FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun...

177
FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Transcript of FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun...

Page 1: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FARMA YUNIANDRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

Page 2: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa tesis Formulasi Strategi Kebijakan

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat merupakan karya saya

dengan dibimbing oleh Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Pebruari 2007

Farma Yuniandra NIM.: P052040191

Page 3: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

ABSTRAK

FARMA YUNIANDRA. 2007. Formulasi Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Sejak penetapan Gunung Ciremai di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat sebagai taman nasional, implementasi PHBM pada 25 desa di dalam dan sekitar taman nasional menghadapi masalah. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis substansi kebijakan PHBM, mengkaji implementasi kebijakan dan dampaknya di Taman Nasional Gunung Ciremai dan merumuskan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai. Metode penelitian ialah analisis kebijakan, deskripsi, AHP dan SWOT.

Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan terdiri atas beberapa tahapan, yaitu sosialisasi, pembentukan Forum PHBM, pemetaan, inventori, perencanaan desa, Nota Kesepakatan Bersama (NKB), Nota Perjanjian Kerja sama (NPK) dan Peraturan Desa. Dampak ekonomi dari kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan ialah kontribusi PHBM pada pendapatan sekitar 7,71% dari rata-rata pendapatan sebesar Rp 3.336.573,- per kapita per tahun dan tingkat kemiskinan masyarakat setelah PHBM secara umum relatif baik.

Penelitian ini menghasilkan rekomendasi, bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat diterapkan di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat ialah sosialisasi nilai ekonomi taman nasional dan intervensi regulasi, pengembangan pemanfaatan taman nasional dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Kata kunci: Pengelolaan hutan bersama masyarakat, strategi kebijakan, taman

nasional

Page 4: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

ABSTRACT

FARMA YUNIANDRA. 2007. Formulation of Policy Strategy of Collaborative Forest Management (CFM) in the Mount Ciremai National Park, Kuningan Regency, West Java Province. Under the supervision of CECEP KUSMANA and DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Since the enaction of Mount Ciremai in the Kuningan Regency, West Java

Province as national park, the implementation of CFM at 25 villages within and surrounding the national park have been facing problem. The objectives of this research are analysing the policy substance of CFM, examining policy implementation and it’s impact in the Mount Ciremai National Park and formulating policy strategy of CFM in the Mount Ciremai National Park. Methods of this research are policy analysis, descriptive analysis, AHP and SWOT.

Implementation of the CFM policy in Kuningan Regency consists of some steps: socialization, forming of CFM Forum, mapping, inventory, planning of village, NKB, NPK and village regulation. Economic impact from the policy of CFM in Kuningan Regency is the contribution of CFM to income of about 7,71% from the nominal of Rp 3.336.573,- per capita per year and poverty rate after CFM in general is relatively good.

This research results recommend that CFM policy strategies that can be applied in Mount Ciremai National Park, Kuningan Regency, West Java Province are socialization of economic value of the national park, intervence of regulation, developing the utilition of national park and empowerment of the community economic.

Key words: Collaborative forest management, national park, policy strategy

Page 5: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,

baik cetak, foto copy, mikro film dan sebagainya

Page 6: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FARMA YUNIANDRA

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 7: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Judul Tesis : Formulasi Strategi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Nama : Farma Yuniandra NIM : P052040191 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui: Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana, Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 12 Pebruari 2007 Tanggal Lulus:

Page 8: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Karya kecil ini dipersembahkan buat Ibu (almarhumah), Bapak, Kakak, Keponakan dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih

sayangnya

Page 9: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya, sehingga tesis yang berjudul “Formulasi

Strategi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat” berhasil diselesaikan. Penelitian tesis ini yang

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dilaksanakan di lapangan selama tiga

bulan pada bulan April–Juni 2006 di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Bapak Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc selaku anggota Komisi Pembimbing

atas bimbingan dan saran selama penelitian tesis ini. Ungkapan terima kasih

juga disampaikan kepada Ibu (almarhumah), Bapak dan seluruh keluarga atas

segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari, bahwa tesis ini masih banyak memiliki keterbatasan

dan kekurangan. Meskipun demikian, penulis berharap tesis ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan,

khususnya Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Bogor, Pebruari 2007

Farma Yuniandra

Page 10: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batusangkar pada tanggal 26 Juni 1974 dari Bapak

Makmur Munaf dan Ibu Farida. Penulis merupakan putra bungsu dari enam

bersaudara. Tahun 1993, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program

Studi Manajemen Hutan pada Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan,

Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1998.

Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister diperoleh penulis

pada tahun 2004 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis

pernah bekerja di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Perawang Sukses Perkasa

Industri (Surya Dumai Group) dan sejak tahun 2000 bekerja di Dinas Kehutanan

Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.

Page 11: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………..............…………..vii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..............………... x

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….............…………….xi

I. PENDAHULUAN……………………………………………………....…………. 1

1.1. Latar Belakang……………………………………………………....…….. 1

1.2. Kerangka Pemikiran………………………………….....................…….. 4

1.3. Perumusan Masalah......………………………………..…………………6

1.4. Tujuan.................................................................................................10

1.5. Manfaat...............................................................................................10

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………......11

2.1. Formulasi Strategi dan Analisis Kebijakan……………………………..11

2.2. Hutan dan Pengelompokannya..........................................................14

2.3. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat………………....................18

2.4. Kawasan Konservasi dan Taman Nasional........................................20

2.5. Pengambilan Keputusan, Analisis AHP dan SWOT..............………..25

III. METODE………………………………………………………………………....31

3.1. Lokasi dan Waktu…………………………………………………………31

3.2. Bahan dan Peralatan……………………………………………………..31

3.3. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………....31

3.4. Analisis Data……………………………………………………...............33

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN...................................................40

4.1. Taman Nasional Gunung Ciremai......................................................40

4.2. Kabupaten Kuningan..........................................................................42

4.3. Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma.....................................46

4.4. Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari...............................49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................53

5.1. Substansi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat........................................53

5.2. Implementasi dan Dampak Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat............89

v

Page 12: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

A. Implementasi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat....................89

B. Dampak Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..................................95

1. Pertumbuhan Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan..............97

2. Disparitas Pendapatan.........................................................100

3. Ekonomi Rumah Tangga......................................................102

a. Struktur Pendapatan dan Ketergantungan terhadap PHBM..............................................................................105

b. Distribusi Keuntungan dari PHBM..................................107

c. Analisis Kemiskinan di Desa...........................................109

5.3. Strategi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat......................................110

A. Identifikasi Stakeholders.............................................................111

B. Klasifikasi Faktor-faktor Keputusan............................................115

C. Evaluasi Faktor-faktor Keputusan...............................................116

1. BKSDA II Provinsi Jawa Barat..............................................117

2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan....118

3. PMTH Kabupaten Kuningan.................................................120

4. LPI-PHBM Kabupaten Kuningan..........................................120

5. LSM Lokal Kabupaten Kuningan..........................................122

6. Universitas Kuningan............................................................123

VI. KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................130

6.1. Kesimpulan.......................................................................................130

6.2. Saran-saran......................................................................................131

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............132

LAMPIRAN.........................................................................................................136

vi

Page 13: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengaruh kapabilitas pemerintah dan modal sosial pada pilihan lembaga pengelolaan hutan.........................................................................................9

2. Klasifikasi kawasan lindung menurut Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung...................................21

3. Klasifikasi kawasan konservasi menurut Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 129 tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung.......................................................22

4. Klasifikasi hutan konservasi dan hutan lindung menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan............................................22

5. Skala dasar dari AHP..................................................................................28

6. Responden peserta PHBM pada desa sampel………….............................32

7. Responden untuk analisis dan perumusan strategi kebijakan……….........32

8. Prioritas SWOT...........................................................................................35

9. Evaluasi faktor internal dan eksternal.........................................................36

10. Matriks SWOT dan kemungkinan strateginya.............................................37

11. Penggunaan lahan kering di Kabupaten Kuningan tahun 2004..................43

12. Tanaman pertanian yang terdapat di Kabupaten Kuningan tahun 2004.....44

13. Penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2004...............................................45

14. Penduduk Kabupaten Kuningan menurut jenis kelamin dan kelompok umur tahun 2004.........................................................................................45

15. Sekolah menurut tingkatannya di Kabupaten Kuningan tahun 2005/2006.46

16. Sarana jalan di Kabupaten Kuningan tahun 2000-2004..............................46

17. Penggunaan lahan kering di Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma tahun 2004...................................................................................................47

18. Tanaman pertanian yang terdapat di Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma tahun 2004................................................................................48

19. Penduduk Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma menurut jenis kelamin tahun 2004.....................................................................................49

20. Sekolah menurut tingkatannya di Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma tahun 2005/2006 (A = Negeri, B = Swasta).....................................49

21. Penggunaan lahan di Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari tahun 2004...................................................................................................50

vii

Page 14: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

22. Tanaman pertanian yang terdapat di Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari tahun 2004.........................................................................51

23. Penduduk Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari menurut jenis kelamin tahun 2004.............................................................................51

24. Sekolah menurut tingkatannya di Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari tahun 2004................................................................................52

25. Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dalam UUD 1945.......................................53

26. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.....................................................................................84

27. Peraturan menteri yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat......85

28. Keputusan Bupati Kuningan mengenai kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat......86

29. Inkonsistensi substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat...................................88

30. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun 2001-2004.90

31. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun 2005..........90

32. Dana dari lembaga donor, Pemda Kabupaten Kuningan dan Perum Perhutani untuk implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun 2002-2005.........................................................................................93

33. Implementasi kebijakan PHBM pada tiga desa sampel..............................94

34. KTH dalam PHBM pada tiga desa sampel..................................................94

35. Pendapatan peserta PHBM di desa sampel dari PHBM dan non PHBM....98

36. Pendapatan KPH Kuningan tahun 1998-2003............................................99

37. Kerusakan hutan akibat pencurian kayu dan kerugiannya tahun 1999- 2004...........................................................................................................100

38. Tingkat kemiskinan sebelum dan setelah PHBM......................................100

39. Jarak disparitas pendapatan peserta PHBM di desa sampel antara yang paling tinggi dengan yang paling rendah...................................................101

40. Distribusi pendapatan menurut kelas pendapatan di desa sampel...........101

41. Deskripsi variabel sosial ekonomi responden...........................................103

42. Deskripsi statistik karakteristik sosial ekonomi responden........................104

43. Sumber pendapatan rumah tangga peserta PHBM di desa sampel.........105

44. Variabel yang berhubungan terhadap porsi pendapatan dari PHBM........106

45. Variabel yang berhubungan dengan keuntungan dari PHBM...................108

46. Analisis regresi dari variabel yang berhubungan dengan tingkat kemiskinan.................................................................................................109

viii

Page 15: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

47. Stakeholders, kepentingan dan tingkat kepentingannya, tingkat pengaruh dan peluang partisipasinya dalam PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat...................112

48. Faktor-faktor SWOT yang mempengaruhi strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..........................................................................................................115

49. Evaluasi faktor internal dan eksternal kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat....124

50. Matriks analisis SWOT strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat...................125

ix

Page 16: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran...................................................................5

2. Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah....................................13

3. Kedekatan prosedur analisis kebijakan dengan pembuatan kebijakan.......14

4. Suatu contoh dari hirarki AHP dengan tiga tingkatan..................................28

5. Struktur hirarki perumusan strategi kebijakan.............................................35

6. Posisi pada berbagai situasi........................................................................37

7. Tahapan dari penelitian...............................................................................38

8. Siklus kebijakan dan objek penelitian..........................................................39

9. Kurva Lorens pada desa sampel...............................................................102

10. Tipe rumah dan kontribusi sumber pendapatan pada pendapatan rumah tangga............................................................................................106

11. Distribusi keuntungan dari PHBM di desa sampel....................................109

12. Stakeholders, tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..........................................................................................................114

13. Pilihan BKSDA II Provinsi Jawa Barat terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..........................................................................................................118

14. Pilihan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat...............................................119

15. Pilihan PMTH Kabupaten Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat....120

16. Pilihan LPI-PHBM Kabupaten Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..........................................................................................................122

17. Pilihan LSM lokal Kabupaten Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..........................................................................................................123

18. Pilihan Universitas Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat....124

19. Posisi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat...............................................125

x

Page 17: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian.................................................................................136

2. Jadwal penelitian.......................................................................................137

3. Kuisioner penelitian untuk implementasi dan dampak kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.................................................................................................138

4. Kuisioner penelitian untuk perumusan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat..........................................................................................................141

5. Nilai faktor prioritas dan semua prioritas dari analisis SWOT dan AHP....147

6. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun 2001- 2004...........................................................................................................148

7. Kegiatan Gerhan di Taman Nasional Gunung Ciremai wilayah Kabupaten Kuningan tahun 2005..............................................................153

8. PAD Kabupaten Kuningan dari sektor kehutanan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan tahun 2001-2005.........................154

9. PAD Kabupaten Kuningan dari sektor kehutanan pada dinas lainnya di Kabupaten Kuningan tahun 2001-2005…………………………………......155

10. Skala parameter dari SWOT kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat…………….156

11. Nilai faktor prioritas dan semua prioritas dari analisis SWOT dan AHP kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat……………………………………………….158

xi

Page 18: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kebijakan merupakan salah satu unsur vital dalam suatu organisasi atau

lembaga apapun, baik lembaga pemerintah, swasta, pendidikan, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) atau lembaga internasional, bahkan dalam keluarga

atau institusi informal karena merupakan landasan untuk tindakan-tindakan nyata

di lapangan. Kebijakan yang ada pada setiap lembaga atau organisasi dapat

diturunkan dalam bentuk strategi, rencana, peraturan, kesepakatan, konsensus,

kode etik, program dan proyek. Keberhasilan kebijakan ini sangat ditentukan

oleh proses pembuatan dan pelaksanaannya.

Kebijakan sebagai ilmu pengetahuan memerlukan pendekatan interdisiplin

dan lintas sektoral, yaitu kebijakan di suatu sektor harus memperhatikan

implikasinya bagi kegiatan atau dampak di sektor lain. Permasalahannya ialah

kebijakan lintas sektoral sulit karena masing-masing sektor mempunyai strategi,

program, proyek dan anggaran terpisah.

Kebijakan merupakan bentuk intervensi pemerintah untuk mencari cara

pemecahan masalah dalam pembangunan untuk mendukung proses

pembangunan yang lebih baik. Dengan kata lain, kebijakan ialah upaya, cara

dan pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah

dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan upaya pemerintah untuk

memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan masalah lama.

Kebijakan juga dapat diartikan upaya untuk mengatasi kegagalan dalam proses

pembangunan. Kegagalan itu bisa kegagalan kebijakan itu sendiri, kegagalan

pemerintah, kegagalan ekonomi, perdagangan dan pemasaran.

Kebijakan selalu menjadi isu penting dalam pengelolaan hutan, pertanian

atau pembangunan pada umumnya. Pengalaman menunjukkan, bahwa di

negara-negara maju yang memiliki kebijakan yang baik merupakan kunci dari

keberhasilan pengelolaan negara, pembangunan, pasar, perdagangan atau

bisnis. Sebaliknya, di Indonesia kebijakan pemerintah cenderung tidak

konsisten, selalu berubah dan sulit dilaksanakan secara utuh. Hal ini

memerlukan perhatian yang serius karena pada dasarnya hampir semua

kegagalan pembangunan bersumber dari persoalan fundamental ini, yaitu

kegagalan kebijakan.

Page 19: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

2

Pengelolaan hutan di Pulau Jawa dimonopoli oleh Perusahaan Umum

Kehutanan Negara (Perum Perhutani), sehingga ruang partisipasi daerah dan

masyarakat sekitar hutan sangat sempit. Kondisi ini menyebabkan timbulnya

berbagai konflik sosial yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Oleh

karena itu, Perum Perhutani melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan. Kegiatan tersebut dimulai

dari Prosperity Approach dengan Perhutanan Sosial (PS), kemudian Pembinaan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dan diperbaiki dengan PMDH Terpadu

(PMDHT). Namun, hal ini tidak cukup memberikan kesejahteraan bagi

masyarakat karena masyarakat sekitar hutan hanya dijadikan objek oleh Perum

Perhutani.

Salah satu alternatif dalam mengurangi kerusakan dan tekanan terhadap

hutan, Perum Perhutani meluncurkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM) dengan mengikuti hal serupa di Nepal, yaitu Joint Forest Management

(JFM) berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor

1061/Kpts/Dir/2000 tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan diganti

dengan Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor

136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Masyarakat. PHBM dicanangkan oleh Perum Perhutani sebagai tonggak

transformasi Perum Perhutani menuju perubahan. Program ini memiliki

perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan dengan pola pengelolaan hutan

sebelumnya, yaitu pengelolaan yang semula timber forest management berubah

menjadi resources base management yang artinya pengelolaan hutan Perum

Perhutani tidak lagi berorientasi pada produk kayu saja, melainkan pada semua

komponen sumberdaya hutan. Kemudian, pola pengelolaan yang dulunya state

based forest management berubah menjadi collaborative forest management

yang artinya proses pengelolaan hutan Perum Perhutani dilaksanakan secara

bersama dengan prinsip saling berbagi (sharing), kesetaraan dan keterbukaan.

Kabupaten Kuningan yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Jawa Barat mempunyai hutan negara seluas 24.401 Ha (22,68% dari luas

daratan 107.597 Ha) dan hutan rakyat seluas 6.735 Ha (6,25%). Namun,

menurut Aliadi (2002) telah terjadi degradasi hutan di Kabupaten Kuningan

seluas 5.844 Ha kehilangan tegakan akibat penjarahan, 2.300 Ha kondisinya

kritis berupa alang-alang, areal bekas kebakaran dan areal penggembalaan yang

tidak terkontrol serta seluas 7.577 Ha tidak produktif karena tingkat kerapatan

Page 20: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

3

pohonnya yang rendah. Dengan demikian, luas kawasan hutan di Kabupaten

Kuningan yang masih berhutan hanya 8.680 Ha (35,57%) atau 8,07% dari luas

daratan.

Pada awalnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

419/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi

Daerah Tingkat I Jawa Barat Seluas ± 1.045.071 (Satu Juta Empat Puluh Lima

Ribu Tujuh Puluh Satu) Ha, fungsi kawasan hutan di Gunung Ciremai seluas

15.518,23 Ha yang terletak di perbatasan Kabupaten Kuningan dan Majalengka

ialah hutan lindung (7.748,75 Ha), hutan produksi (2.690,48 Ha), hutan produksi

terbatas (4.943,62 Ha) dan areal penggunaan lain (135,38 Ha). Kemudian, pada

tahun 2003 berubah menjadi hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di

Wilayah Provinsi Jawa Barat Seluas ± 816.603 Ha dan tahun 2004 berubah lagi

menjadi taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

424/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung pada

Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas 15.500 Ha Terletak di Kabupaten

Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional

Gunung Ciremai.

Perubahan menjadi taman nasional di atas memunculkan reaksi berbeda

dari berbagai kalangan. Sebagian pihak, antara lain Pemerintah Daerah

(Pemda) Kabupaten Kuningan dan Universitas Kuningan menyambut positif

perubahan fungsi kawasan hutan di Gunung Ciremai menjadi taman nasional.

Sebagian pihak yang lain, seperti sejumlah personil Lembaga Pelayanan

Implementasi (LPI)-PHBM dari unsur LSM dan perorangan serta masyarakat

pelaku kegiatan PHBM di kawasan hutan Gunung Ciremai menolak, belum

menerima atau setidaknya mengkritisi proses penetapan Taman Nasional

Gunung Ciremai ini dan proses lanjutannya karena di sebagian kawasan hutan

Gunung Ciremai yang berada di wilayah Kabupaten Kuningan terdapat 25 desa

pada tujuh kecamatan yang telah dalam proses implementasi PHBM dan

sebagian di antaranya telah melaksanakan negosiasi dan penandatanganan

Nota Kesepakatan Bersama (NKB) pada 18 desa dan Nota Perjanjian Kerja

sama (NPK) pada lima desa dengan Perum Perhutani serta melaksanakan

kegiatan pengelolaan hutan di lapangan. Perubahan fungsi kawasan hutan

menjadi taman nasional berarti pengelola hutan akan berganti dan kesepakatan

kerja sama yang telah dibuat bisa menjadi tidak berlaku lagi.

Page 21: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

4

Oleh karena itu, agar permasalahan di atas tidak berlarut-larut dan hutan

yang semakin sedikit ini bisa dikelola secara lestari perlu rasanya kebijakan yang

telah ditetapkan dan merupakan salah satu instrumen yang cukup penting dalam

suatu pengelolaan untuk dikaji kembali keefektifan dan keefisienannya serta

dicari strategi kebijakan terbaik dalam PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

1.2. Kerangka Pemikiran Hutan yang merupakan salah satu dari sumberdaya alam mempunyai

berbagai manfaat, yaitu sosial, ekonomi dan ekologi. Manfaat sosial dari hutan

ialah sebagai hak masyarakat sekitar hutan, estetika dan budaya. Manfaat

ekonomi hutan ialah hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, kebutuhan lahan

dan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan manfaat ekologi dari hutan ialah

keanekaragaman hayati, satwa dan habitatnya, iklim, pengatur tata air dan

pencegah erosi.

Untuk mendapatkan manfaatnya, hutan harus dikelola. Pengelolaan hutan

tergantung pada fungsi dan status suatu hutan. Namun, bentuk pengelolaan

suatu hutan harus memperhatikan juga stakeholders di sekitarnya karena

mempunyai kepentingan masing-masing terhadap hutan. Jika tidak, maka suatu

saat kepentingan yang berbeda-beda tersebut akan bersinggungan, sehingga

menimbulkan konflik. Bila konflik kepentingan ini berlangsung terus, maka akan

merugikan stakeholders dan hutan sendiri.

Hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani di Kabupaten Kuningan,

Provinsi Jawa Barat hanya melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja,

sehingga kesejahteraan masyarakat tidak meningkat. Hal ini menyebabkan

masyarakat mengganggu hutan berupa penjarahan dan perambahan, sehingga

kelestarian hutan menjadi terganggu. Di samping itu, hutan yang dikelola oleh

Perum Perhutani ini tidak berkontribusi secara signifikan pada PAD Pemda

Kabupaten Kuningan karena kontribusi sektor kehutanan turun ke daerah melalui

mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU).

Gangguan terhadap hutan bertambah parah akibat perilaku sebagian

masyarakat yang mengekspresikan tuntutan perubahan, demokrasi dan

kebebasan pasca reformasi tahun 1998 secara kebablasan. Hal ini

menyebabkan kelestarian hutan semakin terganggu dan muncul konflik antara

masyarakat dengan Perum Perhutani. Menyikapi keadaan ini dan seiring dengan

Page 22: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

5

perubahan paradigma, Perum Perhutani menerapkan PHBM yang melibatkan

seluruh stakeholders, seperti masyarakat, Pemda dan sebagainya dalam

mengelola hutan. Meskipun bentuk pengelolaan ini telah menghasilkan hal-hal

yang positif, tetapi ada beberapa hal yang masih menjadi masalah, yaitu

mengenai ketepatan sharing bagi hasil antara masyarakat dengan Perum

Perhutani, kontribusi PHBM pada kesejahteraan masyarakat dan sebagainya.

Pada tahun 2004, fungsi kawasan hutan di Gunung Ciremai dirubah

menjadi taman nasional, sehingga harus dicari lagi bentuk pengelolaan yang

tepat pada fungsi baru ini yang secara tidak langsung mengabaikan bentuk

pengelolaan sebelumnya. Oleh karena itu, harus dianalisis kebijakan PHBM dan

implementasi serta dampaknya di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat dengan memformulasikan strategi kebijakan

PHBM yang bisa mengakomodir kepentingan para stakeholders agar tidak terjadi

konflik kepentingan dan hutan lestari. Berikut gambar diagram alir kerangka

pemikiran.

Pengelolaan Hutan Perum Perhutani

Tenaga Kerja Pendapatan Daerah

Reformasi Gangguan Hutan Kesejahteraan Masyarakat

Konflik Kelestarian Hutan

Sharing PHBM

Perubahan Fungsi Kawasan Hutan

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran

Page 23: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

6

1.3. Perumusan Masalah Kondisi masyarakat di Kabupaten Kuningan yang tersebar pada 132 desa

sekitar hutan umumnya memprihatinkan karena sebagian besar merupakan desa

tertinggal meskipun berdampingan dengan sumberdaya hutan yang melimpah.

Namun, sumberdaya hutan tersebut sebagian rusak dan bertambah parah akibat

perilaku sebagian masyarakat yang mengekspresikan tuntutan perubahan,

demokrasi dan kebebasan pasca reformasi tahun 1998 secara kebablasan,

seperti penjarahan dan perambahan. Situasi seperti ini mendasari dan

mendorong beberapa pihak di Kabupaten Kuningan berpikir dan berupaya untuk

mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Apalagi sumbangan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dari sektor kehutanan terhadap Kabupaten Kuningan tahun 1999

hanya 2,65% atau Rp 383.400.000,- (Gunawan, 2001).

Penjarahan hutan di Kabupaten Kuningan selama tahun 1998–2001 ialah

seluas 3.062,32 Ha dengan nilai kerugian mencapai Rp 2.997.567.330,- dengan

rincian tahun 1998 seluas 786,84 Ha dengan kerugian Rp 31.603.950,-, tahun

1999 seluas 806,70 Ha dengan kerugian Rp 78.379.380,-, tahun 2000 seluas

750,22 Ha dengan kerugian Rp 819.127.000,- dan tahun 2001 seluas 718,56 Ha

dengan kerugian Rp 2.068.457.000,- (Anonim, 2002).

Keprihatinan dan semangat mencari solusi atas masalah pengelolaan

hutan di Kabupaten Kuningan bertemu dengan gagasan PHBM yang tengah

bergulir di lingkungan Perum Perhutani. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini

sedang mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya ialah kerusakan

hutan makin parah, konflik sosial di sekitar hutan meluas dan tekanan politik di

daerah yang menggugat eksistensinya. PHBM dinilai sebagai jawaban yang

tepat, mengingat pendekatan sosial yang sudah ada tidak bisa menyelesaikan

masalah karena secara psikologis belum mampu mengikat hubungan emosional

masyarakat untuk merasa memiliki kawasan hutan. Hal ini menjadi tantangan

dan peluang untuk bersama-sama mewujudkan PHBM sebagai sistem

pengelolaan hutan baru yang lebih demokratis, adil, partisipatif dan sesuai

dengan karakteristik daerah.

Gagasan PHBM yang semula hanya terbatas pada beberapa orang dalam

pembicaraan informal terus bergulir dan meluas melibatkan berbagai pihak di

tingkat kabupaten, baik dari kalangan Pemda, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD), Perum Perhutani, LSM dan organisasi kemasyarakatan lain, baik dalam

forum informal maupun formal. Salah satu forum terpenting dalam proses

Page 24: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

7

pengguliran gagasan PHBM ini ialah Lokakarya Implementasi PHBM bulan Juli

2000. Dalam forum ini, para pihak di Kabupaten Kuningan melakukan proses

pendalaman pemahaman bersama dan konseptualisasi gagasan PHBM secara

bersama dengan beberapa pihak dari luar kabupaten (Institut Pertanian Bogor,

Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran dan Departemen Kehutanan).

Proses dialog multi pihak dalam lokakarya ini melahirkan kesepakatan, bahwa

PHBM merupakan solusi atas masalah pengelolaan hutan di Kabupaten

Kuningan yang kemudian diformulasikan dalam Dokumen Pokok-Pokok PHBM di

Kabupaten Kuningan.

Meskipun implementasi PHBM di tingkat lapangan masih menyimpan

sejumlah masalah, tetapi telah menunjukkan beberapa hasil positif pada aspek

kelestarian hutan, terutama berupa percepatan rehabilitasi hutan dan penurunan

proses kerusakan hutan akibat pencurian kayu. Berdasarkan data dari Kesatuan

Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan tahun 2005, tahun 2000–2004 telah

berhasil dilakukan rehabilitasi hutan kritis seluas 9.448 Ha. Di samping itu,

jumlah pohon yang dicuri menurun dari 15.694 pohon pada tahun 1999 menjadi

6.017 pohon tahun 2000, 6.370 pohon tahun 2001, 1.786 pohon tahun 2002, 341

pohon tahun 2003 dan 549 pohon tahun 2004. Hal ini mengakibatkan kerugian

Perum Perhutani akibat pencurian kayu menurun dari 5,124 milyar rupiah tahun

1999 menjadi 1,9 milyar rupiah tahun 2000, 2,7 milyar rupiah tahun 2001, 767

juta rupiah tahun 2002, 104 juta rupiah tahun 2003 dan 81 juta rupiah tahun

2004. Perkembangan tersebut makin menguatkan keyakinan, bahwa kegagalan

tanaman dan pengamanan hutan masalah utamanya bukan masalah teknis,

melainkan masalah sosial.

Menurut Maksum (2005), dari 36 orang peserta PHBM diperoleh gambaran,

bahwa 50% responden memperoleh tambahan pendapatan Rp 250.000,- -

500.000,- sekali panen dan sekitar 34% responden memperoleh tambahan Rp

500.000,- - 1.000.000,- sekali panen. Sementara itu, menurut hasil evaluasi

penyelenggaraan PHBM yang dilakukan oleh Universitas Kuningan tahun 2004,

peningkatan pendapatan peserta PHBM rata-rata Rp 177.000,- per tahun atau

7,8% dari total sebelum mengikuti PHBM (Rp 2.259.600,-).

Terlepas dari angka-angka di atas, kegiatan PHBM dalam jangka pendek

telah memberikan tambahan pendapatan pada petani hutan, terutama dari

kegiatan tumpang sari. Hasil tumpang sari ini penting karena luas pemilikan

lahan para peserta PHBM umumnya sangat kecil menurut survey Universitas

Page 25: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

8

Kuningan tahun 2004, rata-rata kurang dari 0,16 Ha. Pada tahun-tahun

mendatang, para peserta PHBM akan memperoleh tambahan pendapatan dari

hasil hutan bukan kayu, seperti durian, petai, nangka, alpukat, kemiri, melinjo dan

bagi hasil tebangan kayu. Pada lokasi-lokasi yang pada saat NPK telah terdapat

tegakan hutan, pendapatan dari bagi hasil kayu akan lebih cepat.

Menurut Noorvitastri dan Wijayanto (2003), format sistem bagi hasil yang

lebih layak, adil dan ideal, baik bagi masyarakat maupun Perum Perhutani ialah

sebesar 25% untuk masyarakat dan 75% untuk Perum Perhutani karena format

ini menghasilkan Benefit Cost Ratio (BCR) Perum Perhutani yang hampir sama

dan sangat mendekati masyarakat yang artinya manfaat yang akan diperoleh

Perum Perhutani akan sama atau hampir mendekati dengan manfaat yang akan

diperoleh masyarakat. Namun menurut Affianto et al. (2005), pada daur tanaman

jati PHBM selama 40 tahun, Perum Perhutani memberikan kontribusi sebesar

49,8%, sementara 50,2% selebihnya dikontribusikan oleh masyarakat dan

apabila daur diperpanjang menjadi 60 tahun, kontribusi Perum Perhutani

meningkat menjadi 55% dan 45% sisanya dikontribusikan oleh masyarakat.

Tahun 2004, hutan Gunung Ciremai berubah fungsi menjadi taman

nasional, sehingga mengkhawatirkan masyarakat tentang kelanjutan peran serta

mereka dalam pengelolaan hutan. Kekhawatiran ini terjadi karena dengan

berubahnya fungsi suatu kawasan hutan menjadi taman nasional dengan

berbagai aturan yang sudah baku menyebabkan sistem pengelolaannya tidak

lentur dan tidak akomodatif, sehingga berakibat langsung pada masyarakat.

Menurut Ramdan (2006), selain menghasilkan kayu hutan Gunung Ciremai

juga memberi manfaat tata air yang besar, yaitu zona resapan air Gunung

Ciremai menghasilkan rata-rata debit air yang besar (50–2.000 l/detik) untuk

setiap mata airnya dengan kualitas air secara alami umumnya memenuhi standar

kriteria kualitas air minum dan nilai manfaat hidrologi total kawasan Gunung

Ciremai dari sektor rumah tangga mencapai Rp 2.130.000.000,-/tahun.

Mata air di wilayah Gunung Ciremai digunakan untuk irigasi dan kegiatan

pariwisata, diantaranya Waduk Darma, Darmaloka, Balong Cigugur, Balong

Dalem dan Telaga Remis. Potensi air dari wilayah Gunung Ciremai yang

dimanfaatkan untuk industri dan perekonomian, yaitu:

1. Suplai air untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Cirebon

sebesar 200 l/detik

2. Suplai air untuk PDAM Kota Cirebon sebesar 800 l/detik

Page 26: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

9

3. Suplai air untuk Perusahaan Tambang Minyak Nasional (Pertamina) Cirebon

sebesar 50 l/detik

4. Suplai air untuk PT. Indocement Cirebon sebesar 36 l/detik

5. Kegiatan pertanian, perkebunan tebu dan pabrik gula memerlukan suplai air

sebesar 2.500 l/detik

Berdasarkan hal-hal di atas, maka menurut Nurrochmat (2005a) konsep

pengelolaan hutan lestari sangat spesifik dan tidak dapat digeneralisasi.

Community based forest management, co–management, state forest

management maupun private forest management masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan. Tidak ada sistem pengelolaan hutan yang paling

baik karena sistem dikatakan baik, apabila sesuai dengan kondisi ekologi,

ekonomi dan sosial budaya daerah dimana hutan berada. Hal ini terlihat pada

Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Pengaruh kapabilitas pemerintah dan modal sosial pada pilihan

lembaga pengelolaan hutan

Modal Sosial No. Kapabilitas Pemerintah Rendah Tinggi

1 Rendah Private forest management

Community based forest management

2 Tinggi State forest management

Co-management

Sumber: Nurrochmat (2005a)

Pemilihan bentuk pengelolaan yang tepat dilaksanakan pada suatu taman

nasional sangat tergantung pada kondisi setempat dan kebutuhan pengelolaan.

Pengelolaan kolaborasi bukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan pada

semua kasus dan tidak selalu efektif, misalnya dalam situasi yang membutuhkan

keputusan dan tindakan yang cepat, seperti mencegah suatu kerusakan

lingkungan yang drastis, maka lebih baik mengambil tindakan nyata secepatnya

dari pada menunggu tercapainya konsensus bersama tentang apa yang harus

dilakukan (Hermawan et al., 2005).

Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang

perlu dijawab, yaitu:

1. Bagaimanakah substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimanakah implementasi dan dampak kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat?

Page 27: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

10

3. Bagaimanakah strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat?

1.4. Tujuan Berdasarkan hal-hal di atas, maka penelitian ini secara umum bertujuan

memformulasikan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dan secara spesifik, yaitu:

1. Menganalisis substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2. Mengkaji implementasi dan dampak kebijakan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

3. Merumuskan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

1.5. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, sebagai

berikut:

1. Memberikan masukan bagi Departemen Kehutanan dan Pemda Kabupaten

Kuningan dalam merumuskan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2. Memberikan gambaran bagi berbagai stakeholders yang terlibat dalam

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat

3. Memberikan informasi bagi masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat tentang hal yang bisa

dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraannya

Page 28: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Formulasi Strategi dan Analisis Kebijakan Formulasi strategi yang biasanya disebut juga dengan perumusan strategi

merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang. Oleh karena itu,

prosesnya lebih banyak menggunakan proses analisis dan tujuannya ialah untuk

menyusun strategi, sehingga sesuai dengan misi, sasaran dan kebijakan.

