Gangguan Reproduksi Pada Ternak
-
Upload
latifahannisaa-arfah -
Category
Documents
-
view
111 -
download
7
description
Transcript of Gangguan Reproduksi Pada Ternak
GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK
Faktor Penyebab Gangguan Reproduksi
Ada beberapa faktor penyebab gannguan reproduksi, yaitu faktor maternal, faktor fetal,
faktor hormonal, dan faktor nutrisi. Aspek induk yang dapat mengakibatkan gangguan
reproduksi diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu
rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak
memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan gangguan diantaranya defisiensi hormon
(ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta
kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama
kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar.
Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan
berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas
perejanan.
Gangguan Kelahiran
Ada banyak gangguan dan penyakit yang dapat menjangkiti induk sapi pada akhir masa
kebuntingan hingga proses melahirkan. Banyak kasus yang terjadi saat melahirkan (parturisi)
bersifat mendadak dan membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat pula, sehingga tidak
menimbulkan efek yang permanen yang akan mempengaruhi status reproduksi dan fertilitas pada
periode berikutnya.
Gangguan Menjelang Kelahiran
1.Prolaps Vagina/Rektal
Prolapsus dapat didefinisikan sebagai reposisi abnormal dari sebagian/seluruh organ
tubuh dari struktur anatominya (Powell, 2008), di mana organ tersebut normalnya secara
anatomis berada di dalam rongga tubuh kemudian keluar, menonjol/menggantung. Pada induk
sapi yang sedang bunting tua, umum ditemukan kasus prolaps vagina dan prolaps rectal.
Penyebab kasus ini dikarenakan adanya perubahan pada jaringan otot di sekitar saluran
peranakan bagian luar yang mengalami relaksasi pada saat induk sapi memasuki kebuntingan
trisemester ketiga (Cuneo, 2009). Selain itu, meningkatnya tekanan di dalam rongga perut seiring
perkembangan foetus (janin sapi) dapat mendorong bagian dalam vagina/rectum keluar rongga
tubuh. Pada banyak kasus, saluran kantung kemih tertutup oleh bagian vagina yang mengalami
prolaps sehingga sapi tidak dapat kencing. Kasus ini lebih banyak dijumpai pada induk sapi yang
berumur tua dan induk sapi yang baru pertama kali bunting (Bicknell, 2009). Sapi - sapi yang
digembalakan pada area yang banyak tanaman legume (kacang-kacangan) dan sapi yang
mengalami kegemukan, sapi bunting yang dipelihara dengan kontruksi lantai yang terlalu miring
memiliki resiko yang tinggi terhadap kasus prolaps.
Prinsip dasar penanganan kasus ini adalah mengembalikan organ yang mengalami
prolaps ke posisi normalnya. Tindakan penjahitan kadang dibutuhkan namun saat parturisi
jahitan tersebut harus dilepas. Untuk tindakan tersebut dapat menghubungi dokter hewan
terdekat.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat desain lantai
kandang yang tepat/tidak terlalu miring. Kontrol manajemen pakan sehingga sapi-sapi yang
bunting terutama pada trisemester ke tiga tidak mengalami kegemukan. Dan yang penting adalah
jangan memelihara sapi yang pernah mengalami kejadian prolaps vagina/rektal pada saat bunting
karena ada kecenderungan genetis berperan dalam kejadian kasus prolaps (Card, 2009).
2.Ketosis/Pregnancy Toxemia
Penyebab kasus ini biasanya karena sapi-sapi bunting tua (umur kebuntingan 2 bulan
terakhir) mengalami kekurangan pakan baik dalam kualitas maupun kuantitas. Sapi bunting tua
yang terlalu gemuk atau bunting kembar akan memiliki resiko yang lebih tinggi terkena ketosis.
3. Milk fever
Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang menimpa sapi betina menjelang
atau pada saat melahirkan atau sesudah melahirkan (72 jam setelah beranak). Penyakit ini paling
banyak menyerang sapi perah saat 72 jam setelah melahirkan. Penyebab penyakit adalah karena
kekurangan Ca (calsium) di dalam darah yang akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme
mineral, yang dapat berakibat kepada seluruh tubuh sapi. Atau menurut kamus milk fever adalah
semacam demam pada sapi perah yang ditimbulkan oleh congesti air susu di dalam ambing,
sehingga sekresinya tersendat.
