Fpda Dalam Security Complex Asia

21
BAB I PENDAHULUAN FPDA DALAM SECURITY COMPLEX ASIA (STUDI KASUS SECURITY COMPLEX MALAYSIA DAN CHINA DALAM KONFLIK PEREBUTAN PULAU SPARATLY DAN PARACEL DI LAUT CHINA SELATAN) 1.1. Latar Belakang Sebagaimana menjadi mafhum bersama di antara sekian banyak fenomena keamanan yang ada, fenomena tentang security complex regional sejatinya menjadi salah satu fenomena yang cukup menarik untuk dikaji dan ditelaah bersama, bukan karena fenomena yang tercakup dalam security complex itu sendiri namun karena keberadaan security complex yang penuh akan dinamika dan teka-teki di mana hal tersebut pastinya membuat banyak pihak terangsang untuk mengikuti dan menelusurinya. Lebih dari itu, satu hal yang paling krusial untuk diperhatikan tekait dengan security complex regional adalah persoalan security merupakan suatu hal yang relatif relational. Dikatakan demikian karena situasi dan kondisi keamanan suatu kawasan disadari atau tidak akan banyak ditentukan oleh dua hal yaitu amity dan anmity. Dua hal inilah yang kemudian mengilhami penulis tertarik untuk mengangkat security complex yang terjadi di Asia. Dalam analisa kami dalam satu dekade terakhir security complex sedikit banyak telah terjadi di Asia yaitu ketika

Transcript of Fpda Dalam Security Complex Asia

Page 1: Fpda Dalam Security Complex Asia

BAB I

PENDAHULUAN

FPDA DALAM SECURITY COMPLEX ASIA

(STUDI KASUS SECURITY COMPLEX MALAYSIA DAN CHINA DALAM

KONFLIK PEREBUTAN PULAU SPARATLY DAN PARACEL DI LAUT CHINA

SELATAN)

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana menjadi mafhum bersama di antara sekian banyak fenomena keamanan

yang ada, fenomena tentang security complex regional sejatinya menjadi salah satu fenomena

yang cukup menarik untuk dikaji dan ditelaah bersama, bukan karena fenomena yang

tercakup dalam security complex itu sendiri namun karena keberadaan security complex yang

penuh akan dinamika dan teka-teki di mana hal tersebut pastinya membuat banyak pihak

terangsang untuk mengikuti dan menelusurinya. Lebih dari itu, satu hal yang paling krusial

untuk diperhatikan tekait dengan security complex regional adalah persoalan security

merupakan suatu hal yang relatif relational. Dikatakan demikian karena situasi dan kondisi

keamanan suatu kawasan disadari atau tidak akan banyak ditentukan oleh dua hal yaitu amity

dan anmity. Dua hal inilah yang kemudian mengilhami penulis tertarik untuk mengangkat

security complex yang terjadi di Asia.

Dalam analisa kami dalam satu dekade terakhir security complex sedikit banyak telah

terjadi di Asia yaitu ketika meletus konflik di lautan China Selatan yang melibatkan

sedikitnya 6 negara Asia, di mana motif konflik dipicu oleh perebutan kepulauan Spratly dan

Paracel. Kepulauan Spratly dan Paracel secara ekplisit merupakan salah satu titik konflik di

kawasan Asia. Wilayah yang saat ini diklaim oleh kurang lebih 6 negara ini belum

menemukan titik terang tentang siapa yang berhak untuk memiliki yuridiksi di sana. China,

Taiwan, Vietnam, Philipina, Malaysia, Brunei mengklaim bahwa gugusan kepulauan karang

yang berada di Laut China Selatan adalah teritorinya.

