Gangguan Reproduksi Pada Ternak

14
GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK Faktor Penyebab Gangguan Reproduksi Ada beberapa faktor penyebab gannguan reproduksi, yaitu faktor maternal, faktor fetal, faktor hormonal, dan faktor nutrisi. Aspek induk yang dapat mengakibatkan gangguan reproduksi diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan gangguan diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan. Gangguan Kelahiran Ada banyak gangguan dan penyakit yang dapat menjangkiti induk sapi pada akhir masa kebuntingan hingga proses melahirkan. Banyak kasus yang terjadi saat melahirkan (parturisi) bersifat

description

Gangguan Reproduksi Pada Ternak

Transcript of Gangguan Reproduksi Pada Ternak

Page 1: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK

Faktor Penyebab Gangguan Reproduksi

Ada beberapa faktor penyebab gannguan reproduksi, yaitu faktor maternal, faktor fetal,

faktor hormonal, dan faktor nutrisi. Aspek induk yang dapat mengakibatkan gangguan

reproduksi diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu

rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak

memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan gangguan diantaranya defisiensi hormon

(ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta

kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama

kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar.

Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan

berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas

perejanan.

Gangguan Kelahiran

Ada banyak gangguan dan penyakit yang dapat menjangkiti induk sapi pada akhir masa

kebuntingan hingga proses melahirkan. Banyak kasus yang terjadi saat melahirkan (parturisi)

bersifat mendadak dan membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat pula, sehingga tidak

menimbulkan efek yang permanen yang akan mempengaruhi status reproduksi dan fertilitas pada

periode berikutnya.

Gangguan Menjelang Kelahiran

1.Prolaps Vagina/Rektal

Prolapsus dapat didefinisikan sebagai reposisi abnormal dari sebagian/seluruh organ

tubuh dari struktur anatominya (Powell, 2008), di mana organ tersebut normalnya secara

anatomis berada di dalam rongga tubuh kemudian keluar, menonjol/menggantung. Pada induk

sapi yang sedang bunting tua, umum ditemukan kasus prolaps vagina dan prolaps rectal.

Page 2: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

Penyebab kasus ini dikarenakan adanya perubahan pada jaringan otot di sekitar saluran

peranakan bagian luar yang mengalami relaksasi pada saat induk sapi memasuki kebuntingan

trisemester ketiga (Cuneo, 2009). Selain itu, meningkatnya tekanan di dalam rongga perut seiring

perkembangan foetus (janin sapi) dapat mendorong bagian dalam vagina/rectum keluar rongga

tubuh. Pada banyak kasus, saluran kantung kemih tertutup oleh bagian vagina yang mengalami

prolaps sehingga sapi tidak dapat kencing. Kasus ini lebih banyak dijumpai pada induk sapi yang

berumur tua dan induk sapi yang baru pertama kali bunting (Bicknell, 2009). Sapi - sapi yang

digembalakan pada area yang banyak tanaman legume (kacang-kacangan) dan sapi yang

mengalami kegemukan, sapi bunting yang dipelihara dengan kontruksi lantai yang terlalu miring

memiliki resiko yang tinggi terhadap kasus prolaps.

Prinsip dasar penanganan kasus ini adalah mengembalikan organ yang mengalami

prolaps ke posisi normalnya. Tindakan penjahitan kadang dibutuhkan namun saat parturisi

jahitan tersebut harus dilepas. Untuk tindakan tersebut dapat menghubungi dokter hewan

terdekat.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat desain lantai

kandang yang tepat/tidak terlalu miring. Kontrol manajemen pakan sehingga sapi-sapi yang

bunting terutama pada trisemester ke tiga tidak mengalami kegemukan. Dan yang penting adalah

jangan memelihara sapi yang pernah mengalami kejadian prolaps vagina/rektal pada saat bunting

karena ada kecenderungan genetis berperan dalam kejadian kasus prolaps (Card, 2009).

2.Ketosis/Pregnancy Toxemia

Penyebab kasus ini biasanya karena sapi-sapi bunting tua (umur kebuntingan 2 bulan

terakhir) mengalami kekurangan pakan baik dalam kualitas maupun kuantitas. Sapi bunting tua

yang terlalu gemuk atau bunting kembar akan memiliki resiko yang lebih tinggi terkena ketosis.

