Gambaran Kadar Detergen Pada Air Aliran Sungai Desa Mekar Kecamatan Martapura Maret 2015 @Herd

71
GAMBARAN KADAR DETERGEN PADA AIR ALIRAN SUNGAI DESA MEKAR KECAMATAN MARTAPURA TIMUR MARET 2015 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh predikat Ahli Madya Analis Kesehatan Oleh: AHMAD HERDIAN RAMADHANI NIM P07134112418 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN JURUSAN ANALIS KESEHATAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III 2015

description

my name is herdand i proud to be scientis

Transcript of Gambaran Kadar Detergen Pada Air Aliran Sungai Desa Mekar Kecamatan Martapura Maret 2015 @Herd

  • GAMBARAN KADAR DETERGEN PADA AIR ALIRAN SUNGAIDESA MEKAR KECAMATAN MARTAPURA TIMUR MARET 2015

    KARYA TULIS ILMIAHDiajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh

    predikat Ahli Madya Analis Kesehatan

    Oleh:AHMAD HERDIAN RAMADHANI

    NIM P07134112418

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

    JURUSAN ANALIS KESEHATANPROGRAM STUDI DIPLOMA III

    2015

  • @ 2015

    Hak Cipta ada pada penulis

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Karya Tulis Ilmiah berjudul Gambaran Kadar Detergen pada Air Aliran Sungai Desa

    Mekar Kecamatan Martapura Timur Maret 2015 telah disetujui untuk dipertahankan

    di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Banjarmasin

    Jurusan Analis Kesehatan.

    Banjarbaru, Agustus 2015

    Pembimbing I Pembimbing II

    H. Haitami, S.Si., M.Sc H.Akhmad Muntaha,S.Pd.,MMNIP. 19740402 199402 1 002 NIP. 19591106 198903 1 003

    Mengetahui,Ketua Jurusan Analis Kesehatan

    Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

    H.Akhmad Muntaha,S.Pd.,MMNIP. 19591106 198903 1 003

    Susunan Tim Penguji KTI :

    1. H. Haitami, S.Si., M.Sc (............)2. H. Akhmad Muntaha,S.Pd.,MM (............)3. Dra. Nurlailah, Apt., M.Si (............)

  • PERNYATAAN ORISINALITAS

    Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

    Nama : Ahmad Herdian RamadhaniNIM : P07134112418

    Angkatan : 2012Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Karya TulisIlmiah saya yang berjudul :Gambaran Kadar Detergen pada Air Aliran Sungai Desa Mekar KecamatanMartapura Timur Maret 2015Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat maka saya akanmenerima sanksi yang telah ditetapkan.Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar benarnya.

    Banjarbaru, Juli 2015

    Ahmad Herdian Ramadhani

  • HALAMAN RIWAYAT HIDUP

    Nama : Ahmad Herdian Ramadhani

    NIM : P07134112418

    Tempat, tanggal lahir : Haruai, 4 Maret 1994

    Jenis Kelamin : Laki laki

    Agama : Islam

    Alamat : Halong, RT 04 Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong

    Asal sekolah : 1. Tk Pertiwi

    2. SDN Nawin Hilir 1

    3. MTsN 1 Haruai

    4. MAN3 Haruai

  • ABSTRAK

    Gambaran Kadar Detergen Pada Air Aliran Sungai Desa MekarKecamatan Martapura Timur Maret 2015

    Penulis: Ahmad Herdian RamadhaniPembimbing: Haitami, Akhmad Muntaha

    Detergen merupakan bahan pembersih yang mengandung senyawa aktifyang menimbulkan buih pada permukaan air, yang akan mempengaruhi persediaanoksigen di dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Dengan makin luasnyapemakaian detergen maka risiko bagi kesehatan manusia maupun kesehatanlingkungan pun makin rentan. Limbah detergen dapat menimbulkan dampak yangmerugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan mengganggu dan mempengaruhikehidupan masyarakat. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadardetergen pada air aliran sunga Desa Mekar Kecamatan Martapura masih memenuhisyarat baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Penelitian inibersifat survei deskriptif. Populasi dari penelitian ini adalah air aliran sungai di sekitarDesa Mekar Kecamatan Martapura Timur. Hasil penelitian menunjukkan kadardetergen surfaktan anionik dalam MBAS berkisar antara 2,63 - 3,03 mg/L.Kesimpulan dari penilitian ini menunjukkan bahwa semua titik pengambilan sampeltidak memenuhi syarat kualitas baku mutu air sungai untuk kelas 1 menurut PeraturanPemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan PengendalianPencemaran Air. Untuk kadar surfaktan anionik, kadar maksimal yang diperbolehkanyaitu 200g/L (0,2 mg/L).

    Kata Kunci: Detergen, MBAS, Baku Mutu

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

    Nya serta Shalawat dan Salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW sehingga

    penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Gambaran Kadar Detergen pada Air Aliran

    Sungai Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur Maret 2015 dapat diselesaikan. Karya

    Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

    predikat Ahli Madya Analis Kesehatan di Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan

    Analis Kesehatan.

    Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karena

    itu dengan penuh hormat dan tulus hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    Oleh karena itu, dengan penuh hormat dan tulus hati, penulis mengucapkan terima

    kasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. Bapak H. Akhmad Muntaha, S.Pd., MM. selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan

    sekaligus dosen pembimbing II dengan kesungguhan hati meluangkan waktu

    memberikan bimbingan kepada penulis demi selesainya proposal Karya Tulis Ilmiah

    ini.

    2. Ibu Dra. Ratih Dewi Dwiyanti M.Kes selaku Ka. Prodi D III Jurusan Analis

    Kesehatan.

    3. Bapak H. Haitami, S.Si.,M.Sc. selaku dosen pembimbing I dengan kesungguhan hati

    memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga proposal Karya Tulis Ilmiah ini

    dapat diselesaikan.

    4. Ibu Dra.Nurlailah, Apt., M.Si selaku dosen penguji proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

    5. Seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat, kasih sayang dan

    bantuan baik moril maupun materil yang sampai kapanpun tak sanggup penulis balas.

  • 6. Seluruh teman-teman keluarga besar Analis Kesehatan 2012 yang telah berbagi suka

    dan duka, serta mendorong dan memberikan semangatnya dalam pembuatan Karya

    Tulis Ilmiah ini.

    Penulis menyadari keterbatasan isi tulisan ini, oleh sebab itu segala kritik dan saran

    menuju perbaikan sangat diharapkan. Demikianlah Karya Tulis Ilmiah ini disusun. Semoga

    bermanfaat bagi segenap pembaca.