Gangguan Saat Kelahiran
1. Distokia
Kasus distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang
masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, hewan
yang kurang bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada rahim. Distokia dapat disebabkan
oleh faktor induk dan faktor anak (fetus) Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia
diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek,
luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak
memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya defisiensi hormon
(ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta
kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama
kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar.
Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan
berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas
perejanan.
Terdapat tiga tahapan melahirkan sesuai yaitu pelebaran serviks(leher rahim) selama 2-6
jam, pengeluaran fetus 0.5-1 jam dan pengeluaran plasenta (selaput fetus) 4-5 jam. Apabila
proses kelahiran melebihi waktu 8 jam dari saat pertama kali seekor induk merejan untuk
melahirkan dapat dikatakan sapi mengalami distokia.
Gejala Distokia
Dua gejala distokia adalah perpanjangan periode kelahiran (di atas 8 jam) dan fetus
terbukti tidak berada pada orientasi yang tepat untuk kelahiran normal (3,5). Jika sapi tidak
dilahirkan pada waktu yang spesifik atau fetus malpresentasi, bantuan dokter hewan sangat
diperlukan. Malpresentasi diindikasikan oleh perpanjangan labor atau sapi tidak keluar dalam
waktu yang telah dijelaskan di atas. Beberapa malpresentasi dapat diatasi sendiri dengan
menolak sapi ke belakang dan dia akan berorientasi sendiri. Jika terdapat keraguan untuk
memperbaiki malpresentasi, pemanggilan dokter hewan sangat diperlukan
Pencegahan Distokia
Beberapa tindakan atau cara yang dapat dilakukan sebagai usaha pencegahan distokia
yaitu berikan pakan yang cukup pada sapi dara yang akan melahirkan selama 24 bulan sehingga
sapi-sapi berada dalam kondisi tubuh yang baik untuk melahirkan tetapi tidak overconditioned,
area kelahiran harus bersih, kering dan mempunyai ventilasi baik, obsevasi kelahiran secara
seksama, berikan waktu yang cukup pada sapi untuk menyiapkan kelahiran sendiri, lakukan
prosedur sanitasi yang ketat ketika pemeriksaan dilakukan, mengetahui limit waktu untuk
memanggil bantuan dokter hewan ketika kesulitan terjadi dan sebelum sapi menjadi lemah,
berikan perawatan neo-natal yang baik, dan seleksi induk untuk sapi dara dengan kelahiran yang
normal.
Faktor Penyebab Distokia
Sekitar 80 % seluruh sapi yang melahirkan fetus mati mempunyai anatomi reproduksi
yang normal. Kebanyakan dari sapi-sapi tersebut mati karena perlukaan yang dihasilkan dari
kesulitan atau hambatan melahirkan. Factor-faktor yang berkontribusi terhadap problem ini
digolongkan kedalam tiga kategori yaitu efek fetus, efek induk, dan posisi saat kelahiran.
Diagnosa dan Rancangan Penanganan
Sebagai hasil dari pemeriksaan klinis umum, Pemeriksaan onstetrik yang rinci, dan
beberapa informasi, dan beberapa informasi latar belakang yang berguna yang diberikan melalui
riwayat pasien, dokter hewan secara normal akan dapat mencapai diagnosa penyebab distokia
dan merumuskan rwncana untuk mengatasi kasus tersebut. Rencana seperti ini pada awalnya
bersifat sementara karena, jika usaha pertama pada penanganan tidak berhasil, penanganan
alternatif mungkin harus dilakukan dan harus selalu diingat.