Ketegangan di antara negara-negara yang memperebutkan kepulauan ini terjadi karena

China sebagai salah satu negara yang mengklaim kepemilikan sering kali melakukan

manuver-manuver militernya di kawasan ini, baik yang dilakukan oleh angkatan udara

Page 2: Fpda Dalam Security Complex Asia

maupun angkatan lautnya. Adapun di antara enam negara yang terlibat dalam konflik China

selatan Malaysia adalah salah satu negara yang paling terlibat langsung dan paling intens

dalam konflik tersebut mengingat kedekatan geografis Malaysia dengan kedua pulau tersebut,

karena itu keanggotaan Malaysia dalam aliansi Five Power Defence Arrangement (FPDA)

bersama negara-negara besar seperti Australia, Selandia Baru, Singapura, Malaysia dan

Inggris dalam perkembangannya disadari atau tidak telah berpengaruh terhadap semakin

alotnya security complex yang terjadi di kawasan Asia pada umumnya dan kawasan ASEAN

pada khususnya. Inilah yang melarbelakangi penulis tertarik mengangkat pemasalahan ini

untuk diangkat dalam tugas mata kuliah studi keamanan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Mengapa security complex terjadi di Asia?

2. Bagaimanakah peran FPDA dalam security complex yang terjadi di Asia?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan menganalisa mengapa security complex di Asia terjadi

2. Untuk mengetahui dan menganalisa peran FPDA dalam security complex yang terjadi

di Asia

Page 3: Fpda Dalam Security Complex Asia

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Untuk menganalisa FPDA dalam security complex Asia (STUDI KASUS SECURITY

COMPLEX MALAYSIA DAN CHINA DALAM KONFLIK PEREBUTAN PULAU

SPARATLY DAN PARACEL DI LAUT CHINA SELATAN) penulis menggunakan

tinjauan teoritis sebagaimana berikut:

2.1. Aliansi Dalam Prespektif Realis

Sehubungan dengan fenomena ini realis memandang bahwa kerjasama yang

dilakukan dengan aliansi dimungkinkan bagi negara yang tidak memiliki atau kurang

mempunyai power sebagai cara bagi suatu negara untuk meningkatkan kapabilitas

powernya. Tujuan dari kerjasama ini selain untuk melindungi diri dari serangan lawan

tetapi dapat dijadikan sebagai upaya untuk membuat balance of power terhadap musuh

yang lebih kuat. “The suggest of Melian dialogue alliance also useful mechanism to deny

allies to rival and potential adversaries ” (Buzan, 1991). Aliansi juga menjadi sebuah

mekanisme yang dilakukan untuk menangkal serangan maupun mendapatkan bantuan

ketika sebuah negara diserang oleh musuhnya. Lebih lanjut, Sebuah aliansi sejatinya

memiliki sebuah negara besar sebagai penjamin kemanan dan pertahann atau negara yang

memiliki kekuatan besar yang melebihi negara-negara yang ada dalam aliansi tersebut.

Hal ini dalam prakteknya akan turut mencerminkan kredibilitas dari aliansi serta negara

yang terkuat akan menjadi pemimpin dari negara-negara anggotanya.

Dalam kenyataannya negara besar tersebut tentu saja akan menjadi pemasok senjata

dan teknologi maupun pelindung bagi anggotanya baik secara politis maupun secara

militer. Aliansi dibentuk dalam kerangka geografis untuk menjaga atau melindungi

anggota aliansi serta kepentingan nasional negara besar di sebuah kawasan atau regional

tertentu. Mengacu pada tinjauan aliansi ini maka bergabungnya Malaysia dalam aliansi

Five Power Defence Arrangement yang terdiri dari negara-negara besar sekaliber Inggris,

Australia, Selandia Baru dan Singapura secara otomatis pastinya akan menjadikan

Malaysia semakin kuat dan semakin confident dalam menghadapi segala kemungkinan

yang bakalan terjadi termasuk dalam konflik di laut China Selatan karena jika

kemungkinan terburuk konflik di Laut China selatan berujung pada perang Malaysia jelas

tidak sendirian, ia tentu akan disokong oleh negara-negara aliansinya karena jika suatu

Page 4: Fpda Dalam Security Complex Asia

negara anggota aliansi diserang atau terlibat konflik dengan negara lain maka secara

otomatis negara aliansi lain akan turut terlibat karena inilah prinsip aliansi itu sendiri.