    Banjarbaru, Juli 2015

    Penulis

  • DAFTAR ISIHalaman

    HALAMAN JUDUL.................................................................................... iHALAMAN HAK CIPTA........................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iiiPERNYATAAN ORISINALITAS.............................................................. ivHALAMAN RIWAYAT HIDUP................................................................ vABSTRAK.................................................................................................... viKATA PENGANTAR.................................................................................. viiDAFTAR ISI................................................................................................. ixDAFTAR TABEL......................................................................................... xDAFRTAR GAMBAR.................................................................................. xiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang........................................................................ 1B. Rumusan Masalah................................................................... 3C. Batasan Masalah ..................................................................... 3D. Tujuan Penelitian.................................................................... 3E. Manfaat Penelitian .................................................................. 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Kualiats air.............................................................................. 5B. Detergen.................................................................................. 8C. Surfaktan................................................................................. 10D.Metode MBAS ...................................................................... 13E. Landasan Teori........................................................................ 15F. Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 16

    BAB III METODE PENELITIANA. Jenis dan Rancangan Penelitian.............................................. 17B. Populasi dan Sampel............................................................... 17C. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 17D. Instrumen Penilitian................................................................ 18E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional......................... 18F. Cara Pengumpulan Data dan Pemeriksaan ............................. 19G. Pengolahan dan Analisi Data ................................................. 24H. Kesulitan dan Kelemahan penelitian. ..................................... 24

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Tempat Penelitian................................................. 25B. Hasil penelitian....................................................................... 26C. Pembahasan ............................................................................ 28

    BAB V PENUTUPA. Kesimpulan ............................................................................. 33B. Saran ....................................................................................... 34

    DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Hasil pembacaan variasi konsentrasi larutan standar LAS ............ 27

    Tabel 4.2 Kadar surfaktan anionik tiap titik pengambilan sampel .................. 28

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 16

    Gambar 3.2 Alur Kerja Penilitian.................................................................. 24Gambar 4.3 kurva kalibrasi standa LAS ....................................................... 28

    Gambar 4.4 Grafik konsentrasi surfaktan anionik di aliran sungai Desa Mekar 29

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor.82 Tahun 2001 Tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

    Lampiran 2 SNI 06-6989.51-2005 Cara uji kadar surfaktan anionikik denganspektrofotometer secara biru metilen

    Lampiran 3 Surat Ijin Pengguanaan LaboratoriumLampiran 4 Sertifikat Hasil UjiLampiran 5 Denah Titik Sampel

    Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Air merupakan sumberdaya alam yang dinamik (dynamic resources), dan

    memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

    Indonesia dalam segala bidang, sehingga memberikan implikasi yang relatif pelik

    serta khas dalam upaya pengelolaan sumber daya alam.

    Sungai adalah wadah dan jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai

    muara dengan dibatasi sepanjang kanan dan kirinya oleh garis sempadan. Banyak

    manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan sungai. Di Jawa hampir seluruh

    sungai dimanfaatkan untuk PLTA, perikanan, pertanian, dan rekreasi

    (Poedjioetami, 2008).

    Pencemaran air sungai disebabkan oleh banyaknya air limbah yang masuk ke

    dalam sungai yang berasal dari berbagai sumber pencemaran yaitu dari limbah

    industri, domestik, peternakan, pertanian dan sebagainya. Limbah domestik bisa

    berasal dari air cucian seperti sabun, detergen, minyak dan pestisida. Detergen

    merupakan bahan pembersih yang mengandung senyawa aktif yang menimbulkan

    buih pada permukaan air, yang akan memengaruhi persediaan oksigen di dalam air

    dan mengganggu kehidupan biota air, sehingga menimbulkan masalah lingkungan

    karena dalam suasana anaerob, zat organik terurai menjadi nitrit, ammonia, asam

    sulfida yang menimbulkan bau (Suripin, 2002).

    Air limbah detergen termasuk polutan atau zat yang mencemari lingkungan

    karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS (Alkyl Benzene Sulphonate) yang

    merupakan detergen tergolong keras. Detergen tersebut sukar dirusak oleh

  • mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran

    lingkungan (Anonim, 2009).

    Dengan makin luasnya pemakaian detergen maka risiko bagi kesehatan

    manusia maupun kesehatan lingkungan pun makin rentan. Limbah yang dihasilkan

    dari detergen dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan yang

    selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi kehidupan masyarakat (Heryani

    & Fuji, 2008).

    Detergen ini biasanya banyak dihasilkan oleh masyarakat di sekitar aliran

    sungai karena sering dilakukan untuk kegiatan mencuci. Seperti di daerah salah satu

    desa di Martapura yaitu Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur di sekitarnya

    terdapat sungai yang dikategorikan sungai yang cukup besar dan luas dengan

    volume air (125-250) m3/det dan memiliki arus tenang.

    Masyarakat di sekitar aliran sungai Desa Mekar memiliki jamban kecil

    yang sering digunakan untuk kegiatan sehari-hari seperti keperluan mandi cuci

    kakus (MCK), hal ini dapat memengaruhi peningkatan terjadinya pencemaran air

    yang diakibatkan aktivitas masyarakat tersebut, salah satunya limbah detergen yang

    berasal dari kegiatan mencuci.

    Limbah detergen langsung dibuang ke sungai. Kemungkinan besar dalam

    sungai tersebut mengandung surfaktan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82

    Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,

    kadar detergen dalam air sebagai Methylene Blue Anionic Surfaktan (MBAS) tidak

    boleh lebih dari 200 g/L.

    Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan penelitian tentang Gambaran

    Kadar Detergen Pada Air Aliran Sungai Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur

    Maret 2015.

    B. Rumusan Masalah

  • Berapa kadar detergen dalam air aliran sungai di sekitar Desa Mekar Kecamatan

    Martapura Timur ?

    C. Batasan Masalah

    Penilitian ini dibatasi hanya untuk mengukur kadar surfaktan anionik yang ada

    didalam detergen pada air aliran sungai di sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura

    Timur.

    D. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan umum

    Mengetahui apakah kadar detergen pada air aliran sungai di sekitar desa Mekar

    Kecamatan Martapura Timur masih memenuhi syarat baku mutu air Peraturan

    Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan

    Pengendalian Pencemaran Air.

    2. Tujuan khusus

    a. Mengetahui kadar surfaktan anionik pada aliran sungai di sekitar Desa

    Mekar Kecamatan Martapura.

    b. Membandingkan kadar surfaktan anionik dengan baku mutu air sungai

    Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air

    dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar detergen dalam air sebagai MBAS

    tidak boleh lebih dari 200 g/L.

    E. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Mahasiswa

    Sebagai sarana mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk

    lebih menambah pengetahuan dan wawasan.

    2. Bagi Institusi Pendidikan

    Sebagai tambahan sumber pustaka dan membantu proses pembelajaran serta

    penelitian selanjutnya.

  • 3. Bagi Instansi Terkait

    Dapat memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai kondisi air sungai

    di sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kualitas Air

    Kualitas air adalah kondisi yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-

    parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115

    tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter

    ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).

    Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan

    pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia,

    fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah

    upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai

    peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.

    Air merupakan sumber daya yang mutlak harus ada bagi kehidupan.

    Tubuh manusia 70% terdiri atas air. Sebaliknya di dalam badan air terdapat benda-

    benda hidup yang sangat menentukan karakteristik air tersebut, baik secara fisis

    maupun secara biologis.

    Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan

    bahwa air mempunyai rumus H2O + X dimana X merupakan zat-zat yang

    dihasilkan air buangan oleh aktivitas manusia selama beberapa tahun. Dengan

  • bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X dalam air akan bertambah dan

    menimbulkan masalah.

    Faktor X merupakan zat-zat kimia yang larut dalam air dan dapat

    menimbulkan masalah seperti, toksisitas dan reaksi-reaksi yang menyebabkan,

    pengendapan yang berlebihan, timbulnya busa yang menetap dan sulit untuk

    dihilangkan, timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa,

    perubahan dari perwujudan fisik air (Dwi, 2006).

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mengenai

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa Pemerintah

    Provinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air dan melakukan pengendalian

    pencemaran air pada sumber air yang merupakan lintas Kabupaten/Kota.

    Oleh karena itu dalam pengelolaan dan pengendalian pencemaran air pada

    sumber air yang lintas kabupaten/kota diperlukan adanya koordinasi dengan

    kabupaten/kota serta kerjasama dengan berbagai sektor terkait lainnya.

