GAMBARAN TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI...
Transcript of GAMBARAN TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI...
GAMBARAN TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
GEDUNG IGD RSUP FATMAWATI JAKARTA MARET 2015
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
LUDI MAULIANA SAFAAT
NIM: 108101000010
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
v
ABSTRAK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Juli 2015
Ludi Mauliana Safaat NIM: 108101000010
GAMBARAN TINGKAT KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
GEDUNG IGD RSUP FATMAWATI JAKARTA MARET 2015
xxi + 140 halaman, 32 tabel, 16 gambar
Kebakaran adalah salah satu bencana yang sering terjadi dan memberikan kerugian baik kerugian korban jiwa maupun kerugian materi, terutama bila kejadian kebakaran terjadi pada bangunan IGD suatu Rumah Sakit. Bencana kebakaran juga berpotensi timbul di bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta sehingga perlu diperiksa keandalan sistem proteksi kebakarannya dengan pedoman pemeriksaan keselamatan bangunan yang memeriksa keandalan 4 komponen yaitu kelengkapan tapak, sistem proteksi kebakaran aktif, sistem proteksi kebakaran pasif, dan saran penyelamatan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui observasi, telaah dokumen, dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kategori baik (84,7715%) dengan rincian: nilai kondisi kelangkapan tapak adalah 23,5625% dari nilai maksimal 25%; nilai kondisi sistem proteksi kebakaran aktif adalah 16,848% dari nilai maksimal 24 % (subkomponen springkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, dan pembuangan asap berkategori kurang); nilai kondisi sistem proteksi kebakaran pasif adalah 21,736% dari nilai maksimal 26%; dan nilai kondisi saran penyelamatan adalah 22,2625% dari nilai maksimal 25%. Nilai kondisi sistem proteksi kebakaran RSUP IGD Fatmawati Jakarta secara keseluruhan adalah 84,7715% dari nilai maksimal 100% hingga memiliki tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran berkategori baik.
Peneliti merekomendasikan pihak RSUP Fatmawati Jakarta untuk melengkapi subkomponen proteksi kebakaran yang tidak tersedia serta melakukan pemeriksaan, pemeliharaan, dan pengujian secara berkala terhadap subkomponen yang sudah tersedia di gedung IGD.
Kata kunci: Kebakaran, gedung IGD, Sistem Proteksi Kebakaran, Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
Daftar bacaan: 35 (2000 – 2014)
vi
ABSTRACT
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH MAJORING OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergarduate Thesis, July 2015
Ludi Mauliana Safaat NIM: 108101000010
DESCRIPTION OF LEVEL OF RELABITLITY OF FIRE PROTECTION
SYSTEM OF EMERGENCY SECTION BUILIDNG OF RSUP FATMAWATI
JAKARTA MARCH 2015
xxi + 140 page, 32 tables, 16 pictures
Fire is a disaster that happens frequently and causes loss either in human victim matter or material matter, especially if the fire hits emergency building of a hospital. Fire is also likely to hit at emergency section building of RSUP Fatmawati Jakarta that the level of reliablity of its fire protection system needs to be checked using guidelines of building fire safety that evaluate 4 components such as site completeness, active protecttion system, passive protection system, and rescue facilty.
This research used descriptive cuantitative method. The datas used in this research were primary data and scondary data which came from observation, document review, and interview
Research showed that the level of reliability of fire protection system of emergency building of RSUP Fatmawati Jakarta was in good category (84,7715%) with details as follows: condition score of site completness was 23,5625% of maximum score 25%; condition score of active protection system was 16,848% maximum score 24 % (subcomponent of springkler, overflow fire system, smoke control, and smoke exhasut were in poor category); condition score of passive protection system was 21,736% of maximum score 26%; and condition score of rescue facility was 22,2625% of maximum score 25%. Overall, condition score of fire protection system of emergency building of RSUP Fatmawati Jakarta was 84,7715% of maximum score 100% that the level of reliability of fire protection system was in good category.
Researcher recommended RSUP Fatmawati Jakarta to complement the unavailable subcomponents and also to periodically check, maintain, and test the available subcomponent at emergency building.
Keywords: Kebakaran, gedung IGD, Sistem Proteksi Kebakaran, Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
References: 35 (2000 – 2014)
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan ridha-Nya penulis dapat proposal skripsi dengan judul
“Gambaran Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung IGD
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta 2015”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir kuliah sekaligus sebagai
salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar S1 (Strata-1) di Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
baik dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah, Ibu, dan kedua adik yang tidak henti-hentinya memberikan semangat,
doa, dan dukungan hingga penulis mampu menyelesaikan jenjang pendidikan
strata satu.
2. Ibu Fajar Ariyanti, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat yang
terus mendorong penulis untuk segera menyelesaikan studinya.
3. Bapak Arif Sumantri selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
waktu, ilmu, dan siraman rohani selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardani selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu, ilmu, dan motivasi selama proses pembuatan skripsi ini.
5. Bapak Ali Sayhrul dan dr.Jati dari bagian HSE, serta Bapak Turiman dari
bagian IGD RSUP Fatmawati Jakarta RSUP Fatmawati Jakarta yang telah
banyak membantu penulis selama proses pembuatan skripsi di lapangan.
6. Seluruh pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat atas ilmu yang telah
diberikan
7. Seluruh rekan-rekan Kesmas 2008. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah
didapat akan membawa manfaat bagi kita semua.
viii
8. Rekan senasib seperjuangan setujuan: Nurmalita Sani, Nadya Hanifa, Dasyu
Irmayanti, Frita Nindya, Ahmad Chusanudin, serta mereka “yang berjuang
lolos dari lubang jarum”.
9. Teguh Priyanto dan Syukron Maulana, yang sama-sama berjuang mengejar
gelar sarjana.
10. Ahmad Chusanudin dan Muhammad Luqmanul Hakim. Terima kasih atas
tumpangannya.
11. Nur Najmi Laila (Kak Ami) yang telah membantu mengurus ini dan itu.
12. Seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung berperan
dalam selesainya skripsi ini
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu masukan, saran atau pun kritik yang konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan.
Semoga karya tulis ini memberikan manfaat bagi kepada penulis secara
khusus dan kepada seluruh pembaca secara umum
Jakarta, Juli 2015
Penulis
ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ludi Mauliana Safaat
Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 24 September 1991
Alamat : Jl.R.Suriadipati No.46 Rt 02/01, Poponcol Kidul,
Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang
Barat, Karawang 41311
Agama : Islam
Kewarganegaraan : WNI
Nomor HP : 08569934415
Email : [email protected] [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 – 2002 : SDN Nagasari IV Karawang
2002 – 2005 : SMP Negeri 1 Karawang
2005 – 2008 : SMU Negeri 1 Karawang
2008 – sekarang : S1 Peminatan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................................... iii
ABSTRAK.................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR............................................................................................. vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................. ix
DAFTAR ISI.............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xx
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah...................................................................................... 6
1.3.Pertanyaan Penelitian................................................................................. 6
1.4.Tujuan Penelitian....................................................................................... 6
1.4.1.Tujuan Umum............................................................................. 6
1.4.2.Tujuan Khusus............................................................................ 7
1.5.Manfaat Penelitian..................................................................................... 7
1.5.1.Manfaat Bagi Peneliti................................................................. 7
1.5.2.Manfaat Bagi Instistusi Program Studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.................... .......................... 8
xi
1.5.3.Manfaat Bagi Pengelola Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta......................................................................................... 8
1.6.Ruang Lingkup........................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 10
2.1.Kebakaran................................................................................................ 10
2.1.1.Teori Dasar Kebakaran............................................................. 11
2.1.2.Bahaya Kebakaran.................................................................... 13
2.2.Bangunan Gedung.................................................................................... 17
2.2.1.Definisi...................................................................................... 17
2.2.2.Klasifikasi Bangunan Gedung.................................................. 17
2.3.Bangunan Instalasi Gawat Darurat.......................................................... 22
2.4.Potensi Kebakaran Gedung Instalasi Gawat Darurat............................... 23
2.5.Kelengkapan Tapak................................................................................. 25
2.5.1.Sumber Air................................................................................ 25
2.5.2.Jalan Lingkungan...................................................................... 25
2.5.3.Hidran Halaman........................................................................ 26
2.5.4.Jarak Antar Bangunan Gedung................................................. 26
2.6.Sarana Proteksi Kebakaran Aktif............................................................. 27
2.6.1.Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran...................................... 27
2.6.2.Hidran Gedung.......................................................................... 28
2.6.3.Alat Pemadam Api Ringan (APAR)......................................... 28
2.6.4.Sprinkler.................................................................................... 29
xii
2.6.5.Siamese Connection.................................................................. 29
2.6.6.Sistem Pemadam Luapan.......................................................... 30
2.6.7.Pengendali Asap........................................................................ 30
2.6.8.Deteksi Asap............................................................................. 30
2.6.9.Pembuangan Asap..................................................................... 31
2.6.10.Lift Kebakaran........................................................................ 31
2.6.11.Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah........................................ 31
2.6.12.Listrik Darurat......................................................................... 31
2.6.13.Ruang Pengendali Operasi...................................................... 32
2.7.Sarana Proteksi Kebakaran Pasif............................................................. 32
2.8.Sarana Penyelamatan............................................................................... 33
2.9.Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran.................................................... 34
2.10.Kerangka Teori...................................................................................... 36
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH............................. 38
3.1.Kerangka Konsep..................................................................................... 38
3.2.Definisi Istilah.......................................................................................... 40
3.2.1.Kelengkapan Tapak.................................................................. 40
3.2.2.Sistem Proteksi Kebakaran Aktif.............................................. 42
3.2.3.Sistem Proteksi Kebakaran Pasif.............................................. 48
3.2.4.Sarana Penyelamatan................................................................ 49
3.2.5.Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran..................... 50
3.2.6.Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran........................ 51
xiii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 53
4.1.Jenis Penelitian......................................................................................... 53
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 53
4.3.Informan Penelitian.................................................................................. 53
4.4.Instrumen Penelitian................................................................................ 55
4.5.Pengumpulan Data................................................................................... 55
4.6.Teknik Pengumpulan Data....................................................................... 56
4.7.Pemeriksaan Keabsahan Data.................................................................. 58
4.6.Pengolahan dan Analisis Data................................................................. 60
4.7.Penyajian Data......................................................................................... 65
BAB V HASIL PENELITIAN................................................................................ 66
5.1.RSUP Fatmwati Jakarta........................................................................... 66
5.1.1.Visi, Misi, Tujuan, dan Moto RSUP Fatmawati
Jakarta ....................................................................................... 67
5.1.1.1.Visi RSUP Fatmawati Jakarta.................................... 67
5.1.1.2.Misi RSUP Fatmawati Jakarta................................... 67
5.1.1.3.Tujuan RSUP Fatmawati Jakarta.............................. .68
5.1.1.4.Moto RSUP Fatmawati Jakarta.................................. 69
5.2.Instalasi Gawat Darurat RSUP Fatmawati Jakarta.................................. 69
5.2.1.Struktur Organisasi IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................. 70
5.2.2.Uraian Jabatan Organisasi IGD RSUP Fatmawati
Jakarta....................................................................................... 70
xiv
5.3.Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta...................................................................................................... 73
5.3.1.Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta....................................................................................... 73
5.3.1.1.Sumber Air................................................................. 73
5.3.1.2.Jalan Lingkungan....................................................... 75
5.3.1.3.Jarak Antar Bangunan................................................ 76
5.3.1.4.Hidran Halaman......................................................... 78
5.3.1.5.Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak
Gedung IGDRSUP Fatmawati Jakarta ...................... 79
5.3.2.Sistem Proteksi Aktif Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta....................................................................................... 81
5.3.2.1.Deteksi dan Alarm..................................................... 81
5.3.2.2.Siamese Connection................................................... 83
5.3.2.3.Alat Pemadam Api Ringan (APAR).......................... 84
5.3.2.4.Hidran Gedung........................................................... 86
5.3.2.5.Sprinkler..................................................................... 88
5.3.2.6.Sistem Pemadam Luapan........................................... 89
5.3.2.7.Pengendali Asap......................................................... 89
5.3.2.8.Deteksi Asap.............................................................. 90
5.3.2.9.Pembuangan Asap...................................................... 92
5.3.2.10.Lift Kebakaran......................................................... 93
xv
5.3.2.11.Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah......................... 93
5.3.2.12.Listrik Darurat.......................................................... 95
5.3.2.13.Ruang Pengendali Operasi....................................... 96
5.3.2.14.Hasil Penilaian Komponen Sistem Proteksi
Kebakaran Aktif Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta...................................................... 97
5.3.3.Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta....................................................................................... 99
5.3.3.1.Ketahanan Api Struktur Bangunan............................ 99
5.3.3.2.Kompartemenisasi Ruangan.................................... 101
5.3.3.3.Perlindungan Bukaan............................................... 102
5.3.3.4.Hasil Penilaian Sistem Proteksi Pasif...................... 103
5.3.4.Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta..................................................................................... 105
5.3.4.1.Jalan Keluar............................................................. 105
5.3.4.2.Konstruksi Jalan Keluar........................................... 107
5.3.4.3.Landasan Helikopter................................................ 109
5.3.4.4.Hasil Penilaian Sarana Penyelamatan...................... 110
5.3.5.Penilaian Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................... 111
BAB VI PEMBAHASAN...................................................................................... 113
6.1.Keterbatasan Penelitian.......................................................................... 113
xvi
6.2.Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta............................................................... 115
6.3.Kondisi Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta.................................................................................. 117
6.4.Kondisi Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta........................................................................ 120
6.5.Kondisi Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta................................................................................... 128
6.6.Kondisi Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta................................................................................... 129
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 132
7.1.Simpulan................................................................................................ 132
7.2.Saran...................................................................................................... 132
7.2.1.Untuk Pihak RSUP Fatmawati Jakarta................................... 132
7.2.2.Untuk Penelitian Berikutnya................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. ........... 134
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.Toleransi Tubuh Manusia Terhadap Suhu................................................. 15
Tabel 2.2.Jarak Antar Bangunan Gedung.................................................................. 27
Tabel 2.3.Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran......................................... 36
Tabel 4.1.Informan Penelitian.................................................................................... 54
Tabel 4.2.Triangulasi Data......................................................................................... 59
Tabel 4.3.Bobot Komponen KSKB........................................................................... 62
Tabel 4.4.Bobot Subkomponen KSKB Kelengkapan Tapak..................................... 62
Tabel 4.5.Bobot Subkomponen KSKB Sarana Proteksi kebakaran Aktif................. 63
Tabel 4.6.Bobot Subkomponen KSKB Sistem Proteksi Kebakaran Pasif................. 63
Tabel 4.7.Bobot Subkomponen KSKB Sarana Penyelamatan................................... 64
Tabel 5.1.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Sumber Air
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 74
Tabel 5.2.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jalan Lingkungan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 75
Tabel 5.3.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jarak Antar Bangunan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta....................................................... 78
Tabel 5.4.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Halaman
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta....................................................... 79
Tabel 5.5.Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta....................................................... 80
Tabel 5.6.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Deteksi dan Alarm
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 82
Tabel 5.7. Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Siamese Connection
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................................... 84
xviii
Tabel 5.8. Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian APAR
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta..................................................... 85
Tabel 5.9. Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Gedung
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta..................................................... 87
Tabel 5.10.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Deteksi Asap
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta..................................................... 91
Tabel5.11.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Cahaya Darurat dan
Petunjuk Arah Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta............................ 94
Tabel 5.12.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Listrik Darurat
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................... 95
Tabel 5.13.Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Ruang Pengendali Operasi
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................... 96
Tabel 5.14.Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................... 98
Tabel 5.15.Hasil Pemenuhan Kriteria Ketahan Api Struktur Bangunan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 100
Tabel 5.16. Hasil Pemenuhan Kriteria Kompartemenisasi Ruangan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................................. 101
Tabel 5.17.Hasil Pemenuhan Kriteria Perlindungan Bukaan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 103
Tabel 5.18.Hasil Pemenuhan Kriteria Sistem Proteksi Pasif
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 104
Tabel 5.19.Hasil Pemenuhan Kriteria Jalan Keluar
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 106
Tabel 5.20.Hasil Pemenuhan Kriteria Konstruksi Jalan Keluar
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 108
xix
Tabel 5.21.Hasil Pemenuhan Kriteria Sarana Penyelamatan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta................................................... 111
Tabel 5.22.Tingkat Kendalan Sistem Proteksi Kebakaran
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015............................... 112
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Gambar Segitiga Api.............................................................................. 12
Gambar 2.2.Grafik Bahaya Akibat Bahaya Kebakaran Yang Disusun Oleh
USA National Institute of Standard and Technology (2001)................. 14
Gambar 2.3.Alur Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan
Bangunan Gedung Berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaan
Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Depertemen Pekerjaan
Umum Tahun 2005................................................................................. 37
Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi
Kebakaran Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Maret 2015.............................................................................................. 38
Gambar 5.1.Jalan Lingkungan IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................................. 76
Gambar 5.2.Jarak Antar Bangunan IGD RSUP Fatmawati Jakarta Dengan
Bangunan Terdekat................................................................................. 77
Gambar 5.3.Deteksi dan Alarm Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.................. 83
Gambar 5.4.APAR Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................... 86
Gambar 5.5.Hidran Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...................................... 88
Gambar 5.6.Deteksi Asap Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta........................... 92
Gambar 5.7.Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta................................................................................... 95
Gambar 5.8.Ruang Pengendali Operasi Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta...... 97
Gambar 5.9.Jalan Keluar Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta........................... 107
Gambar 5.10.Konstruksi Jalan Keluar Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta................................................................................. 109
xxi
Gambar 6.1 Atap Yang Terhubung dari Gedung IGD dengan
Gedung Terdekat................................................................................... 119
Gambar 6.2.Apar Tidak Tersedia............................................................................. 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
menyatakan bahwa setiap bangunan gedung yang didirikan haruslah memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan
gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan, sementara
persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan
bangunan gedung.
Undang-undang tersebut juga menjelaskan bahwa setiap bangunan gedung
haruslah memenuhi persyaratan keselamatan yang salah satunya meliputi
pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pencegahan dan penanggulangan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung ini dilakukan melalui proteksi aktif dan
atau proteksi pasif . Seperti Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, Perda DKI No 7 tahun 2010 tentang Bangunan Gedung juga
mensyaratkan hal dimana diperlukan adanya suatu manajemen penanggulangan
kebakaran pada bangunan gedung tertentu.
Provinsi DKI Jakarta dikenal dengan provinsi dengan angka kejadian
kebakaran yang sangat tinggi. Selama kurun waktu 10 tahun (2003-2013), angka
2
kejadian kebakaran terendah tercatat sebanyak 708 (tahun 2010) dan tertinggi pada
angka 1039 (tahun 2012). Perkiraan kerugian yang ditimbulkan akibat kejadian-
kejadian kebakaran tersebut berkisar dari Rp. 109.838.835.000 hingga tertinggi
mencapai Rp. 298.450.580.000. Sepanjang 2013 terjadi 997 kasus kebakaran di DKI
Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sebanyak 42
jiwa, dan jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa (Fatma Lestari
dalam Republika.com, 15 Januari 2014).
Perkembangan struktur bangunan yang semakin kompleks dan penggunaan
bangunan yang semakin beragam serta tuntutan keselamatan yang semakin tinggi,
membuat pihak pemilik atau pengembang bangunan harus mulai memikirkan Fire
Safety Management. Beberapa kejadian kebakaran pada bangunan tinggi baik
bangunan komersil maupun perkantoran mestinya menjadi pelajaran penting dalam
penyiapan Fire Safety Management (Yervi Hesna, dkk, 2009). Tidak terkecuali
dengan bangunan rumah sakit. Karena rumah sakit merupakan bentuk “bangunan”,
maka dalam ketentuan pembangunannya, rumah sakit harus mengikuti persyaratan
teknis yang tertuang dalam UU RI nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung,
termasuk memperhatikan faktor proteksi bangunan terhadap kebakaran.
Beberapa kejadian kebakaran yang menimpa bangunan gedung rumah sakit
diantaranya adalah kebakaran yang terjadi di RS di Jangseoung-gun, Korea Selatan,
Rabu, 28 Mei 2014. Setidaknya 20 pasien dan seorang suster dinyatakan meninggal
dalam kebakaran tersebut (Mulya Nurbilkis, Detiknews, 28 Mei 2014). Sementara
itu 37 orang tewas dalam sebuah insiden kebakaran di Rumah Sakit Jiwa Oksochi,
di Desa Luka, Rusia (Tempo.co, 24 September 2014). Di dalam negeri, insiden
3
kebakaran pernah menimpa Rumah Sakit Sari Asih yang terletak di pinggir pintu tol
Serang Timur, Banten. Meski tidak ada korban jiwa, kebakaran tersebut
menimbulkan kepanikan dan membuat puluhan pasien yang berada dalam kondisi
parah terpaksa diletakkan di teras rumah sakit (Heni Murniati Supaidi,
Indosiar.com, 29 Juli 2009). Untuk kasus kebakaran yang pernah RSUP Fatmawati
Jakarta, terjadi pada tahun 2002 dimana api membakar satu ruangan di gedung
instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu. Meski tidak menimbulkan korban, kebakaran
tersebut menyebabkan lima pasien yang ada di ruang operasi harus dievakuasi
(Suseno, Tempo News Room, 17 Oktober 2002).
Dari sekian bagian yang menyusun sebuah rumah sakit, bagian Instalasi
Gawat Darurat (IGD) adalah salah satunya. Pasal 10 Undang-undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa Ruang Gawat Darurat adalah
salah satu ruang yang disyaratkan harus ada pada bangunan rumah sakit, yang
merupakan ruang pelayanan khusus yang menyediakan pelayanan komprehensif dan
berkesinambungan selama 24 jam.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang
harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita
penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar. IGD adalah suatu
unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah
datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat
tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsi IGD sendiri
adalah untuk menerima, menstabilkan, dan mengatur pasien yang menunjukkan
gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak
4
gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien
dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam
membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah (Mukhlis, 2010).
Bagian instalasi gawat darurat dihuni oleh pasien gawat maupun tidak gawat
sehingga diperlukan banyak alat penunjang yang membantu proses pemulihan para
pasien dimana alat-alat penunjang tersebut adalah bertenaga listrik. Dari hal
tersebut, timbul potensi munculnya kebakaran akibat korsleting listrik. Ini bisa
dibuktikan dari kasus berikut ini.
Kamis, 1 November 2012, gedung IGD Rumah Sakit Umum Persahabatan
Jakarta Timur mengalami kejadian kebakaran. Menurut Kepala Seksi Operasi Sudin
PKPB Jakarta Timur, Idris DN, kebakaran berawal dari penyalahgunaan panel
listrik di sebuah coran atau dak di atas lantai tiga (suarapembaruan.com, 2
November 2012).
Selain itu, kejadian kebakaran juga berpotensi timbul bersumber dari bahan-
bahan mudah meledak/terbakar seperti tabung oksigen atau bahan-bahan kimia
dalam laboratorium. Hal-hal tersebut menjadikan IGD menjadi bagian yang
berpotensi besar dilanda peristiwa kebakaran.
Potensi korban jiwa akibat kebakaran menjadi tinggi mengingat banyaknya
pasien tidak berdaya (tidak bisa mengevakuasi diri sendiri) yang menempati IGD.
Meski tidak meninggal karena panas api ataupun asap, pasien IGD masih terancam
kehilangan nyawa karena panik akibat peristiwa kebakaran. Oleh karenanya, sebuah
gedung semacam IGD perlu memiliki sistem proteksi kebakaran yang andal hingga
5
dapat menekan potensi terjadinya kebakaran atau menekan api supaya tidak
membesar.
