FORMULASI DAN EVALUASI FISIK MIKROKAPSUL DARI...
Transcript of FORMULASI DAN EVALUASI FISIK MIKROKAPSUL DARI...
FORMULASI DAN EVALUASI FISIK MIKROKAPSUL DARI EKSTRAK KEDELAI(Glycine max
L.Merr)dengan METODE PENGUAPAN PELARUT
AYU ASYHARI.G
N111 09 002
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
FORMULASI MIKROKAPSUL DARI EKSTRAK KEDELAI (Glycine max L.Merr)dengan METODE
PENGUAPAN PELARUT
AYU ASYHARI.G
N111 09 002
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
FORMULASI DAN EVALUASI FISIK MIKROKAPSUL DARI EKSTRAK KEDELAI (Glycine max L.Merr) dengan METODE PENGUAPAN
PELARUT
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
AYU ASYHARI.G
N111 09 002
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
iii
PERSETUJUAN FORMULASI DAN EVALUASI FISIK MIKROKAPSUL DARI EKSTRAK
KEDELAI (Glycine max L.Merr)dengan METODE PENGUAPAN PELARUT
AYU ASYHARI.G
N111 09 002
Disetujuioleh :
PembimbingUtama, PembimbingPertama, Dra.ErminaPakki.,M.Si,Apt Abdul Rahim.,S.Si,M.Si,Apt NIP. 19610606 198803 2 002 NIP. 1977111 200812 1 001
Pembimbing Kedua,
Dra.Hj.AisyahFatmawati.,M.Si,Apt
NIP. 19541117 198301 2 001
iv
PENGESAHAN
FORMULASI DAN EVALUASI FISIK MIKROKAPSUL DARI EKSTRAK KEDELAI (Glycine max L.Merr)dengan METODE PENGUAPAN
PELARUT
Oleh : Ayu Asyhari.G
N111 09 002
Dipertahankan di hadapanPanitiaPengujiSkripsi FakultasFarmasiUniversitasHasanuddin
PadaTanggal 25 Juli 2013
PanitiaPengujiSkripsi
1. Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. :………………..
(Ketua)
2. Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt : ……………….
(Sekretaris)
3. Dra. ErminaPakki, M.Si., Apt : …………….....
(Ex. Officio)
4. Abdul Rahim, S.Si. M.Si., Apt : ……………….
(Ex Officio)
5. Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt : ……………….
(Ex Officio)
6. Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt : ......................
(Anggota)
Mengetahui : DekanFakultasFarmasi
UniversitasHasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Denganinisayamenyatakanbahwaskripsiiniadalahkaryasayasendiri,
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalamn
askah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juli 2013
Penyusun,
Ayu Asyhari.G
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
Rasa bangga, hormat, dan terima kasih dengan tulus penulis haturkan
kepada Ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt. selaku pembimbing utama, Bapak
Abdul Rahim, S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama, dan Ibu
Dra.Hj.Aisyah Fartmawaty, M.Si., Apt yang dengan penuh kesabaran dan
pengertian memberikan petunjuk, bimbingan dan bantuan selama penelitian
dan penyusunan skripsi ini.
Terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada Ibu Dekan,
Wakil Dekan 1, Wakil Dekan 2, dan Wakil Dekan 3 Fakultas Farmasi, Bapak
dan Ibu Dosen Farmasi, seluruh staf dan karyawan Fakultas Farmasi,
terkhusus kepada Bapak Prof. Dr. H. Tadjuddin Naid, M.Sc., Apt.selaku
penasehat akademik atas segala perhatian dan nasehatnya selama
perkuliahan, Ibu Dra.Hj.Aliyah M.Si., Apt dan Ibu Dr.Hj.Sartini, M.Si., Apt.
yang selama ini bersedia menjadi tempat untuk berdiskusi terkait masalah
penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada laboran: Ibu Sumiati,
dan Kak Ismail yang telah memberikan begitu banyak bantuan dan masukan
selama penelitian ini.
vii
Dengan sepenuh cinta, hormat, dan rasa bangga, penulis
menghaturkan terima kasih kepada :
Ayahanda Geri dan Ibunda Hadariah, yang telah mencurahkan
segenap perhatian dan kasih sayangnya, serta doa yang tak henti-hentinya
terucap untuk keberhasilan penulis. Juga untuk saudara-saudariku yang
telah membantu dan menjadi tempat berbagi.
Sahabat-sahabat terbaikku: Risqah, Ria, Wiwi, Nasriah, Ita, Luscap,
Ami, Dewi, Hasmi, Jummah, Nani, Ais, Amri, Suher, dan Satria, terima kasih
atas segala bantuan dan doanya selama ini, tanpa dukungan yang begitu
besar dari kalian, penulis tidak mungkin menyelesaikan penelitian ini.
Teman-teman angkatanku Ginkgoers serta teman-teman sefakultas
yang telah mendukung selama ini, tanpa bantuan dan semangat dari kalian,
penulis tidak mungkin sampai ke tahap ini. Buat seniorku Kak Mawan, Kak
Cici, Kak Eki, Kak Tuti, Kak Nana, dan Kak Iffah yang telah memberikan
begitu banyak saran, bantuan dan bimbingan selama kuliah dan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan, saran, maupun kritik sangat
diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat
bermanfaat. Amin.
Makassar, Juli 2013
Penulis
viii
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mikrokapsul ekstrak kedelai metode emulsifikasi penguapan pelarut menggunakan penyalut etil selulosa. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi mikrokapsul dari ekstrak kedelai serta mengetahui pengaruh konsentrasi penyalut terhadap karakteristik mikrokapsul ekstrak kedelai. Penyalut etil selulosa digunakan dengan tiga variasi yang berbeda, yakni 3, 4, dan 5%. Ekstrak kedelai yang diperoleh dari hasil maserasi dengan pelarut etil asetat diformulasi membentuk mikrokapsul dari masing-masing konsentrasi etil selulosa. Evaluasi karakteristiknya meliputi distribusi ukura partikel menggunakan mikroskop optik, morfologi mikrokapsul dengan menggunakan alat SEM (Scanning Electrone Microscope), serta pengukuran kadar ekstrak kedelai yang terjerap dalam penyalut etil selulosa. Hasil penelititan karakteristik morfologi dari mikrokapsul sferis dengan diameter rata-rata untuk formula I (3:1) 229 µm, formula II (4:1) 292 µm, formula III (5;1) 293 µm, dan kadar ekstrak kedelai yang terjerap dalam mikrokapsul untuk formula I (3:1) 0,84 bpj, formula II (4:1) 0,795 bpj, formula III (5:1) 0,791 bpj. Hasil yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi konsentrasi bahan penyalut yang digunakan diameter partikel dan tebal dinding mikrokapsul semakin besar, kadar ekstrak yang terjerap semakin sedikit.