    Koordinasi dan Fasilitasi Pengendalian Pencemaran Air dengan

    Kabupaten/Kota serta instansi terkait dilakukan untuk merumuskan suatu langkah

    atau strategi dalam upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

    serta untuk mensosialisasikan program pengendalian pencemaran air yang sudah

    dan sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi maupun oleh

    Kabupaten/Kota, serta rencana program kegiatan yang akan dilaksanakan pada

    tahun berikutnya.

    Menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan

    menjadi 4 (empat) kelas :

    1. Kelas I (satu), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

    minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

    dengan kegunaan tersebut.

  • 2. Kelas II (dua), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

    rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

    pertanamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

    sama dengan kegunaan tersbut.

    3. Kelas III (tiga), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

    ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan

    lain mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

    4. Kelas IV (empat), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

    pertanaman, dan atau peruntukan lain mempersyaratkan mutu air yang sama

    dengan kegunaan tersebut.

    Menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

    Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar detergen dalam air sebagai MBAS

    tidak boleh lebih dari 200 g/L.

    B. Detergen

    Detergen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi

    bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai

    industri. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi

    jangka pendek (short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada

    suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado, E

    et all, 2006).

    Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, detergen mempunyai

    keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh

    oleh kesadahan air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal

    dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine, F et all, 2009).

    Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus

    utama surfaktan adalah ABS (Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit di biodegradabel,

  • maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu

    dengan gugus utama surfaktant LAS (Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut

    Asosiasi Pengusaha Detergen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan

    di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar

    40% dan linier alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Alasan

    penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil dalam bentuk krim pasta

    dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan

    secara alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang

    dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan

    penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam

    produk detergen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk

    krim pasta dan busanya melimpah (Anonim, 2009).

    Bahan bahan yang umum terkandung pada detergen adalah :

    1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang

    mempunyai ujung berbeda yaitu hidropilik (suka air) dan hidrophobik (suka

    lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air

    sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.

    Salah satu surfaktan jenis anionik adalah LAS (Linier Alkyl Benzene

    Sulfonate).

    2. Pembentuk (builder) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari

    surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air,

    dapat berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril

    Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit),

    dan Sitrat (asam sitrat).

    3. Pengisi (filler) adalah bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai

    kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat

  • memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga, misal

    natrium sulfat.

    4. Bahan suplemen/ tambahan (additives) untuk membuat produk lebih

    menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang

    tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen. Additives

    ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contohnya enzim,

    boraks, natrium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar

    kotoran yang telah dibawa oleh detergen ke dalam larutan tidak kembali ke

    bahan cucian pada waktu mencuci (anti redeposisi). Wangi wangian atau

    parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan

    pengikat.

    C. Surfaktan

    Sejak tahun 1945 terdapat bermacam-macam detergen sintetis sebagai

    pengganti sabun. Sebagian besar detergen mengandung 20-30 persen surfaktan dan

    70-80 persen bahan pengisi. Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan

    detergen diantaranya surfaktan, natrium sulfat, natrium tripolifosfat, natrium silikat

    dan bahan lain yang dapat meningkatkan kemampuan mencuci (Dwi, 2006).

    Surfaktan sebagai komponen utama dalam detergen dan memiliki rantai kimia

    yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Pada mulanya surfaktan hanya digunakan

    sebagai bahan utama pembuat detergen. Namun karena terbukti ampuh

    membersihkan kotoran, maka banyak digunakan sebagai bahan pencuci lain.

    Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat

    diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Sifat aktif permukaan yang

    dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan

    antar muka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan

    banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun, detergen, produk

  • kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil,

    pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya (Scheibel.J, 2004).

    Surfaktan dalam air akan membentuk dispersi koloid. Dalam larutan itu

    mengandung agregat dari molekul-molekul surfaktan yang disebut misel. Di bagian

    tengah misel terdapat gugus polar, sedangkan gugus nonpolar membentuk

    permukaan misel yang berhubungan dengan air. Pada waktu melepaskan kotoran,

    molekul surfaktan mengemulsikan butiran minyak atau lemak. Ujung hidrophilik

    akan tertarik pada kotoran dan akan mengelilinginya sehingga ujung hidrophobik

    akan mengangkat kotoran dari serat pakaian (Dwi, 2006).

    Menurut Irsyad dalam Dwi (2006) Surfaktan dibagi menjadi tiga jenis :

    1. Surfaktan anionik

    Surfaktan anionik adalah garam natrium surfaktan yang terurai

    menjadi ion, menghasilkan Na+ dan muatan negatif sebagai ion permukaan

    yang aktif dalam bentuk sulfat dan sulfonat.

    a. Surfaktan Bentuk Sulfat

    Alkohol rantai panjang yang diolah dengan asam sulfat

    memproduksi sulfat dengan permukaan aktif. Alkohol rantai

    panjang yang digunakan biasanya alkohol dodesil dan lauril.

    Misalnya natrium lauril sulfat.

    C12H25OH + H2SO4 C12H25 O SO3H + H2O

    Lauryl AlkoholAlkohol sulfat menetralisir natrium hidroksida untuk

    memproduksi surfaktan.

    C12H25 O SO3H + NaOH C12H25 O SO3Na + H2O

    Natrium Lauryl Sulfatb. Surfaktan Bentuk Sulfonat

  • Pada dasarnya kegunaan sulfonat berasal dari ester, amida,

    dan alkil benzene. Ester adalah asam organik dengan 16 sampai 18

    atom karbon. Dalam bagian alkil benzene sulfonat (ABS) berasal

    dari polymer propolyne, yang terdiri dari rata-rata 12 atom karbon.

    Material-material ini dibuat dari perluasan parafin normal,

    demikian juga rantai alkana yang tidak bercabang dan cincin

    benzene yang merupakan ikatan primer ke atom karbon

    sekunder.

    Surfaktan yang paling umum digunakan adalah LAS

    (Linear Alkyl Benzene Sulfonate) yang salah satu contohnya adalah

    dodesil benzene sulfonat.

    2. Surfaktan kationik

    Adalah garam ammonium kuarterner. Hidrogen dari ion ammonium

    telah ditempatkan dengan kelompok alkil. Permukaan aktifnya telah terkandung

    dalam kationik. Surfaktan kationik menggunakannya sebagai alat perantara

    sanitasi untuk membersihkan, jika air panas tidak tersedia. Misalnya, senyawa

    ammonium klorida kuarterner, (RCH3N)+ Cl-.

    3. Surfaktan non ionik

    Detergen non ionik tidak mengalami ionisasi dan tergantung pada

    molekul yang dapat membuatnya larut. Detergen non ionik merupakan

    senyawa polimer dari senyawa polyethoxylate (C2H4O) (Dwi, 2006).

    D. Spektrofotometer menggunakan metode MBAS (Methylene Blue Anionic

    Surfaktan).

    Spektrofotometer UV-Visible adalah pengukuran panjang gelombang dan

    intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

  • ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak

    berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Elektron pada kulit terluar ke

    tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

    secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

    Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan

    (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.

    Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas

    sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies

    penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan

    jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik (Rohman, 2007).

    Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada

    mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak

    energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih

    pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada

    panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam

    daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah

    dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih

    pendek (Masriyanti, 2012).

    Methylene Blue digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan

    pewarna organik yang berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila

    oksigen pada sampel (air yang tercemar yang sedang dianalisis) telah habis

    dipergunakan (Mahida, 1981).