3. Milk fever

Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang menimpa sapi betina menjelang

atau pada saat melahirkan atau sesudah melahirkan (72 jam setelah beranak). Penyakit ini paling

banyak menyerang sapi perah saat 72 jam setelah melahirkan. Penyebab penyakit adalah karena

kekurangan Ca (calsium) di dalam darah yang akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme

mineral, yang dapat berakibat kepada seluruh tubuh sapi. Atau menurut kamus milk fever adalah

Page 3: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

semacam demam pada sapi perah yang ditimbulkan oleh congesti air susu di dalam ambing,

sehingga sekresinya tersendat.

Gangguan Saat Kelahiran

1. Distokia

Kasus distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang

masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, hewan

yang kurang bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada rahim. Distokia dapat disebabkan

oleh faktor induk dan faktor anak (fetus) Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia

diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek,

luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak

memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya defisiensi hormon

(ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta

kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama

kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar.

Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan

berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas

perejanan.

Terdapat tiga tahapan melahirkan sesuai yaitu pelebaran serviks(leher rahim) selama 2-6

jam, pengeluaran fetus 0.5-1 jam dan pengeluaran plasenta (selaput fetus) 4-5 jam. Apabila

proses kelahiran melebihi waktu 8 jam dari saat pertama kali seekor induk merejan untuk

melahirkan dapat dikatakan sapi mengalami distokia.

Gejala Distokia

Dua gejala distokia adalah perpanjangan periode kelahiran (di atas 8 jam) dan fetus

terbukti tidak berada pada orientasi yang tepat untuk kelahiran normal (3,5). Jika sapi tidak

dilahirkan pada waktu yang spesifik atau fetus malpresentasi, bantuan dokter hewan sangat

diperlukan. Malpresentasi diindikasikan oleh perpanjangan labor atau sapi tidak keluar dalam

waktu yang telah dijelaskan di atas. Beberapa malpresentasi dapat diatasi sendiri dengan

Page 4: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

menolak sapi ke belakang dan dia akan berorientasi sendiri. Jika terdapat keraguan untuk

memperbaiki malpresentasi, pemanggilan dokter hewan sangat diperlukan

Pencegahan Distokia

Beberapa tindakan atau cara yang dapat dilakukan sebagai usaha pencegahan distokia

yaitu berikan pakan yang cukup pada sapi dara yang akan melahirkan selama 24 bulan sehingga

sapi-sapi berada dalam kondisi tubuh yang baik untuk melahirkan tetapi tidak overconditioned,

area kelahiran harus bersih, kering dan mempunyai ventilasi baik, obsevasi kelahiran secara

seksama, berikan waktu yang cukup pada sapi untuk menyiapkan kelahiran sendiri, lakukan

prosedur sanitasi yang ketat ketika pemeriksaan dilakukan, mengetahui limit waktu untuk

memanggil bantuan dokter hewan ketika kesulitan terjadi dan sebelum sapi menjadi lemah,

berikan perawatan neo-natal yang baik, dan seleksi induk untuk sapi dara dengan kelahiran yang

normal.

Faktor Penyebab Distokia

Sekitar 80 % seluruh sapi yang melahirkan fetus mati mempunyai anatomi reproduksi

yang normal. Kebanyakan dari sapi-sapi tersebut mati karena perlukaan yang dihasilkan dari

kesulitan atau hambatan melahirkan. Factor-faktor yang berkontribusi terhadap problem ini

digolongkan kedalam tiga kategori yaitu efek fetus, efek induk, dan posisi saat kelahiran.

Diagnosa dan Rancangan Penanganan

Sebagai hasil dari pemeriksaan klinis umum, Pemeriksaan onstetrik yang rinci, dan

beberapa informasi, dan beberapa informasi latar belakang yang berguna yang diberikan melalui

riwayat pasien, dokter hewan secara normal akan dapat mencapai diagnosa penyebab distokia

dan merumuskan rwncana untuk mengatasi kasus tersebut. Rencana seperti ini pada awalnya

bersifat sementara karena, jika usaha pertama pada penanganan tidak berhasil, penanganan

alternatif mungkin harus dilakukan dan harus selalu diingat.