Studi pendahuluan telah dilakukan untuk mengetahui gambaran sekilas
mengenai tingkat keandalan yang dimiliki oleh gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta menunjukkan bahwa sistem proteksi kebakaran yang dimiliki hanya mampu
memenuhi kategori “C” alias CUKUP (Nilai keandalan yang diperoleh adalah
78,024). Sistem proteksi kebakaran berkategori C dianggap belum memadai untuk
bangunan seperti IGD, mengingat gedung yang harus diproteksi adalah bagian yang
dengan risiko kebakaran tinggi dan sangat berpotensi menimbulkan banyak korban
jiwa jika kebakaran terjadi. Hal ini sejalan dengan Kementrian Kesehatan (2012)
yang menekankan bahwa keamanan dan keselamatan sebuah ruang gawat darurat
perlu didukung oleh bangunan dan prasarana yang memenuhi persyaratan teknis.
Akan tetapi, hasil studi tersebut belum merupakan hasil akhir sehingga perlu
dilakukan penelitian menyeluruh untuk mengetahui nilai aktual dari keandalan
sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis berniat untuk meneliti lebih jauh
mengenai sistem proteksi kebakaran yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati
dan mengetahui nilai keandalannya. Dengan mengetahui nilai keandalan sistem
proteksi kebakaran, maka bisa diperoleh pula kekurangan atau kelemahan sistem
proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati hingga kemudian menghasilkan
rekomendasi untuk penyempurnaan sistem di masa depan.
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan awal, tingkat keandalan sistem proteksi
kebakaran yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati tidak mampu mencapai
kategori ideal dari sebuah sistem proteksi kebakaran bangunan gedung. Masih ada
bagian-bagian dari sistem proteksi kebakaran yang kurang atau belum terpenuhi.
Misalnya, ada satu pintu “exit” yang tertutup dan terhalang ranjang pasien. Selain
itu jarak gedung IGD dengan gedung disebelahnya tidak memenuhi standar dan
terdapat material yang menghubungkan kedua gedung tersebut hingga berpotensi
menimbulkan rambatan api.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran yang dimiliki oleh
gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta?
1.4. Tujuan Penelitian
Bagian berikut akan menjabarkan mengenai tujuan yang coba diperoleh dalam
penelitian ini. Tujuan penelitian dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran di bangunan
gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta.
7
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran tingkat kelengkapan tapak sistem proteksi aktif
kebakaran yang dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta
2. Diketahuinya gambaran tingkat sistem proteksi aktif kebakaran yang
dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta
3. Diketahuinya gambaran tingkat sistem proteksi pasif kebakaran yang
dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
4. Diketahuinya gambaran tingkat sarana penyelamatan kebakaran yang
dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
1.5. Manfaat Penelitian
Bagian berikut akan menjabarkan mengenai manfaat yang dapat diperoleh
melalui pemanfaatan hasil dari penelitian ini. Manfaat penelitian dibagi menjadi
tiga, yaitu manfaat bagi peneliti, manfaat bagi institusi Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan manfaat bagi pengelola bangunan
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.
1.5.1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pengalaman yang
berharga, menambah wawasan serta kemampuan untuk mengaplikasikan
ilmu tentang keselamatan kerja terutama dalam kaitan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
8
1.5.2. Bagi Institusi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi
civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam mempelajari kesehatan dan keselamatan kerja khusunhya
mengenai pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
1.5.3. Bagi Pengelola Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan bahan
rekomendasi bagi pengelola bangunan gedung untuk memperbaiki sistem
proteksi kebakaran yang dimiliki.
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini akan dilaksanakan di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Jakarta Selatan. Objek dari peneleitian ini adalah sistem proteksi kebakaran yang
meliputi kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, hingga
sarana penyelamatan kebakaran yang dimiliki.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pemeriksaan
dokumen. Observasi dilakukan untuk melihat komponen-komponen apa saja dari
sistem proteksi kebakaran yang dimiliki dan apakah sudah memenuhi ketentuan
yang ada. Wawancara dengan informan diperlukan untuk memperoleh data primer
serta mencari data yang tidak bisa diperoleh dengan observasi. Telaah dokumen
9
dilakukan unuk memperoleh data dari pihak pengelola bangunan gedung terutama
data yang berkaitan dengan sistem proteksi kebakaran.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif untuk
menggambarkan informasi mengenai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran
yang dimiliki oleh bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori kebakaran, teosi dasar bangunan
gedung, ruang instalasi gawat darurat, potensi kebakaran dalam bangunan instalasi
gawat darurat, sistem proteksi kebakaran aktif, sistem proteksi kebakaran pasif, sarana
penyelamatan, kelengkapan tapak, hingga pembahasan tingkat keandalan sistem proteksi
kebakaran suatu gedung.
2.1. Kebakaran
Berbicara soal kebakaran tentu tidak akan lepas kaitannya dengan api. Secara
sederhana, Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan api sebagai panas dan
cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar.
Api sendiri merupakan penemuan paling awal dan sebuah bagian esensial dari
kehidupan manusia di bumi. Namun tetap saja api adalah hal berbahaya dan dapat
menghanguskan segalanya saat api tidak terkendali. Api dapat menyebarkan
kerusakan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan dan api adalah salah satu
sumber bahaya yang sangat ditakuti dalam peradaban modern. (Sarraz, dkk, 2012)
NFPA mendefinisikan kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana
bertemunya tiga buah unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen di udara, dan
panas yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian
manusia. Sementara itu, Furness dan Muckett (2007) mendiefinisikan kebakaran
sebagai sebuah reaksi kimia atau rangkaian reaksi yang meliputi proses oksidasi,
11
pengeluaran panas, cahaya, dan asap. Terdapat dua jenis kebakaran, yaitu
conflagration (kebakaran yang terjadi dimana api muncul relatif perlahan) dan
detonation (kebakaran yang terjadi dimana api muncul dengan segera).
2.1.1. Teori Dasar Kebakaran
Terdapat dua teori populer mengenai api di dunia ini, yaitu teori
segitiga api (triangle of fire) dan teori tetrahedron. Teori segitiga api
mengatakan bahwa munculnya api merupakan hasil dari interaksi tiga
elemen, yaitu panas, oksigen, dan bahan bakar. Sumber panas diperlukan
untuk mencapai suhu penyalaan sehingga dapat mendukung terjadinya
kebakaran. Adapun sumber panas diantaranya adalah panas matahari,
permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, rekasi kimia eksotermis,
energi listrik, percikan api listrik, api las/potong, gas yang dikompresi, dan
lainnya.
Oksigen adalah satu-satunya senyawa gas yang sangat mendukung
kelangsungan hidup manusia. Di udara bebas, oksigen memiliki volume
sebesar 21% diantara gas-gas lain yang ada di atmosfir dan setidaknya
dibutuhkan sekitar 15% volume oksigen dalam udara agar terjadi
pembakaran.
Elemen terakhir dari teori segitiga api ini adalah bahan bakar. Bahan
bakar adalah semua benda yang dapat mendukung terjadinya api/kebakaran.
Ada tiga wujud bahan bakar, yakni padat, cair, dan gas. Untuk benda padat
dan cair dibutuhkan panas pendahuluan untuk mengubah seluruh atau
12
sebagian darinya ke bnetuk gas agar dapat mendukung terjadinya
pembakaran.
Interaksi antar ketiga elemen diatas sangat penting untuk terciptanya
suatu api, karena kebakaran tidak akan menyala apabila:
1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam
jumlah yang cukup
2. Tidak ada sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup
3. Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api (Suprani, 2009)
Sementara itu dalam teori tetrahedron disebutkan bahwa terjadinya
suatu reaksi pembakaran merupakan hasil tidak hanya dari tiga unsur yang
sudah disebutkan di atas, tetapi ada satu elemen tambahan yaitu reaksi
berrantai pada pembakaran (uninhibited chemical chain reaction). Muhaimin
(2004) mengungkapkan teori Tetrahedron of Fire didasarkan pada asumsi
bahwa dalam sebuah pembakaran yang normal, reaksi kimia yang
Gambar 2.1 Gambar Segitiga Api
13
berlangsung akan menghasilkan beberapa zat, yaitu CO, CO2, SO2, asap, dan
gas. Hasil lain dari reaksi ini adalah berupa radikal-radikal bebas dari atom
oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil. Bila ada dua hidroksil, akan
berreaksi menjadi H2O dan radikal bebas O (reaksi 2O H2O + O radikal).
O radikal selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses
pembakaran, sehingga disebut sebagai reaksi pembakaran berrantai (Chain
Reaction of Combustion). Dari reaksi kimia selama proses pembakaran
berlangsung, memberikan kepercayaan pada hipotesa baru dari prinsip
segitiga api terbentuk bidang empat api, dimana elemen keempat bertindak
sebagai sisi dasar yaitu reaksi pembakaran.
Terjadinya sebuah bencana kebakaran merupakan efek dari tidak
ketidakmampuan mengendalikan api. Dengan diketahuinya penyebab
kemunculan api berdasarkan dua teori yang telah disebutkan, maka manusia
bisa berusaha untuk mencegah api membesar dengan menghilangkan satu
atau lebih elemn-elemen pencetus api yang sudah dijabarkan di atas.
2.1.2. Bahaya Kebakaran
Kebakaran adalah suatu perisitiwa yang sudah barang tentu
menimbulkan bahaya dan juga kerugian. Karena api tidak pandang bulu
dalam membakar setiap materi yang ada disekitarnya, maka bahaya dari
kebakaran dapat menimbulkan dampak pada dua hal, yaitu harta benda dan
fisik manusia. Singkatnya, sebuah kejadian kebakaran menimbulkan output
14
berupa kerusakan harta benda dan dampak pada manusia baik itu luka,
kehilangan nyawa, atau pun trauma psikologis.
Bahaya keselamatan jiwa manusia pada peristiwa kebakaran dapat
diklasifikasikan menjadi bahaya langsung (tersengat temperatur tinggi dan
keracunan asap) serta bahaya tidak langsung (terluka, terjatuh, terserang
sakit, shock/serangan psikologis).
Sebuah grafik skematik yang pernah dipublikasikan oleh USA
National Institute of Satndard and Technology (2001) mengungkapkan
tentang akibat yang ditimbulkan setelah peristiwa kebakaran terjadi.
Penyebab korban jiwa terbesar pada peristiwa kebakaran adalah asap
yang meracuni pernafasan. Jumlahnya menempati urutan pertama, yaitu
Gambar 2.2 Grafik Bahaya Akibat Kebakaran Yang Disusun oleh USA
National Institute of Standard and Technology (2001)
15
sebesar 74% dari korban, sementara yang diakibatkan sengatan panas
sebesar 18%, serta korban jiwa karena penyebab lain sebesar 8% dari total
korban. Asap yang timbul sebagai hasil reaksi pembakaran mengakibatkan
bahay ganda. Selain meracuni pernafasan, asap juga menghalangi pandangan
dan orientasi orang yang akan menyelamatkan diri. Penelitian lain
mengungapkan bahwa serangan psikologis akbiat bencana kebakaran
membuat orang panik yang akan menghilangkan pikiran logisnya, selain
pada pernafasan yang berlebih yang akan semakin mempercepat proses
keracunan. Sementara itu untuk bahaya panas, manusia mempunyai tingkat
toleransi yang sayangnya terbatas. Tingkat pengkondisian termal yang dapat
ditolerir oleh manusia hanya mencapai temperatur ± 65oC, itu pun dengan
persyaratan kelembapan tertentu serta aktifitas yang dilakukan. (Rahman,
2004).
SUHU (OC) DAMPAK PADA MANUSIA 10-35 Kondisi Nyaman Termal
65 Suhu Masih Dapat Ditolerir Tergantung Kelembapan dan Aktifitas
105 Suhu Panas tidak Dapat Ditolerir Dalam Waktu 23 Menit 120 Suhu Panas tidak Dapat Ditolerir Dalam Waktu 15 Menit 140 Suhu Panas tidak Dapat Ditolerir Dalam Waktu 5 menit
180 Kerusakan Fatal dan Kekeringan dalam waktu 30 detik
Sumber: Rahman, 2004
Tabel 2.1
Toleransi Tubuh Manusia Terhadap Suhu
16
Perda DKI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran mengelompokkan bahaya kebakaran menjadi
enam bagian, yakni:
1. Bahaya ringan, yaitu ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai
nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran melepaskan
panas rendah, maka penjalaran api lambat.
2. Bahaya sedang I, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai
dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan mudah terbakar
dengan tinggi tidak lebih dari dua setengah meter dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.
3. Bahaya sedang II, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai
dan kemudahan terbakar rendah, penimbunan bahan mudah terbakar
dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter, dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api sedang.
4. Bahaya sedang III, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai
nilai dan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan panas agak
tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran.
5. Bahaya berat I, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai
dan kemudahan terbakar tinggi, menimbulkan panas tinggi serta
penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran.
6. Bahaya berat II, ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai
dan kemudahan terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas sangat
tinggi serta penjalaran api sangat cepat apabila terjadi kebakaran.
17
2.2. Bangunan Gedung
Bagian ini akan menjelaskan hal-hal terkait bangunan gedung yaitu defiinsi
bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung.
2.2.1. Definisi Bangunan Gedung
KepmenPU No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan
Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
menyatakan bahwa bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang
diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, atau
pun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Serupa
dengan pengertian dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tersebut,
Undang-undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung juga
mengungkapkan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
berfungsi sebagai tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha,
kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2.2.2. Klasifikasi Bangunan Gedung
Berdasarkan fungsi yang digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, atau
perubahan yang diperlukan pada bangunan gedung, PermenPU Nomor 29 Tahun
18
2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung mengelompokkan
bangunan gedung menjadi seperti berikut:
1. Klas 1: Bangunan gedung hunian biasa, adalah satu atau lebih bangunan gedung
yang merupakan:
a. Klas 1a: bangunan gedung hunian tunggal yang berupa:
i. satu rumah tunggal; atau
ii. satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk
rumah deret, rumah taman, villa; atau
b. Klas 1b: rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan
luas total lantai kurang dari 300 m2
dan tidak ditinggali lebih dari 12
orang secara tetap, dan tidak terletak di atas atau dibawah bangunan
hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.
2. Klas 2: Bangunan gedung hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
3. Klas 3: Bangunan gedung hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum
digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang
tidak berhubungan, termasuk:
a. rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau
b. bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
c. bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
d. panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau
19
e. bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.
4. Klas 4: Bangunan gedung hunian campuran, adalah tempat tinggal yang berada
didalam suatu bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat tinggal
yang ada dalam bangunan tersebut.
5. Klas 5: Bangunan gedung kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan
untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha
komersial, diluar bangunan kelas 6, 7, 8, atau 9.
6. Klas 6: Bangunan gedung perdagangan, adalah bangunan gedung toko atau
bangunan gedung lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang
secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk:
a. ruang makan, kafe, restoran; atau
b. ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel
atau motel; atau
c. tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
d. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau reparasi.
7. Klas 7: Bangunan gedung penyimpanan/gudang, adalah bangunan gedung yang
dipergunakan penyimpanan, termasuk:
a. tempat parkir umum; atau
b. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci
gudang.
20
8. Klas 8: Bangunan gedung laboratorium, industri, pabrik, dan/atau bengkel mobil,
adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk
tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan,
pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka
perdagangan atau penjualan.
9. Klas 9: Bangunan gedung umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan
untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:
a. Klas 9a: bangunan gedung perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian
dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium;
b. Klas 9b: bangunan gedung pertemuan, termasuk bengkel kerja,
laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall,
bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak
termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain.
10.Klas 10: Adalah bangunan gedung atau struktur yang merupakan
sarana/prasarana bangunan gedung yang dibangun secara terpisah, seperti:
a. Klas 10a: bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi pribadi,
garasi umum, atau sejenisnya;
b. Klas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga
atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
11. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus, adalah bangunan
gedung atau bagian dari bangunan gedung yang tidak termasuk dalam klasifikasi
bangunan 1 s.d. 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis ini dimaksudkan dengan
klasifikasi yang mendekati sesuai peruntukannya.
21
12. Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil, adalah bagian bangunan
gedung yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan
gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya, dianggap memiliki klasifikasi
yang sama dengan bangunan utamanya.
13. Klasifikasi jamak, adalah bangunan gedung yang beberapa bagian dari
bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan:
a. bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10%
dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium,
klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya;
b. Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
c. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang boiler atau
sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang
tersebut terletak.
Sementara itu, dalam kaitan tingkat ketahanan struktur utama terhadap
api, KepmenPu No.02/KPTS/1985 mengklasifikasikan bangunan gedung
menjadi 4 kelas, yakni:
1. Kelas A: Bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya
harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 3 jam, yaitu meliputi
bangunan-bangunan seperti hotel, pertokoan dan pasar raya,
perkantora, rumah sakit dan perawatan, bangunan industri, tempat
hiburan, museum, bangunan dengan penggunaan ganda/campuran.
2. Kelas B: Bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya
harus tahan api sekurang-kurangnya dua jam, yaitu meliputi
22
bangunan-bangunan seperti perumahan bertingkat, asrama,
sekolah, dan tempat ibadah.
3. Kelas C: Bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya
harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya setengah jam,
meliputi bangunan gedung yang tidak bertingkat dan sederhana.
4. Kelas D: Bangunan-bangunan yang tidak tercakup ke dalam kelas
A, B, C tidak diatur dalam pertauran ini, tetapi diatur secara
khusu, misalnya: instalasi nuklir, bangunan-bangunan yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan yang mudah
meledak.
2.3. Bangunan Instalasi Gawat Darurat
Pasal 10 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyebutkan bahwa ruang gawat darurat adalah salah satu ruang yang disyaratkan
harus ada pada bangunan rumah sakit, yang merupakan Ruang pelayanan khusus
yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24
jam.
Instalasi gawat darurat sebagai salah satu pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan yang berkesinambungan dalam perawatan dan pelayanan yang mencakup
pelayanan pra rumah sakit dan rumah sakit. Pelayanan pra rumah sakit atau
pelayanan sebelum pasien masuk ke rumah sakit, yaitu tindakan yang mencakup
dukungan, instruksi, perawatan serta tindakan yang di berikan kepada pasien sampai
pasien diserahkan ke rumah sakit. Pelayanan rumah sakit yaitu semua aspek
23
perawatan dan tindakan yang diberikan oleh petugas gawat darurat termasuk
pemindahan pasien (dirujuk, dirawat inap, atau dipulangkan), tanggapan dan
tindakan atas bencana massal serta keadaan darurat dalam masyarakat lainnya
seperti bencana alam dan mempersiapkan dukungan medik untuk pelayanan gawat
darurat terpadu (Munijaya dalam Rahayuningsih dan Winarno, 2005).
Sebuah ruang IGD mesti memenuhi kebutuhan ruang, fungsi, dan fasilitasnya.
Kebutuhan-kebutuhan ini terbagi atas:
1. Ruang Penerimaan, terbagi atas ruang tunggu keluarga, ruang
administrasi, ruang triase, ruang penyimpanan strecher/brankar, ruang
dekontaminasi (untuk RS di daerah industri), area yang dapat digunakan
untuk penanganan korban bencana massal
2. Ruang Tindakan, terbagi atas ruang resusitasi, ruang tindakan bedah,
ruang tindakan non bedah, ruang tindakan anak, ruang tindakan
kebidanan, ruang observasi, ruang pos perawat,
3. Ruang Penunjang Medis, terbagi atas ruang farmasi, ruang penyimpanan
linen, ruang alat medis, ruang radiologi cito, laboratorium standar, ruang
petugas/staff, gudang kotor, toilet petugas, ruang sterilisasi, ruang loker
(Kemenkes, 2012)
2.4. Potensi Kebakaran Gedung Instalasi Gawat Darurat
Keadaan darurat dapat disebabkan oleh faktor internal maupuan eksternal.
Keadaan darurat yang disebabkan oleh faktor internal adalah kejadian yang
diakibatkan langsung karena proses yang terjadi dalam operasi suatu kegiatan
24
perusahaan. Faktor-faktor internal meliputi faktor manusia,peralatan,material,
prosedur kerja, hingga kondisi lingkungan kerja. Sementara itu, keadaan darurat
yang diakibatkan oleh faktor ekstenal adalah kejadian darurat yang timbul dalam
operasi perusahaan sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari faktor luar
proses perusahaan. Faktor eksternal ini diantaranya adalah bencana alam, huru hara,
sabotase, kondisi politik, ekonomi dan lainnya (Bambang, 2010).
Sama seperti bangunan-bangunan lain, bangunan gedung IGD pun memiliki
potensi untuk timbulnya sebuah kejadian darurat berupa insiden kebakaran
kebakaran. Adapun hal-hal yang bisa memicu terjadinya kebakaran pada sebuah
gedung IGD diantaranya:
- Arus pendek listrik
Korsleting atau arus pendek listrik bisa timbul dari aliran listrik yang
digunakan untuk penerangan gedung, komputer, serta alat-alat penunjang
yang digunakan untuk tindakan-tindakan yang diberikan pada pasien IGD.
- Bahan-bahan kimia
IGD dilengkapi dengan bagian farmasi dan laboratorium yang menyimpan
banyak bahan-bahan kimia yang berpotensi menimbulkan api bila terjadi
kesalahan dalam penanganan bahan-bahan tersebut
- Ledakan
Potensi ledakan dalam ruang IGD bisa bersumber dari hal-hal seperti tabung
oksigen, peralatan-peralatan bertenaga listrik, maupun bahan-bahan kimia.
- Sabotase, huru-hara, kerusuhan, terorisme
- Rembetan api dari gedung disekitarnya yang tertimpa benacana kebakaran
25
2.5. Kelengkapan Tapak
Kelengkapan tapak didefinisikan sebagai kelengkapan mengenai tata letak
bangunan terhadap lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya kebakaran dan
upaya pemadaman. Komponen kelengkapan tapak meliputi sumber air, jalan
lingkungan jarak antar bangunan dan hidran halaman (KepMen PU No
10/KTPS/2000 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan).
2.5.1. Sumber Air
Sumber air adalah sumber yang menyediakan pasokan air yang akan
dipergunakan sebagai media pemadaman kebakaran pada suatu gedung
(Prangola, 2008).
Sumber air yang tersedia harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran, atau
reservoir air, dan sebagainya yang memudahkan instansi pemadam
kebakaran untuk menggunakannya, sehingga setiap rumah dan bangunan
gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran dari
jalan di lingkungannya.
2.5.2. Jalan Lingkungan
Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan
memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan
gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui
26
oleh kendaraan pemadam kebakaran. Selain itu, jalan lingkungan tersebut
harus tersedia dengan lebar minimal 6 meter dengan lebar jalan masuk
minimal 4 meter.
2.5.3. Hidran Halaman
Tiap bagian dari jalur untuk akses mobil pemadam di lahan bangunan
harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota
tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman. Suplai air untuk
hidran halaman harus sekurang-kurangnya 38 l/detik pada tekanan 3,5 bar,
serta mampu mengalirkan air minimal selama 30 menit
2.5.4. Jarak Antar Bangunan Gedung
Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus
disediakan jalur akses mobil pemadam kebakaran dan ditentukan jarak
minimum antar bangunan gedung sesuai dengan tabel berikut.