ix
ABSTRACT
A research concerning microencapsulation of soybean extract was prepared by emulsification-evaporation solvent system with ethyl cellulose as coating material had been done. The research was aimed at formulating and determinating the effect of concentration of ethyl cellulose as coating material on the characteristic of soybean extract microcapsules. Ethyl cellulose was used in three variaous consentration i.e., 3%, 4%, 5%. Soybean extract obtained from the maceration with ethyl acetat solvent, was formulated to form mikrocapsules of each concentration of ethyl cellulose. Evaluation of its characteristics including size distribution of particles using optical microscopy, morphology mikrocapsules by using a SEM (Scanning Electrone Microscope), and concentration of adsorbed soy extract in ethyl cellulose coating. Results showed morphological characteristics of spherical microcapsules with an average diameter of formula I (3:1) 229 µm, the formula II (4:1) 292 µm, the formula III (5:1) 293 µm, and soy extract concentration in the adsorbed microcapsules for formula I (3:1) 0.84 ppm, formula II (4:1) 0.795 ppm, formula III (5:1) 0.791 ppm. The result showed higher concentration of coating materials used, particle diameter ad the wall thickness of the microcapsules the adsorbed extract less concentration.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. . i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................... . viii
ABSTRACT ........................................................................................ . ix
DAFTAR ISI .. ..................................................................................... . x
DAFTAR TABEL .................................................................................. . xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. . xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... . xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ . 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... . 5
II.1 Uraian Umum Kedelai .................................................................... . 5
II.2 Uraian Umum Sediaan MIkrokapsul............................................... 7
II.2.1 Kelebihan dari Sistem Mikroenkapsulasi ..................................... 8
II.2.2 Kekurangan dari Sistem Mikroenkapsulasi ................................ 9 II.2.3 Tujuan Mikroenkapsulasi……….………………………................... 9
II.2.4 Mekanisme Pelepasan mikrokapsul ........................................... 10
II.2.5 Evaluasi Mikroenkapulasi ............................................................ 10
II.2.6 Komponen Mikrokapsul ............................................................... 11
II.2.7 Metode Pembuatan Mikroenkapsulasi ........................................ 14
xi
II.3 Uraian Bahan ................................................................................. 20
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................. 22
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan ................................................... 22
III.2 Penyiapan Sampel ........................................................................ 22
III.2.1 Pengambilan Sampel ................................................................. 22
III.2.2 Pengolahan Sampel ................................................................... 22
III.2.3 Esktraksi Sampel ...................................................................... 23
III.3. Rancangan Formula Mikrokapsul ............................................... 23
III.3.1 Pembuatan Formula Mikrokapsul............................................... 24
III.4 Evaluasi Mikrokapsul .................................................................... 24
III.4.1 Bentuk dan Morfologi Mikrokapsul ............................................. 24
III.4.2 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul ...................................... 24
III.4.3 Uji Interfensi .............................................................................. 25
III.4.4 Pengukuran Kadar Isoflavon yang Terjerap .............................. 25
III.4.5 Pengukuran Ketebalan Dinding Mikrokapsul ............................ 25
III.4.6 Pengukuran Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul ......................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 27
IV.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 27
IV.1.1 Hasil Ekstraksi ........................................................................... 27
IV.1.2 Karakteristik Mikrokapsul ........................................................... 27
IV.2 Pembahasan ................................................................................ 29
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 34
xii
V.1 Kesimpulan .................................................................................... 34
V.2 Saran ............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 35
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rancangan Formula Mikrokapsul ................................................ 23
2. Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul ....................................... 43
3. Kadar Isoflavon Yang Terjerap dalam MIkrokapsul ..................... 45 4. Efisiensi Penjerapan oleh Mikrokapsul............. ........................... 45
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Proses Mikroenkapsulasi ........................................................................... 8
2. Bentuk Morfologi Mikrokapsul ............................................................ 27;40
3. Distribusi Ukuran Partikel…….................................................................. 28
4. Mikrokapsul .............................................................................................. 40
5. Kurva Baku Standar Isoflavon Genistein .................................................. 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja Pengolahan Sampel ............................................... 38
2. Skema Kerja Pembuatan Mikrokapsul.............. ........................... 39
3. Data Hasil Pengamatan................................................................. 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max L. Merr) adalah tanaman semusim yang
umumnya tumbuh di daerah dengan ketinggian 0-500 meter dari permukaan
laut (1). Biji kedelai merupakan sumber protein, oligosakarida, serat, mineral,
isoflavon, asam fenolat, saponin,dan asam fitat (2). Salah satu senyawa
bioaktif yang memiliki konsentrasi tinggi dalam kedelai adalah isoflavon.
Isoflavon merupakan senyawa polifenol yang berperan sebagai senyawa
antioksidan karena memiliki kemampuan dalam mencegah paparan radikal
bebas yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Diantara kandungan
isoflavon yang paling tinggi yang memiliki efek antioksidan adalah genistein,
daidzin, dan glycitein (3,4).
Aktifitas antioksidan isoflavon dapat diketahui melalui konsentrasi dan
strukturnya, seperti kemampuan gugus gula dari isoflavon yang direduksi
membentuk senyawa aglikon memiliki aktifitas antioksidan kira-kira 50-100
kali. Jaehwan Lee (2004) menyatakan, kurang dari 2,1 % (0,15/mol dari
7,12/mol/g kedelai) isoflavon dalam kedelai dalam bentuk aglikon dapat
memperlihatkan aktifitas antioksidan (3).
Isoflavon adalah salah satu senyawa kimia yang termasuk dalam
senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan.
Senyawa-senyawa tersebut pada umumnya dalam keadaan terikat/konjugasi
2
dengan senyawa gula atau senyawa kimia lainnya. Isoflavon terdapat dalam
2 bentuk , yaitu bentuk aglikon (bebas) dan bentuk konjugasi (terikat).
Isoflavon dapat bekerja lebih efektif jika terdapat dalam bentuk bebas.
Melalui proses hidrolisis senyawa gula dibebaskan dari bentuk glikosida
menjadi bentuk aglikon (bebas) (5,6). Pada sediaan mikrokapsul pelepasan
obat dari matrix polymer diaktifkan oleh hidrolisis yang diinduksi dari
degradasi ikatan polimer, serta laju penetrasinya dikontrol oleh degradasi
polimer (7).
Kedelai yang berfungsi sebagai antioksidan, berperan dalam
mencegah berbagai penyakit seperti kanker payudara, kanker prostat,
diabetes, menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dan membantu
menjaga kadar hormon estrogen. Olehnya itu kedelai dimanfaatkan secara
optimal dengan dibuat produk-produk selain produk maknan. Produk yang
dapat dimanfaatkan misalnya adalah Food suplement dalam bentuk yang
praktis merupakan salah satu strategi untuk untuk menaikkan daya konsumsi
kedelai di masyarakat mengingat berubahnya pola gaya hidup masyarakat
yang cenderung mencari sesuatu yang mudah dan praktis. Strategi
pengolahan kedelai perlu untuk terus ditingkatkan, baik sebagai bahan
makanan maupun produk lain, misalnya dalam bentuk mikrokapsul (8,9).
Isoflavon dalam kedelai dan hasil olahan kedelai tanpa fermentasi
berbentuk glikosida. Bentuk glikosida tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh dan
harus dihidrolisis sebelum dimetabolisme. Menurut Donkor dan Shah (2008)
Hidrolisis oleh bakteri penghasil β-glucosidase terjadi disepanjang saluran
3
cerna. Mikroorganisme probiotik, semisal Lactobacillus dan Bifidobacterium
memiliki enzim β-glucosidase endogen yang berperan penting dalam
mengubah profil isoflavon selama fermentasi. Produk olahan kedelai
mempunyai jumlah isoflavon yang bervariasi, tergantung proses pengolahan.
Menurut Iowa State University Data base on the Isoflavone Content of Food
(2002), Sari kedelai (soymilk) memiliki jumlah isoflavon total yang cukup
besar, yaitu 9,56 mg/100 g. Meskipun demikian, sari kedelai berbentuk cair
penggunaan dan penyimpanannya tidak praktis. Bentuk cair tersebut juga
menyulitkan untuk modifikasi rasa dan aroma. Karena itu, sari kedelai
sebaiknya diformulasi dalam bentuk sediaan padat (10).
Selain untuk meningkatkan daya konsumsi dari konsumen, penyalutan
isolaflavon dalam bentuk mikrokapsul juga untuk menjaga kestabilannya.
Salah satu kekurangan dari isoflavon adalah ketidakstabilannya terhadap
cahaya, mudah teroksidasi, serta mudah mengalami perubahan kimia,
sehingga untuk menjaga kestabilan dari isoflavon agar dapat memberikan
efek yang maksimal maka isoflavon diformulasi dalam bentuk mikrokpasul
(11).
Mikroenkapsulasi adalah suatu proses di mana padatan, cairan atau
bahkan gas dapat tertutup dalam pembentukan partikel mikroskopis yang
dilapisi oleh lapisan tipis berupa film dari bahan polimer. Mikrokapsul
merupakan sistem pelepasan terkontrol untuk meningkatkan efektifitas zat
aktif dengan mekanisme kerja pada jaringan terget dalam jumlah optimal,
pada waktu yang ditentukan dengan efek toksisitas dan efek samping yang
4
rendah. Selain itu juga keefektifannya dalam pembuatan berbagai sediaan
(12).
Metode emulsifikasi penguapan pelarut pada prinsipnya adalah
melarutkan polimer di dalam pelarut yang mudah menguap, kemudian obat
didispersikan atau dilarutkan dalam larutan polimer. Larutan polimer yang
mengandung obat diemulsikan di dalam fase pendispersi, dan biarkan
pelarut menguap kemudian mikrokapsul dikumpulkan dengan proses
pencucian, filtrasi, dan pengeringan (13).
Permasalahannya adalah bagaimana memformulasi sediaan
mikrokapsul dengan karakteristik fisik yang baik sehingga mampu menjaga
kestabilan dari isoflavon dari ekstrak kedelai (Glysine max L.Merr)
Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasi sediaan mikrokapsul
dari ekstrak kedelai (Glysine max L.Merr) dengan metode penguapan
pelarut, serta melakukan evaluasi fisik dari mikrokapsul.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian umum Kedelai
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/diikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max L.Merr (14).