2.2. Regional Security Complexes Theory sebagai Landasan Teoritis

Dalam memahami dan menganalisa isu keamanan suatu kawasan regional penulis

menggunakan pendekatan yang digunakan oleh Barry Buzzan, secara ekplisit Buzan

menyatakan bahwa keamanan pada dasarnya merupakan fenomena yang relasional. Oleh

karena itu, keamanan suatu negara dan suatu kawasan tidak dapat dipahami tanpa

memahami pola saling ketergantungan keamanan diantara negara-negara dikawasan

tersebut. Dalam memahami keamanan regional ini maka Buzan menawarkan suatu

konsep yang disebutnya sebagai phenomena security complex. Yang dimaksud dengan

security complex oleh Buzan didefinisikan sebagai “a group of states whose primary

security concern link together sufficiently closely that their national security cannot

realistically be considered apart from one another” (Buzan, 2003).

Dengan demikian, konsep security complex ini mencakup aspek persaingan dan juga

kerjasama diantara negara-negara yang terkait. Karakter Security Complex yang

mencakup “interdependence of rivalry as well as that of shared interest” yang berarti

bahwa saling ketergantungan antara rivalitas yang terjadi sama seperti dalam pembagian

kepentingan. Ini yang selanjutnya oleh Buzan di istilahkan dengan pola amity dan enmity

di antara negara-negara.Yang dimaksud dengan amity adalah hubungan antar negara yang

terjalin berdasarkan mulai dari rasa persahabatan sampai pada ekspektasi (expectation)

akan mendapatkan dukungan (support) atau perlindungan satu sama lain. Sedangkan yang

dimaksud dengan enmity oleh Buzan digambarkan sebagai suatu hubungan antar negara

yang terjalin atas dasar kecurigaan (suspicion) dan rasa takut (fear) satu sama lain. Masih

tetap dipertahankannya FPDA oleh negara-negara anggotanya (baca: Malaysia) salah

satunya adalah karena perkembangan militer China terkait konflik perebutan pulau

Sparatly dan Paracel di kawasan Laut China Selatan di mana hal ini dalam

perkembangannya rupanya sedikit banyak berimplikasi terhadap terjadinya security

complex di Asia.

Page 5: Fpda Dalam Security Complex Asia

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Tinjaun tentang FPDA

Sejarah berdirinya Five Power Defence Arrangement dimulai pada tanggal 15 dan 16

April 1971 ketika Perdana Menteri Australia, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, dan

Inggris bertemu dan mengeluarkan pengumuman resmi tentang sebuah susunan politik

baru yang disebut FPDA. Hal ini adalah kejadian bersejarah dalam relasi Inggris dengan

bekas koloninya, singapura dan Malaysia. Jika dirunut ke belakang terjadinya penurunan

relatif Inggris sebagai kekuatan ekonomi militer pada akhir 60an secara otomatis

memunculkan kebutuhan urgen baru pemerintah Inggris yaitu menaksir ulang

prioritasnya. Hasilnya, pemerintah Inggris mengumumkan pada Januari 1968 bahwa

Inggris akan menarik pasukan tentaranya keluar dari Singapura dan Malaysia pada tahun

1971. Konsekuensinya, muncul keperluan untuk meninjau persetujuan pertahanan Anglo-

Amerika 1957 dan keputusan dibuat untuk menggantikan lepasnya kerangka politik

konsultatif. Sebagai gantinya, Inggris akan memberikan jaminan-jaminan kongkret untuk

Malaysia dan Singapura dalam hal jika terjadi sebuah serangan atau ancaman terhadap

keduanya yaitu berupa diikutsertakannya kedua koloni tersebut dalam aliansi FPDA.

