fraktur kompresi
-
Upload
nadhira-puspita-ayuningtyas -
Category
Documents
-
view
253 -
download
1
description
Transcript of fraktur kompresi
Presentasi Kasus
REHABILITASI MEDIK
SEORANG PRIA 68 TAHUN DENGAN PARAPARESE INFERIOR
DAN LOW BACK PAIN e.c FRAKTUR KOMPRESI LESI VERTEBRA
LUMBAL 3 FRANKLE D DENGAN ASIA IMPAIRMENT SCALE
GRADE D e.c CA PROSTAT DENGAN METASTASE KE PARU
Oleh :
Sayekti Asih Nugraheni
G 99131076
Pembimbing :
DR. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI
SURAKARTA
2013
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Duwet 25 Jati Masaran, Sragen
Jawa Tengah
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2013
No. RM : 01223243
b. Keluhan Utama
Kelemahan pada kedua tungkai
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan konsulan dari dr. Hendrik Sp.Onk.Rad
dengan bone metastase pada Ca. Pasien merasakan kelemahan pada
tungkai kiri dan kanan sejak 1 bulan yang lalu. Kaki terasa nyeri jika
diangkat tetapi masih bisa ditekuk. Pasien juga merasakan nyeri
punggung yang menjalar ke tungkai yang timbul kurang lebih 1
bulan yang lalu. Sejak timbul gejala tersebut, pasien tidak bisa duduk
dan berjalan. Lengan bawah kanan pasien tampak membesar dan
sulit untuk digerakkan serta diangkat. Tahun 2011 pasien pernah
melakukan operasi kanker prostat. Tidak didapatkan gejala lain
seperti mual (-) dan muntah (-). Saat buang air kecil, pasien perlu
mengejan tetapi buang air besar (+) normal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : (+) ikan laut
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal
Riwayat sesak napas : disangkal
Riwayat operasi : (+)
1. Operasi hernia 25 tahun yang lalu
2. ORIF os femur dextra 9 tahun yang lalu
3. Operasi Ca prostat 3 tahun yang lalu
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kanker : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Pasien makan tiga kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk
berupa tempe, tahu, sayur, disertai daging, dan buah.
Riwayat merokok : (+) perokok aktif pada tahun 1976-
1984, per hari 2 bungkus rokok,
setelah tahun 1984 berhenti total.
Riwayat minum alkohol : disangkal.
Riwayat olahraga : jarang
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki yang sudah menikah, bekerja
sebagai sopir tetapi beberapa tahun terakhir sudah tidak bekerja.
Pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan menggunakan
fasilitas umum.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : tampak sakit berat, compos mentis E4V5M6,
gizi kesan cukup
2. Tanda vital :Tensi : 160/90
Nadi : 80 x/ menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,2oC per aksiler
Skor nyeri: 7
3. Kulit : Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-)
4. Kepala : Mesocephal, simetris, jejas (-)
5. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya
tidak langsung (+/+), isokor 3mm/3mm, sekret
(-/-)
6. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah
(-/-), sekret (-/-)
7. Telinga : Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
8. Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
9. Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
10. Thorax : Retraksi (-)
11. Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I–II intensitas normal, regular,
bising (-)
12. Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi: SDV (+/+), ST (-/-)
13. Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding
dada, venektasi (-)
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapang perut
Auskultasi: Peristaltik (+) normal
14. Punggung : kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri
ketok costovertebra(-).
15. Ekstremitas :
Extr.supor
dextraExtr.supor
sinistraExtr.infor
dextraExtr.infor
sinistra
Oedem + - - -Pucat - - - -Akral dingin - - - -
16. Range of Motion (ROM)
NECKROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70º 0 - 70º
Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º
Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º
Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º
Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º
Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º
Extremitas Superior
Dextra SinistraAktif Pasif Aktif Pasif
Shoulder Flexi 0 - 90º 0 -100º 0-180o 0-180o
Extensi 0-20o 0-30o 0-30o 0-30o
Abduksi 0-150o 0-180o 0-180o 0-180o
Adduksi 030o 0-45o 0-45o 0-45o
Internal rotasi
0-70o 0-80o 0-80o 0-80o
External rotasi
0-70o 0-80o 0-80o 0-80o
Elbow Flexi sde 0-135o 0-135o 0-135o
Extensi sde 135-180o
135-180o 135-180o
Supinasi sde 0-90o 0-90o 0-90o
Pronasi sde 0-90o 0-90o 0-90o
Wrist Flexi 0-50o 0-50o 0-50o 0-50o
Extensi 0-70o 0-70o 0-70o 0-70o
Ulnar deviasi
0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Radius deviasi
0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Finger MCP I flexi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
MCPII –IV flexi
0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
DIP II – V flexi
0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
PIP II - V flexi
0-100o 0-100o 0-100o 0-100o
MCP I extensi
0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Trunk ROM pasif ROM aktifFlexi 0-80o 0-80o
Extensi 0-20o 0-20o
Rotasi Sde sde
Extremitas Inferior Dextra SinistraAktif Pasif Aktif Pasif
Hip Flexi 0-40o 0-100o 0-40o 0-100o
Extensi 0-40o 0-80o 0-40o 0-80o
Abduksi sde sde sde sde
Adduksi sde sde sde sde
Knee Flexi 0-130o 0-130o 0-130o 0-130o
Extensi 130-180o 130-180o 130-180o 130-180o
Ankle
Dorsoflexi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Plantarflexi 0-30o 0-40o 0-30o 0-40o
17. Manual Muscle Testing (MMT)
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Flexor M.deltoideus antor
5 5
M.biceps brachii
5 5
Extensor M.deltoideus antor
5 5
M.teres major 5 5Abduktor M.deltoideus 5 5
M.biceps brachii
5 5
Adduktor M.latissimus dorsi
5 5
M.pectoralis major
5 5
Rotasi internal
M.latissimus dorsi
5 5
M.pectoralis major
5 5