Kesejahteraan pasien harus diutamakan sewaktu merencanakan dan melakukan
penanganan. Harap pemilik – kadang-kadang diekspresikan dengan cukup kuat harus
dipertimbngkan dengan hati-hati tetapi keputusan terakhir ada pada dokter hewan. Dalam
praktek pertimbngan ekonomis harus diperhitungkan untuk memastikan bahwa biaya
penanganan yang diajukan dapat dipenuhi dan realitis. Penanganan yang mungkin adalah:
• Penanganan konservatif: Dalam dokter hewan dapat mempertimbangkan bshwa
kasusnya belum memerlukan bantuan dan memutuskan untuk meberi pasien periode waktu
tertentu sebelum melakukan tindakan lebih lanjut.
• Penanganan manipulatif: Kelahiran vagina dengan bantuan setelah perbaikan sebagai
maldisposis fetus.
• Terapi obat untuk meningkatkan aktivitas miometrial: Penggunaan obat ekbolik
ksusus oksitosin. Terapi kalsium atau glikosa dapat dperlukan dalam kasus yang didugaterjadi
difisiensi.;
• Penanganan bedah: Pada operasi sesar uterus dibuka dengan pembedahan untuk
memungkinkan pengambilan anak melalui laparotomi. Pada kejadian kerusakan uterus yang
berat sewaktu pembedahan maka perlu dilakukan hisrektomi. Fetotomi (embriotomi) adalah
pemotongan oleh dokter hewan yang bekerja lewat vagina dari fetus menjadi bagian-bagian kecil
yang dapat dengan mudah dikeluarkan melalui saluran peranakan. Yang disayangkan, dan
untungnya sangat jarang, sang induk keadaaannya snagt rendah untuk dberikan penanganan
sehingga dperlikan euthanasia.
Metode Khusus Untuk Mengurangi Kejadian Distokia dan cacat yang ditimbulkan
Ini termasuk:
- Pengawasan rencana perkawinan
• Menyeleksi ras dari spesies yang akan dikawinkan yang mempunyai tingkat kejadian distokia
yang rendah sambil memepertahankan standar ras yang baik.
• Pastikan bahwa kesehatan induk baik dan secara fisik cukup besar dan kuat untuk
dikawinkan.
Pencapaian berat badan minimum sebelum perkawinan dapat membantu meyakinkan
bahwa hewan juga telah mencapai ukuran tubuh yang cukup untuk melahirkan tanpa kesulitan.
Pada sapi misalnya, sapi perah dara idealnya tidak dikawinkan sampai mencapai berat 400 kg.
ukuran pelvis juga dapat diukur secara eksternal dan internal. Area pelvis pada sapi idealnya
melebihi 200 cm2. Untuk mencapai ukuran pelvis ini, dianjurkan agar sapi dara baru boleh
dikawinkan hanya jika jarak antara tuberositas coxae lebih besar dari 40 cm. pengukuran pelvis
yang lebih rinci dapat digunakan untuk mengevaluasi diameter pelvis.
• Hindari sejauh mungkin mengawinkan hewan dengan riwayat distokia. Lakukan perawatan
khusus pada hewan tersebut apabila secra kebetulan ataupun dengan sengaja dikawinkan lagi.
- Pengawasan Kebuntingan
• Diagnosa kebuntingan secara akurat: agar tanggal kelahiran dapat diketahui. Variasi lama
kebuntingan pada kuda menyebabkan kesulitan dalam mamprediksi tanggal kelahiran yang
akurat.
• Mendiagnosa jumlah anak: pada beberapa spesies seperti domba, mendiagnosa jumlah anak
sangat membantu dalam mencegah toksemia kebuntingan, yang dapat menyebabkan kematian
fetus dan distokia. Manajemen nutrisi yang baik pada hewan dengan jumlah fetus yang banyak
tersebut akan membantu mengurangi resiko toksemia kebuntingan. Pengecekan kadar ß-
hidroksibutirat dalam plasma secara rutin pada ruminansia dapat memberikan tanda peringatan
awal terhadap terjadinya defisiesi energy selama kebuntingan. Pada kuda, diagnose awal
kebuntingan kembar yang tidak diinginkan memungkinkan segera diambilnya tindakan untuk
mengakhiri kebuntingan tersebut atau menghancurkan salah satu dari dua fetus tersebut.
