fraktur

31
BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Anatomi dan fisiologi Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh, selain itu tulang juga merupakan tempat memproduksi sel- sel darah dan merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen & proteoglikan). Hampir semua tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan kekuatan otot struktur-strukur

description

bab 2

Transcript of fraktur

Page 1: fraktur

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Anatomi dan fisiologi

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan

tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh,

selain itu tulang juga merupakan tempat memproduksi sel-sel darah dan

merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan

fosfat. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-

mineral dan jaringan organik (kolagen & proteoglikan). Hampir semua

tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan

kekuatan otot struktur-strukur tulang dengan bahan yang relatif kecil atau

ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral

dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau

lameral. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat,

seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang.

Selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang

berbentuk lameral (Price & Wilson, 1991).

Page 2: fraktur

2. Defenisi

a. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Kebanyakan fraktur

akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit

seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis

(Barret dan Bryant, 1990).

b. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik (Price & Wilson, 1991).

c. Fraktur terbuka adalah fraktur dimana kulit dari ekstremitas sampai ke

membran mukosa telah ditembus (Price & Wilson, 1991).

d. Fraktur tertutup merupakan fraktur tanpa luka atau robekan pada kulit

(Brunner & Suddarth, 2001).

3. Etiologi

Penyebab fraktur di antaranya adalah tulang dikenai stress yang lebih

besar dari yang dapat diabsorpsi, contoh: Pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrem dan keadaan

tulang yang patologik.

4. Klasifikasi fraktur

Ada beberapa klasifikasi fraktur:

a. Menurut tipe fraktur

1). Fraktur inkomplit, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah

sisi tulang, sebagian lagi biasanya hanya retak.

2). Fraktur komplit, garis fraktur menyilang atau memotong pada

seluruh tulang dan fragmen-fragmen tulangnya biasanya tergeser.

3). Fraktur tertutup, fraktur yang tidak

disertai robeknya jaringan pada kulit.

4). Fraktur terbuka, fragmen tulang mendesak pada otot dan kulit

sehingga potensial menimbulkan terjadinya infeksi.

b. Golongan fraktur

1). Gresting, fraktur di mana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya

bengkok.

Page 3: fraktur

2). Tranversal, fraktur yang memotong lurus pada tulang.

3). Spiral, fraktur yang berputar melalui tungkai pada tulang.

4). Oblic/miring, fraktur yang membentuk sudut yang arahnya

melintasi tulang.

5). Depresi, fraktur yang terjadi pada sebagian atau beberapa bagian

tulang yang tidak digerakan (banyak dijumpai pada tulang

tengkorak dan tulang wajah).

6). Avulsi, fraktur tulang tertarik oleh ligament.

7). Dislokasi, fraktur dengan komplikasi keluarnya atau terlepasnya

tulang dari sendi.

8). Kompresi, fraktur di mana permukaan tulang terdorong kearah

permukaan tulang yang lain.

c. Berdasarkan posisinya

Sebatang tulang panjang menjadi 3 bagian, yaitu:

1). 1/3 proksimal (1/3 bagian atas)

2). 1/3 medial (1/3 bagian tengah)

3). 1/3 distal (1/3 bagian bawah)

5. Patofisiologi

Sewaktu tulang patah (fraktur) megakibatkan terpajannya sum-sum

tulang atau pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam

sum-sum tulang, sehingga merangsang pengeluaran katekolamin yang

akan merangsang pembebasan asam lemak kedalam sirkulasi yang

menyuplai organ, terutama organ paru sehingga paru akan terjadi

penyumbatan oleh lemak tersebut maka akan terjadi emboli dan

menimbulkan distress atau kegagalan pernapasan.

Trauma menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang

mengakibatkan pendarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan

kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut dan terjadi pendarahan

masif yang bila tidak segera ditangani akan mengakibatkan pendarahan

hebat, terutama pada fraktur terbuka (syok hipovolemik).