Rotasi eksternal
M.teres major 5 5
M.pronator teres
5 5
Elbow Flexor M.biceps brachii
4 5
M.brachialis 4 5Extensor M.triceps
brachii4 5
Supinator M.supinator 4 5Pronator M.pronator
teres4 5
Wrist Flexor M.flexor carpi radialis
4 5
Extensor M.extensor digitorum
4 5
Abduktor M.extensor carpi radialis
4 5
Adduktor M.extensor carpi ulnaris
4 5
Finger Flexor M.flexor digitorum
4 5
Extensor M.extensor digitorum
4 5
Extremitas Inferior Dextra SinistraHip Flexor M.psoas major 4 4
Extensor M.gluteus maximus
4 4
Abduktor M.gluteus medius
4 4
Adduktor M.adductor longus
4 4
Knee Flexor Hamstring muscles
4 4
Extensor M.quadriceps femoris
4 4
Ankle Flexor M.tibialis 4 4Extensor M.soleus 4 4
B. Status Psikiatri
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : laki-laki, tampak sesuai umur, perawatan diri
cukup
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
d. Pembicaraan : Normal
e. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
2. Afek dan Mood
a. Afek : Appropiate
b. Mood : Eutimik
3. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : (-)
b. Ilusi : (-)
4. Proses Pikir
a. Bentuk : realistik
b. Isi : waham (-)
c. Arus : koheren
5. Sensorium dan Kognitif
a. Daya konsentrasi : baik
b. Orientasi :
1) Orang : baik
2) Waktu : baik
3) Tempat : baik
c. Daya Ingat :
1) Jangka panjang : baik
2) Jangka pendek : baik
d. Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
e. Insight : Baik
C. Status Neurologis
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Fungsi Luhur : dalam batas normal
3. Fungsi vegetatif : dalam batas normal
4. Klasifikasi Frankle : Frankle D
5. ASIA Impairment (AIS) scale (lampiran 1) :
AIS D (motor incomplete), sensori dan motorik setinggi Vertebra
lumbal 3
6. Fungsi sensorik : hipoestesi setinggi lumbal 4
7. Fungsi Motorik
Kekuatan
Reflek fisiologis :
Dextra Sinistra
Biceps +2 +2
Triceps +2 +2
Patella +1 +1
Achilles +1 +1
Tonus
N N
↓ ↓
Reflek Patologis
Dextra Sinistra
Hoffman-Trommer - -
Babinsky + +
Chaddock - -
5/4/4 5/5/5
4/4/4 4/4/4
Oppenheim - -
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Rontgen Pulmo
Gambar 1. Rontgen Pulmo
Kesan Gambar:
Tampak gambaran pulmonal metastasis bilateral (nodular type).
B. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Thoracolumbal
Gambar 2. MRI Thoracolumbal
Kesan Gambar:
1. Bone metastasis pada os radius dextra aspek proximal serta pedicle
vertebra lumbal 3 sinistra
2. Fraktur kompresi vertebra lumbal 3
IV. ASSESMENT
A. Fraktur kompresi e.c metastase ca prostat
B. Paraparese inferior e.c fraktur kompresi vertebra lumbal 3
C. Low back pain e.c. fraktur kompresi vertebra lumbal 3
V. MASALAH
Masalah medis:, fraktur kompresi vertebra lumbal 3, paraparese
inferior, Low back pain e.c metastase ca prostat
Problem Rehabilitasi Medik
Fisioterapi : pasien sulit beraktivitas karena kesulitan
menggerakkan kaki kanan, kaki kiri dan tangan
kanan disertai nyeri punggung menjalar ke
tungkai.
Speech Terapi : tidak ada.
Okupasi Terapi: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari
karena kesulitan menggerakkan kaki kanan, kaki
kiri dan tangan kanan disertai nyeri punggung
menjalar ke tungkai.
Sosiomedik : membutuhkan bantuan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari.
Ortesa-protesa : pro korset thorakolumbosakral untuk mengurangi
nyeri dan stabilisasi
Psikologi : beban pikiran karena keterbatasan melakukan
aktivitas sehari-hari, belum bisa kembali
beraktivitas seperti biasanya
VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa
1. Mecobalamin 500mg 3x1
2. Morfin sulfat 10 mg 1x1
B. Rehabilitasi Medik
1. Sosiomedik:
Menjembatani antara pasien, keluarga, dan pemberi pelayanan
kesehatan
2. Ortesa-protesa: korset thorakolumbosakral (TLSO rigid), untuk
stabilisasi dan pencegahan fraktur patologis vertebra.
3. Fisioterapi
a. GAAROM exercise
b. Latihan batuk efektif
c. Postural drainase
d. Breathing exercise
e. TENS
f. Latihan mobilisasi dengan TLSO
4. Speech Terapi
Tidak ada
5. Okupasi terapi: latihan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
6. Psikologi
- Psikoterapi suportif, memberikan dukungan mental dan
konseling pada pasien agar tidak putus asa dalam menghadapi
penyakitnya.
- Memberi motivasi pada pasien agar konsisten melaksanakan
program terapi dan rehabilitasinya
VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAP
A. Impairment : Fraktur kompresi lesi vertebra lumbal 3, AIS grade D
e.c metastase ca prostat
Paraparese inferior e.c fraktur kompresi vertebra
lumbal 3
Low back pain e.c. fraktur kompresi vertebra lumbal 3
B. Disabilitas : kelemahan dan nyeri kaki kanan, kaki kiri, dan tangan
kanan, nyeri punggung menjalar ke tungkai kaki
C. Handicap : keterbatasan aktivitas sehari-hari karena tidak bisa
berjalan, duduk, dan menggunakan tangan kanan
secara maksimal.
IX. TUJUAN
A. Stabilisasi persendian vertebra untuk mencegah fraktur pada vertebra
B. Mengatasi nyeri punggung yan menjalar ke tungkai
C. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
D. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia at bonam
Ad sanam : dubia at malam
Ad fungsionam : dubia at malam
TINJAUAN PUSTAKA
I. SPINAL CORD INJURY
A. Anatomi Vertebra
Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan
melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang
belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis),
5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang
menyatu (vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).
Gambar 3. Anatomi Tulang Belakang
Secara umum struktur tulang belakang terdiri dari:
1. Corpus / body
2. Pedikel
3. Prosessus artikularis superior dan inferior
4. Prosessus transversus
5. Prosessus spinosus
Gambar 4. Vertebra
Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan
fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini
terdiri dan bagian:
1. Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus flbrosus.