Terkait dengan ini PM Asutralia, Selandia Baru, Inggris akan mengonsultasikan secara

bersama untuk tujuan pemutusan apakah ukuran-ukuran akan diambil secara bersama-

sama atau terpisah dalam hubungannya dengan serangan atau ancaman yang dihadapi

oleh Malaysia dan Singapura.

FPDA secara historis didirikan pada tahun 1971 yaitu untuk memperlengkapi

pertahanan udara semenanjung Malaysia dan Singapura yang diikuti penarikan kekuatan

militer Inggris. Sepanjang dekade pertama dari eksistensinya, FPDA mengendalikan

sedikit latihan-latihan pertahanan udara. Semenjak kemudian, program latihan reguler

meningkat dalam ukuran, skop, dan kompleksitasnya. Semenjak akhir 1980 FPDA

terlihat sebagai sebuah kebangkitan antusiasme negara-negara anggota terhadap latihan-

latihan multilateral. Tidak hanya memiliki ukuran latihan yang meningkat tapi skop dan

kompleksitas latihan telah meluas. Tahun 1997 terlihat sebagai inaugurasi EX FLYING

FISH, sebuah kombinasi dari EX STARFISH dan MAJOR ADEX yang melibatkan 35

Page 6: Fpda Dalam Security Complex Asia

perahu, 140 aircraft dan 2 kapal selam. Elemen paling tampak dari FPDA adalah markas

besar sistem defence area yang terintegrasi. Markas besar yang dikomandoi oleh marshal

royal angkatan udara Australia, terdiri dari 40 orang, yang ditarik dari lima negara aggota

FPDA. Peran inisialnya benar-benar mengakar dalam pertahanan udara dari perbatasan

udara Malaysia dan Singapura. Hal tersebut, sekarang secara reguler menggunakan

kekuatan FPDA dalam dua hal yaitu kekuatan udara dan operasi naval yang bergerak atas

integrasi lengkap elemen-elemen tentara yang diarahkan sebagaimana diarahkan oleh

para PM 5 negara anggota FPDA pada tahun 2000. (lihat di www.globalsecurity org.)

3.2. FPDA dalam Security Complex Asia/Studi Kasus Konflik Laut China Selatan

(sebuah telaah tentang security complexes Malaysia-China).

Dilihat dari sisi amity, hubungan antar Malaysia-China sejauh ini banyak dipengaruhi

oleh hubungan bilateral keduanya utamanya dalam sektor perdagangan. Dalam sektor ini,

China Malaysia terlihat cukup harmonis karena keduanya saling menggantungkan satu

sama lain, China membutuhkan pangsa pasar untuk memasarkan produk dalam negerinya

begitupun juga Malaysia. Namun dilihat dari sisi anmity hubungan keduanya tidaklah

demikian dalam beberapa dekade terakhir China sejatinya telah menjelma sebagai salah

satu kekuatan militer terbesar di kawasan Asia. Hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai

pengembangan senjata yang dilakukan oleh China, baik pada angkatan darat, laut dan

udara. Merujuk kepada data yang dirilis oleh Global Future Institute secara ekplisit

menyebutkan bahwa Tentara Aktif China berjumlah 2.255.000 (dua juta dua ratus lima

puluh lima ribu) orang. Tentara cadangan, 800.000 (delapan ratus ribu) orang. Para

militer aktif 3.969.000 (tiga juta sembilan ratus enampuluh sembilan ribu) orang. Dalam

Angkatan Darat, China memiliki senjata bebasis darat sejumlah 31.300, tank sejumlah

8200, kendaraan pengangkut pasukan sebesar 5000, meriam sejumlah 14.000, senjata

pendorong 1.700, sistem peluncur roket 2.400, mortir sejumlah 16.000, senjata kendali

anti tank 6500, dan senjata anti-pesawat 7.700. Di aspek laut, China pun cukup berjaya.