Kedelai atau Glycine seperti Glycine max (Kacang Kedelai)
merupakan tanaman dari suku Fabaceae. Tumbuhan ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam budaya Asia baik sebagai makanan,
minuman maupun sebagai obat. Khasiat sebagai obat disebabkan oleh
adanya senyawa bioaktif yang bermanfaat untuk menjaga dan
memperbaiki sistem fisiologis maupun untuk pencegahan penyakit.
Terutama pada bagian biji dari tumbuhan kedelai ini. Senyawa bioaktif
yang mempunyai sifat antioksidatif diperlukan untuk mempertahankan
6
fungsi biologis ini. Kedelai mengandung senyawa-senyawa antioksidan
diantaranya adalah vitamin E, vitamin A, provitamin A, vitamin C dan
senyawa flavonoid golongan isoflavon, genistein dan daidzein. Penelitian
yang pernah dilakukan menyatakan bahwa pada biji kedelai diketahui
mengandung senyawa flavonoid golongan isoflavon. Isoflavon ini boleh
dibilang hanya terdapat pada kedelai saja. Isoflavon ini berfungsi
melakukan regulasi untuk menghambat pertumbuhan kanker seperti
kanker prostat pada kaum laki-laki dan kanker payudara pada kaum
wanita, selain berfungsi untuk mencegah kanker, biji kedelai juga
berfungsi untuk menurunkan resiko terkena penyakit jantung, diabetes,
ginjal dan osteoporosis (15,16).
Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan polifenolik ini memiliki
multi fungsional dan dapat beraksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap
radikal bebas, (c) pengkelat logam, (d) peredam terbentuknya singlet
oksigen (Pratt, 1992). Secara kimiawi, senyawa fenolik dapat
terdefinisikan sebagai kelompok senyawa kimia yang memiliki cincin
aromatik yang berikatan dengan kelompok hidroksil ( -OH ). Adanya
gugus hidroksil menyebabkan senyawa bersifat polar. Senyawa fenolik
terdistribusi luas dalam berjuta spesies tumbuh-tumbuhan dan sejauh ini
lebih dari 800 struktur senyawa fenolik telah diketahui. Senyawa fenolik
mampu meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh yang pada
akhirnya dapat menekan terjadinya penyakit kanker (15,16). Namun
senyawa ini sangat sensitif terhadap sinar matahari, kurang larut dalam
7
air, dan mudah mengalami perubahan kimia seperti proses oksidasi dan
reduksi (17). Mengingat potensi senyawa isoflavon yang cukup besar
dalam kehidupan maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan
kestabilan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memformulasinya dalam bentuk mikrokapsul.
II.2 Uraian Umum Sediaan Mikrokapsul
Mikroenkapsulasi adalah teknologi untuk menyalut atau melapisi
suatu zat inti dengn suatu lapisan dinding polimer sehingga menjadi
partikel-partikel kecil berukuran mikro. Dengan adanya lapisan dinding
polimer ini, zat inti akan terlindung dari pengaruh lingkungan luar. Bahan
inti dapat berupa padatan cairan atau gas. Mikrokapsul yang terbentuk
dapat berupa partikel tunggal atau bentuk agregat dan biasanya memiliki
rentang ukuran partikel antara 5-5000 µm. Ukuran tersebut bervariasi
tergantung metode dan ukuran partikel bahan inti yang digunakan (18,19).
Sebagai suatu sistem pelepasan obat secara terkontrol untuk mengatasi
beberapa masalah terapi konvensional dan meningkatkan efektifitas terapi
obat yang diberikan serta menjaga kestabilan obat dari pengaruh
lingkungan dan sistem pelepasan terkontrol atau ketersediaan bahan obat
yang dilapisi. Untuk mendapatkan efek terapi maksimal, dibutuhkan
adanya agen pembawa untuk membawa material obat menuju jaringan
target dalam jumlah yang optimal pada periode yang waktu yang
diinginkan dengan toksisitas dan efek samping yang minimal (12).
8
Ada berbagai metode dalam membawa zat aktif ke jaringan target
dalam mode pelepasan terkontrol. Salah satu pendekatan menggunakan
mikrosfer sebagai pembawa untuk obat-obatan. Mikrosfer adalah bahan
yang memiliki aliran bebas khas terdiri dari protein atau sintetis polimer
yang biodegradable di alam dan idealnya memiliki ukuran partikel kurang
dari 200 µm. Keunikan mikroenkapsulasi adalah ukuran partikel yang
diselubungi lebih kecil dan juga penggunaan serta penyesuaian terhadap
berbagai dosis sediaan (12).
Gambar 1 : Proses Mikrokapsulasi (12)
II.2.1 Kelebihan dari sistem mikroenkapsulasi
Kelebihan formulasi dalam bentuk mikroenkapsulasi, diantaranya :
1. Teknik ini dapat digunakan untuk mengkonversi obat cair dalam bentuk
serbuk mengalir bebas.
2. Obat-obatan, yang tidak stabil terhadap oksigen, kelembaban atau
cahaya, dapat distabilkan dengan mikroenkapsulasi.
3. Inkompabilitas antara obat dapat dicegah dengan mikroenkapsulasi.
4. Obat yang mudah menguap misalnya metil salisilat dan minyak
peppermint dapat dicegah penguapannya dengan mikroenkapsulasi
9
5. Banyak obat dibuat dalam bentuk mikrokapsul untuk mengurangi
toksisitas dan iritasi GI termasuk sulfat besi dan KCl.
6. Perubahan ditempat penyerapan juga dapat dicapai dengan
mikroenkapsulasi.
7. Bahan kimia beracun seperti insektisida dapat dibuat dalam bentuk
mikrokapsul untuk mengurangi kemungkinan timbulnya reaksi negatif
oleh orang yang sensitif terhadap zat kimia tersebut (12).
II.2.2 Kekurangan dari Sistem Mikroenkapsulasi
1. Adakalanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau
tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari
mikrokapsul
2. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi
3. Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang sesuai
dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang baik (19).
II.2.3 Tujuan Mikroenkapsulasi
1. Mengubah bentuk cairan menjadi padatan
2. Melindungi inti dari pengaruh lingkungan
3. Memperbaiki aliran serbuk
4. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak
5. Menyatukan zat-zat yang tidak tersatukan secara fisika kimia
6. Menurunkan sifat iritasi inti terhadap saluran cerna
7. Mengatur pelepasan bahan inti
8. Memperbaiki stabilitas bahan inti (19).
10
II.2.4 Mekanisme pelepasan obat dari mikrokapsul
Pelepasan obat dari mikrokapsul dapat melalui berbagai cara yaitu
melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari lapisan polimer
atau melalui kombinasi dari erosi dan difusi. Umumnya obat yang dibuat
dengan cara ini lebih banyak dilepaskan melalui difusi membran. Cairan
dari saluran pencernaan berdifusi melalui membran ke dalam sel,
kemudian obat akan melalui difusi pasif dari larutan konsentrasi tinggi di
dalam sel kapsul melalui membran ke tempat konsentrasi rendah pada
cairan saluran pencernaan. Jadi kecepatan pelepasan obat ditentukan
oleh sifat difusi obat pada membran (12).
II.2.5 Evaluasi mikrokapsul
Pembuatan suatu produk obat khususnya mikrokapsul, tidak lepas
dari berbagai evaluasi untuk mengontrol kualitas produk dan mengetahui
layak tidaknya mikrokapsul yang diperoleh untuk digunakan dan
dipasarkan. Evaluasi yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi
pemeriksaan morfologi mikrokapsul, pengukuran partikel, penentuan
kandungan zat inti serta efisiensi penjerapan obat oleh penyalut (19).
1. Pemeriksaan morfologi mikrokapsul
Pemeriksaan morfologi mikrokapsul dengan menggunakan
scanning electron microscopy untuk mengetahui sifat pelepasan obat,
karakteristik permukaan dan adanya pori-pori pada permukaan
mikrokapsul.
11
2. Pengukuran partikel dievaluasi dengan menggunakan mikroskop
optik, untuk mengetahui diameter dari ukuran mikrokapsul.
3. Penentuan kandungan obat mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui
banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi dan efisiensi metode
yang digunakan. Mikrokapsul dapat mengandung bahan inti sampai
99% dihitung terhadap berat mikrokapsul. Metode yang digunakan
tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti. Jika bahan
inti dan bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka
penentuan kandungan mikrokapsul dilakukan dengan melarutkan
mikrokapsul dalam pelarut organik yang sesuai dan kadar obat
kemudian ditentukan dengan metode analitik yang sesuai. Jika hanya
bahan inti saja yang larut dalam air sedangkan bahan penyalutnya
tidak larut maka dapat dilakukan pelarutan mikrokapsul dalam air
dengan pengadukan yang cepat, sehingga inti akan terlarut atau
dapat pula dilakukan penggerusan mikrokapsul sehingga penyalut
pecah dan inti dapat terlarut dalam pelarut yang sesuai. Setelah itu
dilakukan penyaringan untuk menghilangkan fragmen polimer yang
tidak larut. Bahan inti selanjutnya ditentukan kadarnya dengan metode
analisis yang sesuai (19).