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep mengenai strategi

terus berkembang, sebagai berikut:

1. Alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang,

program tindak lanjut dan prioritas alokasi sumberdaya (Chandler, 1962)

2. Alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing (Porter, 1985)

3. Kekuatan motivasi untuk stakeholders, seperti stakeholders, debtholders,

manajer, karyawan, konsumen, komunitas, pemerintah dan sebagainya yang

baik secara langsung maupun tidak langsung menerima keuntungan atau

biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan (Chaffee, 1985)

Pilihan strategi berasal dari proses analisis karena diketahui dampak di

masa yang akan datang terhadap kinerja. Namun sebelum menentukan

alternatif strategi yang layak, perencana strategi harus mengevaluasi dan

meninjau kembali misi dan tujuan. Setelah itu, baru tahap selanjutnya ialah

generation, evaluasi dan pemilihan alternatif strategi yang terbaik. Proses

analisis strategi, yaitu: (Rangkuti, 2005)

1. Analisis hubungan antara posisi strategi saat ini dengan kemungkinan

strategi berikut ancamannya

2. Menguji kemungkinan hasilnya

3. Membandingkan hasilnya dengan alternatif tujuan untuk mengetahui

kesenjangan yang ada

4. Mengidentifikasi alternatif strategi, sehingga kesenjangan dapat dikurangi

5. Mengevaluasi berbagai alternatif dan pilihan strategi

Kegiatan yang paling penting dalam proses analisis ialah memahami

seluruh informasi, menganalisis situasi untuk mengetahui isu yang sedang terjadi

dan memutuskan tindakan yang harus segera dilakukan untuk memecahkan

masalah. Menurut Boulton (1984), proses untuk melaksanakan analisis dapat

dilihat pada diagram proses analisisnya. Kerangka analisis secara keseluruhan,

sebagai berikut: (Rangkuti, 2005)

Page 29: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

12

1. Memahami situasi dan informasi yang ada

2. Memahami permasalahan yang terjadi, baik masalah yang bersifat umum

maupun spesifik

3. Menciptakan berbagai alternatif dan memberikan berbagai alternatif

pemecahan masalah

4. Mengevaluasi pilihan alternatif dan memilih alternatif yang terbaik dengan

membahas sisi pro maupun kontra dan memberikan bobot serta skor untuk

masing-masing alternatif dan kemungkinan yang akan terjadi

Kebijakan (policy) sering penggunaannya saling dipertukarkan dengan

istilah-istilah lain, seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang,

ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan rancangan-rancangan. Kebijakan diberi

arti bermacam-macam, yaitu:

1. Jalan atau cara lembaga yang berperan sebagai pemegang kewenangan,

seperti pemerintah untuk mengatasi suatu permasalahan atau sekelompok

permasalahan yang saling berhubungan (Pal, 1992)

2. Cara atau jalan yang dipilih pemerintah untuk mendukung suatu aspek dari

ekonomi, termasuk sasaran yang pemerintah cari untuk mencapainya dan

pemilihan metode untuk mencapai tujuan dan sasaran itu (Elis, 1994)

3. Kegiatan yang dipilih secara sengaja oleh aktor tertentu atau sekelompok

aktor dalam mengatasi suatu masalah (Anderson, 1984)

Suatu kebijakan memiliki karakteristik, sebagai berikut: (Ramdan et al.,

2003)

1. Kebijakan tidak eksis secara tunggal, tetapi bersifat ganda dan berantai

2. Keberhasilan suatu kebijakan harus didukung oleh sistem

3. Kebijakan mengubah atau mempengaruhi suatu keadaan yang hampir tidak

mungkin menjadi mungkin

4. Kebijakan yang baik didukung oleh informasi yang lengkap dan akurat

Upaya-upaya untuk mempelajari proses-proses kebijakan yang dilakukan

dengan melakukan aktivitas yang disebut analisis kebijakan (policy analysis).

Beberapa definisi tentang analisis kebijakan, yaitu:

1. Aktivitas menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan

(Dunn, 2003)

2. Suatu upaya sistematik untuk menghasilkan pengetahuan tentang preskripsi

dalam mengatasi suatu masalah (Kartodihardjo, 1999)

Page 30: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

13

Dunn (2003) menyatakan ada lima macam pertanyaan yang berkaitan

dengan kebijakan, yaitu:

1. Apa hakikat masalahnya

2. Kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah

dan bagaimana hasilnya

3. Seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah

4. Alternatif kebijakan apa yang tersedia untuk menjawab masalah

5. Hasil apa yang dapat diharapkan

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas menghasilkan informasi

tentang masalah kebijakan, masa depan atau prospek dari kebijakan, aksi atau

pelaksanaan dari kebijakan, hasil kebijakan dan kinerja kebijakan. Tipe informasi

tersebut saling berhubungan dan saling tergantung, dimana satu tipe informasi

ke tipe informasi yang lain dipindahkan dengan menggunakan prosedur analisis

kebijakan yang tepat. Apabila tipe informasi kebijakan dipadukan dengan

prosedur analisis kebijakan, maka akan terlihat hubungan keduanya sebagai

analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah seperti pada Gambar 2

berikut.

Kinerja Kebijakan

Evaluasi Peramalan Perumusan Masalah

Hasil Perumusan Masalah Kebijakan Perumusan Masa Depan Kebijakan Masalah Masalah Kebijakan Perumusan Masalah Pemantauan Rekomendasi Aksi Kebijakan

Gambar 2. Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah

Dunn (2003) juga menyatakan, bahwa metodologi analisis kebijakan

menggunakan prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah

ialah definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi, dimana pada analisis

kebijakan prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus, yaitu:

Page 31: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

14

1. Perumusan masalah atau definisi yang menghasilkan informasi mengenai

kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah

2. Peramalan atau prediksi yang menyediakan informasi mengenai konsekuensi

di masa datang dari penerapan alternatif kebijakan atau tidak melakukan

sesuatu

3. Rekomendasi atau preskripsi yang menyediakan informasi mengenai nilai

atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan

masalah

4. Pemantauan atau deskripsi yang menyampaikan informasi tentang

konsekuensi sekarang dan masa lalu akibat diterapkannya alternatif

kebijakan

5. Evaluasi yang menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari

konsekuensi pemecahan atau pengentasan masalah

Dunn (2003) mengemukakan, bahwa gabungan tipe informasi kebijakan

dan prosedur analisis kebijakan menunjukkan kerangka kerja analisis kebijakan

yang berpusat pada masalah. Prosedur pembuatan kebijakan ialah serangkaian

tahapan yang saling tergantung dan diatur menurut urutan waktu, yaitu

penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi

kebijakan dan penilaian kebijakan. Kedekatan antara prosedur analisis kebijakan

dengan prosedur pembuatan kebijakan diilustrasikan pada Gambar 3 berikut.

Perumusan Masalah Penyusunan Agenda Peramalan Formulasi Kebijakan Rekomendasi Adopsi Kebijakan Pemantauan Implementasi Kebijakan Evaluasi Penilaian Kebijakan

Gambar 3. Kedekatan prosedur analisis kebijakan dengan pembuatan

kebijakan

2.2. Hutan dan Pengelompokannya Pengertian hutan dapat ditinjau dari faktor-faktor wujud biofisik lahan dan

tumbuhan, fungsi ekologi, kepentingan kegiatan operasional pengelolaan atau

kegiatan tertentu lainnya dan status hukum lahan hutan. Berbagai definisi hutan

yang dibuat biasanya memberikan penekanan pada faktor-faktor tersebut sesuai

dengan tujuan definisi hutan yang dikehendaki.

Page 32: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

15

Beberapa definisi hutan yang telah dibuat oleh beberapa pakar dan

lembaga yang disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, yaitu:

1. Hutan berdasarkan penekanan pada konsep ekologi

a. Suhendang (2002)

Hutan ialah suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh

pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lain, tumbuh secara bersama-sama

dan cukup rapat.

b. Helms (1998)

Hutan ialah sebuah ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon-

pohon yang cukup rapat dan luas, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan

yang beraneka ragam sifat, seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur

dan proses-proses yang berhubungan yang pada umumnya mencakup

padang rumput, sungai, ikan dan satwa liar. Hutan mencakup pula

bentuk khusus, seperti hutan industri, hutan milik non industri, hutan

tanaman, hutan publik, hutan lindung dan hutan kota.

c. Departemen Kehutanan (1989)

Hutan ialah suatu ekosistem yang bercirikan liputan pohon yang

cukup luas, baik yang lebat atau kurang lebat.

2. Hutan untuk tujuan kegiatan tertentu

a. Tujuan inventarisasi hutan yang dilakukan oleh Food Agricultural

Organization (FAO) tahun 1958 (Loetsch and Haller, 1964)

Hutan ialah keseluruhan lahan yang berhubungan dengan

masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon dari berbagai

ukuran, dieksploitasi atau tidak, dapat menghasilkan kayu atau hasil

hutan lainnya, dapat memberikan pengaruh terhadap iklim atau siklus air

atau menyediakan perlindungan untuk ternak dan satwa liar.

b. Untuk pengelolaan hutan dengan tujuan menghasilkan kayu

- Davis dan Johnson (1987)

Hutan ialah suatu kumpulan bidang-bidang lahan yang

ditumbuhi atau akan ditumbuhi tumbuhan pohon dan dikelola sebagai

satu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan pemilik lahan, berupa

kayu atau hasil-hasil lain yang berhubungan.

- Bruenig (1996)

Hutan ialah suatu bidang lahan yang tertutupi oleh pohon-pohon

yang dapat membentuk keadaan iklim tegakan (iklim mikro di dalam

Page 33: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

16

hutan), termasuk bagian bidang lahan bekas tebangan melalui tebang

habis di dalam wilayah hutan tetap pada tanah negara atau tanah

milik yang setelah pemanenan terhadap tegakan hutan yang

terdahulu dilakukan pembuatan dan pemeliharaan permudaan alam

atau penghutanan kembali (permudaan buatan).

3. Hutan berdasarkan penekanan pada status hukum menurut undang-undang,

yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Hutan ialah suatu kesatuan ekosistem, berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Berdasarkan sifat-sifat khusus yang dimilikinya, hutan dikelompokkan ke

dalam beberapa macam, tipe, bentuk dan status tergantung pada sifat-sifat yang

diperhatikannya, yaitu: (Suhendang, 2002)

1. Keadaan tumbuhan hutan

a. Hutan lebat atau hutan rapat (closed forest)

b. Hutan terbuka atau hutan jarang (open forest)

c. Hutan primer (primary forest/primeval forest/pristine forest/virgin forest/old

growth forest)

d. Hutan sekunder (secondary forest)

2. Asal hutan atau cara hutan terbentuk

a. Hutan alam (natural forest)

b. Hutan tanaman atau hutan buatan (planted forest)

c. Hutan trubusan (coppice forest)

d. Tegakan hutan tinggi (high forest)

3. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan tegakan

a. Hutan klimaks (climax forest)

b. Tegakan hutan masak tebang (mature forest stand)

c. Hutan normal (normal forest)

d. Hutan seumur (even aged forest)

e. Hutan tidak seumur (uneven aged forest)

4. Komposisi jenis pohon

a. Hutan murni atau hutan homogen (pure forest)

b. Hutan campuran atau hutan heterogen (mixed forest)

c. Hutan perdu (sclerophyllous forest)

d. Hutan savana (savana forest/savana woodland)

Page 34: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

17

5. Letak geografis dan ketinggian tempat

a. Hutan pantai (coastal forest)

b. Hutan dataran rendah (low land forest)

c. Hutan dataran tinggi (high land forest)

d. Hutan pegunungan (mountain forest)

e. Hutan boreal (boreal forest)

f. Hutan ripari (riparian forest)

6. Iklim tempat tumbuh hutan

a. Hutan hujan (rain forest)

b. Hutan musim atau hutan tropika menggugurkan daun (monsoon

forest/tropical deciduous forest)

c. Hutan beriklim sedang (temperate forest)

d. Hutan tropika (tropical forest)

7. Keadaan tanah tempat tumbuh hutan

a. Hutan tanah kering (dry land forest)

b. Hutan gambut (peat forest)

c. Hutan rawa (swamp forest)

d. Hutan mangrove atau hutan bakau (mangrove)

8. Faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan vegetasi

a. Formasi klimatis (climatic formation)

b. Formasi edafis (edaphic formation)

9. Kategori hutan menurut fungsi

a. Hutan yang berfungsi untuk perlindungan (protective forest)

b. Hutan yang berfungsi untuk produksi (productive forest)

c. Hutan yang berfungsi serba guna (multiple purpose forest)

10. Status hukum fungsi penggunaan hutan

a. Hutan lindung (protection forest)

b. Hutan produksi (production forest)

c. Hutan konservasi (conservation forest)

11. Status hukum lahan hutan

a. Hutan negara (state forest)

b. Hutan hak (private forest)

c. Hutan adat (traditional law society forest)

d. Hutan masyarakat (community forest)

e. Hutan komunal (communal forest) f. Hutan rakyat (social forest)

Page 35: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

18

2.3. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Pengelolaan yang dari istilahnya berasal dari management, terdiri dari

planning, organizing, actuating dan controlling. Pengelolaan dalam kehutanan

lebih pada pengelolaan tegakan hutan, sehingga saat ini muncul konsep forest

governance yang cakupannya lebih luas dari pada forest management. Forest

governance mencakup hubungan lokal dengan global, hubungan antar sektor

dan hubungan antar nilai-nilai yang berbeda.

Perkembangan periode pengelolaan hutan di dunia, terdiri atas:

(Suhendang, 2004)

1. Periode pra pengelolaan (pre management era)

2. Periode pengelolaan berlandaskan prinsip kelestarian hasil (sustained yield

principles era)

a. Era pengelolaan hutan untuk tujuan menghasilkan kayu

b. Era prinsip manfaat ganda hutan

c. Era aspek ekologi masuk dalam pengelolaan hutan

d. Era aspek sosial masuk dalam pengelolaan hutan

3. Periode pengelolaan berlandaskan prinsip pengelolaan hutan lestari

(sustainable forest management era)

Berbagai bentuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat atau yang

berorientasi pada perbaikan kesejahteraan masyarakat dipayungi oleh social

forestry. Namun, social forestry ini ditafsirkan berbeda-beda oleh berbagai pihak.

Salah satunya dikemukakan oleh Nguyen (2001) ialah sistem dan bentuk

pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta berbagai pihak atau unsur sosial

yang dapat dilakukan di lahan milik, umum atau pada kawasan hutan yang

diizinkan dengan memadukan kegiatan perlindungan, kesejahteraan masyarakat

dan tujuan produksi yang lestari.

Blair dan Olpadwala (1988) membagi social forestry ke dalam community

forestry ialah penumbuhan pohon-pohon oleh organisasi lokal yang mungkin

diprakarsai pemerintah pada bidang-bidang lahan umum (village commons/lahan

desa) untuk beragam kegunaan atau serba guna dan farm forestry ialah pemilik-

pemilik lahan menanam pohon-pohon di lahan milik mereka. Sedangkan Rao

(1979) membagi social forestry ke dalam farm forestry (penanaman pohon-pohon

di lahan pertanian), extension forestry (penanaman pohon-pohon di luar lahan

pertanian dan hutan lindung) dan urban forestry (penanaman pohon-pohon di

perkotaan).

Page 36: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

19

Konsep agroforestry sebagai teknologi mulai berkembang awal tahun 1970-

an, namun praktek menanam pohon dan tanaman pertanian secara kombinasi

telah terjadi jauh lebih awal di seluruh dunia. Eropa setidak-tidaknya sejak abad

pertengahan, Finlandia sejak akhir abad yang lalu dan Jerman sejak tahun 1920-

an (King, 1987). Agroforestry sebagai suatu teknik produksi yang

mengkombinasikan produksi pohon dengan tanaman pertanian dan atau ternak

secara spasial dan sekuensial dapat diterapkan tidak terbatas dalam social

forestry, tetapi juga juga oleh pengusaha-pengusaha industri besar, seperti The

Jari Forestral Project di Amapa, Brasil (Kirchhofer and Evan, 1986).

Departemen Kehutanan sejak tahun 1980-an sudah melaksanakan social

forestry. Pada kawasan hutan milik negara disebut Hutan Kemasyarakatan

(HKm), sedangkan di lahan milik disebut hutan rakyat. Tahun 2002, Departemen

Kehutanan menempatkan social forestry sebagai payung dari semua program

dan kebijakan strategisnya.

HKm dimulai awal tahun 1995 dengan Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 622/Kpts-II/1995. Keputusan ini menekankan pada izin pemanfaatan

hutan, hak masyarakat dibatasi pada rehabilitasi hutan dan pemanfaatan hasil

hutan bukan kayu. Keputusan ini diperbaiki dengan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 677/Kpts-II/1998, dimana masyarakat bisa mengambil

keputusan pengelolaan hutan, pemerintah sebagai fasilitator, masyarakat harus

membentuk koperasi dan izin pemanfaatan diganti menjadi izin pengusahaan.

Keputusan ini diganti lagi dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

865/Kpts-II/1999, dimana izin pengusahaan diganti menjadi izin pemanfaatan

dan masyarakat tidak harus membentuk koperasi, tetapi bisa kelompok apa saja.

Keputusan ini diganti dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31/Kpts-

II/2001 yang memberi wewenang pada bupati memberi izin dan memfasilitasi

pembentukan kelembagaan masyarakat.

Lembaga penelitian dan universitas mengembangkan pendekatan lain

dalam bentuk pembalakan berbasis masyarakat (community logging) di kawasan

hutan yang dialokasikan oleh negara pada universitas atau lembaga penelitian.

Center International Forestry Research (CIFOR) mengembangkan Adaptive

Collaborative Management (ACM) atau Pengelolaan Hutan Bersama secara

Adaptif (PHBA). Namun, bentuk ini di tingkat masyarakat maupun kebijakan

masih dalam tahap penjajagan.

Page 37: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

20

Tahun 1974, Perum Perhutani mengembangkan pendekatan kesejahteraan

dalam pengelolaan hutan. Setelah Kongres Kehutanan tentang Hutan untuk

Kemasyarakatan di Jakarta tahun 1978, pemerintah mengharuskan swasta

mengembangkan Program Bina Desa Hutan yang kemudian diperbaiki tahun

1982 dengan Program PMDH. Kelanjutan dari PMDH, Perum Perhutani bekerja

sama dengan LSM dan donor mengembangkan PS yang diuji coba tahun 1984 di

Jawa dan luar Jawa tahun 1986. Tahun 1991, PMDH diperbaiki melalui

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 691/Kpts-II/1991, namun pelaksanaannya

kebanyakan tidak memuaskan.

Tahun 2001, Dewan Pengawas Perum Perhutani mengeluarkan Keputusan

Nomor 136/Kpts/Dir/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Masyarakat. Keputusan ini mengatur mengenai hak dan kewajiban perusahaan

dan masyarakat. PHBM cukup memberikan insentif bagi masyarakat sekitar

hutan untuk terlibat dalam pengelolaan hutan. Hal ini dipengaruhi perubahan

paradigma pengelolaan hutan di Perum Perhutani yang membuka ruang

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Namun, beberapa hal yang menjadi disinsentif masyarakat dalam PHBM

ialah kemungkinan perubahan status dan fungsi kawasan yang dapat

mempengaruhi nota kesepakatan yang telah dibuat, tidak adanya jangka waktu

pengelolaan yang menjamin kelangsungan pengelolaan hutan bersama

masyarakat dan kebijakan bagi hasil serta pengelolaan yang masih pada tingkat

lokal, berupa kesepakatan antara masyarakat dan KPH.

2.4. Kawasan Konservasi dan Taman Nasional Istilah konservasi diambil dari istilah bahasa Inggris conservation yang

berasal dari bahasa Sanskerta conservare yang terdiri dari kata con yang berarti

together dan kata servare yang berarti keep/save what we have. Dengan

demikian, secara harfiah konservasi berarti melestarikan sumberdaya yang

menjadi milik bersama secara bersama-sama. Dari pengertian istilah konservasi

ini dapat diperoleh pemahaman, bahwa ada dua syarat keharusan dalam

konservasi ialah konservasi hanya berlaku atau harus diberlakukan pada

sumberdaya milik bersama atau common resources dan pelestarian sumberdaya

milik bersama harus dilakukan secara bersama-sama. Namun, terhadap

sumberdaya milik bersama manusia cenderung untuk free rider yang dapat

mengakibatkan terjadinya tragedy of commons yang ditakuti oleh setiap individu

Page 38: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

21

atau kelompok manusia karena besarnya kerugian yang akan dideritanya

(Hardin, 1968).

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya

Alam Hayati dan Ekosistemnya tidak menyebutkan istilah kawasan konservasi,

tetapi menggunakan istilah kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan

Lindung juga tidak menggunakan istilah kawasan konservasi, tetapi istilah

kawasan lindung seperti Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Klasifikasi kawasan lindung menurut Keputusan Presiden Nomor

32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung No. Kawasan Lindung Pembagian 1 Kawasan yang memberikan

perlindungan di bawahnya 1. Kawasan hutan lindung 2. Kawasan bergambut 3. Kawasan resapan air

2 Kawasan perlindungan setempat 1. Sempadan pantai 2. Sempadan sungai 3. Sempadan sekitar danau/waduk 4. Kawasan sekitar mata air

3 Kawasan suaka alam dan cagar budaya

1. Kawasan suaka alam 2. Kawasan suaka alam laut dan

perairan lainnya 3. Kawasan pantai berhutan bakau 4. Taman nasional, taman hutan

raya dan taman wisata alam 5. Kawasan cagar budaya dan ilmu

pengetahuan

4 Kawasan rawan bencana alam Pada Keputusan Direktur Jenderal Pelestarian Hutan dan Perlindungan

Alam Nomor 129 tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam,

Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung, istilah kawasan

konservasi didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan

suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung seperti

Tabel 3. Istilah kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ini sama

dengan pembagian dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang

Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Klasifikasi yang sama

tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam terdapat juga pada

Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam.

Page 39: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

22

Tabel 3. Klasifikasi kawasan konservasi menurut Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 129 tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung

No. Kawasan Konservasi Pembagian 1 Kawasan suaka alam 1. Cagar alam

2. Suaka margasatwa

2 Kawasan pelestarian alam 1. Taman nasional 2. Taman hutan raya 3. Taman wisata alam

3 Taman buru

4 Hutan lindung

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tidak

menggunakan istilah kawasan konservasi, tetapi hutan konservasi yang terdiri

dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan taman

buru. Pada undang-undang ini, fungsi lindung dipisahkan dari fungsi konservasi

atau hutan lindung tidak termasuk pada hutan konservasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan sebagai

peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan, klasifikasi kawasan hutan suaka alam dan kawasan hutan

pelestarian alam sama dengan klasifikasi pada Peraturan Pemerintah Nomor 68

tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dan

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya. Di samping itu, ada taman buru yang masuk ke dalam

hutan konservasi dan hutan lindung yang berbeda dari hutan konservasi seperti

terlihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Klasifikasi hutan konservasi dan hutan lindung menurut Undang-

Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

No. Hutan Kawasan Sub Kawasan Zona 1 Konservasi Kawasan suaka

alam 1. Cagar alam 2. Suaka

margasatwa

Kawasan pelestarian alam

Taman nasional 1. Zona inti 2. Zona

pemanfaatan 3. Zona lain

Page 40: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

23

Tabel 4. (lanjutan)

No. Hutan Kawasan Sub Kawasan Zona Taman hutan

raya 1. Kawasan

penggunaan 2. Kawasan

koleksi tanaman 3. Kawasan

perlindungan 4. Kawasan lain

Taman wisata alam

1. Kawasan penggunaan yang intensif

2. Kawasan penggunaan terbatas

3. Kawasan lain

Taman buru 1. Kawasan perburuan

2. Kawasan penggunaan

3. Kawasan penangkaran satwa liar

4. Kawasan lain

2 Lindung 1. Kawasan lindung

2. Kawasan penggunaan

3. Kawasan lain

Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan taman nasional ialah

kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan

sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Kriteria yang digunakan dalam penetapan suatu kawasan menjadi taman

nasional, yaitu:

1. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelangsungan proses ekologi secara alami

2. Memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik, baik berupa jenis tumbuhan

maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan

alami

3. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh

Page 41: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

24

4. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai

pariwisata alam

5. Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona

pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan

kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan

dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati

dan ekosistemnya dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri

Pengelolaan taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yaitu:

1. Zona inti ialah zona dengan kriteria:

a. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya

b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya

c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan

atau tidak atau belum diganggu manusia

d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang

pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologi

secara alami

e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang

keberadaannya memerlukan upaya konservasi

f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya

yang langka atau yang keberadaannya terancam punah

2. Zona pemanfaatan ialah zona dengan kriteria:

a. Mempunyai daya tarik alam, berupa tumbuhan, satwa atau berupa

formasi ekosistem tertentu dan formasi geologinya yang indah dan unik

b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan

daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam

c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam

3. Zona rimba dan atau yang ditetapkan menteri berdasarkan kebutuhan

pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

a. Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari

jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi

b. Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian

zona inti dan zona pemanfaatan

c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu

Page 42: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

25

Taman nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasinya.

Berbagai bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan untuk masing-masing zonasi

tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yaitu:

1. Zona inti

a. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan

b. Ilmu pengetahuan

c. Pendidikan

d. Kegiatan penunjang budidaya

2. Zona pemanfaatan

a. Pariwisata dan rekreasi

b. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan

c. Pendidikan

d. Kegiatan penunjang budidaya

3. Zona rimba

a. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan

b. Ilmu pengetahuan

c. Pendidikan

d. Kegiatan penunjang budidaya

e. Wisata alam terbatas

Pengelolaan taman nasional dilakukan dengan tujuan utama untuk:

1. Terjamin dan terpeliharanya keutuhan dari keberadaan kawasan dan

ekosistem taman nasional

2. Terjamin dan terpeliharanya keberadaan dari potensi dan nilai-nilai dari

keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas dan ekosistem penyusun

kawasan taman nasional

3. Pemanfaatan kawasan dan potensi taman nasional secara optimal, lestari

dan bijaksana untuk kepentingan kegiatan penelitian, pendidikan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya,

budaya dan pariwisata alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat

2.5. Pengambilan Keputusan, Analisis AHP dan SWOT Setiap manusia dihadapkan pada masalah (problem) ialah kesenjangan

antara kenyataan dan harapan. Pada umumnya masalah cenderung kompleks,

padahal selalu ada keterbatasan untuk memecahkannya, sehingga pengambilan

Page 43: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

26

keputusan merupakan suatu keharusan. Pengambilan keputusan umumnya

tidak mudah karena persoalan yang kompleks, keterbatasan, non linier utilities,

kriteria yang saling bertentangan dan teknik pengukuran yang cukup sulit.

Golembiewski (1972) memberi definisi keputusan ialah suatu pilihan

terhadap berbagai macam alternatif. Dalam glossary of public administration,

pembuatan keputusan (decision making) didefinisikan sebagai suatu proses

dalam mana pilihan-pilihan dibuat untuk mengubah atau tidak mengubah suatu

kondisi yang ada, memilih serangkaian tindakan yang paling tepat untuk

mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan untuk mengurangi resiko-resiko,

ketidakpastian dan pengeluaran sumber-sumber dalam rangka mengejar tujuan.

Nigro (1980) tidak membedakan antara pembuatan keputusan dan

pembuatan kebijakan dengan menyatakan, bahwa tidak ada perbedaan yang

mutlak antara pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan karena setiap

penentuan kebijakan merupakan suatu keputusan, tetapi kebijakan membuat

rangkaian-rangkaian tindakan yang mengarahkan banyak macam keputusan

yang dibuat dalam rangka melaksanakan tujuan-tujuan yang telah dipilih.

Sebaliknya, Anderson (1984) membedakan pengertian pembuatan

keputusan dan pembuatan kebijakan dengan menyatakan, bahwa pembuatan

kebijakan (policy making) berbeda dengan pengambilan keputusan karena

pengambilan keputusan ialah pengambilan pilihan suatu alternatif dari berbagai

alternatif yang bersaing mengenai sesuatu hal dan selesai, sedangkan

pembuatan kebijakan meliputi banyak pengambilan keputusan. Jadi, menurut

Tjokroamidjojo (1976), apabila pemilihan alternatif itu sekali dilakukan dan

selesai, maka kegiatan itu disebut pembuatan keputusan dan bila pemilihan

alternatif itu terus menerus dilakukan dan tidak pernah selesai, maka kegiatan

tersebut dinamakan pembuatan kebijakan.

Metode pengambilan keputusan yang populer ialah Multi Criteria Decision

Making (MCDM) yang terbagi atas dua kelompok, yaitu: (Tiryana dan Saleh,

2005)

1. Multi Objective Decision Making (MODM)

a. Ruang keputusan bersifat kontinyu

b. Pemilihan alternatif didasarkan atas tujuan-tujuan yang saling

bertentangan

2. Multi Attribute Decision Making (MADM)

Page 44: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

27

a. Ruang keputusan bersifat diskret

b. Pemilihan alternatif didasarkan atas atribut-atribut (kriteria) yang saling

bertentangan untuk suatu tujuan tertentu

Analisis Hirarki Proses (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty

ialah salah satu dari metode MCDM yang memecahkan permasalahan yang

kompleks dengan dekomposisi masalah ke dalam suatu struktur hirarki (Saaty,

1980). Metode AHP mempunyai tiga prisip dasar, yaitu: (Saaty, 1986)

1. Dekomposisi ialah penerapan struktur masalah yang kompleks ke dalam

suatu hirarki

2. Penilaian komparatif ialah penerapan perbandingan berpasangan dari semua

elemen

3. Sintesis prioritas ialah penerapan untuk menghasilkan prioritas umum melalui

hirarki dengan mempertimbangkan prioritas lokal dari elemen

Secara umum, ada dua model yang dipakai dalam praktek ialah model

pengukuran relatif dan model pengukuran rating. Model pengukuran relatif

dipakai untuk memprioritaskan beberapa alternatif terbatas dengan

membandingkan secara langsung satu dengan yang lainnya. Di samping itu,

model pengukuran rating (model absolut atau skoring) dipakai untuk mengukur

alternatif terhadap suatu skala yang ditetapkan dan tidak terhadap yang lainnya.

Berdasarkan prinsip AHP, prosedur yang disarankan untuk memecahkan

permasalahan dipakai metode AHP yang dijelaskan, sebagai berikut: (Saaty,

1980)

1. Struktur permasalahan ke dalam suatu hirarki

Langkah pertama dalam memakai AHP ialah struktur (dekomposisi)

masalah ke dalam suatu hirarki yang menunjukkan hubungan dari semua

tujuan (goal), kriteria, sub kriteria dan seterusnya sampai beberapa alternatif

di bawah hirarki. Gambar 4 berikut menunjukkan suatu contoh sederhana

dari hirarki AHP yang secara umum dipakai dalam model pengukuran relatif.

Page 45: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

28

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3

Tujuan

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

Gambar 4. Suatu contoh dari hirarki AHP dengan tiga tingkatan

2. Perbandingan elemen hirarki berdasarkan pasangan

Perbandingan berpasangan ialah pengukuran dasar pada metode AHP

untuk memperoleh prioritas untuk tingkat hirarki. Pada masing-masing

tingkat hirarki, pembuat keputusan harus membuat perbandingan

berpasangan dari kepentingan relatif suatu elemen terhadap yang lainnya

pada setiap elemen di tingkat yang lebih tinggi berikutnya. Nilai dimasukkan

dalam matriks perbandingan berpasangan.

Secara umum, perbandingan berpasangan dibuat memakai penilaian

verbal menurut suatu skala seperti terlihat pada Tabel 5. Oleh karena itu,

penilaian AHP juga membolehkan pembuat keputusan memakai pengukuran

sebenarnya dari suatu skala rasio ke bentuk matriks perbandingan

berpasangan.

Tabel 5. Skala dasar dari AHP

No. Penilaian Verbal Intensitas Kepentingan 1 Sama pentingnya 1 2 Sedikit lebih penting 3 3 Penting 5 4 Jelas lebih penting 7 5 Sangat penting 9 6 Nilai antara atau pertengahan 2, 4, 6, 8

Sumber: Saaty (1980)

Matriks perbandingan berpasangan ialah suatu matriks timbal balik,

dimana elemen bawah diagonal utamanya ialah kebalikan dari elemen

atasnya. Sebagai contoh, matriks C berikut menggambarkan suatu matriks

perbandingan berpasangan yang diperoleh dari perbandingan berpasangan

dari tiga kriteria (c1, c2 dan c3) terhadap tujuan.

Page 46: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

29

c1 c2 c3c1 1 3 5

C = c2 1/3 1 2 c3 1/5 1/2 1

Jika, ada n elemen dibandingkan yang akan membentuk suatu n x n matriks

perbandingan berpasangan, maka akan ada n(n–1)/2 perbandingan

berpasangan dalam suatu matriks perbandingan berpasangan.

Masing-masing matriks perbandingan berpasangan menghasilkan

prioritas atau bobot dari elemen, seperti alternatif, kriteria dan seterusnya

memakai metode eigen vektor. Berdasarkan metode ini, vektor prioritas

untuk masing-masing matriks perbandingan berpasangan dapat diperoleh

dengan normalisasi eigen vektor utama yang menghubungkan pada eigen

value utama dari suatu matriks perbandingan berpasangan. Pada

prakteknya, proses ini dapat dengan mudah dikerjakan dengan memakai

software AHP, seperti Expert Choice.

3. Pengumpulan semua vektor prioritas

Langkah terakhir ialah mengumpulkan prioritas (bobot) vektor dari

masing-masing tingkatan yang diperoleh dari langkah kedua untuk

menghasilkan semua bobot. Ini dikerjakan dengan rata-rata dari perkalian

berurutan dari bobot vektor pada masing-masing tingkatan dari hirarki.

Semua bobot menggambarkan rating dari alternatif pada semua tujuan.

Semua nilai Ri dari alternatif ke-i ialah jumlah total dari ratingnya pada

masing-masing tingkatan yang dihitung sebagai berikut: (Malczewski, 1999)

Ri = ∑ wk rik

Dimana, wk ialah vektor prioritas dihubungkan dengan elemen ke-k dari

hirarki dan rik ialah vektor prioritas yang diperoleh dari perbandingan alternatif

pada masing-masing kriteria.

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) ialah

identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi.

Analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (Strengths)

dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan

kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan

keputusan strategi berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan

kebijakan. Dengan demikian, perencana strategi (strategic planner) harus

Page 47: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

30

menganalisis faktor-faktor strategi (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman)

dalam kondisi saat ini yang disebut dengan analisis situasi. Model yang paling

populer untuk analisis situasi ialah analisis SWOT (Rangkuti, 2005).