China memiliki kapal perang yang berjumlah 760 unit, kapal pengangkut 1822 unit,

pelabuhan utama 8, pengangkut pesawat 1 unit, kapal penghancur 21 unit, kapal selam 68

unit, fregat 42 unit, kapal patroli pantai 368 unit, kapal penyapu ranjau sekitar 39 unit,

dan kapal amphibi sekitar 121 unit. Dalam bidang Angkatan Udara, China mempunyai

jumlah pesawat 1900 unit. Helikopter 491 unit, lapangan udara 67 unit.

Dalam perkembangannya, China dengan kualitas ekonomi dan kualitas militer yang

sangat besar akan terus berkembang dan pelan tapi pasti akan muncul sebagai sebuah

Page 7: Fpda Dalam Security Complex Asia

superpower baru dikawasan Asia. Hal ini membawa perubahan pada peta kekuatan

negara-negara Asia pada umumunya tidak terkecuali pada kawasan Asia Tenggara pada

khususnya. Secara riil, China telah mengukuhkan dirinya sebagai “negara maritim” pada

tahun 1978 dan telah membentuk angkatan lautnya setara dengan yang disebut dengan

“Blue Waters” yang setara dengan kekuatan dari Angkatan Laut AS dan Angkatan Laut

Inggris (Buzan, 2003). Dengan angkatan lautnya China berambisi untuk mengukuhkan

eksistensinya di kawasan Asia Tenggara dan Samudera Hindia. Pembangunan dermaga

yang dilakukan China di kawasan pantai timur akan memudahkan bagi kapal komersil

maupun kapal perang China untuk dapat beroperasi di kawasan ini. Walaupun hal ini

tentu saja dibantah oleh pemerintah China namun dari gelagat dan perilaku yang

ditunjukan, China setidaknya telah berusaha untuk menjadi hegemon dikawasan Asia

Tenggara, China ingin mengulangi kebesarannya pada masa lalu dimana secara historis

negara ini pernah menjadi hegemon dikawasan ini. China memiliki kepentingan yang

cukup besar dikawasan ini salah satu yang saat ini menjadi perhatian adalah sengketa

yang terjadi di Laut China Selatan terhdapa kepulauan Spratly dan Paracel. Dan terkait

dengan ini, China secara pasti akan berhadapan dengan 5 negara yang sama-sama

mengklaim kepemilikan dua pulau tersebut di mana salah satu negara yang akan intens

dihadapi China adalah Malaysia. Kedekatan geografis Malaysia dengan kedua pulau yang

disengketakan serta semakin confidennya Malaysia karena didukung oleh aliansi FPDA

adalah sekelumit fakta betapa menariknya fenomena ini.

Kepulauan Spratly dan Paracel merupakan salah satu titik konflik di kawasan Asia.

Wilayah yang saat ini diklaim oleh kurang lebih 6 negara ini belum menemukan titik

terang siapa yang berhak untuk memiliki yuridiksi di sana. China, Taiwan, Vietnam,

Philipina, Malaysia, Brunei mengklaim bahwa gugusan kepulauan karang yang berada di

Laut China Selatan adalah teritorinya. Ketegangan di antara negara-negara yang

memperebutkan kepulauan ini terjadi karena China sebagai salah satu negara yang

mengklaim kepemilikan sering kali melakukan manuver-manuver militernya dikawasan

ini, baik yang dilakukan oleh angkatan udara maupun angkatan lautnya. Seiring dengan

kemampuan militer China yang semakin hari semakin berkembang banyak negara

ASEAN yang kemudian mengembangkan sistem persenjataan, tetapi kemampuan yang

dimiliki masih sangat kecil dan terbatas. Negara yang memiliki kemampuan dalam

mengembangkan senjata tersebut dalam tingkatan memadai adalah Singapura yang

walaupun tidak terlibat dalam konflik diwilayah Laut China Selatan tetapi merasa dirinya

harus bersiap menghadapi segala kemungkinan serangan. Malaysia pun sebagai negara

Page 8: Fpda Dalam Security Complex Asia

yang secara langsung berkonflik di wilayah ini senantiasa bersiaga dengan ancaman yang

berasal dari China. Selain dengan peningkatan persenjataan angkatan laut dan udaranya,

Malaysia pun masih tergabung dalam kerjasama pertahanan negara-negara

Commonwealth yang dikenal dengan Five Power Defence Agreement atau FPDA.