27
Sumber: KepMenPu No.10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
2.6. Sarana Proteksi Kebakaran Akftif
Sistem proteksi kebakaran aktif berdasarkan Kepemen PU No.10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran
yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara
otomatis maupun manual, diguakan oleh penghuni maupun petugas pemadam
kebakaran dalam melakukan operasi pemadaman. Selain itu sistem ini digunakan
dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran. Adapun sistem proteksi
kebakaran aktif terdiri atas:
2.6.1. Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran
Sistem deteksi dan alarm kebakaran otomatis digunakan untuk
memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran,
sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam
Tabel 2.2
Jarak Antar Bangunan Gedung
28
kondisi darurat. Selain itu, sistem alarm mempunyai fungsi tersendiri yakni
memudahkan petugas pemadaman mengidentifikasi titik awal terjadinya
kebakaran.
2.6.2. Hidran Gedung
Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar
(nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan untuk
kepentingan pemadaman (KepMenPU no 10 tahun 2000). Hidran sendiri
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu hidran gedung dan hidran halaman.
Hidran gedung (indoor hydrant) adalah hidran yang terletak di dalam suatu
bangunan/gedung dan instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang
dalam bangunan/gedung tersebut sementara hidran halaman merupakan
hidran yang terletak di luar bangunan/gedung dan pemasangan serta
peralatannya disediakan atau dipasang di lingkungan bangunan/gedung.
2.6.3. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Permenaker No.04 Tahun 1980 menyebutkan APAR sebagai alat yang
ringan serta mudah dilayanai oleh satu orang untuk memadamkan api pada
mula kebakaran. Media pemadaman api yang dimiliki oleh suatu APAR
dikelompokkan menjadi lima jenis yakni air, busa, tepung kering, dan halon.
29
2.6.4. Sprinkler
Sprinkler dalam SNI 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan
Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Kebakaran pada
Bagunan Gedung mendefinisikan sprinkler sebagai suatau instalasi
pemadaman kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam
bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan
menyemprotkan air di tempat mula terjadinya kebakaran. Beradasarkan
klasifikasi Hunian Bahaya Kebakaran, SNI 03-3989-2000 membagi sitem
sprinkler menajdi tiga, yaitu sistem bahay kebakaran ringan, sistem bahaya
kebakaran sedang, dan sistem bahay kebakaran berat. Sementara itu, NFPA
13 mengelompokkan sistem sprinkler menjadi 5 bagian, yakni dry pipe
system, wet pipe system, deluge system, preaction system, dan combined dry
pipe-preaction.
2.6.5. Siamese Connection
The Fire Department Connection (FDC) atau yang lebih dikenal
dengan istilah siamese connection adalah komponen penting yang sering
ditemukan pada suatu sistem pipa tegak. Saat sistem springkler menyala,
petugas pemadam menyambungkan selang dari pompa di truk pemadam ke
siamese connection. Fungsi dari siamese connection ini adalah untuk
memberikan tambahan supali air, tetapi tidak menyediakan suplai air untuk
keseluruhan sistem springkler (Minnesota Fire State Marshal, 2006).
Siamese connection harus tersedia dan ditempatkan pada lokasi yang mudah
30
dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran. Selain itu siamese connection
harus diberi tanda petunjuk sehingga mudah dikenali.
2.6.6. Sistem Pemadam Luapan
Sistem pemadam luapan harus tersedia untuk ruangan atau bangunan
yang memerlukan sistem khusus seperti ruang komunikasi, ruang komputer,
ruang magnetik, ruang elektronik, dan lainnya. Sistem pemadam khusus ini
dapat berupa gas, busa, dan bubuk kering (Yervi Hesa dkk, 2009)
2.6.7. Pengendali Asap
Pengendalian asap harus disediakan untuk bagunan kelas 2 sampai
kelas 9. Sistem pengendalian asap dirancang dengan tujuan untuk
menghalangi aliran asap ke dalam sarana jalan keluar, jalam terusan keluar,
daerah tempat berlindung, atau daerah lain yang serupa.
2.6.8. Deteksi Asap
Deteksi asap berfungsi untuk mendeteksi kemunculan asap sehingga
membunyikan sistem peringatan bahaya bagi seluruh penghuni bangunan.
Sistem deteksi asap yang baik dapat mengaktifkan sistem pengolahan udara,
sistem pembuangan asap, dan ventilasi asap dan panas. Jarak antar detektor
asap 10 – 20 meter dari dinding pemisah atau tirai asap.
31
2.6.9. Pembuangan Asap
Sistem pembuangan asap harus memiliki fan pembuang yang
kapasitasnya mampu menghisap asap dan terletak dalam reservoir asap
tinggi 2 meter dari lantai. Selain itu, fan pembuangan Asap mampu
beroperasi terus menerus pada temperature 200o C selama 60 menit atau
pada temperature 300o C selama 30 menit.
2.6.10. Lift Kebakaran
Lift kebakaran disediakn dan berperan dalam proses penanggulangan
suatu kejadian kebakaran. Setidaknya disediakan satu lift kebakaran untuk
bangunan dengan ketinggian efektif 25 m.
2.6.11. Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah
Saat terjadi insiden kebakaran, cahaya darurat dan petunjuk arah
berperan dalam memberikan pencahayan yang memadai, memberikan
petunjuk/rambu yang cukup jelas menuju jalur exit, serta memberikan
peringatan kepada penghuni bangunan akan terjadinya keadaan darurat.
2.6.12. Listrik Darurat
Daya yang digunakan untuk mengoperasikan sistem daya diperoleh
sekurang-kurangnya dari dua sumber, yaitu PLN dan sumber daya darurat
seperti generator, batere, dan lain-lain.
32
2.6.13. Ruang Pengendali Operasi
Ruang pengendali operasi digunakan sebagai pusat kegiatan
pengendalian yang berkaitan dengan keselamatan atau keamanan penghuni
bangunan termasuk kejadian kebakaran. Ruang pusat pengendali kebakaran
haruslah ditempatkan sedemikian rupa pada bangunan, sehingga jalan keluar
dari setiap bagian pada lantai ruang tersebut kearah jalan atau ruang terbuka
umum tidak terdapat perbedaan ketinggian permukaan lantai lebih dari 30
cm.
2.7. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif
Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan kebakaran yang
dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung,
dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi
penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Pengendalian lewat
perancangan bangunan yang diarahkan pada upaya minimasi timbulnya kebakaran
dan intensitas terjadinya kebakaran (Trikomara, dkk, 2012). KepmenPU No.10
Tahun 2000 menyebutkan fungsi dari adanya sistem prosteksi pasif ini adalah untuk
menciptakan kestabilan struktur konstruksi bangunan selama kebakaran serta
memberikan perlindungan terhadapa penyebaran kebakaran. Dengan dua fungsi
tersebut, diharapkan dapat memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk
menyelamatkan diri secara aman, memberikan kesempatan bagi petugas pemadam
kebakaran untuk beroperasi, menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat
kebakaran, dan mencegah meluasnya kebakaran antar unit-unit dalam bangunan
33
atau antar bangunan. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem proteksi pasif meliputi
pemilihan material bangunan, kemampuan/daya tahan bahan struktur dari
komponen-komponen struktur, dan penataan ruang.
2.8. Sarana Penyelamatan
Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat
digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk
menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh
keadaan darurat. Selain itu, sarana penyelamatan haruslah dibuat sedemikian rupa
sehingga dalam proses evakuasi bisa dicegah terjadinya kecelakaan atau luka pada
manusia. Adapun sarana penyelamatan yang harus dimiliki oleh suatu bangunan
gedung meliputi:
- Sarana jalan keluar, atau lebih umum dikenal dengan sebutan exit, bagian
dari sarana penyelamatan yang memberikan jalan ke luar menuju jalan
umum atau ruang terbuka
- Kontruski jalan keluar. Konstruksi jalan keluar yang dimiliku oleh suatu
bangunan gedung harus bebas halangan dan tahan terhadap api minimal 2
jam. Selain itu, konstruksi jalan keluar harus memiliki lebar tidak kurang
dari 200 cm dan bagian langit-langitnya punya ketahanan api tidak kurang
dari 60 menit.
- Landasan helikopter. Persyaratan landasan helikopter hanya
diperuntukkan bagi bangunan yang memiliki tinggi minimal 60 meter.
34
2.9. Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
Persyaratan keandalan bangunan gedung mecakup tentang persyaratan
keselamatan dimana salah satu hal yang harus diperhatikan dalam persyaratan
keselamatan bangunan gedung tersebut adalah mengenai kemampuan gedung dalam
mencegah menanggulangi bahaya kebakaran. Hal ini sangat penting karena
kebakaran dapat menimbulkan banyak kerugian. Adapun potensi-potensi kerugian
yang ditimbulkan oleh suatu kejadian kebakaran diantaranya adalah:
1. Kerugian Jiwa
Kebakaran dapat menimbulkan korban jiwa, baik yang terbakar langsung
maupun sebagai dampak dari suatu kebakaran.
2. Kerugian Materi
Dampak kebakaran juga menimbulkan kerugian materi yang sangat besar.
Kerugian langsung berupa nilai aset atau bangunan yang terbakar.
Dibalik kerugian itu, kerugian tidak langsung justru jauh lebih tinggi,
misalnya gangguan produksi, biaya pemulihan kebakaran, biaya sosial
dan lainnya.
3. Menurunnya Produktivitas
Jika terjadi kebakaran proses produksi akan terganggu, bahkan dapat
terhenti secara total. Nilai kerugiannya akan sangat besar yang
diperkirakan mencapai 5-50 kali kerugian langsung.
4. Gangguan Bisnis
Menurunnya produktivitas dan kerusakan aset akibat kebakaran
mengakibatkan gangguan bisnis yang sangat luas suatu pasar atau mall
35
terbakar, mengakibatkan kegiatan perdagangan akan terhenti total, arus
barang terganggu dan semua kegiatan bisnis akan terhenti.
5. Kerugian Sosial
Dampak kebakaran mengakibatkan sekelompok masyarakat korban
kebakaran akan kehilangan segala harta bendanya, menghancurkan
kehidupannya, dan mengakibatkan keluarga menderita. Kegiatan sosial
juga mengalami hambatan yang berakibat turunya kesejahtraan
masyarakat (Trikomara,dkk,2012).
Keandalan merupakan tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi
yang menjamin keselamatan, serta fungsi dan kenyamanan suatu bangunan gedung
dan lingkungannya selama masa pakai dari gedung tersebut dari segi bahayanya
terhadap kebakaran (Departemen PU, 2005).
Ada empat komponen sistem proteksi kebakaran yang dihitung, yaitu :
- Komponen kelengkapan tapak
- Komponen sistem proteksi kebakaran aktif
- Komponen sistem kebakaran pasif
- Komponen sarana penyelamatan
Masing-masing komponen diperiksa kondisi aktualnya atau dievaluasi.
Setelah semua komponen dihitung, maka akan didapatkan nilai tingkat keandalan
sistem proteksi kebakaran. Adapun kriteria nilai keandalan sistem proteksi
kebakaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
36
Tabel 2.3
Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
Sumber: (Departemen PU, 2005)
2.10. Kerangka Teori
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia memiliki sebuah pedoman
yang bernama “Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung” dimana pedoman tersebut mencakup langkah-langkah pemeriksaan
keselamatan bangunan terhadap bahaya kebakaran yang dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran.
Pemeriksaan sistem proteksi kebakaran bangunan gedung dilakukan
pengamatan dan pencatatan kondisi nyata dari setiap elemen/utilitas proteksi
kebakaran baik yang terpasang di dalam maupun luar gedung. Adapun elemen
sistem proteksi kebakaran yang diperiksa berjumlah empat yakni:
- Kelengkapan tapak
- Sistem proteksi kebakaran aktif
- Sistem proteksi kebakaran pasif
- Sarana penyelamatan
37
Gambar 2.3
Alur Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan Gedung
Berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005
Pemeriksaan komponen kelengkapan tapak
Pemeriksaan komponen sistem proteksi aktif
Pemeriksaan komponen sistem proteksi pasif
Pemeriksaan sarana penyelamatan
Nilai komponen kelengkapan tapak
Nilai komponen sistem proteksi aktif
Nilai komponen sistem proteksi pasif
Nilai komponen sarana penyelamatan
Menghasilkan
Nilai Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan (KSKB) yang
merepresenatiskanTingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan
Gedung
Penjumlahan Nilai Keempat Komponen
38
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penentuan Nilai Keandalan Sistem Proteksi
Kebakaran Bangunan Gedung Bangunan Gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta Maret 2015
Kelengkapan Tapak: Sumber air,
Jalan Lingkungan, Jarak Antar
Bangunan, dan Hidran halaman
Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif: Deteksi dan Alarm,
Siamese Connection, APAR,
Hidran Gedung, Springkler,
Pemadam Luapan, Pengendali
Asap, Deteksi Asap,
Pembuangan Asap, Lift
Kebakaran, Cahaya Darurat,
Listrik Darurat, Ruang
Pengendali Operasi
Sistem Proteksi Kebakaran Pasif:
Ketahanan Api Struktur
Bangunan, Kompartemenisasi
Ruangan, Perlindungan Bukaan
Sarana Penyelamatan: Jalan
Keluar dan Konstruksi Jalan
Keluar
Tingkat Keandalan
Sistem Proteksi
Kebakaran
Pembobotan Parameter
Komponen proteksi
kebakaran
39
Penilaian terhadap keadaan suatu sistem proteksi kebakaran dapat dilakukan
dengan menggunakan suatu jenis pedoman. Salah satu pedoman yang bisa dipakai
untuk melakukan pengukuran nilai terhadap suatu sistem proteksi kebakaran adalah
pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-2005-C
yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-
2005-C mengukur tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan gedung
dengan melakukan langkah-langkah pemeriksaan keselamatan bangunan terhadap
bahaya kebakaran. Adapun komponen-komponen yang diperiksa diantaranya adalah
kelengkapan tapak, sistem proteksi kebakaran aktif, sistem proteksi kebakaran pasif,
dan sarana penyelamatan.
Penilaian pada komponen kelengkapan tapak mencakup 4 subkomponen,
yaitu sumber air, hidran halaman, jarak antar bangunan, dan jalan lingkungan.
Penilaian pada komponen sistem proteksi kebakaran aktif mencakup 13 komponen
yaitu, deteksi dan alarm, siamese connection, APAR, hidran gedung, springkler,
sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap, pembuanagan asap, lift
kebakaran, cahaya darurat dan penunjuk arah, listrik darurat, dan ruang pengendali
operasi. Penilaian pada komponen sistem proteksi kebakaran pasif mencakup 3
komponen yaitu ketahanan api struktur bangunan, kompartemenisasi ruangan, dan
perlindungan bukaan. Penilaian pada komponen sarana penyelamatan mencakup 3
komponen yaitu jalan keluar, konstruksi jalan keluar, dan landasan helikopter.
40
Seluruh subkomponen dari masing-masing komponen dihitung nilai
kondisinya. Penghitungan dilakukan dengan menentukan kondisi setiap
subkomponen berdasarkan hasil pengamatan, telaah dokumen, dan wawancara
dengan informan lalu dibandingkan dengan kriteria yang tekah ditentukan. Hasil
perbandingan akan menghasilkan nilai kualitatif yang kemudian diubah menjadi
nilai kuantitatif. Langkah berikutnya adalah melakukan pembobotan terhadap nilai
kuantitaif tersebut dengan cara mengkalikan nilai kuantitatif yang sudah didapat
dengan bobot sub KSKB dan bobot KSKS. Hasil perkalian tersebut akan
menghasilkan nilai kondisi subkomponen tersebut. Nilai kondisi dari setiap
subkomponen kemudian dijumlahkan dan menghasilkan nilai komponen. Tingkat
keandalan sistem proteksi kebakaran diperoleh dengan nilai dari keempat
komponen. Setelah nilai angkanya didapat, langkah berikutnya adalah
mengubahnya ke dalam kategori kualitatif berdasarkan pengelompokkan yang
sudah ada dalam pedoman Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan
gedung Pd-T-11-2005-C.
3.2. Definisi Istilah
3.2.1. Kelengkapan Tapak
Kelengkapan komponen dan tata letak bangunan terhadap lingkungan
sekitar dengan bahaya kebakaran dan upaya pemadaman. Komponen
kelengkapan tapak meliputi:
41
o Sumber air: Sumber yang menyediakan pasokan air yang akan
dipergunakan sebagai media pemadaman kebakaran pada gedung
IGD. Sumber air yang dimaksud meliputi hidran halaman, sumur
kebakaran, atau reservoir air, dan sebagainya yang memudahkan
instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya, sehingga
gedung IGD dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam
kebakaran dari jalan di lingkungannya. Sumber air dinilai dari
ketersediaannya dengan kapasitas yang memenuhi persyaratan
minimal terhadap fungsi bangunan.
o Jalan lingkungan: Akses atau jalan di sekitar bangunan IGD dengan
perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran.
Jalan lingkungan yang baik dinilai atas kriteria-kriteria seperti lebar
jalan minimal 6 meter, sudah diberi pengerasan, serta lebar jalan
masuk minimal 4 meter.
o Jarak antar bangunan: Jarak minimum antar bangunan IGD dengan
bangunan di dekatnya. Jarak minimum antar bangunan gedung
mengikuti ketentuan dari PermenPu No.26 tahun 2008
o Hidran halaman. Alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut
pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan
untuk kepentingan pemadaman (KepMenPU no 10 tahun 2000)
dimana peralatannya disediakan serta dipasang di luar gedung IGD
dan pemasangan serta peralatannya disediakan atau dipasang di
lingkungan gedung IGD. Kriteria penilaian hidran halaman
42
ditentukan atas hal-hal seperti ketersediaan di di halaman dan
mudah dijangaku, fungsi yang sempurna dan lengkap, serta suplai
air 38 liter/detik dan bertekanan 3,5 Bar.
3.2.2. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
operasi pemadaman. Komponen sistem proteksi aktif meliputi:
o Sistem deteksi dan alarm kebakaran. Sistem deteksi dan alarm
kebakaran otomatis digunakan untuk memberikan peringatan
kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran. Deteksi dan alarm
kebakaran harus sesuai dengan SNI 03-3986, dilengkapi dengan
detektor panas dan manual pemicu alarm, serta tidak lebih dari 30
meter dari titik alarm manual.
o Hidran. Alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar
(nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan untuk
kepentingan pemadaman (KepMenPU no 10 tahun 2000). Hidran
harus tersedia sambungan selang diameter 35 mm dalam kondisi
baik, panjang selang minimal 30 m dan tersedia kotak untuk
menyimpan. Pasokan air cukup tersedia untuk kebutuhan system
sekurang-kurangnya untuk 45 menit.
43
o Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Alat yang ringan serta mudah
dilayanai oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula
kebakaran. Jenis APAR harus sesuai SNI 03-3988, jumlahnya
sesuai dengan luasan bangunan IGD, serta jarak penempatan antar
alat maksimal 25 meter.
o Sprinkler. Suatu instalasi pemadaman kebakaran yang dipasang
secara tetap/permanen di dalam bangunan IGD yang dapat
memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan
air di tempat mula terjadinya kebakaran. Jumlah, perletakan dan
jenis springkler harus sesuai dengan persyaratan. Tekanan catu air
sprinkler pada titik terjauh (0,5-2,0) kg/cm2, debit sumber catu air
minimal (40-200) liter/menit per kepala sprinkler, jarak kepala
sprinkler ke dinding kurang dari ½ jarak antara kepala sprinkler,
jarak maksimal antar springkler adalah 4,6 m (untuk bahaya
kebakaran ringan dan sedang) dan 3,7 m (untuk bahaya kebakaran
berat), serta dalam ruang tersembunyi, jarak langitlangit dan atap
lebih 80 cm, dipasang jenis kepala sprinkle dengan pancaran keatas.
o Sistem pemadam luapan. Sistem pemadaman yang khusus
diperuntukkan untuk ruangan di dalam IGD yang memerlukan
sistem khussu seperti ruang komunikasi, ruang komputer, ruang
magnetik, ruang elektronik, dan lainya dan media pemadamannya
berupa gas, busa, dan bubuk kering. Sistem pemadam luapan harus
tersedia dalam jenis yang sesuai dengan fungsi ruangan yang
44
diproteksi dan jumlah kapasitas sesuai dengan beban api dari fungsi
ruangan yang diproteksi.
o Pengendali asap. Alat yang berguna untuk mengendalikan asap
yang terdapat di dalam ruangan pada saat terjadi kebakaran untuk
selanjutnya dibuang ke luar bangunan dan alatnya berupa kipas/fan.
Fan pembuangan asap yang sesuai akan berputar berurutan setelah
aktifnya detector asap yang ditempatkan dalam zona sesuai dengan
reservoir asap yang dilayani fan. Detektor asap harus dalam
keadaan bersih dan tidak terhalang oleh benda lain disekitarnya. Di
dalam kompartemen bertingkat banyak, sistem pengolahan udara
beroperasi dengan menggunakan seluruh udara segar melalui ruang
kosong bangunan tidak menjadi satu dengan cerobong pembuangan
asap. Tersedia Panel control manual dan indicator kebakaran serta
buku petunjuk pengoperasian bagi petugas jaga
o Siames Connection. Sambungan selang mobil pemadam kebakaran
dalam menyuplai air dari sumbernya sewaktu datang ke lokasi
terjadinya kebakaran. Tersedia dan ditempatkan pada lokasi yang
mudah dijangkau mobil pemadam kebakaran. Diberikan tanda
petunjuk sehingga mudah dikenali.
o Smoke Detector. Alat yang mampu mendeteksi kemunculan asap
dan memberikan peringatan dini tentang potensi adanya api. Sistem
deteksi asap harus memenuhi SNI 03-3689. Pada ruang dapur dan
area lain di IGD yang sering mengakibatkan terjadinya alarm palsu
45
dipasang alarm panas, terkecuali telah dipasang sprinkler. Detektor
asap yang terpasang dapat mengaktifkan system pengolahan udara
secara otomatis, system pembuangan asap, ventilasi asap dan panas
Jarak antar detector < 20 m dan < 10 m dari dinding pemisah atau
tirai asap
o Pembuangan asap. Alat yang berguna untuk mengeluarkan asap dari
dalam ruangan-ruangan IGD menuju keluar gedung pada saat
terjadi kebakaran. Kapasitas fan pembuang mampu menghisap asap.
Terletak dalam reservoir asap tinggi 2 meter dari lantai. Laju
pembuangan asap sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Fan
pembuangan asap mampu beroperasi terus menerus pada
temperature 200 C selang waktu 60 menit atau pada temperature
300 C selang waktu 30 menit. Luas horizontal reservoir asap
maksimal 2000 m2, dengan tinggi tidak boleh kurang dari 500 mm
Setiap reservoir asap dilayani minimal satu buah fan, pada titik
kumpul dari panas di dalam reservoir asap, jauh dari perpotongan
koridor atau mal. Void eskalator dan tangga tidak dipergunakan
sebagai jalur pembuangan asap. Udara pengganti dalam jumlah
kecil harus disediakan secara otomatis /melalui bukaan ventilasi
permanent, kecepatan tidak boleh lebih dari 2,5 m/detik, di dalam
kompartemen kebakaran bertingkat banyak melalui bukaan vertical
dengan kecepatan ratarata 1 m/detik.
46
o Lift kebakaran. Lift khusus yang bisa dioperasikan saat terjadinya
kebakaran. Minimal terdapat 1 buah lift kebakaran pada bangunan
IGD dengan ketinggian efektif 25 m. Ukuran lift sesuai dengan
fungsi bangunan yang berlaku. Lift kebakaran dalam saf yang tahan
api, dioperasikan oleh petugas pemadam kebakaran, dapat berhenti
disetiap lantai, sumber daya listrik direncanakan dari 2 sumber
menggunakan kabel tahan api, memiliki akses ke tiap lantai hunian.