Kinerja ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua

faktor ini harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Proses yang harus

dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih

tepat, yaitu: (Marimin, 2004)

1. Tahap pengambilan data untuk evaluasi faktor eksternal dan internal

Tahap pengambilan data untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dapat dilakukan dengan

wawancara atau analisis secara kuantitatif. Dengan demikian, diketahui

posisi berada pada kuadran mana, sehingga strategi yang dipilih merupakan

strategi yang paling tepat karena sesuai dengan kondisi internal dan

eksternal yang dimiliki saat ini.

Posisi dapat dikelompokkan dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, II, III

dan IV. Pada kuadran I strategi yang sesuai ialah strategi agresif, kuadran II

strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around dan kuadran IV strategi

defensif.

2. Tahap analisis ialah pembuatan matriks SWOT

Matriks SWOT menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini akan

membentuk empat kemungkinan alternatif strategi.

3. Tahap pengambilan keputusan

Dalam tahap pengambilan keputusan merujuk kembali pada evaluasi

faktor eksternal dan internal yang menghasilkan posisi saat ini. Oleh karena

itu, harus dilihat kuadran yang bersangkutan, sehingga diketahui kombinasi

strategi yang paling tepat.

Page 48: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

III. METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat karena Kabupaten Kuningan ditetapkan sebagai

pilot project PHBM berdasarkan Keputusan Kepala Perum Perhutani Unit III

Jawa Barat Nomor 496/059.9/BinSDH/III tentang Penetapan Kabupaten

Kuningan sebagai Pilot Project PHBM dan juga kegiatan PHBM sudah mulai

eksis di Kabupaten Kuningan serta untuk melihat implementasi dan dampak

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai dilakukan pada tiga desa

sampel secara purpossive yang tersebar merata di Utara, tengah dan Selatan

Taman Nasional Gunung Ciremai, yaitu Desa Padabeunghar, Linggarjati dan

Karangsari. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan di lapangan pada

bulan April–Juni 2006. Lokasi dan waktu penelitian terlampir pada Lampiran 1

dan 2.

3.2. Bahan dan Peralatan Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuisioner,

alat tulis, tape recorder, kamera dan software Expert Choice 2000 untuk

membantu mendapatkan bobot dari matriks perbandingan berpasangan pada

metode AHP.

3.3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan secara survey. Data yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer

dilakukan secara langsung dari responden lewat kuisioner seperti pada Lampiran

3 dan 4 serta wawancara dengan para stakeholders di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Di samping itu juga

dilakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian di lapangan untuk

mendapatkan gambaran kondisi hutan dan sosial ekonomi budaya masyarakat

sekitar hutan.

Pemilihan responden untuk melihat implementasi dan dampak kebijakan

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat dari peserta PHBM secara stratified random sampling berdasarkan tipe

rumah, yaitu permanen, semi permanen dan non permanen dengan alokasi yang

Page 49: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

32

berimbang sebanyak 35 orang pada setiap desa sampel seperti pada Tabel 6.

Berdasarkan statistik, sampel sebanyak 33 sudah memenuhi karena keragaman

datanya mulai berkurang. Pada penelitian ini sampel dilebihkan untuk

mengantisipasi, jika ada data yang tidak bisa diolah.

Tabel 6. Responden peserta PHBM pada desa sampel No. Desa/Kecamatan Responden 1 Padabeunghar/Pasawahan 352 Linggarjati/Cilimus 353 Karangsari/Darma 35

Jumlah 105 Serangkaian wawancara dan pengisian kuisioner dengan berbagai

stakeholders dilakukan dengan purpossive sampling untuk mendapatkan

informasi yang akurat mengenai kebijakan terkini, menggali berbagai ide dan

pendapat serta memahami realitas implementasi dan dampak kebijakan PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

Responden untuk analisis dan perumusan strategi kebijakan ini sebanyak 12

orang, yaitu dua orang dari enam lembaga yang terpilih untuk mengantisipasi

inkonsistensi pada analisis data dengan metode AHP seperti pada Tabel 7.

Kriteria responden ialah orang yang berkaitan dengan objek yang diteliti

berdasarkan jabatan, profesi dan pengalamannya. Lembaga yang terpilih

berdasarkan analisis stakeholders yang dilakukan menurut kepentingan dan

pengaruhnya.

Tabel 7. Responden untuk analisis dan perumusan strategi kebijakan

No. Responden Jumlah

1 Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) II Provinsi Jawa Barat

2

2 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan 23 LPI–PHBM Kabupaten Kuningan 24 LSM lokal Kabupaten Kuningan 25 Universitas Kuningan 26 Paguyuban Masyarakat Tani Hutan (PMTH) Kabupaten

Kuningan 2

Total 12

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan

dokumen-dokumen hasil studi atau penelitian, peraturan perundang-undangan,

peta-peta dan data pendukung lainnya dari berbagai sektor yang terkait, baik

nasional maupun lokal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemda dan

Page 50: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

33

lembaga non pemerintah, seperti Departemen Kehutanan, Perum Perhutani

Jakarta, BKSDA II Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kuningan, Bapeda Kabupaten Kuningan, Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Kuningan, BPS Kabupaten Kuningan, KPH Kuningan, Universitas

Kuningan, kantor camat dan desa di lokasi penelitian serta LSM.

3.4. Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu:

1. Analisis substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat pada tingkat nasional, provinsi dan

kabupaten dengan analisis normatif dan positif. Analisis normatif terdiri atas

analisis isi (content analysis) serta analisis struktur dan hirarki (analysis of

structure and hierarchy). Analisis isi kebijakan menggunakan tujuh indikator

berdasarkan asas peraturan perundangan-undangan, yaitu Undang-Undang

Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan:

a. Kejelasan tujuan ialah setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat ialah setiap jenis

peraturan perundang-undangan dibuat oleh lembaga atau pejabat

pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

perundang-undangan dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat

oleh lembaga atau pejabat yang tidak berwenang.

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan ialah dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan memperhatikan materi muatan yang

tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya

d. Dapat dilaksanakan ialah dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan

tersebut dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun

sosiologis

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan ialah setiap peraturan perundang-

undangan dibuat karena dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

f. Kejelasan rumusan ialah setiap peraturan perundang-undangan

memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-

Page 51: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

34

undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi serta bahasa

hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan

berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya

g. Keterbukaan ialah dalam proses pembentukan peraturan perundang-

undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan

pembahasan bersifat transparan, sehingga seluruh lapisan masyarakat

mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya memberikan masukan

dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan

Analisis struktur dan hirarki kebijakan dilakukan secara horizontal dan

vertikal, yaitu:

a. Analisis struktur kebijakan dititikberatkan pada analisis horizontal untuk

melihat kesesuaian suatu peraturan perundang-undangan dengan

peraturan perundang-undangan lain yang setara

b. Analisis hirarki kebijakan dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian dan

konsistensi suatu peraturan perundang-undangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai dengan tata urutan

peraturan perundang-undangan

Analisis positif dilakukan dengan analisis konsistensi dan gap implementasi

kebijakan. Menurut Darusman dan Nurrochmat (2005), analisis normatif dan

positif juga dilakukan untuk melihat:

a. Dinamika kelembagaan, proses dan perilaku aktor

b. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi proses kebijakan

2. Analisis implementasi dan dampak kebijakan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat secara deskriptif,

baik kuantitatif maupun kualitatif dengan mengacu pada Nurrochmat (2005b)

3. Perumusan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dengan metode AHP dan SWOT

yang diadopsi dan dimodifikasi dari Shrestha et al. (2004). Di samping

mempunyai kelebihan dengan kemudahan pemakaian, menurut Tiryana

(2005) metode AHP mempunyai kelemahan dengan adanya kompensasi

atau pengaruh nilai rataan. Oleh karena itu, untuk menghindari kelemahan

tersebut, maka dalam rangka perumusan strategi kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat yang

mempunyai fungsi utama untuk ekologi diberi bobot 55%, sosial 30% dan

ekonomi 15%. Metode AHP dan SWOT terdiri atas:

Page 52: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

35

a. Struktur hirarki

Struktur hirarki dalam perumusan strategi kebijakan PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat seperti pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Struktur hirarki perumusan strategi kebijakan

b. Prioritas SWOT

Bobot masing-masing stakeholders, baik Strength, Weakness,

Opportunity maupun Threat pada kriteria ekologi, sosial dan ekonomi

dimasukkan pada Tabel 8 berikut, kemudian dijumlahkan.

Tabel 8. Prioritas SWOT

No. Stakeholders dan Kriteria Bobot S S’ W W’ O O’ T T’

1 BKSDA II Provinsi Jawa Barat a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah

0,55 0,30 0,15 1,00

2 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah

0,55 0,30 0,15 1,00

3 LSM lokal Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah

0,55 0,30 0,15 1,00

Tingkat 4: SWOT

Tingkat 2: ders Stakehol

PHBM di TNGC

BKSDA Dishutbun LSM Uniku LPI-PHBM PMTH

Ekologi Sosial Ekonomi

Strength Weakness Opportunity

Tingkat 1: Fokus

Tingkat 3: Kriteria

Threat

Page 53: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

36

Tabel 8. (lanjutan) No. Stakeholders dan Kriteria Bobot S S’ W W’ O O’ T T’

4 Universitas Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah

0,55 0,30 0,15 1,00

5 LPI-PHBM Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah

0,55 0,30 0,15 1,00

6 PMTH Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah

0,55 0,30 0,15 1,00

c. Nilai faktor prioritas dan semua prioritas dari analisis SWOT dan AHP

Bobot masing-masing stakeholders, baik pada komponen Strength,

Weakness, Opportunity maupun Threat dimasukkan pada Lampiran 5,

kemudian dikali dan dirata-ratakan dengan nilai prioritas SWOT di atas.

d. Evaluasi faktor internal dan eksternal

Nilai rata-rata komponen Strength, Weakness, Opportunity dan

Threat di atas dimasukkan pada Tabel 9 berikut, kemudian diselisihkan.

Tabel 9. Evaluasi faktor internal dan eksternal

No. Faktor-faktor Internal Eksternal Rata-rata 1 Strength 2 Weakness

Skor Faktor Strength – Weakness 3 Opportunity 4 Threat

Skor Faktor Opportunity – Threat Sumber: Rangkuti (2005)

e. Posisi

Dari Tabel 9 di atas, dapat dilihat posisi berada pada kuadran

seperti pada Gambar 6 berikut.

Page 54: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

37

Opportunity

Kuadran III Kuadran I

(Strategi Turn Around) (Strategi Agresif) Weakness Strength

Kuadran IV Kuadran II (Strategi Defensif) (Strategi Diversifikasi)

Threat

Gambar 6. Posisi pada berbagai situasi

f. Matriks SWOT dan kemungkinan strateginya

Dari posisi di atas, dapat ditentukan strateginya seperti pada Tabel

10 berikut.

Tabel 10. Matriks SWOT dan kemungkinan strateginya

IFA/EFA Strength (S) Weakness (W)

Opportunity (O)

Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan strength untuk memanfaatkan opportunity. Digunakan jika berada pada kuadran I

Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan weakness untuk memanfaatkan opportunity. Digunakan jika berada pada kuadran III

Threat (T) Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan strength untuk mengatasi threat. Digunakan jika berada pada kuadran II

Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan weakness dan menghindari threat. Digunakan jika berada pada kuadran IV

Sumber: Marimin (2004)

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti ditunjukkan pada

Gambar 7 berikut.

Page 55: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

38

Mendefinisikan Permasalahan

Studi Pustaka

Memilih Metode Penelitian

Analisis Kebijakan PHBM di TNGC

Implementasi dan Dampak PHBM di TNGC

Identifikasi Stakeholders

Klasifikasi Faktor-faktor Keputusan

Evaluasi Faktor-faktor Keputusan - AHP - SWOT

Strategi Kebijakan PHBM di TNGC

Gambar 7. Tahapan dari penelitian Jika objek penelitian dikaitkan dengan siklus kebijakan, maka dapat terlihat

pada Gambar 8 berikut ini.

Page 56: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

39

Strategi Kebijakan

Formasi Kebijakan

Agenda Kebijakan

Formulasi dan Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Dampak

Analisis Kebijakan PHBM TNGC

Keterangan: ----------------- : Fokus penelitian

Gambar 8. Siklus kebijakan dan objek penelitian

Page 57: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Taman Nasional Gunung Ciremai Secara geografis Taman Nasional Gunung Ciremai terletak pada 1080 19’

10” – 1080 27’ 55” BT dan 60 47’ 5” – 60 58’ 20” LS. Taman Nasional Gunung

Ciremai mempunyai luas sekitar 15.859,17 Ha yang secara administrasif meliputi

dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kuningan di Timur seluas 8.931,27 Ha (56,32%)

dan Kabupaten Majalengka di Barat seluas 6.927,90 Ha (43,68%). Perkiraan

panjang batas Taman Nasional Gunung Ciremai sekitar 210 km.

Taman Nasional Gunung Ciremai berbatasan sebelah Utara dengan

Kabupaten Cirebon, Selatan dengan Kabupaten Kuningan, Barat dengan

Kabupaten Majalengka dan Timur dengan Kabupaten Kuningan. Berdasarkan

Daerah Aliran Sungai (DAS), Taman Nasional Gunung Ciremai termasuk pada

lima DAS, yaitu DAS Ciwaringin, Cisanggarung, Cimanuk Hilir, Cilitung dan

Ciberes Bangkaderes.

Taman Nasional Gunung Ciremai dapat diakses dari Kabupaten Cirebon,

Kuningan dan Majalengka dengan jalan-jalan kondisi baik dan transportasi relatif

lancar. Jalur pendakian di Taman Nasional Gunung Ciremai ada tiga, yaitu jalur

Linggarjati dan Palutungan di Kabupaten Kuningan dan jalur Apuy di Kabupaten

Majalengka. Topografi Taman Nasional Gunung Ciremai pada umumnya

berombak, berbukit dan bergunung dengan kemiringan bervariasi mulai dari

landai (0-8%) sebesar 26,52% sampai curam (di atas 8%) sebesar 73,48%.

Geologi Taman Nasional Gunung Ciremai secara umum dari batuan hasil

aktivitas vulkanik Gunung Ciremai, yaitu batuan endapan vulkanik, baik vulkanik

tua sebesar 35% di bagian Selatan dan 5% di bagian Utara maupun vulkanik

muda sebesar 60% di bagian Utara. Gunung Ciremai ialah gunung tertinggi di

Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 m dpl dan merupakan gunung yang

unik karena terletak tidak terlalu jauh dari laut (Laut Jawa) dibandingkan dengan

gunung-gunung lainnya di Pulau Jawa serta termasuk klasifikasi A (strato) atau

magmatik (aktif).

Gunung Ciremai mempunyai kawah ganda, yaitu di Barat beradius 400 m

dan di Timur beradius 600 m dengan kedalaman masing-masing 250 m. Pada

ketinggian 2.900 m di lereng Selatan Gunung Ciremai terdapat bekas titik letusan

dengan diameter 30 m. Gunung Ciremai pernah terjadi tujuh kali letusan, yaitu

Page 58: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

41

tahun 1698, 1772, 1775, 1805, 1917, 1924 dan 1938, tetapi hanya menimbulkan

kerusakan sekitar daerah puncak.

Jenis tanah yang terdapat di Taman Nasional Gunung Ciremai ialah

regosol coklat kelabu, asosiasi regosol kelabu, regosol coklat kelabu dan latosol,

asosiasi andosol coklat, latosol coklat dan latosol coklat kemerahan dengan

penyebaran sebagai berikut:

1. Regosol coklat kelabu, asosiasi regosol kelabu, regosol coklat kelabu dan

latosol menyebar mulai dari puncak sampai bagian lahan yang landai di

Kecamatan Jalaksana dan sebagian Kecamatan Mandirancan sebesar

77,44%

2. Asosiasi andosol coklat menyebar pada daerah-daerah tinggi di sekeliling

puncak sebesar 11,02%

3. Latosol coklat dan latosol coklat kemerahan menyebar di daerah yang lebih

rendah secara merata sebesar 11,54%

Iklim Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan klasifikasi Schmidt dan

Fergusson termasuk tipe iklim B dan C dengan rata-rata curah hujan 2.000-4.000

mm/tahun dan temperatur bulanan 18–220 C. Angin di Taman Nasional Gunung

Ciremai pada umumnya bertiup dari arah Selatan dan Tenggara, kecuali pada

bulan April–Juli bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 3–6 knot.

Pada Taman Nasional Gunung Ciremai terdapat sungai sebanyak 43 buah

yang dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan, industri dan kegiatan ekonomi

lainnya serta 156 mata air, dimana 147 mata air mengalirkan air sepanjang

tahun, 4 mata air mengalir selama sembilan bulan dalam setahun, 3 mata air

mengalir selama enam bulan dalam setahun dan 2 mata air mengalir selama tiga

bulan dalam setahun dengan debit rata-rata 50–2.000 l/detik yang kualitas airnya

memenuhi standar kualitas air minum. Mata air tersebut, diantaranya Cibunian

(Palutungan), Cimanceng, Cikacu (Linggarjati), Paniis, Telaga Remis,

Cigarunggang dan sebagainya.

Hutan di Taman Nasional Gunung Ciremai sebagian kecil merupakan hutan

sekunder yang berumur sekitar 35 tahun dan sebagian besar merupakan hutan

alam primer (virgin forest) yang dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu:

1. Hutan hujan dataran rendah (2–1.000 m dpl)

2. Hutan hujan pegunungan/zona montana (1.000–2.400 m dpl)

3. Hutan pegunungan sub alpin (> 2.400 m dpl)

Page 59: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

42

Pada Taman Nasional Gunung Ciremai terdapat berbagai jenis vegetasi,

antara lain pinus (Pinus merkusii), saninten (Castanopsis javanica), kitandu

(Fragraera blumii), mara (Macaranga denticulata), kipeper (Engelhardia spicata),

tangongo (Castanopsis tungurut), pasang (Lithocarpus sundaicus), janitri

(Elaeocarpus stipularis), pasang bodas (Lithocarpus spicatus), saninten

(Castanopsis argentea), kiara (Ficus sp), hamberang (Ficus padana) dan

sebagainya. Jenis vegetasi di atas terdapat juga jenis yang dikategorikan

langka, seperti lampina (Ardisia cymosa DC), kakaduan (Platea latifolia Blume)

dan kipulusan (Villubrunes rubescens), jambu persik (Prunus javanica), lame

(Alstonia scholaris) dan jirak (Symplocos theaefoli).

Taman Nasional Gunung Ciremai juga memiliki berbagai jenis anggrek,

diantaranya Vanda tricolor Lindh, Eria multiflora (BI) Lindh, Eria hyancinthoides

(BI) Lindh, Eria compressa (BI), Coelogyne miniata (BI) Lindh, Pholidota

imbricata WJ Hooker, Liparis latifolia (BI) dan sebagainya. Sedangkan satwa di

Taman Nasional Gunung Ciremai cukup beragam, terdiri dari kelompok aves

(elang jawa, elang ular, elang hitam, cakakak, puyuh, walik, cipoh, perenjak,

kipasan dan anis), mamalia (babi hutan, kijang, macan kumbang, lutung, kera

ekor panjang dan surili) dan reptil (ular sanca dan biawak). Beberapa jenis satwa

tersebut termasuk langka dan dilindungi, yaitu macan kumbang (Phantera

pardus), kijang (Muntiacus muntjak), landak (Zaglossus brujini), surili (Presbytis

comata) dan elang jawa (Spizaetus bertelsii).

Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki berbagai objek wisata alam,

diantaranya Telaga Remis, Bumi Perkemahan (Buper) Palutungan, Buper

Pajambon, Buper Paniis, Lembah Cilengkrang, Curug Sawer, Curug Sabuk, jalur

pendakian Linggarjati, Buper Cibeureum, Situ Sangiang, jalur pendakian Apuy

dan sebagainya. Selain itu terdapat juga fosil pohon dan miniatur alam stalaktit

serta stalakmit.

4.2. Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan yang terletak di Timur Provinsi Jawa Barat

mempunyai luas 107.597 Ha atau 3,75% dari luas Provinsi Jawa Barat

(2.867.600 Ha). Jarak Kabupaten Kuningan ke ibu kota Provinsi Jawa Barat

(Bandung) ialah 170 km. Secara geografis Kabupaten Kuningan terletak pada

1080 39’ – 1080 80’ BT dan 60 78’ – 70 19’ LS.

Page 60: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

43

Kabupaten Kuningan yang diapit oleh lima kabupaten mempunyai batas-

batas administrasi sebagai berikut:

1. Utara : Kabupaten Cirebon

2. Selatan : Kabupaten Ciamis dan Cilacap (Provinsi Jawa Tengah)

3. Barat : Kabupaten Majalengka

4. Timur : Kabupaten Brebes (Provinsi Jawa Tengah)

Topografi Kabupaten Kuningan relatif datar dengan variasi berbukit-bukit di

Barat dan Utara dengan ketinggian sekitar 700 m dpl. Sedangkan di Selatan dan

Timur Kabupaten Kuningan memiliki tanah yang relatif rata dengan ketinggian

120–222 m dpl. Secara geologi, Utara Kabupaten Kuningan sebagian besar

merupakan daerah undifferentiated vulkanik yang subur karena pengaruh

vulkanik Gunung Ciremai dan sebagian kecil termasuk daerah micone

sedimentary facies yang kurang subur. Sedangkan Selatan Kabupaten Kuningan

merupakan daerah micone sedimentary facies dan gabro yang subur.

Kabupaten Kuningan memiliki tujuh golongan tanah, yaitu andosol, alluvial,

podzolik, grumusol, mediteran, latosol dan regosol. Golongan tanah andosol

terdapat di Barat Kabupaten Kuningan yang cocok untuk tanaman tembakau,

bunga-bungaan, sayur-sayuran, buah-buahan, kopi, kina dan apel. Sedangkan

golongan tanah alluvial terdapat di Timur Kabupaten Kuningan yang cocok untuk

tanaman padi, palawija dan perikanan.

Kabupaten Kuningan beriklim tropis dan angin musim dengan temperatur

bulanan 18–220 C dan curah hujan rata-rata 2.000–4.000 mm/tahun. Hutan di

Kabupaten Kuningan seluas 31.136 Ha atau 28,94% dari luas Kabupaten

Kuningan. Berdasarkan kepemilikan, terdiri atas hutan negara seluas 24.401 Ha

dan hutan rakyat seluas 6.735 Ha.

Penggunaan lahan di Kabupaten Kuningan terdiri atas sawah dan lahan

kering. Luas sawah di Kabupaten Kuningan ialah 29.550 Ha dan lahan kering

ialah 78.047 Ha. Perincian lahan kering tertera pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Penggunaan lahan kering di Kabupaten Kuningan tahun 2004 No. Lahan Kering Luas (Ha) %

1 Pekarangan 9.959 12,762 Tegalan/kebun 16.356 20,953 Ladang/huma 11.444 14,664 Pengangonan 1.651 2,125 Hutan rakyat 6.735 8,636 Hutan negara 24.401 31,27

Page 61: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

44

Tabel 11. (lanjutan)

No. Lahan Kering Luas (Ha) % 7 Perkebunan 2.434 3,128 Kolam/tebat/empang 539 0,699 Lain-lain 4.528 5,80

Jumlah 78.047 100,00Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Tanaman pertanian yang terdapat di Kabupaten Kuningan sangat beragam,

diantaranya padi, jagung, kedelai dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya disajikan

pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12. Tanaman pertanian yang terdapat di Kabupaten Kuningan tahun

2004 No. Tanaman Luas (Ha) Produksi (ton) Produksi/Ha (ton)

1 Padi sawah 59.641 355.902 5,9302 Padi gogo 3.875 14.261 2,9853 Jagung 6.065 20.223 3,4624 Kedelai 1.324 1.217 0,9505 Kacang tanah 3.177 5.459 1,6386 Kacang hijau 948 575 1,1177 Ubi kayu 3.087 42.529 12,0928 Ubi jalar 5.788 93.594 15,4149 Bawang merah 741 4.788 6,462

10 Bawang daun 3.308 39.787 12,02811 Kentang 125 1.168 9,34412 Kubis 47 590 12,53313 Sawi 387 6.424 16,59914 Wortel 269 6.132 22,79615 Kacang panjang 53 370 6,98116 Cabe 237 1.759 7,42217 Tomat 143 1.862 13,02118 Terung 19 60 3,15819 Buncis 100 860 8,60020 Ketimun 124 959 7,734

Jumlah 89.458 598.519Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2004 berjumlah 1.015.054 orang

atau 256.572 rumah tangga, terdiri dari 506.968 laki-laki dan 508.086 perempuan

dengan rasio seks 99,78 tersebar pada 32 kecamatan dengan kepadatan 908

orang/km2. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kuningan tahun 1995-2004

ialah rata-rata 1%/tahun. Rincian penduduk Kabupaten Kuningan tercantum

pada Tabel 13 dan 14 berikut.

Page 62: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

45

Tabel 13. Penduduk Kabupaten Kuningan tahun 2004

Penduduk (orang) No. Kecamatan Luas

(km2) Laki-Laki Perempuan Jumlah

Kepadatan (orang/km2)

Rumah Tangga

1 Darma 49,43 21.846 22.457 44.303 896 11.512 2 Kadugede 19,03 11.802 11.920 23.722 1.247 5.990 3 Nusaherang 18,27 9.268 9.324 18.592 1.018 4.728 4 Ciniru 48,26 9.409 9.430 18.839 390 5.739 5 Hantara 35,02 6.931 6.780 13.711 392 4.052 6 Selajambe 37,28 7.184 7.301 14.485 389 4.157 7 Subang 44,95 7.914 8.555 16.469 366 4.300 8 Cilebak 35,42 5.978 5.974 11.952 337 3.070 9 Ciwaru 72,03 13.800 13.685 27.485 382 7.114

10 Karangkancana 36,29 7.957 8.241 16.198 446 4.165 11 Cibingbin 72,77 16.686 17.342 34.028 468 10.848 12 Cibeureum 31,46 9.473 9.688 19.161 609 5.294 13 Luragung 43,28 17.946 18.198 36.144 835 9.730 14 Cimahi 52,45 18.057 18.354 36.411 694 9.837 15 Cidahu 33,89 20.037 19.720 39.757 1.173 9.853 16 Kalimanggis 20,47 11.268 11.568 22.836 1.116 5.353 17 Ciawigebang 61,36 39.004 39.143 78.147 1.274 19.619 18 Cipicung 18,37 13.245 13.152 26.397 1.437 6.677 19 Lebakwangi 19,95 19.272 19.112 38.384 1.924 9.801 20 Maleber 56,10 20.526 20.222 40.748 726 10.148 21 Garawangi 28,24 19.757 19.153 38.910 1.378 9.429 22 Sindangagung 12,49 15.980 15.926 31.906 2.555 7.883 23 Kuningan 28,01 38.824 39.613 78.437 2.800 17.854 24 Cigugur 27,77 20.104 19.344 39.448 1.421 8.528 25 Karamatmulya 18,42 22.707 22.850 45.557 2.473 11.339 26 Jalaksana 21,55 20.110 19.929 40.039 1.858 9.437 27 Japara 27,79 9.948 10.015 19.963 718 4.461 28 Cilimus 33,24 22.310 21.957 44.267 1.332 11.152 29 Cigandamekar 25,81 14.511 14.056 28.567 1.107 8.072 30 Mandirancan 37,00 11.892 12.085 23.977 648 5.175 31 Pancalang 18,13 11.712 11.581 23.293 1.285 4.901 32 Pasawahan 33,42 11.510 11.411 22.921 686 6.354

Jumlah 1.117,95 506.968 508.086 1.015.054 908 256.572 Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Tabel 14. Penduduk Kabupaten Kuningan menurut jenis kelamin dan

kelompok umur tahun 2004

No. Kelompok Umur (tahun)

Laki-Laki (orang)

Perempuan (orang)

Jumlah (orang)

Rasio Seks

A Non produktif 1 0–14 128.641 127.572 256.213 100,842 65 ke atas 22.332 24.027 46.359 92,95

Jumlah 150.973 151.599 302.572 99,59B Produktif

15–64 355.995 356.487 712.482 99,86 Jumlah 355.995 356.487 712.482 99,86 Total 506.968 508.086 1.015.054 99,78

Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Kuningan ialah petani (57%),

pegawai (14%), pedagang (8%) dan lainnya (21%). Dilihat dari tingkat

Page 63: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

46

pendidikannya, penduduk Kabupaten Kuningan sebagian besar berpendidikan

Sekolah Dasar (SD), sebagian berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) serta hanya sebagian kecil

saja yang berhasil menamatkan sampai ke perguruan tinggi mulai dari D1, D2,

D3, S1, S2 dan S3.

Jumlah sekolah menurut tingkatannya di Kabupaten Kuningan tertera pada

Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Sekolah menurut tingkatannya di Kabupaten Kuningan tahun

2005/2006 No. Jenis Negeri Swasta Jumlah

1 TK 1 147 1482 SD 699 4 6733 SLTP 63 9 724 SMU 17 8 255 SMK 4 16 20

Jumlah 784 184 968Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Sarana jalan di Kabupaten Kuningan tahun 2000–2004 tertera pada Tabel

16 berikut.

Tabel 16. Sarana jalan di Kabupaten Kuningan tahun 2000-2004

Tahun (km) No. Jalan 2000 2001 2002 2003 2004 1 Provinsi 99,64 99,64 99,62 99,62 99,622 Kabupaten 446,00 446,00 416,10 416,10 416,10

Jumlah 545,64 545,64 515,72 515,72 515,72Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

4.3. Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma Kecamatan Pasawahan yang mempunyai jarak 20 km dengan kota

Kuningan terdiri atas 10 desa dengan luas 4.407 Ha dan ketinggian 393 m dpl.

Batas administrasi Kecamatan Pasawahan ialah sebelah Utara dengan

Kabupaten Cirebon, Selatan dengan Taman Nasional Gunung Ciremai, Barat

dengan Kabupaten Majalengka dan Timur dengan Kecamatan Mandirancan.

Secara geografis Kecamatan Pasawahan terletak pada 1080 40’ – 1080 46’ BT

dan 60 78’ – 60 89’ LS.

Kecamatan Cilimus yang mempunyai jarak 13 km dengan kota Kuningan

terdiri atas 13 desa dengan luas 4.405 Ha dan ketinggian 441 m dpl. Batas

Page 64: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

47

administrasi Kecamatan Cilimus ialah sebelah Utara dengan Kecamatan

Mandirancan dan Pancalang, Selatan dengan Kecamatan Jalaksana, Barat

dengan Taman Nasional Gunung Ciremai dan Timur dengan Kecamatan

Gandamekar. Secara geografis Kecamatan Cilimus terletak pada 1080 41’ –

1080 55’ BT dan 60 84’ – 60 90’ LS.

Kecamatan Darma yang mempunyai jarak 12 km dengan kota Kuningan

terdiri atas 19 desa dengan luas 6.470 Ha dan ketinggian 709 m dpl. Batas

administrasi Kecamatan Darma ialah sebelah Utara dengan Taman Nasional

Gunung Ciremai, Selatan dengan Kabupaten Ciamis, Barat dengan Kabupaten

Majalengka dan Timur dengan Kecamatan Kadugede, Nusaherang, Hantara dan

Selajambe. Secara geografis Kecamatan Darma terletak pada 1080 38’ – 1080

42’ BT dan 60 92’ – 70 9’ LS.

Topografi pada ketiga kecamatan ini datar sampai bergunung. Curah hujan

di Kecamatan Pasawahan ialah 3.285 mm/tahun atau rata-rata 273,75 mm/bulan

dengan jumlah hari hujan selama 131 hari. Curah hujan di Kecamatan Cilimus

ialah 2.558 mm/tahun atau rata-rata 213,17 mm/bulan dengan jumlah hari hujan

selama 100 hari. Sedangkan curah hujan di Kecamatan Darma ialah 331

mm/tahun atau rata-rata 27,58 mm/bulan dengan jumlah hari hujan selama 159

hari. Penggunaan lahan di Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma terdiri

atas sawah dan lahan kering. Luas sawah di Kecamatan Pasawahan ialah 583

Ha, Cilimus 2.165 Ha dan Darma 665 Ha. Sedangkan luas lahan kering di

Kecamatan Pasawahan ialah 3.824 Ha, Cilimus 2.240 Ha dan Darma 5.805 Ha.

Perincian lahan kering tertera pada Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Penggunaan lahan kering di Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan

Darma tahun 2004

Kecamatan Pasawahan

Kecamatan Cilimus

Kecamatan Darma No. Lahan Kering Luas

(Ha) % Luas (Ha) % Luas

(Ha) %

1 Pekarangan 199 5,20 753 33,62 391 6,742 Tegalan/kebun 482 12,60 1.096 48,93 529 9,113 Ladang/huma 206 5,39 101 4,51 3.404 58,644 Pengangonan 24 0,63 85 3,79 46 0,795 Hutan rakyat 31 0.81 81 3,62 311 5,366 Hutan negara 2.411 63,05 24 1,07 1.088 18,747 Perkebunan 387 10,12 43 1,92 - -

Page 65: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

48

Tabel 17. (lanjutan)

Kecamatan Pasawahan

Kecamatan Cilimus

Kecamatan Darma No. Lahan Kering Luas

(Ha) % Luas (Ha) % Luas

(Ha) %

8 Kolam/tebat/empang 14 0,37 28 1,25 15 0,269 Lain-lain 70 1,83 29 1,29 21 0,36

Jumlah 3.824 100,00 2.240 100,00 5.805 100,00Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Tanaman pertanian yang terdapat pada Kecamatan Pasawahan, Cilimus

dan Darma sangat beragam, diantaranya padi, jagung, kedelai dan sebagainya.

Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18. Tanaman pertanian yang terdapat di Kecamatan Pasawahan,

Cilimus dan Darma tahun 2004

Kecamatan Pasawahan

Kecamatan Cilimus

Kecamatan Darma No. Tanaman Luas

(Ha) Hasil (ton)

Luas (Ha)

Hasil (ton)

Luas (Ha)

Hasil (ton)

1 Padi sawah 1.735 11.008,0 3.789 20.801,0 1.189 8.039,02 Padi gogo - - - - 585 1.647,03 Jagung 36 140,0 25 - 1.738 6.296,04 Kedelai 20 23,0 - - - - 5 Kacang tanah 11 27,0 18 38,0 10 16,06 Kacang hijau 12 15,0 - - - - 7 Ubi kayu 14 265,0 7 139,0 640 11.176,08 Ubi jalar 22 263,0 3.316 54.626,0 4 27,09 Bawang merah 2 12,0 1 10,5 - -

10 Bawang daun - - 4 62,6 378 6.320,511 Kentang - - - - 115 1.056,912 Kubis - - - - 39 498,313 Sawi - - 60 514,4 156 3.806,314 Kacang panjang 7 102,0 - - - - 15 Cabe 4 44,7 - - 33 538,716 Tomat 5 23,0 4 18,0 7 144,517 Buncis - - - - 4 43,018 Ketimun 4 10,0 1 35,0 1 35,0

Jumlah 1.872 11.932,7 7.225 76.244,5 4.899 39.644,2Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk tahun 2004 Kecamatan

Pasawahan ialah 22.921 orang, Kecamatan Cilimus 44.267 orang dan

Kecamatan Darma 44.303 orang. Perinciannya tertera pada Tabel 19 berikut.