Pada kenyataanya upaya modernisasi yang dilakukan Malaysia terhadap angkatan

bersenjatanya ternyata belum dapat menandingi kemampuan China apabila harus

berkonfrontasi secara langsung di Laut China Selatan. Oleh karena itu keanggotaan

Malaysia di FPDA dirasakan menjadi sebuah langkah tepat dalam menggalang kekuatan

dan solidaritas antar sesama bekas jajahan Inggris yang didalamnya terdapat negara besar

seperti Inggris, Australia serta Selandia Baru dan bahkan kekuatan baru di Asia Tenggara

yaitu Singapura. Walaupun gabungan kekuatan lima negara ini secara teknis belum dapat

menandingi China tetapi secara politis dan militer dapat menjadi semacam deterrence

bagi Malaysia untuk berhadapan dengan China. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

dengan mengadakan latihan militer bersama dikawasan Laut China Selatan pada bulan

Oktober 2009 dengan melibatkan tiga kekuatan angkatan bersenjata lima negara tersebut.

Kegiatan ini bisa dimaksudkan sebagai show of force dari negara-negara FPDA serta

pengenalan medan bagi anggota negara aliansi lain apabila harus berkonflik di kawasan

ini. FPDA akan menjadi semacam balancer bagi hegemoni kekuatan militer China di

kawasan Asia Tenggara. Karena selain Singapura tidak ada negara di kawasan ini yang

memiliki cukup kekuatan dalam menandingi China. ASEAN memang memiliki kerangka

ASEAN Regional Forum (ARF) maupun ASEAN Security Community (ASC) namun hal

ini tidak efektif mengingat kedua bentuk kerjasama tersebut tidak secara implisit maupun

eksplisit menyinggung kerjasama militer apabila ada serangan dari luar. Kedua kerangka

tersebut hanya digunakan dalam upaya meredam konflik antar negara ASEAN maupun

dengan negara diluar ASEAN dalam bentuk dialog. Bentuk tersebut tidak akan efektif

mengingat masing-masing negara tetap pada keyakinan mereka atas kepemilikan wilayah

tersebut. ASEAN tidak dapat mencampuri kebijakan luar negeri yang diambil negara

anggotanya.

Selain dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ketegangan yang terjadi di

Laut China Selatan ini telah membawa salah satu superpower dunia yatu Amerika Serikat

dalam konflik ini. AS terbawa dalam konflik ini bukan dalam rangka mengklaim wilayah

seperti yang dilakukan oleh 5 negara lainnya tetapi karena penghadangan yang dilakukan

terhadap kapal pengintai milik Amerika Serikat yang dilakukan oleh 5 kapal perang

China di Laut China Selatan sekitar selatan Pulau Hainan pada Minggu 8 Maret 2009

Page 9: Fpda Dalam Security Complex Asia

(Kompas, 9 Maret 2009). Insiden ini membuat hubungan antara kedua negara menjadi

tegang di mana China beranggapan bahwa kehadiran kapal pengintai milik AS adalah

untuk melakukan tindakan mata-mata dikawasan ini. Selang beberapa hari setelah

kejadian tersebut terjadi konflik yang kembali melibatkan AS, kali ini kapal penelitian

USNS Impeccable yang dihadang dan diganggu aktivitasnya oleh lima kapal penangkap

ikan China. Kapal peneliti Amerika Serikat (AS) yang tengah berada di perairan RRC

dekat Pulau Hainan, USS Impeaccable, pada 10 Maret 2009 lalu dipergoki oleh lima

kapal tangkap China, dua di antaranya kapal traw.