Tanda Peringatan terhadap pengguna lif pada saat kebakaran,
dipasang di tempat yang mudah terlihat dan terbaca dengan tulisan
tinggi huruf minimal 20 mm. Penempatan lift kebakaran pada lokasi
yang mudah dijangkau oleh penghuni.
o Cahaya darurat. Sistem pencahayaan yang berfungsi saat sistem
pencahayaaan normal tidak berfungsi ketika terjadinya kebakaran.
Sistem pencahayaan darurat harus dipasang disetiap tangga yang
dilindungi terhadap kebakaran, disetiap lantai dengan luas lantai >
300 m2, disetiap jalan terusan ,koridor. Desain Sistem pencahayaan
darurat beroperasi otomatis, memberikan pencahayaan yang cukup,
dan harus memenuhi standar yang berlaku.
o Penunjuk arah. Tanda atau rambu yang cukup jelas memberikan
informasi tentang jalan keluar dan alur menuju jalan keluar. Tanda
exit jelas terlihat dan dipasang berdekatan dengan pintu yang
memberikan jalan keluar langsung, pintu dari suatu tangga, exit
horizontal dan pintu yang melayani exit. Bila tanda exit tidak
47
terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni, harus dipasang
tanda petunjuk dengan tanda panah penunjuk arah. Setiap tanda exit
harus jelas dan pasti, diberi pencahayaan yang cukup, dipasang
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi gangguan listrik, tanda
petunjuk arah keluar harus memenuhi standar yang berlaku.
o Listrik darurat. Sumber listrik yang bisa digunakan selama
terjadinya kejadian darurat kebakaran. Daya yang disuplai
sekurang-kurangnya dari 2 sumber yaitu sumber daya listrik PLN,
atau sumber daya darurat berupa batere, generator, dan lain-lain.
Semua instalasi kabel yang melayani sumber daya listrik darurat
harus memenuhi kabel tahan api selama 60 menit. Catu daya dari
sumber daya ke motor harus memenuhi ketentuan Memenuhi cara
pemasangan kabel yang termuat dalam PUIL.
o Ruangan pengendali operasi. Ruangan khusus yang berfungsi
mengawasi ruangan-ruangan di dalam gedung. Harus tersedia
dengan peralatan yang lengkap dan dapat memonitor bahaya
kebakaran yang akan terjadi.
48
3.2.3. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif
Komponen-komponen yang diperiksa dalam sistem proteksi kebakaran
pasif meliputi:
o Ketahanan api struktur bangunan. Kemampuan dari struktur sebuah
bangunan IGD terhadap penjalaran api. Ketahanan api komponen
strutur bangunan harus sesuai dengan tipe bangunan, klasifikasi
bangunan, fungsi bangunan (tertera dalam KepmenPu nomor 10
tahun 2000)
o Kompartemensasi ruang. Konstruski pemisah antar ruangan di
dalam IGD yang berfungsi melindungi penghuni yang berada di
ruangan lain. Berlaku untuk bangunan dengan luas lantai 5000 m2
(konstruksi tipe A), 3500 m2 (konstruksi tipe B), dan 2000 m2
(konstruksi tipe C). Luas bangunan lebih dari 18000 m2 dan volume
108000 m3 harus dilengkapi dengan springkler, dikelilingi jalan
masuk kendaraan dan sistim pembuangan asap otomatis dengan
jumlah, tipe dan cara pemasangan sesuai persyaratan yang berlaku.
Lebar jalan minimal 6 m, mobil pemadam dapat masuk ke lokasi.
o Perlindungan bukaan. Bukaan/lubang yang dapat dibuka yang
terdapat pada dinding bangunan terluar, bertanda khusus,
menghadap ke arah luar dan diperuntukkan bagi unit pemadam
kebakaran dalam pelaksanaan pemadaman kebakaran dan
penyelamatan penghuni. Bukaan harus dilindungi dan diberi
49
penyetop api. Bukaan vertikal dari dinding tertutup dari bawah
sampai atas disetiap lantai diberi penutup tahan api. Bukaan harus
dilengkapi saran proteksi berupa pintu kebakaran, jendela
kebakaran, pintu penahan asap dan penutup api sesuai dengan
standar pintu kebakaran dan daun pintu dapat berputar di satu sisi,
pintu mampu menahan asap 200o C, dan tebal daun pintu 35 mm
Jalan keluar/masuk pada dinding tahan api haruslah memiliki lebar
bukaan pintu keluar tidak lebih ½ dari panjang dinding tahan api,
punya tingkat isolasi minimal 30 menit, dan harus bisa menutup
sendiri / otomatis.
3.2.4. Sarana Penyelamatan
Komponen-komponen yang diperiksa dalam sarana penyelamatan
meliputi:
o Jalan keluar (exit). Jalan atau akses dari dalam bangunan IGD
menuju luar bangunan IGD. Setiap exit harus memuhi syarat
diantaraya: minimal perlantai ada 2 exit dengan tinggi efektif 2,5m,
setiap exit harus terlindung dari bahaya kebakaran, jarak tempuh
maksimal 20 meter dari pintu keluar, ukuran exit minimal 200 cm,
jarak dari suatu exit tidak lebih dari 6 m, pintu dari dalam tidak
buka langsung ke tangga, penggunaan pintu ayun tidak menggangu
proses jalan keluar, tersedia lobby bebas asap dengan TKA
50
60/60/60 terdapat pintu keluar diberi tekanan positif, exit tidak
boleh terhalang, dan exit menuju ke ruang terbuka.
o Konstruksi jalan keluar. Konstruksi fisik dari jalan keluar (exit).
Kriteria konstruksi jalan keluar harus memenuhi kriteria seprti
konstruksi tahan minimal 2 jam, harus bebas halangan, lebar
minimal 200 cm, jalan terusan terlindungi dari bahaya kebakaran,
bahan konstruksi tidak mudah terbakar, langit-langit punya
ketahanan Penjalaran api tidak < 60 menit, elemen bangunan bisa
mempertahankan stabilitas struktur bila terjadi kebakaran (pada
tingkat tertentu), dapat mencegah penjalaran asap kebakaran,
menyediakan cukup waktu untuk evakuasi penghuni, serta memiliki
akses ke dalam bangunan.
3.2.5. Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran
Setiap komponen sistem proteksi kebakaran memiliki sub-
subkomponen yang masing-masing harus dinilai. Setiap subkomponen
diperiksa keadaannya dan kemudian dibandingkan dengan
kriteria/persyratan yang ada dalam Pedoman Teknis Pemeriksaaan
Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung. Pembandingan tersebut akan
menghasilkan nilai kualitatif yaitu B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang).
Selanjutnya setiap subkomponen akan diberikan nilai kuantitatif dengan
penjelasan sebagai berikut:
51
- Subkomponen berlabel B diberi nilai 80 – 100
- Subkomponen berlabel C diberi nilai 60 – 80
- Subkomponen berlabel K diberi nilai kurang dari 60
Setelah nilai kuantitatif didapatkan, maka nilai kondisi subkomponen
harus dicari. Mencari nilai kondisi tersebut dilakukan dengan mengkalikan
nilai kuantitaif dengan bobot subkomponen dan juga bobot komponen (bobot
subkomponen dan bobot komponen sudah ditentukan dalam pedoman sudah
ada dalam Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran
Bangunan Gedung). Hasil perkalian tersebut adalah sesuatu yang disebut
sebagai nilai kondisi subkomponen. Seluruh nilai kondisi subkomponen dari
sebuah komponen kemudian dijumlahkan untuk mengahsilkan nilai kondisi
komponen tersebut.
3.2.6. Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
Tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi yang menjamin
keselamatan, serta fungsi dan kenyaman suatu bangunan gedung dan
lingkungannya selama masa pakai bangunan gedung tersebut dari segi
bahayanya terhadap kebakaran.
Tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran didapat dengan
menjumlahkan nilai kondisi dari keempat komponen sistem proteksi
kebakaran (kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif,
52
dan sarana penyelamatan). Hasilnya adalah berupa nilai persentase. Nilai
persentase tersebut kemudian diubah ke dalam nilai kualitatif dengan
kriteria:
- Nilai 80% - 100% akan diberikan nilai BAIK (B)
- Nilai 60% - <80% akan diberikan nilai CUKUP BAIK (C)
- Nilai kurang dari 60% akan diberikan nilai KURANG (K)
53
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dimana metode
penelititan yang dipakai berusaha untuk menggambarkan keadaan suatu objek
penelitian dengan apa adanya (Best, 1982). Dalam hal ini, penelitian akan akan
mencoba memberikan informasi berupa gambaran tingkat keandalan sistem proteksi
kebakaran di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015. Karena metode
penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif, hasil dari penelitian ini digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan
untuk membuat kesimpulan yang lebih luas atau menjelaskan hubungan kausal antar
variabel.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan mengambil tempat di gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta Selatan pada bulan Maret 2015
4.3 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Teknik yang
digunakan untuk menentukan informan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
54
sampling dimana pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan tertentu bahwa
orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa informasi yang akan diteliti
sehingga memudahkan peneliti memahami objek yang diteliti.
Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah pihak yang memiliki
wewenang/tanggungjawab dan/atau berhubungan dengan sistem proteksi kebakaran
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.
Tabel 4.1
Informan Penelitian
Informan Status Informan
Staff Komite K3 RSUP
Fatmawati Jakarta
Informan Kunci (ik)
Staff IPSRS RSUP
Fatmawati Jakarta
Informan Pendukung (ip)
Informan kunci dipilih dari komite K3 RSUP Fatmawati Jakarta dengan
pertimbangan bahwa komite K3 RSUP Fatmawati Jakarta berperan dalam
mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan
kebakaran. Selain itu, komite K3 RSUP Fatmawati Jakarta adalah satuan kerja
internal yang bertugas membuat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sarana
dan prasarana sistem proteksi kebakaran kebakaran gedung. Informan pendukung
dipilih dari bagian IPSRS RSUP Fatmawati Jakarta dengan pertimbangan bagian
IPSRS berkaitan dengan sarana dan prasarana sistem proteksi kebakaran gedung.
55
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri karena peneliti
berperan sebagai pengumpul data yang mempengaruhi terhadap faktor instrument.
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan instrumen-
instrumen berupa:
1. Lembar observasi
2. Lembar wawancara
3. Laptop
4. Alat perekam
5. Kertas catatan
6. Alat tulis
7. Kamera
8. Meteran pengukur
4.5 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan pengumpulan data secara
langsung oleh peneliti terhadap komponen-komponen sistem proteksi
kebakaran bangunan gedung IGD RSUP Fatmwati Jakarta.
56
2. Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari berkas-berkas ataupun
catatan-catatan lain yang mendukung perjalanan penelitian ini.
4.6 TeknikPengumpulan Data
1. Studi Dokumen
Studi dokumen digunakan untuk mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan objek penelitian yang berupa berupa profil bangunan,
sejarah insiden kebakaran, kegiatan pemeriksaan dan pengujian sistem
proteksi kebakaran.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan tujuan memeriksa dan mencatat kondisi
nyata dari sistem proteksi kebakaran. Hal-hal yang diobservasi meliputi:
o Kelengkapan Tapak: keberadaan sumber air, keberadaan jalan
lingkungan, lebar jalan lingkungan, jarak bangunan IGD dengan
bangunan di dekatnya, keberadaan hidran halaman, kelengkapan
hidran halaman
o Sarana Penyelamatan: keberadaan jalan keluar, ukuran jalan
keluar, aksesbilitas jalan keluar, keberadaan lobi bebas asap,
keberadaan perlindungan terhadap jalan keluar, lebar jalan keluar,
material langit-langit jalan keluar
57
o Sarana Proteksi Kebakaran Aktif: keberadaan alarm dan
jumlahnya, keberadaan detektor panas, keberadaan alat manual
pemicu alarm, jarak alarm dari pemicu manual, keberadaan
siamese connection, keberadaan APAR dan jumlahnya, jarak antar
APAR, jenis APAR, keberadaan hidran gedung dan selang
diameter 35 mm sepanjang minimal 30 meter, jumlah hidran
gedung, keberadaan springkler, jarak antar springkler, jumlah
springkler jarak kepala springkler ke dinding, keberadaan
pemadam luapan dan jumlahnya, keberadaan fan pembuangan
asap, keberadaan detektor asap dan jaraknya dengan dinding
pemisah atau tirai asap, keberadaan reservoir asap, keberadaan lift
kebakaran, ukuran lift kebakaran, penempatan lift kebakaran,
keberadaan tanda peringatan lift kebakaran, keberadaan sumber
cahaya darurat, keberadaan petunjuk arah, kondisi fisik petunjuk
arah, keberadaan ruang pengendali operasi.
o Sarana proteksi kebakaran pasif: keberadaan perlindungan bukaan
3. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan untuk memperoleh data-data terkait
kelengkapan sistem proteksi kebakaran yang tidak bisa dimana data yang
dimaksud tidak bisa diperoleh melalui cara observasi. Hal-hal yang akan
diteliti melalui kegiatan wawancara diantaranya:
o Kelengkapan tapak: kapasitas sumber air
58
o Sarana proteksi kebakaran aktif: pasokan air hidran gedung,
tekanan catu air springkler, debit air springkler, jumlah kapasitas
pemadaman luapan, aktivasi fan pembuangan asap, keberadaan
sistem pengolah udara, kapasitas pembuangan asap, laju
pembuangan asap, keberadaan sumber listrik darurat, daya listrik
darurat
o Sarana proteksi kebakaran pasif: jenis konstruksi struktur
bangunan
4.7 Pemeriksaan Keabsahan Data
Data yang diperoleh melalui penelitian kualitatif diperiksa dan ditetapkan
validitasnya dengan menganalisa dari berbagai perspektif melalui teknik
triangulasi data.
Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Triangulasi sumber. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara
melakukan cross-check data dengan fakta dari sumber lainnya dan
menggunakan kelompok informan yang berbeda (Syaaf, 2008).
2. Triangulasi metode. Triangulasi metode dilakukan untuk memeriksa
konsistenti data dengan mengumpulkan data dengan metode-metode
yang berbeda. Meotde-metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
observasi, wawancara, dan telaah dokumen.
Pemeriksaan keabsahan data melalui triangulasi data seperti yang sudah
disebutkan di atas dimaksudkan untuk mendapatkan analisis yang valid, akurat,
59
dan terpercaya. Gambaran mengenai triangulasi data dalam penelitian ini dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.2
Triangulasi Data
Objek
Penelitian
Triangulasi Sumber Triangulasi Metode Informan
Kunci
Informan
Pendukung
Observasi Wawancara Telaah
Dokumen
KELENGKAPAN TAPAK
Sumber Air √ √ √ √ -
Jalan Lingkungan - - √ - -
Jarak Antar Bangunan
- - √ - -
Hidran Halaman √ √ √ √ -
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF
Deteksi - - √ - √
Siamese Connection
- - √ - -
APAR √ √ √ √ √
Hidran gedung √ √ √ √ √
Springkler √ √ √ √ -
Pemadam Luapan √ √ √ √ -
Pengendali Asap √ √ √ √ -
Deteksi Asap - - √ - √
Pembuangan Asap √ √ √ √ -
Lift Kebakaran - - √ - -
Cahaya dan Petunjuk Arah
- - √ - -
Listrik Darurat √ √ √ √ -
Ruang Operasi √ √ √ √ -
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PASIF
Ketahanan Api √ √ - √ √
Kompartemenisasi √ √ - √ √
Perlindungan Bukaan
√ √ √ √ -
SARANA PENYELAMATAN
Jalan Keluar - - √ - √
Konstruksi Jalan Keluar
- - √ - √
Landasan Helikopter
- - √ - √
60
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah dan dianalisis
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan seluruh data untuk setiap subkomponen-subkomponen
yang diperoleh melalui metode-metode pengumpulan yang sudah
ditetapkan. Subkomponen dalam penelitian ini adalah subkomponen
Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan (sub KSKB) yang sudah
ditetapkan dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan
gedung Pd-T-11-2005-C.
2. Metode pertama yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
observasi langsung. Data yang tidak bisa diperoleh melaui observasi atau
data yang hanya dapat diambil melalui catatan dokumen dikumpulkan
melalui telaah dokumen. Data yang tidak bisa diperoleh melaui observasi
dan telaah dokumen atau data yang hanya dapat diambil melalui proses
wawancara dikumpulkan melalui kegiatan wawancara dengan informan
3. Data disusun dan dikelompokkan sesuai dengan variabel komponen-
komponen sistem proteksi kebakaran bangunan gedung.
4. Mencocokkan data yang diperoleh dengan standar Pedoman Teknis
Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung yang dibuat
oleh Departemen PU (lampiran 2). Hasil perbandingan akan menghasilkan
nilai kualitatif berupa B (Baik), C (Cukup), dan K (Kurang).
5. Subkomponen yang mendapat nilai B akan diberikan nilai kuantitatif >80-
100, nilai C akan diberikan nilai kuantitatif 60-80, dan nilai K akan
61
diberikan nilai kuantitatif <60. Hasil temuan yang diperoleh peneliti
melalui observasi langsung akan dicocokkan dengan kriteria yang ada.
Jika terdapat kriteria yang tidak dapat diperoleh dengan observasi, maka
penentuan pemenuhan kriteria tersebut akan dilakukan melalui metode
wawancara atau telaah dokumen.
6. Seluruh hasil temuan kemudian akan dicocokkan dengan kriteria-kriteria
yang telah ditentukan Hasil pencocokkan kemudian dikonsultasikan
kepada pihak/petugas/tenaga ahli yang memiliki kualifikasi dalam
peraturan proteksi kebakaran bangunan gedung. Peneliti bersama
pihak/petugas/tenaga ahli tersebut melakukan diskusi untuk menentukan
nilai kuantitatif (<60, 60-80, dan >80-100) bagi setiap subkomponen yang
telah diperiksa oleh peneliti. Konsultasi dan diskusi tersebut dilakukan
untuk menghindari subjektifitas penilaian.
7. Adapun yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan nilai
kuantitatif untuk setiap subkomponen tersebut adalah terkait seberapa
banyak kriterian-kriteria yang sudah terpenuhi oleh masing-masing
subkomponen.
8. Mengkalikan nilai kuantitaif tersebut dengan bobot subkomponen KSKB
dan bobot komponen KSKB.
9. Bobot subkomponen KSKB dan bobot komponen KSKB yang dimaksud
dalam poin 7 sudah ditentukan dalam pedoman Pemeriksaan Keselamatan
Kebakaran Bangunan Gedung Pd-T-11-2005-C yang digunakan dalam
penelitian ini. Bobot tersebut sudah ditentukan melalui metode Analitycal
62
Hierarchy Process (AHP) dimana metode tersebut digunakan untuk
mengurangi subyektifitas dalam pembobotan.
Tabel 4.3
Bobot Komponen KSKB
Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
Tabel 4.4
Bobot Subkomponen KSKB Kelengkapan Tapak
Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
63
Tabel 4.5
Bobot Subkomponen KSKB Sarana Proteksi kebakaran Aktif
Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
Tabel 4.6
Bobot Subkomponen KSKB Sistem Proteksi Kebakaran Pasif
Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005
64
Tabel 4.7
Bobot Subkomponen KSKB Sarana Penyelamatan
Sumber: Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung Pd-T-11-2005-C (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
10. Penghitungan antara nilai kuantitatif subkomponen dengan bobot
subkomponen KSKB dan bobot komponen KSKB akan menghasilkan
nilai kondisi setiap subkomponen (dengan satuan persentase).
11. Perhitungan poin 3 sampai 9 dilakukan untuk setiap subkomponen.
Seluruh nilai kondisi subkomponen pada masing-masing komponen
kemudian dijumlahkan. Angka yang didapatkan merupakan nilai
komponen sistem proteksi kebakaran (dengan satuan persentase).
12. Nilai keempat komponen lalu dijumlahkan dan menghasilkan nilai
kuantitatif keandalan sistem proteksi kebakaran (dengan satuan
persentase).
13. Nilai yang didapat kemudian diubah ke dalam nilai kualitatif
14. Jika tingkat nilai keandalan sistem proteksi kebakaran ≥80%-100%, maka
diberi nilai kualitatif B
65
15. Jika jumlah nilai keandalan sistem proteksi kebakaran ≥60%-<80%, maka
diberi nilai kualitatif C
16. Dan jika nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran kurang dari 60
%, maka diberi nilai kualitatif K (Kurang)
4.9 Penyajian Data
Data yang sudah diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel yang berisikan
angka-angka yang merepresentasikan nilai seluruh elemen dari suatu komponen
sistem proteksi kebakaran bangunan gedung.
Nilai-nilai tersebut kemudian dikategorisasi sesuai dengan standar yang anda
hingga diketahui tingkat keandalan dari sistem proteksi kebakaran tersebut
66
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. RSUP Fatmawati Jakarta
RS Fatmawati didirikan pada tahun 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno.
sebagai RS yang mengkhususkan Penderita TBC Anak dan Rehabilitasinya. Pada
tanggal 15 April 1961 penyelenggaraan dan pembiayaan RS Fatmawati diserahkan
kepada Departemen Kesehatan sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari
jadi RS Fatmawati. Dalam perjalanan RS Fatmawati, tahun 1984 ditetapkan
sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai RSU
Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangan RS Fatmawati ditetapkan sebagai Unit Swadana pada
tahun 1991, pada tahun 1994 ditetapkan menjadi Unit Swadana Tanpa Syarat,
pada tahun 1997 sesuai dengan diperlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah
sakit mengalami perubahan kebijakan dari Swadana menjadi PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak) selanjutnya pada tahun 2000 RS Fatmawati ditetapkan
sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada tanggal 11
Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
67
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU)
(www.rsupfatmawati.com).
Pada tahun 2007, gedung eks RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat)
dierahkan oleh Departemen Kesehatan RI untuk dimanfaatkan bagi pengembangan
pelayanan RSUP Fatmwati. Setelah direnovasi, gedung tersebut dimanfaatkan
funtuk pelayanan pendidikan dan pelatihan dan klinik Wijaya Kusuma (HIV
AIDS) dan klinik Amarylis (kesehatan jiwa). Pada tanggal 2 Mei 2008, RSUP
Fatmawati ditetapkan oleh Depkes sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
unggulan orthopaedi dan rehabilitasi medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan
Nomor 424/MENKES/SK/V/2008. Dan pada tanggal 8April 2010 RSUP
Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas A Pendidikan berdasarkan
Kepmenkes Nomor 472/MENKES/SK/IV/2010 (Hapsari, 2012).
5.1.1. Visi, Misi, Tujuan, dan Moto RSUP Fatmawati Jakarta
5.1.1.1. Visi RSUP Fatmawati Jakarta
“Terdepan, Paripurna, dan Terpercaya Di Indonesia”
5.1.1.2. Misi RSUP Fatmawati Jakarta
Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan penelitian di segala bidang ilmu, dengan
68
unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik, yang
memenuhi kaidah manajemen risiko klinis
Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan,
akuntabel, serta berdaya saing tinggi
Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai dengan
perkembangan IPTEK terkini
Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan, dan kesejahteraan
sumber daya manusia
5.1.1.3. Tujuan RSUP Fatmawati Jakarta
Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang
memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety)
Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi
dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat
Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan
akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
penelitian
Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada
pelayanan pelanggan
Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh
sumber daya manusia rumah sakit
69
5.1.1.4. Moto RSUP Fatmawati Jakarta
“Percayakan Pada Kami”
5.2. IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu bagian layanan yang dimiliki
oleh RSUP Fatmawati Jakarta. Bagian IGD RSUP Fatmawati Jakarta ditujukan
untuk memberikan pelayanan kegawatdaruratan medik.
Bangunan IGD RSUP Fatmawati Jakarta berbentuk bangunan permanen
dengan tiga lantai, dengan rincian:
1. Lantai 1 teridiri atas lobby utama, bagian apotik, ruang tunggu, ruang poli
24 jam, ruang tunggu dan periksa KDRT, bagian triage officer, ruang
kasus bedah, ruang kasus non bedah, ruang server, ruang radiologi, ruang
radiologi CT Scan, ruang resusitasi, ruang tindakan sub steril, ruang IGD
anak, dan kamar jaga.
