen dari perawat scrub sebelum pembedahan disesuaikan dengan jenis pembedahan. Sebagai antisipasi apabila diperlukan intrumen tambahan, perawat mempersiapkan alat cadangan dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan pengambilan apabila diperlukan tambahan alat instrumen.c) Lakukan manajemen aspesis prabedah.R/ Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis prabedah meliputi teknik aseptik atau pelaksanaan scrubbing cuci tangan.d) Lakukan manajemen asepsis intraoperatif.R/ Manajemen asepsis dilakukan untuk menghindari kontak dengan zona steril meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk, penyerahan alat yang diperlukan petugas scrub dengan perawat sirkulasi.e) Lakukan penutupan luka pembedahan.R/ Penutupan luka bertujuan menurunkan resiko infeksi. Perawat biasanya memasang spons dan plester adhesif yang menutupi seluruh spons.

C. POST OPERATIFDimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pasca operatif langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agens anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Smeltzer & Bare, 2001).

1. PengkajianPengkajian awal postoperatif menurut (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2009) adalah :a) Identitas klien (Usia dan kondisi umum pasien).b) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.c) Kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital.d) Anestesi dan medikasi lain yang digunakan (misalnya : narkotik, relaksan otot, antibiotik).e) Segala masalah yang terjadi dalm ruang operasi yang mungkin mempengaruhi perawatan postoperatif (misalnya : hemoragi berlebihan, syok, dan henti jantung).f) Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah diberitahukan).g) Cairan yang diberikan, kehilangan darah, dan penggantian.h) Segala selang, drain, kateter, atau alat bantu pendukung lainnya.i) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anestesi yang akan diberitahu.

2. Diagnosa keperawatan.Menurut Muttaqin, Arif & Kumala Sari (2009), beberapa diagnosa yang lazim muncul pada postoperatif antara lain :a. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anestesi.b. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agens anestesi.c. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanis regulasi sirkulasi normal, perdarahan postoperatif, penurunan curah jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonsitriksi.d. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan neuromuskular postoperatif.e. Resiko terhadap cedera vaskular (trombosis vena profunda) berhubungan dengan cedera vaskular, pembentukan trombus pada ekstremitas, efek sekunder kompresi posisi bedah.f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intraoperatif.g. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi, dan penurunan masukan cairan.h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek depresan dari anestesi, penurunan toleransi aktivitas, dan pembatas aktivitas yang diresepkan.i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tempat insisi bedah dan drainase.j. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kerentanan terhadap invasi bakteri.k. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis postoperatif, kemungkinan perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.l. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kehilangan fungsi dan struktur organ postoperatif.

3. Rencana keperawatana. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anestesi.1) Tujuan : mengefektifkan jalan napas, mempertahankan ventilasi pulmonal, dan mencegah hipoksemia dan hiperkapnea.2) Kriteria evaluasi :a) Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12 20 kali/menit).b) Pasien tidak menggunakan otot bantu napas.c) Tidak terdengar bunyi napas tambahan.d) Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi.3) Intervensi :a) Atur tempat pasien, dekatan pada akses oksigen dan suction.R/ Pasien biasanya masih mendapat oksigenasi pemeliharaan sampai sadar penuh.b) Kaji dan observasi jalan napas.R/ Jalan napas oral tetap terpasang untuk mempertahankan kepatenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan normal. Apabila fungsi pernapasan sudah kembali normal, bantu pasien membersihkan jalan napas dengan cara meludah. Kemampuan melakukan hal tersebut menandakan kembalinya refleks muntah normal.c) Atur posisi kepala untuk mempertahankan jalan napas.R/ Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk menodongkan kepala ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong gigi bawah di depan gigi atas.d) Beri Oksigen 3 liter/menit.R/ Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan memengaruhi pengaturan pernapasan.e) Bersihkan sekret pada jalan napas.R/ Kesulitan napas dapat terjadi akibat sekresi lendir yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual dan berhati-hati dengan spatel lidah yang dibungkus kasa.

b. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agens anestesi.1) Tujuan : Pola napas kembali efektif sesuai dengan berkurangnya efek anestesi umum dan pasien mampu melakukan latihan pernapasan postoperatif.2) Kriteria evaluasi :a) Frekuensi napas dalam batas normal (12 20 kali/menit).b) Pasien tidak menggunakan otot bantu napas.c) Saturasi oksigen 100%.d) Oral airway sudah bisa dilepas saat pasien keluar ruang pemulihan.3) Intervensi :a) Kaji dan monitor kontrol pernapasan.R/ Obat anestesi tentu dapat menyebabkan depresi pernapasan. Oleh karena itu, perawat harus mewaspadai pernapasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.b) Monitor frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi napas, dan warna membran mukosa.R/ Deteksi awal adanya perubahan terhadap kontrol pola pernapasan dari medula oblongata untuk intervensi selanjutnya.c) Pastikan fungsi pernapasan sudah optimal.R/ Tindakan evaluasi untuk menentukan dimulainya latihan pernapasan sesuai yang diajarkan pada saat praoperatif.d) Instruksikan pasien untuk napas dalam.R/ Meningkatkan ekspansi paru. Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas.e) Instruksikan untuk melakukan batuk efektif.R/ Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus. Pembebatan dengan cermat pada abdomen atau insisi toraks membantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah terbuka.c. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanis regulasi sirkulasi normal, perdarahan postoperatif, penurunan curah jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonsitriksi.1) Tujuan : Dalam waktu 15 menit postoperatif perfusi perifer menjadi optimal.2) Kriteria evaluasi :a) Denyut nadi perifer teraba.b) Akral hangat.c) Pengsian kapiler < 3 detik.d) Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer.e) TTV dalam batas normal.f) Kulit perifer tidak pucat.g) Output urin 50 ml/jam.3) Intervensi :a) Monitor tanda dan gejala penrunan perfusi jaringan.R/ Pasien dipantau terhadap segala tanda dan gejala yang menandakan menurunnya perfusi jaringan, yaitu : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak adekuat, pernapasan cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi > 100 x/menit, gelisah, respons melambat, kulit dingin, kusam, dan sianosis, denyut perifer menurun atau tidak teraba, output urine kurang dari 30 ml/jam.b) Beri intervensi sesuai dengan penyebab penurunan perfusi.R/ Tindakan dilakukan untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, tergantung pada penyebab tidak adekuatnya perfusi jaringan. Tindakan yang dilakukan dapat mencakup penggantian cairan, terapi komponen darah, medikasi untuk mendukung fungsi jantung, dan pemberian oksigen.c) Lakukan percepatan mobiliasasi aktivitas.R/ Aktivitas seperti latihan tungkai dilakukan untuk menstimulasi sirkulasi dan pasien didorong untuk berbalik dan mengubah posisi dengan perlahan dan untuk menghindari posisi yang mengganggu arus balik vena.

II. DESCRIPTION JOBa. Operator : dokter bedah yang bertugas melakukan pembedahan.

b. Asisten I Pengertian: Petugas yang mebantu operator melaksanakan operasiTanggung jawab : terlaksananya operasi dengan baik dan aman.

Syarat:1) Dokter/Paramedik/bidan terlatih secara intern RS2) Menguasai betul / fasih teknik aseptik antiseptik3) Mengenal dengan baik teknik operasi yang dilakukandan kemungkinan kegawatan4) Mampu mengelola pasien gawat5) Mengenal dengan baik instrumentasi yang diperlukan6) Mengenal karakteristik operator

Tanggung jawab Sebelum operasi ;1) Berkomunikasi dengan operator mengenai rencana tindakan operasi dan kemungkinan komplikasi2) Memastikan identitas pasien dan kelengkapan administrasi3) Memeriksa pasien yang akan di operasi4) Memastikan kelengkapan instrumen dan peralatan5) Memastikan kesiapan kegawatan6) Memastikan kesiapan anestesi7) Memastikan kesiapan fasilitas ruangan operasi8) Membantu memposisikan pasien9) Membantu operator melakukan antiseptik10) Membantu operator menutupi pasien dengan duk steril11) Berkomunikasi dengan anestesi tentang kesiapantindakan operasi dan kondisi pasien12) Cuci tangan bedah dan mengenakan jas operasi

Selama Operasi1) Membantu operator dalam setiap tindakan yangdilakukan2) Memberikan lapang pandang yang baik pada areaoperasi dan bersih sepanjang operasi3) Memantau dan meminimalisir perdarahan4) Mengawasi kondisi pasien dan berkomunikasi dengananestesi5) Mengawasi kinerja instrumenter dan asisten dua6) Mengantisipasi kebutuhan operator baik kebutuhanpersonal maupun kebutuhan tindakan operasiselangkah di depan operator7) Bertindak sebagai manajer dari tim pendukung operasiSesudah operasi8) Membantu menutup luka, membersihkan pasien9) Membantu anestesi mengamankan pasien10) Membantu transport pasien11) Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien

c. Asisten II Pengertian : Petugas Kamar operasi yang secara steril membantu operator dan asisten utama selama operasi

Syarat:1) Paramedik/bidan terlatih secara intern RS2) Menguasai betul / fasih teknik aseptik antiseptik

Sebelum Operasi1) Bersama onloop menyiapkan instrumen dan alat-alattermasuk benang jahit, jarum, juga ketersediaanobat2an anestesi, dan cairan2) Melakukan cuci tangan bedah,memakai jas operasi dansarung tangan steril dengan teknik yang benar3) Bila tersedia meja mayo, maka siapkan meja mayo4) Membantu dokter atau asisten satu dalam tindakanantiseptik kulit. Berdiri pada disisi operator / asistensatu saat melakukan antiseptik kulit.5) Membantu menutup pasien dengan duk steril

Selama Operasi1) Memperhatikan jalannya operasi dan mencobamembaca keperluan operator satu langkah lebihdahulu.2) menghitung selalu kasa yang tersedia di area operasidan kasa yang sudah terpakai. Buang Kasa yang sudahterpakai pada tempat sampah infeksius3) Menjaga agar daerah operasi selalu rapi dan kering4) Membantu sehingga Instrumen tidak boleh menumpuktapi harus tersusun.5) Sebelum menutup luka, hitung kembali kasa ,instrumen, jarum.Pasca Operasi6) Membersihkan luka operasi dengan Na Cl 0,9% steril ,keringkan dengan kasa kering7) Luka operasi ditutup dengan kompres betadine dankasa steril dan difixir dengan plester / Hypafix8) Lepaskan duk, periksa duk klem jangan sampaitertingga9) Rendam instrumen dalam waskom plastik berisi larutanchlorine 0,5%, biarkan selama10 menit. Rendam secarasekaligus jangan menambah sedikit-sedikit instrumenyang direndam.10) Bisturi di buang di tempat sampah benda tajam11) Membantu malakukan spooling / bilas kanul dan selangdengan air chlorine 0,5% dan air bersih12) Cuci handschoen dengan chlorine 0,5% sebelumdilepaskan. Jangan lepas handschoen sebelum semuapekerjaan selesai. Pengelolaan handschoen sesuaiprosedur buku ini.13) Membantu kegiatan omloop dan instrumenter

d. Peran Perawat InstrumenPerawat scrub atau di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis pembedahan. Secara spesifik peran dan tanngung jawab dari perawat instrumen adalah sebgai berikut :1) Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang sesuai dengan jenis operasi.2) Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerimanya kembali3) Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-teknik bedah yang sedang dikerjakan.4) Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur untuk mengantisipasi segala kejadian5) Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi. Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal alat-alat yang akan dan telah digunakan beserta nama ilmiah dan mana biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.6) Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril selama pembedahan.7) Dalam menangani instrumen, Perawat instrumen harus mengawasi semua aturan keamanan yang terkait. Benda-benda tajam, terutama skapel, harus diletakkan dimeja belakang untuk menghindari kecelakaan. 8) Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari kesalahan pemakaian.9) Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.10) Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Perhitungan dilakukan sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka operasi.

e. Peran Perawat SirkulasiPerawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat unloop bertanggung jawab menjamin terpenuhinya perlengkapan yang dibutuhkan oleh perawat instrumen dan mengobservasi pasien tanpa menimbulkan kontaminasi terhadap area steril. Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril dan bagian ruang operasi lainnya. Secara umum, peran dan tangggung jawab perawat sirkulasi adalah sebagai berikut :1) Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien, dan memeriksa formulir persetujuan.2) Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu jika terdapat kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontaindikasi pembedahan.3) Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum pembedahan. Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa peralatan telah siap dan dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur pembedahan, apabila prosedur ini tidak dilaksanakan maka dapat mengakibatkan penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.4) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi pasien, mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor, atau alat-alat lain yang mungkin diperlukan.5) Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)6) Tetap ditempet selema prosedur pembedahan untuk mengawasi atau membantu setiap kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar area steril7) Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil, membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh perawat instrumen. Selain itu juga untuk mengontrol keperluan spons, instrumen dan jarum.8) Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil suplai steril.9) Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang terjadi selama pembedahan. 10) Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan kompres yang digunakan selama pembedahan. 11) Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.12) Mengatur pengiriman specimen biopsy ke labolatorium13) Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.14) Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan, dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya.

f. Dokter Anastesi: Membius pasien sebelum pembedahang. Peran Perawat AnestesiPerawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus anestesi. Peran utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrumen dan obat bius membantu dokter anestesi dalm proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi.Pada pelaksanaannnya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi, pembiusan umum, dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan. Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain :1) Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai peraturan institusi2) Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi3) Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi4) Pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan.5) Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya) sebelum memulai proses operasi.6) Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat anestesi, spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.7) Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan.8) Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi darah, status sirkulasi, dan merespon tanda komplikasi dari operator bedah.9) Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan suatu prosedur (misalnya anestesi local, umum, atau regional)10) Memberi informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan status tanda-tand vital pasien atau penyulit yang mungkin mengganggu perkembangan kondisi pasien.11) Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan menerima pasien di ruang pemulihan .

III. KLASIFIKASI OPERASINOKLASIFIKASIINDIKASICONTOH OPERASI

1.Kedaruratan(Cyto)Mengancam jiwa,Operasi tidak bisa ditunda, segera perdarahan hebat pada abdomen: ileus obstruktif luka tembak atau tusuk luka bakar luas fraktur tulang tengkorak frontal

2.Urgent (Membutuhkan perhatian segera)Operasi bisa ditunda, dilaksanakan dalam 24-30 jam obstruksi batu ginjal atau batu pada uretra

3.Elektif (diperlukan untuk operasi)Operasi tidak mengancam jiwa jika tidak segera dioperasi, diperlukan operasi tapi direncanakan dalam beberapa hari/minggu Katarak gangguan tiroid hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih

4.Elektif(dilakukan ketika merasa diperlukan)Operasi tidak mengancam jiwa jika tidak segera dioperasi, diperlukan operasi tapi direncanakan dalam beberapa hari/minggu vagina plasty

5.Pilihan PribadiOperasi tidak mengancam jiwa, tanggal dan waktu ditentukan oleh klien Bedah kosmetik

IV. POSISI OPERASISmeltzer & Bare (2001) mengemukakan bahwa posisi pasien dimeja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan, juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :1. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tertidur atau sadar.2. Area operatif harus terpajan secara adekuat.3. Pasokan vaskular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah atau tekanan yang tidak tepat pada bagian.4. Pernapasan pasien harus bebas dari gangguan tekanan lengan pada dada atau konstriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi lengan, tangan, tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera serius atau paralisis. Bidang bahu harus tersangga dengan baik untuk mencegah cedera saraf yang tidak dapat diperbaiki, terutama jika posisi trendelenburg diperlukan.6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada pasien kurus, lansia, atau obesitas.7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien melawan.

Adapun beberapa posisi pasien di meja operasi antara lain :a. Posisi dorsal recumbent.Posisi lazim untuk pembedahan adalah terlentang datar, satu lengan disisi tubuh, dengan telapak tangan tertelungkup, tangan satunya diposisikan di atas sebuah papan lengan untuk infus intravena. Posisi ini digunakan untuk kebanyakan bedah abdomen, kecuali untuk bedah kandung empedu dan pelvis.b. Posisi trendelenburg.Posisi ini biasanya digunakan untuk pembedahan abdomen bawah dan pelvis untuk mendapat pajanan area operasi yang baik dengan menggeser intestin ke abdomen atas. Dalam posisi ini kepala dan badan lebih rendah dari lutut fleksi.c. Posisi litotomi.Dalam posisi litotomi, pasien terlentang dengan tungkai dan paha fleksi dengan sudut yang tepat. Posisi ini dipertahankan dengan menempatkan telapak kaki pada pijakan kaki. Hampir semua prosedur bedah perineal, rektal dan vaginal membutuhkan posisi ini.d. Untuk bedah ginjal.Pasien dimiringkan pada bagian tubuh yang tidak dioperasi dalam posisi sims, atau di atas meja dengan ginjal dan punggung di atas.e. Untuk bedah dada dan abdominotorakik.Posisi yang dibutuhkan beragam sesuai dengan pembedahan yang akan dilakukan.f. Pembedahan pada leher.Bedah leher, misalnya bedah yang mencakup tiroid dilakukan dengan posisi terlentang, leher ekstensi menggunakan bantal yang diletakkan di bawah bahu, dan kepala serta dada ditinggikan untuk mengurangi aliran balik vena.g. Pembedahan pada tulang tengkorak dan otak.Prosedur ini membutuhkan posisi dan peralatan khusus, biasanya diatur oleh ahli bedah.V. ANASTESIAnestesia adalah suatu keadaan narkosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya refleks. 1. General Anastesi:Anestesi umum ditujukan membuat pasien sepenuhnya tidak sadar selama operasi. Obat bius biasanya disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang dilewatkan melalui alat pernafasan. Pasien sama sekali tidak akan mengingat apapun tentang operasi karena anestesi umum memengaruhi otak dan seluruh tubuh. Selama dalam pengaruh anetesi, fungsi tubuh yang penting seperti tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh dipantau secara ketat.Cara pemberian anestesi umum:a. Parenteral (intramuscular/intravena).Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.b. Perektal.Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.c. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan.Zat anestetik yang digunakan berupacampuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentuka kekuatan daya anestesi. Zat anestetikdisebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat member anestesi yang adekuat.

2. Anastesi Regional:Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan bagian yang lebih besar.Pada prosedur ini pasien mungkin tidak sadarkan diri selama periode waktu yang lebih panjang.Di sini, obat anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa sakit selama dan setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari anestesi regional, yang meliputi:a. Anestesi spinalAnestesi spinal atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi regional yang disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien. Pasien akan mengalami mati rasa pada leher ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir transmisi sinyal saraf. Setelah sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit. Biasanya pasien tetap sadar selama prosedur medis, namun obat penenang diberikan untuk membuat pasien tetap tenang selama operasi. Jenis anestesi ini umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan di pinggul, perut, dan kaki.b. Anestesi epiduralAnestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja mirip anestesi spinal. Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan kurang menyakitkan daripada anestesi spinal. Epidural paling cocok digunakan untuk prosedur pembedahan pada panggul, dada, perut, dan kaki.

3. Anastesi Lokal:Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian tertentu tubuh. Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit. Anestesi juga dapat diberikan dalam bentuk salep atau semprotan. Sebuah anestesi lokal akan membuat pasien terjaga sepanjang operasi, tapi akan mengalami mati rasa di sekitar daerah yang diperasi. Anestesi lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan cocok digunakan untuk operasi minor dan berbagai prosedur yang berkaitan dengan gigi.Pemberian anestetik lokal dapat dilakukan dengan teknik:a. Anestetik permukaanyaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa seperti mata, hidung, dan faring.b. Anestesi infiltrasiyaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade lingkar dan obat disuntikan intradermal atau subkutan.c. Anestesi blok yaitu penyuntikan analgetik lokal langsung ke syaraf utama atau pleksus syaraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada syaraf tunggal misalnya syaraf oksipital dan pleksus brankialis, nestesi lokal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan kedalam ruang subaraknoid diantara konus medularis dan bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat anestetik lokal kedalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat anelgetik lokal disuntikkan melalui hiatus sakralis.d. Analgesi regional intravenayaitu penyuntikkan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan isolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sintemik dengan turniket pneumatik.BAB IIIKONSEP MIOMA UTERI

A. PENGERTIAN Mioma uteri adalah tumor jinak yang paling umum pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat disekitarnya. mioma uteri juga sering disebut dengan Leiomioma, Fibromioma atau Fibroid, hal ini mungkin karena memang otot uterus atau rahimlah yang memegang peranan dalam terbentuknya tumor ini. (Winkjosastro. et.all. 1999).

B. TINDAKAN PEMBEDAHAN: LAPAROTOMYLaparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindkan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.Tujuan: Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):a. Midline incisionMetode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.

b. Paramedianyaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawahc. Transverse upper abdomen incisionyaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.d. Transverse lower abdomen incisionyaitu; insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy

Indikasia. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)b. Peritonitisc. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN1. PREOPERATIFa. Pengkajian1) Data diri klienData biologis/fisiologiskeluhan utama, riwayat keluhan utama2) Riwayat kesehatan masa lalu3) Riwayat kesehatan keluarga4) Riwayat reproduksisiklus haid, durasi haid5) Riwayat obstetrickehamilan, persalinan, nifas, hamil6) Pemeriksaan fisik7) Data psikologis/sosiologisreaksi emosional setelah penyakit diketahuib. Diagnosa Keperawatan1) Resiko aspirasi b. d penurunan kesadaran (Carpenito, 2001).Tujuan : tidak terjadi aspirasi yang b.d. penurunan kesadaranKH : tidak mengalami aspirasi, pasien dapat mengungkapkan tindakan untuk menghindari aspirasi