II.2.3 Komponen Mikrokapsul
1. Bahan Inti
Bahan inti, yang didefinisikan sebagai bahan spesifik yang akan
dilapisi, baik cair atau padat. Komposisi bahan inti dapat bervariasi,
12
seperti bahan inti berupa cairan dapat didispersikan dan atau
dilarutkan. Bahan inti padat menjadi konstituen aktif, stabilisator,
pengisi, bahan tambahan, dan pelepasan tingkat akselerator.
Kemampuan untuk memvariasikan komposisi bahan inti menyediakan
fleksibilitas dan pemanfaatan ini memungkinkan pengembangan sifat
mikrokapsul yang diinginkan (12).
2. Bahan Penyalutan
Pemilihan bahan pelapis yang tepat menentukan hasil dari sifat fisik
dan kimia mikrokapsul/mikrosfer, dan sebaiknya diperhatikan pemilihan
polimer. Stabilisasi, volatilitas yang menurun, bentuk pelepasan, kondisi
lingkungan, dll harus dipertimbangkan. Polimer harus mampu membentuk
film yang kohesif dengan bahan inti. Kompatibel kimia, tidak bereaksi
dengan bahan inti dan memberikan sifat penyalut yang diinginkan seperti
kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat optik dan stabilitas. Umumnya
polimer hidrofilik, hidrofobik polimer atau kombinasi keduanya digunakan
untuk proses mikroenkapsulasi. Sejumlah bahan penyalut telah digunakan
dengan sukses, contoh gelatin, polivinil alkohol, etil selulosa, selulosa
asetat ftalat dan anhidrida maleat styrene. Ketebalan film dapat bervariasi
tergantung pada luas permukaan bahan dan karakteristik fisik lainnya.
Mikrokapsul dapat terdiri dari partikel tunggal atau kelompok partikel.
Setelah isolasi dari cairan pembawa dan pengeringan, material
membentuk partikel padat yang memiliki aliran bebas. Materi padat ini
13
cocok untuk formulasi sebagai tablet dikompresi, kapsul gelatin keras,
suspensi, dan sediaan lainnya (12).
Potensi mikroenkapsulasi yakni melibatkan pemahaman dasar
tentang sifat-sifat umum mikrokapsul, seperti sifat dari bahan inti dan
material pelapis, stabilitas dan karakteristik pelepasan bahan inti dan
metode mikroenkapsulasi (12).
Untuk mendapatkan mikrokapsul yang ideal harus memiliki
Karakteristik bahan penyalut diantaranya (12) :
1. Dapat melindungi kestabilan bahan inti
2. Inert terhadap bahan aktif.
3. Pelepasan terkontrol dalam kondisi yang diinginkan.
4. Membentuk lapisan film yang, lentur, tidak berasa, stabil.
5. Tidak higroskopis, tidak memiliki viskositas tinggi, ekonomis.
6. Larut dalam media air atau pelarut.
Beberapa contoh bahan penyalut yang biasa digunakan dalam
formulasi mikrokapsul diantaranya (12) :
1. Resin Larut Air : Gelatin, Gum Arabic, Pati, polivinil,
Carboxymethylcellulose, Hydroxyethylcellulose, Metilselulosa,
arabinogalactan, Polivinil alkohol, asam poliakrilat.
2. Resin tidak tarut air : etilselulosa, Polyethylene, polymethacrylate,
Poliamida (Nylon), Poli (Etilen vinil asetat), selulosa nitrat, Silikon, Poli
lactideco glycolide.
14
3. Lilin dan lipid : Carnauba, Spermaceti, Beeswax, Asam Stearat, Stearil
Alkohol, Stearates Gliseril.
4. Resin penyalut enterik : Selulosa Asetat Ftalat.
II.2.4 Metode Pembuatan Mikrokapsul
Pembuatan mikrokapsul dapat dilakukan dengan berbagai
metode, seperti :
1. Penguapan pelarut
Bahan penyalut dalam pelarut mudah menguap yang tidak
bercampur dengan larutan pembawa. Bahan inti akan dienkapsulasi atau
terdispersi di dalam larutan polimer penyalut. Campuran ini kemudian
ditambahkan ke fase cairan pembawa, disertai dengan pengadukan
sampai pelarutnya menguap dan terbentuk mikrokapsul (20).
2. Suspensi udara (Air-suspensi)
Mikroenkapsulasi dengan teknik suspensi udara terdiri dari
penyebaran bahan padat partikulat inti dalam aliran udara pendukung dan
penyemprotan bahan pelapis di udara pada partikel. Dalam ruang lapisan,
partikel tersuspensi diudara bergerak ke atas. Dalam wadah penyalutan,
larutan penyalut yang biasanya berupa polimer disemprotkan pada
partikel yang bergerak. Selama setiap melewati zona pelapis, bahan inti
menerima kenaikan bahan pelapis. Proses siklus ini diulang, mungkin
beberapa ratus kali selama pengolahan, tergantung pada tujuan dari
mikroenkapsulasi seperti ketebalan lapisan (12).
15
3. Semprot Kering (Spray drying)
Mikroenkapsulasi menggunakan spray dyring paling banyak
digunakan dalam industri pangan karena biayanya relatif lebih rendah.
Proses ini fleksibel, dapat digunakan untuk variasi bahan dalam
mikroenkapsulasi karena peralatannya mudah diterapkan dalam
pengolahan bermacam bahan dan menghasilkan partikel-partikel yang
berkualitas baik dengan distribusi ukuran partikel yang konsisten.
Bahan makanan yang dikemas dengan cara ini meliputi lemak,
minyak, dan penyedap rasa. Pelapisnya dapat berupa karbohidrat, seperti
dekstrin, gula, pati, dan gum, atau protein, seperti gelatin dan protein
kedelai. Proses mikroenkapsulasi meliputi pembentukan emulsi atau
suspensi antara bahan aktif dan pelapis, dan pengkabutan emulsi ke
sirkulasi udara kering panas dalam ruang pengering menggunakan
atomizer ataupun nozzle. Kadar air dalam droplet emulsi diuapkan akibat
kontak dengan udara panas. Padatan yang tersisa dari bahan pelapis
menjebak bahan inti (12).
Spray drying berguna untuk bahan makanan yang sensitif terhadap
panas karena proses pengeringan berlangsung sangat cepat.
Bagaimanapun juga masih terdapat kehilangan bahan aktif yang memiliki
titik didih rendah. Sifat fisik dari mikrokapsul tergantung pada suhu udara
panas (sekitar 150 — 200 C), derajat dan keseragaman dalam
pengkabutan emulsi, kadar kepadatan dari emulsi (30 — 70%), dan suhu
emulsi. Keuntungan spray drying mencakup keanekaragaman dan
16
ketersediaan mesin, kualitas mikrokapsul yang tetap baik, berbagai
ukuran partikel yang dapat diproduksi, dan kemampuan dispersibilitas
yang baik dalam media berair. Beberapa kerugian yang diperoleh di
antaranya kehilangan bahan aktif dengan titik didih rendah, adanya proses
oksidasi dalam senyawa penyedap rasa, dan keterbatasan pada pilihan
bahan dinding, dimana bahan dinding harus dapat larut pada air dengan
jumlah yang layak (12).
4. Spinning disk
Spinning disk merupakan modifikasi proses dari spray
cooling/chilling dengan menggunakan metode atomisasi. Prinsip dari
spray cooling/chilling mirip dengan spray drying, namun menggunakan
udara dingin dalam proses pengeringannya. Spinning disk melibatkan
pembentukan inti suatu suspensi di lapisan cairan dan suspensi ini
terletak di atas disk yang berputar dalam kondisi yang mengakibatkan
lapisan film jauh lebih tipis daripada ukuran partikel inti. Pemakaian proses
ini meningkat dengan cepat sejak tahun 2000 karena memberikan hasil
yang seimbang atau bahkan lebih baik daripada spray drying atau spray
cooling/chilling dengan biaya proses yang tidak berbeda (12).