Page 4: fraktur

Pendarahan masif ini (pada fraktur tertutup) akan mengakibatkan

tekanan dalam suatu ruang diantara tepi tulang yang fraktur di bawah

jaringan tulang yang membatasi jaringan tulang yang fraktur tersebut,

menyebabkan edema sehingga akan menekan pembuluh darah dan saraf

disekitar tulang yang fraktur tersebut maka akan terjadi sindrom

kompartemen (warna jaringan pucat, sianosis, nadi lemah, nyeri hebat) dan

akan mengakibatkan terjadinya kerusakan neuromuskular (4-6 jam

kerusakan yang irreversible, 24-28 jam akan mengakibatkan organ tubuh

tidak berfungsi lagi).

Pendarahan masif juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma

pada tulang yang fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi

sebagai jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera

terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan

fibrin direabsorbsi sel-sel tulang baru secara perlahan mengalami

remodeling (membentuk tulang sejati) tulang sejati ini akan menggantikan

kalus dan secara perlahan mengalami klasifikasi (jadi tulang yang matur).

Page 5: fraktur

PATHWAY

Trauma

Tekanan lebih besar terhadap tulang

Fraktur/putusnya kontinuitas tulang

Merangsang reseptor saraf bebas

bradikinin, serotin, histamin

Rangsangan dihantarkan ke

talamus

Diantar ke korteks serebri

Nyeri dipersepsikan

Intoleransi aktivitas

Terpasang traksi

Ekstermitas diimobilisasikan

Kurang informasi/kurang mampu menerima informasi

Kurang pengetahuan

Kerusakan integritas kulit

Smeltzer & Bare 2001

Pendarahan

Potensial terjadi infeksi

Kurang kooperatif

Gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit

Hipertermi

Page 6: fraktur

6. Tanda dan gejala

a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai terjadi imobilisasi.

b. Deformitas (cacat bentuk, posisi) dan kerusakan fungsi.

c. Pemendekan (pada tulang panjang) dibandingkan dengan sisi lainnya.

d. Krepitus: teraba adanya derik tulang akibat gesekan-gesekan pecahan-

pecahannya.

e. Edema & perubahan warna akibat trauma dan perdarahan.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Dalam menegakkan diagnostik pada penderita fraktur adalah:

a. Pemeriksaan radiologi.

Ronsen.

b. Pemeriksaan Laboratorium.

Pemeriksaan darah HCT, WBC, golongan darah.

8. Penatalaksanaan

Dalam penanganan pasien yang mengalami fraktur, perlu beberapa

tindakan, yaitu:

1) Rehidrasi cairan infus, yaitu Ringer Laktat, Dextrose 5%.

2) Hentikan pendarahan.

3) Antibiotik, contoh: Cefriaxon.

4) Analgesik, contoh: Tramadol.

5) Vitamin dan mineral, contoh: vitamin D.

6) Immobilisasi.

9. Komplikasi

a. Syok hemoragik/hipovolemik.

b. Sindrom emboli lemak.

c. Kompartemen sindrom.

d. Tromboemboli.

e. Infeksi.

f. DIC.

Page 7: fraktur

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai

sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan

klien (Nursalam, 2001). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam

memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian

akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting

dalam merumuskan diagnosa keperawatan.

Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yag terdiri dari tiga

metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data

yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data fokus (Nursalam, 2001).

Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah atau

keluhannya secara lengkap, maka perawat dianjurkan menggunakan

analisa symptom PQRST. Analisa symptom penguraiannya sebagai

berikut:

P : Provokatif atau Paliatif

Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi

atau memperberatnya?

Q : Kualitas atau Kuantitas

Bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana

anda merasakannya sekarang.

R : Regional atau Area Radiasi

Di mana gejala terasa? Apakah menyebar?

S : Skala keparahan

Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1 sampai 10 (paling

parah).

T : Timing (waktu)

Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa?

Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Priharjo, 1996).

Page 8: fraktur

Data dikumpulkan dengan menggunakan pola Gordon, yaitu

sebagai berikut:

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Data Subjektif

1). Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan

dan pemeliharaan kesehatan.

2). Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.

3). Apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan

pencegahan penyakit.

4). Apa yang dilakukan bila klien mengalami gangguan kesehatan.

Data Objektif

1). Observasi penyampaian-penyampaian dan keadaan fisik klien.

2). Kaji kebersihan klien dan kebutuhan ADL sehari-hari.

b. Pola nutrisi metabolik

Data subjektif

1). Tanyakan minuman dan makanan sehari-hari dalam 24 jam.

2). Kaji makanan kesukaan dan yang tidak disukai klien.

3). Kaji adanya gangguan menelan, mual dan muntah.

4). Apakah ada alergi atau pantangan terhadap suatu makanan.

5). Tanyakan frekuensi makan dan jumlah makanan yang mampu

dihabiskan.

Data objektif

1). Observasi dan kaji nilai laboratorium.

2). Timbang berat badan dan catat hasilnya.

c. Pola eliminasi

Data subjektif

1). Tanyakan kebiasaan membuang air besar, teratur atau tidak,

frekuensi dalam sehari, warna, konsistensi, adakah kesulitan saat

membuang air besar dan bagaimana klien mengatasinya.

2). Kaji frekuensi buang air kecil, apakah sering menahan miksi.

Data objektif

Observasi dan catat intake dan output setiap shift.

Page 9: fraktur

d. Pola aktifitas dan latihan

Data subjektif

1). Kaji tingkat aktifitas klien setiap hari.

2). Tanyakan adanya keluhan lemah, nyeri saat beraktifitas.

Data objektif

1). Kaji tingkat aktifitas klien.

2). Kaji kemampuan memenuhi kebutuhan ADL.

e. Pola tidur dan istirahat

Data subjektif

1). Tanyakan jumlah jam tidur semalam.

2). Tanyakan kebiasaan dan jumlah tidur pada siang hari.

3). Tanyakan kebiasaan sebelum tidur.

4). Adanya kesulitan waktu tidur.

Data objektif

1). Observasi keadaan lingkungan yang dapat mengganggu istirahat.

2). Kaji faktor intrinsik klien yang dapat mengganggu istirahat.

f. Pola persepsi kognitif

Data subjektif

1). Tanyakan apakah klien mengalami nyeri perut, dimana lokasinya,

apa yang menjadi pemicu atau yang meredakan.

2). Tanyakan apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran

/pengelihatan.

Data objektif

1). Kaji kemampuan klien mengingat.

2). Kaji tingkat pengetahuan dan pendidikan klien.

g. Pola mekanisme koping

Data subjektif

1). Tanyakan apakah klien sering merasa depresi atau cemas.

2). Apakah ada kejadian tertentu yang mempengaruhi masalah ini.

3). Apa yang dilakukan klien untuk menangani cemas atau stres.

4). Siapa dan apa yang dapat membantu klien menangani stres.

Page 10: fraktur

Data objektif

Kaji respon klien terhadap penyakit.

h. Pola peran sosial

Data subjektif

1). Tanyakan apakah penyakit ini mempengaruhi klien dalam

keluarga.

2). Tanyakan apakah hubungan klien dengan keluarga, teman akan

mengalami perubahan.

Data objektif

Kaji interaksi klien dengan klien disebelah kiri, kanan dan dengan

tenaga perawat dan dokter.

i. Pola persepsi diri-konsep diri

Data subjektif

1). Tanyakan kepada klien perasaan terhadap penyakitnya.

2). Bagaimana masalah ini dapat membuat pandangan klien terhadap

diri sendiri.

Data objektif

1). Kaji adanya ungkapan rendah diri klien.

2). Kaji respon verbal dan nonverbal klien.

j. Pola seksual reproduksi

Data subjektif

Tanyakan apakah masalah ini mempengaruhi cara klien berpikir

tentang diri klien sendiri sebagai seorang pria atau wanita.

