fraktur
-
Upload
listya-sekar-siwi -
Category
Documents
-
view
44 -
download
3
description
Transcript of fraktur
![Page 1: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Anatomi dan fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh,
selain itu tulang juga merupakan tempat memproduksi sel-sel darah dan
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fosfat. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organik (kolagen & proteoglikan). Hampir semua
tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan
kekuatan otot struktur-strukur tulang dengan bahan yang relatif kecil atau
ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral
dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau
lameral. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat,
seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang.
Selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang
berbentuk lameral (Price & Wilson, 1991).
![Page 2: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/2.jpg)
2. Defenisi
a. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis
(Barret dan Bryant, 1990).
b. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price & Wilson, 1991).
c. Fraktur terbuka adalah fraktur dimana kulit dari ekstremitas sampai ke
membran mukosa telah ditembus (Price & Wilson, 1991).
d. Fraktur tertutup merupakan fraktur tanpa luka atau robekan pada kulit
(Brunner & Suddarth, 2001).
3. Etiologi
Penyebab fraktur di antaranya adalah tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorpsi, contoh: Pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrem dan keadaan
tulang yang patologik.
4. Klasifikasi fraktur
Ada beberapa klasifikasi fraktur:
a. Menurut tipe fraktur
1). Fraktur inkomplit, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah
sisi tulang, sebagian lagi biasanya hanya retak.
2). Fraktur komplit, garis fraktur menyilang atau memotong pada
seluruh tulang dan fragmen-fragmen tulangnya biasanya tergeser.
3). Fraktur tertutup, fraktur yang tidak
disertai robeknya jaringan pada kulit.
4). Fraktur terbuka, fragmen tulang mendesak pada otot dan kulit
sehingga potensial menimbulkan terjadinya infeksi.
b. Golongan fraktur
1). Gresting, fraktur di mana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya
bengkok.
![Page 3: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/3.jpg)
2). Tranversal, fraktur yang memotong lurus pada tulang.
3). Spiral, fraktur yang berputar melalui tungkai pada tulang.
4). Oblic/miring, fraktur yang membentuk sudut yang arahnya
melintasi tulang.
5). Depresi, fraktur yang terjadi pada sebagian atau beberapa bagian
tulang yang tidak digerakan (banyak dijumpai pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
6). Avulsi, fraktur tulang tertarik oleh ligament.
7). Dislokasi, fraktur dengan komplikasi keluarnya atau terlepasnya
tulang dari sendi.
8). Kompresi, fraktur di mana permukaan tulang terdorong kearah
permukaan tulang yang lain.
c. Berdasarkan posisinya
Sebatang tulang panjang menjadi 3 bagian, yaitu:
1). 1/3 proksimal (1/3 bagian atas)
2). 1/3 medial (1/3 bagian tengah)
3). 1/3 distal (1/3 bagian bawah)
5. Patofisiologi
Sewaktu tulang patah (fraktur) megakibatkan terpajannya sum-sum
tulang atau pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam
sum-sum tulang, sehingga merangsang pengeluaran katekolamin yang
akan merangsang pembebasan asam lemak kedalam sirkulasi yang
menyuplai organ, terutama organ paru sehingga paru akan terjadi
penyumbatan oleh lemak tersebut maka akan terjadi emboli dan
menimbulkan distress atau kegagalan pernapasan.
Trauma menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang
mengakibatkan pendarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan
kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut dan terjadi pendarahan
masif yang bila tidak segera ditangani akan mengakibatkan pendarahan
hebat, terutama pada fraktur terbuka (syok hipovolemik).
![Page 4: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/4.jpg)
Pendarahan masif ini (pada fraktur tertutup) akan mengakibatkan
tekanan dalam suatu ruang diantara tepi tulang yang fraktur di bawah
jaringan tulang yang membatasi jaringan tulang yang fraktur tersebut,
menyebabkan edema sehingga akan menekan pembuluh darah dan saraf
disekitar tulang yang fraktur tersebut maka akan terjadi sindrom
kompartemen (warna jaringan pucat, sianosis, nadi lemah, nyeri hebat) dan
akan mengakibatkan terjadinya kerusakan neuromuskular (4-6 jam
kerusakan yang irreversible, 24-28 jam akan mengakibatkan organ tubuh
tidak berfungsi lagi).
Pendarahan masif juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma
pada tulang yang fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi
sebagai jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan
fibrin direabsorbsi sel-sel tulang baru secara perlahan mengalami
remodeling (membentuk tulang sejati) tulang sejati ini akan menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami klasifikasi (jadi tulang yang matur).