2. Lantai 2 terdiri atas ruang tunggu, mushola, ruang isolasi, ruang karu
ICU, ruang konsultasi, nurse station, ruang ICU dan ICU khusus, ruang
dokter jaga, gudang alat ICU, ruang makan, ruang tunggu VIP, ruang
NICU, dan ruang perawat.
3. Lantai tiga terdiri atas aula, mushola, ruang Kepala IGD, ruang
pendidikan dan Kepala Pendidikan, ruang IGD dan Kepala IGD, ruang
70
kelas, lobby, ruang IRI, ruang SMF anastesi, ruang SMF Jantung, dan
gudang.
5.2.1. Struktur Organisasi IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Bagian IGD RSUP Fatmawati Jakarta dipimpin oleh seorang kepala
IGD. Kepala IGD membawahi tiga posisi koordinator yaitu koordinator
pelayanan medis, koordinator asuhan keperawatan, dan koordinator
penunjang dan administrasi umum (gambar struktur organisasi IGD RSUP
Fatmawati terlampir).
Koordinator pelayanan medis membawahi bagian call center, doketr
jaga IGD, dan penanggungjawab ambulans. Kooordinator penunjang dan
administrasi umum membawahi penanggungjawab inventaris dan alat
kesehatan habis pakai dan penanggungjawab administrasi dan umum.
Koordinator asuhan keperawatan membawahi kepala ruang. Kepala ruang
tersebut membawahi lagi wakil kepala ruang dan waki kepala ruang
membawahi tiga penanggungjawab yaitu penanggungjawab ruang triase
dan non urgent, penanggungjawab ruang emergent, dan penanggungjawab
ruang emergent dan observasi lanjutan.
5.2.2. Uraian Jabatan Organisasi IGD RSUP Fatmawati Jakarta
1. Kepala IGD: bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan
pelayanan dan pengelolaan fasilitas IGD
71
2. Koordinator pelayanan medis: bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan kegiatan pelayanan medis IGD
3. Koordinator asuhan keperawatan: bertugas memfasilitasi,
mengelola, menyelenggarakan, dan mengkoordinasikan pelayanan
keperawatan di IGD serta bertanggungjawab kepada kepala IGD
4. Koordinator penunjang dan administrasi umum: bertanggungjawab
terhadap pengelolaan kegiatan yang terkait dengan penunjang dan
administrasi umum IGD
5. Kepala ruang IGD: melaksanakan asuhan keperawatan di IGD
6. Wakil kepala IGD: membantu kepala ruang IGD melaksanakan
asuhan keperawatan di IGD
7. Penanggungjawab ruang triase dan non urgent: bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan kegiatan pelayanan triase (pemilahan)
pasien dan non urgent secara optimamal di IGD
8. Penanggungjawab ruang urgent dan observasi lanjutan:
bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pelayanan
ruang urgent dan observasi lanjutan secara optimal dan asuhan
keperawatan kepada seluruh pasiendi IGD
9. Penangungjawab ruang emergent IGD: bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan kegiatan pelayanan resussitasi pasien secara
optimal di IGD
10. Penangungjawab inventaris dan alat kesehatan habis pakai:
bertanggungjawab terhadap pengadaan, penyediaan, dan
72
pengelolaan alat kesehatan habis pakai dan fasilitas lain yang
dibutuhkan untuk mendukung kesiapan pelayanan IGD selama 24
jam
11. Penanggungjawab administrasi dan umum: bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan dan supervisi tugas-tugas administratif secara
optimal di IGD
12. Penanggungjawab ambulans: bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan kegiatan pelayanan ambulan secara optimal di
IGD
13. Pelaksana keperawatan: bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
asuhan keperawatan pasien secara optimal dan profesional di IGD
14. Pengemudi ambulans: melaksanakan proses transportasi pasien
secara optimal
15. Pelaksana tata usaha: melaksanakan tugas administratif secara
optimal
16. Pekarya IGD: membantu terlaksananya tugas dokter/perawat secara
optimal
17. Data entry: menginput data pemeriksaan dan tinakan ke dalam
aplikasi komputer
73
5.3. Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Sistem proteksi kebakaran yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta terdiri atas empat komponen yaitu kelengkapan tapak, sistem proteksi
aktif, sistem proteksi pasif, dan sarana penyelematan. Masing-masing komponen
memiliki sub-subkomponen yang harus diamatai, diperiksa, lalu dibandingkan
kondisi aktualnya dengan standar penilaian yang digunakan dalam tulisan ini.
Penjelasan mengenai hasil pengamatan dan penilaian terhadap subkomponen dari
masing-masing komponen sistem proteksi kebakaran akan diberikan pada bagian
berikut ini.
5.3.1. Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Komponen kelengkapan tapak terdiri atas 4 subkomponen, yaitu
sumber air, jalan lingkungan, jarak antar bangunan, dan hidran halaman.
Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen kelengkapan tapak gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta, diperlukan nilai kondisi dari keempat
subkomponen tersebut. Pemaparan nilai konidisi dari empat subkomponen
tersebut akan diuraikan dalam bagian berikut.
5.3.1.1. Sumber Air
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, disebutkan
jika kapasitas air di gedung IGD telah memenuhi syarat minimal
terhadap fungsi bangunan.
74
“...sumber air sudah mencukupi. Biar lebih jelas, coba tanya
ke bagian IPSRS...” (ik)
“...sudah pasti mencukupi karena sumber airnya sudah
dipersiapkan untuk 1-3 jam...” (ip)
Secara lebih rinci, informan pendukung memberikan
keterangan mengenai sebuah ground tank yang digunakan untuk
menyimpan air dengan dimensi 6x6x3 meter sehingga
kapasitasnya adalah 108 m3 atau jika dikonversikan ke dalam
satuan liter maka kapasitasnya adalah 108.000 liter. Berdasarkan
hal tersebut, konidis aktual sumber air gedung IGD RSUP
Fatmawati jakarta telah sesuai dengan persyaratan. Pememuhan
kriteria sumber dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.1
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Sumber Air
Gedung IGD RSUP Fatmawati
Kriteria
Penialaian
Kondisi
Aktual
Nilai
Tersedia dengan kapasitas yang
memenuhi persyaratan
minimal terhadap fungsi
bangunan
Sumber air berasal dari air
tanah dan PDAM. Terdapat
ground tank dengan
kapasitas 1081000 liter
B (100)
75
5.3.1.2. Jalan Lingkungan
Subkomponen jalan lingkungan mensyratakan bahwa jalan
lingkungan harus tersedia dengan lebar minimal 6 m, diberi
pengerasan, dan lebar jalan masuk minimal 4 m. Kondisi aktual
jalan lingkungan gedung IGD RSUP Fatmawati telah memenuhi
tiga kriteria yang telah disebutkan. Hasil pengukuran langsung
menunjukkan jalan lingkungan gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta memiliki lebar di atas 6 m, jalan lingkungan telah diberi
pengerasan aspal, serta lebar jalan masuk di atas 4 meter sehingga
memungkinkan mobil pemadam kebakaran untuk masuk ke area
sekitar gedung IGD RSUP Fatmawati. Pememuhan kriteria jalan
lingkungan dapat dilihat dalam tabel dan gambar berikut.
Tabel 5.2
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jalan Lingkungan
Gedung IGD RSUP Fatmawati
Kriteria
Penialaian
Kondisi
Aktual
Nilai
Tersedia dengan lebar 6m; diberi
pengerasan; lebar jalan masuk 4 m
Tersedia dengan lebar diatas 6 m;
sudah diberi pengerasan aspal; lebar jalan masuk diatas 4 m
B (100)
76
Gambar 5.1
Jalan Lingkungan IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.1.3. Jarak Antar Bangunan
Penilaian subkomponen jarak antar bangunan dilakukan
dengan observasi langsung yaitu pengukuran dengan alat bantu
meteran. Posisi gedung IGD dengan bangunan terdekat akan
dihitung jarak antar keduanya sehingga menghasilkan informasi
terpenuhi atau tidaknya subkomponen jaarak antar bangunan.
Kriteria penilaian subkomponen jarak antar bangunan terdiri
atas tiga poin, yaitu:
1. Jika tinggi bangunan mencapai 8 m, maka jarak antar
bangunannya adalah 3m
2. Jika tinggi bangunan 8 – 14 m, maka jarak antar
bangunannya adalah 6 m
3. Jika tinggi bangunan di atas 40m, maka jarak antar
bangunannya adalah lebih dari 8 m
77
Bangunan IGD RSUP Fatmawati berada dalam kisaran
tinggi 8 – 14 m hingga jarak antar bangunan yang dipersyaratkan
adalah 6 m. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa jarak
antara gedung IGD RSUP Fatmawati dengan gedung terdekat hanya
sekitar 4 meter sehingga tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Gambar 5.2
Jarak Bangunan IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Dengan Gedung Terdekat
Dengan kondisi tersebut, maka jarak antar bangunan gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta tidak sesuai dengan persyaratan.
Pememuhan kriteria jarak antar bangunan dapat dilihat dalam tabel
berikut.
78
Tabel 5.3
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Jarak Antar
Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati
Kriteria
Penilaian
Kondisi
Aktual
Nilai
Tinggi bangunan 8 –
14 m jarak antar
bangunannya adalah 6 m
Jarak dengan bangunan
terdekat hanya sekitar 4 m
C (75)
5.3.1.4. Hidran Halaman
Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran gedung (Pd-
T-112005-C) mensyaratkan beberapa poin agar subkomponen
hidran halaman dapat dikategorikan baik. Poin poin tersebut
diantaranya adalah:
1. Hidran halaman tersedia di halaman
2. Hidran halaman harus mudah dijangkau
3. Hidran halaman harus berfungsi sempurna dan lengkap
4. Suplai air hidran halaman adalah 38 liter/detik
5. Tekanan air hidran halaman adalah 3,5 bar
Hidran halaman yang dimiliki oleh gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta sudah tersedia di halaman dan mudah dijangkau
oleh petugas pemadam. Selain itu, hidran halaman tersebut juga
pernah diujicoba oleh petugas pemadam sehingga dapat
disimpulkan jika hidran halaman tersebut berfungsi sempurna dan
79
lengkap. Dalam ujicoba tersebut diketahui pula tekanan airnya
berkisar antara 3,5 – 4 bar sementara suplai air berkisar antara 38
– 40 liter/detik. Pememuhan kriteria hidran halaman dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 5.4
Hasil Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Halaman
Gedung IGD RSUP Fatmawati
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Hidran halaman tersedia di halaman ; Hidran halaman harus mudah dijangkau; Hidran halaman harus berfungsi sempurna dan lengkap; Suplai air hidran halaman adalah 38 liter/detik; Tekanan air hidran halaman adalah 3,5 bar
Tersedia di halaman; Mudah dijangkau; Berfungsi sempurna dan lengkap; Suplai air 38 – 40 liter/detik Tekanan 3,5 – 4 bar;
B (100)
5.3.1.5. Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
Nilai komponen kelengkapan tapak diperoleh dengan
menjumlahkan nilai kondisi subkomponen sumber air, jalan
80
lingkungan, jarak antar bangunan, dan hidran halaman. Hasil
perhitungannya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.5
Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
No Sub KSKB Hasil
Penilaian
Standar
Penilaian
Bobot
(%)
Nilai
Kondisi
Jumlah
Nilai
KELENGKAPAN TAPAK 25
1 Sumber Air B 100 27 6,75
2 Jalan
Lingkungan
B 100 25 6,25
3 Jarak Antar
Bangunan
C 75 23 4,3125
4 Hidran
Halaman
B 100 25 6,25
JUMLAH 23.5625%
Hasil penghitungan nilai komponen kelengkapan tapak
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta adalah sebesar 23,5625%
seperti yang terlihat dalam tabel. Nilai tersebut hampir mendekati
nilai maksimal yang menjadi bobot komponen kelengkapan tapak
yang mencapai 25%
81
5.3.2. Sistem Proteksi Aktif Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Komponen sistem proteksi aktif yang diperiksa di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta terdiri atas 13 subkomponen yang meliputi deteksi dan
alarm, siames connection, alat pemadam api ringan (APAR), hidran
gedung, springkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap,
pembuangan asap, lift kebakaran, cahaya darurat, listrik darurat, dan ruang
pengendali operasi. Penilaian terhadap ketigabelas subkomponen tersebut
akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
5.3.2.1. Deteksi dan Alarm
Kebakaran merupakan peristiwa yang terjadi saat suatu
bahan mencapai temperatur kritis dan secara kimia dengan
oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api,
cahaya, uap air, asap, karbon monoksida, atau produk dan efek
lainnya. Detektor melakukan alat yang dirancang untuk
mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan (SNI
03-3985-2000).
Subkomponen deteksi dan alarm yang dimiliki oleh gedung
IGD RSUP harulsah memenuhi kriteria-kriteria seperti:
1. Detektor harus dilindungi dari bahaya gangguan
mekanis
2. Detektor harus dipasang pada seluruh daerah ruangan
82
3. Setiap detektor yang terpasang harus dapat dijangkau
untuk pemeliharaan dan pengujian secara periodik
4. Tersedianya detektor panas
5. Terpasangnya alat manual pemicu alarm
6. Jarak detektor tidak boleh lebih dari 30 m dari titik
alarm manual
Pemenuhan kriteria-kriteria subkomponen deteksi dan alarm
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 5.6
Hasil Pemenuhan Kriteria Deteksi dan Alarm Gedung
IGD RSUP Fatmawati
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Detektor harus dilindungi dari bahaya gangguan
mekanis
Detektor telah dilindungi dari bahaya gangguan
mekanik
B
(100) Detektor harus dipasang
pada seluruh daerah ruangan
Detektor sudah terpasang di seluruh area ruangan
Setiap detektor yang terpasang harus dapat
dijangkau untuk pemeliharaan dan
pengujian secara periodik
Detektor yang terpasang telah dapat dijangkau
untuk pemeliharaan dan pengujian
Tersedianya detektor panas
Detektor panas sudah tersedia
Terpasangnya alat manual pemicu alarm
Alarm manual sudah tersedia
Jarak detektor tidak boleh lebih dari 30 m dari titik
alarm manual
Jarak detektor – alarm manual tidak lebih dari 15
meter
83
Hasil pengamatan langsung menunjukkan detektor sudah dipasang
di seluruh daerah ruangan gedung IGD RSUP Fatwamatai Jakarta
dan juga sudah terpasang alarm manual. Berdasarkan hasil telaah
dokumen Penetapan Sistem Alarm Kebakaran, Sistem Deteksi
Api, Serta Penyediaan Alat Pemadaman Kebakaran di RSUP
Fatmawati, detektor yang tersedia di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta terdiri dua jenis, yaitu detektor panas dan
detektor asap. Sementara itu, pengukuran dangan alat meteran
menunjukkan jarak antara detektor dengan alarm manual tidak
lebih dari 15 meter. Berdasarkan hal-hal tersebut, deteksi dan
alarm gedung telah memenuhi persyaratan subkomponen deteksi
dan alarm.
Gambar 5.3
Deteksi dan Alarm Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.2.2. Siamese Connection
Siamese connection adalah sebuah bagian yang sering
ditemukan dalah suatu sistem pipa tegak. Fungsi dari siamese
84
connection ini adalah untuk memberikan tambahan suplai air,
tetapi tidak menyediakan suplai air untuk keseluruhan sistem
springkler (Minnesota Fire State Marshal, 2006).
Pemenuhan kriteria subkomponen siamese connection
gedung IGD RSUP Fatmawati dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 5.7
Hasil Pemenuhan Kriteria Siamese Connection
Gedung IGD RSUP Fatmawati
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Siamese connection tersedia dan
ditempatkan pada lokasi yang mudah
dijangkau mobil pemadam
Sudah tersedia dan ditempatkan pada lokasi yang mudah
dijangkau mobil pemadam
B (90)
Siamese connection diberi tanda
petunjuk hingga mudah dikenali
Tidak dilengkapi petunjuk
Hasil pengamatan langsung menunjukkan siamese
connection sudah ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau
mobil pemadam, namun belum terdapat penanda atau tanda
penunjuk agar siamese connection tersebut mudah dikenali.
5.3.2.3. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Pemenuhan kriteria subkomponen APAR di gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat melalui tabel berikut.
85
Tabel 5.8
Hasil Pemenuhan Kriteria APAR Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Jumlah APAR sesuai dengan luas bangunan
Jumlah sudah sesuai dengan luas bangunan
C (75)
Jarak antar APAR maksimal 25 m
Jarak antar APAR tidak lebih dari 20 m
Penempatan APAR mudah dilihat termasuk
instruksi pengoperasiannya dan tanda identifikasinya
APAR mudah dilihat, serta sudah terdapat instruksi
pengoperasian dan identifikasinya
APAR tidak boleh terhalang oleh
peralatan atau material-material
Ada beberapa APAR yang terhalang objek
Penempatan APAR minimum 15 cm dari
permukaan lantai
Jarak APAR dengan permukaan lantai 50 cm
Dari dokumen re-layout gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta, luas keseluruhan bangunan IGD RSUP Fatmawati adalah
sekitar 3959,4 m2 (42620 ft2). Jika dibandingkan dengan standar
jumlah alat pemadam dari NFPA 10 maka estimasi jumlah APAR
yang harus tersedia adalah 14. Hasil telaah dokumen Penetapan
Sistem Alarm Kebakaran, Sistem Deteksi Api, Serta Penyediaan
Alat Pemadaman Kebakaran di RSUP Fatmawati APAR
menyebutkan APAR sudah tersedia di seluruh lantai gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta dengan total 24 APAR. Hasil
pengamatan langsung menunjukkan APAR sudah diletakkan di
86
tempat yang terlihat. Instruksi pengoperasian dan identifikasi
APAR sudah tertulis di badan APAR. Sementara itu pengukuran
dengan alat bantu meteran menunjukkan jarak APAR dengan
permukaan lantai mecapai 50 cm dan jarak antar APAR sudah
memenuhi krietria yaitu dengan jarak tidak lebih dari 20 meter.
Gambar 5.4
APAR Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.2.4. Hidran Gedung
Pemenuhan kriteria subkomponen hidran gedung dapat
dilihat melalui tabel berikut.
87
Tabel 5.9
Hasil Pemenuhan Kriteria Hidran Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
Kriteria Kondisi Aktual Nilai
Tersedia sambungan selang diameter 35 mm dalam kondisi baik, panjang selang minimal 30 m, dan tersedia kotak untuk menyimpan
Sudah tersedia lengkap dengan kondisi baik
B (100)
Pasokan air cukup tersedia sekurang-kurangnya untuk 45 menit
Pasokan air bisa untuk 1- 3 jam
Bangunan kelas 4, luas 1000 m2/buah (kompartemen tanpa partisi), 2 buah/1000 m2 (kompartemen dengan partisi) Bangunan kelas 5, luas 800 m2/buah tanpa partisi, dan 2 buah/800 m2 dengan pasrtisi
Jumlah hidran gedung sudah sesuai
Hidran gedung yang dimiliki gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta tersedia dengan sambungan selang 1,5 inchi (38,1 mm)
dan juga terdapat kotak untuk menyimpan. Sementara itu
berdasarkan data dari informan menyebutkan pasokan air untuk
pemadaman kebakaran tersedia untuk waktu 1-3 jam dan jumlah
hidran gedung terdapat 2 buah berdasarkan data dari dokemen
Penetapan Sistem Alarm Kebakaran, Sistem Deteksi
88
Api/Kebakaran Serta Penyediaan Alat Pemadam Kebakaran di
RSUP Fatmawati.
Gambar 5.5
Hidran Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.2.5. Springkler
Pengataman langsung di gedung IGD RSUP Fatmawati
menunjukkan bahwa gedung tersebut tidak dilengkapi dengan
sistem springkler. Hasil pengamatan tersebut diperkuat dengan
informasi yang diperoleh dari informan sebagai berikut:
“...tidak ada springkler karena berkaitan dengan benda-
benda elektronik, kondisi pasien, serta bangunan ini awalnya
hanya berjumlah dua lantai...” (ik)
“...desain awal gedung IGD adalah 2 lantai, jadi dirasa
tidak perlu...” (ip)
Dengan kondisi aktual seperti itu, maka perbandingan antra
kriteria penilaian untuk subkomponen springkler dengan kondisi
89
aktualnya secara otomatis akan menghasilkan nilai kategori
KURANG dengan nilai kuantitatif 0.
5.3.2.6. Sistem Pemadam Luapan
Pengamatan langsung di gedung IGD RSUP Fatmawati
menunjukkan bahwa gedung tersebut tidak memiliki sistem
pemadam luapan. Hasil pengamatan tersebut diperkuat dengan
hasil wawancara dengan informan tentang alasan tidak adanya
sistem pemadam luapan di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.
“...IGD beroperasi selama 24 jam sehingga aktifitas SDM
pun akan berlangsung 24 jam. Selain itu pekarya dan satpam
sudah diberi pelatihan penanganan kebakaran. Serta, sudah
terdapat garis komando untuk di luar jam kerja normal sehingga
gedung IGD bisa terus terpantau...” (ik)
Berdasarkan hal–hal di atas, maka kondisi aktual dari sistem
luapan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dianggap “tidak
tersedia”. Dengan begitu, maka nilai subkomponen sistem
pemadam luapan adalah 0.
5.3.2.7. Pengendali Asap
Berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap
ketersediaan pengendali asap di gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta diperoleh hasil sementara dimana gedung IGD RSUP
90
Fatmawati Jakarta tidak memiliki pengendalian asap. Hal ini
kemudian diperkuat dengan informasi dari informan mengenai
tidak adanya pengendali asap di gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta.
“....gedung IGD memang tidak ada pengendali asap,...” (ik)
“...tidak ada pengendali asap mungkin karena tidak
dimunculkan saat perencanaan pembangunan gedung...”(ip)
Berdasarkan hal-hal di atas, maka kondisi aktual pengendali
asap gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dianggap “tidak
tersedia”. Dengan begitu, maka nilai subkomponen sistem
pengendali asap adalah 0.
5.3.2.8. Deteksi Asap
Penilaian terhadap deteksi asap yang terdapat di gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut.
91
Tabel 5.10
Hasil Pemenuhan Kriteria Deteksi Asap Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Sistem deteksi asap meengaktifkan sistem peringatan bagi seluruh penghuni gedung
Sistem deteksi mengaktifkan peringatan bagi seluruh penghuni gedung IGD
B (90)
Pada ruang dapur dan area lain yang sering mengakibatkan terjadinya alarm palsu dipasang alarm panas terkecuali telah dipasang springkler
Detektor panas sudah terpasang
Detektor asap yang terpasang mengaktifkan sistem pengolahan udara secara otomatis, sistem pembuangan asap, ventilasi asap dan panas
Tidak mengaktifkan sistem
Jarak antar detektor <20 m dan <10 m dari dinding pemisah atau tirai asap
Jarak antar detektor <20 m dan <10 m dari dinding pemisah atau tirai asap
Dokumen Penetapan Sistem Alarm Kebakaran, Sistem
Deteksi Api, Serta Penyediaan Alat Pemadaman Kebakaran di
RSUP Fatmawati menyebutkan bahwa deteksi asap yang
terpasang di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta memberikan
tanda peringatan bagi seluruh penghuni gedung melalui peringatan
tanda bunyi bel dan bunyi sirine. Sementara itu deteksi asap yang
terpasang tidak mengaktifkan sistem pengolahan karena hasil
92
pengamatan menunjukkan gedung IGD RSUP Fatmawati tidak
memiliki sistem pengolahan udara dan sistem pembuangan asap.