2. Dalam: nukleus pulposus.
Pada setiap vertebra ada 6 jaringan ikat sekitarnya:
1. Ligamentum longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).
2. Ligamentum longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).
3. Ligamentum kapsulare, antara proc sup dan interior.
4. Ligamentum intertransversale.
5. Ligamentum flavum.
6. Ligamentum supra dan interspinosus.
Gambar 5. Sendi dan Ligamen Kolumna Vertebra
Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan
membawa saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke
berbagai area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang,
maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf
tulang belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di
bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai
dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher.
Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit
kehilangan fungsi.
.
B. Mekanisme Cedera
Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah:
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi
sering pada leher. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau
arkus saraf mungkin mengalami fraktur. Cedera ini stabil karena
tidak merusak ligamen posterior.7
Gambar 6. Hiperextension injury
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi
pada vertebra. Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk
yang dapat merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior
rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil.
Gambar 7. Flexion distraction injury
3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi
posterior dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan, di
samping kompleks posterior. Berbeda dengan fraktur kompresi
murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko
progresi yang tinggi.
4. Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina
servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan
fraktur vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar,
bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral,
menyebabkan fraktur remuk (burst fracture). Karena unsur
posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil.
Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis
spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya,
kerusakan neurologik sering terjadi.
Gambar 8. Fraktur kompresi
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat
kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang
sampai batas kekuatannya, kemudian dapat robek, permukaan
sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu
vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah
pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan
atau tanpa kerusakan tulang.
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah
dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak
stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.
C. Klasifikasi Trauma Vertebra
Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:
1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang
tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah
fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini
dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan
posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis
dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya
mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran
vertebra sebenarnya.
Gambar 11. Fraktur kompresi
Gambar 10. Translational injury
2. Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis
secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang
berpotensi masuk ke kanalis spinalis. Terminologi fraktur ini adalah
menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan
adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi.
Tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan
medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang
mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis
dan menyebabkan paralisis atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst
fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi
paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis
burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk
mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut
merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi.
Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya
perdarahan.
Gambar 12. burst fracture
Gambar 12. Burst fracture
3. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya
karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami
kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya.
Gambar 12. Fraktur dislokasi
Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Stabil dan Tidak Stabil
D. Cedera Medulla Spinalis
1. Antara Vertebra Th I dan Th X
Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada
tingkat vertebra T10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan
menghindarkan korda toraks tetapi mengisolasikan seluruh korda,
lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera. Akar
toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak
pengaruhnya.
2. Di Bawah Vertebra Th X
Tipe frakturBagian yang
terkenaStable vs Unstable
Wedge fractures Hanya Anterior Stable
Burst fractures Anterior dan middle Unstable
Fracture/dislocation injuries
Anterior, middle, posterior
Unstable
Seat belt fracturesAnterior, middle, posterior
Unstable
Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di
antara vertebra T I dan LI, dan meruncing pada ruang di antara
vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari konus
medularis dan beraturan turun dalam suatu kelompok (cauda equina)
untuk muncul pada tingkat yang berurutan pada spina lumbosakral.
Karena itu, cedera spinal di atas vertebra T10 menyebabkan transeksi
korda, cedera di antara vertebra T10 dan LI dapat menyebabkan lesi
korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya
menyebabkan lesi akar saraf. Akar sakral mempersarafi:
a) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian
belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar
telapak kaki
b) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan
kaki
c) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki
pengendalian kencing.
Akar lumbal mempersarafi:
a) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok
oleh segmen sakral
b) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut
refleks kremaster dan refleks lutut.
Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal,
penting untuk membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan
akar saraf dan transeksi korda dengan kerusakan akar saraf. Pasien
tanpa kerusakan akar saraf jauh lebih baik.7
3. Lesi Korda Lengkap
Paralisis lengkap dan tidak ada sensasi di bawah tingkat cedera
menunjukkan transeksi korda. Selama stadium syok spinal, bila tidak
ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama) diagnosis tidak
dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan defisit
saraf terus berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi korda
lengkap yang berlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.
4. Lesi Korda Tidak Lengkap
Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji
menusukkan peniti di daerah perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap
sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6
bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma
korda centra. Di bawah vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat
neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi akar yang turun
dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda.
Tabel 2. Incomplete Cord Syndromes
Sindrom DeskripsiAnterior cord Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik
dan sensitivitas terhadap nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal
Brown-Sequard Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan sensitivitas nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral
Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding anggota gerak bawah
Dorsal cord (posterior cord)
Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif
Conus medullaris
Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanalis neuralis ; arefleks pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Cauda equina Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Grading system pada cedera medulla spinalis :
1. Klasifikasi Frankel :
Grade A : motoris (-), sensoris (-)
Grade B : motoris (-), sensoris (+)
Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+) 8
2. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)
Tabel 3. ASIA Impairment Scale
Grade DescriptionA Lengkap: tidak ada sensorik maupun motorik dibawah
level defisit neurologiB Tidak lengkap : sensorik baik namun motorik nya menurun
di bawah level defisit neurology C Tidak lengkap : sensorik baik dan fungsi motorik dibawah
defisit neurology memiliki kekuatan otot dibawah 3 D Tidak lengkap : sensorik baik namun kekuatan otot
motoriknya lebih dari 3 atau sama dengan 3 E Fungsi sensorik dan motorik normal
E. Diagnosis dan Pemeriksaan
Diagnosis klinik adanya fraktur thorakolumbal didapatkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap pasien
dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya
kesadaran, harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga
lainnya. Dan setiap pasien yang jatuh dari ketinggian atau dengan
mekanisme kecelakaan high-speed deceleration harus dicurigai ada
cedera thoracolumbal. Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera
medulla spinalis, jika pasien datang dengan nyeri pada leher, tulang
belakang dan gejala neurologis pada tungkai. Pemeriksaan penunjang
yang perlu dilakukan:
1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang
vertebra, untuk melihat adanya fraktur ataupun pergeeseran pada
vertebra.
2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat
gambar vertebra 2 dimensi
3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan
gelombang frekuensi radio untuk memberikan informasi detail
mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang akan
dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRI sering digunakan untuk
mengetahui kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus
intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.
