gadis bab 1

9
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang dihasilkan dari kelainan sekresi insulin dan atau peningkatan resisten seluler terhadap insulin. Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin dengan cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Hal ini menyebabkan peningkatan glukosa didalam darah (hiperglikemia) (WHO, 2013). Penyakit ini ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut (PERKENI, 2006; Hadisaputro dan Setyawan, 2007; Soegondo, 1998). Hiperglikemia kronis dan gangguan metabolik lainnya dari DM dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang organ dan jaringan serta disfungsi yang melibatkan mata, ginjal, dan saraf dan sistem vaskuler (Cavallerano, 2009). Keadaan gangguan tersebut menyebabkan perkembangan penyakit diabetes melitus (DM) di seluruh dunia saat ini sangat pesat. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa angka kejadian DM di dunia mencapai 171 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mencapai 366 juta jiwa pada tahun 2030 (Wild, et al. 2004). DM menjadi penyebab kematian nomor 5 di dunia (Roglic, et al. 2005). Tahun 2005, penduduk Asia yang

description

bab 1

Transcript of gadis bab 1

6

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangDiabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang dihasilkan dari kelainan sekresi insulin dan atau peningkatan resisten seluler terhadap insulin. Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin dengan cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Hal ini menyebabkan peningkatan glukosa didalam darah (hiperglikemia) (WHO, 2013). Penyakit ini ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut (PERKENI, 2006; Hadisaputro dan Setyawan, 2007; Soegondo, 1998). Hiperglikemia kronis dan gangguan metabolik lainnya dari DM dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang organ dan jaringan serta disfungsi yang melibatkan mata, ginjal, dan saraf dan sistem vaskuler (Cavallerano, 2009). Keadaan gangguan tersebut menyebabkan perkembangan penyakit diabetes melitus (DM) di seluruh dunia saat ini sangat pesat. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa angka kejadian DM di dunia mencapai 171 juta jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mencapai 366 juta jiwa pada tahun 2030 (Wild, et al. 2004). DM menjadi penyebab kematian nomor 5 di dunia (Roglic, et al. 2005). Tahun 2005, penduduk Asia yang menderita DM mencapai 82,7 juta jiwa dan diprediksikan pada tahun 2030 menjadi 190,5 juta. Berdasarkan hasil penelitian epidemiologi di Indonesia mulai tahun 1984-2000 terjadi peningkatan prevalensi yang sangat signifikan. Data dari Departemen Kesehatan RI (2007), prevalensi DM secara nasional 5,7%. Di Indonesia jumlah penderita DM pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta dan diprediksi oleh WHO pada tahun 2030 akan menjadi 21,3 juta jiwa (Perkeni, 2006).Data dari Biro Pusat Statistik (2003) menyebutkan bahwa pada tahun 2030 diperkirakan akan terjadi ledakan penderita DM pada usia lebih dari 20 tahun sebesar 14,7% (12 juta orang) pada urban dan 7,2% (8,1 juta orang) pada rural berdasarkan pola pertambahan penduduk. Data dari WHO menunjukkan, kebanyakan penderita DM di negara berkembang usia 45-64 tahun (Perkeni, 2009). Diabetes biasanya berjalan kronis dan menimbulkan berbagai komplikasi (WHO, 2002 ; Signh et al., 2005 ; Yeh et al., 2003) antara lain kerusakan pada mata (retinopathy), ginjal (nephropathy), syaraf neuropathy, pembuluh darah (angiopathy) dan ulkus diabetik.Salah satu komplikasi diabetes mellitus adalah ulkus diabetes. Penderita Diabetes mellitus berisiko dua puluh sembilan kali terjadi komplikasi ulkus diabetes. Ulkus diabetes merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetes mudah berkembang menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman (Waspadji, 2007 ; Riyanto, 2007 ; Djokomoeljanto, 1997). Pada penderita diabetes penyembuhan luka terjadi sangat lambat disebabkan oleh keadaan kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) yang memiliki dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil, yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah pada terutama daerah kakii (Mayfield et al, 1998). Sehingga hal ini dapat menyebabkan terbentuknya ulkus terutama bagian ektremitas atau disebut kaki diabetik (Singer et al., 1999 ; Kampfer, 2005). Prevalensi penderita ulkus diabetes di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 20% dari penderita DM. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia, diperkirakan angka kematian akibat adanya ulkus atau gangren pada penyandang diabetes mencapai 32,5%, dengan angka amputasinya mencapai 15-30%. Kemudian juga diperkirakan sebanyak 30-50% pasien diabetes yang telah dilakukan amputasi, akan menjalani amputasi lagi pada sisi kaki lainnya dalam kurun waktu 1-3 tahun. Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi (Waspaji S, 2006). Upaya yang dilakukan untuk dapat menurunkan dampak ulkus diabetes, maka disusun rencana tepat dalam penanganan ulkus dan gangrene dimulai dari deteksi dini kelainan kaki, kontrol mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskuler, kontrol luka, kontrol infeksi, dan kontrol edukasi (Perkeni, 2009).Balutan yang sering digunakan masyarakat untuk merawat ulkus diabetes derajat II biasanya menggunakan betadine dan cairan Nacl 0.9 %, dan antibiotik topikal framycetin sulphate karena mudah didapatkan. Namun penggunaan jangka panjang balutan tersebut dapat menyebabkan penyembuhan luka lambat dan pertumbuhan berlebih dari bakteri tertentu, jamur, atau organisme lain. Sehingga hal ini dapat menyebabkan munculnya berbagai infeksi lain seperti infeksi jamur (Depkes, 1997).Tujuan penanganan ulkus diabetes derajat II adalah melakukan penyembuhan ulkus dalam waktu sesingkat mungkin dengan seminimal mungkin rasa sakit, dan ketidaknyamanan. Selain itu penanganan luka harus menghasilkan lingkungan yang fisiologis yang kondusif untuk proses perbaikan dan regenerasi jaringan luka (Bowler et al, 2001). Bentuk sediaan penyembuh luka sebaiknya mampu memberikan lingkungan yang lembab. Lingkungan yang lembab akan mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, mempercepat angiogenesis dan meningkatnya pecahnya fibrin dan jaringan mati (Mallfet dan Dweck, 2008). Sediaan yang ditujukan untuk penggunaan ulkus diabetes derajat II adalah sediaan steril (Moynihan dan Crean, 2009). Bentuk sediaan yang ditujukan untuk ulkus diabetes derajat II dapat digunakan salah satunya adalah sediaan hidrogel. Hidrogel untuk penggunaan dermatologi secara umum mempunyai sifat tidak berminyak, tiksotropi, mudah menyebar, mudah dibersihkan dan mempunyai sifat emolien (Mohammad, 2004). Basis hidrogel mengandung CMC (Carboxy methyl cellulose) yang berfungsi meningkatkan stimulasi TNF- yang dapat merangkai limfosit dan neutrophil pada sel endotel di pembuluh darah. Rangkaian ini menstimulasi sekresi dari sitokin dan kemokin dari neutrophil (Sandrine dan Matthias, 2011).Tanaman herbal yang saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat (Kristiani, 2005). Salah satunya adalah binahong. Berbagai pengalaman yang ditemui di masyarakat adalah binahong dimanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan luka tergores ataupun yang lainnya. Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) banyak terkandung senyawa flavonoid, alkaloid, polifenol, terpenoid, antosianin, asam ursolat, asam askorbat dan saponin (Hidayati, 2009). Flavonoid bersifat anti inflamasi karena kemampuannya mencegah oksidasi dan menghambat zat yang bersifat yang bisa timbul pada luka; alkaloid dan polifenol sebagai antibakteri; terpenoid membantu tubuh dalam proses sintesa organik dan pemulihan sel-sel tubuh; antosianin bersifat antioksidan; asam ursolat sebagai anti-inflamasi (Ikeda et al., 2008) hepatoprotektif (Liu, 1995), anti kanker (Cardenas et al., 2004), dan mengembalikan permeabilitas kulit (Lee et al., 2006); asam askorbat berfungsi dalam pemeliharaan membran mukosa, mempercepat penyembuhan dan sebagai antioksidan (Almatsier, 2004); dan saponin sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan dari mikroorganisme yang timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat dan juga mampu merangsang pembentukan kolagen, suatu protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman et al, 1996 ; Isnaini, 2009).Makrofag merupakan sel yang berperan pada inflamasi kronik. Makrofag berasal dari monosit dalam sirkulasi yang diinduksi untuk bermigrasi menembus endotel oleh kemokin atau kemotraktan lain. Makrofag merupakan gambaran utama pada inflamasi kronik karena setelah diaktifkan, makrofag menyekresi sejumlah produk yang aktif secara biologik. Pada inflamasi kronik, akumulasi makrofag berlangsung terus karena pergerakan monosit yang tidak berhenti akibat molekul adhesi ekspresif faktor kemotaktik dan yang terus-menerus.Penelitian ini menggunakan teori dari Sister Callista Roy sebagai dasar dalam mengaplikasikan pemberian hidrogel binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) untuk menurunkan jumlah makrofag pada perawatan luka diabetes derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar. Teori Roy memandang individu sebagai makhluk bio-psiko-sosial yang harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan, berespon terhadap lingkungan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang kemudian dikenal sebagai teori adaptasi. Keperawatan dilihat sebagai kegiatan atau tindakan yang ditujukan pada upaya menghilangkan stimuli dan memacu kemampuan adaptasi dari individu (Kusnanto, 2004). Makrofag sebagai sel yang mempengaruhi proses penyembuhan luka secara fisiologis akan muncul dan berkembang pada fase inflamasi dan akan menurun jumlahnya pada fase proliferasi. Pemberian hidrogel binahong diharapkan mampu membantu menurunkan makrofag pada fase proliferasi ulkus diabetes derajat II sesuai dengan teori Adaptasi Roy yang menekankan pada adaptasi fisiologis makrofag dimana dapat dipengaruhi juga oleh stimulus yang diterima, dalam hal ini pemberian hidrogel binahong.Penelitian ini dilaksanakan untuk membuktikan apakah pemberian topikal hidrogel binahong akan mempengaruhi optimalisasi pertumbuhan makrofag pada perawatan ulkus diabetes derajat II dapat menjadi terapi alternatif untuk mempercepat penyembuhan ulkus diabetes derajat II. Hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan judul Efektifitas pemberian hidrogel binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap jumlah makrofag pada perawatan ulkus diabetes derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar.

