geologi daerah cibaliung.doc

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geografi Umum Daerah Penelitian Menurut peta, daerah pertambangan ini berada di Pulau Jawa yang terletak di baratdaya pada Provinsi Banten (Gambar 2.1). Daerah ini memiliki batas batas daerah yaitu: Batas sebelah utara berbatasan langsung dengan Tanjung Lesung dan Citeureup Batas sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia Batas sebelah timur berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat Batas sebelah barat berbatasan langsung dengan Taman Nasional Ujung Kulon Di tambang emas PT. Cibaliung Sumberdaya ini berada di dua desa yaitu Desa Padasuka dan Desa Mangkualam, dimana termasuk dalam kecamatan Cimanggu. Kecamatan ini berada di Provinsi Banten.

description

uyeaaaaaaa

Transcript of geologi daerah cibaliung.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geografi Umum Daerah Penelitian

Menurut peta, daerah pertambangan ini berada di Pulau Jawa yang terletak di baratdaya

pada Provinsi Banten (Gambar 2.1). Daerah ini memiliki batas batas daerah yaitu:

Batas sebelah utara berbatasan langsung dengan Tanjung Lesung dan Citeureup

Batas sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia

Batas sebelah timur berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat

Batas sebelah barat berbatasan langsung dengan Taman Nasional Ujung Kulon

Di tambang emas PT. Cibaliung Sumberdaya ini berada di dua desa yaitu Desa Padasuka

dan Desa Mangkualam, dimana termasuk dalam kecamatan Cimanggu. Kecamatan ini berada di

Provinsi Banten.

Untuk mencapai daerah penelitian PT. Cibaliung Sumberdaya dapat melalui jalur darat

dengan kendaraan roda empat selama ± 6 jam perjalanan dari Jakarta. Jarak yang ditempuh dari

Jakarta menuju PT. Cibaliung Sumberdaya ± 202,5 km.

Gambar 2.1. Peta Lokasi Tambang Emas Cibaliung (Sumber : draft PT.Cibaliung Sumberdaya, 2005)

Lokasi penelitian berada di eksploitasi PT. Cibaliung Sumberdaya (Gambar 2.2) dimana

memiliki dua daerah kegiatan penambangan yaitu daerah Cibitung dan Cikoneng. Pada daerah

ini relatif stabil nilai massa batuannya.

Gambar 2.2. Peta Kawasan Eksploitasi Tambang Emas(Sumber : draft PT. Cibaliung Sumberdaya, 2005)

Penampang melintang life of mine planning tambang PT. Cibaliung Sumberdaya

(Gambar 2.3) menunjukan bahwa terowongan Cibitung terletak sebelah kanan pada peta. Pada

terowongan Cibitung, penulis meneliti pada daerah development dan crosscut.

Pada daerah development merupakan daerah yang sering dilewati oleh pekerja tambang

dan alat berat dimana umur terowongan ini panjang seumur dengan umur tambang. Penulis

meneliti development Cibitung yang terdiri dari CBT_1121_RMU, CBT_1111_RMU.

Daerah Penelitian

Sedangkan pada daerah crosscut merupakan daerah yang sering dilewati oleh pekerja

tambang dan alat berat tetapi umur terowongan ini pendek, hanya seumur cadangan emas pada

daerah tersebut. Apabila cadangan emas yang berada pada suatu daerah di crosscut habis, maka

crosscut tersebut harus ditutup sesuai dengan metode pertambangan cut and fill. Penulis meneliti

crosscut Cibitung yang terdiri dari CBT_1027_XC 5 NTH OD 2, CBT_1026_XC 5 STH.

Pada daerah development relatif stabil, sedangkan pada daerah crosscut merupaka daerah

yang rawan massa batuannya.

Gambar 2.3. Penampang melintang life of mine planning tambang Cibaliung

2.1.1 Iklim dan Curah Hujan

Kondisi iklim yang berada di daerah penelitian PT. Cibaliung Sumberdaya terdiri dari

dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung selama bulan

Oktober - Juli, sedangkan musim kemarau berlangsung selama bulan Agustus - September.

Pada daerah ini memiliki curah hujan rata-rata 253 – 556 mm/hari berdasarkan data curah

hujan tahun 2011 - 2013 (Gambar 2.4). Pada data tersebut data curah hujan tertinggi pada bulan

Januari 2013 dan data curah hujan terendah pada bulan Juni 2012.