![Page 5: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/5.jpg)
PATHWAY
Trauma
Tekanan lebih besar terhadap tulang
Fraktur/putusnya kontinuitas tulang
Merangsang reseptor saraf bebas
bradikinin, serotin, histamin
Rangsangan dihantarkan ke
talamus
Diantar ke korteks serebri
Nyeri dipersepsikan
Intoleransi aktivitas
Terpasang traksi
Ekstermitas diimobilisasikan
Kurang informasi/kurang mampu menerima informasi
Kurang pengetahuan
Kerusakan integritas kulit
Smeltzer & Bare 2001
Pendarahan
Potensial terjadi infeksi
Kurang kooperatif
Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit
Hipertermi
![Page 6: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/6.jpg)
6. Tanda dan gejala
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai terjadi imobilisasi.
b. Deformitas (cacat bentuk, posisi) dan kerusakan fungsi.
c. Pemendekan (pada tulang panjang) dibandingkan dengan sisi lainnya.
d. Krepitus: teraba adanya derik tulang akibat gesekan-gesekan pecahan-
pecahannya.
e. Edema & perubahan warna akibat trauma dan perdarahan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Dalam menegakkan diagnostik pada penderita fraktur adalah:
a. Pemeriksaan radiologi.
Ronsen.
b. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan darah HCT, WBC, golongan darah.
8. Penatalaksanaan
Dalam penanganan pasien yang mengalami fraktur, perlu beberapa
tindakan, yaitu:
1) Rehidrasi cairan infus, yaitu Ringer Laktat, Dextrose 5%.
2) Hentikan pendarahan.
3) Antibiotik, contoh: Cefriaxon.
4) Analgesik, contoh: Tramadol.
5) Vitamin dan mineral, contoh: vitamin D.
6) Immobilisasi.
9. Komplikasi
a. Syok hemoragik/hipovolemik.
b. Sindrom emboli lemak.
c. Kompartemen sindrom.
d. Tromboemboli.
e. Infeksi.
f. DIC.
![Page 7: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/7.jpg)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien (Nursalam, 2001). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian
akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting
dalam merumuskan diagnosa keperawatan.
Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yag terdiri dari tiga
metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data
yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data fokus (Nursalam, 2001).
Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah atau
keluhannya secara lengkap, maka perawat dianjurkan menggunakan
analisa symptom PQRST. Analisa symptom penguraiannya sebagai
berikut:
P : Provokatif atau Paliatif
Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi
atau memperberatnya?
Q : Kualitas atau Kuantitas
Bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana
anda merasakannya sekarang.
R : Regional atau Area Radiasi
Di mana gejala terasa? Apakah menyebar?
S : Skala keparahan
Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1 sampai 10 (paling
parah).
T : Timing (waktu)
Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa?
Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Priharjo, 1996).
![Page 8: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/8.jpg)
Data dikumpulkan dengan menggunakan pola Gordon, yaitu
sebagai berikut:
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data Subjektif
1). Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan
dan pemeliharaan kesehatan.
2). Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
3). Apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan
pencegahan penyakit.
4). Apa yang dilakukan bila klien mengalami gangguan kesehatan.
Data Objektif
1). Observasi penyampaian-penyampaian dan keadaan fisik klien.
2). Kaji kebersihan klien dan kebutuhan ADL sehari-hari.
b. Pola nutrisi metabolik
Data subjektif
1). Tanyakan minuman dan makanan sehari-hari dalam 24 jam.
2). Kaji makanan kesukaan dan yang tidak disukai klien.
3). Kaji adanya gangguan menelan, mual dan muntah.
4). Apakah ada alergi atau pantangan terhadap suatu makanan.
5). Tanyakan frekuensi makan dan jumlah makanan yang mampu
dihabiskan.
Data objektif
1). Observasi dan kaji nilai laboratorium.
2). Timbang berat badan dan catat hasilnya.
c. Pola eliminasi
Data subjektif
1). Tanyakan kebiasaan membuang air besar, teratur atau tidak,
frekuensi dalam sehari, warna, konsistensi, adakah kesulitan saat
membuang air besar dan bagaimana klien mengatasinya.
2). Kaji frekuensi buang air kecil, apakah sering menahan miksi.
Data objektif
Observasi dan catat intake dan output setiap shift.
![Page 9: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/9.jpg)
d. Pola aktifitas dan latihan
Data subjektif
1). Kaji tingkat aktifitas klien setiap hari.
2). Tanyakan adanya keluhan lemah, nyeri saat beraktifitas.