    Surfaktan anionik bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan

    ion baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk

    diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan

    yang diukur setara dengan kadar surfaktan anionik (Anonim, 2009)

  • E. Landasan Teori

    Umumnya detergen yang digunakan sebagai pencuci pakaian merupakan

    detergen anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada detergen anionik

    sering ditambahkan zat aditif lain seperti golongan ammonium kuartener alkyl

    dimethyl benzyl-ammonium cloride, diethanolamine (DEA), chlorinated trisodium

    phospate (chlorinated TSP), (builder) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium

    lauryl sulfate (SLS), linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium

    kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui

    bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.

    Detergen keras berbahaya bagi ikan walaupun konsentrasinya kecil, misalnya

    natrium dodesil benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm.

    Tanaman air juga dapat terganggu jika kadar detergen tinggi yakni fotosintetis dapat

    terhenti (Sastrawijaya, 2000).

    Permasalahan juga ditimbulkan oleh detergen yang mengandung banyak

    polifosfat yang merupakan penyusun detergen yang masuk ke badan air. Poliposfat

    dari detergen ini diperkirakan memberikan kontribusi sekitar 50% dari seluruh fosfat

    yang terdapat di perairan. Keberadaan fosfat yang berlebihan menstimulir terjadinya

    eutrofikasi (pengayaan) perairan (Effendi, 2003).

  • F. Kerangka Konsep Penelitian

    Gambar 2.1 Kerangka Konsep

    Keterangan :

    = Tidak diteliti

    = Diteliti

    Sumber surfaktan :- Air limbah

    rumah tangga- Air limbah

    laundry- Industri

    PerairanPenetapankonsentrasisurfaktan

    Konsentrasisurfaktan

    Dampak dari surfaktan:- Menimbulkan

    pencermaran air- Mengganggu

    kehidupan biota air- Mengganggu

    kesehatan manusia

    Alat metode

    Reagen

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei deskriptif yaitu suatu

    penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu

    keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2012).

    B. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

    (Notoatmodjo, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah air aliran sungai di

    sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.

    2. Sampel

    Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

    mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel penelitian ini adalah

    air sungai pada bagian hulu, badan air dan bagian hilir pada aliran air sungai di

    sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.

    C. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan Politeknik

    Kesehatan Kemenkes Banjarmasin pada Maret 2015.

    D. Instrumen Penelitian

    1. Alat

  • Spektrofotometer UV-Vis Optima sp 300, timbangan analitik Shimadzu

    ATY224, corong pemisah 250 mL, labu ukur 100 mL, 500 mL dan 1000 mL,

    gelas piala 200 mL, pipet volumetrik 1,0 mL, 2,0 mL, 3,0 mL dan 5,0 mL dan

    pipet ukur 5 mL dan 10 mL.

    2. Pereaksi

    Serbuk Alkil Sulfonat Linier (LAS) atau natrium lauril sulfat

    (C12H25OSO3Na), larutan indikator fenolftalin 0,5%, larutan natrium hidroksida

    (NaOH) 1N, larutan sulfat (H2SO4) 1N, larutan sulfat (H2SO4) 6N, larutan biru

    metilen, kloroform (CHCl3), larutan pencuci, hidrogen peroksida (H2O2) 30%,

    isopropil alkohol (i-C3H7OH), serabut kaca (glass wool).

    E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

    1. Variabel Penelitian

    Variabel penelitian ini adalah kadar surfaktan sebagai varibel mandiri.

    2. Definisi Operasional

    a. Baku mutu air

    Baku mutu air yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah No.82 Tahun

    2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,

    kadar surfaktan sebagai MBAS tidak boleh lebih dari 200 g/L.

    b. Hulu sungai

    Hulu sungai adalah bagian badan air yang berada 50 meter sebelum Desa

    Mekar Kecamatan Martapura Timur.

    c. Badan air

    Badan air adalah daerah aliran sungai di sekitar Desa Mekar yang berjarak

    300 meter.

    d. Hilir sungai

  • Hilir sungai adalah bagian badan air yang berada 50 meter setelah Desa

    Mekar Kecamatan Martapura Timur.

    e. Metode

    Metode MBAS (Methylene Blue Anionic Surfaktan), Methylen Blue

    (Metilen Biru) merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai

    bakterisida dan fungsida yakni mereaksikan/ menambahkan zat metilen biru

    yang akan berikatan dengan surfaktan sehingga dihasilkan garam yang

    berwarna biru.

    f. Kadar Detergen

    Kandungan surfaktan di dalam ditergen adalah kadar surfaktan yang berada

    didalam air sungai, dinyatakan dalam satuan mg/L MBAS.

    F. Cara Pengumpulan Data dan Pemeriksaan

    Data primer penelitian ini berupa hasil pemeriksaan kadar detergen. Data

    primer diperoleh dengan cara pemeriksaan kadar detergen pada air aliran sungai

    di sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.

    1. Persiapan penelitian

    Persiapan penelitian ini yaitu berupa penyusunan proposal dan dilanjutkan

    dengan permohonan izin penelitian dan dilanjutkan dengan pelaksanaan

    penelitian.

    2. Persiapan instrumen penelitian

    Instrumen yang dipakai sebagian dibawa peneliti dan sebagian dipinjam di

    laboratorium Kimia Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes

    Banjarmasin.

    3. Pemeriksaan Sampel Air

  • Berdasarkan SNI 06-6989.51-2005 tentang cara uji pengukuran kadar surfaktan

    anionik menggunakan spektrofotometer dengan metode biru metilen sebagai

    berikut;

    a. Pembuatan larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L.

    Larutkan 1,000 g LAS 100% aktif atau natrium lauril sulfat (C12H25OSO3Na)

    dengan 100 mL air suling dalam labu ukur 1000 mL kemudian tambahkan air

    suling hingga tepat tanda tera dan dihomogenkan.

    Catatan simpan larutan induk surfaktan anionik di dalam lemari pendingin untuk

    mengurangi biodegradasi. Bila terbentuk endapan, larutan ini tidak dapat dipergunakan.

    b. Pembuatan larutan baku surfaktan anionik 100 mg/L

    Pipet 10 mL larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L dan masukkan ke

    dalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda

    tera dan dihomogenkan.

    c. Pembuatan larutan kerja surfaktan anionik.

    a) Pipet 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 5,0 mL larutan baku surfaktan anionik

    100 mg/L dan masukkan masing-masing ke dalam labu ukur 250 mL.

    b) Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh

    kadar surfaktan anionik 0,4; 0,8; 1,2 dan 2,0 mg/L MBAS.

    Catatan larutan kerja dapat dibuat dari larutan baku surfaktan siap pakai yang

    diperdagangkan.

    d. Pembuatan kurva kalibrasi.

    a) optimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk alat untuk

    pengujian kadar surfaktan anionik.

    b) Ambil masing-masing 100 mL larutan blanko dan larutan kerja dengan

    kadar surfaktan anionik 0,4 mg/L; 0,8 mg/L; 1,2 mg/L dan 2,0 mg/L

    kemudian masing-masing masukkan ke dalam corong pemisah 250 mL.

  • c) Tambahkan masing-masing larutan biru metilen sebanyak 25 mL.

    d) Tambahkan masing-masing 10 mL kloroform, kocok kuat-kuat selama 30

    detik sekali-kali buka tutup corong untuk mengeluarkan gas.

    e) Biarkan hingga terjadi pemisahan fasa, goyangkan corong pemisah

    perlahan-lahan, jika terbentuk emulsi tambahkan sedikit isopropil alkohol

    sampai emulsinya hilang.

    f) Pisahkan lapisan bawah (fasa kloroform) dan tampung dalam corong

    pemisah yang lain.

    g) Ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi

    langkah 3.4.4 (d sampai f) sebanyak 2 kali dan satukan semua fasa

    kloroform.

    h) Tambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam fasa kloroform gabungan

    dan kocok kuat- kuat selama 30 detik.

    i) Biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan.

    j) Keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung

    ke dalam labu ukur pada langkah j).

    k) Tambahkan 10 mL kloroform ke dalam fasa air hasil pengerjaan pada

    langkah j); kocok kuat-kuat selama 30 detik.

    l) Biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan.

    m) Keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung

    ke dalam labu pada langkah j).

    n) ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi

    langkah 3.4.4 (k sampai m) dan satukan semua fasa kloroform dalam labu

    ukur pada langkah j).

    o) cuci glass wool dengan kloroform sebanyak 10 mL dan gabungkan

    dengan fasa kloroform dalam labu ukur pada langkah j).

  • p) tepatkan isi labu ukur pada langkah j) hingga tanda tera dengan

    kloroform.

    q) ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm dan catat

    serapannya, pengukuran dilakukan tidak lebih dari 3 jam setelah

    ekstraksi.

    r) buat kurva kalibrasi dari butir q) di atas atau tentukan persamaan garis

    lurusnya. (SNI 06-6989.51-2005)

    e. Prosedur uji

    a) ukur contoh uji sebanyak 100 mL secara duplo dan masukkan ke

    dalam corong pemisah 250 mL;

    b) tambahkan 3 tetes sampai dengan 5 tetes indikator fenoltalin dan larutan

    NaOH 1N tetes demi tetes ke dalam contoh uji sampai timbul warna

    merah muda, kemudian hilangkan dengan menambahkan H2SO4 1N

    tetes demi tetes;

    c) selanjutnya lakukan langkah 3.4.4 c) sampai q).

    G. Pengolahan dan Analisa Data

    Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian hasil yang

    diperoleh dibandingkan dengan baku mutu air Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun

    2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, untuk

    mengetahui sungai tersebut tercemar atau tidak.

  • H. Kesulitan dan Kelemahan penelitian

    Kesulitan dalam penelitian ini karena panjangnya aliran anak Sungai

    Martapura sehingga peneliti kesulitan menentukan tepatnya bagian hulu dari sungai

    tersebut.

    Kelemahan dalam penelitian ini pengambilan sampel yang hanya dilakukan

    sewaktu, sehingga hasil yang didapatkan kemungkinan bisa berbeda jika diambil

    pada waktu yang berlainan.

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Tempat Penelitian

    Sungai Martapura merupakan sungai terbesar kedua di Kalimantan Selatan

    (lebar lebih dari 500 meter). Pemandangan yang khas dari sungai ini adalah adanya

    rumah-rumah dengan tipe rumah panggung yang dibangun berderet menghadap

    sungai. Penduduk yang bermukim di sepanjang aliran memanfaatkan sungai

    sebagai sarana transportasi. Selain itu terdapat pula lanting atau batang, yaitu

    sejenis rakit yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai tempat untuk MCK

    (mandi, cuci dan kakus).

    Sama halnya di Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur yang

    memanfaatkan sungai sebagai sarana aktivitas rumah tangga. Sedangkan pada saat

    ini kegiatan aktivitas rumah tangga secara terus menerus mengubah orientasi fungsi

    sungai secara tidak langsung yang ternyata memberikan andil besar terhadap

    perubahan sungai, contohnya sungai menjadi lokasi bagi pembuangan sampah

    rumah tangga serta aktivitas lainnya seperti MCK. Hal tersebut berpotensi

    menghasilkan limbah beracun dan kerusakan ekosistem lingkungan, padahal sampai

  • pada saat ini penduduk desa masih menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-

    hari.

    B. Hasil Penelitian

    Cara uji yang digunakan untuk penentuan kadar surfaktan anionik dalam air

    dan air limbah adalah menggunakan biru metilen dan diukur menggunakan

    spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm.

    Berikut adalah hasil permbuatan kurva baku dan tabel kadar surfaktan anion

    tiap titik pengambilan sampel:

    1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

    Untuk pengukuran konsentrasi surfaktan dalam air secara

    spektrofotometri dengan metode MBAS (Methylene Blue Anionic Surfaktan)

    diperlukan kurva kalibrasi. Dalam pembuatan kurva kalibrasi digunakan

    konsentrasi surfaktan 0,0 2,0 mg/L. Hasil pengukuran konsentrasi standar

    tersebut disajikan dalam bentuk tabel 1

    Tabel 4.1 Hasil pembacaan variasi konsentrasi larutan standar LAS

    NOKonsentrasi

    (x)Absorbansi

    (y)1 0,0 0,000

    2 0,4 0,080

    3 0,8 0,133

    4 1,2 0,144

    5 2,0 0,188

  • Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Standar LAS

    2. Hasil pemeriksaan sampel

    Hasil pengukuran konsentrasi surfaktan anionik pada air disepanjang

    aliran sungai Desa mekar pada 6 titik air disajikan dalam bentuk tabel

    berikut :

    Tabel 4.2 Kadar surfaktan anion pada titik pengambilan sampel

    Kode Sampel AbsorbansiSampelKonsentrasi

    Sampel (ppm)

    Hulu 0,287 2,94

    Badan A 0,295 3,03

    Badan B 0,271 2,76

    Badan C 0,260 2,63

    Badan D 0,278 2,84

    Hilir 0,288 2,95

    y = 0,0877x + 0,0319R = 0,8765

    0,000

    0,050

    0,100

    0,150

    0,200

    0,250

    0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

    Absorbansi

  • Gambar 4.4 Grafik Konsentrasi Surfaktan Anion di Aliran Sungai DesaMekar.

    Dari hasil tersebut diketahui kadar surfaktan anionik pada keenam melebihi

    standar ambang batas pencemaran air yaitu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun

    2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar

    detergen dalam air sebagai Methylene Blue Anionic Surfaktan (MBAS) tidak boleh

    lebih dari 200 g/L (0,2 mg/L).

    C. Pembahasan

    Pada penelitian ini ditemukan kadar detergen surfaktan anionik dalam

    MBAS berkisar antara 2,63 - 3,03 mg/L. pada masing masing titik pengambilan

    sampel, ditemukan kadar detergen melebihi standar ambang batas kadar surfaktan

    untuk syarat baku mutu air kelas I sebesar 0.2 mg/L. Berbeda dengan penelitian

    sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2006 oleh Octavia Kartika Dewi dengan

    mengukur konsentrasi surfaktan anionik didaerah pulau Jawa berada di aliran

    sungai Cikapundung Jawa Barat. Hasil konsentrasi surfaktan antara 0,017-0,142

    mg/L MBAS. Perbedaan hasil uji kadar surfaktan anionik yang dilakukan oleh

    Octavia Kartika Dewi dengan peneliti disebabkan karena waktu pengambilan

    sampel yang berbeda, dan letak geografis sungai di Pulau Kalimantan dan di Pulau

    2,42,52,62,72,82,93

    3,1

    Hulu Badan A Badan B Badan C Badan D Hilir

    2,94mg/L 3,03mg/L

    2,76mg/L2,63mg/L

    2,84mg/L 2,95mg/L

  • Jawa dimana Sungai di Pulau Jawa alirannya deras, sungainya pendek, dan tidak

    berfungsi untuk lalu lintas air. Sedangkan di Pulau Kalimantan alirannya tenang,

    sungainya panjang, muara digunakan untuk lalu lintas air dan juga masyrakatnya

    sangat tergantung dengan keberadaan sungai yang digunakan untuk kebutuhan

    sehari hari seperti MCK.