Kejadian ini tentu saja membuat AS merasa terganggu, sebagai sebuah negara besar

AS tidak mau mundur begitu saja. AS kemudian mengirimkan kapal-kapal perusak untuk

mengawal aktivitas USNS Impeccable. AS menganggap bahwa aktivitas penelitian yang

dilakukan oleh kapalnya masih berada dalam zona perairan internasional. China

mengklaim apa yang dilakukan oleh AS telah memasuki wilayah perairan territorial

China yang diklaim berdasarkan kepemilikan terhadap kepulauan Spratly dan Paracel

tersebut. Kehadiran armada AS dikawasan ini tentu saja akan menambah tegang suasana

di perairan ini. AS yang jelas-jelas mendukung eksistensi dari Taiwan sebagai negara

membuat China merasa terancam dan mensiagakan armadanya yang berada di Hainan.

Selain Taiwan AS pun dekat dengan Inggris sebagai sekutu utama yang menjadi negara

pendukung utama FPDA. Kehadiran dan provokasi AS di atas tampaknya untuk

mencegah manuver-manuver yang dilakukan oleh China terhadap para sekutunya di

kawasan Asia Tenggara maupun Asia Timur yang tengah memperebutkan wilayah

perairan ini selain misi pengawalan kapal penelitian tersebut. Konflik yang terjadi

dikawasan ini tengah menjadi isu internasional ketika kekuatan-kekuatan diluar kawasan

masuk kedalamnya. Dalam hal ini, AS tentu saja akan memberikan dukungan yang lebih

terhadap sekutunya yang berada dalam aliansi FPDA.

Kekuatan-kekuatan asing yang hadir dikawasan Laut China Selatan antara lain AS

sebagai superpower dan negara-negara yang tergabung dalam FPDA seperti Inggris,

Australia, Selandia Baru maupun Singapura untuk mendukung Malaysia rupanya

membawa efek tersendiri bagi upaya penyelesaian permasalahan ini. Hadirnya kekuatan

asing ini akan menjadi penyeimbang ketika China menjadi hegemon pada kawasan ini.

Kehadiran negara-negara besar pada konflik ini membawa China maupun negara-negara

lain pada sebuah pilihan rasional ketika akan memutuskan berkonflik dalam artian

ekstrim alias konfrontasi militer. China akan berfikir mengenai kerugian serta efek

terhadap ekonomi apabila harus berkonflik terbuka dengan salah satu negara besar yang

Page 10: Fpda Dalam Security Complex Asia

menjadi pendukung salah satu negara yang berkonflik dengannya. Kondisi ini merupakan

sebuah pilihan yang cukup logis bagi China mengingat kepentingan-kepentingan lain

yang masih harus dipenuhi seperti ekonomi dan peningkatan kemampuan militernya.

Ekonomi dan militer akan digunakan China untuk menyelesaikan persengketaan yang

dihadapi dilaut China Selatan ini. Kepulauan Spratly dan Paracel yang disengkatakan di

laut China Selatan saat ini mestinya berstatus quo karena belum jelas siapa pemiliknya

serta adanya tumpang tindih garis klaim dari masing-masing negara.

Walaupun seringkali terjadi gesekan-gesekan antar negara-negara yang mengklaim

wilayah ini namun untungnya hal tersebut sampai sekarang ini tidak sampai terbawa pada

konflik terbuka. Terlepas dari itu, harus diakui bahwa keberadaan wilayah yang menjadi

persengketaan akan senantiasa memicu berbagai ketegangan di antara negara-negara yang

berkepentingan maupun yang berada di belakang negara yang berkepentingan. Inilah

gambaran security complex yang terjadi di kawasan ASEAN yang melibatkan Malaysia,

FPDA, China dan Amerika Serikat.