Data objektif
1). Kaji tingkat aktifitas klien.
2). Kaji kemampuan memenuhi kebutuhan ADL.
e. Pola tidur dan istirahat
Data subjektif
1). Tanyakan jumlah jam tidur semalam.
2). Tanyakan kebiasaan dan jumlah tidur pada siang hari.
3). Tanyakan kebiasaan sebelum tidur.
4). Adanya kesulitan waktu tidur.
Data objektif
1). Observasi keadaan lingkungan yang dapat mengganggu istirahat.
2). Kaji faktor intrinsik klien yang dapat mengganggu istirahat.
f. Pola persepsi kognitif
Data subjektif
1). Tanyakan apakah klien mengalami nyeri perut, dimana lokasinya,
apa yang menjadi pemicu atau yang meredakan.
2). Tanyakan apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran
/pengelihatan.
Data objektif
1). Kaji kemampuan klien mengingat.
2). Kaji tingkat pengetahuan dan pendidikan klien.
g. Pola mekanisme koping
Data subjektif
1). Tanyakan apakah klien sering merasa depresi atau cemas.
2). Apakah ada kejadian tertentu yang mempengaruhi masalah ini.
3). Apa yang dilakukan klien untuk menangani cemas atau stres.
4). Siapa dan apa yang dapat membantu klien menangani stres.
![Page 10: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/10.jpg)
Data objektif
Kaji respon klien terhadap penyakit.
h. Pola peran sosial
Data subjektif
1). Tanyakan apakah penyakit ini mempengaruhi klien dalam
keluarga.
2). Tanyakan apakah hubungan klien dengan keluarga, teman akan
mengalami perubahan.
Data objektif
Kaji interaksi klien dengan klien disebelah kiri, kanan dan dengan
tenaga perawat dan dokter.
i. Pola persepsi diri-konsep diri
Data subjektif
1). Tanyakan kepada klien perasaan terhadap penyakitnya.
2). Bagaimana masalah ini dapat membuat pandangan klien terhadap
diri sendiri.
Data objektif
1). Kaji adanya ungkapan rendah diri klien.
2). Kaji respon verbal dan nonverbal klien.
j. Pola seksual reproduksi
Data subjektif
Tanyakan apakah masalah ini mempengaruhi cara klien berpikir
tentang diri klien sendiri sebagai seorang pria atau wanita.
Data objektif
1). Mencatat perubahan kemampuan melakukan aktivitas seksual.
2). Kaji respon verbal dan nonverbal klien.
k. Pola nilai kepercayaan
Data subjektif
1). Tanyakan apakah klien menganut suatu kepercayaan
tertentu.
2). Tanyakan kebebasan klien dalam melakukan ibadah.
Data objektif
![Page 11: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/11.jpg)
Kaji respon verbal dan nonverbal klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah
dan mengubah (Carpenito, 2000).
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon
klien yang aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam
menentukan perencanaan perlu menyusun suatu “sistem” untuk
menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Sistem
yang bisa digunakan adalah hirarki “Kebutuhan Dasar Manusia” dikutip
dari Iyer et. all, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 52).
1) Hirarki KDM “Abraham Maslow”
Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori
Abraham Maslow.
Nursalam, 2001, hal 52 dikutip dari Abraham Maslow
![Page 12: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/12.jpg)
2) Hirarki “Kalish”
Kalish (1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan
membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan
dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasikan dengan kebutuhan
untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi,
istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan
tersebut klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk
memuaskan kebutuhan tertentu. Hanya saja mereka akan
mempertimbangkan terlebih dulu kebutuhan yang paling tinggi
prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. dikutip dari Iyer
et. all, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal 53).
Dari kedua system ini penulis menggunakan hirarki KDM “Maslow”
untuk menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.
Langkah-langkah dalam menentukan diagnosa keperawatan yaitu:
klasifikasi dan analisa data, interpretasi data, validasi data dan perumusan
diagnosa keperawatan.
Menurut Doenges 1999, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul adalah sebagai berikut:
a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d spasme otot, gerakan fragmen
tulang, terpasang traksi.
b. Immobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi
restriktif.
c. Kerusakan intergritas kulit b.d pemasangan traksi, perubahan sensasi
sirkulasi.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d kerusakan kulit, trauma jaringan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan perawatan b.d
kurang informasi.
![Page 13: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/13.jpg)
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya
adalah menentukan perencanaan keperawatan, dalam menentukan
perencanaan perlu menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa
yang diambil tindakan pertama kali. Sistem yang bisa digunakan adalah
hirarki “kebutuhan manusia” (Nursalam, 2001, hal 52) dikutip dari Iyer et.
all, 1996).