5. Koaservasi (Coacervation)
Teknik coacervation merupakan pemisahan fase cair/cair secara
spontan yang terjadi ketika dua polimer yang bermuatan berlawanan
(misalnya protein dan polisakarida) dicampur dalam media berair
kemudian mengarah ke pemisahan menjadi dua fase. Fase yang lebih
17
rendah disebut (kompleks) coacervate dan memiliki konsentrasi yang
tinggi dari kedua polimer. Fase atas disebut sebagai supernatan atau fase
kesetimbangan, yang merupakan larutan polimer encer. Coacervate
digunakan sebagai bahan makanan, misalnya pengganti lemak atau
memberi rasa yang mirip daging dan biomaterial, seperti lapisan tipis (film)
yang dapat dimakan. Metode ini sangat efisien dan menghasilkan
mikrokapsul dengan ukuran yang lebih bervariarif daripada teknik
mikroenkapsulasi yang lain (12).
Proses ini meliputi tiga tahap, pertama, mecampur tiga fase yang
saling tidak melarutkan (fase kontinyu atau air, bahan aktif yang akan
dimikroenkapsulasi dan bahan pelapis). Kedua, bahan pelapis membentuk
lapisan pada bahan inti. Hal ini dicapai dengan merubah pH, suhu atau
kekuatan ion yang menghasilkan pemisahan fase (coacervation) dari
pelapis dan sebaran inti yang terjebak. Terakhir, bahan pelapis memadat
karena adanya panas, crosslinking (hubungan silang) dan teknik
desolvasi. Mikrokapsul yang dihasilkan dari pemisahan fase encer
memiliki dinding yang larut air dan bahan aktif yang bersifat menjauhi air
(hidrofobik), seperti minyak sayur, penyedap rasa, dan vitamin yang larut
dalam minyak (12).
6. Enkapsulasi molekul
Enkapsulasi molekuler juga dikenal dengan nama pemasukan
kompleksasi. Proses ini menggunakan siklodekstrin (cyclodextrin) untuk
membuat kompleks dan imobilisasi molekul. Siklodekstrin digunakan
18
untuk menstabilkan emulsi dan melindungi bahan makanan yang sensitif
dari cahaya, panas, dan oksigen. Siklodextrin dapat meningkatkan
kelarutan bahan yang bersifat hidrofobik, mengurangi penguapan dari
penyedap rasa pada makanan, dan menutupi rasa, aroma, atau warna
makanan yang tidak diinginkan (12).
Reaksi umum dalam enkapsulasi molekuler menggunakan prinsip
“host-guest”. Kemampuan siklodekstrin untuk membentuk pemasukan
kompleksasi dengan molekul tamu memiliki dua faktor kunci. Yang
pertama adalah tergantung pada ukuran relatif siklodekstrin dengan
ukuran molekul tamu atau kunci tertentu di dalam kelompok-kelompok
fungsional tamu. Jika ukuran tamu salah maka tidak akan sesuai untuk
masuk ke dalam rongga siklodekstrin. Faktor kritis kedua adalah
termodinamik interaksi antara berbagai komponen dari sistem
(siklodekstrin, pelarut). Diperlukan adanya daya dorong dari molekul tamu
ataupun daya tarik dari siklodekstrin yang menguntungkan. Dalam hal ini,
siklodekstrin memiliki sifat fungsional hidrofilik (mendekati air) pada bagian
bawah dan atas strukturnya yang seperti donat dan bersifat hidrofobik
(menjauhi air) pada bagian tengah karena terhubung dengan jembatan
glikosidik oksigen. Senyawa yang dapat membetuk kompleks dengan
siklodekstrin adalah senyawa yang bersifat hidrofobik atau memiliki bagian
yang hidrofobik. Bagian hidrofobik dari molekul tamu membentuk interaksi
yang stabil non-kovalen dengan bagian tengah siklodekstrin (12).
19
6. Ekstruksi (Extrusion)
Adalah metode mikroenkapsulasi yang dapat dikategorikan sebagai
metode yang baru dan masih terus dikembangkan. Pada proses ekstrusi,
bahan inti didispresikan pada karbohidrat cair yang kemudian bahan inti
akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama kontak
terjadi. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Schultz (1956) yang
mencoba mendispersikan minyak kulit jeruk pada dekstrosa cair dengan
sedikit ditambahkan maltodekstrin. Stabilitas bahan yang terenkapsulasi
dapat mencapai 6 bulan lamanya. Kelemahan metode ekstrusi antara lain
biaya operasinya yang mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan
dengan metode spray drying (21).
7. Kokristalisasi
Merupakan metode yang menggunakan sukrosa sebagai bahan
penyalut, hal ini dapat merujuk penelitian mikroenkapsulasi oleoresin pala
(Chandrayani, 2002). Dalam kokristalisasi, enkapsulasi terjadi akibat
kristalisasi spontan dari sukrosa yang menghasilkan bentuk yang
mengelompok dengan jarak ukuran 3-300 μm yang diantaranya akan
tersalut bahan inti. Proses enkapsulasi ini lebih mudah namun pemilihan
bahan penyalut terbatas dan produk yang dihasilkan tidak seperti produk
enkapsulasi metode lainnya yang berbentuk kristal kecil dan halus (21).
20
8. Gelasi ion
Metode ini melibatkan campuran dua fase aqueous yang akan
menghasilkan interaksi ionik antara muatan yang berada dari kedua fase.
Gelasi ion melibatkan bahan yang mengalami transisi dari cairan menjadi
gel tergantung pada kondisi interaksi ionik pada temperatur ruang (20).
II.3 Uraian Bahan
1. Etil Selulosa
Etil selulosa merupakan polimer yang tidak larut dalam air yang
secara luas telah digunakan dalam pembuatan bentuk sediaan sustained
release dari obat yang larut dalam air (22). Dikarenakan etil selulosa tidak
larut didalam air, sehingga dapat menghalangi lepasnya obat dari sediaan.
Kecepatan pelepasan obat dari matriks etil selulosa dapat dikendalikan
melalui proses difusi dan/atau proses erosi (23). Etil selulosa biasanya
dikombinasi dengan zat aditif yang larut dalam air untuk membuat lapisan
tipis dengan mengurangi sifat-sifat kelarutan dalam air. Polimer ini dapat
larut dalam bermacam-macam pelarut organik, tidak toksik, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan sangat stabil pada
keadaan sekelilingnya. Lapisan tipis etil selulosa yang tidak membentuk
plastik, rapuh dan perlu modifikasi untuk mendapatkan suatu formulasi
lapisan tipis. Umumnya bahan ini dipakai sebagai Aquacoat (24).
Merupakan penyalut untuk modifikasi pelepasan obat yang dapat
menutupi rasa yang tidak enak pada obat, menjaga kestabilan obat
misalnya terhadap bahan obat yang mudah teroksidasi. Etil selulosa
21
memiliki viskositas yang baik sehingga dapat digunakan dalam
pembuatan mikroenkapsulasi obat, memiliki aliran yang bebas, tidak
berasa, merupakan serbuk putih, praktis tidak larut dalam gliserin,
propilenglikol dan air, larut dalam metanol, etil asetat, dan kloroform (16).
2. Tween 80
Tween 80 adalah nama dagang yang juga dikenal dengan nama
Polyoxyethylene Sorbitan Fatty Acid Ester memiliki karakter agak berbau,
sedikit rasa pahit, cairan minyak berwarna kuning, larut dalam air dan
etanol. Memiliki kestabilan terhadap elektrolit dan asam atau basa lemah,
mengalami saponifikasi jika bercampur dengan asam atau basa kuat.
Secara umum digunakan pada formulasi sediaan oral, kosmetik, makanan
(22).
3. Parafin Cair
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari
minyak mineral sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau
butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj (23).
Parafin cair merupakan sediaan yang stabil, cairan kental, transparan,
tidak berflourosensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, dan hampir
tidak mempunyai rasa (22).
4. Aseton
Aseton merupakan senyawa yang mudah menguap, cairan
transparan Aseton biasanya digunakan dalam formulasi mikrosfer untuk
preparasi obat sustained release (22).
22
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan adalah alat maserasi, blender, cawan
porselein, labu erlenmeyer (Pyrex®), gelas piala (Pyrex®), gelas ukur
(Pyrex®), HPLC (Shimadzu®), oven, pipet volume (Pyrex®), rotary evaporator,
SEM (Scanning Electron Mikroscope) (Vega-Tescan®), timbangan analitik
(Sartorius®).
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, aluminium foil, aseton,
asetonitril, ekstrak kedelai, etil asetat, etil selulosa, heksan, metanol, parafin
cair, tween 80®.
III.2 Penyiapan Sampel
III.2.1 Pengambilan Sampel
Sampel biji kedelai (Glycine max L.Merr) diambil dari desa Balla,
kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang.
III.2.2 Pengolahan Sampel
Sampel biji kedelai yang masih segar dicuci bersih dengan air
mengalir, kemudian direndam dengan air panas selama 15 menit, kulit
dikeluarkan dan dikeringkan. Kemudian kedelai yang sudah kering
diserbukkan dengan menggunakan blender.