Page 11: Fpda Dalam Security Complex Asia

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, berikut adalah kesimpulan penulis:

1. Security complex terjadi di Asia karena dipicu oleh perebutan pulau Separatly dan

Paracel yang notabene masih berstatus quo di mana kedua pulau tersebut

disengketakan oleh 6 negara Asia, yaitu China, Taiwan, Vietnam, Brunei, Filipina dan

Malaysia. Dalam hal ini security complex semakin akut karena China kerapkali

melakukan manuver-manuver militer di perbatasan laut China Selatan dekat kedua

pulau yang masih tidak jelas yurisdiksinya tersebut. Aksi dan manuver China di atas

dalam perkembangannya sedikit banyak telah memancing negara-negara lain yang

terlibat dalam konflik perebutan kedua pulau untuk melakukan langkah-langkah

antisipatif. Namun di antara negara-negara yang terlibat konflik perebutan pulau

separatly dan paracel dengan China Malaysia tergolong sebagai negara yang intens

terlibat. Kedekatan geografis Malaysia dengan kedua pulau di atas dan sokongan

FPDA terhadap Malaysia adalah rasionalisasi mengapa dalam beberapa momentum

terakhir konflik perebutan pulau Separatly dan Paracel didominais oleh dua negara,

China versus Malaysia.

2. Peran FPDA dalam security complex yang terjadi di Asia, adalah FPDA menjadi

balancer bagi hegemoni China di Asia di mana adanya kekuatan FPDA dan sekutunya

(baca: Amerika Serikat) yang berjaga-jaga di perairan pulau Separatly dan Palace

dekat laut China Selatan secara tidak langsung sedikit banyak telah berimplikasi pada

semakin meredanya sikap arogan China dalam kasus perebutan kedua pulau tersebut.

Adanya latihan perang bersama Malaysia dengan negara-negara anggota FPDA

adalah bentuk andil FPDA dalam membantu Malaysia terkait dengan konflik

Malaysia dengan China. Latihan perang bersama tersebut sejatinya merupkan show

force Malaysia dan FPDA terhadap China.

Page 12: Fpda Dalam Security Complex Asia

DAFTAR PUSTAKA

Barry Buzan dan Ole Waever, 2003. Regions and Power: The Structure of International

Security. Oxford: Cambridge University Press.

Barry Buzan, 1991. People, States, and Fear. London : Harvester Wheatsheaf.

Ken Booth, 2007. Theory of World Security. New York: Cambridge University Press

www.global.security.org.

www.global future institue.com

Kompas, 9 Maret 2009

Kompas, 11 Maret 2009.

Page 13: Fpda Dalam Security Complex Asia

TUGAS MAKALAH STUDI KEAMANAN DAN PERDAMAIAN

FPDA DALAM SECURITY COMPLEX ASIA

(STUDI KASUS SECURITY COMPLEX MALAYSIA DAN CHINA DALAM

KONFLIK PEREBUTAN PULAU SPARATLY DAN PARACEL DI LAUT CHINA

SELATAN)

Disusun oleh :

Moh. Zahirul Alim (0811243084)

HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

Page 14: Fpda Dalam Security Complex Asia

2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat serta hidayah-

Nya kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Studi Keamanan yang

berjudul “FPDA DALAM SECURITY COMPLEX ASIA (STUDI KASUS SECURITY

COMPLEX MALAYSIA DAN CHINA DALAM KONFLIK PEREBUTAN PULAU

SPARATLY DAN PARACEL DI LAUT CHINA SELATAN)“. Tujuan dari dibuatnya

makalah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana FPDA dalam security

complex asia khususnya dalam kasus security complex Malaysia dan China terkait konflik

perebutan pulau Sparatly dan Paracel di laut China Selatan.

Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah

membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Masih banyak kekurangan yang terdapat

dalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca

sekalian agar dapat membuat kami lebih baik ke depannya.

Malang, 12 Desember 2010