Pengukuran dengan alat bantu meteran menunjukkan jarak antar
detektor sudah sesuai dengan kriteria.
Gambar 5.6
Deteksi Asap Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.2.9. Pembuangan Asap
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap subkomponen
pembuangan asap di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
diperoleh hasil sementara dimana gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta tidak memiliki pembuangan asap. Tidak terdapat fan
pembuangan asap, reservoir asap, dan udara pengganti yang
menjadi kriteria penilaian subkomponen pembuangan asap.
peneliti menemukan kipas/fan di bagian IGD anak namun fan
tersebut bukan fan pembuangan asap yang dimaksud. Tidak
tersedianya pembuangan asap ini juga dipertegas dari infomasi
dari informan.
“...memang tidak ada pembuangan asap...” (ik)
93
Berdasarkan hal-hal di atas, maka kondisi aktual
pembuangan asap gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dianggap
“tidak tersedia”. Dengan begitu, maka nilai subkomponen sistem
pengendali asap adalah 0.
5.3.2.10. Lift Kebakaran
Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran gedung Pd-T-
11-2005-C Departemen PU yang digunakn dalam tulisan ini
memberikan kriteria bahwa lift kebakaran sekurang-kurangnya
harus dipasang pada bangunan dengan ketinggian efektif 25 meter.
Berdasarkan dokumen perencanaan re-layout gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta, bangunan IGD RSUP Fatmawati memiliki
tinggi sekitar 12 meter dengan tiga lantai sehingga masuk dalam
kriteria subkomponen lift kebakaran.
5.3.2.11. Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah
Penilaian kondisi aktual dari subkomponen cahaya darurat
dan petunjuk arah dilakukan dengan pengamatan langsung. Hasil
penilaian subkomponen cahaya darurat dan petunjuk arah dapat
dilihat melalui tabel berikut.
94
Tabel 5.11
Hasil Pemenuhan Kriteria Cahaya Darurat dan
Petunjuk Arah IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Sistem pencahayaan darurat harus dipasang di setiap tangga yang
dilindungi terhadap kebakaran, di setiap lantai dengan luas >300m2, di
setiap jalan terusan, koridor
Sudah tersedia pencahayaan darurat di setiap tangga
darurat, lantai, jalan terusan, dan koridor
B (100)
Desain sistem pencahayaan darurat beroperasi otomatis, memberikan
pencahayaan yang cukup, dan harus memenuhi standar yang berlaku
Sistem pencahayaan darurat beroperasi otomatis dan
memberikan pencahayaan yang cukup
Tanda exit terlihat dan terpasang berdekatan dengan pintu yang
memberikan jalan keluar langsung, pintu dari suatu tangga, exit horizontal
dan pintu yang melayani exit
Tanda exit terlihat dan terpasang dengan pintu yang
melayani exit
Bila exit tidak terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni harus
dopasang tanda petunjuk dengan tanda panah dan penunjuk arah
Exit yang terpasang sudah disertai dengan penunjuk arah
Setiap tanda exit harus jelas dan pasti, diberi pencahayaan yang cukup,
dipasang sedemkian rupa sehingga tidak terjadi gangguan listrik, tanda
petunjuk arah keluar harus memenuhi standar yang berlaku
Tanda exit sudah diberi pencahayaan cukup, terlihat
jelas dan pasti.
95
Gambar 5.7
Cahaya Darurat dan Petunjuk Arah
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.2.12. Listrik Darurat
Hasil penilaian subkomponen listrik darurat dapat dilihat
melalui tabel berikut
Tabel 5.12
Hasil Pemenuhan Kriteria Listrik Darurat IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Daya yang disuplai sekurang-kurangnya dari dua sumber yaitu PLN,
atau sumber daya darurat (batere, generator, dll)
Terdapat tiga sumber listrik:
PLN, generator, dan UPS
B
(100)
Semua intalasi kabel yang melayani sumber daya listrik harus tahan
api selama 60 menit, catu daya dari sumber daya ke motor harus memenuhi ketentuan
Instalasi kabel memenuhi ketentuan
Memenuhi cara pemasangan kabel yang
termuat dalam PUIL
Memenuhi cara pemasangan sesuai
dengan PUIL
96
Sumber listrik untuk kebutuhan daya di gedung IGD RSUP
Fatmwati Jakarta telah sesuai kriteria karena suplai daya berasal
lebih dari satu sumber. Hal ini dipertegas dengan informasi dari
informan.
“...sumber listrik IGD berasal dari PLN, Genset, dan
UPS...” (ik)
“...listrik dari PLN, sumber emergency, dan pakai
UPS...”(ip)
5.3.2.13. Ruang Pengendali Operasi
Hasil penilaian terhadap subkomponen ruang pengendali
operasi dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.13
Hasil Pemenuhan Kriteria Ruang Pengendali Operasi
IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Tersedia dengan peralatan yang lengkap dan dapat
memonitor bahaya kebakaran yang akan terjadi
Tersedia dengan terdapatnya CCTV yang diletakkan di
berbagai titik
C (80)
Hasil pengamatan di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
sudah memasang CCTV di berbagai titik dan pusat kendalinya ada
di ruangan tata usaha lantai 3. Selain untuk melihat kondisi dan
97
kegiatan dalam gedung secara umum, keberadaan CCTV juga
cukup membantu memonitor bahaya kebakaran.
Gambar 5.8
Ruang Pengendali Operasi
Gedung IGD RSUP fatmawati Jakarta
5.3.2.14. Hasil Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen sistem proteksi
kebakaran aktif gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta, nilai dari
tiga belas subkomponen yang sudah disebutkan dikalikan dengan
bobot dari masing-masing subkomponen Keandalan Sistem
Keandalan Bangunan (KSKB). Nilai yang didapat kemudian
masing-masing dikalikan dengan bobot komponen KSKB yang
dalam hal ini adalah bobot komponen Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif. Setelah dikalikan dengan bobot komponen sistem proteksi
kebakaran aktif, maka akan diperoleh nilai kondisi dari masing-
masing subkomponen. Nilai kondisi tersebut kemudian
98
dijumlahkan sehingga menghasilkan nilai kondisi komponen
sistem proteksi kebakaran aktif. Hasil pememuhan kriteria sistem
proteksi kebakaran aktif dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.14
Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
No Sub KSKB Hasil
Penilaian
Standar
Penilaian
Bobot
(%)
Nilai
Kondisi
Jumlah
Nilai
PROTEKSI AKTIF 24
1 Deteksi dan Alarm
B 100 8 2,16
2 Siames Connection
B 90 8 1,728
3 APAR B 90 8 1,728
4 Hidran Gedung B 100 8 2,16
5 Springkler K 0 8 0
6 Sistem Pemadam Luapan
K 0 7 0
7 Pengendali Asap K 0 8 0
8 Deteksi Asap B 90 8 1,728
9 Pembuangan Asap
K 0 7 0
10 Lift Kebakaran B 100 7 1,68 -
11 Cahaya Darurat B 100 8 2,16
12 Listrik darurat B 100 8 2,16
13 Ruang pengendali operasi
C 80 7 1,344
JUMLAH 16,848 %
99
Hasil penghitungan nilai komponen sistem proteksi
kebakaran aktif gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
menunjukkan nilai sebesar 16,848%. Nilai ini kurang mendekati
nilai maksimal yang jadi bobot komponen sistem proteksi
kebakaran aktif yang sebesar 24%. Hal ini disebabkan karena ada
beberapa komponen yang tidak tersedia di gedung IGD RSUP
Fatmawati sehingga tidak memiliki nilai.
5.3.3. Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Komponen sistem proteksi pasif yang diperiksa di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta terdiri atas 3 subkomponen yang meliputi ketahan api
struktur bangunan, kompartemenisasi ruangan, dan perlindungan bukaan.
Penilaian terhadap ketiga subkomponen tersebut akan dijelaskan pada
bagian berikut ini.
5.3.3.1. Ketahanan Api Struktur Bangunan
Penilaian subkomponen ketahanan struktur api bangunan
dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual gedung
bangunan dengan kriteria penilaian ketahanan api struktur
bangunan. Hasil penilaian subkomponen ketahanan api strukutur
bangunan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta dapat dilihat
melaui tabel berikut.
100
Tabel 5.15
Hasil Pemenuhan Kriteria Ketahan Api Struktur
Bangunan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Ketahanan api komponen struktur
bangunan sesuai dengan yang dipersyaratkan (Tipe A, B, C), yang
sesuai dengan fungsi/klasifikasi
bangunannya
Ketahanan api struktur bangunan
sudah sesuai
B (90)
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta termasuk dalam
struktur bangunan tipe A dan konstruksinya sudah memenuhi
persyaratan ketahanan api untuk bangunan tipe A yaitu konstruksi
dari bahan beton. KepmenPU Nomor 11 Tahun 2000
menyebutkan jika beton merupakan salah satu bahan konstruksi
yang tahan api. Hal ini kemudian diperkuat dengan informasi dari
informan.
“...tahan api karena kosntruksi dari beton, meski tidak
baku...” (ip)
101
5.3.3.2. Kompartemenisasi Ruangan
Penilaian subkomponen kompartemenisasi dapat dilihat
melalui tabel berikut.
Tabel 5.16
Hasil Pemenuhan Kriteria Kompartemensisasi
Ruangan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Berlaku untuk bangunan dengan luas lantai 5000 m2 (untuk tipe A), 3500 m2 (untuk tipe B), dan 2000 m2 (untuk tipe C)
Sudah ada kompartemenisasi,
B (90)
Luas lebih dari 18000 m2, volume 108000 m3 dilengkapi dengan springkler, dikelilingi jalan masuk kendaraan dan sistem pembuangan asap otomatis dengan jumlah, tipe, dan cara pemasangan yang sesuai persyaratan
Luas lantai tidak sampai melebihi 18000 m3
Lebar jalanan minimal 6 m, mobil pemadam dapat masuk ke lokasi
Lebar jalan di atas 6m, mobil pemadam bisa masuk
Berdasarkan pengamatan dan informasi dari informasn,
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta sudah memiliki
kompartemensisasi, namun kompartemenisasi yang ada hanya
sebagian.
“...kompartemnisasi sudah ada, tapi tidak semua...” (ik)
“...hanya beberapa bagian yang di-kopartemen...” (ip)
102
Poin kedua kriteria penilaian subkomponen
kompartemenisasi mensyaratkan adanya springkler untuk luas
lantai lebih dari 18.000 m2 dan volume ruangan 108.100 m3. Luas
keseluruhan lantai dan volume gedung IGD RSUP Fatmawati
secara berturut-turut adalah 3959,4 m2 dan 47512 m3 sehingga
tidak memenuhi angka yang tertera dalam poin kedua kriteria
penilaian subkomponen kompartemenisasi ruangan hingga
persyaratan springkler dan sistem pembuangan asap dapat
dianggap telah memenuhi syarat.
5.3.3.3. Perlindungan Bukaan
Penilaian subkomponen perlindungan bukaan gedung IGD
RSUP Fatmawati dapat dilihat dalam tabel berikut ini
103
Tabel 5.17
Hasil Pemenuhan Kriteria Perlindungan Bukaan
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Bukaan harus dilindungi, diberi penyetop api
Hanya terdapat pintu tahan api dan letaknya
berada di dalam gedung
C (70)
Bukaan vertikal dari dinding tertutup dari bawah sampai atas di setiap lantai diberi penutup
api Sarana proteksi pada bukaan
meliputi: - Pintu kebakaran, jendela
kebakaran, pintu penahan asap dan penutup api sesuai dengan standar
- Daun pintu dapat berputar di suatu sisi
- Pintu mampu menahan asap 200oC
- Tebal daun pintu 35 mm Jalan keluar/masuk pada dinding
tahan api: - Lebar bukaan pintu keluar
harus dari setengah panjang dinding tahan api
- Tingkat isolasi minimal 30 menit
5.3.3.4. Hasil Penilaian Sistem Proteksi Pasif
Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen sistem proteksi
kebakaran pasif gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta, nilai dari
tiga subkomponen yang sudah disebutkan dikalikan dengan bobot
dari masing-masing subkomponen Keandalan Sistem Keandalan
104
Bangunan (KSKB). Nilai yang didapat kemudian masing-masing
dikalikan dengan bobot komponen KSKB yang dalam hal ini
adalah bobot komponen Sistem Proteksi Kebakaran pasif. Setelah
dikalikan dengan bobot komponen sistem proteksi kebakaran
pasif, maka akan diperoleh nilai kondisi dari masing-masing
subkomponen. Nilai kondisi tersebut kemudian dijumlahkan
sehingga menghasilkan nilai kondisi komponen sistem proteksi
kebakaran pasif. Hasil pememuhan kriteria sistem proteksi
kebakaran pasif dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.18
Hasil Pemenuhan Kriteria Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta
No Sub KSKB Hasil
Penilaian
Standar
Penilaian
Bobot
(%)
Nilai
Kondisi
Jumlah
Nilai
PROTEKSI PASIF 26
1 Ketahanan Api Struktur Banguunan
B 90 36 8,424
2 Kompartmenisasi Ruangan
B 90 32 7,488
3 Perlindungan Bukaan C 70 32 5,824 JUMLAH 21,736 %
Hasil penilaian komponen sistem proteksi kebakaran pasif
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta menunjukkan nilai sebesar
21,736%. Nilai ini belum cukup mendekati nilai maksimal yang
105
menjadi bobot komponen sistem proteksi kebakaran pasif yang
sebesar 26%. Adanya beberapa kriteria yang tidak terpenuhi
membuat nilai komponen sistem proteksi kebakaran pasif gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta belum cukup mendekati nilai
maksimal atau bobot yang sudah ditentukan.
5.3.4. Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Komponen sarana penyelamatan yang diperiksa di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta terdiri atas 2 subkomponen yang meliputi jalan keluar
dan konstruksi jalan keluar. Penilaian terhadap kedua subkomponen
tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
5.3.4.1. Jalan Keluar
Penilaian terhadap subkomponen jalan keluar dilakukan
dengan pengamatan langsung dan pengukuran menggunakan alat
bantu meteran. Hasil penilaian terhadap subkompomponen jalan
keluar gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta akan dijelaskan
dalam tabel berikut ini.
106
Tabel 5.19
Hasil Pemenuhan Kriteria Jalan Keluar Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Minimal per lantai 2 exit dengan tinggi efektif 2,5 m
Tersedia minimal dua lantai namun tidak
semuanya dengan tinggi 2,5 meter
B
(85)
Exit terlindung dari bahaya kebakaran
Terlindungi dari bahaya kebakaran
Jarak tempuh minimal 20 m dari pintu keluar
Terdapat satu titik dengan jarak tempuh . 20
m Ukuran minimal 200 cm Ukuran lebar jalan >2 m
Jarak dari suatu exit > 6 m Jarak dari suatu exit <6m Pintu dari dalam tidak dibuka
langsung ke tangga Pintu dari dalam tidak
dibuka langsung ke tangga
Penggunaan pintu ayun tidak mengganggu proses jalan keluar
Penggunaan pintu ayun tidak mengganggu proses
jalan keluar Tersedia lobby bebas asap TKA 60/60/60 terdapat pintu keluar
diberi tekanan positif
Tidak terdapat lobby bebas asap dengan TKA
60/60/60 Exit tidak boleh terhalang Exit tidak terhalang
Exit menuju ruangan terbuka Exit menuju ruang terbuka
Dari seluruh kriteria penilaian subkomponen jalan keluar,
hanya kriteria ketersediaan lobby bebas asap yang tidak terpenuhi.
“...kalau lobby bebas asap, gedung IGD tidak ada...” (ik)
107
Gambar 5.9
Jalan Keluar Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.4.2. Konstruksi Jalan Keluar
Hasil penilaian terhadap subkompomponen konstruksi jalan
keluar gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta akan dijelaskan
dalam tabel beirkut ini
108
Tabel 5.20
Hasil Pemenuhan Kriteria Konstruksi Jalan Keluar
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Kriteria Penilaian Kondisi Aktual Nilai
Konstruksi tahan minimal 2 jam Konstruksi beton, tahan di atas 2 jam
B (85)
Bebas halangan Bebas halangan Lebar minimal 200 cm Lebar jalan keluar
diatas 2 m Jalan terusan yang terlindungi terhadap kebakaran, bahan tidak mudah terbakar,
langit-langit punya ketahanan penjalaran api tidak dibawah 60 menit
Jalan terusan terlindungi bahaya
kebakaran
Pada tingkat tertentu elemen bangunan bisa mempertahankan stabilitas struktur
bila terjadi kebakaran
Struktur dari beton masih dapat
mempertahankan stabilitas struktur
bangunan Dapat mencegah penjalaran asap
kebakaran Tidak dapat dipastikan,
serta tidak adanya sistem penanggulangan
asap Cukup waktu untuk evakuasi penghuni Cukup waktu untuk
evakuasi Akses ke bangunan harus di sediakn
bagi tindakan petugas kebakaran Akses ke bangunan
disediakan bagi tindakan petugas
kebakaran
Hasil wawancara dengan informan menyebutkan jika
konstruksi gedung IGD RSUP Fatmawati adalah konstruksi beton.
Dengan konstruksi beton, konstruksi gedung memiliki fungsi
ketahanan api sehingga beberapa kriteria yang telah ditentukan.
Sementara mengenai kriteria pencegahan penjalaran asap
kebakaran, hal ini tidak dapat dipastikan mengingat gedung IGD
109
RSUP Fatmawati belum dilengkapo dengan sistem
penanggulangan asap.
Gambar 5.10
Konstruksi Jalan Keluar Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta
5.3.4.3. Landasan Helikopter
Landasan helikopter merupakan subkomponen yang harus
dinilai dalam komponen sarana penyelematan. Kriteria penilaian
subkomponen landasan helikopter berlaku jika bangunan yang
diteliti memiliki tinggi minimal 60 meter.
Berdasarkan hasil telaah dokumen layout gedung IGD
RSUP Fatmawati, gedung IGD RSUP Fatmawati hanya memiliki
sekitar 12 meter sehingga persyaratan landasan helikopter tidak
110
perlu dinilai. Dengan kondisi tersebut, maka nilai dari
subkomponen landasan helikopter memiliki nilai kategori B
dengan nilai kuantitatif 100.
5.3.4.4. Hasil Penilaian Sarana Penyelamatan
Untuk mendapatkan nilai kondisi komponen sarana
penyelamatan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta, nilai dari
dua subkomponen yang sudah disebutkan dikalikan dengan bobot
dari masing-masing subkomponen Keandalan Sistem Keandalan
Bangunan (KSKB). Nilai yang didapat kemudian masing-masing
dikalikan dengan bobot komponen KSKB yang dalam hal ini
adalah bobot komponen sarana penyelamatan. Setelah dikalikan
dengan bobot komponen sarana penyelamatan, maka akan
diperoleh nilai kondisi dari masing-masing subkomponen. Nilai
kondisi tersebut kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan
nilai kondisi komponen sarana penyelamatan. Hasil pememuhan
kriteria sarana penyelamatan dapat dilihat dalam tabel berikut.
111
Tabel 5.21
Hasil Pemenuhan Kriteria Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta
No Sub KSKB Hasil
Penilaian
Standar
Penilaian
Bobot
(%)
Nilai
Kondisi
Jumlah
Nilai
SARANA PENYELAMATAN 25
1 Jalan Keluar B 85 38 8,075 2 Konstruksi Jalan
Keluar B 85 35 7,4375
3 Landasan Helikopter
B 100 27 6,75
JUMLAH 22,2625%
Hasil penilaian komponen sarana penyelamatan gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta menunjukkan nilai 22,625%. Nilai
tersebut cukup mendekati nilai maksimal atau bobot dari
komponen sarana penyelamatan sebesar 25 %. Nilai yang cukup
mendekati tersebut disebabkan seluruh subkomponen berada
dalam kategori baik.
5.3.5. Penilaian Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta
Nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran atau nilai keandalan
sistem keselamatan bangunan (KSKB) diperoleh dengan mencari nilai dari
empat komponen yaitu kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem
proteksi pasif, dan sarana penyelamatan. Nilai dari masing-masing
112
komponen diperoleh dengan menghitung nilai kondisi dari subkomponen-
subkomponennya. Nilai kondisi subkomponen diperoleh dengan cara
mengalikan nilai hasil pengamatan dengan bobot subkomponen dan bobot
komponen. Penjumlahan nilai kondisi dari setiap subkomponen akan
mengahsilkan nilai komponen/nilai KSKB. Nilai komponen/nilai KSKB
dari empat komponen yang sudah disebutkan di atas kemudian
dijumlahkan. Penjumlahan nilai empat komponen tersebut akan
menghasilkan nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung.
Nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP
Fatmawati dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel 5.22
Tingkat Kendalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015
No Komponen KSKB Nilai Kondisi
KSKB
1 Kelengkapan Tapak 23,5625 %
2 Sistem Proteksi Aktif 16.848 %
3 Sistem Proteksi Pasif 21,736 %
4 Sistem Penyelamatan 22,625 %
JUMLAH 84,7715 %
113
Hasil penghitungan tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran
Gedung IGD RSUP Fatmwatai Jakarta menunjukkan angka 84,7715 %.
Nilai tersebut dikategorikan “BAIK” (B) berdasarkan ketentuan dalam
pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran gedung Pd-T-11-2005-C
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Meski mendapat ketegori “BAIK”, terdapat beberapa hal dari sistem
proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta yang perlu
diperhatikan lebih lanjut seperti tidak tersedianya subkomponen-
subkomponen seperti springkler, sistem pemadam luapan, pembuangan
asap, dan pengendalian asap.
114
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Kekuatan suatu data bisa dijamin salah satunya dengan ketersediaan
dokumen-dokumen pendukung. Namun penulis menemui hambatan dimana penulis
tidak mendapatkan seluruh dokumen-dokumen pendukung yang diperlukan dalam
proses pembuatan karya tulis ini. Hal tersebut kemudian menjadi keterbatasan
dalam penelitian tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta ini. Penulis menggunakan data wawancara dengan informan
untuk mengatasi keterbatasan tersebut.
Selain itu, keterbatasan dalam penelitian ini juga terdapat pada pedoman yang
digunakan untuk menentukan nilai keandalan sistem proteksi kebakaran gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta, yaitu pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran
Bangunan Gedung Pd-T-11-2005-C yang disusun oleh Departemen Pekerjaan
Umum Republik Indonesia. Dalam pedoman tersebut terdapat salah satu langkah
dimana suatu subkomponen diberikan nilai kuantitatif setelah subkompoenen
tersebut mendapatkan kategori sebagai hasil perbandingan kondisi nyata
subkomponen tersebut dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Pedoman yang
digunakan dalam penelitian ini tidak secara spesifik menjelaskan mengenai kondisi-
kondisi seperti apa suatu nilai kuantitatif dapat diberikan pada sebuah
115
subkomponen. Sebagai contoh, terdapat subkomponen yang berkategori A.
Beradasarkan pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung
Pd-T-11-2005-C, subkomponen tersebut diberikan nilai antara >80 sampai 100.
Namun pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Pd-T-11-
2005-C tidak mengatur secara rinci mengenai jumlah nilai kuantitatif yang bisa
diberikan apakah sebanyak 82, 85, 90, dan sebagainya. Keputusan mengenai jumlah
nilai kuantitaif diserahkan kepada pihak/petugas/ahli yang ditunjuk sebagai
pemeriksa keandalan sistem proteksi kebakaran gedung.
6.2. Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta
Nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta adalah 85,2035%. Nilai tersebut diperoleh melalui metode
penghitungan tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan yang terdapat
dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-
2005-C yang disusun oleh Departmen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Dalam
pedoman tersebut, nilai tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran bangunan
gedung didapat melalui penjumlahan nilai empat komponen yang diperiksa yaitu
kelengkapan tapak, sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, dan sarana
penyelamatan.
Seperti yang sudah disebutkan, nilai tingkat keandalan sistem proteksi
kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta adalag 84,7715 %. Hal ini berarti
bahwa keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
116
termasuk dalam kategori BAIK (B). Dengan nilai kondisi tersebut, maka
rekomendasi umum yang bisa diberikan adalah diantaranya:
1. Pemeriksaan secara berkala
2. Perawatan/pemeliharaan berkala
3. Perawatan dan perbaikan berkala
Meski sudah mencapai kategori BAIK, terdapat beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian seperti subkomponen-subkomponen yang masih berkategori
CUKUP seperti jarak antar bangunan, APAR, ruang pengendali operasi, dan
perlindungan bukaan. Selain subkomponen berkategori cukup, terdapat hal penting
lain yang harus diperhatikan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat empat
subkomponen yang sama sekali tidak tersedia di dalam sistem proteksi kebakaran
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Empat subkomponen tersebut adalah
springkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, dan pembuangan asap.
Penyempurnaan subkomponen-subkomponen berkategori CUKUP serta
ketersediaan empat subkomponen yang tidak terapat dalam sistem proteksi
kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta harus menjadi bahan
pertimbangan pihak RSUP Fatmawati Jakarta agar sistem proteksi kebakaran yang
dimiliki oleh gedung IGD menjadi lebih baik lagi sehingga dapat menjamin upaya
pencegahan kebakaran serta optimalisasi upaya penanggulangan saat terjadi insiden
kebakaran.
117
6.3. Kondisi Kelengkapan Tapak Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Subkomponen sumber air memiliki nilai kategori baik. Hasil penelitian
menunjukkan kapasitas sumber air sekitar 108.000 liter. Hal ini telah sesuai dengan
persyaratan dimana kapasitas sumber air adalah minimal 10.000 liter terhadap
fungsi bangunan (Trikomara, dkk, 2012). Mengingat air adalah kebutuhan vital
dalam sistem proteksi kebakaran, maka dalam penyusunan suatu rencana proteksi
kebakaran perlu diidentifikasi apakah sumber air yang akan digunakan untuk proses
pemadaman sudah tersedia di lokasi (Ramli, 2010).
Subkomponen jalan lingkungan memiliki nilai kategori baik. Ketersediaan
jalan dengan lebar diatas 6 meter serta sudah diberi pengerasan aspal akan sangat
berperan dalam upaya pemadaman kebakaran. Dengan jalan lingkungan sebesar 6
meter dan diberi pengerasan, mobil pemadam kebakaran akan lebih mudah
memasuki area gedung, sehingga proses pemadaman akan menjadi lebih cepat
(Saptaria, 2005). Jalan lingkungan yang telah memenuhi syarat tentu akan
mempermudah proses pertolongan yang dilakukan regu pemadam kebakaran sebab
banyak ditemukan kasus dimana kebakaran menimbulkan kerugian dan kerusakan
lebih besar disebabkan kurangnya pertolongan yang cepat oleh petugas pemadam
kebakaran (Rahman, 2004).
Subkomponen hidran halaman memiliki nilai kategori baik. Hidran halaman
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta sudah tersedia di halamn gedung, mudah
dijangkau, berfungsi sempurna, dan memiliki tekanan 3,5 – 4 bar dengan suplai air
118
38 – 40 liter/detik. Sebuah penelitian evaluasi sistem kebakaran yang menilai
bangunan RS Dr.M.Jamil Padang menunjukkan hidran halaman rumah sakit
tersebut berada tempat yang mudah dijangkau tetapi tidak berfungsi secara
sempurna karena peralatan yang kurang terawat dan jarang dilakukan ujicoba
(Hesna, 2009). Hidran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi
baik sehingga hal tersebut akan sangat berperan penting dalam upaya
penanggulangan kejadian kebakaran di bisa dilaksanakan dengan segera sehingga
mampu meminimalisir kerugian yang diakibatkan kejadian kebakaran tersebut.
Berbeda dengan tiga subkomponen yang sudah disebutkan, subkomponen
jarak antar bangunan memiliki nilai kategori cukup. Hal ini terjadi karena jarak
dengan bangunan terdekat adalah sekitar 4 meter. Pedoman keselamatan kebakaran
bangunan gedung Pd-T-11-2005-C yang digunakan dalam penelitian ini
mensyaratkan jika bangunan dengan tinggi 8 – 14 meter harus berjarak 6 meter dari
gedung lain di sebelahnya. Selain masalah jarak yang tidak memenuhi syarat, hasil
pengamatan juga menunjukkan adanya atap/kanopi yang menghubungkan gedung
IGD dengan gedung di sebelahnya. Banyak kasus kebakaran berubah menjadi
semakin parah dan api membakar gedung lain akibat jarak antar bangunan yang
tidak sesuai kriteria. Salah satunya adalah kejadian kebakaran yang menimpa Pasar
Johar, Semarang, dimana api yang bermula membakar Pasar Johar membesar dan
kemudian membakar Pasar Yaik yang berada di sebelah barat bangunan utama pasar
(Deo Dwi Fajar Hari, Metrotvnews.com, 10 Mei 2015).
119
Gambar 6.1
Atap Yang Terhubung dari Gedung IGD dengan Gedung Terdekat
PermpenPU Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan menyebutkn kriteria jarak antar
bangunan dibuat dengan tujuan memberikan proteksi dari meluasnya kebakaran
serta untuk memberikan kemudahan akses bagi petugas pemadam dalam
menjalankan tugas pemadaman. Namun dengan kondisi aktual jarak antar bangunan
geudng IGD RSUP Fatmawati yang tidak sesuai kriteria serta adanya atap/kanopi
seperti yang terlihat pada gambar di atas, dikhawatirkan kebakaran akan meluas
karena api dapat merambat ke gedung di sebelahnya. Jika gedung IGD mengalami
insiden kebakaran, ada kemungkinan api akan merambat ke gedung di sebelahnya
dan begitu pula sebaliknya. Hal seperti itu tentu akan menambah risiko kerusakan
material dan potensi bertambahnya korban manusia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
suatu tindakan dari pihak RSUP Fatmawati Jakarta untuk menangani hal tersebut.
120
6.4. Kondisi Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta
Subkomponen deteksi dan alarm gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
berada dalam kondisi baik. penerapan sistem deteksi dan peringata kebakaran
merupakan penerapan pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran sehingga
bangunan gedung senantiasa andal dan berkualtias (Iswara,2009). Deteksi dan alarm
yang berfungsi baik akan memberikan peringatan segera bila terjadi kejadian
kebakaran atau insiden yang bisa memicu terjadinya kebakaran. Peringatan dini dari
deteksi dan alarm yang berfungsi baik akan memberitahu seluruh penghuni gedung
mengenai adanya kejadian kebakaran sehingga seluruh penghuni gedung bisa
melakukan evakuasi terhadap diri sendiri maupun membantu proses evakuasi orang
lain. Peringatan kebakaran dari deteksi dan alarm yang baik juga memberitahu
pihak pengelola gedung untuk segera melakukan tindakan penanggulangan
kebakaran. Tindakan cepat dalam upaya menanggulangi kebakaran akan berperan
sangat besar dalam meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh suatu kejadian
kebakaran.
Subkomponen siamese connection gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
berada dalam kondisi baik. Minnesota State Fire Marshal (2006) menyebutkan
bahwa siamese connection sendiri adalah komponen yang berperan memberikan
upaya pemadaman tambahan saat terjadinya kejadian kebakaran. Hal ini sejalan
dengan NFPA 13 yang menyatakan bahwa kegunaan siamese connection adalah
untuk memberikan tambahan suplai air meski tidak dibuat untuk memberikan suplai
121
air dalam jatah tertentu. Meski penilaian secara umum siamese connection gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi baik, namun ada satu hal yang
perlu mendapat perhatian dari pengelola gedung atau pihak yang berwenang dalam
memelihara sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Hal
yang perlu diperhatikan tersebut adalah penanda atau penunjuk siamese connection.
Penanda atau penunjuk dibuat agar siamese connection lebih mudah dikenali.
Dengan bantuan penanda atau penunjuk tersebut, pihak petugas pemadam bisa
menemukan letak siamese connection dengan mudah tanpa harus membuang waktu
untuk mencari atau bertanya pada orang sekitar.
Subkomponen alat pemadam api ringan (APAR) gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi baik. Namun, dari hasil pengamatan
langsung terdapat APAR yang tidak tersedia pada tempat yang telah ditentukan
seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Gambar 6.2
APAR Tidak Tersedia
122
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012) menyebutkan bagian IGD
dari sebuah rumah sakit adalah bagian pelayanan khusus yang menyediakan
pelayanan komprhensif dan berkesinambunagn selam 24 jam sehingga bagian IGD
suatu rumah sakit harus memenuhi standar kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan. Untuk memenuhi poin tersebut, ketersediaan APAR menjadi salah
satu hal yang menunjang dimana APAR berperan dalam mencegah kebakaran
membesar. Laporan kejadian kebakaran yang pernah terjadi di RSUD Tangerang
menyebutkan bahwa api kebakaran menjadi membesar akibat APAR yang tersedia
tidak siap digunakan (Permana, 2014). Oleh karena itu, pihak-pihak berwenang
perlu memperhatikan hal ini dan segera melakukan tindakan terkait kelengkapan
dan ketersediaan APAR di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta.
Subkomponen hidran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta telah memenuhi
kriteria-kriteria yang berlaku sehingga berada dalam kondisi baik. Ramli (2010)
menyatakan bahwa hidran memiliki fungsi untuk menyalurkan air ke lokasi
kebakaran. Dengan kondisi hidran yang baik tentu hal tersebut akan sangat berperan
dalam upaya penanggulangan kejadian kebakaran sehingga petugas pemadam
kebakaran atau regu internal yang bertugas memadamkan api dapat melakukan
tanggungjawabnya tanpa hambatan. Dengan begitu, kebakaran bisa dengan segera
ditanggulangi hingga tidak meluas/membesar dan kerugian akibat kebakaran pun
bisa ditekan.
Subkomponen springkler gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam
kondisi kurang. Kondisi kurang tersebut didapat setelah hasil pengamatan langsung
123
terhadap ketersediaan springkler di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
memperlihatkan tidak adanya springkler yang terpasang di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta. Hasil pengamatan tersebut juga didukung dengan pernyataan
informan. Informan kunci menyatakan jika sistem springkler di IGD RSUP
Fatmawati Jakarta tidak tersedia karena gedung tersebut pada awalnya dibangun
dengan jumlah dua lantai. Hal ini senada dengan pernyataan dari informan
pendukung yang mengatakan bahwa jumlah lantai pada desain awal gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta hanya berjumlah dua lantai sehingga springkler tidak
diperlukan. Sistem springkler sendiri bekerja saat panas dari api melelehkan
sambungan solder atau memecahkan bulb dan kemudian kepala springkler akan
mengeluarkan air (Ramli, 2010). Dengan cara kerja seperti itu, bisa dikatakan
bahwa springkler adalah komponen sistem proteksi kebakaran yang segera bekerja
memadamkan api tanpa perlu diaktifkan oleh tenaga manusia. Dari hal tersebut, bisa
disimpulkan springkler merupakan bagian sistem proteksi kebakaran yang memiliki
peran yang sangat penting. Perihal springkler di gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta yang tidak tersedia terkait jumlah lantai gedung, Ramli (2010) menegaskan
bahwa bangunan rumah sakit yang memiliki bangunan bertingkat perlu dilengkapi
dengan springkler yang dapat berfungsi saat kebakaran terjadi. Hal ini senada
dengan Badan Litbang PU (2005) yang menyatakan jika bangunan rumah sakit
dengan lebih dari 2 lantai sudah harus memasang springkler. Sebagai contoh adalah
pada bangunan IGD RSHS Bandung yang melengkapi bangunan IGD dengan
springkler (Pynkyawati, 2013). Namun informan juga menyatakan jika
ketidaktersediaan springkler terkait dengan adanya barang-barang elektronik di
124
dalam gedung dan kondisi pasien penghuni IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Dua
pertimbangan tersebut masih bersifat relevan sebab Pedoman Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Aktif Pada Bangunan Rumah Sakit Kementrian Kesehatan
menyatakan bahwa springkler tidak wajib dipasang pada kondisi dimana penerapan
air membuat ancaman kebakaran lebih besar serta pada kondisi dimana pasien sulit
atau tidak mungkin dipindahkan.
Seperti kondisi springkler, subkomponen sistem pemadam luapan gedung
IGD RSUP Fatwamati Jakarta juga berada dalam kondisi kurang. Hasil pengamatan
menunjukkan tidak ada sistem pemadam luapan yang terpasang di dalam gedung
IGD RSUP Fatwamati Jakarta. Hasil wawancara dengan informan menyiratkan
bahwa sistem pemadam luapan memiliki tingkat urgensi yang tidak terlalu
mendesak. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan informan yang
menyebutkan bahwa aktifitas di gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berlangsung
selama 24 jam setiap harinya. Selain itu, pekarya dan satuan pengamanan (satpam)
sudah diberikan pelatihan penanggulangan kebakaran dan serta sudah dibentuknya
suatu garis komando untuk di luar jam kerja normal sehingga gedung IGD RSUP
Fatwamati Jakarta bisa terus terpantau. Dari hal-hal tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kejadian kebakaran yang muncul di gedung IGD RSUP
Fatwamati Jakarta bisa segera diatasi secara manual dengan tenaga manusia
sehingga sistem pemadaman awal yang bersifat otomatis seperti pemadam luapan
dianggap kurang diperlukan.
125
Subkomponen pengendali asap gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada
dalam kondisi kurang karena subkomponen tersebut tidak tersedia di gedung IGD
RSUP Fatwamati Jakarta. Informan pendukung menyebutkan ketidaktersediaan
pengendali asap kemungkinan disebabkan karena subkomponen ini tidak
dimasukkan dalam perencanaan pembangunan gedung. Dengan kondisi tersebut,
diharapkan pihak RSUP Fatmawati Jakarta menyediakan pengendali asap untuk
meningkatkan keandalan sistem proteksi kebakaran serta meminimalisir jatuhnya
korban jiwa. Saran yang tertulis di atas juga pernah diberikan pada penelitian lain
yang memeriksa keandalan sistem proteksi kebakaran pada gedung Kantor Bupati
Indragiri Hilir dimana subkomponen pengendali asap yang diperiksa juga
menunjukkan hasil yang kurang sesuai kriteria (Trikomara,2012).
Subkomponen deteksi asap gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada
dalam kondisi baik. Dalam kriteria pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran
bangunan gedung, ditetapkan bahwa detektor asap harus mengaktifkan sistem
pengolahan udara, sistem pembuangan asap, ventilasi asap dan panas secara
otomatis. Namun karena sistem pembuangan asap gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta tidak tersedia, hal ini mengurangi nilai kondisi dari deteksi asap yang
dimiliki gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta. Hasil ini seperti hasil penilaian
evaluasi sistem keselamatan kebakaran gedung RS Dr.M.Jamil Padang yang
dilakukan oleh Hesna dkk (2009) dimana deteksi asap tidak mengoperasikan
pengolahan udara secara otomatis. Hal ini perlu dijadikan bahan pertimbangan oleh
126
pihak pengelola RSUP Fatmawati Jakarta agar melengkapi kriteria deteksi asap di
gedung IGD.
Subkomponen pembuangan asap gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta
berada dalam kondisi kurang. Hasil pengamatan langsung tidak menunjukan
ketersediaan pembuangan asap di gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta. Hasil
pengamatan tersebut kemudian dari dipertegas dengan informasi dari informan yang
menyatakan gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta memang tidak memiliki
pembuangan asap. Kondisi ini tentu berbahaya mengingat asap adalah produk
paling berbahaya dari suatu kejadian kebakaran. National Institue of Standard and
Technology (2001) mengungkapkan sekitar 70-75% korban kebakaran di Amerika
Serikat adalah akibat menghirup asap. Selain meracuni pernafasan, asap juga
menghalangi pandangan dan progres penghuni yang beruapaymencari jalan keluar.
Dari hal-hal tersebut, penting bagi pihak RSUP Fatmawati Jakarta untuk
mempertimbangkan ketersediaan pembuangan asap.
Subkomponen lift kebakaran gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada
dalam kondisi baik. Berdasarkan kriteria pedoman pemeriksaan keselamatan
kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-2005-C, lift kebakaran hanya berlaku untuk
bangunan dengan tinggi efektif 25 meter. Bangunan gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta memiliki tinggi sekitar 12 meter sehingga lift kebakaran tidak terlalu
diperlukan.
127
Subkomponen cahaya dan petunjuk arah gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta berada dalam kondisi baik. Saptaria (2005) menyebutkan bahwa cahaya dan
petunjuk arah berperan dalam proses evakuasi dimana penghuni bangunan dapat
melihat petunjuk evakuasi dengan jelas dengan pencahayaan yang cukup.
Subkomponen cahaya dan petunjuk arah yang dimiliki gedung IGD RSUP
Fatwamati Jakarta telah memenuhi kriteria sehingga memudahkan penghuni
bangunan untuk menyelamatkan diri dan meminimasir jumlah korban jiwa.
Subkomponen listrik darurat gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta berada
dalam kondisi baik. Dari hasil wawancara dengan informan, diperoleh informasi
bahwa sumber listrik gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta dipasok dari tiga
sumber yaitu PLN, generator, dan UPS. Ketersediaan listrik darurat pada sebuah
gedung berperan dalam pengoperasian komponen-komponen sistem proteksi
kebakaran seperti pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lift kebakaran,
sistem deteksi dan alarm, hidran, springkler, pengendali asap, pintu tahan api
otomatis, ruang pusat pengendali kebakaran (Depertemen PU, 2000). Dengan
memiliki subkomponen listrik darurat dengan kondisi baik, akan terjamin proses
pemadaman dan evakuasi penghuni gedung seandainya terjadi insiden kebakaran di
gedung IGD RSUP Fatwamati Jakarta.
Subkomponen ruang pengendali operasi gedung IGD RSUP Fatwamati
Jakarta berada dalam kondisi cukup. Kriteria dalam pedoman pemeriksaan
keselamatan kebakaran banguna gedung Pd-T-11-2005-C mensyaratkan ruang
pengendali operasi memiliki peralatan yang lengkap dan dapat memonitor bahaya
128
kebakaran yang terjadi. Ruang pengendali operasi yang dimiliki gedung IGD RSUP
Fatwamati Jakarta hanya terdiri dari kamera CCTV yang terpasang di beberapa titik.
Untuk itu, pihak RSUP Fatmawati perlu melengkapi peralatan ruang pengendali
operasi sehingga memenuhi kriteria yang ditentukan.
6.5. Kondisi Sistem Proteksi Pasif Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Subkomponen ketahanan api struktur banguan gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta berada dalam kondisi baik. Hasil wawancara dengan informan menyebutkan
konstruksi gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta terbuat dari beton. KepmenPU
Nomor 11 Tahun 2000 menyatakan bahan konstruksi beton digolongkan ke dalam
bahan konstruksi yang tahan api. Bangunan yang memiliki struktur bangunan yang
tahan api yang baik berperan dalam memberikan waktu bagi penghuni bangunan
untuk menyelamatkan diri, memberikan kesempatan petugas pemadam untuk
beroperasi, dan untuk menghindarkan kerusakan materi akibat kebakaran.
Subkomponen kompartemenisasi ruangan gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta berada dalam kondisi baik. Kompartemenisasi ruang yang baik berperan
melindungi penghuni gedung sehingga mempunyai cukup waktu untuk melakukan
evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap kebakaran
(Departemen PU, 2000). Sistem kompartemenisasi dalam bangunan gedung rumah
sakit bersifat penting dimana kompartemenisasi dapat berfungsi sebagai penyekat
ruang sehingga tidak ada asap, gas, atau api yang dapat berpenetrasi masuk dari
129
ruang di luarnya. Selain itu, kompartemenisasi juga bisa berfungsi sebagai ruang
penyelamatan sementara (Asmaningprodjo, 2014).
Subkomponen perlindungan bukaan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
berada dalam kondisi kurang. Dari hasil wawancara dengan informan, gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta hanya memiliki perlindungan bukaan pintu tahan api yang
terletak di bagian dalam gedung sehingga menjadikan perlindungan bukaan gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kondisi kurang. Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta (2010) menekankan bahwa setiap gedung harus memiliki perlindungan
bukaan sebagai bagian dari sistem proteksi pasif sehingga memberikan
perlindungan bagi penghuni dan harta benda dari kerugian akibat kebakaran.
6.6. Kondisi Sarana Penyelamatan Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Subkomponen jalan keluar gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada
dalam kondisi baik. Dari seluruh kriteria yang telah ditentukan, hanya ketersediaan
loby bebas asap yang tidak terpenuhi. Tersedianya jalan keluar yang memenuhi
kriteria sangat diperlukan agar penghuni gedung dapat menggunakannya untuk
menyelamatkan diri saat terjadi kejadian kebakaran. Ramli (2010) menegaskan
bahwa ketersediaan rute aman untuk menyelamatkan diri dinikai sangat penting
agar penghuni gedung terhindar dari bahaya kebakaran atau asap. Dengan kondisi
penghuni gedung IGD RSUP Fatmwati yang banyak dihuni oleh pasien-pasien
gawat darurat dan tidak bisa menyelamatkan diri sendiri, maka ketersediaan jalan
130
keluar yang memiliki kondisi baik akan sangat membantu dalam proses evakuasi
saat terjadi sebuah insiden kebakaran.
Subkomponen konstruksi jalan keluar gedung IGD RSUP Fatmwati berada
dalam kondisi baik. Dari seluruh kriteria konstruksi jalan keluar yang disyaratkan
pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pd-T-11-2005-C,
terdapat satu kriteria yang belum dapat terpenuhi yaitu kriteria konstruski jalan
keluar dapat mencegah penjalaran asap kebakaran. Kriteria tersebut belum dapat
terpenuhi mengingat gedung IGD RSUP Fatmawati belum memiliki sistem
penanggulangan asap. Hal ini menjadi penting mengingat dalam kejadian kebakaran
gedung, sebagian besar kematian disebbakan oleh asap kebakaran (Ramli, 2010).
Kondisi konstruksi jalan keluar yang baik akan sangat berperan dalam proses
evakuasi sehingga meminimasir jatuhnya korban jiwa. Pihak RSUP Fatmawaati
perlu mempertimbangkan untuk menyediakan sistem penanggulangan asap untuk
memaksimalkan kondisi subkomponen konstruks jalan keluar. Selain itu,
penyediaan sistem penanggulangan asap juga kemudian berkaitan dengan
subkomponen pengendalian dan pembuangan asap yang menjadi bagian komponen
sistem proteksi kebakaran aktif.
Subkomponen landasan helikopter gedung IGD RSUP Fatmawati berada
dalam kondisi baik. Kriteria dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran
bangunan gedung Pd-T-11-2005-C menyebutkan bahwa subkomponen landasan
helikopter disyaratkan untuk gedung dengan tinggi efektif 60 meter. Karena gedung
IGD RSUP Fatmawati hanya memiliki tinggi sekitar 12 meter, maka gedung IGD
RSUP Fatmawati Jakarta tidak diwajibkan untuk memiliki landasan helikopter.
131
Proses penyelamatan penghuni gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta masih dapat
dilakukan meski tanpa bantuan dari helikopter tim penyelamat. Hal serupa juga
diungkapkan dalam penelitian Permana (2014) yang menilai keandalan sistem
proteksi kebakaran RSUD Tangerang dimana landasan helikopter tidak diperlukan
terkait tinggi bangunan gedung yang hanya mencapai 48 meter.