F. Tatalaksana
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan
stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, tergantung
dari tipe fraktur.
1. Braces & Orthotics
Ada tiga hal yang dilakukan yakni,
a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)
b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi
pergerakan.
Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai
contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-
thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas,
thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung
bagian bawah. Fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun
mengalami dislokasi memerlukan traksi, halo ring dan vest brace
untuk mengembalikan kesejajaran.3
Gambar 13. TLSO
2. Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).
Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak
stabil. Fusion adalah proses penggabungan dua vertebra dengan
adanya bone graft dibantu dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan
pedicle screws.
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty
Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya
teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan
osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone cement
diinjeksikan melalui lubang jarum menuju corpus vertebra sedangkan
pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkan, dikembungkan untuk
melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi
dengan bone cement.3
Gambar 14. Vertebroplasty & Kyphoplasty
Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :
1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup,
kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap
dua hari
3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh
4. Nutrsi dengan diet tinggi protein secara intravena
5. Cegah dekubitus
6. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur
II. CA PROSTAT
A. Definisi
Kanker prostat adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar
prostat. Hal ini terjadi ketika sel prostat mengalami mutasi dan mulai
berkembang di luar kendali. Sel ini dapat menyebar secara metastasis
dari prostat ke bagian tubuh lainnya, terutama tulang dan lymph node.
B. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya
adenokarsinoma prostat adalah: (1) predisposisi genetik, (2) pengaruh
hormonal, (3) diet tinggi lemak, (4) pengaruh lingkungan, dan (5)
infeksi. Kanker prostat ternyata lebih banyak diderita oleh bangsa Afro-
Amerika yang berkulit hitam daripada bangsa kulit putih. Pada
penelitian yang lain didapatkan bahwa bangsa Asia (China dan Jepang)
lebih sedikit menderita penyakit ini.
Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari
binatang, daging merah (red meat), dan hati diduga meningkatkan
kejadian kanker prostat. Beberapa nutrisi diduga dapat menurunkan
insiden kanker prostat, di antaranya adalah vitamin A, beta karoten,
isoflavon atau fitoestrogen yang banyak terdapat pada kedelai, likofen
(antioksidan karotenoid yang banyak terdapat pada tomat), selenium
(terdapat pada ikan laut, daging, bijibijian), dan vitamin E. Kebiasaan
merokok dan paparan bahan kimia Cadmium (Cd) yang banyak terdapat
pada alat listrik dan baterai berhubungan erat dengan timbulnya kanker
prostat. Kebiasaan seksual memiliki hubungan dengan kanker prostat
diakibatkan oleh berhubungan seksual sebelum umur yang matang,
jumlah partner seksual, dan partner seksual yang terinfeksi human
papiloma virus dan kanker serviks
C. Gejala Klinis
Biasanya kanker prostat berkembang secara perlahan dan tidak
menimbulkan gejala sampai kanker telah mencapai stadium lanjut.
Kadang gejalanya menyerupai BPH, yaitu berupa kesulitan dalam
berkemih dan sering berkemih. Gejala tersebut timbul karena kanker
menyebabkan penyumbatan parsial pada aliran air kemih melalui uretra.
Kanker prostat bias menyebabkan air kemih berwarna merah (karena
mengandung darah) atau menyebabkan terjadinya penahanan air kemih
mendadak. Pada beberapa kasus, kanker prostat baru terdiagnosis setelah
menyebar ke tulang (terutama tulang panggul, iga dan tulang belakang
atau ke ginjal (menyebabkan gagal ginjal). Kanker tulang menimbulkan
nyeri dan tulang menjadi rapuh sehingga mudah mengalami fraktur
(patah tulang). Setelah kanker menyebar, biasanya penderita akan
mengalami anemia. Kanker prostat juga bisa menyebar ke otak dan
menyebabkan kejang serta gejala mental atau neurologis lainnya. Gejala
lainnya adalah segera setelah berkemih, biasanya air kemih masih
menetes, nyeri ketika berkemih, nyeri ketika ejakulasi, nyeri punggung
bagian bawah, nyeri ketika buang air besar, nokturia (berkemih pada
malam hari), inkontinensia urin, nyeri tulang atau tulang nyeri jika
ditekan, hematuria (darah dalam air kemih), nyeri perut, penurunan berat
badan.
Kanker prostat stadium dini biasanya ditemukan pada saat
pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras pada prostat atau secara
kebetulan ditemukan adanya peningkatan kadar penanda tumor PSA
(Prostate Specific Antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium.
Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke dokter mengeluh
adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing,
atau hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.
Pemeriksaan fisik yang penting adalah melakukan colok dubur.
Pada stadium dini seringkali sulit untuk mendeteksi kanker prostat
melalui colok dubur sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan USG
Transrektal (TRUS). Kemampuan TRUS dalam mendeteksi kanker
prostat dua kali lebih baik dibandingkan colok dubur. Jika dicurigai ada
area hipoekoik selanjutnya dilakukan biopsi transrektal pada area
tersebut dengan bimbingan TRUS.
D. Faktor Risiko
Dari berbagai penelitian dan survei, disimpulkan bahwa etiologi
dan faktor resiko kanker prostat adalah sebagai berikut.
1. Usia
Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun.Data
yang diperoleh melaui autopsi di berbagai negara menunjukkan sekitar
15 – 30% pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar.
Pada usia 80 tahun sebanyak 60 – 70% pria memiliki gambaran
histology kanker prostat.
2. Ras dan tempat tinggal
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika
– Amerika.Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk
menderita kanker prostat dibandingkan dengan pria kulit putih.
3. Riwayat keluarga
Pria yang satu generasi sebelumnya menderita kanker prostat
memiliki resiko 2 - 3 kali lipat lebih besar menderita kanker prostat
dibandingkan dengan populasi umum. Sedangkan untuk pria yang 2
generasi sebelumnya menderita kanker prostat memiliki resiko 9 - 10
kali lipat lebih besar menderita kanker prostat.
4. Faktor hormonal
Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel
Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa
dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - α reduktase.
Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena
adanya peningkatan kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum
dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan
terjadinya penurunan kadar testosteron pada penderita kanker prostat.
Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada penderita
prostat, tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron. (Haas, G.