• Pemeriksaan dan penanganan yang teliti dari adanya penyakit induk atau tanda-tanda
abnormal selama kebuntingan: kadang-kadang ditemukan adanya sedikit abnormalitas pada
foetus atau uterus selama pemeriksaan rutin diagnosa kebuntingan. Penemuan-penemuan ini
harus ditindak lanjuti dan pasien harus diperiksa ulang pada tahap selanjutnya. Penggunaan
Ultrasonografy sangat berguna pada kasus tersebut.
• Supervisi kebuntingan: untuk memastikan induk sebebas mungkin dari stress. Peringatan
awal dari masalah yang mungkin terjadi harus diperhatikan jika individu ataupun kelompok dari
hewan bunting dipercaya beresiko terhadap penyakit nutrisi atau stress lingkungan.
• Pengawasan fetus selama kebuntingan: pada kebidanan manusia hal ini dilakukan secara rutin
pada interval yang teratur selama kehamilan. Perhatian khusus diberikan pada fetus yang
berisiko. Hal ini sudah memungkinkan pada hewan dengan riwayat kematian fetus atau sewaktu
induk sakit yang dapat berpengaruh pada kesehatan fetus. Pemeriksaan fetus secara rutin saat ini
tidak dipraktekkan tanda-tanda luar dari kesehatan fetus – perbesaran abdominal yang normal,
gerakan fetus, dan tidak adanya tanda-tanda kelainan seperti kelainan leleran vagina. – dapat
dievaluasi tanpa memerlukan peralatan khusus. Pemeriksaan kesehatan fetus yang lebih
mendetail dimungkinkan. Khususnya dengan bantuan ultrasonografi. Dengan menggunakan
probe ultrasonografi (bisa secara eksternal atau rectal tergantung pada spesies) fetus dan cairan
yang mengelilinginya dapat dinilai secara detail.
• Pengawasan hormon pendukung kebuntingan: pengukuran secara teratur hormon progesteron
dalam plasma pada hewan dengan riwayat kebiasaan (habitual) abortus memberikan informasi
yang berguna berkenaan dengan keamanan kebuntingan mereka saat ini. Hal tersebut dapat
digunakan pada kuda dan anjing dengan riwayat abortus berulang yang bukan disebabkan oleh
infeksi. Hewan yang progesteron plasmanya jatuh dibawah kadar normal telah diberikan
suplementasi progesteron atau progestagen. Saat ini tidak ada bukti ilmiah bahwa suplementasi
tersebut efektif.
• Pemeriksaan rektal pada sapi: pemeriksaan yang penting dan sederhana pada sapi adalah
pemeriksaan rektal pada 10-14 hari sebelum kelahiran. Hal ini mungkin – meskipun kadang-
kadang sulit untuk memperkirakan ukuran anak dan presentasinya. Jika anak sapi diperkirakan
besar, induksi kelahiran dapat dipertimbangkan. Jika anak sapi pada presentasi posterior,
penanganan khusus perlu dilakukan saat kelahiran untuk memastikan kelahiran tidak
berkepanjangan.
• Menggunakan teknologi: kehidupan fetus kuda telah dipelajari secara mendetail melalui
penelitian dan beberapa teknik, termasuk evaluasi ultrasonografi dan memonitor
elektrokardiograf fetus telah terbukti sangat bermanfaat. Beberapa teknik dapat digunakan secara
rutin dalam praktek tetapi yang lain seperti amniosenteris, memerlukan fasilitas rumah sakit.
- Pengawasan proses kelahiran
• Pastikan bahwa failitas yang memadai tersedia untuk hewan yang akan melahirkan :
fasilitasnya hasur dapat memberikan ruang, perlndungan dan kenyamanan yang memadai untuk
pasien. Pasilitas sebaiknya juga memugkinkan observasi pasien oleh penjaganya, yang harus
mampu dapat memonito kemajuan tanpa menggangunya. Harus tersedia pasilitas yang dapat
denga mudh menangkap dan mengekang pasien untuk pemeriksaan obstetric lebih detail yang
hars dilakukan dengan ganggun seminimal mungkin terhadap pasien.
• Supervisi : tingkat supervisi ditingkatkan sewaktu mendekati waktu kelahiran. Pada
semuaspsies tanda-tanda eksternal mendekati kelahiran. Meskipun sudah didokmentasi dengan
baik, bervariari berdasarkan lamanya tahapan-tahapan kelahiran normal. Pada kuda, evaluasi
setiap hari terhadap berbagai kation dalam air susu(jika ada ada pada ambing) dapat digunakan
untuk dinilai kedewasan poetus dan prkiraan kelahiran
• Observasi proses kelahiran : sewaktu kelahiran berlangsung keajuannya harus dimonitoring
tanpa menanggung untuk meyakinkan bahwa keajuan yang baik sedang terjadi. Pemilik yang
belum berpengalman harus diberi pengertian tentang perembangan kelahiran normal dan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
• Pemerikaan Abnormalitas : adanya abnormalitas harus diperiksa dan bantuan pofesional
harus dicari tanpa ditunda. Campur tangan yang berebihan harus dihindari tetapi secara mum
lebih baik untuk memeriksa kasus lebih awal dari pada sewaktu sangat terlambat.
• Kelahiran perstama yang sedang berlangsung harus secara rutin dimonitoring untuk
memastikan semua proses berlangsung dengan baik pemilik yang kurang berpengalaman harus
diberi masukan mengenai proses normal dari kelahiran dan pariasi yang dapat terjadi.
• Manajemen kebuntingan yang diperpanjang : manajemen yang dperpanjang yan didiskusikan
secara detail pada bab ditokia pada berbagai spesies domestic. dalam beberapa keadaan mungkin
diperlukan menginduksi kelahiran untuk mencapai pada setiap spesies.
Gangguan Pasca Melahirkan
1. Retensio Secundinarum
Retensio secundinarum adalah plasenta yang tertahan dalam posisi semula, bila
pemisahan lapisan pemindahan ke lokasi lain lebih tepat. Atau tertahannya plasenta dalam rahim.
Infeksi uterus selama kebuntingan dapat menyebabkan retensio secundinae/retnsi plasenta.
Jasad-jasad renik seperti Brucella abortus. Tuberculosis, Campylobacter foetus dan berbagai
jamur menyebabkan placentitis dan kotiledonitis yang mengakibatkan abortus atau kelahiran
patologik dengan retansi plasenta. Dengan kata lain retansi plasenta adalah kegagalan pelepasan
villi kotiledon foetal dari kripta karunkula maternal. Sesudah foetus ke luar dan chorda
umbilicalis putus, tidak ada darah yang mengalir ke villi foetal dan villi tersebut berkerut dan
mengendur. Uterus terus berkontraksi dan sejumlah besar darah yang tadinya mengalir ke uterus
sangat berkurang. Karunkulae maternal mengecil karena suplai darah berkurang dan kripta pada
karunkulae berdilatasi.
Pada retensio secundinarum pemisahan dan villi foetalis dari kripta maternal terganggu
dan terjadi pertautan. Pada plasenta yang mudah dilepas, proses pelepasan disebabkan oleh
autolisa villi chorionik. Sesudah beberapa hari terdapat leukosit dan bakteria di dalam
placentoma. Oleh karena itu placentitis mudah terjadi. Retensio secundinae sebenarnya adalah
suatu proses kompleks yang meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh penciutan struktur-
struktur placenta maternal dan foetal, perubahan-perubahan degeneratif, dan kontraksi uterus
yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjopranto S.1995.ILMU KEMAJIRAN PADA TERNAK.Airlangga University
Press.Surabaya.
Jackson Peter GG.2007.OBSTETRI VETERINER.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Sayuti Arman.2008.Gangguan Reproduksi Pada Ternak.Syiah Kuala University Press.Banda
Aceh.
Anonimus.Distokia pada Sapi.http://id.wikipedia.org/wiki/Distokia_pada_sapi
Anonimus.Gangguan dan Penyakit terkait proses kelahiran pada
sapi.http://www.sinartani.com/ternak/gangguan-dan-penyakit-terkait-proses-kelahiran-
pada-sapi-potong-1267425870.htm