132
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Hasil penelitian terhadap tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta adalah 85,2035%. Ini berarti sistem proteksi
kebakaran gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta berada dalam kategori
B (BAIK)
2. Nilai kondisi kelengkapan tapak gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
adalah 23,5625%
3. Nilai kondisi sistem proteksi kebakaran aktif gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta adalah 17,28%
4. Nilai kondisi sistem proteksi kebakaran pasif gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta adalah 21,736 %
5. Nilai kondisi sarana penyelamatan gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta
adalah 22,625 %
7.2. Saran
7.2.1. Untuk Pihak RSUP Fatmawati Jakarta
1. Pihak RSUP Fatmawati Jakarta perlu mempertimbangkan untuk
menyediakan sistem pemadam luapan untuk gedung IGD
133
2. Pihak RSUP Fatmawati Jakarta perlu mempertimbangkan untuk
menyediakan sistem pembuangan dan pengendalian asap untuk gedung
IGD
3. Mempertimbangkan untuk memindahkan atap/kanopi yang
menghubungkan antara gedung IGD dengan gedung di sebelahnya atau
menggantinya dengan material yang lebih tahan api.
7.2.2. Untuk Penelitian Berikutnya
1. Menggunakan tools pedoman pemeriksaan sistem proteksi kebakaran
tidak hanya untuk mengetahui gambaran nilai keandalan sistem proteksi
kebakaran bangunan gedung, namun juga melakukan analisa terhadap
masing-masing komponen
2. Melakukan pengamatan secara lebih terperinci disertai dengan
pemenuhan seluruh dokumen terkait. Jika memungkinkan, ada baiknya
melakukan pengujian langsung terhadap masing-masing komponen
sistem proteksi kebakaran.
134
DAFTAR PUSTAKA
Aningtias, Jatmika.2013.Kebakaran Rumah Sakit Jiwa Rusia, 37 Orang Tewas.Diakses
dari http://www.tempo.co/read/news/2013/09/14/117513206/Kebakaran-Rumah-
Sakit-Jiwa-Rusia-37-Orang-Tewas pada tanggal 28 November 2014, 14:25
Asmaningprojo, Aswito.2014.Seminar Proteksi Jiwa Terhadap Kebakaran Pada Rumah
Sakit Bertingkat.Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Bambang, SP.2010.Slide Mata Kuliah Pencegahan Kebakaran dan Sistem Tanggap
Darurat.2010:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.2012.Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Gawat
Darurat.Jakarta:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2012.Pedoman
Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah
Sakit.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
135
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.2012.Pedoman
Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran
Aktif.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Erby, Erfiza.2010.Perencanaan Sistem Alarm Kebakaran (Aplikasi pada Rumah Saki
tCut Nyak Dien, Meulaboh), Skripsi: Univeritas Sumatera Utara
Fajri, Rizka Chintia.2009.Rancangan Lokasi Assembly Point Di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Skripsi:Universitas Indonesia
Fire Protection Section Minnesota State Fire Marshal.2006.Quick Response, Fire
Department Connections. Minnesota State Fire Marshal
Furness, Andrew & Muckett, Martin. 2007. Introduction to Fire Safety Management.
Oxford: Elsevier
Gann, Ricard., et all.2001.International Study of The Sublethal Effect of Fire Smoke on
Survivability and Health (SEFS), Phase I Final Report.Gaithersburg:National
Institute of Standard and Technology
136
Hapsari, Yunita.2012.Analisis Sitem Pelayanan Pasien Rawat Inap Dengan Jaminan
Persalinan (Jampersal) Di RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2011,
Skripsi:Universitas Indonesia
Hesna, Yervi, et all.2009.Evaluasi Penerapan Sistem Keselamatan Kebakaran Pada
Banguna Gedung Rumah Sakit Dr.M.Jamil Padang.Jurnal Rekayasa Sipil
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/KTPS/2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
Mukhlis.2010.Hubungan Desain Fisik Dengan Kepuasan Pengguna Instalasi Gawat
Darurat di BPK RSUD Kota Langsa Tahun 2010, Skripsi:Universitas Sumatera
Utara
Nurbilkis.2014.Kebakaran Di Rumah Sakit Di Korea Selatan, 21 Orang Tewas.Diakses
dari http://news.detik.com/internasional/2593511/kebakaran-rumah-sakit-di-
korea-selatan-21-orang-tewas pada tanggal 28 November 2014, 14:50
Pragola P, Raden Hanyoko Kusumo.2008.Evaluasi Sarana...?.Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
137
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Bangunan Gedung
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung
Pynkyawati, Theresia.2013.Kajian Desain Pola Sirkulasi Sebagai Sarana Evakuasi
Kebakaran Pada Bangunan IGD dan COT di RSHS Bandung.Bandung:Jurnal
Online Institut Teknologi Nasional
Rahayuningsih, Puji Winarni, dan Widodo Haryono.2005.Penerapan Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) di Instlasai Gawat Darurat RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta:Universitas Ahmad dahlan
138
Rahman, N.Vinky.2004.Kebakaran, Bahaya Unpredictible, Upaya, dan Kendala
Penanggulangannya:Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas
Sumatera Utara
Saptaria, Erry et al. 2005. Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran
Bangunan Gedung. Bandung: Puslitbang Permukiman, Badan Penelitian dan
Pengembangan PU, Departemen Pekerjaan Umum
Sarraz, Atik and Chowdhury, Mohammod Aktarul Islam.2012.Performance Based Fire
Safety Management In Commercial Mixed Use Buildings Of
Bangladesh.Bangladesh:1st International Conference on Civil Engineering for
Sustainable Development (ICCESD-2012), 2~3 March 2012, KUET, Khulna,
Bangladesh.
Satria, Permana Eka.2014.Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran
Bangunan dengan Menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan
Kebakaran Bangunan Gedund (Pd-T-2005-11-C) di RSUD Kota Tangerang
Tahun 2014, Skripsi:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
139
Suara Pembaruan.2012.IGD RS Persahabaran Terbakar, Pasien Berhamburan.Diakses dari
http://www.sp.beritasatu.com/home/igd-rs-persahabatan-terbakar-pasien-
berhamburan/26426 pada tanggal 28 November 2014, 14:30
Suningrat.2011.Evaluasi Sarana Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Serta
Manajemen Tanggap Darurat di ITC Depok Tahun 2011, Skripsi:Universitas
Indonesia
Supaidi, Heni Murniati.2009.Kebakaran Di Rumah Sakit Sari Asih Ratusan Pasien dan
Tim Meds Panik.Diakses dari http://www.indosiar.com/fokus/ratusan-pasien-dan-
tim-medis-panik_81474.html pada tanggal 28 November 2014, 14.20
Suprani, Budi. 2009.Gambaran Proses Penanggulangan Kebakaran di Dinas
Pemadaman Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2009:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suseno.2002.RS Fatmawati Terbakar.Diakses dari
http://metro.tempo.co/read/news/2002/10/17/05730910/rs-fatmawati-jakarta-
terbakar pada tanggal 28 November 2014, 14:30
140
Trikomara, Rian, et all.2012.Evaluasi Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung (Studi Kasus Kantor Bupati Indragiri
Hilir).Pekanbaru:Universitas Riau
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Wahono, Edi. 2008.Analisis Sistem Fire Roller Shutter Terhadap Tingkat Keselamatan
bangunan Pasar Dengan Simulasi Komputer, Skripsi.2008:Universitas
Indonesia.
LAMPIRAN
LEMBAR PENILAIAN KOMPONEN-KOMPONEN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN PEDOMAN
PEMERIKSAAN KESELAMATAN KEBAKARAN BANGUNAN GEDUNG Pd-T-2005-11-C DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
1.Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak
No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai
1 Sumber Air Tersedia dengan kapasitas yang memenuhi persyaratan minimal terhadap fungsi bangunan
B
Tersedia dengan kapasitas dibawah persyaratan minimal terhadap fungsi bangunan
C
Tidak tersedia K
2 Jalan Lingkungan Tersedia dengan lebar minimal 6m; diberi pengerasan; lebar jalan masuk minimal 4m
B
Tersedia dengan lebar kurang dari persyaratan minimal
C
Tidak tersedia K
3 Jarak Antar Bangunan
Sesuai persyaratan (Tinggi s/d 8 – 3 m; 8 s/d 14 – 6 m; tinggi>40m - >8m
B
Tidak sesuai dengan persyaratan C
Tidak ada jarak dengan bangunan di sekitarnya
K
. 4 Hidran halaman Tersedia di halaman; mudah
dijangkau; berfungsi sempurna dan lengkap; suplai air 38 liter/detik dan bertekanan 35 bar
B
Tersedia, tetapi tidak berfungsi sempurna atau suplai air dan tekanannya kurang dari persyratan
C
Tidak tersedia sama sekali K
2.Penilaian Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai
1 Deteksi dan Alarm Perancangan dan pemasangan sistem deteksi dan alarm sesuai dengan SNI 03-3985
Tersedia detektor panas Dipasang alat manual pemicu
alarm Jarak tidak >30 m dari titik
alarm manual
B
Perancangan sistem deteksi dan alarm sesuai dengan SNI 03-3985 namun pemasangannya tidak sesuai dengan SNI tersebut
C
Tidak sesuai dengan persyaratan perancangan maupun pemasangannya
K
2 Siamese Conection Tersedia dan ditempatkan pada lokasi yang mudah dijangkau pemadam mobil pemadam
Diberi tanda petunjuk hingga mudah dikenali
B
Tersedia, namun sulit dijangkau secara mudah dari mobil pemdam
C
Tidak tersedia sebagaimana yang dipersyaratkan
K
3 APAR Sesuai dengan SNI 03-3988 Jumlah sesuai dengan luasan
bangunan Jarak antar APAR maksimal
25 m
B
Sesuai dengan SNI 03-3988 Jumlah kurang dari jumlah
sesuai Jarak antar APAR maksimal
25 m
C
Jenis dan jumlah yang dipasang tidak sesuai dengan SNI 03-3988
K
4 Hidran Gedung Tersedia sambungan selang diameter 35 mm dalam kondisi baik, panjang selang minimal 30 m dan tersedia
A
kotak untuk menyimpan Pasokan air cukup tersedia
sekurang-kurangnya untuk 45 menit
Bangunan kelas 4, luas 1000 m2/buah (kompartemen tanpa partisi), 2 buah/1000 m2 (kompartemen dengan partisi)
Bangunan kelas 5, luas 800 m2/buah tanpa partisi, dan 2 buah/800 m2 dengan partisi
Tersedia sambungan selang diameter 35 mm, panjang selang minimal 30 m dan tersedia kotak untuk menyimpan
Bangunan kelas 4 hanya tersedia 1 buah/1000m2 baik pada ruang kompartemen berpartisi maupun tidak
Bangunan kelas 5 hanya tersedia 1 buah/800m2 baik pada ruang kompartemen berpartisi maupun tidak
C
Tersedia sambungan selang diameter 35 mm, panjang selang minimal 30 m dan tersedia kotak untuk menyimpang namun kondisi kurang terawat
K
5 Springkler Jumlah, pertletakan dan jenis sesuai persyaratan
Tekanan catu air springkler pada titik terjauh (0,5-2,0) kb/cm2
Debit sumber catu air minimal (40-200) liter/menit per kepala springkler
Jarak kepala springkler ke dinding kuran dari ½ jarak antara kepala springkler
Jarak max springkler 4,6 m untuk bahaya kebakaran ringan dan sedang, dan 3,7 m untuk bahaya kebakaran berat
Dalam ruang tersembunyi,
B
jarak langit-langit dan atap lebih 80 cm, dipasang jenis kepala springkler dengan pancaran ke atas
Jumlah, pertletakan dan jenis sesuai persyaratan
Tekanan catu air springkler pada titik terjauh (0,5-2,0) kb/cm2
Debit sumber catu air minimal (40-200) liter/menit per kepala springkler
Jarak kepala springkler ke dinding kuran dari ½ jarak antara kepala springkler
Jarak max springkler 4,6 m untuk bahaya kebakaran ringan dan sedang, dan 3,7 m untuk bahaya kebakaran berat
Dalam ruang tersembunyi, jarak langit-langit dan atap lebih 80 cm, dipasang jenis kepala springkler dengan pancaran ke bawah
C
Jumlah, perletakan dan jenis kurang sesuai dengan persyaratan
K
6 Sistem Pemadam
Luapan
Tersedia dalam jenis yang sesuai dengan fungsi ruangan yang diproteksi
Jumlah kapasitas sesuai dengan beban api dari fungsi ruangan yang diproteksi
B
Tersedia dalam jenis yang sesuai dengan fungsi ruangan yang diproteksi
Jumlah kapasitas tidak sesuai dengan beban api dari fungsi ruangan yang diproteksi
C
Tidak ersedia dalam jenis yang sesuai dengan fungsi ruangan yang diproteksi
K
7 Pengendali Asap Fan pembuangan asap akan berputar berurutan setelah aktifnya detector asap yang ditempatkan dalam zona sesuai dengan reservoir asap
B
yang dilayani fan Detektor asap harus dalam
keadaan bersih dan tidak terhalang oleh benda lain di sekitarnya
Di dalam kompartemen bertingkat banyak, sistem pengolahan udara beroperasi dengan menggunakan seluruh udara segar melalui ruang kosong bangunan tidak menjadi satu dengan cerobong pembuangan asap
Tersedia panel control manual dan indikator kebakaran serta buku petunjuk pengoperasian bagi petugas jaga
Fan pembuangan asap akan berputar berurutan setelah aktifnya detector asap yang ditempatkan dalam zona sesuai dengan reservoir asap yang dilayani fan
Detektor asap kotor atau terhalang oleh benda lain di sekitarnya
Di dalam kompartemen bertingkat banyak, sistem pengolahan udara beroperasi dengan menggunakan seluruh udara segar melalui ruang kosong bangunan tidak menjadi satu dengan cerobong pembuangan asap
Tersedia panel control manual dan indikator kebakaran serta buku petunjuk pengoperasian bagi petugas jaga
C
Peralatan pengendali tidak terpasang sesuai dengan persyaratan, baik jenis, jumlah, atau tempatnya
K
8 Deteksi asap Sistem deteksi asao memenuhi SNI 03-3689, mengaktifkan sistem
B
peringatan penghuni bagi penghuni bangunan
Pada ruang dapur dan area lain yang sering mengakibatkan terjadinya alarm palsu dipasang alarm panas, terkecuali telah dipasang springkler
Detektor asap yang terpasang mengaktifkan sistem pengolahan udara secara otomatis, sistem pembuangan asap, ventilasi asap dan panas
Jarak antar detektor <20 m dan<10 m dari dinding pemisah atau tirai asap
Sistem deteksi asao memenuhi SNI 03-3689, mengaktifkan sistem peringatan penghuni bagi penghuni bangunan
Pada ruang dapur dan area lain yang sering mengakibatkan terjadinya alarm palsu tidak dipasang alarm panas atau springkler
Jarak antar detektor >20 m dan >10 m dari dinding pemisah atau tirai asap
C
Tidak satupun tersedia peralatan yang dimaksud
K
9 Pembuangan asap Kapasitas fan pembuang mampu menghisap asap
Terletak dalam reservoir asap tinggi 2 meter dari lantai
Laju pembuangan asap sesuai dengan persyaratan yang berlaku
Fan pemuangan asap mampu beroperasi terus menerus pada temperatur 300oC selang waktu 30 menit
Luas horizontal reservoir asap maksimal 2000 m2, dengan tinggi tidak boleh kurang dari 500 mm
B
Setiap reservoir asap dilayani minimal satu buah fan, pada titik kumpul dari panas di dalam reservoir asap, jauh dari perpotongan koridor atau mal
Void eskalator dan tangga tidak dipergunakan sebagai jalur pembuangan asap
Udara pengganti dalam jumlah kecil harus disediakan secara otomatis/melalui bukaan ventilasi permanen, kecepatan tidak boleh dari 2,5 m/detik, di dalm kompartmen kebakaran bertingkat banyak melalui bukaan vertikal dengan kecepatan rata 1m/detik
Kapasitas fan pembuang dibawah kapasitas yang dipersyaratkan
Pemasangan telah sesuai dengan persyaratan yang diperlukan
C
Tidak satupun tersedia peralatan yang dimaksud
K
10 Lift Kebakaran Untuk penangggulangan saa terjadi kebakaran sekurang-kurangnya 1 buah lift kebakaran harus dipasang pada bangunan ketinggian efektif 25 m
Ukuran lift sesuai dengan fungsi yang berlaku
Lift kebakaran dalam saf yang tahan api, dioperasikan oleh petugas damkar, dapat berhenti di setiap lantai, sumber daya listrik direncanakan dari 2 sumber menggunakan kabel tahan api, memiliki akses ke tiap lantai hunian
Peringatan terhadap pengguna lift pada saat
B
kebakaran, dipasang di tempat yang mudah terlihat dan terbaca dengan tulisan tinggi huruf minimal 20 mm
Penempatan lift kebakaran pada lokasi yang mudah dijangkau oelh penghuni
Pemassangan lift kebakaran telah sesuai dengan kriteria “B” hanya penempatan lift kebakaran pada lokasi yang tersembunyi dan tidak mudah dijangkau oleh penghuni
C
Tidak satupun tersedia peralatan yang dimaksud
K
11 Cahaya Darurat
dan Petunjuk Arah
Sistem pencahayaan darurat harus dipasang di setiap tangga yang dilindungi terhadap kebakaran, di setiap lantai dengan luas lantai . 300 m2, disetiap jalan terusan, koridor
Desain sistem pencahayaan darurat beroperasi otomatis, memberikan pencahayaan yang cukup, dan harus memenuhi standar yang berlaku
Tanda exit terlihat dan terpasang berdekatan dengan pintu yang memberikan jalan keluar langsung, pintu dari suatu tangga, exit horizontal dan pintu yang melayani exit
Bila exit tidak terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni harus dipasang tanda petunjuk dengan tanda panah penunjuk arah
Setiap tanda exit harus jelas dan pasti, diberi pencahayaan yang cukup, dipasang sedemikian rupa sehingga tidak terjadi gangguan listrik, tanda petunjuk arah keluar harus memenuhi standar yang berlaku
B
Cahaya darurat dan petunjuk arah telah dipasang sesuai dengan persyaratan, namun tingkat eluminasinya telah berkurang karena kotor permukaan atau daya eluminasina menurun
C
Cahaya darurat dan petunjuk arah terpasang namun tidak memenuhi ketentuan baik tingkay eluminasi, warna, dimensi, maupun penempatannya
K
12 Listrik Darurat Daya yang disuplai sekurang-kurangnya dari 2 sumber yaitu PLN, atau sumber daya darurat (batere, generator, dll)
Semua instalasi kabel yang melayani sumber daya listrik harus tahan api selama 60 menit, catu daya dari sumber daya ke motro harus memenuhi ketentuan
Memenuhi cara pemasangan kabel yang termuat dalam PUIL
B
Daya terpasang sesuai kriteria “B” namun kapasitas generator tidak memenuhi persyaratan minimal
C
Tidak ada sumber daya listrik cadangan
K
13 Ruang Pengendali
Operasi
Tersedia dengan peralatan yang lengkap dan dapt memonitor bahaya kebakaran yang akan terjadi
B
Tersedia dengan peralatan reltif sederhana seperti CCTV, namun cukup dapat membantu memonitor bahaya kebakaran yang akan terjadi
C
Tidak tersedia K
3.Penilaian Komponen Sarana Proteksi Pasif
No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai
1 Ketahanan Api Struktur Bangunan
Ketahanan api komponen struktur bangunan sesuai dengan yang dipersyaratkan (Tipe A, B, C), yang sesuai dengan fungsi/klasifikasi bangunannya
B
Proteksi terhadap struktur bangunan telah dilaksanakan, namun dibawah yang seharusnya
C
Tidak memenuhi semua kriteria tersebut d iatas
K
2 Kompartemenisasi
Ruangan Berlaku untuk bangunan dengan
luas lantai 5000 m2 (untuk tipe A), 3500 m2 (untuk tipe B), dan 2000 m2 (untuk tipe C)
Luas lebih dari 18000 m2, volume 108000 m3 dilengkapi dengan springkler, dikelilingi jalan masuk kendaraan dan sistem pembuangan asap otomatis dengan jumlah, tipe, dan cara pemasangan sesuai persyaratan
Lebar jalanan minimal 6 m, mobil pemadam dapat masuk ke lokasi
B
Memenuhi kriteria “B”, hanya saja jumlah
sprinkler kurang dari yang dipersyaratkan
C
Tidak memenuhi semua kriteria di atas K
3 Perlindungan Bukaan Bukaan harus dilindungi, diberi penyetop api
Bukaan vertikal dari dinding tertutup dari bawah sampai atas di stiap lantai diebri penutup tahan api
Sarana proteksi pada bukaan meliputi: - Pintu kebakaran, jendela
kebakaran, pintu penahan asap dan penutup api sesuai dengan standar
- Daun pintu dapat berputar di
B
satu sisi - Pintu mampu menahan asap
200oC - Tebal daun pintu 35 mm
Jalan keluar/masuk pada dinding tahan api: - Lebar bukaan pintu keluar
harus tidak lebih dari setengah panjang dinding tahan api
- Tingkat isolasi minimal 30 menit
Tidak memenuhi salah satu poin kriteria “B”
C
Tidak memenuhi semua kriteria K
4.Penilaian Komponen Sarana Penyelamatan
No Sub KSKB Kriteria Penilaian Nilai
1 Jalan Keluar Minimal perlantai 2 exit dengan tinggi efektif 2,5 m
Exit terlindung dari bahaya kebakaran
Jarak tempuh maksimal 20 m dari pintu keluar
Ukuran minimal 200 cm Jarak dari suatu exit tidak > 6
m Pintu dari dalam tidak buka
langsung ke tangga Tidak mengganggu proses
jalan keluar Tersedia lobby bebas asap
dgn TKA 60/60/60 terdapat pintu keluar diberi tekana positif
Exit tidak boleh terhalang Exit menuju ruangan terbuka
B
Setengah dari kriteria “B” terpenuhi C
Tidak memenuhi kriteria “B” K
2 Konstruksi Jalan
Keluar
Konstruksi tahan minimal 2 jam
Bebas halaman Lebar minimal 200 cm Jalan terusan yang
terlindungi terhadap kebakaran, bahan tidak mudah terbakar, langit-langit punya ketahanan penjalaran api tidak <60 menit
B
Setengah dari kriteria “B” terpenuhi C
Tidak memenuhi kriteria “B” K
LEMBAR WAWANCARA
1.Bagaimana sumber air yang terdapat di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?
2.Berapa kapasitas sumber air di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?
3.Bagaimana dengan suplai air untuk hidran halaman di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta?
4.Berapa tekanan hidran halaman di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?
5.Bagaimana dengan suplai air untuk hidran halaman di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta?
6.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada springkler yang terpasang di gedung
IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?
7.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada sistem pemadam luapan yang terpasang
di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?
8.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada pengendali asap yang terpasang di
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?
9.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada pembuangan asap yang terpasang di
gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta. Apa penyebabnya?
10.Sumber listrik apa saja yang terdapat di gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?
11.Bagaimana dengan ketersediaan ruang pengendali operasi di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta?
12.Bagaimana dengan ketahan api konstruksi gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta?
13.Bagaimana dengan kompartemenisasi ruangan di gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta?
14.Bagaimana dengan ketersediaan perlindungan bukaan di gedung IGD RSUP
Fatmawati Jakarta?
15.Bagaimana dengan ketersediaan loby bebas asap di gedung IGD RSUP Fatmawati
Jakarta?