Kesejahteraan pasien harus diutamakan sewaktu merencanakan dan melakukan

penanganan. Harap pemilik – kadang-kadang diekspresikan dengan cukup kuat harus

dipertimbngkan dengan hati-hati tetapi keputusan terakhir ada pada dokter hewan. Dalam

Page 5: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

praktek pertimbngan ekonomis harus diperhitungkan untuk memastikan bahwa biaya

penanganan yang diajukan dapat dipenuhi dan realitis. Penanganan yang mungkin adalah:

•    Penanganan konservatif: Dalam dokter hewan dapat mempertimbangkan bshwa

kasusnya belum memerlukan bantuan dan memutuskan untuk meberi pasien periode waktu

tertentu sebelum melakukan tindakan lebih lanjut.

•    Penanganan manipulatif: Kelahiran vagina dengan bantuan setelah perbaikan sebagai

maldisposis fetus.

•    Terapi obat untuk meningkatkan aktivitas miometrial: Penggunaan obat ekbolik

ksusus oksitosin. Terapi kalsium atau glikosa dapat dperlukan dalam kasus yang didugaterjadi

difisiensi.;

•    Penanganan bedah: Pada operasi sesar uterus dibuka dengan pembedahan untuk

memungkinkan pengambilan anak melalui laparotomi. Pada kejadian kerusakan uterus yang

berat sewaktu pembedahan maka perlu dilakukan hisrektomi. Fetotomi (embriotomi) adalah

pemotongan oleh dokter hewan yang bekerja lewat vagina dari fetus menjadi bagian-bagian kecil

yang dapat dengan mudah dikeluarkan melalui saluran peranakan. Yang disayangkan, dan

untungnya sangat jarang, sang induk keadaaannya snagt rendah untuk dberikan penanganan

sehingga dperlikan euthanasia.

Metode Khusus Untuk Mengurangi Kejadian Distokia dan cacat yang ditimbulkan

Ini termasuk:

-    Pengawasan rencana perkawinan

•    Menyeleksi ras dari spesies yang akan dikawinkan yang mempunyai tingkat kejadian distokia

yang rendah sambil memepertahankan standar ras yang baik.

•    Pastikan bahwa kesehatan induk baik dan secara fisik cukup besar dan kuat untuk

dikawinkan.

Pencapaian berat badan minimum sebelum perkawinan dapat membantu meyakinkan

bahwa hewan juga telah mencapai ukuran tubuh yang cukup untuk melahirkan tanpa kesulitan.

Pada sapi misalnya, sapi perah dara idealnya tidak dikawinkan sampai mencapai berat 400 kg.

ukuran pelvis juga dapat diukur secara eksternal dan internal. Area pelvis pada sapi idealnya

melebihi 200 cm2. Untuk mencapai ukuran pelvis ini, dianjurkan agar sapi dara baru boleh

dikawinkan hanya jika jarak antara tuberositas coxae lebih besar dari 40 cm. pengukuran pelvis

yang lebih rinci dapat digunakan untuk mengevaluasi diameter pelvis.

Page 6: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

•    Hindari sejauh mungkin mengawinkan hewan dengan riwayat distokia. Lakukan perawatan

khusus pada hewan tersebut apabila secra kebetulan ataupun dengan sengaja dikawinkan lagi.

-    Pengawasan Kebuntingan

•    Diagnosa kebuntingan secara akurat: agar tanggal kelahiran dapat diketahui. Variasi lama

kebuntingan pada kuda menyebabkan kesulitan dalam mamprediksi tanggal kelahiran yang

akurat.

•    Mendiagnosa jumlah anak: pada beberapa spesies seperti domba, mendiagnosa jumlah anak

sangat membantu dalam mencegah toksemia kebuntingan, yang dapat menyebabkan kematian

fetus dan distokia. Manajemen nutrisi yang baik pada hewan dengan jumlah fetus yang banyak

tersebut akan membantu mengurangi resiko toksemia kebuntingan. Pengecekan kadar ß-

hidroksibutirat dalam plasma secara rutin pada ruminansia dapat memberikan tanda peringatan

awal terhadap terjadinya defisiesi energy selama kebuntingan. Pada kuda, diagnose awal

kebuntingan kembar yang tidak diinginkan memungkinkan segera diambilnya tindakan untuk

mengakhiri kebuntingan tersebut atau menghancurkan salah satu dari dua fetus tersebut.