23
III.2.3 Ekstraksi Sampel
Serbuk kedelai sebanyak 2 kg diekstraksi dengan metode maserasi
dengan menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 2 liter dan dibiarkan
selama 3 hari, sambil sesekali diaduk untuk mempermudah keluarnya zat
aktif dari isi sel. Kemudian disaring untuk memisahkan antara ampas dan
hasil ekstraksinya (maserat). Ampas yang telah dipisahkan kemudian
diremasirasi dengan pelarut etil asetat dengan prosedur yang sama. Maserat
yang diperoleh dikumpulkan kemudian diuapkan pelarutnya dengan
menggunkan rotavapor, hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang belum
digunakan disimpan dalam eksikatus untuk menghindari petumbuhan
mikroba.
III.3 Rancangan Formula Mikrokapsul
Mikrokapsul diformulasi dalam 3 formula, eksrak kedelai, etil selulosa
(bahan penyalut) yang digunakan konsentrasi yang berbeda-beda, parafin
cair yang diemulsikan dengan tween 80® 2%, dan n-Heksan untuk mencuci
parafin yang masih melekat pada dinding mikrokapsul.
Tabel 1. Rancangan Formula
Bahan Formula
I II III
Ekstrak Kedelai (Glysine max L.Merr) 1 g 1 g 1 g
Etil Selulosa 3 g 4 g 5 g
Aseton 60 ml 60 ml 60 ml
Paraffin cair 120 ml 120 ml 120 ml
Tween 80® (2% dari 120 ml) 2,4 ml 2,4 ml 2,4 ml
n-heksan 60 ml 60 ml 60 ml
24
III.3.1 Pembuatan Formula Mikrokapsul (25)
Etil Selulosa dilarutkan dengan sejumlah aseton dalam wadah gelas
piala. Ekstrak kedelai didispersikan ke dalam larutan Etil selulosa dan
diemulsikan dalam sejumlah parafin cair yang mengandung Tween 80® 2%.
Emulsi diaduk dengan homogeneser dengan kecepatan 4000 rpm pada
temperatur kamar. Mikrokapsul didekantasi dan dicuci dengan n-heksan
untuk menghilangkan parafin cair yang melekat. Setelah itu disaring dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 400C selama 2 jam.
III.4 Evaluasi Mikrokapsul
III.4.1 Bentuk dan morfologi mikrokapsul
Ukuran mikrokapsul yang terbentuk dari suatu proses mikroenkapsulasi
dapat diamati dengan menggunakan alat mikroskop elektron (Scanning
Electron Microscope). Sampel mikrosfer ditempatkan pada sample holder
kemudian disalut dengan partikel emas menggunakan fine coater. Sampel
kemudian diperiksa dan dilihat morfologinya pada intensitas dan perbesaran
tertentu. Morfologi yang dapat diamati adalah karakteristik permukaan,
misalnya ada atau tidaknya pori-pori pada permukaan mikrokapsul (23,26).
III.4.2 Distribusi ukuran partikel
Mikrokapsul yang diamati diletakkan dibawah mikroskop sebanyak
300 partikel kemudian diukur ukuran partikelnya sesuai dengan pembacaan
pada skala (18).
25
III.4.3 Uji Interfensi
Ekstrak awal kedelai dan mikrokapsul ektrak kedelai masing-masing
dilarutkan dalam pelarut metanol 70% konsentrasi 500 bpj, kemudian
masing-masing ditentukan waktu retensinya pada panjang gelombang
maksimum.
III.4.4 Pengukuran Kadar Isoflavon yang Terjerap dalam Mikrokapsul
Penentuan kandungan isoflavon dapat dilakukan dengan metode
analisis menggunakan alat HPLC. Sejumlah tertentu mikrokapsul ditimbang
kemudian digerus untuk menghancurkan dinding mikrokpasul, kemudian di
larutkan dengan metanol (70%) dan aquades (30%) diukur serapannya
dengan HPLC. Kandungan obat dihitung berdasarkan persamaan dari kurva
baku.
III.4.5 Pengukuran Ketebalan Dinding Mikrokpasul
Penentuan ketebalan dinding mikrokapsul dihitung berdasarkan berat
jenis dari ekstrak dan penyalut dan juga proporsi ekstrak dalam mikrokapsul
yang dihitung berdasarkan rumus berikut :
Keterangan :
r = rata-rata jari-jari mikrokapsul
P = Proporsi obat dalam mikrokapsul
d1 = densitas ekstrak
d2 = densitas bahan penyalut
26
III.4.6 Pengukuran Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul
Penentuan efisiensi penjerapan mikrokapsul dilakukan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terdapat dalam mikrokapsul serta
efisiensi metode yang digunakan. Mikrokapsul dapat mengandung bahan inti
hingga 99% dihitung terhadap berat mikrokapsul. diperoleh dari
perbandingan kadar senyawa yang terkandung dalam tiap gram ekstrak
dengan kadar senyawa yang terjerap dalam mikrokapsul. Penentuan
efisiensi penjerapan menggunakan metode analisis yang sesuai (20,26).
27
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Hasil Esktraksi
Serbuk biji kedelai yang diekstraksi sebanyak 2 kg dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 2 liter, selanjutnya di
rotavavor sehingga diperoleh ekstrak kental kedelai sebanyak 27,75 gram
dengan konsentrasi rendamen 2 %.
IV.1.2 Karakteristik Mikrokapsul
1. Hasil Pengamatan Bentuk Morfologi Mikrokapsul
Hasil identifkasi bentuk morfologi mikrokapsul menggunakan alat
SEM (Scanning Electron Microscope) menunjukkan bentuk mikrokapsul
yang sferis (Gambar 2). Namun terjadi clumping atau penggumpalan
pada beberapa mikrokapsul dan juga agregasi yang diakibatkan oleh
parafin yang masih tersisa pada dinding mikrokapsul. Hasil dapat dilihat
pada gambar 2.
C B
A
A
28
Gambar 2. Hasil pengamatan morfologi mikrokapsul dengan menggunkan
alat SEM pada Formula I (A), Formula II (B), Formula III (C).
2. Distribusi Ukuran Partikel
Hasil pengukuran partikel mikrokapsul dengan konsentrasi
penyalut yang berbeda-beda pada mikroskop optik dengan
pembesaran 100 kali, ketiga formula memiliki diameter rata-rata yang
berbeda untuk formula I berada pada kisaran 229 µm, untuk formula II
berada pada kisaran 292 µm , formula III berada pada kisaran 293 µm,
dengan diameter rata-rata untuk ketiga formula masing-masing adalah
203,5 µm . Hasil dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel mikrokapsul
dengan menggunkan alat mikroskop optik pada Formula I (A), Formula II
(B), Formula III (C).
3. Hasil Uji Interfensi
Hasil uji interfensi menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya
interfensi antara ekstrak kedelai dengan penyalut etil selulosa. Hal ini
ditunjukkan dengan panjang gelombang maksimum yang sama antara
A
A
B
A
C
A
29
isoflavon ekstrak awal kedelai dan isoflavon pada mikrokapsul ektrak
kedelai yaitu pada panjang gelombang 255 nm.
4. Penetapan Kadar Zat Isoflavon Genistein dalam Mikrokapsul
Hasil penentuan kandungan isoflavon yang diukur terhadap
isoflavon genistein menunjukkan bahwa untuk ektrak dalam tiap 500 bpj
diperoleh kadar , formula I dalam tiap 500 bpj mikrokapsul mengandung
0,84 bpj genistein, untuk formula II dalam tiap 500 bpj mikrokapsul
mengandung 0,795 bpj genistein, dan untuk formula III dalam tiap 500 bpj
mikrokapsul mengandung 0,791 bpj genistein. Data lengkap dapat di lihat
di tabel 3.
5. Pengukuran Tebal Dinding Mikrokapsul
Hasil pengukuran tebal dinding mikrokapsul yang dihitung
berdasarkan rumus diperoleh ukuran tebal dinding mikrokapsul untuk
formula I 51,497 µm, formula II 73,409 µm, formula III 78,49 µm.
6. Pengukuran Efisiensi Penjerapan Oleh Mikrokapsul
Hasil pengukuran efisiensi penjerapan mikrokapsul diperoleh
persentase penjerapan untuk formula I 26,33%, untuk formula II 24,92%,
untuk formula III 24,22%
IV.2 Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikrokapsul ekstrak
kedelai dengan menggunakan metode emulsifikasi dengan prinsip
penguapan pelarut dan sebagai bahan penyalut dipilih etil selulosa,
30
ekstrak kedelai yang didispersikan dalam larutan etil selulosa diemulsikan
ke dalam parafin cair hingga membentuk emulsi tipe A/M. Emulsi
kemudian dihomogenizer sampai pelarut aseton menguap seluruhnya.