P dan Wael A. S., 1997).
5. Pola makan
Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan
berbagai jenis kanker atau keganasan.
E. Patologi
Kemungkinan tahapan patogenesis kanker adalah: kelenjar prostat
normal → PIN (Prostat Intraepitelial Neoplasia) → karsinoma prostat →
karsinoma prostat stadium lanjut → karsinoma prostat matastasis →
HRPC (Hormon Refractory Prostat Cancer). Jenis histopatologis
karsinoma prostat sebagian besar adalah adenokarsinoma. Kurang lebih
75% terdapat pada zona sentral dan zona transisional. Biasanya
karsinoma prostat berupa lesi multisentrik. Derajat keganasan
didasarkan pada diferensiasi kelenjar, atipi sel, dan kelainan inti sel.
Derajat Gleason 1, yaitu berdiferensiasi baik, derajat Gleason 2 yang
berdiferensiasi sedang, dan derajat Gleason 3 yang berdiferensiasi
buruk. Pembagian derajat keganasan ini merupakan indikator
pertumbuhan dan progresifitas tumor. Tumor yang berada pada kelenjar
prostat tumbuh menembus kapsul prostat dan mengadakan infiltrasi ke
organ sekitarnya. Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe
retroperitoneal dan penyebaran secara hematogen melalui vena
vertebralis menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal,
vertebra lumbalis, costae, paru, hepar, dan otak. Metastasis ke tulang
pada umumnya merupakan proses osteoblastik, meskipun kadang-
kadang bisa juga terjadi proses osteolitik.
F. Gambaran Patologi Anatomi Kanker Prostat Stadium Klinik
Tumor grading dari kanker prostat merupakan penentu dasar dari
biologi penyakit dan prognosa. Prognosis ditentukan potensi agresif dari
tumor untuk menyebar ke organ lain. Gleason score merupakan metode
grading yang digunakan secara luas sampai saat ini yang merupakan
suatu faktor prognosis yang penting untuk kanker prostat. Sehingga
sekali diagnosa kanker prostat ditetapkan pada biopsi, penentuan
grading dengan Gleason score menentukan pilihan-pilihan untuk terapi.
Derajat diferensiasi menurut Gleason didasarkan atas pola perubahan
arsitektur dari kelenjar prostat yang dilihat secara mikroskopik dengan
pembesaran rendah (60-100 kali), yang dibedakan dalam 5 tingkat
perubahan mulai dari tingkat very well differentiated (tingkat 1) hingga
undifferentiated (tingkat 5). Dari pengamatan mikroskopik suatu
preparat, kemudian ditentukan 2 jenis pola tumor, yaitu tumor yang
mempunyai pola/tingkat yang paling ekstensif disebut sebagai primary
pattern dan pola.tingkat yang paling tidak ekstensif atau disebut
secondary pattern. Kedua tingkat tersebut kemudian dijumlahkan
sehingga menjadi grading dari Gleason. Karena itu grading dari Gleason
berkisar antara 2 sampai dengan 10.
Grade Tingkat histopatologi2-4 terdiferensiasi baik5-7 terdiferensiasi sedang
8-10 terdeferensiasi buruk
Sedangkan Staging TNM di gunakan untuk melihat hasil dari
DRE dan TRUS bukan dari hasil biopsy.
Stadium Klinik
1. Stadium I: T1a/bNoMo
T1a/bNoMo
2. Stadium II: ToN1bMo
T1a/bNIbMo
TIIa/bNo/1aMo
TIIa/bN1/bMo
3. Stadium III: TIIINo-1Mo
TIIINII-IIIMo
TIVwith every Nmo
Every T with NII-IIIMo
4. Stadium IV: Tumor yang sudah lanjut
T3b Bilateral T3c Invasi ke vesika seminalis T4 Invasi ke organ dan/atau struktur penunjang di jaringan
sekitar T4a Invasi ke leher kandung kemih, rectum atau sfingter
eksternal T4b Invasi ke otot levator anus atau dasar panggul
Tabel 2.3. Luas Tumor Primer (T)
Klasifikasi TNM
Temuan anatomi
T1 Lesi tidak teraba T1a ≤ 5% jaringan yang direseksi untuk BPH memiliki
kanker dengan DRE normal
T1b > 5% jaringan yang direseksi untuk BPH memiliki kanker dengan DRE normal
T1c Kanker di temukan pada biopsi jarum T2 Kanker teraba atau terlihat terbatas di prostat T2a Keterlibatan ≤50% dari satu lobus T2b Keterlibatan > 50% dari satu lobus tapi unilateral T2c Keterlibatan kedua lobus T3 Perluasan ektraprostat lokal T3a Unilateral
Tabel 2.4. Status kelenjar getah bening regional (N)
Klasifikasi TNM
Temuan anatomi
N0 Tidak ada metastase ke kelenjar regional N1 Satu kelenjar regional garis tengah ≤ 2 cm N2 Satu kelenjar regional denagn garis tengah 2 – 5
cm atau banyak kelenjar dengan garis tengah < 5 cm
N3 Kelenjar regional dengan garis tengah > 5 cm
Tabel 2.5. Metastasis jauh (M)
Klasifikasi TNM
Temuan anatomik
M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh M1a Metastasis ke kelenjar getah bening jauh M1b Metastasis ke tulang M1c Metastasis jauh lainnya
F. Terapi Kanker
Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat
tergantung pada stadium, umur harapan hidup, dan derajat
diferensiasinya.
5. Observasi
Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan
hidup kurang dari 10 tahun.
6. Prostatektomi radikal
Pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0 adalah cocok untuk
dilakukan prostatektomi radikal yaitu berupa pengangkatan kelenjar
prostat bersama dengan vesikula seminalis.
7. Radiasi
Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko invasif dan
tumor yang telah mengadakan metastasis.
8. Terapi hormonal
Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep daro Hugins
yaitu: “sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen
ditiadakan”. Sumber androgen ditiadakan dengan cara pembedahan
atau dengan medikamentosa. Meniadakan sumber atau pengaruh
androgen pada sel target disebut sebagai Androgen Deprivation
Therapy (ADT).
Tulang adalah tempat yang paling sering terjadinya metastasis kanker
prostat; kejadian metastasis kanker ini pada tulang adalah 80%.