•    Pemeriksaan dan penanganan yang teliti dari adanya penyakit induk atau tanda-tanda

abnormal selama kebuntingan: kadang-kadang ditemukan adanya sedikit abnormalitas pada

foetus atau uterus selama pemeriksaan rutin diagnosa kebuntingan. Penemuan-penemuan ini

harus ditindak lanjuti dan pasien harus diperiksa ulang pada tahap selanjutnya. Penggunaan

Ultrasonografy sangat berguna pada kasus tersebut.

•    Supervisi kebuntingan: untuk memastikan induk sebebas mungkin dari stress. Peringatan

awal dari masalah yang mungkin terjadi harus diperhatikan jika individu ataupun kelompok dari

hewan bunting dipercaya beresiko terhadap penyakit nutrisi atau stress lingkungan.

•    Pengawasan fetus selama kebuntingan: pada kebidanan manusia hal ini dilakukan secara rutin

pada interval yang teratur selama kehamilan. Perhatian khusus diberikan pada fetus yang

berisiko. Hal ini sudah memungkinkan pada hewan dengan riwayat kematian fetus atau sewaktu

induk sakit yang dapat berpengaruh pada kesehatan fetus. Pemeriksaan fetus secara rutin saat ini

tidak dipraktekkan tanda-tanda luar dari kesehatan fetus – perbesaran abdominal yang normal,

gerakan fetus, dan tidak adanya tanda-tanda kelainan seperti kelainan leleran vagina. – dapat

dievaluasi tanpa memerlukan peralatan khusus. Pemeriksaan kesehatan fetus yang lebih

mendetail dimungkinkan. Khususnya dengan bantuan ultrasonografi. Dengan menggunakan

Page 7: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

probe ultrasonografi (bisa secara eksternal atau rectal tergantung pada spesies) fetus dan cairan

yang mengelilinginya dapat dinilai secara detail.

•    Pengawasan hormon pendukung kebuntingan: pengukuran secara teratur hormon progesteron

dalam plasma pada hewan dengan riwayat kebiasaan (habitual) abortus memberikan informasi

yang berguna berkenaan dengan keamanan kebuntingan mereka saat ini. Hal tersebut dapat

digunakan pada kuda dan anjing dengan riwayat abortus berulang yang bukan disebabkan oleh

infeksi. Hewan yang progesteron plasmanya jatuh dibawah kadar normal telah diberikan

suplementasi progesteron atau progestagen. Saat ini tidak ada bukti ilmiah bahwa suplementasi

tersebut efektif.

•    Pemeriksaan rektal pada sapi: pemeriksaan yang penting dan sederhana pada sapi adalah

pemeriksaan rektal pada 10-14 hari sebelum kelahiran. Hal ini mungkin – meskipun kadang-

kadang sulit untuk memperkirakan ukuran anak dan presentasinya. Jika anak sapi diperkirakan

besar, induksi kelahiran dapat dipertimbangkan. Jika anak sapi pada presentasi posterior,

penanganan khusus perlu dilakukan saat kelahiran untuk memastikan kelahiran tidak

berkepanjangan.

•    Menggunakan teknologi: kehidupan fetus kuda telah dipelajari secara mendetail melalui

penelitian dan beberapa teknik, termasuk evaluasi ultrasonografi dan memonitor

elektrokardiograf fetus telah terbukti sangat bermanfaat. Beberapa teknik dapat digunakan secara

rutin dalam praktek tetapi yang lain seperti amniosenteris, memerlukan fasilitas rumah sakit.

-    Pengawasan proses kelahiran

•    Pastikan bahwa failitas yang memadai tersedia untuk hewan yang akan melahirkan :

fasilitasnya hasur dapat memberikan ruang, perlndungan dan kenyamanan yang memadai untuk

pasien. Pasilitas sebaiknya juga memugkinkan observasi pasien oleh penjaganya, yang harus

mampu dapat memonito kemajuan tanpa menggangunya. Harus tersedia pasilitas yang dapat

denga mudh menangkap dan mengekang pasien untuk pemeriksaan obstetric lebih detail yang

hars dilakukan dengan ganggun seminimal mungkin terhadap pasien.