Page 66: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

49

Tabel 19. Penduduk Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma menurut jenis kelamin tahun 2004

No. Kecamatan Laki-laki (orang)

Perempuan (orang)

Jumlah (orang)

Rasio Seks

1 Pasawahan 11.510 11.411 22.921 100,872 Cilimus 22.310 21.957 44.267 101,613 Darma 21.846 22.457 44.303 97,28

Jumlah 55.666 55.825 111.491 99,72Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

Kepadatan penduduk Kecamatan Pasawahan ialah 686 orang/km2 dengan

jumlah rumah tangga sebanyak 6.354 rumah tangga. Kepadatan penduduk

Kecamatan Cilimus ialah 1.332 orang/km2 dengan jumlah rumah tangga

sebanyak 11.152 rumah tangga. Sedangkan kepadatan penduduk Kecamatan

Darma ialah 896 orang/km2 dengan jumlah rumah tangga sebanyak 11.512

rumah tangga.

Sebagian besar penduduk Kecamatan Pasawahan dan Darma hanya

tamatan SD serta Kecamatan Cilimus tamatan SLTP dengan mata pencaharian

sebagian besar sebagai petani dan lainnya ialah pedagang, pegawai dan

sebagainya. Sekolah menurut tingkatannya di Kecamatan Pasawahan, Cilimus

dan Darma tertera pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20. Sekolah menurut tingkatannya di Kecamatan Pasawahan,

Cilimus dan Darma tahun 2005/2006 (A = negeri, B = swasta)

Kecamatan Pasawahan Kecamatan Cilimus Kecamatan Darma No. Jenis A B Jumlah A B Jumlah A B Jumlah 1 TK - 4 4 - 15 15 - 6 6 2 SD 16 - 16 46 - 46 29 - 29 3 SLTP 2 - 2 4 2 6 2 - 2 4 SMU - - - 1 3 4 - - - 5 SMK - - - - 3 3 - - -

Jumlah 18 4 22 51 23 74 31 6 37 Sumber: Kabupaten Kuningan dalam angka tahun 2004/2005

4.4. Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari Desa Padabeunghar dengan 12 RT dan 3 RW mempunyai luas 7,62 km2

dengan ketinggian 500 m dpl dan jarak ke ibu kota Kecamatan Pasawahan

(Pasawahan) 3 km. Batas administrasi Desa Padabeunghar ialah sebelah Utara

dengan Kabupaten Cirebon, Selatan dengan Taman Naional Gunung Ciremai,

Barat dengan Kabupaten Majalengka dan Timur dengan Desa Kaduela dan

Page 67: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

50

Pasawahan. Secara geografis Desa Padabeunghar terletak pada 1080 41’ –

1080 42’ BT dan 60 79’ – 60 83’ LS.

Desa Linggarjati dengan 18 RT dan 4 RW mempunyai luas 1,86 km2

dengan ketinggian 650 m dpl dan jarak ke ibu kota Kecamatan Cilimus (Cilimus)

3 km. Batas administrasi Desa Linggarjati ialah sebelah Utara dengan Desa

Setianegara, Selatan dengan Desa Linggasana, Barat dengan Taman Nasional

Gunung Ciremai dan Timur dengan Desa Linggamekar. Secara geografis Desa

Linggarjati terletak pada 1080 45’ – 1080 49’ BT dan 60 87’ – 60 89’ LS.

Desa Karangsari dengan 13 RT dan 2 RW mempunyai luas 2,91 km2

dengan ketinggian 850 m dpl dan jarak ke ibu kota Kecamatan Darma (Parung) 2

km. Batas administrasi Desa Karangsari ialah sebelah Utara dengan Taman

Nasional Gunung Ciremai, Selatan dengan Desa Bakom, Barat dengan Desa

Situsari dan Timur dengan Kecamatan Kadugede dan Nusaherang. Secara

geografis Desa Karangsari terletak pada 1080 40’ – 1080 43’ BT dan 60 96’ – 60

98’ LS.

Topografi ketiga desa, yaitu Desa Padabeunghar, Linggarjati dan

Karangsari berbukit dan bergunung serta sebagian kecil berupa dataran pada

pemukiman dan lahan persawahan. Sedangkan penggunaan lahan pada ketiga

desa ini terlihat pada Tabel 21 berikut.

Tabel 21. Penggunaan lahan di Desa Padabeunghar, Linggarjati dan

Karangsari tahun 2004

Desa Padabeunghar

Desa Linggarjati

Desa Karangsari No. Penggunaan

Lahan Luas (Ha) % Luas

(Ha) % Luas (Ha) %

1 Sawah 384,45 50,45 58,80 31,62 29,00 9,962 Ladang/kebun/

kolam/tegalan 228,10 29,93 12,00 6,45 232,00 79,73

3 Perkebunan 128,90 16,92 14,20 7,63 - - 4 Perumahan 15,28 2,01 101,00 54,30 10,50 3,615 Bangunan lainnya 1,57 0,20 - - 2,50 0,866 Lainnya 3,70 0,49 - - 5,50 1,897 Tidak diusahakan - - - - 11,50 3,95

Jumlah 762,00 100,00 186,00 100,00 291,00 100,00Sumber: Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma dalam angka tahun

2004/2005

Suhu rata-rata Desa Padabeunghar ialah 24-270 C dengan curah hujan

2.000–3.000 mm/tahun. Suhu rata-rata Desa Linggarjati ialah 24-280 C dengan

curah hujan 3.000 mm/tahun. Sedangkan suhu rata-rata Desa Karangsari ialah

Page 68: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

51

23-270 C dengan curah hujan 300 mm/tahun. Tanaman pertanian yang terdapat

pada Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari sangat beragam,

diantaranya padi, jagung, ubi jalar dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya

disajikan pada Tabel 22 berikut.

Tabel 22. Tanaman pertanian yang terdapat di Desa Padabeunghar,

Linggarjati dan Karangsari tahun 2004

Desa Padabeunghar

Desa Linggarjati

Desa Karangsari No. Tanaman Luas

(Ha) Hasil (ton)

Luas (Ha)

Hasil (ton)

Luas (Ha)

Hasil (ton)

1 Padi 121,0 81,60 59,0 286,00 153,0 157,702 Jagung 4,0 19,00 0,5 2,40 362,0 131,403 Ubi jalar - - 59,0 850,00 - - 4 Ubi kayu 4,0 5,64 - - 90,0 119,005 Kacang tanah 9,0 14,00 - - - - 6 Cabe - - - - 9,0 5,807 Bawang merah - - 1,0 9,00 - - 8 Tomat - - 0,5 6,00 - - 9 Sawi - - 5,0 7,50 36,0 125,50

10 Bawang daun - - - - 121,0 257,3011 Kubis - - - - 17,0 25,70

Jumlah 138,0 120,24 125,0 1.160,90 788,0 822,40Sumber: Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma dalam angka tahun

2004/2005 Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk tahun 2004 Desa

Padabeunghar ialah 2.331 orang, Desa Linggarjati 3.657 orang dan Desa

Karangsari 1.925 orang. Perinciannya tertera pada Tabel 23 berikut.

Tabel 23. Penduduk Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari

menurut jenis kelamin tahun 2004

No. Desa Laki-laki (orang)

Perempuan (orang)

Jumlah (orang)

Rasio Seks

1 Padabeunghar 1.152 1.179 2.331 97,712 Linggarjati 1.850 1.807 3.657 102,383 Karangsari 950 975 1.925 97,44

Jumlah 3.952 3.961 7.913 99,77Sumber: Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma dalam angka tahun

2004/2005

Kepadatan penduduk Desa Padabeunghar ialah 306 orang/km2 dengan

jumlah rumah tangga sebanyak 677 rumah tangga. Kepadatan penduduk Desa

Linggarjati ialah 1.966 orang/km2 dengan jumlah rumah tangga sebanyak 922

Page 69: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

52

rumah tangga. Sedangkan kepadatan penduduk Desa Karangsari ialah 662

orang/km2 dengan jumlah rumah tangga sebanyak 509 rumah tangga.

Mata pencaharian penduduk Desa Padabeunghar, Linggarjati dan

Karangsari sebagian besar sebagai petani dan lainnya ialah pedagang, pegawai

dan sebagainya. Sebagian besar penduduk Desa Padabeunghar dan

Karangsari hanya tamatan SD dan Desa Linggarjati tamatan SLTP. Sekolah

menurut tingkatannya di Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari tertera

pada Tabel 24 berikut.

Tabel 24. Sekolah menurut tingkatannya di Desa Padabeunghar, Linggarjati dan Karangsari tahun 2004

No. Jenis Desa Padabeunghar

Desa Linggarjati

Desa Karangsari Jumlah

1 TK - 1 - 12 SD 2 1 1 43 SLTP - 1 1 24 SMU - - - - 5 SMK - 1 - 1

Jumlah 2 4 2 8Sumber: Kecamatan Pasawahan, Cilimus dan Darma dalam angka tahun

2004/2005

Page 70: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Substansi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat Substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat terdapat pada berbagai peraturan

perundang-undangan yang terdiri dari dua kategori, yaitu: (Darusman dan

Nurrochmat, 2005)

1. Peraturan perundang-undangan yang disebutkan secara langsung dalam

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945),

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah

2. Peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan secara langsung

dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, yaitu Peraturan Menteri, Peraturan

Gubernur, Peraturan Bupati dan peraturan lainnya

UUD 1945 merupakan landasan konstitusional bagi seluruh peraturan

perundang-undangan di bawahnya. PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat berkaitan dengan beberapa pasal

dalam bab VI, VII A, X, X A dan XIV. Tabel 25 berikut menyajikan landasan konstitusional kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dalam bab-bab dan perincian

pasal-pasal terkait dalam UUD 1945.

Tabel 25. Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat dalam UUD 1945 No. Bab Tentang Pasal (Ayat)

1 VI Pemerintah daerah 18 A (2) 2 VII A Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 22 D (1, 2, 3) 3 X Warga negara dan penduduk 27 (2) 4 X A Hak asasi manusia 28 A, 28 C, 28 D (2),

28 E (1) dan 28 H (1) 5 XIV Perekonomian nasional dan

kesejahteraan nasional 33 (3, 4)

Taman nasional merupakan salah satu sumberdaya alam yang

kawasannya berada di daerah, maka dalam pengelolaannya pemerintah pusat

yang diberi kewenangan dalam pengelolaannya harus adil dan sesuai dengan

Page 71: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

54

Undang-Undang serta melibatkan Pemda. Hal ini disebutkan mengenai

hubungan pemerintah pusat dan daerah pada UUD 1945 pasal 18 A ayat (2):

Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam dan

sumberdaya lainnya antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan

dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang.

DPD yang merupakan lembaga baru mempunyai peran yang sangat

strategis dalam pengawasan pengelolaan sumberdaya alam karena Pemda dapat mengusulkan perubahan atau mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) melalui DPD. Hal ini secara jelas dinyatakan pada pasal 22 D

ayat (1–3):

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya

ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan Undang-Undang

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan

sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan dan agama

(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan

Undang-Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan dan agama serta

menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat

sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti

Setiap warga negara dan penduduk Indonesia dijamin haknya untuk

mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak seperti pasal 27 ayat (2):

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan. Hal ini juga merupakan salah satu dari hak asasi manusia seperti

Page 72: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

55

disebut pada pasal 28 A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hak asasi manusia Indonesia lebih

lanjut dinyatakan dalam pasal 28 C:

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan

haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan

negaranya

Pasal 28 D ayat (2): Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Hal ini

merupakan pengaturan secara spesifik hak asasi manusia dalam pekerjaan. Hak

asasi manusia yang lainnya disebut pada pasal 28 E ayat (1): Setiap orang

bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan

dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat

tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali. Hak asasi

manusia dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat dinyatakan pada pasal 28

H ayat (1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan.

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat harus berlandaskan pada pasal 33 ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan ayat (4):

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan kegiatan

pengelolaan ekonomi dan konservasi sumberdaya alam harus didasari semangat

yang terkandung dalam pasal ini.

Negara hanya menjalankan sebagian pasal 33 UUD 1945, yaitu

penguasaan negara atas hutan, namun mengabaikan kesejahteraan masyarakat

sekitar hutan. Padahal pasal 33 di atas mengamanatkan agar penguasaan

negara atas hutan secara bersama-sama juga harus mengakomodir berbagai

Page 73: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

56

kelompok kepentingan dan tidak hanya kepentingan Departemen Kehutanan,

tetapi juga kepentingan petani dan kelompok masyarakat lainnya.

Undang-Undang ialah peraturan perundang-undangan tertinggi yang tata cara pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berikut

berbagai Undang-Undang yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat:

1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Agraria

Undang-Undang ini berkaitan dengan penggunaan lahan, dimana

kawasan konservasi merupakan bagian darinya. Menurut pasal 2 ayat (2 a, b

dan c): Hak menguasai dari negara termaksud dalam pasal 1 memberi

wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa

Pengaturan tentang peruntukan oleh pemerintah tersebut diatur pada

pasal 14 ayat (1): Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2

ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2), pemerintah

dalam rangka sosialisme Indonesia membuat suatu rencana umum mengenai

persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya:

a. untuk keperluan negara;

b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai

dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan

dan lain-lain kesejahteraan;

d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan

perikanan serta sejalan dengan itu;

e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan

pertambangan

Page 74: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

57

Berdasarkan pasal di atas, peruntukan atau pengaturan untuk kawasan konservasi kurang mendapat perhatian. Namun, konservasi

sedikit disinggung dalam pasal 15: Memelihara tanah, termasuk menambah

kesuburannya serta mencegah kerusakannya ialah kewajiban tiap-tiap orang,

badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan-hubungan dengan

tanah itu dengan memperhatikan ekonomis yang lemah. Hal ini secara

implisit menyatakan perlunya dana kompensasi atau semacamnya bagi daerah-daerah yang secara geografis memiliki fungsi perlindungan,

namun tidak berdaya secara ekonomi karena tidak ada alternatif penggunaan

lahan selain sebagai kawasan konservasi.

2. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan

Undang-Undang ini banyak bertentangan dengan konservasi karena

secara substansi mengelola segala kekuatan potensial di bidang

pertambangan untuk ekonomi dan konservasi tidak ada. Pasal 16

menyatakan wilayah-wilayah yang tidak boleh dilakukan pertambangan.

Namun, dari wilayah-wilayah yang dilarang tersebut tidak tercantum kawasan konservasi.

Undang-Undang ini juga menyatakan, bahwa pekerjaan pertambangan

di wilayah yang tertutup untuk kepentingan umum tidak dibolehkan. Namun,

kepentingan umum ini memiliki penafsiran yang tidak seragam dan tidak ada

penjelasan yang menyebutkan secara pasti, bahwa kawasan konservasi

dikategorikan sebagai wilayah tertutup untuk kepentingan umum.

3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya

Undang-Undang ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4

tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan

Hidup yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut pasal 4: Konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan

kewajiban pemerintah serta masyarakat. Hal ini dilaksanakan seperti pada

pasal 5: Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan

melalui kegiatan:

Page 75: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

58

a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;

b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya;

c. pemanfaatan secara lestari sumberdaya alami hayati dan ekosistemnya

Perlindungan sistem penyangga kehidupan bertujuan agar

terpeliharanya proses ekologi yang menunjang kelangsungan kehidupan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan

manusia. Oleh karena itu, disebutkan pada pasal 9 ayat (1): Setiap

pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah

sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi

perlindungan wilayah tersebut.

Pasal 12 menyebutkan: Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan

satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan dengan menjaga keutuhan

kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli. Hal ini dilaksanakan

seperti pada pasal 13 ayat (1): Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa

dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam.

Sedangkan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan seperti pada pasal 26:

a. pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;

b. pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar

Hal ini dilakukan seperti pada pasal 27: Pemanfaatan kondisi lingkungan

kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi

kawasan dan pasal 28: Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar

dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung dan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.

Kawasan konservasi yang memiliki fungsi strategis harus dilindungi,

terdiri atas kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan

kawasan pelestarian alam yang menurut pasal 29:

(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka

13 terdiri dari:

a. taman nasional;

b. taman hutan raya;

c. taman wisata alam

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai

kawasan pelestarian alam dan penetapan wilayah yang berbatasan

Page 76: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

59

dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan Peraturan

Pemerintah

Pada pasal 31 menyebutkan:

(1) Di dalam taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dapat

dilakukan kegiatan kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, budaya dan wisata alam

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa

mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan

Pasal di atas terlihat, bahwa pemanfaatan kawasan konservasi untuk

hal lain sangat terbatas karena pemanfaatan yang dibolehkan hanya

pemanfaatan kondisi lingkungan, seperti kegiatan wisata alam dan

sebagainya serta tidak boleh mengurangi fungsi pokok masing-masing

kawasan. Padahal pemanfaatan yang ada saat ini di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat lebih banyak

berbasis lahan dan penentuan zona-zona belum ditetapkan. Oleh karena itu,

perlu pengaturan pemanfaatan berbasis lahan yang sudah ada saat ini dan

secara bertahap mengarahkan pada pemanfaatan berbasis non lahan dan

pemanfaatan jasa lingkungan. Di samping itu, juga perlu dibangun

mekanisme untuk menentukan zona-zona dalam kawasan konservasi secara

partisipatif agar meminimalkan resiko konflik kepentingan dan menjamin

kelestarian pengelolaan kawasan konservasi.

Zonasi pada taman nasional disebutkan pada pasal 32: Kawasan taman

nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona

pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan. Zona inti ialah

kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan

adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. Zona pemanfaatan ialah

bagian dari kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan

kunjungan wisata. Sedangkan zona lain ialah zona di luar kedua zona di atas

karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu, seperti zona

rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi dan sebagainya.

Pasal 33 Undang-Undang ini menyatakan:

(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan

perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.

(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional, sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan

Page 77: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

60

luas zona inti taman nasional serta menambahkan jenis tumbuhan dan

satwa lain yang tidak asli

(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan

fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan

raya dan taman wisata alam

Hal ini berarti, bahwa pemanfaatan kawasan konservasi sangat terbatas

dan zona inti taman nasional tidak mungkin dimanfaatkan selain untuk

kepentingan konservasi. Namun, pada kenyataannya sudah ada

pemanfaatan dalam Taman Nasional Gunung Ciremai yang mungkin saja

pada zona inti karena zonasi belum ada serta peraturan yang mengatur

pengelolaan kawasan konservasi saat ini belum mampu mengakomodasi

berbagai kepentingan yang berkembang di berbagai bidang. Oleh karena itu,

perlu dilakukan zonasi dalam Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan

kondisi aktual dan potensi masyarakat agar tidak mengancam kelestarian

taman nasional. Selain itu diperlukan juga kebijakan baru yang mengatur

pengelolaan kawasan konservasi, sehingga dapat mengakomodasi

kepentingan-kepentingan yang ada dan adaptif terhadap perubahan yang

terjadi di dalam maupun di luar kawasan yang efeknya mempengaruhi

pengelolaan kawasan konservasi.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya

Alam Hayati dan Ekosistemnya pada pasal 34 ayat (1): Pengelolaan taman

nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dilaksanakan oleh

pemerintah. Pemerintah di sini diartikan menteri yang berwenang dalam

bidang kehutanan (Departemen Kehutanan). Namun, karena kompleksitas

permasalahan dan konflik yang ada serta keterbatasan sumberdaya

(manusia, biaya dan sebagainya), sistem single player rasanya tidak

memadai lagi. Oleh karena itu, perlu ada ruang untuk kolaborasi antar pihak

dalam pengelolaan kawasan konservasi, seperti Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Namun, perlu

operasionalisasi dan perbaikan dari Peraturan Menteri Kehutanan ini.

Pada pasal 34 ayat (2): Di dalam zona pemanfaatan taman nasional,

taman hutan raya dan taman wisata alam dapat dibangun sarana

kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan. Pembangunan sarana

pariwisata ini dapat melibatkan masyarakat, namun pada Taman Nasional

Page 78: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

61

Gunung Ciremai belum mempunyai rencana pengelolaan, sehingga arah

pengembangannya belum jelas. Oleh karena itu, perlu segera disusun

Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai yang berisi visi dan

misi serta arahan pengembangannya, dimana penyusunan rencana ini

dilakukan secara partisipatif.

Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Konservasi ini menyatakan: Untuk

kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, pemerintah dapat memberikan hak

pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan

taman wisata alam dengan mengikutsertakan rakyat. Meskipun sudah

terdapat beberapa peraturan yang mengatur pemanfaatan kawasan

konservasi untuk pengusahaan pariwisata alam, namun belum ada

mekanisme pengaturan retribusinya. Oleh karena itu, perlu peraturan

perundangan tentang pengaturan retribusi wisata alam yang berisi

mekanisme pembagian kewenangan dan manfaat (hak dan kewajiban) antar

stakeholders yang terlibat dalam pemanfaatan kawasan konservasi,

khususnya dalam pengusahaan pariwisata alam.

Undang-Undang ini secara substansial hanya memberi ruang yang

sempit bagi peran serta masyarakat seperti disebutkan pada pasal 37:

(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui

berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna

(2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar

konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat

melalui pendidikan dan penyuluhan

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Pemerintah

Rakyat yang dimaksud di atas ialah perorangan dan kelompok

masyarakat, baik yang terorganisasi, seperti LSM dan sebagainya maupun

tidak. Menurut Sembiring et al. (1999), Undang-Undang ini memberikan

pijakan dasar bagi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,

tetapi berkaitan dengan peran serta masyarakat sebaliknya, yaitu

memandulkan peran serta dan menyimpang dari pasal 6 Undang-Undang

Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Page 79: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

62

Berkaitan dengan desentralisasi, Undang-Undang ini membuka peluang

seperti pada pasal 38 ayat (1): Dalam rangka pelaksanaan konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, pemerintah dapat menyerahkan

sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Pemerintah di Daerah.

Pada penjelasan ayat di atas disebutkan, bahwa pemerintah pusat

selain dapat menyerahkan urusan di bidang konservasi sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya kepada Pemda juga dapat menugaskan Pemda

Tingkat I melaksanakan urusan tersebut sebagai tugas pembantuan. Namun

dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal ini kehilangan relevansinya.

4. Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Di samping Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang ini termasuk yang secara

komprehensif mengatur pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.

Menurut pasal 1 butir 1: Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan,

ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat

manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta

memelihara kelangsungan hidupnya.

Asas dari Undang-Undang ini disebutkan pada pasal 2: Penataan ruang

berasaskan:

a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya

guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan;

b. keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum

Pasal di atas memperlihatkan, bahwa telah ada kesadaran memasukkan

prinsip-prinsip demokrasi.

Sedangkan tujuan dari Undang-Undang ini dinyatakan pada pasal 3:

Penataan ruang bertujuan:

a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang

berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional;

b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan

kawasan budidaya;

Page 80: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

63

c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:

1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan

sejahtera;

2) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan

sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia;

3) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya

buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia;

4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta

menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;

5) mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan

keamanan

Pasal 4 mengatur mengenai peran serta masyarakat secara jelas dan

tegas, yaitu pada ayat (2 b): Berperan serta dalam penyusunan rencana tata

ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kewajiban

untuk berperan serta ditegaskan dalam pasal 5 ayat (1): Setiap orang

berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.

Pada penjelasan pasal 4 ayat (2 b) disebutkan, bahwa setiap orang

berperan serta dalam penataan ruang dalam bentuk mengajukan usul,

memberi saran atau mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam

penataan ruang. Sedangkan kewajiban berperan serta dalam memelihara

kualitas ruang merupakan pencerminan rasa tanggung jawab sosial setiap

orang dalam pemanfaatan ruang.

Pasal 27 menyatakan:

(1) Gubernur kepala daerah tingkat I menyelenggarakan penataan ruang

wilayah provinsi daerah tingkat I

(2) Untuk Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, pelaksanaan penataan ruang

dilakukan gubernur kepala daerah dengan memperhatikan pertimbangan

dari departemen, lembaga dan badan-badan pemerintah lainnya serta

koordinasi dengan daerah sekitarnya sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang Nomor 11 tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah

Khusus Ibu Kota Negara Republik Indonesia Jakarta

(3) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan ayat (2) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan

Page 81: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

64

di wilayah provinsi daerah tingkat I, maka diperlukan pertimbangan dan

persetujuan menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1)

Sedangkan pasal 28 menyebutkan:

(1) Bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II menyelenggarakan

penataan ruang wilayah kabupaten/kotamadya daerah tingkat II

(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah

kabupaten/kotamadya daerah tingkat II, maka diperlukan pertimbangan

dan persetujuan gubernur kepala daerah tingkat I

Berdasarkan kedua pasal di atas terlihat, bahwa penataan ruang, baik

tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kotamadya dilakukan secara

terpadu dan tidak dipisah-pisahkan. Rencana tata ruang terdiri atas Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

(RTRWK).

5. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations

Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

mengenai Keanekaragaman Hayati)

Undang-Undang ini mengatur konservasi keanekaragaman hayati,

pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan dan membagi

keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan sumberdaya genetika

secara adil dan merata melalui akses yang memadai terhadap sumberdaya

genetika dengan alih teknologi yang tepat guna dan memperhatikan semua hak atas sumberdaya serta pendanaan yang memadai. Oleh karena itu,

pemilik sumberdaya alam memiliki hak atas pemanfaatan dan menggali sumber pendanaan, termasuk dari negara-negara lain untuk pengelolaan.

Hal ini ditegaskan dalam pasal 13 (b): Para pihak-pihak wajib bekerja sama

bila sesuai dengan negara-negara lain dan organisasi-organisasi

internasional dalam mengembangkan program-program pendidikan dan

kesadaran masyarakat di bidang konservasi dan pemanfaatan secara

berkelanjutan keanekaragaman hayati.

6. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Undang-Undang ini secara substansi dan ruang lingkup lebih maju

dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang

Page 82: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

65

Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup karena di

samping mempertahankan berbagai prinsip yang telah ada (hak berperan

serta dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat) juga terdapat

beberapa prinsip lainnya seperti pada pasal 5 ayat (2): Setiap orang

mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan

peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pasal 37 ayat (1):

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau

melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan

hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.

Pada pasal 5 ayat (3) secara tegas mengatur peran serta masyarakat

yang menyebutkan: Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam

rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pada penjelasannya, peran serta yang dimaksud

ialah peran serta dalam pengambilan keputusan, baik dengan cara

mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau cara lain yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, seperti penilaian Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), perumusan kebijaksanaan

lingkungan hidup dan sebagainya.

Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan

hidup melalui cara-cara, seperti pada pasal 7 ayat (2):

a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;

b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan

pengawasan sosial;

d. memberikan saran pendapat;

e. menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan

7. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Hutan menurut pasal 1 butir 2: Hutan ialah suatu kesatuan ekosistem

berupa hamparan lahan berisi sumberdaya hayati yang didominasi

pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan lainnya

tidak dapat dipisahkan. Penguasaan hutan dinyatakan pada pasal 4:

Page 83: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

66

(1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia, termasuk kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat

(2) Penguasaan hutan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberi wewenang kepada pemerintah untuk:

a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan

hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;

b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau

kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan dan

c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang

dengan hutan serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai

kehutanan

(3) Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat

hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui

keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional

Pasal di atas menjelaskan, bahwa hutan dikuasai oleh negara untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan hutan tersebut memberi

wewenang kepada pemerintah untuk mengurus hutan. Namun, penguasaan

ini tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat adat sepanjang

kenyataannya masih ada.

Menurut pasal 5 ayat (1-2):

(1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:

a. hutan negara dan

b. hutan hak

(2) Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa

hutan adat

Hal di atas, berarti berdasarkan statusnya hutan terdiri dari hutan

negara dan hutan hak, dimana hutan negara dapat berupa hutan adat.

Pengurusan hutan oleh pemerintah, maka pemerintah menetapkan hutan

berdasarkan fungsinya seperti disebutkan pada pasal 6 ayat (2): Pemerintah

menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:

a. hutan konservasi,

b. hutan lindung dan

c. hutan produksi

Page 84: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

67

Hutan konservasi pada pasal 7 menyebutkan: Hutan konservasi

sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri dari:

a. kawasan hutan suaka alam,

b. kawasan hutan pelestarian alam dan

c. taman buru

Pengurusan hutan lebih lanjut dijelaskan pada pasal 10:

(1) Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf a

bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serba

guna dan lestari untuk kemakmuran rakyat

(2) Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi

kegiatan penyelenggaraan:

a. perencanaan kehutanan,

b. pengelolaan hutan,

c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta

penyuluhan kehutanan dan

d. pengawasan

Pembentukan wilayah pengelolaan hutan mempertimbangkan hal-hal

seperti pasal 17 ayat (2): Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat

unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik

lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi Daerah Aliran Sungai, sosial budaya,

ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat, termasuk masyarakat hukum

adat dan batas administrasi pemerintahan. Tampak, bahwa dalam

pengelolaan hutan banyak faktor yang harus dipertimbangkan, termasuk

sosial dan budaya masyarakat.

Tujuan pemanfaatan hutan dinyatakan pada pasal 23: Pemanfaatan

hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf b bertujuan untuk

memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat

secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan

kawasan hutan ini dilakukan seperti pada pasal 24: Pemanfaatan kawasan

hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan cagar

alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Pasal ini tidak

memungkinkan memberikan akses lahan pada cagar alam, zona inti dan

rimba taman nasional. Padahal kebutuhan lahan tidak hanya karena alasan

ekonomi, tetapi juga sosial budaya. Jika budaya bertani tidak dapat

dilaksanakan karena wilayahnya ditetapkan sebagai kawasan konservasi,

Page 85: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

68

pengalihan/kompensasi yang baik perlu dilakukan. Apalagi pada Taman

Nasional Gunung Ciremai zonasi belum ada. Oleh karena itu, perlu penataan

pemanfaatan lahan dalam kawasan konservasi secara partisipatif.

Pemanfaatan hutan konservasi diatur oleh Undang-Undang Nomor 5

tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

sebagaimana dinyatakan pada pasal 25: Pemanfaatan kawasan hutan

pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta taman buru diatur

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penggunaan kawasan hutan dijelaskan pada pasal 38:

(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar

kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan

produksi dan hutan lindung

(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan

(3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan

melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh menteri dengan

mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta

kelestarian lingkungan

(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan

pola pertambangan terbuka

(5) Pemberian ijin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang

berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis dilakukan

oleh menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal di atas menyatakan, bahwa kepentingan pembangunan di luar

kehutanan hanya dapat dilaksanakan di dalam kawasan hutan lindung dan

hutan produksi serta ditetapkan secara selektif. Kegiatan-kegiatan yang

dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan serius dan mengakibatkan

hilangnya fungsi hutan yang bersangkutan dilarang. Kepentingan

pembangunan di luar kehutanan ialah kegiatan untuk tujuan strategis yang

tidak dapat dielakkan, seperti kegiatan pertambangan, pembangunan

jaringan listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi serta kepentingan

pertahanan keamanan.

Tujuan perlindungan hutan dan konservasi alam dijelaskan pada pasal

46: Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan

menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung,

Page 86: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

69

fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari.

Masyarakat dapat berpartisipasi dalam perlindungan hutan, seperti pasal 48

ayat (5): Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-

baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan. Di

samping itu, pasal 51 ayat (1) berbunyi: Untuk menjamin terselenggaranya

perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan

sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus.

Pada pasal 60 ayat (1): Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib

melakukan pengawasan kehutanan. Hal ini berarti, bahwa pembagian

kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengawasan

kehutanan dimungkinkan. Pasal 61 menyebutkan: Pemerintah berkewajiban

melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yang diselenggarakan

oleh Pemerintah Daerah. Ini berarti, pemerintah pusat masih memegang

pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya hutan di daerah.

Pengawasan lebih lanjut dibunyikan pada pasal 62: Pemerintah,

Pemerintah Daerah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap

pengelolaan dan atau pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Pasal ini berarti, pengawasan secara kolaboratif dimungkinkan. Selanjutnya

pengawasan diatur pada pasal 63: Dalam melaksanakan pengawasan

kehutanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (1), pemerintah dan

Pemerintah Daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta

keterangan dan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan

hutan.

Pasal 66 ayat (1-2) berbunyi:

(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan

sebagian kewenangan kepada Pemerintah Daerah

(2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengurusan hutan

dalam rangka pengembangan otonomi daerah

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan dinyatakan pada

pasal 68:

(1) Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan

hutan

(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat:

Page 87: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

70

a. memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

b. mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan

informasi kehutanan;

c. memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam pembangunan

kehutanan dan

d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan

kehutanan, baik langsung maupun tidak langsung

(3) Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh

kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai

lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan

kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku

(4) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas

tanah miliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Hak masyarakat dalam pengelolaan hutan di atas dalam penjelasan

disebutkan dalam pengertian menikmati kualitas lingkungan, termasuk untuk

memperoleh manfaat sosial dan budaya bagi masyarakat yang tinggal di

dalam dan di sekitar hutan. Di samping itu, dimungkinkan adanya pemberian

kompensasi kepada masyarakat karena hilangnya akses terhadap hutan,

namun mekanisme pemberian kompensasi belum disusun. Oleh karena itu,

perlu didorong penyusunan mekanisme pemberian kompensasi kepada

masyarakat sekitar kawasan hutan karena kehilangan akses terhadap

sumberdaya hutan.

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan lebih lanjut juga

dinyatakan dalam pasal 69 ayat (1): Masyarakat berkewajiban untuk ikut

serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan

dan pasal 70 ayat (1): Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan

di bidang kehutanan.

8. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

Undang-Undang ini merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 11

tahun 1974 tentang Pengairan. Undang-Undang ini menyebutkan pentingnya

menjaga kelestarian air dan pengelolaan yang berwawasan lingkungan,

seperti dinyatakan pada pasal 2: Sumberdaya air dikelola berdasarkan asas

Page 88: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

71

kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan

keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas, pasal

3: Sumberdaya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air

yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan pasal 4:

Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.