Metastasis tulang menyebabkan berbagai morbiditas, di antaranya
adalah nyeri, kompresi korda spinalis, dan fraktur patologis. Terapi
kanker prostat stadium lanjut (termasuk yang sudah metastasis ke
tulang) adalah ADT. Namun keberhasilan ADT hanya 70-80%
dengan median durasi hingga 12-24 bulan. Salah satu akibat jangka
panjang ADT adalah pada sistem 1.) metabolisme (sensitifitas insulin
menurun yang menyebabkan peningkatan kadar LDL dan kolesterol)
dan 2.) skeletal (di antaranya adalah meningkatnya turn over tulang,
densitas tulang atau bone mineral density (BMD) menurun, dan
meningkatnya resiko terjadinya fraktur). Untuk itu pada terapi ADT
dianjurkan untuk selalu memantau BMD.
II. BONE METASTASE
A. Pendahuluan
Metastasis suatu kanker atau karsinoma adalah penyebaran sel-sel
kanker keluar dari tempat asalnya (primary site) ke tempat lain atau
bagian tubuh yang lain. Sel-sel kanker dapat keluar dari suatu tumor
primer yang ganas, dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya
melalui peredaran darah ataupun aliran limfe. Metastasis juga dapat
terjadi melalui penyebaran langsung. Apabila sel kanker melalui aliran
limfe, maka sel-sel tersebut dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe,
biasanya yang terdekat dengan lokasi primernya. Apabila sel berjalan
melalui peredaran darah, maka sel-sel tersebut dapat menyebar ke
seluruh tubuh, mulai tumbuh, dan membentuk tumor baru. Proses ini
disebut metastasis. Tulang adalah salah satu organ target yang paling
sering menjadi tempat metastasis (AAOS, 2011).
Tulang juga sering menjadi sasaran metastases. Metastasis ke
tulang dapat menyebabkan osteolitik yang mungkin mengakibatkan
fraktur patologik yaitu patah tulang yang spontan, tanpa didahului
kekerasan. Jika terjadi fraktur kompresi patologik di korpus vertebra,
penderita terancam jelas lintang sumsum tulang belakang sehingga
terjadi paraplegia. Metastasis osteoblastik mungkin berasal dari
karsinoma prostat dan payudara. Kadang-kadang ditemukan metastasis
osteolitik bersama dengan metastasis osteoblastik. Metastasis dini
biasanya tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi, jika metastasis sudah
merangsang periosteum, timbul nyeri terus-menerus siang malam. Nyeri
ini umumnya tidak dipengaruhi oleh sikap tubuh, kecuali bila tulang
sudah hampir patah dan tetap dirasakan di tempk sebar ke tulang.
Metastasis tulang tidak jarang disertai dengan kenaikan fosfatase alkali.
Hampir semua karsinoma dapat beranak sebar ke tulang, yang sering
adalah melanoma malignum, karsinoma payudara, brongkus, prostat,
tiroid.
B. Klasifikasi
Proses metastase ke tulang diklasifikasikan berdasarkan gangguan faktor
apa yang ditimbulkan yaitu:
1. Tipe Osteolitik dimana terjadi penghancuran yang tak terkendali,
dan osteoblast tidak mampu mengimbangi dengan pembentukan
jaringan baru, sehingga menyebabkan tulang tidak padat dan lemah.
2. Tipe Osteoblastik (sklerotik) yang menyebabkan pembentukan sel-
sel tulang tak terkendali dan tidak diimbangi dengan proses
penghancuran oleh osteoclast.
3. Tipe Osteolitik-Osteoblastik
C. Insiden
Insiden metastasis ke tulang tidak merata berdasarkan asal
tumornya dan bagaimana prevalensi suatu tumor tertentu di dalam suatu
komunitas. Tingginya prevalensi kanker payudara, bronkus, dan tiroid
menyebabkan tingginya angka kejadian metastase ke tulang, yaitu
sekitar 80%. Karena yang paling sering bermetastase ke tulang adalah
kelenjar mammae, prostat, ginjal, kelenjar tiroid, dan paru.
D. Epidemiologi
Epidemiologi tumor yang bermetastasis ke tulang sangat
tergantung terhadap prevalensi suatu kanker tertentu pada suatu ras dan
kemungkinan adanya metastasis ke tulang bagi ras tersebut.
Ditinjau dari segi jenis kelamin, frekuensi terjadinya metastasis ke
tulang tergantung dari seberapa besar prevalensi kanker tersebut terjadi
pada pria ataupun pada wanita.
Metastasis ke tulang lebih sering terjadi pada dewasa pertengahan
dan kaum usia lanjut dibandingkan pada anak-anak.
E. Etiologi
Beberapa tumor ganas yang sering bermetastasis ke tulang antara lain :
1. Prostat (paling sering bagi pria) hampir semua jenis osteblastik
2. Payudara (paling sering bagi wanita) kira-kira 2/3 kasus
menunjukkan metastasis ke tulang. Hampir semuanya jenis oteolitik,
kira-kira 10% osteoblastik, 10% campuran.
3. Paru-paru 1/3 dari kasus, hampir semua jenis osteolitik
Ginjal sering soliter sehingga sulit dibedakan dan tumor primer,
jenisnya osteolitik.
4. Multipel myeloma merupakan tumor ganas tulang,dengan gejala
klinis nyeri yang menetap, nyeri pinggang yang kadang-kadang
disertai radikuler serta kelemahan gerak, gejala umum
anemia,anoreksia, muntah-muntah, dan gangguan psikis.
5. Tiroid
F. Patofisiologi
Proses metastasis ke tulang terjadi dalam 3 mekanisme dasar:
1. Perluasan secara langsung
2. Mengikuti aliran darah balik vena
3. Mengikuti emboli tumor melalui aliran darah dan limfe
Sel-sel dari tumor primer mengikuti aliran pembuluh darah
sampai ke kapiler-kapiler pada tulang. Agregasi antara sel-sel tumor dan
sel-sel darah lainnya akan membentuk emboli di kapiler tulang bagian
distal. Setelah memasuki tulang, maka sel-sel kanker akan mulai
berkembang.