Tahapan dalam perencanaan ini meliputi: Menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan
pendokumentasian (Nursalam, 2001, hal 54). Terdapat tiga rencana
tindakan yaitu: rencana tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan
lain), program atau perintah medis untuk klien yang dalam pelaksanaannya
dibantu perawat.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada, maka intervensi
yang didapatkan dilakukan untuk masing-masing diagnosa yang telah
dirumuskan adalah sebagai berikut:
a. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan spasme otot,
gerakan fragmen tulang, terpasang traksi.
Tujuan:
Nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria Evaluasi:
Klien menyatakan nyeri hilang.
Intervensi:
1) Pertahankan imobilisasi bagian sakit dengan tirah baring.
Rasional:
Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/tegangan jaringan yang cedera (Doenges, 1999, hal 765).
2) Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena.
Rasional:
Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan
menurunkan nyeri (Doenges, 1999, hal 765).
![Page 14: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/14.jpg)
3) Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada
ibu jari.
Rasional:
Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena
tekanan selimut pada bagian yang sakit (Doenges, 1999, hal 765).
4) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas. Perhatikan petunjuk nyeri non
verbal.
Rasional:
Mempengaruhi pilihan/pengawasan keepektifan intervensi, tingkat
ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.
(Doenges, 1999, hal 765).
5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cedera.
Rasional:
Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan
kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan
(Doenges, 1999, hal 765).
b. Imobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi
restriktif.
Tujuan:
Tidak terjadi kerusakan mobilisasi fisik.
Kriteria Evaluasi:
Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin.
Intervensi:
1) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan
dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional:
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan (Doenges, 1999, hal 770).
![Page 15: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/15.jpg)
2) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang
tidak sakit.
Rasional:
Kontraksi otot isometrik tanpa menekut sendi atau menggerakan
tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot
(Doenges, 1999, hal 770).
3) Berikan papan kaki, bebet penggelengan, gulungan tro kariter/
yang sesuai.
Rasional:
Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstermitas,
tangan/kaki dan mencegah komplikasi (Doenges, 1999, hal 770).
4) Instruksikan atau dorong menggunakan frapeze dan “pasca posisi”
untuk fraktur tungkai bawah.
Rasional:
Memudahkan gerakan selama higiene/perawatan kulit, dan
penggantian linen, menurunkan ketidaknyamanan dengan tetap
datar ditempat tidur (Doenges, 1999, hal 770).
5) Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pusing.
Rasional:
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring
lama dapat memerlukan intervensi khusus contoh miring-miring
(Doenges, 1999, hal 770).
c. Kerusakan integritas kulit b.d pemasangan traksi, perubahan sensasi
sirkulasi.
Tujuan:
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit/jaringan.
Kriteria Evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi:
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,
perubahan warna.
![Page 16: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/16.jpg)
Rasional:
Memberi informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat olah/pemasangan traksi, atau
pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut
(Doenges, 1999, hal 772).
2) Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur
kering dan bebas kerutan.
Rasional:
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko
abrasi/kerusakan kulit (Doenges, 1999, hal 772).
3) Ubah posisi dengan kering dorong penggunaan trapeze bila
mungkin.
Rasional:
Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit, penggunaan trapeze dapat
menurunkan abrasi pada siku/tumit (Doenges, 1999, hal 772).
4) Bersihkan kulit dengan air sabun hangat.
Rasional:
Menurunkan kadar kontaminasi (Doenges, 1999, hal 773).
5) Gunakan tempat tidur busa, bulu domba, bantal apung, atau kasur
udara sesuai indikasi.
Rasional:
Karena immobilisasi bagian tubuh, benjolan tulang lebih dari area
yang sakit karena penurunan sirkulasi (Doenges, 1999, hal 773).
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d kerusakan kulit, trauma jaringan
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
![Page 17: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/17.jpg)
Rasional:
Pen atau kawat harus dimasukan melalui kulit yang terinfeksi,
kemerahan, atau abrasi dapat menimbulkan infeksi tulang
(Doenges, 1999, hal 774).
2) Berikan perawatan steril sesuai prosedur.
Rasional:
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
(Doenges, 1999, hal 774).
3) Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan
warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tidak enak.
Rasional:
Tanda perkiraan infeksi gas ganggren (Doenges, 1999, hal 774).
4) Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema
lokal/eritmea ekstermitas cedera.
Rasional:
Dapat mengidentifikasi terjadinya osteomelitis
(Doenges, 1999, hal 774).
5) Beri obat sesuai indikasi, contoh antibiotik.
Rasional:
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau
dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus
(Doenges, 1999, hal 774).
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan belajar
b.d kurang informasi.
Tujuan:
Pasien mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria Evaluasi:
Pasien mengatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
Intervensi:
1) Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang.
![Page 18: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/18.jpg)
Rasional:
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi (Doenges, 1999, hal 775).
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai intruksi
dengan terafi fisik bila diindikasi.
Rasional:
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat, atau penjepit selama
proses penyembuhan (Doenges, 1999, hal 775).
3) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara
mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional:
Daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri
(Doenges, 1999, hal 775).
4) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif.
Rasional:
Latihan aktif bertahap dapat membantu pasien aktif
(Doenges, 1999, hal 774).
4. Pelaksanaan
Iyer et. all, (1996), menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan
keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanaan
keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita
perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang
dilakukan sesuai dengan rencana.
Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,
intelektual dan teknik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi
dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan
(Nursalam, 2001).
![Page 19: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/19.jpg)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematis pada status kesehatan klien.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya
setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir,
evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm
memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi
ini lazimnya menggunakan format “SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik
rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan
melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya
(Nursalam, 1996, hal 64).
6. Perencanaan pulang
Pendidikan pasien sebelum pulang dan suvervisi yang adekuat
adalah penting. Penyuluhan atau penjelasan kesehatan diberikan untuk
perencanaan pulang sebagai upaya melengkapi informasi agar perawatan
dirumah dapat terlaksana sesuai dengan pendidikan yang telah diajarkan.
Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat berupa :
a. Penyuluhan tentang fraktur dan informasi mengenai perawatannya.
b. Memberikan informasi mengenai pentingnya nutrisi adekuat pada
pasien yang mengalami cedera tulang.
c. Mengajarkan tindakan mengatasi nyeri.
d. Tekhnik mobilisasi diberikan pada tubuh yang tidak mengalami
cedera.
e. Merencanakan pemeriksaan ulang di rumah sakit.
![Page 20: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/20.jpg)
7. Dokumentasi Keperawatan
Yang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini adalah
bagaimana pendokumentasian data dilakukan sesuai dengan tahap-tahap
asuhan keperawatan, dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
Pengkajian dan dokumentasi yang lengkap tentang kebutuhan klien
dapat meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan yang diberikan,
melalui beberapa hal berikut ini: Menggambarkan kebutuhan klien untuk
membuat diagnosa keperawatan dan menetapkan prioritas yang akurat
sehingga perawat dapat menggunakan waktunya dengan lebih efektif,
memfasilitasi dalam perencanaan, menggambarkan kebutuhan klien dan
keluarga yang menunjukkan dengan tepat faktor yang akan meningkatkan
pemulihan klien dan menentukan perencanaan pulang dan dokumentasi
informasi pengkajian yang bersifat penting.
Meskipun format dan metode dapat berubah tapi diagnosa
keperawatan tetap menjadi langkah kedua untuk untuk menentukan asuhan
keperawatan selanjutnya. Dokumentasi tentang diagnosa biasanya
memuat: Saran membuat rencana perawatan, gagasan untuk
mempersingkat proses perencanaan perawatan.
Dengan perencanaan yang akurat dan menyeluruh, perawat dapat
memberikan perawatan yang terindividualisasi. Mengekspresikan rencana
perawatan dalam bentuk dokumentasi akan meningkatkan kontinuitas dan
konsistensi perawatan yang diberikan. Rencana perawatan yang
berdasarkan pengkajian dan diagnosa keperawatan selanjutnya akan
memberikan informasi esensial bagi perawat guna memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas tinggi. Dokumentasi tentang perencanaan
memuat hal-hal sebagai berikut: Diskusi perencanaan multidisiplin dan
deskripsi tentang ciri esensial pendokumentasian tindakan, penyuluhan
dan perencanaan pulang.
Dokumentasi implementasi meliputi: Catatan intervensi yang
dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien dan memantau perawatan yang
diterima klien. Dalam dokumentasi ini, meliputi hal-hal sebagai berikut:
![Page 21: fraktur](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062405/5572140f497959fc0b93aa40/html5/thumbnails/21.jpg)
Sistem klasifikasi intervensi keperawatan, dokumentasi kritis yang
berhubungan dengan klien jatuh/penggunaan restrein, pendokumentasian
perawatan psikososial.
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan.
Berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan, ada lima
aspek dokumentasi evaluasi: Mengapa, apa, kapan, dimana dan
bagaimana.