•    Supervisi : tingkat supervisi ditingkatkan sewaktu mendekati waktu kelahiran. Pada

semuaspsies tanda-tanda eksternal mendekati kelahiran. Meskipun sudah didokmentasi dengan

baik, bervariari berdasarkan lamanya tahapan-tahapan kelahiran normal. Pada kuda, evaluasi

Page 8: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

setiap hari terhadap berbagai kation dalam air susu(jika ada ada pada ambing) dapat digunakan

untuk dinilai kedewasan poetus dan prkiraan kelahiran

•    Observasi proses kelahiran : sewaktu kelahiran berlangsung keajuannya harus dimonitoring

tanpa menanggung untuk meyakinkan bahwa keajuan yang baik sedang terjadi. Pemilik yang

belum berpengalman harus diberi pengertian tentang perembangan kelahiran normal  dan

kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.

•    Pemerikaan Abnormalitas : adanya abnormalitas harus diperiksa dan bantuan pofesional

harus dicari tanpa ditunda. Campur  tangan  yang berebihan  harus dihindari  tetapi secara mum

lebih baik untuk memeriksa kasus lebih awal dari pada sewaktu sangat terlambat.

•    Kelahiran perstama yang sedang berlangsung harus secara rutin dimonitoring untuk

memastikan semua proses berlangsung dengan baik pemilik yang kurang berpengalaman harus

diberi masukan mengenai proses normal dari kelahiran dan pariasi yang dapat terjadi.

•    Manajemen kebuntingan yang diperpanjang : manajemen yang dperpanjang yan didiskusikan

secara detail pada bab ditokia pada berbagai spesies domestic. dalam beberapa keadaan mungkin

diperlukan menginduksi kelahiran untuk mencapai  pada setiap spesies.

Gangguan Pasca Melahirkan

1. Retensio Secundinarum

 Retensio secundinarum adalah plasenta yang tertahan dalam posisi semula, bila

pemisahan lapisan pemindahan ke lokasi lain lebih tepat. Atau tertahannya plasenta dalam rahim.

Infeksi uterus selama kebuntingan dapat menyebabkan retensio secundinae/retnsi plasenta.

Jasad-jasad renik seperti Brucella abortus. Tuberculosis, Campylobacter foetus dan berbagai

jamur menyebabkan placentitis dan kotiledonitis yang mengakibatkan abortus atau kelahiran

patologik dengan retansi plasenta. Dengan kata lain retansi plasenta adalah kegagalan pelepasan

villi kotiledon foetal dari kripta karunkula maternal. Sesudah foetus ke luar dan chorda

umbilicalis putus, tidak ada darah yang mengalir ke villi foetal dan villi tersebut berkerut dan

mengendur. Uterus terus berkontraksi dan sejumlah besar darah yang tadinya mengalir ke uterus

sangat berkurang. Karunkulae maternal mengecil karena suplai darah berkurang dan kripta pada

karunkulae berdilatasi.

Pada retensio secundinarum pemisahan dan villi foetalis dari kripta maternal terganggu

dan terjadi pertautan. Pada plasenta yang mudah dilepas, proses pelepasan disebabkan oleh

Page 9: Gangguan Reproduksi Pada Ternak

autolisa villi chorionik. Sesudah beberapa hari terdapat leukosit dan bakteria di dalam

placentoma. Oleh karena itu placentitis mudah terjadi. Retensio secundinae sebenarnya adalah

suatu proses kompleks yang meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh penciutan struktur-

struktur placenta maternal dan foetal, perubahan-perubahan degeneratif, dan kontraksi uterus

yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjopranto S.1995.ILMU KEMAJIRAN PADA TERNAK.Airlangga University

Press.Surabaya.

Jackson Peter GG.2007.OBSTETRI VETERINER.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Sayuti Arman.2008.Gangguan Reproduksi Pada Ternak.Syiah Kuala University Press.Banda

Aceh.

Anonimus.Distokia pada Sapi.http://id.wikipedia.org/wiki/Distokia_pada_sapi

Anonimus.Gangguan dan Penyakit terkait proses kelahiran pada

sapi.http://www.sinartani.com/ternak/gangguan-dan-penyakit-terkait-proses-kelahiran-

pada-sapi-potong-1267425870.htm