Sel-sel kanker yang telah menyebar ke tulang dapat
menyebabkan kerusakan tulang yang hebat. Sel-sel tumor
mensekresikan substansi kimia yang dapat menstimulasi osteoclast
seperti prostaglandin-E (PGE), beberapa jenis sitokin, dan factor-faktor
pertumbuhan seperti (TGF) α dan β, Epidermal growth factor (EGF),
(TNF), dan IL-1. Osteoclast yang berlebihan akan menyebabkan resorpsi
tulang yang berlebihan pula. Hal ini menyebabkan tulang tidak padat.
Proses ini disebut osteolitik. Proses ini terjadi pada proses metastase ke
tulang oleh kanker payudara.
Sel-sel tumor juga dapat mensekresikan substansi-substansi
kimia yang dapat menyebabkan pembentukan tulang yang tak terkendali.
Proses ini disebut osteoblastik atau osteosklerotik. Contoh proses ini
yaitu metastase ke tulang oleh kanker prostat. Kedua jenis kelainan ini
dapat menimbulkan rasa sakit dan lebih lemah dibandingkan tulang yang
normal sehingga menjadi lebih mudah patah.
G. Diagnosis
1. Gambaran klinik
Nyeri tulang
Nyeri tulang adalah gejala yang paling sering didapati pada proses
metastasis ke tulang dan biasanya merupakan gejala awal yang
disadari oleh pasien. Nyeri timbul akibat peregangan periosteum
dan stimulasi saraf pada endosteum oleh tumor. Nyeri dapat
hilang-timbul dan lebih terasa pada malam hari atau waktu
beristirahat
Fraktur
Adanya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur tulang
menjadi lebih rapuh dan beresiko untuk mengalami fraktur.
Kadang-kadang fraktur timbul sebelum gejala-gejala lainnya.
Daerah yang sering mengalami fraktur yaitu tulang-tulang panjang
di ekstremitas atas dan bawah serta vertebra.
Penekanan medula spinalis
Ketika terjadi proses metastasis ke vertebra, maka medulla spinalis
menjadi terdesak. Pendesakan medulla spinalis tidak hanya
menimbulkan nyeri tetapi juga parese atau mati rasa pada
ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa disekitar abdomen.
Peninggian kadar kalsium dalam darah
Hal ini disebabkan karena tingginya pelepasan cadangan kalsium
dari tulang. Peninggian kalsium dapat menyebabkan kurang nafsu
makan, mual, haus, konstipasi, kelelahan, dan bahkan gangguan
kesadaran.
Gejala lainnya
Apabila metastasis sampai ke sumsum tulang, gejala yang timbul
sesuai dengan tipe sel darah yang terkena. Anemia dapat terjadi
apabila mengenai sel darah merah. Apabila sel darah putih yang
terkena, maka pasien dapt dengan mudah terjangkit infeksi.
Sedangkan gangguan pada platelet, dapat menyebabkan
perdarahan.
2. Gambaran Radiologi
a) Foto tulang konvensional, digunakan untuk menentukan karakter
metastasis ke tulang.
b) Gambaran CT-Scan, digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas
pada tulang yang susah atau tidak dapat ditemukan dengan X-Ray
dan untuk menentukan luasnya tumor atau keterlibatan jaringan.
CT sangat berguna untuk penilaian lanjut pada pasien yang tidak
didapati kelainan melalui X-Ray tetapi menunjukkan gejala-gejala
adanya metastasis.
c) MRI, lebih sensitif dibanding CT-Scan.
d) Scintigraphy (nuclear medicine), metode yang efektif sebagai
skrining pada seluruh tubuh untuk menilai metastasis ke tulang.
e) Pemeriksaan bone survey (foto seluruh tubuh), adalah pemeriksaan
semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi metastatik
yaitu skelet, apabila dicurigai adanya tumor yang bersifat
metastasis atau tumor primer yang dapat mengenai beberapa
bagian tulang. Foto bone survey dapat memberikan gambaran
klinik yaitu:
- Lokasi lesi lebih akuran apakah daerah epifisis, metafisis, dan
diafisis atau pada organ-organ tertentu.
- Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
- Jenis tulang yang terkena.
- Dapat memberikan gambaran sifat-sifat tumor
H. Pengobatan
1) Bifosfonat
Bifosfonat berfungsi untuk menekan laju destruksi dan
pembentukan tulang yang berlebihan akibat metastasis. Bifosfonat
mengurangi resiko fraktur, mengurangi rasa sakit, menurunkan
kadar kalsium dalam darah, dan menurunkan laju kerusakan tulang.
2) Kemoterapi dan terapi hormonal
Obat-obat kemoterapi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker
didalam tubuh. Kemoterapi dapat diberikan per-oral maupun
intravena.
Terapi hormon digunakan untuk menghambat aktivitas hormon
dalam mendukung pertumbuhan kanker. Sebagai contoh, hormon
seperti esterogen pada jiwa dapat meningkatkan pertumbuhan
beberapa jenis kanker seperti kanker payudara. Tujuan kemoterapi
dan terapi hormonal adalah untuk mengontrol pertumbuhan tumor,
mengurangi nyeri, dan mengurangi resiko terjadinya fraktur.
3) Radioterapi
Radioterapi berguna untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol
pertumbuhan tumor di area metastasis. Radioterapi juga dapat dapat
digunakan untuk mencegah fraktur atau sebagai terapi pada
kompresi medulla spinalis.
4) Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mencegah atau untuk terapi fraktur.
Biasanya pembedahan juga dilakukan untuk mengangkat tumor.
Dalam pembedahan mungkin ditambahkan beberapa ornament
untuk mendukung struktur tulang yang telah rusak oleh metastasis.
5) Terapi lainnya
Terapi lain yang bisa digunakan yaitu terapi simptomatik baik
medikamentosa maupun nonmedikamentosa untuk mengurangi
nyeri. Beberapa kombinasi obat yang digunakan untuk mengatasi
nyeri pada metastasis tulang antara lain tipe NSAID seperti Aspirin,
Ibuprofen, Naproxen yang menghambat prostaglandin. Pendekatan
nonmedikamentosa seperti terapi panas dan dingin, terapi relaksasi,
dan terapi matras.