Gambar 2.4. Diagram batang curah hujan daerah Cibaliung periode 2011 - 2013(Sumber : Cikoneng RGM-2 RG, 2011 - 2013)

Gambar 2.5. Peta Geologi Kawasan Tambang Emas Cibaliung(Sumber: draft PT. Cibaliung Sumberdaya, 2005

2.2 Geologi Regional

2.2.1 Geomorfologi

Bentuk rupa bumi pada kawasan kawasan tambang emas PT. Cibaliung Sumberdaya

merupakan daerah yang meiliki beberapa bukit atau bisa disebut dengan perbukitan yang

memiliki ketinggian antara 30 - 300 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng 7 -

20 % atau

kemiringan

lereng 4o-12o (Gambar

2.5). Titik tertinggi di daerah tambang ini adalah Gunung Honje yang mimiliki ketinggian 620 m

di atas permukaan laut. Gunung Honje ini merupakan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.

Sungai besar atau sungai utama yang mengalir di daerah ini mengalir dari utara ke selatan yang

memiliki pola aliran rectangular. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Citeluk, Sungai

Cikoneng, dan Sungai Cibeber.

2.2.2 Stratigrafi

Kondisi stratigrafi regional yang terdapat di daerah Cibaliung terdiri dari Formasi Honje,

Formasi Tuf Cibaliung, dan Formasi Batuan Sedimen dengan urutan dari tua ke muda (Gambar

2.6).

Formasi Honje memiliki karakteristik yaitu lava basaltik dan andesitik, breksi gunungapi

dengan beberapa sisipan sedimen tufan, aglomerat, tuf lapili, tuf batuapung dan breksi tuf, serta

intrusi andesit-diorit (Juliawan dkk, 2005). Formasi Honje diperkirakan berumur Miosen Akhir

(Sudana dkk, 1992).

Formasi Tuf Cibaliung pada bagian bawah memiliki ciri seperti lapisan tuf dengan

komposisi mineral yang tidak kompak sebelum mineralisasi dan memiliki urat kursa. Formasi ini

merupakan satuan volkanoklastik rhydasitic dengan lapisan bawah konglomeratan. Secara tidak

selaras formasi ini menindih Formasi Honje.

Formasi Batuan Sedimen secara tidak selaras menindih Formasi Honje yang memiliki

kemiringan regional yang cenderung menebal kearah timur. Formasi ini terdiri dari konglomerat,

batupasir calcareous, batugamping, batuan volkanoklastik, dan aliran basalt tipis. Formasi ini

berasal dari pusat vulkanisme yang terletak di sebelah timur daerah Cibaliung.

Gambar 2.6. Penampang Melintang Kawasan Eksplorasi (Sumber: draft PT. Cibaliung Sumberdaya, 2005)

2.2.3 Struktur Geologi

Zona mineralisasi yang vertikal lebih panjang daripada mineralisasi yang lateral karena

pada cebakan bijih yang berada di kawasan Cikoneng dan Cibitung ini terbentuk pada komplek

pergeseran struktur. Daerah ini juga bertepatan dengan sebuah pola struktur sigmoid bends yang

berada di daearh perpotongan patahan yang berarah barat laut-tenggara. Zona ini juga merupakan

hasil dilatasi dari tiga set patahan utama (Gambar 2.7).

Urat Cikoneng yang berada di sebelah utara kaya dengan cadangan emas. Sedangkan

urat yang kaya akan cadangan emas juga berada di sebelah selatan yakni urat Cibitung. Masing-

masing pada urat ini memiliki ukuran tebal 1 meter - 10 meter dengan panjang 140 meter - 200

meter, dan kedalaman sampai lebih dari 300 meter.

Gambar 2.7. Pola Sesar Area Tambang Cibaliung(Sumber: draft PT. Cibaliung Sumberdaya, 2005)

2.2.4 Sejarah Geologi

Awal mula daerah penelitian ini adalah terendapkannya Formasi Honje yang memiliki

umur Miosen Akhir. Dalam formasi ini terdiri dari lava andesit dan lava breksi vulkanik. Lalu

terjadi intrusi yang diterobos oleh andesit - diorit. Kemudian, terjadi perlipatan pada Formasi

Honje akibar dari penerobosan intrusi yang terjadi sebelumnya.

Setelah itu diendapkannya Formasi Tuf Cibaliung di atas Formasi Honje dengan tidak

selaras yang dilanjutkan dengan sesar yang berarah barat laut - tenggara, utara barat laut-

tenggara, utara barat laut-selatan tenggara, dan timur laut-barat daya. Berikutnya diendapkannya

Formasi Batuan Sedimen di bagian timur laut Formasi Honje secara tidak selaras. Lalu, aliran

basalt tipis terendapkan di atas formasi ini.

2.2.5 Mineralisasi

Menurut draft geologi daerah PT. Cibaliung Sumberdaya (2005), tipe mineralisasi urat

kuarsa daerah ini yaitu low sulphidation epithermal adularia-sericite (Hayba, 1985; Bonham,

1986) atau epithermal quartz gold-silver vein (Corbett & Leach, 1998; Leach & Corleet, 200).

Sedangkan proses pembentukan bijih emas dan perak di Cikoneng - Cibitung terbentuk

oleh beberapa fase urat kuarsa low sulfidation adularia-sericite dalam sistem epitermal. Model

geologi yang terdiri dari dua tahapan mineralisasi utama antara lain sebagai berikut (Leach, 2002

& 2003):

1. Tahap prograde pengendapan vein

Tahap ini diinterpretasikan berhubungan dengan upwelling dan massa boiling larutan

mineralisasi, yang ditunjukkan dengan fluidized breccias, massive quartz-calscite, crustiform

banded quartz-adularia-bladed calcite dan colloform-crustiform banded quartz-adularia.

Tahap ini bukan periode pengendapan logam mulia.

2. Tahap retrograde yang banyak membawa mineralisasi.

Pada tahap ini dinterpretasikan bahwa logam mulia merupakan hasil dari sulfidasi yang

bercampur dengan larutan dari permukaan dan upwelling larutan mineralisasi. Tahap

retrograde ditunjukkan dengan adanya formasi dari clay-sulphide-quartz coloform-

drustiform bands, clay-sulphide-rich breccias, dan Mn-rich carbonate. Struktur yang

memotong dan hanging wall split diduga membentuk kondisi dilasional yang maksimal dan

percampuran larutan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Fisik Geologi dan Struktur Geologi Massa Batuan Secara Umum

Kondisi deskripsi litologi yang berada di daerah development Cibitung seperti

CBT_1121_RMU, dan CBT_1111_RMU adalah batuan porfiritik andesit dimana secara

megaskopis berwarna abu-abu gelap. Batuan ini memiliki struktur masif. Memiliki tekstur

sebagai berikut yaitu memiliki tingkat kristalisasi holokristalin, dengan granularitas porfiritik,

dan memiliki keseragaman butir inequigranular (butiran yang tidak seragam). Mineral utama

yang terkandung yakni mineral feldspar. Termasuk dalam plagioklas dengan massa dasar berupa

pirit, plagioklas, piroksen. Batuan ini memiliki kekuatan batuan yang telah di uji dengan UCS

yakni 29,48 MPa termasuk dalam kecil sampai sedang.

Sedangkan pada daerah crosscut Cibitung yang terletak di CBT_1027_XC 5 NTH OD 2,

CBT_1026_XC 5 STH merupakan urat kuarsa dimana secara umum terdiri dari kuarsa dengan

jenis stockwork veins, massive veins, crusiform veins, colloform veins.

Secara umum kondisi diskontinuitas yang berada di daerah development yakni berisi

kekar-kekar dengan kemenerusan 1-3 m (low persistence). Kekar-kekar tersebut terisi dengan

mineral kuarsa dengan tebal secara umum < 5 mm dengan kekerasan keras (hard filling). Kekar-

kekar ini membentuk baji dalam memotong massa batuan. Sedangkan kondisi diskontinuitas

yang berada di daerah crosscut yakni berisi kekar-kekar dengan kemenerusan 1-3 m dimana

termasuk (low persistence) dengan material pengisinya mineral kuarsa dengan tebal secara

umum > 5 mm dengan kekerasan keras (hard filling). Pada kekar di daerah crosscut juga

membentuk baji dalam memotong massa batuan.

Sedangkan secara umum kandungan air tanah di daerah development relatif kering,

sedangkan di crosscut relatif lembab. Hal ini merupakan indikator pada struktur terutama yang

berada dekat dengan kontak zona vein urat kuarsa. Dapat ditunjukan dengan kondisi lembab di

dinding-dinding kekar pada crosscut.

Secara umum alterasi massa batuan berupa alterasi propilitik atau klorit. Tingkat

pelapukan pada permukaan bidang diskontinuitas di development adalah relatif tidak terlapukan.

Sedangkan tingkat pelapukan pada permukaan bidang diskontinuitas di crosscut adalah relatif

terlapukan sedang. Hal ini dikarenakan kandungan air tanah yang cukup besar pada daerah

crosscut.

Struktur geologi yang terjadi dan mendominasi di daerah penelitian ini dipengaruhi oleh tiga struktur sesar utama yang memiliki arah barat laut - tenggara, utara barat laut-selatan tenggara, dan timur laut - barat daya Massa batuan ini mengalami struktur sesar normal lalu berkembang menjadi rekahan tarik yang memiliki arah relatif barat laut - tenggara. Rekahan utama ini terisi oleh mineral kuarsa.