Meskipun telah menyebutkan secara eksplisit kepentingan konservasi

dan lingkungan hidup, Undang-Undang ini memasukkan privatisasi dalam pengelolaan sumberdaya air, seperti tercantum dalam pasal 79, 80 dan 81

berikut ini:

a. Pasal 79

(1) Pembiayaan pengelolaan sumberdaya air sebagaimana dimaksud

dalam pasal 77 ayat (1) yang ditujukan untuk pengusahaan

sumberdaya air yang diselenggarakan oleh koperasi, Badan Usaha

Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pengelola sumberdaya air,

badan usaha lain dan perseorangan ditanggung oleh masing-masing

yang bersangkutan

(2) Untuk pelayanan sosial, kesejahteraan dan keselamatan umum,

pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam batas-batas tertentu dapat

memberikan bantuan biaya pengelolaan kepada Badan Usaha Milik

Negara/Badan Usaha Milik Daerah pengelola sumber daya air

b. Pasal 80

(1) Pengguna sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-

hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan

sumberdaya air

(2) Pengguna sumberdaya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) menanggung biaya jasa pengelolaan sumberdaya air

(3) Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumberdaya air

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan

ekonomi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan

(4) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumberdaya air untuk

setiap jenis penggunaan sumberdaya air didasarkan pada

pertimbangan kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan volume

penggunaan sumberdaya air

Page 89: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

72

(5) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumberdaya air untuk

jenis penggunaan non usaha dikecualikan dari perhitungan ekonomi

rasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

(6) Pengelola sumberdaya air berhak atas hasil penerimaan dana yang

dipungut dari para pengguna jasa pengelolaan sumberdaya air

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

(7) Dana yang dipungut dari para pengguna sumberdaya air

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipergunakan untuk

mendukung terselenggaranya kelangsungan pengelolaan

sumberdaya air pada wilayah sungai yang bersangkutan

c. Pasal 81

Ketentuan mengenai pembiayaan pengelolaan sumberdaya air

sebagaimana dimaksud dalam pasal 77, pasal 78, pasal 79 dan pasal 80

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

9. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang ini yang merupakan pengganti dari Undang-Undang

Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan

kepada pemerintah pusat untuk menyerahkan berbagai kewenangan kepada

Pemda. Penyerahan kewenangan itu menurut pasal 1 butir 7-9:

7. Desentralisasi ialah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia

8. Dekonsentrasi ialah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu

9. Tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintah kepada daerah

dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau

desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu

Sedangkan butir 19: Kawasan khusus ialah bagian wilayah dalam

provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh pemerintah untuk

menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi

kepentingan nasional. Secara rinci ketentuan mengenai kawasan khusus

ini diatur dalam pasal 9 ayat (1–6):

Page 90: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

73

(1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat

khusus bagi kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota

(2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan

Undang-Undang

(3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

(4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dan ayat (3), pemerintah mengikutsertakan daerah yang bersangkutan

(5) Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemerintah

(6) Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah

Berdasarkan pasal-pasal di atas terlihat, bahwa penetapan suatu kawasan khusus tidak hanya memperhatikan kekhasan dan keinginan daerah, tetapi juga harus menyangkut kepentingan nasional dan tata cara penetapan kawasan khusus, selain kawasan khusus perdagangan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

10. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Desentralisasi administratif, fiskal dan politik tidak dapat dipisahkan,

maka Undang-Undang ini yang mendasari desentralisasi fiskal merupakan

peraturan perundang-undangan yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Daerah memperoleh

porsi yang cukup besar dari dana perimbangan sumberdaya alam,

khususnya kehutanan seperti disebut pada pasal 14 (a–b):

Page 91: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

74

a. penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak

Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)

yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan

imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan

puluh persen) untuk daerah;

b. penerimaan kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi (DR) dibagi

dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemerintah

dan 40% (empat puluh persen) untuk daerah;

Dana perimbangan yang diterima daerah di atas, kemudian

didistribusikan dengan perincian seperti pada pasal 15:

(1) Dana Bagi Hasil (DBH) dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan

(IHPH) yang menjadi bagian daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal

14 huruf a dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil

(2) Dana Bagi Hasil (DBH) dari penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan

(PSDH) yang menjadi bagian daerah sebagaimana dimaksud dalam

pasal 14 huruf a dibagi dengan rincian:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil dan

c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar

untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan

Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat ada

sebanyak tujuh buah, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan

Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya

dan Taman Wisata Alam

Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal

31 dan 34 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengusahaan pariwisata alam

dapat dilakukan oleh koperasi, BUMN, perusahaan swasta dan perorangan

untuk jangka waktu paling lama 30 tahun sesuai dengan jenis usahanya.

Sedangkan ijin pengusahaan pariwisata alam disebutkan dalam pasal 5 ayat

(3): Izin pengusahaan pariwisata alam diberikan oleh menteri setelah

Page 92: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

75

mendapat pertimbangan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang

kepariwisataan dan gubernur kepala daerah tingkat I yang bersangkutan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan

Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam

Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah ini terdiri dari 6 bab dan 32 pasal yang memuat

tentang pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, bentuk peran serta

masyarakat, tata cara peran serta masyarakat dan pembinaan peran serta

masyarakat. Menurut pasal 1 butir 11: Peran serta masyarakat ialah

berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan

sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam

penyelenggaraan penataan ruang.

Pada pasal 2 disebutkan: Dalam kegiatan penataan ruang masyarakat

berhak:

a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata

ruang kawasan dan rencana rinci tata ruang kawasan;

c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagai

akibat dari penataan ruang;

d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya

sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan

rencana tata ruang

Konsekuensi dari hak untuk peran serta masyarakat di atas, berarti

masyarakat berhak menikmati ruang dan atau pertambahan nilai ruang

sebagai akibat dari penataan ruang dan memperoleh penggantian yang layak

atas kondisi yang dialaminya karena pelaksanaan kegiatan pembangunan

yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Bentuk peran serta yang terdapat dalam penataan ruang wilayah

nasional dinyatakan dalam pasal 8: Peran serta masyarakat dalam proses

perencanaan tata ruang wilayah nasional, termasuk kawasan tertentu dapat

berbentuk:

Page 93: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

76

a. pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah

nasional, termasuk kawasan tertentu yang ditetapkan;

b. pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan,

termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk

kawasan tertentu;

c. pemberian masukan dalam perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional, termasuk kawasan tertentu;

d. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam

penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang

wilayah negara, termasuk perencanaan tata ruang kawasan tertentu;

e. pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional, termasuk kawasan tertentu;

f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan;

g. bantuan tenaga ahli

Bentuk peran serta yang terdapat di provinsi dan kabupaten tidak

berbeda dengan peran serta yang terdapat dalam penataan ruang wilayah

nasional. Namun, bentuk-bentuk peran serta masyarakat di atas tidak

menyangkut peran serta dalam pembuatan keputusan karena berbagai

bentuk peran di atas tidak ada peran serta masyarakat dalam pembuatan

keputusan.

Peran serta masyarakat yang dicantumkan di atas juga hanya bersifat

konsultatif, yaitu berbagai masukan dan pendapat ditampung, namun

keputusan tetap berada di tangan pemerintah. Hal ini berarti, pendapat dan

keberatan masyarakat boleh, tetapi bisa saja tidak akan mempengaruhi

pengambilan keputusan atau peran serta yang diberikan hanya bersifat semu

dan tidak bersifat kemitraan.

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan dan pengendalian

pemanfaatan ruang wilayah nasional bentuknya seperti pasal 9 dan 11

berikut:

a. Pasal 9

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional

dapat berbentuk:

a. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan

kebijaksanaan pemanfaatan ruang;

b bantuan teknik dan pengelolaan pemanfaatan ruang

Page 94: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

77

b. Pasal 11

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah

nasional, termasuk kawasan tertentu dapat berbentuk:

a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah nasional dan

kawasan tertentu, termasuk pemberian informasi atau laporan

pelaksanaan pemanfaatan ruang dan atau

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban

pemanfaatan ruang

Berdasarkan pasal-pasal di atas terlihat, bahwa masyarakat sudah

berperan serta dalam tata ruang, tetapi peluang partisipasi ini belum

dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat karena kurangnya informasi.

Oleh karena itu, perlu penyebarluasan informasi mengenai peluang-peluang

peran serta dalam tata ruang.

Pada pasal 30 ayat (4), pemerintah menyelenggarakan pembinaan

untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran, memberdayakan

serta meningkatkan tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang

melalui:

a. memberikan dan menyelenggarakan penyuluhan, bimbingan, dorongan,

pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan hukum, pendidikan dan

atau pelatihan;

b. menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang

kepada masyarakat secara terbuka;

c. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada

masyarakat;

d. menghormati hak yang dimiliki masyarakat;

e. memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas kondisi

yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan

yang sesuai dengan rencana tata ruang;

f. melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses

perencanaan tata ruang, menikmati pemanfaatan ruang yang berkualitas

dan pertambahan nilai ruang akibat rencana tata ruang yang ditetapkan

serta dalam menaati rencana tata ruang;

g. memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul atau keberatan dari

masyarakat dalam rangka peningkatan mutu penataan ruang

Page 95: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

78

Hal di atas sesuai dengan pasal 30 ayat (2): Masyarakat dapat memprakarsai

upaya peningkatan tata laksana hak dan kewajiban masyarakat dalam

penataan ruang melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan atau pelatihan

untuk tercapainya tujuan penataan ruang.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional

Pengelolaan kawasan lindung dinyatakan dalam pasal 40 ayat (3): Pola

pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi

langkah-langkah pengelolaan kawasan lindung dan pengendalian

pemanfaatan ruang di kawasan lindung. Berdasarkan pasal ini terlihat,

bahwa pemanfaatan di kawasan lindung terbatas dan hanya diutamakan

untuk kepentingan perlindungan. Oleh karena itu, penataan ruang di

kawasan lindung perlu didorong melalui proses partisipatif, sehingga

menjamin perlindungan fungsi kawasan lindung.

Pasal 42 ayat (1) menyatakan: Pengendalian pemanfaatan ruang di

kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (3) dilakukan

oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan wilayah administrasinya dan/atau

instansi yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Hal ini berarti, tata ruang kawasan lindung diintegrasikan dengan

pembangunan wilayah dan kebutuhan lokal, tetapi penentuan kawasan

lindung dilakukan pemerintah pusat. Oleh karena itu, perlu pelibatan Pemda

dan stakeholders lokal dalam penentuan kawasan dan penyusunan tata

ruang kawasan lindung.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam

dan Kawasan Pelestarian Alam

Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya. Tujuan dan fungsi pengelolaan kawasan suaka alam dan

kawasan pelestarian alam dinyatakan dalam pasal 3: Pengelolaan kawasan

suaka alam dan kawasan pelestarian alam bertujuan mengusahakan

terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan

ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan dan pasal 4: Pengelolaan

kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dilakukan sesuai dengan

fungsi kawasan:

Page 96: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

79

a. sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;

b. sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau

satwa beserta ekosistemnya;

c. untuk pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya

Hal-hal di atas berarti, pengelolaan kawasan konservasi harus

memperhatikan fungsi kawasan. Padahal di Taman Nasional Gunung

Ciremai belum ada pembagian zona, sehingga perlu didorong penyusunan

zonasi secara partisipatif.

Pada pasal 35: Pengelolaan kawasan taman nasional, taman hutan

raya dan taman wisata alam dilakukan oleh pemerintah. Berdasarkan pasal

di atas terlihat, bahwa pemerintah atau Menteri Kehutanan bertugas

mengelola taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom

Pada pasal 2 ayat (3): Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dikelompokkan dalam bidang, sebagai berikut:

4. Bidang kehutanan dan perkebunan:

a. Penetapan kriteria dan standar pengurusan hutan, kawasan suaka

alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan areal perkebunan

b. Penetapan kriteria dan standar pengurusan inventarisasi, pengukuhan

dan penatagunaan kawasan hutan, kawasan suaka alam, kawasan

pelestarian alam dan taman buru

c. Penetapan kawasan hutan, perubahan status dan fungsinya

d. Penetapan kriteria dan standar pembentukan wilayah pengelolaan

hutan, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman

buru

e. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan

pelestarian alam dan taman buru, termasuk Daerah Aliran Sungai di

dalamnya

Menurut pasal di atas, konservasi ditangani pemerintah pusat, tetapi kriteria

dan indikator lokal tidak diakomodasi dalam pengurusannya. Oleh karena itu,

perlu mekanisme pembangunan kriteria dan indikator lokal dalam

pengurusannya.

Page 97: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

80

6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

Pengertian dari perlindungan hutan dari Peraturan Pemerintah ini

terdapat pada pasal 1 butir 1: Perlindungan hutan ialah usaha untuk

mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan

yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya

alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak

negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,

investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Pengaturan kegiatan perlindungan hutan dilaksanakan pada seluruh

kawasan hutan sebagaimana dinyatakan pada pasal 2 ayat (2): Kegiatan

perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada

wilayah hutan dalam bentuk unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan

Konservasi (KPHK), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

dan unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

Perlindungan hutan yang diatur pada Peraturan Pemerintah ini sudah

bersifat desentralisasi, seperti pada pasal 3 ayat (1) menyebutkan:

Perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 menjadi

kewenangan pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Sedangkan tujuan

dari perlindungan hutan disebutkan pada pasal 5: Penyelenggaraan

perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan

hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi

produksi tercapai secara optimal dan lestari.

Hal yang kontroversial dari Peraturan Pemerintah ini ialah dimuatnya

ketentuan mengenai sanksi pidana yang seharusnya hanya dimuat pada

Undang-Undang atau Peraturan Daerah. Ketentuan mengenai sanksi pidana

dimuat pada pasal 42: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada pasal 12 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh

milyar rupiah) sebagaimana dimaksud pada pasal 78 ayat (7) Undang-

Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan pasal 43: Setiap orang

yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2)

diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) sebagaimana

dimaksud pada pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999

tentang Kehutanan.

Page 98: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

81

7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

Pemanfaatan hutan dinyatakan pada pasal 1 butir 4: Pemanfaatan

hutan ialah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan

jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta

memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk

kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

Pemanfaatan hutan lebih lanjut disebutkan pada pasal 18: Pemanfaatan

hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dapat dilakukan pada seluruh

kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2), yaitu

kawasan:

a. hutan konservasi, kecuali pada cagar alam, zona rimba dan zona inti

dalam taman nasional;

b. hutan lindung dan

c. hutan produksi

Hal ini berarti, bahwa pemanfaatan hutan di taman nasional hanya pada zona

tertentu. Padahal zonasi pada Taman Nasional Gunung Ciremai belum

ditetapkan, maka perlu penetapan zonasi secara partisipatif.

Pemanfaatan hutan pada hutan konservasi dinyatakan pada pasal 22:

Pada hutan konservasi, pemberian ijin pemanfaatan hutan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 17 harus sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ijin pemanfaatan hutan pada pasal 17 terdiri dari:

a. Pemanfaatan kawasan

b. Pemanfaatan jasa lingkungan

c. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu

d. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Menurut pasal 1 butir 5: Pemanfaatan kawasan hutan ialah kegiatan

untuk memanfaatkan ruang tumbuh, sehingga diperoleh manfaat lingkungan,

manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak

mengurangi fungsi utamanya, butir 6: Pemanfaatan jasa lingkungan ialah

kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak

lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, butir 7: Pemanfaatan hasil

hutan kayu ialah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil

hutan, berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi

fungsi pokoknya, butir 8: Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu ialah kegiatan

Page 99: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

82

untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan, berupa bukan kayu

dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya dan

butir 9: Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu ialah kegiatan

untuk mengambil hasil hutan, baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan

batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.

Pemberdayaan masyarakat setempat disebutkan pada pasal 83:

(1) Untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil

dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat melalui pengembangan

kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan

kesejahteraannya

(2) Pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) merupakan kewajiban pemerintah, provinsi, kabupaten/kota yang

pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Kepala KPH

Usaha pemberdayaan masyarakat setempat dapat dilakukan seperti

pasal 84: Pemberdayaan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud

dalam pasal 84 ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. hutan desa;

b. hutan kemasyarakatan; atau

c. kemitraan

Pemberdayaan masyarakat setempat pada areal hutan yang belum dibebani

ijin pemanfaatan hutan atau hak pengelolaan hutan dilakukan melalui hutan

desa dan hutan kemasyarakatan. Sedangkan pada areal hutan yang telah

dibebani ijin pemanfaatan hutan atau hak pengelolaan hutan dilakukan

melalui pola kemitraan.

Peraturan Presiden yang mengatur tentang kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat hanya

terdapat pada Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung. Ruang lingkup dari kawasan lindung pada Keputusan

Presiden ini terdapat pada pasal 3, 4, 5 dan 6. Pasal 3 menyebutkan: Kawasan

lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 meliputi:

1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya

2. Kawasan perlindungan setempat

3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya

4. Kawasan rawan bencana alam

Page 100: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

83

Pasal 4 menyatakan: Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan

bawahannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari:

1. Kawasan hutan lindung

2. Kawasan bergambut

3. Kawasan resapan air

Pasal 5 berbunyi: Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3 terdiri dari:

1. Sempadan pantai

2. Sempadan sungai

3. Kawasan sekitar danau/waduk

4. Kawasan sekitar mata air

Sedangkan pasal 6 menyebutkan: Kawasan suaka alam dan cagar budaya

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari:

1. Kawasan suaka alam

2. Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya

3. Kawasan pantai berhutan bakau

4. Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

5. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

Pada pasal 36 menyinggung mengenai keterlibatan masyarakat, sebagai

berikut:

(1) Pemerintah Daerah tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat akan

tanggung jawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung

(2) Pemerintah Daerah tingkat I dan tingkat II mengumumkan kawasan-kawasan

lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 kepada masyarakat

Pasal di atas menyatakan peran serta masyarakat bukan merupakan suatu hal

yang penting dalam pengelolaan kawasan lindung dan masyarakat hanya

sebagai objek yang perlu dikembangkan kesadarannya melalui tanggung jawab

terhadap kawasan lindung.

Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan yang berkaitan dengan kebijakan

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat cukup banyak seperti yang terlihat pada Tabel 26 berikut.

Page 101: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

84

Tabel 26. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Peraturan Daerah Tentang

1 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 28 tahun 2001

Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) tahun 2002

2 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 15 tahun 2002

Ketentuan ijin pengelolaan air bawah tanah dan irigasi

3 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 35 tahun 2002

Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) tahun 2003

4 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 38 tahun 2002

Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Gunung Ciremai

5 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 18 tahun 2003

Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada desa

6 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 6 tahun 2004

Pola dasar pembangunan daerah Kabupaten Kuningan tahun 2004-2008

7 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 7 tahun 2004

Program Pembangunan Daerah (Propeda) Kabupaten Kuningan tahun 2004-2008

8 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 8 tahun 2004

Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Kuningan tahun 2004-2008

9 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 14 tahun 2004

Penyelenggaraan pendakian Gunung Ciremai

10 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 15 tahun 2004

Retribusi ijin pendakian Gunung Ciremai

11 Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 21 tahun 2004

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Kuningan sampai dengan tahun 2013

Sebagaimana dinyatakan di atas, peraturan yang menyangkut kebijakan

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat terdiri atas peraturan yang disebutkan secara langsung oleh Undang-

Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan dan peraturan yang tidak disebutkan secara langsung dalam Undang-

Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, tetapi mengacu kepada salah satu peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi, diantaranya Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan

Bupati dan sebagainya.

Peraturan Menteri yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat cukup

banyak, baik keputusan bersama, Keputusan Menteri Kehutanan maupun

keputusan menteri terkait lainnya seperti terlihat pada Tabel 27 berikut.

Page 102: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

85

Tabel 27. Peraturan menteri yang berkaitan dengan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Peraturan Menteri Tentang

1 Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Nomor 23 tahun 1979 dan KEP-002/MNPPLH/2/1979

Instansi pengelola sumberdaya alam dan lingkungan hidup di daerah

2 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/Kpts-II/1994

Sarana dan prasarana pengusahaan pariwisata alam di kawasan pelestarian alam

3 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446/Kpts-II/1996

Tata cara permohonan, pemberian dan pencabutan ijin pengusahaan pariwisata alam

4 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/1996

Pembinaan dan pengawasan pengusahaan pariwisata alam

5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 1998

Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di daerah

6 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002

Organisasi dan tata kerja balai taman nasional

7 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6187/Kpts-II/2002

Organisasi dan tata kerja Balai Konservasi Sumberdaya Alam

8 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 390/Kpts-II/2003

Tata cara kerja sama di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

9 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-II/2004

Pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar hutan dalam rangka social forestry

10 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004

Kolaborasi pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

11 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.424/Menhut-II/2004

Perubahan fungsi kawasan hutan lindung pada kelompok hutan Gunung Ciremai seluas 15.500 Ha terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai

Peraturan Bupati Kuningan mengenai kebijakan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat ada beberapa buah

seperti terlihat pada Tabel 28 berikut.

Page 103: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

86

Tabel 28. Keputusan Bupati Kuningan mengenai kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Keputusan Bupati Tentang

1 Keputusan Bupati Kuningan Nomor 522/KPTS.455-KLH/2002

Pembentukan Lembaga Pelayanan Implementasi Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Kabupaten Kuningan

2 Keputusan Bupati Kuningan Nomor 522/KPTS.524-HUTBUN/2003

Pembentukan Forum Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Kabupaten Kuningan

3 Keputusan Bupati Kuningan Nomor 660.I/KPTS.49-Hutbun/2005

Pembentukan tim sosialisasi perubahan fungsi kelompok hutan Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan

4 Keputusan Bupati Kuningan Nomor 188.45/Kep.17-Hutbun/2005

Pedoman pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 14 tahun 2004 tentang penyelenggaraan pendakian Gunung Ciremai

5 Keputusan Bupati Kuningan Nomor 361/Kep.18-Hutbun/2005

Pembentukan Dewan Pengelola Pendakian Gunung Ciremai (DPPGC)

6 Peraturan Bupati Kuningan Nomor 4 tahun 2005

Kewenangan camat dalam Kabupaten Kuningan

7 Keputusan Bupati Kuningan Nomor 522.81/KPTS.251-Dishutbun/2005

Pembentukan tim pengkaji pengelolaan taman nasional kolaboratif pada kelompok hutan Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan

Berdasarkan substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat di atas, yaitu pasal 25

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pemanfaatan taman

nasional yang merupakan bagian dari kawasan hutan pelestarian alam diatur

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang

merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999

tentang Kehutanan pada pasal 22 menyatakan: Pada hutan konservasi,

pemberian ijin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 harus

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ijin pemanfaatan

hutan pada pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata

Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

Page 104: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

87

dan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,

terdiri dari:

1. Pemanfaatan kawasan

2. Pemanfaatan jasa lingkungan

3. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu

4. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Hal ini berarti, bahwa pada Taman Nasional Gunung Ciremai dapat dilakukan

PHBM berbasis lahan, seperti tumpang sari dan sebagainya serta non lahan,

seperti pendakian Gunung Ciremai dan sebagainya.

Namun, jika dilihat pada pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990

tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kegiatan yang

dapat dilakukan di taman nasional hanya penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam serta kegiatan inipun

dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokoknya. Ini berarti, hanya PHBM yang

berbasis non lahan saja yang dapat dilaksanakan di Taman Nasional Gunung

Ciremai. Padahal sampai saat ini, PHBM yang sudah berkembang hanya

berbasis lahan dan PHBM berbasis non lahan baru pada tahap awal. Oleh

karena itu, ke depannya PHBM berbasis non lahan harus dikembangkan dan

PHBM berbasis lahan pelan-pelan dikurangi.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal

24, pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan,

kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman

nasional. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang

Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 32, zona rimba

termasuk pada zona lain yang kawasan hutannya dapat dimanfaatkan. Hal ini

berarti, bahwa terdapatnya inkonsistensi antara peraturan perundang-undangan,

sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Inkonsistensi substansi kebijakan

di atas dapat dilihat pada Tabel 29 berikut.

Page 105: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

88

Tabel 29. Inkonsistensi substansi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Peraturan Perundang-

undangan Pasal Pemanfaatan Hutan

1 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

24 Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional

25 Pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta taman buru diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

28 (1) Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

22 Pada hutan konservasi, pemberian ijin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

17 (1) Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat

(2) Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa

lingkungan; c. pemanfaatan hasil hutan

kayu dan bukan kayu dan d. pemungutan hasil hutan

kayu dan bukan kayu (3) Pemanfaatan hutan

dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, pasal 14, pasal 15 dan pasal 16

Page 106: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

89

Tabel 29. (lanjutan)

No. Peraturan Perundang-undangan

Pasal Pemanfaatan Hutan

3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

31 (1) Di dalam taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata alam

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokok masing-masing kawasan

32 Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan keperluan

Di samping itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999

tentang Kehutanan pasal 68 ayat 3, masyarakat di sekitar taman nasional berhak

memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan taman nasional

sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun,

peraturan pelaksanaannya belum ada, maka perlu didorong penyusunan

peraturan pelaksanaannya.

5.2. Implementasi dan Dampak Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat Implementasi dan dampak kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat disurvey pada tiga desa

sampel secara purpossive yang tersebar merata di Utara, tengah dan Selatan

Taman Nasional Gunung Ciremai, yaitu Desa Padabeunghar (Kecamatan

Pasawahan), Desa Linggarjati (Kecamatan Cilimus) dan Desa Karangsari

(Kecamatan Darma).

A. Implementasi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Implementasi kebijakan PHBM terdiri atas beberapa tahapan, yaitu

sosialisasi, pembentukan Forum PHBM, pemetaan, inventori, perencanaan

desa, NKB, NPK dan Peraturan Desa. PHBM yang mulai diimplementasikan

Page 107: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

90

sejak tahun 2001 di Kabupaten Kuningan telah mencapai hasil-hasil, seperti

Tabel 30. Perinciannya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 30. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun

2001-2004

NKB NPK No. Tahun Desa Desa % Luas (Ha) Desa % Luas (Ha) % 1 2001 3 3 100,00 123,35 3 100,00 123,35 100,00 2 2002 36 26 72,22 11.394,74 5 13,89 281,25 2,47 3 2003 60 39 65,00 8.365,19 3 5,00 296,79 3,55 4 2004 32 11 34,38 971,54 3 9,38 135,75 13,97

Jumlah 131 79 20.854,82 14 837,14 Sumber: LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

Fungsi hutan Gunung Ciremai pada NPK di atas ialah hutan lindung

dan hutan produksi. Pada akhir tahun 2003 keluar Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di

Wilayah Provinsi Jawa Barat Seluas ± 816.603 Ha yang merubah fungsi

hutan Gunung Ciremai menjadi hutan lindung. Konsekuensi dari perubahan

ini ialah NPK yang berbasis kayu, hak bagi hasil masyarakat ditanggung oleh

Perum Perhutani. Sedangkan pada areal yang tegakannya jarang dilakukan

pengkayaan dengan jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) dan pada

areal kosong Perum Perhutani dan masyarakat melakukan rehabilitasi lahan

dengan komposisi tanaman hutan dan MPTS sekitar 60-40 sampai 70-30.

Kesepakatan di atas dilakukan melalui musyawarah Perum Perhutani dengan

masyarakat melalui Forum PHBM Desa.

Implementasi kebijakan PHBM yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Kuningan tahun 2005 terdapat pada Tabel 31

berikut.

Tabel 31. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun

2005

No. Kegiatan/Kecamatan Desa A Pembuatan persemaian

1 Cibeureum Cimara 2 Garawangi Gewok 3 Selajambe Padahurip 4 Hantara Bunigeulis 5 Darma Cimenga 6 Cilebak Cilebak

Page 108: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

91

Tabel 31. (lanjutan)

No. Kegiatan/Kecamatan Desa

B Bantuan dana bergulir sebesar Rp 30.000.000,-

1 Selajambe Kutawaringin 2 Nusaherang Haurkuning 3 Cilimus Linggarjati 4 Garawangi Pakembangan 5 Hantara Citapen

C Sosialisasi Taman Nasional Gunung Ciremai

1 Pasawahan Padabeunghar, Kaduela, Pasawahan, Padamatang, Singkup dan Cibuntu

2 Mandirancan Seda, Randobawagirang dan Trijaya 3 Cilimus Cibeureum, Setianegara, Linggarjati,

Linggasana dan Bandorasakulon 4 Jalaksana Sayana, Sangkanherang, Sukamukti

dan Babakanmulya 5 Kramatmulya Pajambon 6 Cigugur Cisantana dan Puncak 7 Darma Gunungsirah, Karangsari dan

Sagarahiang

D Pengkajian pengelolaan hutan kolaboratif

E Pembinaan fasilitator PHBM tingkat kecamatan sebanyak 100 orang

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan

Sebelum lembaga resmi dibentuk, BKSDA II Provinsi Jawa Barat

ditunjuk sebagai pengelola sementara Taman Nasional Gunung Ciremai

dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam Nomor SK.140/IV/Set-3/2004 tentang Penunjukan BKSDA II Provinsi

Jawa Barat sebagai Pengelola Taman Nasional Gunung Ciremai. Sampai

saat ini proses pembentukan lembaga pengelola Taman Nasional Gunung

Ciremai ialah surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

B/1027/M.Pan/4/2006 tentang Usul Pembentukan Unit Pelaksana Teknis

Balai Taman Nasional Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Di samping itu, dokumen

Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai juga sedang dalam

proses penyusunan oleh Universitas Kuningan saat ini.

BKSDA II Provinsi Jawa Barat sebagai pengelola sementara Taman

Nasional Gunung Ciremai dalam rangka kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan

Page 109: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

92

dan Lahan (Gerhan) tahun 2005 telah melaksanakan penanaman dan

pengkayaan seluas 400 Ha dengan jenis peutag, huni, salam, puspa, ki hujan

dan manglid. Perinciannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Selain itu juga

sudah disepakati NPK antara Pemda Kabupaten Kuningan dengan BKSDA II

Provinsi Jawa Barat dalam bidang pengembangan wisata alam dan

pemanfaatan jasa lingkungan Nomor 522.82/678/Hutbun dan S.2150/IV-

K.12/2006. Sebagai tindak lanjut dari NPK di atas juga telah disepakati NKB

antara BKSDA II Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Desa Setianegara,

Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan tentang Implementasi Sistem

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai Nomor S.950/IV-K.12/2006 dan

8213/18/IV/Des/2006 dan Nota Perjanjian Kemitraan antara BKSDA II

Provinsi Jawa Barat dengan Pondok Pesantren Madinatunnajah tentang

Pengelolaan Sumberdaya Alam melalui Pendidikan Konservasi di Taman

Nasional Gunung Ciremai Nomor S.901/IV-K.12/2006. Hal ini karena akses

masyarakat di dalam kawasan hutan sebelumnya sudah berkekuatan hukum,

sehingga perlu adanya kekuatan hukum baru meskipun berganti Pemegang

Otoritas Pengelolaan (POP).

Dalam rangka melanjutkan implementasi PHBM, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Kuningan tahun 2006 melaksanakan kegiatan

Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan dengan

rincian, sebagai berikut:

1. Pelatihan lebah madu sebanyak dua kelompok

2. Bantuan dana bergulir sebesar Rp 20.000.000,-

3. Pemberian alat lebah madu sebanyak satu paket

4. Pertemuan teknis pembinaan Forum PHBM

Saat ini sedang dibahas draft Memorandum of Understanding (MoU)

yang memayungi kepentingan para pihak di Kabupaten Kuningan dengan

Departemen Kehutanan dan juga dibentuk Tim Pengkajian Pengelolaan

Taman Nasional Gunung Ciremai melalui Keputusan Bupati Kuningan Nomor

522.81/KPTS.251-Dishutbun/2005 tentang Tim Pengkaji Pengelolaan Taman

Nasional Gunung Ciremai Kolaboratif yang meliputi tiga Kelompok Kerja

(Pokja), yaitu Pokja Review Kebijakan, Penyusunan Kelembagaan dan

Penyusunan Zonasi. Pokja Kebijakan telah menyusun naskah Nota

Kesepahaman antara Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam

dengan Bupati Kuningan tentang Pengelolaan Kawasan Taman Nasional

Page 110: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

93

Gunung Ciremai. Draft Kelembagaan Kolaborasi Taman Nasional Gunung

Ciremai tingkat regional, terdiri dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai,

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, perguruan tinggi, LSM,

masyarakat dan dunia usaha. Sedangkan draft Kelembagaan Kolaborasi

Taman Nasional Gunung Ciremai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa,

terdiri dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Pemda, masyarakat dan

pihak lainnya. Draft model-model zonasi dan kriterianya dinilai dari aspek

ekologi, sosial dan ekonomi dengan bentuk-bentuk zona, yaitu zona inti, zona

rimba, zona pemanfaatan (terbatas dan tradisional) dan zona rehabilitasi.

Pendanaan untuk implementasi kebijakan PHBM bersumber dari

Pemda Kabupaten Kuningan, Perum Perhutani dan lembaga donor melalui

LSM dengan alokasi sebagaimana pada Tabel 32. Dana dari Perum

Perhutani untuk menunjang kegiatan penguatan kelembagaan dan tenaga

fasilitator. Sedangkan dana dari Pemda Kabupaten Kuningan dan lembaga

donor bersifat sinergi untuk penguatan kelembagaan dan pemberdayaan

masyarakat. Dana dari lembaga donor cukup signifikan dan hal ini sangat

membantu karena dana dari Pemda Kabupaten Kuningan baru pada akhir

tahun, sehingga pelaksanaan PHBM di Kabupaten Kuningan tidak terhambat.

Tabel 32. Dana dari lembaga donor, Pemda Kabupaten Kuningan dan

Perum Perhutani untuk implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun 2002-2005

Tahun (000 Rp) No. Instansi 2002 2003 2004 2005 Jumlah (000 Rp)

1 Lembaga donor

178.000,- 396.000,- 367.000,- - 941.000,-

2 Pemda Kabupaten Kuningan

200.000,- 500.000,- 500.000,- 100.000,- 1.300.000,-

3 Perum Perhutani

368.000,- 200.000,- 70.000,- - 638.000,-

Jumlah 746.000,- 1.096.000,- 937.000,- 100.000,- 2.879.000,- Sumber: LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

Implementasi kebijakan PHBM pada tiga desa sampel terdapat pada

Tabel 33 berikut.

Page 111: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

94

Tabel 33. Implementasi kebijakan PHBM pada tiga desa sampel

NPK No. Desa Kecamatan BKPH RPH Tahun NKB (Ha) Luas (Ha) % 1 Padabeunghar Pasawahan Linggarjati Pasawahan 2002 1.200,46 36,90 3,07 2 Linggarjati Cilimus Linggarjati Setianegara

dan Jalaksana

2003 394,83 42,26 10,70

3 Karangsari Darma Linggarjati Darma 2003 72,63 - - Jumlah 1.667,92 79,16

Sumber: LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

Sedangkan Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam PHBM pada tiga desa

sampel terdapat pada Tabel 34 berikut.

Tabel 34. KTH dalam PHBM pada tiga desa sampel

No. Desa Kecamatan KTH Anggota Luas

(Ha) Petak Komoditi

1 Padabeunghar Pasawahan Cirendang 33 106,90 1 A, 1 B dan 1 C

Melinjo, pete, pisang dan

Kiara 14 42,00 3 C durian Batukuda 94 36,90 5 A Cipelah 30 98,90 11 D Kiamis 20 65,70 11 C Sipanenjoan 15 51,20 4 D, 11 A

dan 11 B

Silebu 20 64,30 4 A Siliangkerud 14 44,10 4 B

Jumlah 240 510,00

2 Linggarjati Cilimus Salam 52 13,05 22 E dan 22 F

Jeruk, nilam, pisang dan

Sihurang 39 5,00 23 D kopi Sareng

Tengah 35 19,15 22 B, 22 C

dan 22 E

Leuweung Datar

45 12,70 22 D dan 23 B

Parigi 27 8,60 23 E Jumlah 198 58,50

3 Karangsari Darma Rimbasari 50 63,45 30, 31 A, 31 B, 31 C, 32 B dan 32 C

Sayuran, alpukat, pisang dan kopi

Jumlah 50 63,45 Total 488 631,95

Sumber: LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

Pada Desa Linggarjati, di samping terdapat PHBM berbasis lahan ada

juga PHBM berbasis non lahan dengan kegiatan pengelolaan pendakian

Gunung Ciremai sepanjang 11 km, dimana jumlah pendaki sebanyak 9.000-

12.000 orang/tahun. Organisasi yang mengelola jalur pendakian ini ialah

Badan Pengelola Pendakian Gunung Ciremai (BPPGC). Retribusi pendakian

Gunung Ciremai ini sebesar Rp 3.000,-/orang dengan pembagian sebagai

berikut:

1. Perum Perhutani : Rp 1.250,-

2. Pemda Kabupaten Kuningan : Rp 500,-

3. Asuransi : Rp 100,-

Page 112: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

95

4. Pemerintah Desa Linggarjati : Rp 350,-

5. Pengelola PHBM : Rp 800,-

Di samping itu, di Desa Linggarjati terdapat juga Buper. Buper terdapat

juga di Desa Karangsari seluas 1 Ha, selain Situs Kancangan. Potensi

wisata terdapat juga di Desa Padabeunghar, yaitu Batu Luhur, Gunung

Rangkong dan Situ Ayu Salintang. Namun, potensi berbasis non lahan ini

belum dikembangkan dan baru sebatas dalam rencana Forum PHBM Desa

dan Pemerintah Desa Padabeunghar karena mengalami kesulitan dengan

modal untuk pengembangannya.

Meskipun PHBM sudah dilaksanakan sejak tahun 2001, namun masih

ada beberapa permasalahan dalam implementasinya, yaitu:

1. Kelembagaan KTH belum berfungsi secara maksimal

2. Forum PHBM Kecamatan dan Desa belum berfungsi optimal

3. Kemampuan petani dalam budidaya tanaman, baik semusim maupun

hortikultura masih terbatas

4. Peran serta instansi yang tergabung dalam Forum PHBM Kecamatan

belum maksimal

5. Pembagian wilayah tanggung jawab atau penentuan batas antar desa

masih ada yang belum terjalin kesepakatan

6. Pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pendataan potensi dan

merencanakan kegiatan masih terbatas

B. Dampak Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Salah satu dampak negatif dari kebijakan PHBM di Kabupaten

Kuningan terhadap masyarakat ialah sebagian masyarakat mengganggap

PHBM merupakan hadiah. Saat wawancara dengan masyarakat sekitar

hutan, peneliti menanyakan “Apakah Bapak masih ikut PHBM sekarang?”.

Bapak tersebut menjawab, “Tidak karena sudah lama tidak ada lagi bantuan.”

Hal ini membuktikan, bahwa sebagian masyarakat mengganggap PHBM

hanya sekadar bantuan.

PHBM juga memberi dampak pada LSM karena aktivitas LSM lokal di

Kabupaten Kuningan semakin bergairah karena banyaknya proposal LSM

tersebut yang disetujui oleh lembaga donor yang tertarik dengan aktivitas

yang terjadi di Kabupaten Kuningan, khususnya mengenai kegiatan PHBM.

Hal ini juga menjadi nilai tambah bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada

Page 113: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

96

Pemda Kabupaten Kuningan, peserta PHBM dan sebagainya untuk

beraktivitas dalam wadah LPI–PHBM Kabupaten Kuningan. Selintas agak

susah dilihat mana yang anggota LSM dan mana yang bukan, bahkan salah

seorang dosen Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan menyatakan,

bahwa PNS di Kabupaten Kuningan sudah menjadi anggota LSM.

LPI-PHBM Kabupaten Kuningan merupakan wadah yang dibentuk

dengan Keputusan Bupati Kuningan Nomor 522/KPTS.455.KLH/2002 tentang

Pembentukan Lembaga Pelayanan Implementasi Sistem PHBM Kabupaten

Kuningan yang anggotanya berasal dari berbagai kalangan untuk memediasi

proses pelaksanaan PHBM di Kabupaten Kuningan karena Forum PHBM

Kabupaten Kuningan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Kuningan

Nomor 522/KPTS.167.KPLD/2001 tentang Pembentukan Organisasi

Penyelenggara PHBM Kabupaten Kuningan anggotanya merupakan para

pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten Kuningan yang mempunyai

kegiatan banyak dan hanya bertemu 2–3 kali setahun. Oleh karena itu,

dibantu oleh LPI-PHBM Kabupaten Kuningan yang mempersiapkan bahan

untuk pertemuan Forum PHBM Kabupaten Kuningan dan sebagainya.

Namun, timbul kerancuan pada masyarakat di Kabupaten Kuningan yang

menganggap LPI-PHBM Kabupaten Kuningan merupakan Forum PHBM

Kabupaten Kuningan karena anggota LPI–PHBM Kabupaten Kuningan yang

sering berinteraksi dengan mereka. Hal ini membuktikan, bahwa begitu

melembaganya LPI–PHBM Kabupaten Kuningan, termasuk anggotanya.

Dari segi kelembagaan, PHBM di Kabupaten Kuningan cukup baik,

tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan relatif sama. PHBM hanya

merupakan pelegalan masyarakat menggarap lahan hutan selama ini yang

tidak terpantau atau sengaja tidak dipantau oleh petugas lapangan Perum

Perhutani, sehingga dengan adanya PHBM masyarakat merasa tenang untuk

masuk ke dalam hutan karena memiliki kepastian hukum. Hal ini sesuai

dengan Kusuma (2003) yang menyatakan, bahwa 69% responden merasa

lebih aman mengolah lahan hutan setelah PHBM.

NPK yang merupakan kesepakatan antara masyarakat dengan Perum

Perhutani dalam bagi hasil tidak terlalu dipermasalahkan oleh masyarakat

karena yang penting bagi masyarakat hanya akses untuk masuk hutan.

Bahkan tanpa NPK-pun, PHBM sudah dilaksanakan di lapangan dan NPK-

nya menyusul kemudian. Jika dilihat secara cermat, tidak semua peserta

Page 114: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

97

yang ada di dokumen NPK peserta PHBM dan tidak semua peserta PHBM

ada pada dokumen NPK karena lahan hutan yang telah diolah masyarakat

secara terpisah-pisah dikumpulkan menjadi satu dan dibuat satu kelompok,

sehingga lahan yang diolah peserta bervariasi. Bahkan muncul fenomena

ganti rugi lahan yang telah diolah antar masyarakat karena sebelumnya tidak

mempunyai kemampuan untuk membuka lahan di hutan. Pada umumnya,

kelompok masyarakat seperti ini yang tidak setuju dengan PHBM.

Pada tingkat desa kadang-kadang timbul kecemburuan sosial karena

dengan adanya PHBM seolah-olah pamor Kepala Desa tersaingi oleh Ketua

Forum PHBM Desa. Namun, pada beberapa desa yang Kepala Desa dan

Ketua Forum PHBM Desa seiring, dimana yang semestinya laporan PHBM

desa dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Desa sebagai penanggung

jawab PHBM di tingkat desa hanya dilakukan secara lisan dan sering

dilakukan pertemuan Forum PHBM Desa.

Pada tingkat kecamatan, proses PHBM sering terlewatkan. Meskipun

ada Forum PHBM Kecamatan, tetapi sering tidak aktif dan laporan dari desa

sering juga tidak sampai pada kecamatan. Bahkan ada kecamatan yang

belum di-legal-kan secara formal Forum PHBM Kecamatan-nya. Hal ini

mungkin karena mudahnya akses dari desa ke kabupaten dan seringnya

anggota LPI-PHBM Kabupaten Kuningan langsung ke desa tanpa melewati

kecamatan terlebih dahulu.

Berikut disampaikan dampak kebijakan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dari aspek sosial

ekonomi yang terdiri atas pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan,

disparitas pendapatan dan ekonomi rumah tangga.

1. Pertumbuhan Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan PHBM telah memberi kesempatan bagi masyarakat desa sekitar

hutan untuk meningkatkan pendapatannya dan juga berpartisipasi dalam

menjaga kelestarian hutan. Dari kuisioner, wawancara dan survey yang

dilakukan pada peserta PHBM di desa sampel terdapat kontribusi

pendapatan PHBM pada pendapatan rumah tangga sebesar 7,71%, yaitu

Rp 924.905,- dari Rp 11.957.952,- seperti terlihat pada Tabel 35 berikut.

Page 115: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

98

Tabel 35. Pendapatan peserta PHBM di desa sampel dari PHBM dan non PHBM

Pendapatan

Non PHBM PHBM No. Desa Sampel (Rp) % (Rp) % Jumlah (Rp)

1 Padabeunghar 9.635.428,- 93,81 636.143,- 6,19 10.271.571,- 2 Linggarjati 12.827.571,- 93,09 952.000,- 6,91 13.779.571,- 3 Karangsari 10.636.143,- 89,96 1.186.571,- 10,04 11.822.714,-

Rata-rata 11.033.047,- 92,29 924.905,- 7,71 11.957.952,- Sumber: Data primer (2006)

Tabel 35 di atas menunjukkan, bahwa pendapatan masyarakat di

Desa Linggarjati merupakan yang paling tinggi, yaitu Rp 13.779.571,-.

Namun, kontribusi pendapatan PHBM yang paling besar pada

pendapatan rumah tangga terdapat di Desa Karangsari, yaitu 10,04%.

PAD Kabupaten Kuningan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kuningan meningkat cukup signifikan, yaitu sebesar Rp

2.055.000,- tahun 2001 menjadi Rp 102.520.293,50 tahun 2005 dengan

pertumbuhan rata-rata 1.222,21%/tahun. Namun, jika dilihat dari

komponen sumber pendapatannya hanya pada tahun 2005 yang berasal

dari PHBM, yaitu Ijin pendakian Gunung Ciremai (PHBM berbasis non

lahan) sebesar Rp 6.766.915,- atau sebesar 6,60% dari PAD Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan pada tahun tersebut.

Secara umum kontribusi sektor kehutanan dan perkebunan

Kabupaten Kuningan terhadap PAD Kabupaten Kuningan tidak

menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 0,02%

tahun 2001 menjadi 0,83% tahun 2005. Padahal rendahnya kontribusi

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan bagi PAD

Kabupaten Kuningan menjadi salah satu hal yang mendorong

dilaksanakannya PHBM. Bahkan Pemda Kabupaten Kuningan pernah

ingin menjadikan hutan di Kabupaten Kuningan sebagai Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD), meskipun payung hukumnya tidak ada. Namun,

studi kelayakan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kuningan hasilnya cukup berat bagi Pemda Kabupaten

Kuningan karena untuk memperbaiki kondisi hutan di Kabupaten

Kuningan menjadi hutan normal diperlukan dana sekitar Rp

27.000.000.000,- dan baru akan mencapai kondisi tegakan hutan normal

pada tahun 2027. PAD Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Kuningan tahun 2001-2005 secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.

Page 116: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

99

Pada dasarnya kontribusi sektor kehutanan pada PAD Kabupaten

Kuningan tidak hanya dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Kuningan saja, tetapi juga dari dinas lainnya karena kontribusi sektor

kehutanan menjadi PAD dinas-dinas tersebut, seperti manfaat air menjadi

PAD Dinas Sumberdaya Air dan Pertambangan Kabupaten Kuningan.

PAD dari manfaat air ini cukup besar, yaitu sebesar Rp 769.098.938,-

tahun 2001 menjadi Rp 2.615.511.600,- tahun 2005 atau meningkat rata-

rata sebesar 240,08%/tahun. Hal ini secara rinci dapat dilihat pada

Lampiran 9.

Informasi dari KPH Kuningan, PHBM tidak mengurangi pendapatan

Perum Perhutani, bahkan pendapatan Perum Perhutani cenderung

meningkat dan hutan relatif terjaga. Hal ini berarti, bahwa keberlanjutan

pengusahaan hutan lebih terjamin jika melihat pendapatan perusahaan

secara keseluruhan, baik dari hasil hutan kayu maupun non kayu.

Produksi kayu jati maupun rimba dari tahun 1998-2000 terus meningkat,

namun sejak tahun 2001-2003 mengalami penurunan. Hal ini karena

adanya pemberlakuan moratorium logging bagi jenis rimba di kawasan

hutan. Namun, pendapatan KPH Kuningan tetap meningkat karena

meningkatnya produksi hutan non kayu, seperti minyak kayu putih, rotan

dan jasa wisata. Pendapatan KPH Kuningan rata-rata per tahun sekitar

Rp 900.000.000,- seperti Tabel 36 berikut.

Tabel 36. Pendapatan KPH Kuningan tahun 1998-2003

No. Tahun Pendapatan (Rp) 1 1998 500.000.000,-2 1999 550.000.000,-3 2000 700.000.000,-4 2001 300.000.000,-5 2002 1.300.000.000,-6 2003 2.050.000.000,-

Jumlah 5.400.000.000,- Rata-rata 900.000.000,-

Sumber: KPH Kuningan

Dampak kebijakan PHBM terhadap kesadaran masyarakat tentang

pentingnya keberadaan hutan mulai tumbuh kembali pada desa-desa

sekitar hutan yang pada awal era reformasi merupakan daerah rawan

perambahan hutan. Berdasarkan data dari KPH Kuningan, gangguan

Page 117: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

100

keamanan hutan puncaknya tahun 1999 dan setelah itu gangguan

keamanan hutan cenderung turun seperti terlihat pada Tabel 37 berikut.

Tabel 37. Kerusakan hutan akibat pencurian kayu dan kerugiannya

tahun 1999-2004 No. Tahun Pencurian Kayu (batang) Kerugian (Rp)

1 1999 15.694 5.124.000.000,-2 2000 6.017 1.900.000.000,-3 2001 6.370 2.700.000.000,-4 2002 1.786 767.000.000,-5 2003 341 104.000.000,-6 2004 549 81.000.000,-

Jumlah 30.757 10.676.000.000,- Rata-rata 5.126 1.779.333.333,-

Sumber: KPH Kuningan

Tabel 38 menunjukkan tingkat kemiskinan masyarakat di desa

sampel setelah PHBM yang secara umum relatif lebih baik dari pada

tingkat kemiskinan Kabupaten Kuningan dan Indonesia. Tingkat

kemiskinan Kabupaten Kuningan sebelum dan setelah PHBM ada

penurunan sekitar 1,30% atau hanya 0,26% per tahun dan tingkat

kemiskinan Indonesia sebelum dan setelah PHBM ada penurunan sekitar

1,39% atau hanya 0,23% per tahun. Tingkat kemiskinan di desa sampel

sebelum PHBM (tahun 2000) tidak ada data.

Tabel 38. Tingkat kemiskinan sebelum dan setelah PHBM

Desa Sampel (%)

No. Waktu Padabeunghar Linggarjati Karangsari Rata-rata

Kuningan (%)

Indonesia (%)

1 Sebelum PHBM

- - - - 16,36 19,14

2 Setelah PHBM

11,43 8,57 8,57 9,52 15,06 17,75

Sumber: Data primer (2006), Bapeda Kabupaten Kuningan dan BPS

2. Disparitas Pendapatan

Menghitung disparitas pendapatan sangat penting untuk

mengetahui, apakah kesejahteraan telah terdistribusi merata dengan

menghitung distribusi pendapatan per kapita masyarakat pada tiga desa

sampel. Disparitas pendapatan dapat juga diukur dengan menghitung

Koefisien Gini. Disparitas pendapatan bisa terjadi karena perbedaan

kemampuan sumberdaya manusia dan sebagainya.

Page 118: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

101

Tabel 39 menunjukkan distribusi pendapatan peserta PHBM pada

ketiga desa sampel tidak sama. Pada Desa Linggarjati, pendapatan per

kapita masyarakat yang paling kaya sekitar 28 kali lebih tinggi dari pada

pendapatan masyarakat yang paling rendah. Pada Desa Padabeunghar

dan Karangsari, distribusi pendapatan relatif lebih baik dari pada Desa

Linggarjati, meskipun disparitas antara masyarakat yang paling kaya dan

yang paling miskin masih cukup tinggi.

Tabel 39. Jarak disparitas pendapatan peserta PHBM di desa

sampel antara yang paling tinggi dengan yang paling rendah

Jarak Distribusi Pendapatan

No. Desa Pendapatan

Tahunan yang paling Tinggi

(Rp/kapita/tahun)

Pendapatan Tahunan yang paling Rendah

(Rp/kapita/tahun)

Jarak Rata-rata

1 Padabeunghar 6.933.750,- 670.000,- 10 x 2.681.521,- 2 Linggarjati 10.685.000,- 375.000,- 28 x 3.907.536,- 3 Karangsari 8.137.500,- 570.000,- 14 x 3.420.664,-

Rata-rata 3.336.573,- Sumber: Data primer (2006)

Disparitas pendapatan dikategorikan tinggi, jika nilai Koefisien Gini

lebih dari 0,5, nilai 0,4-0,5 dikategorikan sedang dan nilai di bawah 0,4

ialah disparitas rendah (Departemen Kehutanan, 2000 dalam

Nurrochmat, 2005b). Tabel 40 menunjukkan nilai Koefisien Gini dan

persentase distribusi pendapatan rumah tangga per tahun pada masing-

masing kuintil pada tiga desa sampel. Hal ini menunjukkan, bahwa nilai

Koefisien Gini dari pendapatan rumah tangga per tahun pada ketiga desa

sampel merupakan disparitas pendapatan yang rendah karena Koefisien

Gini di bawah 0,4. Rata-rata Koefisien Gini dari pendapatan rumah

tangga per tahun pada desa sampel ialah 0,28 yang berarti disparitas

pendapatan di desa sampel relatif terdistribusi secara baik.

Tabel 40. Distribusi pendapatan menurut kelas pendapatan di desa

sampel

Pendapatan (%) No. Desa Koefisien Gini Kuintil

1 Kuintil

2 Kuintil

3 Kuintil

4 Kuintil

5 1 Padabeunghar 0,31 5,99 12,03 20,70 25,53 35,75 2 Linggarjati 0,35 4,88 10.89 19,05 26,69 38,49 3 Karangsari 0,18 10,79 17,52 19,33 22,16 30,21

Rata-rata 0,28 7,22 13,48 19,69 24,79 34,82 Sumber: Data primer (2006)

Page 119: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

102

Tabel 40 di atas menunjukkan keadaan pada desa sampel, dimana

rata-rata kuintil yang paling tinggi (20% penduduk yang paling kaya)

menerima sekitar 34,82% dari total pendapatan dan sekitar 65,18% dari

pendapatan terdistribusi pada masyarakat yang lain. Hal ini berarti,

bahwa relatif cukup banyak keuntungan dari PHBM (34,82%) didapat oleh

sedikit masyarakat (20%).

Perbandingan disparitas pendapatan antar desa sampel dapat lebih

jelas dengan memproyeksikan persentase pendapatan dari masing-

masing kuintil pada sebuah kurva yang disebut Kurva Lorens pada

Gambar 9 berikut.

KURVA LORENS DESA SAMPEL

Kuintil

0 1 2 3 4 5 6

Pen

dapa

tan

(%)

0

20

40

60

80

100

120

Desa PadabeungharDesa LinggarjatiDesa KarangsariRata-rataGaris persamaan

Gambar 9. Kurva Lorens pada desa sampel

3. Ekonomi Rumah Tangga

Beberapa variabel yang dipakai pada analisis ekonomi rumah

tangga di tiga desa sampel ialah indikator sumberdaya manusia

responden (kelas umur, umur produktif, pendidikan dan jumlah anggota

rumah tangga), indikator kesejahteraan (pendapatan rumah tangga,

tingkat kemiskinan, tipe rumah dan luas kepemilikan lahan) dan

hubungan responden terhadap PHBM (luas lahan PHBM, waktu kerja

PHBM, pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM dan porsi

Page 120: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

103

pendapatan rumah tangga dari PHBM). Tabel 41 berikut

menggambarkan variabel sosial ekonomi responden yang digunakan.

Tabel 41. Deskripsi variabel sosial ekonomi responden

No. Variabel Definisi A Indikator

sumberdaya manusia

1 Kelas umur 1 jika umur responden < 30 tahun, 2 jika 31–40 tahun, 3 jika 41–50 tahun dan 4 jika > 50 tahun

2 Umur produktif 1 jika responden pada umur produktif (16-50 tahun) dan 0 yang lainnya

3 Pendidikan 1 jika pendidikan responden SD, 2 jika SLTP, 3 jika SLTA dan 4 jika perguruan tinggi

4 Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga

B Indikator kesejahteraan

1 Pendapatan rumah tangga

Pendapatan rumah tangga

2 Tingkat kemiskinan

1 jika pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan dan 0 yang lainnya

3 Tipe rumah 1 jika tipe rumah non permanen, 2 jika semi permanen dan 3 jika permanen

4 Luas kepemilikan lahan

1 jika luas kepemilikan lahan < 0,25 Ha, 2 jika 0,25-0,5 Ha dan 3 jika > 0,5 Ha

C Hubungan terhadap PHBM

1 Luas lahan PHBM

1 jika luas lahan PHBM < 0,25 Ha, 2 jika 0,25-0,5 Ha dan 3 jika > 0,5 Ha

2 Waktu kerja PHBM

Frekuensi kerja PHBM per bulan (hari)

3 Pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM

Pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM

4 Porsi pendapatan rumah tangga dari PHBM

Porsi pendapatan rumah tangga dari PHBM

Page 121: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

104

Analisis sosial ekonomi pada bagian ini menggunakan skala

nominal, ordinal dan variabel. Deskripsi statistik dari masing-masing

variabel di atas ditunjukkan pada Tabel 42 berikut.

Tabel 42. Deskripsi statistik karakteristik sosial ekonomi responden

No. Variabel Minimum Maksimum Rata-rata A Indikator

sumberdaya manusia

1 Kelas umur 1 4 2,492 Umur produktif 0 1 0,823 Pendidikan 1 3 1,414 Jumlah anggota

rumah tangga 2 7

3,74

B Indikator kesejahteraan

1 Pendapatan rumah tangga

1.500.000,- 42.740.000,- 11.923.571,-

2 Tingkat kemiskinan

0 1 0,91

3 Tipe rumah 1 3 1,894 Luas

kepemilikan lahan

1 3 1,73

C Hubungan terhadap PHBM

1 Luas lahan PHBM

1 3 1,74

2 Waktu kerja PHBM

2 20 10,41

3 Pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM

25.000,- 6.800.000,- 924.904,-

4 Porsi pendapatan rumah tangga dari PHBM

0,002 0,518 0,099

Sumber: Data primer (2006)

Analisis ini dibagi atas tiga bagian, yaitu bagian pertama membahas

struktur pendapatan rumah tangga dan ketergantungan pendapatannya

terhadap PHBM, bagian kedua membahas penyebaran keuntungan dari

PHBM dan bagian ketiga mengenai hubungan variabel terhadap

kemiskinan di desa.

Page 122: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

105

a. Struktur Pendapatan dan Ketergantungan terhadap PHBM Rata-rata pendapatan peserta PHBM pada tiga desa sampel

sekitar Rp 3.336.573,- per kapita per tahun, dimana jauh di atas garis

kemiskinan (320 kg beras atau Rp 960.000,- per kapita per tahun saat

ini). Hal ini diperkuat lagi dengan banyaknya masyarakat yang tinggal

di rumah semi permanen dan permanen, yaitu sekitar 80,95%

mempunyai rumah semi permanen dan permanen.

Rumah tangga relatif tidak memiliki ketergantungan yang tinggi

terhadap PHBM sebagai sumber pendapatan. Pada Desa Linggarjati,

sekitar 6,91% pendapatan rumah tangga berasal dari PHBM, seperti

tumpang sari dan sebagainya. Sedangkan di Desa Karangsari,

kontribusi PHBM sekitar 10,04% terhadap pendapatan rumah tangga

dan di Desa Padabeunghar 6,19% dari pendapatan rumah tangga

berasal dari PHBM seperti Tabel 43 berikut.

Tabel 43. Sumber pendapatan rumah tangga peserta PHBM di

desa sampel

Desa (%) No. Sumber

Pendapatan Padabeunghar Linggarjati Karangsari

Rata-rata (%)

1 Pertanian 45,14 61,03 47,37 51,182 PHBM 6,19 6,91 10,04 7,713 Lainnya 48,67 32,06 42,59 41,11

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: Data primer (2006)

Gambar 10 menunjukkan, bahwa dari semua tipe rumah secara

umum memiliki ketergantungan pendapatan yang relatif sama pada

PHBM dengan kontribusi sekitar 10% pada pendapatan rumah

tangga. Tipe rumah permanen memiliki ketergantungan pendapatan

yang tinggi pada pertanian, tipe rumah non permanen memiliki

ketergantungan pendapatan yang tinggi pada lainnya dan tipe rumah

semi permanen memiliki ketergantungan pendapatan yang relatif

sama antara pertanian dan lainnya. Hal ini berarti, bahwa tipe rumah

tidak berpengaruh secara signifikan, maka untuk penelitian

selanjutnya tidak cocok tipe rumah sebagai indikator di daerah ini.

Page 123: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

106

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Lainnya 2,506,250.00 5,090,000.00 4,731,624.09

PHBM 941,875.00 886,500.00 933,116.88

Pertanian 9,556,250.00 2,784,500.00 6,967,986.30

Permanen Non Permanen Semi Permanen

Gambar 10. Tipe rumah dan kontribusi sumber pendapatan pada pendapatan rumah tangga

Tabel 44 menunjukkan variabel yang berhubungan pada porsi

pendapatan rumah tangga dari PHBM pada tiga desa sampel. Tabel

44 ini juga menunjukkan, bahwa dengan model regresi linier tingkat

kemiskinan memiliki hubungan koefisien negatif pada variabel terikat.

Hal ini menunjukkan, bahwa masyarakat yang hidup di bawah garis

kemiskinan secara umum memiliki ketergantungan yang lebih tinggi

pada PHBM karena lebih besar porsi PHBM pada pendapatan rumah

tangga mereka. Koefisen pendapatan rumah tangga yang negatif

memberi alasan kuat bagi ketergantungan yang tinggi dari rumah

tangga yang mempunyai pendapatan yang rendah dari pada

pendapatan yang tinggi.

Tabel 44. Variabel yang berhubungan terhadap porsi

pendapatan dari PHBM

No. Variabel Koefisien Standard Error t-ratio

1 Konstanta 0,11144 0,06228 1,79**2 Kelas umur -0,007928 0,009406 -0,843 Umur produktif -0,02582 0,02191 -1,184 Pendidikan 0,01166 0,01019 1,145 Jumlah anggota

rumah tangga 0,004752 0,006792 0,70

6 Pendapatan rumah tangga

-0,00000001 0,00000000 -5,37***

7 Tingkat kemiskinan -0,08226 0,02216 -3,71***

Page 124: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

107

Tabel 44. (lanjutan)

No. Variabel Koefisien Standard Error t-ratio

8 Tipe rumah 0,01393 0,01157 1,209 Luas kepemilikan

lahan 0,00601 0,01355 0,44

10 Luas lahan PHBM 0,01633 0,01112 1,47*11 Waktu kerja PHBM 0,002827 0,002428 1,1612 Pendapatan

tahunan rumah tangga dari PHBM

0,00000007 0,00000001 12,96***

Sumber: Data primer (2006), regresi linier, peubah terikat: porsi pendapatan dari PHBM, n = 105, R-Sq (adj) = 74,9% ***signifikan pada tingkat kepercayaan 1%, **signifikan pada tingkat kepercayaan 5%, *signifikan pada tingkat kepercayaan 10%

Berdasarkan hasil analisis statistik yang digambarkan pada

Tabel 44 di atas terlihat, bahwa porsi pendapatan dari PHBM

mempunyai hubungan positif dengan luas lahan PHBM dan

pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM. Logikanya, jika lebih

luas lahan PHBM seseorang, maka lebih besar kontribusi pendapatan

dari PHBM.

Pengaruh kelas umur dan umur produktif pada porsi pendapatan

dari PHBM tidak signifikan. Tabel 44 di atas juga menunjukkan,

bahwa porsi pendapatan dari PHBM berhubungan dengan jumlah

anggota rumah tangga, yaitu semakin banyak jumlah anggota rumah

tangga, maka akan semakin banyak porsi pendapatan dari PHBM

b. Distribusi Keuntungan dari PHBM Tabel 45 menunjukkan, bahwa keuntungan dari PHBM secara

signifikan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, jumlah anggota rumah

tangga, pendapatan rumah tangga, tingkat kemiskinan dan porsi

pendapatan dari PHBM. Hal ini berarti, bahwa orang yang lebih kaya

memiliki lebih besar keuntungan dari PHBM dan tidak ada hubungan

dengan tipe rumah.

Page 125: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

108

Tabel 45. Variabel yang berhubungan dengan keuntungan dari PHBM

No. Variabel Koefisien Standard Error t-ratio

1 Konstanta -1010698 745006 -1,36*2 Kelas umur 121915 111425 1,093 Umur produktif 228853 261095 0,884 Pendidikan -196872 120149 -1,64*5 Jumlah anggota rumah

tangga -116510 79977 -1,46*

6 Pendapatan rumah tangga

0,10196 0,01528 6,67***

7 Tingkat kemiskinan 658743 273607 2,41***8 Tipe rumah -124485 137894 -0,909 Luas kepemilikan

lahan -87360 160800 -0,54

10 Luas lahan PHBM -137485 132832 -1,0411 Waktu kerja PHBM 1934 29049 0,0712 Porsi pendapatan dari

PHBM 9528248 735297 12,96***

Sumber: Data primer (2006), regresi linier, peubah terikat: pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM, n = 105, R-Sq (adj) = 68,6% ***signifikan pada tingkat kepercayaan 1%, **signifikan pada tingkat kepercayaan 5%, *signifikan pada tingkat kepercayaan 10%

Gambar 11 menunjukkan, bahwa sebagian kecil masyarakat

yang kaya (20%) mendapat keuntungan relatif banyak dari PHBM dan

20% masyarakat paling miskin menerima relatif lebih sedikit

keuntungan. Kelompok yang paling kaya mendapat keuntungan dari

PHBM sekitar Rp 33.940.000,- per tahun. Sedangkan kelompok

paling miskin mendapat sekitar Rp 16.660.000,- per tahun atau

sekitar 50% dari yang didapat kelompok paling kaya dari PHBM.

Page 126: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

109

Kelompok yang mendapatkan keuntungan paling banyak dari PHBM

33,940,000.00

16,660,000.00

10,000,000.00

20,000,000.00

30,000,000.00

40,000,000.00

20% Paling Kaya 20% Paling Miskin Rumah tangga

Rupiah/tahun

Gambar 11. Distribusi keuntungan dari PHBM di desa sampel

c Analisis Kemiskinan di Desa Model regresi linier digunakan untuk menentukan variabel yang

berhubungan dan berpengaruh pada kemiskinan di tiga desa sampel.

Variabel terikat tingkat kemiskinan dalam memperkirakan model

tingkat kemiskinan seperti yang digambarkan pada Tabel 41

sebelumnya ‘1’ menunjukkan, bahwa pendapatan per kapita rumah

tangga di atas garis kemiskinan dan ‘0’ yang lainnya.

Tabel 46 berikut menggambarkan hasil analisis regresi linier

dengan tingkat kemiskinan sebagai variabel terikat.

Tabel 46. Analisis regresi dari variabel yang berhubungan

dengan tingkat kemiskinan

No. Variabel Koefisien Standard Error t-ratio

1 Konstanta 0,8223 0,2632 3,12***2 Kelas umur 0,02777 0,04113 0,683 Umur produktif 0,05538 0,09623 0,584 Pendidikan -0,07095 0,04420 -1,61*5 Jumlah anggota

rumah tangga -0,05766 0,02913 -1,98**

6 Pendapatan rumah tangga

0,00000001 0,00000001 0,77

7 Tipe rumah 0,04494 0,05071 0,89

Page 127: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

110

Tabel 46. (lanjutan)

No. Variabel Koefisien Standard Error t-ratio

8 Luas kepemilikan lahan

0,06947 0,05878 1,18

9 Luas lahan PHBM 0,00117 0,04912 0,0210 Waktu kerja PHBM 0,00848 0,01065 0,8011 Pendapatan tahunan

rumah tangga dari PHBM

0,00000009 0,00000004 2,41***

12 Porsi pendapatan dari PHBM

-1,5690 0,4226 -3,71***

Sumber: Data primer (2006), regresi linier, peubah terikat: tingkat kemiskinan, n = 105, R-Sq (adj) = 31,9% ***signifikan pada tingkat kepercayaan 1%, **signifikan pada tingkat kepercayaan 5%, *signifikan pada tingkat kepercayaan 10%

Tabel 46 di atas menunjukkan, bahwa tingkat kemiskinan pada

tiga desa sampel dipengaruhi secara signifikan oleh banyak faktor,

yaitu pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan tahunan

rumah tangga dari PHBM dan porsi pendapatan dari PHBM. Jumlah

anggota rumah tangga berpengaruh pada tingkat kemiskinan, yaitu

lebih banyak anggota keluarga, maka lebih kecil kemungkinan untuk

keluar dari kemiskinan.

Tabel 46 di atas juga menunjukkan, bahwa pendapatan yang

lebih tinggi dari PHBM tidak dapat dipakai sebagai indikator untuk

mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Menurut hasil dari

analisis regresi linier, porsi pendapatan dari PHBM berlawanan

dengan tingkat kemiskinan. Porsi yang tinggi dari pendapatan PHBM

tidak paralel dengan keuntungan yang diterima dari PHBM.

5.3. Strategi Kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat Dalam rangka memformulasikan strategi kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat digunakan

metode AHP dan SWOT. Metode ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu

identifikasi stakeholders yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan

klasifikasi serta evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan (Kurttila et

al., 2000).

Page 128: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

111

A. Identifikasi Stakeholders Formulasi strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat tergantung pada

beberapa faktor, yaitu sosial ekonomi masyarakat, ekologi hutan dan

sebagainya. Hal ini berimplikasi, bahwa penting untuk mendapatkan

informasi dari berbagai stakeholders untuk mendapatkan stakeholders kunci.

Pengklasifikasian stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan

pengaruhnya dalam suatu pengelolaan merupakan salah satu cara untuk

mengidentifikasi peluang partisipasi dan kemungkinan resiko yang dapat

ditimbulkan oleh stakeholders tertentu. Tingkat kepentingan berkaitan

dengan dampak yang akan diterima oleh stakeholders, yaitu semakin besar

dampak yang akan diterima oleh stakeholders, maka semakin tinggi tingkat

kepentingannya. Sedangkan tingkat pengaruh mengindikasikan kemampuan

stakeholders untuk mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu

pengelolaan (Hermawan et al., 2005).

Berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya, stakeholders yang terlibat

dalam PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan,

Provinsi Jawa Barat, yaitu:

1. Primer langsung ialah stakeholders yang terlibat dan atau memperoleh

dampak langsung

2. Primer tidak langsung ialah stakeholders yang terlibat secara tidak

langsung, tetapi memperoleh dampak langsung

3. Sekunder ialah stakeholders yang tidak terlibat langsung dan tidak

memperoleh dampak secara langsung

Kepentingan, pengaruh dan peluang partisipasi stakeholders dalam

PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat terlihat pada Tabel 47 berikut.

Page 129: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

112

Tabel 47. Stakeholders, kepentingan dan tingkat kepentingannya, tingkat pengaruh dan peluang partisipasinya dalam PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Stakeholders Kepentingan Tingkat

Kepentingan Tingkat

Pengaruh Peluang

Partisipasi A Primer

langsung

1 BKSDA II Provinsi Jawa Barat

Konservasi sumberdaya hutan

Tinggi, pengelolaan kawasan konservasi

Tinggi, otoritas pengelolaan

Pengelolaan kawasan konservasi

2 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan

Pengelolaan sumberdaya hutan

Tinggi, wilayah teritorial

Tinggi, pengelola sumberdaya hutan daerah

Pembinaan

3 PMTH Kabupaten Kuningan

Lahan sebagai sumber penghidupan

Tinggi, penerima dampak langsung

Tinggi, sumberdaya manusia dan kontrol

Perlindungan

B Primer tidak langsung

1 Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Kuningan

Pembangunan daerah

Rendah, sumberdaya yang terbatas

Rendah, dapat bekerja sama tanpa kekuatan intervensi

Perencanaan

2 Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan

Pembangunan pertanian

Tinggi, intensitas pemanfaatan lahan untuk pertanian

Rendah, dapat bekerja sama tanpa kekuatan intervensi

Fasilitasi kegiatan pertanian

3 DInas Pariwisata Kabupaten Kuningan

Pariwisata Tinggi, koordinasi kepariwisataan

Sedang, koordinator kepariwisataan

Koordinasi kepariwisataan

4 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuningan

Kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan

Tinggi, sumberdaya terhadap kegiatan konservasi

Sedang, dukungan tanpa kekuatan intervensi

Fasilitasi

5 Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan

PAD Rendah, alokasi anggaran

Rendah, dukungan tanpa kekuatan intervensi

Koordinasi

6 PDAM Kabupaten Kuningan

Kontinuitas pasokan air

Tinggi, pemanfaat sumberdaya air

Rendah, dapat bekerja sama tanpa kekuatan intervensi

Kompensasi pemanfaatan air

Page 130: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

113

Tabel 47. (lanjutan)

No. Stakeholders Kepentingan Tingkat Kepentingan

Tingkat Pengaruh

Peluang Partisipasi

7 Perusahaan Air Minum Kemasan (PAMK)

Kontinuitas pasokan air

Tinggi, pemanfaat sumberdaya air

Rendah, dapat bekerja sama tanpa kekuatan intervensi

Kompensasi pemanfaatan air

8 PT. Indocement

Kontinuitas pasokan air

Tinggi, pemanfaat sumberdaya air

Rendah, dapat bekerja sama tanpa kekuatan intervensi

Kompensasi pemanfaatan air

9 Pecinta alam Penggunaan kawasan untuk kegiatan alam terbuka

Tinggi, sumberdaya manusia

Sedang Pelestarian

C Sekunder 1 Badan

Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Kuningan

Pemberdayaan masyarakat

Rendah Rendah, dukungan tanpa kekuatan intervensi

Fasilitasi

2 Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Kuningan

Pendapatan dari konsumen wisata

Rendah Rendah Kompensasi

3 LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

Kelestarian sumberdaya hutan dan kesejahteraan masyarakat

Tinggi, dukungan para pihak dan pendampingan

Tinggi, koordinasi, mobilisasi dan advokasi

Fasilitasi dan mediasi

4 LSM local Kabupaten Kuningan

Kelestarian sumberdaya hutan dan kesejahteraan masyarakat

Tinggi, dukungan para pihak dan pendampingan

Tinggi, koordinasi, mobilisasi dan advokasi

Fasilitasi dan mediasi

5 Universitas Kuningan

Pengembangan tempat penelitian

Tinggi, penelitian dalam pengelolaan kawasan konservasi

Tinggi, academic authority

Penelitian dan pengembangan

6 Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Pemanfaatan kawasan untuk latihan

Rendah, tidak dalam tataran operasional

Rendah Perlindungan

Sumber: Data primer (2006)

Page 131: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

114

Gambar 12 berikut memetakan stakeholders berdasarkan tingkat

kepentingan dan pengaruhnya terhadap PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

Kepentingan

Tinggi A B C

Sedang D

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Pengaruh

Keterangan: A : Dinas Pertanian, PDAM, PAMK dan PT. Indocement B : Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup dan pecinta alam C : Dinas Kehutanan dan Perkebunan, PMTH, BKSDA, LPI-PHBM, LSM

dan Universitas Kuningan D : Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah, Badan

Pemberdayaan Masyarakat, PHRI dan TNI

Gambar 12. Stakeholders, tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Pada daerah A dan B terdapat stakeholders dengan tingkat

kepentingan tinggi dan tingkat pengaruh rendah sampai sedang, yaitu Dinas

Pertanian Kabupaten Kuningan, PDAM Kabupaten Kuningan, PAMK, PT.

Indocement, Dinas Pariwisata Kabupaten Kuningan, Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Kuningan dan pecinta alam. PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat memerlukan inisiatif-

inisiatif khusus untuk melindungi kepentingan stakeholders ini karena

merupakan pihak yang paling besar menerima dampak, namun pengaruhnya

relatif rendah.

Pada daerah C terdapat stakeholders dengan tingkat kepentingan dan

pengaruh yang tinggi, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Kuningan, PMTH Kabupaten Kuningan, BKSDA II Provinsi Jawa Barat, LPI-

Page 132: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

115

PHBM Kabupaten Kuningan, LSM lokal Kabupaten Kuningan dan Universitas

Kuningan. Stakeholders pada daerah ini perlu melakukan kerja sama yang

baik agar PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan,

Provinsi Jawa Barat dapat terlaksana secara sinergis. Pada penelitian ini,

kelompok stakeholders inilah yang diminta masukannya untuk menganalisis

dan merumuskan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

Pada daerah D terdapat stakeholders dengan tingkat kepentingan dan

pengaruh rendah, yaitu Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Kuningan,

Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan, Badan Pemberdayaan

Masyarakat Kabupaten Kuningan, PHRI Kabupaten Kuningan dan TNI.

Kelompok stakeholders ini tidak memerlukan pelibatan intensif karena bukan

prioritas dalam pelaksanaan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Namun, apabila memungkinkan

perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui

perkembangan kepentingannya.

B. Klasifikasi Faktor-faktor Keputusan Menurut Shrestha et al. (2004), identifikasi dan klasifikasi faktor-faktor

keputusan dilakukan dengan studi pustaka, survey lapangan dan Focus

Group Discussion (FGD). Namun, karena keterbatasan peneliti hanya

dilakukan studi pustaka yang mendapatkan 12 faktor keputusan dan

kemudian diletakkan pada masing-masing kelompok SWOT seperti Tabel 48

berikut.

Tabel 48. Faktor-faktor SWOT yang mempengaruhi strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Strength Opportunity

1 Potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan yang besar

Permintaan ekowisata dan jasa lingkungan yang cukup besar

2 Kerja sama stakeholders yang cukup baik

Iklim usaha yang cukup kondusif

3 Dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya yang cukup menjanjikan

Investasi dari pihak luar yang peduli terhadap kelestarian hutan

Page 133: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

116

Tabel 48. (lanjutan)

No. Weakness Threat 1 Keanekaragaman hayati, satwa

dan habitatnya yang sangat sensitif

Gangguan terhadap hutan yang cukup tinggi

2 Kapasitas stakeholders yang relatif rendah

Jumlah penduduk yang cukup besar

3 Ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi

Pasar produk kayu yang cukup potensial

Sumber: Data primer (2006)

Pada dasarnya sangat baik untuk memperhitungkan sebanyak mungkin

faktor, namun jumlah perbandingan berpasangan dalam AHP akan

meningkat secara eksponensial dengan jumlah faktor. Oleh karena itu, untuk

menjaga agar perbandingan berpasangan tidak terlalu banyak, peneliti hanya

menggunakan tiga faktor pada masing-masing kategori SWOT.

C. Evaluasi Faktor-faktor Keputusan Pada penelitian ini, peneliti menggunakan fungsi ekologi, sosial dan

ekonomi sebagai kriteria kontrol dengan bobot 55%, 30% dan 15% yang

hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada Lampiran 10 tersebut

nampak, bahwa rasio konsistensi pada perbandingan berpasangan cukup

bagus. Hal ini berarti perbandingan berpasangan pada tingkat ini tidak

menyulitkan stakeholders dan dengan mudah dapat mengambil keputusan

yang prioritas.

Data yang diperoleh dari responden dihitung secara terpisah untuk

mendapatkan nilai faktor prioritas dan semua prioritas, sehingga memperoleh

nilai rata-rata seperti pada Lampiran 11. Nilai faktor prioritas menunjukkan

kepentingan relatif dari masing-masing faktor SWOT. Nilai semua prioritas

diperoleh dengan mengalikan nilai faktor prioritas dengan skala parameter

yang menggambarkan kepentingan relatif dari masing-masing faktor terhadap

semua kelompok SWOT. Nilai rata-rata menggambarkan pilihan semua

responden terhadap PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Perbandingan berpasangan membuktikan,

bahwa pada tingkat ini cukup rumit dengan rasio konsistensi mencapai 9%.

Hal ini masih dapat diterima, namun memang lebih tinggi dari pada tingkat

sebelumnya.

Page 134: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

117

1. BKSDA II Provinsi Jawa Barat Analisis faktor SWOT untuk BKSDA II Provinsi Jawa Barat

menunjukkan, bahwa potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan

jasa lingkungan yang besar (S1) sebagai kekuatan yang paling penting

dalam kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat dengan nilai faktor prioritas 0,687

(Lampiran 11). Faktor peluang dirasakan sama pentingnya oleh

stakeholders ini ialah permintaan ekowisata dan jasa lingkungan yang

cukup besar (O1), iklim usaha yang cukup kondisif (O2) dan investasi dari

pihak luar yang peduli terhadap kelestarian hutan (O3) dengan nilai

prioritas 0,333. Faktor kelemahan yang paling berpengaruh dirasakan

oleh stakeholders ini ialah keanekaragaman hayati, satwa dan habiatnya

yang sangat sensitif (W1) dengan nilai prioritas 0,678. Tiga ancaman

yang sama pentingnya ialah gangguan terhadap hutan yang cukup tinggi

(T1), jumlah penduduk yang cukup besar (T2) dan pasar produk kayu yang

cukup potensial (T3) dengan nilai prioritas 0,333. Analisis silang oleh

BKSDA II Provinsi Jawa Barat menunjukkan pengaruh faktor ancaman

yang paling dominan dengan nilai prioritas 0,273, diikuti oleh kelemahan,

peluang dan kekuatan dengan nilai prioritas 0,267, 0,252 dan 0,208

(Lampiran 11 dan Gambar 13).

Meskipun analisis menyarankan, bahwa ancaman kebijakan PHBM

di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat yang paling signifikan, namun stakeholders ini merasa bahwa

potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan yang

besar (S1) dan keanekaragaman hayati, satwa dan habiatnya yang

sangat sensitif (W1) juga cukup penting.

Page 135: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

118

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

Weakness Threat

Opportunity Strength

Gambar 13. Pilihan BKSDA II Provinsi Jawa Barat terhadap

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan Hasil analisis dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Kuningan terungkap, bahwa potensi keanekaragaman hayati, ekowisata

dan jasa lingkungan yang besar (S1), kerja sama stakeholders yang

cukup baik (S2) dan dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya yang

cukup menjanjikan (S3) sama pentingnya pada kekuatan kebijakan PHBM

di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat dengan nilai prioritas 0,333. Hal ini mengindikasikan, bahwa dari

sudut pandang Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat akan dilaksanakan untuk

mempertahankan keanekaragaman hayati, memanfaatkan potensi

ekowisata dan jasa lingkungan serta meningkatkan kerja sama

stakeholders. Nilai prioritas sebesar 0,653 pada permintaan ekowisata

dan jasa lingkungan yang cukup besar (O1) menunjukkan faktor peluang

utama. Kelemahan yang paling utama dengan nilai faktor prioritas

sebesar 0,429 ialah kapasitas stakeholders yang relatif rendah (W2) dan

Page 136: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

119

ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi (W3).

Responden ini juga memilih gangguan terhadap hutan yang cukup tinggi

(T1) di Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai ancaman yang paling

besar untuk melaksanakan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dengan nilai faktor

prioritas sebesar 0,637.

Analisis silang dari tanggapan Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kuningan terungkap, bahwa kelompok kelemahan dan

peluang merupakan yang paling berpengaruh dalam melaksanakan

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan dua kelompok

SWOT lainnya. Nilai prioritas menggambarkan kelompok kelemahan dan

peluang ialah 0,290, diikuti oleh kelompok kekuatan sebesar 0,277 dan

kelompok ancaman sebesar 0,143. Nilai semua prioritas digambarkan

pada Gambar 14. Panjang garis yang berbeda pada berbagai bagian

menunjukkan, bahwa kelemahan dan peluang yang dominan.

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

Threat Weakness

Strength Opportunity

Gambar 14. Pilihan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Page 137: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

120

3. PMTH Kabupaten Kuningan Analisis persepsi PMTH Kabupaten Kuningan menunjukkan, bahwa

potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan yang

besar (S1) ialah kekuatan yang paling penting dari kebijakan PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat dengan nilai prioritas 0,747. Stakeholders ini merasa faktor

kelemahan ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi (W3)

sangat penting, namun gangguan terhadap hutan yang cukup tinggi (T1)

sebagai ancaman yang paling penting juga. Iklim usaha yang cukup

kondusif (O2) merupakan faktor peluang yang paling penting untuk

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Analisis faktor silang untuk stakeholders

ini menunjukkan, bahwa faktor kelemahan yang berpengaruh tinggi

dengan nilai prioritas 0,258 diikuti oleh ancaman (0,256), kekuatan

(0,246) dan peluang (0,240) (Lampiran 11 dan Gambar 15).

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

Threat Weakness

Opportunity Strength

Gambar 15. Pilihan PMTH Kabupaten Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

4. LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

Hasil analisis dari LPI-PHBM Kabupaten Kuningan terungkap,

bahwa potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan

Page 138: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

121

yang besar (S1) merupakan kekuatan yang paling penting dalam

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat dengan nilai prioritas 0,413. Hal ini

mengindikasikan, bahwa dari sudut pandang LPI-PHBM Kabupaten

Kuningan kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat akan dilaksanakan untuk

mempertahankan keanekaragaman hayati, memanfaatkan potensi

ekowisata dan jasa lingkungan. Nilai prioritas sebesar 0,550 pada

permintaan ekowisata dan jasa lingkungan yang cukup besar (O1)

menunjukkan faktor peluang utama. Kelemahan yang paling utama

dengan nilai faktor prioritas sebesar 0,455 ialah kapasitas stakeholders

yang relatif rendah (W2) dan ketergantungan masyarakat terhadap hutan

cukup tinggi (W3). Responden ini juga memilih jumlah penduduk yang

cukup besar (T2) di Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai ancaman

yang paling besar untuk melaksanakan kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

dengan nilai faktor prioritas sebesar 0,655.

Analisis silang dari tanggapan LPI-PHBM Kabupaten Kuningan

terungkap, bahwa kelompok kelemahan dan peluang merupakan yang

paling berpengaruh dalam melaksanakan kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

dibandingkan dengan dua kelompok SWOT lainnya. Nilai prioritas

menggambarkan kelompok kelemahan ialah 0,280 dan peluang ialah

0,263 serta diikuti oleh kelompok kekuatan sebesar 0,260 dan kelompok

ancaman sebesar 0,196. Nilai semua prioritas digambarkan pada

Gambar 16. Panjang garis yang berbeda pada berbagai bagian

menunjukkan, bahwa kelemahan dan peluang yang dominan.

Page 139: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

122

-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

Threat Weakness

Opportunity Strength

Gambar 16. Pilihan LPI-PHBM Kabupaten Kuningan terhadap

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

5. LSM Lokal Kabupaten Kuningan

Analisis faktor SWOT untuk LSM lokal Kabupaten Kuningan

menunjukkan, bahwa kerja sama stakeholders yang cukup baik (S2)

sebagai kekuatan yang paling penting dalam kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

dengan nilai faktor prioritas 0,714 (Lampiran 11). Faktor peluang yang

dirasakan paling penting oleh stakeholders ini ialah investasi dari pihak

luar yang peduli terhadap kelestarian hutan (O3) dengan nilai prioritas

0,600. Faktor kelemahan yang paling berpengaruh dirasakan oleh

stakeholders ini ialah ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup

tinggi (W3) dengan nilai prioritas 0,649. Ancaman yang paling penting

ialah jumlah penduduk yang cukup besar (T2) dengan nilai prioritas 0,600.

Analisis silang oleh LSM lokal Kabupaten Kuningan menunjukkan

pengaruh faktor peluang yang paling dominan dengan nilai prioritas

0,326, diikuti oleh kekuatan, kelemahan dan ancaman dengan nilai

prioritas 0,299, 0,193 dan 0,181 (Lampiran 11 dan Gambar 17).

Meskipun analisis menyarankan, bahwa peluang kebijakan PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Page 140: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

123

Barat yang paling signifikan, namun stakeholders ini merasa bahwa verja

sama stakeholders yang cukup baik (S2) dan ketergantungan masyarakat

terhadap hutan cukup tinggi (W3) juga cukup penting.

-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

Threat Weakness

Opportunity Strength

Gambar 17. Pilihan LSM lokal Kabupaten Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

6. Universitas Kuningan

Analisis persepsi Universitas Kuningan menunjukkan, bahwa

potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan yang

besar (S1) ialah kekuatan yang paling penting dari kebijakan PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat dengan nilai prioritas 0,714. Stakeholders ini merasa faktor

kelemahan keanekaragaman hayati, satwa dan habitatnya yang Sangay

sensitif (W1) sangat penting dan gangguan terhadap hutan yang cukup

tinggi (T1) sebagai ancaman yang paling penting juga. Permintaan

ekowisata dan jasa lingkungan yang cukup besar (O1), iklim usaha yang

cukup kondusif (O2) dan investasi dari pihak luar yang peduli terhadap

kelestarian hutan (O3) merupakan faktor peluang yang sama pentingnya

untuk kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Analisis faktor silang untuk stakeholders

ini menunjukkan, bahwa faktor kekuatan yang berpengaruh tinggi dengan

Page 141: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

124

nilai prioritas 0,264 diikuti oleh peluang (0,252), kelemahan dan ancaman

masing-masing (0,242) (Lampiran 11 dan Gambar 18).

-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

Weakness Threat

Strength Opportunity

Gambar 18. Pilihan Universitas Kuningan terhadap kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Nilai rata-rata dari faktor-faktor internal dan eksternal yang didapat pada

Lampiran 11 dibandingkan seperti Tabel 49. Hasil tersebut, kemudian

diletakkan pada Gambar 19, sehingga terlihat situasi saat ini berada pada

kuadran I dengan strategi agresif.

Tabel 49. Evaluasi faktor internal dan eksternal kebijakan PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Faktor-faktor Internal Eksternal Rata-rata

1 Strength 0,2592 Weakness 0,255

Skor Faktor Strength – Weakness 0,0043 Opportunity 0,2714 Threat 0,215

Skor Faktor Opportunity – Threat 0,056Sumber: Data primer (2006)

Page 142: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

125

Opportunity

(0,004;0,056)

Kuadran I (Strategi Agresif) Weakness Strength

Threat

Gambar 19. Posisi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Analisis SWOT yang merupakan analisis situasi, maka jika situasinya

berubah maka strateginya juga akan berbeda. Namun, berdasarkan situasi

saat ini dari analisis SWOT disarankan strategi (S-O) seperti Tabel 50

berikut.

Tabel 50. Matriks analisis SWOT strategi kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)

1. Potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan yang besar

2. Kerja sama stakeholders yang cukup baik

3. Dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya yang cukup menjanjikan

1. Keanekaragaman hayati, satwa dan habitatnya yang sangat sensitif

2. Kapasitas stakeholders yang relatif rendah

3. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi

Peluang (Opportunity) Strategi S–O Strategi W–O 1. Permintaan ekowisata

dan jasa lingkungan yang cukup besar

2. Iklim usaha yang cukup kondusif

3. Investasi dari pihak luar yang peduli terhadap kelestarian hutan

1. Sosialisasi nilai ekonomi Taman Nasional Gunung Ciremai dan intervensi regulasi

2. Pengembangan pemanfaatan Taman Nasional Gunung Ciremai

3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai

Ancaman (Threat) Strategi S–T Strategi W–T 1. Gangguan terhadap hutan

yang cukup tinggi 2. Jumlah penduduk yang

cukup besar 3. Pasar produk kayu yang

cukup potensial

Analisis Faktor

Internal

Analisis Faktor

Eksternal

Sumber: Data primer (2006)

Berikut dijabarkan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, yaitu:

Page 143: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

126

1. Sosialisasi nilai ekonomi taman nasional dan intervensi regulasi

Nilai ekonomi taman nasional merupakan informasi yang mampu

menjelaskan keterkaitan manfaat taman nasional dengan kepentingan

pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sosialisasi nilai

ekonomi taman nasional akan memberikan pemahaman kepada

masyarakat tentang tingginya manfaat intangible kawasan Taman

Nasional Gunung Ciremai, sehingga dapat menghilangkan atau minimal

memperkecil adanya miskonsepsi tentang nilai manfaat taman nasional

dari masyarakat dan para stakeholders Taman Nasional Gunung Ciremai

dapat melakukan intervensi regulasi.

Jasa ekologi Taman Nasional Gunung Ciremai memberikan manfaat

bagi masyarakat, seperti hidrologi memberikan nilai manfaat ekonomi

sebesar Rp 2.130.000.000,- per tahun bagi masyarakat untuk kebutuhan

rumah tangga yang dihitung dengan metode penilaian kontingensi yang

merupakan metode pendekatan langsung untuk mengestimasi nilai

ekonomi dari manfaat lingkungan dengan menanyakan secara langsung

tentang kesediaan pengguna air minum untuk memberikan sejumlah

dana sebagai biaya tambahan yang digunakan secara khusus untuk

membiayai kegiatan konservasi kawasan sumber air minum. Nilai Rp

2.130.000.000,- menunjukkan, bahwa masyarakat mengeluarkan biaya

sebesar Rp 1.235.904.000,-, sedangkan sebesar Rp 894.096.000,-

merupakan surplus konsumen yang berarti peranan jasa hidrologi Taman

Nasional Gunung Ciremai mampu memberikan nilai kesejahteraan

kepada masyarakat sebesar Rp 894.096.000,- per tahun (Ramdhan,

2006).

Nilai ekonomi di atas agar menjadi nilai riil dalam penerapannya

harus didukung dengan intervensi regulasi, berupa:

a. Insentif, berupa kompensasi daerah hilir pada daerah hulu

b. Revisi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang

mempertimbangkan reward dan punishment dalam pengelolaan

hutan, seperti reward bagi daerah yang kinerja pengelolaan hutannya

baik dan punishment bagi daerah yang kinerja pengelolaan hutannya

buruk

Page 144: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

127

c. Mendorong penerapan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Hijau sebagai neraca pembanding (satelite account) bagi pelaporan

keuangan daerah dan nasional, dimana di dalamnya terdapat neraca

sumberdaya hutan

Alokasi lahan untuk Taman Nasional Gunung Ciremai bukan

investasi yang sia-sia, melainkan justru merupakan bagian yang penting

dari pembangunan ekonomi. Jasa ekologi kawasan Taman Nasional

Gunung Ciremai mampu memberikan subsidi nilai ekonomi yang sangat

signifikan dalam pembangunan ekonomi, baik di tingkat lokal, seperti nilai

ekonomi air, regional dan nasional, seperti nilai ekowisata dan sampai

tingkat internasional, seperti nilai ekonomi penyerap karbon. Hal ini

berarti, bahwa kegiatan konservasi sejalan dengan kegiatan ekonomi

karena adanya rasional ekonomi yang tinggi dari kegiatan konservasi.

Pembangunan konservasi akan semakin kuat, apabila

pengembangan kegiatannya sejalan dengan aktivitas ekonomi karena

nilai ekonomi taman nasional ditentukan oleh besarnya satuan nilai

manfaat dan jumlah penggunanya, yaitu semakin tinggi perekonomian

suatu wilayah yang dicirikan oleh tingginya kegiatan ekonomi per kapita

dari penduduk, maka akan semakin tinggi nilai ekonomi yang diberikan

oleh kawasan konservasi. Pembangunan ekonomi akan semakin kuat

dan berkelanjutan, apabila pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai

semakin efektif karena subsidi nilai dari jasa ekologi kawasan konservasi

semakin tinggi.

Setiap taman nasional harus dilakukan penilaian ekonomi, sehingga

memiliki informasi nilai ekonomi dan kegiatan sosialisasi tentang nilai

ekonomi kepada masyarakat mempunyai landasan informasi yang kuat.

Di samping itu, sistem pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai

perlu adanya dukungan sumberdaya manusia yang memiliki kapasitas di

bidang penilaian ekonomi sumberdaya alam taman nasional, baik dalam

aspek technical skill, managerial skill maupun social atau communication

skill. Technical skill ialah secara teknis memiliki kemampuan memahami

dan mengimplementasikan teknik-teknik penghitungan nilai ekonomi

taman nasional. Managerial skill ialah memiliki kemampuan memahami

aspek-aspek manajemen pengelolaan taman nasional dari aspek

Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (POAC). Social atau

Page 145: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

128

communication skill ialah kemampuan mengkomunikasikan secara efektif

kepada semua stakeholders taman nasional tentang nilai manfaat

ekonomi taman nasional.

2. Pengembangan pemanfaatan taman nasional

Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistem kawasan

taman nasional hanya untuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata

alam. Oleh karena itu, pemanfaatan Taman Nasional Gunung Ciremai

untuk kegiatan penelitian harus diarahkan pada penelitian terapan dalam

pengembangan budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penelitian jenis-jenis tumbuhan dan satwa bernilai ekonomi tinggi,

termasuk jenis-jenis yang dibutuhkan oleh masyarakat harus dilakukan

secara intensif, seperti tanaman obat, tanaman hias, kumbang, ikan,

kupu-kupu dan sebagainya. Kegiatan penelitian harus diarahkan sampai

pada tahap bagaimana bisa dikembangkan budidaya atau

penangkarannya oleh masyarakat sekitar, sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat.

Kegiatan wisata alam harus diarahkan pada kegiatan ekowisata

dengan lebih memberikan peluang peran serta masyarakat. Hal ini akan

dapat meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat,

sehingga ketergantungan secara langsung terhadap sumberdaya alam

Taman Nasional Gunung Ciremai yang bersifat ekstraktif dapat dikurangi.

Pengembangan kegiatan pendidikan konservasi bagi masyarakat

sekitar harus diarahkan pada pendekatan kesejahteraan melalui

pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) karena melalui ini

dapat dikembangkan unit percontohan usaha konservasi yang produktif,

seperti usaha budidaya anggrek, tanaman obat, penangkaran kupu-kupu,

ekowisata dan sebagainya.

3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat

Selain pengembangan usaha ekowisata dan sebagainya, program

pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat dikembangkan melalui usaha

pedesaan berbasiskan kondisi potensi biofisik desa-desa sekitar Taman

Nasional Gunung Ciremai, seperti pengembangan kegiatan agroforestry

dan sebagainya.

Page 146: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

129

Agroforestry ialah sistem usaha tani dan kehutanan yang

dikembangkan di lahan-lahan masyarakat di desa-desa penyangga taman

nasional dengan pendekatan social forestry, sehingga dapat diwujudkan

pemanfaatan lahan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek

ekonomi, ekologi dan sosial.

Secara ekonomi, pengembangan agroforestry diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat melalui sumber pendapatan yang

lebih beragam dari komoditas yang ditanamnya, baik komoditas

kehutanan maupun pertanian (tanaman pangan, tanaman hortikultura dan

tanaman industri). Keragaman komoditas, selain akan lebih menstabilkan

pendapatan dan mengurangi ketergantungan terhadap suatu komoditas

juga dapat membuka berbagai jenis usaha baru.

Dipandang dari aspek ekologi, penerapan sistem agroforestry

merupakan hal yang sangat penting karena kondisi fisik lahan dan curah

hujan di wilayah penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai

menyebabkan wilayah ini sangat rawan terhadap erosi, sehingga harus

dipertahankan bervegetasi hutan. Dari aspek sosial, peningkatan dan

keragaman sumber pendapatan dapat meningkatkan kesejahteraan.

Meskipun demikian, PHBM yang sekarang ada pada kawasan Taman

Nasional Gunung Ciremai bisa tetap berjalan selama masa transisi ini.

Kesepakatan lama masa transisi merupakan kebijakan bersama Pemda

Kabupaten Kuningan dengan Departemen Kehutanan berdasarkan

kepentingan, perkembangan permasalahan dan sebagainya. Namun, tidak

berarti setelah masa transisi selesai masyarakat akan diusir dari kawasan

Taman Nasional Gunung Ciremai. Selama masa transisi tersebut, semua

pihak bersama-sama secara bertahap berusaha melaksanakan strategi di

atas karena perubahan pola budaya masyarakat memerlukan pendekatan

yang bersifat elegan dan persuasif.

Page 147: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 1. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan terdiri atas beberapa

tahapan, yaitu sosialisasi, pembentukan Forum PHBM, pemetaan, inventori,

perencanaan desa, NKB, NPK dan Peraturan Desa

2. Dampak ekonomi dari kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan terlihat dari

nilai kontribusi pendapatan PHBM pada pendapatan rumah tangga sebesar

7,71%, yaitu Rp 924.905,- dari Rp 11.957.952,- dengan rata-rata pendapatan

sekitar Rp 3.336.573,- per kapita per tahun. Meskipun kontribusinya tidak

terlalu besar, namun kegiatan PHBM tidak bisa diabaikan karena

menyangkut budaya masyarakat yang perubahannya memerlukan

pendekatan yang persuasif dan juga mempengaruhi tingkat kemiskinan

masyarakat yang setelah PHBM secara umum relatif baik.

3. Rata-rata Koefisien Gini dari pendapatan rumah tangga per tahun ialah 0,28

yang berarti disparitas pendapatan relatif terdistribusi secara baik dan relatif

tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap PHBM sebagai sumber

pendapatan

4. Keuntungan dari PHBM di Kabupaten Kuningan secara signifikan dipengaruhi

oleh faktor pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah

tangga, tingkat kemiskinan dan porsi pendapatan dari PHBM serta tingkat

kemiskinan dipengaruhi secara signifikan oleh faktor pendidikan, jumlah

anggota rumah tangga, pendapatan tahunan rumah tangga dari PHBM dan

porsi pendapatan dari PHBM

5. Strategi kebijakan PHBM yang dapat diterapkan di Taman Nasional Gunung

Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, yaitu:

a. Sosialisasi nilai ekonomi taman nasional dan intervensi regulasi, seperti

insentif hulu hilir, revisi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah serta penerapan PDRB Hijau (PDRB berwawasan lingkungan)

sebagai neraca pendamping bagi pelaporan keuangan daerah dan

nasional

b. Pengembangan pemanfaatan taman nasional

c. Pemberdayaan ekonomi masyarakat

Page 148: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

131

6.2. Saran-saran 1. Perlu dilakukan penilaian ekonomi lainnya di Taman Nasional Gunung

Ciremai, sehingga memiliki informasi nilai ekonomi dan kegiatan sosialisasi

tentang nilai ekonomi kepada masyarakat mempunyai landasan informasi

yang kuat dan intervensi regulasi dapat dilakukan

2. PHBM yang sekarang ada pada kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai

bisa tetap berjalan selama masa transisi ini dan kesepakatan lama masa

transisi merupakan kebijakan bersama Pemda Kabupaten Kuningan dengan

Departemen Kehutanan berdasarkan kepentingan, perkembangan

permasalahan dan sebagainya

3. Selama masa transisi ini, semua pihak bersama-sama secara bertahap

berusaha melaksanakan strategi di atas karena perubahan pola budaya

masyarakat memerlukan pendekatan yang bersifat elegan dan persuasif

Page 149: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

DAFTAR PUSTAKA

Affianto, A., W.A. Djatmiko, S. Riyanto dan T.T. Hermawan. 2005. Analisis

Biaya dan Pendapatan dalam Pengelolaan PHBM: Sebuah Panduan Perhitungan Bagi Hasil. Pustaka Latin. Bogor.

Aliadi, A. 2002. Good Forest Governance: Experience from Kuningan. Latin.

Bogor. Anderson, J.E. 1984. Public Policy Making. Praeger Publishers. New York. Anonim. 2002. Rapat Koordinasi Perlindungan dan Penanggulangan Hutan.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Bandung. Blair, H.W. and P.D. Olpadwala. 1988. Forestry in Development Planning:

Lesson from the Rural Experience. Westview Press, Inc. Boulder Colorado.

Boulton, R.W. 1984. Business Policy: The Art of Strategic Management.

Mc.Millan. New York. Bruenig, E.F. 1996. Conservation and Management of Tropical Rain Forest: An

Integrated Approach to Sustainability. CABI International. Wallingford. Chaffee, E.E. 1985. Three Models of Strategy. Academic of Management

Review 10:89-98. Chandler. 1962. Strategy and Structure: Chapters in the History of American

Industrial Enterprise. The MIT Press. Cambridge. Darusman, D dan D.R. Nurrochmat. 2005. Kebijakan dan Kerangka Hukum

Kehutanan menuju Tata Kelola Hutan yang Baik di Kabupaten Pasir, Malinau dan Kapuas Hulu. Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Davis, L.S. and K.N. Johnsons. 1987. Forest Management. McGraw-Hill Book

Company. New York. Departemen Kehutanan. 1989. Kamus Kehutanan Volume I. Departemen

Kehutanan. Jakarta. Dunn, W.N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. Elis, F. 1994. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge

University Press. England. Golembiewski, R.T. 1972. Public Administration. Chicago Rand Mc. Nelly and

Company. Chicago.

Page 150: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

133

Gunawan, G. 2001. Memahami Kemitraan Perhutani–Masyarakat: Kasus KPH Kuningan, Jawa Barat. Latin. Bogor

Hardin, G. 1968. The Tragedy of the Commons. Science, 162(1968):1243-

1248. Helms, J.A. 1998. The Dictionary of Forestry. The Society of American

Foresters and CABI Publishing. Bethesda and Wallington. Hermawan, T.T., A. Affianto, A. Susanti, E. Soraya, W. Wardhana dan S.

Riyanto. 2005. Pemanfaatan Ruang dan Lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai: Suatu Rancangan Model. Pustaka Latin. Bogor.

Kartodihardjo, H. 1999. Analisis Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. King, K.F.S. 1987. The History of Agroforestry. ICRAF. Nairobi. Kirchhofer, J. and M. Evan. 1986. Putting Social and Community Forestry in

Perspective in the Asia Pacific Region. Winrock International Institute for Agricultural Development. Bangkok.

Kurttila, M., M. Pesonen, J. Kangas and M. Kajanus. 2000. Utilizing the Analytic

Hierarchy Process (AHP) in SWOT Analysis–A Hybrid Method and it’s Application to a Forest-Certification Case. Forest Policy and Economics 1, 41-52.

Kusuma, S.W. 2003. PHBM Jilid II sebagai Pembangunan Masyarakat Desa

Hutan menuju Masyarakat Desa yang Maju dan Mandiri. Bapeda Kabupaten Kuningan. Kuningan.

Loetsch, F. and K.E. Haller. 1964. Forest Inventory Volume I. BLV Verlagsgfsell

Schaft. Muenchen, Basel, Wien. Maksum, J. 2005. Pasang Surut Kolaborasi PHBM di Kuningan. Pustaka Latin.

Bogor. Malczewski, J. 1999. GIS and Multi Criteria Decision Analysis. John Wiley and

Sons, Inc. New York. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Nguyen. 2001. Social Forestry: Terminology Forum.

http://edugreen.teri.res.in/explore/forestry/social.htm [5 Januari 2006]. Nigro, F.A. 1980. Modern Public Administration. Harper and Row Publisher.

New York. Noorvitastri, H. dan N. Wijayanto. 2003. Format Sistem Bagi Hasil dalam

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dengan Sistem Agroforestry. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 9(1):37-46.

Page 151: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

134

Nurrochmat, D.R. 2005a. Strategi Pengelolaan Hutan: Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

_____. 2005b. The Impacts of Regional Autonomy on Political Dynamics, Socio-

Economics and Forest Degradation: Case of Jambi-Indonesia. Cuvillier Verlag. Gottingen.

Pal, L.A. 1992. Public Policy Analysis: An Introduction. Scarborough, Ont.

Canada. Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior

Performance. The Free Press. New York. Ramdan, H. 2006. Pengelolaan Sumber Air Minum Lintas Wilayah di Kawasan

Gunung Ciremai, Provinsi Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ramdan, H., Yusran dan D. Darusman. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Otonomi Daerah: Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Alqaprint. Bandung.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi

Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rao, M.S. 1979. Introduction to Social Forestry. Oxford and IBH Publishing Co.

Pvt. Ltd. New Delhi. Saaty, T.L. 1980. The Analytic Hierarchy Process: Planning Setting Priorities,

Resource Allocation. McGraw-Hill. New York. _____. 1986. Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process for

Decisions in a Complex World. University of Pittsburgh Press. Pittsburgh. Sembiring, S.N., F. Husbani, A.M. Arif, F. Ivalerina dan F. Hanif. 1999. Kajian

Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia Menuju Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Peran Serta Masyarakat. Indonesian Center for Environmental Law. Jakarta.

Shrestha, R.K., J.R.R. Alavalapati and R.S. Kalmbacher. 2004. Exploring the

Potential for Silvopasture Adoption in South Central Florida: An Application of SWOT–AHP Method. Jurnal Agricultural Systems:1-15.

Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas

Kehutanan. Bogor. _____. 2004. Kemelut dalam Pengurusan Hutan: Sejarah Panjang Kesenjangan

antara Konsepsi Pemikiran dan Kenyataan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Tiryana, T. 2005. Assessment of Sustainable Forest Management Using Fuzzy

Rule–Based Model. International Institute for Geo–Information Science and Earth Observation. Enschede.

Page 152: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

135

Tiryana, T dan B. Saleh. 2005. Pengambilan Keputusan dengan Metode AHP. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Tjokroamidjojo, B. 1976. Analisa Kebijakan dalam Proses Perencanaan

Pembangunan Nasional. Majalah Administrator Nomor 5 dan 6 Tahun IV.

Page 153: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

LAMPIRAN

Page 154: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian

136

Page 155: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

137

Lampiran 2. Jadwal penelitian

Tahun 2006 Tahun 2007 No. Kegiatan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Peb 1 Pengumpulan data sekunder dan

studi pustaka

2 Penyusunan proposal penelitian 3 Sidang Komisi Pembimbing I 4 Kolokium 5 Studi/survey lapangan (pengumpulan

data primer)

6 Pengolahan dan analisis data serta penulisan laporan hasil penelitian

7 Sidang Komisi Pembimbing II 8 Seminar hasil 9 Ujian tesis

10 Perbaikan dan penggandaan tesis

Page 156: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

138

Lampiran 3. Kuisioner penelitian untuk implementasi dan dampak kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI,

KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

KUISIONER IMPLEMENTASI DAN DAMPAK PHBM

Besar harapan saya Bapak/Ibu dapat berpartisipasi dalam penelitian tesis ini guna mengkaji implementasi dan dampak kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Atas partisipasinya diucapkan terima kasih. Data kuisioner ini akan digunakan sebagai bahan penyusunan tesis: Nama : FARMA YUNIANDRA NRP : P052040191 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 157: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

139

Lampiran 3. (lanjutan)

PETUNJUK PENGISIAN

Dalam rangka memformulasikan strategi kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, maka

dilakukan penelitian. Responden untuk kuisioner ini ialah para peserta PHBM di

Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

yang dipilih secara stratified random sampling.

KUISIONER

A. Data Umum Keluarga

1. Kepala keluarga : ................................................................................

2. Alamat : ................................................................................

3. Tipe Rumah : ................................................................................

4. Anggota keluarga yang tinggal saat ini:

No. Nama Usia Jenis Kelamin Hubungan Pendidikan1 2 3 4 5 6 7 Jumlah

5. Anggota keluarga di tempat lain:

No. Nama Alamat Usia Jenis Kelamin Hubungan Pendidikan Pekerjaan Kiriman

1 2 3 4 5 Jumlah

B. Pendapatan

1. Asset:

No. Lahan Luas Penggunaan 1 2 3 4 Jumlah

Page 158: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

140

Lampiran 3. (lanjutan) 2. Pendapatan pertanian:

No. Tanaman Produksi Harga Pendapatan Kotor Biaya Pendapatan Bersih 1 2 3 4 5

Jumlah

3. Pendapatan lainnya: No. Jenis Pendapatan

1 2 3 4 5 Jumlah

4. Pengeluaran:

No. Tanaman Input Penggunaan Harga Biaya 1 2 3 4 5

Jumlah C. PHBM

1. Berapa luas lahan PHBM?

2. Berapa hari dalam sebulan bekerja di lahan PHBM?

3. Pendapatan: No. Tanaman Produksi Harga Pendapatan Kotor Biaya Pendapatan Bersih

1 2 3 4 5

Jumlah

4. Pengeluaran: No. Tanaman Input Penggunaan Harga Biaya

1 2 3 4 5

Jumlah

Page 159: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

141

Lampiran 4. Kuisioner penelitian untuk perumusan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI,

KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

KUISIONER AHP DAN SWOT

Besar harapan saya Bapak/Ibu dapat berpartisipasi dalam penelitian tesis ini dengan cara membandingkan faktor satu dengan faktor lainnya dengan melihat faktor mana yang lebih berperan di antara faktor-faktor tersebut dalam penentuan tingkat di atasnya guna mendapatkan rumusan strategi kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Atas partisipasinya diucapkan terima kasih. Data kuisioner ini akan digunakan sebagai bahan penyusunan tesis: Nama : FARMA YUNIANDRA NRP : P052040191 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 160: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

142

Lampiran 4. (lanjutan)

PETUNJUK PENGISIAN

Dalam rangka memformulasikan strategi kebijakan PHBM di Taman

Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat, maka

dilakukan penelitian dengan menggunakan teknik Analisis Hirarki Proses (AHP)

dan Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT). Responden untuk

kuisioner ini ialah para pakar yang berkaitan dengan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat yang dipilih secara

sengaja berdasarkan jabatan, profesi atau pengalamannya dengan syarat

memiliki pengetahuan yang menyeluruh mengenai PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

Struktur hirarki dari kajian ini dibagi atas tingkat 1 sampai dengan 4 sebagai

berikut:

1. Tingkat 1: Fokus

Strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat

2. Tingkat 2: Stakeholders

Stakeholders yang terlibat dalam PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat terdiri atas:

a. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) II Provinsi Jawa Barat

b. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan

c. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal Kabupaten Kuningan

d. Universitas Kuningan

e. Lembaga Pelayanan Implementasi (LPI)–PHBM Kabupaten Kuningan

f. Paguyuban Masyarakat Tani Hutan (PMTH) Kabupaten Kuningan

3. Tingkat 3: Kriteria

Kriteria yang digunakan untuk strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat terdiri atas:

a. Ekologi

b. Sosial

c. Ekonomi

Page 161: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

143

Lampiran 4. (lanjutan) 4. Tingkat 4: SWOT

Merupakan analisis situasi untuk strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional

Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas:

a. Strength

b. Weakness

c. Opportunity

d. Threat

Struktur hirarki kajian di atas secara sederhana disajikan pada gambar

berikut.

Tingkat 4: SWOT

Tingkat 2: Stakeholders

PHBM di TNGC

BKSDA Dishutbun LSM Uniku LPI-PHBM PMTH

Ekologi Sosial Ekonomi

Strength Weakness Opportunity Threat

Tingkat 1: Fokus

Tingkat 3: Kriteria

Pengisian kuisioner ini dilakukan dengan cara membandingkan faktor satu

dengan faktor lainnya dengan melihat faktor mana yang lebih berperan di antara

faktor-faktor tersebut dalam penentuan tingkat di atasnya. Skala yang digunakan

dalam pengisian kuisioner ini ialah skala perbandingan berpasangan Saaty,

sebagai berikut:

No. Penilaian Verbal Intensitas Kepentingan 1 Sama pentingnya 1 2 Sedikit lebih penting 3 3 Penting 5 4 Jelas lebih penting 7 5 Sangat penting 9 6 Nilai antara atau pertengahan 2, 4, 6, 8

Sumber: Saaty (1980)

Page 162: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

144

Lampiran 4. (lanjutan) Contoh: PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa

Barat mempunyai Strength secara ekologi, sosial dan ekonomi. Bandingkan

intensitas kepentingan kriteria tersebut. Jika intensitas kepentingan kriteria

ekologi sedikit lebih penting dari pada sosial, maka diberi nilai 3, jika ekologi jelas

lebih penting dari pada ekonomi, maka diberi nilai 7 dan jika sosial penting dari

pada ekonomi, maka diberi nilai 5. Intensitas Kepentingan No. Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

1 Ekologi X Sosial 2 Ekologi X Ekonomi 3 Sosial X Ekonomi

BIODATA Nama : ______________________________________________ Pekerjaan/Jabatan : ______________________________________________ Alamat : ______________________________________________ Hari/Tanggal : ______________________________________________ Waktu : ______________________________________________

KUISIONER

1. PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat mempunyai Strength secara ekologi, sosial dan ekonomi.

Bandingkan intensitas Strength di antara faktor tersebut untuk menentukan

strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat Intensitas Kepentingan No. Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

1 Ekologi Sosial 2 Ekologi Ekonomi 3 Sosial Ekonomi 2. PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat mempunyai Weakness secara ekologi, sosial dan ekonomi.

Bandingkan intensitas Weakness di antara faktor tersebut untuk

menentukan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Page 163: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

145

Lampiran 4. (lanjutan)

Intensitas Kepentingan No. Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

1 Ekologi Sosial 2 Ekologi Ekonomi 3 Sosial Ekonomi 3. PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat mempunyai Opportunity secara ekologi, sosial dan ekonomi.

Bandingkan intensitas Opportunity di antara faktor tersebut untuk

menentukan strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai,

Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat Intensitas Kepentingan No. Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

1 Ekologi Sosial 2 Ekologi Ekonomi 3 Sosial Ekonomi 4. PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi

Jawa Barat mempunyai Threat secara ekologi, sosial dan ekonomi.

Bandingkan intensitas Threat di antara faktor tersebut untuk menentukan

strategi kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat Intensitas Kepentingan No. Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

1 Ekologi Sosial 2 Ekologi Ekonomi 3 Sosial Ekonomi 5. Strength pada PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat mempunyai S1, S2 dan S3. Bandingkan

intensitas Strength di antara faktor tersebut untuk menentukan strategi

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat Intensitas Kepentingan No. S 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S

1 S1 S22 S1 S33 S2 S3

6. Weakness pada PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat mempunyai W1, W2 dan W3. Bandingkan

intensitas Weakness di antara faktor tersebut untuk menentukan strategi

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Page 164: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

146

Lampiran 4. (lanjutan)

Intensitas Kepentingan No. W 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 W

1 W1 W22 W1 W33 W2 W3

7. Opportunity pada PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat mempunyai O1, O2 dan O3. Bandingkan

intensitas Opportunity di antara faktor tersebut untuk menentukan strategi

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat Intensitas Kepentingan No. O 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 O

1 O1 O22 O1 O33 O2 O3

8. Threat pada PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat mempunyai T1, T2 dan T3. Bandingkan

intensitas Threat di antara faktor tersebut untuk menentukan strategi

kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten

Kuningan, Provinsi Jawa Barat Intensitas Kepentingan No. T 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T

1 T1 T22 T1 T33 T2 T3

Keterangan: 1. S1 : Potensi keanekaragaman hayati, ekowisata dan jasa lingkungan yang

besar

2. S2 : Kerja sama stakeholders yang cukup baik

3. S3 : Dukungan pemerintah dan stakeholders lainnya yang cukup menjanjikan

4. W1 : Keanekaragaman hayati, satwa dan habitatnya yang sangat sensitif

5. W2 : Kapasitas stakeholders yang relatif rendah

6. W3 : Ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi

7. O1 : Permintaan ekowisata dan jasa lingkungan yang cukup besar

8. O2 : Iklim usaha yang cukup kondusif

9. O3 : Investasi dari pihak luar yang peduli terhadap kelestarian hutan

10. T1 : Gangguan terhadap hutan yang cukup tinggi

11. T2 : Jumlah penduduk yang cukup besar

12. T3 : Pasar produk kayu yang cukup potensial

Page 165: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 5. Nilai faktor prioritas dan semua prioritas dari analisis SWOT dan AHP

Faktor Prioritas Semua Prioritas No. SWOT BKSDA Dishutbun LSM Uniku LPI-

PHBM PMTH BKSDA Dishutbun LSM Uniku LPI-PHBM PMTH

Rata-Rata

1 S a. S1b. S2c. S3

2 W a. W1b. W2c. W3

3 O a. O1b. O2c. O3

4 T a. T1b. T2c. T3

147

Page 166: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 6. Implementasi kebijakan PHBM di Kabupaten Kuningan tahun 2001-2004

No. Tahun/Desa Kecamatan Sosialisasi Forum PHBM dan KTH

Pemetaan Partisipatif Inventori Perencanaan

Desa NKB NPK Peraturan Desa

A 2001 1 Sukasari Karangkancana 1 1 1 1 1 30,35 30,35 - 2 Cileuya Cimahi 1 1 1 1 1 63,00 63,00 - 3 Pajambon Kramatmulya 1 1 1 1 1 30,00 30,00 -

Jumlah 3 3 3 3 3 123,35 123,35 - B 2002

1 Dukuh Badag Cibingbin 1 1 1 - - - - - 2 Bantar Panjang Cibingbin 1 1 1 - - - - - 3 Cipondok Cibingbin 1 1 1 - - - - - 4 Sukarapih Cibeureum 1 1 1 - - - - - 5 Cibeureum Cibeureum 1 1 1 - - 370,05 - - 6 Kawungsari Cibeureum 1 1 1 1 1 157,70 73,40 - 7 Pasawahan Pasawahan 1 1 1 1 1 789,60 - - 8 Padabeunghar Pasawahan 1 1 1 1 1 1.200,46 36,90 - 9 Kaduela Pasawahan 1 1 1 1 1 91,40 - -

10 Setianegara Cilimus 1 1 1 1 1 975,66 - - 11 Linggasana Cilimus 1 1 1 1 1 341,29 44,60 - 12 Sayana Jalaksana 1 1 1 1 1 367,54 - - 13 Babakan Mulya Jalaksana 1 1 1 1 1 21,25 - - 14 Cimahi Cimahi 1 1 1 1 1 105,35 - - 15 Gunungsari Cimahi 1 1 1 1 1 645,17 - - 16 Kartawana Kalimanggis 1 1 1 1 1 124,40 - - 17 Cipancur Kalimanggis 1 1 1 1 1 103,57 - - 18 Cihirup Ciawigebang 1 1 1 1 1 551,70 - 1 19 Tanjungkerta Karangkancana 1 1 1 1 1 311,35 - - 20 Karangkancana Karangkancana 1 1 1 1 1 570,62 - - 21 Jabranti Karangkancana 1 1 1 1 1 1.347,51 50,00 - 22 Patala Cilebak 1 1 1 1 1 230,04 - - 23 Legokherang Cilebak 1 1 1 1 1 398,35 - - 24 Gunungmanik Ciniru 1 1 1 1 1 374,55 - - 25 Mekarsari Lebakwangi 1 1 1 - - - - - 26 Cipakem Lebakwangi 1 1 1 - - 808,19 - -

148

Page 167: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 6. (lanjutan)

No. Tahun/Desa Kecamatan Sosialisasi Forum PHBM dan KTH

Pemetaan Partisipatif Inventori Perencanaan

Desa NKB NPK Peraturan Desa

27 Seda Mandirancan 1 1 1 1 - - - - 28 Trijaya Mandirancan 1 1 1 1 1 405,14 - - 29 Sagarahiang Darma 1 1 1 1 1 588,25 76,35 - 30 Sumberjaya Ciwaru 1 1 - - - - - - 31 Ciwaru Ciwaru 1 1 1 - - - - - 32 Bunigeulis Hantara 1 1 1 1 1 - - - 33 Cisantana Cigugur 1 1 1 1 1 - - - 34 Pakembangan Garawangi 1 1 1 1 1 51,10 - - 35 Jatimulya Cidahu 1 1 1 1 1 333,20 - - 36 Kertayuga Nusaherang 1 1 1 1 1 131,30 - -

Jumlah 36 36 35 27 26 11.394,74 281,25 1 C 2003

1 Singkup Pasawahan 1 1 - - - - - - 2 Paniis Pasawahan 1 1 1 - - 12,95 - - 3 Cibuntu Pasawahan 1 1 - - - - - - 4 Pakapasan Hilir Hantara 1 1 1 - - 54,80 - - 5 Tundagan Hantara 1 1 - - - - - - 6 Citapen Hantara 1 1 1 - - 244,75 - - 7 Pinara Ciniru 1 1 - - - - - - 8 Rambatan Ciniru 1 1 1 - - 130,05 - - 9 Cipedes Ciniru 1 1 - - - - - -

10 Tembong Garawangi 1 1 1 - - 28,50 - - 11 Cirukem Garawangi 1 1 1 - - - - - 12 Kadatuan Garawangi 1 1 - - - - - - 13 Marga Bakti Kadugede 1 1 1 - - 60,95 - - 14 Sindang Jawa Kadugede 1 1 1 - - 61,55 - - 15 Randobawa Girang Mandirancan 1 1 1 1 1 12,05 - - 16 Karangsari Darma 1 1 1 - - 72,63 - - 17 Gunung Sirah Darma 1 1 1 - - 324,50 - - 18 Cageur Darma 1 1 1 - - 57,25 - - 19 Sakerta Timur Darma 1 1 1 - - 32,00 - - 20 Jamberama Selajambe 1 1 1 - - 318,50 - -

149

Page 168: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 6. (lanjutan)

No. Tahun/Desa Kecamatan Sosialisasi Forum PHBM dan KTH

Pemetaan Partisipatif Inventori Perencanaan

Desa NKB NPK Peraturan Desa

21 Bagawat Selajambe 1 1 1 - - 197,95 - - 22 Padahurip Selajambe 1 1 1 - - 176,35 176,35 - 23 Kutawaringin Selajambe 1 1 1 - - 153,99 - - 24 Gunung Aci Subang 1 1 - - - - - - 25 Subang Subang 1 1 - - - - - - 26 Situgede Subang 1 1 - - - - - - 27 Sukadana Ciawigebang 1 1 1 1 - 127,10 - - 28 Linggarjati Cilimus 1 1 1 1 1 394,83 - - 29 Bandorasa Kulon Cilimus 1 1 1 1 - 253,00 - - 30 Cibeureum Cilimus 1 1 - - - - - - 31 Cilimus Sari Cilebak 1 1 1 - - 205,15 - - 32 Bungur Beres Cilebak 1 1 1 - - 449,17 - - 33 Lebak Herang Ciwaru 1 1 1 - - 127,00 - - 34 Cilayung Ciwaru 1 1 - - - - - - 35 Citundun Ciwaru 1 1 1 - - 340,63 - - 36 Sukamukti Jalaksana 1 1 - - - - - - 37 Manis Kidul Jalaksana 1 1 - - - - - - 38 Sangkanerang Jalaksana 1 1 1 1 1 83,44 83,44 - 39 Cikahuripan Lebakwangi 1 1 1 - - 82,00 - - 40 Padamulya Lebakwangi 1 1 - - - - - - 41 Giriwaringin Lebakwangi 1 1 1 - - 124,58 - - 42 Kalimati Japara 1 1 1 1 1 137,90 37,00 - 43 Cibulan Cidahu 1 1 1 - - - - - 44 Puncak Cigugur 1 1 1 1 1 211,70 - - 45 Cimulya Cimahi 1 1 1 1 1 691,10 - - 46 Marga mukti Cimahi 1 1 1 - - 211,00 - - 47 Mekarjaya Cimahi 1 1 - - - - - - 48 Sukajaya Cimahi 1 1 - - - - - - 49 Wanasaraya Kalimanggis 1 1 1 - - 128,10 - - 50 Margacina Karangkancana 1 1 1 - - 768,89 - - 51 Kaduagung Karangkancana 1 1 1 - - 177,80 - - 52 Segong Karangkancana 1 1 1 - - 412,00 - -

150

Page 169: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 6. (lanjutan)

No. Tahun/Desa Kecamatan Sosialisasi Forum PHBM dan KTH

Pemetaan Partisipatif Inventori Perencanaan

Desa NKB NPK Peraturan Desa

53 Simpay Jaya Karangkancana 1 1 - - - - - - 54 Haurkuning Nusaherang 1 1 1 - - 51,10 - - 55 Cibingbin Cibingbin 1 1 1 - - 128,01 - - 56 Ciangir Cibingbin 1 1 - - - - - - 57 Randusari Cibeureum 1 1 - - - - - - 58 Cimara Cibeureum 1 1 1 - - 1.215,58 - - 59 Tarikolot Cibeureum 1 1 1 - - 82,64 - - 60 Sukadana Cibeureum 1 1 1 - - 23,70 - -

Jumlah 60 60 41 8 6 8.365,19 296,79 - D 2004

1 Padamatang Pasawahan 1 1 1 - - - - - 2 Mulyajaya Cimahi 1 1 - - - - - - 3 Mungkaldatar Ciniru 1 1 1 - - - - - 4 Pamupukan Ciniru 1 1 1 - - - - - 5 Cijemit Ciniru 1 1 - - - - - - 6 Garahaji Lebakwangi 1 1 - - - - - - 7 Cihanjaro Karangkancana 1 1 - - - - - - 8 Cimenga Darma 1 1 1 1 1 61,05 61,50 - 9 Tugumulya Darma 1 1 1 1 - 23,70 - -

10 Karangbaru Ciwaru 1 1 1 1 - 166,90 - - 11 Garajati Ciwaru 1 1 1 1 - 104,40 - - 12 Andamui Ciwaru 1 1 1 1 - 21,65 - - 13 Sagaranten Ciwaru 1 1 - - - - - - 14 Pakapasan Girang Hantara 1 1 - - - - - - 15 Cikondang Hantara 1 1 1 1 - 62,23 - - 16 Pasir Agung Hantara 1 1 1 1 - 156,18 - - 17 Hantara Hantara 1 1 - - - - - - 18 Gewok Garawangi 1 1 1 1 1 55,45 55,45 - 19 Sukaimut Garawangi 1 1 - - - - - - 20 Cikananga Garawangi 1 1 1 - - - - - 21 Kutakembaran Garawangi 1 1 1 - - - - - 22 Purwasari Garawangi 1 1 1 - - - - -

151

Page 170: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 6. (lanjutan)

No. Tahun/Desa Kecamatan Sosialisasi Forum PHBM dan KTH

Pemetaan Partisipatif Inventori Perencanaan

Desa NKB NPK Peraturan Desa

23 Karamatwangi Garawangi 1 1 1 1 1 18,80 18,80 - 24 Citangtu Kuningan 1 1 - - - - - - 25 Dukuhpicung Luragung 1 1 1 1 - 100,00 - - 26 Cisaat Cibingbin 1 1 1 - - - - - 27 Sumurwiru Cibeureum 1 1 - - - - - - 28 Cilebak Cilebak 1 1 1 1 - 201,18 - - 29 Mandapajaya Cilebak 1 1 - - - - - - 30 Jalatrang Cilebak 1 1 1 - - - - - 31 Paramulihan Subang 1 1 1 - - - - - 32 Jatisari Subang 1 1 1 - - - - -

Jumlah 32 32 21 11 3 971,54 135,75 - Total 131 131 100 49 38 20.854,82 837,14 1

Sumber: LPI-PHBM Kabupaten Kuningan 152

Page 171: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 7. Kegiatan Gerhan di Taman Nasional Gunung Ciremai wilayah Kabupaten Kuningan tahun 2005

Bibit (batang) No. Resort Blok Petak Luas (Ha) Peutag Huni Salam Puspa Ki Hujan Manglid Jumlah Keterangan

1 Pasawahan Cipari Cipari 40 2.400 1.333 4.000 2.667 3.200 4.000 17.600 Murni (bibit 440 per Ha)

Tegal Bodas Tegal Bodas 20 600 334 1.000 666 800 1.000 4.400 Pengkayaan (bibit 220 per Ha)

Panjak Roma 20 600 334 1.000 666 800 1.000 4.400 Sayang Kaak Sayang Kaak 10 300 167 500 333 400 500 2.200 Pengkayaan Batu Lingga 40 1200 667 2.000 1.333 1.600 2.000 8.800 Remut Ruka 10 300 167 500 333 400 500 2.200

2 Setianegara Tutupan Tutupan 10 600 333 1.000 667 800 1.000 4.400 Murni Cirahong 5 300 167 500 333 400 500 2.200 Cikacu 10 600 333 1.000 667 800 1.000 4.400 Lambosir 30 1.800 1.000 3.000 2.000 2.400 3.000 13.200 Tampian Tampian 20 600 333 1.000 667 800 1.000 4.400 Pengkayaan Hutan lindung 20 600 333 1.000 667 800 1.000 4.400 Durma Kiamis 15 450 250 750 500 600 750 3.300

3 Cigugur Darma

Kopi Gewok Kopi Gewok 25 750 417 1.250 833 1.000 1.250 5.500 Pengkayaan

Jubleg 10 300 167 500 333 400 500 2.200 Lamping

Kidang 10 300 167 500 333 400 500 2.200

Taheun Arit Taheun Arit 50 300 167 500 333 400 500 2.200 Murni Percobaan 25 150 83 250 167 200 250 1.100 Palasari 30 1.800 1.000 3.000 2.000 2.400 3.000 13.200

Total 400 13.950 7.752 23.250 15.498 18.600 23.250 102.300 Sumber: BKSDA II Provinsi Jawa Barat 153

Page 172: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 8. PAD Kabupaten Kuningan dari sektor kehutanan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan tahun 2001-2005

2001 2002 2003 2004 2005 No. Sumber

Pendapatan Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % 1 Kebun bibit

daerah - - - - 10.099.000,00 57,40 10.109.800,00 62,74 10.356.000,00 10,10

2 Ijin aneka hasil hutan bukan kayu

2.055.000,00 100,00 2.500.000,00 100,00 7.493.835,00 42,6 6.005.115,00 37,26 9.202.590,00 8,98

3 Pengukuran dan pengujian hasil hutan kayu

- - - - - - - - 76.194.788,50 74,32

4 Ijin pendakian Gunung Ciremai

- - - - - - - - 6.766.915,00 6,60

Jumlah 2.055.000,00 100,00 2.500.000,00 100,00 17.592.835,00 100,00 16.114.915,00 100,00 102.520.293,50 100,00 Kabupaten

Kuningan 12.093.675.538,00 0,02 16.496.871.043,00 0,02 20.511.174.116,72 0,09 24.412.352.859,00 0,07 31.148.897.888,52 0,33

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan

154

Page 173: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 9. PAD Kabupaten Kuningan dari sektor kehutanan pada dinas lainnya di Kabupaten Kuningan tahun 2001-2005

2001 2002 2003 2004 2005 No. Sumber Pendapatan Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %

1 Pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

769.098.938,00 100,00 450.872.705,00 98,84 - - - - - -

2 Ijin pengelolaan air bawah tanah

- - 5.300.000,00 1,16 12.950.000,00 100,00 13.634.150,00 100,00 15.850.000,00 0,61

3 Kompensasi pemanfaatan sumberdaya air

- - - - - - - - 2.599.661.600,00 99,39

Jumlah 769.098.938,00 100,00 456.172.705,00 100,00 12.950.000,00 100,00 13.634.150,00 100,00 2.615.511.600,00 100,00 Dinas

Kehutanan dan Perkebunan

2.055.000,00 2.500.000,00 17.592.835,00 16.114.915,00 102.520.293,50

Total 771.153.938,00 458.672.705,00 30.542.835,00 29.749.065,00 2.718.031.893,50 Kabupaten

Kuningan 12.093.675.538,00 6,38 16.496.871.043,00 2,78 20.511.174.116,72 0,15 24.412.352.859,00 0,12 31.148.897.888,52 8,73

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan

155

Page 174: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 10. Skala parameter dari SWOT kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

No. Stakeholders dan Kriteria Bobot S S’ W W’ O O’ T T’

1 BKSDA II Provinsi Jawa Barat a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah Rasio Konsistensi Rata-Rata

0,550,300,15

1,000

0,4000,2000,4001,0000,000

0,220 0,060 0,060 0,340

0,208

0,6590,1560,1851,0000,030

0,3620,0470,0280,437

0,267

0,5840,1840,2321,0000,050

0,3210,0550,0350,411

0,252

0,7010,1060,1931,0000,010

0,386 0,032 0,029 0,446

0,273

2 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah Rasio Konsistensi Rata-Rata

0,550,300,15

1,000

0,6590,1560,1851,0000,030

0,362 0,047 0,028 0,437

0,277

0,7140,1430,1431,0000,000

0,3930,0430,0210,457

0,290

0,7140,1430,1431,0000,000

0,3930,0430,0210,457

0,290

0,0950,2500,6551,0000,020

0,052 0,075 0,098 0,226

0,143

3 LSM lokal Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah Rasio Konsistensi Rata-Rata

0,550,300,15

1,000

0,6000,2000,2001,0000,000

0,330 0,060 0,030 0,420

0,299

0,1420,4290,4291,0000,000

0,0780,1290,0640,271

0,193

0,7140,1430,1431,0000,000

0,3930,0430,0210,457

0,326

0,0900,4550,4551,0000,000

0,050 0,137 0,068 0,254

0,181

156

Page 175: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 10. (lanjutan)

No. Stakeholders dan Kriteria Bobot S S’ W W’ O O’ T T’ 4 Universitas Kuningan

a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah Rasio Konsistensi Rata-Rata

0,550,300,15

1,000

0,7140,1430,1431,0000,000

0,393 0,043 0,021 0,457

0.264

0,6000,2000,2001,0000,000

0,3300,0600,0300,420

0,242

0,6590,1560,1851,0000,030

0,3620,0470,0280,437

0,252

0,6000,2000,2001,0000,000

0,330 0,060 0,030 0,420

0,242

5 LPI-PHBM Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah Rasio Konsistensi Rata-Rata

0,550,300,15

1,000

0,4260,4030,1701,0000,000

0,234 0,121 0,026 0,381

0,260

0,5270,3330,1401,0000,050

0,2900,1000,0210,411

0,280

0,4290,4290,1421,0000,000

0,2360,1290,0210,386

0,263

0,1050,6370,2581,0000,040

0,058 0,191 0,039 0,288

0,196

6 PMTH Kabupaten Kuningan a. Ekologi b. Sosial c. Ekonomi Jumlah Rasio Konsistensi Rata-Rata

0,550,300,15

1,000

0,6940,1320,1741,0000,080

0,382 0,040 0,026 0,447

0,246

0,7310,1880,0811,0000,060

0,4020,0560,0120,471

0,258

0,6590,1560,1851,0000,030

0,3620,0470,0280,437

0,240

0,7470,1190,1341,0000,010

0,411 0,036 0,020 0,467

0,256

Sumber: Data primer (2006)

157

Page 176: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat

Lampiran 11. Nilai faktor prioritas dan semua prioritas dari analisis SWOT dan AHP kebijakan PHBM di Taman Nasional Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat

Faktor Prioritas Semua Prioritas

No. SWOT BKSDA Dishutbun LSM Uniku LPI-PHBM PMTH BKSDA Dishutbun LSM Uniku LPI-

PHBM PMTHRata-rata

1 Strength 0.208 0.277 0.299 0.264 0.260 0.246 0.259 a S1 0.687 0.334 0.143 0.714 0.413 0.747 0.142 0.092 0.042 0.188 0.107 0.183 0.126 b S2 0.186 0.333 0.714 0.143 0.327 0.119 0.038 0.092 0.213 0.037 0.085 0.029 0.082 c S3 0.127 0.333 0.143 0.143 0.260 0.134 0.026 0.092 0.042 0.037 0.067 0.032 0.049

Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Inkonsistensi 0,090 0,000 0,000 0,000 0,050 0,010 2 Weakness 0.267 0.290 0.193 0.242 0.280 0.258 0.255 a W1 0.678 0.142 0.279 0.637 0.090 0.333 0.181 0.041 0.053 0.154 0.025 0.085 0.090 b W2 0.142 0.429 0.072 0.105 0.455 0.140 0.037 0.124 0.013 0.025 0.127 0.036 0.060 c W3 0.180 0.429 0.649 0.258 0.455 0.527 0.048 0.124 0.125 0.062 0.127 0.135 0.103

Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Inkonsistensi 0,050 0,000 0,060 0,040 0,000 0,050 3 Opportunity 0.252 0.290 0.326 0.252 0.263 0.240 0.270 a O1 0.334 0.653 0.200 0.334 0.550 0.367 0.084 0.189 0.065 0.084 0.144 0.088 0.109 b O2 0.333 0.227 0.200 0.333 0.240 0.498 0.083 0.065 0.065 0.083 0.063 0.119 0.080 c O3 0.333 0.120 0.600 0.333 0.210 0.135 0.083 0.034 0.195 0.083 0.055 0.032 0.080

Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Inkonsistensi 0,000 0,010 0,000 0,000 0,020 0,090 4 Threat 0.273 0.143 0.181 0.242 0.196 0.256 0.215 a T1 0.334 0.637 0.200 0.600 0.250 0.481 0.091 0.091 0.036 0.145 0.049 0.123 0.089 b T2 0.333 0.105 0.600 0.200 0.655 0.114 0.090 0.015 0.108 0.048 0.128 0.029 0.070 c T3 0.333 0.258 0.200 0.200 0.095 0.405 0.090 0.036 0.036 0.048 0.018 0.103 0.055

Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Inkonsistensi 0,000 0,040 0,000 0,000 0,020 0,030

158

Page 177: FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN … · dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah ... bahwa strategi kebijakan PHBM yang dapat