Data objektif

1). Mencatat perubahan kemampuan melakukan aktivitas seksual.

2). Kaji respon verbal dan nonverbal klien.

k. Pola nilai kepercayaan

Data subjektif

1). Tanyakan apakah klien menganut suatu kepercayaan

tertentu.

2). Tanyakan kebebasan klien dalam melakukan ibadah.

Data objektif

Page 11: fraktur

Kaji respon verbal dan nonverbal klien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara

akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah

dan mengubah (Carpenito, 2000).

Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon

klien yang aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam

menentukan perencanaan perlu menyusun suatu “sistem” untuk

menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Sistem

yang bisa digunakan adalah hirarki “Kebutuhan Dasar Manusia” dikutip

dari Iyer et. all, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 52).

1) Hirarki KDM “Abraham Maslow”

Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori

Abraham Maslow.

Nursalam, 2001, hal 52 dikutip dari Abraham Maslow

Page 12: fraktur

2) Hirarki “Kalish”

Kalish (1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan

membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan

dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasikan dengan kebutuhan

untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi,

istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan

tersebut klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk

memuaskan kebutuhan tertentu. Hanya saja mereka akan

mempertimbangkan terlebih dulu kebutuhan yang paling tinggi

prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. dikutip dari Iyer

et. all, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal 53).

Dari kedua system ini penulis menggunakan hirarki KDM “Maslow”

untuk menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.

Langkah-langkah dalam menentukan diagnosa keperawatan yaitu:

klasifikasi dan analisa data, interpretasi data, validasi data dan perumusan

diagnosa keperawatan.

Menurut Doenges 1999, diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul adalah sebagai berikut:

a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d spasme otot, gerakan fragmen

tulang, terpasang traksi.

b. Immobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi

restriktif.

c. Kerusakan intergritas kulit b.d pemasangan traksi, perubahan sensasi

sirkulasi.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d kerusakan kulit, trauma jaringan.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan perawatan b.d

kurang informasi.

Page 13: fraktur

3. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya

adalah menentukan perencanaan keperawatan, dalam menentukan

perencanaan perlu menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa

yang diambil tindakan pertama kali. Sistem yang bisa digunakan adalah

hirarki “kebutuhan manusia” (Nursalam, 2001, hal 52) dikutip dari Iyer et.

all, 1996).

Tahapan dalam perencanaan ini meliputi: Menentukan prioritas,

menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan

pendokumentasian (Nursalam, 2001, hal 54). Terdapat tiga rencana

tindakan yaitu: rencana tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan

lain), program atau perintah medis untuk klien yang dalam pelaksanaannya

dibantu perawat.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada, maka intervensi

yang didapatkan dilakukan untuk masing-masing diagnosa yang telah

dirumuskan adalah sebagai berikut:

a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan spasme otot,

gerakan fragmen tulang, terpasang traksi.

Tujuan:

Nyeri berkurang sampai hilang.

Kriteria Evaluasi:

Klien menyatakan nyeri hilang.

Intervensi:

1) Pertahankan imobilisasi bagian sakit dengan tirah baring.

Rasional:

Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi

tulang/tegangan jaringan yang cedera (Doenges, 1999, hal 765).

2) Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena.

Rasional:

Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan

menurunkan nyeri (Doenges, 1999, hal 765).

Page 14: fraktur

3) Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada

ibu jari.

Rasional:

Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena

tekanan selimut pada bagian yang sakit (Doenges, 1999, hal 765).

4) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan

karakteristik, termasuk intensitas. Perhatikan petunjuk nyeri non

verbal.

Rasional:

Mempengaruhi pilihan/pengawasan keepektifan intervensi, tingkat

ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.

(Doenges, 1999, hal 765).

5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan

cedera.

Rasional:

Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan

kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan

(Doenges, 1999, hal 765).

b. Imobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi

restriktif.

Tujuan:

Tidak terjadi kerusakan mobilisasi fisik.

Kriteria Evaluasi:

Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling

tinggi yang mungkin.

Intervensi:

1) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan

dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.

Rasional:

Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang

keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk

meningkatkan kemajuan kesehatan (Doenges, 1999, hal 770).

Page 15: fraktur

2) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang

tidak sakit.

Rasional:

Kontraksi otot isometrik tanpa menekut sendi atau menggerakan

tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot

(Doenges, 1999, hal 770).

3) Berikan papan kaki, bebet penggelengan, gulungan tro kariter/

yang sesuai.

Rasional:

Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstermitas,

tangan/kaki dan mencegah komplikasi (Doenges, 1999, hal 770).

4) Instruksikan atau dorong menggunakan frapeze dan “pasca posisi”

untuk fraktur tungkai bawah.

Rasional:

Memudahkan gerakan selama higiene/perawatan kulit, dan

penggantian linen, menurunkan ketidaknyamanan dengan tetap

datar ditempat tidur (Doenges, 1999, hal 770).

5) Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pusing.

Rasional:

Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring

lama dapat memerlukan intervensi khusus contoh miring-miring

(Doenges, 1999, hal 770).

c. Kerusakan integritas kulit b.d pemasangan traksi, perubahan sensasi

sirkulasi.

Tujuan:

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit/jaringan.

Kriteria Evaluasi:

Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi:

1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,

perubahan warna.

Page 16: fraktur

Rasional:

Memberi informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang

mungkin disebabkan oleh alat olah/pemasangan traksi, atau

pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut

(Doenges, 1999, hal 772).

2) Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur

kering dan bebas kerutan.

Rasional:

Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko

abrasi/kerusakan kulit (Doenges, 1999, hal 772).

3) Ubah posisi dengan kering dorong penggunaan trapeze bila

mungkin.

Rasional:

Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan

meminimalkan resiko kerusakan kulit, penggunaan trapeze dapat

menurunkan abrasi pada siku/tumit (Doenges, 1999, hal 772).

4) Bersihkan kulit dengan air sabun hangat.

Rasional:

Menurunkan kadar kontaminasi (Doenges, 1999, hal 773).

5) Gunakan tempat tidur busa, bulu domba, bantal apung, atau kasur

udara sesuai indikasi.

Rasional:

Karena immobilisasi bagian tubuh, benjolan tulang lebih dari area

yang sakit karena penurunan sirkulasi (Doenges, 1999, hal 773).

d. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d kerusakan kulit, trauma jaringan

Tujuan:

Tidak terjadi infeksi.

Kriteria Evaluasi:

Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi:

1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.

Page 17: fraktur

Rasional:

Pen atau kawat harus dimasukan melalui kulit yang terinfeksi,

kemerahan, atau abrasi dapat menimbulkan infeksi tulang

(Doenges, 1999, hal 774).

2) Berikan perawatan steril sesuai prosedur.

Rasional:

Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi

(Doenges, 1999, hal 774).

3) Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan

warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tidak enak.

Rasional:

Tanda perkiraan infeksi gas ganggren (Doenges, 1999, hal 774).

4) Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema

lokal/eritmea ekstermitas cedera.

Rasional:

Dapat mengidentifikasi terjadinya osteomelitis

(Doenges, 1999, hal 774).

5) Beri obat sesuai indikasi, contoh antibiotik.

Rasional:

Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau

dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus

(Doenges, 1999, hal 774).

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan belajar

b.d kurang informasi.

Tujuan:

Pasien mengerti tentang penyakitnya.

Kriteria Evaluasi:

Pasien mengatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.

Intervensi:

1) Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang.

Page 18: fraktur

Rasional:

Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat

pilihan informasi (Doenges, 1999, hal 775).

2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai intruksi

dengan terafi fisik bila diindikasi.

Rasional:

Banyak fraktur memerlukan gips, bebat, atau penjepit selama

proses penyembuhan (Doenges, 1999, hal 775).

3) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara

mandiri dan yang memerlukan bantuan.

Rasional:

Daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri

(Doenges, 1999, hal 775).

4) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif.

Rasional:

Latihan aktif bertahap dapat membantu pasien aktif

(Doenges, 1999, hal 774).

4. Pelaksanaan

Iyer et. all, (1996), menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan

keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanaan

keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita

perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang

dilakukan sesuai dengan rencana.

Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,

intelektual dan teknik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan

efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi

dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan

(Nursalam, 2001).

Page 19: fraktur

5. Evaluasi

Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang

sistematis pada status kesehatan klien.

Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka

pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya

setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.

Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir,

evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan

keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm

memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi

ini lazimnya menggunakan format “SOAP”.

Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik

rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan

melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya

(Nursalam, 1996, hal 64).

6. Perencanaan pulang

Pendidikan pasien sebelum pulang dan suvervisi yang adekuat

adalah penting. Penyuluhan atau penjelasan kesehatan diberikan untuk

perencanaan pulang sebagai upaya melengkapi informasi agar perawatan

dirumah dapat terlaksana sesuai dengan pendidikan yang telah diajarkan.

Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat berupa :

a. Penyuluhan tentang fraktur dan informasi mengenai perawatannya.

b. Memberikan informasi mengenai pentingnya nutrisi adekuat pada

pasien yang mengalami cedera tulang.

c. Mengajarkan tindakan mengatasi nyeri.

d. Tekhnik mobilisasi diberikan pada tubuh yang tidak mengalami

cedera.

e. Merencanakan pemeriksaan ulang di rumah sakit.

Page 20: fraktur

7. Dokumentasi Keperawatan

Yang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini adalah

bagaimana pendokumentasian data dilakukan sesuai dengan tahap-tahap

asuhan keperawatan, dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

Pengkajian dan dokumentasi yang lengkap tentang kebutuhan klien

dapat meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan yang diberikan,

melalui beberapa hal berikut ini: Menggambarkan kebutuhan klien untuk

membuat diagnosa keperawatan dan menetapkan prioritas yang akurat

sehingga perawat dapat menggunakan waktunya dengan lebih efektif,

memfasilitasi dalam perencanaan, menggambarkan kebutuhan klien dan

keluarga yang menunjukkan dengan tepat faktor yang akan meningkatkan

pemulihan klien dan menentukan perencanaan pulang dan dokumentasi

informasi pengkajian yang bersifat penting.

Meskipun format dan metode dapat berubah tapi diagnosa

keperawatan tetap menjadi langkah kedua untuk untuk menentukan asuhan

keperawatan selanjutnya. Dokumentasi tentang diagnosa biasanya

memuat: Saran membuat rencana perawatan, gagasan untuk

mempersingkat proses perencanaan perawatan.

Dengan perencanaan yang akurat dan menyeluruh, perawat dapat

memberikan perawatan yang terindividualisasi. Mengekspresikan rencana

perawatan dalam bentuk dokumentasi akan meningkatkan kontinuitas dan

konsistensi perawatan yang diberikan. Rencana perawatan yang

berdasarkan pengkajian dan diagnosa keperawatan selanjutnya akan

memberikan informasi esensial bagi perawat guna memberikan asuhan

keperawatan yang berkualitas tinggi. Dokumentasi tentang perencanaan

memuat hal-hal sebagai berikut: Diskusi perencanaan multidisiplin dan

deskripsi tentang ciri esensial pendokumentasian tindakan, penyuluhan

dan perencanaan pulang.

Dokumentasi implementasi meliputi: Catatan intervensi yang

dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien dan memantau perawatan yang

diterima klien. Dalam dokumentasi ini, meliputi hal-hal sebagai berikut:

Page 21: fraktur

Sistem klasifikasi intervensi keperawatan, dokumentasi kritis yang

berhubungan dengan klien jatuh/penggunaan restrein, pendokumentasian

perawatan psikososial.

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.

Berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan, ada lima

aspek dokumentasi evaluasi: Mengapa, apa, kapan, dimana dan

bagaimana.