Penelitian ini dilakukan dengan membuat 4 formula mikrokapsul,
namun pada penggunaan etil selulosa sebagai enkapsulan dengan
konsentrasi 2 gram, hasilnya terlihat bahwa mikrokapsul yang dibuat
terjadi agregasi karena masih adanya parafin yang ada pada dinding
mikrokpasul. Setelah mikrokapsul dikeringkan tampak parafin yang
meleleh dan membentuk menyerupai agar, setelah didekantasi berulang-
ulang hasil yang didapatkan tetap tidak terbentuk mikrokapsul yang baik.
Sehingga hanya formula I (perbandingan enkapsulan terhadap ekstrak
3:1), II (perbandingan enkapsulan terhadap ekstrak 3:1) dan III
(perbandingan enkapsulan terhadap ekstrak 3:1) yang dilanjutkan pada
tahap analisis berikutnya.
Tahap awal dilakukan penentuan distribusi ukuran partikel untuk
mentehui diameter partikel mikrokapsul yang terbentuk, dengan
menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran 100 kali, diameter
mikrokapsul ditentukan berdasarkan pengukuran pada skala yang telah
dikalibrasi sebelumnya. Selanjutnya dilakukan analisis matematika untuk
menentukan interval kelas dari setiap diameter mikrokapsul yang
diperoleh. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil untuk formula I diameter
rata-rata mikrokapsul berada pada kisaran 229 µm, untuk formula II
31
berada pada kisaran 292 µm , formula III berada pada kisaran 293 µm,
dengan diameter rata-rata untuk ketiga formula masing-masing adalah
203,5 µm. Dari hasil ini diameter mikrokapsul berbanding lurus dengan
konsentrasi bahan enkapsulan yang digunakan, yakni semakin banyak etil
selulosa yang digunakan semakin besar pula diameter ukuran partikel dari
mikrokapsul yang dihasilkan (20). Semua mikrokapsul yang terbentuk
masuk dalam range ukuran mikrokapsul yakni 1-5000 µm.
Pada pembuatan mikrokapsul, hal yang juga berperan dalam
menentukan distribusi ukuran partikel adalah kecepatan pengadukan,
dimana pada pengadukan yang lambat akan membentuk mikrokapsul
yang besar, sebaliknya pada pengadukan yang cepat akan membentuk
mikrokapsul dengan ukuran yang sangat kecil dan tidak spheris. Dari itu
digunakan kecepatan pengadukan 4000 rpm untuk mendapatkan
mikrokapsul yang ideal (24).
Bentuk morfologi mikrokapsul diidentifikasi dengan menggunakan
alat Scanning Electron Microscope untuk mengidentifikasi bentuk
permukaan dari mikrokapsul serta melihat ada atau tidaknya pori-pori
yang terbentuk pada dinding mikrokapsul. Dari hasil yang diperoleh dapat
diketahui bentuk mikrokapsul yang terbentuk spheris, meskipun terdapat
beberapa mikrokapsul yang membentuk agregat karena masih adanya
sisa parafin pada dinding mikrokapsul.
32
Hasil uji interferensi menunjukkan pada ketiga formula tidak
terdapat adanya interferensi antara ekstrak kedelai dengan bahan
tambahan lainnya. Uji interferensi bertujuan untuk mengetahui adanya
interaksi antara zat aktif dengan penyalut yang digunakan. Interferensi
yang terjadi dapat ditunjukkan dengan bergesernya panjang gelombang
maksimum, sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat dari zat aktif. Uji
interferensi dilakukan dengan membandingkan panjang gelombang
maksimum dari mikrokapsul dengan panjang gelombang maksimum dari
ekstrak yang dilarutkan pada larutan metanol 70% dan diukur dengan
menggunakan HPLC.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan secara duplo diperoleh kadar
rata-rata untuk ektrak dalam 500 bpj mengandung isoflavon genistein
sebanyak 3,145 bpj, untuk formula I dalam 500 bpj mengandung sekitar
0,84 bpj, formula II dalam 500 bpj mengandung 0,795 bpj, formula III
dalam 500 bpj mengandung 0,791 bpj. Dari data yang diperoleh kadar
isoflavon yang terjerap semakin berkurang seiring dengan pertambahan
bahan enkapsulan yang digunakan (20).
Pada pengukuran jumalah zat isoflavon genistein yang terjerap
dalam mikrokapsul digunakan alat uji kuantitatif HPLC. Dari hasil
pengukuran diperoleh kadar isoflavon genistein yang diperoleh sedikit hal
ini dikarenakan kedelai yang diformulasi dalam bentuk mikrokapsul tidak
difermentasi sebelumnya sehingga kandungan isoflavon dalam bentuk
33
aglikon hanya dalam jumlah yang sedikit, dan kemungkinan lebih banyak
dalam bentuk glikosida.
Pengukuran ketebalan dinding mikrokapsul dan efisiensi
penjerepan ekstrak oleh mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui efisiensi
metode yang digunakan. Hasil yang diperoleh, yakni semakin besar
konsetrasi enkapsulan persentase ekstrak yang terjerap semakin kecil,
sedangkan ketebalan dinding mikrokapsul semakin besar.
34
BAB V
Kesimpulan dan Saran
V.1 Kesimpulan
1. Semakin tinggi konsentrasi bahan penyalut diameter ukuran
partikelnya semakin besar dan kadar ekstrak yang terjerap semakin
kecil.
2. Mikrokapsul dari ekstrak kedelai dapat dibentuk sferis dengan etil
selulosa pada konsentrasi 3:1 , 4:1, dan 5:1
3. Semua formula menunjukkan kemampuan penjerapan zat aktif yang
masih rendah yakni hanya 0,84 bpj pada konsentrasi etil selulosa 3
gram, dikarenakan esktrak yang digunakan tidak difermentasi
sebelumnya sehingga kemungkinan isoflavon yang ada dalam ekstrak
adalah bentuk glikon, dan baku standar yang digunakan adalah
isoflavon genistein dalam bentuk aglikon.
V.2 Saran
1. Perlu dilakukan penggunaan bahan enkapsulan lain yang dapat
menjerap ekstrak kedelai secara optimal.
2. Perlu dilakukan optimasi formulasi mikrokapsul dengan menggunakan
metode lain
3. Perlu dilakukan pengukuran kadar senyawa glikon yang terkandung
dalam ekstrak kedelai serta efektiftasnya dalam mencegah penyakit
degeneratif.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutrisno,Koswara.Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan
Makanan Bermutu.Pustaka Sinar Harapan:Jakarta.1992
2. Anderson J.J.B. and S. C. Garner. The soybeans as a source of bioactive molecules. In the Schmidl, M. K. And T. P. Labuza, 2000. Essential of Functional Foods. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland.2000
3. Lee,Jaehwan; Renita,Marjory; Fioritto,Ronald J; St.Martin,Steve K;
Schwartz,Steve J;and Vodovotz,Yael. Isoflavon Characterization and Antioxidant Activity of Ohio Soybeans.J.Agric.Food Chem.2004.
4. Mauricio A; Rostagno; Palma,Miguel; Barroso,Carmelo
G.Analytical,Nutritional and Chlinical Methods Short-term Stability of Isoflavones Extracts:Sample Conservation Aspects.
5. Retno,Tyas;Widyastuti,SriKayati;danSuarsana,Nyoman.Pengaruh Pemberian Isoflavon terhadap Peroksida Lipid pada Hati Tikus Normal.Denpasar:Indonesia Medicus Veterinus.2012.Hal : 483-491
6. Widyastuti,Sri Kayati dan Suarsana,Nyoman.2012.Pengaruh Pemberian Isoflavon terhadap Peroksidasi Lipid pada Hati Tikus Normal.Indonesia Medicus Veterinus.Hal:483-491
7. Swarbrick,James.Ensyclopedia Of Pharmaceutical Technology ed.3th.North Carolinia USA:Pharmaceutech Inc.2007.Hal:1099
8. Pra darma,Andita; Hardika,Ratih; Primasari,Dyani.Mengungkap Potensi Tersembunyi Kedelai (Glysine max L.Merr) sebagai Agen Kemopreventif yang Potensial.UGM:Yogyakarta.2008
9. Elkins,Rita M.H.Genistein Potent Soy Isoflavone.(diakses tanggal 9 Oktober 2012).
10. Warnida,Husnul; Rahman,Latifa; Djide,Natsir. Pengaruh Fermentasi Sari Kedelai dengan lactobacillus sp terhadap Kadar dan profil KLT Genistein serta Formulasinya dalam Granul Efervesen.Makassar : Universitas Hasanuddin
11. Handayani,Rini;sulistyo,Joko.Sintesis Senyawa Falvonoid-α-Glikosida secara Reaksi Transglikosilasi Enzimatik dan Aktivitasnya sebagai Antioksidan.Bogor:Biodiversitas.2008.Vol : 9; Nomor 1; Hal :1-4
36
12. Agnihotri,Nitika; Mishra, Ravinesh; Goda,Chirag; and Arora,Manu.Microencapsulation – A Novel Approach in Drug Delivery.India:Indo Global Journal Of Pharmaceutial Science.2012
13. Hamdeni,Syukran.2011.Mikroenkapsulasi Karbamazepin dengan Panyalut Etil Selulosa Menggunakan Metoda Emulsifikasi Penguapan Pelarut.Padang:Universitas Andalas. [Diakses tanggal 25 Juni 2013]
14. Plantamor.http://www.plantamor.com/index.php?plant=629 [diakses tanggal 25 juni 2013]
15. Koswara, S.2006.Isoflavon Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai.
www.ebookpangan.com [diakses 27 April 2012]
16. Asih, Asitih. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai.Bukit Jimbaran: Universitas Udayana.ISSN 1907-9850.2009 17. Astuty,Dwi.2001.Aktifitas Antimutagenesis Isoflavon Glikosida Hasil
Reaksi Transglikosilasi oleh Soklodekstrin Glukanotransferase (EC 2.4.1.19) dari Bacillus macerans.Bogor.Institut Pertanian Bogor
18. McHugh DJ. Production, Properties and Uses of Alginates. [serial on the internet]. 1987. Available from: www. Fao. Org
19. Istiyani,Khoirul.2008.Mikroenkapsulasi Insulin. FMIPA [diakses tanggal16 April 2013]
20. Cecilia,Christy.2011.Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat sebagai Polimer Dalam Sediaan Mikrosfer Mukoadhesif.Depok:Universitas Indonesia
21. Desmawarni.2007.Pengaruh Komposisi Bahan Penyalut Dan Kondisi Spray DryingTerhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
22. Rowe,Raymond C; Sheskey,Paul J; and Quinn,Marian E. Handbook of Pharmaceutical Excipient 16th.London: Pharmaceutical Press. Halaman 474 dan
549
23. Martin A, Swarbrick J, Cammarata A. Physical Pharmacy : Physical
Chemical Principles in the Pharmaceutical Sciences. Lea and
Febiger. Philadelphia. Halaman 495-503
37
24. Lachman,Leon.1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri.Edisi 3 jilid
2.Jakarta:UI press
25. Sutriyo;Djajadisastra,Joshita;Novitasari,Aldilla.2004.Mikroenkapsulasi Propanolol Hidroklorida Dengan Penyalut Etil Selulosa Menggunakan Metoda Penguapan Pelarut.Jakarta:Majalah Ilmu Kefarmasian. vol.1
26. Herlina.2012.Mikroenkapsulasi Tokotrienol Menggunakan Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat Sebagai Polimer Penyalut.Depok:UI
38
LAMPIRAN I
Skema Kerja Pengolahan Sampel
- Diuapkan pelarutnya dengan
Rotavapor
- Dicuci dengan air mengalir
- Dipotong-potong kecil
Biji Kedelai
Ekstrak Etil Asetat Cair
- Dicuci dengan air mengalir
- Direndam dalam air mendidih selama 15
menit.
- Dibersihkan dari kulitnya
- Dikeringkan, kemudian diserbukkan
- Dimaserasi dengan pelarut etil asetat
Ekstrak Etil Asetat Kental
39
LAMPIRAN II
Skema Pembuatan Mikrokapsul
Dimasukkan dalam gelas piala +parafin cair dan tween® (polisorbat) 80
Homogenkan dengan homogenizer, 4000 rpm,
Dekantasi, dicuci 2 kali dengan n-
heksan dan dikeringkan pada suhu 400C
selama 2 jam
Etil selulosa + aseton Ekstrak kedelai
Emulsi
Mikrokapsul
40
Lampiran III
Data Hasil Peneitian
Gambar 4. Foto Mikrokapsul Esktrak Kedelai (Glycine max L.Merr) Formula I (A), Formula II (B), Formula II (C).
A
A
C
B
B
41
Gambar 2.1 Hasil pengamatan morfologi dengan menggunakan alat SEM (Scanning Electrone Microscope) dengan Intensitas pegukuran yang digunakan : 5,0 KV pada Formula I dengan pembesaran 500 µm (A), pembesaran 200 µm (B), pembesaran 100 µm (C), pembesaran 50 µm (D).
C D
A
D C
B
42
Gambar 2.2. Hasil pengamatan morfologi dengan menggunakan alat SEM (Scanning Electrone Microscope) dengan Intensitas pegukuran yang digunakan : 5,0 KV pada Formula II dengan pembesaran 200 µm (A), pembesaran 1 mm (B), pembesaran 100 µm (C), pembesaran 50 µm (D).
Gambar 2.3 Hasil pengamatan morfologi dengan menggunakan alat SEM (Scanning Electrone Microscope) dengan Intensitas pegukuran yang digunakan : 5,0 KV pada Formula III dengan pembesaran 1 mm (A), pembesaran 100 µm (B), pembesaran 200 µm (C), pembesaran 50 µm (D).
A
C D
B
43
Tabel 2. Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Ektrak Kedelai
Formula I
Range Ukuran (μm)
Rata-Rata dari Range Ukuran(d)
(μm)
Jumlah Partikel Pada Tiap Range
Ukuran (n)
Nd
127 – 155 141 45 6.345
156 – 184 170 41 6.970
185 – 213 199 32 6.368
214 – 242 228 47 10.716
243 – 271 257 74 19.018
272 – 300 286 22 6.292
301 – 329 315 16 5.040
330 – 358 344 17 5.848
359 – 387 373 6 2.238
Jumlah 300 68.835
Formula II
Range Ukuran (μm)
Rata-Rata dari Range Ukuran(d)
(μm)
Jumlah Partikel Pada Tiap Range
Ukuran (n)
Nd
195 – 217 206 15 3.090
218 – 240 229 13 2.977
241 – 263 252 38 9.576
264 – 286 275 76 20.900
287 – 309 298 54 16.092
310 – 332 321 60 19.260
333 – 355 344 24 8.256
356 – 378 367 10 3.670
379 – 401 390 10 3.900
Jumlah 300 87.721
44
Formula III
Range Ukuran (μm)
Rata-Rata dari Range Ukuran(d)
(μm)
Jumlah Partikel Pada Tiap Range
Ukuran (n)
Nd
176 – 205 190,5 11 2.095,5
206 – 235 220,5 52 11.466
236 – 265 250,5 46 11.523
266 – 295 280,5 75 21.037,5
296 – 325 310,5 46 14.283
326 – 355 340,5 20 6.810
356 – 385 370,5 8 2.964
386 – 415 400,5 12 4.806
416 – 445 430,5 30 12.915
Jumlah 300 87.900
Kurva Baku Standar Isoflavon Genistein
45
Tabel 3. Kadar Isoflavon Genistein dalam Ekstrak dan dalam Tiap
Formula Mikrokapsul Ekstrak Kedelai
Formula Konsentrasi Kandungan Isoflavon Genistein
Ekstrak 500 bpj 500 bpj
3,255 bpj 3,129 bpj
Rata-rata 3,192 bpj
I 500 bpj 500 bpj
0,836 bpj 0,845 bpj
Rata-rata 0,84 bpj II 500 bpj
500 bpj 0,658 bpj 0,933 bpj
Rata-rata 0,795 bpj
III 500 bpj 500 bpj
0,873 bpj 0,709 bpj
Rata-rata 0,791 bpj
Tabel 4. Efisiensi Penjeparan oleh Mikrokapsul
A b % Penjerapan
Ekstrak Kedelai 3,192 bpj Formula I 0,836 bpj
0,845 bpj 26,19 26,47
Rata-rata 0,84 bpj 26,33
Formula II 0,658 bpj 0,933 bpj
20,61 29,23
Rata-rata 0,795 bpj 24,92
Formula III 0,873 bpj 0,709 bpj
26,22 22,21
Rata-rata 0,791 bpj 24,22
Keterangan : a = Kadar Isoflavon genistein dalam tiap gram ekstrak
b = Kadar Isoflavon genistein dalam tiap gram mikrokapsul
Rumus Perhitungan efisiensi penjerapan dalam mikrokapsul