    Hal tersebut menimbulkan dampak pencemaran air yang diakibatkan oleh

    detergen. Detergen sangat sukar diuraikan oleh bakteri sehingga akan tetap aktif

    untuk jangka waktu yang lama di dalam air, mencemari air dan meracuni berbagai

    organisme air.

    Penggunaan detergen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa

    fosfat pada air sungai atau danau yang merangsang pertumbuhan ganggang dan

    eceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali

    menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi

    masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.

    Tumbuhan air (eceng gondok dan ganggang) yang mati membawa akibat proses

    pembusukan tumbuhan ini akan menghabiskan persediaan oksigen. Material

    pembusukan tumbuhan air akan mengendapkan dan menyebabkan pendangkalan.

    Pengambilan sampel yang dilakukan di musim hujan dapat mempengaruhi

    konsentrasi surfaktan anionik karena terencerkan oleh volume air yang turun dari

    hujan akan tetapi tidak mempengaruhi terhadap konsentrasi surfaktan anionik,

    dikarenakan kebiasaan masyrakat yang tetap melakukan aktivitas mencuci

    dibantaran sungai hal ini dapat terus meningkatkan kadar surfaktan anionik yang

    kemudian menimbulkan konsenstrasi surfaktan anionik dengan jumlah yang besar

    ditambah lagi dengan sifat detergen memiliki tingkat biodegradable sangat rendah,

    seperti LAS terdegradasi sampai 50 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat,

    karena dalam memecah bagian ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega

  • harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena itu perlu waktu. Penelitian

    Heryani dan Puji (2008) mendapatkan hasil bahwa alam membutuhkan waktu 9

    hari untuk menguraikan 50% LAS.

    Detergen ABS sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh

    adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologis

    detergen ABS, perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa,

    menurunkan tegangan permukaan dari air dan memusnahkan bakteri yang berguna.

    Surfaktan adalah bahan yang paling penting pada produk detergen (hingga

    15-40% dari total formulasi detergen). Zat ini dapat mengaktifkan permukaan,

    karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang

    dapat menaikkan dan menurunkan tegangan permukaan.

    Efek negatif dari surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar,

    hilangnya kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan

    permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit

    manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kimia dengan

    kandungan 1% linear alkyl benzene sulfonate (LAS) dan Alpha Olefin Sulfonate

    (AOS) dengan akibat iritasi sedang pada kulit. Sisa bahan surfaktan yang terdapat

    dalam detergen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan

    air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun

    dan berbahaya bagi kesehatan.

    Limbah domestik baik rumah tangga atau limbah usaha skala kecil seperti

    air sisa detergen dan air sisa sabun mandi harus diolah dan tidak boleh

    membuangnya melalui septic-tank, guna mengindari pencemaran air tanah

    disekitarnya.

    Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta, mengisyaratkan

    warga agar menyediakan alat pengolahan limbah, yaitu Biofilter. Alat ini mampu

  • menghasilkan air olahan sesuai dengan baku mutu, dan aman bagi lingkungan.

    Dengan menggunakan sistem biofilter, dan umumnya terbuat dari fiberglass. maka

    limbah cucian dan limbah septic-tank sudah terolah hingga mencapai baku mutu.

    Dan menggantikan septic tank yang cara kerjanya merembeskan limbah ke tanah

    sehingga tidak ada lagi rembesan. Namun masih diperlukan sosialisasi kepada

    pemilik rumah yang sudah memiliki septic-tank, subsidi alat bagi perumahan

    kumuh dan harga alat yang mahal (Anonimous, 2009).

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Kimia Dasar Analis

    Kesehatan Poltekkes Banjarmasin serta pembahasan-pembahasan yang dilakukan,

    dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    1. Dari hasil pengukuran konsentrasi surfaktan anionik yang didapat pada air

    Sungai Martapura Desa Mekar pada bagian hulu sebesar 2,94 mg/L., bagian

    badan air A sebesar 3,03 mg/L., bagian badan air B sebesar 2,76 mg/L., bagian

    badan air C sebesar 2,63 mg/L., bagian badan air D sebesar 2,84 mg/L., dan pada

    bagian hilir sebesar 2,95 mg/L.

    2. Berdasarkan pengukuran konsentrasi surfaktan anionik didapatkan konsentrasi

    surfaktan anionik air sungai di Desa Mekar tidak memenuhi syarat kualitas baku

    mutu air sungai untuk kelas I menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001

    tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Untuk

    kadar surfaktan anionik, kadar maksimal yang diperbolehkan yaitu 200 g/L (0,2

    mg/L).

  • B. Saran

    1. Bagi industri sebaiknya lebih banyak membuat produk detergen ramah

    lingkungan. Seperti detergen dengan kandungan fosfat yang rendah serta

    mengelola limbah detergen dengan menggunakan sistem biofilter.

    2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sebaiknya melakukan tindakan untuk

    menjaga kelestarian sungai. Karena dalam jangka panjang jumlah penduduk

    akan semakin padat sehingga dapat mempengaruhi peningkatan limbah

    domestik dan pencemaran sungai.

    3. Bagi masyarakat untuk tidak membuang limbah rumah tangga atau bahan-

    bahan berbahaya ke sungai dan menjaga kelestarian Sungai Martapura.

    4. Untuk peneliti selanjutnya penulis menyarankan untuk meneliti tentang metode

    pengukuran konsentrasi surfaktan selain surfaktan anionic.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Acehpedia, 2010. http://acehpedia.org/Air_tanah, Air Tanah, tanggal [Diakses 23Januari 2015].

    Anonim, 2009. Mengetahui Dampak Air Limbah Deterjen Terhadap Organisme Air.(http://tutorjunior.blogspot.com) [Diakses 23 Januarii 2015].

    Chantraine, F et all, 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The Dissolution andMechanical Properties of Detergent Tablets : How to Control Interfaces bySurfactan Localization. Journal of Surfactan and Detergent. 12:59-71.

    Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri. Padang:CV. Trianda Anugrah Pratama.

    Dwi, K., 2006. Teknologi Penyediaan Air bersih. Bandung: Akademi Analis KesehatanBakti Asih.

    Effendi, H., 2003. Telaah kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan LingkunganPerairan. Bogor: Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

    Heryani. A, Puji, H, 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter.[Makalah Penelitian] http://eprints.undip.ac.id [Diakses 27 Desember 2014].

    J, Scheibel, 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet theRequirement of the Laundry Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent.Vo7. No. 5.

    Jurado, E et all, 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and HardSurface in a Continous Flow Device. Journal of Surfactant and Detergents. Vol. 9.Qtr 1.

    Mahida, 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. New York: McGraw Hill Publishing Company Limited.

    Masduqi, A., 2009. Parameter Kualitas Air.

    Masriyanti, 2012. Prinsip - prinsip spekroskopi. Rabu September. pp.1-3.

    Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.Poedjioetami, E. (2008). Penataan Ulang Kawasan Bantaran Sungai Dengan

    Menghadirkan Sentra Eknomi Dan Rekreasi Kota . Surabaya: Institut TeknologiAdhi Tama.

    Riyanti, D., 2013. Analisis Bahan Pencemar Deterjen (MBAS) Dalam Air WadukJatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum. Bandung:(http://digilib.polban.ac.id)[Diakses februari 2015].

  • Rohman, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Sastrawijaya, A.T., 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.Suripin. (2002). Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: ANDI.

  • LAMPIRAN

    PERATURAN PEMERINTAHNOMOR 82 TAHUN 2001

    TANGGAL 14 DESEMBER 2001

    TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS

    AIR DAN

    PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

    Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

    PARAMETER SATUAN

    KELAS KETERANGAN

    I II III IV

    FISIKA

    Tempelatur oC deviasi

    3

    deviasi

    3

    deviasi

    3

    deviasi 5

    Deviasi temperaturdari keadaanalmiahnya

    Residu Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000

  • Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400

    Bagi pengolahan airminum secarakonvesional, residutersuspensi d 5000mg/ L

    KIMIA ANORGANIK

    pH 6-9 6-9 6-9 5-9

    Apabila secaraalamiah di luarrentang tersebut,maka ditentukanberdasarkan kondisialamiah

    BOD mg/L 2 3 6 12

    COD mg/L 10 25 50 100

    DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

    Total Fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

    NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

  • NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)

    Bagi perikanan,kandungan amoniabebas untuk ikanyang peka d 0,02mg/L sebagai NH3

    Arsen mg/L 0,05 1 1 1

    Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

    Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

    Boron mg/L 1 1 1 1

    Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

    Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

    Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01

    Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

    Bagi pengolahan airminum secarakonvensional, Cu d 1mg/L

  • Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)

    Bagi pengolahan airminum secarakonvensional, Fe d 5mg/L

    Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1

    Bagi pengolahan airminum secarakonvensional, Pb d

    0,1 mg/LMangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

    Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

    Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2

    Bagi pengolahan airminum secarakonvensional, Zn dmg/L

    Khlorida mg/l 600 (-) (-) (-)

    Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

    Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

    Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)

    Bagi pengolahan airminum secarakonvensional, NO2_N d1 mg/L

    Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

    Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)

    Bagi ABAM tidakdipersyaratkan

    Belereng sebagai

    H2S

    mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)

    Bagi pengolahan airminum secarakonvensional, Ssebagai H2S

  • Toxaphan ug /L 5 (-) (-) (-)

  • HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    SNI 06-6989.51-2005

    Standar Nasional Indonesia

    Air dan air limbah Bagian 51 : Cara uji kadar surfaktan anionik denganspektrofotometer secara biru metilen

  • ICS 13.060.01 Badan Standardisasi Nasional

  • Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untukdikomersialkan

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    Daftar isi

    Daftar isi ........................................................................................................................... i

    Prakata ............................................................................................................................ ii

    1 Ruang lingkup ............................................................................................................ 12 Istilah dan definisi ...................................................................................................... 13 Cara uji ..................................................................................................................... 14 Jaminan mutu dan pengambilan mutu ....................................................................... 45 Rekomendasi ............................................................................................................. 4Lampiran A Pelaporan .................................................................................................. 5Bibliografi ......................................................................................................................... 6

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    i

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    Prakata

    SNI ini merupakan hasil kaji ulang dan revisi dari SNI 06-2476-1991, Metode pengujiankadar detergen dalam air dengan alat spektrofotometer secara biru metilena. SNI inimenggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for theExamination of Water and Wastewater, 20th Edition (1998), 5540A and 5540C, editor L. S.Clesceri, A.E. Greenberg, A.D. Eaton, APHA, AWWA and WEF, Washington DC. SNIini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasimetode serta dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis Kualitas Air dari Panitia Teknis 207S,Panitia Teknis Sistem Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait.

    Standar ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yangmewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusatmaupun daerah pada tanggal 3 4 November 2004 di Depok.

    Dengan ditetapkannya SNI 06-6989.51-2005 ini, maka penerapan SNI 06-2476-1991dinyatakan tidak berlaku lagi. Pemakai SNI agar dapat meneliti validasi SNI yang terkaitdengan metode ini, sehingga dapat selalu menggunakan SNI edisi terakhir.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    ii

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    1 dari 61 dari 6

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    Air dan air limbah Bagian 51 : Cara uji kadar surfaktan anionikdengan spektrofotometer secara biru metilen

    1 Ruang lingkup

    Cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar surfaktan anionik dalam air dan air limbahsecara biru metilen dan diukur menggunakan spektrofotometer dengan kisaran kadar 0,025mg/L sampai 2,0 mg/L pada panjang gelombang 652 nm.

    2 Istilah dan definisi

    2.1

    larutan induk

    larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan digunakan untuk membuatlarutan baku dengan kadar yang lebih rendah

    2.2

    larutan baku

    larutan induk yang diencerkan dengan air suling sampai dengan kadar tertentu

    2.3

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    2 dari 62 dari 6

    larutankerjalarutan baku yang diencerkan dan digunakan untuk membuat kurva kalibrasi

    2.4

    kurva kalibrasi

    grafik yang menyatakan hubungan kadar larutan baku dengan hasil pembacaan absorbansi,yang biasanya merupakan garis lurus

    2.5

    larutan blanko

    air suling yang diperlakukan sama dengan contoh uji

    3 Cara uji

    3.1 Prinsip

    Surfaktan anionik bereaksi dengan biru metilen membentuk pasangan ion berwarna biruyang larut dalam pelarut organik. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur denganspektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara dengan kadarsurfaktan anionik.

    3.2 Bahan

    a) serbuk Alkil Sulfonat Linier (LAS) atau natrium lauril sulfat(C12H25OSO3Na);

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    3 dari 63 dari 6

    b) larutan indikator fenolftalin0,5%;

    Larutkan 0,5 g fenolftalin dengan 50 mL alkohol 95% di dalam gelas piala 250 mL.Tambahkan 50 mL air suling dan beberapa tetes larutan NaOH 0,02 N sampai warnamerah muda.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    4 dari 64 dari 6

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standarinidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    c) larutan natrium hidroksida (NaOH) 1N;Larutkan 4,0 g NaOH dengan 50 mL air suling di dalam labu ukur 100 mL, tambahkan airsuling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.

    d) larutan sulfat (H2SO4)1N;

    Ambil 2,8 mL H2SO4 pekat, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100 mL yangberisi

    50 mL air suling. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.

    e) larutan sulfat (H2SO4)6N;

    Ambil 20 mL H2SO4 pekat, kemudian masukkan ke dalam gelas piala 200 mL yang berisi

    120 mL air suling dan dihomogenkan.

    f) larutan biru metilen;

    Larutkan 100 mg biru metilen dengan 100 mL air suling dan dihomogenkan. Ambil 30 mLlarutan tersebut dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan 500 mL airsuling, 41 mL H2SO4 6N dan 50 g natrium fosfat monohidrat (NaH2PO4.H2O), kocokhingga larut sempurna kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda tera dandihomogenkan.

    g) kloroform (CHCl3)p.a;

    h) larutan pencuci;Ambil 41 mL H2SO4 6N dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL yang berisi 500mL air suling. Tambahkan 50 g natrium dihidrogen fosfat monohidrat (NaH2PO4.H2O),

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    5 dari 65 dari 6

    kocok hingga larut sempurna kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda tera dandihomogenkan.

    i) hidrogen peroksida (H2O2)30%;

    j) isopropil alkohol (i-C3H7OH);

    k) serabut kaca (glass wool).

    3.3 Peralatan

    a) spektrofotometer;

    b) timbangan analitik;

    c) corong pemisah 250 mL (dianjurkan dengan cerat dan tutup terbuat dari teflon);d) labu ukur 100 mL; 500 mL dan 1000 mL;e) gelas piala 200 mL;

    f) pipet volumetrik 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 5,0 mL;dan g) pipet ukur 5 mL dan10 mL.