1.2. Rumusan MasalahApakah pemberian ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dalam sediaan hidrogel mempengaruhi jumlah makrofag pada fase proliferasi perawatan ulkus diabetes derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar?

1.3. Tujuan1.3.1. Tujuan UmumMengetahui pengaruh pemberian ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dalam sediaan hidrogel terhadap jumlah makrofag pada fase proliferasi perawatan ulkus diabetes derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar.

1.3.2. Tujuan Khusus1. Mengidentifikasi jumlah makrofag dengan perawatan menggunakan normal saline ulkus diabetes derajat II2. Mengidentifikasi jumlah makrofag dengan dengan perawatan menggunakan basis hidrogel pada ulkus diabetes derajat II3. Mengidentifikasi jumlah makrofag dengan pemberian ekstrak binahong topikal pada ulkus diabetes derajat II4. Mengidentifikasi jumlah makrofag dengan pemberian hidrogel binahong 10% topikal pada ulkus diabetes derajat II5. Mengidentifikasi jumlah makrofag dengan pemberian hidrogel binahong 20% topikal pada ulkus diabetes derajat II6. Mengidentifikasi jumlah makrofag dengan pemberian hidrogel binahong 30% topikal pada ulkus diabetes derajat II7. Membandingkan jumlah makrofag pada enam kelompok pembedahan hari ke 4 dan enam kelompok pada pembedahan hari ke 12

1.4. Manfaat1.4.1. Untuk Bidang Ilmiaha. Penelitian ini dapat menjadi dasar perawat dalam memilih binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) untuk perawatan ulkus diabetes derajat II, serta mengembangkan intervensi dan berbagai sistem pendukung yang dapat membantu perawat mencapai tujuan keperawatan.b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Umuma. Menambah khasanah keilmuan akan manfaat ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sebagai tanaman obat keluarga.b. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk memanfaatkan binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dalam kehidupan sehari-hari yang ternyata memiliki efek yang baik dalam mempengaruhi optimalisasi jumlah makrofag pada fase proliferasi perawatan luka diabetes derajat II.