Intervensi :a) Pertahankan posisi baring miring jika tidak ada kontra indikasi karena udara.b) Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang menyumbat jalan nafas.c) Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi jika tidak ada kontraindikasi.d) Kebersihan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tissu atau penghisap dengan perlahan-lahane) Kaji kembali dengan sering adanya obstruksi benda-benda dari mulut dan tenggorokan.2) Resiko injur b.d. penurunan kesadaran (Carpenito, 1995)Tujuan : tidak terjadi injuri b.d. penurunan kesadaranKH : GCS normal (E4, V5, M6)Intervensi :a) Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman terpasangb) Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien.3) Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen b.d. insisi abdomen (long, 1996)Tujuan : Rasa nyaman terpenuhiKH : Skala nyeri 0, pasien mengungkapkan nyeri berkurang, TTV normal.Intervensi :a) Jelaskan penyebab nyeri pada pasienb) Kaji skala nyeri pasienc) Ajarkan teknik distraksi selama nyerid) Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.e) Berikan obat analgesik sesuai program.f) Evaluasi efektifitasnya setelah 30 menit pemberi obat analgesik.

2. INTRAOPERATIFDiagnosa yang muncul ;1) Resiko infeksi b.d. infeksi kuman sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 1995).Tujuan : tidak terjadi infeksiKH : Tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit )Intervensi :a) Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV.b) Gunakan teknik antiseptik dalam merawat pasien.c) Instruksikan keluarga dan orang lain untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien.d) Tingkatkan asupan makanan yang bergizi.e) Berikan terapi antibiotik sesuai program.

2) Resiko konstipasi b.d. pembedahan abnormal (Doengoees, 2000).Tujuan : tidak terjadi konstipasi.KH : Peristaltik usus bormal (5-35x/menit), pasien menunjukan pola eliminasi seperti biasanya.Intervensi :a) Monitor peristaltic usu, karakteristik feses dan frekuensinya.b) Dorong pemasukan cairan adekua, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai.c) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan

3. POST OPERATIFMenurut doenges ( 2000.997 ) hal - hal yang terus terkaji pada klien dengan post operasi laparatomi adalah :a. Data biografi klienb. Aktivitas/IstirahatKelemahan atau keletihan. perubahan pola istirahat dan jam kebisaan tidur,adanya factor -faktor yang mempengaruhi tidur misal : nyeri, ansietas,keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.c. SirkulasiPalpitasi, nyeri perut, perubahan pada TDd. Integritas egoFactor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalampenampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa,depresi,menarikdirie. EliminasiPerubahan pada pola defekasi misal:darah pada feces,nyeri pada defekasi,perubahan eliminasi urinarius misalnya: nyeri, perubahan pada bising usus.f. Makanan/cairanAnoreksia, mual / muntah.intoleransi makanan, perubahan pada berat badanpenurunan BB, perubahan pada kelembaban / turgor kulit, edema.g. NeurosensoriPusing, sinkoph. Nyeri / kenyamananTidak ada nyeri / derajat bervariasi misalnya : ketidaknyamanan ringan sampainyeri berat ( dihubungkan dengan proses penyakit )i. PernapasanMerokok, pemajanan absesj. Keamanan pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama, berlebihan,demam, ruam kulit / ulserasik. Seksualitas Perubahan pada tingkat kepuasan l. Interaksi social Ketidak adekuatan / kelemahan system pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran. m. Penyuluhan / pembelajaran Riwayat penyakit pada kelurga, riwayat pengobatan, pengobatan sebelumnya atau operasi.

Diagnosa yang muncul1) Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, BAK, BAB, berpakaian) d.b. keletihan pasca operasi dan nyeri. (Carpenito, 2001).Tujuan : kebersihan diri pasien terpenuhiKH : pasien dapat berpartisipasi secara fisik maupun verbal dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya.Intervensi :a) Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaanya tentang kurangnya kemampuan perawatan diri.b) Berikan bantuan dalam perawatan diri pasien.2) Cemas d.b. kurangnya informasi (Doengoes, 2000).Tujuan : pasien mengetahui tentang efek samping dari operasinyaKH : pasien mengatakan memahami tentang kondisinya

Intervensi a) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa depan.b) Diskusikan dengan lengkap tentang masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhannya.c) Diskusikan melakukan kembali aktifitasnya.d) Identifikasi keterbatasan individu.e) Idendifikasi kebutuhan dietf) Dorong minum obat yang diberikan secara ruting) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Jakarta : EGC.Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep, Proses, & Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

28