    3.4 Persiapan pengujian

    3.4.1 Pembuatan larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L

    Larutkan 1,000 g LAS 100% aktif atau natrium lauril sulfat (C12H25OSO3Na) dengan 100mL air suling dalam labu ukur 1000 mL kemudian tambahkan air suling hingga tepat tandatera dan dihomogenkan.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    6 dari 66 dari 6

    CATATAN Simpan larutan induk surfaktan anionik di dalam lemari pendingin untukmengurangi biodegradasi. Bila terbentuk endapan, larutan ini tidak dapat dipergunakan.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    7 dari 67 dari 6

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    3.4.2 Pembuatan larutan baku surfaktan anionik 100 mg/L

    Pipet 10 mL larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L dan masukkan ke dalam labu ukur

    100 mL, kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda tera dan dihomogenkan.

    3.4.3 Pembuatan larutan kerja surfaktan anionik

    a) pipet 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 5,0 mL larutan baku surfaktan anionik 100 mg/L danmasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 250 mL;

    b) tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh kadar surfaktananionik 0,4; 0,8; 1,2 dan 2,0 mg/L MBAS.

    CATATAN Larutan kerja dapat di buat dari larutan baku surfaktan siap pakai yangdiperdagangkan.

    3.4.4 Pembuatan kurva kalibrasi

    a) optimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk alat untuk pengujian kadarsurfaktan anionik;

    b) ambil masing-masing 100 mL larutan blanko dan larutan kerja dengan kadar surfaktananionik 0,4 mg/L; 0,8 mg/L; 1,2 mg/L dan 2,0 mg/L kemudian masing-masing masukkanke dalam corong pemisah 250 mL;

    c) tambahkan masing-masing larutan biru metilen sebanyak 25 mL;d) tambahkan masing-masing 10 mL kloroform, kocok kuat-kuat selama 30 detik sekali-kali

    buka tutup corong untuk mengeluarkan gas;

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    8 dari 68 dari 6

    e) biarkan hingga terjadi pemisahan fasa, goyangkan corong pemisah perlahan-lahan, jikaterbentuk emulsi tambahkan sedikit isopropil alkohol sampai emulsinya hilang

    f) pisahkan lapisan bawah (fasa kloroform) dan tampung dalam corong pemisah yang lain;g) ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi langkah 3.4.4 d)

    sampai f) sebanyak 2 kali dan satukan semua fasa kloroform;

    h) tambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam fasa kloroform gabungan dan kocok kuat-kuat selama 30 detik;

    i) biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan;j) Keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung ke dalam labu

    ukur pada langkah j);k) tambahkan 10 mL kloroform ke dalam fasa air hasil pengerjaan pada langkah j); kocok

    kuat-kuat selama 30 detik

    l) biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan;m) keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung ke dalam labu

    pada langkah j);n) ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi langkah 3.4.4 k)

    sampai m) dan satukan semua fasa kloroform dalam labu ukur pada langkah j);o) cuci glass wool dengan kloroform sebanyak 10 mL dan gabungkan dengan fasa

    kloroform dalam labu ukur pada langkah j);p) tepatkan isi labu ukur pada langkah j) hingga tanda tera dengan kloroform;q) ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm dan catat serapannya.

    CATATAN Pengukuran dilakukan tidak lebih dari 3 jam setelah ekstraksi;

    r) buat kurva kalibrasi dari butir q) di atas atau tentukan persamaan garis lurusnya.

    3.5 Prosedur uji

    a) ukur contoh uji sebanyak 100 mL secara duplo dan masukkan ke dalam corong pemisah

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    9 dari 69 dari 6

    250 mL;

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    10 dari6

    10 dari6

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    b) tambahkan 3 tetes sampai dengan 5 tetes indikator fenoltalin dan larutan NaOH 1N tetesdemi tetes ke dalam contoh uji sampai timbul warna merah muda, kemudian hilangkandengan menambahkan H2SO4 1N tetes demi tetes;

    c) selanjutnya lakukan langkah 3.4.4 c) sampai q).

    CATATAN Bila kadar surfaktan anionik dalam contoh 0,08 mg/L - 0,4 mg/L, maka volumecontoh uji yang diambil 250 mL dan bila kadar surfaktan anionik dalam contoh 0,025 mg/L -0,08 mg/L, maka volume contoh uji yang diambil 400 mL.

    3.6 Perhitungan

    Kadar surfaktan anionik (mg/L) = C x fpdengan pengertian:

    C adalah kadar yang didapat dari hasil pengukuran (mg/L);fp adalah faktor pengenceran.

    4 Jaminan mutu dan pengendalian mutu

    4.1 Jaminan mutu

    a) Gunakan bahan kimia pro analysis (p.a).b) Gunakan alat gelas bebas kontaminan. c)

    Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.

    d) Dikerjakan oleh analis yang kompeten.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    11 dari6

    11 dari6

    e) Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu penyimpananmaksimum.

    4.2 Pengendalian mutu

    a) Koefisien korelasi (r) lebih besar atau sama dengan 0,95 dengan intersepsi lebih kecilatau sama dengan batas deteksi.

    b) Lakukan analisis blanko untuk kontrol kontaminasi.

    c) Lakukan analisis duplo untuk kontrol ketelitian analisis.

    d) Jika perbedaan persen relatif hasil pengukuran lebih besar atau sama dengan 10%

    maka dilakukan pengukuran ketiga.

    e) Apabila contoh uji mengandung zat tersuspensi, saring contoh uji dengan saringanmembran berpori 0,45 m.

    f) Apabila contoh uji mengandung kationik surfaktan dan bahan kationik lainnya,masukkan contoh uji ke kolom penukar ion.

    g) Apabila contoh uji mengandung nonsurfaktan seperti sulfida, tambahkan ke dalamcontoh uji beberapa tetes larutan H2O2.

    5 Rekomendasi

    Kontrol akurasi

    a) Analisis blind sample.b) Buat control chart untuk akurasi analisis.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    12 dari6

    12 dari6

    HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

    Lampiran A(normatif)Pelaporan

    Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut:

    1) Parameter yang dianalisis.

    2) Nama analis dan tanda tangan.

    3) Tanggal analisis.

    4) Rekaman hasil pengukuran duplo, triplo dan seterusnya.

    5) Rekaman kurva kalibrasi.

    6) Nomor contoh uji.

    7) Tanggal penerimaan contoh uji.

    8) Batas deteksi.

    9) Rekaman hasil perhitungan.

    10) Hasil pengukuran persen recovery (bila dilakukan).

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    13 dari6

    13 dari6

    11) Kadar analit contoh uji.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    14 dari6

    14 dari6

    HakCipta BadanStandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikom

    ersialkan

    Bibliografi

    L.S.Clesceri, A.E.Greenberg, A.D.Eaton, Standard Methods for the Examination Of Waterand Wastewater, 20 th Edition (1998), 5540 A and 5540C, APHA, AWWA and WPCF,Washington DC.

  • SNI 06-6989.51-2005SNI 06-6989.51-2005

    15 dari6

    15 dari6

  • HakCipta Badan StandardisasiNasional,Copy standar inidibuat untuk penayangandiwebsitedan tidakuntuk dikomersialkan

  • BADAN STANDARDISASI NASIONAL - BSN

    Gedung Manggala Wanabakti Blok IVLt. 3-4

    Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta10270

    Telp: 021- 574 7043; Faks: 021- 5747045; e-mail :[email protected]