III. LOW BACK PAIN
A. Definisi
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung
bawah, dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat
bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP akut
akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu, sedangkan LBP
kronik terjadi dalam waktu 6 bulan.
B. Etiologi
Berdasarkan organ yang mendasari, Low Back Pain dapat
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : 15,16
a) LBP Viserogenik
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera
didaerah pelvis, serta tumor retroperitoneal.
b) LBP vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteria
glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang
makin memberat saat jalan dan mereda saat berdiri.
c) LBP neurogenik
o Neoplasma:
o Araknoiditis:
o Stenosis kanalis spinalis:
d) LBP spondilogenik
o Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di
kolumna vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik,
miogenik dan proses patologik di artikulatio sacroiliaka.
e) LBP psikogenik
o Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan
depresi atau campuran keduanya.
f) LBP osteogenik
o Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan
spondilitis tuberculosa, trauma yang dapat mengakibatkan
fraktur maupun spondilolistesis, keganasan, kongenital
misalnya scoliosis lumbal.
g) LBP diskogenik
o Spondilosis
o Hernia nucleus pulposus (HNP):
o Spondilitis ankilosa:
h) LBP miogenik
o Ketegangan otot
o Spasme otot atau kejang otot
o Defisiensi otot
o Otot yang hipersensitif
Berdasarkan mekanisme patologiknya dapat dibedakan menjadi:
a) Trauma
Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau
melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita
nyeri pinggang yang akut.
b) Infeksi
Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang
disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri
tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi,
nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.
c) Neoplasma
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor
jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala
yang sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang
menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor ganas daripada
tumor jinak.
d) Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan
jaringan pada tempat yang mengalami sakit.
e) Kongenital
Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang
bawah adalah spondilolisis dan spondilolistesis, spina Bifida,
stenosis kanalis vertebralis, spondylosis lumbal, spondylitis
f) Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
C. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya low back pain adalah sebagai berikut:
1. Meningkat seiring bertambahnya usia.
2. Perempuan lebih banyak berisiko daripada laki-laki.
3. Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko
timbulnya nyeri pinggang lebih besar.
4. aktivitas mengangkat beban berat.
5. Aktivitas atau olahraga
6. Faktor risiko lain seperti ondisi kesehatan yang buruk, masalah
psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok, skoliosis
mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan,
hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi
dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh
kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik
beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan
D. Diagnosa
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri
pinggang meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeletal.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan motorik, sensorik, reflek, dan
tes provokasi nyeri. Tes provokasi nyeri yang biasa dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Tes Laseque
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien
tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri
sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan terbatasnya
gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada herniasi
discus lumbalis / lumbo-sacralis.
b. Tes Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan
pada sendi sakro iliaka.
c. Tes Kontrapatrick
Test Kontra Patrick positif menunjukkan kepada sumber nyeri
di sakroiliaka.
E. Penunjang
1. Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium laju endap darah (LED),
kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
2. Pungsi Lumbal (LP) :
Hasil pemeriksaan terlihat albumin yang sedikit meninggi
sampai dua kali level normal.
3. Pemeriksaan Radiologis :
a. Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral,
spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal.
b. CT scan efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas
dan kemungkinan karena kelainan tulang.
c. Mielografi untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada
pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau
dengan alat fiksasi metal.
d. MRI sangat sensitif pada HNP, berguna bila vertebra dan level
neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada
medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena
infeksi atau neoplasma.
e. Elektromiografi (EMG) dilakukan untuk diagnosis sindroma
radiks disamping itu untuk menentukan level dari iritasi atau
kompresi radiks, membedakan antara lesi radiks dengan lesi
saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks.
F. Pengobatan
1. Medikamentosa : analgetik, dan kortikosteroid oral
2. Fisioterapi
a. Terapi Panas: terapi menggunakan kantong dingin – kantong
panas. Dengan menaruh sebuah kantong dingin di tempat
daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama 5-10
menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa
gunakan heating pad (kantong hangat).
b. Elektro Stimulus
1) Akupunktur: Menggunakan jarum untuk memproduksi
rangsangan yang ringan tetapi cara ini tidak terlalu efisien
karena ditakutkan resiko komplikasi akibat ketidaksterilan
jarum yang digunakan sehingga menyebabkan infeksi.
2) Ultra Sound: untuk menghangatkan
3) Radiofrequency Lesioning: dengan menggunakan impuls
listrik untuk merangsang saraf
4) Spinal Endoscopy: dengan memasukkan endoskopi pada
kanalis spinalis untuk memindahkan atau menghilangkan
jaringan scar.
5) Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)
6) Elektro Thermal Disc Decompression
7) Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation ( TENS )
8) Traction: helaan atau tarikan pada badan (punggung) untuk
kontraksi otot.
3. Alat Bantu
a. Back corsets
b. Tongkat Jalan
4. Operasi
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
AAOS. 2011. Metastatic bone disease. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00093 – diunduh September 2013
Apley,A.Graham. Apley’s System O Orthopaedic And Fracture.Seventh Edition. London: Butterworth Scientific. 2000; 658-665.
Benson, 1994. Benson MC: Prostate specific antigen [editorial]. J Urol 1994; 152:2046.
Boedi-Darmojo R., H. Hadi Martono. 2004. Karsinoma Prostat.Dalam: Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi Ketiga. Hal. 411-413. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Deblick T. Burst Fracture. (Last updated: 2001; accesed: 30 Oktober 2013). Available from : http://www.emedicine.medscape.com/specialties Purnomo, B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Ed. 3: Onkologi Urogenitalia. Sagung seto 2011. 15: 261-68.
Shiel WC. 2012. Lower back pain (lumbar back pain). http://www.medicinenet.com/low_back_pain/article.htm - diunduh Oktober 2013
Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Hal.782-788.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smith’s general urology, 16th ed. New york: mcGraw-Hill; 2003.
Thomas, V.M. Thoracolumbal Vertebral Fracture. Journal of Orthopaedics. (Last updated: 2004; accesed: 30 Oktober 2013). Available from : http://www.jortho.org/index.htmlWein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, et al, editors. Campbell-Walsh Urology, 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007
Young W. Spinal Cord Injury Level And Classification. (Last updated: 2000; accesed: 30 Oktober 2013). Available from : http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml